Anda di halaman 1dari 8

KD3.6.

Menganalis Peran Tokoh - Tokoh Nasional Dan Daerah Dalam


Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia
Materi Pokoknya:
Biografi singkat dari Ir. Soekarno
Biografi singkat dari Moh. Hatta
Biografi singkat dari Tuanku Imam Bonjol
Biografi singkat dari Rasuna Said

MATA PELAJARAN : SEJARAH INDONESIA


KELAS /SEMESTER : XI MIPA-IPS/GENAP
PENYUSUN : Eli Berti, S.Pd

1
PERAN SOEKARNO, MOH.HATTA, IMAM BONJOL DAN RASUNA SAID DALAM
MELAWAN PENJAJAH
1. Ir. Soekarno

Ir. Soekarno lahir di Surabaya pada tanggal 6 Juni tahun 1901. Ir.
Soekarno adalah Presiden RI pertama yang dikenal sebagai tokoh
proklamator bersama Dr. Mohamad Hatta. Pada tahun 1926, beliau lulus dari
Technische Hoge School, Bandung (sekarang ITB). Pada tanggal 4 Mei 1927,
Soekarno mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia) untuk mencapai
kemerdekaan Kharisma dan kecerdasan beliau membuat dirinya terkenal
sebagai orator ulung yang dapat membangkitkan semangat rakyat. Belanda
merasa terancam dengan sikap nasionalisme beliau. Pada Desember 1929,
Soekarno dan tokoh PNI lainnya ditangkap dan dipenjara. PNI sendiri
dibubarkan dan berganti menjadi Partindo. Perjuangan beliau terus berlanjut
setelah dibebaskan, tetapi pada Agustus 1933, Proklamator kemerdekaan RI
ini kembali ditangkap dan diasingkan ke Ende, Flores, lalu dipindahkan ke
Bengkulu.
Soekarno dibebaskan ketika Jepang mengambil alih kekuasaan
Belanda. Jepang meminta Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar
Dewantara, dan K.H. Mas Mansur mendirikan PUTERA (Pusat Tenaga
Rakyat) untuk kepentingan Jepang. Namun, PUTERA justru lebih banyak
berjuang untuk kepentingan rakyat. Akibatnya, Jepang membubarkan
PUTERA. Ketika posisinya dalam Perang Asia Raya mulai terdesak pasukan
Sekutu, Jepang mendirikan BPUPKI. Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni
1945, Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar Negara yang disebut
Pancasila.
Setelah BPUPKI dibubarkan, beliau diangkat menjadi ketua PPKI.
Tidak lama kemudian Jepang memanggil Soekarno, Hatta, dan Radjiman
Wedyodiningrat ke Ho Chi Minh, Vietnam, untuk menemui Jenderal Terauchi
guna membicarakan masalah kemerdekaan Indonesia. Setelah kembali ke
Indonesia, Soekarno dan Hatta diculik para pemuda yang sudah mendengar
berita kekalahan Jepang atas Sekutu dan dibawa ke Rengasdengklok.
Akhirnya, tercapai kesepakatan sehingga Soekarno-Hatta segera kembali ke
Jakarta mempersiapkan Naskah Proklamasi. Bersama Hatta, Soekarno

2
memproklamasikan kemerdekaan RI atas nama rakyat Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.
Kemerdekaan ini adalah hasil perjuangan seluruh rakyat Indonesia,
bukan pemberian Jepang. Satu hari kemudian, beliau dilantik menjadi
Presiden RI yang pertama. Beliau memerintah selama 22 tahun. Soekarno
meninggal saat berusia 69 tahun dan dimakamkan di Blitar, Jawa Timur.
.
1. Moh.Hatta

Tokoh lain yang sangat penting dalam berbagai peristiwa sekitar


proklamasi adalah Drs. Moh. Hatta. la dilahirkan di Bukittinggi tanggal
12 Agustus 1902. Sejak menjadi mahaPeserta didik di luar negeri, ia
sudah aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia menjadi salah
seorang pemimpin dan ketua Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda.
Setelah di tanah air, ia aktif di PNI bersama Bung Karno. Setelah PNI
dibubarkan, Hatta aktif di PNI Baru.

