Anda di halaman 1dari 13

ANDI AWLIYA TENRI AKE

NIM : PO713261231050
Prodi D3 Kesehatan Gigi 1B
TUGAS BACA TEKNOLOGI INFORMASI KESEHATAN
Dosen Pengampuh : Asriawal S.SiT, M.Mkes

1. Jurnal penelitian

a. Judul Jurnal
TEKNOLOGI KESEHATAN
b. Nama Penelitian
ASUPAN NATRIUM, LEMAK JENUH, KEGEMUKAN, AKTIVITAS FISIK, DAN
STATUS HIPERTENSI LANSIA DI PUSKESMAS GAMPING I SLEMAN

c. Abstrak
ABSTRAK
Prevelensi hipertensi di Indonesia masih tinggi yaitu mencapai 31,7%. Laporan Hasil Survailans
Terpadu Penyakit (STP) Puskesmas di DIY tahun 2012 penyakit hipertensi masuk dalam urutan ketiga dari
10 besar penyakit berbasis STP Puskesmas. Angka tersebut cukup tinggi dan bila tidak mendapat
penanganan lebih lanjut akan berakibat pada serangan jantung , stroke bahkan kematian. Salah satu
penyebab kejadian hipertensi adalah tingginya asupan natrium dan lemak jenuh, kegemukan serta
aktivitas fisik yang kurang. Penenlitian ini digunakan bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan
natrium, lemak jenuh, kegemukan, dan aktivitas fisik dengan status hipertensi pada lansia. Jenis
penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain cross sectional pada Mei-Juni 2014, di
Puskesmas Gamping 1, Sleman, Yogyakarta. Subyek penelitian adalah lansia yang berusia _ 60 tahun, dan
sebanyak 55 lansia berpartisipasi dalam penelitian ini. Variabel bebas adalah asupas natrium, lemak
jenuh, kegemukan, dan aktivitas fisik, sedangkan variabel terikatnya adalah status hipertensi. Asupan
natrium dan lemak jenuh diukur dengan dengan metode food frequency questionare semiquantitative,
kegemukan ditentukan dengan IMT, aktivitas fisik dengan recal aktivitas fisik selama 24 jam,sedagan
status hipertensi dengan mengukur sistole dan diastole dengan spygmomanometer oleh dokter/perawat
Puskesmas Gamping 1. Data dianalisis dengn uji statistik chi square dan fisher’s exact test. Hasil ananlisis
menunjukkan sebagian besar subyek penelitian mengalami hipertensi (61,8%), asupan natrium lebih
(54,4%), asupan lemak jenuh lebih (41,8%), kegemukan (58,2%) dan aktvitas fisik sangat ringan (78,2%).
Ada hubungan bermakna antara kegemukan dan aktivitas fisik dengan status hipertensi pada lansia
(p<0,05), namun tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan natrium dan lemak jenuh dengan
status hipertensi (p>0,05), namun.

Kata Kunci : hipertensi, natrium, lemak jenuh, kegemukan, aktivitas fisik.


d. Latar Belakang
LATAR BELAKANG
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi DIY (2012) usia harapan hidup penduduk meningkat
dari 73.27 tahun menjadi 75,1 tahun. Transisi demografi tersebut membawa konsekuensi meningkatnya
penyakit- penyakit degeneratif (penyakit tidak menular) di Provinsi DIY. Penyakit-penyakit degeneratif
terutama disebabkan oleh kecelakaan, neoplasma, Kardiovaskuler dan Diabetes Mellitus (DM). Laporan
hasil Survailans Terpadu Penyakit (STP) Puskesmas di DIY tahun 2012 penyakit Hipertensi masuk dalam
urutan ketiga sebanyak 29.546 kasus dan Diabetes Mellitus masuk dalam urutan kelima sebanyak 7.434
kasus dari distribusi 10 besar penyakit berbasis STP Puskesmas.

