Anda di halaman 1dari 25

PRINSIP PENGEMBANGAN BAHAN AJAR

A. Kriteria dan Prinsip Bahan Ajar yang Baik


1. Kriteria Bahan Ajar yang Baik
Kriteria bahan ajar yang baik menurut Greene
dan Petty sebagaimana yang dikutip Tarigan (1986:
20–21) meliputi 10 poin, yaitu sebagai berikut:
a. Mempunyai kemasan yang menarik bagi
pengguna, dalam hal ini menarik minat (attention)
peserta didik (interesting).
b. Memotivasi atau membangkitkan gairah belajar
peserta didik.
c. Mengandung gambaran penting dan ilustrasi
yang tepat atau membantu pemahaman peserta
didik dalam menyerap materi.
d. Mempertimbangkan aspek tata bahasa (linguistic)
atau kaidah kepenulisan sehingga sesuai dengan
kemampuan, usia (genre) peserta didik.
e. Berkaitan erat dengan mata pelajaran yang lain,
apalagi jika dapat ditunjang dengan perencanaaan
dalam suatu kesatuan yang terpadu (comprehensif),
misalnya dalam konsep tematik integratif.
f. Merangsang aktifitas pribadi peserta didik
(stimulation).
g. Tetap sesuai dengan konsep atau kaidah umum
yang tidak kabur sehingga tidak berpotensi
membuat bingung peserta didik (obvious).
h. Mempunyai sudut pandang (point of view) yang
jelas dan tegas sehingga menambah wawasan
peserta didik.
i. Bersifat menguatkan atau memantabkan nilai-
nilai dan karakter peserta didik.
j. Menjunjung tinggi solidaritas dan menghargai
perbedaan pribadi para peserta didik.
Selanjutnya terdapat pendapat yang tidak jauh
berbeda terkait kriteria bahan ajar yang baik
berdasarkan hasil diskusi Akhlan Husen dkk (1977:
188–190) telah merumuskan 11 poin, yaitu sebagai
berikut:
a. Berlandaskan pada prinsip dan sudut pandang
tertentu yang menjiwai materi pelajaran secara
keseluruhan, dapat berupa teori dari ilmu
psikologi, bahasa, dan sebagainya.
b. Konsep yang digunakan harus jelas dan terarah
agar benar-benar memberi pengertian dan
pemahaman pada peserta didik.
c. Disusun untuk digunakan di sekolah-sekolah
sehingga harus relevan dengan kurikulum yang
berlaku.
d. Disusun untuk peserta didik sehingga harus
sesuai dengan kebutuhan, kemauan, dan
kemampuan peserta didik yang menggunakannya
dan juga harus mempunyai daya tarik tersendiri.
e. Menjadi daya dorong (motivation) bagi peserta
didik sehingga mereka mau dan senang untuk
belajar, terutama terkait penumbuhkembangan
motivasi intrinsik peserta didik.
f. Merangsang, memacu, dan menantang aktifitas
dan pemikiran peserta didik, sesuai dengan
konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dan juga
Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan
Menyenangkan (PAIKEM), serta Gembira dan
Berbobot (GEMBROT), dalam hal ini selain tujuan
dan bahan juga sangat ditentukan oleh metode.
g. Harus mengandung ilustrasi yang menarik dan
tepat sasaran sehingga memperjelas isi materi.
h. Mudah dipahami (communicative), faktor utama
adalah bahasa sehingga harus sesuai dengan
wacana dan tingkat kebahasaan peserta didik,
mengandung kalimat efektif, terhindar dari
makna ganda (ambiguity), sederhana, sopan, dan
menarik.
i. Menunjang suatu mata pelajaran sekaligus mata
pelajaran yang lain (integrative).
j. Memperhatikan, mempertimbangkan, serta
menerima dengan baik segala perbedaan kondisi
dan latar belakang peserta didik tanpa
mempermasalahkannya.
k. Mengokohkan nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat dan menghindari hal-hal yang
menggoyahkannya.
2. Prinsip Penyusunan Bahan Ajar yang Baik
Berdasarkan pada Pusat Perbukuan (2004: 8–
12), terdapat tujuh poin terkait prinsip penyusunan
bahan ajar yang baik, yaitu sebagai berikut:
a. Prinsip Kebermaknaan, yaitu menekankan pada
motivasi bagi peserta didik untuk berani
mengekplorasi dan menyampaikan ide/pikiran,
baik secara lisan maupun tulisan (brainstorming).