Pada masa pendudukan Jepang, ia menjadi salah seorang pemimpin


PUTERA, menjadi anggota BPUPKI dan wakil ketua PPKI. Saat
menjabat sebagai wakil PPKI, Moh. Hatta dan Sukarno menjadi dwi
tunggal yang sulit dipisahkan. Bersama Bung Karno, ia juga pergi
menghadap Terauchi di Saigon. Setelah pulang, Moh. Hatta menjadi
salah satu tokoh sentral yang terus didesak para pemuda agar bersama
Sukarno bersedia menyatakan proklamasi Indonesia secepatnya.

Moh. Hatta melibatkan diri secara langsung dan ikut andil dalam
perumusan teks proklamasi. la juga ikut menandatangani teks proklamasi.
Pada peristiwa detik-detik proklamasi, Moh. Hatta tampil sebagai tokoh nomor
dua dan mendampingi Bung Karno dalam pembacaan teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, ia juga dikenal sebagai pahlawan
proklamator. la wafat pada tanggal 14 Maret 1980, dimakamkan di
pemakaman umum Tanah Kusir Jakarta
2. Imam Bonjol
Tuanku Imam Bonjol lahir di Bonjol pada tahun 1772, nama aslinya
adalah Muhammad Shahab. Ia lahir dari pasangan Bayanuddin dan Hamatun.

3
Ayahnya adalah seorang alim ulama dari Sungai Rimbang, Suliki. Imam
Bonjol belajar agama di Aceh pada tahun 1800-1802, dia mendapat gelar
Malin Basa.
Sebagai ulama dan pemimpin masyarakat setempat, Tuanku Imam
Bonjol memperoleh beberapa gelar, antara lain yaitu Peto Syarif, Malin Basa,
dan Tuanku Imam. Tuanku nan Renceh dari Kamang, Agam sebagai salah
seorang pemimpin dari Harimau nan Salapan yang menunjuknya sebagai
Imam (pemimpin) bagi kaum Padri di Bonjol. Ia sendiri akhirnya lebih dikenal
masyarakat dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.
Perjuangan
Pertentangan kaum Adat dengan kaum Paderi atau kaum agama turut
melibatkan Tuanku Imam Bonjol. Kaum paderi berusaha membersihkan
ajaran agama islam yang telah banyak diselewengkan agar dikembalikan
kepada ajaran agama islam yang murni.
Pada awalnya timbulnya peperangan ini didasari keinginan dikalangan
pemimpin ulama di kerajaan Pagaruyung untuk menerapkan dan
menjalankan syariat Islam sesuai dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang
berpegang teguh pada Al-Qur'an dan sunnah-sunnah Rasullullah shalallahu
'alaihi wasallam. Kemudian pemimpin ulama yang tergabung dalam Harimau
nan Salapan meminta Tuanku Lintau untuk mengajak Yang Dipertuan
Pagaruyung beserta Kaum Adat untuk meninggalkan beberapa kebiasaan
yang tidak sesuai dengan Islam.
Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat antara Kaum
Padri dengan Kaum Adat. Seiring itu dibeberapa nagari dalam kerajaan
Pagaruyung bergejolak, dan sampai akhirnya Kaum Padri dibawah pimpinan
Tuanku Pasaman menyerang Pagaruyung pada tahun 1815, dan pecah
pertempuran di Koto Tangah dekat Batu Sangkar. Sultan Arifin Muningsyah
terpaksa melarikan diri dari ibukota kerajaan ke Lubukjambi.
Pada 21 Februari 1821, kaum Adat secara resmi bekerja sama dengan
pemerintah Hindia-Belanda berperang melawan kaum Padri dalam perjanjian
yang ditandatangani di Padang, sebagai kompensasi Belanda mendapat hak
akses dan penguasaan atas wilayah darek (pedalaman Minangkabau).
Perjanjian itu dihadiri juga oleh sisa keluarga dinasti kerajaan Pagaruyung di