Keadaan ini disebabkan dengan adanya pergeseran pola konsumsi masyarakat Indonesia. Pola
makan tradisional yang tadinya tinggi karbohidrat, tinggi serat kasar dan rendah lemak, berubah ke pola
makan baru yang rendah karbohidrat, rendah serat dan tinggi lemak. Hal ini akan menggeser mutu
makanan ke arah tidak seimbang. Perubahan pola makan ini dipercepat oleh semakin kuatnya arus
budaya asing yang disebabkan oleh kemajuan teknologi dan globalisasi ekonomi.

Selain itu, konsumsi natrium yang berlebihan erat kaitannya dengan tekanan darah tinggi pada
beberapa individu. Meningkatnya asupan natrium lama kelamaan dapat menyebabkan penumpukan
cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, selain itu dapat mengecilkan
diameter arteri, sehingga jantung harus memompa lebih keras untuk mendorong volume darah yang
meningkat melalui ruang yang semakin sempit dan berdampak pada peningkatan volume dan tekanan
darah meningkat.

Konsumsi lemak yang tinggi juga erat kaitannya dengan tekanan darah tinggi karena konsumsi
lemak yang tinggi terutama lemak jenuh akan menyebabkan arterosklerosis atau penyempitan
pembuluh darah. Akibatnya pembuluh darah menjadi kaku dan elastisitasnya berkurang. Kondisi ini akan
mengakibatkan tahanan aliran darah dalam pembuluh darah menjadi naik. Naiknya tekanan sisitolik
diakibatkan oleh pembuluh darah yang tidak elastik dan naiknya. tekanan darah diastolik diakibatkan
oleh penyempitan. pembuluh darah yang disebut dengan tekanan darah tinggi.

Kegemaran mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak tersebut akan


menyebabkan gizi lebih berupa kegemukan. Kegemukan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi
karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk
memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui
pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri, yang
akan menimbulkan terjadinya kenaikan tekanan darah Selain itu, kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung.

Faktor selanjutnya yang dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi adalah aktivitas fisik yang
kurang. Kurang melakukan aktivitas fisik ini dapat meningkatkan risiko seseorang terkena hipertensi. Hal
ini berkaitan dengan masalah frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantung harus
bekerja lebih keras saat kontraksi. Oleh sebab itu aktivitas fisik merupakan salah satu penanggulangan
masalah gizi lebih. Gaya hidup yang tidak aktif inilah yang memicu terjadinya gizi lebih. Oleh sebab itu
melalui aktivitas fisik, frekuensi denyut nadi berkurang dan tekanan darah menurun
Jumlah lansia yang mempunyai tekanan darah >140/90 mmHg yakni 332 jiwa (17.2%) yang mana
sebagian penyakit hipertensi yang diderita oleh masyarakat di wilayah Sleman adalah hipertensi primer
(esensial), yang mana belum diketahui penyebabnya."

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan natrium, asupan lemak
jenuh, kegemukan dan aktivitas fisik dengan status hipertensi pada lansia di Puskesmas Gamping I.

e. Hasil penelitian:
HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Subyek Penelitian


Sebagian besar subyek berusia 60-74 tahun (85.5%), perempuan (63,6%), dan sebagai ibu rumah
tangga (36,4%). Secara detail pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian (n=55)

Karakteristik Subyek Penelitian Jumlah


N %
Umur (tahun)
60-74 47 85,5
75-90 8 14,5
Jenis Kelamin
Laki-laki 20 36,4
Perempuan 35 63,6
Pekerjaan
Wiraswasta 9 16,4
Petani 6 10,9
Buruh 6 10,9
IRT 20 36,4
Tidak Bekerja 13 23,6
Tukang Pijat 1 1,8

Status Hipertensi dan Asupan Zat Gizi


Prevalensi hipertensi pada penelitian ini sebanyak 61.8%, sebagian besar subyek penelitian
mempunyai asupan natrium lebih (55,5%), lemak jenuh cukup (58,2%), tidak overweight (58.2%) dan
aktivitas fisiknya sangat ringan (78,2%). Secara detail parda Tabel 2
Tabel 2. Status Hipertensi, Asupan Zat Gizi, Status Gizi, dan Aktivitas Fisik Subyek Penelitian