b. Prinsip Keotentikan, yaitu menekankan pada
seleksi dan pengembangan materi kebahasaan
yang meliputi: berupa pelajaran/wacana tulis
atau lisan, menyediakan kesempatan dan fasilitas
dalam rangka meningkatkan kompetensi
berbahasa yang didasarkan pada analisis
kebutuhan berbahasa peserta didik, fungsi
komunikatif dalam berbahasa dan proses belajar-
mengajar harus lebih ditekankan, memanfaatkan
media cetak maupun elektronik dengan
maksimal, unsur bahasa digunakan secara selektif
dan fungsional, serta mendukung performa
komunikasi peserta didik yang mumpuni.
c. Prinsip Keterpaduan, yaitu menekankan pada
pemetaan materi berdasarkan konsep keutuhan
bahan, bertahap, dan fungsional (komprehensif
dan integratif).
d. Prinsip Keberfungsian, yaitu menekankan pada
penentuan metode dan teknik pembelajaran yang
memperhatikan: partisipasi aktif, keluasan
pengalaman belajar, penguasaan dan
pengembangan kompetensi, pemanfaat berbagai
sumber daya, serta peningkatan daya nalar dan
kreatifitas bagi peserta didik.
e. Prinsip Performansi Komunikatif, yaitu
menekankan pada pengalaman belajar peserta
didik yang berupa ragam egiatan belajar,
mengamati, berlatih, bahkan juga merenung yang
mendukung terbentuknya kompetensi tertentu
sesuai potensi peserta didik yang sesuai dengan
tuntutan didaktik metodik yang mutakhir,
disajikan secara berkelanjutan, dan berkaitan
dengan seluruh aspek belajar lain secara terpadu.
f. Prinsip Kebertautan (Kontekstual), yaitu
menekankan pada pemanfaatan media dan
sumber belajar yang maksimal, meliputi:
memberikan praktik dan pengalaman langsung
pada peserta didik, membahas fakta atau eristiwa
aktual yang dapat ditemukan ole peserta didik
atau diadakan oleh guru, sesuai kebutuhan
peserta didik baik indoor maupun outdoor,
bervariasi menggunakan apapun yang
memungkinkan mulai dari yang sederhana
hingga kompleks, serta memberikan kemudahan
bagi performa komunikasi peserta didik yang
mumpuni.
g. Prinsip Penilaian, yaitu menekankan pada sistem
penilaian atau evaluasi yang memenuhi ketentuan
berikut: mengukur dengan langsung kompetensi
peserta didik secara menyeluruh, mendororng
peserta didik agar mengoptimalkan seluruh
kompetensinya, serta mengarahkan kemempuan
peserta didik dalam belajar.
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dibuat
konklusi bahwa kriteria bahan ajar yang baik harus
mencakup 3 aspek utama, yaitu: keberadaan isi,
penyajian materi, dan bahasa atau keterbacaannya.
Hal ini sesuai pula dengan yang dikemukakan oleh
Kosasih (2021: 50). Adapun rincian kriteria dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Isi bahan ajar harus sesuai kurikulum, memiliki
ketegasan dan kejelasan dalam konsep
kebahasaan dan kesusastraan, bermakna dan
menghargai perbedaan kehidupan peserta didik,
serta menghargai nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat. Selain itu, bahan ajar diupayakan
memiliki kaitan dengan materi pelajaran yang
lain.
b. Penyajian materi harus membangkitkan minat
dan motivasi peserta didik untuk mempelajarinya
(menarik, mudah dipahami, dan memacu
keaktifan peserta didik). Sistematika penyusunan
materi harus jelas dan variatif yakni dari
sederhana ke komples, konkret ke abstrak, dekat
(local) ke yang jauh (international), mencakup
ragam bahasa lisan dan tulis, serta melibatkan
berbagai sumber (media cetak, elektronik,
ataupun narasumber dari berbagai kalangan).
c. Penggunaan bahasa harus sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik sehingga mudah
bagi mereka untuk memahaminya (efektif,
sederhana, sopan, dan menarik). Selain itu, bahasa
buku harus sesuai dengan tuntutan dan
kebutuhan peserta didik baik terkait
keberagamannya maupun terkait fungsinya (lisan
dan tulis serta formal dan nonformal).

