Anda di halaman 1dari 64

KARYA TULIS ILMIAH

IDENTIFIKASI TELUR CACING SOIL TRANSMITTED HELMINTH(STH)


DENGAN METODE FLOTASI PADA FESES ANAK USIA 7-8 TAHUN
DI SD NEGERI 239 MALUKU TENGAH

Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III


Kesehatan pada Program Studi Teknologi Laboratorium Medis
Politeknik Kesehatan Kemenkes Maluku

Disusun Oleh :

VANESSA NODLY TUHUMURY


NIM. P07172320085

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
2023
HALAMAN PENGESAHAN

IDENTIFIKASI TELUR CACING SOIL TRANSMITTED HELMINTH(STH)


PADA FESES ANAK USIA 7-8 TAHUN DI SD NEGERI 239
MALUKU TENGAH

Disusun dan diajukan oleh:

VANESSA NODLY TUHUMURY


NIM P07172320085

Telah disetujui oleh:

Pembimbing,

Damayanti Sima Sima Sohilauw, S.KM.,M.KL


NIP.198709092020122001

2
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Vanessa Nodly Tuhumury
NIM : P07172320085
Program Studi : Teknologi Laboratorium Medis
Institusi : Politeknik Kesehatan Kemenkes Maluku

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis
ini adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan bukan
merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya
akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah
ini hasil Jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.

Ambon, 19 Mei 2023

Pembuat Pernyataan

Vanessa Nodly Tuhumury


NIM. P07172320085

Pembimbing

Damayanti Sima Sima Sohilauw, S.KM.,M.KL


NIP. 198709092020122001

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa


yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Identifikasi Telur
Cacing Soil Transmitted Helminth Dengan Metode Flotasi Pada Feses
Anak Usia 7 - 8 Tahun di SD Negeri 239 Maluku Tengah”. Ucapan
terima kasih dengan tulus dan penuh rasa hormat peneliti sampaikan
kepada Damayanti Sima Sima Sohilauw,S.KM.,M.KL selaku pembimbing,
yang telah mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membantu
serta membimbing peneliti selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada:
1. Hairudin Rasako, S.KM., M.Kes., selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Maluku yang telah memberikan kesempatan untuk
mengikuti pendidikan pada Politeknik Kesehatan Kemenkes Maluku
Program Studi Teknologi Laboratorium Medis.
2. J. Siahaya, S.Pd selaku Kepala SD Negeri 239 Maluku Tengah yang
telah memberikan izin untuk melakukan pengumpulan data awal
penelitian.
3. Ns. Wahyuni Aziza S.Kep., M.Kep, selaku Ketua Jurusan Teknologi
Laboratorium Medis yang telah memberikan arahan dan motivasi
selama mengikuti pendidikan.
4. Prasetyawati, S.SiT., M.KKK, selaku penguji I yang telah memberikan
saran, masukan dan arahan.
5. Nurlaila Marasabessy, S.KM., M.Med.Ed, selaku penguji II yang telah
memberikan saran, masukan dan arahan.
6. Rizal, S.Farm., M.Farm.Klin., Apt, selaku pembimbing akademik yang
telah membimbing serta mengarahkan penulis selama mengikuti
pendidikan.
7. Responden pada penelitian ini, yang telah meluangkan waktu dan
tenaga hingga terselesaikan pengumpulan data penelitan ini.

4
8. La Rabia, AMAK selaku wali kelas penulis yang telah memberikan
arahan dan motivasi selama mengikuti pendidikan.
9. Yang teristimewa untuk Papa, Mama dan Kakak yang telah
memberikan dukungan dan nasehat selama penulis mengikuti
pendidikan.
10. Teman – teman Nadia, Vina, Intan, Asri, Jean, Jingga, Kezia, Nani,
Eldo, Joy dan Marhaban yang selalu memberikan motivasi dan
dukungan kepada penulis selama proses penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini
11. Teman-teman mahasiswa Program Studi Teknologi Laboratorium
Medik angkatan 2020, yang juga telah memberikan dukungan kepada
penulis.
12. Teman-teman pengurus AMGPM Ranting Sikhem yang turut
mendoakan dan mendukung serta memberikan semangat kepada
penulis selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
Akhir kata semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat untuk
dijadikan bahan bacaan bagi semua orang.

Ambon, Mei 2023

Peneliti

5
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul..........................................................................................i
Halaman Pengesahan..............................................................................ii
Pernyataan Keaslian Tulisan....................................................................iii
Kata Pengantar.........................................................................................iv
Daftar Isi................................................................................................... vi
Daftar Tabel..............................................................................................viii
Daftar Gambar..........................................................................................ix
Daftar Arti Lambang dan Singkatan..........................................................x
Daftar Lampiran........................................................................................xi
Abstrak......................................................................................................xii
Abstract.....................................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................4
C. Tujuan Penelitian...........................................................................5
D. Manfaat Penelitian .........................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Soil Transmitted Helminth.................................................7
1. Ascaris lumbricoides(Cacing Gelang).................................7
2. Trichuris trichiura (Cacing Cambuk)....................................11
3. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus..............13
4. Strongyloides stecoralis.......................................................16
B. Konsep Teori Anak Sekolah ..........................................................18
C. Metode Pemeriksaan.....................................................................19
1. Metode Natif (Langsung).....................................................19
2. Metode Sedimentasi............................................................20
3. Metode Flotasi (Pengapungan)...........................................21
D. Kerangka Konsep...........................................................................21
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian..............................................................................22
B. Waktu dan Lokasi Penelitian..........................................................22
C. Populasi dan Sampel ....................................................................23
D. Variabel dan Definisi Operasional..................................................24
E. Cara Pengumpulan Data................................................................24
F. Bahan/Instrument Penelitian..........................................................24
G. Pengolahan dan Analisis Data.......................................................26
H. Penyajian Data...............................................................................27
I. Etika Penelitian.............................................................................. 27

6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil...............................................................................................29
B. Pembahasan..................................................................................30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan....................................................................................33
B. Saran............................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

7
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Variabel dan Definisi Operasional...............................................23


Tabel 2. Distribusi Frekuensi Infeksi Soil Transmitted Helminth pada Siswa
Usia 7 – 8 Tahun di SD Negeri 239 Maluku Tengah..................30
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Infeksi Soil Transmitted Helminth pada Siswa
Usia 7 – 8 Tahun di SD Negeri 239 Maluku Tengah Berdasarkan
Jenis Telur Cacing.....................................................................30

8
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Cacing Ascaris lumbricoides.....................................................8


Gambar 2. Telur Cacing Ascaris lumbricoides............................................9
Gambar 3. Siklus Hidup Ascaris lumbricoides..........................................10
Gambar 4. Telur Cacing Trichuris trichiura...............................................12
Gambar 5. Siklus Hidup Trichuris trichiura................................................12
Gambar 6. Telur Cacing Tambang...........................................................14
Gambar 7. Kerangka Konsep Penelitian...................................................21

9
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Arti Lambang

1. % : Persen
2. ° : Derajat
3. ± : Kurang Lebih
4. μL : Mikron Liter

Arti Singkatan

1. STH : Soil Transmitted Helminth


2. WHO : World Health Organization
3. SD : Sekolah Dasar
4. NaCl : Natrium Klorida
5. PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
6. mm : Milimeter
7. gr : Gram
8.

