Anda di halaman 1dari 155

PERANCANGAN MATERIAL TAHAN EMI

(ELECTROMAGNETIC INTERFERENCE) UNTUK ONBOARD


SYSTEM PESAWAT TANPA AWAK MENGGUNAKAN
METODE TRANSMISSION LINE

SKRIPSI

MUHAMMAD AHLAN MAULIDI


NIM 11190970000022

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1444 H / 2023 M
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Ahlan Maulidi

NIM : 11190970000022

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Perancangan Material Tahan
EMI (Electromagnetic Interference) untuk Onboard System Pesawat Tanpa
Awak Menggunakan Metode Transmission Line adalah benar merupakan karya
saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun
kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber
kutipannya dalam skripsi.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 1 Juni 2023

Muhammad Ahlan Maulidi


11190970000022

iii
ABSTRAK
Nama : Muhammad Ahlan Maulidi
Program Studi : Fisika
Judul : Perancangan Material Tahan EMI (Electromagnetic Interference)
untuk Onboard System Pesawat Tanpa Awak Menggunakan Metode
Transmission Line
Pembimbing : 1. Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si.
2. Yanuar Prabowo, S.T., M.T.

Penelitian ini memiliki tujuan untuk memperoleh bahan dengan tingkat immunity
(shielding effectiveness) paling baik untuk onboard system pesawat LSU - 03 dari sumber
radiasi elektromagnetik melalui metode eksperimental perancangan bahan komposit
sandwidch dengan melakukan fabrikasi material menggunakan penguat serat karbon UD,
karbon twill, dan serat gelas – tembaga melalui metode hand lay-up. Dengan
menggunakan scattering parameters perhitungan efektivitas shielding dilakukan
menggunakan teori perhitungan serta optimasi Schelkunoff Theory (ST) dengan rentang
frekuensi 4 – 5 GHz. Hasil analisa menunjukkan pada material komposit berpenguat serat
karbon UD 12K dengan 2 layer skin atas dan bawah core kayu balsa shielding
effectiveness pada frekuensi 4.4 GHz dapat mencapai -36.285 dB, kemudian dengan
susunan laminasi yang sama pada frekuensi 4.6 GHz material komposit berpenguat serat
karbon twill memperoleh nilai efektivitas shielding paling baik yaitu sebesar -36.461 dB,
sedangkan pada frekuensi 4.8 GHz material komposit berpenguat serat karbon twill
dengan 1 skin serat atas dan bawah core kayu balsa memperoleh efektivitas shielding
paling baik sebesar -36.268 dB. Shielding terbaik cenderung diperoleh pada material
komposit dengan arah orientasi normal. Dengan demikian jelas bahwa material komposit
sandwich core kayu balsa arah orientasi normal dengan jenis serat karbon twill dapat
memberikan peforma yang paling baik dalam perisaiaan untuk modul onboard system
pada pesawat UAV.

Kata kunci: Hand lay-up, serat karbon, serat gelas, tembaga, microwave analyzer.

iv
v

ABSTRACT

Name : Muhammad Ahlan Maulidi


Program : Fisika
Title : Perancangan Material Tahan EMI (Electromagnetic Interference)
untuk Onboard System Pesawat Tanpa Awak Menggunakan Metode
Transmission Line
Adviser : 1. Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si.
2. Yanuar Prabowo, S.T., M.T.

This research aims to obtain materials with the best level of immunity (shielding
effectiveness) for the onboard system of the LSU-03 aircraft from electromagnetic
radiation sources through experimental methods for designing sandwich composite
materials by fabricating materials using UD carbon fiber reinforcement, carbon twill, and
fiber. glass – copper via hand lay-up method. By using scattering parameters, shielding
effectiveness calculations are carried out using Schelkunoff Theory (ST) calculation
theory and optimization with a frequency range of 4 – 5 GHz. The analysis results show
that the composite material reinforced with UD 12K carbon fiber with 2 layers of skin
above and below the balsa wood core shielding effectiveness at a frequency of 4.4 GHz
can reach -36,285 dB, then with the same lamination arrangement at a frequency of 4.6
GHz the twill carbon fiber reinforced composite material obtains The best shielding
effectiveness value was -36,461 dB, while at a frequency of 4.8 GHz the composite
material reinforced with carbon fiber twill with 1 fiber skin above and below the balsa
wood core obtained the best shielding effectiveness at -36,268 dB. The best shielding tends
to be obtained in composite materials with a normal orientation. Thus it is clear that the
normally oriented balsa wood sandwich core composite material with carbon fiber twill
can provide the best performance in shielding the onboard system modules on UAV
aircraft.

Keywords: Hand lay-up, serat karbon, serat gelas, tembaga, microwave analyzer.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang senantiasa di haturkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas kasih dan sayang yang senantiasa menyertai sehingga saya dapat
melaksanakan kegiatan tugas akhir (TA) di Pusat Teknologi Penerbangan
(Pustekbang) LAPAN-BRIN, Rumpin, Indonesia. Yang dapat berjalan dengan baik
sesuai rencana dan semua penelitian yang dapat terealisasikan dengan baik.
Tulisan – tulisan yang terdapat pada buku ini ialah laporan yang berisikan
gambaran secara umum mengenai hasil uji tentang penelitian “Perancangan
Material Tahan EMI untuk Onboard System Pesawat Tanpa Awak
Menggunakan Metode Transmission Line”. Selain itu, dalam laporan ini penulis
akan menjelaskan analisis dalam riset kerja yang dilaksanakan selama penelitian
berlangsung, tentunya hal ini bukan semata – mata karena kemampuan saya sendiri
melainkan karena keridhoan-Nya dengan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan juga
dukungan dari berbagai pihak yang turut berikut serta, secara khusus orang tua saya,
dosen pembimbing serta dosen pendamping. Untuk itu lewat laporan ini, saya salah
seorang mahasiswa yang telah berupaya melaksanakan penelitian tugas akhir (TA)
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Asep Saepudin Jahar, M.A., Ph.D. selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan untuk
melaksanakan kegiatan TA ini.

2. Ibu Tati Zera, M.Si selaku Kepala Program Studi Fisika dan Ibu Elvan
Yuniarti, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Fisika.

3. Ibu Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si. selaku dosen pembimbing I yang selalu
memberikan bantuan seperti bimbingan, motivasi, serta dorongan semangat
kepada penulis.

4. Bapak Yanuar Prabowo, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing II yang selalu
semangat membimbing dan membantu penulis dalam proses pengambilan,
pengolahan data dan penulisan laporan.

vi
vii

5. Bapak Wahyudi M.Kom. sebagai dosen pendamping yang turut membantu


mengarahkan mendampingi saya dari sebelum berjalannya riset di lapangan
hingga selesai laporan skripsi, dan telah memberikan kesempatan, support
dan menuntun dalam proses penelitian maupun penulisan.

6. Kedua orang tua dan keluarga, yang telah mendukung dan mendoakan
sehingga saya bisa menyelesaikan kegiatan TA ini.

7. Rekan Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2019, terkhusus


konsentrasi Fisika Material yang bersama-sama melaksanakan kegiatan
penelitian tugas akhir.

Terlepas dari kesuksesan penelitian yang telah tercapai, Selama pelaksanaan TA


di Pusat Teknologi Penerbangan (Pustekbang) LAPAN-BRIN, begitu saya sadari
terdapat banyak kekurangan yang telah saya lakukan. Lewat laporan ini, saya
menyampaikan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
memberkahi segala urusan kita dan menjadikan usaha serta karya kita sebagai bukti
kebaikan yang dapat menjadi amal ibadah.

Ciputat, 15 Maret 2023

Muhammad Ahlan Maulidi


NIM 11190970000022
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ii

LEMBAR PERNYATAAN iii

ABSTRAK iv

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR TABEL xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 RUMUSAN MASALAH 3

1.3 TUJUAN PENELITIAN 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN 3

1.5 BATASAN PENELITIAN 4

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8

2.1 PESAWAT TANPA AWAK 8

2.2 ELECTROMAGNETIC INTERFEERENCE 10

2.3 MATERIAL KOMPOSIT 12

2.3.1 BAHAN PENYUSUN KOMPOSIT 13

2.3.2 KLASIFIKASI KOMPOSIT 16

2.4 SERAT 21

2.5 SERAT GELAS (FIBERGLASS) 24

2.6 SERAT KARBON 29

viii
ix

2.6.1 SERAT KARBON TWILL 2×2 12k 30

2.6.2 SERAT KARBON UD 12K (UNI-DIRECTIONAL) 31

2.7 KAYU BALSA (CORE) 32

2.8 RESIN EPOXY 33

2.9 TEKNIK HAND LAY-UP 34

2.10 SHIELDING EFFECTIVENESS 36

2.10.1 TEORI SCHELKUNOFF PADA SHIELDING EFFECTIVENESS 37

2.10.2 SPECIFIC SHIELDING EFFECTIVENESS (SSE) 48

2.11 PENELITIAN TERDAHULU 49

BAB III METODE PENELITIAN 61

3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN 61

3.2 VARIABEL PENELITIAN 61

3.3 ALAT DAN BAHAN PENELITIAN 62

3.3.1 BAHAN 62

3.3.2 ALAT-ALAT PENELITIAN 66

3.4 TAHAPAN PELAKSANAAN 74

3.4.1 STUDI LITERATUR 74

3.4.2 PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN 74

3.4.3 PROSES MANUFAKTUR 75

3.4.4 PEMBUATAN MATERIAL KOMPOSIT 76

3.4.5 PROTEKSI DAN PEMBEBANAN SPESIMEN 78

3.4.6 PENGERINGAN DAN PEMOTONGAN SPESIMEN 79

3.4.7 MATRIKS KODE SPESIMEN 82

3.4.8 PENGUJIAN SPESIMEN 86

3.5 DIAGRAM ALIR PENELITIAN 92


x

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 94

4.1 PENGUJIAN S-PARAMETER MATERIAL DENGAN


MENGGUNAKAN WAVEGUIDE (PANDU GELOMBANG) 94

4.1.1 S-PARAMETER SERAT KARBON UD 12K 94

4.1.2 S-PARAMETER SERAT KARBON TWILL 2X2 103

4.1.3 S-PARAMETER SERAT GELAS - TEMBAGA 114

4.2 PERHITUNGAN SHIELDING EFFECTIVENESS 123

4.3 PERHITUANGAN EFISIENSI PERIASAIAN 127

BAB V PENUTUP 129

5.1 KESIMPULAN 129

5.2 SARAN 130

DAFTAR PUSTAKA 131


DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Sistem miniatur UAV LSU-03 9
Gambar 2. 2 Aspek dasar interferensi elektromagnetik 11
Gambar 2. 3 Spektrum elektromagnetik 11
Gambar 2. 4 Unsur penyusun komposit 12
Gambar 2. 5 Beberapa contoh serat alam 15
Gambar 2. 6 Klasifikasi komposit berdasarkan jenis matriksnya 17
Gambar 2. 7 Serat polyester 23
Gambar 2. 8 Continous roving 25
Gambar 2. 9 Woven roving 25
Gambar 2. 10 Reinforcing mats (a)300, (b) 400 26
Gambar 2. 11 Surface Veil 26
Gambar 2. 12 Grafik regangan terhadap kegagalan 27
Gambar 2. 13 Tipe serat karbon (A) unidirectional (B) serat karbon twill 29
Gambar 2. 14 Serat Karbon 30
Gambar 2. 15 Susunan serat fiber menurut kontinuitas dan arahnya : (a)
susunan kontinu terarah, (b) susunan tidak kontinu terarah, (c)
susunan tidak kontinu acak 31
Gambar 2. 16 Serat Karbon Uni-Directional (UD) 32
Gambar 2. 17 Metode Hand Lay-Up 35
Gambar 2. 18 Mekanisme dari shileding effectiveness pada pelindung 39
Gambar 2. 19 Refleksi dan transmisi gelombang datang pada antarmuka antara
dua media dengan ketebalan tak terbatas 41
Gambar 2. 20 Refleksi dan transmisi parsial terjadi pada kedua permukaan
bahan pelindung 42
Gambar 2. 21 Gelombang elektromagnetik yang melewati media penyerap
dilemahkan secara eksponensia 43
Gambar 2. 22 Pemantulan ganda terjadi pada suatu bahan 45
Gambar 2. 23 Distribusi daya total insiden, gelombang yang dipantulkan dan
ditransmisikan melalui suatu material 46

xi
xii

Gambar 2. 24 Tampilan skematik interaksi gelombang EM dengan pelindung 48


Gambar 2. 25 Complex permittivity of the 20wt.% CB/PLA composite material 51
Gambar 2. 26 Perbandingan suku-suku dalam teori Schelkunoff dan teori
Perhitungan; (a) bahan dengan σ = 5,8 × 107 S/m dan t = 10 um;
(b) bahan dengan σ = 5,8 × 107 S/m dan t = 1 um; (c) material
dengan σ = 1 × 101 S/m dan t = 2 mm ; (d) 20wt.% Material
komposit CB/PLA dengan t = 2 mm 51
Gambar 2. 27 Perbandingan kontribusi refleksi dan penyerapan terhadap
perisai. (a) Reflection loss, absorption loss, refleksi dan absorpsi
bahan komposit CB / PLA. (b) Kurva reflektifitas berubah
dengan kehilangan refleksi 53
Gambar 2. 28 Efektivitas perisai interferensi elektromagnetik (EMI SE) dari
sampel yang mewakili komposit yang tidak dijahit dan dijahit
dari pola 1 dalam arah aksial [24] 55
Gambar 2. 29 (A) Absorption loss SEA dan (B) Reflection loss SER sampel
yang mewakili komposit dari pola 1 pada arah aksial [24] 56
Gambar 2. 30 Gambar menunjukkan SEM serat UD permukaan komposit retak
dijahit dengan benang tembaga dan titanium, benang logam dan
kantong resin yang muncul, yang sejajar dengan arah serat 58
Gambar 3. 1 Kayu balsa 62
Gambar 3. 2 Serat karbon twill 63
Gambar 3. 3 Serat karbon UD12K 63
Gambar 3. 4 Serat gelas 64
Gambar 3. 5 Copper foil tape 64
Gambar 3. 6 Resin epoxy 65
Gambar 3. 7 Resin hardener 65
Gambar 3. 8 Miracle gloss 66
Gambar 3. 9 Thinner 66
Gambar 3. 10 Jangka sorong 67
Gambar 3. 11 Kuas 67
Gambar 3. 12 Cutter 67
Gambar 3. 13 Neraca digital 68
xiii

Gambar 3. 14 Gunting kodok 68


Gambar 3. 15 Penggaris siku 69
Gambar 3. 16 Amplas no. 80 69
Gambar 3. 17 Lakban kertas 70
Gambar 3. 18 Gelas plastik 70
Gambar 3. 19 Table saw 70
Gambar 3. 20 Kaca 71
Gambar 3. 21 Meja 71
Gambar 3. 22 Perangkat keras pandu gelombang elektromagnetik 72
Gambar 3. 23 Port 1 dan port 2 fairview microwave, P/N: FMWCA1084 72
Gambar 3. 24 Kabel coaxial 73
Gambar 3. 25 Penggunaan port male dan female 73
Gambar 3. 26 Kalibrator 85518A, Calkit N 50 Ω, serial DE52110273 74
Gambar 3. 27 Pengecekan alat - alat dan bahan [sumber : dokumen pribadi] 75
Gambar 3. 28 (A) menunjukan pemotongan core kayu balsa, (B) merupakan
pemotongan serat karbon UD, (C) menunjukan proses
pemotongan serat gelas, dan (D) menunjukan pemotongan serat
karbon twill. 76
Gambar 3. 29 (A) Material penguat inti (B) Material penguat serat 78
Gambar 3. 30 Pemberian penutup kaca dengan beban pada spesimen 79
Gambar 3. 31 Spesimen yang telah kering 79
Gambar 3. 32 Pemotongan menggunakan cutter 80
Gambar 3. 33 Pemotongan menggunakan table saw 81
Gambar 3. 34 spesimen hasil pemotongan 81
Gambar 3. 35 (a) menunjukan gambar spesimen ketika proses fabrikasi, (b)
menampilkan spesimen dengan kode yang dirubah setelah
proses fabrikasi. 82
Gambar 3. 36 Dimensi spesimen dengan panjang 5,5 cm dan lebar 3 cm 87
Gambar 3. 37 A Pengaturan pengukuran efektivitas perisai elektromagnetik
(EMI SE), B Dimensi pandu gelombang persegi panjang 88
xiv

Gambar 3. 38 (A) Ilustrasi skematik orientasi arah aksial dan (B) Ilustrasi
skematik orientasi arah normal (C) proyeksi 3D tampilan depan
pandu gelombang 89
Gambar 3. 39 pemasangan kabel coaxial pada port 1 dan port 2 89
Gambar 3. 40 pemasangan kabel coaxial pada port 1 dan port 2 90
Gambar 3. 41 Tahap pemasangan cable coaxial yang dihubungkan pada port 1
dan port 2 fairview microwave, P/N: FMWCA1084 91
Gambar 3. 42 Persiapan spesimen uji 91
Gambar 3. 43 Pemasangan spesimen pada alat uji 92
Gambar 3. 44 Flowchart 93
Gambar 4. 1 Sample material komposit yang dilapisi serat karbon UD 12K 95
Gambar 4. 2 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S11
material penguat serat karbon UD 12K 96
Gambar 4. 3 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S22
material penguat serat karbon UD 12K 97
Gambar 4. 4 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21
material penguat serat karbon UD 12K 99
Gambar 4. 5 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21
material penguat serat karbon UD 12K 101
Gambar 4. 6 sample material komposit yang dilapisi serat karbon twill 2x2 104
Gambar 4. 7 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S11
material penguat serat karbon twil 2x2 105
Gambar 4. 8 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S22
material penguat serat karbon twil 2x2 107
Gambar 4. 9 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21
material penguat serat karbon twill 2x2 109
Gambar 4. 1 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21
material penguat serat karbon twill 2x2 111
Gambar 4. 11 Sample material komposit yang dilapisi serat gelas dengan
tembaga 115
Gambar 4. 12 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S11
material penguat serat gelas-tembaga 116
xv

Gambar 4. 13 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S11


material penguat serat gelas-tembaga 118
Gambar 4. 14 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S12
material penguat serat gelas-tembaga 119
Gambar 4. 15 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21
material penguat serat gelas-tembaga 120
Gambar 4. 16 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21 dan
S12 material penguat serat karbon UD, penguat serat karbon
twill, dan penguat serat gelas-tembaga 124
Gambar 4. 17 Produk spesimen dengan tingkat absorption loss paling baik: A
merupakan interface depan spesimen 05_90_A parameter S12
dan interface belakang 05_90_A S21, B merupakan interface
depan spesimen 07_90_A parameter S12 dan interface belakang
10_90_A S21, C merupakan interface interface depan spesimen
12_90_B parameter S12 dan interface belakang 12_90_B S21.
Berdasarkan analisis grafik yang diperlihatkan pada Gambar 4.18
menampilkan Shielding effectiveness total, memperlihatkan nilai
shielding melalui acuan payload yang digunakan yaitu dalam
rentang frekuensi 4.4 GHz – 4.8 GHz. 126
Gambar 4. 18 Grafik EMI SE - Frekuensi parameter S12 dan parameter S21
dari setiap spesimen terbaik material komposit berpenguat serat
karbon UD, serat karbon twil, serat gelas-tembaga. 126
Gambar 4. 19 Efisiensi perisaian material komposit menggunakan serat karbon
UD 12K, serat karbon twill 2×2, dan serat gelas dengan tembaga
dalam parameter hamburan S12, dan S21. 128
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Pengelompokan serat tekstil 22
Tabel 2. 2 Kekuatan serat gelas 24
Tabel 2. 3 Nilai resistivitas dan konduktivitas listrik logam 28
Tabel 2. 4 Hubungan antara efisiensi perisai (dB) dan efisiensi perisai (%) 49
Tabel 2. 5 Rata-rata nilai EMI SE dengan standar deviasi (SD) pada arah
aksial dan normal komposit dari pola 1 dan 2. 56
Tabel 2. 6 Nilai rata-rata dari: nilai absolut parameter hamburan (S11)
refleksi dan (S12) koefisien transmisi, absorptivitas (A),
reflektivitas (R) dan transmisivitas (T) komposit dari pola 1 dalam
arah aksial. 59
Tabel 3. 1 Usulan variasi lapisan serat karbon UD 83
Tabel 3. 2 Usulan variasi lapisan serat karbon twil 84
Tabel 3. 3 Usulan variasi lapisan serat gelas 85
Tabel 4. 1 Hamburan S11 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap
spesimen uji dengan standar deviasi yang terdapat pada serat
karbon UD 12K 96
Tabel 4. 2 Hamburan S22 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap
spesimen uji dengan standar deviasi yang terdapat pada serat
karbon UD 12K 98
Tabel 4. 3 Hamburan S12 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap
spesimen uji dengan standar deviasi yang terdapat pada serat
karbon UD 12K 100
Tabel 4. 4 Hamburan S21 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap
spesimen uji dengan standar deviasi yang terdapat pada serat
karbon UD 12K 102
Tabel 4. 5 Nilai rata-rata dari: nilai absolut parameter hamburan (S11)
refleksi dan (S12) koefisien transmisi, absorptivitas (A),
reflektivitas (R) dan transmisivitas (T) komposit dari kedua pola
dalam arah aksial serta normal. 102

xvi
xvii

Tabel 4. 6 Hamburan S11 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap


spesimen uji dengan standar deviasi yang terdapat pada serat
karbon twill 2x2 106
Tabel 4. 7 Hamburan S22 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap
spesimen uji dengan standar deviasi yang terdapat pada serat
karbon twill 2x2 108
Tabel 4. 8 Hamburan S12 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap
spesimen uji dengan standar deviasi yang terdapat pada serat
karbon twill 2x2 110
Tabel 4. 9 Hamburan S21 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap
spesimen uji dengan standar deviasi yang terdapat pada serat
karbon twill 2x2 112
Tabel 4. 10 Nilai rata-rata dari: nilai absolut parameter hamburan (S11)
refleksi dan (S12) koefisien transmisi, absorptivitas (A),
reflektivitas (R) dan transmisivitas (T) komposit dari serat karbon
twill kedua pola dalam arah aksial serta normal 113
Tabel 4. 11 Hamburan S11 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap
spesimen uji dengan standar deviasi yang terdapat pada serat gelas-
tembaga 116
Tabel 4. 12 Hamburan S22 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap
spesimen uji dengan standar deviasi yang terdapat pada serat gelas-
tembaga 118
Tabel 4. 13 Hamburan S12 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap
spesimen uji dengan standar deviasi yang terdapat pada serat gelas-
tembaga 120
Tabel 4. 14 Hamburan S21 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap
spesimen uji dengan standar deviasi yang terdapat pada serat gelas-
tembaga 121
Tabel 4. 15 Nilai rata-rata dari: nilai absolut parameter hamburan (S11)
refleksi dan (S12) koefisien transmisi, absorptivitas (A),
reflektivitas (R) dan transmisivitas (T) komposit dari serat gelas-
tembaga kedua pola dalam arah aksial serta normal 122
xviii

Tabel 4. 16 Titik terendah yang diperoleh berdasarkan parameter-S dari ketiga


material penguat serat. 123
Tabel 4. 17 Total efektivitas shielding dalam tingkat absorptivitas bahan
terhadap energi insiden gelombang EM. 125
Tabel 4. 18 Shielding Effectiveness total pada frekuensi 4.4 GHz, 4.6 GHz, 4.8
GHz. 127
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Perkembangan teknologi terutama di bidang teknologi informasi dalam kisaran
gigahertz (GHz) dari spektrum elektromagnetik (EM) memunculkan tantangan besar
yaitu mengenai interferensi elektromagnetik, berikutnya disebut EMI
(electromagnetic interference). EMI dapat mengganggu kinerja perangkat dan sistem
yang digunakan baik untuk aplikasi medis, industri, komersial, militer, dan luar
angkasa [1–3]. Radiasi gelombang mikrometer dan milimeter juga dapat berbahaya
bagi sistem biologis jika terpapar dalam jangka waktu lama. Bahan pelindung, yang
digunakan untuk menipiskan ataupun sekaligus menyerap EMI, sangat berguna
untuk aplikasi sipil dan militer [4, 5]. EMI biasanya dikelola menggunakan logam
ataupun komposit, yang sangat efektif digunakan karena konduktivitas listriknya
yang baik. Namun, kerapatan massa logam yang tinggi dapat membatasi
penggunaannya dalam fungsi kritis tertentu, seperti untuk aplikasi luar angkasa.
Selain itu, kinerja pelindung EMI logam cenderung menurun dengan meningkatnya
frekuensi. Sifat yang diinginkan untuk bahan pelindung EMI adalah ringan, dampak
lingkungan rendah, ketahanan terhadap korosi, daya tahan kuat, dan kemudahan
pemrosesan. Akibatnya, berbagai bahan EMI baru telah diuji dalam beberapa tahun
terakhir. Namun, sejauh ini ruang lingkup penelitian ini terbatas pada radiasi
elektromagnetik frekuensi rendah [6].
Solusi yang ditawarkan terhadap gangguan interferensi elektromagnetik
adalah usaha rekayasa pembuatan shielding elektromagnetik. Di antara semua jenis
FRP, komposit polimer yang diperkuat serat karbon (CFRP) sangat sesuai digunakan
untuk aplikasi ruang angkasa dan elektronik karena sifat listrik dan mekanik yang
baik dari serat karbon[24]. Jenis pesawat modern terbuat dari CFRP yang bertindak
sebagai perisai untuk mengurangi jangkauan penerimaan dan transmisi radio
terutama dari sistem radar dalam rentang frekuensi X-band (8.0 GHz – 12.0 GHz).
Chung dalam penelitiannya melaporkan efektivitas pelindung EMI dalam rentang
frekuensi (1 hingga 2) GHz dari komposit matriks polietersulfon (PES) dengan

1
2

bahan penguat yang berbeda. Komposit dengan fraksi volume (Vol) 20% dari serat
karbon berdiameter 10 μm menunjukkan efektivitas perisai interferensi
elektromagnetik (EMI-SE) sebesar 19 dB. Sedangkan komposit dengan 20% Vol
dari serat baja 1,6 μm-dia dan 20% Vol dari serat Ni 20% μm-dia masing-masing
menunjukkan 42 dB dan 5 dB EMI-SE. Juga pada penelitian Simon Rea et al
menunjukkan bahwa komposit serat karbon dengan urutan susun yang berbeda dapat
memberikan tingkat EMI-SE yang tinggi pada pita X dan S yang sebanding dengan
paduan aluminium [25]. Selain itu, beberapa modifikasi dilakukan pada FRP untuk
meningkatkan efektivitas perisainya. Misalnya, lapisan kain FRP non-konduktif
seperti kapas dan kaca dirajut dengan kabel konduktif seperti tembaga atau nikel,
dan kabel konduktif seperti baja tahan karat dan tembaga dirajut bersama untuk
menyelidiki efek pengisi konduktif ini pada EMI-SE dari komposit pada rentang
frekuensi yang berbeda [24].
Dari berbagai hasil penelitian tersebut, bahwa beberapa metode dapat
digunakan untuk mengetahui nilai interferensi yang terjadi pada sistem pesawat dan
upaya untuk mengurangi interferensi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis efektifitas perisaian dari gangguan interferensi elektromagnetik dengan
tinjauan tinggi rendahnya nilai intensitas sinyal melalui rekayasa pembuatan
material shielding interferensi elektromagnetik dari komposit sandwich core kayu
balsa dengan bahan spesimen uji menggunakan serat gelas, serat karbon UD, serat
karbon twill sebagai material penguat serat, dan core kayu balsa sebagai bahan
penguat inti dengan matriks yang berperan sebagai bahan adhesive. Material
komposit dari serat karbon yang mana lebih ringan dari material logam sehingga
cocok digunakan pada UAV, pada penelitian ini juga mengunakan woven roving
serat glass (E-Glass), serat E-glass yang dilapisi logam tembaga untuk mendapatkan
nilai konduktivitas yang lebih baik. dengan dilaksanakannya penelitian ini
diharapkan bisa dimanfaatkan sebagai referensi untuk penggunaan bahan shielding
dalam tata letak perangkat onboard UAV maupun pendesainan sistem jalur kabel
yang mampu mengurangi efek gangguan elektromagnetik yang bisa saja muncul
oleh karena pengerjaan sistem pada pesawat tanpa awak.
3

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang
dapat dituliskan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perancangan material komposit yang dibuat berdasarkan


bahan penguat serat yang berbeda dengan variasi layer dalam proses
manufaktur yang dikerjakan.
2. Bagaimanakah hasil pengujian pandu gelombang yang dilakukan setelah
proses manufaktur material komposit sandwich core kayu balsa dengan
serat karbon UD, serat karbon twill, dan serat gelas (tembaga) beserta
variasi layer setiap spesimen.
3. Bagaimana hasil keefektifan shielding melalui tingkat absorptivitas dan
reflektivitas dari setiap spesimen uji dalam arah orientasi aksial serta
normal.

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Penelitian tugas akhir ini memiliki tujuan antara lain sebagai berikut:

1. Menganalisis nilai shielding effectiveness dari berbagai spesimen uji yang


digunakan.
2. Menganalisis nilai reflection dan insertion loss dari sinyal elektromagnetik
yang datang oleh material perisai dengan variasi bahan dan layer spesimen
dalam arah orientasi aksial serta normal.
3. Menganalisis efisiensi ketahanan sample dari gangguan interferensi
elektromagnetik sebagai peningkatan kualitas dan kinerja sistem agar dapat
melakukan fungsi operasi dengan efektif dan efisien.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Dengan dilaksanakan penelitian tugas akhir ini diharapkan dapat memperoleh
manfaat sebagai berikut:
1. Mendapatkan material shielding yang optimum sebagai upaya untuk
memperoleh kualitas serta kinerja sistem yang paling baik agar bisa
melaksanakan kegunaan operasi yang efektif dan efisien.
4

2. Memperoleh bahan dengan performa terbaik dari hasil uji yang didapat untuk
bahan pelindung interferensi elektromagnetik.
3. Dapat menjadi sumber acuan bagi generasi selanjutnya dalam melakukan
penelitian tentang material komposit berbasis serat karbon dan serat gelas.
4. Menghasikan suatu metode baru dalam melakukan prediksi besaran
interferensi elektromagnetik yang dihasilkan oleh radiasi EMI.

1.5 BATASAN PENELITIAN


Untuk menghindari perluasan permasalahan dalam penelitian yang akan
dilaksanakan, maka penelitian ini perlu adanya batasan penelitian sebagai
berikut :
1. Material yang digunakan dalam penelitian adalah kayu balsa sebagai core
dan serat karbon UD, serat karbon twill, serat glass dengan tambahan
tembaga sebagai material penguat serat.
2. Fabrikasi sample material menggunakan metode hand lay-up.
3. Jenis arah serat yang digunakan searah horizontal dan vertikal yaitu 0° dan
90° atau disebut juga arah orientasi aksial dan arah orientasi normal.
4. Metode pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan alat
waveguide pada frekuensi 4 – 5 GHz untuk menguji efektivitas perisaian
spesimen.

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN


Dalam hal ini, peneliti membuat sistematika guna penyusunan laporan yang
sistematis dan tetap sejalur dengan topik yang dicanangkan. Maka dari itu, skripsi
ini tersusun atas 5 (lima) bab yang ditulis berdasar interpretasi sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, Batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika kepenulisan.

BAB II Dasar Teori


5

Bab ini berisi teori – teori dari penelitian yang berkaitan dengan penelitian,
dimulai dari material, alat pembuatan komposit, alat uji komposit serta
pengkabelan dan prinsip-prinsip pengujian.

BAB III Metode Penelitian

Bab ini terdisi prosedur yang dilakukan saat penelitian, mencakup informasi
tentang waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan yang digunakan, hingga
prosedur kerja yang dilakukan dari awal sampai akhir penelitian.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisi olahan data yang dipaparkan melalui hasil yang diperoleh dari
pengujian dengan berikut analisisnya.

