SKRIPSI
NIM : 11190970000022
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Perancangan Material Tahan
EMI (Electromagnetic Interference) untuk Onboard System Pesawat Tanpa
Awak Menggunakan Metode Transmission Line adalah benar merupakan karya
saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun
kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber
kutipannya dalam skripsi.
iii
ABSTRAK
Nama : Muhammad Ahlan Maulidi
Program Studi : Fisika
Judul : Perancangan Material Tahan EMI (Electromagnetic Interference)
untuk Onboard System Pesawat Tanpa Awak Menggunakan Metode
Transmission Line
Pembimbing : 1. Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si.
2. Yanuar Prabowo, S.T., M.T.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk memperoleh bahan dengan tingkat immunity
(shielding effectiveness) paling baik untuk onboard system pesawat LSU - 03 dari sumber
radiasi elektromagnetik melalui metode eksperimental perancangan bahan komposit
sandwidch dengan melakukan fabrikasi material menggunakan penguat serat karbon UD,
karbon twill, dan serat gelas – tembaga melalui metode hand lay-up. Dengan
menggunakan scattering parameters perhitungan efektivitas shielding dilakukan
menggunakan teori perhitungan serta optimasi Schelkunoff Theory (ST) dengan rentang
frekuensi 4 – 5 GHz. Hasil analisa menunjukkan pada material komposit berpenguat serat
karbon UD 12K dengan 2 layer skin atas dan bawah core kayu balsa shielding
effectiveness pada frekuensi 4.4 GHz dapat mencapai -36.285 dB, kemudian dengan
susunan laminasi yang sama pada frekuensi 4.6 GHz material komposit berpenguat serat
karbon twill memperoleh nilai efektivitas shielding paling baik yaitu sebesar -36.461 dB,
sedangkan pada frekuensi 4.8 GHz material komposit berpenguat serat karbon twill
dengan 1 skin serat atas dan bawah core kayu balsa memperoleh efektivitas shielding
paling baik sebesar -36.268 dB. Shielding terbaik cenderung diperoleh pada material
komposit dengan arah orientasi normal. Dengan demikian jelas bahwa material komposit
sandwich core kayu balsa arah orientasi normal dengan jenis serat karbon twill dapat
memberikan peforma yang paling baik dalam perisaiaan untuk modul onboard system
pada pesawat UAV.
Kata kunci: Hand lay-up, serat karbon, serat gelas, tembaga, microwave analyzer.
iv
v
ABSTRACT
This research aims to obtain materials with the best level of immunity (shielding
effectiveness) for the onboard system of the LSU-03 aircraft from electromagnetic
radiation sources through experimental methods for designing sandwich composite
materials by fabricating materials using UD carbon fiber reinforcement, carbon twill, and
fiber. glass – copper via hand lay-up method. By using scattering parameters, shielding
effectiveness calculations are carried out using Schelkunoff Theory (ST) calculation
theory and optimization with a frequency range of 4 – 5 GHz. The analysis results show
that the composite material reinforced with UD 12K carbon fiber with 2 layers of skin
above and below the balsa wood core shielding effectiveness at a frequency of 4.4 GHz
can reach -36,285 dB, then with the same lamination arrangement at a frequency of 4.6
GHz the twill carbon fiber reinforced composite material obtains The best shielding
effectiveness value was -36,461 dB, while at a frequency of 4.8 GHz the composite
material reinforced with carbon fiber twill with 1 fiber skin above and below the balsa
wood core obtained the best shielding effectiveness at -36,268 dB. The best shielding tends
to be obtained in composite materials with a normal orientation. Thus it is clear that the
normally oriented balsa wood sandwich core composite material with carbon fiber twill
can provide the best performance in shielding the onboard system modules on UAV
aircraft.
Keywords: Hand lay-up, serat karbon, serat gelas, tembaga, microwave analyzer.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang senantiasa di haturkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas kasih dan sayang yang senantiasa menyertai sehingga saya dapat
melaksanakan kegiatan tugas akhir (TA) di Pusat Teknologi Penerbangan
(Pustekbang) LAPAN-BRIN, Rumpin, Indonesia. Yang dapat berjalan dengan baik
sesuai rencana dan semua penelitian yang dapat terealisasikan dengan baik.
Tulisan – tulisan yang terdapat pada buku ini ialah laporan yang berisikan
gambaran secara umum mengenai hasil uji tentang penelitian “Perancangan
Material Tahan EMI untuk Onboard System Pesawat Tanpa Awak
Menggunakan Metode Transmission Line”. Selain itu, dalam laporan ini penulis
akan menjelaskan analisis dalam riset kerja yang dilaksanakan selama penelitian
berlangsung, tentunya hal ini bukan semata – mata karena kemampuan saya sendiri
melainkan karena keridhoan-Nya dengan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan juga
dukungan dari berbagai pihak yang turut berikut serta, secara khusus orang tua saya,
dosen pembimbing serta dosen pendamping. Untuk itu lewat laporan ini, saya salah
seorang mahasiswa yang telah berupaya melaksanakan penelitian tugas akhir (TA)
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Asep Saepudin Jahar, M.A., Ph.D. selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan untuk
melaksanakan kegiatan TA ini.
2. Ibu Tati Zera, M.Si selaku Kepala Program Studi Fisika dan Ibu Elvan
Yuniarti, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Fisika.
3. Ibu Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si. selaku dosen pembimbing I yang selalu
memberikan bantuan seperti bimbingan, motivasi, serta dorongan semangat
kepada penulis.
4. Bapak Yanuar Prabowo, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing II yang selalu
semangat membimbing dan membantu penulis dalam proses pengambilan,
pengolahan data dan penulisan laporan.
vi
vii
6. Kedua orang tua dan keluarga, yang telah mendukung dan mendoakan
sehingga saya bisa menyelesaikan kegiatan TA ini.
ABSTRAK iv
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR GAMBAR xi
BAB I PENDAHULUAN 1
2.4 SERAT 21
viii
ix
3.3.1 BAHAN 62
xi
xii
Gambar 3. 38 (A) Ilustrasi skematik orientasi arah aksial dan (B) Ilustrasi
skematik orientasi arah normal (C) proyeksi 3D tampilan depan
pandu gelombang 89
Gambar 3. 39 pemasangan kabel coaxial pada port 1 dan port 2 89
Gambar 3. 40 pemasangan kabel coaxial pada port 1 dan port 2 90
Gambar 3. 41 Tahap pemasangan cable coaxial yang dihubungkan pada port 1
dan port 2 fairview microwave, P/N: FMWCA1084 91
Gambar 3. 42 Persiapan spesimen uji 91
Gambar 3. 43 Pemasangan spesimen pada alat uji 92
Gambar 3. 44 Flowchart 93
Gambar 4. 1 Sample material komposit yang dilapisi serat karbon UD 12K 95
Gambar 4. 2 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S11
material penguat serat karbon UD 12K 96
Gambar 4. 3 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S22
material penguat serat karbon UD 12K 97
Gambar 4. 4 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21
material penguat serat karbon UD 12K 99
Gambar 4. 5 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21
material penguat serat karbon UD 12K 101
Gambar 4. 6 sample material komposit yang dilapisi serat karbon twill 2x2 104
Gambar 4. 7 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S11
material penguat serat karbon twil 2x2 105
Gambar 4. 8 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S22
material penguat serat karbon twil 2x2 107
Gambar 4. 9 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21
material penguat serat karbon twill 2x2 109
Gambar 4. 1 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21
material penguat serat karbon twill 2x2 111
Gambar 4. 11 Sample material komposit yang dilapisi serat gelas dengan
tembaga 115
Gambar 4. 12 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S11
material penguat serat gelas-tembaga 116
xv
xvi
xvii
1
2
bahan penguat yang berbeda. Komposit dengan fraksi volume (Vol) 20% dari serat
karbon berdiameter 10 μm menunjukkan efektivitas perisai interferensi
elektromagnetik (EMI-SE) sebesar 19 dB. Sedangkan komposit dengan 20% Vol
dari serat baja 1,6 μm-dia dan 20% Vol dari serat Ni 20% μm-dia masing-masing
menunjukkan 42 dB dan 5 dB EMI-SE. Juga pada penelitian Simon Rea et al
menunjukkan bahwa komposit serat karbon dengan urutan susun yang berbeda dapat
memberikan tingkat EMI-SE yang tinggi pada pita X dan S yang sebanding dengan
paduan aluminium [25]. Selain itu, beberapa modifikasi dilakukan pada FRP untuk
meningkatkan efektivitas perisainya. Misalnya, lapisan kain FRP non-konduktif
seperti kapas dan kaca dirajut dengan kabel konduktif seperti tembaga atau nikel,
dan kabel konduktif seperti baja tahan karat dan tembaga dirajut bersama untuk
menyelidiki efek pengisi konduktif ini pada EMI-SE dari komposit pada rentang
frekuensi yang berbeda [24].
Dari berbagai hasil penelitian tersebut, bahwa beberapa metode dapat
digunakan untuk mengetahui nilai interferensi yang terjadi pada sistem pesawat dan
upaya untuk mengurangi interferensi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis efektifitas perisaian dari gangguan interferensi elektromagnetik dengan
tinjauan tinggi rendahnya nilai intensitas sinyal melalui rekayasa pembuatan
material shielding interferensi elektromagnetik dari komposit sandwich core kayu
balsa dengan bahan spesimen uji menggunakan serat gelas, serat karbon UD, serat
karbon twill sebagai material penguat serat, dan core kayu balsa sebagai bahan
penguat inti dengan matriks yang berperan sebagai bahan adhesive. Material
komposit dari serat karbon yang mana lebih ringan dari material logam sehingga
cocok digunakan pada UAV, pada penelitian ini juga mengunakan woven roving
serat glass (E-Glass), serat E-glass yang dilapisi logam tembaga untuk mendapatkan
nilai konduktivitas yang lebih baik. dengan dilaksanakannya penelitian ini
diharapkan bisa dimanfaatkan sebagai referensi untuk penggunaan bahan shielding
dalam tata letak perangkat onboard UAV maupun pendesainan sistem jalur kabel
yang mampu mengurangi efek gangguan elektromagnetik yang bisa saja muncul
oleh karena pengerjaan sistem pada pesawat tanpa awak.
3
2. Memperoleh bahan dengan performa terbaik dari hasil uji yang didapat untuk
bahan pelindung interferensi elektromagnetik.
3. Dapat menjadi sumber acuan bagi generasi selanjutnya dalam melakukan
penelitian tentang material komposit berbasis serat karbon dan serat gelas.
4. Menghasikan suatu metode baru dalam melakukan prediksi besaran
interferensi elektromagnetik yang dihasilkan oleh radiasi EMI.
BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, Batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika kepenulisan.
Bab ini berisi teori – teori dari penelitian yang berkaitan dengan penelitian,
dimulai dari material, alat pembuatan komposit, alat uji komposit serta
pengkabelan dan prinsip-prinsip pengujian.
Bab ini terdisi prosedur yang dilakukan saat penelitian, mencakup informasi
tentang waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan yang digunakan, hingga
prosedur kerja yang dilakukan dari awal sampai akhir penelitian.
Bab ini berisi olahan data yang dipaparkan melalui hasil yang diperoleh dari
pengujian dengan berikut analisisnya.
BAB V Penutup
Bab ini berisi kelebihan dan keterbatasan dari perbandingan setiap bahan
komposit yang di uji melalui alat .. dan yang diikutsertkan dengan
kesimpulan dan saran dari penelitan yang telah dilaksanakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
9
dan elektronika yang semakin pesat serta beragam misi operasi UAV,
mengakibatkan semakin kompleks muatan dan sistem elektronika yang dibawanya
sehingga, keterbatasan ruang penempatan pada UAV dapat menjadi potensi
timbulnya interferensi elektromagnetik yang tidak diinginkan yang dapat
mengganggu jalannya misi operasi UAV itu sendiri [8, 9].
discharge (ESD), petir, radar, transmisi radio dan TV, motor listrik, dan lain-lain.
Dengan konduksi garis atau perambatan udara. gangguan elektromagnetik dapat
menyebabkan sinyal tegangan yang tidak diinginkan dalam elektronik peralatan yang
menyebabkan pembacaan yang salah pada sensor atau instrumen dan terkadang
kerusakan komponen hal ini di ilustrasikan pada Gambar 2.2 [33], [34].
