Anda di halaman 1dari 1181

Pedoman

Diagnosis dan Terapi


Ilmu Kesehatan Anak
Edisi ke-5
Sanksi Pelanggaran Pasal 72
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1)
dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
Pedoman
Diagnosis dan Terapi
Ilmu Kesehatan Anak
Edisi ke-5

Editor:
Herry Garna
Heda Melinda Nataprawira

Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/
RSUP Dr. Hasan Sadikin
2014
Pedoman
Diagnosis dan Terapi
Ilmu Kesehatan Anak
Edisi ke-5

ISBN: 978-602-71594-0-2
Edisi pertama : 1993
Edisi kedua : 2000
Edisi ketiga : 2005
Edisi keempat : 2012
Edisi kelima : 2014
Cetakan pertama, November 2014

Editor:
Herry Garna
Heda Melinda Nataprawira

Penerbit:
Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Redaksi:
Jl. Pasteur No. 38 Bandung 40161
Telp. 022-2035957; Fax. 022-2035957
e-mail: dikarshs@yahoo.com

Cerita sampul depan


Milikilah keceriaan anak-anak

Cerita sampul belakang


Tahapan tumbuh kembang anak sejak lahir sampai usia remaja

DILARANG KERAS MENGUTIP ISI BUKU INI SEBAGIAN ATAU KESELURUHAN


DALAM BENTUK APAPUN TANPA SEIZIN PENERBIT
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG NO. 19 TAHUN 2002 PASAL 72

Pengetikan dan Tataletak:


Agus Chalid

Rancang Grafis:
Tim Kreatif Mahestra Media Komunika
Dedi Mulyadi, Firman Andriansyah
KONTRIBUTOR

Abdurachman Sukadi Djatnika Setiabudi


Divisi Neonatologi Divisi Infeksi & Penyakit Tropis
Adi Utomo Suardi Dwi Prasetyo
Divisi Respirologi Divisi Gastrohepatologi
Ahmedz Widiasta Dzulfikar DLH
Divisi Nefrologi Divisi Emergensi & Rawat
Intensif Anak
Alex Chairulfatah
Divisi Infeksi & Penyakit Tropis Eddy Fadlyana
Divisi Tumbuh Kembang Pediatri
Anggraini Alam Sosial
Divisi Infeksi & Penyakit Tropis
Enny Harliani Alwy
Aris Primadi Divisi Emergensi & Rawat
Divisi Neonatologi Intensif Anak
Armijn Firman Faisal
Divisi Kardiologi Divisi Endokrinologi
Azhali Manggus Sjahrodji Fiva Aprilia Kadi
Divisi Infeksi & Penyakit Tropis Divisi Neonatologi
Budi Setiabudiawan Gartika Sapartini
Divisi Alergi Imunologi Divisi Alergi Imunologi
Cissy B. Kartasasmita Harry Raspati Achmad
Divisi Respirologi Divisi Hematologi-Onkologi
Dadang Hudaya Somasetia Heda Melinda Nataprawira
Divisi Emergensi & Rawat Divisi Respirologi
Intensif Anak
Herry Garna
Dany Hilmanto Divisi Infeksi & Penyakit Tropis
Divisi Nefrologi
Iesje Martiza Sabaroedin
Dedi Rachmadi Sjambas Divisi Gastrohepatologi
Divisi Nefrologi
Julistio T.B. Djais
Dewi Hawani Divisi Nutrisi & Penyakit
Divisi Neurologi Metabolik
Diah Asri Wulandari Kusnandi Rusmil
Divisi Respirologi Divisi Tumbuh Kembang Pediatri
Dida Achmad Gurnida Sosial
Divisi Nutrisi & Penyakit
Metabolik
v
Lelani Reniarti Riyadi
Divisi Hematologi-Onkologi Divisi Infeksi & Penyakit Tropis
Meita Dhamayanti Rodman Tarigan
Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Divisi Tumbuh Kembang Pediatri
Sosial Sosial
Mia Milanti Dewi Sjarief Hidayat Effendi
Divisi Neurologi Divisi Neonatologi
Nanan Sekarwana Sri Endah Rahayuningsih
Divisi Nefrologi Divisi Kardiologi
Nelly Amalia Risan Sri Sudarwati
Divisi Neurologi Divisi Respirologi
Novina Andriana Stanza Uga Peryoga
Divisi Endokrinologi Divisi Emergensi & Rawat
Intensif Anak
Nur Suryawan
Divisi Hematologi-Onkologi Susi Susanah
Ponpon Idjradinata Divisi Hematologi-Onkologi
Divisi Hematologi-Onkologi Tetty Yuniati
Purboyo Solek Divisi Neonatologi
Divisi Neurologi Tisnasari Hafsah
R.M. Ryadi Fadil Divisi Nutrisi & Penyakit
Divisi Endokrinologi Metabolik
Rahmat Budi Yudith Setiati Ermaya
Divisi Kardiologi Divisi Gastrohepatologi
Reni Ghrahani
Divisi Alergi Imunologi

vi
SAMBUTAN
KEPALA DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN/
RSUP Dr. HASAN SADIKIN

Mengingat peran dan fungsi RSUP Dr. Hasan Sadikin sebagai rumah
sakit rujukan dan pendidikan, maka Buku Pedoman Diagnosis dan
Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke-5 ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai pegangan atau tuntunan bagi tenaga medis dan peserta didik
dalam pelayanannya di bidang kesehatan anak.

Seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu


kedokteran, sejak tahun 1993 sampai dengan sekarang Buku
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak ini sudah
mengalami 5 kali revisi. Dengan diterbitkannya Buku Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke-5 diharapkan
dapat digunakan sebagai panduan di Departemen Ilmu Kesehatan
Anak agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang lebih
profesional dan efisien.

Kepada seluruh Staf Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK


Unpad/RSUP Dr. Hasan Sadikin dan Tim Editor, saya mengucapkan
terima kasih atas jerih payahnya dalam menyusun dan menerbitkan
buku ini.

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan petunjuk-Nya


kepada kita semua. Amin.

Bandung, November 2014

Dr. Djatnika Setiabudi, dr., Sp.A(K), MCTM

vii
SAMBUTAN
DIREKTUR UTAMA
RSUP Dr. HASAN SADIKIN

Dengan diterbitkannya buku Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu


Kesehatan Anak Edisi ke-5 dari Departemen/SMF Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Unpad/RSUP Dr. Hasan Sadikin,
merupakan langkah maju yang dicapai dalam upaya meningkatkan
pelayanan medik khususnya di RSUP Dr. Hasan Sadikin.

Buku Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak berisi


standar terbaru yang dapat digunakan dalam penatalaksanaan
penderita anak agar pelayanan yang diberikan memenuhi mutu yang
dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini juga sebagai antisipasi
Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan pada Pasal 32 Ayat 3 yang berbunyi bahwa “Pengobatan
dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran
dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggung-
jawabkan”.

Dengan terbitnya buku Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu


Kesehatan Anak ini diharapkan para penyelenggara pelayanan
kesehatan dapat menjalankan tugasnya dengan lebih baik dan
profesional.

Kita menyadari bahwa buku ini masih belum sempurna, meskipun


demikian setidaknya dapat digunakan sebagai acuan dan diharapkan
di masa yang akan datang buku Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak Edisi ke-5 ini masih terus ditinjau dan diperbaiki
secara berkala sesuai dengan teknologi dan perkembangan ilmu
kedokteran, khususnya ilmu kesehatan anak.

Bandung, November 2014

dr. Ayi Djembarsari, MARS

viii
SAMBUTAN
DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Kami menyambut baik diterbitkannya Buku Pedoman Diagnosis dan


Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke-5. Penerbitan buku ini
merupakan cermin komitmen yang terus-menerus untuk
memberikan kontribusi nyata dalam upaya peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan anak yang berbasis bukti-bukti ilmiah di
Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin.

Keberadaan buku ini dapat memberi manfaat langsung bagi para


dokter umum dan dokter spesialis anak dalam menjalankan tugas
pengabdiannya. Buku ini juga diharapkan dapat menjembatani kasus-
kasus yang sering ditemukan dan bersifat kontroversial dalam praktik
sehari-hari sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran.

Kami sampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-


besarnya kepada para penyusun dan kontributor buku ini. Semoga
buku ini bermanfaat serta memberikan kemaslahatan bagi kita
semua.

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Bandung, November 2014

Prof. Dr.med. Tri Hanggono Ahmad, dr.

ix
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah swt. yang pada akhirnya
setelah sekian lama kami berhasil menyusun Buku Pedoman Terapi
Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke-5 yang merupakan revisi dan
pengkinian dari edisi ke-4 tahun 2012.

Buku Pedoman Diagnosis dan Terapi ini disusun berdasarkan filosofi


medicine is never ending study. Pada edisi ini disusun lebih terperinci
dalam menjelaskan suatu penyakit dan penatalaksanaannya supaya
lebih mudah dipahami oleh mahasiswa kedokteran, dokter umum,
peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis, atau dokter spesialis
anak yang bekerja baik di senter pendidikan maupun daerah. Ilmu
kedokteran semakin berkembang dengan pesat sehingga edisi ke-5
disusun berdasarkan kajian bukti penelitian terakhir, sehingga
mengikuti kemajuan ilmu kedokteran khususnya ilmu kesehatan
anak.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada


seluruh kontributor yang telah membantu terbitnya buku ini. Kami
menyadari bahwa buku ini tidak luput dari berbagai kekurangan dan
keterbatasan. Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik untuk
perbaikan edisi berikutnya. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi
dunia pendidikan ilmu kesehatan anak di Indonesia dalam upaya
meningkatkan kualitas kesehatan anak Indonesia.

Bandung, November 2014

Tim Editor

x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR KONTRIBUTOR ................................................................. v
SAMBUTAN KEPALA DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN/
RSUP Dr. HASAN SADIKIN .............................................................. vii
SAMBUTAN DIREKTUR UTAMA RSUP Dr. HASAN SADIKIN ........... viii
SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN ......................................................... ix
KATA PENGANTAR ........................................................................ x
DAFTAR ISI ..................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................. xviii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xxvii
ALERGI IMUNOLOGI
Anafilaksis ..................................................................................... 3
Juvenile Idiophatic Arthritis ........................................................... 10
Lupus Eritematosus Sistemik ........................................................ 26
Purpura Henoch-Schönlein ........................................................... 41
Sarkoidosis .................................................................................... 50
Skleroderma .................................................................................. 53
Juvenile Dermatomyositis ............................................................. 58
Sindrom Stevens-Johnson dan Nekrolisis Epidermal Toksik ......... 61
Alergi Obat .................................................................................... 66
Konjungtivitis Vernalis .................................................................. 73
Konjungtivitis Alergi ...................................................................... 75
Dermatitis Atopi ............................................................................ 77
Rinitis Alergi .................................................................................. 80
Urtikaria/Angioedema .................................................................. 90
EMERGENSI & RAWAT INTENSIF ANAK
Resusitasi Kardiopulmonal Otak ................................................... 97
Gagal Napas pada Anak ................................................................ 112
Terapi Oksigen .............................................................................. 118
Ventilasi Mekanik .......................................................................... 123
Sindrom Disfungsi Organ Multipel (SDOM) .................................. 130
Terapi Cairan Parenteral ............................................................... 136
Tatalaksana Gangguan Elektrolit Emergensi ................................. 141
Gangguan Asam-Basa ................................................................... 145
Renjatan ........................................................................................ 155
Tatalaksana Sepsis Berat dan Renjatan Sepsis dengan
Pedoman Early Goal-Directed Therapy ......................................... 163
Keracunan ..................................................................................... 172
Keracunan Alkohol .................................................................... 176
Keracunan Jengkol .................................................................... 177
Keracunan Singkong ................................................................. 179
xi
Keracunan Tempe Bongkrek ..................................................... 180
Keracunan Minyak Tanah ......................................................... 181
Keracunan Insektisida ............................................................... 183
Fosfat Organik ...................................................................... 183
Chlorinated Hydrocarbon ..................................................... 184
Keracunan Salisilat .................................................................... 185
Sedasi dan Analgesia ..................................................................... 187
Transpor Penderita Anak Sakit Kritis ............................................. 205
ENDOKRINOLOGI
Kriptorkismus (Cryptorchidism) .................................................... 215
Mikropenis .................................................................................... 218
Pubertas Prekoks .......................................................................... 222
Pubertas Terlambat ...................................................................... 224
Hipotiroid ...................................................................................... 226
Hipertiroid ..................................................................................... 232
Penyakit Grave Neonatus ............................................................. 234
Perawakan Pendek Akibat Gangguan Endokrin ............................ 236
Diabetes Melitus (DM) .................................................................. 247
Diabetes Melitus Tipe 1 ............................................................ 247
Hipoglikemia pada DM ............................................................. 251
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) ................................................ 254
Osteogenesis Imperfecta .......................................................... 262
Disorder of Sex Development (DSD) .......................................... 266
Hiperplasia Adrenal Kongenital ................................................ 273
GASTROHEPATOLOGI
Abdomen Akut .............................................................................. 279
Cholestatis Jaundice (Kolestatis) ................................................... 284
Diare Akut ..................................................................................... 288
Hepatitis Akut ............................................................................... 298
Hepatitis Kronik ............................................................................. 300
Hipokalemia .................................................................................. 302
Hiperkalemia ................................................................................. 305
Hipernatremia ............................................................................... 310
Hiponatremia ................................................................................ 312
Infeksi Helicobacter pylori ............................................................. 315
Koma Hepatikum .......................................................................... 317
Obstruksi Saluran Cerna ................................................................ 321
Perdarahan Saluran Cerna ............................................................ 323
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas .................................... 323
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah ................................ 327
Sindrom Reye ................................................................................ 335
HEMATOLOGI ONKOLOGI
Anemia Defisiensi Besi .................................................................. 339
Anemia Megaloblastik .................................................................. 343
Anemia Aplastik ............................................................................ 346
Thalassemia .................................................................................. 350
Idiophatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) ................................. 355
Hemofilia ....................................................................................... 358
xii
Koagulasi Intravaskular Difusa (KID) ............................................. 363
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) ................................................. 368
Leukemia Nonlimfoblastik Akut (LNLA) ........................................ 372
Leukemia Mieloid Kronik (LMK) .................................................... 377
Limfoma Non-Hodgkin .................................................................. 380
Penyakit Hodgkin (Limfoma Hodgkin) ........................................... 383
Neuroblastoma ............................................................................. 386
Tumor Wilm (Nefroblastoma) ....................................................... 391
Rabdomiosarkoma ........................................................................ 396
Sarkoma Ewing .............................................................................. 398
Osteosarkoma ............................................................................... 400
Hepatoma ..................................................................................... 403
Retinoblastoma ............................................................................ 406
INFEKSI & PENYAKIT TROPIS
Infeksi Bakteri ............................................................................... 411
Demam Enterik: Demam Tifoid dan Demam Paratifoid ........... 411
Difteria ...................................................................................... 415
Staphylococcal Toxic Shock Syndrome ...................................... 421
Streptococcal Toxic Shock-Like Syndrome ................................. 423
Tetanus ..................................................................................... 424
Tetanus Neonatorum ............................................................... 428
Pertusis ..................................................................................... 430
Meningitis Bakterialis ............................................................... 435
Demam Skarlet (Skarlatina) ...................................................... 441
Antraks ..................................................................................... 442
Lepra ......................................................................................... 445
Artritis Septik ............................................................................ 448
Osteomielitis ............................................................................. 450
Febrile Neutropenia .................................................................. 452
Ebola Virus Disease ....................................................................... 454
Sepsis ............................................................................................ 458
Sepsis Bakterial ............................................................................. 465
Terapi Antimikrob ......................................................................... 468
Infeksi Virus ................................................................................... 485
Infeksi Virus Dengue ................................................................. 485
Human Immunodeficiency Virus (HIV) ...................................... 493
Chikungunya ............................................................................. 497
Rubela ....................................................................................... 499
Morbili ...................................................................................... 501
Varisela dan Herpes Zoster ....................................................... 503
Herpes Simpleks ....................................................................... 507
Influenza A H5N1 (Avian Influenza) .......................................... 508
Influenza ................................................................................... 512
Influenza A H1N1 (Swine Influenza) .......................................... 513
Mumps (Parotitis Epidemika) ................................................... 517
Mononukleosis Infeksiosa ........................................................ 519
Cytomegalovirus ....................................................................... 521
Hand, Foot, and Mouth Diseases .............................................. 522
Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus
(MERS-CoV) ............................................................................... 524
xiii
Fever of Unknown Origin (FUO) .................................................... 528
Infeksi Parasit ................................................................................ 531
Penyakit Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah ....................... 531
Askariasis .............................................................................. 531
Ankilostomiasis ..................................................................... 531
Trikuriasis ............................................................................. 532
Malaria ...................................................................................... 533
Amebiasis .................................................................................. 536
Toksoplasmosis ......................................................................... 540
Filariasis .................................................................................... 542
Leptospirosis ............................................................................. 545
Infeksi Jamur ................................................................................. 548
Infeksi Jamur Sistemik .............................................................. 548
Histoplasmosis ...................................................................... 548
Infeksi Rumah Sakit (Health Care-Associated Infection) ............... 551
Infeksi pada Luka Bakar ................................................................ 552
Infeksi Jaringan Lunak ................................................................... 554
KARDIOLOGI
Klasifikasi Penyakit Jantung pada Anak ......................................... 557
Penyakit Jantung Bawaan ......................................................... 558
Defek Septum Atrium (Atrial Septal Defect/ASD) ................. 558
Defek Septum Ventrikel (Ventricular Septal Defect/VSD) .... 562
Defek Septum Atrioventrikularis (Endocardial
Cuchion Defect, AV Canal Defect) ......................................... 566
Duktus Arteriosus Persisten (Patent Ductus
Arteriosus/PDA) .................................................................... 566
Stenosis Pulmonal (Pulmonary Stenosis/PS) ........................ 570
Koarktasio Aorta ................................................................... 570
Stenosis Aorta ....................................................................... 571
Tetralogi Fallot (TF) ............................................................... 573
Serangan Sianosis (Cyanotic Spell, Hupoxic Spell) ................ 575
Atresia Pulmonal dengan Defek Septum Ventrikel .............. 578
Atresia Pulmonal tanpa Defek Septum Ventrikel ................. 578
Atresia Trikuspid ................................................................... 579
Double Output Right Ventricle (DORV) ................................. 579
Transposisi Arteri Besar ........................................................ 580
Total Anomalous Pulmonary Venous Return
dengan/Tanpa Obstruksi ...................................................... 582
Trunkus Arteriosus Persisten ................................................ 583
Anomali Ebstein .................................................................... 584
Hypoplastic Left Heart Syndrome ......................................... 584
Gagal Jantung ................................................................................ 586
Renjatan Kardiogenik ................................................................ 592
Henti Jantung ............................................................................ 595
Kardiomiopati ............................................................................... 598
Kardiomiopati Hipertrofi ........................................................... 598
Kardiomiopati Hipertrofi Obstruksi (Hypertrophy
Obstruction Cardiomyopathy/HOCM) ...................................... 599
Kardiomiopati Dilatasi atau Kongesti ........................................ 600
Kardiomiopati Restriktif ............................................................ 602
xiv
Demam Reumatik Akut (DRA) ....................................................... 605
Penyakit Jantung Reumatik (PJR) ............................................. 609
Endokarditis Infektif ..................................................................... 612
Miokarditis ................................................................................... 620
Perikarditis ................................................................................... 622
Penyakit Kawasaki ........................................................................ 625
Hipertensi Pulmonal ..................................................................... 631
Disritmia Jantung .......................................................................... 638
NEFROLOGI
Dialisis Peritoneal ......................................................................... 647
Gangguan Ginjal Akut ................................................................... 650
Glomerulonefritis Akut Pascastreptokokus .................................. 656
Hipertensi ..................................................................................... 662
Infeksi Saluran Kemih (ISK) ........................................................... 667
Keracunan Jengkol pada Anak ...................................................... 676
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) ........................................................ 679
Sindrom Nefrotik ......................................................................... 686
Uropati Obstruktif ........................................................................ 692
NEONATOLOGI
Terminologi Neonatologi .............................................................. 699
Asfiksia pada Neonatus ................................................................ 700
Hipotermia .................................................................................... 706
Hipoglikemia ................................................................................. 710
Hipokalsemia ................................................................................ 715
Masalah Gangguan Pernapasan .................................................... 719
Transient Tachypnea of the Newborn ....................................... 719
Sindrom Aspirasi Mekonium ..................................................... 721
Pneumonia pada Neonatus ...................................................... 724
Sindrom Distres Pernapasan/Respiratory Distress
Syndrome (RDS) ........................................................................ 727
Apnea ........................................................................................ 729
Syok pada Neonatus ..................................................................... 733
Pemberian Nutrisi ......................................................................... 736
Nutrisi Enteral pada Neonatus ................................................. 736
Nutrisi Parenteral pada Neonatus ............................................ 738
Enterokolitis Nekrotikans (EKN) ................................................... 744
Sepsis pada Neonatus .................................................................. 748
Kejang pada Neonatus .................................................................. 752
Masalah Hematologi Neonatus .................................................... 754
Anemia ..................................................................................... 754
Polisitemia ................................................................................ 759
Penyakit Perdarahan pada Neonatus (Hemorrhagic Disease
of the Newborn/HDN) ................................................................... 762
Ikterus Neonatorum ..................................................................... 764
Kelainan Kongenital ...................................................................... 772
Prinsip Umum Pengelolaan Gawat Darurat dan Rujukan
Neonatus ....................................................................................... 776
Stabilisasi Neonatus Pascaresusitasi ............................................. 784

xv
NEUROPEDIATRI
Kejang Demam (KD) ...................................................................... 793
Epilepsi .......................................................................................... 798
Status Epileptikus .......................................................................... 804
Ensefalitis Herpes Simpleks .......................................................... 807
Abses Otak .................................................................................... 809
Tuberkulosis pada Susunan Saraf Pusat ........................................ 811
Autism Spectrum Disorders (ASD) ................................................. 814
Autism Disorder ........................................................................ 814
Rett’s Disorder .......................................................................... 817
Pervasive Developmental Disorder-not Otherwise
Specified (PDD-NOS) ................................................................. 820
Childhood Disintegrative Disorder (CDD) .................................. 821
Retardasi Mental (RM, Intelectual Disabilities) ............................. 823
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) .......................... 828
Sindrom Guillain-Barre (Acute Inflammatory
Polyradiculoneuropathy/Acute Ascending Paralysis) .................... 831
Palsi Serebral (Cerebral Palsy/CP) ................................................. 835
Rabies (Hidrofobia) ....................................................................... 845