BAB V Penutup

Bab ini berisi kelebihan dan keterbatasan dari perbandingan setiap bahan
komposit yang di uji melalui alat .. dan yang diikutsertkan dengan
kesimpulan dan saran dari penelitan yang telah dilaksanakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PESAWAT TANPA AWAK


Industri penerbangan adalah salah satu sektor aplikasi komposit yang tumbuh paling
cepat, di mana serat penguat digunakan dalam pembuatan bilah rotor ringan.
Penggunaan material fiberglass sudah banyak digunakan pada dunia industri
otomotif, perkapalan dan lainya, Dalam jangka panjang perkembangan pesawat
tanpa awak atau pesawat udara nir awak (PUNA) atau yang lebih dikenal dengan
istilah Unmanned Aerial Vehicle (UAV) banyak diaplikasikan pada bidang pertanian
dan perkebunan, jurnalistik, logistik, militer, penginderaan jauh, penyedia layanan
internet tanpa kabel, kebencanaan, bahkan dimasa pandemi COVID-19, UAV juga
dapat digunakan untuk penyemprotan disinfektan di area publik[7, 8].
Pengendalian UAV di ruang udara yang dilayani Indonesia diatur dalam
Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Republik Indonesia nomor 90 pada tahun
2015. Pada umumnya, peraturan ini menyatakan bahwa UAV dapat beroperasi
dengan ketinggian 150 meter dan terbang pada zona terbang yang diizinkan oleh
pemerintah [29]. UAV pada umumnya dipakai untuk melakukan misi pengawasan
atau pemetaan suatu wilayah. UAV dapat terbang dari ketinggian 150 – 300 meter.
UAV dapat terbang dengan pengendalian melalui komputer atau pengontrol jarak
jauh (remote control) dan juga dapat dikendalikan secara manual oleh pilot. UAV ini
memiliki wingspan sebesar 2.12 meter dan mampu bermanuver dengan baik dalam
misi operasi. UAV dapat diaplikasikan di berbagai sektor, khususnya bidang militer
[29]. UAV diantaranya dimanfaatkan sebagai keperluan militer serta sipil. Seperti
pada sebuah contoh Gambar 2.1 merupakan pesawat tanpa awak LSU-03 yang
dikembangkan untuk keperluan sipil sebagai upaya mendukung program pemerintah
dalam melakukan pengawasan terhadap wilayah maritime Indonesia.

8
9

Gambar 2. 1 Sistem miniatur UAV LSU-03 [29]

Perhatian untuk melindungi sistem elektronik pesawat dari EMI telah


meningkat secara luas karena berbagai alasan. Pertama, pesatnya peningkatan
penggunaan perangkat elektronik oleh para penumpang. Kedua, sejumlah besar
sistem elektronik dan kelistrikan yang terpasang diperlukan untuk mengoperasikan
dan mengendalikan pesawat. Ketiga, sensitivitas tinggi perangkat elektronik ini
terhadap medan elektromagnetik yang disebabkan oleh High-Intensity Radiated
Fields (HIRF) yang berasal dari pemancar frekuensi radio dan televisi bertenaga
tinggi, pemancar uplink radar dan satelit, dan sistem komunikasi gelombang mikro
yang besar. Keempat, gangguan dan degradasi sinyal navigasi dan komunikasi
pesawat dikarenakan EMI, dan terakhir, penggunaan berbagai bahan komposit dalam
struktur pesawat yang rentan terhadap EMI dan tidak memiliki kemampuan perisai
elektromagnetik [25–28]. Sumber interferensi elektromagnetik di pesawat modern
dapat dibagi menjadi tiga kategori utama: sistem berbasis elektronik on-board yang
dikenal sebagai avionik, perangkat elektronik dan listrik portabel penumpang dan
EMI eksternal dari sambaran petir dan HIRF [25, 27]. Oleh karena itu, muncul
permintaan tinggi untuk melemahkan EMI melalui mekanisme pelindung untuk
menghindari kerusakan dan gangguan sinyal avionik pesawat (sinyal navigasi dan
komunikasi) terutama dari perangkat dengan frekuensi serupa [24].
Peningkatan yang signifikan pada UAV juga banyak digunakan untuk
berbagai misi milter dan pertahanan, seperti monitor area perbatasan wilayah dan
monitor pergerakan teroris. Penggunaan UAV yang semakin beragam, menjadikan
teknologi UAV semakin canggih dan fleksibel sehingga lebih ringan untuk dibawa
dengan desain yang lebih kecil. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi
10

dan elektronika yang semakin pesat serta beragam misi operasi UAV,
mengakibatkan semakin kompleks muatan dan sistem elektronika yang dibawanya
sehingga, keterbatasan ruang penempatan pada UAV dapat menjadi potensi
timbulnya interferensi elektromagnetik yang tidak diinginkan yang dapat
mengganggu jalannya misi operasi UAV itu sendiri [8, 9].

2.2 ELECTROMAGNETIC INTERFEERENCE


Electromagnetic Interference atau yang dikenal pada umumnya dengan sebutan EMI
merupakan radiasi elektromagnetik yang diakibatkan oleh sumber-sumber yang
umumnya dikenal dengan “noise” lewat gelombang radiasi ataupun konduksi
elektromagnetik [30]. Hal yang turut menyebabkan tinggi rendahnya nilai EMI dapat
dipengaruhi oleh radiasi maupun emisi gelombang elektromagnetik itu sendiri dan
hal ini bisa dikategorikan menjadi beberapa ciri yaitu dari perangkat elektronik yang
memancarkan noise, jarak antara perangkat elektronik, dan kerentanan perangkat
yang terkena radiasi elektromagnetik [31]. Emisi radiasi (Radiated Emission)
merupakan energi elektromagnetik yang dihasil dari pancaran perangkat atau produk
elektronik berupa gelombang yang tidak memiliki massa, emisi juga dapat
didefinisikan sebagai proses suatu objek atau benda yang melepaskan atau
mengeluarkan energi dalam bentuk cahaya, panas, suara, atau bentuk energi lainnya.
Ini terjadi ketika benda tersebut mengalami perubahan keadaan, seperti ketika benda
dipanaskan atau ketika atom atau molekul di dalamnya berubah ke tingkat energi
yang lebih rendah. Contohnya, pemanasan bahan logam, logam tersebut dapat
mengeluarkan cahaya atau panas. Sedangkan radiasi adalah istilah umum untuk
energi yang bergerak melalui ruang dalam bentuk gelombang atau partikel. Ini bisa
berupa radiasi cahaya, seperti sinar matahari atau cahaya lampu, atau radiasi lainnya
seperti radiasi panas (inframerah) atau radiasi radio (gelombang radio). Radiasi bisa
datang dari berbagai sumber, termasuk bintang, benda panas, atau bahkan perangkat
elektronik [32].
Dengan penggunaan yang semakin pesat pada perangkat elektronik, untuk
komunikasi dengan fungsi-fungsi penting dalam aplikasi militer dan aplikasi yang
dapat dikonsumsi secara publik. Mencegah interferensi dari perangkat menjadi
masalah yang semakin meningkat. Gangguan EMI dapat berasal dari electrostatic
11

discharge (ESD), petir, radar, transmisi radio dan TV, motor listrik, dan lain-lain.
Dengan konduksi garis atau perambatan udara. gangguan elektromagnetik dapat
menyebabkan sinyal tegangan yang tidak diinginkan dalam elektronik peralatan yang
menyebabkan pembacaan yang salah pada sensor atau instrumen dan terkadang
kerusakan komponen hal ini di ilustrasikan pada Gambar 2.2 [33], [34].

Gambar 2. 2 Aspek dasar interferensi elektromagnetik [34]

Gelombang elektromagnetik dapat berkisar dalam frekuensi, seperti yang terlihat pada
gambar 2.3.

Gambar 2. 3 Spektrum elektromagnetik [35]

Sumber EMI memiliki bandwidth (rentang frekuensi yang dicakup). Sumber-sumber


EMI broadband memancarkan frekuensi yang tinggi dan cenderung berasal dari
sumber-sumber seperti saluran transmisi tenaga listrik. EMI narrowband berasal dari
sumber yang biasanya dirancang untuk memancarkan frekuensi tertentu seperti
stasiun radio atau ponsel. EMI dapat terjadi karena medan frekuensi rendah atau
tinggi [35].
Sangat penting untuk mencegah gangguan sinyal baik yang memasuki suatu
12

sirkuit. Perlindungan terhadap EMI dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan
menggunakan perisaian (shielding), filtering, dan grounding. Penelitian ini akan
berfokus pada penggunaan metode perisaian elektromagnetik yang dapat
memberikan kinerja paling baik untuk menghilangkan EMI. Perisaian
elektromagnetik biasanya merupakan bahan konduktif dan/atau magnetik yang
menutupi peralatan elektronik yang dilindungi. Pelindung terbuat dari material logam
maupun non logam yang bersifat konduktif atau ditambahkan dengan cat konduktif [35]
Sistem perisaian atau perlindungan pada UAV dibuat dengan cara
menciptakan material UAV menjadi bersifat konduktif sehingga mampu menyimpan
muatan listrik dan melindungi UAV terhadap sambaran petir. Jika UAV berfungsi
sebagai konduktor, maka secara prinsip kelistrikan arus akan mengalir tanpa
hambatan sehingga tidak timbul panas yang berlebih. Material UAV dengan
konduktivitas tinggi dapat dilalui oleh arus yang tinggi tanpa menimbulkan
kebakaran pada struktur UAV tersebut. Konduktivitas yang tinggi dapat diperoleh
dengan baik apabila struktur UAV terbuat dari material logam. Namun, UAV yang
dipakai pada umumnya terbuat dari material karbon fiber yang memiliki
konduktifitas namun tidak sebesar logam [29]

2.3 MATERIAL KOMPOSIT


Komposit dihasilkan dari penggabungan antara bahan-bahan yang memiliki sifat
pada masing-masing bahan yang berbeda, selanjutnya hasil penggabungan tersebut
akan menjadi bahan atau material baru dengan sifat yang juga berbeda pula dari
sebelumnya [36].

Gambar 2. 4 Unsur penyusun komposit [37]

Gambar 2.4 menampilkan unsur yang menyusun komposit yang terdiri dari matriks
dan filler/reinforcement. Matriks berkerja untuk transfer energi pengikat (adhesive)
13

dan filler/reinforcement berperan sebagai penguat. Komposit juga diartikan sebagai


kombinasi antara dua atau lebih komponen yang berbeda, baik dalam segi bentuk,
komposisi, macroscale, dengan dua atau lebih fasa terpisah dan memiliki ikatan
interfase antara satu dengan yang lainnya [38].
Komposit berasal dari dua kata yakni “to compose” artinya menggabung atau
menyusun. Komposit adalah suatu jenis material yang disusun dari gabungan dua
atau lebih material yang memiliki sifat berbeda antara satu dengan lainnya, dari sifat
fisika ataupun sifat kimiannya. Setelah penggabungan itu maka sifat materialnya
akan berubah dan berbeda dari sebelumnya. Jadi komposit adalah penggabungan dua
jenis material atau lebih pada skala makroskopis dengan sifat yang berbeda untuk
membentuk material ketiga yang bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan.
Komposisi dari struktur komposit yaitu matriks yang meliputi transfer energi
pengikat dan penguat (reinforcement) [38]. Hal yang mempengaruhi sifat dari bahan
komposit itu sendiri adalah fasa reinforcement atau serat yang digunakan karena
komposit yang memiliki fiber kontinu sangat memungkinkan memiliki sifat yang
lebih tangguh, tidak getas dan kuat jika dibandingkan dengan komposit partikulat.

2.3.1 BAHAN PENYUSUN KOMPOSIT


Bahan komposit atau juga pada umumnya disebut sandwich komposit dibentuk dari
unsur skin serta core yang merupakan dua bahan reinforcement utama. Komposit
sandwich merupakan manifestasi dari banyaknya keinginan serta kebutuhan akan
material yang mempunyai fleksibilitas tinggi dengan kekuatan serta kekakuan yang
baik dan struktur yang ringan. Kebanyakan, komposit sandwich menjadi pilihan
karena bobot yang ringan, mampu tahan terhadap panas dan korosi, dan harga yang
terjangkau[39]. yang mana rancangan dari komposit sandwich terdiri dari skin dan
core yaitu :

1. Skin
Skin (face) adalah unsur terluar dari komposit sandwich. materialnya dapat
diperoleh dari berbagai material dengan bentuk berupa lembaran. Material-
material yang digunakan bisa seperti plat logam layaknya plat baja,
alumunium, seng, tembaga. Skin pula bisa menggunakan bahan non logam
14

sebagaimana komposit serat sintetis dan alam yang diperkuat matriks epoxy,
polyster, dan vinylester [40]
2. Core
Core adalah inti pengisi dari komposit sandwich yang terletak diatara skin.
Tujuan penambahan core adalah agar terjadi pertambahan ketbalan tanpa
terjadi pertambahan ketebalan dan berat yang signifikan, maka akan
mendapatkan material dengan kekuatan tinggi namun ringan. Bahan-bahan
yang dapat dipakai core berupa sintetis seperti plastic honeycome, PVC,
foam. Core juga dapat memakai bahan bahan alam yang memeliki densitas
rendah maupun tinggi [40].

Secara umum unsur penyusun komposit adalah matriks dan serat.

A. Matriks
Matriks merupakan bahan utama dari matriks dan memiliki
bagian terbesar dari struktur komposit. Umumnya, persentase volume dari
matriks lebih besar dari 50% dari bahan komposit tersebut. Matriks berfungsi
sebagai pengikat reinforcement dan jika matriks mampu mengikat
reinforcement dengan baik maka serat yang berfungsi sebagai pengikat
sehingga tidak akan terjadi fenomena serat yang terlepas dari matriks (fiber
pull out) [41]. Matriks perlu memiliki kecocokan secara kimia dan ikatan
permukaan yang kuat dengan serat yang digunakan. Matriks pada komposit
memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:

1. Memberikan tegangan pada serat.

2. Menjadi pelindung bagi serat dari segala bentuk kerusakan akibat kondisi
lingkungan.

3. Menjaga agar tetap stabil pada saat proses manufaktur berlangsung.

4. Pembentuk ikatan koheren. Membentuk sifat-sifat lain dari komposit


seperti ketangguhan, kekakuan dan ketahanan terhadap listrik

B. Reinforcement
15

Penguat (reinforcement) adalah bagian dari komposit yang kurang


dari 50% dan berfungsi sebagai penguat dari matriks komposit. Komposisi
penguat tidak boleh melebihi dari 50% atau lebih banyak dari matriksnya
karena akan mengkabitkan ketidakmaksimalan sehingga mengurangi
kualitas sifat kompost yang akan dihasilkan [41]. Bahan reinforcement dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Continously Reinforced, yaitu jenis reinforcement yang terbuat dari
sintetis atau bahan alami. Bentuk dari penguat ini adalah memanjang
dan sering dinamakan dengan serat. Pada Gambar 2.5 terlihat beberapa
contoh serat dari bahan alam yang meliputi serat kelapa, serat rambut
manusia, serat nanas, serat waru, serat sutera, serat pelepah pisang dan
sebagainya. Sedangkan serat sintetis yaitu serat e-glass, karbon, Aramid
dan lain-lain [42].

Gambar 2. 5 Beberapa contoh serat alam [43]

Serat alam merupakan jenis serat yang diperoleh langsung dari bahan
alam. Salah satunya adalah serat linen….
16

2. Discontinously Reinforced, yaitu jenis reinforcement yang bentuknya


tidak memanjang. Bahan penguat jenis ini berkebalikan dari continusly
reinforced yang memiliki sifat tidak lentur dan biasa disebut dengan bahan
serat pendek. Terdapat dua jenis bahan penguat ini yaitu particulate
composite (komposit partikular) dan short fiber composite (komposit
serat pendek) [42].
C. Interface
Interface merupakan fase diantara fase matriks dan reinforcement
yang timbul disebabkan adanya interaksi kimia antar fase matriks dan fase
penguat tersebut. Ketika terjadi kontak antara matriks dan penguat maka
terbentuk ikatan yang akan mentransfer beban. Interface sangat
mempengaruhi sifat akhir dari material komposit baik secara fisik maupun
mekanik. Jika daya ikat antar serat dan matriks kuat, maka material
komposit yang dihasilkan akan memiliki sifat mekanik dan perfoma yang
baik [41].

2.3.2 KLASIFIKASI KOMPOSIT


Komposit dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan jenis matriks dan
fibernya.

- Komposit berdasarkan matriksnya


Bahan matriks komposit memiliki berbagai macam jenis di alam ini.
Namun jika dikelompokkan berdasarkan jenis materialnya, matriks komposit
terbagi menjadi tiga jenis yaitu polimer, logam dan keramik.
17

Gambar 2. 6 Klasifikasi komposit berdasarkan jenis matriksnya [44]

Pada Gambar 2.6 menunjukkan klasifikasi dari matriks komposit berdasarkan


jenisnya yaitu Polimer Matrix Composite (PMC), Metal Matrix Composite
(MMC),dan Ceramic Matrix Composite (CMC).
(a) Polimer Matrix Composite (PMC)
Umumnya matriks biasa terbuat dari bahan sintesis dan
terbagi menjadi dua kelompok yaitu thermoset dan thermoplastik.
Untuk bahan yang berasal dari kelompok thermoset yaitu resin epoxy,
resin melamin, bakelit, dan polyester. Bahan yang berasal dari
thermoplastik yaitu resin polupropylene, polyether ether ketone,
polymine, poliethylene, polyphenylene dan lain-lain. Hal yang
mendasari perbedaan kedua bahan ini adalah pada suhu kamar bahan
thermoset berbentuk cair sedangkan thermoplastik berbentuk padat
sehingga bahan thermoset lebih mudah dalam penggunaannya dalam
pengerjaan jika dibandingkan dengan bahan thermoplastik [45].
Pada proses manufaktur komposit menggunakan bahan
thermoset dapat memungkinkan proses impregnasi yang baik untuk
serat sebagai penguatnya. Akan lebih mudah jika saat pelepasan udara
pada saat proses manufaktur menggunakan metode yang tertutup atau
vakum. Sedangkan proses manufaktur komposit menggunakan bahan
18

thermoplastik dibutuhkan suhu yang panas guna melelehkan dan


menggunakan tekanan tertentu sehingga dapat mencapai proses
impregnasi yang baik, setelah itu dilanjut dengan proses pendinginan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa matriks berbahan thermoset lebih
unggul dan lebih murah penggunaannya jika dibandingkan dengan
matriks berbahan thermoplastik [45].
(b) Metal Matrix Composite (MMC)
Metal Matrix Composite (MMC) adalah jenis matriks
komposit berbahan dasar logam yang telah dikembangkan sejak tahun
1996. Metal Matrix Composite (MMC) merupakan gabungan dari
matriks paduan logam yang ulet dengan penguatnya (reinforcement)
dan dari hasil penambahan penguat tersebut akan meningkatnya nilai
kekakuan dan kekuatan dariMMC [46].
Beberapa keunggulan MMC adalah tahan terhadap suhu yang
lebih tinggi dari matriks logam dan dapat meningkatkan sifat kekuatan
(strength), kekakuan (stifness) , konduktivitas termal, ketahanan aus,
ketahanan mulurdan stabilitas dimensi. Namun terdapat pula beberapa
kekurangan dari bahan MMC ini yaitu biaya komponen material yang
lebih tinggi, teknologi yang digunakan masih terbilang sederhana,
proses manufaktur yang lebih sulit pada saat proses penguatan serat
(fiber-reinforced), masih sedikit yang menggunakan metode dengan
bahan MMC sehingga pelayanan jasanya sulit, dan masih kurangnya
standarisasi bahan dan proses. Contoh bahan MMC adalah
Alumunium dan paduannya, Titanium dan paduannya, serta
Magnesium dan paduannya[46].
(c) Ceramic Matrix Composite (CMC)
Ceramic Matrix Composite (CMC) merupakan bahan matriks
yang terbuat dari material keramik. CMC terdiri atas fiber keramik
yang diletakkan di atas matriks keramik sehingga terbentuknya
material CeramicFiber Reinforced Ceramic (CFRC) [47].
Material seperti gelas, gelas-keramik, dan keramik merupakan
jenis material yang mempunyai nilai modulus young (stiffness) tinggi,
19

kekuatan kompresi yang baik, dan kepadatan yang baik dibanding


material logam struktural. Namun, gelas, gelas-keramik, dan keramik
masih sangat terbatas digunakan pada aplikasi struktural sebab
kerapuhan, ketahanan patahan yang rendah, sensitivitas terhadap
cacat, dan kekuatan tarik yang sangat rendah pada kondisi bulk [47].
- Komposit berdasarkan penguatnya
Berdasarkan jenis reinfocment, komposit dibedakan menjadi beberapa
bagian seperti particulate composite, fibre composite, dan structural
composite.
a. Komposit Partikel (Particulate Composite)
Komposit partikel merupakan jenis komposit yang
menggunakan penguat berbentuk serbuk atau partikel yang terdapat
pada setiap lapisan dan setiap arah komposit serta partikel yang
terkandung di dalamnya. Partikel ini berupa material penguat yang
bentuknya seperti bulat serpih, alok serta bentuk lain yang memiliki
ukuran dan sumbu yang hampir sama. Partikel biasanya dimenci dan
perseberannya merata sehingga mampu menghasilkan kekuatan yang
seragam dari berbagai arah dan meningkatnyanilai kekerasan suatu
material .
Komposit partikel biasanya dihasilkan dengan menempatkan
partikel dan langsung diikat dengan matriks secara bersamaan dengan
unsur lain seperti diberi perlakuan tekanan, panas, kelembaban,
katalisator, dan lainnya. Komposit partikel sangat berbeda dengan
jenis serat acak sehingga sifatnya adalah isotropik. Partikel tersebut
dapat berupa logam maupun nonlogam [48].
b. Komposit serat (Fibre Composite)
Komposit serat adalah jenis komposit yang menggunakan
penguat berupa serat atau komposit yang pengikatnya terdiri dari
matriks dan fiber. Komposit biasanya terdiri atas satu lapisan lamina
atau lebih dan menggunakan serat sebagai penguatnya. Serat yang
biasa digunakan yaitu, serat gelas, serat karbon, serat aramid dan
sebagainya. Susunan serat yang digunakan biasanya acak atau bisa
20

dengan orientasi tertentu bahkan bisa dengan bentuk seperti anyaman


[49].
Serat sangat mempengaruhi kekuatan komposit karena
tegangan yang diterima komposit awalnya diterima oleh matriks
dilanjutkan menuju serat sehingga serat akan menanggung beban
yang diberikan sampai batas maksimum. Dengan demikian serat
wajib memiliki nilai tegangan dan modulus elastisitas yang lebih
tinggi dibandingkan matriksnya [49]. Bentuk serat yaitu berupa
potongan komponen yang nantinya akan berbentuk jaringan panjang
yang utuh. Peletakkan serat beserta arahnya harus sesuai dengan
posisi sehingga komposit yang dihasilkan mampu menahan beban
dengan baik.
(a) Continous fiber composite
Continous fiber composite memiliki susunan serat yang
panjang serta lurus dan berbentuk lamina diantar matriks namun
memiliki kelemahanpemisahan antar lapisan [50].
(b) Woven fiber composite
Woven fiber composite adalah jenis komposit yang memiliki
susunan serat yang sangat mengikat antar lapisan sehingga tidak
mudah terjadi pemisahan. Susunan dri seratnya tidak terlalu lurus
sehingga mengakibatkan kekuatan dan kekakuannya lemah [51].
(c) Chopped fiber composite
Chopped fiber composite merupakan jenis komposit yang
diperkuat dengan serat yang pendek dan acak [52].
(d) Hybrid fiber composite
Hybrid fiber composite ialah jenis komposit yang merupakan
gabungan dari serat lurus dan acak dengan tujuan agar mampu
mengurangi kekurangan dari sifat kedua tipe dan menonjolkan
kelebihannya [53].
(e) Komposit Laminate
Laminate adalah jenis komposit yang terbentuk dari dua
lapisan atau lebih dan digabungkan jadi satu dengan karakteristik
21

sifat yang berbeda tiap lapisannya. Laminate terbagi menjadi


beberapa kelompok yaitu serat kontinyu, komposit serat anyam,
komposit serat acak dan komposit serat hibrid, Pada umumnya
lamina yang seratnya searah tidak memberikan hasil yang baik
karena sifatnya buruk. Oleh sebab itu komposit lamina memiliki
berbagai macam jenis lapisan dengan orientasi arah yang
dingkan dan bergabung menjadi sebuah uni struktur.
(f) Komposit Sandwich
Komposit sandwich adalan jenis komposit yang terdiri atas
komponen dasar berupa dua skin atau lebih yang diantara skin
tersebut terdapat core. Core adalah inti dari penyusun komposit
sandwich dimana fraksinya harus lebih besar jika dibandingkan
dengan skin. Skin biasanya dapat berupa serat dengan orientasi
arah yang bervariasi. Lapisan skin ini berguna untuk menahan
gangguan seperti adanya tekanan yang diberikan dari luar .
Komposit sandwich memiliki keunggulan yaitu struktur
ringan namun memiliki kekakuan dan kekuatan yang tinggi,
isolasi termal dan redaman bising tinggi, mudah di-machining,
dan mudah dibentuk. Untuk penggunaan bahan komposut
sandwich biasanya digunakan bahan dengan karakteristik yang
ringan, tahan korosi, tahan panas serta harga yang
dipertimbangkan juga. Jika pembuatan komposit sandwich
menggunakan bahan yang ringan maka dapat dihasilkan
komposit dengan sifat yang ringan namu kekuatan dan
kekakuannya tinggi [54].

2.4 SERAT
Serat telah diketahui sejak ribuan tahun sebelum Masehi, seperti pada tahun 2.640
SM Cina telah menghasilkan serat sutera dan tahun 1.540 SM sudah berdiri industri
kapas di India. Serat flax pertama digunakan di Swiss pada tahun 10.000 SM dan
Serat wol mulai digunakan orang di Mesopotamia pada tahun 3000 SM. Selama
ribuan tahun serat flax, wol, sutera dan kapas melayani kebutuhan manusia paling
22

banyak. Pada awal abad ke 20 mulai diperkenalkan serat buatan hingga sekarang
bermacam-macam jenis serat buatan diproduksi [43].
Serat alami ialah bahan yang berlangsung terus - menerus dan mudah didapat
dikarenakan tersedia di alam serta memiliki keunggulan seperti berbiaya rendah,
ringan, terbarukan, biodegradabilitas, dan sifat spesifik yang tinggi. Serat tekstil
secara luas dibagi menjadi serat alami dan serat buatan, seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 2.1.
Serat buatan merupakan serat yang tidak terdapat di alam, kendati demikian
seratnya mungkin terdiri dari bahan-bahan alami. Dan diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok utama: dibuat oleh transformasi polimer alami (serat regenerasi), terbuat
dari poli sintetis (serat sintetis), dan yang terbuat dari bahan anorganik (serat yang
terbuat dari logam, elektronik, dan karbon atau kaca) .
Pada Tabel 2.1 memperlihatkan melimpahnya bahan baku serat alam baik itu
serat selulosa, serat protein, polimer alami, polimer sintetik dan anorganik. Namun
dalam tulisan ini difokuskan pada bahan baku serat buatan anorganik yaitu serat
karbon dan serat kaca.

Tabel 2. 1 Pengelompokan serat tekstil [55].

Serat Alami Serat Buatan


Asal Nabati - Serat Selulosa Berbasis Polimer Alami
Selulosa Regenerasi: Viscose, Modal, Lyocell,
Serat Biji: Kapas, Kapok
Cupro
Serat Batang: Jute, Flax, Hemp, Rami, Kenaf Protein Regenerasi: Casein, Arachin Zein
Serat Daun: Sisal, Abaca, Henequen Selulosa Esters: Asetat
Karet: Elastomer
Alginate
Asal Hewan - Serat Protein Berbasis Polimer Sintetis
Wool Acrylic, Aramid, chlorofibre,
Serat Rambut: Angora, Mohair, Alpaca Fluorofibre, Modacrylic, Polyamide,
Sutera Polyester, polyethylene, Polyimide,
Polypropylene, Vinylal, Polyactide
Anorganik Anorganik

Asbestos Karbon, Gelas, Keramik, Logam

Serat (fiber) adalah suatu jenis bahan berupa potongan-potongan komponen


yang membentuk jaringan memanjang yang utuh. Serat dapat digolongkan menjadi
23

dua jenis: Serat Alam (dari binatang, tumbuh-tumbuhan, dan mineral), dan Serat
Sintetis (dari polimer alam, polimer sintetik, dan lainnya). Pada serat sintetis yang
merupakan serat buatan sangat bergantung dari bahan pembentuknya, serat ini
diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu:

a) Serat Mineral
Serat jenis ini terbagi pada tiga kelompok serat, antara lain:
serat kaca, serat logam dan serat karbon.
b) Serat Polimer
Serat jenis ini dibuat melalui proses kimia. Bahan yang umum
digunakan untuk membuat serat polimer, yaitu: Polyamina nylon,
PET atau PBT polyester, digunakan untuk membuat botol plastik,
Fenol-formaldehid (PF), Serat polyvinyl alcohol (PVOH), Serat
polyvinyl khlorida (PVC), Poliolefin (PP dan PE), Polyethylene (PE),
Elastomer; digunakan untuk membuat spandex, Poliuletan [43].

Gambar 2. 7 Serat polyester [43]

Kelompok serat ini dibedakan dengan disintesis atau dibuat


dari berbagai elemen menjadi molekul yang lebih besar yang disebut
polimer linear. Molekul-molekul dari masing-masing senyawa
tertentu disusun dalam garis paralel dalam serat. Susunan molekul ini
disebut orientasi molekul. Sifat serat tersebut tergantung pada
24

komposisi kimia dan jenis orientasi molekul. Seperti pada Gambar


2.7 serat polyester. Dalam memproduksi serat tersebut, unsur-unsur
dasar karbon, oksigen dan hidrogen dipolimerisasi [43].

2.5 SERAT GELAS (FIBERGLASS)


Serat kaca atau serat gelas merupakan suatu bahan sentetis yang terdiri dari Lime,
Alumina, dan Borosilicate. Sering diterjemahkan menjadi kaca cair yang ditarik
menjadi serat tipis dengan garis tengah sekitar 0,005 mm – 0,01 mm. Bahan cair
serat gelas ditekan melalui suatu lobang kecil dari suatu dapur listrik dan ditarik
menjadi sehelai serat. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau ditenun menjadi
kain, yang kemudian diresapi dengan resin/matriks sehingga menjadi bahan yang
kuat dan tahan korosi untuk diaplikasikan. Pembuatan serat gelas ini mudah melekat
jika diberi resin/matriks yang disebut sebagai lapisan awal. Tujuan dari pelapisan
awal ini selain resin mudah melekat juga agar air dan udara tidak terserap ke dalam
serat gelas. Karena fiberglass bukan konduktor listrik yang baik, maka tidak cocok
untuk tujuan pelindung EMI, tetapi dengan penambahan tembaga, komposit
fiberglass dapat melindungi EMI secara efektif dengan tetap mempertahankan sifat
strukturalnya yang ringan [56]. Glass Fiber dibagi menjadi tiga bagian yaitu E-
Glass, S-Glass, dan C-Glass. Untuk aplikasi kelistrikan menggunakan serat gelas
tipe C. Untuk kekuatan tinggi menggunakan tipe S sedangkan tipe E digunakan
untuk ketahanan korosi yang tinggi [57]. Berikut kekuatan material glass fiber yang
ditunjukkan pada Tabel 2.2 dibawah ini:

Tabel 2. 2 Kekuatan serat gelas [58]

kekuatan material E-Glass S-Glass

Massa Jenis (g/cm3) 2.60 2.50

Modulus Young (GPa) 72 87

Kekuatan Tegangan (GPa) 1.72 2.53

Elongasi 2.4 2.9


25

Bentuk-bentuk serat kaca dapat dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya adalah:

1) Continous roving

Contious roving biasanya dipakai untuk proses filament winding sebab serat ini
terurai, tidak terputus-putus dan dikemas dalam bentuk silinder seperti ditunjukan
pada Gambar 2.8. Jenis roving terbagi menjadi roving 2400 dan 4400.

Gambar 2. 8 Continous roving [57]

2) Woven roving
Woven roving adalah tenunan atau anyaman dari continous roving dan tersedia
dalam berbagai ukuran berdasarkan ketebalan dan berat, seperti Gambar 2.9.

