Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

PROFIL PERMUKAAN TANAH

“Those who own the data own the future.”


~Yuval Noah Harari, 21 Lessons for the 21st Century

Capaian Pembelajaran:
Setelah membaca dan mempelajari bab ini, mahasiswa maupun pembaca akan dapat menjelaskan
pengertian profil permukaan tanah, menyebutkan macam profil, metode pengukuran dan tahapannya,
mengetahui rumus serta prosedur perhitungannya. Selain itu, mahasiswa juga dapat mengetahui
teknik pengukuran profil dan mampu melaksanakan praktik pengukuran di lapangan, proses data
ukur dan penggambaran profil permukaan tanah.

4.1 Pendahuluan
Profil permukaan tanah merupakan keadaan tinggi-rendah atau naik-turunnya permukaan
tanah yang merepresentasi permukaan bumi yang tidak berarturan. Dalam bidang survei dan
pemetaan, profil permukaan tanah direpresentasikan oleh bagian vertikal bumi yang diukur
sepanjang garis yang telah ditentukan atau ditetapkan. Sehingga pada aplikasinya di lapangan, profil
merupakan serangkaian elevasi tanah yang ditentukan melalui perataan diferensial atau metode lain
yang ketika diplot sepanjang garis, misalnya garis tengah jalan (As jalan), maka dapat digunakan
untuk menentukan tingkat akhir (road alignment), rel kereta api, kanal saluran pembuangan dsb.
Dalam bidang ketekniksipilan, pengukuran dan penggambaran profil merupakan hal yang penting
untuk dilakukan karena penentuan bentuk permukaan tanah secara detail digunakan untuk aktifitas
perencanaan dan pekerjaan tanah (earth work) yaitu perhitungan volume pekerjaan tanah atau galian
(cut) dan timbunan (fill).
Pengukuran profil ini dilkasanakan dengan tujuan untuk menentukan irisan tegak suatu
wilayah di permukaan bumi dengan menampilkan variasi ketinggian relief tanahnya berdasarkan
pada jalur yang telah ditentukan dalam proses perencanaan. Setelah aktifitas pengukuran profil di
lapangan dilaksanakan maka perlu dilakukan proses lebih lanjut yaitu perhitungan beda tingggi serta
jarak antar titik-titik profil. Informasi mengenaai profil permukaan tanah dalam bentuk data hasil
perhitungan tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk gambar profil permukaan tanah dengan
menggunakan skala tertentu. Dengan demikian maka pengukuran profil merupakan salah satu
aplikasi dari berbagai kegunaan penentuan posisi vertikal titik-titik di permukaan bumi.

51
Martince Novianti Bani
Aplikasi pengukuran profil kemudian digunakan untuk berbagai keperluan perencanaan
teknik, baik itu yang terkait dengan aktivitas pembangunan fisik, maupun sarana dan prasarana atau
infrastruktur, a.l.:
1. Perencanaan pekerjaan konstruksi (penentuan kemiringan atau gradien suatu wilayah pekerjaan
konstruksi, atau perhitungan volume galian dan timbunan)
2. Perencanaan jalan raya baik jalan baru maupun rehabilitasi dan peningkatan jalan yang telah ada
3. Perencanaan dan peningkatan jalan rel kereta api
4. Perencanaan jaringan irigasi, drainase dan jalur pipa distribusi air bersih
5. Perencanaan pembangunan dam atau bendungan
6. Perencanaan pemasangan jalur pipa gas maupun jaringan transmisi
7. Perencanaan dan perluasan bandar udara
8. Perataan tanah dan penataan kavling untuk perencanaan real estate.

Salah satu contoh pengukuran profil dapat dilihat pada Gambar 4.1. Pada gambar tersebut,
pengukuran profil elevasi dilakukan dengan cara alat penyipat datar dipasang di beberapa lokasi yang
nyaman, artinya tidak harus sama seperti yang tergambar pada garis L1. Rambu ukur ditempatkan di
BM, kemudian bacaan BS di ambil pada titik tersebut, dan tinggi alat diukur maka dapat peroleh
beda elevasi antara BM dan L1.
L1

Elevasi
BM
L2

L1

BM

Rencana
Pengukuran T.P.1
T.P.2

L2

Gambar 4. 1 Pengukuran detail (profil) (Davis & Foote, 1966)