B. Prinsip-Prinsip Pengembangan Bahan Ajar


Pengembangan bahan ajar tentu harus
disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku. Menurut
Depdiknas (2008), prinsip-prinsip yang harus
diperhatikan dalam pengembangan bahan
pembelajaran terangkum dalam 6 poin, yaitu benar dan
shahih (valid), tingkat kepentingan dan
kebermanfaatannya (priority and significancy), menarik
minat, konsistensi, kecukupan (adequacy), serta
landasan dan pola-pola pengembangan bahan ajar.
Adapun poin-poin tersebut dapat dirinci sebagai
berikut:
1. Benar dan shahih (valid)
Materi yang akan dituangkan dalam bahan ajar
harus teruji kebenarannya, tidak mengandung
keraguan ataupun kontroversial. Materi yang tersaji
benar secara keilmuan sehingga tidak membuat
peserta didik bingung dan berdasarkan pada fakta
dalam lapangan atau yang terjadi di kehidupan
sehari-hari. Penulis harus menggunakan sumber
teori yang lengkap dan jelas. Penyusun juga harus
ahli dan menguasai materi yang disajikan, baik
dalam hal kedalaman maupun keluasannya. Jika
terdapat hal-hal yang kurang jelas, maka penyusun
harus melakukan klarifikasi dan evaluasi terhadap
kebenaran materi-materi tersebut.

Benar Kelebihan
Benar
berdasarkan Materi
berdasarkan
fakta di dalam
teori
lapangan Bahan Ajar

Gambar 6. 1 Kriteria Keahlian Bahan Ajar


Selanjutnya apabila ditinjau dari segi
kebahasaan, sesuatu yang meragukan (penggunaan
kata mungkin, sepertinya, kira-kira, kelihatannya
dan kata lain yang semakna) pembaca harus
dihindari dalam penyusunan bahan ajar agar dapat
memberikan kepastian konsep kepada pembaca.
Contoh:

Aktitas pertanian di Indonesia sepertinya telah


menghasilkan banyak komoditas yang sebagian
diekspor ke mancanegara dan sebagian lagi
dikonsumsi untuk kebutuhan warga sendiri. Namun
sayang, sebagian komoditas justru masih diimpor
misalnya kedelai dan buah-buahan. Kondisi ini cukup
ironis mengingat potensi lahan di Indonesia yang
begitu besar.
Penggunaan kata sepertinya dalam teks tersebut
menjadikan kebenaran informasinya patut
dipertanyakan, pernyataan tersebut lemah dan tidak
dapat meyakinkan pembaca. Maka kata tersebut
harus diganti dengan fakta lain yang menguatkan
dan mendukung misalnya data yang disajikan
melalu tabel atau grafik.
2. Tingkat kepentingan dan kebermanfaatannya
(priority and significancy)
Memilih bahan ajar juga setidaknya perlu
mempertimbangkan 3 buah pertanyaan berikut:
a. Sejauh mana pentingnya materi tersebut untuk
dipelajari?
b. Penting untuk siapa?
c. Mengapa penting?
Apabila suatu materi sudah sesuai dengan
Kompetensi Dasar (KD) di dalam kurikulum, tentu
saja hal itu penting dan bermanfaat, Namun tidak
selalu dengan pengembangan dan pendalamannya
yang harus dijaga jangan sampai terlalu jauh
sehingga kehilangan relevansi dengan KD serta
jangan sampai kebermanfaatannya berkurang.
Tabel 6.1 Contoh Penjelasan Pentingnya Materi
Sejauh Mana Penting Mengapa
Materi
Pentingnya? untuk Siapa? Penting?
Distribusi Distribusi di Seluruh Peserta didik
Hutan tingkat lokal dan peserta didik perlu memiliki
nasional terutama yang kesadaran untuk
tinggal di menjaga
dekat hutan kelestarian hutan
Cara-Cara Cara menghadapi Peserta didik Peserta didik
Menghadap gempa secara di daerah dapat dengan
i Gempa umum dan perkotaan mudah
tindakan maupun di melakukan
penyelamatan awal pedesaan pertolongan pada
dirinya sendiri
Penyusun bahan ajar dalam hal ini dihadapkan
pada beragam teori dan fakta yang harus
dipertimbangkan secara tepat, yaitu:
a. Teori tentang apa atau dari siapa yang perlu
diutamakan dalam penyusunan bahan ajar
tersebut yang sekiranya lebih bermanfaat untuk
peserta didik.
b. Fakta mana yang harus disajikan untuk
mendukung materi dari sekian fakta yang ada,
apakah dari lapangan langsung, internet, ataupun
dari sumber lain yang paling relevan.
Selanjutnya manfaat penyajian materi dapat
ditinjau dari semua sisi berikut:
a. Bermanfaat secara akademis, artinya penulis dan
guru yakin bahwa materi yang disajikan dapat
memberikan dasar-dasar sikap, pengetahuan, dan
keterampilan bagi peserta didik untuk menunjang
studinya lebih lanjut ke jenjang yang lebih tinggi.
b. Bermanfaat secara nonakademis, artinya bahan
yang diajarkan dapat mengembangkankecakapan
hidup (life skill) dan sikap yang dibutuhkan dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Menarik minat
Setiap bahan ajar harus memenuhi kriteria
memiliki kemasan yang menarik minat dan dapat
memotivasi peserta didik untuk mempelajarinya
lebih lanjut, serta dapat mengasah rasa ingin tahu
sehingga medorong pengembangan kompetensi
peserta didik secara mandiri atau dari dalam dirinya
sendiri. Maka perlu disajikan ilustrasi, contoh-
contoh, dan kasus maupun aktifitas studi observasi
di lapangan yang sesuai dengan minat peserta didik
agar tersalurkan dengan baik.
Studi kasus sangat penting untuk
meningkatkan kemampuan peserta didik dalam
memecahkan suatu masalah yang berkaita dengan
kehidupan sehari-hari. Kemampuan berpikir kritis
dapat dikembangkan dengan maksimal jika mereka
terbiasa berlatih dalam studi kasus, baik secara
individual maupun kelompok. Contoh:
Suatu hari di sebuah event yang diselenggarakan di
sekolah, ada seorang pejabat pemerintah setempat
yang mendapat kesempatan untuk memberikan pidato
atau sambutan. Selain itu juga ada kepala sekolah,
pembina OSIS, dan perwakilan orang tua juga akan
mendapatkan kesempatan yang sama. Namun, hampir
setengah jam berlalu pejabat tersebut belum juga turun
dari panggung, padahal waktu yang tersedia untuk
keseluruhan ageda juga terbatas. Sebagai panitia
pelaksana, apa yang akan anda lakukan dalam
menghadapi persoalan tersebut?

Selanjutnya contoh penugasan untuk peserta


didik adalah sebagai berikut:

Tugas: Dengarkanlah pidato atau ceramah dari media


seperti radio atau yang lain. Catatlah pokok-pokok
yang dikemukakan dalam pidato tersebut. Kemudian
buatlah penjelasan isi pidato tersebut dengan kata-kata
Anda sendiri.
Studi kasus yang dilanjutkan dengan penugasan
akan menguatkan penerapan teori yang telah
mereka dapatkan sebelumnya. Tugas lapangan
dapat lebih meningkatkan kognisi peserta didik ke
jenjang yang lebih tinggi, di samping
mengembangkan ranah psikomotor dan afeksi
mereka. Misalnya dalam penugasan mendengarkan
pidato, mereka akan memiliki kecenderungan dalam
memilih orator yang mereka sukai di samping
pemilihan tema-tema.
Tugas Minat
menyimak Memilih Memilih
pidato orator tema
Minat
Gambar 6.2 Penyajian Tugas Menyimak Pidato
4. Konsistensi
Konsistensi (keajegan) penyusunan bahan ajar
berkaitan dengan aspek isi, struktur, penyajian, dan
ilustrasi.
a. Pada aspek isi, konsistensi dinyatakan dengan
fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang tersaji
di dalamnya. Sebagaimana yang dapat dimaklumi
bahwa setiap mata pelajaran memiliki
karakteristik yang berbeda.
b. Pada aspek struktur, konsistensi dinyatakan
dengan tata urutan penyajian yang diharapkan
memiliki pola baku antara bagian yang satu
dengan yang lain. Jika di awal ada apersepsi,
maka pembahasan dan pendalaman akan
mengikuti pola atau alur yang sebelumnya,
demikian juga jika di akhir ada bagian
rangkuman, refleksi, dan penilaian, maka semua
bab tersaji dengan pola dan alur yang sama.
Model keseluruhan isi buku bahan ajar juga
mencakup fitur-fitur di dalamnya. Diharapkan
tidak berubah-ubah sehingga informasi utama
maupun tambahan atau penjelas akan mudah
terbaca.
c. Pada aspek penyajian, konsistensi dinyatakan
dengan bahasa dan pilihan kata misalnya sapaan
untuk pembaca atau peserta didik menggunakan
kata Anda di awal maka sampai akhir tidak
berubah menjadi kamu atau yang lain. Konsistensi
juga tercermin dalam hal ihwal peristilahan yang
digunakan. Jika menggunakan istilah “kata kunci”
untuk daftar kata penting maka sampai akhir
tidak berubah-ubah.
d. Pada aspek ilustrasi atau perwajahan (layout),
konsistensi dinyatakan dengan pola penyajian
gambar, pemilihan jenis, ukuran, dan warna
huruf. Aspek ini memegang peran yang cukup
penting agar keseluruhan bahan ajar semakin
menarik dan tepat sasaran.
5. Kecukupan (adequacy)
Bahan ajar hendaknya memadai dalam
membantu peserta didik dalam menguasai suatu
kompetensi. Pengembangan dan pendalaman bahan
ajar tidak boleh terlalu sedikit ataupun terlalu
banyak. Jika terlalu sedikit maka akan kurang dalam
mendukung ketercapaian KD dan sebaliknya jika
terlalu banyak juga justru akan menghambat
ketercapaian KD.
Aspek ini harus betul-betul diperhatikan oleh
guru karena ternyata banyak KD yang merupakan
pengulangan dari KD sebelumnya dari tingkatan
yang berbeda. Meskipun Kdnya sama namun
pengembangan di jenjang yang lebih tinggi juga
akan semakin meluas, jangan sampai kurang
difasilitasi dan menjadi serba terbatas atau hasilnya
sama dengan jenjang sebelumnya. Guru harus
memahami letak penekanan materi ada di bagian
mana saja.
a. Keluasan materi terkait jumlah bahan yang
sejenis, misalnya pada jenjang sebelumnya hanya
menggali 5 bahan maka di jenjang selanjutnya
tentu sudah bertambah jumlahnya.
b. Kedalaman materi terkait spesifikasi atau
pencabangan bagian-bagian yang ada dalam
materi tersebut misalnya membahas kelebihan
dan kelemahannya, cara perawatannya dan
sebagainya.
6. Landasan dan pola-pola pengembangan bahan ajar
Kedudukan bahan ajar dalam kegiatan belajar
mengajar (KBM) sangat penting, strategis, dan ideal
karena bahan ajar akan menjadi acuan utama dalam
proses tersebut seingga harus berdasarkan pada
landasan yang tepat. Menurut Pusat Perbukuan
(2005: 6–7), dalam hal ini ada 3 poin landasan yang
harus diperhatikan yaitu:
a. Disiplin Ilmu
Pengembang bahan ajar harus memahami
dasar keilmuan setiap mata pelajaran, agar materi
yang dituangkan dalam bahan ajar teruji
kebenarannya, baik dalam hal keilmuan maupun
kebahasaan. Pengembang harus ahli dalam
bidang yang ditekuni sehingga dalam menyusun
bahan ajar selalu merujuk pada teori dan referensi
yang lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan
secara akademik.
b. Ilmu Pendidikan dan Keguruan
Pemilihan bahan, penentuan luas cakupan,
dan urutan isi bahan ajarharus
mempertimbangkan kaidah-kaidah pendidikan
dan keguruan, sisi perkembangan peserta didik,
