PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak-anak adalah masa depan bukan hanya untuk dirinya sendiri dan
keluarganya, tetapi juga untuk komunitas, bangsa, dan negaranya. Anak-anak adalah
masa depan kemanusiaan, tanpa anak, tidak ada masa depan bagi siapapun. Tidak
direncanakan dan, oleh karena itu, masa depannya akan sangat diperdulikan. Indonesia
bentuk kekerasan, diskriminasi, eksploitasi, dan penelantaran. Pada tahun 2003 sekretaris
mengenai kekerasan terhadap anak. Hasil yang dilaporkan pada tahun 2006 2
menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak adalah masalah global, di semua negara
yang terlibat, anak-anak mengalami berbagai bentuk kekerasan seperti hukuman fisik,
diskriminasi, perkawinan dini, dan pornografi. 3 Kajian mengenai Wisata Seks di ASEAN
1
ECPAT, Memerangi Pariwisata Sex Anak, (SUMUT: Koalisi Nasional Penghapusan
ESKA, 2008), hal. 3.
2
World Report on Violence Against Children - Laporan ini diedit oleh seorang ahli
independent yang ditugaskam oleh Sekjen PBB, yaitu: Paulo Sergio Pinheiro, 2006.
3
Irwanto, Menentang Pornografi dan Eksploitasi Seksual terhadap Anak,
(Jakarta:ECPAT, 2008), hal. 6.
dianggap sebagai negara tujuan wisata untuk seks yang melibatkan anak-anak. 4
Di Indonesia pada tahun 2010 tercatat 40.000-70.000 anak telah menjadi korban
Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA). Mayoritas dari mereka dipaksa bekerja
prostitusi, tempat hiburan, karaoke, panti pijat, pusat perbelanjaan, dan lain-lain. Di
Semarang, Yogya dan Surabaya, terdapat 3.408 anak korban pelacuran baik di lokalisasi,
jalanan, tempat-tempat hiburan, dan panti pijat (ILO-IPEC, 2010). Di Jawa Barat jumlah
anak yang dilacurkan pada tahun 2010 sebanyak 9000 anak atau sekitar 30 persen dari
total PSK 22.380 orang (Dinas Sosial, 2010). Mengacu kepada data Koalisi Nasional
Penghapusan ESKA, ada 150.000 anak Indonesia dilacurkan dan diperdagangkan untuk
tujuan seksual. 5 Data tesebut menunjukkan bahwa semakin maraknya tindak pidana
menyedihkan sejak lama, bahkan sudah terjadi sejak tahun 1970-an. Pelacuran anak di
adalah pelacuran anak baik yang berstatus sebagai pelajar dan tidak berstatus sebagai
pelajar, dan perdagangan anak untuk tujuan seksual. Hal yang paling mengejutkan adalah
banyaknya anak-anak sekolah yang telah terjerumus dengan ESKA dan terlibat transaksi
seks dengan para Tebe atau tubang, sebutan bagi para pelanggan mereka, dari 50
4
ASEAN Child – Sex Tourism Review (Child Wise Tourism Report, August, 2007)
5
Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Indonesia, Koalisi Nasional, PKPA , Medan,
Hal. 7.
remaja sekolah dengan dunia pendidikan adalah, alasan yang digunakan para pelajar siswi
yang melacurkan diri adalah alasan-alasan sekolah. Teman yang diajak atau dilibatkan ke
dunia Tubang juga masih mempunyai kedekatan hubungan emosional yang diikat oleh
kenyataan bersekolah di sekolah yang sama. Modus operandi yang digunakan dalam
menjebak anak-anak masuk ke dalam dunia pelacuran, umumnya diajak oleh teman yang
lebih dahulu masuk ke dunia ini, lalu diperkenalkan dengan tamu atau tubang.
Selanjutnya anak-anak mencari tamu sendiri dengan cara ke diskotik, atau langsung
segala sesuatu secara rasional dan mendasar, agar setiap masalah yang timbul dalam
masa depan keluarga dan bangsa,itu sebabnya semua orang tua berharap anak-anaknya
bisa mengangkat harkat dan martabat keluarga dan keluar dari himpitan ekonomi.
Pusat Kajian Perlindungan Anak bahwa banyak anak yang baru duduk di bangku SMA
yang setiap hari harusnya menghabiskan banyak waktu untuk belajar dan menikmati masa
remajanya justru lebih memilih menyisihkan waktunya untuk mencari uang saku, dengan
berbekal lipstic, bedak, dan kondom serta tubuh yang molek menjadi aset panting bagi
anak remaja yang berkomitmen untuk mendapat uang demi materi semata.
mudahnya sebagai PSK, hal ini menjadi dilema bagi siapa saja khususnya orangtua.