52
Martince Novianti Bani
4.2 Metode Pengukuran Profil
Terdapat beberapa metode yang sering diterapkan dalam pengukuran profil. Salah satu
metode yang sering digunakan yaitu metode tinggi garis bidik (HLS). Dalam pelaksanaannya, alat
penyipat datar atau waterpass dan rambu ukur digunakan untuk mengumpulkan data di lapangan.
Sedangkan metode lain yaitu metode Tacheometry (takimetri) menggunakan theodolite sebagai
instrumen utamanya. Pada bab ini akan difokuskan pada pengukuran profil menggunakan metode
tinggi garis bidik (HLS).

4.2.1 Garis Bidik


Garis bidik (line of sight) merupakan garis khayal pada teropong, waterpas maupun
theodolite, yang menghubungkan pusat Garis bidik mendatar
FS
lensa objektif dan lensa okuler (benang Hi
silang difragma). Tinggi garis bidik
A
diukur terhadap bidang referensi tinggi,
hAB = Hi – FS
sehingga tinggi garis bidik merupakan HA
HLS
jarak vertikal antara garis bidik mendatar
B
(line of sight) dan bidang referensi atau HB

datum. Bidang Referensi

Tinggi garis bidik berbeda Gambar 4. 2 Konsep Tinggi garis bidik


dengan tinggi alat. Gambar 4.2
Keterangan gambar:
merupakan konsep tinggi garis bidik dan
Hi : Tinggi alat
tinggi alat yang menjadi dasar
HLS : Tinggi garis bidik
pengukuran beda tinggi.
HA : Tinggi titk A

4.2.2 Penentuan Tinggi Garis Bidik


Dalam pelaksanaan pengukuran profil dengan menggunakan metode Tinggi Garis Bidik,
maka penentuan nilai 𝑯𝑳𝑺 dilakukan dengan dua cara, yaitu (a) dengan cara memasang alat waterpas
tepat di atas titik tetap (BM = Bench Mark); dan (b) dengan cara memasang alat waterpass di luar
titik tetap dalam jarak tertentu.
Cara pertama dilaksanakan dengan bantuan unting-unting dan nilai elevasi pada titik tersebut
sudah harus terdefinisi. Nilai 𝑯𝑳𝑺 dihitung berdasarkan data ukuran yang ada, yaitu ukuran tinggi
alat (Hi) di titik tetap tersebut. Semakin cermat dalam mengukur tinggi alat, maka nilai 𝑯𝑳𝑺 semakin

53
Martince Novianti Bani
baik dan teliti. Secara matematis untuk memperoleh nilai HLS maka dapat diformulasikan sebagai
berikut:
𝑯𝑳𝑺 = 𝑯𝒕𝒊𝒕𝒊𝒌 + 𝑯𝒊
Pada cara kedua, pengukuran dilaksanakan dengan cara memasang waterpass bebas di luar
titik yang sudah diketahui nilai elevasinya (BM) secara benar dan rambu ukur dipasang pada titik
yang akan diukur elavasi maupun beda tingginya. Nilai 𝑯𝑳𝑺 dihitung terhadap data bacaan BT
waterpas pada angka rambu ukur yang didirikan pada titik yang telah diketahui elevasinya tersebut.
Misalkan rambu didirikan pada BM = H dan hasil bacaan BT = BS, maka 𝑯𝑳𝑺 dapat diformulasikan
sebagai berikut:
𝑯𝑳𝑺 = 𝑯(𝒕𝒊𝒕𝒊𝒌) + 𝑩𝑺
Sama halnya seperti pada cara pertama maka pada cara ke dua ini jika semakin tepat dan
cermat dalam pembidikan dan pembacaan angka pada skala rambu, maka nilai 𝑯𝑳𝑺 akan semakin
teliti.

4.3 Jenis Pengukuran Profil


Ditinjau dari jalur dan arah pengukurannya maka profil permukaan tanah dapat dibedakan
menjadi dua jenis pengukuran profil, yaitu:
1. Profil memanjang (Longitudinal Section)
2. Profil melintang (Cross Section)

4.3.1 Profil Memanjang


Pengukuran profil memanjang dilaksanakan untuk menentukan elevasi titik-titik sepanjang
garis rencana proyek sehingga dapat digambarkan irisan tegak yang memperlihatkan relief
permukaan tanah sepanjang garis rencana proyek tersebut. Gambar irisan tegak keadaan lapangan
sepanjang garis rencana proyek tersebut disebut dengan profil memanjang (Long-section).