10
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Pengambilan Data Awal


Lampiran 2. Informed Consent
Lampiran 3. Lembar Persetujuan Judul Usulan KTI
Lampiran 4. Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
Lampiran 6. Surat Mohon Izin Pengambilan Sampel Penelitian
Lampiran 7. Surat Mohon Izin Pemeriksaan Sampel Penelitian

11
ABSTRAK
Politeknik Kesehatan Kemenkes Maluku
Program Studi Teknologi Laboratorium Medis
Ambon, Mei 2023
Vanessa Tuhumury1 Damayanti Sohilauw2
xiii + 35 Halaman + 3 Tabel + 7 Gambar + Lampiran

IDENTIFIKASI TELUR CACING SOIL TRANSMITTED HELMINTH (STH) DENGAN


METODE FLOTASI PADA FESES ANAK USIA 7-8 TAHUN DI SD NEGERI 239
MALUKU TENGAH

Latar Belakang. Infeksi kecacingan masih banyak terjadi di masyarakat namun kurang
mendapatkan perhatian (neglected diseases). Salah satu penyebab kecacingan terbesar
yaitu Soil Transmitted Helminths (STH) yang media penularannya melalui tanah. Jenis
cacing yang dapat menginfeksi yaitu Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris
trichiura (cacing cambuk), dan Ancylostoma duodenale, Necator americanus, (cacing
tambang). Infeksi kecacingan dapat terjadi pada semua kalangan usia, pada balita,
anak-anak bahkan orang dewasa. Meskipun dapat menginfeksi semua kalangan usia,
penyakit kecacingan sering dijumpai pada anak-anak.
Tujuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keberadaan telur cacing Soil
Transmitted Helminth (STH) dengan metode flotasi pada feses anak usia 7 – 8 tahun di
SD Negeri 239 Maluku Tengah.
Metode. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Metode
pemeriksaan yang digunakan yaitu metode flotasi. Populasi dalam penelitian ini
sebanyak 14 siswa. Teknik sampling yang digunakan yaitu total sampling dengan
mengambil keseluruhan siswa berusia 7-8 tahun di SD Negeri 239 Maluku Tengah
sebanyak 14 siswa.
Hasil. Berdasarkan hasil pemeriksaan telur cacing terdapat 2 sampel yang positif
terinfeksi kecacingan.
Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan Kota Ambon dapat disimpulkan bahwa dari 14 sampel feses yang diambil
pada siswa usia 7 – 8 tahun di SD Negeri 239 Maluku Tengah hasilnya terdapat 2
sampel positif (14,3%) dan negatif sebanyak 12 sampel (85,7%) dan berdasarkan jenis
telur cacing yang didapatkan yaitu, Ascaris lumbricoides sebanyak 1 orang (50%) dan
Trichuris trichiura sebanyak 1 orang (50%).

Daftar Pustaka : 31 (2004-2020)


Kata Kunci : Soil Transmitted Helminth, Anak.

1
Mahasiswa Prodi Teknologi Laboratorium Medik Poltekkes Kemenkes Maluku
2
Dosen Poltekkes Kemenkes Maluku

12
ABSTRACT

Polytechnic Of Health Ministry Of Health Maluku


Medical Laboratory Technology Department
Ambon, May 2023
Vanessa Tuhumury1 Damayanti Sohilauw2
xiii + 35 Pages + 3 Table + 7 Images + Appendix

IDENTIFICATION OF SOIL-TRANSMITTED HELMINTH (STH) WORMS EGG WITH


THE FLOTATION METHOD IN THE FAECES OF CHILDREN AGED 7-8 AT SD NEGERI
239, MALUKU TENGAH

Background. Worm infections are still common in society but receive less attention
(neglected diseases). One of the biggest causes of helminthiasis is Soil Transmitted
Helminths (STH), the medium of transmission is through the soil. The types of worms that
can infect are Ascaris lumbricoides (roundworms), Trichuris trichiura (whipworms), and
Ancylostoma duodenale, Necator americanus, (hookworms). Worm infections can occur
in all age groups, in toddlers, children and even adults. Although it can infect all ages,
helminthiasis is often found in children.
Objective. The purpose of this research was to identify the presence of Soil Transmitted
Helminth (STH) worm eggs using the flotation method in the faeces of children aged 7-8
years at SD Negeri 239 Maluku Tengah
Method. The type of research used in this research is descriptive. The inspection method
used is the flotation method. The population in this research were 14 students. The
sampling technique used was total sampling by taking 14 students aged 7-8 years at SD
Negeri 239 Maluku Tengah
Results. Based on the results of worm egg examination, there were 2 positive samples
infected with worms.
Conclusion. Based on the results of the research conducted at the Balai Teknik
Kesehatan Lingkungan Kota Ambon, it can be concluded that of the 14 faecal samples
taken from students aged 7-8 years at SD Negeri 239 Maluku Tengah, the results were 2
positive samples (14,3%) and 12 samples negative (85,7%) and based on the type of
worm eggs obtained, namely, Ascaris lumbricoides as many as 1 person (50%) and
Trichuris trichiura as much as 1 person (50%).

Bibliography : 31 (2004-2020)
Keywords : Soil Transmitted Helminth, child.

1
Student of Medical Laboratory Technology Department, Health Polytechnic of Maluku
2
Lecturer of Health Polytechnic of Maluku

13
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi kecacingan masih banyak terjadi di masyarakat

namun kurang mendapatkan perhatian (neglected diseases).

Penyakit yang termasuk dalam kelompok neglected disease

memang tidak memakan banyak korban,tetapi secara perlahan

dapat menurunkan kesehatan seseorang, menyebabkan

kecacatan, menurunkan kecerdasan anak dan pada akhirnya dapat

menyebabkan kematian (Rowardho et al., 2015). Secara umum

cacing tidak selalu menyebabkan penyakit yang berbahaya tetapi

dapat menyebabkan masalah kesehatan kronis.

Salah satu penyebab kecacingan terbesar yaitu Soil

Transmitted Helminths (STH) yang media penularannya melalui

tanah. Jenis cacing yang dapat menginfeksi yaitu Ascaris

lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk),

dan Ancylostoma duodenale, Necator americanus, (cacing

tambang) (Kemenkes RI, 2017). Infeksi kecacingan dapat terjadi

pada semua kalangan usia, pada balita, anak-anak bahkan orang

dewasa. Meskipun dapat menginfeksi semua kalangan usia,

penyakit kecacingan sering dijumpai pada anak-anak karena anak

seringkali bermain dan kontak langsung dengan tanah. Tanah akan

tekontaminasi dengan tinja yang mengandung telur cacing. Telur

14
cacing yang infektif akan masuk melalui mulut bersama dengan

makanan atau minuman yang telah tercemar dan akan

menyebabkan infeksi (Bisara & Mardiana, 2014).

Data dari World Health Organization (WHO) menunjukan

bahwa lebih dari 1,5 miliar orang atau sekitar 24% penduduk di

dunia terinfeksi STH dengan jumlah paling banyak tersebar di

Negara Afrika sub-Sahara, Amerika, China dan Asia Timur. Infeksi

STH sering di jumpai di daerah yang beriklim tropis dan sub-tropis

karena telur dan larva dari cacing lebih dapat berkembang di tanah

yang basah dan lembab (Noviastuti, 2015).

Indonesia merupakan negara berkembang dengan beberapa

faktor risiko yang dapat menyebabkan infeksi STH (Srisari et al.,

2004). Di Indonesia, prevalensi kecacingan cukup tinggi, sekitar 60

persen dari 220 juta penduduk, dan 21 persen di antaranya

menyerang anak usia sekolah dasar (Fatimah et al., 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Martila et al (2016) di SD Negeri 149

Pulokerto Kecamatan Gandus Kota Palembang mendapatkan hasil

26 dari 89 siswa positif terinfeksi cacing STH. Jenis telur cacing

yang paling banyak menginfeksi adalah telur Ascaris lumbricoides.