Gambar 2. 9 Woven roving [57]

3) Reinforcing mats
Reinforcing mats adalah helaian serat kaca yang dieratkan dan dibentuk
menyerupai kepingan-kepingan. Gambar 2.10 Mats ini dibedaan menjadi dua
jenis yaitu Chopped Strand Mat (CSM) dan Woven Roving Combination Mat
(WRCM).
26

a b

Gambar 2. 10 Reinforcing mats (a)300, (b) 400 [57]

4) Surface veil
Surface veil memiliki permuaan yang halus, ringan, memiliki daya tahan
terhadap kimia dan memberikan perlindungan terhadap pengaruh lingungan.
Kekurangan yang dimiliki oleh veil ini adalah kekuatan yang rendah hal ini
diperlihatkan pada Gambar 2.11.

Gambar 2. 11 Surface Veil [57]

Berikut ini gambar kurva tegangan-regangan dari beberapa jenis serat yang
ditunjukkan pada gambar 2.12.
27

Gambar 2. 12 Grafik regangan terhadap kegagalan [57]

Bahan fiberglass pada UAV ini sering digunakan untuk airframe


professional di bidang militer, bahkan pesawat sekelas cessna dan glider juga
menggunakan material ini. Material komposit fiberglass merupakan campuran antara
material woven roving dan material lycal resin yang akan dipasang pada UAV.
Tujuan dari pemakaian material ini adalah untuk memperkokoh dan menambah
kekuatan pada struktur UAV dengan tingkat fleksibilitas yang tinggi karena ringan
mudah dibawa. Material komposit fiberglass memiliki konduktivitas sebesar σ = 2 x
104 S/m. Keuntungan penggunaan material komposit fiberglass pada UAV adalah
untuk menghindari peristiwa crash pada saat landing atau gangguan angin ketika
UAV sedang menjelajah (cruise) menjalankan misi [29].
Woven roving fiberglass ini cukup tipis dan sangat cocok diaplikasian pada
UAV. Semakin tipis bahan woven roving yang digunakan, maka akan semakin baik
pula pengaplikasiannya pada UAV dikarenakan bahannya semakin ringan [29]. Pada
penelitian ini mengunakan serat glass (E-Glass), serat E-glass memiliki berbagi
keunggulan diantaranya adalah memiliki kekuatan tinggi, biaya rendah, ketahanan
kimia yang tinggi, dan sifat isolasi yang baik [35]

Material komposit fiberglass memiliki konduktivitas sebesar σ = 2 x 104 S/m


sedangkan material tembaga memiliki konduktivitas yang lebih baik daripada
berbahan komposit yakni sebesar σ = 5.96×107 S/m. Semakin besar konduktivitas
suatu bahan maka akan semakin besar kemungkinan bahan tersebut dapat
28

menyimpan muatan pada struktur permukaannya. Dan semakin tebal lapisan


aluminium yang terpasang, maka akan semakin konduktif dan mampu material
tersebut menyimpan muatan [29].
Logam memiliki nilai konduktivitas listrik yang baik sehingga logam mampu
menghantarkan listrik dan panas dengan sangat baik. Karena hal ini, logam banyak
diaplikasikan sebagai grounding ataupin pengaman peralatan maupun gedung-
gedung dari tegangan impuls. Karena kemampuan logam dalam menghantarkan
listrik sangat baik, dalam hal ini logam dijadikan sebagai bahan pelapisan untuk
system perisaian [9]. Table 2.3 menunjukan nilai resistivitas dan konduktivitas
beberapa logam pada 20℃.

Tabel 2. 3 Nilai resistivitas dan konduktivitas listrik logam [10]

Material Resistivitas (𝝆) (𝛀. 𝒎) Konduktivitas (𝝈)(S/m)

Perak 1.6 × 10-8 6.30 × 107


Tembaga 1.7 × 10-8 5.98 × 107
Emas 2.4 × 10-8 4.52 × 107
Aluminium 2.8 × 10-8 3.50 × 107
Nikel 6.8 × 10-8 1.43 × 107
Besi 1.0 × 10-8 1.00 × 107
Magnesium 4.66 × 10-8 2.15 × 107

Adapun logam yang digunakan sebagai bahan pelapisan fiberglass pada


penelitian ini adalah tembaga karena mempunyai nilai konduktivitas yang cukup
baik dan harganya yang terjangkau serta ringan. Selain itu, bahan logam tembaga
juga banyak mudah di temukan. Oleh karena itu peneliti menggunakan lapisan
logam untuk meningkatkan konduktivitas dari UAV yang telah berlapiskan komposit
fiberglass. Lapisan logam yang dipasang adalah lapisan logam tembaga dimana
material ini hampir sama fungsinya dengan expanded copper foils (ECF) yang
direkomendasikan oleh L. Chemartin sebagai lapisan pelindung pesawat terhadap
gangguan elektromagnetik [29]
29

2.6 SERAT KARBON


Serat karbon terdiri dari atom karbon yang berikat bersama membentuk rantai yang
panjang. Sifat serat karbon, yaitu sangat kaku, kuat, ringan, ketahanan kimia tinggi,
toleransi suhu tinggi, dan ekspansi termal rendah. Serat karbon memiliki tipe yarns
(benang), unidirectional (searah), weaves (tenun), braids (kepang) yang biasanya
digunakan dalam membuat komposit. Properties serat karbon dekat dengan baja dan
memiliki berat seperti plastik [59]. serat karbon memiliki serat 5–10 mikrometer
(diameter) ,dan sebagian besar terdiri dari atom karbon [60] .
Jenis kerutan rendah membuat performance mechanical properties lebih
baik, karena serat yang lebih lurus dapat membawa beban dengan baik. Adapun
drapeability (kemampuan menutupi) akan memudahkan dalam proses layup dan
dengan proses yang lebih kompleks, karakteristik tenunan dapat dilihat pada Gambar
2.13.

(A) (B)
Gambar 2. 13 Tipe serat karbon (A) unidirectional (B) serat karbon twill [60]

Carbon fiber atau serat carbon merupakan salah satu penguat yang paling
banyak digunakan karena mempunyai sifat lelah yang super terhadap semua metal yang
dikenal, dan ketika berpasangan dengan resin yang tepat, komposit serat karbon adalah
salah satu bahan yang paling tahan korosi serta memiliki nilai konduktivitas yang baik
untuk dijadian penguat pada material komposit [35].
Bahan komposit dari serat karbon (Carbon Fiber Reinforced Polymer) yang
kemudian disebut CFRP memiliki keringanan yang lebih tinggi dibandingkan dari
30

material logam karena itu tepat digunakan pada UAV lain daripada itu CFRP juga
mempunyai konduktivitas walaupun tidak setinggi material logam [35]

2.6.1 SERAT KARBON TWILL 2×2 12k


Serat karbon twill (carbon fiber twill) adalah serat yang mengandung sekurang-
kurangnya 90% berat karbon. Umumnya serat carbon yang digunakan adalah fiber
graphite yang merupakan serat dengan kandungan karbon diatas 95% beratnya
dengan jenis poliakrilonitril (PAN), (petroleum) minyak bumi, serat selulosa
(Viscose rayon, katun) dan fiber phenolic tertentu [61]. Serat karbon sangat tepat
digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan ketentuan kekuatan, kekakuan, ringan
dan ketahanan terhadap fatigue [61]. Tidak seperti serat glass dan aramid, serat
carbon tidak korosi atau pecah pada suhu kamar. Selain itu karbon juga dapat
digunakan dalam aplikasi yang memerlukan ketahanan suhu tinggi, kelembaman dan
redaman [61].
Bentuk serat karbon terdiri atas serah, bersilangan, berkaitan, atau tidak
tentu. Kualitas serat adalah distribusi serat yang merata, tidak adanya celah. Gambar
2.14 merupakan bahan serat karbon[62].

Gambar 2. 14 Serat Karbon [62]

Bahan komposit secara umum terdiri dari penguat dan matriks. Sifat-sifat
komposit tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kekuatan serat sebagai salah satu
penyusun utama komposit, dengan kandungan serat yang tinggi maka kekuatan
tariknya juga akan tinggi, tetapi dengan kekuatan tarik yang tinggi belum tentu sifat-
sifat lain juga akan lebih baik. Oleh karena itu perbandingan jumlah resin dan serat
merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan sifat - sifat material
31

komposit. Arah serat fiber sangat menentukan kekuatan mekanik komposit pada arah
tertentu [62]
Beberapa jenis susunan serat fiber dapat dilihat pada Gambar 2.15. Arah serat
kontinu memiliki serat panjang yang tidak putus dan terarah pada satu arah tertentu.
Arah serat yang tidak kontinyu memiliki serat-serat pendek yang terputus-putus,
terkadang susunan seperti ini bersifat acak.

Gambar 2. 15 Susunan serat fiber menurut kontinuitas dan arahnya : (a) susunan kontinu terarah, (b)
susunan tidak kontinu terarah, (c) susunan tidak kontinu acak [63]

Pada penelitian ini pembuatan komposit menggunakan serat sebagai penguat (fiber
composites) tipe hybrid fiber composite dengan serat yaitu karbon [62].

2.6.2 SERAT KARBON UD 12K (UNI-DIRECTIONAL)


Serat Karbon Uni-Directional merupakan salah satu jenis serat yang digunakan pada
saat pembuatan komposit dan berfungsi sebagai penguat. Serat karbon terbuat dari
bahan polimer dengan proses pemanasan sehingga terbentuk benang Panjang atom
karbon (filamen). Bentuk dari serat karbon ini mirip dengan benang wol yaitu
tersusun dari filamen atau serat-serat tipis halus [64].
Serat karbon Uni-Directional (UD) adalah jenis serat karbon searah namun
bukan dalam arti filamen serat yang terkandung hanya satu arah saja melainkan
arahnya melintang [65]. Ada pun keunggulan dari serat karbon uni-directional ini
adalah:

a. Memiliki ketahanan terhadap korosi yang kuat.


32

b. Ringan dan mudah dipasang.


c. Masa kontruksi yang lebih cepat.
d. Umur simpan lama.
e. Modulus tinggi, kekuatan tinggi, ketangguhan tinggi.
f. Tahan terhadap suhu tinggi.
g. Fleksibel dan ramah lingkungan.
h. Penghantar listrik yang baik.

Gambar 2. 16 Serat Karbon Uni-Directional (UD) [64]

Gambar 2.16 memperlihatkan gambar serat jenis uni-directional (UD)


tipe 12k dimana jenis serat ini memiliki berbagai keunggulan seperti modulus
tinggi, kekuatan tinggi dan kekakuan yang tinggi. Namun kelemahannya
adalah rentan rusak dan biaya yang mahal.

2.7 KAYU BALSA (CORE)


Kayu merupakan salah satu bahan bangunan yang sudah lama dikenal oleh
masyarakat dan merupakan bahan yang sangat sering digunakan termasuk sebagai
bahan konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai struktur dan non struktur
bangunan. Kayu akan selalu dibutuhkan oleh manusia karena kayu merupakan
kekayaan alam (natural resource) yang tidak akan pernah habis dan mudah dalam
pemrosesan. Kayu digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan untuk rumah
tinggal, gedung, jembatan, bantalan kereta api dan lain-lain. Salah satu jenis kayu
yang digunakan adalah kayu Balsa. Kayu Balsa termasuk kayu yang cukup
langka di Indonesia, di daerah Jawa dikenal dengan nama kayu Jati Londo. Kayu
Balsa ini berbeda dengan kayu Jati, kayu Balsa merupakan kayu yang sangat ringan,
33

sedangkan kayu Jati memiliki kekuatan tinggi yang sering digunakan sebagai bahan
material pada sebuah bangunan. Kayu Balsa memiliki keringanan yang tinggi dan
lentur dalam segi berat dan kekuatan sehingga membuat kayu ini sangat berharga
untuk membangun miniatur jembatan, pemahat kayu, peselancar, model pesawat dan
lain-lain. Kekurangan property material menggunakan bahan kayu adalah dalam
hal mengontrol kualitas bahan kayu itu seperti fisik kayu yang catat dan dalam
memproduksi kayu dalam pemotongannya salah, ketahanan dan keawetan bahan
kayu ini disebabkan karena kayu busuk atau umur kayu yang mulai lapuk, dan
jumlah kayu yang sekarang tergolong mulai sulit atau semakin kurang jumlah
kayunya. Sedangkan keuntungan adalah kemudahan kayu bisa dibentuk dalam
pemotongan sehingga dalam pengerjaan mempermudah, dalam jenis kayu tertentu
dapat meminimalisir anggaran dana dan lebih ramah lingkungan. Besar kuat tarik
dan lentur atau lendutnya jenis kayu kering, kayu balsa merupakan jenis kayu kering
yang paling baik dibangdingkan jenis kayu kering lainnya. Menggunakan bahan
kayu atau komposit mampu mendapatkan anti korosi dimana korosi ini dapat
merusak struktur pada material [66].
Kayu merupakan salah satu bahan struktural paling banyak digunakan karena
sifatnya yang alami, terbarukan, biodegradable dan relatif murah dengan rasio
kekuatan dengan berat yang baik dibanding material aluminum. Dan untuk kayu
balsa merupakan jenis kayu yang dapat tumbuh dengan cepat sehingga memiliki
densitas yang rendah dibanding dengan kayu yang lain untuk densitas kayu balsa
rata - rata sebesar 0,16 gr/cm3 [67]

2.8 RESIN EPOXY


Resin Epoxy pertama kali ditemukan pada tahun 1930 di Amerika dan Swiss, namun
selanjutnya dilakukan pengembangan lebih lanjut pada tahun 1947 dan akhirnya
diproduksi serta dikenal sebagai lem atau cat yang ramah lingkungan [68]. Resin
epoxy adalah resin kimia yang dibentuk oleh polimerisasi epoksida.
Resin terpolimerisasi ini dikenal sebagai resin termoset dan membentuk
ikatan molekul yang erat dalam struktur antara polimer. Rangkaian pembentukan
epoxy ini memiliki proses pembentukan pertama secara kimiawi yaitu mengubah
cairan menjadi bentuk padat. Untuk proses pembuatannya mampu dilakukan pada
34

suhu kamar dengan tetap memperhatikan sifat kimia yang dimanfaatkan sebagai
kontrol polimerisasi jaringan silang sehingga terciptanya sifat optimum bahan [69].
Resin epoxy merupakan jenis resin yang banyak digunakan pada komposit
polimer dan diperkuat dengan bantuan dari serat. Resin epoxy berfungsi untuk
menahan serat pada tempatnya. Secara mekanik resin epoxy terbilang sangat kuat
karena mampu tahan terhadap perubahan yang terjadi karena sifat dari unsur kimia
tersebut [70]. Banyak keunggulan dari jenis resin satunya yaitu sebagai berikut:

a. Ketahanan terhadap kelembaban yang tinggi.


b. Memiliki sifat resistansi kimia dan listrik yang baik.
c. Umur simpan yang panjang dan tidak mudah menguap.
d. Tahan benturan dan mampu meningkatkan kekuatan mekanik.
e. Waktu pencetakan dan pengeringan yang cepat.
f. Penyusutan yang rendah pada saat proses curing.
g. Tahan terhadap korosi serta asam-alkali.

Umumnya, resin epoxy memerlukan zat penambah seperti hardener yang berfungsi
sebagai pengawet pada saat proses curing. Pada resin epoxy, rasio penambahan
pengawet jauh lebih besar sekitar 1-3% jika dibandingkan resin polyester atau ester
vinyl. Rasio bisa mencapai 1:1 atau bahkan 2:1 bisa disesuaikan dengan kebutuhan
[71].

2.9 TEKNIK HAND LAY-UP


Menggunakan metode hand lay up dalam proses manufaktur menjadi salah satu
upaya yang ditawarkan untuk membuat bahan komposit, menggunakan metode hand
lay up untuk pembuatan spesimen sangat sering digunakan oleh para teknisi dalam
fabrikasi material komposit karena metode hand lay-up merupakan metode yang
paling sederhana dibandingkan metode-metode manufaktur lainnya. Hal ini
dikarenakan teknik yang digunakan sangat mudah untuk diaplikasikan yaitu dengan
tahap cairan resin dioleskan diatas suatu cetakan yang selannjutnya lapisan serat
pertama diletakkan diatasnya, kemudian dengan menggunakan roller / kuas resin
kembali diratakan. Tahap ini dikerjakan seterusnya sehingga diperoleh ketebalan
material komposit yang diinginkan.
35

Metode hand lay up pada umumnya memiliki waktu curing pada suhu kamar
dan akan mengering hingga satu hari tergantung jumlah resin dan jenis resin serta
katalis yang diberikan. Waktu curing dapat dipersingkat dengan menyemburkan
udara panas. penekanan menggunakan roller atau kuas dimaksudkan untuk
mengurangi void (ruang kosong)/gelembung udara yang terperangkap dalam
laminasi komposit. Metode ini tergolong dalam metode open mould process dengan
cetakan yang digunakan hanya satu. Dalam prosesnya metode ini dilaksanakan
dalam ruang terbuka [72].
Teknik hand lay-up merupakan proses pembuatan komposit yang paling
mudah serta sederhana. Hal tersebut dikarenakan ketika pembuatan berlangsung
dilakukan dengan cara menuangkan resin ke serat kemudian diratakan dengan
menggunakan roller atau kuas dan diberi tekanan. Teknik hand lay-up ini tidak
membutuhkan peralatan khusus untuk pengerjaannya.

Gambar 2. 17 Metode Hand Lay-Up [72]

Menggunakan teknik hand lay-up dalam pembuatan komposit menjadi pilihan yang
tepat dalam optimasi manufaktur komposit karena paling mudah dalam
pengerjaannya. Cukup menggunakan kuas atau roller sebagai alat yang
dipertimbangkan dalam pembbuatan komposit menggunakan metode hand lay up
sebagaimana dapat terlihat pada gambar 2.17.
Pada umumnya proses ini juga digunakan pada komponen yang terbilang
besar seperti kapal, bodi kendaraan, bilah turbin angin, bak mandi dan perahu [73].
Resin yang biasa digunakan pada proses hand lay-up adalah resin epoxy dan resin
poliester. Serat yang digunakan pada proses hand lay-up biasanya adalah serat kaca
(fiberglass) dan serat karbon (fiber carbon).
36

Metode hand lay up banyak diaplikasikan untuk pembuatan komposit yang


sederhana. Keuntungan metode hand lay up antara lain:

a. Prosesnya sederhana.
b. Biaya murah dan sedikit menggunakan peralatan.
c. Cetakan dapat dgunakan berulangkali.
d. Dapat dengan mudah mengatur variasi ketebalan.
e. Memudahkan dalam mendesain dan membentuk materialnya.
f. Memudahkan untuk diperbaika jika terjadi cacat atau rusak pada saat
proses produksi.
g. Sangat cocok untuk membuat komponen dalam bentuk yang besar.

Disamping itu metode hand lay up juga memiliki kekurangan antara lain:

a. Ketebal yang tidak konsisten.


b. Penyebaran resin yang tidak merata dan tidak maksimalnya hasil penyatuan
dari lapisan atau susunan antara fiber dengan resin.
c. Boros dalam menggunakan resin.
d. Prosesnya kurang bersih.

2.10 SHIELDING EFFECTIVENESS


Shielding effectiveness (SE) dari suatu material didefinisikan sebagai atenuasi pada
propagasi gelombang EM yang dihasilkan oleh bahan pelindung. SE dinyatakan
dalam desibel (dB) sebagai fungsi dari rasio insiden listrik (E) atau magnetik (H)
yang ditransmisikan. [4] Shielding effectiveness juga didefinisikan sebagai rasio
logaritmik daya masuk (PI) terhadap daya yang ditransmisikan (PT) [35].
Para peneliti telah melaporkan tiga mekanisme pelindung utama untuk
melemahkan EMI, yaitu: refleksi (R), absorpsi (A) dan refleksi ganda/ multiple
reflection (MR) [74]. Mekanisme refleksi memerlukan perisai EMI menjadi
konduktif secara elektrik untuk membawa muatan bergerak seperti elektron untuk
berinteraksi dengan radiasi EM, refleksi atau yang kemudian disebut SER disebabkan
oleh interaksi antara gelombang EM dan muatan bebas pada permukaan material.
Jadi, material konduktif dengan jumlah pembawa muatan seluler yang tinggi dapat
dimanfaatkan sebagai pelindung EMI melalui pantulan Sedangkan, penyerapan
37

membutuhkan bahan pelindung yang harus memiliki dipol listrik atau dipol magnet
untuk berinteraksi dengan gelombang EM untuk menipiskan energi EM menjadi
energi panas dan/atau internal. Ini dapat dicapai dengan menggunakan bahan dengan
nilai konstanta dielektrik dan/atau permeabilitas magnetik yang tinggi. Absorpsi
yang hilang sebanding dengan frekuensi dan ketebalan pelindung yang merupakan
fungsi dari perkalian (σr.𝜇𝑟 ), di mana σr dan 𝜇𝑟 masing-masing adalah konduktivitas
listrik dan permeabilitas magnetik bahan yang relatif terhadap tembaga dan udara. Di
sisi lain, kerugian refleksi berkurang dengan meningkatnya frekuensi dan merupakan
fungsi dari rasio (σr/𝜇𝑟 ). Kemudian refleksi ganda yang pada umumnya dikenal SEM
mewakili pantulan internal di dalam bahan pelindung, biasanya untuk bahan dengan
luas permukaan dan luas antarmuka yang besar. Ketika SE(Total) lebih besar dari 15
dB, SEM dapat diabaikan, refleksi ganda adalah mekanisme pelindung EMI ketiga di
mana area permukaan yang luas harus dilibatkan untuk menjamin beberapa refleksi
di dalam bahan pelindung. Dapat dikatakan bahwa efek refleksi berganda dapat
diabaikan ketika ketebalan pelindung lebih besar dari kedalaman kulit δ. Kedalaman
kulit adalah jarak yang dilalui amplitudo medan listrik menjadi e(-1) dari nilainya di
permukaan bahan, dan itu sama dengan (1/alfa) di mana alfa disebut konstanta
atenuasi dalam Np/ M [24]. Dengan demikian SER dan SEA adalah mekanisme yang
mendominasi untuk pelindung EMI.

2.10.1 TEORI SCHELKUNOFF PADA SHIELDING EFFECTIVENESS


Gelombang bidang insiden yang biasanya mengenai lembaran material homogen dan
isotropik disederhanakan disini sesuai dengan teori Schelkunoff berdasarkan model
garis/jalur transmisi bahan pelindung dan pengukuran bahan SE. Menurut teori
Schelkunoff, efektivitas perisaian, yang umumnya dinyatakan dalam skala logaritma
dengan satuan desibel, dan merupakan penjumlahan dari rugi refleksi (𝑆𝐸R), rugi
serapan (𝑆𝐸A) dan rugi refleksi berganda (𝑆𝐸M) sebagaimana ditunjukan pada
Persamaan (2.1):

𝑃𝑖 𝐸𝑖 𝐻𝑖
𝑆𝐸 (𝑑𝑏) = 10 log10 ( ) = 20 log10 | | = 20 log10 | |
𝑃𝑡 𝐸𝑡 𝐻𝑡

= 𝑆𝐸𝑅 + 𝑆𝐸𝐴 + 𝑆𝐸𝑀 . (2.1)


38

𝑃𝑖 = daya incident (W/m2).

𝑃𝑡 = daya yang ditransmisikan (W/m2).

𝐸𝑖 = intensitas medan listrik incident / yang datang pada perisai (input) (v.m-1).

𝐸𝑡 = intensitas medan listrik setelah pelindung dipasang (v.m-1).

𝐻𝑖 = medan magnet sebelum pelindung dipasang (A.m-1).

𝐻𝑡 = medan magnet setelah pelindung dipasang (Wb.m-2).

Apabila alat ukur penerima dalam satuan tegangan, maka digunakan formulasi

ilmiah seperti pada Persamaan (2.2):

𝑉
𝑆𝐸 = 20 log ( 1 ). (2.2)
𝑉2

V1 adalah tegangan pada saat pelindung dipasang (volt).

V2 adalah tegangan pada saat pelindung tidak dipasang (volt).

Nilai SE yang lebih tinggi menunjukkan bahwa sejumlah kecil energi


melewati pelindung dan sebagian besar energi diserap atau dipantulkan oleh bahan
pelindung. Setiap bahan pelindung melemahkan radiasi elektromagnetik melalui tiga
mekanisme: refleksi gelombang dari permukaan depan pelindung, penyerapan
gelombang saat melewati pelindung, dan beberapa refleksi gelombang pada berbagai
interface atau antarmuka [75]. Mekanisme dari SE ditunjukkan pada Gambar 2.18.
39

Gambar 2. 18 Mekanisme dari shileding effectiveness pada pelindung [75]

Dalam teori garis transmisi, karakteristik impedansi (𝜂) suatu medium

didefinisikan pada Persamaan (2.3):

𝑗𝜔𝜇
𝜂=√ , (2.3)
𝜎+𝑗𝜔𝜀

𝜇, 𝜎, dan 𝜀 masing-masing adalah permeabilitas, konduktivitas, dan permitivitas; 𝜔 =


𝜇0
2π𝑓 adalah frekuensi angular/sudut. Karakteristik impedansi ruang bebas 𝑍𝑊 ≈ √ 𝜀0

= 337Ω di mana 𝜇0 dan 𝜀0 masing – masing adalah permeabilitas dan permitivitas


ruang hampa. Dan merupakan hal yang umum untuk mendefinisikan konstanta
propagasi (𝛾) dalam medium tersebut didefiniskan dalam formula yang ditunjukan
pada Persamaan (2.4).
Sehingga:

𝛾 = (𝛼 + 𝑗𝛽) = √𝑗𝜔𝜇(𝜎 + 𝑗𝜔𝜀). (2.4)


𝛼 adalah konstanta atenuasi dan 𝛽 adalah konstanta fase.

Persamaan (2.3) dan Persamaan (2.4) merupakan rumus umum karakteristik


impedansi dan konstanta propagasi. Untuk konduktor yang baik pada frekuensi
dimana 𝜎 ≫ 𝜔𝜀, karakteristik impedansi dan konstanta propagasi masing-masing
40

𝑗𝜔𝜇
didekati sebagai 𝜂 ≈ √ dan 𝛾 ≈ √𝑗𝜔𝜇𝜎. Untuk banyak bahan seperti media
𝜎

dielektrik dan semikonduktor, impedansi karakteristik dan konstanta propagasi


𝜇
diperkirakan sebagai 𝜂 ≈√ 𝜀 dan 𝛾 ≈ 𝑗𝜔√𝜇𝜀 Perlu disebutkan bahwa permeabilitas

dan permitivitas untuk bahan dengan konduktivitas yang buruk adalah nilai yang
kompleks dan kontribusi kehilangan konduksi termasuk dalam kerugian dielektrik.

A. Reflection loss
Kerugian pantulan pada suatu antarmuka terkait dengan perbedaan
impedansi karakteristik dari dua media, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.19. Hal ini mengabaikan nterface refleksi berganda antara dua
antarmuka dan absorpsi dalam bahan pelindung terhadap kinerja pelindung,
semata-mata mengingat pengurangan gelombang yang ditransmisikan karena
refleksi primer [12]. Intensitas gelombang yang dipantulkan dan diteruskan
dari medium dengan impedansi 𝑍1 ke medium dengan impedansi 𝑍2 dapat
dinyatakan dengan Persamaan (2.5) dan Persamaan (2.6):
𝑧2 −𝑧1
𝐸𝑟 = Γ𝐸𝑖 = 𝐸, (2.5)
𝑧1 +𝑧2 𝑖

2𝑧2
𝐸𝑡 = T𝐸𝑖 = 𝐸. (2.6)
𝑧1 + 𝑧2 𝑖
Dimana 𝐸i, 𝐸r dan 𝐸t masing-masing adalah intensitas gelombang
datang, gelombang pantul dan gelombang transmisi; 𝛤 dan 𝛵 = 1 + 𝛤 adalah
koefisien refleksi dan koefisien transmisi ketika ketebalan media tidak
terbatas
41

Gambar 2. 19 Refleksi dan transmisi gelombang datang pada antarmuka antara dua media
dengan ketebalan tak terbatas [12]

Ketika gelombang EM melewati bahan pelindung, gelombang EM


tersebut bertemu dua antarmuka antara bahan dan ruang bebas, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.20 Koefisien refleksi dan koefisien transmisi di
𝑧 −𝑧
depan dan batas belakang adalah 𝛤1=𝑧2−𝑧1, = −𝛤1 , 𝑇21 = 1 + 𝛤1 , 𝑇12 = 1 +
1 2

𝛤2 , berturut-turut. Gelombang yang ditransmisikan (𝐸𝑡) melalui interface


kedua diberikan oleh Persamaan (2.7)
𝐸𝑡 = 𝑇12 𝐸1 = 𝑇21 𝑇12 𝐸𝑖 , (2.7)
Menurut definisi efektivitas perisai, kehilangan refleksi didefinisikan pada
Persamaan (2.8):
𝐸 1
𝑆𝐸𝑅 = 20 log10 |𝐸𝑖 | = 20 log10 |𝑇 |. (2.8)
𝑡 21 𝑇12

(The reflection loss) Kerugian pantulan sama dengan kebalikan dari


produk koefisien transmisi pada kedua antarmuka, dinyatakan dalam desibel,
menunjukkan bahwa kerugian refleksi hanya bergantung pada nilai
impedansi media.
42

Gambar 2. 20 Refleksi dan transmisi parsial terjadi pada kedua permukaan bahan pelindung [12]

B. Absorption loss
Ketika gelombang EM melewati suatu material, amplitudonya
meningkat secara eksponensial. Peluruhan ini terjadi karena rugi dielektrik,
rugi magnet, dan rugi konduksi bahan. Oleh karena itu, medan listrik 𝐸 pada
jarak (t) di dalam bahan dapat didefinisikan dalam formula seperti pada
Persamaan (2.9):
𝐸 = 𝐸𝑖 𝑒 −𝑦𝑡 , (2.9)
Jarak yang diperlukan untuk meredam gelombang menjadi 1/e dari
nilai awalnya didefinisikan sebagai kedalaman kulit (𝛿𝑠). Absorpsi yang
hilang untuk bahan dengan ketebalan t dinyatakan pada Persamaan (2.10):
𝐸
𝑆𝐸𝐴 = 20 log10 |𝐸𝑖 | = 20 log10|𝑒 𝑦𝑡 |. (2.10)
𝑡

Absorpsi berhubungan erat dengan parameter konstitutif (𝜇, 𝜎 dan 𝜀)


dan ketebalan material. Gambar 2.21 menunjukan hal ini dapat diartikan
secara fisik sebagai atenuasi gelombang yang ditransmisikan karena
hilangnya bahan pelindung ketika impedansi bahan pelindung secara
bersamaan disesuaikan dengan impedansi sekitarnya dan karenanya tidak ada
refleksi pada kedua antarmuka.
43

Gambar 2. 21 Gelombang elektromagnetik yang melewati media penyerap dilemahkan secara


eksponensia [12]

C. Multiple reflection loss


Jika bahan pelindung tipis, gelombang yang dipantulkan dari
antarmuka kedua dipantulkan kembali dari antarmuka pertama, dan
kemudian kembali ke batas kedua untuk dipantulkan lagi. Terjadi gelombang
pantul dalam jumlah tak terbatas, seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2.22. Oleh karena itu, tidak hanya pantulan dan absorpsi tetapi juga pantulan
ganda yang berkontribusi pada pelindungan keseluruhan. Total gelombang
yang ditransmisikan (dipantulkan) adalah jumlah dari semua gelombang
parsial yang ditransmisikan seperti pada Persamaan (2.11) (serta dipantulkan
pada Persamaan (2.12)) melewati antarmuka kedua (pertama) ke arah kanan
(dan kiri).
𝐸𝑡 = 𝐸𝑡1 + 𝐸𝑡2 + ⋯ + 𝐸𝑡𝑁
= 𝑇21 𝑇12 𝑒 −𝑦𝑡 𝐸𝑖 + 𝑇21 𝑇12 𝑒 −3𝑦𝑡 Γ22 𝐸𝑖 + ⋯ +
𝑇21 𝑇12 𝑒−𝑦𝑡
𝑇21 𝑇12 𝑒−(2𝑁−1)𝑦𝑡 Γ2 (2𝑁−2) 𝐸𝑖 = ( )𝐸𝑖 , (2.11)
1−Γ21 𝑒−2𝑦𝑡