NUTRISI & PENYAKIT METABOLIK


Kurang Energi Protein (KEP) .......................................................... 851
Perhitungan Energi dan Protein untuk Kejar Tumbuh dan
untuk Anak Sakit Berat .................................................................. 866
Rawat Gabung ............................................................................... 869
Defisiensi Vitamin A (Xeroftalmia) ................................................ 874
Phenylketonuria (PKU) .................................................................. 876
Hiperkolesterolemia Familial ........................................................ 878
Nutrisi Enteral ............................................................................... 881
Nutrisi Parenteral .......................................................................... 886
Diet pada Penyakit Ginjal Kronik ................................................... 893
RESPIROLOGI
Rinitis (Common Cold) ................................................................... 901
Rinosinusitis .................................................................................. 903
Faringitis Akut ............................................................................... 907
Otitis Media Akut .......................................................................... 909
Sindrom Croup .............................................................................. 911
Bronkiektasis ................................................................................. 920
Bronkitis ........................................................................................ 925
Bronkitis Akut ........................................................................... 925
Bronkitis Kronik ......................................................................... 926
Bronkiolitis .................................................................................... 928
Pneumonia .................................................................................... 932
Recurrent Pneumonia ................................................................... 944
Hospital Acquired Pneumonia ....................................................... 946
Empiema ....................................................................................... 950
Pneumotoraks ............................................................................... 957
Abses Paru .................................................................................... 961
Emboli Paru ................................................................................... 964

xvi
Tuberkulosis .................................................................................. 971
Asma ............................................................................................. 991
Asma di Bawah Usia 5 Tahun ........................................................ 1005
Malformasi Kongenital Paru (Congenital Pulmonary
Malformations) ............................................................................. 1014
Laringomalasia .............................................................................. 1018
TUMBUH KEMBANG PEDIATRI SOSIAL
Pemeriksaan Bayi/Anak Sehat ...................................................... 1023
Penilaian Pertumbuhan dan Perkembangan ................................ 1024
Pertumbuhan ............................................................................ 1024
Perkembangan .......................................................................... 1030
Penapisan Gangguan Pertumbuhan Linier .................................... 1087
Tim Tumbuh Kembang FK Unpad/RSHS Bandung ......................... 1088
Beberapa Gangguan Perkembangan yang Sering Terjadi ............. 1089
Enuresis ..................................................................................... 1089
Enkopresis ................................................................................. 1090
Pemberian Makanan Bayi ............................................................. 1090
Imunisasi ....................................................................................... 1091
Remaja .......................................................................................... 1098
NILAI NORMAL PADA BAYI DAN ANAK ........................................ 1109

xvii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Pemeriksaan Fisis yang Dapat Ditemukan
pada Reaksi Anafilaksis ......................................................... 4
2 Kriteria Diagnostik Anafilaksis ............................................... 5
3 Klasifikasi Anafilaksis ............................................................. 6
4 Klasifikasi JIA Revisi Kedua Menurut Kriteria
Edmonton 2001 ..................................................................... 11
5 Gambaran JIA berdasarkan Subtipe ...................................... 12
6 NSAIDs yang Telah Disetujui US FDA ..................................... 16
7 Berbagai Disease-Modifying Antirheumatic Drugs
(DMARDs) dalam Terapi JIA .................................................. 17
8 Obat-obatan pada Penatalaksanaan JIA ............................... 18
9 Pemantauan Penggunaan Obat-obatan JIA .......................... 19
10 Kriteria Progresivitas JIA Menurut ACR (Steinbrocker) ......... 20
11 Manifestasi Klinis LES ............................................................ 27
12 Kriteria Diagnosis LES Menurut American College of
Rheumatology (ACR) ............................................................. 28
13 Penyesuaian Dosis Protokol Siklofosfamid (CYC) pada
Beberapa Keadaan ................................................................ 46
14 Klasifikasi Skleroderma ......................................................... 53
15 Kriteria Diagnosis Bohan dan Peter ....................................... 58
16 Terapi Juvenile Dermatomyositis .......................................... 59
17 Klasifikasi Reaksi Eksfoliatif Kulit ........................................... 61
18 Heterogenisitas Reaksi Alergi yang Diinduksi Obat ............... 67
19 Desensitisasi Oral untuk Penisilin G ...................................... 69
20 Desensitisasi Parenteral untuk Penisilin G ............................ 70
21 Kriteria Diagnostik Dermatitis Atopik Menurut
Hanifin dan Rajka .................................................................. 78
22 Kriteria Diagnosis berdasarkan UK Working Party ................ 78
23 Efek Pengobatan Gejala Rinitis .............................................. 82
24 Jenis-jenis Kortikosteroid yang Dapat Digunakan
pada Anak .............................................................................. 84
25 Jenis-jenis Antihistamin yang Dapat Digunakan
pada Anak .............................................................................. 84
26 Indikasi SCIT dan SLIT ............................................................ 86
27 Klasifikasi Urtikaria dan Angioedema berdasarkan
Etiopatofisiologi .................................................................... 90
28 Perbandingan Pedoman Resusitasi Jantung Paru dan
Perawatan Kardiovaskular Emergensi pada Bantuan
Hidup Dasar Menurut American Heart Association 2005
dan American Heart Association 2010 .................................. 107
29 Etiologi Gagal Napas .............................................................. 112
30 Tipe Gagal Napas ................................................................... 113
31 Penilaian Klinis Gagal Napas Akut ......................................... 115

xviii
32 Keuntungan dan Kerugian Kanula Nasal ............................... 119
33 Perkiraan FiO2 dengan Mempergunakan Alat Pemberian
Oksigen Aliran Rendah .......................................................... 121
34 Penyesuaian Setting Ventilator berdasarkan
Perubahan AGD ..................................................................... 126
35 Indikasi Penyapihan .............................................................. 127
36 Setting Awal Ventilator berdasarkan Kelainan Pulmonal ...... 128
37 Pediatric Logistic Organ Dysfunction (PELOD) Score ............. 134
38 Komposisi Cairan Tubuh ........................................................ 136
39 Rumus 4−2−1 untuk Kebutuhan per Jam .............................. 137
40 Rumus 100–50–20 untuk Kebutuhan per Hari ...................... 137
41 Kebutuhan Cairan berdasarkan Usia ..................................... 138
42 Contoh Terapi Cairan ............................................................ 139
43 Perbandingan Kadar Elektrolit Cairan NaCl 0,9%,
Ringer Laktat, dan Ringer Asetat ........................................... 140
44 Kadar Natrium di Dalam Cairan Infus .................................... 141
45 Gejala dan Tanda Asidosis Respiratorik ................................ 147
46 Gejala dan Tanda Alkalosis Respiratorik ............................... 148
47 Gejala dan Tanda Asidosis Metabolik ................................... 149
48 Gejala dan Tanda Alkalosis Metabolik ................................... 151
49 Nilai Normal Gas Darah ......................................................... 152
50 Petunjuk dan Makna Kelainan dalam Interpretasi
Analisis Gas Darah ................................................................. 153
51 Pemberian Antibiotik pada Renjatan Septik ......................... 160
52 Dosis Arang Aktif ................................................................... 174
53 Dosis Laktulosa ...................................................................... 175
54 Skala Ramsay ......................................................................... 188
55 Skala COMFORT ..................................................................... 188
56 Obat Analgesik dan Sedasi pada Penderita yang
Membutuhkan Analgesia ...................................................... 192
57 Sistem Skor Aldrete Recovery Modifikasi (Pascaprosedur
Sedasi Analgesia) ................................................................... 193
58 Teknik Sedasi pada Berbagai Prosedur Invasif dan
Noninvasif pada Anak ............................................................ 195
59 Obat yang Biasa Digunakan untuk Sedasi di PICU ................. 198
60 Faktor Hormonal dan Mekanik ............................................. 215
61 Ukuran Penis berdasarkan Usia ............................................ 220
62 Skoring Hipotiroid Kongenital ............................................... 228
63 Dosis Penggantian Na L-tiroksin pada Bayi dan Anak ........... 230
64 Terapi Hipoglikemia .............................................................. 253
65 Cara Rehidrasi Cairan untuk Berat Badan 30 kg .................... 256
66 Algoritme Perubahan Dosis Insulin ....................................... 259
67 Klasifikasi Osteogenesis Imperfecta ...................................... 263
68 Nomenklatur DSD yang Direvisi ............................................ 266
69 Klasifikasi DSD ....................................................................... 267
70 Diagnosis Banding Nyeri Abdomen Akut Menurut Usia ........ 280

xix
71 Empat Kriteria Klinis Terpenting untuk Membedakan
Kolestasis Intrahepatik dengan Ekstrahepatik ...................... 284
72 Tes Fungsi Hati Cholestasis Jaundice ..................................... 285
73 Tanda dan Gejala Klinis Dehidrasi ......................................... 289
74 Pemberian Antibiotik ............................................................ 297
75 Penyebab Kehilangan Kalium ................................................ 302
76 Obat-obatan pada Manajemen Hiperkalemia Akut .............. 308
77 Pemeriksaan Lain yang Menunjang Diagnosis
Helicobacter pylori ................................................................ 315
78 Pilihan Obat Terapi Tripel pada Infeksi Helicobacter
pylori ..................................................................................... 316
79 Stadium Koma Hepatikum .................................................... 317
80 Penyebab Tersering Perdarahan Saluran Cerna
Bagian Atas ............................................................................ 324
81 Klasifikasi Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
berdasarkan Usia, Keadaan Umum Anak, dan
Kecepatan Perdarahan .......................................................... 325
82 Penyebab Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah ............ 328
83 Diagnosis Banding berdasarkan Tipe Perdarahan
Saluran Cerna Bagian Bawah Secara Klinis ............................ 330
84 Klasifikasi Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah
berdasarkan Usia, Keadaan Umum Anak, dan
Kecepatan Perdarahan .......................................................... 332
85 Dosis dan Lama Pemberian Suplementasi Besi ..................... 341
86 Rekomendasi Target Kadar Plasma Faktor VIII dan IX
serta Lama Pemberian .......................................................... 361
87 Kondisi yang Dapat Menyebabkan KID ................................. 363
88 Sistem Skoring untuk Diagnosis KID Menurut the
International Society on Thrombosis and Haemostasis
(ISTH) ............................................................................................ 364
89 Sistem Skoring untuk Diagnosis KID Menurut Japanese
Association for Acute Medicine ............................................. 365
90 Sistem Staging untuk Tumor Wilms ...................................... 391
91 Regimen Kemoterapi Tumor Wilms berdasarkan
NWTSG dan SIOP ................................................................... 394
92 Klasifikasi Rabdomiosarkoma berdasarkan Sistem Kelompok
Menurut the Intergroup Rhabdomyosarcoma Study (IRS) ..... 396
93 Klasifikasi Osteosarkoma berdasarkan Respons Histologik
Sesudah Kemoterapi Preoperatif .......................................... 400
94 Stadium Retinoblastoma berdasarkan Sistem Reese-
Ellsworth ............................................................................... 406
95 Diagnosis Banding Retinoblastoma ....................................... 407
96 Manajemen Demam Enterik: Eradikasi Kuman ..................... 414
97 Klasifikasi Ablett untuk Derajat Manifestasi Klinis
Tetanus ................................................................................. 424
98 Manajemen Tetanus ............................................................. 425
99 Sistem Skoring Bleck ............................................................. 426

xx
100 Dosis Metronidazol yang Digunakan untuk Bayi Baru Lahir
dan BBLR ............................................................................... 429
101 Bentuk Tipikal Pertusis: Perubahan Gejala, Sensitivitas
terhadap Metode Diagnostik, dan Pengaruh Terapi
Antibiotik .............................................................................. 431
102 Rekomendasi Pemberian Antimikrob dan Profilaksis
Pascapajanan Pertusis ........................................................... 433
103 Penyebab Tersering Meningitis Bakterialis ........................... 435
104 Dosis Terapi Lepra pada Anak ............................................... 447
105 Jenis Antibiotik Empiris untuk Pengobatan Artritis Septik .... 449
106 Dosis Antibiotik Inisial untuk Terapi Oral pada
Osteomielitis ......................................................................... 451
107 Prosedur Uji Diagnostik Infeksi Virus Ebola ........................... 455
108 Definisi SIRS, Infeksi, Sepsis, Sepsis Berat, dan
Syok Septik ............................................................................ 458
109 Kriteria Disfungsi Organ ........................................................ 459
110 Kriteria Diagnosis Sepsis ........................................................ 460
111 Rekomendasi: Resusitasi Awal dan Masalah Infeksi ............. 461
112 Surviving Sepsis Campaign Bundles ....................................... 462
113 Pilihan Antimikrob untuk Terapi Empirik pada Bayi dan
Anak Tersangka Sepsis .......................................................... 463
114 Regimen Antibiotik Empiris untuk Syok Septik pada Anak .... 466
115 Langkah-langkah Pemberian Antibiotik ................................ 468
116 Suseptibilitas Mikroorganisme Umum terhadap Berbagai
Antimikrob ............................................................................ 469
117 Kelompok Antimikrob Secara Umum .................................... 473
118 Rekomendasi Pemberian Antimikrob Parenteral Secara
Umum untuk Usia ≥1 Bulan .................................................. 477
119 Rekomendasi Pemberian Antimikrob Oral Secara Umum
untuk Usia ≥1 Bulan .............................................................. 478
120 Rekomendasi Pemberian Antimikrob untuk Kasus
Nonbedah .............................................................................. 481
121 Pemberian ART pada Bayi dan Anak berdasarkan Stadium
Klinis dan Marka Imunologi ................................................... 494
122 Inisiasi Pemberian ART pada Bayi dan Anak .......................... 494
123 Mulai Pemberian ART ............................................................ 495
124 Manifestasi Klinis dan Diagnosis Chikungunya ...................... 497
125 Manifestasi Rubela Kongenital .............................................. 499
126 Definisi dan Fitur Utama Empat Subtipe FUO ....................... 529
127 Pengobatan Malaria Falsiparum tanpa Penyulit ................... 534
128 Pengobatan Malaria Vivaks tanpa Penyulit ........................... 534
129 Obat Antiamebiasis ............................................................... 538
130 Rekomendasi Pengobatan Histoplasmosis pada Anak .......... 549
131 Tanda dan Gejala Progresivitas Penyakit dari Lokal
Menuju Sistemik .................................................................... 552
132 Klasifikasi Ross untuk Gagal Jantung pada Bayi
Sesuai NYHA .......................................................................... 586

xxi
133 Penyebab Gagal Jantung karena Penyakit Jantung Bawaan ... 587
134 Penyebab Gagal Jantung pada Neonatus yang Bukan
karena Penyakit Jantung Bawaan .......................................... 587
135 Sistem Skor Ross untuk Gagal Jantung pada Bayi ................. 588
136 Skor Klinis Gagal Jantung pada Anak .................................... 589
137 Rute Pemberian dan Dosis Diuretik ...................................... 590
138 Rute Pemberian dan Dosis Vasodilator ................................. 591
139 Dosis Digitalis pada Gagal Jantung ........................................ 591
140 Manifestasi Klinis DRA ........................................................... 605
141 Kriteria WHO Tahun 2002–2003 untuk Diagnosis Demam
Reumatik dan Penyakit Jantung Reumatik/PJR
(berdasarkan Revisi Kriteria Jones) ....................................... 606
142 Terapi Antiinflamasi berdasarkan Manifestasi Klinis ............ 607
143 Panduan Obat Antiinflamasi ................................................. 607
144 Panduan Tirah Baring dan Aktivitas ...................................... 608
145 Antibiotik untuk Pencegahan ................................................ 609
146 Lama Pemberian Profilaksis Sekunder .................................. 609
147 Pemberian Antibiotik pada Endokarditis Infektif yang
Disebabkan Streptokokus, S. bovis, atau Enterokokus .......... 614
148 Terapi Antibiotik pada Endokarditis Infektif yang
Disebabkan Streptococcus viridans, S. bovis, atau
Enterokokus pada Penderita yang Tidak Dapat
Menerima β-laktam .............................................................. 615
149 Pemberian Antibiotik pada Endokarditis Infektif yang
Disebabkan Stafilokokus ....................................................... 615
150 Pemberian Antibiotik Profilaksis pada Endokarditis
Infektif pada Tindakan Gigi, Mulut, Saluran Respiratori
Atas, dan Prosedur Esofagus ................................................. 618
151 Pemberian Antibiotik Profilaksis pada Endokarditis
Infektif pada Prosedur Saluran Urogenital dan Cerna .......... 618
152 Klasifikasi Hipertensi Pulmonal WHO Revisi 2009 ................. 632
153 Perbedaan Indeks Darah dan Urin pada Anak dengan
Neonatus berdasarkan Penyebab GgGA ............................... 651
154 Evaluasi yang Harus Dilakukan pada Anak yang Menderita
Hipertensi .............................................................................. 663
155 Klasifikasi Hipertensi pada Anak Usia ≥1 Tahun dan
Remaja .................................................................................. 663
156 Obat Antihipertensi yang Digunakan pada Anak dan
Remaja .................................................................................. 665
157 Pilihan Antimikrob Oral pada Infeksi Saluran Kemih ............. 671
158 Pilihan Antimikrob Parenteral pada Infeksi Saluran Kemih ... 671
159 Antibiotik yang Digunakan untuk Profilaksis ......................... 674
160 Stadium Penyakit Ginjal Kronik ............................................. 680
161 Kebutuhan Kalori dan Protein yang Direkomendasikan
untuk Anak PGK ..................................................................... 681
162 Pengaturan Awal Suhu Inkubator ......................................... 708
163 Penyebab Apnea dan Bradikardia Tersering Sesuai
Usia Kehamilan ...................................................................... 730
xxii
164 Pedoman Pemberian Tube Feeding ...................................... 737
165 Kebutuhan Cairan Minggu Pertama ...................................... 739
166 Kebutuhan Cairan dan Elektrolit pada Periode
Pertengahan .......................................................................... 739
167 Rekomendasi Asupan Cairan dan Elektrolit pada
Periode Pertumbuhan ........................................................... 740
168 Pemantauan Nutrisi Parenteral ............................................ 741
169 Indikasi Tranfusi Anemia pada Neonatus .............................. 757
170 Indikasi Transfusi PRC pada Bayi Pprematur ......................... 757
171 Faktor yang Berhubungan dengan Ikterus Fisiologis ............. 764
172 Pengelolaan Bayi Kuning pada Bayi Baru Lahir Cukup
Bulan dan Sehat Menurut Usia (dalam Jam) dan
Kadar Bilirubin ....................................................................... 769
173 Pedoman Fototerapi Bayi Kuning Cukup Bulan dengan
dan atau tanpa Faktor Risiko berdasarkan Canadian
Paediatrics Society ................................................................ 769
174 Indikasi Fototerapi dan Transfusi Ganti berdasarkan
Berat Badan ........................................................................... 770
175 Penyulit Terapi Sinar ............................................................. 770
176 Transfusi Ganti ...................................................................... 770
177 Terapi Efektif pada Kelainan Gen Tunggal ............................ 774
178 Terapi Efektif Kelainan Multifaktorial ................................... 775
179 Skor Down ............................................................................. 786
180 Perbedaan Kejang Demam Kompleks dengan Sederhana .... 793
181 Gambaran Cairan Serebrospinal pada Infeksi Susunan
Saraf Pusat ............................................................................ 807
182 Persentase Manifestasi Klinis Abses Serebri ......................... 809
183 Persentase Manifestasi Klinis Meningitis TB ......................... 811
184 Gambaran Cairan Serebrospinal pada Meningitis TB ............ 812
185 Klasifikasi Retardasi Mental berdasarkan Tingkat IQ ............ 824
186 Tingkat Retardasi Mental berdasarkan Karakteristik
Perkembangan Anak ............................................................. 825
187 Obat Stimulan untuk Terapi Anak ADHD ............................... 830
188 Refleks Primitif ...................................................................... 836
189 Obat Pelemas Otot untuk Terapi Anak Palsi Serebral ........... 838
190 Klasifikasi Kurang Energi Protein ........................................... 851
191 Bagan dan Jadwal Pengobatan Kurang Energi
Protein Berat ......................................................................... 853
192 Formula WHO dan Modifikasi ............................................... 863
193 Kebutuhan Energi dan Protein Anak Sehat & Gizi Baik
EER (Estimated Energy Requirements) .................................. 866
194 EER untuk Anak Usia 3–18 Tahun .......................................... 866
195 Physical Activity Coefficient’s (PA) Anak Usia 3–18 Tahun .... 866
196 RDA Kebutuhan Protein ........................................................ 866
197 Rumus WHO untuk Memperkirakan REE .............................. 867
198 Faktor Stres untuk Setiap Tipe Stres ..................................... 868
199 Pemecahan Masalah yang Paling Sering Dijumpai ................ 872