Anak usia sekolah merupakan kelompok yang rentan

terinfeksi cacing. Khusus anak sekolah usia 7-8 tahun, di usia ini

anak sudah mulai bersosialisasi, berinteraksi dengan orang selain

keluarga sehingga anak-anak lebih mudah terinfeksi karena ketika

15
bermain, anak sering berjalan tanpa menggunakan alas kaki,

memasukan makanan ke dalam mulut tanpa mencuci tangan

terlebih dahulu, dan tidak memiliki kebersihan pribadi yang baik

(Noviastuti, 2015).

Berdasarkan hasil pemantauan menunjukkan bahwa

prevalensi kecacingan pada puskesmas-puskesmas di Provinsi

Maluku tahun 2009 adalah Puskesmas Rijali 51,7%, Puskesmas

Poka 51,6%, Puskesmas Masohi 56,88% dan Puskesmas Amahai

88,79%. Prevalensi untuk Kota Ambon 51,67% dan Kabupaten

Maluku Tengah 57,89% (BTKLPP Ambon, 2009). Penelitian yang

dilakukan oleh Martinus (2015), didapatkan hasil prevalensi

kecacingan anak usia sekolah di Kabupaten Maluku Tengah adalah

99,4%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa prevalensi

kecacingan yaitu T. trichura sebesar 98,2%, A. lumbricoides 91,1%

dan hookworm 58,6% dengan prevalensi infeksi ganda sebesar

94,1% (Ndona et al., 2015).

Berdasarkan laporan dari Puskesmas Suli tahun 2020

dengan total sasaran 106 anak pada SD Negeri 239 Maluku

Tengah didapat sebanyak 27 anak (25,4%) pada kelas 1 dan 2

yang diberikan obat cacing. Sedangkan pada tahun 2021, dengan

total sasaran 112 anak didapat sebanyak 26 anak (23,2%) yang

diberikan obat cacing. Maka didapati penurunan persentase upaya

Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) pada anak di SD

16
Negeri 239 Maluku Tengah dari 25,4% menjadi 23,2% di wilayah

kerja Puskesmas Suli.

Observasi yang telah dilakukan saat pengambilan data awal

di Sekolah Dasar (SD) Negeri 239 Maluku Tengah yang terletak di

Jl. Raya Suli Atas Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah

dimana sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian mengenai

angka kecacingan. Selain itu masih ditemukan kebiasaan anak-

anak yang tidak memperhatikan kebersihan, anak-anak jajan

sembarangan ditempat yang kebersihannya tidak dapat dikontrol

yang kemungkinan akan terkena debu setelah itu makan tanpa

mencuci tangan terlebih dahulu, kondisi itulah yang menjadi faktor

penyebab kemungkinan terjadinya kecacingan terhadap anak.

Dari uraian latar belakang maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Identifikasi Telur Cacing Soil

Transmitted Helminth (STH) Dengan Metode Flotasi pada Feses

Anak Usia 7 - 8 Tahun di SD Negeri 239 Maluku Tengah”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam

karya tulis ilmiah ini adalah “Bagaimana Identifikasi Telur Cacing

Soil Transmitted Helminth (STH) Dengan Metode Flotasi Pada

Feses Anak Usia 7-8 Tahun di SD Negeri 239 Maluku Tengah?”.

17
C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi

keberadaan telur cacing Soil Transmitted Helminth dengan metode

flotasi pada sampel feses anak usia 7 - 8 tahun di SD Negeri 239

Maluku Tengah.

D. Manfaat Penelitian

1. Praktis

a. Bagi Masyarakat

Sebagai langkah awal tumbuhnya kesadaran masyarakat

akan pentingnya anak sekolah yang merupakan modal utama

pembangunan dimasa depan yang perlu dijaga kesehatannya.

b. Bagi Instansi Pendidikan

Sebagai bahan kepustakaan dan referensi dalam

meningkatkan pengetahuan tentang pemeriksaan telur cacing

Soil Transmitted Helminth(STH) pada feses anak dalam

penelitian berikutnya.

c. Bagi Peneliti

Dapat dijadikan sebagai pengalaman berharga dan

menambah pengetahuan penulis dalam mengaplikasikan ilmu

penegtahuan yang telah diperoleh selama mengikuti

pembelajaran khususnya mata kuliah Parasitologi.

18
2. Teoritis

a. Agar menambah pengetahuan dan memahami mengenai

penelitian penulis tentang “Identifikasi Telur Cacing Soil

Transmitted Helminth Dengan Metode Flotasi Pada Feses

Anak Usia 7-8 Tahun Di SD Negeri 239 Maluku Tengah” dan

sebagai bahan bacaan tambahan untuk memperluas

wawasan ilmu pengetahuan.

b. Memperdalam ilmu peneliti tentang Parasitologi.

19
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Soil Transmitted Helminth (STH)

STH (Soil Transmitted Helminths) adalah cacing golongan

nematoda yang memerlukan tanah untuk perkembangan bentuk

infektif. Jenis cacing STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris

trichiura dan Ancylostoma duodenale dan Necator americanus

(Hendrawan, 2013).

1. Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang)

a. Klasifikasi

Phylum : Nemathelmithes

Class : Nematoda

Ordo : Ascaridida

Family : Ascaridae

Genus : Ascaris

Spesies : Ascaris Lumbricoides

b. Morfologi

Cacing nematoda ini adalah cacing berukuran besar,

berwarna putih kecoklatan atau kuning pucat. Cacing jantan

berukuran antara 1-10 cm,sedangkan cacing betina panjang

badannya antara 22-35 cm. Ascaris lumbricoides memiliki

mulut dengan tiga buah bibir yang terletak disebelah bagian

7
dorsal dan dua buah bibir lainnya terletak pada subventral

(Soedarto, 2016).

Gambar 1. Cacing Ascaris lumbricoides


(Regina et al.,2016)

Selain lebih kecil dari betina, cacing jantan memiliki ujung

belakang yang tajam dengan ekor melengkung di perut

dengan dua duri sepanjang sekitar 2 mm di dalamnya,

cacing ini juga memiliki papula kecil di ujung belakang.

Bentuk tubuh cacing betina membulat (konikal), ukuran

tubuh lebih besar dan lebih panjang dari cacing jantan, dan

ekornya lurus, tidak melengkung (Soedarto, 2016).

Cacing betina Ascaris lumbricoides dapat memproduksi

26 juta telur selama hidupnya dengan 100.000 – 200.000

butir telur per hari (Arafatullah, 2018). Telur cacing yang

dibuahi, disebut Fertile (Fertilized), dan telur cacing yang

tidak dibuahi disebut, Infertil (Unfertilized). Ukuran telur yang

dibuahi 60x45 mikron. Telur yang tidak dibuahi ukurannya

8
lebih lonjong 90x40 mikron dan tidak mengandung embrio

didalamnya (Widoyono, 2011).

(a) (b)
Gambar 2. Telur Cacing Ascaris lumbricoides
(a) Dibuahi (b) Tidak dibuahi
(Natadisastra & Ridad, 2014)
c. Siklus Hidup

Siklus hidupnya dimulai saat telur keluar bersama

dengan tinja dalam keadaan belum membelah. Untuk

menjadi infektif diperlukan pematangan ditanah yang lembap

dan teduh selama 20-24 hari dengan suhu optimal 30 ℃ .