4
bawah pimpinan Sultan Tangkal Alam Bagagar yang sudah berada di Padang
waktu itu.
Perlawanan yang dilakukan oleh pasukan padri cukup tangguh
sehingga sangat menyulitkan Belanda untuk mengalahkannya. Oleh sebab itu
Belanda melalui Gubernur Jendral Johannes van den Bosch mengajak
pemimpin Kaum Padri yang waktu itu telah dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol
untuk berdamai dengan maklumat Perjanjian Masang pada tahun 1824.
Tetapi kemudian perjanjian ini dilanggar sendiri oleh Belanda dengan
menyerang nagari Pandai Sikek.
Pada tahun 1833 perang berubah menjadi perang antara kaum Adat
dan kaum Paderi melawan Belanda, kedua pihak bahu-membahu melawan
Belanda, Pihak-pihak yang semula bertentangan akhirnya bersatu melawan
Belanda. Diujung penyesalan muncul kesadaran, mengundang Belanda
dalam konflik justru menyengsarakan masyarakat Minangkabau itu
sendiri.Bersatunya kaum Adat dan kaum Padri ini dimulai dengan adanya
kompromi yang dikenal dengan nama Plakat Puncak Pato di Tabek Patah
yang mewujudkan konsensus Adat basandi Syarak (Adat berdasarkan
agama).
Penyerangan dan pengepungan benteng kaum Padri di Bonjol oleh
Belanda dari segala jurusan selama sekitar enam bulan (16 Maret-17 Agustus
1837) yang dipimpin oleh jenderal dan para perwira Belanda, tetapi dengan
tentara yang sebagian besar adalah bangsa pribumi yang terdiri dari berbagai
suku, seperti Jawa, Madura, Bugis, dan Ambon. 3 kali Belanda mengganti
komandan perangnya untuk merebut Bonjol, yaitu sebuah negeri kecil dengan
benteng dari tanah liat yang di sekitarnya dikelilingi oleh parit-parit. Barulah
pada tanggal 16 Agustus 1837, Benteng Bonjol dapat dikuasai setelah sekian
lama dikepung.
Pada bulan Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol diundang ke Palupuh
untuk berunding. Tiba di tempat tersebut dia langsung ditangkap dan dibuang
ke Cianjur, Jawa Barat. Kemudian dipindahkan ke Ambon dan akhirnya ke
Lotak, Minahasa, dekat Manado. Di tempat terakhir itu ia meninggal dunia
pada tanggal 8 November 1864. Tuanku Imam Bonjol dimakamkan di tempat
tersebut.

5
Penghargaan
Perjuangan yang telah dilakukan oleh Tuanku Imam Bonjol dapat menjadi
apresiasi akan kepahlawanannya dalam menentang penjajahan, sebagai
penghargaan dari pemerintah Indonesia, Tuanku Imam Bonjol diangkat
sebagai Pahlawan Nasional Indonesia sejak tanggal 6 November 1973.

3. Rasuna said
Duduknya seseorang menjadi anggota dewan tidak boleh bertindak
semaunya sadja/Lebih-lebih tidak boleh berlainan dengan pendirian atau
kejakinan organisasinya.Demikian kata Hajjah Rangkayo Rasuna Said di
depan Kongres Perwari (Persatuan Wanita Republik Indonesia) seperti yang
dimuat Pikiran Rakjat edisi 19 Januari 1953. Sebagai wakil rakyat dari
golongan non partai, Rasuna Said memang vokal. Bukan saja menyuarakan
kaum perempuan tetapi juga kepentingan kepentingan bangsa yang lebih
luas.
Kelahiran Desa Panyinggahan, Maninjau, Kabupaten Agam, 15
September 1910 ini menempuh pendidikan di sebuah sekolah rakyat.
pesantren Ar-Rasyidiyah sebagai satu-satunya santri perempuan , kemudian
melanjutkan pendidikan di Diniyah School Putri di Padang Panjang. Pada
masa pergerakan Rasuna Said sangatlah memperhatikan kemajuan dan
pendidikan kaum perempuan.
Kiprahnya dimulai dengan mengajar di Diniyah School Putri sebagai
guru. Namun pada 1930 Rasuna berhenti mengajar karena memiliki
pandangan bahwa kemajuan perempuan tidak hanya bisa didapat dengan
mendirikan sekolah tapi harus disertai perjuangan politik. Rasuna ingin
memasukan pendidikan politik dalam kurikulum sekolah Diniyah School Putri
tapi gagasannya ditolak. Langkah berikutnya, dia mendalami ilmu agama
pada Haji Rasul atau Dr. H. Abdul Karim Amrullah yang mengajarkan
pentingnya pembaharuan pemikiran Islam dan kebebasan berfikir yang
banyak mempengaruhi padangan Rasuna Said.