Gelombang elektromagnetik dapat berkisar dalam frekuensi, seperti yang terlihat pada
gambar 2.3.
sirkuit. Perlindungan terhadap EMI dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan
menggunakan perisaian (shielding), filtering, dan grounding. Penelitian ini akan
berfokus pada penggunaan metode perisaian elektromagnetik yang dapat
memberikan kinerja paling baik untuk menghilangkan EMI. Perisaian
elektromagnetik biasanya merupakan bahan konduktif dan/atau magnetik yang
menutupi peralatan elektronik yang dilindungi. Pelindung terbuat dari material logam
maupun non logam yang bersifat konduktif atau ditambahkan dengan cat konduktif [35]
Sistem perisaian atau perlindungan pada UAV dibuat dengan cara
menciptakan material UAV menjadi bersifat konduktif sehingga mampu menyimpan
muatan listrik dan melindungi UAV terhadap sambaran petir. Jika UAV berfungsi
sebagai konduktor, maka secara prinsip kelistrikan arus akan mengalir tanpa
hambatan sehingga tidak timbul panas yang berlebih. Material UAV dengan
konduktivitas tinggi dapat dilalui oleh arus yang tinggi tanpa menimbulkan
kebakaran pada struktur UAV tersebut. Konduktivitas yang tinggi dapat diperoleh
dengan baik apabila struktur UAV terbuat dari material logam. Namun, UAV yang
dipakai pada umumnya terbuat dari material karbon fiber yang memiliki
konduktifitas namun tidak sebesar logam [29]
Gambar 2.4 menampilkan unsur yang menyusun komposit yang terdiri dari matriks
dan filler/reinforcement. Matriks berkerja untuk transfer energi pengikat (adhesive)
13
1. Skin
Skin (face) adalah unsur terluar dari komposit sandwich. materialnya dapat
diperoleh dari berbagai material dengan bentuk berupa lembaran. Material-
material yang digunakan bisa seperti plat logam layaknya plat baja,
alumunium, seng, tembaga. Skin pula bisa menggunakan bahan non logam
14
sebagaimana komposit serat sintetis dan alam yang diperkuat matriks epoxy,
polyster, dan vinylester [40]
2. Core
Core adalah inti pengisi dari komposit sandwich yang terletak diatara skin.
Tujuan penambahan core adalah agar terjadi pertambahan ketbalan tanpa
terjadi pertambahan ketebalan dan berat yang signifikan, maka akan
mendapatkan material dengan kekuatan tinggi namun ringan. Bahan-bahan
yang dapat dipakai core berupa sintetis seperti plastic honeycome, PVC,
foam. Core juga dapat memakai bahan bahan alam yang memeliki densitas
rendah maupun tinggi [40].
A. Matriks
Matriks merupakan bahan utama dari matriks dan memiliki
bagian terbesar dari struktur komposit. Umumnya, persentase volume dari
matriks lebih besar dari 50% dari bahan komposit tersebut. Matriks berfungsi
sebagai pengikat reinforcement dan jika matriks mampu mengikat
reinforcement dengan baik maka serat yang berfungsi sebagai pengikat
sehingga tidak akan terjadi fenomena serat yang terlepas dari matriks (fiber
pull out) [41]. Matriks perlu memiliki kecocokan secara kimia dan ikatan
permukaan yang kuat dengan serat yang digunakan. Matriks pada komposit
memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
2. Menjadi pelindung bagi serat dari segala bentuk kerusakan akibat kondisi
lingkungan.
B. Reinforcement
15
Serat alam merupakan jenis serat yang diperoleh langsung dari bahan
alam. Salah satunya adalah serat linen….
16
2.4 SERAT
Serat telah diketahui sejak ribuan tahun sebelum Masehi, seperti pada tahun 2.640
SM Cina telah menghasilkan serat sutera dan tahun 1.540 SM sudah berdiri industri
kapas di India. Serat flax pertama digunakan di Swiss pada tahun 10.000 SM dan
Serat wol mulai digunakan orang di Mesopotamia pada tahun 3000 SM. Selama
ribuan tahun serat flax, wol, sutera dan kapas melayani kebutuhan manusia paling
22
banyak. Pada awal abad ke 20 mulai diperkenalkan serat buatan hingga sekarang
bermacam-macam jenis serat buatan diproduksi [43].
Serat alami ialah bahan yang berlangsung terus - menerus dan mudah didapat
dikarenakan tersedia di alam serta memiliki keunggulan seperti berbiaya rendah,
ringan, terbarukan, biodegradabilitas, dan sifat spesifik yang tinggi. Serat tekstil
secara luas dibagi menjadi serat alami dan serat buatan, seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 2.1.
Serat buatan merupakan serat yang tidak terdapat di alam, kendati demikian
seratnya mungkin terdiri dari bahan-bahan alami. Dan diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok utama: dibuat oleh transformasi polimer alami (serat regenerasi), terbuat
dari poli sintetis (serat sintetis), dan yang terbuat dari bahan anorganik (serat yang
terbuat dari logam, elektronik, dan karbon atau kaca) .
Pada Tabel 2.1 memperlihatkan melimpahnya bahan baku serat alam baik itu
serat selulosa, serat protein, polimer alami, polimer sintetik dan anorganik. Namun
dalam tulisan ini difokuskan pada bahan baku serat buatan anorganik yaitu serat
karbon dan serat kaca.
dua jenis: Serat Alam (dari binatang, tumbuh-tumbuhan, dan mineral), dan Serat
Sintetis (dari polimer alam, polimer sintetik, dan lainnya). Pada serat sintetis yang
merupakan serat buatan sangat bergantung dari bahan pembentuknya, serat ini
diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu:
a) Serat Mineral
Serat jenis ini terbagi pada tiga kelompok serat, antara lain:
serat kaca, serat logam dan serat karbon.
b) Serat Polimer
Serat jenis ini dibuat melalui proses kimia. Bahan yang umum
digunakan untuk membuat serat polimer, yaitu: Polyamina nylon,
PET atau PBT polyester, digunakan untuk membuat botol plastik,
Fenol-formaldehid (PF), Serat polyvinyl alcohol (PVOH), Serat
polyvinyl khlorida (PVC), Poliolefin (PP dan PE), Polyethylene (PE),
Elastomer; digunakan untuk membuat spandex, Poliuletan [43].
Bentuk-bentuk serat kaca dapat dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya adalah:
1) Continous roving
Contious roving biasanya dipakai untuk proses filament winding sebab serat ini
terurai, tidak terputus-putus dan dikemas dalam bentuk silinder seperti ditunjukan
pada Gambar 2.8. Jenis roving terbagi menjadi roving 2400 dan 4400.
2) Woven roving
Woven roving adalah tenunan atau anyaman dari continous roving dan tersedia
dalam berbagai ukuran berdasarkan ketebalan dan berat, seperti Gambar 2.9.
3) Reinforcing mats
Reinforcing mats adalah helaian serat kaca yang dieratkan dan dibentuk
menyerupai kepingan-kepingan. Gambar 2.10 Mats ini dibedaan menjadi dua
jenis yaitu Chopped Strand Mat (CSM) dan Woven Roving Combination Mat
(WRCM).
26
a b
4) Surface veil
Surface veil memiliki permuaan yang halus, ringan, memiliki daya tahan
terhadap kimia dan memberikan perlindungan terhadap pengaruh lingungan.
Kekurangan yang dimiliki oleh veil ini adalah kekuatan yang rendah hal ini
diperlihatkan pada Gambar 2.11.
Berikut ini gambar kurva tegangan-regangan dari beberapa jenis serat yang
ditunjukkan pada gambar 2.12.
27
(A) (B)
Gambar 2. 13 Tipe serat karbon (A) unidirectional (B) serat karbon twill [60]
Carbon fiber atau serat carbon merupakan salah satu penguat yang paling
banyak digunakan karena mempunyai sifat lelah yang super terhadap semua metal yang
dikenal, dan ketika berpasangan dengan resin yang tepat, komposit serat karbon adalah
salah satu bahan yang paling tahan korosi serta memiliki nilai konduktivitas yang baik
untuk dijadian penguat pada material komposit [35].
Bahan komposit dari serat karbon (Carbon Fiber Reinforced Polymer) yang
kemudian disebut CFRP memiliki keringanan yang lebih tinggi dibandingkan dari
30
material logam karena itu tepat digunakan pada UAV lain daripada itu CFRP juga
mempunyai konduktivitas walaupun tidak setinggi material logam [35]
Bahan komposit secara umum terdiri dari penguat dan matriks. Sifat-sifat
komposit tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kekuatan serat sebagai salah satu
penyusun utama komposit, dengan kandungan serat yang tinggi maka kekuatan
tariknya juga akan tinggi, tetapi dengan kekuatan tarik yang tinggi belum tentu sifat-
sifat lain juga akan lebih baik. Oleh karena itu perbandingan jumlah resin dan serat
merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan sifat - sifat material
31
komposit. Arah serat fiber sangat menentukan kekuatan mekanik komposit pada arah
tertentu [62]
Beberapa jenis susunan serat fiber dapat dilihat pada Gambar 2.15. Arah serat
kontinu memiliki serat panjang yang tidak putus dan terarah pada satu arah tertentu.
Arah serat yang tidak kontinyu memiliki serat-serat pendek yang terputus-putus,
terkadang susunan seperti ini bersifat acak.
Gambar 2. 15 Susunan serat fiber menurut kontinuitas dan arahnya : (a) susunan kontinu terarah, (b)
susunan tidak kontinu terarah, (c) susunan tidak kontinu acak [63]
Pada penelitian ini pembuatan komposit menggunakan serat sebagai penguat (fiber
composites) tipe hybrid fiber composite dengan serat yaitu karbon [62].
sedangkan kayu Jati memiliki kekuatan tinggi yang sering digunakan sebagai bahan
material pada sebuah bangunan. Kayu Balsa memiliki keringanan yang tinggi dan
lentur dalam segi berat dan kekuatan sehingga membuat kayu ini sangat berharga
untuk membangun miniatur jembatan, pemahat kayu, peselancar, model pesawat dan
lain-lain. Kekurangan property material menggunakan bahan kayu adalah dalam
hal mengontrol kualitas bahan kayu itu seperti fisik kayu yang catat dan dalam
memproduksi kayu dalam pemotongannya salah, ketahanan dan keawetan bahan
kayu ini disebabkan karena kayu busuk atau umur kayu yang mulai lapuk, dan
jumlah kayu yang sekarang tergolong mulai sulit atau semakin kurang jumlah
kayunya. Sedangkan keuntungan adalah kemudahan kayu bisa dibentuk dalam
pemotongan sehingga dalam pengerjaan mempermudah, dalam jenis kayu tertentu
dapat meminimalisir anggaran dana dan lebih ramah lingkungan. Besar kuat tarik
dan lentur atau lendutnya jenis kayu kering, kayu balsa merupakan jenis kayu kering
yang paling baik dibangdingkan jenis kayu kering lainnya. Menggunakan bahan
kayu atau komposit mampu mendapatkan anti korosi dimana korosi ini dapat
merusak struktur pada material [66].
Kayu merupakan salah satu bahan struktural paling banyak digunakan karena
sifatnya yang alami, terbarukan, biodegradable dan relatif murah dengan rasio
kekuatan dengan berat yang baik dibanding material aluminum. Dan untuk kayu
balsa merupakan jenis kayu yang dapat tumbuh dengan cepat sehingga memiliki
densitas yang rendah dibanding dengan kayu yang lain untuk densitas kayu balsa
rata - rata sebesar 0,16 gr/cm3 [67]
suhu kamar dengan tetap memperhatikan sifat kimia yang dimanfaatkan sebagai
kontrol polimerisasi jaringan silang sehingga terciptanya sifat optimum bahan [69].
Resin epoxy merupakan jenis resin yang banyak digunakan pada komposit
polimer dan diperkuat dengan bantuan dari serat. Resin epoxy berfungsi untuk
menahan serat pada tempatnya. Secara mekanik resin epoxy terbilang sangat kuat
karena mampu tahan terhadap perubahan yang terjadi karena sifat dari unsur kimia
tersebut [70]. Banyak keunggulan dari jenis resin satunya yaitu sebagai berikut:
Umumnya, resin epoxy memerlukan zat penambah seperti hardener yang berfungsi
sebagai pengawet pada saat proses curing. Pada resin epoxy, rasio penambahan
pengawet jauh lebih besar sekitar 1-3% jika dibandingkan resin polyester atau ester
vinyl. Rasio bisa mencapai 1:1 atau bahkan 2:1 bisa disesuaikan dengan kebutuhan
[71].
Metode hand lay up pada umumnya memiliki waktu curing pada suhu kamar
dan akan mengering hingga satu hari tergantung jumlah resin dan jenis resin serta
katalis yang diberikan. Waktu curing dapat dipersingkat dengan menyemburkan
udara panas. penekanan menggunakan roller atau kuas dimaksudkan untuk
mengurangi void (ruang kosong)/gelembung udara yang terperangkap dalam
laminasi komposit. Metode ini tergolong dalam metode open mould process dengan
cetakan yang digunakan hanya satu. Dalam prosesnya metode ini dilaksanakan
dalam ruang terbuka [72].