Telur infeksi berembrio, bersama makanan akan tertelan,

sampai di lambung, telur menetas dan keluar larva,

menamakan larva rahbditiform, berukuran 200-300 m x 14

m. Cairan lambung akan mengaktifkan larva,bergerak

menuju usus halus, kemudian menembus mukosa untuk

kedalam kapiler darah. Larva terbawa aliran darah ke hati,

jantung kanan, akhirnya ke paru-paru. telur cacing untuk

sampai ke paru-paru membutuhkan waktu 1-7 hari setelah

infeksi. Selanjutnya larva keluar dari kapiler darah masuk ke

9
dalam alveolus, terus ke bronkus, trakea sampai kelaring

yang kemudian akan tertelan masuk ke esofagus, ke

lambung, dan kembali ke usus halus untuk kemudian

menjadi cacing dewasa (Natadisastra & Ridad, 2014).

Gambar 3. Siklus Hidup Ascaris lumbricoides


(CDC,2013)

d. Patologis dan Gejala Klinis

Infeksi Ascaris lumbricoides menyebabkan ascariasis.

Penyakit ini menimbulkan gejala yang disebabkan oleh

stadium larva dan dewasa.

1) Tahap Larva

Terjadi kerusakan paru-paru sehingga menyebabkan

gejala yang dikenal dengan sindrom Loffler dengan ciri-

ciri batuk serta peningkatan jumlah eosinofil dalam darah.

2) Tahap Dewasa

Gejala usus ringan biasanya terjadi pada usia

dewasa. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak,

10
dapat terjadi malabsorpsi, memperburuk malnutrisi yang

disebabkan oleh kekurangan nutrisi cacing dewasa.

Akumulasi cacing dewasa dapat menyebabkan ileum

tersumbat. Jika cacing menghilang di tempat lain, infeksi

ektopik dapat terjadi pada apendiks dan duktus

koledokus (Safar, 2010).

2. Trichuris trichiura (Cacing Cambuk)

a. Klasifikasi

Phylum : Nemathelminthes

Class : Nematoda

Subclass : Adenophorea

Ordo : Enoplida

Family : Trichinelloidea

Genus : Trichuris

Species : Trichuris trichiura

b. Morfologi

Cacing dewasa menyerupai cambuk sehingga disebut

cacing cambuk. Cacing jantan memiliki panjang 30-45 mm,

bagian posterior melengkung kedepan sehingga

membentuk suatu lingkaran penuh. Pada bagian posterior

ini terdapat satu spikulum yang menonjol keluar melalui

selaput retraksi. Cacing betina panjangnya 30-50 mm, ujung

posterior tubuhnya membulat tumpul. Organ kelamin tidak

11
berpasangan dan berakhir di vulva yang terletak pada

tempat tubuhnya mulai menebal (Natadisastra & Ridad,

2014).

Gambar 4. Telur Cacing Trichuris trichiura


(Ferlianti,2009)

c. Siklus Hidup

Gambar 5. Siklus Hidup Trichuris trichiura


(CDC,2013)
Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas

dalam waktu 1-1,5 hari, keluarlah larva rhabditiform. Dalam

waktu ± 3 hari larva rabditiform tumbuh menjadi larva

filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup

selama 7-8 minggu di tanah (Inge et al., 2017). Telur ini di

12
tanah dengan suhu optimum dalam waktu 3-6 minggu

menjadi matang (infektif). Manusia terinfeksi dengan

memakan telur infektif. Cacing ini tidak bersiklus ke paru-

paru dan berhabitat di usus besar (Safar, 2015).

d. Patologis dan Gejala Klinis

Infeksi kronis dan sangat berat menunjukan gejala

anemia berat, Hb rendah sekali dapat mencapai 3 gr %,

karena cacing setiap hari menghisap darah kurang lebih

0,005 cc. Diare dengan tinja sedikit dan mengandung sedikit

darah. Sakit perut, mual, muntah, berat badan menurun, dan

disertai sakit kepala dan demam (Natadisastra & Ridad,

2014).

3. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus

a. Klasifikasi

Phylum : Nemathelminthes

Class : Nematode

Ordo : Rhabditida

Family : Ancylostomaidea dan Necator

Genus : Ancylostoma dan Necator

Species : A. duodenale dan N. americanus

b. Morfologi

Ancylostoma doudenale ukurannya lebih besar dari

Necator americanus. Betina berukuran 10-13 mm x 0,6

13
mm, sedangkan yang jantang 8-11 x 0,5 mm, bentuknya

menyerupai huruf C, sedangkan Necator americanus

berbentuk huruf S, yang betina 9-11 x 0,4 mm dan yang

jantan 7-9 x 0,3. Rongga mulut Ancylostoma doudenale

mempunyai dua pasang gigi, Necator americanus

mempunyai sepasang kitin. Betina dalam satu hari bertelur

10.000 butir dan Necator americanus 9000 butir. Telur dari

kedua spesies ini tidak dapat dibedakan, ukurannya 40-60

mikron, bentuk lonjong dengan dinding tipis dan jernih.

Ovum dari telur yang baru dikeluarkan tidak bersegmen. Di

tanah dengan suhu optimum 23-33ºC, ovum akan

berkembang menjadi 2,4, dan 8 lobus. Telur pada suhu

0ºC, dapat hidup dalam waktu 7 hari dan dapat hidup dalam

bebrapa hari pada suhu 45ºC sedangkan suhu optimum 23-

33ºC dalam waktu 24-48 jam telur akan menetas dan keluar

larva rhabditiform yang makan dari bahan sisa organic yang

ada disekitarnya (Safar, 2010).

Gambar 6. Telur Cacing Tambang


(CDC,2016)

14
c. Siklus Hidup

Siklus hidup cacing tambang yaitu telur cacing keluar

bersamaan dengan feses penderita. Telur yang berada

ditanah akan menetas pada tanah yang basah dengan

suhu optimal berkisar antara 23℃ - 30℃ . Telur yang

menetas akan menjadi larva rabditiform dan

membutuhkan waktu selama 5 - 8 hari untuk menjadi

larva filariform yang infektif. Larva filariform masuk

kedalam tubuh melalui kulit pembuluh darah, kemudian

masuk ke paru. Larva yang telah masuk kedalam usus

halus maka akan menjadi dewasa dengan menghisap

darah penderita (siklus berlangsung kurang lebih selama

dua minggu) (Sumanto & Wartomo, 2014).

d. Patologis dan Gejala Klinis

Pada stadium dewasa, cacing Necator americanus

menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005 - 0,1 cc

sehari, sedangkan Ancylostoma duodenale 0,08 - 0,34

cc. masa inkubasi mulai dari bentuk dewasa pada usus

sampai dengan timbulnya gejala klinis seperti nyeri perut,

berkisar antara 1-3 bulan (Zahrianti, 2017).

Infeksi berat juga dapat terjadi ditandai dengan

kehilangan darah sampai 200 ml/hari. Gejala klinis

nekatoriasis dan ankilostomosis ditimbulkan oleh adanya

15
larva maupun cacing dewasa. Apabila larva menembus

kulit dalam jumlah banyak, akan menimbulkan rasa gatal-

gatal dan kemungkinan terjadi infeksi sekunder.

Sementara gejala klinis yang disebabkan oleh cacing

tambang dewasa dapat berupa nekrosis jaringan usus,

gangguan gizi dan gangguan darah (Zahrianti, 2017).

