Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN POSTCRANIOTOMY

DI RUANGAN INSTENSIVE CARE UNIT (ICU)


RSD GUNUNG JATI KOTA VIREBON

DISUSUN OLEH:
RIDWAN NURDIANA
NIM: 21031

AKADEMI KEPERAWATAN YPIB MAJALENGKA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
MAJALENGKA
2024
1. Konsep Penyakit
a. Definisi
Craniotomy merupakan tindakan pembedahan yang membuka tengkorak
(tempurung kepala) bertujuan untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan pada otak.
Pembedahan intrakranial ini biasa disebut dengan craniotomy merupakan tindakan
untuk mengatasi masalah-masalah pada intrakranial seperti hematoma atau perdarahan
otak, pembenahan letak anatomi intrakranial, pengambilan sel atau jaringan intrakranial
yang dapat terganggunya fungsi neorologik dan fisiologis manusia, mengobati
hidrosefalus dan mengatasi peningkatan tekanan intrakranial yang tidak terkontrol.
(Widagdo, W., 2018).
Post op craniotomy merupakan suatu keadaan individu yang terjadi setelah proses
pembedahan untuk mengetahui dan/atau memperbaiki abnormalitas di dalam kranium
untuk mengetahui kerusakan otak. (Diane M, 2019).
b. Etiologi
Penyebab cedera kepala ada 2, yaitu:
1. Bersifat terbuka: menembus melalui dura meter (peluru, pisau)
2. Bersifat tertutup: trauma tumpul, tanpa penetrasi menembus dura (kecelakaan lalu
lintas, jatuh, cedera olahraga).
c. Manifesti klinis
Manifestasi klinik local (akibat kompresi pada bagian yang spesifik dari otak)
1. Perubahan penglihatan hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan, tanda-tanda
pupil edema
2. Perubahan bicara aphasia
3. Perubahan sensorik: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik
4. Perubahan motoric: ataksia, jatuh, kelemahan, paralisi
5. Perubahan bowel atau bladder: inkontinensia, retensi urin, dan konstipasi
6. Perubahan pendengaran: tinnitus, deafinces
7. Perubahan seksual
d. Patofisiologi
SOL merupakan adanya lesi pada ruang intracranial khususnya. yang mengenai
otak. Salah satu penatalaksanaan yang dilakukan yaitu pembedahan seperti craniotomy.
Setelah dilakukan pembedahan terdapat perlukaan pada kulit kepala yang bisa
menyebabkan resiko infeksi karena masuknya mikroorganisme. Terputusnya jaringan
kontinuitas jaringan. akibat proses pembedahan bisa merangsapng reseptor nyeri
sehingga bisa menyebabkan kelemahan fisik dan pasien akan mengalami intoleransi
aktifitas. Terjadinya edema pada otak karena dari proses inflamasi bisa menyebabkan
gangguan pada perfusi jaringan serebral. Akibat proses pembedahan juga bisa
menyebabkan resiko tinggi kekurangan cairan dan nutrisi karena efek dari anestesi
selama proses pembedahan. Prosedur anestesi dan penggunaan ETT pada proses
pembedahan akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan yang akan
memungkinkan terjadinya jalan nafas tidak efektif (Price, 2015)

Pathway
e. Penatalaksanaan Medis

Menurut Hudak & Gallo (2010):