Variabel Jumlah

N=55 %

Hipertensi
Ya 35 61,8
Tidak 21 38,2
Asupan Natrium
Cukup 25 45,5
Lebih 30 55,5
Asupan Lemak Jenuh
Cukup 32 58,2
Lebih 23 41,8
Status Kegemukan
Over Weight 23 41,8
Non Overweight 32 58,2
Aktivitas Fisik
Ringan 12 21,8
Sangat Ringan 43 78,2

Subyek penelitian adalah usia 60 tahun, proses menua memberikan implikasi penurunan
sensitifitas indera pengecap dan perasa yang mengakibatkan berkurangnya nafsu makan. Untuk
mengatasi hal tersebut ada kecederungan penggunaan bumbu masak atau garam dalam jumlah yang
lebih banyak dan hal ini berdampak pada tingginya asupan natrium. Hasil wawancara menunjukkan
bahwa sumber natrium yang banyak dikonsumsi oleh subyek penelitian adalah roti dan biskuit,
sedangkan sumber protein hewaninya daging ayam, ikan tongkol, dan telur ayam, dan sumber protein
nabatinya kacang panjang, kacang tanah, tempe dan tahu, sayuran yang banyak dikonsumsi adalah daun
bawang, wortel, bayam dan daun pepaya, sumber lema yang sering dikonsumsi adalah mentega,
mentega santan, minyak kelapa dan semua bahan makanan yang digoreng dengan minyak seperti
bakwan, kripk kentang, risoles dan rengginan. Sedangkan buannya pisang mas, pisang kepok dan jeruk.
Subyek juga banyak menggunakan bumbu seperti garam dapur, kecap, saos tomat dan penyedap rasa
(MSG).

Pada penelitian ini sebanyak 41,8% subyek mempuyai asupan lemak jenuh yang lebih. Konsuma
makanan tinggi lemak dalam kurun waktu yang lama akan menyebabkan arterosklerosis atau
penyempitan pembuluh darah, pembuluh darah menjadi kaku elastisitasnya berkurang. Kondisi ini akan
mengakibatkan tahanan aliran darah dalam pembuluh darah menjadi naik dan menjadi hipertensi

Sebanyak 41.8% subyek mengalami overweight. Masalah gizi pada usia lanjut sebagian besar
merupakan masalah gizi lebih/kegemukan/obesitas dan ini memacu timbulnya penyakit degeneratif,
hipertensi, diabetes melitus, sirosis hepatis dan lain sebagainya.
Sebagian besar subyek mempunyai aktivitas fisik sangat ringan (78,2%), mereka adalah golongan
lansia yang cenderung melakukan aktivitas fisik yang ringan, serta mengalami perubahan komposisi
tubun dan penurunan beberapa fungsi organ-organ tubuh seiring bertambahnya usia." Jenis kegiatan
yang banyak dilakukan oleh subyek penelitian berdasarkan hasil form recall aktivitas fisik adalah
memasak, memasak, mandi, berpakaian, makan, duduk, berjalan, kecepatan sedang. berdiri, aktivitas
ringan, berjalan ke kamar mandi, duduk diam, membersihkan tempat tidur, menyapu lantai, tidur dan
berjalan kaki dalam ruangan.

Hubungan Antara Asupan Natrium dengan Status Hipertensi

Natrium dalam tubuh menyebabkan tubuh menahan air dengan tingkat melebihi batas normal
tubuh sehingga dapat meningkatkan volume darah dan meyebabkan tekanan darah meningkat.
Meningkatnya asupan natrium lama kelamaan dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh
karena menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan. Selain itu dapat mengecilkan diameter arteri
sehingga berdampak pada peningkatan volume dan tekanan darah."

Hasil analisis chi square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan
natrium dengan hipertensi (Tabel 3)

Sebagian besar subyek pada penelitian ini baik yang menderita hipertensi maupun tidak
hipertensi asupan natriumnya masih tinggi. Hal ini dibuktikan dan masih tingginya penggunaan garam,
dan penyedap rasa

Tabel 3. Hubungan Asupan Natrium dengan Hipertensi

Status Hipertensi

Asupan Natrium Hipertensi Tidak Hipertensi P-values

n % n %

Lebih 18 52,9 12 57,1

Cukup 16 47,1 9 42,9 0,766


Total 34 100 21 100

(MSG) pada disetiap pengolahan bahan makanan. Selain itu, tidak terdapatnya hubungan pada
penelitian ini juga dapat dikarenakan tingginya asupan kalium, karena asupan natrium perlu diimbangi
dengan asupan kalium Namun pada penelitian ini tidak melihat bagaimana asupan kalium tersebut.