4. Strongyloides stecoralis

a. Klasifikasi

Phylum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Ordo : Rhabditida

Famili : Strongyloidae

Genus : Strongyloides

Spesies : Strongyloides stercolaris

b. Morfologi

Cacing betina berukuran 2,2 x 0,04 mm, tidak

berwarna, semi transparan dengan kutikula yang

bergaris-garis. Cacing ini mempunyai rongga mulut yang

pendek dan esofagus yang ramping, panjang dan

silindris. Cacing betina memiliki badan yang licin, lubang

kelamin terletak di perbatasan antara dua per tiga badan.

Cacing jantan mempunyai ekor yang melengkung

(Irianto, 2013).

16
Larva rabditiformnya memiliki panjang sekitar 225 μm,

mulut terbuka, pendek, dan lebar, esofagus dengan dua

bulbus, dan ekor berbentuk runcing. Larva filariformnya

memiliki panjang sekitar 700 μm, langsing, tanpa sarung,

ruang mulut tertutup, esophagus menempati setengah

panjang badan, bagian ekor berujung tumpul berlekuk.

c. Siklus Hidup

Siklus hidup cacing Strongyloides stecoralis lebih

kompleks dibandingkan dengan Soil Transmitted

Helminth (STH) lainnya. Telur yang berada di mukosa

usus menetas menjadi larva rabditform dan selanjutnya

masuk ke rongga usus dan dikelurkan bersama feses

(Proksalia, 2016).

d. Patologis dan Gejala Klinis

Apabila larva filariform menembus kulit dalam jumlah

besar, akan timbul kelainan kulit yang dinamakan

creeping eruption yang sering disertai rasa gatal yang

hebat.

Pada infeksi ringan biasanya tidak ditemukan gejala

apapun, sedangkan pada infeksi sedang apabila cacing

dewasa betina bersarang di dalam mukosa duodenum

akan menyebabkan perasaan terbakar, menusuk-nusuk

17
di daerah epigastrium, disertai rasa mual dan muntah,

diare bergantian dengan konstipasi.

Pada infeksi berat dan kronis, berat badan akan

menurun, anemia, disentri menahun, serta demam ringan

yang disebabkan infeksi bakteri sekunder ke dalam lesi

usus (Natadisastra & Ridad, 2014).

B. Konsep Teori Anak Sekolah

Anak usia sekolah merupakan anak yang sedang berada

pada periode usia pertengahan yaitu berusia 6-12 tahun (Awaliyah,

2018). Di usia ini anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan

anak – anak yang usianya lebih muda. Anak senang bermain,

senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok juga ingin

merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung (Istiqomah &

Suyadi, 2019).

Anak sekolah dasar merupakan kelompok usia yang

rentan terhadap infeksi cacing disebabkan kebiasaaan bermain

atau kontak dengan tanah dengan tidak memperhatikan kebersihan

dan lingkungan (Kamila et al., 2018). Faktor lain yang dapat

menyebabkan terjadinya resiko penyebab kecacingan pada anak

sekolah dasar antara lain melalui makanan yang terkontaminasi

oleh telur cacing, kaki yang langsung berhubungan dengan tanah

yang mengandung vektor cacing, karena tidak memakai alas kaki,

kebiasaan Buang Air Besar (BAB) di sembarang tempat, kebiasaan

18
mencuci tangan, kebersihan kuku, kepemilikan jamban, lantai

rumah ketersediaan air bersih (Suriani et al., 2020).

Lingkungan tempat tinggal secara tidak langsung

menjadi sumber terjadinya penularan penyakit kecacingan, karena

sebagian anak akam berada diluar rumah untuk jangka waktu 3 – 4

jam. Aktifitas yang dilakukan anak semakin meningkat seperti

pulang sekolah dan bermain dengan teman (Hatta, 2020).

C. Metode Pemeriksaan Telur Cacing

1. Metode Natif (Langsung)

Metode natif digunakan untuk pemeriksaan secara cepat

dan baik untuk infeksi berat, tetapi telur – telur cacing sulit

ditemukan pada infeksi yang ringan. Pada metode ini

menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%.

Penggunaan eosin 2% dimaksudkan untuk lebih jelas

membedakan telur cacing dengan kotoran disekitarnya (Sihite,

2019)

Kelebihan metode ini adalah mudah dan cepat dalam

pemeriksaan telur cacing semua spesies, biaya yang diperlukan

sedikit, serta peralatan yang digunakan juga sedikit. Sedangkan

kekurangan metode ini adalah dilakukannya hanya untuk infeksi

berat, infeksi ringan sulit dideteksi (Sihite, 2019)

Metode natif dilakukan dengan cara mencampur feses

dengan sedikit air dan meletakkannya di atas gelas obyek yang

19
ditutup dengan deckglass dan memeriksa di bawah mikroskop

(Sihite, 2019).

2. Metode Sedimentasi (Tidak Langsung)

Metode sedimentasi merupakan metode yang sering

digunakan untuk pemeriksaan kualitatif tinja. Metode

sedimentasi menggunakan larutan dengan berat jenis yang

lebih rendah dari organisme parasite, sehingga parasite dapat

mengendap di bawah (Sihite, 2019).

Metode ini terdiri dari metode sedimentasi biasa yang

hanya memanfaatkan gaya gravitasi, dan metode sedimentasi

Formol-Ether (Ritchie) yang menggunakan gaya sentrifugasi 16

dan larutan formalin-eter pada cara kerjanya. Metode

sedimentasi biasa menggunakan reagensia NaOH 0,2% atau

NaCl 0,9% (Sihite, 2019).

3. Metode Flotasi (Pengapungan)

Metode flotasi menggunakan larutan NaCl jenuh atau

larutan gula atau larutan gula jenuh yang didasarkan atas BD

(Berat Jenis) telur sehingga telur akan mengapung dan mudah

diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang

mengandung sedikit telur. Cara kerjanya didasarkan atas berat

jenis larutan yang digunakan, sehingga telur-telur terapung

dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-partikel yang

besar yang terdapat dalam tinja (Lisyanti, 2016).

20
Keuntungan dari metode ini adalah mudah untuk

dilakukan, telur mudah diamati, dan baik untuk pemeriksaan

infeksi ringan atau berat. Sementara kerugian metode flotasi

dibandingan dengan metode lainnya yaitu apabila adanya

penundaan pemeriksaan dapat menyebabkan distorsi pada telur

cacing STH (Sihite, 2019).

D. Kerangka Konsep
Positif
Siswa Usia 7 – 8 Pemeriksaan Telur
Tahun Cacing
Negatif

Gambar 7. Kerangka Konsep Penelitian

21
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian deskriptif. Menurut Notoadmojo (2018), penelitian

deskriptif adalah penelitian yang arahkan untuk mendeskripsikan

atau menguraikan suatu keadaan didalam suatu komunitas atau

masyarakat. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengidentifikasi

Telur Cacing Soil Transmitted Helminth (STH) Dengan Metode

Flotasi pada Feses Anak Usia 7-8 Tahun di SD Negeri 239 Maluku

Tengah.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 06 – 11 April 2023.

2. Lokasi Penelitian

a. Lokasi Pengambilan Sampel

Lokasi pengambilan sampel dalam penelitian ini akan

dilakukan di SD Negeri 239 Maluku Tengah.

b. Lokasi Pemeriksaan Sampel

Lokasi pemeriksaan laboratorium dalam penelitian ini yaitu

di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Ambon.