dan metodenya menyesuaikan dengan kondisi
peserta didik. Misalnya peserta didik usia SD
yang berusia antara 6 – 12 tahun memiliki
karakteristik concrete operations (Piaget dalam
Pusat Perbukuan, 2005: 10). Maka jangkauan
berpikir peserta didik tersebut berpusat pada
pemecahan persoalan nyata yang dapat diindera,
belum mampu memecahkan masalah verbal yang
kompleks dengan hipotesis, apalagi masalah yang
mungkin akan terjadi di masa mendatang,
khususnya peserta didik tingkat SD tahap awal.
Implikasi dari hal tersebut adalah penyusunan
bahan ajar harus mengandung masalah-masalah
yang terbatas pada hal konkret dan
memperhatikan ilustrasi yang akan sangat
mendukung pemahaman peserta didik.
Selanjutnya pengembangan berpikir hipotesis
dapat mulai disajikan di kelas akhir SD.
c. Keterbacaan Materi dan Bahasa yang Digunakan
Aspek ini berkaitan dengan pengolahan kata
atau kalimat sehingga dapat memberikan
kemudahan bagi peserta didik untuk memahami
materi yang disajikan. Panjang dan susunan
maupun makna kata, frase, kalimat, dan wacana
harus sesuai dengan jenjang peserta didik
sehingga memudahkan pemahaman materi.
Menurut Pusat Perbukuan (2006: 16) ada tiga ide
utama terkait hal ini, yaitu:
1) Kemudahan membaca, yaitu berkaitan dengan
bentuk tulisan atau tipografi yang mencakup
ukuran huruf dan lebar spasi.
2) Penampilan yang menarik, yaitu berkaitan
dengan minat pembaca, kepadatan ide bacaan,
dan keindahan gaya tulisan.
3) Kesesuaian partisi (partition suitability, yitu
berkaitan dengan kata dan kalimat, panjang
pendek, frekuensi, bangun kalimat, dan
susunan paragraf).
Selanjutnya menurut Mintowati (2003: 23)
terdapat 3 hal lain yang harus diperhatikan dalam
memilih bahan pengajaran yaitu tingkat kesulitan,
konteks kultural, dan daya tarik bagi peserta
didik. Hal ini tentu bukan sesuatu yang mudah
untuk diwujudkan mengingat kondisi dan minat
peserta didik yang berbeda-beda. Maka guru
harus dapat mengidentifikasi konteks kultural
atau budaya yang ada di lingkungan peserta didik
dan masyarakatnya. Daya tarik materi juga
berasal dari hal-hal yang dekat dengan kehidupan
peserta didik atau sedang hangat dibicarakan
sehingga lebih bermanfaat bagi peserta didik.
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat
dibuat konklusi terkait 3 hal yang harus
diperhatikan dalam menyusun dan
mengembangkan bahan ajar, yaitu:
1) Kepentingan Peserta Didik
Gaya belajar peserta didik yang berbeda-
beda setidaknya dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
a) Peserta didik tipe auditif, dalam bahan ajar
perlu disediakan aktifitas yang berupa
diskusi dan presentasi, atau dilengkapi
dengan media berupa audio seperti active
speaker.
b) Peserta didik tipe visual, dalam bahan ajar
perlu disediakan ilustrasi dan gambar yang
mendukung atau dilengkapi dengan media
yang berupa visual seperti video.
c) Peserta didik tipe kinestetik, dalam bahan
ajar perlu disediakan aktifitas fisik yaitu
praktik, ekplorasi, dan tugas atau game yang
formatnya adventure.
Kepentingan peserta didik juga terkait
dengan tingkat perkembangan intelektual,
emosional, sosial, spiritual, dan juga fisiknya.
Aspek-aspek ini berpengaruh pada pemilihan
isi materi, ragam bahasa, maupun ilustrasi
dalam suatu bahan ajar.
Contoh teks yang kurang efektif pada
bagian suatu bahan ajar:
Aturan Ketika Sarapan Pagi
Sarapan pagi ada aturannya. Aturan itu
berguna untuk menjaga kesehatan tubuh.
Kesehatan tubuh sangat penting. Tubuh yang
sehat akan terhindar dari penyakit. Penyakit
yang muncul sering disebabkan oleh kelalaian
terhadap aturan. Oleh karena itu, aturan saat
sarapan pagi harus dilaksanakan dengan patuh.
Aturan-aturan tersebut antara lain:
1. Mencuci tangan sebelum makan hingga bersih
2. Duduk dengan posisi yang benar
3. Mengambil makan dan minum dengan tertib
4. Berdoa kepada Tuhan sesuai ajaran agama
yang dianut
5. Makan pelan-pelan dan tidak terburu-buru
6. Tidak bicara ketika makan
7. Setelah makan mencuci tangan hingga bersih
8. Setelah makan, berdoa kepada Tuhan sesuai
Contoh penyederhanaan teks sehingga
lebih efektif bagi peserta didik:
Aturan Sarapan
Aturan yang berlaku saat sarapan di pagi hari
sangat penting untuk kesehatan tubuh sehingga
harus dipatuhi, yaitu sebagai berikut:
1. Mencuci tangan dan berdoa sebelum makan
2. Duduk dengan benar dan mengambil makan
dengan tertib
3. Makan dengan perlahan, tidak bicara saat ada
makanan dalam mulut
4. Berdoa sesudah makan dan mencuci tangan
5. Mengucap syukur