Pada masa itu Rasuna mulai vocal menyuarakan isu kepentingan


perempuan. Di antaranya ia terlibat dalam kontroversi poligami pernah ramai

6
dan menjadi polemik di Ranah Minang tahun 1930-an. Poligami ini ternyata
berakibat pada meningkatnya angka kawin cerai. Rasuna Said menganggap,
kelakuan ini bagian dari pelecehan terhadap kaum wanita.
Sejarah mencatat Rasuna Said tidak hanya omong saja. Dia benar-
benar terjun ke politik. Perjuangan politiknya dimulai dengan beraktifitas di
Sarekat Rakyat sebagai Sekretaris cabang. Dia kemudian juga bergabung
dengan Soematra Thawalib dan mendirikan Persatoean Moeslimin Indonesia
(PERMI) di Bukit Tinggi pada 1930. Rasuna Said ikut mengajar di sekolah-
sekolah yang didirikan PERMI dan kemudian mendirikan Sekolah Thawalib di
Padang, dan memimpin Kursus Putri dan Normal Kursus di Bukit Tinggi.
Sejarah mencatat PERMI tumbuh dengan cepat di Sumatera Barat
dengan 10 ribu anggota di 160 cabang. Partai ini populer karena tak takut
mengawinkan politik dan agama. Rasuna menjadi salah satu tokoh
perempuan paling menonjol di sini. Secara blak-blakan dia mengajak rakyat
menuju perjuangan Indonesia merdeka. Dari kiprahnya ini jelasnya, Rasuna
sudah melompat dari hanya soal emansipasi perempuan ke politik
kebangsaan.
Rasuna Said mahir dalam berpidato mengecam pemerintahan
Belanda. Rasuna Said juga tercatat sebagai wanita pertama yang terkena
hukum Speek Delict yaitu hukum kolonial Belanda yang menyatakan bahwa
siapapun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda. Rasuna Said
sempat di tangkap bersama teman seperjuangannya Rasimah Ismail, dan
dipenjara pada 1932 di Semarang. Pada usia 22 tahun dia dipenjara dan dia
perempuan.
Setelah keluar dari penjara, Rasuna Said meneruskan pendidikannya
di Islamic College pimpinan K.H. Mochtar Jahja dan Dr. Kusuma Atmaja.
Pada 1935 Rasuna menjadi pemimpin redaksi Majalah Raya. Namun
Pemerintah Kolonial Belanda rupanya sudah memperhitungkan perempuan
ini sebagai orang yang berbahaya. Karena tekanan yang kuat, Rasuna
kemudian pindah ke Medan dan mendirikan sekolah pendidikan khusus
wanita Perguruan Putri dan juga menerbitkan majalah Menara Putri
Majalah ini menyebarkan gagasan mengenai perempuan dan segala
permasalahannya. Rasuna meyakinkan pembaca, perempuan punya peran

7
yang sama dalam penjuangan kemerdekaan. Perempuan juga punya hak dan
kewajiban yang sama dengan laki-laki. Dalam tulisan-tulisannya majalah ini
mengungkapkan bahwa perempuan juga berhak mendapatkan pendidikan,
jaminan ekonomi dan memiliki tempat dalam dunia politik.
Pada masa pendudukan Jepang, Rasuna Said ikut serta sebagai
pendiri organisasi pemuda Nippon Raya di Padang yang kemudian
dibubarkan oleh Pemerintah Jepang.

LIHATLAH FOTO BERIKUT INI!

Anda mungkin juga menyukai