22
23

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek

yang diteliti (Notoadmojo, 2018). Populasi dalam penelitian ini

adalah siswa yang berusia 7-8 tahun sebanyak 14 siswa yang

bersekolah di SD Negeri 239 Maluku Tengah.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2013). Pengambilan

sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling

yaitu pengambilan sampel dengan cara mengambil

keseluruhan siswa usia 7-8 tahun yang bersekolah di SD

Negeri 239 Maluku Tengah berdasarkan kriteria sebagai

berikut:

a. Siswa usia 7-8 tahun

b. Bersekolah di SD Negeri 239 Maluku Tengah

c. Orang tua bersedia anaknya menjadi responden

d. Tidak mengkonsumsi obat cacing ≤ 3 bulan terakhir

D. Variabel dan Definisi Operasional

Tabel 1.
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
Soil Kecacingan Pemeriksaan Mikroskop Positif jika Nominal
Transmitte yang laboratorium ditemukan
d Helminth disebabkan metode telur STH
(STH) oleh Soil flotasi
24

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
Transmitted Negatif
Helminth jika tidak
(STH) yang ditemukan
ditularkan telur STH
melalui
tanah dan
berkembang
di dalam
usus

E. Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang

diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium telur cacing.

F. Bahan/Instrument Penelitian

A. Alat

a. Mikroskop

b. Objek glass dan deck glass

c. Lidi / batang pengaduk

d. Tabung Reaksi dan Rak tabung

e. Pot / wadah sampel

f. Mikroskop

g. Label

B. Bahan

a. Larutan NaCL jenuh

b. Sampel feses

C. Prosedur Kerja

a. Prosedur Pengambilan Sampel


25

1) Disiapkan pasien

2) Disiapkan alat dan bahan

3) Gunakan alat pelindung diri

4) Kemudian tuliskan label nama, umur, jenis kelamin,

tanggal pengambilan sampel pada wadah sampel untuk

mencegah wadah tertukar.

5) Kemudian letakkan plastic menutupi kloset agar tidak

terjadi kontaminasi feses dengan kloset.

6) Pastikan tinja tidak berceceran atau jatuh menyentuh

dasar kloset untuk mencegah kontaminasi.

7) Gunakan batang pengaduk / lidi yang disediakan bersama

dengan wadah, untuk mengabil sapel feses kira-kira 10

gram, dan pindahkan kedalam wadah / pot sampel.

b. Prosedur Transportasi Sampel

1) Setelah spesimen feses terkumpul, segera masukkan ke

dalam pot sampel dan ditutup rapat.

2) Spesimen feses harus segera dikirim ke laboratorium

(kurang dari 2 jam setelah penagmbilan bahan).

3) Bila lebih dari 2 jam spesimen dimasukkan ke dalam

media transport Carry & Blair dan disimpan dalam suhu

ruang.

4) Bila tidak ada media transport, feses disimpan dalam suhu

2-8℃ .
26

c. Prosedur Pemeriksaan Sampel

1) Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2) Masukkan NaCl jenuh ke dalam tabung reaksi.

3) Tambahkan feses ±1 gram ke dalam tabung reaksi yang

telah berisi NaCl jenuh, homogenkan hingga rata.

4) Tambahkan NaCl jenuh ke dalam tabung sampai

cembung menggunakan pipet tetes.

5) Letakkan deck glass pada permukaan tabung reaksi,

kemudian tunggu selama 15 menit.

6) Deck glass diangkat dan diletakkan pada objek glass.

7) Kemudian amati di bawah mikroskop dengan pembesaran

10x dan 40x.

D. Interpretasi Hasil

a. Positif : Ditemukan telur Soil Transmitted Helminth (STH)

yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,

Ancylostoma duodenale, Necator americanus,

Strongyloides stecoralis.

b. Negatif : Tidak ditemukan telur cacing Soil Transmitted

Helminth (STH).

E. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah

dengan bantuan Ms Excel kemudian data akan dianalisa untuk


27

mendapatkan gambaran dari hasil penelitian sesuai dengan tujuan

penelitian.

F. Penyajian Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan disajikan dalam

bentuk tabel serta dilengkapi dengan penjelasan dalam bentuk

narasi (tekstular).

G. Etika Penelitian

1. Hak dan Kewajiban

a. Hak-hak responden :

1) Hak untuk dijaga privasinya

2) Hak untuk merahasiakan informasi yang diberikan : tidak

dicantumkan nama responden,cukup dengan kode-kode

tertentu.

3) Hak memperoleh imbalan atau kompensasi

b. Kewajiban Responden

Memberikan informasi yang diperlukan peneliti

2. Hak dan Kewajiban Peneliti

a. Hak peneliti

Peneliti mempunyai hak memperoleh informasi yang sejujur-

jujurnya dan selengkap-lengkapnya dari responden.

b. Kewajiban peneliti

1) Menjaga privasi responden


28

Menyesuaikan waktu dan tempat dilakukannya

pengambilan data dengan responden, sehingga tidak

terasa diganggu privasinya.

2) Menjaga kerahasiaan responden

Tidak menyampaikan pada orang lain tentang apapun

yang diketahui oleh peneliti tentang responden diluar

untuk kepentingan lain atau mencapai tujuan penelitian.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Data Umum

Negeri Suli adalah sebuah negeri yang terletak di

Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah. Bagian utara

berbatasan dengan petuanan Desa Hitu, bagian selatan

berbatasan dengan Laut Banda, bagian barat berbatasan

dengan petuanan Desa Hatu dan bagian timur berbatasan

dengan Desa Suli.

SD Negeri 239 Maluku Tengah merupakan salah satu

satuan pendidikan yang terletak di Desa Suli. SD Negeri 239

Maluku Tengah memiliki jumlah siswa yang berusia 7 – 8 tahun

sebanyak 14 siswa dengan jumlah siswa laki – laki sebanyak 6

orang dan jumlah siswa perempuan sebanyak 8 orang.

2. Data Khusus

Berdasarkan hasil pemeriksaan telur Soil Transmitted

Helminth dengan menggunakan 14 sampel feses siswa SD

Negeri 239 Maluku Tengah yang berusia 7 – 8 tahun di Balai

Teknik Kesehatan Lingkungan Kota Ambon. Diperoleh hasil

sebagai berikut :

29
30

Tabel 2.
Distribusi Identifikasi Infeksi Soil Transmitted Helminth pada
Siswa Usia 7 – 8 Tahun di SD Negeri 239 Maluku Tengah
No Keterangan Jumlah(N) Persentase (%)
1 Positif (+) 2 14,3
2 Negatif ( - ) 12 85,7
Jumlah 14 100
Sumber: Data Primer, 2023

Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa dari 14 sampel

yang diperiksa terdapat hasil positif sebanyak 2 orang (14,3%)

dan negatif sebanyak 12 orang (85,7%).

Tabel 3.
Distribusi Identifikasi Infeksi Soil Transmitted Helminth pada
Siswa Usia 7 – 8 Tahun di SD Negeri 239 Maluku Tengah
Berdasarkan Jenis Telur Cacing
No Jenis Telur Cacing Jumlah(N) Presentase (%)
1 Ascaris lumbricoides 1 50
2 Trichuris trichiura 1 50
Jumlah 2 100
Sumber: Data Primer, 2023

Berdasarkan tabel 3, menunjukkan frekuensi infeksi Soil

Transmitted Helminth berdasarkan jenis telur cacing yaitu,

Ascaris lumbricoides sebanyak 1 orang (50%) dan Trichuris

trichiura sebanyak 1 orang (50%).