Konsumsi kalium dalam jumlah yang tinggi dapat melindungi individu dari hipertensi. Asupan
kalium yang meningkat akan menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, Cara kerja kalium adalah
kebalikan dari natrium. Konsumsi Kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan
Intraselular, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraselular dan menurunkan tekanan
darah.

Rasio kalium dan natrium dalam diet berperan dalam mencegah dan mengendalikan hipertensi,
anjurannya adaian 1:1. Secara alami, banyak bahan pangan yang memiliki kandungan kalium dengan
rasio lebih tinggi dibandingkan dengan natnum. Rasio tersebut kemudian menjadi terbalik akibat proses
pengolahan yang banyak menambahkan garam ke dalamnya."

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian di Semarang yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara asupan natrium dengan tekanan darah sistolik maupun diastolik (p=0,378, r=0,138;
p=0,207, r=0,196) sehingga asupan natrium bukan sebagai faktor risiko dari hipertensi.

Hubungan Antara Asupan Lemak Jenuh dengan Hipertensi

Asupan lemak jenuh akan mempengaruhi tekanan darah. Kelebihan asupan lemak jenuh dapat
menyebabkan dislipidemia, dan dislipidemia merupakan salah satu faktor utama risiko arterosklerosis
atau penyempitan pembuluh darah, pembuluh darah menjadi kaku dan elastisitasnya berkurang. Kondisi
ini akan mengakibatkan tahanan aliran darah dalam pembuluh darah menjadi naik. Naiknya tekanan
sistolik diakibatkan oleh pembuluh darah yang tidak elastik dan naiknya tekanan darah diastolik
diakibatkan bleh penyempitan pembuluh darah yang disebut dengan tekanan darah tinggi.

Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan antara asupan lemak jenuh dengan tekanan
darah tinggi (Tabel 4).

Tabel 4. Hubungan Asupan Lemak Jenuh dengan Hipertensi

Status Hipertensi
Asupan Lemak Jenuh Hipertensi Tidak Hipertensi P-values
n % N %
Lebih 14 41,2 9 42,9 0,905
Cukup 20 58,8 12 57,1
Total 34 100 21 100

Pada penelitian ini, analisis asupan lemak subyek dilakukan hanya dalam waktu yang relatif
singkat yaitu satu bulan, sedangkan proses terjadinya arterioklerosis yang mencetuskan penyakit
hipertensi diperlukan dalam waktu bertahun-tahun. Diasumsikan bahwa pada masa mudanya subyek
kemungkinan mengkonsumsi lemak yang berlebih sehingga memiliki risiko hipertensi. tetapi ketika
memasuki masa tua mereka melakukan pengurangan konsumsi makanan sumber lemak. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian di Semarang yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara asupan
lemak jenuh dengan tekanan darah sistolik maupun diastolik (p=0,121, r=0,240; p=0,536, r=0,097),
asupan lemak jenuh bukan merupakan faktor risiko terhadap hipertensi

Hubungan Antara Kegemukan dengan Status Hipertensi

Masalah gizi pada usia lanjut sebagian besar merupakan masalah gizi lebih (kegemukan dan
obesitas) yang mamacu timbulnya penyakit degeneralif, hipertensi, diabetes melitus, sirosis hepatis dan
lain.

Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kegemukan dengan
hipertensi (Tabel 5).
Tabel 5. Hubungan Kegemukan dengan Hipertensi
Status Hipertensi
Status Gizi Hipertensi Tidak Hipertensi P-values
n % n %
Over Weight 25 73,5 7 33,3 0,003
Non Overweight 9 26,5 14 66,7
Total 34 100 21 100

Kegemukan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab, Makin besar
massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan
tubuh, ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga
memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri, yang akan menimbulkan terjadinya kenaikan tekanan
darah Selain itu, kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa subyek penelitian overweight
memiliki persentase hipertensi yang cukup tinggi yaitu dari total 1271 subyek penelitian yang overweight
sebanyak 67.9% menderita hipertensi, dan terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dan kejadian
hipertensi (p<0.05).

Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Status Hipertensi

Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko penyakit degeneratif, karena cenderung terjadi
kelebihan berat badan. Orang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih
tinggi sehingga otot jantung harus bekerja lebih keras saat kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung
harus memompa, makin besar tekanan yang diberikan pada arteri. Studi yang membandingkan beda
efek intensitas olahraga dengan intensitas ringan hingga sedang lebih efektif menurunkan tekanan darah
menurunkan tekanan darah dibandingkan intensitas berat dan lebih elektif pada usia lanjut

Hasil analisis menyebutkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan
hipertensi (Tabel 6)

Tabel 6. Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Status Hipertensi

Status hipertensi
Aktivitas Fisik Hipertensi Tidak Hipertensi P-values
n % n %
Sangat Ringan 30 88,2 13 61,9
Ringan 4 11,8 8 38,1
Total 34 100 21 100

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa dari persentase subyek
penelitian yang termasuk dalam kategori kurang aktivitas fisik memiliki persentase hipertensi lebih tinggi
dibandingkan subyek penelitian yang memiliki aktivitas fisik cukup yaitu dari total 2240 subyek penelitian
yang kurang aktivitas fisik sebanyak 57.5% subyek penelitian menderita hipertensi, dan secara statistik
ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dan kejadian hipertensi (p<0.05).

Aktivitas fisik yang baik untuk menurunkan tekanan darah adalah aktivitas fisik yang mencakup
kegiatan berintensitas sedang seperti berjalan cepat, bersepeda santai atau senam. Aktivitas fisik seperti
berjalan cepat yang dilakukan minimal 30 menit hampir setiap han dalam 1 minggu dapat menurunkan
tekanan darah sistolik sebanyak 4-9 mmHg.

f. Kesimpulan
KESIMPULAN
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kegemukan dan
aktivitas fisik dengan status hipertensi pada lansia, namun tidak ada hubungan yang bermakna antara
asupan natrium dan asupan lemak jenuh dengan status hipertensi Rekomendasinya adalah sebaiknya
lansia mengonsumsi ikan karena ikan banyak mengandung asam lemak omega 3. Asam lemak omega 3
berperan mencegah terjadinya p enyumbatan lemak pada dinding pembuluh darah Sedangkan untuk
penanggulangan kegemukan dapat dilakukan dengan aktivitas fisik yang mencakup kegiatan
berintensitas sedang seperti berjalan cepat, bersepeda santai atau senam yang dilakukan minimal 30
menit hampir setiap hari dalam 1 minggu dan membatasi makanan yang tinggi kalori dengan diet rendah
kalori.

g. Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
1. Dinas Kesehatan Provinsi DIY. (2012). Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012.
Yogyakarta:Dinas Kesehatan Provinsi DIY
2. Almatsier. S. (2003). Prinsip Dasar limu Gizi. Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama
3. Hull A. (1996). Penyakit Jantung (Hipertens & Nutrisi) Jakarta: PT. Bumi Aksara
4. Cahyono, B dan Suharjo, J.B. (2008). Gaya Hidup dan Penyakit Modern, Jakarta: Kanisius
5. Sheps, Sheldon, G dan Centhini, S. (2005) Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi,
Jakarta PT Intisan Mediatama.
6. Nurrahmani. S. (2012) Stop! Hipertensi. Yogyakarta Familia
7. (2012). Profil Puskesmas Gamping / Sleman Tahun 2012. Yogyakarta: Puskesmas Gamping I Sleman
8. Arisman. (2006). Gizi Dalam Daur Kehidupan, Jakarta Buku Kedokteran (EGC)
9. Saraswati, S. (2009). Diet Bagi Penderita Penyakit Hipertensi dalam Diet Sehat Untuk Penyakit Asam
Urat. Diabetes, Hipertensi dan Stroke. Yogyakarta: A-plus Book
10. Adriani, Merryana & Wirjatmadi, Bambang (2012). Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan, Jakarta
Kencana Prenada Media Group
11. Baziad. A., (2003). Menopause dan Andropause Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo
12. Gray. H. (2005). Lecture Notes. Kardiologi Edisi IV. Jakarta: Erlangga
13. Sustrani. L. (2005). Hipertensi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
14. Hendrayani. C. (2009). Hubungan Rasio Asupan Natrium Kalium dengan Kejadian Hipertensi pada
Wanita Usia 25-45 Tahun di Kompleks Perhubungan Surabaya. Semarang Universitas Diponegoro
15. Apriany R. (2012). Asupan Protein, Lemak Jenuh Natrium, Serat dan IMT Terkait dengan Tekanan
Darah Pasien Hipertensi di RSUD Tugurejo Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro
16. Khosman. A. (2004). Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
17. Angraini. R.D. (2014). Hubungan Indeks Massa Tubuh (Imt) Aktivitas Fisik, Rokok, Konsumsi Buah
Sayur Dan Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di Pulau Kalimantan. Jakarta: Universitas Esa Unggul
18. Whelton PK, He J. Appel LJ. Culter JA, Havas S, Kotchen TA, et al. (2002). Primary Prevention of
Hypertension Clinical and Public Health Advisory from The National High Blood Preassure Education
Program. JAMA,288 1882-2 In JNC 7. Compete report. Diunduh pada 3 Juni 2013 (http://www.nhlbi. nih
gov/guidelines/hypertension/jnc/full.pdf).

h. Bukti Fisik
BUKTI FISIK
2. Buku
a. Judul Buku
Mikrobiologi Medis, Pencegahan, dan Kontrol Pada Infeksi Untuk Keperawatan
b. Nama Pengarang : Deborah Ward
Nama Buku Penerbit: Mikrobiologi Medis, Pencegahan, dan Kontrol Pada
Infeksi Untuk Keperawatan, Rapha Publisher.
Lokasi Penerbit: Jl. Beo 38-40, Yogyakarta
Tahun terbit: 2019
c. Judul BAB:
Standar Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
d. Isi BAB:
Standar Pencegahan IPC
Tindakan pencegahan IPC telah berkembang dari waktu ke waktu, khususnya dalam
menanggapi penemuan virus HIV. Pencegahan universal diperkenalkan pada pertengahan 1980-
an sebagai respons terhadap hal ini. Pandangan dasarnya adalah bahwa semua pasien dan
cairan tubuh mereka harus diperlakukan sebagai sumber infeksi, apakah diketahui memiliki
infeksi atau tidak, seperti yang kita tidak tahu, dengan melihat seseorang, apakah mereka positif
HIV atau tidak. Namun, ini berlaku untuk virus dan mikroorganisme lainnya yang ditularkan
melalui darah. Risiko juga dikaitkan dengan luka terbuka dan selaput lendir. Kita sekarang
memiliki apa yang disebut sebagai standar pencegahan (IPC) yang berlaku untuk semua pasien,
cairan tubuh mereka, selaput lender, dan luka terbuka. Tindakan pencegahan ini harus
diterapkan pada semua orang. alih-alih secara selektif pada pasien yang kita ketahui memiliki
infeksi. Pikirkan kembali bab-bab sebelumnya mengenai berbagai jenis mikroorganisme dan
flora normal kita tidak mengetahui mikro-organisme apa yang kita secara pribadi bawa di dalam
dan di luar tubuh kita, demikian pula pasien kita. Pendekatan terbaik karena itu adalah
mengasumsikan bahwa setiap orang dapat menimbulkan risiko yang signifikan.
Standar tindakan pencegahan IPC mencakup dekontaminasi tangan. penggunaan alat
pelindung diri, manajemen benda tajam, dekontaminasi, dan manajemen tumpahan cairan
tubuh, yang semuanya akan dibahas dalam bab ini.