xxiii
200 Klasifikasi Hiperkolesterolemia Familial ................................ 878
201 Indikasi Pemberian Nutrisi Enteral pada Anak ...................... 881
202 Ukuran NGT dan OGT untuk Anak berdasarkan Usia ............ 882
203 Pemantauan Nutrisi Enteral .................................................. 884
204 Perbedaan Pemberian Nutrisi Parenteral Perifer
dengan Sentral ...................................................................... 886
205 Rumus Schofield untuk Menghitung REE .............................. 887
206 Faktor Stres pada Perhitungan Energi ................................... 887
207 Kebutuhan Protein pada Anak dan Remaja .......................... 888
208 Dosis Pemberian Lemak Intravena ........................................ 889
209 Kebutuhan Elektrolit pada Anak ............................................ 889
210 Rekomendasi Vitamin Parenteral .......................................... 889
211 Rekomendasi Kebutuhan Trace Element .............................. 890
212 Pemantauan Nutrisi Parenteral ............................................. 891
213 Kebutuhan Energi pada Anak dengan Penyakit
Ginjal Kronik .......................................................................... 894
214 Kebutuhan Protein pada Anak dengan Penyakit
Ginjal Kronik .......................................................................... 894
215 Rekomendasi Asupan Kalsium untuk Anak PGK
Stadium 2–5 .......................................................................... 895
216 Rekomendasi Suplementasi Vitamin D pada Anak PGK ........ 896
217 Sistem Skoring (Modified Centor Score) untuk
Memperkirakan Faringitis Group A β–hemolytic
Streptococci ........................................................................... 907
218 Pemberian Antibiotik ............................................................ 909
219 Penilaian Derajat Croup (Westley Score) ............................... 914
220 Algoritme Penatalaksanaan Croup ........................................ 917
221 Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI) ............. 930
222 Penyebab Utama Pneumonia yang Didapat di Masyarakat
pada Anak berdasarkan Usia ................................................. 933
223 Klasifikasi Derajat Berat Pneumonia pada Anak
Usia 2 Bulan sampai 5 Tahun ................................................ 935
224 Terapi Empiris Antibiotik pada HAP Onset Dini ..................... 948
225 Terapi Empiris Antibiotik pada HAP Onset Lambat ............... 948
226 Gambaran Laboratorium Cairan Pleura pada Tiap
Fase Empiema ....................................................................... 951
227 Kategori Risiko Prognosis Buruk pada Penderita Efusi
Parapneumonik dan Empiema .............................................. 954
228 Kriteria Wells dalam Prediksi Tromboemboli Secara Klinis ... 965
229 Sistem Penilaian/Skoring Gejala dan Pemeriksaan
Penunjang TB di Sarana Kesehatan Terbatas ........................ 975
230 Regimen Pengobatan TB Anak yang Direkomendasikan
WHO 2010 ............................................................................. 977
231 Dosis Obat Antituberkulosis Lini Pertama dan Kedua yang
Direkomendasikan untuk TB Anak ........................................ 978
232 Manifestasi Klinis Derajat Eksaserbasi .................................. 994
233 Klasifikasi Derajat Penyakit Asma Menurut GINA
(2002–2010) .......................................................................... 997
xxiv
234 Klasifikasi Derajat Penyakit Asma Menurut Pedoman
Pengendalian Penyakit Asma ................................................ 997
235 Derajat Kontrol Asma ............................................................ 998
236 Kriteria mAPI dan API ............................................................ 1006
237 Klasifikasi dan Derajat Berat Asma ........................................ 1008
238 Rekomendasi Steroid Hirupan Dosis Rendah ........................ 1012
239 Perbedaan Tipe Malformasi Paru Kongenital ........................ 1016
240 Formula Praktis untuk Menentukan Tinggi Badan Normal
pada Bayi dan Anak ............................................................... 1024
241 Usia Rata-rata Erupsi Gigi Susu dan Gigi Tetap pada Anak ... 1025
242 Kurva WCGS .......................................................................... 1028
243 Indikator Pertumbuhan menurut Z-score ............................. 1029
244 KPSP Anak Usia 3 Bulan ......................................................... 1035
245 KPSP Anak Usia 6 Bulan ......................................................... 1038
246 KPSP Anak Usia 9 Bulan ......................................................... 1040
247 KPSP Anak Usia 12 Bulan ....................................................... 1043
248 KPSP Anak Usia 15 Bulan (1 Tahun 3 Bulan) .......................... 1044
249 KPSP Anak Usia 18 Bulan (1 Tahun 6 Bulan) .......................... 1045
250 KPSP Anak Usia 21 Bulan (1 Tahun 9 Bulan) .......................... 1046
251 KPSP Anak Usia 24 Bulan (2 Tahun) ....................................... 1048
252 KPSP Anak Usia 30 Bulan (2 Tahun 6 Bulan) .......................... 1049
253 KPSP Anak Usia 36 Bulan (3 Tahun) ....................................... 1050
254 KPSP Anak Usia 42 Bulan (3 Tahun 6 Bulan) .......................... 1052
255 KPSP Anak Usia 48 Bulan (4 Tahun) ....................................... 1054
256 KPSP Anak Usia 54 Bulan (4 Tahun 6 Bulan) .......................... 1055
257 KPSP Anak Usia 60 Bulan (5 Tahun) ....................................... 1058
258 KPSP Anak Usia 66 Bulan (5 Tahun 6 Bulan) .......................... 1061
259 KPSP Anak Usia 72 Bulan (6 Tahun) ....................................... 1063
260 Parents’ Evaluation Developmental Status ........................... 1068
261 Daftar Pertanyaan untuk Deteksi Dini Masalah
Mental Emosional ................................................................. 1073
262 Ceklis Deteksi Dini Autis (Checklist for Autism in
Toddlers/CHAT) untuk Anak Usia 18–36 Bulan ..................... 1075
263 Formulir Deteksi Dini Anak Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas (Abbreviated Conners
Ratting Scale) ........................................................................ 1077
264 Jadwal Pemberian Makanan Bayi .......................................... 1090
265 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar ....................................... 1091
266 Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Anak Bawah Tiga Tahun ..... 1091
267 Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Anak Usia Sekolah Dasar .... 1091
268 Imunisasi Lanjutan pada Wanita Usia Subur (WUS) .............. 1092
269 Imunisasi Hepatitis B untuk Anak yang Sudah Terpapar
Penderita Hepatitis B ............................................................ 1095
270 Jadwal Imunisasi Bila Imunisasi Terlambat ........................... 1095
271 Program Imunisasi di UKS ..................................................... 1096
272 Checklist Wawancara HEEADSSS ........................................... 1100
273 Kuesioner Kekuatan dan Kesulitan pada Anak
(Usia 11–17 Tahun) ............................................................... 1101
xxv
274 Panduan Pemberian Skor Kuesioner Kekuatan dan
Kesulitan pada Anak (Usia 11–17 Tahun) .............................. 1102
275 Skor berdasarkan Aspek ........................................................ 1104
276 Interpretasi Skor (Kuesioner yang Diisi oleh Orangtua) ........ 1104
277 Interpretasi Skor (Kuesioner yang Diisi oleh Guru) ............... 1104
278 Interpretasi Skor (Kuesioner yang Diisi oleh Remaja) ........... 1104
279 Pediatric Symptom Checklist-17 ............................................ 1106
280 Nilai Normal Keseimbangan Asam-Basa ............................... 1111
281 Nilai Normal Darah Rutin ...................................................... 1111
282 Nilai C-Reactive Protein (CRP) berdasarkan Usia dan
Jenis Kelamin ......................................................................... 1112
283 Kriteria Napas Cepat WHO .................................................... 1112
284 Nilai Normal Kecepatan Nadi berdasarkan Usia dan
Jenis Kelamin ......................................................................... 1113
285 Tekanan Darah Anak Laki-laki berdasarkan Persentil
Tinggi Badan .......................................................................... 1114
286 Tekanan Darah Anak Perempuan berdasarkan Persentil
Tinggi Badan .......................................................................... 1115
287 Pertambahan BB dan TB ....................................................... 1116
288 Interpretasi Indikator Pertumbuhan ..................................... 1149
289 Pola Perkembangan Bayi-Anak Sampai Usia 5 Tahun ........... 1151
290 Dosis Obat yang Sering Digunakan ....................................... 1154
291 Nilai Normal Laboratorium yang Sering Digunakan .............. 1157
292 Cairan Serebrospinal ............................................................. 1164
293 Rentang Normal Denyut Jantung Saat Beristirahat ............... 1165
294 Nilai Rata-rata dan Rentang Normal Axis QRS ...................... 1165
295 Interval PR dengan Denyut Jantung dan Usia (Nilai Batas
Atas Normal) ......................................................................... 1166
296 Durasi QRS berdasarkan Usia: Nilai Rata-rata (Batas Atas
Nilai Normal) ......................................................................... 1166
297 Voltase R Menurut Lead dan Usia: Rata-rata (dan Batas
Atas) ...................................................................................... 1167
298 Voltase S Menurut Lead dan Usia: Rata-rata (dan Batas
Atas) ...................................................................................... 1168
299 Perbandingan R/S berdasarkan Usia: Rata-rata, Batas
Bawah, dan Batas Atas Nilai Normal ..................................... 1169
300 Voltase Q berdasarkan Usia: Rata-rata (dan Batas Atas) ...... 1169
301 Konversi Analisis Gas Darah Vena ke Arteri .......................... 1171
302 Intepretasi Analisis Gas Darah .............................................. 1171
303 Mekanisme Kompensasi Keseimbangan Asam Basa ............. 1171
304 Perhitungan Anion Gap ......................................................... 1172
305 Rasio Delta ............................................................................ 1173

xxvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1 Algoritme Tatalaksana Reaksi Anafilaksis Akut ..................... 7
2 Algoritme Riwayat Artritis dengan Jumlah
4 Sendi atau Kurang .............................................................. 22
3 Algoritme Riwayat Artritis dengan Jumlah
5 Sendi atau Lebih ................................................................. 23
4 Algoritme Riwayat Artritis dengan Tanda Sistemik Aktif ...... 24
5 Algoritme Riwayat Artritis Sistemik dengan Artritis Aktif ..... 25
6 Skema Tatalaksana LES ......................................................... 31
7 Algoritme Tatalaksana Lupus Nefritis (Kelas III dan IV)
atau Lupus Berat ................................................................... 33
8 Jadwal Pemberian Siklofosfamid (i.v.) pada Penderita LES ... 36
9 Jadwal Pemberian MMF pada Penderita LES ........................ 37
10 Jadwal Pemberian Sklofosfamid i.v. dan Azatioprin (AZA)
pada Penderita LES ................................................................ 38
11 Ringkasan Tatalaksana Purpura Henoch-Schönlein
berdasarkan Keterlibatan Organ ........................................... 43
12 Tatalaksana HSP Nefritis ....................................................... 45
13 Protokol Vaskulitis Birmingham ............................................ 48
14 Protokol Terapi Skleroderma ................................................ 56
15 Lund and Bowder Estimation Chart ....................................... 63
16 Penatalaksanaan Alergi Obat ................................................ 71
17 Klasifikasi Rinitis Alergi .......................................................... 80
18 Teknik Pemakaian Obat Semprot Hidung yang Benar ........... 82
19 (a) Teknik Pemakaian Obat Semprot Hidung yang Benar
(b) Teknik Pemakaian Obat Tetes Hidung yang Benar .......... 83
20 Algoritme Tatalaksana Rinitis Alergi dari WHO-ARIA 2008 ... 87
21 Algoritme Bantuan Hidup Dasar Menurut AHA 2010 ........... 109
22 Algoritme Bantuan Hidup Dasar Menurut AHA 2005 ........... 110
23 Algoritme Tatalaksana Dukungan Hemodinamik untuk
Mencapai Perfusi Normal dan Tekanan Perfusi
(MAP-CVP) pada Bayi Cukup Bulan dan Anak
dengan Renjatan Septik ........................................................ 161
24 Algoritme Tatalaksana Renjatan Sepsis ................................. 169
25 Wong-Baker FACES Pain Rating Scale ................................... 190
26 Algoritme Transpor Penderita Intrahospital ......................... 208
27 Algoritme Transportasi Antarfasilitas .................................... 209
28 Cara Mengukur Streched Penile Length (SPL) ....................... 219
29 Algoritme Hipotiroid ............................................................. 229
30 Algoritme Diagnosis Perawakan Pendek ............................... 239
31 Patofisiologi Gangguan Cairan dan Elektrolit KAD ................ 260
32 Stadium Prader ...................................................................... 270
33 Biosintesis Steroid di Korteks Adrenal ................................... 274

xxvii
34 Etiologi Abdomen Akut berdasarkan Lokalisasi
dan Sifat Nyeri ....................................................................... 281
35 Algoritme Manajemen Hiperkalemia .................................... 307
36 Algoritme Pendekatan Diagnosis Perdarahan
Saluran Cerna Bagian Atas .................................................... 325
37 Algoritme Tatalaksana Perdarahan Saluran Cerna
Bagian Bawah ........................................................................ 331
38 Protokol Leukemia Limfoblastik Akut Indonesia ................... 371
39 Protokol Leukemia Mieloblastik Akut Indonesia ................... 376
40 Protokol Neuroblastoma Localized and Unresectable .......... 389
41 Protokol Neuroblastoma OPEC/OJEC .................................... 390
42 Alur Penatalaksanaan Penderita Difteria .............................. 420
43 Alur Manajemen Meningitis Bakterialis ................................ 439
44 Tatalaksana Awal Demam dan Neutropenia ......................... 452
45 Penilaian Ulang Sesudah 2–4 Hari Pemberian Antibiotik ...... 453
46 Spektrum Manifestasi Klinis Infeksi Virus Dengue ................ 485
47 Alur Pemberian Cairan pada DBD Derajat III dan IV .............. 491
48 Algoritme Tatalaksana Defek Septum Atrium ....................... 560
49 Algoritme Tatalaksana VSD ................................................... 564
50 Algoritme Tatalaksana Duktus Arteriosus Persisten ............. 569
51 Algoritme Tatalaksana Tetralogi Fallot .................................. 576
52 Algoritme Tatalaksana Transposisi Arteri Besar .................... 582
53 Bagan Algoritme Diagnostik Penyakit Kawasaki Atipik ......... 627
54 Kriteria Diagnosis pRIFLE untuk Klasifikasi Gangguan
Ginjal Akut pada anak ........................................................... 650
55 Algoritme Penanganan Keracunan Jengkol pada Anak ......... 678
56 Pengobatan Inisial dengan Kortikosteroid ............................ 687
57 Pengobatan SN Kambuh ....................................................... 687
58 Pengobatan SN Kambuh Sering ............................................ 688
59 Pengobatan SN Ketergantungan Steroid .............................. 689
60 Kemungkinan Lokasi Obstruksi Saluran Kemih
pada Uropati Obstruktif ........................................................ 694
61 Skema Peninggian Tekanan Intratubular
dan Tekanan Intrakapsular ................................................... 695
62 Algoritme Resusitasi Neonatus ............................................. 704
63 Algoritme Tatalaksana Anemia pada Neonatus .................... 756
64 Patofisiologi Polisitemia ........................................................ 760
65 Nomogram Penentuan Risiko Hiperbilirubinemia pada
Bayi Sehat Usia ≥36 Minggu dengan BB ≥2.000 Gram
atau Usia Kehamilan ≥35 Minggu dengan BB ≥2.500
Gram berdasarkan Jam Observasi Kadar Bilirubin
Serum ................................................................................... 766
66 Bagan Diagnosis Etiologi Neonatal Hiperbilirubinemia ......... 768
67 Diagram Alur Neonatus Sehat, Risiko, Sakit .......................... 777
68 Algoritme Evaluasi Neonatus dengan Gangguan
Metabolisme ......................................................................... 778
69 Algoritme ACCEPT untuk Rujukan Neonatus ......................... 782

xxv
70 Algoritme Penegakan Diagnosis Kejang ................................ 796
71 Algoritme Tatalaksana Kejang dan Status Epileptikus ........... 805
72 Patofisiologi Bronkiektasis .................................................... 921
73 Algoritme Tatalaksana CAP Menurut Usia ............................ 941
74 Algoritme Tatalaksana CAP Menurut Usia (Lanjutan) ........... 942
75 Alur Tatalaksana Hospital Acquired Pneumonia ................... 947
76 Algoritme Penatalaksanaan Empiema pada Anak ................. 955
77 Algoritme Diagnosis Tromboemboli Paru ............................. 968
78 Algoritme Tatalaksana Bayi Baru Lahir yang Terpapar TB ..... 981
79 Algoritme Tatalaksana Antituberculosis Drug-Induced
Hepatotoxicity (ADIH) ............................................................ 988
80 Pendekatan Stepwise Asma Anak Usia 0–4 Tahun
(berdasarkan Derajat Beratnya) ............................................ 1010
81 Manajemen Asma berdasarkan Kontrol pada
Anak Berusia di Bawah 5 Tahun ............................................ 1010
82 Algoritme Diagnosis dan Tatalaksana Asma Prasekolah ....... 1011
83 Pusat Osifikasi Primer pada Embrio ...................................... 1026
84 Pusat Osifikasi Primer pada Janin .......................................... 1027
85 Dugaan Perawakan Pendek (T/U <−2 SD) ............................. 1087
86 Bagan Tim Tumbuh Kembang FK Unpad/RSHS Bandung ...... 1088
87 Jadwal Imunisasi Anak Usia 0–18 Tahun Rekomendasi
IDAI Tahun 2014 .................................................................... 1093
88 The CRAFFT Screening Questions .......................................... 1107

xxv
Nutrisi & Penyakit Metabolik
Julistio T.B. Djais
Dida Akhmad Gurnida
Tisnasari Hafsah
KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)
Batasan
Suatu kondisi patologis yang diakibatkan kegagalan kronik dan
kumulatif terpenuhinya kebutuhan fisiologis energi dan protein.
Manifestasi klinis dipengaruhi berbagai faktor: usia, infeksi, kondisi
status gizi sebelumnya, serta jenis dan jumlah keterbatasan makanan
yang diterima
Klasifikasi
Penilaian status gizi anak balita menggunakan indeks antropometri
BB untuk TB atau BB untuk PB (BB/TB atau BB/PB) yang
merefleksikan proporsi tubuh dan sensitif menggambarkan ganggu-
an pertumbuhan akut. Selain itu, digunakan indeks antropometri
tinggi atau PB untuk usia (TB/U atau PB/U) yang merefleksikan
kondisi pertumbuhan linier dan menggambarkan gangguan tumbuh
jangka panjang. Standar yang digunakan untuk pembanding pada
anak balita adalah kurva WHO Child Growth Standard (WCGS) 2006.
Untuk menghindari tidak terdeteksinya KEP berat jenis kwashiorkor,
digunakan juga aspek klinis
Tabel 190 Klasifikasi Kurang Energi Protein
KEP Sedang KEP Berat
Edema simetris Tidak Ya
kwashiorkor
BB/TB −2 s.d. −3 SD <−3 SD
(Z-skor) (kurus) marasmus
(sangat kurus)
TB/U −2 s/d −3 SD <−3 SD
(Z-skor) (pendek) (sangat pendek)

Untuk anak >5 th, sebagai pembanding digunakan referensi kurva


pertumbuhan WHO 2007 dan menggunakan indeks antropometri
BMI untuk usia (BMI/U) sebagai pengganti BB/TB
Etiologi
Primer: kekurangan konsumsi karena tidak tersedia bahan makanan
Sekunder: kekurangan kalori-protein akibat penyakit (misal penyakit
infeksi, ginjal, hati, jantung, paru, dll.)
Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Asupan makanan, aktivitas, penyakit yang mendasari
Pemeriksaan Fisis
Klinis penyakit yang mendasari, tanda-tanda klinis defisiensi makro
dan mikronutrien, antropometri

851
Pemeriksaan Penunjang
Darah: Hb, leukosit, eritrosit, nilai absolut eritrosit, Ht, apus darah
tepi, albumin, protein total, ureum, kreatinin, kolesterol total, HDL,
trigliserida, Fe, TIBC, elektrolit, glukosa, dan biakan
Urin: rutin, kultur
Apus rektal untuk pemeriksaan parasit
Foto Rontgen toraks
Penyulit
Mudah terserang infeksi, sepsis
Diare
Hipotermia
Hipoglikemia
Anemia
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Terapi KEP III (KEP Berat)
Pada tatalaksana rawat inap KEP berat di rumah sakit terdapat
5 aspek penting yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Prinsip dasar pengobatan rutin KEP berat (10 langkah utama)
2. Pengobatan penyakit penyerta
3. Kegagalan pengobatan
4. Penderita pulang sebelum rehabilitasi tuntas
5. Tindakan pada kegawatan
Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit berupa 10 langkah
utama sebagai berikut:
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Obati/cegah infeksi
6. Koreksi defisiensi mikronutrien
7. Mulai pemberian makanan
8. Fasilitas tumbuh-kejar (catch up growth)
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut sesudah sembuh
Pengobatan terdiri atas 3 fase: stabilisasi, transisi, dan rehabilitasi.
Petugas kesehatan harus terampil memilih langkah mana yang cocok
untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita
kwashiorkor, marasmus, maupun marasmik-kwashiorkor. Bagan dan
jadwal pengobatan sebagai berikut (Tabel 191)

852
Tabel 191 Bagan dan Jadwal Pengobatan Kurang Energi Protein
Berat
Stabilisasi Transisi Rehabilitasi
Fase
Hr ke-1–2 Hr ke-2–7 Mgg ke-2 Mgg ke-3–7
Hipoglikemia
Hipotermia
Dehidrasi
Elektrolit
Infeksi
Pemberikan makanan
Tumbuh kejar/peningkatan
pemberian makanan
Mikronutrien Tanpa Fe Dengan Fe
Stimulasi
Tindak lanjut

Pengobatan Penyakit Penyerta


Pengobatan ditujukan pada penyakit yang sering menyertai KEP
berat yaitu:
Defisiensi vitamin A
Bila terdapat tanda defisiensi vit. A pada mata → vit. A pada
hr ke-1, 2, dan 14 p.o. dengan dosis:
Usia >1 th : 200.000 SI/kali
6–12 bl: 100.000 SI/kali
0−5 bl : 50.000 SI/kali
Bila terdapat ulserasi pada mata → tambahkan perawatan
lokal untuk mencegah prolaps lensa berupa:
Tetes mata kloramfenikol atau salep mata tetrasiklin setiap
2–3 jam selama 7–10 hr
Tetes mata atropin 1 tetes 3×/hr selama 3–5 hr
Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali
Dermatosis
Ditandai hipo/hiperpigmentasi, deskuamasi/kulit mengelupas,
lesi ulserasi eksudatif yang menyerupai luka bakar dan sering
disertai infeksi sekunder a.l. oleh kandida; umumnya terdapat
defisiensi Zn
Sesudah suplementasi Zn dan dermatosis membaik →
penyembuhan akan lebih cepat bila diberikan:
Kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KMnO4
(K-permanganat) 1% selama 10 mnt
Salep/krim (Zn dengan minyak kastor)
Usahakan daerah perineum tetap kering
Parasit/cacing
Mebendazol 100 mg p.o. 2x/hr selama 3 hr