4.3.1.1 Tahapan Pengukuran di Lapangan


a. Sepanjang garis rencana dipasang beberapa patok kayu atau beton yang menyatakan
sumbu proyek.
b. Pengukuran kerangka vertikal sepanjang garis rencana dilakukan untuk memperoleh titik-
titik pengikat profil.
c. Pengukuran elevasi dilakukan di tiap tempat yang mempunyai kemiringan atau beda
tinggi yang cukup, sepanjang jalur rencana proyek.
d. Pengukuran jarak mendatar dilakukan antara titik profil yang berurutan.
54
Martince Novianti Bani
Gambar 4.3 merupakan representasi dari pengukuran profil memanjang untuk mengetahui
elevasi di sepanjang jalur atau garis rencana proyek.

A 6 C 7 8
1 2 5
3 4 B
HLS2
HLS1
Bidang Referensi

Gambar 4. 3 Teknik pengukuran profil memanjang (long-section)

Keterangan:
A, B, C,… dst : Titik ikat atau titik referensi pengukuran (patok kayu, pilar beton/BM, paku,
atau tanda yang lain, tempat berdiri rambu ukur
1, 2, 3,… dst : Titik-titik profil memanjang tempat berdiri rambu ukur
HLS1, HLS2, dst. : Tinggi Garis Bidik yang diukur dari posisi alat waterpass

4.3.1.2 Tahapan Proses Data Profil


Dalam tahapan ini, yang perlu dilakukan adalah
a. menghitung elevasi titik-titik kerangka kontrol vertikal sepanjang jalur rencana proyek,
sesuai dengan prosedur hitungan beda tinggi dengan metode sipat datar (leveling).
b. menghitung 𝑯𝑳𝑺 pada setiap kedudukan alat. Artinya, setiap perpindahan posisi alat maka
𝑯𝑳𝑺 harus dihitung.
c. Menghitung elevasi titik-titik profil permukaan tanah berdasarkan masing-masing 𝑯𝑳𝑺
sepanjang jalur rencana proyek.

55
Martince Novianti Bani
Contoh:
Berdasarkan hasil pengukuran profil pada Gambar 4.3, maka dapat dihitung:
1. Beda tinggi antar titik ikat: ∆𝒉𝑨𝑩 = 𝑩𝑺𝑨 − 𝑭𝑺𝑩
∆𝒉𝑩𝑪 = 𝑩𝑺𝑩 − 𝑭𝑺𝑪 ; dst.
2. Elevasi titik ikat: 𝑯𝑩 = 𝑯𝑨 + ∆𝒉𝑨𝑩 +koreksi (jika ada)
𝑯𝑪 = 𝑯𝑩 + ∆𝒉𝑩𝑪 + koreksi (jika ada)
3. Tinggi garis bidik: 𝑯𝑳𝑺 𝟏 = 𝑯𝑨 + 𝑩𝑺𝑨
𝑯𝑳𝑺 𝟐 = 𝑯𝑩 + 𝑩𝑺𝑩
4. Elevasi titik profil: 𝑯𝟏 = 𝑯𝑳𝑺 𝟏 − 𝑩𝑺𝟏 𝑯𝟓 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑩𝑺𝟓
𝑯𝟐 = 𝑯𝑳𝑺 𝟏 − 𝑩𝑺𝟐 𝑯𝟔 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑭𝑺𝟔
𝑯𝟑 = 𝑯𝑳𝑺 𝟏 − 𝑩𝑺𝟑 𝑯𝟕 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑭𝑺𝟕
𝑯𝟒 = 𝑯𝑳𝑺 𝟏 − 𝑭𝑺𝟒 𝑯𝟖 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑭𝑺𝟖