Pencegahan Berbasis Transmisi


Pencegahan berbasis transmisi (transmission based precautions) merupakan alat ukur
tambahan yang harus diimplementasikan ketika pasien diduga atau diketahui terinfeksi agen
infeksi khusus. Pencegahan dikelompokkan sesuai dengan rute transmisi agen infeksi, misal
droplet, kontak, dan/atau lewat udara. Pencegahan berbasis transmisi diperlukan karena
transmisi beberapa agen infeksi tidak dapat dicegah melalui penerapan standar tindakan
pencegahan IPC saja, misalnya Mycobacterium tuberculosis.Meskipun standar tindakan
pencegahan harus diterapkan pada semua pasien, tindakan pencegahan berbasis transmisi
adalah pencegahan ekstra yang diterapkan sebagai tambahan pada standar tindakan
pencegahan dasar pada infeksi tertentu.
Pencegahan berdasarkan transmisi dikategorikan sebagai tindakan pencegahan kontak
langsung, droplet, atau udara

 Tindakan pencegahan kontak langsung. Digunakan untuk mencegah dan mengendalikan


infeksi yang menyebar melalui kontak langsung dengan pasien atau tidak langsung dari
lingkungan perawatan langsung pasien (termasuk peralatan perawatan). Ini mungkin
termasuk infeksi seperti Clostridium difficile, salmonella, dan MRSA. Dalam kasus ini,
tindakan pencegahan tambahan diterapkan ketika memiliki kontak fisik langsung dengan
pasien-pasien ini, seperti pemakaian sarung tangan dan celemek (yang akan dibahas
kemudian), yang merupakan tambahan untuk penggunaan barang-barang tersebut
dalam pendekatan standar.

 Tindakan pencegahan droplet. Digunakan untuk mencegah dan mengendalikan infeksi


yang meyebar dalam jarak dekat (paling tidak 1 meter) via droplet dari saluran
pernapasan dari seseorang secara langsung ke satu permukaan mukosal atau
konjungtiva dari individu lain. Mencakup infeksi-infeksi seperti batuk rejan, mumps,
norovirus, parvovirus B19, rotavirus, dan virus influenza. Pencegahan tambahan dapat
mencakup isolasi pasien.

 Tindakan pencegahan melalui udara. Digunakan untuk mencegah dan mengendalikan


infeksi yang menyebar tanpa harus kontak dengan pasien via partikel padat (aerosol) dari
saluran pernapasan individu secara langsung ke dalam saluran permukaan mukosal atau
konjungtiva individu lain. Dapat mencakup infeksi-infeksi seperti TBC pulmonal, campak,
dan cacar air. Pencegahan tambahan dapat mencakup isolasi pasien.

Dekontaminasi/Kebersihan Tangan
Dekontaminasi/kebersihan tangan (mencuci tangan maupun penggunaan penyeka
tangan (hand rub) alkohol) merupakan intervensi paling penting dalam mengendalikan infeksi-
silang berkaitan dengan fakta bahwa sebagian besar infeksi-silang di tempat perawatan
disebabkan oleh transfer mikro- organisme di tangan staf. Ignaz Semmelweiss dihargai karena
penemuannya mengenai nilai kebersihan tangan dalam mencegah infeksi silang pada tahun
1847 dalam bidang kebidanan.
Sebelum Dekontaminasi Tangan
Sebelum melakukan dekontaminasi tangan direkomendasikan bahwa staf yang
melakukan kegiatan perawatan klinis/pasien tidak mengenakan apa pun dalam hal pakaian atau
perhiasan di bawah siku mereka. Untuk staf yang mengenakan pakaian mereka sendiri yang
melakukan prosedur klinis, ini bisa berarti menggulung lengan baju. Untuk semua staf ini juga
berarti tidak ada perhiasan di pergelangan tangan atau tangan ketika melakukan prosedur klinis
atau dekontaminasi tangan, plus berkuku pendek dan tidak memakai cat kuku.
Bagaimana Tangan Harus Didekontaminasi
Ada berbagai pendekatan untuk dekontaminasi tangan, dengan berbagai produk yang
digunakan tergantung pada tujuannya. Kebersihan tangan umumnya dibagi menjadi rutin dan
bedah-kedua jenis ini membutuhkan produk yang berbeda dan jangka waktu yang berbeda,
ditambah mereka bertujuan untuk menghilangkan berbagai jenis flora dari tangan.
Kebiasaan Cuci Tangan
Dengan tujuan menghilangkan mikro-organisme sementara, yaitu yang sementara di
tangan, mudah dipindahkan dari satu orang ke orang lain, dan yang menyebabkan sebagian
besar infeksi silang dalam pengaturan perawatan kesehatan. Dianjurkan penggunaan alkohol
dengan tangan untuk dekontaminasi tangan rutin kecuali: Tangan terlihat kotor atau kotor
(dalam hal ini alkohol dapat tidak aktif karena benda di tangan) dan merawat pasien dengan
infeksi gastro-intestinal yang dicurigai adapun saat menggunakan sabun cair, tangan harus dicuci
sebagai berikut:

 Basahi tangan di bawah air mengalir.


 Oleskan sabun.
 Cuci semua area tangan.
 Bilas sabun hingga bersih.
 Keringkan tangan.
Melakukan prosedur dengan cara di atas mengurangi risiko kulit kering pada tangan,
sehingga mengurangi risiko peningkatan jumlah bakteri pada tangan yang terkait dengan kulit
kering. Dalam pengaturan di mana situasi di atas terjadi tetapi tidak ada sumber air yang
mengalir yang tepat, maka penggunaan tisu tangan yang diikuti dengan alcohol dapat diterima.
Langkah-langkah dalam prosedur dapat dilakukan dalam urutan apa pun, tetapi
pergelangan tangan harus didekontaminasi terakhir.
Langkah- langkah dalam dekontaminasi tangan, setelah memastikan bahwa bagian saku
ke bawah telah bersih, adalah sebagai berikut:
1. Basahi tangan dengan air
2. Gunakan sabun secukupnya untuk membersihkan semua bagian tangan
3. Gosokkan kedua telapak tangan
4. Gosok kembali setiap punggung tangan dengan telapak tangan lainnya dengan
menggunakan sela-sela jari
5. Gosokkan telapak tangan ke telapak tangan dengan menggunakan sela-sela
6. Gosok dengan punggung jari ke telapak tangan yang berlawanan di antara sela- sela jari
7. Gosok setiap ibu jari dengan menggenggam di tangan menggunakan gerakan rotasi
8. Gosokkan ujung jari di telapak tangan yang berlawanan dengan gerakan memutar
9. Gosokkan setiap pergelangan tangan dengan tangan yang berlawanan
10. Bilas tangan dengan air
11. Gunakan siku untuk mematikan keran
12. Keringkan secara menyeluruh dengan handuk sekali pakai
13. Mencuci tangan harus selama 15-30 detik
Agen Dekontaminasi Tangan
Ada banyak produk berbeda yang tersedia untuk melakukan kebersihan tangan, meliputi
sabun batangan dan sabun cair (dengan atau tanpa antiseptik tambahan), antiseptik berair, dan
pembersih tangan alkohol, dan pengering tangan.
Perlu juga memastikan bahwa pasien dan perawat sadar akan kebersihan diri da pasien
yang merupakan peranan penting dengan penggunaan Alat Penlindung Diri (APD), Sarung
tangan, celemek, apron, pelindung mata/wajah, masker pelindung/pernapasan, serta penutup
kepala.

e. Rangkuman:
Dalam bab ini di jelaskan tentang pencegahan dan pengendalian infeksi standar yang
digunakan dalam pengaturan perawatan kesehatan untuk mencegah infeksi dan infeksi silang.
Sebagai tenaga kesehatan harus memiliki lebih banyak pengetahuan dan pemahaman tentang
tindakan pencegahan ini dan bagaimana mereka berlaku untuk praktik klinis perawat.
Pertimbangan tindakan pencegahan IPC yang dianggap 'standar' karena diterapkan pada semua
pasien, apakah diketahui memiliki infeksi atau tidak. Selain ini, ada beberapa tindakan
pencegahan yang tidak dianggap sebagai standar dan yang mungkin diterapkan dalam beberapa
situasi dengan beberapa pasien tetapi tidak dengan yang lain.

Anda mungkin juga menyukai