Efektivias Pilihan
Keterbacaan
Kalimat Kata

Gambar 6.3 Penentuan Keterbacaan Bahan Ajar


Selanjutnya pentingnya penggunaan
gambar ilustrasi dapat dilihat dalam gambar
berikut ini:

Memperjelas
Melayani Konsep
perbedaan
gaya belajar

Membangkitkan
minat dan
motivasi
membaca
Gambar 6.4 Fungsi Gambar dalam Bahan Ajar
2) Relevansi Materi dengan Karakteristik
Lingkungan dan Konteks Kultural Masyarakat
Kebermaknaan suatu bahan ajar juga
dipengaruhi oleh kesesuaiannya dengan
kondisi alam, sosial, budaya dari peserta didik.
Semakin dekat dengan keseharian maka akan
semakin bermakna dan maksimal hasil daya
serapnya. Begitupun sebaliknya, semakin
mengawang-awang maka semakin sulit pula
dipahami.
Peserta didik didekatkan dengan
penerapan suatu materi sehingga dapat
merasakan betul dampak atau manfaatnya.
Contoh penugasan berupa keterampilan dan
sikap tertentu yang sesuai dengan tujuan dan
indikator pembelajaran yaitu sebagai berikut:
Gambar 6.5 Contoh Tugas dalam Bahan Ajar
3) Kesesuaian dengan Perkembangan Zaman
Keaktualan dalam bahan adalah aspek
yang penting untuk menjadi perhatian
penyusun bahan ajar ataupun guru. Meskipun
tidak seaktual dan akurat informasi yang ada
pada layanan penyedia berita seperti surat
kabar, majalah, dan TV namun setidaknya
informasi dalam buku ajar memuat sumber
atau referensi yang kredibel dan terbarukan (up
to date) apalagi materi yang terkait dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK).
Adapun Pusat Perbukuan (2020) telah
merumuskan secara spesifik terkait panduan
penyusunan bahan ajar, yaitu sebagai berikut:
1. Bernilai teoritis sekaligusp raktis, diharapkan bahan
ajar menyajikan sejumlah konsep beserta contoh-
contohnya pada setiap paparannya.
2. Bersifat interaktif dan mendorong keaktifan dan
partisipasi peserta didik. Bahan ajar harus mudah
dipahami dan melibatkan peran aktif peserta didik.
3. Bersifat adaptif dan relevan dengan perkembangan
zaman. Paparan materi dan contoh-contohnya perlu
mengacu pada keadaan, perkembangan pola pikir
dunia anak, wilayah tempat tinggal, kultur sosial,
kearifan lokal, maupun sains dan teknologi yang
menguatkan kesatuan NKRI.
4. Mendukung penuh gerakan literasi, mulai dari
literasi dasar hingga digital sesuai dengan tuntutan
kurikulum, materi ajar, dan kondisi zaman.
5. Menguatkan pendidikan karakter, memuat nilai-nilai
keagamaan, kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi,
dan keadilan sosial sebagaimana yang terkandung di
dalam Pancasila secara jelas, melalui kegiatan
pembelajaran sebagai tindak lanjut atas pemahaman
mereka terhadap materi yang telah disajikan.
6. Mengembangkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi yang menjadi materi dan kegiatan sesuai
kaidah High Order Thinking Skills (HOTS). Materi-
materi dalam bahan ajar harus mendorong peserta
didik untuk sampai pada kemampuan menganalisis,
mengevaluasi, serta mencipta terkait dengan
sejumlah panduan aktifitas dan latihan yang tersaji
di dalamnya sehingga kompetensi peserta didik