1) Perawatan untuk ventilasi
a) Mode Control atau SIM V dengan RR yang dibutuhkan untuk memberi dukungan
secara penuh.
Tujuan: PO2 80 mmHg (lebih baik lagi >100) PCO2 <35 mmHg
b) Hiperventilasi (PCO2 <35)
(1) Akute: terjadi penurunan pada aliran darah serebral dan. tekanan darah intracranial
(2) 4-8 jam: ditoleransi
(3) 8 jam: "berulang" meningkatnya tekanan intrakranial jika PCO2 meningkat.
(4) Kronik: terjadi penurunan aliran darah serebral
c) PEEP: Kadar rendah dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
Gunakan 10 cm H2O jika :
(1) Paru- paru runtuh
(2) FIO2 50%
(3) Jika tidak dilakukan monitoring tekanan intrakranial hindari penggunaan PEEP>0
cm H2O
d) Sebelum dilakukan suction naikkan pemberian sedatif atau lognocain.dll
2) Penatalaksanaan untuk sirkulasi:
a) Tekanan darah harus dipertahankan dalam batas normal
b) Jika tidak terjadi SIADH harus pertahankan normovolemik (jangan batasi cairan
c) Pada terapi cairan hindari pemberian dextrose.
d) Pada tekanan darah harus di kontrol
(1) Tekanan Perfusi Serebral (CPP) CPP-MAP-IC
(2) Hasil yang diharapkan CPP > 60 Lebih baik lagi jika CPP > 70
(3) Pertahan MAP 90 mmHg jika tekanan intrakranial pasien tidak diketahui.
e) Normal tekanan intrakranial jika CPP 60 atau tekanan intrakranial tidak diketahui jika
PAP < 90, maka:
(1) Gunakan koloid untuk mengguyur cairan
(2) Nilai CVP harus adekuat
f) Cairan NaCL hipertonik berguna jika pasien terjadi hipovolemik namun tekanan
intrakranial > 25.
3) Lakukan pemberian manitol untuk mengurangi edema serebral yang bisa menarik air bebas
dari area otak dan meningkatkan osmolalitas. serum. Melalui diuresis osmotik cairan ini
akan dieksresikan. Berikan deksametason melalui intravena setiap 6 jam selama 24-72
jam, setelah itu secara bertahap dosis dikurangi.
4) Untuk mengurangi nyeri biasanya asetaminofen diberikan jika suhu diatas 37,50 C dan
kodein yang diberikan lewat parental karena setalah dilakukan craniotomy pasien sering
kali mengalami sakit kepala.
2. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
a). Identitas Klien
Nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status
pernikahan, suku / bangsa, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, tanggal operasi, no
medrec, diagnosa medis dan alamat.
1. Studi Utama
1) Jalan nafas
Pasien dengan post op craniotomy akan terpasang ventilator sebagai penunjang alat
pernafasan serta juga terpasang ETT, OPA. Pada jalan akan tertumpuk secret karena
terjadi penurunan kesadaran.
2) Pernapasan
Terpasang ventilator. Suara nafas ronchi. Pernafasan pada pasien dengan post op
craniotomy tidak teratur dan kedalamannya juga tidak teratur.
3).Sirkulasi
Pasien dengan post op craniotomy tekanan darahnya tidak menentu. Akralnya dingin,
warna kulitnya pucat karena ketika operasi banyak menghabiskan darah. dan
menyebabkan Hb nya menjadi renda
4) Disabilitas
Kesadaran akan menurun karena telah di lakukan pembedahan pada otak. Besar pupil
normal (+2 mm). Reflek terhadap cahaya ada. Semua aktifitas di bantu karena
mengalami penurunan kesadaran serta harus bedrest total.
5) Paparan
Pengkajian meliputi untuk mengetahui adanya kemungkinan cidera yang lain, dengan
cara memeriksa semua tubuh pasien harus tetap dijaga dalam kondisi hangat supaya
untuk mencegah terjadinya hipotermi.
6) Foley Chater
Pengkajian meliputi adanya komplikasi kecurigaan ruptur uretra jika ada tidak
dianjurkan untuk pemasangan kateter, kateter dipasang untuk memantau produksi urin
yang keluar.
7) Tabung lambung
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengurangi distensi lambung dan mengurangi resiko
muntah.
8) Pantau EKG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kondisi irama dan denyut jantung.
2. Studi Menengah
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien dengan post op craniotomy mengalami penurunan kesadaran atau
masih d bawah pengaruh obat (GCS <15), lemah, terdapat luka di daerah kepala,