853
Diare berlanjut
Diare biasa menyertai KEP berat, tetapi akan berkurang
dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati.
Intoleransi laktosa tidak jarang sebagai penyebab diare.
Diobati hanya bila diare berlanjut dan tidak ada perbaikan
keadaan umum
Berikan formula bebas/rendah laktosa
Metronidazol 7,5 mg/kgBB p.o. setiap 8 jam selama 7 hr
Sering kerusakan mukosa usus dan giardiasis merupakan
penyebab lain berlanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan
pemeriksaan feses mikroskopik
Tuberkulosis (TB)
Bila ada dugaan kuat menderita TB, lakukan tes tuberkulin/
Mantoux (sering kali anergi) dan foto Rontgen toraks
Bila (+) atau sangat mungkin TB → obati sesuai pedoman
pengobatan TB
Kegagalan Pengobatan
Tercermin pada angka kematian dan kenaikan BB
Perhatikan saat terjadi kematian
Dalam 24 jam pertama: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia,
sepsis yang terlambat atau tidak diatasi, atau proses rehidrasi
kurang tepat
Dalam 72 jam: periksa apakah volume formula terlalu banyak
atau pemilihan formula tidak tepat
Malam hr: kemungkinan hipotermia karena selimut kurang
memadai, tidak diberi makan, atau perubahan konsentrasi
formula terlalu cepat
Kenaikan BB tidak adekuat pada fase rehabilitasi
Penilaian kenaikan BB
Baik : >10 g/kgBB/hr
Sedang: 5–10 g/kgBB/hr
Kurang : <5 g/kgBB/hr
Penyebab kenaikan BB <5 g/kgBB/hr
Pemberian makanan tidak adekuat
Defisiensi nutrien tertentu
Infeksi yang tidak terdeteksi sehingga tidak diobati (HIV/AIDS)
Masalah psikologis
Penanganan Penderita Pulang Sebelum Rehabilitasi Tuntas
Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak siap dipulangkan bila BB/U
>80% atau BB/TB >90%. Anak KEP berat yang pulang sebelum
rehabilitasi tuntas, di rumah harus terus diberi makanan tinggi
energi (150 kkal/kgBB/hr) dan tinggi protein (4–6 g/kgBB/hr)
Beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein), min. 5 kali
sehari
Beri makanan selingan di antara makanan utama
Upayakan makanan selalu dihabiskan
Beri suplementasi vitamin dan mineral/elektrolit
ASI teruskan

854
Tindakan pada Kegawatan
Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat
dan sulit dibedakan secara klinis. Syok karena dehidrasi akan
membaik dengan cepat pada pemberian cairan i.v., sedangkan
syok sepsis tanpa dehidrasi tidak akan membaik. Hati-hati
terhadap overhidrasi
Pedoman pemberian cairan
Berikan cairan dekstrosa 5%: NaCl 0,9% (1:1) atau Ringer-
dekstrosa 5% (1:1) → 15 mL/kgBB dalam 1 jam pertama
Evaluasi sesudah 1 jam:
Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi, dan
pernapasan) dan status hidrasi → syok disebabkan dehidrasi.
Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam
berikutnya dengan cairan p.o. atau nasogastrik → cairan
rehydration solution for malnutrition (resomal) 10 mL/kgBB/jam
sampai 10 jam, selanjutnya beri formula khusus (F-75/
pengganti)
Bila tidak ada perbaikan klinis → anak menderita syok septik
→ berikan cairan rumatan 4 mL/kgBB/jam dan transfusi
darah 10 mL/kgBB perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian
mulai berikan formula (F-75/pengganti)
Anemia berat
Transfusi darah segar 10 mL/kgBB dalam 3 jam, bila
Hb <4 g/dL atau
Hb 4–6 g/dL disertai distres pernapasan
Bila terdapat tanda gagal jantung → packed red cells dengan
jumlah yang sama
Furosemid 1 mg/kgBB i.v. pada saat transfusi dimulai
Amati reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok)
Anak dengan distres pernapasan sesudah transfusi, Hb tetap
<4 g/dL atau 4–6 g/dL → jangan diulangi
Sepuluh Langkah Utama pada Tatalaksana KEP Berat
Langkah ke-1: Pengobatan/Pencegahan Hipoglikemia
Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersamaan
sebagai tanda terdapat infeksi. Periksa kadar gula darah bila
hipotermia (suhu ketiak <36 °C/suhu dubur <36 °C). Pemberian
makanan yang sering penting untuk mencegah kedua kondisi
tersebut
Bila hipoglikemia (kadar gula darah <54 mg/dL atau 3 mmol/dL),
berikan:
Bila anak sadar
Glukosa 10% atau larutan sukrosa 10% 50 mL bolus
(pemberian sekaligus) (1 sdt gula dalam 5 sdm air) p.o.
atau pipa nasogastrik (nasogastric tube/NGT)
Selanjutnya berikan larutan tersebut setiap 30 mnt selama
2 jam (setiap kali berikan ¼ bagian dari jatah untuk 2 jam)
Berikan antibiotik (lihat langkah 5)
Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam
(lihat langkah 6)
855
Bila anak tidak sadar
Glukosa 10% i.v. 5 mg/kgBB diikuti dengan glukosa atau
sukrosa 10% sebanyak 50 mL melalui NGT. Bila anak mulai
sadar segera berikan F75 (lihat langkah 6)
Pemantauan
Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula
darah dengan darah dari ujung jari atau tumit sesudah 2 jam
Sekali diobati kebanyakan anak akan stabil dalam 30 mnt
Bila gula darah ↓ lagi sampai <50 mg/dL, ulangi pemberian
50 mL (bolus) larutan glukosa 10% atau sukrosa dan teruskan
pemberian setiap 30 mnt sampai stabil
Ulangi pemeriksaan gula darah bila suhu aksila <36 °C dan
atau kesadaran ↓
Pencegahan
Mulai segera pemberian makanan setiap 2 jam (langkah 6)
sesudah dehidrasi dikoreksi
Selalu memberikan makanan sepanjang malam
Catatan
Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah
setiap anak KEP berat menderita hipoglikemia dan atasi
segera
Langkah ke-2: Pengobatan/Pencegahan Hipotermia
Bila suhu ketiak <36 °C
Periksa suhu rektal dengan menggunakan termometer suhu
rendah. Bila tidak tersedia termometer suhu rendah dan suhu
anak sangat rendah pada pemeriksaan dengan termometer
biasa, anggap anak menderita hipotermia
Bila suhu dubur <36 °C
Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan
rehidrasi bila perlu)
Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai
menutup kepala, letakkan dekat lampu atau pemanas (jangan
gunakan botol air panas) atau peluk anak di dada ibu, dan
selimuti
Berikan antibiotik (lihat langkah 5)
Pemantauan
Periksa suhu dubur setiap 2 jam sampai suhu mencapai
>36,5 °C, bila memakai pemanas ukur setiap 30 mnt
Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu,
terutama malam hr
Raba suhu anak
Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia
Pencegahan
Segera beri makan/formula khusus setiap 2 jam (lihat langkah 6)
Sepanjang malam selalu beri makan
Selalu selimuti dan hindari basah
Hindari paparan langsung dengan udara (mandi atau
pemeriksaan medis terlalu lama)

856
Langkah ke-3: Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi
Jangan menggunakan jalur i.v. untuk rehidrasi kecuali pada
keadaan syok/renjatan. Lakukan pemberian cairan infus dengan
hati-hati, tetesan perlahan-lahan untuk menghindari beban
sirkulasi dan jantung (lihat penanganan kegawatan)
Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyak
Na dan kurang K untuk penderita KEP berat. Sebagai pengganti,
berikan larutan garam khusus yaitu resomal atau penggantinya
(lihat lampiran tentang cairan resomal)
Tidak mudah untuk memperkirakan status dehidrasi pada KEP
berat dengan menggunakan tanda-tanda klinis saja. Jadi, anggap
semua anak KEP berat dengan diare encer mengalami dehidrasi
sehingga harus diberi:
Cairan resomal/pengganti sebanyak 5 mL/kgBB/30 mnt
selama 2 jam p.o. atau lewat NGT
Selanjutnya beri 5–10 mL/kgBB/jam untuk 4–10 jam
berikutnya; jumlah tepat yang harus diberikan bergantung
pada berapa banyak anak menginginkannya dan jumlah
kehilangan cairan melalui feses dan muntah
Ganti resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10
dengan formula khusus berjumlah sama, bila keadaan
rehidrasi menetap/stabil
Selanjutnya mulai beri formula khusus (langkah 6)
Selama pengobatan, pernapasan cepat dan nadi lemah akan
membaik, serta anak mulai BAK
Pemantauan
Penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap ½–1 jam
selama 2 jam pertama → setiap jam untuk 6–12 jam, dengan
memantau:
Denyut nadi
Pernapasan
Frekuensi BAK
Frekuensi diare/muntah
Air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun
besar yang berkurang, serta perbaikan turgor kulit
merupakan tanda rehidrasi sudah berlangsung, tetapi pada
KEP berat perubahan ini sering kali tidak terlihat walaupun
rehidrasi sudah tercapai. Pernapasan dan denyut nadi yang
cepat dan menetap selama rehidrasi menunjukkan infeksi
atau kelebihan cairan
Tanda kelebihan cairan: frekuensi pernapasan dan nadi ↑,
edema dan pembengkakan kelopak mata ↑. Bila terdapat
tanda-tanda tersebut, segera hentikan pemberian cairan dan
nilai kembali sesudah 1 jam
Pencegahan
Bila diare encer berlanjut → teruskan pemberian formula
khusus (langkah 6)
Ganti cairan yang hilang dengan resomal/pengganti (jumlah
lebih kurang sama). Sebagai pedoman, berikan resomal/
pengganti sebanyak 50–100 mL setiap kali BAB cair
Bila masih mendapat ASI teruskan
857
Langkah ke-4: Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Pada semua KEP berat terjadi kelebihan Na tubuh, walaupun
kadar Na plasma rendah
Defisiensi K dan Mg sering terjadi dan paling sedikit perlu 2 mgg
untuk pemulihan
Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan dalam edema.
Jangan obati edema dengan pemberian diuretikum, berikan:
K 2–4 mEq/kgBB/hr (150–300 mg KCl/kgBB/hr)
Mg 0,3–0,6 mEq/kgBB/hr (7,5–15 mg MgCl2/kgBB/hr)
Untuk rehidrasi, beri cairan rendah Na (resomal/pengganti)
Siapkan makanan tanpa diberi garam
Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk larutan yang
ditambahkan langsung dalam makanan. Penambahan 20 mL
larutan pada 1 L formula dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg
(lihat cara pembuatan larutan)
Langkah ke-5: Pengobatan dan Pencegahan Infeksi
Pada KEP berat, tanda yang biasanya menunjukkan infeksi
seperti demam sering kali tidak tampak, sehingga pada semua
KEP berat diberikan secara rutin:
Antibiotik spektrum luas
Vaksinasi campak bila usia anak >6 bl dan belum pernah
diimunisasi, bila keadaan anak sudah memungkinkan (paling
lambat sebelum anak dipulangkan)
Ulangi pemberian vaksin sesudah keadaan gizi anak membaik
Beberapa ahli memberikan metronidazol (7,5 mg/kgBB setiap
8 jam selama 7 hr) sebagai tambahan pada antibiotik
spektrum luas untuk mempercepat perbaikan mukosa usus
dan mengurangi risiko kerusakan oksidatif dan infeksi
sistemik akibat pertumbuhan bakteri anaerob dalam usus
halus
Pilihan antibiotik spektrum luas
Bila tanpa penyulit
Kotrimoksazol 5 mL suspensi pediatri p.o. 2×/hr selama
5 hr (2,5 mL bila BB <4 kg)
Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada penyulit
(hipoglikemia, hipotermia, infeksi kulit, saluran respiratori
atau kemih), berikan:
Ampisilin 50 mg/kgBB i.m./i.v. setiap 6 jam selama 2 hr,
kemudian p.o. amoksisilin 15 mg/kgBB setiap 8 jam selama
5 hr
Bila amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin 50 mg/kgBB
setiap 6 jam p.o. dan
Gentamisin 7,5 mg/kgBB/hr i.m./i.v. selama 7 hr
Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis,
tambahkan kloramfenikol 25 mg/kg/BB i.m./i.v. setiap
6 jam selama 5 hr
Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan
antibiotik spesifik yang sesuai. Tambahkan obat anti-
malaria bila pemeriksaan darah untuk malaria (+)

858
Bila anoreksia menetap sesudah 5 hr pengobatan
antibiotik, lengkapi pemberian hingga 10 hr. Bila masih
tetap ada, nilai kembali keadaan anak secara lengkap,
termasuk lokasi infeksi, kemungkinan terdapat organisme
yang resisten, serta apakah vitamin dan mineral sudah
diberikan dengan benar
Langkah ke-6: Koreksi Defisiensi Mikronutrien
Semua KEP berat menderita kekurangan vitamin dan mineral
Walaupun anemia biasa dijumpai, jangan terburu-buru
memberikan preparat besi (Fe), tetapi tunggu sampai anak mau
makan dan BB-nya mulai ↑ (biasanya sesudah mgg ke-2).
Pemberian besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan
infeksinya
Berikan setiap hr:
Multivitamin
Asam folat 1 mg/hr (5 mg pada hr pertama)
Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hr
Tembaga (Cu) 0,2 mg/kgBB/hr
Bila BB mulai ↑: Fe 3 mg/kgBB/hr atau sulfas ferosus 10
mg/kgBB/hr
Vitamin A oral pada hr ke-1
Anak >1 th : 200.000 SI
6–12 bl: 100.000 SI
0–5 bl : 50.000 SI (jangan berikan bila sebelumnya
anak sudah pasti mendapat vit. A)
Langkah ke-7: Mulai Pemberian Makanan
Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat hati-
hati karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas
homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus dimulai
segera sesudah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa
sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi
metabolisme basal
Formula khusus seperti F WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal
pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat
mencapai prinsip tersebut di atas
Berikan formula dengan cangkir/gelas. Bila anak terlalu lemah,
berikan dengan sendok/pipet
Pada anak dengan selera makan baik tanpa edema, jadwal
pemberian makanan pada fase stabilisasi dapat diselesaikan
dalam 2–3 hr (1 hr/tahap). Bila masukan makanan <80
kkal/kgBB/hr, berikan sisa formula nasogastrik. Jangan mem-
berikan makanan >100 kkal/kgBB/hr pada fase stabilisasi ini
Pantau dan catat:
Jumlah yang diberikan dan sisanya
Muntah
Frekuensi BAB dan konsistensi feses
BB harian
Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan ↓ dan BB mulai
↑. Tetapi pada penderita dengan edema, BB akan ↓ dulu
859
bersamaan dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB
mulai ↑. Bila diare berlanjut atau memburuk (walaupun
pemberian nutrisi sudah berhati-hati) → lihat bab diare persisten
Langkah ke-8: Perhatikan Tumbuh Kejar
Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara
gencar agar tercapai masukan makanan yang tinggi dan
pertambahan BB >10 g/kgBB/hr. Awal fase rehabilitasi ditandai
dengan kemunculan selera makan, biasanya 1–2 mgg sesudah
dirawat
Transisi secara perlahan dianjurkan untuk menghindari risiko
gagal jantung yang dapat terjadi bila anak mengonsumsi
makanan dalam jumlah banyak secara mendadak
Pada periode transisi dianjurkan untuk merubah secara
perlahan-lahan dari formula khusus awal ke formula khusus
lanjutan
Ganti formula khusus awal (energi 75 kkal dan protein
0,9–1,0 g/100 mL) dengan formula khusus lanjutan (energi
100 kkal dan protein 2,9 g/100 mL) dalam jangka waktu 48
jam
Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan
dengan kandungan energi dan protein yang sama
Kemudian naikkan dengan 10 mL/kali sampai hanya sedikit
formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30
mL/kgBB/kali (= 200 mL/kgBB/hr)
Pemantauan pada masa transisi
Frekuensi napas
Frekuensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak napas >5×/mnt dan denyut nadi
>25×/mnt dalam pemantauan setiap 4 jam berturut-turut,
kurangi volume pemberian formula
Sesudah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di
atas
Sesudah periode transisi dilampaui, anak diberi:
Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering
Energi: 150–220 kkal/kgBB/hr
Protein 4–6 g/kgBB/hr
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi berikan juga
formula, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi
untuk tumbuh kejar
Pemantauan sesudah periode transisi
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan BB
Timbang anak setiap pagi sebelum anak diberi makan
Setiap mgg, kenaikan BB dihitung (g/kgBB/hr)
Bila kenaikan BB:
Kurang (<5 g/kgBB/hr) → reevaluasi menyeluruh
Sedang (5–10 g/kgBB/hr) → evaluasi apakah masukan
makanan mencapai target atau apakah infeksi sudah dapat
diatasi

860
Langkah ke-9: Berikan Stimulasi Sensorik dan Dukungan Emosional
Pada KEP berat, terjadi keterlambatan perkembangan mental
dan perilaku, berikan:
Kasih sayang
Lingkungan yang ceria
Terapi bermain terstruktur selama 15–30 mnt/hr
Aktivitas fisik segera sesudah sembuh
Keterlibatan ibu (memberikan makan, memandikan, bermain,
dsb.)
Langkah ke-10: Tindak Lanjut di Rumah
Bila BB anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat dikatakan anak
sembuh
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap
dilanjutkan di rumah sesudah penderita dipulangkan
Peragakan kepada orangtua:
Pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan
nutrien yang padat
Terapi bermain terstruktur
Sarankan
Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur
Pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster)
Pemberian vit. A setiap 6 bl
Tatalaksana Diet pada Balita KEP Berat
Tatalaksana diet pada balita KEP berat ditujukan untuk memberi-
kan makanan tinggi energi, protein, dan cukup vitamin mineral
secara bertahap, guna mencapai status gizi optimal
Ada 4 kegiatan penting dalam tatalaksana diet, yaitu pemberian
diet, pemantauan dan evaluasi, penyuluhan gizi, serta tindak lanjut
Pemberian Diet
Pemberian diet pada KEP berat harus memenuhi syarat sbb.:
Melalui 3 fase yaitu fase stabilisasi, transisi, dan rehabilitasi
Kebutuhan energi 100–200 kal/kgBB/hr
Kebutuhan protein 1–6 g/kgBB/hr
Pemberian suplementasi vitamin dan mineral bila ada
defisiensi atau pemberian bahan makanan sumber mineral
tertentu sbb.:
Sumber Zn : daging sapi, hati, makanan laut, kacang
tanah, telur ayam
Sumber Cu : tiram, daging, hati
Sumber Mn: beras, kacang tanah, kedelai
Sumber Mg : daun seledri, bubuk coklat, kacang-kacangan,
bayam
Sumber K : jus tomat, pisang, kacang-kacangan, kentang,
apel, alpukat, bayam, daging tanpa lemak
Jumlah cairan: 150–200 mL/kgBB/hr, bila edema dikurangi
Cara pemberian: p.o. atau lewat NGT
Porsi makanan kecil dan frekuensi sering

861
Makanan fase stabilisasi harus hipoosmolar, rendah laktosa,
dan rendah serat (lihat Tabel 192)
Terus memberikan ASI
Jenis makanan → berdasarkan BB
BB <7 kg diberikan kembali makanan bayi
BB >7 kg dapat langsung diberikan makanan anak secara
bertahap (lihat tabel tentang fase pemberian diet dan cairan)
Mempertimbangkan hasil anamnesis riwayat gizi (lihat
lampiran tentang catatan pola makan)
Evaluasi dan Pemantauan Pemberian Diet
BB sekali seminggu
Bila tidak ↑, kaji penyebab a.l.: masukan zat gizi tidak
adekuat, defisiensi zat gizi tertentu, misalnya iodium, ada
infeksi, dan ada masalah psikologis
Pemeriksaan laboratorium: Hb, gula darah, feses (ada cacing),
dan urin
Masukan zat gizi: bila kurang → modifikasi diet sesuai selera
Kejadian diare: gunakan formula rendah atau bebas laktosa dan
hipoosmolar, misal susu rendah laktosa, tempe,
dan tepung-tepungan
Kejadian hipoglikemia: beri minum air gula atau makan per 2 jam
Penyuluhan Gizi di Rumah Sakit
Menggunakan leaflet khusus yang berisi: jumlah, jenis, dan
frekuensi pemberian bahan makanan
Selalu memberikan contoh menu
Mempromosikan ASI
Memerhatikan riwayat gizi
Mempertimbangkan sosioekonomi keluarga
Memberikan demonstrasi/praktik memasak makanan balita
untuk ibu
Tindak Lanjut
Merujuk ke Puskesmas
Merencanakan dan mengikuti kunjungan rumah
Merencanakan pemberdayaan keluarga

862
Tabel 192 Formula WHO dan Modifikasi

Bahan Per F75 F100 F135


1.000 mL
Formula WHO
Susu skim bubuk g 25 85 90
Gula pasir g 100 50 65
Minyak kelapa/kacang g 30 60 75
Larutan elektrolit mL 20 20 27
Tambahan air sampai mL 1000 1000 1000
dengan
Nilai gizi per 100 mL
Energi Kalori 75 100 135
Protein g 0,9 2,9 3,3
Laktosa g 1,3 4,2 4,8
K mmol 3,6 5,9 6,3
Na mmol 0,6 1,9 2,2
Mg mmol 0,43 0,73 0,8
Zn mg 2,0 2,3 3,0
Cu mg 0,25 0,25 0,34
% energi protein - 5 12 10
% energi lemak - 36 53 57
Osmolalitas mosm/L 413 419 508
Modifikasi Formula WHO Modifikasi Modifikasi Modifikasi
F75 F100 F135
Susu full cream g 35 110 25
Gula pasir g 100 50 75
Tepung beras/tapioka g - - 50
Tepung tempe g - - 150
Minyak kelapa/kacang g 20 30 60
Larutan elektrolit mL 20 20 27
Nilai gizi per 100 mL
Energi kal 75 109,8 132,8
Protein g 0,9 3,0 3,8
Laktosa g 1,3 5,2 1,3
% energi protein - 5 12 11
% energi lemak - 36 53 48
Osmolalitas mosm/L 413 419 508
Keterangan:
Fase stabilisasi diberikan formula WHO F75 atau modifikasi
Fase transisi diberikan formula WHO F75 sampai F100 atau modifikasi
Fase rehabilitasi diberikan secara bertahap dimulai dari pemberian formula
WHO F135 sampai makanan biasa

863
Cairan Resomal
Terdiri atas:
Air 2L
Bubuk WHO-ORH untuk 1 L (*) 1 pak
Gula pasir 50 g
Larutan elektrolit/mineral (**) 40 g
Setiap 1 L cairan resomal mengandung Na 45 mEq, K 40 mEq, dan Mg
1,5 mEq
(*) Bubur WHO-ORS untuk 1 L mengandung NaCl 3,5 g, trisodium
citrat dihidrat 2,9 g, KCl 1,5 g, dan glukosa 20 g
(**) Larutan elektrolit mineral terdiri atas:
KCl 224 g
Tripottassium citrat 81 g
MgCl2 6H20 76 g
Zn asetat 2H20 8,2 g
CuSO4 5H20 1,4 g
Air sampai larutan menjadi 2.500 mL
Bila tidak memungkinkan untuk membuat larutan elektrolit/mineral
seperti di atas, sebagai alternatif atau pengganti resomal dapat
dibuat larutan sbb.:
Air 2L
Bubuk WHO-ORS untuk 1 L (*) 1 pak
Gula pasir 50 g
Bubuk KCl 4g
Atau bila sudah ada WHO-ORS yang siap pakai (sudah dilarutkan),
dapat dibuat larutan pengganti sbb.:
Larutan WHO-ORS 1L
Air 1L
Gula pasir 50 g
Bubuk HCl 4g
Oleh karena larutan pengganti tidak mengandung Mg, Zn, dan Cu,
maka berikan makanan yang merupakan sumber mineral tersebut.
Dapat pula diberikan MgSO4 50% i.m. 1× dengan dosis 0,3 mL/kgBB
(maks. 2 mL)
Bibliografi
1. Bahwere P. Community-based theurapeutic care. A field manual.
Oxford: Valid International; 2006.
2. Black RE, Allen LH, Bhutta ZA, Caulfield LE, de Onis M, Ezzati M,
dkk. Maternal child undernutrition: global and regional
exposures and health consequences. Lancet. 2008;371(9608):
243–60.
3. Briend A, Prudhon C, Prinzo ZW, Daelmans BM, Mason JB.
Putting the management of severe malnutrition back on the
international health agenda. Food Nutr Bull. 2006;27(3 suppl):3–
6.