6
Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Indonesia, Koalisi Nasional, PKPA, Medan, Hal.
14-15.
dihantui dengan keinginan dan kepuasan materi yang sesaat. 7 Mental generasi bangsa
yang semakin memburuk menimbulkan akibat yang sangat meluas dan mencolok
terutama dalam hal terjadinya pengeksploitasian anak secara seks komersial. Seiring
lebih dari setengah abad pembangunan nasional telah membuahkan hasil yang cukup
calon kuat “macan asia” mendatang. 8 Begitu pula pembangunan nasional yang telah
memanjakan aspek ekonomi telah menimbulkan dampak negatif, yang paling utama
adalah munculnya sifat materialis dan individualis, hal inilah yang menjadi tanggung
jawab pemerintah dan semua masyarakat. Secara formal, kita mengaku bangsa yang
namun kenyatannya pada waktu yang sama Pancasila dilecehkan begitu saja. 9
B. Perumusan Masalah
7
Laporan Pengembangan Indikator Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak.
PKPA. 2004. Medan
8
Tjipta Lesmana, Pornografi dalam Media Massa, (Jakarta:Puspa Suara, 1995), hal. 153-
154.
9
Irwanto, Perdagangan Anak di Indonesia, (Jakarta: Kantor Perburuhan Internasional,
2001), hal. 7.
(ESKA)?
C. Tujuan Penelitian
anak (ESKA).
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun
praktis. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan
penanggulangannya
sebagai PSK
1. Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah, pendidik, aparat negara dan
2. Sebagai bahan kajian bagi akademis untuk menambah wawasan kriminologi maupun
E. Keaslian Penelitian
penelitian yang serupa dengan apa yang menjadi bidang dan ruang lingkup penelitian
ini, yaitu mengenai Penanggulangan Dan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang
Penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur,
kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang
1. Kerangka Teori
ada. Berdasarkan rumusan permasalahan yang ada, maka teori yang digunakan adalah
Secara tertulis hukum dibuat untuk menciptakan dan melahirkan generasi muda
yang taat terhadap aturan akan tetapi dengan adanya penyakit sosial atau penyakit
perilaku jahat (dursila) atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda yang mungkin salah
satu bentuk pengabaian sosial sehingga mereka mengembangkan bentuk tingkah laku
menyimpang. ”Juvenile” berasal dari bahasa Latin “Juvenilis” artinya anak-anak, anak
muda, sifat khas pada masa muda. Delinquent berasal dari kata Latin “Delinquere” yang
yaitu pendekatan penal (penerapan hukum pidana) dan pendekatan non penal (pendekatan
di luar hukum pidana). dalam Kongres ke-5 PBB: “Criminal policy was an aspect of
social planning and its planning therefore had to be integrated into that of general
progress of community…crime prevention policy was one aspect of general social policy
Disimpulkan dalam Kongres ke-5 PBB bahwa berbagai aspek dari kebijakan
terintegrasi dalam kebijakan sosial pada setiap Negara (The many aspects of criminal
10
Kartini Kartono, Patologi Sosial dan Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rajawali Pers,
2005), hal. 6.
11
Fifth United Nations Congress, on the Prevention of Crime and the Treatment of
Offenders. (New York: Department of Economic and Social Affairs, UN, 2005), hal. 20.
tindakan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan, oleh karena itu, sasaran utamanya
pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak
penanggulangan kejahatan, maka usaha-usaha non penal ini mempunyai kedudukan yang
strategis dan memegang peranan penting yang harus diintensifkan dan diefektifkan. 13
Secara universal dalam hal penanggulangan kejahatan, pada Kongres PBB ke-8
tahun 1990 tentang the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders yang
pencegahan kejahatan dan peradilan pidana, oleh karena aspek-aspek sosial dalam
konteks pembangunan ini harus mendapat prioritas utama. Kongres ke-8 ini juga berhasil
penyebab timbulnya kejahatan. Hal ini disebutkan dalam Dokumen A/CONF. 144/L.3,
12
Ibid., hal. 21.
13
Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum pidana (Perkembangan
Penyusunan KUHP Baru), (Jakarta: Kencana, 2008), (Selanjutnya disebut Buku III), hal. 33.