terdapat secret pada saluran pernafasan kadang juga kejang
b. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Riwayat kesehatan dahulu harus diketahui baik berhubungan dengan sistem persarafan
maupun riwayat penyakit sistemik lainnya. Biasanya pasien mempunyai riwayat
penyakit seperti kepala terbentur atau jatuh, riwayat hipertensi, riwayat stroke.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien pasca operasi kraniotomi mempunyai riwayat keturunan seperti hipertensi dan
stroke.
d. Pengkajian Fisik
Kesadaran : compos mentis
GCS : 15 (E:4 V:5 M6)
TTV : TD :
N :
R :
S :
Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Pasien dengan post op craniotomy tampak luka bekas operasi pada kepala klien dan
terpasang drain, tidak terdapat pembengkakan pada kepala,
2) Wanita
Pasien dengan post op craniotomy akan terjadi pengeluaran darah yang berlebih jadi
conjuntiva pucat, ukuran pupil (2 mm). Reaksi terhadap cahaya ada, tidak ada edema
pada palpebra, palpebra tertutup, sklera tidak ikterik
3) Telinga
Kesimetrisan telinga, fungsi pendengaran, kebersihan telinga.
4) Hidung
Pasien akan terpasang NGT untuk pemenuhan nutrisi, hidung bersih, tidak ada
perdahan pada hidung. Tidak ada pembengkakan pada daerah hidung
5) Mulut
Keadaan mukosa mulut, kebersihan mulut, keadaan gigi, kebersihan gigi, stomatitis
(sariawan lidah dan mulut) Mukosa bibir tampak kering, pasien akan terpasang ETT
dan OPA, mulut. Tidak ada pembengkakan di sekitar mulut
6) Leher
Kesimetrisan, adanya pembesaran kelenjar tyroid
7) Dada
Paru- paru
1 : Dada tampak simetris, gerakan kiri dan kanan sama, tidak tampak luka atau lesi,
tampak terpasang elektroda kardiogram.
P: Tidak ada pembengkakan
P: Nyaring di seluruh lapangan paru
Auskultasi: Suara nafas ronchi karena penumpukan secret pada jalan nafas, irama tidak
teratur
Jantung
1: Arteri carotis normal, tidak terdapat ditensi vena jungularis, ictus cordis tidak terlihat
P : Serangan jantung disebabkan oleh SIC V2 cm medial lateral pertengahan klavikula
kiri
P: Letak jantung normal yaitu batas atas jantung ICS II parasternal sinistra, batas kanan
jantung: linea parasternal dextra, batas kiri jantung: midclavicula sinistra
A: tidak mengalami kelainan pada suara jantung: S1 dan S2 normal reguler, tidak ada
suara jantung tambahan seperti gallop kecuali pasien mengalami riwayat penyakit
jantung.
8) Perut
Inspeksi: Perut datar, tidak ada lesi pada abdomen Auskultasi: Bising usus
biasa 12x/ i
Palpasi: Tidak ada pembengkakan pada abdomen Perkusi: Timpani
9) Alat Kelamin
Normal/abnormal Terdapat penggunaan kateter karena telah dilakukan operasi dan
klien harus bedrest total
10) Integumen
Mukosa pucat, kering, dan kulit kering
11) Ekstermitas
Pucat pada kulit, dasar kuku, dan membrane mukosa, Kuku mudah. patah dan
berbentuk seperti sendok, kelemahan dalam melakukan aktifitas. Tidak terdapat edema
pada ekstremitas. Klien bedrest total. Akral dingin.
12) Punggung
Kesimetrisan punggung, warna kulit, dan keberishan.
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Menurut Hudak & Gallo (2010):
1) Perawatan untuk ventilasi
a) Mode Control atau SIM V dengan RR yang dibutuhkan untuk memberi dukungan
secara penuh.
Tujuan: PO280 mmHg (lebih baik lagi >100) PCO2 35 mmHg
b) Hiperventilasi (PCO2 <35)
(1) Akute: terjadi penurunan pada aliran darah serebral dan tekanan darah intracranial
(2) 4-8 jam: ditoleransi
(3) 8 jam: "berulang" meningkatnya tekanan intrakranial jika PCO2 meningkat.
(4) Kronik: terjadi penurunan aliran darah serebral
c) PEEP: Kadar rendah dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Gunakan 10 cm H2O
jika:
(1) Paru- paru runtuh
(2) FIO2 50%
(3) Jika tidak dilakukan monitoring tekanan intrakranial hindari penggunaan PEEP > 0
cm H2O
d) Sebelum dilakukan suction naikkan pemberian sedatif atau lognocain
2) Penatalaksanaan untuk sirkulasi:
a) Tekanan darah harus dipertahankan dalam batas normal
b) Jika tidak terjadi SIADH harus pertahankan normovolemik (jangan batasi cairan
c) Pada terapi cairan hindari pemberian dextrose
d) Pada tekanan darah harus di kontrol
(1) Tekanan Perfusi Serebral (CPP)-CPP-MAP-IC
(2) Hasil yang diharapkan CPP > 60 Lebih baik lagi jika CPP > 70
(3) Pertahan MAP 90 mmHg jika tekanan intrakranial pasien tidak diketahui.
e) Normal tekanan intrakranial jika CPP < 60 atau tekanan. intrakranial tidak diketahui
jika PAP <90, maka:
(1) Gunakan koloid untuk mengguyur cairan
(2) Nilai CVP harus adekuat
f) Cairan NaCI, hipertonik berguna jika pasien terjadi hipovolemik namun tekanan
intrakranial>25.
3) Lakukan pemberian manitol untuk mengurangi edema serebral yang bisa menarik air
bebas dari area otak dan meningkatkan osmolalitas serum. Melalui diuresis osmotik
cairan ini akan dieksresikan. Berikan deksametason melalui intravena setiap 6 jam
selama 24-72 jam, setelah itu secara bertahap dosis dikurangi.
4) Untuk mengurangi nyeri biasanya asetaminofen diberikan jika suhu diatas 37,50 C
dan kodein yang diberikan lewat natrental kanena. setalah dilakukan craniotomy pasien
sering kepala.
2) Penatalaksanaan untuk sirkulasi:
a) Tekanan darah harus dipertahankan dalam batas normal
b) Jika tidak terjadi SIADH harus pertahankan normovolemik (jangan batasi cairan
c) Pada terapi cairan hindari pemberian dextrose
d) Pada tekanan darah harus di kontrol
(1) Tekanan Perfusi Serebral (CPP)-CPP-MAP-IC
(2) Hasil yang diharapkan CPP > 60 Lebih baik lagi jika CPP > 70
(3) Pertahan MAP 90 mmHg jika tekanan intrakranial pasien tidak diketahui.
e) Normal tekanan intrakranial jika CPP < 60 atau tekanan. intrakranial tidak diketahui
jika PAP <90, maka:
(1) Gunakan koloid untuk mengguyur cairan
(2) Nilai CVP harus adekuat
f) Cairan NaCI, hipertonik berguna jika pasien terjadi hipovolemik namun tekanan
intrakranial>25.
3) Lakukan pemberian manitol untuk mengurangi edema serebral yang bisa menarik air
bebas dari area otak dan meningkatkan osmolalitas serum. Melalui diuresis osmotik
cairan ini akan dieksresikan. Berikan deksametason melalui intravena setiap 6 jam
selama 24-72 jam, setelah itu secara bertahap dosis dikurangi.
4) Untuk mengurangi nyeri biasanya asetaminofen diberikan jika suhu diatas 37,50 C
dan kodein yang diberikan lewat natrental kanena. setalah dilakukan craniotomy pasien
sering kepala.
7. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko infeksi b.d efek prosedur invasi
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay & kebutuhan O2
8. Perencanaan
No Diagnosa Slki Siki
1. Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Terapi Aktivitas
keperawatan selama 3 x 24 Observasi
jam diharapkan Tingkat -Monitor tanda dan gejala
infeksi menurun, kriteria infeksi local dan sistemik
hasil : Teurapeutik
1. Nyeri - Batasi jumlah pengunjung
2. Bengkak Edukasi
3. demam - Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan Terapi Aktivitas
keperawatan selama 3 x 24 Observasi
jam diharapkan Toleransi - Identifikasi deficit tingkat
aktivitas meningkat, kriteria aktivitas
hasil : Teurapeutik
1. Kemudahan dalam - Fasilitasi focus pada
melakukan aktivitas kemampuan, bukan deficit
2. Kekuatan atas bawah yang dialami
tubuh meningkat Edukasi
3. Keluhan Lelah menurun - Ajarkan melakukan
4. Dispenea menurun aktivitas fisik
social,spiritual, dan
kognitif, dalam menjaga
fungsi Kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

etz & sowden, (2019). Buku saku keperawatan Edisi 3 Alih Bahasa dr. Jan Tamboyang EGC:
Jakarta
Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. (2018). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medik
Corwin. (2019). Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC
Buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi 1, Cetakan II
Buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Edisi 1, Cetakan II
Buku Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Edisi 1, Cetakan II

Anda mungkin juga menyukai