864
4. Collins S. Treating severe acute malnutrition seriously. Arch Dis
Child. 2007;92:453–61.
5. Golden MH. Proposed recommended nutrient densities for
moderately malnourished children. Food Nutr Bull. 2009;30(3
Suppl):267–342.
6. World Health Organization. WHO child growth standards and the
identification of severe acute malnutrition in infants and
children. Geneva: WHO and the Unicef; 2009.
7. World Health Organization. Working together for health.
Geneva: WHO; 2006.

865
PERHITUNGAN ENERGI DAN PROTEIN
UNTUK KEJAR TUMBUH DAN UNTUK
ANAK SAKIT BERAT

Tabel 193 Kebutuhan Energi dan Protein Anak Sehat & Gizi Baik
EER (Estimated Energy Requirements)
Usia (Bulan) EER (kkal/hr)
0–3 (89 × BB (kg)) + 75
4–6 (89 × BB (kg)) − 44
7–12 (89 × BB (kg)) − 78
13–36 (89 × BB (kg)) − 80

Tabel 194 EER untuk Anak Usia 3–18 Tahun


Usia
(Tahun) EER (kkal/hr)
3–8 L 108,5 − 61,9 × usia (th) + PA × {26,7 × BB (kg) + 903 × tinggi (m)}
P 155,3 − 30,8 × usia (th) + PA × {10,0 × BB (kg) + 934 × tinggi (m)}
9–18 L 113,5 − 61,9 × usia (th) + PA × {26,7 × BB (kg) + 903 × tinggi (m)}
P 160,3 − 30,8 × usia (th) + PA × {10,0 × BB (kg) + 934 × tinggi (m)}

Tabel 195 Physical Activity Coefficient’s (PA) Anak Usia 3–18 Tahun
PA
Physical Activity Level (PAL)
Laki-laki Perempuan
Ringan (sedentary) 1,00 1,00
Aktivitas rendah 1,13 1,16
Aktif 1,26 1,31
Sangat aktif 1,42 1,56

Tabel 196 RDA Kebutuhan Protein


Kelompok Usia Kebutuhan
Bayi 1,5 g/kgBB/hr
1–3 th 1,1 g/kgBB/hr
4–13 th 0,95 g/kgBB/hr
14–18 th 0,85 g/kgBB/hr
Dewasa 0,8 g/kgBB/hr

866
Estimasi Kebutuhan Energi untuk Kejar Tumbuh
EER dihitung menggunakan EER untuk height-age dan disesuaikan
dengan BB ideal untuk berat terhadap tinggi. Height-age adalah usia
yang disesuaikan dengan usia, sedangkan tinggi berada pada median
dari kurva tinggi untuk usia dari referensi

EER untuk height-age × berat ideal untuk tinggi (kg)


Energi (kkal/hr) =
Berat aktual (kg)

Protein sesuai RDA untuk height-age × berat ideal


untuk tinggi (kg)
Protein (g/hr) =
Berat aktual (kg)

Kebutuhan Kalori pada Anak dengan Penyakit Akut


Untuk 2–3 hr pertama tidak perlu dikhawatirkan kekurangan
masukan kalori
Kebutuhan kalori ↑ 10% untuk setiap kenaikan 1 °C
Anak sakit berat atau pascaoperasi perlu penambahan kalori
sebanyak 20–30%
Kebutuhan protein dinaikkan sampai 3× kebutuhan baku pada
keadaan metabolisme jaringan berlebihan
Vitamin dan mineral diberikan setiap hr sesuai kebutuhan
Untuk anak sakit akut, rumus prediksi pengeluaran energi saat
istirahat/resting energy expenditure (REE) dapat digunakan. WHO
dan Schofield sudah mengembangkan rumus prediksi REE untuk
penderita anak yang dirawat di rumah sakit. Nilai REE tersebut
kemudian dikalikan dengan faktor stres untuk menghitung
perubahan kebutuhan energi akibat kondisi klinis overfeeding. Pada
anak sakit kritis harus dihindarkan karena kemungkinan terdapat
penyulit pulmonal dan hepatik

Tabel 197 Rumus WHO untuk Memperkirakan REE


Usia (Tahun) REE (kkal/hr)
0–3 L {60,9 × BB (kg)} − 54
P {61,0 × BB (kg)} − 51
3–10 L {22,7 × BB (kg)} + 495
P {222,5 × BB (kg)} + 499
10−8 L {17,5 × BB (kg)} + 651
P {12,2 × BB (kg)} + 746

867
Tabel 198 Faktor Stres untuk Setiap Tipe Stres
Tipe Stres Faktor Stres
Starvasi 0,7–0,8
Operasi 1,05–1,5
Sepsis 1,2–1,6
Trauma kepala 1,3
Trauma 1,1–1,8
Gagal tumbuh 1,5–2,0
Luka bakar 1,5–2,5

868
RAWAT GABUNG
Syarat utama rawat gabung penuh: bayi yang kuat menghisap dan ibu
yang tidak sakit berat sedangkan pelaksanaannya bergantung pada
kondisi dan situasi rumah sakit setempat
Rawat gabung parsial dapat dilakukan pada bayi yang memerlukan
observasi atau pengawasan seperti BBLR, bayi lahir dengan tindakan,
dll.
Kebutuhan minimum untuk sarana pelaksanaan rawat gabung yang
ideal tercantum pada pelaksanaan rawat gabung di rumah sakit
Rawat gabung dapat dilakukan sesuai dengan tujuannya, hal-hal yang
dilakukan berkenaan dengan pelaksanaan rawat gabung sbb.
Di Unit Rawat Jalan Kebidanan
Melaksanakan komunikasi informasi edukasi (KIE) dengan pesan
antara lain tentang manfaat ASI dan rawat gabung
Melaksanakan KIE dengan pesan antara lain tentang perawatan
payudara dan makanan ibu hamil
Melaksanakan KIE tentang KB, imunisasi, dan kebersihan
Mengatasi masalah pada payudara ibu, kalau perlu dirujuk ke klinik
laktasi
Menyelenggarakan senam hamil
Di Ruang Bersalin
Segera sesudah bayi dilahirkan, bayi dibawa kepada ibunya
diletakkan di atas dada ibu skin to skin contact dan dibiarkan selama
1–1 ½ jam (inisiasi menyusu dini (IMD). Bayi dibiarkan bergerak
mencari dan menghisap payudara ibu
Bila ibu melahirkan dengan cara operasi, IMD tetap dapat dilakukan
pada operasi dengan pembiusan spinal. Untuk ibu yang mendapat
narkose umum, bayi disusukan sesudah ibu sadar
Di Ruang Rawat Gabung
Bayi diletakkan dekat ibu
Paramedis di ruang rawat gabung, harus mengawasi agar bayi
disusukan minimal 8 kali dalam 24 jam tanpa dilakukan penjadwalan
(sesuai keinginan dan kebutuhan bayi on demand feeding). Setiap kali
menyusukan, bayi harus mendapatkan susu dari kedua payudara
secara bergantian
Pada hari ke-1 bayi tidak boleh diberi prelacteal feeding (larutan gula,
madu, air putih). Bayi harus segera mendapatkan ASI dari ibu, bila
pada hari berikutnya ASI belum keluar dan bayi rewel, boleh diberi
minum namun harus diberikan dengan sendok. Bila bayi tidak rewel
tetap diberikan ASI saja
Memberi KIE tentang perawatan payudara/tali pusat, cara
mempertahankan/memperbanyak produksi ASI, cara memberi ASI
pada ibu bekerja, makanan ibu menyusui, KB, cara memandikan bayi,
imunisasi, dan penanggulangan diare
Memotivasi ibu pada saat pulang dari rumah sakit tentang manfaat
klinik laktasi

869
Di Klinik Laktasi
Tempat konsultasi, dilakukan kegiatan:
Memantau kesehatan ibu nifas dan bayi
Memberi KIE dengan pesan gizi ibu, mengatasi kesulitan proses
laktasi, dan menjaga kelangsungan proses menyusui
Melakukan demonstrasi perawatan bayi
Peran Dokter dalam Rawat Gabung
Menggariskan kebijaksanaan dan tata tertib rawat gabung
Melaksanakan perawatan ibu dan anak
Merencanakan, melaksanakan, dan menilai kegiatan KIE kepada ibu
dan keluarganya tentang laktasi dan gizi ibu
Peran Paramedis dalam Rawat Gabung
Pada rawat gabung ibu dapat berperan sbb:
Mempraktikkan hal yang diajarkan petugas kesehatan, misalnya
tentang merawat payudara, menyusui bayi, merawat tali pusat, dll.
Mengamati hal yang tidak dapat (kelainan) yang terjadi pada bayi
atau pada dirinya dan melaporkan pada petugas
Persyaratan Rawat Gabung yang Ideal
Bayi
Ditempatkan dalam boks tersendiri dekat tempat tidur ibu
sehingga mudah dijangkau dan dilihat oleh ibu
Bila tidak terdapat tempat tidur bayi, bayi boleh diletakkan di
tempat tidur ibu
Agar mengurangi bahaya bayi jatuh dari tempat tidur, sebaiknya
dua tempat tidur ibu didekatkan
Tesedianya pakaian bayi
Ibu
Tempat tidur ibu diusahakan rendah untuk memudahkan
naik/turun
Tersedia perlengkapan nifas
Ruangan
Ukuran ruang untuk satu tempat tidur 1,5 x 3 m2
Ruang unit ibu/bayi yang masih memerlukan perawatan harus
dekat dengan ruang petugas
Sarana
Lemari pakaian (ibu dan anak)
Tempat mandi bayi dan perlengkapannya
Tempat cuci tangan ibu (air mengalir)
Setiap ruangan mempunyai kamar mandi tersendiri bagi ibu
Sarana penghubung (bel/intercom)
Petunjuk/sarana perawatan payudara, perawatan bayi, makanan
ibu menyusui, dan nifas dengan bahasa yang sederhana (buku
pintar)
Perlengkapan perawatan bayi
Petugas
Satu orang petugas untuk 6 pasang ibu dan bayi
Mempunyai kemampuan dan keterampilan pelaksanaan rawat
gabung
870
Lain-lain
Perlengkapan lain sesuai dengan kelas perawatan rumah sakit
pendidikan
Tersedianya sarana audiovisual mengenai hal yang berkaitan
dengan rawat gabung
Tersedianya buku yang berkaitan dengan perawatan ibu hamil,
melahirkan, nifas, menyusui dan perawatan bayi, gizi ibu dan bayi,
imunisasi
Sistem pencatatan dan pelaporan
Catatan medis diperlukan untuk mencatat keadaan bayi dan ibu
setiap hari
Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui
Setiap fasilitas yang menyediakan pelayanan persalinan dan perawat-
an BBL seyogyanya
1. Mempunyai kebijakan tertulis tentang menyusui yang secara
rutin
2. Melatih semua staf pelayanan kesehatan dengan keterampilan
yang diperlukan untuk menerapkan dan melaksanakan
kebijaksanaan tersebut
3. Menjelaskan kepada seluruh ibu hamil tentang manfaat dan
penatalaksanaan menyusui
4. Membantu ibu untuk mulai menyusui bayinya dalam waktu ½
jam sesudah melahirkan
5. Memperlihatkan kepada ibu bagaimana cara menyusui dan cara
mempertahankan pelaksanaannya sekalipun pada saat ibu harus
berpisah dengan bayinya
6. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI
kepada bayi baru lahir, kecuali bila ada indikasi medis
7. Melaksanakan/memungkinkan/mengizinkan rawat gabung ibu
dan anak untuk selalu bersama selama 24 jam
8. Mendukung ibu agar memberi ASI sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan bayi on demand
9. Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang sedang
menyusu
10. Membentuk kelompok pendukung menyusui dan menganjurkan
ibu yang pulang dari rumah sakit atau klinik untuk selalu
berhubungan kelompok tersebut

871
Nasihat untuk Ibu
Tabel 199 Pemecahan Masalah yang Paling Sering Dijumpai
Masalah : Puting susu yang tertarik ke dalam, mengerut, dan datar
Penyebab : Invaginasi lekukan payudara yang persisten/menetap
sekunder terhadap proses patologis intra mammae
(jarang, misalnya duktus ektasi, papiloma intraduktal)
Perawatan : Hoffman’s exercises, yaitu kedua ibu jari mengurut
puting susu secara sentrifugal
Memompa payudara
Memakai penarik puting susu dari plastik (alat khusus)
Perawatan payudara
Masalah : Puting susu yang sakit, pecah-pecah ataupun lecet
Penyebab : Teknik dan posisi menyusui yang salah
Bendungan
Iritasi oleh bahan seperti sabun, lotion, dll.
Monilia/jamur
Bayi dengan frenulum pendek (jarang)
Perawatan : Posisi menyusui yang tepat
Cegahlah bendungan dengan lebih sering menyusui
Jangan ditutup dan biarkan kering di udara
Salep lanolin atau minyak vitamin E
Pemberian nistatin bila ada indikasi
Rangsanglah bayi sebelum menyusui agar refleks
letdown sempurna
Mulailah setiap kali menyusui pada payudara yang
paling sedikit terkena
Pemakaian analgetik ringan
Memakai penutup puting susu dari plastik
Terakhir (bila sakit sekali) berhenti menyusui untuk
24–36 jam, tapi ASI harus diperas keluar untuk tidak
mengganggu produksi
Masalah : Bendungan
Penyebab : Pengeluaran ASI yang kurang (tidak adekuat) atau
kurang sering menyusui
Perawatan : Kompres dengan air hangat atau disiram air hangat
Diurut dan diperas atau dipompa untuk mengurangi
bendungan alveolar
Lebih sering menyusui
Memakai analgetik yang ringan

Bibliografi
1. Butte NF, Lopez-Alarcon MG, Garza C. Nutrient adequacy of
exclusive breastfeeding for term infant during the first six
months of life. Geneva: WHO; 2002.
2. Cattaneo A. Promoting breastfeeding in the community. BMJ;
2009 Jan:338:a2625.

872
3. Edmond KM, Zandoh C, Quigley MA, Amenga-Etego S, Owusu-
Agyei S, Kirkwood BR. Delayed breastfeeding initiation increases
risk of neonatal mortality. Pediatrics. 2006;117:380–6.
4. Victoria CG. Nutrition in ealy life: a global priority. Lancet. 2009;
374:1123−5.
5. Weight NE. Management of common breastfeeding issues.
Pediatr Clin North Am. 2001;48:273–98.
6. World Health Organization. Breast crawl: initiation of
breastfeeding by breast crawl. Geneva: WHO; 2007.

873
DEFISIENSI VITAMIN A (XEROFTALMIA)
Batasan
Berbagai macam manifestasi akibat defisiensi vitamin A, khususnya
kelainan pada mata (xeroftalmia)

Klasifikasi
Klasifikasi xeroftalmia menurut WHO
XN : rabun senja
XIA : xerosis konjungtiva
XIB : bercak bitot
X2 : xerosis kornea
X3A: ulkus kornea/keratomalasia <⅓ permukaan kornea
X3B : ulkus kornea/keratomalasia >⅓ permukaan kornea
XS : jaringan parut pada kornea-XF: xeroftalmia fundus
Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Berkurangnya penglihatan di waktu senja (rabun senja)
Mata bersisik, silau, keluar cairan, dan sakit mata
Pemeriksaan Fisis
Kelainan kulit berupa hiperkeratosis folikuralis (biasanya pada
bagian lateral lengan, tungkai bawah, dan bokong)
Gejala Lain
Malabsorpsi lemak, diare menahun, dan penyakit hati menahun
Pemeriksaan Penunjang
Kadar normal vit. A 20–60 μg/dL, bila kadarnya <20 μg/dL maka
disebut defisiensi vit. A
Terapi
Usia >1 th
Hari ke-1: vit. A 200.000 SI p.o.
Hari ke-2: vit. A 200.000 SI p.o.
Saat dipulangkan: vit. A 200.000 SI p.o.
Usia <1 th → ½ dosis di atas
Konsultasi
Bagian Mata, untuk kasus X2 dan seterusnya
Bagian Kulit (bila perlu)
Bibliografi
1. Benn CS, Martins C, Rodrigues A. Randomized study of effect of
different doses of vitamin A on childhood morbidity and
mortality. BMJ. 2005;331:1428–30.
2. Erhardt J. Biochemical methods for the measurement of vitamin
A deficiency disorders (VADD). Sight Life. 2003;2:5–7.

874
3. Gropper SS, Smith JL, Groff JL. Advanced nutrition and human
metabolism. Edisi ke-4. Belmont: Thomson Wadsworth; 2005.
4. Labadarios D, Randal P. Presentation highlights: vitamin A and
the common agenda for micronutrients. XXII IVACG meeting, 15–
17 November 2004. Lima, Peru. Sight Life. 2005;1:9–17.
5. Sommer A, West Jr KP. Treatment of vitamin A deficiency and
xerophthalmia. Vitamin A deficiency: health survival and vision.
New York: Oxford University Press; 1996.
6. Zile M. Vitamin A deficiencies and excess. Dalam: Kliegman RM,
Stanton BF, St. Geme III JW, Schor NF, Behrman RE, penyunting.
Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Saunders
Elsievier; 2011. hlm. 728–37.

875
PHENYLKETONURIA (PKU)
Batasan
Peningkatan kadar fenilalanin plasma >20 mg/dL akibat defisiensi
enzim phenilalanine hydroxylase (PAH)

Etiologi
Mutasi pada gen PAH yang menyebabkan defisiensi enzim PAH
Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Muntah, gangguan kognitif, gangguan perkembangan dan perilaku,
gangguan pertumbuhan, kejang, serta kaku
Pemeriksaan Fisis
Normal saat lahir
Gangguan kognitif dan perilaku autistik
Gerakan tangan tak bertujuan
Atetosis
Bau khas asam fenilasetil seperti bau tikus
Gejala neurologis: kejang, spastis, hiperrefleks, tremor
Mikrosefal
Maksila menonjol
Celah antargigi melebar
Hipoplasia enamel
Gangguan pertumbuhan
Pemeriksaan Penunjang
Skrining pada bayi baru lahir: kartu kertas filter
Plasma: fenilalanin ↑, {rosin normal sampai ↓
Phenyilketon pada urin
Diagnosis Banding
Defisiensi kofaktor BH4
Terapi
Diet restriksi fenilalanin (kadar fenilalanin plasma dipertahankan 2–6
mg/dL)
Suplementasi asam amino esensial + trace element (rekomendasi
berbeda tiap negara)
Suplementasi BH4 sudah diteliti sebagai terapi potensial pada PKU
ringan
Penyulit
Gangguan kognitif, neurologis, pertumbuhan, dan perkembangan
Prognosis
Terapi segera dan efisien: perkembangan dan intelegensi normal
Tanpa terapi: kerusakan otak berat dengan mental retardasi, kejang
dan spatisitas

876
Bibliografi
1. Blau N, Blanger-Quintana A, Demirkol M. Management of
phenylketonuria in Europe: survey results from 19 countries. Mol
Genet Metab. 2010;99:109–15.
2. Blau N. Defining tetrahydrobiopterin (BH4)-responsiveness in
PKU. J Inherit Metab Dis. 2008;31:2–3.
3. Blau Van, Spronsen FJ, Levy HL. Phenylketonuria. Lancet. 2010;
376:1417–27.
4. Blau N, Blanger-Quintana A, Demirkol M. Optimizing the use of
sapropterin (BH4) in the management of phenylketonuria. Mol
Genet Metab. 2009;96:158–63.
5. Clarke JTR. A clinical guide to inherited metabolic diseases. Edisi
ke-2. New York: University of Cambridge; 2004.
6. Feillet F, Van Spronsen FJ, MacDonald A. Challenges and pitfalls
in the management of phenylketonuria. Pediatrics. 2010;126:
333–41.
7. Rezvani I, Melvin JJ. Defects in metabolism of amino acids.
Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, St. Geme III JW, Schor NF,
Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi
ke-19. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011. hlm. 1448–53.
8. Zschocke J, Hoffman GF. Vedemecum metabolicum: manual of
metabolic paediatrics. Edisi ke-2. Leck: Clausen and Bosse GmbH;
2004.

877
HIPERKOLESTEROLEMIA FAMILIAL
Batasan
Kelainan autosomal monogenik kodominan, disebabkan oleh mutasi
yang memengaruhi reseptor LDL. Terjadi peningkatan kadar LDL
kolesterol, penyakit kardiovaskular prematur, xantelasma, xantoma
arkus kornea, dan xantoma tendon
Etiologi
Mutasi pada gen autosomal monogenik kodominan yang meng-
akibatkan perubahan pada reseptor LDL
Klasifikasi
Tabel 200 Klasifikasi Hiperkolesterolemia Familial
Lipoprotein
Kelainan yang Temuan Genetik
Meningkat
Hiperkolesterolemia LDL Xantoma tendon, Autosomal
familial penyakit jantung dominan
koroner
Defek familial LDL Xantoma tendon, Autosomal
ApoB-100 penyakit jantung dominan
koroner
Hiperkolesterolemia LDL Xantoma tendon, Autosomal
autosomal resesif penyakit jantung resesif
koroner
Sitosterolemia LDL Xantoma tendon, Autosomal
penyakit jantung resesif
koroner
Hiperkolesterolemia LDL Penyakit jantung
poligenik koroner
Hiperlipidemia familial LDL, TG Penyakit jantung Autosomal
kombinasi (FCHL) koroner dominan
Disbetalipoproteinemia LDL, TG Xantoma, penyakit Autosomal
familial vaskuler perifer dominan
Familial TG Xantoma eruptif, Autosomal
chylomicronemia hepatosplenomegali, resesif
(Frederickson type I) pankreatitis
Hipertrigliseridemia TG ± penyakit jantung Autosomal
familial (Frederickson koroner dominan
type IV)
Familial TG Xantoma ± penyakit Autosomal
hipertrigliseridemia jantung koroner dominan
(Frederickson type V)
Familial hepatic lipase VLDL Penyakit jantung autosomal
deficiency koroner resesif
Keterangan: LDL, low-density lipoprotein; TG, triglyceride; VLDL, very low
density lipoprotein

878
Diagnosis
Aterosklerosis prematur, penyakit vaskular famillial (infark), xantoma,
xantelasma, penebalan tendon (misalnya tendon Achilles), arkus
kornea
Homozygous: aterosklerosis berat sejak usia anak-anak
Etiologi
Protein : reseptor LDL (RLDL)
Genetik : inheritan, autosomal ko-dominan; insidensi heterozygous
sekitar 1:500
↑ kolesterol (heterozygous hingga 300 mg/dL, homozygous
>600 mg/dL, trigliserida normal, ↓ HDL; analisis mutasi;
riwayat keluarga (kolesterol >260 mg/dL + penyakit kardio-
vaskular pada orangtua)
Terapi
Kolesterol total >220 mg/dL (5,7 mmol/L), HDL normal (>35 mg/dL):
Kolesterol LDL 130–150 mg/dL → ulangi pemeriksaan dalam 2 th
Kolesterol LDL >150 mg/dL (3,9 mmol/L) → diet restriksi kolesterol
Kolesterol LDL >190 mg/dL (4,9 mmol/L) dengan diet 6–12 bl atau
>160 mg/dL (4,2 mmol/L) + riwayat keluarga (+) → pertimbangkan
terapi obat
Kolesterol >250 mg/dL (6,5 mmol/L) → kirim ke pusat pelayanan
kesehatan
Diet
Kolesterol <300 mg/hr → modifikasi komposisi lemak, lemak total
<1/3 energi)
Obat
Anion exchanger (kolestiramin → ditingkatkan bertahap, dosis
0,2–0,4 g/kgBB dalam 2–3 dosis)
Pertimbangkan sitoserin (1–6 g/hr), fibrat, inhibitor HMG-CoA
reduktase (statin)
Penderita homozygous
Apheresis LDL (1–2 mgg sekali) untuk membuang kolesterol
Pertimbangkan transplantasi hati
Terapi gen belum memberikan hasil yang memuaskan
Follow up tiap 3–6 bl selama terapi diet
Bibliografi
1. Austin MA, Hutter CH, Zimmern RL. Familial hyper-
cholesterolemia and coronary heart disease: a huge association
review. Am J Epidemiol. 2004;160:421–9.
2. De Jongh S, Ose L, Szamosi T. Efficacy and safety of statin therapy
in children with familial hypercholesterolemia. Circulation. 2002;
106:2231–7.
3. Durrington P. Dyslipidaemia. Lancet. 2003;362:717–31.
4. Goldberg AC, Aditi S, Ji L. Efficacy and safety of ezetimibe
coadministered with simvastatin in patients with primary hyper-
cholesterolemia: a randomized, double-blind, placebo-controlled
trial. Mayo Clin Proc. 2004;79:620–62.

879
5. Grundy SM, Hansen B, Smith SC. Clinical management of
metabolic syndrome: report of the American Heart Association/
National Heart, Lung, Blood Institute/American Diabetes
Association Conference on scientific issues related to
management. Circulation. 2004;109:551–6.
6. Leren T. Cascade genetic screening for familial hypercholes-
terolemia. Clin Genet. 2004;66:483–7.
7. Merkens LS, Connor WE, Linck LM. Effects of dietary cholesterol
on plasma lipoproteins in Smith-Lemli-Opitz syndrome. Pediatr
Res. 2004;56:726–2.
8. Neal WA. Disorders of lipoprotein metabolism and transport.
Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, St. Geme III JW, Schor NF,
Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi
ke-19. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011. hlm. 1554–77.
9. Raitakari OT. Arterial abnormalities in children with familial
hypercholesteremia. Lancet. 2004;363:342–3.
10. Wiegman A, Hutten BA, de Groot E. Efficacy and safety of statin
therapy in children with familial hypercholesterolemia. JAMA.
2004;292:331–7.
11. Zschocke J, Hoffman GF. Vedemecum metabolicum: manual of
metabolic paediatrics. Edisi ke-2. Leck: Clausen and Bosse GmbH.
2004. hlm.

880
NUTRISI ENTERAL
Definisi
Nutrisi enteral adalah pemberian asupan nutrisi melalui saluran cerna
dengan menggunakan feeding tube, kateter, atau stoma langsung
melintas sampai ke bagian tertentu saluran cerna
Pemberian nutrisi dengan cara ini mengabaikan peran mulut dan
esofagus sebagai tempat pertama masuknya makanan. Target yang
dituju adalah bagian usus paling proksimal yang masih dapat
menjalankan fungsinya, dimulai dari lambung hingga usus halus
Manfaat
Manfaat nutrisi enteral tidak jauh berbeda dengan cara pemberian
p.o. yaitu:
Proses pencernaan dan absorbsi nutrisi dapat berlangsung secara
aman mendekati fungsi fisiologis
Mampu menjaga imunitas saluran cerna
Mengurangi pertumbuhan bakteri yang berlebihan
Menjaga keseimbangan mikrorganisme saluran cerna
Mudah dan lebih murah dari segi finansial
Indikasi
Dukungan nutrisi enteral dapat dipertimbangkan untuk diberikan
pada anak sakit berdasarkan indikasi tertentu
Tabel 201 Indikasi Pemberian Nutrisi Enteral pada Anak
Gangguan mencerna makanan p.o. secara adekuat
Prematuritas
Gangguan neurologi dan neuromuskular, palsi serebral, disfagia
Penurunan kesadaran
Tracheoesophageal fistula
Ca pada kavum oral
Ca pada kepala dan leher
Ventilasi mekanik
Refluks gastroesofageal berat
Pemberian kemoterapi
Depresi
Gangguan mencerna atau mengabsorpsi asupan nutrisi
Cystic fibrosis
Short bowel syndrome
Inflammatory bowel disease
Enteritis
Intractable diarrhea of infancy
Pascaoperasi saluran gastrointestinal
Fistula intestinal
Gangguan motilitas saluran pencernaan
Chronic pseudo-obstruction
Ileocolonic Hirschprung’s disease

881
Kelainan psikiatri dan tingkah laku yang memengaruhi asupan nutrisi p.o.
Anorexia nervosa
Gangguan tingkah laku berat, autism
Pankreatitis akut/kronik
Sumber: Forchielli dan Bines 2008

Rute Nutrisi Enteral


Pemberian nutrisi enteral dapat dilakukan dengan feeding tube
Berdasarkan lokasi insersi feeding tube dibedakan menjadi:
Transnasal
Enterostomi
Nutrisi Enteral Transnasal
Transnasal dikenal sebagai cara yang noninvasif, dapat diberikan
melalui orogastrik, nasogastrik, nasoduodenal, dan nasojejunal.
Nutrisi enteral dengan menggunakan cara transnasal dilakukan
dengan menginsersikan feeding tube melalui mulut atau hidung
sampai ke lokasi saluran cerna tertentu. Penggunaan feeding tube
secara transnasal pada umumnya digunakan sebagai pilihan terapi
nutrisi secara intermiten dan jangka pendek (<3 bl). Ukuran NGT
atau pipa orogastrik (orogastric tube/OGT) yang digunakan
disesuaikan dengan usia anak

Tabel 202 Ukuran NGT dan OGT untuk Anak berdasarkan Usia

Usia Ukuran Tube Panjang Tube


(Fr) (cm)
Prematur s.d. neonatus 4–5 33–41
Bayi s.d. anak 5–8 41–91
Anak s.d. remaja 8–14 91–114
Sumber : Forchielli dan Bines 2008

Nutrisi Enteral Enterostomi


Enterostomi adalah cara pemberian nutrisi enteral yang invasif.
Pemberian nutrisi secara enterostomi dapat dilakukan dengan cara
gastrostomi dan jejunostomi. Formula nutrisi diberikan melalui
feeding tube yang terpasang pada area gastrostomi dan
jejunostomi. Pemberian nutrisi enteral secara gastrotomi atau
jejunostomi dianggap mampu mempertahankan posisi feeding
tube dalam jangka waktu lama (>3 bl), karena terfiksasi pada
dinding abdomen anterior, tidak terpengaruh gerakan pernapasan,
dapat menghindari penyulit chronic nasal discharge, sinusitis,
perkembangan yang abnormal dari hidung, trauma psikologi, serta
problem feeding di kemudian hari
Akses gastrotomi menggunakan feeding tube yang berukuran
besar (14–24 Fr). Makanan melalui gastrostomi dapat diberikan
dalam volume yang besar, dengan resiko oklusi minimal. Pada

882
jejunostomi, feeding tube yang digunakan berukuran lebih kecil
yaitu 9–12 Fr
Gastrostomi dan jejunostomi dapat dilakukan dengan mengguna-
kan teknik pemasangan secara radiologi, endoskopi, serta bedah.
Kebersihan daerah stoma harus selalu dijaga, untuk menghindari
iritasi yang berasal dari sekresi gaster dan kemungkinan potensi
infeksi
Formula Dukungan Nutrisi Enteral
Dukungan nutrisi pada anak sakit secara ideal pada prinsipnya harus
memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh, yang meliputi asupan
makronutrien, mikronutrien, dan trace elements secara adekuat.
Pemberian nutrisi enteral dapat dilakukan dengan menentukan
formula yang akan diberikan berdasarkan usia penderita, penyakit
yang diderita, kebutuhan kalori, cairan kondisi saluran cerna, serta
status gizi penderita
Osmolaritas
Pada pemberian dukungan nutrisi enteral, osmolaritas formula
enteral harus diperhatikan. Pemberian nutrisi enteral untuk anak,
diberikan dengan kalori 1 kkal/mL. Osmolaritas formula enteral
pada anak yang dianjurkan ± 200–750 mosm/L
Jenis nutrisi yang digunakan dapat disiapkan secara manual
maupun menggunakan produk kemasan yang siap pakai. Bentuk
formula nutrisi enteral dapat berupa bahan makanan yang
diblender, formula polimerik, dan formula elemental
Cara Pemberian Nutrisi Enteral
Pemberian dukungan nutrisi enteral dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu:
Bolus feeding
Continuous drip feeding
Pemberian bolus feeding dapat dilakukan di rumah sakit maupun di
rumah, sementara pemberian nutrisi enteral dengan cara continuous
drip feeding diberikan pada penderita yang dirawat di rumah sakit
Bolus Feeding
Dapat dilakukan dengan menggunakan NGT/OGT dan diberikan
secara terbagi setiap 3–4 jam sebanyak 250–350 mL. Bolus feeding
dengan formula isotonik dapat dimulai dengan jumlah keseluruhan
sesuai yang dibutuhkan sejak hari pertama, sedangkan formula
hipertonik dimulai setengah dari jumlah yang dibutuhkan pada
hari pertama
Sebaiknya diberikan dengan tenang ± selama 15 mnt dan diikuti
dengan pemberian air 25–60 mL untuk mencegah dehidrasi
hipertonik dan membilas sisa formula yang masih berada di
feeding tube. Formula yang tersisa pada sepanjang feeding tube
dapat menyumbat feeding tube, sedangkan yang tersisa pada
ujung feeding tube dapat tersumbat akibat penggumpalan yang
disebabkan oleh asam lambung dan protein formula

883
Continuous Drip Feeding
Dilakukan dengan menggunakan infuse pump. Formula enteral
diberikan dengan kecepatan 20–40 mL/jam dalam 8–12 jam
pertama, ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan kemampuan
toleransi anak. Volume formula ditingkatkan 25 mL setiap 8–12
jam, dengan pemberian maks. 50–100 mL/jam selama 18–24 jam.
Pemberian formula enteral dengan osmolaritas isotonik (300
mosm/kg air) dapat diberikan sesuai dengan jumlah yang
dibutuhkan, sedangkan pemberian formula hipertonis (500
mosm/kg air) harus dimulai dengan memberikan setengah dari
jumlah yang dibutuhkan. Pada kasus pemberian formula yang tidak
ditoleransi dengan baik, konsentrasi formula yang diberikan dapat
diturunkan terlebih dahulu dan selanjutnya kembali ditingkatkan
secara bertahap
Pemberian formula enteral yang telah disiapkan tidak boleh
diberikan >4–8 jam dan harus digantikan dengan formula enteral
yang baru. Bahan sediaan yang telah dibuka sebaiknya disimpan di
dalam refrigator dan tidak digunakan kembali setelah 24 jam
Penyulit dan Pemantauan Nutrisi Enteral
Penyulit nutrisi enteral meliputi penyulit mekanik, gastrointestinal,
dan metabolik
Penyulit mekanik meliputi lesi dekubitus, obstruksi kateter, kateter
displacement
Penyulit gastrointestinal meliputi regurgitasi, aspirasi, muntah,
diare, konstipasi, pneumatosis intestinal, dan nekrosis jejunal
Penyulit metabolik meliputi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit, hiperglikemia, serta refeeding syndrome
Selama pemberian nutrisi enteral harus dimonitoring secara ketat
untuk mewaspadai timbulnya penyulit yang mungkin terjadi
Tabel 203 Pemantauan Nutrisi Enteral
Parameter Pemantauan
Berat badan Min. 3×/mgg
Tanda-tanda edema Setiap hr
Tanda-tanda dehidrasi Setiap hr
Intake dan output cairan Setiap hr
Asupan kalori, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, Min. 2×/mgg
dan mineral
Keseimbangan nitrogen (nitrogen urea urin 24 jam) Setiap mgg
Sisa cairan gastrik Setiap 4 jam
Konsistensi BAB Setiap hr
Elektrolit serum, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin, 2–3×/mgg
dan hitung sel darah
Profil kimia darah, yaitu protein serum total, albumin, Setiap mgg
prealbumin, kalsium, magnesium, fosfor, dan tes
fungsi hepar
Sumber: Courtney dkk. 2005

884
Bibliografi
1. Alvarez Hernández J, Peláez Torres N, Muñoz Jiménez A. Clinical
use of enteral nutrition. Nutr Hosp. 2006 May;21(Suppl 2):85–97.
2. Bankhead R, Boullata J, Brantley S, Corkins M, Guenter P,
Krenitsky J, dkk. Enteral nutrition practice recommendations.
JPEN J Parenter Enteral Nutr. 2009 Mar–Apr;33(2):122–67.
3. Courtney E, Grunko A, McCarthy T. Enteral nutrition. Dalam:
Hendicks KM, Duggan C, penyunting. Manual of pediatric
nutrition. Edisi ke-4. Hamilton: BC Decker; 2005. hlm. 252–316.
4. Duggan C. Nutritional assessment in sick or hospitalized children.
Dalam: Hendicks KM, Duggan C, penyunting. Manual of pediatric
nutrition. Edisi ke-4. Hamilton: BC Decker; 2005. hlm. 239–51.
5. Forchielli ML, Bines J. Enteral nutrition. Dalam: Duggan C,
Watkins JB, Walker WA, penyunting. Nutrition in pediatrics: basic
science, clinical applications. Edisi ke-4. Hamilton: BC Decker;
2008. hlm. 766–75.
6. Johnson T, Sexton E. Managing children and adolescents on
parenteral nutrition: challenges for the nutritional support team.
Proc Nutr Soc. 2006 Aug;65(3):217–21.
7. Kerner JA, Hurwitz M. Parenteral nutrition. Dalam: Duggan C,
Watkins JB, Walker WA, penyunting. Nutrition in pediatrics: basic
science, clinical applications. Edisi ke-4. Hamilton: BC Decker;
2008. hlm. 777–93.
8. Lochs H, Dejong C, Hammarqvist F, Hebuterne X, Leon-Sanz M,
Schütz T, dkk. ESPEN guidelines on enteral nutrition:
gastroenterology. Clin Nutr. 2006 Apr;25(2):260–74.
9. Mascarenhas MR, Enriquez L. What is pediatric nutrition support.
Dalam: Baker SS, Baker RD, Davis AM, penyunting. Pediatric
nutrition support. Sudbury: Jones and Bartlett Publishers; 2007.
hlm. 123–33.
10. Skipper A, Nelms MN. Methods of nutrition support. Dalam:
Nelms MN, Sucher K, Long S, penyunting. Nutrition therapy and
pathophysiology. Belmont: Thomson Brooks/Cole; 2007. hlm.
154–76.
11. Weissman TE, Wershil BK. Enteral feeding. Pediatr Rev. 2008
Mar;29(3):105−6.