Teknik hand lay-up merupakan proses pembuatan komposit yang paling
mudah serta sederhana. Hal tersebut dikarenakan ketika pembuatan berlangsung
dilakukan dengan cara menuangkan resin ke serat kemudian diratakan dengan
menggunakan roller atau kuas dan diberi tekanan. Teknik hand lay-up ini tidak
membutuhkan peralatan khusus untuk pengerjaannya.
Menggunakan teknik hand lay-up dalam pembuatan komposit menjadi pilihan yang
tepat dalam optimasi manufaktur komposit karena paling mudah dalam
pengerjaannya. Cukup menggunakan kuas atau roller sebagai alat yang
dipertimbangkan dalam pembbuatan komposit menggunakan metode hand lay up
sebagaimana dapat terlihat pada gambar 2.17.
Pada umumnya proses ini juga digunakan pada komponen yang terbilang
besar seperti kapal, bodi kendaraan, bilah turbin angin, bak mandi dan perahu [73].
Resin yang biasa digunakan pada proses hand lay-up adalah resin epoxy dan resin
poliester. Serat yang digunakan pada proses hand lay-up biasanya adalah serat kaca
(fiberglass) dan serat karbon (fiber carbon).
36
a. Prosesnya sederhana.
b. Biaya murah dan sedikit menggunakan peralatan.
c. Cetakan dapat dgunakan berulangkali.
d. Dapat dengan mudah mengatur variasi ketebalan.
e. Memudahkan dalam mendesain dan membentuk materialnya.
f. Memudahkan untuk diperbaika jika terjadi cacat atau rusak pada saat
proses produksi.
g. Sangat cocok untuk membuat komponen dalam bentuk yang besar.
Disamping itu metode hand lay up juga memiliki kekurangan antara lain:
membutuhkan bahan pelindung yang harus memiliki dipol listrik atau dipol magnet
untuk berinteraksi dengan gelombang EM untuk menipiskan energi EM menjadi
energi panas dan/atau internal. Ini dapat dicapai dengan menggunakan bahan dengan
nilai konstanta dielektrik dan/atau permeabilitas magnetik yang tinggi. Absorpsi
yang hilang sebanding dengan frekuensi dan ketebalan pelindung yang merupakan
fungsi dari perkalian (σr.𝜇𝑟 ), di mana σr dan 𝜇𝑟 masing-masing adalah konduktivitas
listrik dan permeabilitas magnetik bahan yang relatif terhadap tembaga dan udara. Di
sisi lain, kerugian refleksi berkurang dengan meningkatnya frekuensi dan merupakan
fungsi dari rasio (σr/𝜇𝑟 ). Kemudian refleksi ganda yang pada umumnya dikenal SEM
mewakili pantulan internal di dalam bahan pelindung, biasanya untuk bahan dengan
luas permukaan dan luas antarmuka yang besar. Ketika SE(Total) lebih besar dari 15
dB, SEM dapat diabaikan, refleksi ganda adalah mekanisme pelindung EMI ketiga di
mana area permukaan yang luas harus dilibatkan untuk menjamin beberapa refleksi
di dalam bahan pelindung. Dapat dikatakan bahwa efek refleksi berganda dapat
diabaikan ketika ketebalan pelindung lebih besar dari kedalaman kulit δ. Kedalaman
kulit adalah jarak yang dilalui amplitudo medan listrik menjadi e(-1) dari nilainya di
permukaan bahan, dan itu sama dengan (1/alfa) di mana alfa disebut konstanta
atenuasi dalam Np/ M [24]. Dengan demikian SER dan SEA adalah mekanisme yang
mendominasi untuk pelindung EMI.
𝑃𝑖 𝐸𝑖 𝐻𝑖
𝑆𝐸 (𝑑𝑏) = 10 log10 ( ) = 20 log10 | | = 20 log10 | |
𝑃𝑡 𝐸𝑡 𝐻𝑡
𝐸𝑖 = intensitas medan listrik incident / yang datang pada perisai (input) (v.m-1).
Apabila alat ukur penerima dalam satuan tegangan, maka digunakan formulasi
𝑉
𝑆𝐸 = 20 log ( 1 ). (2.2)
𝑉2
𝑗𝜔𝜇
𝜂=√ , (2.3)
𝜎+𝑗𝜔𝜀
𝑗𝜔𝜇
didekati sebagai 𝜂 ≈ √ dan 𝛾 ≈ √𝑗𝜔𝜇𝜎. Untuk banyak bahan seperti media
𝜎
dan permitivitas untuk bahan dengan konduktivitas yang buruk adalah nilai yang
kompleks dan kontribusi kehilangan konduksi termasuk dalam kerugian dielektrik.
A. Reflection loss
Kerugian pantulan pada suatu antarmuka terkait dengan perbedaan
impedansi karakteristik dari dua media, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.19. Hal ini mengabaikan nterface refleksi berganda antara dua
antarmuka dan absorpsi dalam bahan pelindung terhadap kinerja pelindung,
semata-mata mengingat pengurangan gelombang yang ditransmisikan karena
refleksi primer [12]. Intensitas gelombang yang dipantulkan dan diteruskan
dari medium dengan impedansi 𝑍1 ke medium dengan impedansi 𝑍2 dapat
dinyatakan dengan Persamaan (2.5) dan Persamaan (2.6):
𝑧2 −𝑧1
𝐸𝑟 = Γ𝐸𝑖 = 𝐸, (2.5)
𝑧1 +𝑧2 𝑖
2𝑧2
𝐸𝑡 = T𝐸𝑖 = 𝐸. (2.6)
𝑧1 + 𝑧2 𝑖
Dimana 𝐸i, 𝐸r dan 𝐸t masing-masing adalah intensitas gelombang
datang, gelombang pantul dan gelombang transmisi; 𝛤 dan 𝛵 = 1 + 𝛤 adalah
koefisien refleksi dan koefisien transmisi ketika ketebalan media tidak
terbatas
41
Gambar 2. 19 Refleksi dan transmisi gelombang datang pada antarmuka antara dua media
dengan ketebalan tak terbatas [12]
Gambar 2. 20 Refleksi dan transmisi parsial terjadi pada kedua permukaan bahan pelindung [12]
B. Absorption loss
Ketika gelombang EM melewati suatu material, amplitudonya
meningkat secara eksponensial. Peluruhan ini terjadi karena rugi dielektrik,
rugi magnet, dan rugi konduksi bahan. Oleh karena itu, medan listrik 𝐸 pada
jarak (t) di dalam bahan dapat didefinisikan dalam formula seperti pada
Persamaan (2.9):
𝐸 = 𝐸𝑖 𝑒 −𝑦𝑡 , (2.9)
Jarak yang diperlukan untuk meredam gelombang menjadi 1/e dari
nilai awalnya didefinisikan sebagai kedalaman kulit (𝛿𝑠). Absorpsi yang
hilang untuk bahan dengan ketebalan t dinyatakan pada Persamaan (2.10):
𝐸
𝑆𝐸𝐴 = 20 log10 |𝐸𝑖 | = 20 log10|𝑒 𝑦𝑡 |. (2.10)
𝑡
Oleh karena itu, koefisien daya transmisivitas (T) dan reflektifitas (R) yang
sesuai diperlihatkan pada Persamaan (2.13) dan Persamaan (2.14):
2
𝑃𝑡 𝐸𝑡 2 𝑇21 𝑇12 𝑒 −𝑦𝑡
𝑇= =| | =| | . (2.13)
𝑃𝑖 𝐸𝑖 1 − Γ12 𝑒 −2𝑦𝑡
2
𝑃 𝐸 2 𝑇21 𝑇12 𝑒 −2𝑦𝑡
𝑅 = 𝑃𝑟 = | 𝐸𝑟 | = |Γ1 (1 − 1−Γ21 𝑒 −2𝑦𝑡
)| . (2.14)
𝑖 𝑖
Kemudian, reflection loss, absorption loss dan multiple reflection loss dapat
dihitung dari Persamaan (2.19) - (2.21).
E. PARAMETER SCATTERING DAN TEORI PERHITUNGAN
EFEKTIVITAS SHIELDING
Dari perspektif energi elektromagnetik, ketika gelombang EM
mengenai suatu bahan, daya incident dibagi menjadi daya pantul (reflected),
daya serap (absorbed), dan daya pancar (transmitted), seperti ditunjukkan
pada Gambar 2.23. Koefisien daya reflektifitas (𝑅) , absorptivitas (𝐴) dan
transmisivitas (𝑇) mengikuti hukum kesetimbangan daya (𝑅 + 𝐴 + 𝑇 = 1 ).
Oleh karena itu, kinerja perisai yang tinggi (transmisi energi EM yang
rendah) dihasilkan dari dua komponen, satu terkait dengan refleksi energi
yang tinggi (didefinisikan sebagai kerugian refleksi (𝑆𝐸R′), dan yang lainnya
dengan penyerapan energi yang tinggi (didefinisikan sebagai kerugian
penyerapan (𝑆𝐸A′)) hal ini ditunjukan pada Persamaan (2.22) [12].
𝑃 1
𝑆𝐸 = 10 log10 ( 𝑖) = 10 log10 | | = 𝑆𝐸𝑅 ′ + 𝑆𝐸𝐴 ′. (2.22)
𝑃 𝑡 𝑇
Gambar 2. 23 Distribusi daya total insiden, gelombang yang dipantulkan dan ditransmisikan
melalui suatu material [12]
47
1 1
𝑆𝐸(𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙) = 10 log |𝑆 2 = 10 log |𝑆 2 . (2.23)
12 | 21 |
𝑃 1 1
𝑆𝐸𝑅 ′ = 10 log10 (𝑃 𝑖 ) = 10 log10 |1−𝑅| = 10 log10 |1−𝑆 2 |. (2.24)
𝐴𝑉 11
𝑆𝐸𝑅 ′ adalah rasio dari daya yang datang menuju daya yang tersedia, mewakili
pengurangan gelombang datang yang merambat ke bahan yang dihasilkan
dari pantulan.
Daya yang tersedia kemudian diserap oleh material sementara daya
yang tersisa ditransmisikan melintasi interface belakang. Kerugian serapan
(𝑆𝐸𝐴 ′) didefinisikan dalam Persamaan (2.25):
𝑆𝐸𝐴 ′ merupakan rasio daya yang tersedia menuju daya yang ditransmisikan,
dan merepresentasikan kemampuan material untuk meredam/melemahkan
gelombang EM yang hanya menembus material untuk penyerapan [12].
EMI didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi pada suatu sistem
elektronik akibat tegangan dan arus palsu yang diinduksi pada rangkaian
elektronik oleh radiasi EM yang dihasilkan dari sumber luar. Untuk
melindungi sistem elektronik dari radiasi EM, digunakan bahan pelindung.
Bahan pelindung mampu melemahkan gelombang EM yang datang melalui
refleksi atau penyerapan. Menurut mekanisme gelombang EM, gelombang
48
Efektivitas perisai EMI [dB] dirubah menjadi efisiensi perisai EMI [%] dengan
Persamaan (2.26):
1
𝑠ℎ𝑖𝑒𝑙𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 (%) = 100 − ( 𝑆𝐸 ) × 100. (2.26)
10 10
Hubungan antara efisiensi perisai (dB) dan efisiensi perisai (%) ditampilkan seperti
pada Tabel 2.4.
Tabel 2. 4 Hubungan antara efisiensi perisai (dB) dan efisiensi perisai (%) [76]
kerugian refleksi/ kerugian refleksi ganda dapat diabaikan. Nilai 𝑆𝐸R′ kira-kira sama
dengan setengah dari 𝑆𝐸R sedangkan 𝑆𝐸A′ lebih besar dari 𝑆𝐸A, yang konsisten
dengan perhitungan teoritis untuk konduktivitas tinggi dan material tebal.