4.3.1.3 Prosedur Penggambaran Profil


a. Menetapkan skala penggambaran, yaitu skala horizontal dan skala vertikal. Skala
horizontal untuk perhitungan penggambaran jarak mendatar, sedangkan skala vertikal
untuk perhitungan penggambaran elevasi profil. Pada umumnya jarak titik-titik profil lebih
panjang jika dibandingkan perubahan elevasi titik profil, sehingga untuk mendapatkan
hasil gambar yang lebih baik dan optimal maka skala vertikal dibuat lebih besar dari pada
skala horizontal. Penentuan skala disesuaikan dengan ukuran bidang gambar, sehingga
tampilan gambar profil menjadi lebih baik.
b. Menentukan nilai bidang persamaan. Bidang persamaan adalah bidang yang sejajar
dengan bidang referensi tinggi (MSL), sehingga menjadi pedoman penggambaran tinggi
titik-titik profil. Nilai elevasi bidang persamaan pada umumnya ditentukan secara bebas,
namun angkanya harus lebih rendah daripada elevasi titik terendah profil.
c. Jarak horizontal digambar sesuai dengan skala horizontal dan pada setiap titik profil
dicantumkan nama dan notasi.
d. Elevasi titik profil yang sudah dikurangi dengan elevasi bidang persamaan digambarkan
dengan skala vertikal pada titik yang telah dibuat pada point c.
e. Titik-titik profil yang telah digambarkan ketinggiannya sesuai dengan skala vertikal
dihubungkan dengan garis lurus secara beruntun.
56
Martince Novianti Bani
f. Menuliskan judul profil.
Keenam hal tersebut di atas harus ada dalam menggambarkan profil jalur memanjang seperti
contoh pada gambar 4.4. Gambar 4.4 menunjukkan profil yang diplot dari permukaan tanah yang ada
di sepanjang garis tengah jalan raya yang direncanakan. Secara horizontal pada grafik, Anda
membaca urutan stasiun dari 0+00 hingga 18+00. Secara vertikal, Anda membaca ketinggian.

PROFIL MEMANJANG RENCANA JALAN XX

BP
Titik 1 2 … 15 18
Jarak
Elevasi

Skala Hz: 1:1000


Skala Vc: 1:100

Gambar 4. 4 Penggambaran profil memanjang hasil hitungan

4.3.2 Profil Melintang


Profil atau penampang melintang diperlukan untuk mengetahui model permukaan tanah atau
profil lapangan pada arah tegak lurus garis rencana atau pada arah yang membagi sudut sama besar
terhadap garis rencana proyek. Penampang melintang diterapkan untuk penyelesaian permasalahan
yang berkaitan dengan rencana pembangunan drainase, irigasi, gradasi pekerjaan tanah, lokasi dan
konstruksi bangunan, dan juga jika ingin mengetahui relief permukaan tanah di suatu wilayah.
Gambar 4.5 merupakan representasi dari pengukuran jalur melintang pada garis rencana proyek
yang telah lebih dahulu dilaksanakan pengukuran profil memanjang.

57
Martince Novianti Bani
P8

P7

P6

P5
Line
Traverse
P4
P0 P1 P2 P3

Gambar 4. 5 Jalur engukuran profil melintang (cross-section)

Pada gambar 4.5, profil melintang dibuat pada titik P0, P1, P2, P3, P4, P5, P6, dan seterusnya.
Titik-titik tersebut sebagai titik pusat profil melintang sepanjang jalur memanjang (traverse line).
Pada contoh jalur tersebut, arah profil melintang tegak lurus terhadap garis rencana, kecuali pada P4,
arahnya membagi garis rencana menjadi sudut yang sama besar. Setiap bagian profil melintang
dengan jarak sisi kiri plus sisi kanan relatif pendek (kurang dari 100 meter), maka pengukurannya
dapat dilakukan bersamaan dengan profil memanjang dan menggunakan cara 𝑯𝑳𝑺 pada posisi alat
yang sama.
Prosedur pengukuran, perhitungan dan penggambarannya sama seperti profil memanjang.
Penggambaran profil melintang biasanya skala horizontal dan skala vertikal dibuat sama. Gambar
4.6 merupakan contoh pengukuran profil melintang di titik P0.