𝐸𝑟 = 𝐸𝑟1 + 𝐸𝑟2 + ⋯ + 𝐸𝑟𝑁 = Γ1 𝐸𝑖 + 𝑇21 𝑇12 𝑒−2𝑦𝑡 Γ2 𝐸𝑖 + ⋯ +


𝑇21 𝑇12 𝑒−2𝑦𝑡
𝑇21 𝑇12 𝑒−(2𝑁−2)𝑦𝑡 Γ2 (2𝑁−3) 𝐸𝑖 = Γ1 (1 − )𝐸𝑖 , (2.12)
1−Γ21 𝑒−2𝑦𝑡
44

Oleh karena itu, koefisien daya transmisivitas (T) dan reflektifitas (R) yang
sesuai diperlihatkan pada Persamaan (2.13) dan Persamaan (2.14):
2
𝑃𝑡 𝐸𝑡 2 𝑇21 𝑇12 𝑒 −𝑦𝑡
𝑇= =| | =| | . (2.13)
𝑃𝑖 𝐸𝑖 1 − Γ12 𝑒 −2𝑦𝑡
2
𝑃 𝐸 2 𝑇21 𝑇12 𝑒 −2𝑦𝑡
𝑅 = 𝑃𝑟 = | 𝐸𝑟 | = |Γ1 (1 − 1−Γ21 𝑒 −2𝑦𝑡
)| . (2.14)
𝑖 𝑖

Menurut definisi, SE didapatkan oleh Persamaan (2.15):


𝐸𝑡 1 − Γ12 𝑒 −2𝑦𝑡
𝑆𝐸(𝑑𝑏) = 20 log10 | | = 20 log10 | |
𝐸𝑖 𝑇21 𝑇12 𝑒 −𝑦𝑡
1
= 20 log10 | | + 20 log10 |𝑒 𝑦𝑡 | + 20 log10 |1 − Γ12 𝑒 −2𝑦𝑡 |
𝑇21 𝑇12
= 𝑆𝐸𝑅 + 𝑆𝐸𝐴 + 𝑆𝐸𝑀 . (2.15)
Dimana istilah Koreksi karena pantulan ulang berturut-turut (juga
disebut kehilangan refleksi berganda) didefinisikan pada Persamaan (2.16):

𝑆𝐸𝑀 = 20 log10|1 − Γ12 𝑒 −2𝑦𝑡 |. (2.16)


Kehilangan refleksi berganda penting untuk material yang tipis secara
elektrik karena gelombang yang dipantulkan ulang meningkatkan energi
yang ditransmisikan sehingga mengurangi nilai SE. Efek refleksi berganda
dapat diabaikan dengan aman (𝑆𝐸M ≈ 0) ketika ketebalan material lebih besar
dari kedalaman kulit atau kerugian penyerapan (𝑆𝐸A) lebih tinggi dari 10 dB
karena amplitudo gelombang EM yang pertama mencapai antarmuka kedua
dapat diabaikan [12].
45

Gambar 2. 22 Pemantulan ganda terjadi pada suatu bahan [12]

D. Perhitungan efektivitas perisai dari parameter hamburan


Secara eksperimental, perilaku perambatan gelombang melalui
sampel dapat direkam dan diukur dengan beberapa teknologi (seperti, metode
Transmisi/Refleksi) dengan instrumen yang berbeda (seperti, microwave
Analyzer). Gelombang yang dipantulkan dan ditransmisikan dalam
microwave Analyzer dua port dapat diwakili oleh complex scattering
parameters (S-parameter) atau disebut juga parameter hamburan kompleks
yaitu 𝑆11 (𝑆22) dan 𝑆21 (𝑆12) masing-masing, yang pada gilirannya berkorelasi
dengan reflektifitas (R) ditunjukan pada Persamaan (2.17) dan transmisivitas
(T) dapat dilihat lewat Persamaan (2.18).
𝐸𝑟 2
𝑅=| | = |𝑆11 |2 = |𝑆22 |2 . (2.17)
𝐸𝑖
𝐸𝑟 2
𝑇=| | = |𝑆21 |2 = |𝑆12 |2 . (2.18)
𝐸𝑖
Koefisien refleksi 𝛤1 (|𝛤1| ≤ 1) pada interface bagian depan material
diberikan oleh Persamaan (2.19):
Γ1 = 𝑥 ± √𝑥 2 − 1, (2.19)
46

Dimana x didefiniskan dalam sebuah formula yang ditunjukan pada


Persamaan (2.20):
𝑆11 2 +𝑆21 2 +1
𝑥= , (2.20)
2𝑆11

Faktor propagasi 𝑒−𝛾𝑡 dapat dicari dengan Persamaan (2.21):


S +S21 −Γ1
e−yt = 1−(S
11
. (2.21)
11 +S21 )Γ1

Kemudian, reflection loss, absorption loss dan multiple reflection loss dapat
dihitung dari Persamaan (2.19) - (2.21).
E. PARAMETER SCATTERING DAN TEORI PERHITUNGAN
EFEKTIVITAS SHIELDING
Dari perspektif energi elektromagnetik, ketika gelombang EM
mengenai suatu bahan, daya incident dibagi menjadi daya pantul (reflected),
daya serap (absorbed), dan daya pancar (transmitted), seperti ditunjukkan
pada Gambar 2.23. Koefisien daya reflektifitas (𝑅) , absorptivitas (𝐴) dan
transmisivitas (𝑇) mengikuti hukum kesetimbangan daya (𝑅 + 𝐴 + 𝑇 = 1 ).
Oleh karena itu, kinerja perisai yang tinggi (transmisi energi EM yang
rendah) dihasilkan dari dua komponen, satu terkait dengan refleksi energi
yang tinggi (didefinisikan sebagai kerugian refleksi (𝑆𝐸R′), dan yang lainnya
dengan penyerapan energi yang tinggi (didefinisikan sebagai kerugian
penyerapan (𝑆𝐸A′)) hal ini ditunjukan pada Persamaan (2.22) [12].
𝑃 1
𝑆𝐸 = 10 log10 ( 𝑖) = 10 log10 | | = 𝑆𝐸𝑅 ′ + 𝑆𝐸𝐴 ′. (2.22)
𝑃 𝑡 𝑇

Gambar 2. 23 Distribusi daya total insiden, gelombang yang dipantulkan dan ditransmisikan
melalui suatu material [12]
47

Dengan jelas SER dan SEA meningkat dengan konduktivitas,


sedangkan penyerapan sebanding dengan ketebalan sampel. Dalam suatu
microwave analyzer, empat parameter hamburan (S11, S12, S21, S22)
diperoleh. Dan 𝑆𝐸(𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙) , 𝑆𝐸(𝑅) , dan 𝑆𝐸(𝐴) dapat dihitung dari parameter-
parameter ini juga menggunakan Persamaan (2.23):

1 1
𝑆𝐸(𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙) = 10 log |𝑆 2 = 10 log |𝑆 2 . (2.23)
12 | 21 |

Insiden energi/energi yang datang dalam EM pada bagian depan


interface dari bahan perisaian sebagian akan dipantulkan dan sebagian
ditransmisikan ke dalam sampel yang kemudian disebut di sini sebagai
"available power" ( 𝑃𝐴𝑉 = 𝑃𝑖 − 𝑃𝑟 ) yang menunjukkan daya bersih yang
tersedia untuk memasuki material. Kerugian pantulan (𝑆𝐸R′) ditentukan oleh
Persamaan (2.24):

𝑃 1 1
𝑆𝐸𝑅 ′ = 10 log10 (𝑃 𝑖 ) = 10 log10 |1−𝑅| = 10 log10 |1−𝑆 2 |. (2.24)
𝐴𝑉 11

𝑆𝐸𝑅 ′ adalah rasio dari daya yang datang menuju daya yang tersedia, mewakili
pengurangan gelombang datang yang merambat ke bahan yang dihasilkan
dari pantulan.
Daya yang tersedia kemudian diserap oleh material sementara daya
yang tersisa ditransmisikan melintasi interface belakang. Kerugian serapan
(𝑆𝐸𝐴 ′) didefinisikan dalam Persamaan (2.25):

𝑃𝐴𝑉 1−𝑅 1−𝑆11 2


𝑆𝐸𝐴 ′ = 10 log10 (𝑃𝑡
) = 10 log10 | 𝑇
| = 10 log10 | 𝑆21 2
|. (2.25)

𝑆𝐸𝐴 ′ merupakan rasio daya yang tersedia menuju daya yang ditransmisikan,
dan merepresentasikan kemampuan material untuk meredam/melemahkan
gelombang EM yang hanya menembus material untuk penyerapan [12].
EMI didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi pada suatu sistem
elektronik akibat tegangan dan arus palsu yang diinduksi pada rangkaian
elektronik oleh radiasi EM yang dihasilkan dari sumber luar. Untuk
melindungi sistem elektronik dari radiasi EM, digunakan bahan pelindung.
Bahan pelindung mampu melemahkan gelombang EM yang datang melalui
refleksi atau penyerapan. Menurut mekanisme gelombang EM, gelombang
48

EM yang datang pada bahan pelindung terbagi menjadi empat bagian:


gelombang pantulan, gelombang serapan, gelombang pantulan internal, dan
gelombang transmisi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.24.

Gambar 2. 24 Tampilan skematik interaksi gelombang EM dengan pelindung [12]

Dimana S-parameter adalah perbandingan jumlah gelombang refleksi


dan insiden yang terdiri dari S11, S12, S21, serta S22. S11 adalah koefisien
refleksi maju, parameter ini mengukur seberapa banyak sinyal yang
dipantulkan kembali ke sumber setelah mencapai permukaan material atau
komponen. S21 yaitu koefisien transmisi atau parameter ini dapat dikatakan
mengukur seberapa banyak sinyal yang ditransmisikan melalui material atau
komponen dari satu sisi ke sisi lain. Kemudian S22 dan S12 merupakan
reverse refleksi dan reverse transmisi, hal ini dapat diilustrasikan melalui
gambar yang ditunjukan pada Gambar 2.24 [12].

2.10.2 SPECIFIC SHIELDING EFFECTIVENESS (SSE)


Spesifik efektivitas pelindung (SSE) diturunkan untuk membandingkan keefektifan
material pelindung dengan mempertimbangkan kerapatan dan ketebalan [76].
Efisiensi perisai EMI menyajikan kemampuan material untuk memblokir gelombang
dalam suatu persentase. Untuk aplikasi komersial, EMI SE diperlukan sebesar 20
dB, yang sesuai dengan 99% penyumbatan radiasi yang datang (incident).
49

Efektivitas perisai EMI [dB] dirubah menjadi efisiensi perisai EMI [%] dengan
Persamaan (2.26):

1
𝑠ℎ𝑖𝑒𝑙𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 (%) = 100 − ( 𝑆𝐸 ) × 100. (2.26)
10 10

Hubungan antara efisiensi perisai (dB) dan efisiensi perisai (%) ditampilkan seperti
pada Tabel 2.4.

Tabel 2. 4 Hubungan antara efisiensi perisai (dB) dan efisiensi perisai (%) [76]

Shielding Effectiveness (dB) Shielding Efficiency (%)


10 90
20 99
30 99.9
40 99.99
50 99.999
60 99.9999
70 99.99999
74.9 99.999997

2.11 PENELITIAN TERDAHULU


Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Peng, Mengyue, dan Faxiang Qin
mengenai efektivitas perisaian. Menjelaskan perbandingan antara teori Schelkunoff
dan teori Perhitungan, dimana kerugian refleksi (kerugian absorpsi) pada teori
Schelkunoff dan teori Perhitungan memiliki arti fisik yang berbeda. Rumus 𝑆𝐸R dan
𝑆𝐸R′ berbeda, 𝑆𝐸R tergantung pada ketebalan bahan sedangkan 𝑆𝐸R′ tidak. Maka
jelas bahwa 𝑆𝐸A juga tidak sama dengan 𝑆𝐸A′. Oleh karena itu, kerugian refleksi
(kerugian absorpsi) dalam teori Schelkunoff tidak sama dengan kerugian refleksi
(kerugian absorpsi) dalam teori Perhitungan.
Untuk membuktikan hal ini, istilah dalam teori Schelkunoff dan teori
Perhitungan untuk bahan yang berbeda dibandingkan seperti yang ditunjukan pada
Gambar 2.25. Untuk tebal material elektrik dengan konduktivitas tinggi dari 2,5 KHz
hingga 25 GHz pada Gambar 2.26 (a), nilai-nilai yang sesuai kuantitas dengan nama
yang sama ternyata tidak setara. 𝑆𝐸M mendekati nol, menunjukkan beberapa
50

kerugian refleksi/ kerugian refleksi ganda dapat diabaikan. Nilai 𝑆𝐸R′ kira-kira sama
dengan setengah dari 𝑆𝐸R sedangkan 𝑆𝐸A′ lebih besar dari 𝑆𝐸A, yang konsisten
dengan perhitungan teoritis untuk konduktivitas tinggi dan material tebal.
Dengan demikian hal ini bertentangan dengan pendapat umum bahwa
kerugian refleksi (𝑆𝐸R′) dan kerugian penyerapan (𝑆𝐸A′) dalam teori Perhitungan
adalah perkiraan untuk kerugian refleksi (𝑆𝐸R) dan kerugian penyerapan (𝑆𝐸A) dalam
teori Schelkunoff beberapa kerugian refleksi dapat diabaikan. Untuk material
berkonduktivitas tinggi dengan ketebalan kecil pada Gambar 2.26 (b), 𝑆𝐸M memiliki
nilai negatif yang relatif besar pada frekuensi yang lebih rendah, berkontribusi
negatif terhadap efektivitas pelindung. EMI SE dari bahan dengan konduktivitas
rendah ditunjukkan pada Gambar 2.26 (c), nilai 𝑆𝐸R lebih besar dari 𝑆𝐸R′ sedangkan
𝑆𝐸A lebih kecil dari 𝑆𝐸A′ pada sebagian besar frekuensi. Namun, 𝑆𝐸R (𝑆𝐸A) kira-kira
sama dengan 𝑆𝐸𝑅′ (𝑆𝐸A′) pada frekuensi yang lebih tinggi di atas ~10 GHz.
Khususnya, Gambar 2.26 (d) menunjukkan kasus praktis bahan komposit karbon
hitam/asam polilaktat (CB/PLA) pada rentang dari 2 GHz hingga 18 GHz.
Komposit karbon hitam/asam polilaktat (CB/PLA) dengan 20wt.%
kandungan CB disiapkan dengan mengekstrusi campuran partikel CB dan PLA
(massa rasio 2:8) melalui ekstruder sekrup kembar. Serbuk komposit ditekan panas
pada 140 ℃ menjadi bentuk toroidal standar (diameter dalam: 3,04 mm, diameter
luar: 7mm, ketebalan: 2 mm) untuk pengukuran parameter EM. Parameter hamburan
komposit diukur dengan microwave Analyzer (R&S ZNB20) pada rentang frekuensi
2-18 GHz dengan garis koaksial. Nilai permitivitas efektif yang kompleks dari
komposit (Gambar 2.25) diambil dari parameter hamburan dengan metode Nicolson-
Ross-Weir (NRW).34
51

Gambar 2. 25 Complex permittivity of the 20wt.% CB/PLA composite material [12]

Nilai 𝑆𝐸R (𝑆𝐸A) kecil dan mendekati 𝑆𝐸R′ (𝑆𝐸A′). Fakta bahwa ketentuan
dengan nama yang sama memiliki nilai yang serupa untuk beberapa bahan pada
frekuensi tertentu, hal ini sering menimbulkan kesalahpahaman bahwa mereka
adalah besaran fisik yang sama dan penyimpangan dalam nilainya dihasilkan dari
perbedaan kecil antara perhitungan teoretis dan pengukuran eksperimental [12].

Gambar 2. 26 Perbandingan suku-suku dalam teori Schelkunoff dan teori Perhitungan; (a) bahan
dengan σ = 5,8 × 107 S/m dan t = 10 um; (b) bahan dengan σ = 5,8 × 107 S/m dan t = 1 um; (c)
material dengan σ = 1 × 101 S/m dan t = 2 mm ; (d) 20wt.% Material komposit CB/PLA dengan t = 2
mm [12]
52

Jika dimensi struktur mikro dan ketidakhomogenan material jauh lebih kecil
daripada panjang gelombang dari gelombang datang (misalnya komposit mikro/nano
pada gigahertz), material pelindung dapat dianggap sebagai media homogen. Baik
teori Schelknoff maupun teori Perhitungan dapat diterapkan untuk menganalisis
kinerja perisai dari bahan-bahan ini. Namun, lebih mudah menghitung suku-suku
dari parameter-S yang terukur dalam teori perhitungan dibandingkan teori
Schelkunoff. Model teori Schelkunoff sangat cocok untuk material lapis tunggal.
Namun, teori Perhitungan model sederhana memiliki arti fisik yang sama untuk
bahan berlapis tunggal dan berlapis banyak dan dapat diterapkan pada keduanya.
Selain itu, kerugian refleksi dan kerugian penyerapan terkait erat dengan daya yang
dipantulkan dan diserap dalam teori Perhitungan. Oleh karena itu, teori Perhitungan
sering diadopsi untuk menghitung EMI SE dan menganalisis mekanisme perisai
dalam praktiknya.
Banyak publikasi yang salah menentukan mekanisme perisai dengan
membandingkan kontribusi rugi refleksi 𝑆𝐸R′ dan rugi serapan 𝑆𝐸A′ terhadap
keseluruhan EMI SE. Ketika 𝑆𝐸A′ lebih tinggi dari 𝑆𝐸R′, bukan berarti kontribusi
absorpsi lebih besar daripada kontribusi refleksi atau dikatakan penyerapan adalah
mekanisme pelindung yang dominan. seperti contoh keefektifan pelindung bahan
komposit CB/PLA. Meskipun 𝑆𝐸A′ lebih besar dari 𝑆𝐸R′, A lebih kecil dari R pada
rentang dari 4 GHz hingga 15 GHz, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.27 (a).
Lebih dari 50% energi EM akan dipantulkan ketika 𝑆𝐸R′ lebih tinggi dari 3 dB
menurut hubungan R dan 𝑆𝐸R′ ditunjukkan pada Gambar 2.27 (b). Sisa energi
kurang dari 50% tersedia untuk melakukan perjalanan ke bahan pelindung.
Sekalipun bahan tersebut memiliki kemampuan yang kuat untuk meredam atau
menyerap gelombang elektromagnetik yang menembus ke dalam bahan pelindung
yang berarti nilai kehilangan serapan (𝑆𝐸A′) sangat besar, kontribusi penyerapan
terhadap total pelindung harus kurang dari 50% menurut hukum keseimbangan daya.
Dalam hal ini, refleksi adalah mekanisme pelindung yang dominan daripada
penyerapan. Masuk akal dan intuitif untuk mengadopsi koefisien daya R dan A
untuk menentukan jenis bahan pelindung dan mekanisme pelindung. Jika A lebih
tinggi dari R, penyerapan adalah mekanisme pelindung yang dominan. Fraksi
53

kontribusi penyerapan terhadap perisai dapat didefinisikan sebagai rasio A ke


(A+R).

Gambar 2. 27 Perbandingan kontribusi refleksi dan penyerapan terhadap perisai. (a) Reflection loss,
absorption loss, refleksi dan absorpsi bahan komposit CB / PLA. (b) Kurva reflektifitas berubah
dengan kehilangan refleksi [12]

Berdasarkan perbedaan yang tidak akurat antara pantulan dan pantulan


ganda, pantulan ganda dianggap salah satu mekanisme yang mampu meningkatkan
efektivitas pelindung secara keseluruhan. Biasanya, pantulan ganda menurunkan
efektivitas pelindung karena gelombang pantulan ulang antara batas depan dan
belakang material meningkatkan energi yang ditransmisikan ketika bahan pelindung
lebih tipis dari kedalaman kulit. Namun bila ketebalan bahan lebih besar dari
kedalaman kulit atau 𝑆𝐸A ≥ 10 dB, efek refleksi berganda dapat diabaikan.
Selain itu, konsep refleksi ganda antara kedua antarmuka antara bahan
pelindung dan ruang bebas terkadang dibingungkan dengan konsep refleksi ganda
internal yang dihasilkan dari antarmuka material berpori yang melimpah [12].
internal refleksi ganda pada banyak microscopic interfaces/antarmuka mikroskopis
di dalam material memperpanjang jalur transmisi gelombang EM dan selanjutnya
membantu menyerap lebih banyak gelombang EM, tetapi itu tidak serta merta
meningkatkan kinerja perisai. Interaksi mikroskopis dari material dan gelombang
EM ini dapat dimasukkan dalam parameter macroscopic effective constitutive jika
ukuran karakteristik heterogenitas jauh lebih kecil daripada panjang gelombang
dalam material. Parameter konstitutif yang efektif memiliki hubungan matematis
yang kompleks dengan efektivitas perisai. Oleh karena itu, sulit untuk menentukan
kontribusi dari refleksi ganda mikroskopis terhadap kinerja perisai. Refleksi
54

berganda dalam perisai mengacu pada jumlah tak terbatas dari gelombang pantulan
yang terjadi pada antarmuka depan dan belakang antara material dan ruang bebas
yang merupakan konsep pada tingkat makro dan sangat bergantung pada ketebalan
material.
Refleksi ganda adalah perilaku gelombang EM dalam proses propagasi dan
akhirnya akan diwujudkan dalam energi EM yang dipantulkan, diserap dan
ditransmisikan dari perspektif energi. Oleh karena itu, ketika teori Perhitungan
digunakan untuk menghitung EMI SE dan menganalisis mekanisme perisai dalam
praktik, tidak masuk akal untuk menggunakan konsep kerugian refleksi berganda
karena efek refleksi berganda termasuk dalam definisi kerugian refleksi (𝑆𝐸R′) dan
kerugian absorpsi ( 𝑆𝐸A′) [12].
Dilakukan pula pengujian EMI shielding effectiveness yang dilaksanakan
oleh Abdelal dan Nisrin dalam penelitiannya mengenai efektivitas perisaian
interferensi elektromagnetik secara keseluruhan dari pola 1 dan pola 2 menunjukan
peningkatan.
Pada pola 1 EMI SE dihitung untuk setiap sampel yang diuji dalam rentang
frekuensi 8 GHz - 12 GHz menggunakan persamaan (2.23) di mana peningkatan
frekuensi sebesar 0,005 GHz digunakan dalam penganalisa jaringan. Gambar 2.28
menunjukkan kurva EMI SE dari spesimen komposit pola 1 representatif dalam arah
aksial. Diamati bahwa komposit yang dijahit dengan benang konduktif (Ti dan Cu),
nonkonduktif (Kevlar dan Dyneema) dan semi-konduktif (logam Kevlar)
menunjukkan peningkatan SE yang luar biasa dibandingkan dengan komposit yang
tidak dijahit selama rentang frekuensi yang diselidiki. Selain itu, gambar tersebut
menunjukkan bahwa SE dari komposit yang tidak digabungkan nyaris tidak
bergantung pada frekuensi dalam rentang 8 GHz-11 GHz, tetapi menunjukkan
sedikit peningkatan antara 11GHz-12GHz. Namun, komposit yang dijahit
menunjukkan SE yang berfluktuasi dalam rentang 8 GHz-9 GHz diikuti dengan
sedikit peningkatan dalam rentang frekuensi 9 GHz-12 GHz. Kurva serupa dengan
tren serupa telah dihasilkan untuk setiap sampel dari setiap pola baik dalam arah
aksial maupun normal.
55

Gambar 2. 28 Efektivitas perisai interferensi elektromagnetik (EMI SE) dari sampel yang mewakili
komposit yang tidak dijahit dan dijahit dari pola 1 dalam arah aksial [24]

Gambar 2.28 menunjukkan hubungan antara frekuensi dengan kerugian absorpsi


(SEA) dan kerugian refleksi (SER) dari komposit yang dijahit dan tidak dijahit.
Gambar 2.29 A menunjukkan bahwa kerugian penyerapan SEA meningkat dengan
meningkatnya frekuensi sedangkan Gambar 2.29 B menunjukkan kerugian refleksi
SER berkurang dengan meningkatnya frekuensi. Hal ini disebabkan peningkatan
daya serap gelombang elektromagnetik material dengan peningkatan frekuensi dan
penurunan reflektifitas material dengan peningkatan frekuensi. Selain itu, Gambar
2.29 A menunjukkan bahwa komposit yang dijahit dengan bahan dielektrik (Kevlar
10 dan Dyneema T90) mengalami (kemiringan yang lebih tinggi = lebih banyak
peningkatan) peningkatan kehilangan penyerapan yang lebih tinggi dengan
peningkatan frekuensi, sedangkan Gambar 2.29 B menunjukkan bahwa komposit
yang dijahit dengan benang metalik mengalami kemiringan yang lebih tinggi dalam
kerugian pantulan dengan meningkatnya frekuensi. Ini karena panjang gelombang
gelombang elektromagnetik berkurang dengan meningkatnya frekuensi dan menjadi
lebih dekat dengan ukuran serat, sehingga lebih mudah diserap daripada dipantulkan.
Temuan mengenai ketergantungan serapan dan refleksi pada frekuensi dalam
56

penelitian ini sesuai dengan apa yang telah dibahas dalam studi penelitian
sebelumnya [24].

(A) (B)
Gambar 2. 29 (A) Absorption loss SEA dan (B) Reflection loss SER sampel yang mewakili komposit
dari pola 1 pada arah aksial [24]

Nilai SE rata-rata dihitung untuk setiap spesimen yang diuji selama rentang
frekuensi 8 GHz-12 GHz, kemudian rata-rata SE dari lima benda uji dari masing-
masing pola pada arah tertentu (aksial dan normal) dihitung dan dimasukkan ke
dalam tabel. Terdapat beberapa pengamatan dari tabel ini. Untuk komposit pola 1
dalam arah aksial, SE telah meningkat dari 22,8 dB untuk komposit tanpa jahitan ke
kisaran 40 dB untuk semua komposit yang dijahit terlepas dari jenis benang jahitan
(konduktif atau dielektrik). Misalnya, efektivitas pelindung telah meningkat sebesar
85,96%, 81,14%, 91,5%, 102,2%, dan 90,9% (terkait dengan komposit tanpa jahitan)
saat dijahit dengan Kevlar 10, metalik Kevlar, Dyneema, tembaga, dan titanium.

Tabel 2. 5 Rata-rata nilai EMI SE dengan standar deviasi (SD) pada arah aksial dan normal komposit
dari pola 1 dan 2.

Pattern
Stitching Pattern 1 Pattern 2
thread SE Axial SE Normal SE Axial SE NORMAL
(dB) SD (dB) SD (dB0 SD (dB) SD
Unstitched 22.8 0.9 63.5 1.0 22.8 0.7 63.5 0.9
Kevlar 10 42.4 0.4 65.8 0.9 24.9 1.2 60.2 0.9
Kevlar metallic 41.3 0.5 64.2 0.7 25.7 1.5 61.4 0.8
Dyneema T90 43.7 0.8 64.6 0.6 24.4 1.2 61.0 0.8
Copper 46.1 0.8 58.0 0.7 29.1 1.4 73.5 0.9
Titanium 43.5 1.0 57.0 1.0 27.0 1.9 70.1 1.1
57

Jelas bahwa komposit yang dijahit dengan tembaga menunjukkan


peningkatan SE tertinggi sedangkan komposit yang dijahit dengan logam Kevlar
menunjukkan peningkatan SE terkecil. Diketahui bahwa perilaku ini dapat
ditafsirkan berdasarkan temuan dari studi penelitian sebelumnya, yaitu: Diketahui
bahwa konduktivitas komposit UD-CFRP lebih tinggi di sepanjang arah serat (arah
X) dibandingkan dengan melintang (Y) dan melalui arah ketebalan (Z) di mana
komposit menunjukkan karakteristik dielektrik lossy [24]. Selain itu, terbukti bahwa
serat karbon lebih baik daripada matriks polimer dielektrik untuk melindungi karena
konduktivitasnya yang lebih tinggi khususnya di sepanjang arah serat (X). Juga,
peneliti menemukan bahwa ketika menggunakan pandu gelombang persegi panjang
dengan mode TE seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.38, medan EM
terpolarisasi linier dalam pandu gelombang dan ketika CFS diorientasikan sejajar
dengan field-E, CFS berperilaku sebagai konduktor yang baik, sedangkan arah
melintang bertindak sebagai bahan / polimer dielektrik yang hilang dengan
konduktivitas yang terbatas. Oleh karena itu, dalam kasus komposit yang dijahit,
diyakini bahwa peningkatan SE yang luar biasa terlepas dari jenis benang jahitan
dapat dikaitkan dengan fakta bahwa benang jahitan menekan UD-CF bersama-sama
melalui ketebalan (arah Z) dan dalam arah melintang (arah Y) yang akan
menciptakan jaringan konduktif yang memfasilitasi aliran medan listrik dan
gelombang elektromagnetik. Orientasi serat relatif terhadap polarisasi medan listrik
yang datang dari gelombang elektromagnetik memiliki pengaruh besar pada
karakteristik pelindung dalam kasus komposit yang tidak dijahit dari pola 1- arah
aksial. Arah medan listrik tegak lurus terhadap arah serat UD, sehingga aliran
muatan bebas dari satu serat atau derek ke serat lainnya diblokir oleh matriks
polimer isolasi. Namun, dalam kasus komposit yang dijahit, serat dikompresi secara
melintang dan melalui arah ketebalan menciptakan jaringan konduktif dan jalur agar
muatan bebas dapat bergerak. Selain itu, komposit yang dijahit dengan tembaga
memiliki nilai SE tertinggi karena jahitan benang tembaga disejajarkan dengan arah
polarisasi medan listrik, yang pada gilirannya meningkatkan konduktivitas komposit
secara keseluruhan.
58

Pada kasus komposit dari pola 1 dengan arah normal, tidak ada efek jahitan yang
signifikan terhadap SE. Ini karena serat karbon disejajarkan dengan arah polarisasi
medan listrik dalam mode TE (serat sejajar dengan dinding pendek pandu
gelombang) yang menghasilkan reflektor hampir sempurna |S11|≈1 dan |S12|≈0 dan
meningkat konduktivitas keseluruhan komposit. Namun, komposit yang dijahit
dengan tembaga dan titanium memiliki SE yang sedikit lebih rendah karena menjahit
kain kering dengan 20 benang ini menghasilkan kantong resin yang besar di sekitar
arsitektur 3D. Jarum yang menusuk kain dapat menciptakan ruang dalam arah yang
sejajar dengan serat UD yang dapat diisi dengan resin seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.30. Kantung resin memanjang ini, yang merupakan cacat dielektrik,
menurunkan konduktivitas sepanjang arah serat dan menghalangi aliran muatan
listrik. Akibatnya, komposit yang dijahit dari pola 1 telah meningkatkan pelindung
EMI ke segala arah terkait dengan UD-CF (X, Y, dan Z).

Gambar 2. 30 Gambar menunjukkan SEM serat UD permukaan komposit retak dijahit dengan
benang tembaga dan titanium, benang logam dan kantong resin yang muncul, yang sejajar dengan
arah serat

Tabel 2.5 menunjukkan SE keseluruhan komposit pola 2 pada arah aksial dan
normal. Terlihat jelas bahwa tidak ada peningkatan SE yang signifikan pada arah
normal dan aksial saat membungkus serat karbon komposit dengan berbagai jenis
benang kecuali yang dibungkus dengan tembaga dan titanium (dibandingkan dengan
komposit tanpa jahitan). Membungkus serat komposit dengan tembaga dan titanium
menghasilkan peningkatan 27,6% dan 18,6% pada SE aksial, sedangkan pada SE
59

normal masing-masing menghasilkan peningkatan 15,75% dan 10,4%. Perilaku pola


2 dapat diinterpretasikan sebagai berikut: benang pembungkus tidak menekan serat
bersama-sama seperti pada pola 1, oleh karena itu, tidak ada peningkatan
konduktivitas keseluruhan komposit kecuali dalam kasus penggunaan benang
konduktif seperti Cu dan Ti . Saat membungkus CF dengan tembaga dan titanium,
mereka disejajarkan dengan arah polarisasi medan listrik; karenanya, mereka
meningkatkan konduktivitas komposit dan SE yang sesuai. Pada arah normal, tidak
ada efek sama sekali pada benang pembungkus kecuali saat membungkus dengan
tembaga dan titanium karena alasan yang sama yang disebutkan sebelumnya dan
karena efek dominan pada perisai adalah penjajaran serat UD dengan arah polarisasi
benang. medan listrik seperti yang dibahas di atas.