Dengan demikian hal ini bertentangan dengan pendapat umum bahwa
kerugian refleksi (𝑆𝐸R′) dan kerugian penyerapan (𝑆𝐸A′) dalam teori Perhitungan
adalah perkiraan untuk kerugian refleksi (𝑆𝐸R) dan kerugian penyerapan (𝑆𝐸A) dalam
teori Schelkunoff beberapa kerugian refleksi dapat diabaikan. Untuk material
berkonduktivitas tinggi dengan ketebalan kecil pada Gambar 2.26 (b), 𝑆𝐸M memiliki
nilai negatif yang relatif besar pada frekuensi yang lebih rendah, berkontribusi
negatif terhadap efektivitas pelindung. EMI SE dari bahan dengan konduktivitas
rendah ditunjukkan pada Gambar 2.26 (c), nilai 𝑆𝐸R lebih besar dari 𝑆𝐸R′ sedangkan
𝑆𝐸A lebih kecil dari 𝑆𝐸A′ pada sebagian besar frekuensi. Namun, 𝑆𝐸R (𝑆𝐸A) kira-kira
sama dengan 𝑆𝐸𝑅′ (𝑆𝐸A′) pada frekuensi yang lebih tinggi di atas ~10 GHz.
Khususnya, Gambar 2.26 (d) menunjukkan kasus praktis bahan komposit karbon
hitam/asam polilaktat (CB/PLA) pada rentang dari 2 GHz hingga 18 GHz.
Komposit karbon hitam/asam polilaktat (CB/PLA) dengan 20wt.%
kandungan CB disiapkan dengan mengekstrusi campuran partikel CB dan PLA
(massa rasio 2:8) melalui ekstruder sekrup kembar. Serbuk komposit ditekan panas
pada 140 ℃ menjadi bentuk toroidal standar (diameter dalam: 3,04 mm, diameter
luar: 7mm, ketebalan: 2 mm) untuk pengukuran parameter EM. Parameter hamburan
komposit diukur dengan microwave Analyzer (R&S ZNB20) pada rentang frekuensi
2-18 GHz dengan garis koaksial. Nilai permitivitas efektif yang kompleks dari
komposit (Gambar 2.25) diambil dari parameter hamburan dengan metode Nicolson-
Ross-Weir (NRW).34
51
Nilai 𝑆𝐸R (𝑆𝐸A) kecil dan mendekati 𝑆𝐸R′ (𝑆𝐸A′). Fakta bahwa ketentuan
dengan nama yang sama memiliki nilai yang serupa untuk beberapa bahan pada
frekuensi tertentu, hal ini sering menimbulkan kesalahpahaman bahwa mereka
adalah besaran fisik yang sama dan penyimpangan dalam nilainya dihasilkan dari
perbedaan kecil antara perhitungan teoretis dan pengukuran eksperimental [12].
Gambar 2. 26 Perbandingan suku-suku dalam teori Schelkunoff dan teori Perhitungan; (a) bahan
dengan σ = 5,8 × 107 S/m dan t = 10 um; (b) bahan dengan σ = 5,8 × 107 S/m dan t = 1 um; (c)
material dengan σ = 1 × 101 S/m dan t = 2 mm ; (d) 20wt.% Material komposit CB/PLA dengan t = 2
mm [12]
52
Jika dimensi struktur mikro dan ketidakhomogenan material jauh lebih kecil
daripada panjang gelombang dari gelombang datang (misalnya komposit mikro/nano
pada gigahertz), material pelindung dapat dianggap sebagai media homogen. Baik
teori Schelknoff maupun teori Perhitungan dapat diterapkan untuk menganalisis
kinerja perisai dari bahan-bahan ini. Namun, lebih mudah menghitung suku-suku
dari parameter-S yang terukur dalam teori perhitungan dibandingkan teori
Schelkunoff. Model teori Schelkunoff sangat cocok untuk material lapis tunggal.
Namun, teori Perhitungan model sederhana memiliki arti fisik yang sama untuk
bahan berlapis tunggal dan berlapis banyak dan dapat diterapkan pada keduanya.
Selain itu, kerugian refleksi dan kerugian penyerapan terkait erat dengan daya yang
dipantulkan dan diserap dalam teori Perhitungan. Oleh karena itu, teori Perhitungan
sering diadopsi untuk menghitung EMI SE dan menganalisis mekanisme perisai
dalam praktiknya.
Banyak publikasi yang salah menentukan mekanisme perisai dengan
membandingkan kontribusi rugi refleksi 𝑆𝐸R′ dan rugi serapan 𝑆𝐸A′ terhadap
keseluruhan EMI SE. Ketika 𝑆𝐸A′ lebih tinggi dari 𝑆𝐸R′, bukan berarti kontribusi
absorpsi lebih besar daripada kontribusi refleksi atau dikatakan penyerapan adalah
mekanisme pelindung yang dominan. seperti contoh keefektifan pelindung bahan
komposit CB/PLA. Meskipun 𝑆𝐸A′ lebih besar dari 𝑆𝐸R′, A lebih kecil dari R pada
rentang dari 4 GHz hingga 15 GHz, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.27 (a).
Lebih dari 50% energi EM akan dipantulkan ketika 𝑆𝐸R′ lebih tinggi dari 3 dB
menurut hubungan R dan 𝑆𝐸R′ ditunjukkan pada Gambar 2.27 (b). Sisa energi
kurang dari 50% tersedia untuk melakukan perjalanan ke bahan pelindung.
Sekalipun bahan tersebut memiliki kemampuan yang kuat untuk meredam atau
menyerap gelombang elektromagnetik yang menembus ke dalam bahan pelindung
yang berarti nilai kehilangan serapan (𝑆𝐸A′) sangat besar, kontribusi penyerapan
terhadap total pelindung harus kurang dari 50% menurut hukum keseimbangan daya.
Dalam hal ini, refleksi adalah mekanisme pelindung yang dominan daripada
penyerapan. Masuk akal dan intuitif untuk mengadopsi koefisien daya R dan A
untuk menentukan jenis bahan pelindung dan mekanisme pelindung. Jika A lebih
tinggi dari R, penyerapan adalah mekanisme pelindung yang dominan. Fraksi
53
Gambar 2. 27 Perbandingan kontribusi refleksi dan penyerapan terhadap perisai. (a) Reflection loss,
absorption loss, refleksi dan absorpsi bahan komposit CB / PLA. (b) Kurva reflektifitas berubah
dengan kehilangan refleksi [12]
berganda dalam perisai mengacu pada jumlah tak terbatas dari gelombang pantulan
yang terjadi pada antarmuka depan dan belakang antara material dan ruang bebas
yang merupakan konsep pada tingkat makro dan sangat bergantung pada ketebalan
material.
Refleksi ganda adalah perilaku gelombang EM dalam proses propagasi dan
akhirnya akan diwujudkan dalam energi EM yang dipantulkan, diserap dan
ditransmisikan dari perspektif energi. Oleh karena itu, ketika teori Perhitungan
digunakan untuk menghitung EMI SE dan menganalisis mekanisme perisai dalam
praktik, tidak masuk akal untuk menggunakan konsep kerugian refleksi berganda
karena efek refleksi berganda termasuk dalam definisi kerugian refleksi (𝑆𝐸R′) dan
kerugian absorpsi ( 𝑆𝐸A′) [12].
Dilakukan pula pengujian EMI shielding effectiveness yang dilaksanakan
oleh Abdelal dan Nisrin dalam penelitiannya mengenai efektivitas perisaian
interferensi elektromagnetik secara keseluruhan dari pola 1 dan pola 2 menunjukan
peningkatan.
Pada pola 1 EMI SE dihitung untuk setiap sampel yang diuji dalam rentang
frekuensi 8 GHz - 12 GHz menggunakan persamaan (2.23) di mana peningkatan
frekuensi sebesar 0,005 GHz digunakan dalam penganalisa jaringan. Gambar 2.28
menunjukkan kurva EMI SE dari spesimen komposit pola 1 representatif dalam arah
aksial. Diamati bahwa komposit yang dijahit dengan benang konduktif (Ti dan Cu),
nonkonduktif (Kevlar dan Dyneema) dan semi-konduktif (logam Kevlar)
menunjukkan peningkatan SE yang luar biasa dibandingkan dengan komposit yang
tidak dijahit selama rentang frekuensi yang diselidiki. Selain itu, gambar tersebut
menunjukkan bahwa SE dari komposit yang tidak digabungkan nyaris tidak
bergantung pada frekuensi dalam rentang 8 GHz-11 GHz, tetapi menunjukkan
sedikit peningkatan antara 11GHz-12GHz. Namun, komposit yang dijahit
menunjukkan SE yang berfluktuasi dalam rentang 8 GHz-9 GHz diikuti dengan
sedikit peningkatan dalam rentang frekuensi 9 GHz-12 GHz. Kurva serupa dengan
tren serupa telah dihasilkan untuk setiap sampel dari setiap pola baik dalam arah
aksial maupun normal.
55
Gambar 2. 28 Efektivitas perisai interferensi elektromagnetik (EMI SE) dari sampel yang mewakili
komposit yang tidak dijahit dan dijahit dari pola 1 dalam arah aksial [24]
penelitian ini sesuai dengan apa yang telah dibahas dalam studi penelitian
sebelumnya [24].
(A) (B)
Gambar 2. 29 (A) Absorption loss SEA dan (B) Reflection loss SER sampel yang mewakili komposit
dari pola 1 pada arah aksial [24]
Nilai SE rata-rata dihitung untuk setiap spesimen yang diuji selama rentang
frekuensi 8 GHz-12 GHz, kemudian rata-rata SE dari lima benda uji dari masing-
masing pola pada arah tertentu (aksial dan normal) dihitung dan dimasukkan ke
dalam tabel. Terdapat beberapa pengamatan dari tabel ini. Untuk komposit pola 1
dalam arah aksial, SE telah meningkat dari 22,8 dB untuk komposit tanpa jahitan ke
kisaran 40 dB untuk semua komposit yang dijahit terlepas dari jenis benang jahitan
(konduktif atau dielektrik). Misalnya, efektivitas pelindung telah meningkat sebesar
85,96%, 81,14%, 91,5%, 102,2%, dan 90,9% (terkait dengan komposit tanpa jahitan)
saat dijahit dengan Kevlar 10, metalik Kevlar, Dyneema, tembaga, dan titanium.
Tabel 2. 5 Rata-rata nilai EMI SE dengan standar deviasi (SD) pada arah aksial dan normal komposit
dari pola 1 dan 2.
Pattern
Stitching Pattern 1 Pattern 2
thread SE Axial SE Normal SE Axial SE NORMAL
(dB) SD (dB) SD (dB0 SD (dB) SD
Unstitched 22.8 0.9 63.5 1.0 22.8 0.7 63.5 0.9
Kevlar 10 42.4 0.4 65.8 0.9 24.9 1.2 60.2 0.9
Kevlar metallic 41.3 0.5 64.2 0.7 25.7 1.5 61.4 0.8
Dyneema T90 43.7 0.8 64.6 0.6 24.4 1.2 61.0 0.8
Copper 46.1 0.8 58.0 0.7 29.1 1.4 73.5 0.9
Titanium 43.5 1.0 57.0 1.0 27.0 1.9 70.1 1.1
57
Pada kasus komposit dari pola 1 dengan arah normal, tidak ada efek jahitan yang
signifikan terhadap SE. Ini karena serat karbon disejajarkan dengan arah polarisasi
medan listrik dalam mode TE (serat sejajar dengan dinding pendek pandu
gelombang) yang menghasilkan reflektor hampir sempurna |S11|≈1 dan |S12|≈0 dan
meningkat konduktivitas keseluruhan komposit. Namun, komposit yang dijahit
dengan tembaga dan titanium memiliki SE yang sedikit lebih rendah karena menjahit
kain kering dengan 20 benang ini menghasilkan kantong resin yang besar di sekitar
arsitektur 3D. Jarum yang menusuk kain dapat menciptakan ruang dalam arah yang
sejajar dengan serat UD yang dapat diisi dengan resin seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.30. Kantung resin memanjang ini, yang merupakan cacat dielektrik,
menurunkan konduktivitas sepanjang arah serat dan menghalangi aliran muatan
listrik. Akibatnya, komposit yang dijahit dari pola 1 telah meningkatkan pelindung
EMI ke segala arah terkait dengan UD-CF (X, Y, dan Z).