885
NUTRISI PARENTERAL
Definisi
Dukungan nutrisi parenteral adalah pemberian asupan nutrisi yang
diberikan melalui pembuluh darah dan masuk ke dalam sirkulasi
darah

Indikasi
Diberikan apabila keadaan penderita tidak memungkinkan untuk
mendapatkan dukungan nutrisi enteral dan atas pertimbangan
indikasi tertentu. Pemberian nutrisi secara parenteral harus
dilakukan secara hati-hati, sesuai dengan penyakit yang mendasari
Kontraindikasi
Tidak boleh diberikan pada anak sakit dengan fungsi saluran
gastrointestinal normal, yang dapat menerima dukungan nutrisi p.o.
maupun enteral
Cara Pemberian Nutrisi Parenteral
Dapat dibedakan berdasarkan konsentrasi formula nutrisi parenteral
yang ingin diberikan kepada penderita yaitu larutan isotonis dan
hipertonis. Larutan isotonis diberikan melalui akses vena perifer,
sedangkan nutrisi dengan larutan hipertonis diberikan melalui vena
sentral
Tabel 204 Perbedaan Pemberian Nutrisi Parenteral Perifer dengan
Sentral
Nutrisi parenteral perifer
Diberikan kepada penderita yang tidak mampu menoleransi nutrisi enteral.
Dapat diberikan selama <2 mgg, selanjutnya diharapkan penderita telah
mampu mendapat dukungan nutrisi enteral
Dapat digantikan dengan nutrisi enteral atau selama fase transisi sampai
penderita memungkinkan untuk mendapat nutrisi enteral
Pada keadaan malnutrisi ringan atau sedang, untuk mencegah malnutrisi
lebih lanjut
Dapat diberikan dalam keadaan metabolisme tubuh yang normal atau
meningkat
Tidak terdapat kegagalan organ yang memerlukan restriksi
Terdapat keterbatasan osmolaritas formula nutrisi, tidak boleh ≤900
mosm/L
Nutrisi parenteral sentral
Dapat diberikan selama lebih dari 2 mgg
Diberikan pada keadaan peningkatan metabolisme yang sedang atau berat
Diberikan pada penderita yang disertai keadaan malnutrisi sedang hingga
berat, yang tidak mampu dikoreksi dengan pemberian nutrisi enteral
Dapat diberikan pada keadaan gagal organ seperti gagal jantung, ginjal, hati
maupun keadaan lain yang memerlukan restriksi cairan
Keterbatasan akses vena perifer
Dapat diberikan konsentrasi formula yang lebih tinggi dibandingkan dengan
akses perifer

886
Komposisi Formula Nutrisi Parenteral
Komposisi nutrisi parenteral harus memenuhi kebutuhan makro-
nutrien (karbohidrat, lemak, dan protein), mikronutrien (vitamin dan
trace elements), serta keseimbangan cairan

Energi
Perhitungan kalori dan energi yang dibutuhkan untuk pemberian
nutrisi secara parenteral dapat mempergunakan berbagai metode,
salah satu metode yang sering digunakan adalah metode Schofield
Perhitungan rumus Schofield menggunakan resting energy
expenditure (REE)

Tabel 205 Rumus Schofield untuk Menghitung REE


Usia (Tahun) Jenis Kelamin REE (kkal/hr)
0–3 Laki-laki 0,167 BB + 15,17 TB − 617,6
Perempuan 16,252 BB + 10,232 TB − 413,5
3–10 Laki-laki 19,59 BB + 1,303 TB + 414,9
Perempuan 16,969 BB + 1,618 TB + 371,2
10–18 Laki-laki 16,25 BB + 1,372 TB + 515,5
Perempuan 8,365 BB + 4,65 TB + 200
Keterangan sampel: BB=berat badan (kg); TB=tinggi badan (cm)
Sumber: Duggan 2005

REE yang diperoleh dikalikan dengan faktor stres metabolik sesuai


dengan aktivitas fisik, status kesehatan, dan atau kebutuhan kejar
tumbuh untuk mendapatkan kebutuhan harian total (TEE)

Tabel 206 Faktor Stres pada Perhitungan Energi


Tipe Stres Kalikan REE dengan
Demam 12% per derajat >37 °C
Starvasi 0,7–0,85
Operasi 1,05–1,5
Sepsis 1,2–1,6
Trauma kepala 1,3
Trauma 1,1–1,8
Gagal tumbuh 1,5–2
Luka bakar 1,5–2,5
Gagal jantung 1,15–1,25
Sumber: Duggan 2005

Cairan
Cairan yang diberikan pada pemberian nutrisi parenteral ditentu-
kan oleh status hidrasi, usia, faktor lingkungan, dan penyakit yang
mendasari. Pemberian cairan tidak boleh diberikan secara ber-
lebihan, untuk mencegah overload cairan
Rekomendasi jumlah cairan pada pemberian nutrisi parenteral
sebagai berikut (Kerner dan Hurwitz 2008):

887
<10 kg : 100 mL/kgBB/hr
10–30 kg : 2.000 mL/m2/hr
30–50 kg : 100 mL/jam (2,4 L/hr)
>50 kg : 124 mL/jam (3 L/hr)
Volume cairan dapat ditingkatkan:
10 mL/kgBB/hr pada anak sampai jumlah kalori yang diinginkan
tercapai, dengan jumlah cairan maks. dapat diberikan 200
mL/kgBB/hr
>10 kg: ditingkatkan 10% dari volume inisial setiap hr sampai
dicapai jumlah kalori yang diinginkan (maks. diberikan
4.000 mL/m2/hr)
Karbohidrat
Sumber kalori utama nonprotein pada pemberian nutrisi
parenteral adalah D-glukosa yang tersedia dalam bentuk sediaan
monohidrat untuk peemberian secara i.v. Osmolaritas cairan
nutrisi parenteral ditentukan oleh konsentrasi glukosa yang
diberikan. Penggunaan glukosa dengan konsentrasi >10% pada
pemberian nutrisi parenteral dapat meningkatkan risiko flebitis.
Glukosa dapat diberikan pada neonatus dengan kecepatan
pemberian 5–12 mg/kgBB/mnt, sedangkan pada anak dan remaja
kecepatan pemberian 2–5 mg/kgBB/mnt. Kadar glukosa serum
harus selalu dipantau pada pemberian nutrisi parenteral
Protein
Kebutuhan protein pada nutrisi parenteral diperoleh dari sediaan
asam amino. Jenis asam amino yang diberikan disesuaikan dengan
kebutuhan anak dan penyakit yang mendasari
Tabel 207 Kebutuhan Protein pada Anak dan Remaja
Usia (Tahun) Protein (g/kgBB/hr)
1–6 1–2
7–10 1–2
11–14 1–2
15–18 (laki-laki) 0,9–2
15–18 (perempuan) 0,8–2
Sumber: Kerner dan Hurwitz 2008

Pada penderita yang disertai hipoalbuminuria, albumin dapat


diberikan dengan dosis 0,5–1 g/kgBB/hr. Albumin secara paren-
teral harus diberikan secara terpisah menggunakan konektor Y.
Karena albumin merupakan produk darah tidak boleh diberikan
>8 jam, memiliki risiko untuk terjadi flokulasi bila diberikan
bersama larutan nutrisi parenteral yang lain dan meningkatkan
potensi terjadi sepsis
Lemak
Lemak dapat diberikan pada pemberian nutrisi parenteral dalam
bentuk larutan isotonis 20%. Pada pemberian nutrisi secara
parenteral, lemak digunakan sebagai sumber kalori yang penting
888
Tabel 208 Dosis Pemberian Lemak Intravena*
Peningkatan Dosis
Usia Dosis Awal Harian Dosis Maksimum
0–6 bl 1–1,5 1–1,5 3,5
6–12 bl 1–1,5 1–1,5 3
1–10 th 1 1–1,5 3
11–18 th 1 1 2–3
*Dalam g/kgBB/hr
Sumber: Kerner dan Hurwitz 2008

Elektrolit
Keseimbangan elektrolit harus tetap diperhatikan untuk mencegah
penyulit yang dapat timbul akibat gangguan keseimbangan
elektrolit
Tabel 209 Kebutuhan Elektrolit pada Anak
Elektrolit dan Mineral Kebutuhan Harian
Fosfat 0,5–2 mM/kgBB
Natrium 2–4 mEq/kgBB
Kalium 2–3 mEq/kgBB
Klorida 2–3 mEq/kgBB
Asetat 1–4 mEq/kgBB
Magnesium 0,25–0,5 mEq/kgBB
Kalsium glukonas 50–500 mg/kgBB
Sumber: Kerner dan Hurwitz 2008

Vitamin
Pemberian vitamin pada dukungan nutrisi parenteral secara ideal
harus tetap diberikan. Vitamin yang diberikan meliputi kelompok
vitamin yang larut dalam lemak dan air
Tabel 210 Rekomendasi Vitamin Parenteral
Vitamin Dosis Anak (/hr)
Larut lemak
A (μg) 700
E (mg) 7
K (μg) 200
D (μg) 10
(IU) 400
Larut air
Asam askorbat (mg) 80
Tiamin (mg) 1,2
Riboflavin (mg) 1,4
Piridoksin 1
Niasin (mg) 17
Pantotenat (mg) 5
Biotin (μg) 20
Folat (μg) 140
Vitamin B12 (μg) 1
Sumber: Kerner dan Hurwitz 2008

889
Trace Elements
Trace elements merupakan unsur penting yang harus diberikan
dalam dukungan nutrisi secara parenteral, meskipun dalam jumlah
yang kecil. Defisiensi trace elements dapat memperberat penyakit
penderita yang tentunya akan menghambat proses penyembuhan

Tabel 211 Rekomendasi Kebutuhan Trace Elements

Elemen Dosis Anak Dosis Maksimum


µg/kgBB/hr µg/hr
Zinc 50,0
Copper 20,0 300
Selenium 2,0 30
Chromium 0,2 5
Mangan 1,0 50
Iodida 1,0 1
Sumber: Kerner dan Hurwitz 2008

Penyulit Nutrisi Parenteral


Penyulit yang terjadi pada pemberian nutrisi parenteral dapat berupa
penyulit teknis, metabolik, maupun infeksi
Penyulit teknis dari penggunaan nutrisi parenteral meliputi
pneumotoraks, hemotoraks, hidromediastinum, trauma arteri,
laserasi arteri, hematoma, dan emboli kateter. Penggunaan kateter
dalam pemberian nutrisi parenteral berkaitan erat dengan infeksi,
biasanya berhubungan dengan perawatan kateter yang tidak baik
Penyulit metabolik berhubungan dengan penggunaan infus cairan
intravena, penggunaan karbohidrat dan protein, osteopenia
prematuritas, serta disfungsi hepatobilier. Disfungsi hepar merupa-
kan penyulit nutrisi parenteral yang paling sering dan berbahaya

Pemantauan Nutrisi Parenteral


Pemberian nutrisi parenteral membutuhkan pemantauan terutama
untuk menghindari penyulit metabolik karena pemberian makanan
melalui cara ini tidak melalui proses seleksi absorpsi, detoksifikasi
dan metabolisme nutrien, sehingga kemungkinan dapat terjadi
kelebihan atau toksisitas

890
Tabel 212 Pemantauan Nutrisi Parenteral
Pemeriksaan Nilai Awal Follow-up
Pertumbuhan
Berat badan Harian Harian–bulanan
Panjang/tinggi badan Mingguan–bulanan Bulanan
Lingkar kepala Mingguan Mingguan−bulanan
Komposisi tubuh Bulanan Bulanan−tahunan
Metabolisme (serum)
Elektrolit Harian–bulanan Mingguan–bulanan
BUN/kreatinin Mingguan Mingguan–bulanan
Ca, PO4, Mg 2× seminggu Mingguan–bulanan
Asam/basa Atas indikasi Mingguan–bulanan
Albumin/prealbumin Mingguan/2 mingguan 2 mingguan/bulanan
Glukosa Harian–mingguan Mingguan–bulanan
Trigliserida Harian bila ada perubahan Mingguan–bulanan
Tes hati Pada waktu 2 mgg Mingguan–bulanan
Darah lengkap Mingguan Mingguan–bulanan
Trombosit, PT/PTT Mingguan Mingguan–bulanan
Indikator besi Atas indikasi 3–4 bl
Trace elements Bulanan 2× setahun–tahunan
Vitamin larut lemak Atas indikasi 2× setahun–tahunan
Karnitin Atas indikasi 2× setahun–tahunan
Folat/B12 Atas indikasi 2× setahun–tahunan
Amonia Atas indikasi 2× setahun–tahunan
Metabolisme (air kemih)
Glukosa/keton 2–6× sehari Harian–mingguan
Berat jenis/urea Atas indikasi Atas indikasi
nitrogen
Lain-lain
Bone density Atas indikasi Atas indikasi
Cek line placement Awal, atas indikasi Setiap 6–12 bl
pertumbuhan
Perkembangan Bulanan Setiap 6–12 bl
Occupational therapy Pada 1 bl, atas indikasi Tahunan
Sumber: Prawirohartono 2011

Bibliografi
1. Alvarez Hernández J, Peláez Torres N, Muñoz Jiménez A. Clinical
use of enteral nutrition. Nutr Hosp. 2006 May;21(Suppl 2):85–97.
2. Bankhead R, Boullata J, Brantley S, Corkins M, Guenter P,
Krenitsky J, dkk. Enteral nutrition practice recommendations.
JPEN J Parenter Enteral Nutr. 2009 Mar–Apr;33(2):122–67.
3. Courtney E, Grunko A, McCarthy T. Enteral nutrition. Dalam:
Hendicks KM, Duggan C, penyunting. Manual of pediatric
nutrition. Edisi ke-4. Hamilton: BC Decker; 2005. hlm. 252–316.
4. Duggan C. Nutritional assessment in sick or hospitalized children.
Dalam: Hendicks KM, Duggan C, penyunting. Manual of pediatric
nutrition. Edisi ke-4. Hamilton: BC Decker; 2005. hlm. 239–51.

891
5. Forchielli ML, Bines J. Enteral nutrition. Dalam: Duggan C,
Watkins JB, Walker WA, penyunting. Nutrition in pediatrics: basic
science, clinical applications. Edisi ke-4. Hamilton: BC Decker;
2008. hlm. 766–75.
6. Johnson T, Sexton E. Managing children and adolescents on
parenteral nutrition: challenges for the nutritional support team.
Proc Nutr Soc. 2006 Aug;65(3):217–21.
7. Kerner JA, Hurwitz M. Parenteral nutrition. Dalam: Duggan C,
Watkins JB, Walker WA, penyunting. Nutrition in pediatrics: basic
science, clinical applications. Edisi ke-4. Hamilton: BC Decker;
2008. hlm. 777–93.
8. Lochs H, Dejong C, Hammarqvist F, Hebuterne X, Leon-Sanz M,
Schütz T, dkk. ESPEN guidelines on enteral nutrition:
gastroenterology. Clin Nutr. 2006 Apr;25(2):260–74.
9. Mascarenhas MR, Enriquez L. What is pediatric nutrition support.
Dalam: Baker SS, Baker RD, Davis AM, penyunting. Pediatric
nutrition support. Sudbury: Jones and Bartlett Publishers; 2007.
hlm. 123–33.
10. Prawirohartono, EP. Nutrisi parenteral. Dalam: Sjarif DR, Lestari
ED, Mexitalia M, Nasar SS, penyunting. Buku ajar nutrisi pediatrik
dan penyakit metabolik. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia;
2011. hlm. 63–76.
11. Skipper A, Nelms MN. Methods of nutrition support. Dalam:
Nelms MN, Sucher K, Long S, penyunting. Nutrition therapy and
pathophysiology. Belmont: Thomson Brooks/Cole; 2007. hlm.
154–76.
12. Weissman TE, Wershil BK. Enteral feeding. Pediatr Rev. 2008
Mar;29(3):105−6.

892
DIET PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK
Definisi
Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan suatu kondisi kerusakan
ginjal atau penurunan fungsi ginjal yang bersifat ireversibel dan dapat
bersifat progresif. Penyulit yang dapat terjadi pada penderita PGK
adalah malnutrisi, asidosis metabolik karena pengeluaran ion
hidrogen berkurang, gangguan pada tulang, ketidakseimbangan
mineral (kalsium, fosfor, dan vitamin D), anemia yang disebabkan
oleh gangguan eritropoesis, dan rendahnya cadangan zat besi
rendah, dan penyakit kardiovaskular
Tujuan
Anak PGK membutuhkan suatu rancangan dukungan nutrisi yang
optimal baik makronutrien maupun mikronutrien untuk mencegah
malnutrisi, penyulit PGK, dan penurunan rata-rata pertumbuhan
Tatalaksana diet pada anak PGK secara umum difokuskan pada
pembatasan asupan zat yang dapat berakumulasi menjadi kadar yang
toksik seperti kalium dan fosfor, pembatasan asupan natrium untuk
mengontrol volume dan tekanan darah, serta asupan protein dalam
jumlah yang cukup untuk mencegah malnutrisi. Diet anak PGK juga
harus memerhatikan risiko kesakitan dan kematian pada saat dewasa
nantinya
Pemberian Nutrisi pada Penderita PGK
Mencakup 5 komponen utama yaitu energi, makronutrien, cairan,
elektrolit, serta mikronutrien (kalsium, fosfor, dan vitamin D)
Pemberian dapat p.o. ataupun melalui selang bantu makan baik
secara NGT maupun pipa gastrostomi
Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi pada anak PGK sama dengan anak sehat. Target
asupan energinya 100% dari estimated energy requirement (EER)
berdasarkan usia dan jenis kelamin. Hal ini berlaku pada semua
stadium PGK (lihat Tabel 213)
Kebutuhan Makronutrien
Asupan makronutrien pada anak dengan PGK harus seimbang
Usia <1 th sesuai dengan yang terdapat pada susu formula
(karbohidrat 36–56%, lemak 40–54%, dan protein 7–12%)
Usia 1–3 th kebutuhan karbohidrat 45–65% dari total kalori,
lemak 30–40%, dan protein 5–20%
Usia 4–18 th kebutuhan karbohidrat 45–65%, lemak 25–35%,
dan protein 10–30%
Pemberian protein pada anak PGK harus diperhatikan. Hal ini
berkaitan dengan metabolisme protein pada ginjal sehingga
kebutuhan protein pada anak PGK harus diatur sedemikian rupa
untuk mencegah malnutrisi dan toksisitas dari hasil metabolisme
protein. Kebutuhan protein pada anak PGK disesuaikan dengan
usia dan stadium PGK (lihat Tabel 214)
893
Tabel 213 Kebutuhan Energi pada Anak dengan Penyakit Ginjal Kronik
PGK PGK Hemo- Peritoneal
Asupan Energi yang Direkomendasikan Stadium 3 Stadium 4–5 dialisis Dialisis
Usia (kkal/hr)
Estimated Energy Requirement (EER)
0–3 bl (89 × BB (kg) − 100) + 175 100% EER 100% EER 100% EER 100% EER
4–6 bl (89 × BB (kg) − 100) + 56
7–12 bl (89 × BB (kg) − 100) + 22
1–3 th (89 × BB (kg) − 100) + 20
3–8 th Laki-laki:
88,5 − 61,9 × usia (th) + PA × [26,7 × BB (kg) + 903 × TB (m)] + 20
Perempuan:
135,3 − 30,8 × usia (th) + PA × [10 × BB (kg) + 934 × TB (m)] + 20
9–18 th Laki-laki:
88,5 − 61,9 × usia (th) + PA × [26,7 × BB (kg) + 903 × TB (m)] + 25
867

Perempuan:
135,3 − 30,8 × usia (th) + PA × [10 × BB (kg) + 934 × TB (m)] + 25
Sumber: KDOQI Work Group 2009

Tabel 214 Kebutuhan Protein pada Anak dengan Penyakit Ginjal Kronik
Asupan Protein yang Direkomendasikan PGK Stadium 3 PGK Stadium 4–5 Hemodialisis Peritoneal Dialisis
Usia (g/kgBB/hr) Dietary Reference Intake (DRI)
0–6 bl 1,50 1,50–2,10 1,50–1,80 1,60 1,8
7–12 bl 1,20 1,20–1,70 1,20–1,50 1,30 1,5
1–3 th 1,05 1,05–1,50 1,05–1,25 1,15 1,3
4–13 th 0,95 0,95–1,35 0,95–1,15 1,05 1,1
14–18 th 0,85 0,85–1,20 0,85–1,05 0,95 1,0
Catatan: Pada keadaan hemodialisis DRI ditambahkan 0,1 g/kgBB/hr, sedangkan pada keadaan peritoneal dialisis DRI ditambahkan 0,15–0,3 g/kgBB/hr
Sumber: KDOQI Work Group 2009
Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Kebutuhan cairan dan elektrolit pada anak PGK harus dibatasi apabila
telah terjadi oligouria atau anuria untuk mencegah penyulit.
Kebutuhan cairan harian yang direstriksi dapat dirumuskan sebagai
berikut:

Daily fluid restriction = Insensible fluid losses + Urine output +


Amount to replace additional losses
Sumber: KDOQI Work Group 2009

Insensible fluid losses pada anak dibedakan berdasarkan kelompok usia,


untuk bayi prematur 40 mL/kgBB/hr, neonatus 20–30 mL/kgBB/ hr, dan
anak serta dewasa 20 mL/kgBB/hr atau 400 mL/m2
Kebutuhan elektrolit pada anak PGK disesuaikan dengan kondisi klinis
yang terjadi. Apabila didapatkan hipertensi atau kelebihan cairan
maka kebutuhan natrium harus dibatasi 1,5–2,4 g/hr atau setara
dengan 1–2 mmol/kgBB/hr. Apabila dilakukan hemodialisis atau
peritoneal dialisis maka kemungkinan dapat terjadi kehilangan
natrium sehingga perlu suplementasi natrium 2–4 mmol/kgBB/hr.
Kebutuhan kalium juga harus dibatasi untuk mencegah hiperkalemia.
Pada bayi dan anak dapat diberikan kalium 40–120 mg/hr atau 1–3
mg/kgBB/hr

Kebutuhan Mikronutrien
Mikronutrien seperti vitamin A, B1, B2, B3, B5, B6, B8, B12, C, K, zinc,
dan asam folat digunakan untuk membantu proses metabolisme.
Apabila kebutuhan mikronutrien tersebut tidak dapat terpenuhi
dalam kebutuhan harian dalam makanan, maka suplementasi
mikronutrien seperti vitamin dan mineral dapat diberikan pada anak
PGK
Pada anak PGK, keseimbangan kalsium di dalam tubuh mengalami
gangguan. Hal ini disebabkan karena peningkatan absorbsi kalsium
dalam usus dan berkurangnya kadar vitamin D dalam darah

Tabel 215 Rekomendasi Asupan Kalsium untuk Anak PGK Stadium 2–5

Usia DRI Batas Maksimal Batas Maksimal Untuk


(Untuk Anak Sehat) PGK Stadium 2–5
0–6 bl 210 ND ≤420
7–12 bl 270 ND ≤540
1–3 th 500 2.500 ≤1.000
4–8 th 800 2.500 ≤1.600
9–18 th 1.300 2.500 ≤2.500
Sumber: KDOQI Work Group 2009

Pada keadaan kekurangan vitamin D dapat diberikan suplementasi


vitamin D sebagai berikut:

895
Tabel 216 Rekomendasi Suplementasi Vitamin D pada Anak PGK
Dosis Ergocalciferol
Kadar 25(OH)D Definisi (Vitamin D2), Durasi
(ng/mL) serum Cholacalciferol (Bulan)
(Vitamin D3)
<5 Defisiensi vitamin D 8.000 IU/hr 3
berat
5–15 Defisiensi vitamin D 4.000 IU/hr 3
sedang
16−30 Insufisiensi vitamin D 2.000 IU/ hr 3
Sumber: KDOQI Work Group 2009