Tabel 2. 6 Nilai rata-rata dari: nilai absolut parameter hamburan (S11) refleksi dan (S12) koefisien
transmisi, absorptivitas (A), reflektivitas (R) dan transmisivitas (T) komposit dari pola 1 dalam arah
aksial.

|𝑆11 | |𝑆12 | T R A
Unstitched 0.7296 0.0735 5.40 × 10-3 0.532 0.462
Kevlar 10 0.8108 0.0077 5.93 × 10-3 0.657 0.343
Kevlar metallic 0.8376 0.0086 7.40 × 10-3 0.702 0.298
Dyneema T90 0.8343 0.0067 4.49 × 10-3 0.696 0.304
Copper 0.7564 0.0051 2.60 × 10-3 0.572 0.428
Titanium 0.7360 0.0085 7.23 × 10-3 0.542 0.458

Untuk mengetahui mekanisme peningkatan SE pada komposit yang dijahit,


Tabel 2.6 menunjukkan nilai rata-rata parameter hamburan (S11, S12),
transmisivitas, reflektivitas dan absorptivitas komposit pola 1 pada arah aksial
karena merupakan pola yang menunjukkan peningkatan yang signifikan pada SE
dibandingkan dengan kontrol komposit (tanpa jahitan). Jelas bahwa transmisivitas
menurun secara signifikan saat menjahit komposit dengan berbagai jenis benang.
Tembaga menunjukkan transmisivitas terendah yang sesuai dengan hasil SE pada
Tabel 2.5. Jelas dari tabel bahwa nilai reflektifitas lebih tinggi dibandingkan dengan
nilai absorptivitas untuk semua komposit pola 1 yang menunjukkan bahwa
reflektifitas adalah mekanisme utama dalam perisai di UD- Komposit CF (baik yang
60

dijahit maupun tidak). Untuk mengetahui mekanisme peningkatan SE pada komposit


yang dijahit.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN


Kegiatan riset Tugas Akhir (TA) ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2023
bertempat di Laboratorium manufaktur dan material Pusat Teknologi Penerbangan
(Pustekbang) LAPAN-BRIN, Rumpin, Bogor. Timeline pengerjaan Tugas Akhir
(TA) yang dilakukan oleh peneliti adalah dimulai dari bulan pertama yaitu mei
dengan kegiatan studi literatur dan evaluasi kelengkapan bahan, peralatan, dan
sarana eksperimen. Kemudian pada bulan yang sama juga pengadaan bahan dan
peralatan dilakukan yang selanjutnya proses manufaktur dapat dilaksanakan. Proses
manufaktur berjalan hingga bulan kedua masa penelitian yaitu juni dilakukan
pemotongan sampai pengkodean spesimen, setelahnya dilakukan perbandingan
pengukuran spesimen uji dengna acuan ukuran alat uji. Pada bulan juni dilakukan
pengujian spesimen yang kemudian dianalisis hasil uji spesimen, hingga masuk
bulan ketiga peneliti melakukan pengolahan data menggunakan parameter S,
selanjutnya penyusunan dan pelaporan hasil kegiatan.

3.2 VARIABEL PENELITIAN


Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

a. Variabel bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang jika nilainya dirubah tidak
mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah core
yang digunakan yaitu kayu balsa, jumlah laminasi yaitu layer 1C (1 lapisan),
1C1 (1 lapisan depan dan belakang), 2C (2 lapisan), 2C1 (2 lapisan depan
dan 1 lapisan belakang), 2C2 (2 lapisan depan dan belakang)untuk material
penguat serat karbon, 1TC1 (1 lapisan depan dan belakang), 2TC2 (2 lapisan
depan dan belakang).
b. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan jenis variabel yang nilainya dipengaruhi
oleh variabel bebas. Variabel terikat dari penelitian ini adalah hasil dari

61
62

shielding effectiveness, dan efisiensi shielding effectiveness.


c. Variabel Terkontrol
Variabel terkontrol yaitu variabel yang nilainya konstan dan pada saat
proses penelitian. Pada penelitian ini variabel terkontrol pada penelitian ini
adalah resin yang digunakan yaitu resin epoxy dengan katalis berupa
hardener tebal core sebesar 5 mm, resin yang digunakan yaitu resin epoxy,
panel komposit disusun dengan orientasi arah serat 90˚ untuk skin yang
digunakan.

3.3 ALAT DAN BAHAN PENELITIAN

3.3.1 BAHAN
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kayu balsa, core yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu balsa.
Keunggulan dari core kayu balsa ini adalah mampu memperkuat dan
meringankan bahan dibanding dengan yang solid.

Gambar 3. 1 Kayu balsa

b. Serat karbon twill 12k, serat karbon twill merupakan salah satu serat yang
digunakan dalam penelitian ini
63

Gambar 3. 2 Serat karbon twill

c. Serat karbon UD 12K, serat yang digunakan pada penelitian ini adalah serat
karbon UD. Keunggulan darin serat karbon adalag sifat mekanik yang baik
sehingga ketahanan terhadap kerusakan sangat tinggi juga baik terhadap
tegangan tarik, bersifat konduktor panas dan listrik, memiliki nilai ketahan
terhadap humidity tinggi serta baik digunakan sebagai material penguat.

Gambar 3. 3 Serat karbon UD12K

d. Serat gelas, digunakan juga sebagai skin komposit


64

Gambar 3. 4 Serat gelas

e. Copper foil tape, atau lakban tembaga berukuran 50 mm x 1 meter digunakan


untuk melapisi core kayu balsa dalam laminasi serat gelas.

Gambar 3. 5 Copper foil tape

f. Resin epoxy, digunakan sebagai matriks dari resin agar mampu menahan
serat secara efisien pada cetakan komposit sandwich. Beberapa keunggulan
yang dimiliki resin epoxy salah satunya yaitu tahan terhadap kelembaban,
sifat listrik yang baik, nilai resistansi terhadap kimia yang baik, memiliki
umur simpan dengan jangka panjang, dan tahan terhadap penyusutan pada
saat proses curing.
65

Gambar 3. 6 Resin epoxy

g. Resin hardener, adalah satau bahan yang berfungsi sebagai formalin dan
pengeras dari resin epoxy. Resin harderner juga berfungsi sebagai katalisator
yang memungkinkan proses pengeringan (curing) pada resin.

Gambar 3. 7 Resin hardener

h. Miracle gloss, atau juga disebut mirror glaze merupakan salah satu release
agent dengan jenis semir berfungsi untuk mencegah komposit merekat ke
meja cetakan. Semakin banyak dan semakin rata wax yang digunakan maka
akan semakin bagus hasilnya karena mampu meminimalisir terjadinya void.
66

Gambar 3. 8 Miracle gloss

i. Thinner, digunakan untuk menurunkan viskositas (kekentalan) pada resin


ataupun bahan finishing lainnya sehingga lebih encer dan mudah aplikasikan

Gambar 3. 9 Thinner

3.3.2 ALAT-ALAT PENELITIAN


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Jangka sorong
Jangka sorong digunakan sebagai alat untuk mengukur spesimen sebelum
dilakukan pengujian. Hal yang diukur dari spesimen yaitu berupa tebal,
panjang dan lebarnya. Tingkat keakuratan jangka sorong yaitu 0.1 mm.
67

Gambar 3. 10 Jangka sorong

b. Kuas
Kuas digunakan untuk mengecat cairan resin ke permukaan core honeycomb
yang nantinya akan digunakan untuk membuat spesimen.

Gambar 3. 11 Kuas

c. Cutter
Cutter berfungsi untuk memotong core kayu balsa sesuai dengan ukuran
yang telah ditentukan dan digunakan untuk memotong dan merapikan
specimen yang telah kering.

Gambar 3. 12 Cutter

d. Neraca digital
Neraca digital digunakan untuk menimbang massa dari spesimen, serat UD,
dan cairan resin.
68

Gambar 3. 13 Neraca digital

e. Gunting kodok
Gunting kodok digunakan untuk memotong fiber cloth dengan beberapa lapis
serat karbon dan serat gelas sekaligus dengan bentuk yang disesuaikan dengan
ketentuan penelitian.

Gambar 3. 14 Gunting kodok

f. Penggaris siku
Penggaris siku digunakan untuk membuat garis tegak lurus dan untuk
membentuk objek penelitian seperti core balsa dan fiber cloth yang
digunakan terbentuk dengan ukuran yang telah ditentukan.
69

Gambar 3. 15 Penggaris siku

g. Amplas
Amplas digunakan untuk menghaluskan permukaan sisi spesimen yang telah
dipotong.

Gambar 3. 16 Amplas no. 80

h. Lakban kertas
Lakban kertas digunakan untuk memberi tanda untuk setiap spesimen uji dan
untuk memberikan kode nama yang dapat ditempel langsung pada spesimen.
70

Gambar 3. 17 Lakban kertas

i. Gelas plastik
Gelas plastik digunakan untuk menyesuaikan rasio resin dengan hardener.

Gambar 3. 18 Gelas plastik

j. Table saw
Table saw berfungsi sebagai pemotong spesimen setelah kering.

Gambar 3. 19 Table saw


71

k. Kaca
Kaca digunakan sebagai wadah manufaktur

Gambar 3. 20 Kaca

l. Meja
Meja digunakan sebagai alas pengujian untuk memudahkan pembuatan
bahan komposit.

Gambar 3. 21 Meja

m. Keysight N9917A microwave analyzer


Keysight N9917A microwave analyzer merupakan alat pengujian dalam
penelitian sebagai alat pandu gelombang (waveguide) ini digunakan sebagai
alat untuk mengukur intesitas sinyal mulai dari sinyal incident hingga sinyal
yang ditransmisikan.
72

Gambar 3. 22 Perangkat keras pandu gelombang elektromagnetik

n. Port 1 dan port 2


Port 1 dan port 2 digunakan sebagai tempat spesimen uji pandu gelombang
yang memiliki dimensi persegi panjang.

Gambar 3. 23 Port 1 dan port 2 fairview microwave, P/N: FMWCA1084

o. Kabel coaxial
Kabel coaxial digunakan sebagai alat penyambung antara Port 1 dan port 2
dengan alat waveguide dan berfungsi sebagai media untuk mentransmisikan
data maupun menyalurkannya melalui frekuensi sinyal yang telah diperintah.
73

Gambar 3. 24 Kabel coaxial

p. Port male dan port female


Port male dan port female berfungsi untuk menghubungkan kabel coaxial
dengan kalibrator.

Gambar 3. 25 Penggunaan port male dan female

q. Keysight 85518A
Keysight 85518A merupakan kalibrator yang berguna untuk mengkalibrasi
sebelum pengujian spesimen.
74

Gambar 3. 26 Kalibrator 85518A, Calkit N 50 Ω, serial DE52110273

3.4 TAHAPAN PELAKSANAAN

3.4.1 STUDI LITERATUR


Proses awal pada penelitian ini adalah melakukan studi literatur terhadap honeycomb
sandwich sebelum dimulainya proses manufaktur. Studi literatur biasa dilakukan
untuk mencari berbagai sumber referensi yang relevan terhadap penelitian yang akan
dilakukan. Referensi ini bisa berasal dari buku, jurnal, artikel atau jenis sumber
lainnya. Selain itu, studi literatur juga dilakukan dengan tujuan memperkuat
argumentasi-argumentasi peneliti. Karena sebelum melakukan penelitian, seorang
peneliti harus memiliki wawasan yang luas mengenai topik yang diteliti.

3.4.2 PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN


Dalam proses manufaktur kesedian alat dan bahan harus dipersiapkan secara matang,
agar proses produksi dapat berjalan dengan lancar, kesediaan peralatan dan bahan
yang dibutuhkan ketika penelitian harus lengkap terpenuhi. Maka dalam proses ini
dilakukan pengecekan dan peninjauan peralatan serta bahan yang akan digunakan.
Apabila alat – alat serta bahan penelitian telah tersedia, maka proses manufaktur
dapat dilaksanakan.
75

Gambar 3. 27 Pengecekan alat - alat dan bahan [sumber : dokumen pribadi]

Pada gambar 3.27 dibantu oleh Pembina peneliti meninjau dan mempersiapkan

kebutuhan alat dan bahan yang akan digunakan lalu mengecek kesedian di lab

aerostruktur. Setelah pengecekan alat dan bahan yang terpenuhi, proses manufaktur

dapat dilakukan.

3.4.3 PROSES MANUFAKTUR


Proses produksi material komposit ini memiliki tahapan - tahapan yang harus
dilakukan yaitu sebagai berikut:

1. Pemotongan material
Pada tahapan ini, peneliti melakukan pemotongan pada bahan yang
digunakan. Bahan yang dipotong adalah material reinforcement yaitu serat
karbon, serat gelas, lakban tembaga, dan core kayu balsa. Pemotongan serat
yaitu sebanyak 24 lembar serat karbon UD, 24 lembar serat karbon twill, 12
lembar serat gelas, 4 lembar tembaga dan pemotongan core sebanyak 12
panel dengan fabrikasi layer yang bervariasi yaitu komposit serat karbon 1C,
1C1, 2C, 2C1, 2C2 serta komposit serat gelas 1TC1 dan 2TC2.
76

(A) (B)

(C) (D)
Gambar 3. 28 (A) menunjukan pemotongan core kayu balsa, (B) merupakan pemotongan serat
karbon UD, (C) menunjukan proses pemotongan serat gelas, dan (D) memperlihatkan pemotongan
serat karbon twill.

Tahapan pemotongan material ditampilkan pada gambar 3.28 semua bahan dipotong
dengan ketentuan ukuran yang telah ditetapkan. Pada saat pemotongan material
diperlukan kehati - hatian agar mendapatkan kesesuaian ukuran dengan ketentuan
yang diharapkan, juga karena rentan dengan kerusakan sebelum proses manufaktur
dimulai.

3.4.4 PEMBUATAN MATERIAL KOMPOSIT


Setelah dilakukan pemotongan core balsa dengan serat gelas, serat karbo UD, dan
serat karbon twill sebagai material komposit selanjutnya dengan menimbang resin
dan hardener yang dibutuhkan menggunakan neraca digital. Perbandingan yang
digunakan untuk takaran resin dan lycal yang paling efektif adalah sebesar 3 : 1.
Kemudian tahapan selanjutnya yaitu penggabungan material penguat serat, material
penguat inti, dan material pengikat. Proses ini dilakukan dengan menggunakan
77

teknik hand lay-up.


Proses selanjutnya dalam pembuatan spesimen menggunakan metode hand
lay-up dalam penggunaan material penguat serat karbon UD, serat karbon twill, dan
serat gelas. Ini dibedakan dalam 2 variasi fabrikasi material penguat serat, yaitu:

a. Serat karbon UD dan serat karbon twill


Kedua serat ini menggunakan teknik hand lay-up dengan langkah
pada proses ini yaitu melapisi cetakan kaca menggunakan miracle gloss
dengan cara membalurkan wax pada permukaan kaca sebagai cetakan
kemudian ditunggu hingga kondisi wax mengering, proses wax ini dilakukan
dua kali setelah baluran wax pertama sedikit mengering. Permukaan cetakan
yang telah diberikan wax selanjutnya lapisi cetakan menggunakan matriks
secukupnya dan disesuaikan dengan ukuran spesimen yang akan dibuat.
Kemudian sesuaikan dengan usulan komposisi lapisan material yang telah
ditentukan, dalam hal ini spesimen pertama baik serat karbon UD maupun
serat karbon twill yaitu core kayu balsa sebagai lapisan pertama, selanjutnya
di oleskan matriks secukupnya secara merata menggunakan kuas. Letakan
serat karbon UD di atas core kayu balsa yang sudah dilapisi matriks,
begitu juga proses pembuatan material komposit serat karbon dengan
fabrikasi kedua hingga kelima yang dibedakan dengan variasi lapisan
fabrikasi.
Dalam fabrikasi serat karbon ini ada lima variasi lapisan yang
selanjutnya setelah spesimen pertama telah memenuhi lapisan sesuai yang
diinginkan fabrikasi 1C, maka langkah selanjutnya adalah membuat variasi
spesimen berikutnya yang berjumlah lima variasi fabrikasi yaitu variasi
spesimen kedua 1C1, variasi spesimen ketiga 2C, variasi spesimen lapisan
keempat 2C1, dan variasi spesimen kelima fabrikasi 2C2
b. Serat gelas dengan tembaga
Sebagaimana teknik pembuatan pada material komposit serat karbon
setelah pembuatan spesimen serat karbon UD dan serat karbon twil yang
dalam hal ini masing – masing memiliki lima spesimen dengan variasi
lapisan yang berbeda. Pada spesimen serat gelas dengan tembaga diterapkan
78

teknik hand lay-up untuk membuat dua variasi fabrikasi yang berbeda yaitu
1TC1 dan 2TC2.

(A) (B)
Gambar 3. 29 (A) Material penguat inti (B) Material penguat serat

Dari gambar diatas dapat terlihat (A) merupan proses pengolesan


matriks menggunakan kuas dengan dibalurkan secukupnya pada material
penguat inti dan (B) proses pengolesan matriks pada material penguat serat
dengan dioleskan secukupnya

3.4.5 PROTEKSI DAN PEMBEBANAN SPESIMEN


Setelah pembuatan 12 spesimen dengan 5 spesimen menggunakan serat karbon UD,
5 spesimen serat karbon twill, dan 2 spesimen serat gelas dengan tembaga yang
dibuat menggunakan metode hand lay-up selanjutnya spesimen – spesimen di tutup
menggunakan cetakan kaya yang telah dioleskan wax untuk melindungi spesimen
dari partikel pengotor atau eksternal, kemudia diberikan beban untuk menekan
partikel agar material penguat serat, material penguat inti, dan material pengikat
tidak terisi udara pada setiap pori – pori serat.
79

Gambar 3. 30 Pemberian penutup kaca dengan beban pada spesimen

3.4.6 PENGERINGAN DAN PEMOTONGAN SPESIMEN


Setelah proses penutupan dan pembebanan panel komposit yang dibuat dengan
mengabungkan material penguat serat, material penguat inti, dan material pengikat.
Kemudian untuk optimasi pengeringan spesimen dibiarkan dalam suhu kamar
hingga 1 x 24 jam agar pengeringan panel komposit yang telah dibuat dapat
dilepaskan dari cetakan dengan mudah dan tidak rusak.
panel komposit yang telah berhasil dilepaskan dari cetakan, kemudian serat
kusut yang terdapat pada bagian sisi panel komposit dirapikan menggunakan gunting
yang selanjutnya dikumpulkan untuk dipotong sesuai ukuran yang telah ditentukan.

Gambar 3. 31 Spesimen yang telah kering

Gambar diatas menunjukan hasil panel komposit yang telah dilepaskan dari
cetakan serta dipaikan bagian serat yang kusut menggunakan gunting.
80

Tahapan berikutnya dilakukan pemotongan spesimen dengan arah serat 90°


pada tolak ukur horizontal dan vertical, sehingga didapatkan dua spesimen untuk
setiap variasi fabrikasi, maka total yang spesimen yang didapat adalah 24 spesimen.
Proses pemotongan dilakukan dengan dua alat yaitu:

a) Cutter
Spesimen dengan lapisan yang tidak terlalu tebal dapat dipotong
dengan mudah menggunakan cutter, seperti pada lapis satu serat karbon,
dan lapis satu serat gelas, sebagaimana ditunjukan pada gambar dibawah
ini.

Gambar 3. 32 Pemotongan menggunakan cutter

b) Table saw
Pada panel komposit dengan layer yang cukup tebal seperti pada
fabrikasi 2C2, maka diperlukan alat yang lebih kuat untuk proses
pemotongan karena proses pemotongan manual menggunakan cutter
hanya akan merusak cutter. Karena itu digunakan alat table saw untuk
membantu memudahkan dalam proses pemotongan spesimen.
81

Gambar 3. 33 Pemotongan menggunakan table saw

Proses pemotongan menggunakan penggaris disesuaikan dengan ketentuan


ukuran Panjang dan lebar dimensi waveguide yaitu dengan panjang 5,5 cm dan lebar
3 cm, berbentuk persegi panjang dengan ukuran ketebalan > 3 mm.

Gambar 3. 34 spesimen hasil pemotongan

Selanjutnya setelah proses pemotongan spesimen, bagian sisi yang masih


82

kasar dan kusut perlu dirapikan kembali maka berikutnya dilakukan pengampelasan
pada bagian spesimen yang diperlukan.
3.4.7 MATRIKS KODE SPESIMEN
Pemberian kode ketika proses manufaktur berlangsung dengan pascamanufaktur
dibuat pengkodean yang berbeda untuk itu dalam membaca kode yang benar,
peneliti mendeskripsikan setiap kode seperti dibawah ini:

(A) (B)
Gambar 3. 35 (a) menunjukan gambar spesimen ketika proses manufaktur, (b) menampilkan
spesimen dengan kode yang dirubah setelah proses manufaktur.

pada gambar 3.35 dapat terlihat kode pada spesimen dibuat menjadi 90 2.2 UD ↑ hal
ini bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam pembuatan spesimen dalam
membedakan serta menandai spesimen yang telah dibuat dan belum dibuat pada saat
proses pembuatan spesimen, yang selanjutnya diartikan 90 untuk menunjukan sudut,
2.2 menunjukan layer, UD menunjukan jenis material penguat serat yang digunakan
adalah serat karbon UD, dan ↑ (arah panah atas) menunjukan arah serat karbon UD.
Kemudian setelah proses pembuatan spesimen lengkap telah sesuai sebagaimana
yang diinginkan, kode spesimen dirubah kembali menjadi kode asal dengan
tambahan arah serat yaitu A untuk menunjukan spesimen memiliki sudut 90° arah
serat vertikal yang kemudian disebut arah orientasi normal, dan B untuk menunjukan
sudut 0° arah serat horizontal yang juga disebut arah orientasi normal. dan berikut
merupakan kode lengkap setiap spesimen yang dibuat berdasarkan usulan yang
disepakati oleh para peneliti:

A. Komposisi lapisan dan kode serat karbon UD


83

Tabel 3. 1 usulan variasi lapisan serat karbon UD

Usulan komposisi lapisan material


NO Jenis
Lapis Kode
material
1 01_90_A dan
1
1 01_90_B

1
02_90_A dan
2 1
02_90_B
1

2 03_90_A dan
3
03_90_B
1

2
04_90_A dan
4
1 04_90_B
1

2
05_90_A dan
5 1
05_90_B
2

Seperti yang diperlihatkan pada tabel 3.2 bahwa pada proses manufaktur
telah dibuat lima variasi lapisan pada serat karbon UD dengan 90 pada kode
spesimen diartikan bahwa spesimen dibuat dari panel komposit 90°, untuk
kode A menunjukan sudut 90° (vertikal) arah orientasi normal dan B
menunjukan sudut 0° (horizontal) arah orientasi aksial. kode A diperoleh dari
potongan spesimen yang tegak lurus dengan arah panel komposit sehingga
spesimen yang didapat membentuk sudut 90° (vertikal) dan spesimen yang
dipotong searah dengan arah panel komposit membentuk sudut 0°
(horizontal). Keterangan 5 variasi lapisan dijelaskan sebagai berikut:
1. 01_90_A dan 01_90_B yang kemudian disebut 1CUD adalah satu lapis
skin/serat karbon UD dengan core kayu balsa.
84

2. 02_90_A dan 02_90_B selanjutnya disebut 1C1UD adalah spesimen


dengan skin (face) atas 1 lapis, skin bawah 1 lapis dengan core atau inti
diantara skin.
3. 03_90_A dan 03_90_B selanjutnya disebut 2CUD adalah spesimen yang
memiliki skin (face) 2 lapis, dengan core atau inti pada skin.
4. 04_90_A dan 04_90_B selanjutnya disebut 2C1UD adalah spesimen
dengan skin (face) atas 2 lapis, skin bawah 1 lapis dengan core atau inti
diantara skin.
5. 05_90_A dan 05_90_B selanjutnya disebut 2C2UD adalah spesimen
dengan skin (face) atas 2 lapis, skin bawah 2 lapis dengan core atau inti
diantara skin.
B. Komposisi lapisan dan kode serat karbon twill

Tabel 3. 2 usulan variasi lapisan serat karbon twil

Usulan komposisi lapisan material


NO Jenis
Lapis Kode
material
1 06_90_A dan
1
1 06_90_B

1
07_90_A dan
2 1
07_90_B
1

2 08_90_A dan
3
08_90_B
1

2
09_90_A dan
4
1 09_90_B
1

2
10_90_A dan
5 1
10_90_B
2
85

Pada tabel 3.3 menunjukan telah dibuat lima variasi layer pada skin
karbon twill sepertihalnya proses manufaktur pada karbon UD, manufaktur
karbon twill juga dibuat dengan panel komposit 90°, untuk kode A
menunjukan sudut 90° (vertikal) dan B menunjukan sudut 0° (horizontal).
kode A dan kode B didapatkan seperti pemotongan pada karbon UD.
Keterangan 5 variasi lapisan karbon twill dijelaskan sebagai berikut:
1. 06_90_A dan 06_90_B yang kemudian disebut 1CT adalah satu lapis
skin/serat karbon UD dengan core kayu balsa.
2. 07_90_A dan 07_90_B selanjutnya disebut 1C1T adalah spesimen dengan
skin (face) atas 1 lapis, skin bawah 1 lapis dengan core atau inti diantara
skin.
3. 08_90_A dan 08_90_B selanjutnya disebut 2CT adalah spesimen yang
memiliki skin (face) 2 lapis, dengan core atau inti pada skin.
4. 09_90_A dan 09_90_B selanjutnya disebut 2C1T adalah spesimen dengan
skin (face) atas 2 lapis, skin bawah 1 lapis dengan core atau inti diantara
skin.
5. 05_90_A dan 05_90_B selanjutnya disebut 2C2T adalah spesimen dengan
skin (face) atas 2 lapis, skin bawah 2 lapis dengan core atau inti diantara
skin.
C. Komposisi lapisan dan kode serat karbon twill

Tabel 3. 3 usulan variasi lapisan serat gelas

usulan komposisi lapisan material


NO Jenis
lapis kode
material
2
11_90_A dan
1
1 11_90_B
1

2
1 12_90_A dan
2
12_90_B
2
86

Sebagaimana ditunjukan pada tabel 3.4 bahwa pada proses manufaktur


telah dibuat dua variasi lapisan pada serat gelas dengan tambahan logam
tembaga, sama halnya seperti serat karbon 90 pada kode spesimen diartikan
bahwa spesimen dibuat dari panel komposit 90°, untuk kode A menunjukan
sudut 90° (vertikal) dan B menunjukan sudut 0° (horizontal). kode A
diperoleh dari potongan spesimen yang tegak lurus dengan arah panel
komposit sehingga spesimen yang didapat membentuk sudut 90° (vertikal)
dan spesimen yang dipotong searah dengan arah panel komposit membentuk
sudut 0° (horizontal). Keterangan 5 variasi lapisan dijelaskan sebagai berikut:
1. 11_90_A dan 11_90_B yang kemudian disebut 1TC1 adalah 1 lapis
skin/serat gelas atas dan 1 lapis skin bawah dengan core kayu balsa dan
tembaga diantara skin.
2. 12_90_A dan 12_90_B selanjutnya disebut 2TC2 adalah spesimen
dengan skin (face) atas 1 lapis, skin bawah 1 lapis dengan core kayu
balsa dan tembaga diantara skin layer.

Keterangan warna pada tabel:

: Karbon UD
: Karbon twill
: Balsa
: Serat gelas
: Tembaga

3.4.8 PENGUJIAN SPESIMEN


Pada penelitian ini dilakukan pengujian di laboratorium DO untuk ketiga bahan
komposit utama yaitu serat karbon UD, serat karbon twill, dan serat gelas. Spesimen
uji dibuat berdasarkan ketentuan dari tabel yang telah disepakati bersama para
peneliti. Dimana spesimen diklasifikasikan menjadi tiga yaitu fabrikasi serat karbon
UD yang dibuat dengan total 10 spesimen dengan 5 variasi layer, fabrikasi serat
karbon twill yang dibuat dengan total 10 spesimen dengan 5 variasi layer, serta
fabrikasi serat gelas yang total dibuat 4 spesimen dengan 2 variasi layer. Pada setiap
pembuatan material komposit dibedakan juga dari arah serat setiap spesimen yaitu
87

arah serat 0° yang kemudian disebut serat dengan arah horizontal dan arah serat 90°
dengan yang selanjutnya disebut dengan serat dengan arah vertikal.
Kemudian Untuk mengidentifikasi shielding efectivitness EMI maka jenis
pengujian yang dilakukan pada penelitian ini yaitu menggunakan alat pandu
gelombang atau waveguide. Pengujian menggunakan alat pandu gelombang
dilakukan dengan tahapan penggunaan yang dijelaskan seperti yang ditampilkan
pada gambar 3.37 dan gambar sample ditunjukan pada gambar 3.36.

Gambar 3. 36 Dimensi spesimen dengan panjang 5,5 cm dan lebar 3 cm

Sampel dengan dimensi 5,5 cm × 3 cm dipotong dari laminasi menggunakan


table saw dan cutter untuk diuji sifat perisai elektromagnetiknya. Efektivitas perisai
interferensi elektromagnetik (EMI SE) ditentukan menggunakan parameter-S dalam
rentang frekuensi X-band (4,0 GHz – 5,0 GHz) menggunakan pengaturan yang
ditunjukkan pada Gambar 3.37. Pengaturan terdiri dari keysight seri N9917A 18
GHz microwave analyzer terhubung ke lab SIVERS – Waveguide persegi panjang
fairview microwave P/N: FMWCA 1084 melalui kabel koaksial. Spesimen diapit di
antara dua bagian pandu gelombang, dan kemudian parameter hamburan (parameter-
S) (S11, S12, S21, S22) direkam untuk setiap sampel dalam rentang frekuensi pita-
X.
88

Gambar 3. 37 A Pengaturan pengukuran efektivitas perisai elektromagnetik (EMI SE), B Dimensi


pandu gelombang persegi panjang

Setidaknya 24 sampel yang terdiri dari serat karbon UD, serat karbon twill,
dan serat gelas diuji dalam dua orientasi, yaitu arah aksial dan normal terhadap
pandu gelombang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.38. Pada arah aksial,
serat disejajarkan sejajar dengan sisi panjang benang jahit. pandu gelombang
sedangkan pada arah normal serat disejajarkan sejajar dengan sisi pendek pandu
gelombang. Sebanyak 24 sampel yang mewakili setiap pola, benang jahitan dan
orientasi (aksial dan normal) diuji.
89

Gambar 3. 38 (A) Ilustrasi skematik orientasi arah aksial dan (B) Ilustrasi skematik orientasi arah
normal (C) proyeksi 3D tampilan depan pandu gelombang [24]

Gambar 3.38 (A & B) merupakan ilustrasi skematik yang menunjukkan arah


serat karbon sehubungan dengan pandu gelombang; arah aksial adalah ketika UD-CF
sejajar dengan sisi panjang pandu gelombang dan arah normal adalah ketika UD-CF
tegak lurus dengan sisi panjang pandu gelombang (C) 3D dan ilustrasi tampilan
depan pandu gelombang persegi panjang dengan mode TE menunjukkan arah medan
listrik dan magnet. selengkapnya tahapan pengaturan alat pandu gelombang
dijelaskan sebagai berikut:

1. Tahap pemasangan kabel coaxial dan persiapan alat.

Gambar 3. 39 pemasangan kabel coaxial pada port 1 dan port 2


90

Tahapan pertama yaitu pemasangan kabel coaxial pada alat waveguide yang
ditunjukan pada gambar 3.39, kemudian alat waveguide dinyalakan dengan
menekan tombol power yang selanjutnya siap dikalibrasi.
2. Proses kalibrasi

Gambar 3. 40 pemasangan kabel coaxial pada port 1 dan port 2

Peoses kalibrasi menggunakan kalibrator 85518A, Calkit N 50 Ω, serial


DE52110273.
Kalibrasi dilakukan menggunakan bantuan dari port male dan port female,
proses kalibrasi dimulai dengan mengubah kabel sesuai dengan yang dipakai
yaitu kabel tipe N dan proses kalibrasi dilaksanakan sebagai pengaturan
akurasi pada alat ukur selaras dengan standarisasinya yang ditunjukan pada
gambar 3.40.
3. Menghubungkan kabel coaxial pada adaptor fairview microwave
91

Gambar 3. 41 Tahap pemasangan cable coaxial yang dihubungkan pada port 1 dan port 2
fairview microwave, P/N: FMWCA1084

Setelah kalibrasi selesai, kabel coaxial dilepaskan dari kalibrator, kemudian


kabel yang telah dikalibrasi dimasukan pada adaptor fairview microwave,
P/N: FMWCA1084 dengan kode tanggal: 2035, yang dapat dilihat lewat
gambar 3.38.
4. Persiapan spesimen dan pemsangan spesimen pada alat uji.