B. Pembahasan

Penelitian yang dilakukan tanggal 06 - 11 April 2023 di

Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Kota Ambon. Dimana sampel

yang digunakan adalah sampel feses siswa usia 7-8 tahun di SD

Negeri 239 Maluku Tengah. Pot penampung feses dibagikan


31

kepada orang tua kemudian setelah feses dikumpulkan dan beri

label pada pot berisi nama, jenis kelamin dan umur siswa kemudian

masukkan pot pada boks sampel dan dibawa ke Laboratorium Balai

Teknik Kesehatan Lingkungan Kota Ambon untuk dilakukan

pemeriksaan telur cacing menggunakan metode flotasi

(pengapungan).

Pada penelitian ini ditemukan 2 sampel positif terinfeksi

Soil Transmitted Helminth dari total 14 siswa. Dari sampel yang

positif ditemukan sebanyak 1 siswa terinfeksi telur cacing Ascaris

lumbricoides dan 1 siswa yang terinfeksi telur cacing Trichuris

trichiura. Soil Transmitted Helminth (STH) membutuhkan tanah

untuk proses pematangan telur sehingga terjadi perubahan dari

stadium non infektif dan infektif (Natadisastra & Ridad, 2014).

Dari 2 sampel yang terinfeksi Soil Transmitted Helminth 1

diantaranya yaitu terinfeksi telur cacing Ascaris lumbricoides hal ini

disebabkan karena telur Ascaris lumbricoides lebih cepat

berkembang. Cacing Ascaris lumbricoides betina dapat bertelur

sebanyak 100.000 – 200.000 telur per hari juga telur Ascaris

lumbricoides dapat menular melalui kontak langsung dengan tanah

yang terdapat telur cacing dan makanan yang terbuka sehingga

dapat terkontaminasi oleh debu yang mengandung telur (Aritonang

& Rezki, 2018). Cacing Trichuris trichiura dan Ascaris lumbricoides

memerlukan tanah yang hangat, basah dan lembab. Oleh karena


32

itu resiko anak terinfeksi Soil Transmitted Helminth lebih meningkat

terutama pada anak yang memiliki kebiasaan berkontak langsung

dengan tanah juga kebiasaan anak jajan sembarangan ditempat

yang kebersihannya tidak dapat dikontrol yang kemungkinan telah

terkontaminasi dengan debu, setelah itu anak tidak mencuci tangan

sebelum makan sehingga anak terinfeksi Soil Transmitted Helminth

(STH). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Ramayanti, 2018) tentang Prevalensi Soil Transmitted Helminths

pada Siswa Madrasah Ibtidaiyah Ittihadiyah Kecamatan Gandus

Kota Palembang menemukan adanya infeksi Ascaris lumbricoides

sebanyak 24 siswa (88,90%), infeksi Trichuris trichiura 2 siswa

(7,4%) dan cacing tambang 1 siswa (3,7%). Hal ini disebabkan

karena Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura memiliki pola

penyebaran infeksi yang hampir sama, yaitu hidup di tanah lembab

yang sudah terkontaminasi dengan feses penderita dan akan

menimbulkan infeksi bila secara tidak langsung tertelan ke dalam

tubuh.

Infeksi kecacingan pada anak erat kaitannya dengan

faktor lingkungan, yaitu keadaan hygiene dan sanitasi lingkungan di

tempat tinggal anak juga faktor kebersihan pribadi dan kebiasaan

anak bermain. Semakin sering anak bermain dan berinteraksi

langsung dengan tanah tanpa menggunakan alas kaki, tidak

mencuci tangan dengan bersih menggunakan sabun setelah


33

bermain dan sebelum makan, maka semakin besar kemungkinan

parasit dengan mudah melakukan invasi ke dalam tubuh

(Noviastuti, 2015).

Kecacingan yang terjadi pada anak sekolah dasar dapat

menghambat anak dalam mengikuti pelajaran dikarenakan anak

mudah lelah, daya konsentrasi anak mulai menurun, pusing dan

mulai malas belajar. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan

karena akibat yang ditimbulkan dari kecacingan yaitu berat badan

anak menjadi menurun juga anemia dikarenakan zat makanan yang

dikonsumsi telah terkontaminasi dengan telur cacing dan

berkembang biak di dalam tubuh dan pada akhirnya membuat

kesehatan anak menjadi terganggu atau menurun (Nurfadillah et

al., 2021).

Menurut Kemenkes RI (2017), Penanggulangan Cacingan

dimulai dengan mengurangi prevalensi infeksi cacing dengan

membunuh cacing tersebut melalui pengobatan. Pengobatan

Cacingan harus disertai dengan upaya berperilaku hidup bersih dan

sehat, sanitasi lingkungan serta asupan makanan bergizi.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa dari 14 sampel feses yang

diambil pada siswa usia 7 – 8 tahun di SD Negeri 239 Maluku

Tengah hasilnya terdapat 2 sampel positif (14,3%) dan negatif

sebanyak 12 sampel (85,7%) dan berdasarkan jenis telur cacing

yang didapatkan yaitu, Ascaris lumbricoides sebanyak 1 orang

(50%) dan Trichuris trichiura sebanyak 1 orang (50%).

B. Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, dapat peneliti

sarankan :

1. Bagi Masyarakat

Diharapkan menjaga kebersihan lingkungan sekitar

tempat tinggal dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya

hidup bersih dan sehat agar terhindar dari infeksi kecacingan.

2. Bagi SD Negeri 239 Maluku Tengah

Untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS) seperti mencuci tangan sebelum makan, menggunakan

alas kaki ketika bermain diluar ruangan guna menghindari

terjadi infeksi kecacingan.

3. Bagi Institusi Poltekkes Kemenkes Maluku

34
35

Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat menjadi bahan

informasi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

4. Bagi Puskesmas Suli

Dapat memberikan pengobatan mandiri terhadap anak

yang terinfeksi Soil Transmitted Helminth serta dapat

melakukan pemeriksaan kecacingan di sekolah dan pemberian

obat cacing minimal 6 bulan sekali.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat melakukan penelitian dengan jumlah sampel yang

lebih banyak juga menggunakan metode pemeriksaan yang

berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Arafatullah, H. (2018). Perbedaan Jumlah Telur Cacing Ascaris