f g
a
b e
c P0
d

Gambar 4. 6 Prosedur pengukuran profil melintang

58
Martince Novianti Bani
Contoh soal:
Sebagian data hasil pengukuran profil memanjang tertera pada tabel berikut:
No. Titik Bacaan Benang (cm) Jarak (meter) Elevasi (meter)
BS FS/Profil
A 5.85 Alat ke A = 30.0 105.750 POSISI
1 85.9 ALAT
2 123.1 d1.2 = 20.0 1
3 118.1 d2.3 = 25.0
4 116.2 d3.4 = 27.0
B 89.3 Alat ke B = 40.0
B 135.9 Alat ke B = 45.0 POSISI
5 149.4 d4.5 = 15.0 ALAT
6 147.9 d5.6 = 25.0 2
7 165.6 d6.7 = 15.0
8 179.7 d7.8 = 15.0
9 187.8 d8.9 = 20.0
10 195.9 d9.10 = 25.0
C 203..8 Alat ke C = 40.0

Perhatikan data di atas dan satuannya. Dengan ketentuan bahwa titik A, B, dan C merupakan titik
ikat, bukan titik profil. Berdasarkan data pada tabel di atas maka
a. Hitunglah elevasi titik ikat B, titik C dan titik profil tanah 1 s/d 10 tersebut!
b. Gambarkan profil memanjang 1 s/d 10 tersebut dengan skala horizontal 1:1000. Skala vertikal
1:50.
Penyelesaian hitungan:
1. Beda tinggi antar titik ikat : ∆𝒉𝑨𝑩 = 𝑩𝑺𝑨 − 𝑭𝑺𝑩
= 5.85 – 89.3 = -83.45 cm = -0,8345 m
∆𝒉𝑩𝑪 = 𝑩𝑺𝑩 − 𝑭𝑺𝑪
= 135.9 – 203.0 = -67.9 cm = -0.679 m
Elevasi titik ikat : 𝑯𝑩 = 𝑯𝑨 + ∆𝒉𝑨𝑩 = 105.750 + (-0,8345) = 104.916 m
𝑯𝑪 = 𝑯𝑩 + ∆𝒉𝑩𝑪 = 104.916 + (-0.679) = 104.237 m
2. Tinggi garis bidik : 𝑯𝑳𝑺 𝟏 = 𝑯𝑨 + 𝑩𝑺𝑨 = 105.750 + 0.585 = 106.335 m
𝑯𝑳𝑺 𝟐 = 𝑯𝑩 + 𝑩𝑺𝑩 = 104.916 + 1.359 = 106.275 m

59
Martince Novianti Bani
3. Elevasi titik profil : 𝑯𝟏 = 𝑯𝑳𝑺 𝟏 − 𝑭𝑺𝟏 = 106.335 – 0.859 = 105.476 m
𝑯𝟐 = 𝑯𝑳𝑺 𝟏 − 𝑭𝑺 = 106.335 – 1.231 = 105.104 m
𝑯𝟑 = 𝑯𝑳𝑺 𝟏 − 𝑭𝑺 = 106.335 – 1.181 = 105.154 m
𝑯𝟒 = 𝑯𝑳𝑺 𝟏 − 𝑭𝑺𝟒 = 106.335 – 1.162 = 105.173 m
𝑯𝟓 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑭𝑺𝟓 = 106.275 – 1.494 = 105.781 m
𝑯𝟔 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑭𝑺𝟔 = 106.275 – 1.479 = 104.796 m
𝑯𝟕 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑭𝑺𝟕 = 106.275 – 1.656 = 104.619 m
𝑯𝟖 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑭𝑺𝟖 =106.275 – 1.797 = 104.478 m
𝑯𝟗 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑭𝑺𝟗 = 106.275 – 1.878 = 104.397 m
𝑯𝟏𝟎 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑭𝑺𝟏𝟎 = 106.275 – 1.959 = 104.316 m
Selanjutnya, hasil hitungan tersebut digambarkan profil memanjang sesuai dengan prosedur
penggambarannya.