Gambar 2. 30 Gambar menunjukkan SEM serat UD permukaan komposit retak dijahit dengan
benang tembaga dan titanium, benang logam dan kantong resin yang muncul, yang sejajar dengan
arah serat
Tabel 2.5 menunjukkan SE keseluruhan komposit pola 2 pada arah aksial dan
normal. Terlihat jelas bahwa tidak ada peningkatan SE yang signifikan pada arah
normal dan aksial saat membungkus serat karbon komposit dengan berbagai jenis
benang kecuali yang dibungkus dengan tembaga dan titanium (dibandingkan dengan
komposit tanpa jahitan). Membungkus serat komposit dengan tembaga dan titanium
menghasilkan peningkatan 27,6% dan 18,6% pada SE aksial, sedangkan pada SE
59
Tabel 2. 6 Nilai rata-rata dari: nilai absolut parameter hamburan (S11) refleksi dan (S12) koefisien
transmisi, absorptivitas (A), reflektivitas (R) dan transmisivitas (T) komposit dari pola 1 dalam arah
aksial.
|𝑆11 | |𝑆12 | T R A
Unstitched 0.7296 0.0735 5.40 × 10-3 0.532 0.462
Kevlar 10 0.8108 0.0077 5.93 × 10-3 0.657 0.343
Kevlar metallic 0.8376 0.0086 7.40 × 10-3 0.702 0.298
Dyneema T90 0.8343 0.0067 4.49 × 10-3 0.696 0.304
Copper 0.7564 0.0051 2.60 × 10-3 0.572 0.428
Titanium 0.7360 0.0085 7.23 × 10-3 0.542 0.458
a. Variabel bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang jika nilainya dirubah tidak
mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah core
yang digunakan yaitu kayu balsa, jumlah laminasi yaitu layer 1C (1 lapisan),
1C1 (1 lapisan depan dan belakang), 2C (2 lapisan), 2C1 (2 lapisan depan
dan 1 lapisan belakang), 2C2 (2 lapisan depan dan belakang)untuk material
penguat serat karbon, 1TC1 (1 lapisan depan dan belakang), 2TC2 (2 lapisan
depan dan belakang).
b. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan jenis variabel yang nilainya dipengaruhi
oleh variabel bebas. Variabel terikat dari penelitian ini adalah hasil dari
61
62
3.3.1 BAHAN
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kayu balsa, core yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu balsa.
Keunggulan dari core kayu balsa ini adalah mampu memperkuat dan
meringankan bahan dibanding dengan yang solid.
b. Serat karbon twill 12k, serat karbon twill merupakan salah satu serat yang
digunakan dalam penelitian ini
63
c. Serat karbon UD 12K, serat yang digunakan pada penelitian ini adalah serat
karbon UD. Keunggulan darin serat karbon adalag sifat mekanik yang baik
sehingga ketahanan terhadap kerusakan sangat tinggi juga baik terhadap
tegangan tarik, bersifat konduktor panas dan listrik, memiliki nilai ketahan
terhadap humidity tinggi serta baik digunakan sebagai material penguat.
f. Resin epoxy, digunakan sebagai matriks dari resin agar mampu menahan
serat secara efisien pada cetakan komposit sandwich. Beberapa keunggulan
yang dimiliki resin epoxy salah satunya yaitu tahan terhadap kelembaban,
sifat listrik yang baik, nilai resistansi terhadap kimia yang baik, memiliki
umur simpan dengan jangka panjang, dan tahan terhadap penyusutan pada
saat proses curing.
65
g. Resin hardener, adalah satau bahan yang berfungsi sebagai formalin dan
pengeras dari resin epoxy. Resin harderner juga berfungsi sebagai katalisator
yang memungkinkan proses pengeringan (curing) pada resin.
h. Miracle gloss, atau juga disebut mirror glaze merupakan salah satu release
agent dengan jenis semir berfungsi untuk mencegah komposit merekat ke
meja cetakan. Semakin banyak dan semakin rata wax yang digunakan maka
akan semakin bagus hasilnya karena mampu meminimalisir terjadinya void.
66
Gambar 3. 9 Thinner
a. Jangka sorong
Jangka sorong digunakan sebagai alat untuk mengukur spesimen sebelum
dilakukan pengujian. Hal yang diukur dari spesimen yaitu berupa tebal,
panjang dan lebarnya. Tingkat keakuratan jangka sorong yaitu 0.1 mm.
67
b. Kuas
Kuas digunakan untuk mengecat cairan resin ke permukaan core honeycomb
yang nantinya akan digunakan untuk membuat spesimen.
Gambar 3. 11 Kuas
c. Cutter
Cutter berfungsi untuk memotong core kayu balsa sesuai dengan ukuran
yang telah ditentukan dan digunakan untuk memotong dan merapikan
specimen yang telah kering.
Gambar 3. 12 Cutter
d. Neraca digital
Neraca digital digunakan untuk menimbang massa dari spesimen, serat UD,
dan cairan resin.
68
e. Gunting kodok
Gunting kodok digunakan untuk memotong fiber cloth dengan beberapa lapis
serat karbon dan serat gelas sekaligus dengan bentuk yang disesuaikan dengan
ketentuan penelitian.
f. Penggaris siku
Penggaris siku digunakan untuk membuat garis tegak lurus dan untuk
membentuk objek penelitian seperti core balsa dan fiber cloth yang
digunakan terbentuk dengan ukuran yang telah ditentukan.
69
g. Amplas
Amplas digunakan untuk menghaluskan permukaan sisi spesimen yang telah
dipotong.
h. Lakban kertas
Lakban kertas digunakan untuk memberi tanda untuk setiap spesimen uji dan
untuk memberikan kode nama yang dapat ditempel langsung pada spesimen.
70
i. Gelas plastik
Gelas plastik digunakan untuk menyesuaikan rasio resin dengan hardener.
j. Table saw
Table saw berfungsi sebagai pemotong spesimen setelah kering.
k. Kaca
Kaca digunakan sebagai wadah manufaktur
Gambar 3. 20 Kaca
l. Meja
Meja digunakan sebagai alas pengujian untuk memudahkan pembuatan
bahan komposit.
Gambar 3. 21 Meja
o. Kabel coaxial
Kabel coaxial digunakan sebagai alat penyambung antara Port 1 dan port 2
dengan alat waveguide dan berfungsi sebagai media untuk mentransmisikan
data maupun menyalurkannya melalui frekuensi sinyal yang telah diperintah.
73
q. Keysight 85518A
Keysight 85518A merupakan kalibrator yang berguna untuk mengkalibrasi
sebelum pengujian spesimen.
74
Pada gambar 3.27 dibantu oleh Pembina peneliti meninjau dan mempersiapkan
kebutuhan alat dan bahan yang akan digunakan lalu mengecek kesedian di lab
aerostruktur. Setelah pengecekan alat dan bahan yang terpenuhi, proses manufaktur
dapat dilakukan.
1. Pemotongan material
Pada tahapan ini, peneliti melakukan pemotongan pada bahan yang
digunakan. Bahan yang dipotong adalah material reinforcement yaitu serat
karbon, serat gelas, lakban tembaga, dan core kayu balsa. Pemotongan serat
yaitu sebanyak 24 lembar serat karbon UD, 24 lembar serat karbon twill, 12
lembar serat gelas, 4 lembar tembaga dan pemotongan core sebanyak 12
panel dengan fabrikasi layer yang bervariasi yaitu komposit serat karbon 1C,
1C1, 2C, 2C1, 2C2 serta komposit serat gelas 1TC1 dan 2TC2.
76
(A) (B)
(C) (D)
Gambar 3. 28 (A) menunjukan pemotongan core kayu balsa, (B) merupakan pemotongan serat
karbon UD, (C) menunjukan proses pemotongan serat gelas, dan (D) memperlihatkan pemotongan
serat karbon twill.
Tahapan pemotongan material ditampilkan pada gambar 3.28 semua bahan dipotong
dengan ketentuan ukuran yang telah ditetapkan. Pada saat pemotongan material
diperlukan kehati - hatian agar mendapatkan kesesuaian ukuran dengan ketentuan
yang diharapkan, juga karena rentan dengan kerusakan sebelum proses manufaktur
dimulai.
teknik hand lay-up untuk membuat dua variasi fabrikasi yang berbeda yaitu
1TC1 dan 2TC2.
(A) (B)
Gambar 3. 29 (A) Material penguat inti (B) Material penguat serat
Gambar diatas menunjukan hasil panel komposit yang telah dilepaskan dari
cetakan serta dipaikan bagian serat yang kusut menggunakan gunting.
80
a) Cutter
Spesimen dengan lapisan yang tidak terlalu tebal dapat dipotong
dengan mudah menggunakan cutter, seperti pada lapis satu serat karbon,
dan lapis satu serat gelas, sebagaimana ditunjukan pada gambar dibawah
ini.
b) Table saw
Pada panel komposit dengan layer yang cukup tebal seperti pada
fabrikasi 2C2, maka diperlukan alat yang lebih kuat untuk proses
pemotongan karena proses pemotongan manual menggunakan cutter
hanya akan merusak cutter. Karena itu digunakan alat table saw untuk
membantu memudahkan dalam proses pemotongan spesimen.
81
kasar dan kusut perlu dirapikan kembali maka berikutnya dilakukan pengampelasan
pada bagian spesimen yang diperlukan.
3.4.7 MATRIKS KODE SPESIMEN
Pemberian kode ketika proses manufaktur berlangsung dengan pascamanufaktur
dibuat pengkodean yang berbeda untuk itu dalam membaca kode yang benar,
peneliti mendeskripsikan setiap kode seperti dibawah ini:
(A) (B)
Gambar 3. 35 (a) menunjukan gambar spesimen ketika proses manufaktur, (b) menampilkan
spesimen dengan kode yang dirubah setelah proses manufaktur.
pada gambar 3.35 dapat terlihat kode pada spesimen dibuat menjadi 90 2.2 UD ↑ hal
ini bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam pembuatan spesimen dalam
membedakan serta menandai spesimen yang telah dibuat dan belum dibuat pada saat
proses pembuatan spesimen, yang selanjutnya diartikan 90 untuk menunjukan sudut,
2.2 menunjukan layer, UD menunjukan jenis material penguat serat yang digunakan
adalah serat karbon UD, dan ↑ (arah panah atas) menunjukan arah serat karbon UD.
Kemudian setelah proses pembuatan spesimen lengkap telah sesuai sebagaimana
yang diinginkan, kode spesimen dirubah kembali menjadi kode asal dengan
tambahan arah serat yaitu A untuk menunjukan spesimen memiliki sudut 90° arah
serat vertikal yang kemudian disebut arah orientasi normal, dan B untuk menunjukan
sudut 0° arah serat horizontal yang juga disebut arah orientasi normal. dan berikut
merupakan kode lengkap setiap spesimen yang dibuat berdasarkan usulan yang
disepakati oleh para peneliti:
1
02_90_A dan
2 1
02_90_B
1
2 03_90_A dan
3
03_90_B
1
2
04_90_A dan
4
1 04_90_B
1
2
05_90_A dan
5 1
05_90_B
2
Seperti yang diperlihatkan pada tabel 3.2 bahwa pada proses manufaktur
telah dibuat lima variasi lapisan pada serat karbon UD dengan 90 pada kode
spesimen diartikan bahwa spesimen dibuat dari panel komposit 90°, untuk
kode A menunjukan sudut 90° (vertikal) arah orientasi normal dan B
menunjukan sudut 0° (horizontal) arah orientasi aksial. kode A diperoleh dari
potongan spesimen yang tegak lurus dengan arah panel komposit sehingga
spesimen yang didapat membentuk sudut 90° (vertikal) dan spesimen yang
dipotong searah dengan arah panel komposit membentuk sudut 0°
(horizontal). Keterangan 5 variasi lapisan dijelaskan sebagai berikut:
1. 01_90_A dan 01_90_B yang kemudian disebut 1CUD adalah satu lapis
skin/serat karbon UD dengan core kayu balsa.
84
1
07_90_A dan
2 1
07_90_B
1
2 08_90_A dan
3
08_90_B
1
2
09_90_A dan
4
1 09_90_B
1
2
10_90_A dan
5 1
10_90_B
2
85
Pada tabel 3.3 menunjukan telah dibuat lima variasi layer pada skin
karbon twill sepertihalnya proses manufaktur pada karbon UD, manufaktur
karbon twill juga dibuat dengan panel komposit 90°, untuk kode A
menunjukan sudut 90° (vertikal) dan B menunjukan sudut 0° (horizontal).
kode A dan kode B didapatkan seperti pemotongan pada karbon UD.
Keterangan 5 variasi lapisan karbon twill dijelaskan sebagai berikut:
1. 06_90_A dan 06_90_B yang kemudian disebut 1CT adalah satu lapis
skin/serat karbon UD dengan core kayu balsa.
2. 07_90_A dan 07_90_B selanjutnya disebut 1C1T adalah spesimen dengan
skin (face) atas 1 lapis, skin bawah 1 lapis dengan core atau inti diantara
skin.
3. 08_90_A dan 08_90_B selanjutnya disebut 2CT adalah spesimen yang
memiliki skin (face) 2 lapis, dengan core atau inti pada skin.
4. 09_90_A dan 09_90_B selanjutnya disebut 2C1T adalah spesimen dengan
skin (face) atas 2 lapis, skin bawah 1 lapis dengan core atau inti diantara
skin.