Gambar 3. 42 Persiapan spesimen uji


92

Gambar 3. 43 Pemasangan spesimen pada alat uji

Tahapan selanjutnya adalah menyiapkan spesimen uji dengan rapi agar


memudahkan proses pengujian. Total spesimen uji yang berjumlah 24
spesimen ditampilkan pada gambar 3.42. selanjutnya setelah lengkap dan
siap spesimen, pengujian dapat dilakukan dengan skin atas yang diberikan
label ditempatkan pada posisi yang menghadap port 1 pada alat fairview
microwave dan sisi lainnya dihadapkan pada port 2 sebagaimana ditunjukan
pada gambar 3.43.

3.5 DIAGRAM ALIR PENELITIAN


Langkah-langkah penelitian ini digambarkan menggunakan flowchart pada gambar
3.44 di bawah ini.
93

Gambar 3. 44 Diagram alir penelitian [dokumentasai pribadi]


BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan proses manufaktur material komposit sandwich
menggunakan serat karbon UD 12k, serat karbon twill 2×2, serat gelas-tembaga
sebagai bahan penguat serat dengan core kayu balsa dan dikerjakan dengan
menggunakan teknik hand lay-up yang diperoleh 24 spesimen dengan variasi layer
yang dibuat dari setiap panel komposit yang telah jadi dari proses fabrikasi.
Pengujian electromagnetic interference yang dilaksanakan menggunakan alat pandu
gelombang yaitu keysight N9917A microwave analyzer. Penelitian dilaksanakan
dengan menguji spesimen menggunakan alat pandu gelombang dalam peninjauan
dua arah orientasi yaitu arah orientasi aksial dan arah orientasi normal.

4.1 PENGUJIAN S-PARAMETER MATERIAL DENGAN


MENGGUNAKAN WAVEGUIDE (PANDU GELOMBANG)

4.1.1 S-PARAMETER SERAT KARBON UD 12K


Telah dilakukan pengujian material komposit dengan bahan penguat serat yang
digunakan yaitu serat karbon UD 12k, panel komposit dibuat pada saat manufaktur
menggunakan teknik hand lay-up, proses pembuatan spesimen dikerjakan dalam
ruang terbuka dan memiliki masa tunggu pada suhu ruang 24 jam hingga mengering
optimal.
Pada Gambar 4.1 merupakan sample hasil spesimen dari proses fabrikasi
spesimen serat karbon UD 12K menggunakan metode hand lay-up menghasilkan
lima spesimen dengan arah aksial dan lima spesimen dengan arah normal, yang
kemudian diuji menggunakan alat pandu gelombang microwave analyzer dengan
tingkat frekuensi yang telah diatur yaitu dari 4 GHz – 5 GHz dan diperoleh nilai
hamburan yaitu (S11, S22, S12, S21) rugi refleksi dan rugi absorpsi.

94
95

Gambar 4. 1 Sample material komposit yang dilapisi serat karbon UD 12K

4.1.1.a REFLEKTIVITAS (PARAMETER S11 DAN S22)


Material komposit sandwich core kayu balsa dengan penguat serat karbon UD 12K
di uji menggunakan alat pandu gelombang yang kemudian pada layer microwave
analyzer merekam setiap fenomena hamburan yang terjadi melalui scattering
parameter. Spesimen dengan material penguat serat karbon UD 12K selanjutnya
dianalisis melalui setiap data yang diperoleh dari hasil uji alat pandu gelombang,
data – data tersebut divisualisasikan menggunakan grafik dalam hubungan antara
EMI SE-Frekuensi.
Berdasarkan hasil peninjauan grafik yang ditunjukan Gambar 4.2 dapat
terlihat puncak minimum diperoleh pada kode spesimen 01_90_B yang merupakan
spesimen dengan arah orientasi aksial. Reflektivitas pada spesimen dapat terlihat
cenderung semakin menurun seiring meningkatnya frekuensi. Pada spesimen dengan
kode 01_90_B (1CUD) adalah material komposit arah orientasi aksial dengan 1
skin/layer meliputi core kayu balsa dan diperoleh nilai reflekstivitas minimum
sebesar -7.285 dB pada jangkauan frekuensi 4.185 GHz. Dalam parameter hamburan
S11 yang telah dianalisis menggunakan pengujian microwave analyzer spesimen
dengan nilai koefisien reflektivitas yang paling kecil terdapat pada 01_90_A layer
1CUD yaitu bahan perisaian dengan arah serat normal menggunakan skin 1 layer
dengan material penguat inti kayu balsa dan material pengikat epoxy, pada parameter
hamburan ini cenderung transmisi energi elektromagnetik lebih tinggi
96

dibandingankan daya pantul seiring meningkatnya frekuensi yang ditunjukan melalui


Tabel 4.1 dengan nilai reflektivitas paling kecil yaitu -0.374 dB.

S11
1
01_90_A Reflection loss (dB) 0
01_90_B -1
-2
02_90_A
-3
02_90_B -4
03_90_A -5
-6
03_90_B
-7
04_90_A -8
04_90_B 4 GHz 4.125 4.25 4.375 4.5 GHz 4.625 4.75 4.875 5 GHz
GHz GHz GHz GHz GHz GHz
05_90_A
Frekuensi (GHz)

Gambar 4. 2 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S11 material penguat serat
karbon UD 12K

Pada Gambar 4.2 merupakan grafik hubungan EMI Reflection loss-Frekuensi dalam
tingkat reflektivitas spesimen uji berpenguat serat karbon UD 12K hasil hamburan
S11 pada kabel coaxial Pi terhadap port 1 dipantulkan kembali terhadap port 1.
Dalam grafik tersebut dapat terlihat bahwa masing-masing puncak memiliki
keragaman yang cukup selaras antara satu dengan spesimen lainnya.

Tabel 4. 1 Hamburan S11 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan standar
deviasi yang terdapat pada serat karbon UD 12K

Minimum Maximum Average Standar


Unit
point point point Deviasi
spesimen
(dB) (dB) (dB) (dB)
01_90_A -0.374 -0.007 -0.210 0.088
01_90_B -7.285 -4.111 -5.514 1.073
02_90_A -0.403 -0.015 -0.226 0.097
02_90_B -6.116 -3.783 -4.545 0.672
03_90_A -0.437 -0.004 -0.246 0.108
03_90_B -4.209 -2.773 -3.303 0.379
04_90_A -0.430 0.006 -0.245 0.114
04_90_B -3.953 -2.534 -3.018 0.361
05_90_A -0.453 0.005 -0.264 0.126
05_90_B -3.554 -2.228 -2.678 0.314
97

Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh nilai parameter hamburan S11 melalui hasil
pengujian pandu gelombang material komposit core kayu balsa dengan penguat serat
karbon UD 12k. Nilai minimum yang diperoleh pada spesimen 01_90_B hamburan
S11 1CUD didapatkan nilai minimum reflection loss sebesar -7.285 dB dengan rata-
rata daya pantul yang diperoleh yaitu -5.514 dB, selanjutnya pada tabel tersebut
diperlihatkan daya pantul yang kecil dalam peranan untuk memperoleh efektivitas
perisaian terdapat spesimen 01_90_A (1CUD) yaitu -0.374 dB pada rata-rata nilai
yang diperoleh adalah -0.210 dB hal ini dapat menjelaskan bahwa energi transmisi
lebih tinggi dibandigkan kontribusi perisaiaan.
Pada Gambar 4.3 memperlihatkan grafik parameter hamburan S22.
Parameter ini mengukur sejauh mana energi yang dipantulkan dari medium penerima
kembali ke dalam perangkat dari material perisai. Ini mencerminkan bagaimana
perisai meredam pantulan di sisi penerima. dan diperoleh nilai pantulan yang cukup
baik serta meningkat pada frekuensi 4.05 GHz – 4.70 GHz, kemudian seiring
meningkatnya frekuensi dalam rentan lebih dari 4.70 GHz daya transmisi cenderung
meningkat (daya pantul menurun).

S22
5
01_90_A 0

01_90_B -5
Reflection loss (dB)

02_90_A -10
-15
02_90_B
-20
03_90_A
-25
03_90_B
-30
04_90_A
-35
04_90_B
-40
05_90_A 4 GHz 4.125 4.25 4.375 4.5 GHz 4.625 4.75 4.875 5 GHz
GHz GHz GHz GHz GHz GHz
05_90_B
Frekuensi (GHz)

Gambar 4. 3 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S22 material penguat serat
karbon UD 12K
98

Pada Gambar 4.3 menunjukan grafik hubungan Reflection loss-Frekuensi dalam


tingkat reflektivitas hasil spesimen uji hamburan S22 pada kabel coaxial dengan Pi
menuju port 2. Grafik tersebut merekam fenomena daya pantul yang terjadi ketika
energi EM bahwa masing-masing puncak selaras satu dengan lainnya.
Dapat terlihat data yang ditunjukan pada Tabel 4.2 dibawah, fenomena daya
pantul terekam cukup signifikan dibandingkan dengan pengujian sebelumnya pada
parameter S11 dari daya yang datang. Hal ini dapat terjadi karena interaksi antara
gelombang elektromagnetik yang datang dengan sifat yang terdapat pada bahan
perisai itu sendiri. Pada spesimen dengan kode 01_90_B 1CUD tingkat reflektivitas
meningkat di frekuensi 4.33 GHz yaitu diperoleh sebesar -36.448 dB. Dan nilai
reflektivitas yang paling kecil terjadi pada spesimen 02_90_A dengan titik minimum
yang didapat adalah -0.120 dB pada frekuensi 4.77 GHz.

Tabel 4. 2 Hamburan S22 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan standar
deviasi yang terdapat pada serat karbon UD 12K

Minimum Average Standar


Unit Maximum
point point Deviasi
spesimen point (dB)
(dB) (dB) (dB)
01_90_A -16.703 -3.354 -7.642 3.906
01_90_B -36.448 -7.809 -13.429 6.306
02_90_A -0.120 0.129 0.006 0.068
02_90_B -5.609 -3.649 -4.340 0.520
03_90_A -9.976 -1.783 -4.525 2.740
03_90_B -12.514 -5.196 -7.157 2.135
04_90_A -0.183 0.144 -0.023 0.087
04_90_B -5.315 -3.366 -4.064 0.501
05_90_A -0.224 0.130 -0.052 0.105
05_90_B -3.048 -1.975 -2.421 0.272

Dalam konteks rumus rugi refleksi (reflection loss) dengan menggunakan


parameter hamburan (scattering parameters) S11 dan S22 dari keseluruhan
pengujian reflektivitas dapat terlihat bahwa material komposit dengan arah serat
aksial lebih dominan dibandingkan arah orientasi normal, hal ini dapat dipengaruhi
oleh struktur material, dielektrik dan konduktif bahan serta resonansi pada bahan.
Parameter hamburan S11 dan S22 menggambarkan koefisien refleksi yang dalam hal
ini S22 memiliki respons yang cukup baik terhadap daya pantul dari sebuah
perangkat pada titik keluar port 2 (port output), kemudian dihitung serta dianalisis
99

sejauh mana kinerja perisai dalam berkontribusi memberikan perlindungan terhadap


peformanya sebagai material perisai yang dominan refleksi atau absorpsi yang baik
untuk kinerja sistem onboard UAV yang lebih optimal.

4.1.1.b ABSORPTIVITAS (PARAMETER S12 DAN S21)


Berdasarkan hasil analisis dari grafik yang diperlihatkan Gambar 4.4, Parameter S12
mengukur sejauh mana energi yang ditransmisikan dari medium luar ke dalam
perisai. Ini mencerminkan seberapa baik perisai meredam transmisi disisi bahan.
parameter ini juga disebut koefisien hamburan maju. Dalam parameter hamburan ini
memiliki tujuan untuk menganalisis respon material dalam meninjau tingkat
absorptivitas untuk mengurangi intensitas dan penetrasi gelombang elektromagnetik,
sehingga berkontribusi sebagai material perisai yang mampu melindungi area di
balik perisai dari interferensi dan radiasi elektromagnetik yang tidak diinginkan.

S12
0
01_90_A -10
-20
01_90_B
Insertion loss (dB)

-30
02_90_A
-40
02_90_B -50
03_90_A -60
03_90_B -70
-80
04_90_A
-90
04_90_B
-100
05_90_A 4 GHz 4.125 4.25 4.375 4.5 GHz 4.625 4.75 4.875 5 GHz
GHz GHz GHz GHz GHz GHz
05_90_B
Frekuensi (GHz)

Gambar 4. 4 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21 material penguat serat
karbon UD 12K

Pada Gambar 4.4 menunjukan grafik hubungan Absorption loss – Frekuensi pada
tingkat absorptivitas hasil spesimen uji hamburan S12 pada kabel coaxial port 1
menuju port 2 pada bahan komposit dengan material penguat serat karbon UD yang
selanjutnya ditransmisikan. Grafik tersebut menunjukan terdapat variasi titik puncak
yang beragam antara satu dengan spesimen lainnya.
100

Spesimen dengan tingkat absorptivitas paling tinggi diperoleh pada material


komposit dengan kode spesimen 05_90_A, ini dapat ditandai melalui Tabel 4.3 yang
dapat dilihat dibawah ini.

Tabel 4. 3 Hamburan S12 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan standar
deviasi yang terdapat pada serat karbon UD 12K

Minimum Average Standar


Unit Maximum
point point Deviasi
spesimen point (dB)
(dB) (dB) (dB)
01_90_A -45.195 -36.335 -39.566 2.339
01_90_B -10.586 -6.672 -9.203 1.137
02_90_A -83.681 -47.970 -62.211 5.498
02_90_B -11.566 -10.418 -11.118 0.208
03_90_A -46.917 -35.882 -40.728 3.060
03_90_B -12.309 -10.994 -11.657 0.349
04_90_A -89.679 -49.975 -63.093 5.901
04_90_B -14.377 -12.968 -13.942 0.261
05_90_A -89.108 -51.054 -63.319 5.625
05_90_B -18.167 -16.178 -17.015 0.525

Daya serap pada spesimen 05_90_A menunjukan tingkat absorptivitas yang


sangat baik, hal ini dapat dipicu oleh ketebalan bahan, sifat dielektrik dan konduktif
bahan, juga frekuensi dan struktur material. Karena serat karbon yang konduktif
dikombinasikan serta dibungkus oleh resin epoxy dengan kayu balsa yang memiliki
sifat dielektrik dominan dan bernotabene isolatif memungkinkan memperoleh nilai
kontribusi shielding dengan efektivitas absorpsi yang sangat baik. Hal ini dapat
terlihat pada spesimen 05_90_A 1C1UD yang merupakan spesimen dengan memiliki
skin 2 layer atas dan 2 layer bawah dengan kayu balsa sebagai core, diperoleh nilai
minimum daya serap yaitu sebesar -89.108 dB yaitu pada frekuensi GHz,
selanjutnya pada spesimen lain yaitu 02_90_A memperlihatkan daya serap yang
cukup baik juga yaitu pada titik -83.681 dB dan diketahui efektivitas shielding
sebesar −38.452 dB dengan shielding efficiency yaitu 99.98%. Daya serap terendah
yang ditampilkan pada parameter S12 terdapat pada kode spesimen 01_90_B 1CUD
yaitu sebesar -10.586 dB dengan efektivitas perisai yaitu −20.494 dB. Hal ini
menjelaskan tingkat ketebalan spesimen mempengaruhi daya serap energi
elektromagnetik ditunjukan pada perbandingan spesimen 05_90_A yang cenderung
meningkat signifikan dibanding dengan spesimen yang memiliki 1 layer seperti
101

spesimen 01_90_B, 05_90_A menandakan material yang dominan isolatif cenderung


memiliki penetrasi lebih rendah karena gelombang cenderung terserap oleh bahan
tersebut.
Pada Gambar 4.5 menunjukan sebuah grafik dari parameter S21 yang
selanjutnya dianalisis untuk mengatahui seberapa efektif bahan dalam menyerap Pi
atau daya incident.

S21
0
01_90_A -10
-20
01_90_B
-30
Insertion loss (dB)

02_90_A -40
-50
02_90_B
-60
03_90_A -70
-80
03_90_B
-90
04_90_A -100
04_90_B 4 GHz 4.125 4.25 4.375 4.5 GHz 4.625 4.75 4.875 5 GHz
GHz GHz GHz GHz GHz GHz
05_90_A
Frekuensi (GHz)

Gambar 4. 5 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21 material penguat serat
karbon UD 12K

Pada Gambar 4.5 menunjukan grafik hubungan Absorption loss – Frekuensi (GHz)
dalam tingkat reflektivitas hasil spesimen uji hamburan S22 pada kabel coaxial port
2. Grafik tersebut menunjukan bahwa masing-masing puncak selaras satu dengan
lainnya.
Grafik yang dapat dilihat pada Gambar 4.5 menunjukan kinerja material
perisaian dalam menyerap energi elektromagnetik, dan diperoleh titik minimum
yaitu pada spesimen uji dengan kode 05_90_A (2C2UD) sebesar -93.307 dB dengan
nilai efektivitas perisaian yang diperoleh adalah −39.398 dB. Spesimen dengan nilai
daya serap yang paling lemah ada pada spesimen 01_90_B dengan nilai minimum
pada spesimen tersebut sebesar -10.541 dB, ini dapat dibuktikan melalui data yang
ditunjukan pada Tabel 4.4 dibawah ini.
102

Tabel 4. 4 Hamburan S21 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan standar
deviasi yang terdapat pada serat karbon UD 12K

Minimum Average Standar


Unit Maximum
point point Deviasi
spesimen point (dB)
(dB) (dB) (dB)
01_90_A -45.592 -35.910 -39.551 2.346
01_90_B -10.541 -6.723 -9.200 1.119
02_90_A -87.458 -51.664 -62.465 5.910
02_90_B -11.562 -10.457 -11.107 0.206
03_90_A -48.072 -35.831 -40.811 3.224
03_90_B -12.328 -10.979 -11.650 0.351
04_90_A -83.535 -50.099 -63.247 5.757
04_90_B -14.368 -12.935 -13.933 0.262
05_90_A -93.307 -53.136 -63.847 6.202
05_90_B -18.172 -16.178 -17.011 0.526

Berdasarkan uji spesimen menggunakan alat microwave analyzer, serta


melalui perhitungan yang dilakukan pada komposit sandwich core kayu balsa
menggunakan bahan penguat serat karbon UD 12K dan bahan pengikat epoxy
terlihat pada Tabel 4.5 dibawah efektivitas shielding pada arah serat normal
memiliki kontribusi paling tinggi dalam kinerjanya sebagai material pelindung, hal
ini dapat disebabkan serta dianalisis bahwa arah polarisasi gelombang
elektromagnetik merupakan gelombang linier dan orientasi getarannya searah
dengan orientasi spesimen tersebut yaitu arah orientasi normal (90°/vertikal) atau
tegak lurus dengan sisi panjang pandu gelombang.

Tabel 4. 5 Nilai rata-rata dari: nilai absolut parameter hamburan (S11) refleksi dan (S12) koefisien
transmisi, absorptivitas (A), reflektivitas (R) dan transmisivitas (T) komposit dari kedua pola dalam
arah aksial serta normal.

Spesimen |𝑆11 | |𝑆12 | T R A


01_90_A (1CUD) 0.210 39.566 0.156 0.004 × 10−3 0.844
01_90_B (1CUD) 5.514 9.203 0.084 3.040 × 10−3 0.913
02_90_A (1C1UD) 0.226 62.211 0.387 0.005 × 10−3 0.613
02_90_B (1C1UD) 4.545 11.118 0.012 2.065 × 10−3 0.986
03_90_A (2CUD) 0.246 40.728 0.165 0.006 × 10−3 0.835
03_90_B (2CUD) 3.303 11.657 0.013 1.090 × 10−3 0.986
04_90_A (2C1UD) 0.245 63.093 0.398 0.006 × 10−3 0.602
04_90_B (2C1UD) 3.018 13.942 0.019 0.910 × 10−3 0.980
05_90_A (2C2UD) 0.264 63.319 0.400 0.006 × 10−3 0.600
05_90_B (2C2UD) 2.678 17.015 0.028 0.717 × 10−3 0.971
103

Untuk mengetahui mekanisme peningkatan SE pada material komposit


sandwich dengan skin karbon UD 12K digunakan perhitungan yang terdapat pada
Persamaan (2.17) – Persamaan (2.18) dengan mengikuti hukum kesetimbangan daya
yaitu R+T+A=1, diperoleh Tabel 4.6 yang memperlihatkan nilai rata-rata parameter
hamburan (S11, S12), transmisivitas, reflektivitas dan absorptivitas komposit pola 1
(S11) pada arah aksial dan arah normal. Efektivitas perisaian dengan kontribusi
tertinggi terdapat pada spesimen 05_90_B dengan nilai absorptivitas sebesar
0.600 dalam orientasi arah aksial yang menjelaskan bahwa dalam material komposit
sandwich serat karbon UD 12k dominan kontribusi shielding adalah absorptivitas.
Sedangkan efektivitas perisaian pada reflektivitas tidak menunjukan nilai yang
signifikan mendekati nilai absorpsi, nilai rata-rata terendah yang dihasilkan dari daya
pantul adalah 5.514 dengan total nilai reflektivitasnya yaitu 3.040 × 10−3. Dapat
terlihat jelas bahwa transmisivitas menurun secara signifikan saat komposit dengan
serat karbon UD 12k memiliki proporsi tambahan dan penelitian ini menggunakan
proporsi serat karbon yang dibatasi oleh 2C2UD merupakan bahan komposit dengan 2
lapisan skin atas serta core kayu balsa dan dilapisi kembali 2 lapis skin serat karbon
UD. Skin dengan 1 layer menunjukkan transmisivitas yang tinggi yang sesuai
dengan hasil SE pada Tabel 2.6. Jelas dari tabel bahwa nilai absorptivitas lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai reflektifitas untuk semua komposit yang
menunjukkan bahwa absorptivitas adalah mekanisme utama dalam perisai di karbon
UD 12K (dalam arah serat aksial maupun arah normal).

4.1.2 S-PARAMETER SERAT KARBON TWILL 2X2


Manufaktur material komposit sandwich core kayu balsa menggunakan bahan
penguat serat karbon twill dengan bahan perekat epoxy, variasi arah orientasi dan
layer telah diuji dengan total 10 pengujian spesimen pada material komposit yang
dilapisi serat karbon twill, dengan sampel yang dapat terlihat pada Gambar 4.6.
Nilai hamburan (S11, S22, S21, S12) pada spesimen ini diperoleh yang
kemudian dianalisis untuk melihat seberapa besar kontribusi shielding dan yang
dominan dari bahan pelindung. Parameter hamburan (S-parameters) adalah ukuran
yang digunakan dalam analisis gelombang elektromagnetik untuk menggambarkan
104

respons suatu bahan terhadap sinyal yang datang. Parameter hamburan digunakan
untuk mengukur refleksi dan transfer daya antara titik masukan dan keluaran
perangkat atau sistem.

Gambar 4. 6 sample material komposit yang dilapisi serat karbon twill 2x2

4.1.2.a REFLEKTIVITAS (PARAMETER S11 DAN S22)


Setiap material memiliki struktur atomik dan molekuler yang unik, dan elektron-
elektron dalam bahan dapat bergetar atau bergerak dalam respon terhadap energi
EM. Ketika energi EM dengan frekuensi tertentu selaras atau mendekati dengan
energi yang diperlukan untuk merangsang transisi elektron, resonansi dapat terjadi.
Ini dapat menyebabkan peningkatan reflektivitas pada frekuensi resonansi tersebut,
karena energi EM cenderung dipantulkan kembali daripada diserap. Namun, pada
frekuensi yang berbeda, absorpsi bisa jadi lebih dominan karena tidak ada resonansi
yang cocok.
Ketika gelombang elektromagnetik bertemu dengan bahan perisai, sebagian
sinyal dapat dipantulkan ataupun diserap fenomena ini dapat terjadi disebabkan oleh
perbedaan impedansi, struktur permukaan bahan, maupun resonansinya. Berdasarkan
hasil tinjauan pada grafik yang ditunjukan Gambar 4.7 dapat terlihat puncak
terendah diperoleh pada kode spesimen 07_90_B yang merupakan spesimen dengan
arah orientasi aksial, hal ini menandakan nilai daya pantul yang diperoleh cukup
tinggi (transmisivitas rendah). Transmisivitas pada spesimen dapat terlihat
cenderung semakin rendah seiring meningkatnya frekuensi. Pada spesimen dengan
105

kode 07_90_B (1C1T) merupakan arah orientasi aksial dengan 1 skin/layer meliputi
core kayu balsa. Dalam parameter hamburan S11 yang telah dianalisis lewat
pengujian microwave analyzer spesimen dengan nilai koefisien reflektivitas yang
cenderung menurun terdapat pada spesimen dengan kode 08_90_A 2CT yaitu bahan
perisaian dengan arah serat normal yang menggunakan skin atas 2 layer dan material
penguat inti kayu balsa dan material pengikat epoxy, hal ini terbukti pada seperti
pada Tabel 4.7.

S11 Serat Karbon Twill


0.1

0
06_90_A
06_90_B -0.1
Reflection loss (dB)

07_90_A
-0.2
07_90_B
08_90_A -0.3
08_90_B
-0.4
09_90_A
09_90_B -0.5
10_90_A
10_90_B -0.6
4 GHz 4.125 4.25 GHz 4.375 4.5 GHz 4.625 4.75 GHz 4.875 5 GHz
GHz GHz GHz GHz
Frekuensi (GHz)

Gambar 4. 7 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S11 material penguat serat
karbon twil 2x2

Pada Gambar 4.7 menunjukan grafik hubungan dalam tingkat reflektivitas hasil uji
spesimen menggunakan serat karbon twill, hamburan S11 pada kabel coaxial port 1.
Grafik tersebut menunjukan bahwa setiap puncak selaras satu dengan lainnya.
Atas dasar grafik tersebut nilai minimum yang diperoleh pada spesimen
07_90_B (1C1T) yaitu sebesar -0.459 dB ini menunjukan nilai reflektivitas tertinggi
dibandingakan dengan variasi lapisan pada spesimen yang lainnya, hal ini ditandai
106

dari Gambar 4.7 dimana energi transmisi yang paling rendah terdapat pada titik
tersebut.

Tabel 4. 6 Hamburan S11 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan standar
deviasi yang terdapat pada serat karbon twill 2x2

Minimum Maximum Average Standar


Unit
point point point Deviasi
spesimen
(dB) (dB) (dB) (dB)
06_90_A -0.468 -0.013 -0.276 0.123
06_90_B -0.471 0.011 -0.270 0.125
07_90_A -0.459 0.007 -0.264 0.124
07_90_B -0.488 -0.006 -0.286 0.125
08_90_A -0.458 -0.007 -0.270 0.123
08_90_B -0.468 -0.002 -0.273 0.123
09_90_A -0.467 -0.006 -0.275 0.123
09_90_B -0.470 -0.016 -0.280 0.122
10_90_A -0.471 -0.012 -0.283 0.122
10_90_B -0.469 0.005 -0.273 0.123

Berdasarkan Tabel 4.6 diperoleh nilai hamburan S11 melalui hasil pengujian
pandu gelombang material komposit core kayu balsa dengan penguat serat karbon
twill 2x2. Nilai minimum tertinggi yang diperoleh pada hamburan S11 berada pada
1C1T dengan kode spesimen 07_90_B orientasi serat dengan arah aksial didapatkan
nilai minimum reflection loss sebesar -0.488 dB pada frekuensi 4.965 GHz dengan
rata-rata daya pantul yang diperoleh yaitu -0.286 dB, selanjutnya pada tabel tersebut
diketahui nilai minimum rugi refleksi menurun dalam respon bahan perisaian
terhadap energi gelombang EM yang datang terdapat pada kode spesimen 08_90_A
dalam frekuensi 4.965 GHz dengan minimum nilai yang diperoleh sebesar -0.458 dB
spesimen ini merupakan spesimen dengan lapisan skin 2 layer dengan core kayu
balsa diperlihatkan data terendah dalam peranan untuk memperoleh efektivitas
perisaian pada arah orientasi normal.
Pada 07_90_B (1C1T) spesimen ini diketahui memiliki nilai reflektivitas
paling baik pada respon spesimen terhadap gelombang EM yang datang dan didapat
melalui parameter hamburan S11 dengan arah serat aksial, hal ini juga mampu
menjelaskan nilai efektivitas shielding yang paling baik dibandingkan spesimen
yang diuji pada aplikasi bahan penguat serat karbon twill 2×2 dalam kontribusi
107

refleksi, amplitudo S11 pada frekuensi 4.965 GHz berada pada titik puncak -0.488
dB dan cenderung daya transmisi menurun pada frekuensi 4.63 GHz seperti halnya
dapat terlihat pada grafik yang terlihat dalam Gambar 4.7.
Berdasarkan Gambar 4.8 hasil analisis parameter-S (hamburan) S22 atau
koefisien hamburan refleksi di titik keluaran yang sama halnya dengan S11, namun
pada hamburan S22 mengukur refleksi di titik keluaran perangkat atau sistem. Ini
memberikan gambaran tentang seberapa banyak sinyal yang dipantulkan kembali
dari titik keluaran. Semakin rendah nilai S22, semakin baik efektivitas perisai dalam
meredam pantulan energi.

S22 Serat Karbon Twill


5

0
06_90_A
06_90_B -5
Reflection loss (dB)

07_90_A
-10
07_90_B
08_90_A -15

08_90_B
-20
09_90_A
09_90_B -25

10_90_A
-30
10_90_B 4 GHz 4.125 4.25 GHz 4.375 4.5 GHz 4.625 4.75 GHz 4.875 5 GHz
GHz GHz GHz GHz
Frekuensi (GHz)

Gambar 4. 8 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S22 material penguat serat
karbon twil 2x2

Pada Gambar 4.8 menunjukan grafik hubungan Reflection loss (dB) – Frekuensi
(GHz) dalam tingkat reflektivitas hasil spesimen uji hamburan S22 pada kabel
coaxial port 2. Grafik tersebut menunjukan bahwa pada material komposit sandwich
dengan serat karbon twill memperlihatkan titik puncak yang beragam antara setiap
masing - masing spesimen.
Dapat terlihat grafik yang ditunjukan pada Gambar 4.8 diatas, fenomena daya
pantul terekam cukup signifikan dibandingkan dengan pengujian sebelumnya pada
108

parameter S11 terhadap daya incident. Hal ini dapat terjadi karena interaksi antara
gelombang elektromagnetik yang datang dengan sifat yang terdapat pada bahan
perisai itu sendiri. Pada Tabel 4.7 spesimen dengan kode 06_90_B 1CT tingkat
reflektivitas meningkat di frekuensi 4.38 GHz yaitu diperoleh sebesar -24.591 dB
dengan nilai rata-rata sebesar -8.344 dB. Dan nilai reflektivitas yang paling kecil
terdapat pada spesimen 10_90_A dengan titik minimum yang diperoleh adalah -
0.220 dB pada frekuensi 4.085 GHz.