14
Mahmud Mulyadi, Criminal Policy, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), hal. 57.
ketimpangan sosial
5) Rusaknya atau hancurnya identitas budaya asli, yang bersamaan dengan adanya
10) Dorongan-dorongan (khususnya oleh media massa) mengenai ide-ide dan sikap-
sikap yang mengarah pada tindakan kekerasan, ketidaksamaan (hak) atau sikap-
lingkungan tempat tinggalnya. Lebih dari itu sekolah harus melibatkan diri dalam
penanggulangan kejahatan mulai dari tahun-tahun ajaran baru dengan cara mendata
secara komprehensif informasi tentang siswa, baik berupa identitas dan latar belakang
Istilah ”kebijakan” berasal dari bahasa Inggris ”policy” atau bahasa Belanda
”politiek Istilah ini dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kata ”politik”, oleh
karena itu kebijakan hukum pidana biasa juga disebut juga politik hukum pidana. 16
hukum adalah kebijaksanaan politik yang menentukan peraturan hukum apa yang
mengenai hukum yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah, hal
ini juga mencakup pula pengertian tentang bagaimana politik mempengaruhi hukum
dengan cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada dibelakang pembuatan dan penegakan
15
Mahmud Mulyadi, Op. Cit., hal. 58.
16
Mahmud Mulyadi, Op. Cit., hal. 65.
17
Solly Lubis, Serba Serbi Politik dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1989), hal.
159.
kenyataannya bukan tidak mungkin sangat ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan
2. Kerangka Konsepsional
akan dipergunakan sebagai dasar penelitian. Pentingnya defenisi operasional adalah untuk
menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah
yang dipakai, oleh karena itu, dalam penelitian ini di defenisikan beberapa konsep dasar
supaya secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah
18
Mahfud M.D, Politik hukum di Indonesia, (Jakarta: LP3ES,1998) hal. 1-2.
19
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1996) hal. 28.
20
Pius Partanto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya:Arkola, 1994), hal. 332.
yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak dengan wajar, baik
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau
5. Mengacu pada UU No. 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Anak Pasal 1 ayat 8,
Eksploitasi seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau
organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi
G. Metode Penelitian
21
Aminah Aziz, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Medan: USU Press, 1998), hal.26.
dikumpulkan. 22
penelitian adalah merupakan upaya ilmiah untuk memakai dan memecah suatu
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penyusunan tesis ini adalah penelitian
yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaedah-
kaedah atau norma-norma hukum positif, dan yuridis empiris adalah penelitian yang
dilakukan dengan meninjau masalah yang diteliti dari segi ilmu hukum dengan
melihat serta mengaitkan dengan kenyataan yang ada di dalam implementasinya yang
hari. 24
Mengambil istilah Ronald Dworkin, penelitian semacam ini juga disebut dengan
hukum baik yang tertulis di dalam buku (law at it is written in the book), maupun
hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it decided by
22
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (UI:Press, 2005), hal. 5-6.
23
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 64.
24
Johny ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya:
Bayumedia, 2008), hal. 282.
25
Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum,
disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian hukum dan hasil penulisan hukum pada
majalah akreditasi, (Fakultas Hukum USU, tgl 18 Februari, 2003), hal. 2.
oleh penelitian empiris untuk melihat perilaku hukum sebagai pola perilaku
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yaitu:
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks
yang ditulis oleh ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, pendapat
mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian. 27 Dalam penelitian ini, bahan
hukum sekunder yang digunakan adalah berupa buku-buku rujukan yang relevan,
26
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 141.
27
Jhony Ibrahim, Op. Cit., hal. 296.
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder 28 berupa
Selain itu juga menggunakan data primer yang diperoleh dari responden
wawancara. 29
dokumen maupun buku-buku ilmiah untuk mendapatkan landasan teoritis berupa bahan
hukum positif yang sesuai dengan objek yang akan diteliti. 30 Penelitian kepustakaan
4. Analisis Data
Setelah data terkumpul dan dirasa telah cukup lengkap, maka tahap
selanjutnya adalah mengolah dan menganalisa data. Teknik analisa data yang dipakai
adalah teknik analisis kualitatif, dimana setelah semua data terkumpul, maka
28
Ibid.
29
Tampil Anshari Siregar. Metode Penelitian Hukum. (Medan: Pustaka Bangsa Press,
2007), hal 77.
30
Johny Ibrahim, Op. Cit., hal. 392.
data ke dalam kategori dan satuan ujraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 32 Data yang
diperoleh dari hasil penelitian ini dikumpulkan dan kemudian diedit dengan
deduktif ke induktif.
31
M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007 ), hal. 133.
32
Lexy Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, ( Bandung: Rosda Karya, 2002), hal.
103.