4.4 Perhitungan Recana Galian-Timbunan


Setelah penggambaran profil memanjang dan melintang dilakukan, maka selanjutnya gambar
tersebut dapat digunakan sebagai dasar perencanaan perhitungan galian dan timbunan (Excavation
and embankment) atau (cut and fill). Pada gambar profil yang ada dapat dibuat garis rencana proyek,
misalnya alinyemen jalan, saluran drainase, jalur pemasangan pipa, garis batas elevasi perataan tanah,
atau lainnya. Dengan adanya garis rencana dan garis profil tanah maka posisi atau lokasi yang
diperlukan untuk rencana galian, timbunan maupun perhitungan volume dapat diketahui.
Setelah garis proyek direncanakan dengan kemiringan tertentu maka elevasi rencana pada
setiap titik profilnya juga dapat dihitung. Garis rencana proyek dpata ditentukan mengikuti model
permukaan tanah, sehingga kemiringan atau gradiannya diperoleh berdasarkan elevasi titik awal dan
akhir garis rencana serta jarak mendatar kedua titik tersebut. Nilai gradien (𝒈) pada umumnya
dinyatakan dalam persen (%) dan dapat dihitung dengan formula:
𝒈 = ∆𝒉⁄𝑫 = (𝑯𝑷𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 − 𝑯𝑷𝒂𝒘𝒂𝒍 )⁄𝑫
Dalam hal ini:
𝑯𝑷𝒂𝒘𝒂𝒍 = Elevasi titik awal garis rencana
𝑯𝑷𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 = Elevasi titik akhir garis rencana
D = Jarak mendatar antara titik awal dan titik akhir garis rencana

60
Martince Novianti Bani
Elevasi rencana (HP) pada setiap titik profil dapat dihitung apabila gradien serta jarak antar
titiknya telah diketahui. Misalkan gradien garis rencana diperoleh dari hasil hitungan dan HP1 telah
ditetapkan, maka HP2, HP3, dan seterusnya yang berjarak D1.2, D1.3, dan seterusnya dapat dihitung
nilainya sebagai berikut:
𝐇𝐏𝟐 = 𝑯𝑷𝟏 + 𝒈. 𝑫𝟏.𝟐
𝐇𝐏𝟑 = 𝑯𝑷𝟏 + 𝒈. 𝑫𝟏.𝟑 = 𝐇𝐏𝟐 + 𝒈. 𝑫𝟐.𝟑
Dan seterusnya …𝐇𝐏𝒏 = 𝑯𝑷𝒏 + 𝒈. 𝑫𝟏.𝒏

Hitungan rencana galian atau timbunan dapat diperoleh dari selisih antara elevasi tanah
(profil) dan elevasi rencana. Secara matematika dapat ditulis sebagai berikut:
• Jika 𝑯 𝒕𝒂𝒏𝒂𝒉 – 𝑯𝑷 > 𝟎 (𝑷𝑶𝑺𝑰𝑻𝑰𝑭), artinya ada rencana galian pada titik profil
• Jika 𝑯 𝒕𝒂𝒏𝒂𝒉 – 𝑯𝑷 < 𝟎 (𝑵𝑬𝑮𝑨𝑻𝑰𝑭), artinya ada rencana timbunan pada titik profil

Pada contoh soal sebelumnya, jika direncanakan jalan dengan titik awal pada HP1 = H1 dan
titik akhir pada HP10 = H10, maka dapat dihitung rencana galian atau timbunannya sebagai berikut:
𝒈 = ∆𝒉⁄𝑫 = (𝑯𝑷𝟏𝟎 − 𝑯𝑷𝟏 )⁄𝑫𝟏.𝟏𝟎
= (104.316 - 105.476)/187 = -0.006 = -0.6%
𝑯𝑷𝟐 = 𝑯𝑷𝟏 + 𝒈. 𝑫𝟏.𝟐 = 105.476+(-0.006 x 20) = 105.356
𝑯𝑷𝟑 = 𝑯𝑷𝟏 + 𝒈. 𝑫𝟏.𝟑 = 105.476+(-0.006 x 45) = 105.206
Dan seterusnya…𝑯𝑷𝟗 = 𝑯𝑷𝟏 + 𝒈. 𝑫𝟏.𝟗 hasilnya ditulis dalam tabel berikut:

No. Elevasi tanah Elevasi rencana Kedalaman Tinggi timbunan


Titik (meter) (meter) galian (meter) (meter)
1 105.476 105.476 0,000 0,000
2 105.104 105.356 - 0.252
3 105.154
4 105.173
5 105.781
6 104.796
7 104.619
8 104.478
9 104.397
10 104.316

61
Martince Novianti Bani

Anda mungkin juga menyukai