5. 05_90_A dan 05_90_B selanjutnya disebut 2C2T adalah spesimen dengan
skin (face) atas 2 lapis, skin bawah 2 lapis dengan core atau inti diantara
skin.
C. Komposisi lapisan dan kode serat karbon twill
2
1 12_90_A dan
2
12_90_B
2
86
: Karbon UD
: Karbon twill
: Balsa
: Serat gelas
: Tembaga
arah serat 0° yang kemudian disebut serat dengan arah horizontal dan arah serat 90°
dengan yang selanjutnya disebut dengan serat dengan arah vertikal.
Kemudian Untuk mengidentifikasi shielding efectivitness EMI maka jenis
pengujian yang dilakukan pada penelitian ini yaitu menggunakan alat pandu
gelombang atau waveguide. Pengujian menggunakan alat pandu gelombang
dilakukan dengan tahapan penggunaan yang dijelaskan seperti yang ditampilkan
pada gambar 3.37 dan gambar sample ditunjukan pada gambar 3.36.
Setidaknya 24 sampel yang terdiri dari serat karbon UD, serat karbon twill,
dan serat gelas diuji dalam dua orientasi, yaitu arah aksial dan normal terhadap
pandu gelombang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.38. Pada arah aksial,
serat disejajarkan sejajar dengan sisi panjang benang jahit. pandu gelombang
sedangkan pada arah normal serat disejajarkan sejajar dengan sisi pendek pandu
gelombang. Sebanyak 24 sampel yang mewakili setiap pola, benang jahitan dan
orientasi (aksial dan normal) diuji.
89
Gambar 3. 38 (A) Ilustrasi skematik orientasi arah aksial dan (B) Ilustrasi skematik orientasi arah
normal (C) proyeksi 3D tampilan depan pandu gelombang [24]
Tahapan pertama yaitu pemasangan kabel coaxial pada alat waveguide yang
ditunjukan pada gambar 3.39, kemudian alat waveguide dinyalakan dengan
menekan tombol power yang selanjutnya siap dikalibrasi.
2. Proses kalibrasi
Gambar 3. 41 Tahap pemasangan cable coaxial yang dihubungkan pada port 1 dan port 2
fairview microwave, P/N: FMWCA1084
94
95
S11
1
01_90_A Reflection loss (dB) 0
01_90_B -1
-2
02_90_A
-3
02_90_B -4
03_90_A -5
-6
03_90_B
-7
04_90_A -8
04_90_B 4 GHz 4.125 4.25 4.375 4.5 GHz 4.625 4.75 4.875 5 GHz
GHz GHz GHz GHz GHz GHz
05_90_A
Frekuensi (GHz)
Gambar 4. 2 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S11 material penguat serat
karbon UD 12K
Pada Gambar 4.2 merupakan grafik hubungan EMI Reflection loss-Frekuensi dalam
tingkat reflektivitas spesimen uji berpenguat serat karbon UD 12K hasil hamburan
S11 pada kabel coaxial Pi terhadap port 1 dipantulkan kembali terhadap port 1.
Dalam grafik tersebut dapat terlihat bahwa masing-masing puncak memiliki
keragaman yang cukup selaras antara satu dengan spesimen lainnya.
Tabel 4. 1 Hamburan S11 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan standar
deviasi yang terdapat pada serat karbon UD 12K
Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh nilai parameter hamburan S11 melalui hasil
pengujian pandu gelombang material komposit core kayu balsa dengan penguat serat
karbon UD 12k. Nilai minimum yang diperoleh pada spesimen 01_90_B hamburan
S11 1CUD didapatkan nilai minimum reflection loss sebesar -7.285 dB dengan rata-
rata daya pantul yang diperoleh yaitu -5.514 dB, selanjutnya pada tabel tersebut
diperlihatkan daya pantul yang kecil dalam peranan untuk memperoleh efektivitas
perisaian terdapat spesimen 01_90_A (1CUD) yaitu -0.374 dB pada rata-rata nilai
yang diperoleh adalah -0.210 dB hal ini dapat menjelaskan bahwa energi transmisi
lebih tinggi dibandigkan kontribusi perisaiaan.
Pada Gambar 4.3 memperlihatkan grafik parameter hamburan S22.
Parameter ini mengukur sejauh mana energi yang dipantulkan dari medium penerima
kembali ke dalam perangkat dari material perisai. Ini mencerminkan bagaimana
perisai meredam pantulan di sisi penerima. dan diperoleh nilai pantulan yang cukup
baik serta meningkat pada frekuensi 4.05 GHz – 4.70 GHz, kemudian seiring
meningkatnya frekuensi dalam rentan lebih dari 4.70 GHz daya transmisi cenderung
meningkat (daya pantul menurun).
S22
5
01_90_A 0
01_90_B -5
Reflection loss (dB)
02_90_A -10
-15
02_90_B
-20
03_90_A
-25
03_90_B
-30
04_90_A
-35
04_90_B
-40
05_90_A 4 GHz 4.125 4.25 4.375 4.5 GHz 4.625 4.75 4.875 5 GHz
GHz GHz GHz GHz GHz GHz
05_90_B
Frekuensi (GHz)
Gambar 4. 3 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S22 material penguat serat
karbon UD 12K
98
Tabel 4. 2 Hamburan S22 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan standar
deviasi yang terdapat pada serat karbon UD 12K
S12
0
01_90_A -10
-20
01_90_B
Insertion loss (dB)
-30
02_90_A
-40
02_90_B -50
03_90_A -60
03_90_B -70
-80
04_90_A
-90
04_90_B
-100
05_90_A 4 GHz 4.125 4.25 4.375 4.5 GHz 4.625 4.75 4.875 5 GHz
GHz GHz GHz GHz GHz GHz
05_90_B
Frekuensi (GHz)
Gambar 4. 4 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21 material penguat serat
karbon UD 12K
Pada Gambar 4.4 menunjukan grafik hubungan Absorption loss – Frekuensi pada
tingkat absorptivitas hasil spesimen uji hamburan S12 pada kabel coaxial port 1
menuju port 2 pada bahan komposit dengan material penguat serat karbon UD yang
selanjutnya ditransmisikan. Grafik tersebut menunjukan terdapat variasi titik puncak
yang beragam antara satu dengan spesimen lainnya.
100
Tabel 4. 3 Hamburan S12 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan standar
deviasi yang terdapat pada serat karbon UD 12K
S21
0
01_90_A -10
-20
01_90_B
-30
Insertion loss (dB)
02_90_A -40
-50
02_90_B
-60
03_90_A -70
-80
03_90_B
-90
04_90_A -100
04_90_B 4 GHz 4.125 4.25 4.375 4.5 GHz 4.625 4.75 4.875 5 GHz
GHz GHz GHz GHz GHz GHz
05_90_A
Frekuensi (GHz)
Gambar 4. 5 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21 material penguat serat
karbon UD 12K
Pada Gambar 4.5 menunjukan grafik hubungan Absorption loss – Frekuensi (GHz)
dalam tingkat reflektivitas hasil spesimen uji hamburan S22 pada kabel coaxial port
2. Grafik tersebut menunjukan bahwa masing-masing puncak selaras satu dengan
lainnya.
Grafik yang dapat dilihat pada Gambar 4.5 menunjukan kinerja material
perisaian dalam menyerap energi elektromagnetik, dan diperoleh titik minimum
yaitu pada spesimen uji dengan kode 05_90_A (2C2UD) sebesar -93.307 dB dengan
nilai efektivitas perisaian yang diperoleh adalah −39.398 dB. Spesimen dengan nilai
daya serap yang paling lemah ada pada spesimen 01_90_B dengan nilai minimum
pada spesimen tersebut sebesar -10.541 dB, ini dapat dibuktikan melalui data yang
ditunjukan pada Tabel 4.4 dibawah ini.
102
Tabel 4. 4 Hamburan S21 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan standar
deviasi yang terdapat pada serat karbon UD 12K
Tabel 4. 5 Nilai rata-rata dari: nilai absolut parameter hamburan (S11) refleksi dan (S12) koefisien
transmisi, absorptivitas (A), reflektivitas (R) dan transmisivitas (T) komposit dari kedua pola dalam
arah aksial serta normal.
respons suatu bahan terhadap sinyal yang datang. Parameter hamburan digunakan
untuk mengukur refleksi dan transfer daya antara titik masukan dan keluaran
perangkat atau sistem.
Gambar 4. 6 sample material komposit yang dilapisi serat karbon twill 2x2
kode 07_90_B (1C1T) merupakan arah orientasi aksial dengan 1 skin/layer meliputi
core kayu balsa. Dalam parameter hamburan S11 yang telah dianalisis lewat
pengujian microwave analyzer spesimen dengan nilai koefisien reflektivitas yang
cenderung menurun terdapat pada spesimen dengan kode 08_90_A 2CT yaitu bahan
perisaian dengan arah serat normal yang menggunakan skin atas 2 layer dan material
penguat inti kayu balsa dan material pengikat epoxy, hal ini terbukti pada seperti
pada Tabel 4.7.
0
06_90_A
06_90_B -0.1
Reflection loss (dB)
07_90_A
-0.2
07_90_B
08_90_A -0.3
08_90_B
-0.4
09_90_A
09_90_B -0.5
10_90_A
10_90_B -0.6
4 GHz 4.125 4.25 GHz 4.375 4.5 GHz 4.625 4.75 GHz 4.875 5 GHz
GHz GHz GHz GHz
Frekuensi (GHz)
Gambar 4. 7 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S11 material penguat serat
karbon twil 2x2
Pada Gambar 4.7 menunjukan grafik hubungan dalam tingkat reflektivitas hasil uji
spesimen menggunakan serat karbon twill, hamburan S11 pada kabel coaxial port 1.
Grafik tersebut menunjukan bahwa setiap puncak selaras satu dengan lainnya.
Atas dasar grafik tersebut nilai minimum yang diperoleh pada spesimen
07_90_B (1C1T) yaitu sebesar -0.459 dB ini menunjukan nilai reflektivitas tertinggi
dibandingakan dengan variasi lapisan pada spesimen yang lainnya, hal ini ditandai
106
dari Gambar 4.7 dimana energi transmisi yang paling rendah terdapat pada titik
tersebut.
Tabel 4. 6 Hamburan S11 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan standar
deviasi yang terdapat pada serat karbon twill 2x2
Berdasarkan Tabel 4.6 diperoleh nilai hamburan S11 melalui hasil pengujian
pandu gelombang material komposit core kayu balsa dengan penguat serat karbon
twill 2x2. Nilai minimum tertinggi yang diperoleh pada hamburan S11 berada pada
1C1T dengan kode spesimen 07_90_B orientasi serat dengan arah aksial didapatkan
nilai minimum reflection loss sebesar -0.488 dB pada frekuensi 4.965 GHz dengan
rata-rata daya pantul yang diperoleh yaitu -0.286 dB, selanjutnya pada tabel tersebut
diketahui nilai minimum rugi refleksi menurun dalam respon bahan perisaian
terhadap energi gelombang EM yang datang terdapat pada kode spesimen 08_90_A
dalam frekuensi 4.965 GHz dengan minimum nilai yang diperoleh sebesar -0.458 dB
spesimen ini merupakan spesimen dengan lapisan skin 2 layer dengan core kayu
balsa diperlihatkan data terendah dalam peranan untuk memperoleh efektivitas
perisaian pada arah orientasi normal.
Pada 07_90_B (1C1T) spesimen ini diketahui memiliki nilai reflektivitas
paling baik pada respon spesimen terhadap gelombang EM yang datang dan didapat
melalui parameter hamburan S11 dengan arah serat aksial, hal ini juga mampu
menjelaskan nilai efektivitas shielding yang paling baik dibandingkan spesimen
yang diuji pada aplikasi bahan penguat serat karbon twill 2×2 dalam kontribusi
107
refleksi, amplitudo S11 pada frekuensi 4.965 GHz berada pada titik puncak -0.488
dB dan cenderung daya transmisi menurun pada frekuensi 4.63 GHz seperti halnya
dapat terlihat pada grafik yang terlihat dalam Gambar 4.7.
Berdasarkan Gambar 4.8 hasil analisis parameter-S (hamburan) S22 atau
koefisien hamburan refleksi di titik keluaran yang sama halnya dengan S11, namun
pada hamburan S22 mengukur refleksi di titik keluaran perangkat atau sistem. Ini
memberikan gambaran tentang seberapa banyak sinyal yang dipantulkan kembali
dari titik keluaran. Semakin rendah nilai S22, semakin baik efektivitas perisai dalam
meredam pantulan energi.