dapat berkembang maksimal dan juga siap
mengikuti asesmen yang diselenggarakan oleh
pemerintah pusat hingga daerah.
7. Mengembangkan kecakapan abad-21, yaitu
mencakup pengembangan kemampuan berpikir
kritis, kreatif inovatif, komunikatif, dan kolaboratif.
terutama pada sisi ktifitas pembelajarannya.
8. Mencerminkan model pembelajaran student centered
learning (SCL) dan menggunakan bahasa, ilustrasi,
dan grafis yang langsung mengarah pada preferensi
peserta didik.
9. Membekali keterampilan terkait Revolusi Industri
4.0 seperti eksplorasi internet, penguasaan dasar
dunia digital, terbuka pada peluang dan profesi baru
di masa ketercerabutan (disruption era) ini, serta
selaras dengan materi pembelajaran per jenjang
pendidikan.
10. Mengoptimalkan pengembangan kompetensi dan
kreatifitas guru maupun peserta didik. Penyajian
bahan ajar harus mendorong diri para subyek belajar
untuk selalu mendalami lebih lanjut materi dari
berbagai sumber lain selain yang disediakan oleh
sekolah, juga mencari contoh-contoh yang relevan
dengan keseharian guru dan peserta didik.
11. Mengandung ilustrasi/media yang mendukung
materi terutama yang tingkat pemahamannya cukup
sulit sehingga peserta didik lebih dimudahkan,
misalnya dengan menampilkan infografis maupun
penggunaan media lain seperti tautan (link) dan
sumber referensi lain dari manapun tidak terbatasi.
12. Memiliki sisi orisinalitas dan kebaruan (inovatif)
dari segi isi dan penyajian sehingga terbebas dari
penjiplakan hak cipta orang lain (plagiarism) dalam
bentuk apapun.
13. Mencegah pelanggaran norma, terbebas dari
berbagai pelanggaran publik seperti ujaran
kebencian, kekerasan, diskriminasi SARA,
pornografi, maupun bias gender dalam batas ukuran
universal sesuai tahap atau jenjeng pendidikan
masing-masing.
BIBLIOGRAFI

Husen, Akhlan, dkk. 1997. Telaah Buku Kurikulum dan


Buku Teks. Jakarta: Depdiknas.
Kosasih E. 2021. Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Kosasih E. Dan wawan Hermawan. 2012. Bahasa Indonesia,
Berbasis Kepenulisan Karya Ilmiah dan Jurnal. Bandung:
Tursina.
Mintowati. 2003. Panduan Penulisan Buku Ajar. Jakarta:
Depdikbud.
Purwanto P. P. 2001. Penulisan Bahan Ajar. Jakarta: PAU-
PPAI, Universitas Terbuka.
Pusat Perbukuan. 2004. Pedoman Penilaian Buku pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia SD. Jakarta: Departemen
Pendidikan nasional.
_____________. 2005. Pedoman Pengembangan Buku
Pelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
_____________. 2006. Pedoman Penulisan Buku Pelajaran,
Pemetaan tentang Nosi dan Fungsi di dalam Bahasa
Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
_____________. 2020. Pedoman Pengembangan Bahan Ajar.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Rachmawati W. S. 2004. Anatomi Buku Ajar. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Tarigan, H. G. 1986. Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia.
Bandung: Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai