Land Surveying I - Chapter IV - Profil Permukaan Tanah
Land Surveying I - Chapter IV - Profil Permukaan Tanah
Capaian Pembelajaran:
Setelah membaca dan mempelajari bab ini, mahasiswa maupun pembaca akan dapat menjelaskan
pengertian profil permukaan tanah, menyebutkan macam profil, metode pengukuran dan tahapannya,
mengetahui rumus serta prosedur perhitungannya. Selain itu, mahasiswa juga dapat mengetahui
teknik pengukuran profil dan mampu melaksanakan praktik pengukuran di lapangan, proses data
ukur dan penggambaran profil permukaan tanah.
4.1 Pendahuluan
Profil permukaan tanah merupakan keadaan tinggi-rendah atau naik-turunnya permukaan
tanah yang merepresentasi permukaan bumi yang tidak berarturan. Dalam bidang survei dan
pemetaan, profil permukaan tanah direpresentasikan oleh bagian vertikal bumi yang diukur
sepanjang garis yang telah ditentukan atau ditetapkan. Sehingga pada aplikasinya di lapangan, profil
merupakan serangkaian elevasi tanah yang ditentukan melalui perataan diferensial atau metode lain
yang ketika diplot sepanjang garis, misalnya garis tengah jalan (As jalan), maka dapat digunakan
untuk menentukan tingkat akhir (road alignment), rel kereta api, kanal saluran pembuangan dsb.
Dalam bidang ketekniksipilan, pengukuran dan penggambaran profil merupakan hal yang penting
untuk dilakukan karena penentuan bentuk permukaan tanah secara detail digunakan untuk aktifitas
perencanaan dan pekerjaan tanah (earth work) yaitu perhitungan volume pekerjaan tanah atau galian
(cut) dan timbunan (fill).
Pengukuran profil ini dilkasanakan dengan tujuan untuk menentukan irisan tegak suatu
wilayah di permukaan bumi dengan menampilkan variasi ketinggian relief tanahnya berdasarkan
pada jalur yang telah ditentukan dalam proses perencanaan. Setelah aktifitas pengukuran profil di
lapangan dilaksanakan maka perlu dilakukan proses lebih lanjut yaitu perhitungan beda tingggi serta
jarak antar titik-titik profil. Informasi mengenaai profil permukaan tanah dalam bentuk data hasil
perhitungan tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk gambar profil permukaan tanah dengan
menggunakan skala tertentu. Dengan demikian maka pengukuran profil merupakan salah satu
aplikasi dari berbagai kegunaan penentuan posisi vertikal titik-titik di permukaan bumi.
51
Martince Novianti Bani
Aplikasi pengukuran profil kemudian digunakan untuk berbagai keperluan perencanaan
teknik, baik itu yang terkait dengan aktivitas pembangunan fisik, maupun sarana dan prasarana atau
infrastruktur, a.l.:
1. Perencanaan pekerjaan konstruksi (penentuan kemiringan atau gradien suatu wilayah pekerjaan
konstruksi, atau perhitungan volume galian dan timbunan)
2. Perencanaan jalan raya baik jalan baru maupun rehabilitasi dan peningkatan jalan yang telah ada
3. Perencanaan dan peningkatan jalan rel kereta api
4. Perencanaan jaringan irigasi, drainase dan jalur pipa distribusi air bersih
5. Perencanaan pembangunan dam atau bendungan
6. Perencanaan pemasangan jalur pipa gas maupun jaringan transmisi
7. Perencanaan dan perluasan bandar udara
8. Perataan tanah dan penataan kavling untuk perencanaan real estate.
Salah satu contoh pengukuran profil dapat dilihat pada Gambar 4.1. Pada gambar tersebut,
pengukuran profil elevasi dilakukan dengan cara alat penyipat datar dipasang di beberapa lokasi yang
nyaman, artinya tidak harus sama seperti yang tergambar pada garis L1. Rambu ukur ditempatkan di
BM, kemudian bacaan BS di ambil pada titik tersebut, dan tinggi alat diukur maka dapat peroleh
beda elevasi antara BM dan L1.
L1
Elevasi
BM
L2
L1
BM
Rencana
Pengukuran T.P.1
T.P.2
L2
53
Martince Novianti Bani
baik dan teliti. Secara matematis untuk memperoleh nilai HLS maka dapat diformulasikan sebagai
berikut:
𝑯𝑳𝑺 = 𝑯𝒕𝒊𝒕𝒊𝒌 + 𝑯𝒊
Pada cara kedua, pengukuran dilaksanakan dengan cara memasang waterpass bebas di luar
titik yang sudah diketahui nilai elevasinya (BM) secara benar dan rambu ukur dipasang pada titik
yang akan diukur elavasi maupun beda tingginya. Nilai 𝑯𝑳𝑺 dihitung terhadap data bacaan BT
waterpas pada angka rambu ukur yang didirikan pada titik yang telah diketahui elevasinya tersebut.
Misalkan rambu didirikan pada BM = H dan hasil bacaan BT = BS, maka 𝑯𝑳𝑺 dapat diformulasikan
sebagai berikut:
𝑯𝑳𝑺 = 𝑯(𝒕𝒊𝒕𝒊𝒌) + 𝑩𝑺
Sama halnya seperti pada cara pertama maka pada cara ke dua ini jika semakin tepat dan
cermat dalam pembidikan dan pembacaan angka pada skala rambu, maka nilai 𝑯𝑳𝑺 akan semakin
teliti.
A 6 C 7 8
1 2 5
3 4 B
HLS2
HLS1
Bidang Referensi
Keterangan:
A, B, C,… dst : Titik ikat atau titik referensi pengukuran (patok kayu, pilar beton/BM, paku,
atau tanda yang lain, tempat berdiri rambu ukur
1, 2, 3,… dst : Titik-titik profil memanjang tempat berdiri rambu ukur
HLS1, HLS2, dst. : Tinggi Garis Bidik yang diukur dari posisi alat waterpass
55
Martince Novianti Bani
Contoh:
Berdasarkan hasil pengukuran profil pada Gambar 4.3, maka dapat dihitung:
1. Beda tinggi antar titik ikat: ∆𝒉𝑨𝑩 = 𝑩𝑺𝑨 − 𝑭𝑺𝑩
∆𝒉𝑩𝑪 = 𝑩𝑺𝑩 − 𝑭𝑺𝑪 ; dst.
2. Elevasi titik ikat: 𝑯𝑩 = 𝑯𝑨 + ∆𝒉𝑨𝑩 +koreksi (jika ada)
𝑯𝑪 = 𝑯𝑩 + ∆𝒉𝑩𝑪 + koreksi (jika ada)
3. Tinggi garis bidik: 𝑯𝑳𝑺 𝟏 = 𝑯𝑨 + 𝑩𝑺𝑨
𝑯𝑳𝑺 𝟐 = 𝑯𝑩 + 𝑩𝑺𝑩
4. Elevasi titik profil: 𝑯𝟏 = 𝑯𝑳𝑺 𝟏 − 𝑩𝑺𝟏 𝑯𝟓 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑩𝑺𝟓
𝑯𝟐 = 𝑯𝑳𝑺 𝟏 − 𝑩𝑺𝟐 𝑯𝟔 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑭𝑺𝟔
𝑯𝟑 = 𝑯𝑳𝑺 𝟏 − 𝑩𝑺𝟑 𝑯𝟕 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑭𝑺𝟕
𝑯𝟒 = 𝑯𝑳𝑺 𝟏 − 𝑭𝑺𝟒 𝑯𝟖 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑭𝑺𝟖
BP
Titik 1 2 … 15 18
Jarak
Elevasi
57
Martince Novianti Bani
P8
P7
P6
P5
Line
Traverse
P4
P0 P1 P2 P3
Pada gambar 4.5, profil melintang dibuat pada titik P0, P1, P2, P3, P4, P5, P6, dan seterusnya.
Titik-titik tersebut sebagai titik pusat profil melintang sepanjang jalur memanjang (traverse line).
Pada contoh jalur tersebut, arah profil melintang tegak lurus terhadap garis rencana, kecuali pada P4,
arahnya membagi garis rencana menjadi sudut yang sama besar. Setiap bagian profil melintang
dengan jarak sisi kiri plus sisi kanan relatif pendek (kurang dari 100 meter), maka pengukurannya
dapat dilakukan bersamaan dengan profil memanjang dan menggunakan cara 𝑯𝑳𝑺 pada posisi alat
yang sama.
Prosedur pengukuran, perhitungan dan penggambarannya sama seperti profil memanjang.
Penggambaran profil melintang biasanya skala horizontal dan skala vertikal dibuat sama. Gambar
4.6 merupakan contoh pengukuran profil melintang di titik P0.
f g
a
b e
c P0
d
58
Martince Novianti Bani
Contoh soal:
Sebagian data hasil pengukuran profil memanjang tertera pada tabel berikut:
No. Titik Bacaan Benang (cm) Jarak (meter) Elevasi (meter)
BS FS/Profil
A 5.85 Alat ke A = 30.0 105.750 POSISI
1 85.9 ALAT
2 123.1 d1.2 = 20.0 1
3 118.1 d2.3 = 25.0
4 116.2 d3.4 = 27.0
B 89.3 Alat ke B = 40.0
B 135.9 Alat ke B = 45.0 POSISI
5 149.4 d4.5 = 15.0 ALAT
6 147.9 d5.6 = 25.0 2
7 165.6 d6.7 = 15.0
8 179.7 d7.8 = 15.0
9 187.8 d8.9 = 20.0
10 195.9 d9.10 = 25.0
C 203..8 Alat ke C = 40.0
Perhatikan data di atas dan satuannya. Dengan ketentuan bahwa titik A, B, dan C merupakan titik
ikat, bukan titik profil. Berdasarkan data pada tabel di atas maka
a. Hitunglah elevasi titik ikat B, titik C dan titik profil tanah 1 s/d 10 tersebut!
b. Gambarkan profil memanjang 1 s/d 10 tersebut dengan skala horizontal 1:1000. Skala vertikal
1:50.
Penyelesaian hitungan:
1. Beda tinggi antar titik ikat : ∆𝒉𝑨𝑩 = 𝑩𝑺𝑨 − 𝑭𝑺𝑩
= 5.85 – 89.3 = -83.45 cm = -0,8345 m
∆𝒉𝑩𝑪 = 𝑩𝑺𝑩 − 𝑭𝑺𝑪
= 135.9 – 203.0 = -67.9 cm = -0.679 m
Elevasi titik ikat : 𝑯𝑩 = 𝑯𝑨 + ∆𝒉𝑨𝑩 = 105.750 + (-0,8345) = 104.916 m
𝑯𝑪 = 𝑯𝑩 + ∆𝒉𝑩𝑪 = 104.916 + (-0.679) = 104.237 m
2. Tinggi garis bidik : 𝑯𝑳𝑺 𝟏 = 𝑯𝑨 + 𝑩𝑺𝑨 = 105.750 + 0.585 = 106.335 m
𝑯𝑳𝑺 𝟐 = 𝑯𝑩 + 𝑩𝑺𝑩 = 104.916 + 1.359 = 106.275 m
59
Martince Novianti Bani