0
06_90_A
06_90_B -5
Reflection loss (dB)
07_90_A
-10
07_90_B
08_90_A -15
08_90_B
-20
09_90_A
09_90_B -25
10_90_A
-30
10_90_B 4 GHz 4.125 4.25 GHz 4.375 4.5 GHz 4.625 4.75 GHz 4.875 5 GHz
GHz GHz GHz GHz
Frekuensi (GHz)
Gambar 4. 8 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S22 material penguat serat
karbon twil 2x2
Pada Gambar 4.8 menunjukan grafik hubungan Reflection loss (dB) – Frekuensi
(GHz) dalam tingkat reflektivitas hasil spesimen uji hamburan S22 pada kabel
coaxial port 2. Grafik tersebut menunjukan bahwa pada material komposit sandwich
dengan serat karbon twill memperlihatkan titik puncak yang beragam antara setiap
masing - masing spesimen.
Dapat terlihat grafik yang ditunjukan pada Gambar 4.8 diatas, fenomena daya
pantul terekam cukup signifikan dibandingkan dengan pengujian sebelumnya pada
108
parameter S11 terhadap daya incident. Hal ini dapat terjadi karena interaksi antara
gelombang elektromagnetik yang datang dengan sifat yang terdapat pada bahan
perisai itu sendiri. Pada Tabel 4.7 spesimen dengan kode 06_90_B 1CT tingkat
reflektivitas meningkat di frekuensi 4.38 GHz yaitu diperoleh sebesar -24.591 dB
dengan nilai rata-rata sebesar -8.344 dB. Dan nilai reflektivitas yang paling kecil
terdapat pada spesimen 10_90_A dengan titik minimum yang diperoleh adalah -
0.220 dB pada frekuensi 4.085 GHz.
Tabel 4. 7 Hamburan S22 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan standar
deviasi yang terdapat pada serat karbon twill 2x2
Standar
Unit Minimum Maximum Average
Deviasi
spesimen point (dB) point (dB) point (dB)
(dB)
06_90_A -23.181 -3.319 -8.084 5.048
06_90_B -24.591 -3.519 -8.344 5.352
07_90_A -0.225 0.139 -0.045 0.103
07_90_B -0.238 0.126 -0.051 0.103
08_90_A -12.664 -1.064 -3.739 3.210
08_90_B -15.759 -2.289 -6.578 3.755
09_90_A -0.252 0.101 -0.074 0.100
09_90_B -0.226 0.117 -0.053 0.100
10_90_A -0.220 0.118 -0.053 0.100
10_90_B -0.225 0.127 -0.051 0.101
-20
06_90_A
06_90_B -40
Insertion loss (dB)
07_90_A
07_90_B -60
08_90_A
08_90_B -80
09_90_A
09_90_B -100
10_90_A
10_90_B -120
4 GHz 4.125 4.25 GHz 4.375 4.5 GHz 4.625 4.75 GHz 4.875 5 GHz
GHz GHz GHz GHz
Frekuensi (GHz)
Gambar 4. 9 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21 material penguat serat
karbon twill 2x2
Pada Gambar 4.2 menunjukan grafik hubungan Absorption loss –Frekuensi pada
tingkat absorptivitas hasil spesimen uji hamburan S12 pada kabel coaxial port 1
menuju port 2 dan ditransmisikan. Grafik tersebut menunjukan terdapat variasi titik
puncak yang beragam antara satu dengan spesimen lainnya.
Spesimen dengan tingkat absorptivitas paling tinggi diperoleh pada material
110
komposit dengan kode spesimen 10_90_A, Ini dapat dibuktikan melalui Tabel 4.8
yang dapat dilihat dibawah ini.
Tabel 4. 8 Hamburan S12 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan standar
deviasi yang terdapat pada serat karbon twill 2x2
-30
07_90_A -40
07_90_B -50
08_90_A -60
08_90_B -70
09_90_A -80
09_90_B -90
10_90_A -100
4 GHz 4.125 4.25 4.375 4.5 GHz 4.625 4.75 4.875 5 GHz
10_90_B GHz GHz GHz GHz GHz GHz
Frekuensi (GHz)
Gambar 4. 10 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21 material penguat serat
karbon twill 2x2
Grafik yang dapat dilihat pada gambar 4.10 menunjukan kinerja material
perisaian dalam menyerap energi elektromagnetik, dan diperoleh titik minimum
yaitu pada spesimen uji dengan kode 10_90_A 2C2T sebesar -90.642 dB dengan nilai
rata-rata yaitu -63.175 dB. Ini dapat dibuktikan melalui Tabel 4.9 yang dapat dilihat
dibawah ini.
Tabel 4. 9 Hamburan S21 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan standar
deviasi yang terdapat pada serat karbon twill 2x2
Tabel 4. 10 Nilai rata-rata dari: nilai absolut parameter hamburan (S11) refleksi dan (S12) koefisien
transmisi, absorptivitas (A), reflektivitas (R) dan transmisivitas (T) komposit dari serat karbon twill
kedua pola dalam arah aksial serta normal
|𝑆11 | |𝑆12 | T R A
06_90_A (1CT) 0.276 38.935 0.151 0.076 × 10−4 0.849
06_90_B (1CT) 0.270 42.302 0.178 0.072 × 10−4 0.823
07_90_A (1C1T) 0.264 63.244 0.399 0.069 × 10−4 0.601
07_90_B (1C1T) 0.286 62.990 0.396 0.081 × 10−4 0.604
08_90_A (2CT) 0.270 40.842 0.166 0.072 × 10−4 0.834
08_90_B (2CT) 0.273 38.220 0.146 0.074 × 10−4 0.854
09_90_A (2C1T) 0.275 63.260 0.400 0.075 × 10−4 0.600
09_90_B (2C1T) 0.280 62.660 0.392 0.078 × 10−4 0.608
10_90_A (2C2T) 0.283 62.639 0.392 0.080 × 10−4 0.608
10_90_B (2C2T) 0.273 63.346 0.401 0.074 × 10−4 0.599
twill 2x2 memiliki proporsi tambahan dan penelitian ini menggunakan proporsi serat
karbon yang dibatasi oleh laminasi 2C2UD merupakan bahan komposit dengan 2
lapisan skin atas serta core kayu balsa dan dilapisi kembali 2 lapis skin serat karbon
UD, hal ini juga dapat menandakan bahwa nilai dielekrik pada material tersebut
cenderung memiliki proporsi yang lebih banyak, kerena bahan isolator cenderung
memiliki penetrasi lebih rendah karena gelombang cenderung terserap oleh bahan
tersebut sehingga menjadi energi internal atau energi panas. Skin dengan 1 layer
menunjukkan transmisivitas yang tinggi yang sesuai dengan hasil SE pada Tabel
4.10. Dengan demikian sudah jelas dari tabel bahwa nilai absorptivitas lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai reflektifitas untuk semua komposit yang menunjukkan
bahwa absorptivitas adalah mekanisme utama dalam perisai material penguat serat
karbon twill 2x2 (dalam arah serat aksial maupun arah normal).
Gambar 4. 11 sample material komposit yang dilapisi serat gelas dengan tembaga
-0.4
-0.6
-0.8
-1
-1.2
-1.4
-1.6
4 GHz 4.125 GHz 4.25 GHz 4.375 GHz 4.5 GHz 4.625 GHz 4.75 GHz 4.875 GHz 5 GHz
Frekuensi (GHz)
Gambar 4. 12 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S11 material penguat serat
gelas-tembaga
Pada Gambar 4.2 menunjukan grafik hubungan Reflection loss – Frekuensi dengan
tingkat reflektivitas hasil spesimen uji dari bahan penguat serat gelas-tembaga
hamburan S11 pada kabel coaxial port 1. Grafik tersebut merekam setiap fenomena
daya pantul energi Em dan menunjukan bahwa masing-masing puncak cukup selaras
satu dengan spesimen lainnya.
Spesimen dengan tingkat reflektivitas paling tinggi diperoleh pada material
komposit dengan kode spesimen 12_90_B yaitu sebesar -1.475 dB dengan nilai rata-
rata sebesar -0.717 dB dan nilai reflektivitas terendah pada nilai minimum yang
diperoleh terdapat pada spesimen 12_90_A dengan nilainya yaitu -0.704 dB, Ini
dapat dibuktikan melalui Tabel 4.11 yang dapat dilihat dibawah ini.
Tabel 4. 11 Hamburan S11 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan
standar deviasi yang terdapat pada serat gelas-tembaga
-5
Reflection loss (dB)
-10
11A
-15
11B
-20
12A
12B -25
-30
4 GHz 4.15 GHz 4.3 GHz 4.45 GHz 4.6 GHz 4.75 GHz 4.9 GHz
Frekuensi (GHz)
Gambar 4. 13 Grafik Reflection loss-Frekuensi parameter hamburan S11 material penguat serat
gelas-tembaga
pada Gambar 4.13 diatas, fenomena daya pantul terpantau cukup baik jika
dibanding hamburan S11 dalam respon daya pantul terhadap daya incident. Hal ini
dapat terjadi karena interaksi antara gelombang elektromagnetik yang datang dengan
sifat yang terdapat pada bahan perisai itu sendiri. Pada spesimen dengan kode
11_90_B (1TC1) tingkat reflektivitas meningkat di frekuensi 4.285 GHz yaitu
diperoleh sebesar -24.042 dB dengan nilai rata-rata sebesar -6.624 dB. Dan nilai
reflektivitas terendah terdapat pada spesimen 12_90_B dengan titik minimum yang
diperoleh adalah -13.543 dB pada frekuensi 4.26 GHz, ini dibuktikan pada Tabel
4.12.
Tabel 4. 12 Hamburan S22 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan
standar deviasi yang terdapat pada serat gelas-tembaga
ke dalam perisai. Ini menjelaskan seberapa baik perisai meredam transmisi disisi
bahan dengan daya serap sebagai peran shielding. Disebut juga koefisien hamburan
maju. Pada parameter hamburan ini memiliki tujuan untuk menganalisis respon
material dalam meninjau tingkat absorptivitas untuk mengurangi intensitas dan
penetrasi gelombang elektromagnetik, sehingga berkontribusi sebagai material
perisai yang mampu melindungi area di balik perisai dari interferensi dan radiasi
elektromagnetik yang tidak diinginkan.
-5
-10
-15
Insertion loss (dB)
11_90_A -20
11_90_B -25
12_90_A
-30
12_90_B
-35
-40
-45
4 GHz 4.15 GHz 4.3 GHz 4.45 GHz 4.6 GHz 4.75 GHz 4.9 GHz
Frekuensi (GHz)
Gambar 4. 14 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S12 material penguat serat
gelas-tembaga
Tabel 4. 13 Hamburan S12 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan
standar deviasi yang terdapat pada serat gelas-tembaga
-5
-10
Insertion loss (dB)
-15
11_90_A
-20
11_90_B
-25
12_90_A
12_90_B -30
-35
-40
4 GHz 4.15 GHz 4.3 GHz 4.45 GHz 4.6 GHz 4.75 GHz 4.9 GHz
Frekuensi (GHz)
Gambar 4. 15 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21 material penguat serat
gelas-tembaga
Pada Gambar 4.15 menunjukan grafik hubungan Absorption loss – Frekuensi pada
tingkat absorptivitas hasil spesimen uji dengan bahan penguat serat gelas-tembaga
hamburan S12 pada kabel coaxial port 2 menuju port 1 dan ditransmisikan. Grafik
121
tersebut menunjukan variasi puncak setiap spesimen yang cukup beragam antara satu
dengan spesimen lainnya.
Spesimen dengan tingkat absorptivitas paling tinggi diperoleh pada material
komposit dengan kode spesimen 12B, Ini dapat dibuktikan melalui Tabel 4.14 yang
dapat dilihat dibawah ini.
Tabel 4. 14 Hamburan S21 titik minimum, maksimum dan rata-rata setiap spesimen uji dengan
standar deviasi yang terdapat pada serat gelas-tembaga
Pada Tabel 4.14 diatas dari hasil minimum spesimen 12_90_B yaitu -35.059
dB didapatkan nilai efektivitas perisaian dapat ditemukan menggunakan Persamaan
2.23 dan Persamaan 2.25, Kemudian nilai absorption loss yang paling kecil
diperoleh spesimen dengan kode 11_90_B yaitu -21.564 dB dan nilai rata – rata
yang diperoleh sebesar -19.978 dB.
Dengan demikian atas dasar pengukuran hamburan yang diwakilkan S11 dan
S12 yaitu koefisien reflektivitas dan koefisien transmisivitas, dengan menggunakan
formulasi matematika diketahui bahwa kontribusi perisaian yang dominan terhadap
material komposit berpenguat serat gelas-tembaga yaitu absorptivitas dengan tingkat
daya serap yang sangat signifikan dibandingkan daya pantul, hal ini berkontribusi
sebagai optimasi perlindungan untuk kinerja onboard pesawat tanpa awak dari efek
interferensi elektromagnetik yang tidak diinginkan.