Lumbricoides Berdasarkan Variasi Lubang Aplikator Metode Kato
Katz. Skripsi. Program Studi D-IV Analis Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Aritonang, B. N. R. S., & Rezki, N. (2018). Identifikasi Telur Cacing Soil
Transmitted Helminth (STH) Pada Murid Sekolah Dasar Negeri (SDN)
91 Kecamatan Rumbai Pesisir Pekanbaru. Jurnal Sains Dan
Teknologi Laboratorium Medik, 3(1), 18–21.
https://doi.org/10.52071/jstlm.v3i1.27
Awaliyah, N. (2018). Hubungan Kebiasaan Sarapan dan Asupan Protein
Dengan Daya Ingat Sesaat Siswa SDN Totosari I dan SDN
Tunggulsari I Surakrta. 2–3.
Bisara, D., & Mardiana. (2014). Kasus Kecacingan Pada Murid Sekolah
Dasar di Kecamatan Mentewe, Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan
Selatan Tahun 2010. Jurnal Ekologi Kesehatan, 13(3), 255–264.
BTKLPP Ambon. (2009). Pemantauan Prevalensi Kecacingan di Provinsi
Maluku. Btklambon.Wordpress.Com. Diakses : 19 November 2022.
Fatimah, F., Sumarni, S., & Juffrie, M. (2012). Derajat keparahan infeksi
Soil Transmitted Helminths terhadap status gizi dan anemia pada
anak sekolah dasar. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 9(2), 80.
https://doi.org/10.22146/ijcn.15384
Hatta, H. (2020). Hubungan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif terhadap
Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Limboto Kabupaten
Gorontalo. Jurnal Dunia Gizi, 3(1), 59–66.
Hendrawan, A. W. (2013). Hubungan Antara Parasite Load Soil
Transmitted.
Inge, S., Ismid, I. S., Sjarifuddin, P. K., & Sungkar, S. (2017). Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Irianto, K. (2013). Parasitologi Medis. Bandung : Alfabeta.
Istiqomah, H., & Suyadi, S. (2019). Perkembangan Fisik Motorik Anak
Usia Sekolah Dasar Dalam Proses Pembelajaran (Studi Kasus Di Sd
Muhammadiyah Karangbendo Yogyakarta). El Midad, 11(2), 155–
168. https://doi.org/10.20414/elmidad.v11i2.1900
Kamila, A. D., Margawati, A., & Nuryanto, N. (2018). Hubungan
Kecacingan Dengan Status Gizi Dan Prestasi Belajar Pada Anak
Sekolah Dasar Kelas Iv Dan V Di Kelurahan Bandarharjo Semarang.
Journal of Nutrition College, 7(2), 77.
https://doi.org/10.14710/jnc.v7i2.20826
Kemenkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Tentang Penanggulangan Cacingan (Vol. 4).
Lisyanti, W. (2016). Pemeriksaan Tinja Kualitatif Metode Flotasi.
Academia.Edu.
https://www.academia.edu/7637001/Pemeriksaan_Tinja_Kualitatif_m
etode_Flotasi
Martila, M., Sandy, S., & Paembonan, N. (2016). Hubungan Higiene
Perorangan dengan Kejadian Kecacingan pada Murid SD Negeri Abe
Pantai Jayapura. Jurnal Plasma, 1(2), 87–96.
https://doi.org/10.22435/plasma.v1i2.4538.87-96
Natadisastra, D., & Ridad, A. (2014). Parasitologi Kedokteran. Jakarta :
EGC.
Ndona, M., Herdiana, E., & Hatriyanti, Y. (2015). Hubungan
Pengetahuan,Kondisi Lingkungan, dan Sosial Ekonomi Dengan
Infeksi Soil Transmitted Helminth (STH) Pada Anak Usia Sekolah
Dasar Di Kecamatan Salahutu dan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah
Provinsi Maluku.
Notoadmojo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Noviastuti, A. R. (2015). Infeksi Soil Transmitted Helminths. Majority, 4(8),
107–116.
Nurfadillah, Ridwan, A., & Arwie, D. (2021). Identifikasi Soil Transmitted
Helminth (STH) Anak Usia 7-10 Tahun Menggunakan Sampel Feses
Metode Natif. 2(2), 12–17.
Proksalia, A. A. A. (2016). Prevalensi Infeksi Kecacingan Pada Anak Di
Desa Pengobatan Filariasis dan Non Pengobatan Filariasis. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Semarang.
Ramayanti, I. (2018). Prevalensi Infeksi Soil Transmitted Helminths pada
Siswa Madrasah Ibtidaiyah Ittihadiyah Kecamatan Gandus Kota
Palembang. Syifa Medika, 8(2), 102–107.
Rowardho, D., Sayono, & Ismail, T. S. (2015). Keberadaan Telur Cacing
Usus Pada Kuku dan Tinja Siswa Sekolah Alam dan Non Alam.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, 10(2), 18–25.
Safar, R. (2010). Parasitologi Kedokteran: Protozoologi, Entomologi dan
Helmintologi. Bandung : Yrama Widya.
Sihite, A. J. (2019). Perbandingan Jumlah Dan Keragaman Telur Cacing
Soil Transmitted Helminth (Sth) Menggunakan Metode Sedimentasi
Reagensia NaOH 0,2 % Dan NaCL 0,9%. KTI. Analis Kesehatan
Politekkes Kemenkes RI Medan.
Soedarto. (2016). Buku Ajar Parasitologi Kedokteran : Parasit Usus.
Jakarta : CV Sagung Seto.
Srisari, G., Ilahude, H. H., & Wita, P. (2004). Parasitologi Kedokteran.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif. Bandung :
Alfabeta.
Sumanto, D., & Wartomo, H. (2014). Parasitologi Kesehatan Masyarakat.
Semarang : Yoga Pratama.
Suriani, E., Irawati, N., & Lestari, Y. (2020). Analisis Faktor Penyebab
Kejadian Kecacingan pada Anak Sekolah Dasar di Wilayah Kerja
Puskesmas Lubuk Buaya Padang Tahun 2017. Jurnal Kesehatan
Andalas, 8(4), 81–88. https://doi.org/10.25077/jka.v8i4.1121
Widoyono. (2011). Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan,
Pencegahan dan Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.
Zahrianti, F. (2017). Flotasi Menggunakan Larutan NaCL Jenuh dan
ZnSO4 Jenuh Dengan Variasi Volume Tabung [Skripsi. Analis
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang].
http://repository.unimus.ac.id/1403/
Lampiran 1. Surat Ijin Pengambilan Data Awal
Lampiran 2. Informed Consent
INFORMED CONSENT

Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden Penelitian :

Deskripsi penelitian : Saya Vanessa Nodly Tuhumury, NIM :


P07172320085 adalah mahasiswa program DIII Teknologi Laboratorium
Medis Ambon Politeknik Kesehatan Kemenkes Maluku yang melakukan
penelitian dengan judul penelitian Identifikasi Telur Cacing Soil
Transmitted Helminth Pada Feses Anak Usia 7-8 Tahun di SD Negeri 239
Maluku Tengah, pada penelitian ini responden yang menjadi sampel
penelitian bersedia untuk memberikan specimen feses sebagai sampel
pemeriksaan Telur Cacing Soil Transmitted Helminth. Kerahasiaan data
hasil laboratorium dari responden menjadi jaminan utama dalam
pelaksanaan penelitian ini.

Saya yang bertandatangan di bawah ini :


Nama : …………………………………………………………
Umur : ……………………………………………………......
Alamat : ………………………………………………………...
Menyatakan bersedia dan berpartisipasi menjadi responden
penelitian yang dilakukan oleh Vanessa Nodly Tuhumury, Mahasiswa dari
Program Studi DIII Teknologi Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan
Kemenkes Maluku.
Dengan pernyataan ini saya tandatangani tanpa ada paksaan dari
pihak manapun untuk dapat dipergunakan seperlunya dan apabila
dikemudian hari terdapat perubahan atau keberatan maka saya dapat
mengajukan kembali hal keberatan tersebut.

Ambon, / /2022

Saksi Responden

( ) ( )

Peneliti

Vanessa Nodly Tuhumury


Lampiran 3. Lembar Persetujuan Judul Usulan KTI
Lampiran 4. Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

Pembagian dan Pengambilan Pot Sampel Feses

Pembuatan Larutan NaCl Jenuh


Memasukkan NaCl jenuh ke Memasukkan feses ke dalam
dalam tabung reaksi tabung reaksi

Memasukkan NaCl jenuh ke


Meletakkan deck glass pada
dalam tabung reaksi hingga
permukaan tabung reaksi
cembung
Di diamkan selama 15 menit dan deck glass diangkat dan diletakkan
pada objek glass

Pengamatan di bawah mikroskop


Lampiran 6. Surat Mohon Izin Pengambilan Sampel Penelitian

Telur Trichuris trichiura Telur Ascaris lumbricoides


Lampiran 7. Surat Mohon Izin Pemeriksaan Sampel Penelitian

Anda mungkin juga menyukai