3. Elevasi titik profil : 𝑯𝟏 = 𝑯𝑳𝑺 𝟏 − 𝑭𝑺𝟏 = 106.335 – 0.859 = 105.476 m
𝑯𝟐 = 𝑯𝑳𝑺 𝟏 − 𝑭𝑺 = 106.335 – 1.231 = 105.104 m
𝑯𝟑 = 𝑯𝑳𝑺 𝟏 − 𝑭𝑺 = 106.335 – 1.181 = 105.154 m
𝑯𝟒 = 𝑯𝑳𝑺 𝟏 − 𝑭𝑺𝟒 = 106.335 – 1.162 = 105.173 m
𝑯𝟓 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑭𝑺𝟓 = 106.275 – 1.494 = 105.781 m
𝑯𝟔 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑭𝑺𝟔 = 106.275 – 1.479 = 104.796 m
𝑯𝟕 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑭𝑺𝟕 = 106.275 – 1.656 = 104.619 m
𝑯𝟖 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑭𝑺𝟖 =106.275 – 1.797 = 104.478 m
𝑯𝟗 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑭𝑺𝟗 = 106.275 – 1.878 = 104.397 m
𝑯𝟏𝟎 = 𝑯𝑳𝑺 𝟐 − 𝑭𝑺𝟏𝟎 = 106.275 – 1.959 = 104.316 m
Selanjutnya, hasil hitungan tersebut digambarkan profil memanjang sesuai dengan prosedur
penggambarannya.
60
Martince Novianti Bani
Elevasi rencana (HP) pada setiap titik profil dapat dihitung apabila gradien serta jarak antar
titiknya telah diketahui. Misalkan gradien garis rencana diperoleh dari hasil hitungan dan HP1 telah
ditetapkan, maka HP2, HP3, dan seterusnya yang berjarak D1.2, D1.3, dan seterusnya dapat dihitung
nilainya sebagai berikut:
𝐇𝐏𝟐 = 𝑯𝑷𝟏 + 𝒈. 𝑫𝟏.𝟐
𝐇𝐏𝟑 = 𝑯𝑷𝟏 + 𝒈. 𝑫𝟏.𝟑 = 𝐇𝐏𝟐 + 𝒈. 𝑫𝟐.𝟑
Dan seterusnya …𝐇𝐏𝒏 = 𝑯𝑷𝒏 + 𝒈. 𝑫𝟏.𝒏
Hitungan rencana galian atau timbunan dapat diperoleh dari selisih antara elevasi tanah
(profil) dan elevasi rencana. Secara matematika dapat ditulis sebagai berikut:
• Jika 𝑯 𝒕𝒂𝒏𝒂𝒉 – 𝑯𝑷 > 𝟎 (𝑷𝑶𝑺𝑰𝑻𝑰𝑭), artinya ada rencana galian pada titik profil
• Jika 𝑯 𝒕𝒂𝒏𝒂𝒉 – 𝑯𝑷 < 𝟎 (𝑵𝑬𝑮𝑨𝑻𝑰𝑭), artinya ada rencana timbunan pada titik profil
Pada contoh soal sebelumnya, jika direncanakan jalan dengan titik awal pada HP1 = H1 dan
titik akhir pada HP10 = H10, maka dapat dihitung rencana galian atau timbunannya sebagai berikut:
𝒈 = ∆𝒉⁄𝑫 = (𝑯𝑷𝟏𝟎 − 𝑯𝑷𝟏 )⁄𝑫𝟏.𝟏𝟎
= (104.316 - 105.476)/187 = -0.006 = -0.6%
𝑯𝑷𝟐 = 𝑯𝑷𝟏 + 𝒈. 𝑫𝟏.𝟐 = 105.476+(-0.006 x 20) = 105.356
𝑯𝑷𝟑 = 𝑯𝑷𝟏 + 𝒈. 𝑫𝟏.𝟑 = 105.476+(-0.006 x 45) = 105.206
Dan seterusnya…𝑯𝑷𝟗 = 𝑯𝑷𝟏 + 𝒈. 𝑫𝟏.𝟗 hasilnya ditulis dalam tabel berikut:
61
Martince Novianti Bani