Berdasarkan analisis grafik yang diperlihatkan pada Gambar 4.12 dan
Gambar 4.14 dengan menggunakan parameter-S. Kemudian reflektivitas (R),
transmisivitas (T) dan absorptivitas (A) dihitung menggunakan Persamaan (2.17) –
persamaan (2.18) yang mengacu pada kesetimbangan daya (R+T+A=1), diperoleh
Tabel 4.15 dibawah ini.
122
Tabel 4. 15 Nilai rata-rata dari: nilai absolut parameter hamburan (S11) refleksi dan (S12) koefisien
transmisi, absorptivitas (A), reflektivitas (R) dan transmisivitas (T) komposit dari serat gelas-tembaga
kedua pola dalam arah aksial serta normal
|𝑆11 | |𝑆12 | T R A
11_90_A (1TC1) 0.499 22.730 0.516 0.249 × 10−3 0.484
11_90_B (1TC1) 0.585 19.972 0.398 0.342 × 10−3 0.602
12_90_A (1TC1) 0.430 25.384 0.644 0.184 × 10−3 0.356
0.717 26.935 0.725 −3 0.274
12_90_B (2TC2) 0.514 × 10
pemberian matriks yang kurang stabil sehingga daya tekan pada saat pengolesan
matriks tidak merata dan memunculkan pori-pori, hal ini dapat mempengaruhi daya
pantul maupun daya serap dari energi elektromagnetik yang datang ditunjukan pada
perbandingan setiap spesimen dengan variasi lapisan dan arah orientasi. Terlihat
jelas dari tabel bahwa nilai absorptivitas lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
reflektifitas untuk semua komposit yang menunjukkan bahwa absorptivitas adalah
mekanisme utama dalam perisaian pada komposit serat gelas-tembaga (dalam arah
serat aksial maupun arah normal).
Tabel 4. 16 Titik terendah yang diperoleh berdasarkan parameter-S dari ketiga material penguat serat.
atenuasi paling baik dalam setiap hasil uji material komposit berpenguat serat karbon
UD, serat karbon twill, dan serat gelas – tembaga, nilai absorption loss terendah ada
pada spesimen 07_90_A yang merupakan material komposit sandwich dengan
penguat serat karbon twill dengan arah serat normal terekam dalam hamburan S12
pada frekuensi 4.425 GHz sebesar -96.314 dB. Sedangkan absorption loss lemah
pada frekuensi 4.795 GHz yaitu sebesar -53.845, sedangkan dalam frekuensi yang
sama juga pada material komposit berpenguat serat gelas diperoleh titik minimum
sebesar -32.954 dB terdapat pada spesimen 12_90_B hasil parameter hamburan S21,
hal ini menandakan energi transmisi yang cenderung lebih besar setelah melewati
medium spesimen uji.
0.000
-20.000
Absorption loss (dB)
05_90_A.(S21) -60.000
07_90_A.(S12)
-80.000
10_90_A.(S21)
12_90_B.(S12) -100.000
12_90_B.(S21)
-120.000
4 GHz 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 5 GHz
GHz GHz GHz GHz GHz GHz GHz GHz GHz
Frekuensi (GHz)
Gambar 4. 16 Grafik Absorption loss-Frekuensi parameter hamburan S21 dan S12 material penguat
serat karbon UD, penguat serat karbon twill, dan penguat serat gelas-tembaga
spesimen dengan material penguat serat karbon twill diperoleh spesimen dengan
respon absorptivitas terendah, terdapat pada spesimen 07_90_A yang terlihat melalui
hasil uji port 1 menuju port 2 (S12) dan spesimen ini merupakan spesimen dengan
nilai minimum terendah yang diperoleh dari keseluruhan material komposit yang
diuji. Sedangkan pada material komposit berpenguat serat gelas – tembaga
didapatkan spesimen dengan kemampuan melemahkan energi transmisi yang paling
baik yaitu terdapat pada spesimen 12_90_B untuk kedua hasil uji S12 maupun S21.
Hasil data spesimen kemudian dihitung menggunakan Persamaan (2.23) – (2.25)
untuk mengetahui efektivitas perisaian spesimen hasil produk yang paling baik ini
diperlihatkan jelas melalui Gambar 4.20. Pada material komposit berpenguat serat
UD 12k dalam parameter hamburan S21 diperoleh hasil uji pada titik minimum
sebesar -93.307 dB, dengan menggunakan Persamaan (2.23) shielding effectiveness
dapat diperoleh yaitu:
1
𝑆𝐸(𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙) = 10 log
|𝑆21 |2
1
= 10 log
|−93.307 |2
10002
= 10 log
933072
= 10 × −3.9398 = −39.398 𝑑𝐵
Tabel 4. 17 Total efektivitas shielding dalam tingkat absorptivitas bahan terhadap energi insiden
gelombang EM.
SE Total
Frekuensi
5A.S12 5A.S21 07A.S12 10A.S21 12B.S12 12B.S21
spesimen 10_90_A dari hasil uji parameter S21 dengan titik terendah sebesar -
36.460 dB yaitu pada frekuensi 4.6 GHz dan titik maksimum berada pada frekuensi
4.4 GHz sebesar -28.874 dB yaitu pada spesimen 12B melalui hasil uji parameter
S21.
0.000
-5.000
-10.000
05_90_A.(S12) -15.000
EMI SE (dB)
05_90_A.(S21) -20.000
07_90_A.(S12) -25.000
10_90_A.(S21) -30.000
12_90_B.(S12) -35.000
12_90_B.(S21) -40.000
-45.000
4.4 GHz 4.5 GHz 4.6 GHz 4.7 GHz 4.8 GHz
Frekuensi (GHz)
Gambar 4. 18 Grafik EMI SE - Frekuensi parameter S12 dan parameter S21 dari setiap spesimen
terbaik material komposit berpenguat serat karbon UD, serat karbon twil, serat gelas-tembaga.
127
Tabel 4. 18 Shielding Effectiveness total pada frekuensi 4.4 GHz, 4.6 GHz, 4.8 GHz.
1
𝑠ℎ𝑖𝑒𝑙𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 (%) = 100 − ( 𝑆𝐸 ) × 100.
10 10
1
𝑠ℎ𝑖𝑒𝑙𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 (%) = 100 − ( 36.285 ) × 100
10 10
𝑠ℎ𝑖𝑒𝑙𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 (%) = 100 − (0.00024) × 100
𝑠ℎ𝑖𝑒𝑙𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦 (%) = 100 − 0.024 = 99.976 %
Gambar 4. 19 Efisiensi perisaian material komposit menggunakan serat karbon UD 12K, serat
karbon twill 2×2, dan serat gelas dengan tembaga dalam parameter hamburan S12, dan S21.
Shielding
Shielding
Frekuensi (GHz) Kode Spesimen Effectiveness
Efficiency (%)
(dB)
4.4 05_90_A.S12 -36.285 99.976
4.6 10_90_A.S21 -36.461 99.977
4.8 07_90_A.S12 -36.268 99.976
core kayu balsa yang paling berpengaruh dalam memberikan kontribusi shielding
yaitu ada pada material komposit berpenguat serat karbon UD 12K diperoleh
efisiensi perisaian reflektivitas sebesar 99.976% pada kode spesimen 05_90_A
(2C2UD) orientasi arah normal dalam parameter hamburan S12.
Pada material komposit core kayu balsa berpenguat serat karbon twill 2×2
didapatkan efisiensi shielding yaitu 99.977% pada frekuensi 4.6 GHz yang terdapat
pada spesimen 10_90_A (2C2T) dengan orientasi arahnya yaitu arah serat normal,
kemudian persentase efisiensi karbon twill tertinggi pada frekuensi 4.8 GHz terdapat
pada parameter S12 diperoleh 99.976% pada 1C1T dengan arah orientasi serat yaitu
arah normal yang ditunjukan pada parameter hamburan tersebut dengan kode
spesimen 07_90_A.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian dan perhitungan material komposit sandwich
menggunakan core kayu balsa, maka sistem perisaian atau pelindung yang dipasang
pada UAV secara jelas berkontribusi untuk melindungi UAV terhadap efek
gangguan elektromagnetik yang ditandai lewat hasil uji sebagai berikut:
1. Nilai SE yang paling baik pada frekuensi 4.4 GHz sebesar -36.285 dB
dengan efisiensi 99.976% adalah material komposit sandwich core kayu
balsa menggunakan material penguat serat karbon UD dengan skin 2 lapisan
atas dan bawah core kayu balsa.
2. Dalam rentang frekuensi 4.6 GHz material komposit berpenguat serat karbon
twill dengan 2 lapis skin diantara core kayu balsa memperlihatkan nilai
shielding effectiveness yang paling baik sebesar -36.461 dB yang memiliki
nilai efisiensi perisaian yaitu 99.977%.
3. Pada frekuensi 4.8 GHz material komposit dengan penguat serat karbon twill
dengan laminasi 1 skin serat karbon twill atas dan bawah dengan core kayu
balsa diantaranya memperoleh kemampuan shielding paling baik
dibandingkan dengan material komposit lainnya nilai efektivitas shielding
didapatkan yaitu -36.268 dB dan melalui perhitungan SE diperoleh efisiensi
sebesar 99.976%.
4. Pada material dengan orientasi arah serat normal menunjukan hasil insertion
loss maupun reflection loss yang cenderung lebih baik, hal ini dapat
menandakan bahwa polarisasi gelombang yang datang merupakan polarisasi
linier dengan orientasi vertikal, dengan sumbangan paling dominan dalam
melemahkan/menghambat EMI adalah absorptivitas.
5. Pada material komposit dengan lapisan serat yang paling tebal yaitu lima
lapisan berikut core dengan skin karbon twill diperoleh perisaian yang paling
baik dengan penyerapan sebagai kontribusi yang paling dominan.
129
130
5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan pada penelitian ini diantaranya:
[3] F.-S. Hung, F.-Y. Hung, C.-M. Chiang, dan T.-S. Lui, “Electromagnetic
interference shielding characteristics of Sn-Al powder coating layers,” Mater
Trans, vol. 49, no. 3, hlm. 655–660, 2008.
[5] X. Dai, “Nano ZnO enhanced 3D porous reduced graphene oxide (RGO) for
light-weight superior electromagnetic interference shielding,” Mater Res
Express, vol. 4, no. 2, hlm. 025605, 2017.
131
132
[13] H. Djamal dan I. Krisnadi, “Gangguan telepon seluler pada transportasi udara
komersial,” InComTech: Jurnal Telekomunikasi dan Komputer, vol. 4, no. 2,
hlm. 119–144, 2013.
[14] H. H. Park, H.-B. Park, dan H. S. Lee, “A simple method of estimating the
radiated emission from a cable attached to a mobile device,” IEEE Trans
Electromagn Compat, vol. 55, no. 2, hlm. 257–264, 2012.
[31] E. Song, H.-B. Park, dan H. H. Park, “An evaluation method for radiated
emissions of components and modules in mobile devices,” IEEE Trans
Electromagn Compat, vol. 56, no. 5, hlm. 1020–1026, 2014.
[39] P. Hidayat, “Teknologi pemanfaatan serat daun nanas sebagai alternatif bahan
baku tekstil,” Teknoin, vol. 13, no. 2, 2008.
[41] Amin, “Bahan Komposit : Arti, Cara Membuat, dan Aplikasi,” https://muh-
amin.com/bahan-komposit-arti-cara-membuat-dan-aplikasi/ (accessed Apr.
20, 2022), 2020.
Sebagai Radar Absorbing Material (RAM),” Jurnal Teknik ITS, vol. 5, no. 2,
hlm. F125–F129, 2016.
[46] S. Djamil dan E. S. Siradj, “Sifat Balistik Metal Matrix Composite Dengan
Woven Metode Satin Twilled Weave,” dalam Prosiding Seminar Sains
Nasional dan Teknologi, 2011.
[58] Prasetyo dan Yudi., “Glass Fiber Reinforced Polymer dan Aplikasinya,”
2012.
[59] P. Bhatt dan A. Goe, “Carbon fibres: production, properties and potential
use,” Mater. Sci. Res. India, vol. 14, no. 1, hlm. 52–57, 2017.
[73] R. Fadilah, “Analisis Kekuatan Tarik Dan Struktur Mikro Material Komposit
Pada Body Mobil Listrik Prosoe Kmhe 2019,” Jurnal Teknik Mesin Mercu
Buana, vol. 9, no. 2, hlm. 129–136, 2020.