Tabel 4. 7 Hamburan S22 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan standar
deviasi yang terdapat pada serat karbon twill 2x2

Standar
Unit Minimum Maximum Average
Deviasi
spesimen point (dB) point (dB) point (dB)
(dB)
06_90_A -23.181 -3.319 -8.084 5.048
06_90_B -24.591 -3.519 -8.344 5.352
07_90_A -0.225 0.139 -0.045 0.103
07_90_B -0.238 0.126 -0.051 0.103
08_90_A -12.664 -1.064 -3.739 3.210
08_90_B -15.759 -2.289 -6.578 3.755
09_90_A -0.252 0.101 -0.074 0.100
09_90_B -0.226 0.117 -0.053 0.100
10_90_A -0.220 0.118 -0.053 0.100
10_90_B -0.225 0.127 -0.051 0.101

Spesimen 06_90_B (1CT) merupakan spesimen yang memiliki skin 1 layer


dan core kayu balsa dengan arah orientasi aksial. Dalam rugi refleksi (reflection
loss) dengan menggunakan parameter hamburan (scattering parameters) S11 dan
S22. Parameter hamburan S11 dan S22 menggambarkan koefisien refleksi, dalam
hal ini S22 memiliki respons yang cukup baik terhadap daya pantul dari energi
elektromagnetik yang datang di titik keluaran port 2 (port output), kemudian
dihitung serta dianalisis sejauh mana kinerja perisai dalam kontribusi memberikan
perisaian terhadap peformanya sebagai material shielding untuk kinerja sistem
onboard UAV yang lebih optimal.
109

4.1.2.b ABSORPTIVITAS (PARAMETER S12 DAN S21)


Berdasarkan hasil telaah dari grafik yang diperlihatkan Gambar 4.9, Parameter S12
mengukur sejauh mana energi yang ditransmisikan dari medium luar ke dalam
perisai. Ini mencerminkan seberapa baik perisai meredam transmisi disisi bahan.
parameter ini juga disebut koefisien hamburan maju. Dalam parameter hamburan ini
memiliki tujuan untuk menganalisis respon material dalam meninjau tingkat
absorptivitas untuk mengurangi intensitas dan penetrasi gelombang elektromagnetik,
sehingga berkontribusi sebagai material perisai yang mampu melindungi area di
balik perisai dari interferensi dan radiasi elektromagnetik yang tidak diinginkan.

S12 Serat Karbon Twill


0

-20
06_90_A
06_90_B -40
Insertion loss (dB)

07_90_A
07_90_B -60
08_90_A
08_90_B -80
09_90_A
09_90_B -100
10_90_A
10_90_B -120
4 GHz 4.125 4.25 GHz 4.375 4.5 GHz 4.625 4.75 GHz 4.875 5 GHz
GHz GHz GHz GHz
Frekuensi (GHz)

Gambar 4. 9 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21 material penguat serat
karbon twill 2x2

Pada Gambar 4.2 menunjukan grafik hubungan Absorption loss –Frekuensi pada
tingkat absorptivitas hasil spesimen uji hamburan S12 pada kabel coaxial port 1
menuju port 2 dan ditransmisikan. Grafik tersebut menunjukan terdapat variasi titik
puncak yang beragam antara satu dengan spesimen lainnya.
Spesimen dengan tingkat absorptivitas paling tinggi diperoleh pada material
110

komposit dengan kode spesimen 10_90_A, Ini dapat dibuktikan melalui Tabel 4.8
yang dapat dilihat dibawah ini.

Tabel 4. 8 Hamburan S12 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan standar
deviasi yang terdapat pada serat karbon twill 2x2

Minimum Maximum Average Standar


Unit
point point point Deviasi
spesimen
(dB) (dB) (dB) (dB)
06_90_A -45.517 -35.511 -38.935 2.451
06_90_B -48.931 -38.591 -42.302 2.503
07_90_A -96.314 -50.840 -63.244 6.224
07_90_B -83.104 -52.915 -62.990 5.331
08_90_A -50.051 -33.696 -40.842 4.673
08_90_B -44.954 -34.673 -38.220 2.845
09_90_A -84.249 -53.462 -63.260 5.642
09_90_B -83.281 -50.608 -62.660 5.416
10_90_A -97.557 -53.170 -62.639 5.486
10_90_B -96.886 -52.247 -63.346 6.287

Berdasarkan hasil pengujian dan perolehan nilai minimum, maksimum dan


rata-rata serta standar deviasi yang telah didapat dari setiap spesimen material
komposit sandwich berpenguat serat karbon twill 2x2 terlihat pada tabel 4.8.
Daya serap pada spesimen 10_90_A menunjukan tingkat absorptivitas yang
sangat baik, hal ini dapat dipicu oleh ketebalan bahan, sifat dielektrik dan konduktif
bahan, serta frekuensi dan struktur material. material komposit sandwich ini cukup
unik karena struktur kristal dan konfigurasi elektron serat karbon memungkinkan
aliran arus listrik sehingga mampu bersifat konduktif. Kemudian dibungkus oleh
resin epoxy dengan kayu balsa yang memiliki sifat dielektrik dominan dan
bernotabene isolatif memungkinkan memperoleh nilai kontribusi shielding dengan
efektivitas absorpsi yang sangat baik. Dapat terlihat pada spesimen 10_90_A 2C2T
merupakan spesimen yang memiliki skin 2 layer atas dan 2 layer bawah dengan kayu
balsa diantaranya, diperoleh nilai minimum daya serap yaitu sebesar -97.557 dB dan
diketahui efektivitas shielding sebesar −39.785 dB dengan shielding efficiency yaitu
99.99%. Daya serap lebih kecil pada parameter S12 terdapat pada kode spesimen
08_90_B (2CT) yaitu sebesar -44.954 dB dengan efektivitas perisai yaitu −20.494
dB, hal ini terjadi karena pada spesiemen 2CT hanya bagian depan interface yang
111

dilapisi serat karbon sedangkan bagian belakang tidak, ketika Pi ditransmisikan


melalui port 2 maka Pi langsung mengenai bagian belakang spesimen dengan kayu
balsa sebagai bahan penerima pertama. Hal ini menjelaskan proporsi serat karbon
dan tingkat ketebalan spesimen mempengaruhi daya serap energi elektromagnetik
ditunjukan pada perbandingan spesimen 10_90_A yang cenderung meningkat
signifikan dibanding spesimen dengan skin 1 lapis seperti spesimen 06_90_B
ataupun 06_90_A, 10_90_A menandakan material yang dominan isolatif cenderung
memiliki transmisi lebih rendah karena gelombang cenderung terserap oleh bahan
tersebut.
Pada Gambar 4.10 menunjukan sebuah grafik dari parameter S21 yang
selanjutnya dianalisis untuk mengatahui seberapa efektif bahan dalam menyerap Pi
atau daya incident.

S21 Serat Karbon Twill


0
-10
06_90_A
-20
06_90_B
Insertion loss (dB)

-30
07_90_A -40
07_90_B -50
08_90_A -60
08_90_B -70
09_90_A -80
09_90_B -90
10_90_A -100
4 GHz 4.125 4.25 4.375 4.5 GHz 4.625 4.75 4.875 5 GHz
10_90_B GHz GHz GHz GHz GHz GHz
Frekuensi (GHz)

Gambar 4. 10 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21 material penguat serat
karbon twill 2x2

Pada Gambar 4.10 memperlihatkan grafik hubungan Absorption loss – Frekuensi


pada tingkat absorptivitas hasil spesimen uji hamburan S12 pada kabel coaxial port
2 menuju port 1 dan ditransmisikan. Grafik tersebut menunjukan terdapat variasi
titik puncak yang beragam antara satu dengan spesimen lainnya.
112

Grafik yang dapat dilihat pada gambar 4.10 menunjukan kinerja material
perisaian dalam menyerap energi elektromagnetik, dan diperoleh titik minimum
yaitu pada spesimen uji dengan kode 10_90_A 2C2T sebesar -90.642 dB dengan nilai
rata-rata yaitu -63.175 dB. Ini dapat dibuktikan melalui Tabel 4.9 yang dapat dilihat
dibawah ini.

Tabel 4. 9 Hamburan S21 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan standar
deviasi yang terdapat pada serat karbon twill 2x2

Minimum Maximum Average Standar


Unit
point point point Deviasi
spesimen
(dB) (dB) (dB) (dB)
06_90_A -45.042 -34.757 -38.775 2.543
06_90_B -48.640 -38.153 -42.143 2.413
07_90_A -88.430 -52.584 -62.811 5.525
07_90_B -80.944 -51.942 -63.939 5.024
08_90_A -49.696 -33.790 -40.686 4.512
08_90_B -45.331 -34.374 -38.160 2.805
09_90_A -86.001 -51.384 -63.414 5.821
09_90_B -85.615 -53.910 -63.511 5.512
10_90_A -90.642 -52.879 -63.175 5.609
10_90_B -84.344 -52.184 -62.912 5.513

Shielding effectiveness dapat dihitung menggunakan persamaan (2.23), dari


hasil minimum spesimen 10_90_A didapatkan nilai efektivitas perisaian sebesar
−39.146, kemudian efektivitas perisaian yang diperoleh pada spesimen 10_90_A
disubstitusi pada Persamaan (2.26).
Alat microwave analyzer menampilkan data hamburan reflection loss S11
(S22) dan absorption loss S12 (S21), serta melalui perhitungan yang dilakukan pada
komposit sandwich kayu balsa menggunakan bahan penguat serat karbon twill 2x2
dan bahan pengikat epoxy terlihat pada Tabel 4.10 efektivitas shielding dengan arah
serat normal maupun aksial memiliki kontribusi yang hampir seragam dalam
kinerjanya sebagai material pelindung, hal ini dapat disebabkan karenan tenunan dari
serat karbon twill yang menutup core dengan baik dan tidak terdapat pori-pori pada
spesimen walaupun hasil analisis arah polarisasi gelombang elektromagnetik yang
menunjukan gelombang linier dengan orientasi getarannya merupakan arah normal
(90°, vertikal) atau tegak lurus dengan sisi panjang pandu gelombang.
113

Tabel 4. 10 Nilai rata-rata dari: nilai absolut parameter hamburan (S11) refleksi dan (S12) koefisien
transmisi, absorptivitas (A), reflektivitas (R) dan transmisivitas (T) komposit dari serat karbon twill
kedua pola dalam arah aksial serta normal

|𝑆11 | |𝑆12 | T R A
06_90_A (1CT) 0.276 38.935 0.151 0.076 × 10−4 0.849
06_90_B (1CT) 0.270 42.302 0.178 0.072 × 10−4 0.823
07_90_A (1C1T) 0.264 63.244 0.399 0.069 × 10−4 0.601
07_90_B (1C1T) 0.286 62.990 0.396 0.081 × 10−4 0.604
08_90_A (2CT) 0.270 40.842 0.166 0.072 × 10−4 0.834
08_90_B (2CT) 0.273 38.220 0.146 0.074 × 10−4 0.854
09_90_A (2C1T) 0.275 63.260 0.400 0.075 × 10−4 0.600
09_90_B (2C1T) 0.280 62.660 0.392 0.078 × 10−4 0.608
10_90_A (2C2T) 0.283 62.639 0.392 0.080 × 10−4 0.608
10_90_B (2C2T) 0.273 63.346 0.401 0.074 × 10−4 0.599

Dengan melalui hasil pengujian yang selanjutnya dilakukan perhitungan


diperoleh data hasil dari perhitungan rata-rata spesimen uji dengan nilai reflektivitas,
transmisivitas dan absorptivitas seperti yang ditunjukan pada Tabel 4.10. Untuk
mengetahui seberapa besar efektivitas perisai meningkat pada spesimen karbon twill
2×2 digunakan perhitungan yang terdapat pada Persamaan (2.17) – Persamaan (2.18)
dengan mengikuti hukum kesetimbangan daya yaitu R+T+A=1, diperoleh Tabel 2.6
yang memperlihatkan nilai rata-rata parameter hamburan (S11, S12), transmisivitas,
reflektivitas dan absorptivitas komposit pola 1 (S11) dan pola 2 (S22) pada arah
aksial dan arah normal. Perisaian yang paling efektif dengan kontribusi kerugian
atenuasi paling tinggi terdapat pada spesimen 10_90_B dengan nilai absorptivitas
sebesar 0.599 dalam orientasi arah aksial yang menjelaskan bahwa dalam material
komposit sandwich berpenguat serat karbon twill 2×2 kontribusi shielding yang
paling dominan adalah absorptivitas. Sedangkan efektivitas perisaian pada
reflektivitas tidak menunjukan nilai yang signifikan, nilai rata-rata daya pantul yang
paling tinggi dihasilkan pada material 1C1T dalam arah serat aksial ialah sebesar
0.286 dengan total nilai reflektivitasnya yaitu 0.081 × 10−4 . Dapat terlihat jelas
bahwa transmisivitas menurun secara signifikan saat komposit dengan serat karbon
114

twill 2x2 memiliki proporsi tambahan dan penelitian ini menggunakan proporsi serat
karbon yang dibatasi oleh laminasi 2C2UD merupakan bahan komposit dengan 2
lapisan skin atas serta core kayu balsa dan dilapisi kembali 2 lapis skin serat karbon
UD, hal ini juga dapat menandakan bahwa nilai dielekrik pada material tersebut
cenderung memiliki proporsi yang lebih banyak, kerena bahan isolator cenderung
memiliki penetrasi lebih rendah karena gelombang cenderung terserap oleh bahan
tersebut sehingga menjadi energi internal atau energi panas. Skin dengan 1 layer
menunjukkan transmisivitas yang tinggi yang sesuai dengan hasil SE pada Tabel
4.10. Dengan demikian sudah jelas dari tabel bahwa nilai absorptivitas lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai reflektifitas untuk semua komposit yang menunjukkan
bahwa absorptivitas adalah mekanisme utama dalam perisai material penguat serat
karbon twill 2x2 (dalam arah serat aksial maupun arah normal).

4.1.3 S-PARAMETER SERAT GELAS - TEMBAGA


Proses pembuatan material komposit menggunakan material pernguat serat gelas-
tembaga dalam masa manufaktur diperoleh 4 spesimen dengan variasi layer serat
gelas meliputi arah orientasi aksial dan arah orientasi normal yang selanjutnya siap
untuk diuji, contoh spesimen diperlihatkan pada Gambar 4.11, pengujian spesimen
menggunakan microwave analyzer menampilkan hasil yang memiliki keragaman
pada titik-titik puncak gelombang yang cukup selaras antara reflektivitan dan
absorptivitas namun tingkat daya serap tidak terlalu signifikan seperti pada material
komposit sandwich berpenguat serat karbon akan tetapi tetap memiliki keragaman
yang cukup sesuai dari setiap puncak gelombang yang ditunjukan pada masing-
masing spesimen.
115

Gambar 4. 11 sample material komposit yang dilapisi serat gelas dengan tembaga

4.1.3.a REFLEKTIVITAS (PARAMETER S11 DAN S22)


Berdasarkan analisis grafik yang ditunjukan Gambar 4.7 dapat terlihat puncak daya
pantul yang paling tinggi terekam melalui parameter hamburan S11. Parameter
hamburan S11 merupakan koefisien hamburan refleksi, yang mengukur seberapa
banyak sinyal elektromagnetik yang datang dari luar perisai dipantulkan kembali ke
arah luar. Semakin rendah nilai S11, semakin baik perisai dalam mengurangi refleksi
sinyal, pada material komposit core kayu balsa dengan penguar serat gelas-tembaga
diperoleh pada kode spesimen 12_90_B dengan arah orientasi aksial. Reflektivitas
pada spesimen dapat terlihat lebih baik dibandingkan pengujian sebelumnya
menggunakan serat karbon, namun dalam rentang frekuensi 4.475 GHz nilai
transmisivitas kembali meningkat dan reflektivitas menurun. Pada spesimen dengan
kode 12_90_B (2TC2) merupakan arah orientasi aksial dengan 2 skin/layer atas dan
bawah meliputi 1 layer tembaga dengan core kayu balsa, diperoleh nilai minimum
pada spesimen 12_90_B sebesar -1.475 dB pada jangkauan frekuensi 4.285 GHz.
Dalam parameter hamburan ini juga diperlihatkan nilai minimum daya pantul
terendah lewat analisis microwave analyzer menunjukan spesimen dengan kode
12_90_A 2TC2 yaitu bahan perisaian dengan arah serat normal yang menggunakan
skin atas 2 layer dan skin bawah 2 layer dengan material penguat inti kayu balsa
serta tembaga diantaranya, hal ini dapat dibuktikan melalui data yang ditunjukan
pada Tabel 4.11.
116

S11 Serat Gelas - Tembaga


0
-0.2
Reflection loss (dB)

-0.4
-0.6
-0.8
-1
-1.2
-1.4
-1.6
4 GHz 4.125 GHz 4.25 GHz 4.375 GHz 4.5 GHz 4.625 GHz 4.75 GHz 4.875 GHz 5 GHz
Frekuensi (GHz)

11_90_A 11_90_B 12_90_A 12_90_B

Gambar 4. 12 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S11 material penguat serat
gelas-tembaga

Pada Gambar 4.2 menunjukan grafik hubungan Reflection loss – Frekuensi dengan
tingkat reflektivitas hasil spesimen uji dari bahan penguat serat gelas-tembaga
hamburan S11 pada kabel coaxial port 1. Grafik tersebut merekam setiap fenomena
daya pantul energi Em dan menunjukan bahwa masing-masing puncak cukup selaras
satu dengan spesimen lainnya.
Spesimen dengan tingkat reflektivitas paling tinggi diperoleh pada material
komposit dengan kode spesimen 12_90_B yaitu sebesar -1.475 dB dengan nilai rata-
rata sebesar -0.717 dB dan nilai reflektivitas terendah pada nilai minimum yang
diperoleh terdapat pada spesimen 12_90_A dengan nilainya yaitu -0.704 dB, Ini
dapat dibuktikan melalui Tabel 4.11 yang dapat dilihat dibawah ini.

Tabel 4. 11 Hamburan S11 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan
standar deviasi yang terdapat pada serat gelas-tembaga

Minimum Maximum Average Standar


Unit
point point point Deviasi
spesimen
(dB) (dB) (dB) (dB)
11_90_A -0.845 -0.264 -0.499 0.139
11_90_B -1.239 -0.199 -0.585 0.235
12_90_A -0.704 -0.221 -0.430 0.121
12_90_B -1.475 -0.270 -0.717 0.297
117

Berdasarkan hasil pengujian dan perhitungan nilai minimum, maksimum dan


rata-rata dengan standar deviasi yang telah didapat dari setiap spesimen material
komposit sandwich berpenguat serat gelas-tembaga terlihat pada tabel 4.11.
Fenomena hamburan yang terjadi pada spesimen 12_90_A menunjukan nilai
daya pantul yang sangat baik, hal ini dapat dipengaruhi oleh konduktivitas bahan,
serta frekuensi dan struktur material. Material komposit sandwich serat gelas-
tembaga ini cukup berpengaruh dalam memberikan nilai reflektivitas sebagai
peranan material shielding karena terdapat tambahan material tembaga yang
merupakan unsur logam dengan memilliki struktur kristal yang teratur, hal ini
memungkinkan elektron untuk bergerak dengan bebas di sepanjang struktur tanpa
banyak gangguan dan konfigurasi elektron material tembaga yang digunakan sebagai
penguat serat memungkinkan arus mengalir dengan bebas sehingga mampu bersifat
konduktif. Dapat terlihat pada spesimen 12_90_B 2TC2 yang merupakan spesimen
dengan skin 2 layer atas dan 2 layer bawah dengan kayu balsa dan tembaga
diantaranya, diperoleh nilai rata-rata yaitu -0.717 dB nilai minimum daya pantul
yang terendah yaitu sebesar -1.475 dB. Daya pantul paling sedikit potensinya
ditampilkan pada parameter S11 terdapat pada kode spesimen 12_90_A 2TC2 yaitu
sebesar -0.704 dB.
Berdasarkan Gambar 4.8 hasil pengujian parameter-S (hamburan) S22 atau
koefisien hamburan refleksi di titik keluaran yang tidak jauh beda dengan S11,
namun pada hamburan S22 mengukur refleksi di titik keluaran perangkat. Ini
memberikan gambaran tentang seberapa banyak sinyal yang dipantulkan kembali
dari titik keluaran. Semakin rendah nilai S22, semakin baik efektivitas perisai dalam
meredam energi EM melalui pantulan energi. Hamburan yang diperoleh selanjutnya
dianalisis untuk mengatahui seberapa efektif bahan dalam merefleksi Pi atau daya
incident.
118

S22 Serat Gelas - Tembaga


0

-5
Reflection loss (dB)
-10
11A
-15
11B
-20
12A
12B -25

-30
4 GHz 4.15 GHz 4.3 GHz 4.45 GHz 4.6 GHz 4.75 GHz 4.9 GHz
Frekuensi (GHz)

Gambar 4. 13 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S11 material penguat serat
gelas-tembaga

pada Gambar 4.13 diatas, fenomena daya pantul terpantau cukup baik jika
dibanding hamburan S11 dalam respon daya pantul terhadap daya incident. Hal ini
dapat terjadi karena interaksi antara gelombang elektromagnetik yang datang dengan
sifat yang terdapat pada bahan perisai itu sendiri. Pada spesimen dengan kode
11_90_B (1TC1) tingkat reflektivitas meningkat di frekuensi 4.285 GHz yaitu
diperoleh sebesar -24.042 dB dengan nilai rata-rata sebesar -6.624 dB. Dan nilai
reflektivitas terendah terdapat pada spesimen 12_90_B dengan titik minimum yang
diperoleh adalah -13.543 dB pada frekuensi 4.26 GHz, ini dibuktikan pada Tabel
4.12.

Tabel 4. 12 Hamburan S22 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan
standar deviasi yang terdapat pada serat gelas-tembaga

Minimum Average Standar


Unit Maximum
point point Deviasi
spesimen point (dB)
(dB) (dB) (dB)
11_90_A -17.991 -1.595 -5.319 4.347
11_90_B -24.042 -2.172 -6.624 5.456
12_90_A -17.369 -2.561 -6.552 4.359
12_90_B -13.543 -2.386 -6.134 3.319

4.1.3.b ABSORPTIVITAS (PARAMETER S12 DAN S21)


Berdasarkan hasil pengujian dan analisis grafik yang diperlihatkan Gambar 4.14,
Parameter S12 mengukur sejauh mana energi yang ditransmisikan dari medium luar
119

ke dalam perisai. Ini menjelaskan seberapa baik perisai meredam transmisi disisi
bahan dengan daya serap sebagai peran shielding. Disebut juga koefisien hamburan
maju. Pada parameter hamburan ini memiliki tujuan untuk menganalisis respon
material dalam meninjau tingkat absorptivitas untuk mengurangi intensitas dan
penetrasi gelombang elektromagnetik, sehingga berkontribusi sebagai material
perisai yang mampu melindungi area di balik perisai dari interferensi dan radiasi
elektromagnetik yang tidak diinginkan.

S12 Serat Gelas - Tembaga


0

-5

-10

-15
Insertion loss (dB)

11_90_A -20

11_90_B -25
12_90_A
-30
12_90_B
-35

-40

-45
4 GHz 4.15 GHz 4.3 GHz 4.45 GHz 4.6 GHz 4.75 GHz 4.9 GHz
Frekuensi (GHz)

Gambar 4. 14 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S12 material penguat serat
gelas-tembaga

Pada Gambar 4.14 memperlihatkan grafik hubungan Absorption loss – Frekuensi


pada tingkat absorptivitas hasil uji spesimen komposit material penguat serat gelas-
tembaga hamburan S12 pada kabel coaxial port 1 menuju port 2 dan ditransmisikan.
Grafik tersebut menunjukan terdapat variasi titik puncak yang beragam antara satu
dengan spesimen lainnya.
120

Tabel 4. 13 Hamburan S12 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan
standar deviasi yang terdapat pada serat gelas-tembaga

Minimum Maximum Average Standar


Unit
point point point Deviasi
spesimen
(dB) (dB) (dB) (dB)
11_90_A -27.995 -15.815 -22.730 4.149
11_90_B -21.582 -16.789 -19.972 1.227
12_90_A -30.221 -21.405 -25.384 3.241
12_90_B -39.204 -19.584 -26.935 6.050

Spesimen dengan tingkat absorptivitas tertinggi terdapat pada spesimen


dengan kode 12_90_B yang merupakan arah serat aksial dengan minimum nilai yang
didapatkan yaitu -39.204 dB dengan rata-rata nilai sebesar -26.935 dB. Efektivitas
shielding yang didapatkan dari nilai data minimum spesimen 12_90_B yaitu sebesar
−31.866 dB. dan spesimen daya serap yang paling rendah ditunjukan pada Tabel
4.13 yaitu terdapat pada kode spesimen 11B 11_90_B 1TC1 dengan minimum nilai
yang dicapai yaitu -21.582 dB dengan rata-rata -19.972 dB.

S21 Serat Gelas - Tembaga


0

-5

-10
Insertion loss (dB)

-15
11_90_A
-20
11_90_B
-25
12_90_A
12_90_B -30

-35

-40
4 GHz 4.15 GHz 4.3 GHz 4.45 GHz 4.6 GHz 4.75 GHz 4.9 GHz
Frekuensi (GHz)

Gambar 4. 15 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21 material penguat serat
gelas-tembaga

Pada Gambar 4.15 menunjukan grafik hubungan Absorption loss – Frekuensi pada
tingkat absorptivitas hasil spesimen uji dengan bahan penguat serat gelas-tembaga
hamburan S12 pada kabel coaxial port 2 menuju port 1 dan ditransmisikan. Grafik
121

tersebut menunjukan variasi puncak setiap spesimen yang cukup beragam antara satu
dengan spesimen lainnya.
Spesimen dengan tingkat absorptivitas paling tinggi diperoleh pada material
komposit dengan kode spesimen 12B, Ini dapat dibuktikan melalui Tabel 4.14 yang
dapat dilihat dibawah ini.

Tabel 4. 14 Hamburan S21 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan
standar deviasi yang terdapat pada serat gelas-tembaga

Minimum Maximum Average Standar


Unit
point point point Deviasi
spesimen
(dB) (dB) (dB) (dB)
11_90_A -28.173 -15.820 -22.740 4.151
11_90_B -21.564 -16.838 -19.978 1.210
12_90_A -30.263 -21.289 -25.231 3.294
12_90_B -35.059 -19.453 -26.332 5.182

Pada Tabel 4.14 diatas dari hasil minimum spesimen 12_90_B yaitu -35.059
dB didapatkan nilai efektivitas perisaian dapat ditemukan menggunakan Persamaan
2.23 dan Persamaan 2.25, Kemudian nilai absorption loss yang paling kecil
diperoleh spesimen dengan kode 11_90_B yaitu -21.564 dB dan nilai rata – rata
yang diperoleh sebesar -19.978 dB.
Dengan demikian atas dasar pengukuran hamburan yang diwakilkan S11 dan
S12 yaitu koefisien reflektivitas dan koefisien transmisivitas, dengan menggunakan
formulasi matematika diketahui bahwa kontribusi perisaian yang dominan terhadap
material komposit berpenguat serat gelas-tembaga yaitu absorptivitas dengan tingkat
daya serap yang sangat signifikan dibandingkan daya pantul, hal ini berkontribusi
sebagai optimasi perlindungan untuk kinerja onboard pesawat tanpa awak dari efek
interferensi elektromagnetik yang tidak diinginkan.
Berdasarkan analisis grafik yang diperlihatkan pada Gambar 4.12 dan
Gambar 4.14 dengan menggunakan parameter-S. Kemudian reflektivitas (R),
transmisivitas (T) dan absorptivitas (A) dihitung menggunakan Persamaan (2.17) –
persamaan (2.18) yang mengacu pada kesetimbangan daya (R+T+A=1), diperoleh
Tabel 4.15 dibawah ini.
122

Tabel 4. 15 Nilai rata-rata dari: nilai absolut parameter hamburan (S11) refleksi dan (S12) koefisien
transmisi, absorptivitas (A), reflektivitas (R) dan transmisivitas (T) komposit dari serat gelas-tembaga
kedua pola dalam arah aksial serta normal

|𝑆11 | |𝑆12 | T R A
11_90_A (1TC1) 0.499 22.730 0.516 0.249 × 10−3 0.484
11_90_B (1TC1) 0.585 19.972 0.398 0.342 × 10−3 0.602
12_90_A (1TC1) 0.430 25.384 0.644 0.184 × 10−3 0.356
0.717 26.935 0.725 −3 0.274
12_90_B (2TC2) 0.514 × 10

Pada Tabel 4.15 menunjukan nilai rata-rata parameter S (S11, S12),


transmisivitas, reflektivitas dan absorptivitas komposit pola 1 dan 2 (S11 dan S12)
pada arah aksial dan arah normal. Efektivitas perisaian dengan kontribusi tertinggi
terdapat pada spesimen 12_90_B dengan nilai insertion loss sebesar 26.935
absorptivitas yang diperoleh sebesar 0.274 dalam orientasi arah aksial hal ini sesuai
dengan nilai rata-rata yang diperoleh absorption loss yang terdapat pada Tabel 4.13
yang menjelaskan bahwa dalam material komposit sandwich serat gelas-tembaga
dominan kontribusi shielding adalah absorptivitas. Sedangkan efektivitas perisaian
pada reflektivitas tidak menunjukan nilai yang signifikan mendekati nilai absorpsi,
nilai rata-rata tertinggi yang dihasilkan dari daya pantul adalah 0.717 dengan total
nilai reflektivitasnya yaitu 0.514 × 10−3 . Dapat terlihat jelas bahwa efektivitas
shielding meningkat secara signifikan saat komposit dengan serat gelas-tembaga
memiliki proporsi tambahan dan penelitian ini menggunakan proporsi serat gelas-
tembaga yang dibatasi oleh laminasi 2TC2 merupakan bahan komposit dengan 2
lapisan skin atas serta core kayu balsa dengan 1 layer tembaga dan dilapisi kembali 2
lapis skin serat gelas. Skin dengan 1 layer menunjukkan transmisivitas yang tinggi
yang sesuai dengan hasil SE pada Tabel 4.15. Hal ini dapat terjadi disebabkan pada
spesiemen 2TC2 bagian permukaan cenderung halus dan berpori, permukaan yang
halus mampu mendukung energi elektromagnetik berpenetrasi dengan tidak banyak
hambatan, dan pada komposit berpenguat serat gelas-tembaga ini dipengaruhi oleh
nilai dielektrik pada matriks dan core kayu balsa yang meliputinya. Ketika P i
ditransmisikan melalui port 2 maupun port 1 maka Pi langsung mengenai bagian
pori-pori atau ruang kosong yang terdapat pada interface spesimen. Hal ini dapat
disebabkan karena pada proses manufaktur menggunakan metode hand lay-up ketika
123

pemberian matriks yang kurang stabil sehingga daya tekan pada saat pengolesan
matriks tidak merata dan memunculkan pori-pori, hal ini dapat mempengaruhi daya
pantul maupun daya serap dari energi elektromagnetik yang datang ditunjukan pada
perbandingan setiap spesimen dengan variasi lapisan dan arah orientasi. Terlihat
jelas dari tabel bahwa nilai absorptivitas lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
reflektifitas untuk semua komposit yang menunjukkan bahwa absorptivitas adalah
mekanisme utama dalam perisaian pada komposit serat gelas-tembaga (dalam arah
serat aksial maupun arah normal).

4.2 PERHITUNGAN SHIELDING EFFECTIVENESS


Scattering parameter yang telah ditunjukan pada setiap hasil uji material komposit
kemudian dihitung serta dianalisis untuk setiap spesimen dengan kemampuan
shielding yang paling baik, diperoleh 12 data spesimen dengan acuan frekuensi
payload yang digunakan LSU-03 yaitu 4.4 GHz – 4.8 GHz pada parameter
hamburan yang paling baik dari setiap ujinya seperti yang diperlihatkan pada Tabel
4.16.

Tabel 4. 16 Titik terendah yang diperoleh berdasarkan parameter-S dari ketiga material penguat serat.

Minimum Point Spesimen (dB)


S -parameter Karbon UD 12K Karbon Twill 2x2 Gelas – Tembaga
(dB) (dB) (dB)
S11 -5.939 (01_90_B) -0.471 (07_90_B) -1.108 (11_90_B)
S22 -22.135 (01_90_B) -21.332 (06_90_B) -11.362 (12_90_A)
S12 -89.108 (05_90_A) -96.314 (07_90_A) -33.926 (12_90_B)
S21 -93.307 (05_90_A) -90.641 (10_90_A) -32.954 (12_90_B)

Berdasarkan tinjauan dari Tabel 4.16 memperlihatkan nilai pada koefisien


transmisi cenderung lebih rendah, ini menandai bahwa daya serap lebih dominan
dibandingkan daya pantulnya. Dengan demikian tinjauan perisaiaan yang paling baik
menurut data yaitu spesimen dengan nilai terendah yang menjadi tolak ukur produk
hasil dan selanjutnya akan dianalisis tingkat efektivitas perisai. Bedasarkan dari
grafik yang ditampilkan pada Gambar 4.19 menunjukan daya transmisi yang
cenderung melemah seiring bertambahnya proporsi laminasi material penguat serat,
pada grafik tersebut menampilakan 4 spesimen utama yang memiliki kemampuan
124

atenuasi paling baik dalam setiap hasil uji material komposit berpenguat serat karbon
UD, serat karbon twill, dan serat gelas – tembaga, nilai absorption loss terendah ada
pada spesimen 07_90_A yang merupakan material komposit sandwich dengan
penguat serat karbon twill dengan arah serat normal terekam dalam hamburan S12
pada frekuensi 4.425 GHz sebesar -96.314 dB. Sedangkan absorption loss lemah
pada frekuensi 4.795 GHz yaitu sebesar -53.845, sedangkan dalam frekuensi yang
sama juga pada material komposit berpenguat serat gelas diperoleh titik minimum
sebesar -32.954 dB terdapat pada spesimen 12_90_B hasil parameter hamburan S21,
hal ini menandakan energi transmisi yang cenderung lebih besar setelah melewati
medium spesimen uji.

0.000

-20.000
Absorption loss (dB)

05_90_A (S12) -40.000

05_90_A.(S21) -60.000
07_90_A.(S12)
-80.000
10_90_A.(S21)
12_90_B.(S12) -100.000
12_90_B.(S21)
-120.000
4 GHz 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 5 GHz
GHz GHz GHz GHz GHz GHz GHz GHz GHz
Frekuensi (GHz)

Gambar 4. 16 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21 dan S12 material penguat
serat karbon UD, penguat serat karbon twill, dan penguat serat gelas-tembaga

Kontribusi perisaian terhadap gelombang EM yang datang, material


komposit dengan penguat serat karbon UD didapatkan kemampuan melemahkan
energi transmisivitas paling baik terdapat pada spesimen 05_90_A dari hasil uji
interface belakang yang dapat terlihat dari hasil uji port 2 menuju port 1 (S21) dan
hasil uji melalui interface depan pada spesimen yang sama juga memiliki kontribusi
perisaian cukup baik berdasarkan parameter S12. Parameter S12 ini menggambarkan
sejauh mana gelombang yang datang (output) dalam hal ini port 1 melalui spesimen
uji dan diteruskan menuju pintu masukan (input) atau port 2. Kemudian pada
125

spesimen dengan material penguat serat karbon twill diperoleh spesimen dengan
respon absorptivitas terendah, terdapat pada spesimen 07_90_A yang terlihat melalui
hasil uji port 1 menuju port 2 (S12) dan spesimen ini merupakan spesimen dengan
nilai minimum terendah yang diperoleh dari keseluruhan material komposit yang
diuji. Sedangkan pada material komposit berpenguat serat gelas – tembaga
didapatkan spesimen dengan kemampuan melemahkan energi transmisi yang paling
baik yaitu terdapat pada spesimen 12_90_B untuk kedua hasil uji S12 maupun S21.
Hasil data spesimen kemudian dihitung menggunakan Persamaan (2.23) – (2.25)
untuk mengetahui efektivitas perisaian spesimen hasil produk yang paling baik ini
diperlihatkan jelas melalui Gambar 4.20. Pada material komposit berpenguat serat
UD 12k dalam parameter hamburan S21 diperoleh hasil uji pada titik minimum
sebesar -93.307 dB, dengan menggunakan Persamaan (2.23) shielding effectiveness
dapat diperoleh yaitu:

1
𝑆𝐸(𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙) = 10 log
|𝑆21 |2

1
= 10 log
|−93.307 |2

10002
= 10 log
933072

= 10 × −3.9398 = −39.398 𝑑𝐵

Tabel 4. 17 Total efektivitas shielding dalam tingkat absorptivitas bahan terhadap energi insiden
gelombang EM.

SE Total
Frekuensi
5A.S12 5A.S21 07A.S12 10A.S21 12B.S12 12B.S21

4.4 GHz -36.285 -35.462 -35.879 -35.999 -26.680 -26.548


4.6 GHz -35.977 -35.533 -36.068 -36.460 -28.895 -28.874
4.8 GHz -35.744 -35.641 -36.268 -35.264 -30.542 -30.254

Tabel 4.17 memperlihatkan spesimen dengan nilai shielding effectiveness


terendah pada acuan parameter koefisien transmisi Tabel 4.16, diperoleh pada
126

spesimen 10_90_A dari hasil uji parameter S21 dengan titik terendah sebesar -
36.460 dB yaitu pada frekuensi 4.6 GHz dan titik maksimum berada pada frekuensi
4.4 GHz sebesar -28.874 dB yaitu pada spesimen 12B melalui hasil uji parameter
S21.

Gambar 4. 17 Produk spesimen dengan tingkat absorption loss paling baik: A


merupakan interface depan spesimen 05_90_A parameter S12 dan interface
belakang 05_90_A S21, B merupakan interface depan spesimen 07_90_A parameter
S12 dan interface belakang 10_90_A S21, C merupakan interface interface depan
spesimen 12_90_B parameter S12 dan interface belakang 12_90_B S21.
Berdasarkan analisis grafik yang diperlihatkan pada Gambar 4.18
menampilkan Shielding effectiveness total, memperlihatkan nilai shielding melalui
acuan payload yang digunakan yaitu dalam rentang frekuensi 4.4 GHz – 4.8 GHz.

0.000
-5.000
-10.000

05_90_A.(S12) -15.000
EMI SE (dB)

05_90_A.(S21) -20.000
07_90_A.(S12) -25.000
10_90_A.(S21) -30.000
12_90_B.(S12) -35.000
12_90_B.(S21) -40.000
-45.000
4.4 GHz 4.5 GHz 4.6 GHz 4.7 GHz 4.8 GHz
Frekuensi (GHz)

Gambar 4. 18 Grafik EMI SE - Frekuensi parameter S12 dan parameter S21 dari setiap spesimen
terbaik material komposit berpenguat serat karbon UD, serat karbon twil, serat gelas-tembaga.
127

Gambar 4.18 menunjukan grafik hubungan EMI SE-Frekuensi pada tingkat


absorptivitas hasil spesimen uji parameter S12 dan S2. Grafik tersebut menunjukan
terdapat variasi titik puncak yang beragam antara satu dengan spesimen lainnya.
Efektivitas perisaian pada frekuensi 4.4 GHz – 4.8 GHz kemudian dihitung
menggunakan Persamaan (2.22) – Persamaan (2.25). Produk hasil yang diperoleh
dari Tabel 4.17 selanjutnya ditampilkan pada tiga titik tinjauan, pertama frekuensi
4.4 GHz dengan nilai efektivitas shielding yang paling baik diperoleh spesimen
dengan kode 05_90_A yaitu terdapat pada interface belakang hasil hamburan S12
dengan nilai SE sebesar -36.285 dB, kedua pada titik frekuensi 4.6 GHz nilai SE
terendah diperoleh spesimen 10_90_A parameter S21 pada interface belakang yaitu
sebesar -36.461 dB, kemudian ketiga dititik frekuensi 4.8 GHz diperoleh nilai SE
terendah pada spesimen 07_90_A parameter S12 (interface depan) sebesar -36.268
dB, dapat dilihat pada Tabel 4.18 dibawah.

Tabel 4. 18 Shielding Effectiveness total pada frekuensi 4.4 GHz, 4.6 GHz, 4.8 GHz.

Frekuensi SET (dB)


(dB) Nilai Kode Material

4.4 -36.285 05_90_A (S12)


4.6 -36.461 10_90_A (S21)
4.8 -36.268 07_90_A (S12)

4.3 PERHITUANGAN EFISIENSI PERIASAIAN


Semakin rendahnya nilai transmisivitas dipengaruhi oleh fenomena tingginya nilai
SER maupun tingginya nilai SEA, semakin baik perisai dalam memantulkan ataupun
menyerap radiasi elektromagnetik semakin menurun pula energi elektromagnetik
yang diteruskan. Efektivitas perisai sendiri dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti
frekuensi radiasi, jenis material perisai, konstruksi perisai, dan kondisi pemasangan
spesimen saat pengujian. Efisiensi perisaian dapat dihitung menggunakan Persamaan
(2.26) seperti yang diperlihatkan pada material komposit berpenguat serat karbon
UD 12K dengan hasil SE terbaik pada frekuensi 4.4 GHz.
𝑆12 = −36.285 → |𝑆12| = 36.285, maka:
128

1
𝑠ℎ𝑖𝑒𝑙𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 (%) = 100 − ( 𝑆𝐸 ) × 100.
10 10

1
𝑠ℎ𝑖𝑒𝑙𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 (%) = 100 − ( 36.285 ) × 100
10 10
𝑠ℎ𝑖𝑒𝑙𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 (%) = 100 − (0.00024) × 100
𝑠ℎ𝑖𝑒𝑙𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 (%) = 100 − 0.024 = 99.976 %

Polarisasi gelombang elektromagnetik juga dapat diidentifikasi melalui


intensitas daya incident yang diteruskan setelah melalui medium perisaian, pada
pengujian spesimen menggunakan microwave analyzer dapat diketahui polarisasi
lewat analisis propagasi gelombang yang berinteraksi dengan bahan, dengan
peninjauan hasil data yang telah diuji dan dihitung, polarisasi gelombang
elektromagnetik adalah polarisasi linier dengan orientasi vertikal. Ini dibuktikan
dengan data dari efektivitas shielding dalam kemampuan absorptivitas yang
ditunjukan melalui kontribusi shielding tertinggi dengan bahan yang paling baik
terdapat pada orientasi arah serat normal yang merupakan material komposit dengan
arah serat yang tegak lurus.

Gambar 4. 19 Efisiensi perisaian material komposit menggunakan serat karbon UD 12K, serat
karbon twill 2×2, dan serat gelas dengan tembaga dalam parameter hamburan S12, dan S21.

Shielding
Shielding
Frekuensi (GHz) Kode Spesimen Effectiveness
Efficiency (%)
(dB)
4.4 05_90_A.S12 -36.285 99.976
4.6 10_90_A.S21 -36.461 99.977
4.8 07_90_A.S12 -36.268 99.976

Berdasarkan hasil pengujian serta perhitungan SE yang telah dilakukan pada


spesimen core kayu balsa komposit sandwich menggunakan metode hand lay-up
kemudian diperoleh efisiensi perisaian yang terlihat pada tabel 4.19.
Dapat terlihat dengan jelas bahwa skin yang digunakan serta proporsi bahan
penguat serat dapat mempengaruhi efisiensi perisaiaan terhadap propagasi
gelombang dengan ditunjukan intensitas energi transmisivitas yang menurun
maupun naik pada frekuensi tertentu. Pada frekuensi 4.4 GHz material komposit
129

core kayu balsa yang paling berpengaruh dalam memberikan kontribusi shielding
yaitu ada pada material komposit berpenguat serat karbon UD 12K diperoleh
efisiensi perisaian reflektivitas sebesar 99.976% pada kode spesimen 05_90_A
(2C2UD) orientasi arah normal dalam parameter hamburan S12.
Pada material komposit core kayu balsa berpenguat serat karbon twill 2×2
didapatkan efisiensi shielding yaitu 99.977% pada frekuensi 4.6 GHz yang terdapat
pada spesimen 10_90_A (2C2T) dengan orientasi arahnya yaitu arah serat normal,
kemudian persentase efisiensi karbon twill tertinggi pada frekuensi 4.8 GHz terdapat
pada parameter S12 diperoleh 99.976% pada 1C1T dengan arah orientasi serat yaitu
arah normal yang ditunjukan pada parameter hamburan tersebut dengan kode
spesimen 07_90_A.
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian dan perhitungan material komposit sandwich
menggunakan core kayu balsa, maka sistem perisaian atau pelindung yang dipasang
pada UAV secara jelas berkontribusi untuk melindungi UAV terhadap efek
gangguan elektromagnetik yang ditandai lewat hasil uji sebagai berikut:

1. Nilai SE yang paling baik pada frekuensi 4.4 GHz sebesar -36.285 dB
dengan efisiensi 99.976% adalah material komposit sandwich core kayu
balsa menggunakan material penguat serat karbon UD dengan skin 2 lapisan
atas dan bawah core kayu balsa.
2. Dalam rentang frekuensi 4.6 GHz material komposit berpenguat serat karbon
twill dengan 2 lapis skin diantara core kayu balsa memperlihatkan nilai
shielding effectiveness yang paling baik sebesar -36.461 dB yang memiliki
nilai efisiensi perisaian yaitu 99.977%.
3. Pada frekuensi 4.8 GHz material komposit dengan penguat serat karbon twill
dengan laminasi 1 skin serat karbon twill atas dan bawah dengan core kayu
balsa diantaranya memperoleh kemampuan shielding paling baik
dibandingkan dengan material komposit lainnya nilai efektivitas shielding
didapatkan yaitu -36.268 dB dan melalui perhitungan SE diperoleh efisiensi
sebesar 99.976%.
4. Pada material dengan orientasi arah serat normal menunjukan hasil insertion
loss maupun reflection loss yang cenderung lebih baik, hal ini dapat
menandakan bahwa polarisasi gelombang yang datang merupakan polarisasi
linier dengan orientasi vertikal, dengan sumbangan paling dominan dalam
melemahkan/menghambat EMI adalah absorptivitas.
5. Pada material komposit dengan lapisan serat yang paling tebal yaitu lima
lapisan berikut core dengan skin karbon twill diperoleh perisaian yang paling
baik dengan penyerapan sebagai kontribusi yang paling dominan.

129
130

5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan pada penelitian ini diantaranya:

1. Pengujian shielding effectiveness berikutnya disarankan dilakukan di ruang


anechoic, untuk menghindari noise dari lingkungan pada saat pengujian serta
dapat menggunakan variasi material lain dalam perisaian UAV seperti
menggunakan cat konduktif.
2. Penelitian berikutnya dapat menggunakan alat standar dalam proses
pembuatan spesimen dengan metode hand lay-up pada proses manufaktur
agar tidak menimbulkan pori – pori atau kecacatan pada spesimen.
3. Penelitian selanjutnya dapat melakukan pengujian dielektrik konstan untuk
mengetahui nilai – nilai secara efektif dari permitivitas mapupun
permeabilitas bahan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] M. T. Ma, M. Kanda, M. L. Crawford, dan E. B. Larsen, “A review of
electromagnetic compatibility/interference measurement methodologies,”
Proceedings of the IEEE, vol. 73, no. 3, hlm. 388–411, 1985.

[2] B. Aïssa, R. Nechache, D. Therriault, F. Rosei, dan M. Nedil, “High-


frequency electromagnetic properties of epitaxial Bi2FeCrO6 thin films
grown by pulsed laser deposition,” Appl Phys Lett, vol. 99, no. 18, 2011.

[3] F.-S. Hung, F.-Y. Hung, C.-M. Chiang, dan T.-S. Lui, “Electromagnetic
interference shielding characteristics of Sn-Al powder coating layers,” Mater
Trans, vol. 49, no. 3, hlm. 655–660, 2008.

[4] B. Aïssa, N. Tabet, M. Nedil, D. Therriault, F. Rosei, dan R. Nechache,


“Electromagnetic energy absorption potential and microwave heating capacity
of SiC thin films in the 1–16 GHz frequency range,” Appl Surf Sci, vol. 258,
no. 14, hlm. 5482–5485, 2012.

[5] X. Dai, “Nano ZnO enhanced 3D porous reduced graphene oxide (RGO) for
light-weight superior electromagnetic interference shielding,” Mater Res
Express, vol. 4, no. 2, hlm. 025605, 2017.

[6] B. Aïssa, M. Nedil, J. Kroeger, M. I. Hossain, K. Mahmoud, dan F. Rosei,


“Nanoelectromagnetic of the N-doped single wall carbon nanotube in the
extremely high frequency band,” Nanoscale, vol. 9, no. 37, hlm. 14192–
14200, 2017.

[7] V. Chamola, P. Kotesh, A. Agarwal, N. Gupta, dan M. Guizani, “A


comprehensive review of unmanned aerial vehicle attacks and neutralization
techniques,” Ad hoc networks, vol. 111, hlm. 102324, 2021.

[8] H. Shakhatreh dkk., “Unmanned aerial vehicles (UAVs): A survey on civil


applications and key research challenges,” Ieee Access, vol. 7, hlm. 48572–
48634, 2019.

131
132

[9] L. Chen, L. Xiao, L. Chen, dan D. Zhao, “Research on a Metamaerial for


electromagnetic protection of UAV,” dalam 2020 IEEE MTT-S International
Microwave Workshop Series on Advanced Materials and Processes for RF
and THz Applications (IMWS-AMP), IEEE, 2020, hlm. 1–4.

[10] M. Koledintseva, J. Drewniak, R. DuBroff, K. Rozanov, dan B.


Archambeault, “Modeling of shielding composite materials and structures for
microwave frequencies,” Progress In Electromagnetics Research B, vol. 15,
hlm. 197–215, 2009.

[11] D. D. L. Chung, “Electromagnetic interference shielding effectiveness of


carbon materials,” Carbon N Y, vol. 39, no. 2, hlm. 279–285, 2001.

[12] M. Peng dan F. Qin, “Clarification of basic concepts for electromagnetic


interference shielding effectiveness,” J Appl Phys, vol. 130, no. 22, 2021.

[13] H. Djamal dan I. Krisnadi, “Gangguan telepon seluler pada transportasi udara
komersial,” InComTech: Jurnal Telekomunikasi dan Komputer, vol. 4, no. 2,
hlm. 119–144, 2013.

[14] H. H. Park, H.-B. Park, dan H. S. Lee, “A simple method of estimating the
radiated emission from a cable attached to a mobile device,” IEEE Trans
Electromagn Compat, vol. 55, no. 2, hlm. 257–264, 2012.

[15] Y. Wu, Q. Ma, dan P. Xu, “Progress of electromagnetic compatibility design


for unmanned aerial vehicles,” dalam MATEC Web of Conferences, EDP
Sciences, 2020, hlm. 04008.

[16] S. V Averin, V. Y. Kirillov, E. V Mashukov, S. B. Reznikov, dan D. A.


Shevtsov, “Ensuring the electromagnetic compatibility of onboard cables for
unmanned aerial vehicles,” Russian Aeronautics, vol. 60, hlm. 442–446, 2017.

[17] Y. Chen, D. Zhang, E. Cheng, dan X. Wang, “Investigation on susceptibility


of UAV to radiated IEMI,” dalam 2018 IEEE International Symposium on
Electromagnetic Compatibility and 2018 IEEE Asia-Pacific Symposium on
Electromagnetic Compatibility (EMC/APEMC), IEEE, 2018, hlm. 718–722.
133

[18] D. Jiang dkk., “Electromagnetic interference shielding polymers and


nanocomposites-a review,” Polymer Reviews, vol. 59, no. 2, hlm. 280–337,
2019.

[19] R. Turczyn, K. Krukiewicz, A. Katunin, J. Sroka, dan P. Sul, “Fabrication and


application of electrically conducting composites for electromagnetic
interference shielding of remotely piloted aircraft systems,” Compos Struct,
vol. 232, hlm. 111498, 2020.

[20] D. Permata, M. C. Gurning, Y. Martin, H. B. H. Sitorus, M. A. Muda, dan H.


H. Sinaga, “Electromagnetic interference shielding in unmanned aerial vehicle
against lightning strike,” Telkomnika, vol. 17, no. 2, 2019.

[21] R. R. Gainutdinov dan S. F. Chermoshentsev, “Methodology to ensure the


intrasystem electromagnetic compatibility of UAV avionics,” Russian
Aeronautics, vol. 59, hlm. 613–618, 2016.

[22] K. M. Davis, Development of Prototype Light-Weight, Carbon Nanotube


Based, Broad Band Electromagnetic Shielded Coaxial Cables. University of
Dayton, 2020.

[23] J. Leuchter, Q. H. Dong, J. Boril, dan E. Blasch, “Electromagnetic immunity


of aircraft wireless and cables from electromagnetic interferences,” dalam
2017 IEEE/AIAA 36th Digital Avionics Systems Conference (DASC), IEEE,
2017, hlm. 1–6.

[24] N. Abdelal, “Electromagnetic interference shielding of stitched carbon fiber


composites,” Journal of Industrial Textiles, vol. 49, no. 6, hlm. 773–790,
2020.

[25] S. Rea, D. Linton, E. Orr, dan J. McConnell, “Electromagnetic shielding


properties of carbon fibre composites in avionic systems,” Mikrotalasna
revija, vol. 11, no. 1, hlm. 29–32, 2005.

[26] G. J. Freyer, M. O. Hatfield, T. A. Loughry, R. Johnk, dan D. M. Johnson,


“Shielding effectiveness measurements for a large commercial aircraft,”
134

dalam Proceedings of International Symposium on Electromagnetic


Compatibility, IEEE, 1995, hlm. 383–386.

[27] R. R. de Assis dan I. Bianchi, “Analysis of microstrip antennas on carbon


fiber composite material,” Journal of Microwaves, Optoelectronics and
Electromagnetic Applications, vol. 11, hlm. 154–161, 2012.

[28] S. Yang, K. Lozano, A. Lomeli, H. D. Foltz, dan R. Jones, “Electromagnetic


interference shielding effectiveness of carbon nanofiber/LCP composites,”
Compos Part A Appl Sci Manuf, vol. 36, no. 5, hlm. 691–697, 2005.

[29] M. C. GURNING, “RANCANG BANGUN SISTEM PERISAIAN


INTERFERENSI ELEKTROMAGNETIK TERHADAP SAMBARAN
PETIR PADA UNMANNED AERIAL VEHICLE,” 2018.

[30] K. Armstrong, “Guide to Testing Conducted Emissions (Based on the


Methods in EN 55022 and EN 55011),” In-Complaince Magazine.[Online].
Available: http://incompliancemag. com/article/guide-to-testing-conducted-
emissions-based-on-themethods-in-en-55022-and-en-55011, 2011.

[31] E. Song, H.-B. Park, dan H. H. Park, “An evaluation method for radiated
emissions of components and modules in mobile devices,” IEEE Trans
Electromagn Compat, vol. 56, no. 5, hlm. 1020–1026, 2014.

[32] S. E. Lapinsky dan A. C. Easty, “Electromagnetic interference in critical


care,” J Crit Care, vol. 21, no. 3, hlm. 267–270, 2006.

[33] C. R. Paul, R. C. Scully, dan M. A. Steffka, Introduction to electromagnetic


compatibility. John Wiley & Sons, 2022.

[34] R. Septiawan dkk., “Electromagnetic characteristics measurement of organic


material absorber,” TELKOMNIKA (Telecommunication Computing
Electronics and Control), vol. 16, no. 6, hlm. 2507–2513, 2018.
135

[35] R. A. RAHADI, “PERANCANGAN KOTAK PERISAI TERHADAP


ELECTROMAGNETIC INTERFERENCE UNTUK FLIGHT
CONTROLLER PADA UAV,” 2021.

[36] R. F. Gibson, Principles of composite material mechanics. CRC press, 2016.

[37] M. Suara, “1,2,3,” vol. 3, no. 2, hlm. 1–11, 2018.

[38] U. Biologi, “Mengenal Komposit Di Sekitar Kita,” 2021.


https://biologi.undana.ac.id/mengenal-komposit-di-sekitar-kita/ (accessed Apr.
17, 2022).

[39] P. Hidayat, “Teknologi pemanfaatan serat daun nanas sebagai alternatif bahan
baku tekstil,” Teknoin, vol. 13, no. 2, 2008.

[40] R. W. Wijaya, W. T. Putra, dan M. Malyadi, “PENGARUH KOMPOSIT


SANDWICH DENGAN PENGUAT SKIN CARBON CORE SERAT ALAM
TERHADAP UJI BENDING DAN STRUKTUR MIKRO,” AutoMech:
Jurnal Teknik Mesin, vol. 3, no. 01, 2023.

[41] Amin, “Bahan Komposit : Arti, Cara Membuat, dan Aplikasi,” https://muh-
amin.com/bahan-komposit-arti-cara-membuat-dan-aplikasi/ (accessed Apr.
20, 2022), 2020.

[42] Pinhome, “Komposit,” 2020. https://www.pinhome.id/kamus-istilah-


properti/komposit/.

[43] N. H. Haryanti, “SERAT ALAM: POTENSI & PEMANFAATAN NYA.”


Lambung Mangkurat University Press.

[44] B. Singh, R. Kumar, dan J. S. Chohan, “Polymer matrix composites in 3D


printing: A state of art review,” Mater Today Proc, vol. 33, hlm. 1562–1567,
2020.

[45] N. N. Aini, W. Widyastuti, dan R. Fajarin, “Pengaruh Jenis Polimer Terhadap


Reflection Loss Pada Polymer Matrix Composite (PMC) Barium Heksaferrit
136

Sebagai Radar Absorbing Material (RAM),” Jurnal Teknik ITS, vol. 5, no. 2,
hlm. F125–F129, 2016.

[46] S. Djamil dan E. S. Siradj, “Sifat Balistik Metal Matrix Composite Dengan
Woven Metode Satin Twilled Weave,” dalam Prosiding Seminar Sains
Nasional dan Teknologi, 2011.

[47] M. Komposit, “CERAMIC MATRIX COMPOSITE ( CMC ) Purpose of


using CMC Increase the toughness,” no. Cmc, hlm. 1–9, 2015.

[48] Medan, “Pengertian Komposit dalam teknik,” 2019.


https://marketmedan.com/2019/03/21/pengertian-komposit/ (accessed Jun. 01,
2023).

[49] D. K. Rajak, D. D. Pagar, P. L. Menezes, dan E. Linul, “Fiber-reinforced


polymer composites: Manufacturing, properties, and applications,” Polymers
(Basel), vol. 11, no. 10, hlm. 1667, 2019.

[50] Y. Yao, M. Li, M. Lackner, dan L. Herfried, “A continuous fiber-reinforced


additive manufacturing processing based on PET fiber and PLA,” Materials,
vol. 13, no. 14, hlm. 3044, 2020.

[51] A. Newton, “Woven fabric composites: Nirajan K. Naik Technomic


Publishing Co. Inc., Lancaster, PA, USA, 1994, 193 pages, ISBN 0-87762-
990-0.” Elsevier, 1995.

[52] H. K. Baid, F. Abdi, M. C. Lee, dan U. Vaidya, “Chopped fiber composite


progressive failure model under service loading,” dalam SAMPE Conference
Proceedings 2015, 2015, hlm. 18–21.

[53] T. P. Sathishkumar, J. and Naveen, dan S. Satheeshkumar, “Hybrid fiber


reinforced polymer composites–a review,” Journal of Reinforced Plastics and
Composites, vol. 33, no. 5, hlm. 454–471, 2014.
137

[54] K. Diharjo, “Kekuatan Bending Komposit Sandwich Serat Gelas Dengan


Core Divinycell-PVC H-60 (Pengaruh Orientasi Serat, Jumlah Laminat Dan
Tebal Core Terhadap Kekuatan Bending),” Mekanika, vol. 9, no. 2, 2011.

[55] R. R. Mather dan R. H. Wardman, The chemistry of textile fibres. Royal


Society of Chemistry, 2015.

[56] M. Tehrani, A. Y. Boroujeni, M. Manteghi, Z. Zhou, dan M. Al-Haik,


“Integration of carbon nanotubes into a fiberglass reinforced polymer
composite and its effects on electromagnetic shielding and mechanical
properties,” dalam ASME International Mechanical Engineering Congress
and Exposition, American Society of Mechanical Engineers, 2013, hlm.
V009T10A024.

[57] B. T. Dertiny, “Uji Mekanik HOOP Tensile Strength pada komposit


geopolimer berpenguat serat kaca dengan metode split disk test,” 2017.

[58] Prasetyo dan Yudi., “Glass Fiber Reinforced Polymer dan Aplikasinya,”
2012.

[59] P. Bhatt dan A. Goe, “Carbon fibres: production, properties and potential
use,” Mater. Sci. Res. India, vol. 14, no. 1, hlm. 52–57, 2017.

[60] N. L. Muzayadah, R. A. Pratomo, A. Nugroho, dan A. R. Nuranto, “Kajian


Material Karbon untuk Pengembangan Float Seaplane,” 2021.

[61] H. V. S. GangaRao, N. Taly, dan P. V Vijay, Reinforced concrete design with


FRP composites. CRC press, 2006.

[62] A. F. Suryono, A. Faizal, dan H. Hestiawan, “Pengaruh Post Curing


Treatment Dan Perendaman Air Laut Pada Komposit Hybrid Kevlar/Karbon,”
Rekayasa Mekanika, vol. 4, no. 1, hlm. 13–17, 2020.

[63] W. D. Callister Jr dan D. G. Rethwisch, Fundamentals of materials science


and engineering: an integrated approach. John Wiley & Sons, 2020.
138

[64] Fiberglast, “What are Unidirectional Carbon Fiber Fabrics,” 2020.


https://www.fibreglast.com/product/What-are-Unidirectional-Carbon-Fiber-
Fabrics/Learning_Center.

[65] T. Composite technology, “Keuntungan & Kerugian Dari Serat Karbon,”


2016. http://id.t-composites.net/news/advantages-disadvantages-of-carbon-
fiber-1759312.html (accessed Jun. 10, 2023).

[66] M. R. Setiadi, D. Agustine, dan H. Abdillah, “Pengujian Kayu Balsa Untuk


Struktur Jembatan,” Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik, vol. 2, no. 1, hlm. 14–21,
2021.

[67] C. Wu, N. Vahedi, A. P. Vassilopoulos, dan T. Keller, “Mechanical properties


of a balsa wood veneer structural sandwich core material,” Constr Build
Mater, vol. 265, hlm. 120193, 2020.

[68] Eltamaprimaindo, “Seputar Epoxy Lantai,” 2021.


https://eltamaprimaindo.com/seputar-epoxy-lantai/ (accessed Jun. 10, 2023).

[69] S. D. Tavarel, H. Yudo, dan K. Kiryanto, “Analisa Kekuatan Tarik Dan


Tekuk Pada Sambungan Pipa Baja Dengan Menggunakan Kanpe Clear
Surealis 1208 Uwe Sebagai Pengganti Las,” Jurnal Teknik Perkapalan, vol. 6,
no. 1, 2018.

[70] D. P. Harvianto dan S. Sulistijono, “Pengaruh Komposisi Phenolic Epoxy


Terhadap Karakteristik Coating Pada Aplikasi Pipa Overhead Debutanizer,”
Jurnal Teknik ITS (SINTA: 4, IF: 1.1815), vol. 1, no. 1, hlm. F69–F74, 2012.

[71] P. E. K. A. S. WIRANI, “Pengaruh Penggunaan Resin Epoxy Dan Additive


Cement Terhadap Kuat Tekan Beton,” Jurnal Online Mahasiswa (JOM)
Bidang Teknik Sipil, vol. 1, no. 1, 2020.

[72] R. H. Setyanto, “Teknik Manufaktur Komposit Hijau dan Aplikasinya,”


Performa: Media Ilmiah Teknik Industri, vol. 11, no. 1, 2012.
139

[73] R. Fadilah, “Analisis Kekuatan Tarik Dan Struktur Mikro Material Komposit
Pada Body Mobil Listrik Prosoe Kmhe 2019,” Jurnal Teknik Mesin Mercu
Buana, vol. 9, no. 2, hlm. 129–136, 2020.

[74] C. J. Von Klemperer dan D. Maharaj, “Composite electromagnetic


interference shielding materials for aerospace applications,” Compos Struct,
vol. 91, no. 4, hlm. 467–472, 2009.

[75] Z. Ma dkk., “Ultraflexible and mechanically strong double-layered aramid


nanofiber–Ti3C2T x mxene/silver nanowire nanocomposite papers for high-
performance electromagnetic interference shielding,” ACS Nano, vol. 14, no.
7, hlm. 8368–8382, 2020.

[76] H. Li dkk., “Lightweight flexible carbon nanotube/polyaniline films with


outstanding EMI shielding properties,” J Mater Chem C Mater, vol. 5, no. 34,
hlm. 8694–8698, 2017.

Anda mungkin juga menyukai