Pada anak PGK stadium 3–5 disarankan pengurangan asupan fosfor


apabila nilai paratiroid hormon serum di atas nilai kadar kisaran pada
PGK dan kadar fosfor serum dalam batas normal sesuai usia.
Makanan yang mengandung fosfor adalah buncis, kacang, sereal, dan
kacang polong. Apabila asupan fosfor telah direstriksi maka harus
dilakukan pemantauan konsentrasi fosfor dalam darah atau peme-
riksaan min. setiap 3 bl pada anak PGK stadium 3–4 dan setiap bl
pada anak PGK stadium 5
Bibliografi
1. Apostolou A, Karagiozoglou-Lampoudi T. Dietary adherence in
children with chronic kidney disease: a review of the evidence. J
Ren Care. 2014 Jun;40(2):125–30.
2. Armstrong JE, Laing DG, Wilkes FJ, Kainer G. Smell and taste
function in children with chronic kidney disease. Pediatr Nephrol.
2010 Aug;25(8):1497–1504.
3. Foster JB, McCauley L, Mak RH. Nutrition in infants and very
young children with chronic kidney disease. Pediatr Nephrol.
2012 Sep;27(9):1427 Nutrition in infants and very young children
with chronic kidney disease 39.
4. Garibotto G, Sofia A, Saffioti S, Bonanni A, Mannucci I, Parodi EL,
dkk. Effects of peritoneal dialysis on protein metabolism. Nutr
Metab Cardiovasc Dis. 2013 Dec;23(Suppl 1):S25–30.
5. Griffin LM, Denburg MR, Shults J, Furth SL, Salusky IB, Hwang W,
dkk. Nutritional vitamin D use in chronic kidney disease: a survey
of pediatric nephrologists. Pediatr Nephrol. 2013 Feb;28(2):265–
75.
6. Guyton AC, Hall JE, penyunting. Textbook of medical physiology.
Edisi ke-11. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006.
7. Harambat J, van Stralen KJ, Kim JJ, Tizard EJ. Epidemiology of
chronic kidney disease in children. Pediatr Nephrol. 2012 Mar;
27(3):363–73.
8. Insel P, Ross D, McMahon K, Bernstein M, penyunting. Dalam:
Nutrition. Edisi ke-4. Sudbury: John and Bartlett Publishers; 2010.
9. Kydney Disease Improving Global Outcomes. KDIGO 2012 clinical
practice guideline for the evaluation and management of chronic
kidney disease. Kidney Int Suppl. 2013 Jan;3(1):1–150.
896
10. KDOQI Work Group. KDOQI clinical practice guideline for
nutrition in children with CKD: 2008 update. Executive summary.
Am J Kidney Dis. 2009 Mar;53(3 Suppl 2):S11–104.
11. Kovesdy CP. Significance of hypo- and hypernatremia in chronic
kidney disease. Editorial Review. Nephrol Dial Transplant. 2012
Mar;27(3):891–8.
12. Massengill SF, Ferris M. Chronic kidney disease in children and
adolescents. Pediatr Rev. 2014 Jan;35(1):16–29.
13. National Kydney Disease Education Program. Chronic kidney
disease (CKD) and diet: assessment, management, and
treatment. Treating CKD patients who are not on dialysis. An
overview guide for dietitians. Revised June 2014 [diunduh 12
September 2014]. Tersedia dari: http://nkdep.nih.gov/resources/
ckd-diet-assess-manage-treat-508.pdf.
14. Oliveira CM, Kubrusly M, Mota RS, Silva CA, Oliveira VN.
Malnutrition in chronic kidney failure: what is the best diagnostic
method to assess? J Bras Nefrol. 2010 Mar;32(1):55–68.
15. Rees L, Jones H. Nutritional management and growth in children
with chronic kidney disease. Pediatr Nephrol. 2013 Apr;28(4):
527–36.
16. Sienna JL, Saqan R, Teh JC, Frieling ML, Secker D, Cornelius V,
dkk. Body size in children with chronic kidney disease after
gastrostomy tube feeding. Pediatr Nephrol. 2010 Oct;25(10):
2115–21.
17. Sozeri B, Mir S, Kara OD, Dincel N. Growth impairment and
nutritional status in children with chronic kidney disease. Iran J
Pediatr. 2011 Sep;21(3):271−7.
18. Tortora GJ, Derrickson BH. Principles of anatomy and physiology,
atlas and registration card. Edisi ke-11. Danvers: Biological
Sciences Textbooks Inc. and Bryan Derrickson; 2006.
19. Walker K. Guidelines for the nutritional management of children
with renal disease. Dietetics Department Royal Hospital for Sick
Children, Women and Children’s Directorate. March 2013
[diunduh 12 September 2014]. Tersedia dari: http://www.clinical
guidelines.scot.nhs.uk/Dietetics/YOR-DIET-001%20Nutritional%2
0Management%20of%20Children%20With%20Renal%20Disease
%20March%202012.pdf.
20. Wright M, Jones C. Clinical practice guidelines. Nutrition in CKD.
5th Edition, 2009–2010 [diunduh 12 September 2014]. Tersedia
dari: http://www.renal.org/docs/default-source/guidelines-reso
urces/Nutrition_in_CKD_-_Final_Version_-_17_March_2010.pdf?
sfvrsn=0.

897
Respirologi
Cissy B. Kartasasmita
Adi Utomo Suardi
Heda Melinda Nataprawira
Sri Sudarwati
Diah Asri Wulandari
RINITIS (COMMON COLD)
Batasan
Penyakit infeksi saluran respiratori atas yang bersifat akut, dapat
sembuh sendiri (self-limiting) dan disebabkan oleh infeksi virus

Etiologi
Virus:
Rhinovirus (30–50%)
Coronavirus (10–15%)
Virus influenza (5–15%)
Respiratory syncytial virus/RSV (5%)
Virus parainfluenza (5%)
Adenovirus (5%)
Gejala klinis yang terjadi biasanya karena respons imunitas innate,
bukan karena kerusakan akibat virus
Patogenesis
Infeksi virus pada mukosa nasofaring tidak menyebabkan langsung
manifestasi klinis, tetapi melalui respons inflamasi. Virus yang masuk
terdeposit pada mukosa hidung dan konjungtiva → melekat pada
reseptor di nasofaring → masuk dan menginfeksi → sel terinfeksi
melepas sitokin (IL-8) yang merupakan kemoatraktan bagi sel
polymorphonuclear (PMN) → permeabilitas vaskular ↑ dan cairan
plasma (bradikinin, albumin) keluar → sekresi nasal ↑
Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Gejala berupa bersin, hidung tersumbat, pilek, nyeri tenggorokan,
batuk, demam tidak begitu tinggi, sakit kepala ringan, mata berair,
dan malaise
Masa inkubasi 24–72 jam
Gejala juga dapat bergantung pada usia:
Bayi: demam, pilek, tidak mau makan, rewel
Usia sekolah: hidung tersumbat, batuk berdahak, bersin-bersin
Pemeriksaan Fisis
Hidung: sekret hidung (+) jernih dan encer tetapi dapat menjadi
lebih kental dan berwarna kekuningan sesudah beberapa hari,
edema dan hiperemis mukosa (+)
Demam tidak begitu tinggi, limfadenopati servikal anterior →
jarang
Diagnosis Banding
Rinitis alergi
Benda asing
Rinitis vasomotor
Rinitis medikamentosa
Rinosinusitis

901
Penyulit
Sinusitis bakterial akut
Infeksi saluran respiratori akut bawah (bronkiolitis karena infeksi
RSV)
Otitis media akut (risiko meningkat pada anak usia 6–11 bl)
Konjungtivitis
Faringitis
Tatalaksana
Terapi suportif, cairan dan makanan diberikan secukupnya
Demam → obat penurun panas (pemberian aspirin tidak disarankan
karena efek samping Reye’s syndrome)
Antibiotik tidak dibenarkan kecuali ada komplikasi infeksi bakteri
Zinc dapat dipertimbangkan, karena dapat mengurangi hari sakit,
walaupun sampai saat ini masih menjadi perdebatan
Edukasi kepada orangtua penting untuk menjelaskan perjalanan
penyakit dan terapi yang diberikan
Pencegahan
Mencuci tangan secara teratur dan tidak menyentuh mulut, hidung,
dan mata secara sembarangan
Disinfeksi
Imunisasi
Probiotik (beberapa penelitian menunjukkan ↓ angka kejadian sakit)
Bibliografi
1. Centers for Disease Control. Rhinitis versus sinusitis in children. 2012.
[diunduh 28 Agustus 2012]. Tersedia dari: http://www.cdc.gov/
getsmart/campaign–materials/info–sheets/child–rhin–vs–sinus.
2. Goldman RD, Canadian Paediatric Society, Drug Therapy and
Hazardous Substances Committee. Treating cough and cold:
guidance for caregivers of children and youth. Pediatr Child
Health. 2011 Nov;16(9):564–6.
3. Pappas DE, Hendley JO. The common cold and decongestant
therapy. Pediatr Rev. 2011 Feb;32(2):47–54.
4. Roxas M, Jurenka J. Colds and influenza: a review of diagnosis
and conventional, botanical, and nutritional consider. Altern
Med Rev. 2007 Mar;12(1):25–48.
5. Science M, Johnstone J, Roth DE, Guyatt G, Loeb M. Zinc for the
treatment of the common cold: a systematic review and meta-
analysis of randomized controlled trials. CMAJ. 2012 Jul;184(10):
E551–61.
6. Turner RB. Hayden GF. The common cold. Dalam: Kliegman RM,
Stanton BF, St. Geme III JW, Schor NF, Behrman RE, penyunting.
Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelpia: Saunders
Elsevier; 2011. hlm. 5144–54.

902
RINOSINUSITIS
Sinus paranasal merupakan lokasi yang sering terinfeksi pada anak
dan remaja. Infeksi sinus paranasal sering menyebabkan morbiditas
dan dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa. Infeksi
saluran respiratori atas yang disebabkan oleh virus kebanyakan
terdapat pada hidung dan sinus paranasal (viral rinosinusitis).
Penyebab bakteri biasanya hanya melibatkan sinus paranasal
sedangkan hidung hanya terlibat sebagai saluran yang dilalui oleh
sekret yang diproduksi sinus. Faktor predisposisi sinusitis yang
disebabkan bakteri yaitu infeksi respiratori atas (IRA) yang
disebabkan oleh virus (80%) serta reaksi inflamasi yang disebabkan
alergi (20%)
Batasan
Sinusitis sering kali disebut juga sebagai rinosinusitis karena
umumnya muncul bersamaan dan terdapat bukti keterlibatan
mukosa nasal selama berlangsungnya sinusitis
Rinosinusitis: peradangan pada mukosa hidung dan sinus paranasalis
Rinosinusitis terbagi atas:
Rinosinusitis akut: berlangsung selama ≤4 mgg
Rinosinusitis subakut: 4–12 mgg
Rinosinusistis kronik: gejala berlangsung >12 mgg
Rinosinusitis rekurens: 3 episode atau lebih selama 1 th tanpa
gejala yang menetap antarepisode
Etiologi
Virus, bakteri (S. pneumoniae, H. influenzae, M. catarrhalis), defi-
siensi imun, fibrosis kistik, disfungsi silier, refluks gastrointestinal,
defek anatomis seperti cleft palate, polip hidung, benda asing di
hidung (termasuk pipa nasogastrik)
Klasifikasi
Berdasarkan etiologi mikroorganisme penyebab sinusitis akut:
Sinusitis viral
Sinusitis yang disebabkan virus biasanya dimulai dengan nyeri
tenggorokan yang diikuti suara serak dan batuk. Demam
biasanya terjadi pada awal penyakit dan menghilang dalam 1–2
hr. Hidung tersumbat dan hidung meler merupakan gejala yang
dominan dengan karakter sekret yang pada awal bersifat jernih
dan encer lama-kelamaan menjadi mukoid dan keruh. Saat akan
membaik sekret akan mengering atau kembali menjadi encer
dan jernih. Gejala ini berlangsung selama 10 hr
Sinusitis bakterialis akut
Gejala IRA atas menetap yaitu >10 hr (0,5–2%) merupakan
komplikasi IRA atas
Demam tinggi >38,5 °C (3–4 hr) disertai dengan sekret nasal
yang purulen
Pada anak besar dapat mengeluh nyeri fokal pada wajah

903
Pola gejala bifasik yaitu sesudah gejala IRA membaik, 1 mgg
kemudian mengalami perburukan berupa demam tinggi, hidung
tersumbat dan sekret hidung purulen
Diagnosis
Diagnosis klinis sinusitis bakterial akut pada anak ≤6 th harus
didasarkan dari riwayat penyakit/kriteria klinis
Anamnesis
Gejala utama
Hidung tersumbat
Sekret hidung jernih sampai purulen
Anterior/postnasal drip
Nyeri wajah
Gejala lain
Demam (>39 °C)
Batuk
Malaise
Sakit kepala
Napas berbau (halitosis)
Edema periorbital
Pemeriksaan Fisis
Hidung: mukosa eritema dan bengkak; sekret (+)
Sinus: sinus tenderness
Transiluminasi rongga sinus → cairan dalam sinus (sulit dilakukan
pada anak dan kurang dapat dipercaya)
Pemeriksaan Penunjang
Foto sinus (foto Water): penebalan mukosa dan opasifikasi sinus
atau air-fluid level (menunjukkan inflamasi sinus, tetapi tidak
dapat membedakan virus atau bakteri atau alergi sebagai
penyebab inflamasi)
Catatan: Batuk pilek (common cold) sering kali memberikan
gambaran keterlibatan sinus, oleh karena itu melakukan
pemeriksaan foto sinus harus dipertimbangkan secara hati-hati.
Pemeriksaan radiologis tidak rutin dilakukan pada pengelolaan
awal untuk kecurigaan sinusitis bakterial akut tanpa komplikasi.
Pemeriksaan radiologis tidak diperlukan untuk memastikan
diagnosis
CT-scan sinus paranasalis dilakukan apabila operasi merupakan
penatalaksanaan yang dipertimbangkan dilakukan pada gejala
yang berat, rekurens atau sebelum operasi, penderita imuno-
kompromais, dan kecurigaan komplikasi
Diagnosis Banding
Infeksi saluran respiratori atas akibat virus: demam, batuk, pilek
<10–14 hr, didahului demam
Rinitis alergika: biasanya musiman dan ditemukan eosinofilia pada
pemeriksaan sekret hidung

904
Rinitis nonalergika
Benda asing dalam hidung
Penyulit
Orbital
Selulitis periorbital: eritema dan pembengkakan jaringan sekitar bola
mata
Selulitis orbital: proptosis, kemosis, ketajaman penglihatan ↓,
penglihatan ganda, gangguan pergerakan mata, nyeri mata
Intrakranial
Meningitis, trombosis sinus kavernosus, empiema subdural, abses
epidural, abses otak, osteomielitis tulang frontal
Apabila diidentifikasi kecurigaan penyulit → terapi antibiotik agresif
dan rujuk THT atau mata atau bedah saraf
Tatalaksana
Antibiotik
Amoksisilin 50 mg/kgBB/hr atau amoksisilin dan asam klavulanat
(amoksisilin dosis standar) p.o dibagi 2 dosis → faktor risiko (−)
untuk S. pneumoniae resisten-penisilin yaitu:
Tinggal di penitipan anak
Baru mendapat antibiotik (<30 hr)
Usia <2 th
Terpajan lingkungan asap rokok
Apabila tidak berespons dalam 72 jam → amoksisilin dan asam
klavulanat dosis tinggi
Amoksisilin dosis tinggi (80–90 mg/kgBB/hr) atau amoksisilin dan
asam klavulanat (amoksisilin dosis tinggi) p.o dibagi 2 dosis →
faktor risiko (+), diberikan selama 10–14 hr
Tidak berespons dalam 72 jam → sefuroksim 30 mg/kgBB/hr dibagi
2 dosis atau sefpodoksim 10 mg/kgBB → 1×/hr (antibiotik lini ke-2)
Klindamisin dan sefiksim (antibiotik lini ke-3) → gagal dengan lini
ke-2
Klaritromisin/azitromisin/trimetoprim-sulfametoksazol → bila
alergi penisilin
Sinusitis frontalis → serriakson parenteral
Lama terapi: bersifat individual dan berlangsung sampai 7 hr bebas
gejala (min. 10–14 hr)
Obat batuk dan obat utuk mengatasi kongesti → tidak rutin
Konsultasi
Bila tidak menunjukkan respons dengan terapi awal (min. sesudah
6 mgg pemberian antibiotik) → konsul THT
Bila diperlukan → konsul mata
Bibliografi
1. American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Management
of Sinusitis and Committee on Quality Improvement. Clinical
practice guideline: management of sinusitis. Pediatrics. 2001
Sep;108(3):798–808.

905
2. CDC. Rhinitis versus sinusitis in children [diunduh 28 Agustus
2012]. Tersedia dari: http://www.cdc.gov/getsmart/campaign-
materials/info-sheets/child-rhin-vs-sinus.
3. Centers for Disease Control. Careful antibiotic use [diunduh 28
Agustus 2012]. Tersedia dari: http://www.cdc.gov/getsmart/
campaign-materials/info-sheets/child-approp-treatmt.
4. Chow AW, Benninger MS, Brook I, Brozek JL, Goldstein EJ, Hicks
LA, dkk. IDSA clinical practice guideline for acute bacterial
rhinosinusitis in children and adults. Clin Infect Dis. 2012 Apr;
54(8):e72–112.
5. DeMuri GP, Wald ER. Complications of acute bacterial sinusitis in
children. Pediatr Infect Dis J. 2011 Aug;30(8):701–2.
6. Desrosiers M, Gerald AE, Keith PK, Wright ED, Kaplan A,
Bouchard J, dkk. Canadian clinical practice guidelines for acute
and chronic rhinosinusitis. Allergy Asthma Clin Immunol. 2011
Feb;7(2):1–2.
7. Dowell SF, Schwartz B, Phillips WR. Evidence-based cure
guideline for medical management of acute bacterial sinusitis in
children 1 through 17 years of age [diunduh 26 Juli 2012].
Tersedia dari: http://www.cincinnatichildrens.org/svc/alpha/h/hea
th-policy/ev-based/sinus.htm.
8. Leung RS, Katial R. The diagnosis and management of acute and
chronic sinusitis. Prim Care. 2008 Mar;35(1):11–24.
9. McQuillan L, Crane LA, Kempe A. Diagnosis and management of
acute sinusitis by pediatrician. Pediatrics. 2009 Feb;123(2):e193–8.
10. Meltzer EO, Hamilos DL. Rhinosinusitis diagnosis management
for clinician: a synopsis of recent consensus guideline. Mayo
Clinic Proc. 2011 May;86(5):427–43.
11. Pappas DE, Hendley JO. Sinusitis. Dalam: Kliegman RM, Stanton
BF, St. Geme III JW, Schor NF, Behrman RE, penyunting. Nelson
textbook of pediatrics. Edisi Ke-19. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2011. hlm. 1436–9.
12. Ramadan HH. Chronic rhinosinusitis in children. Int J Pediatr.
2012;2012:573942.
13. Shapiro DJ, Gonzales R, Cabana MD, Hersh AL. National trends in
visit rates and antibiotic prescribing for children with acute
sinusitis. Pediatrics. 2011 Jan;127(1):28–34.

906
FARINGITIS AKUT

Batasan
Peradangan akut pada saluran respiratori atas yang meliputi faring
dan tonsil sehingga sering disebut tonsilofaringitis
Etiologi
Faringitis akut dapat disebabkan oleh virus (adenovirus, influenza
virus tipe A dan B, parainfluenza virus tipe 1−4, enterovirus) atau
bakteri yang tersering adalah group A β-hemolytic streptococci=
GABHS). Faringitis streptokokus terjadi pada semua usia, tersering
pada anak sekolah dan remaja dan jarang pada anak <3 th
Diagnosis
Anamnesis
Dapat ditemukan keluhan demam, lesu, nafsu makan ↓, suara
serak, batuk, dan pilek
Gejala dan tanda faringitis GABHS sering tumpang tindih dengan
faringitis yang bukan disebabkan GABHS, sehingga tidak mungkin
menegakkan diagnosis hanya berdasarkan temuan klinis. Tidak
satupun dari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis yang dapat
memastikan atau menyingkirkan faringitis GABHS
Pemeriksaan Fisis
Faring hiperemis dan tonsil membesar, kadang-kadang disertai
eksudat/lakuna, petekia pada palatum mole, pembesaran kelenjar
getah bening leher anterior yang nyeri pada penekanan

Tabel 217 Sistem Skoring (Modified Centor Score) untuk Memper-


kirakan Faringitis Group A β–hemolytic Streptococci
Kriteria Skor
Demam (suhu >38 °C) 1
Batuk (−) 1
Nodus kenyal, nyeri pada servikal anterior 1
Pembesaran tonsil 1
Usia (th)
3–<15 1
15–<45 0
≥45 −1
*Skor 0/(−): 1–2,5%; skor 1: 5–10%; skor 2: 11–17%;
skor 3: 28–35%; skor 4: 51–53%
Sumber: Wessel 2011

Pemeriksaan Penunjang
Rapid antigen detection
Kultur apus tenggorok

907
Tatalaksana
Umum: istirahat, analgetik
Khusus: antibiotik (pada infeksi GAHBS)
Penisilin V merupakan antibiotik pilihan, dosis 40 mg/kgBB/hr p.o.
selama 10 hr. Apabila tidak tersedia berikan amoksisilin oral (mem-
punyai efektivitas yang sama dengan penisilin V) 20 mg/kgBB/hr
2×/hr diberikan selama 10 hr atau 50 mg/kgBB/hr 1×/hr (maks. 1 g)
selama 10 hr. Pada keadaan ringan direkomendasikan 12,5
mg/kgBB/dosis, 2×/hr atau 10 mg/kgBB/dosis 3×/hr. Pada keadaan
berat 22,5 mg/kgBB/dosis, 2×/hr atau 13,3 mg/kgBB/dosis 3×/hr
Sefadroksil 30 mg/kgBB/hr 1×/hr selama 10 hr
Antibiotik untuk anak yang alergi penisilin:
Eritromisin estolate 20–40 mg/kgBB/hr selama 10 hr
Klindamisin 30 mg/kgBB/hr 2×/hr (maks. 1,8 g/hr) selama 10 hr
Azitromisin 12 mg/kgBB/hr 1×/hr (maks. 500 mg) selama 5 hr
Klaritromisin 15 mg/kgBB/hr dibagi 2 dosis (maks. 250 mg)
selama 10 hr
Amoksisilin klavulanat 40 mg/kgBB/hr, 3×/hr selama 10 hr
Penyulit
Komplikasi Supuratif
Limfadenitis servikal, abses peritonsiler, abses retrofaringeal, otitis
media, mastoiditis, sinusitis
Komplikasi ini terjadi apabila tanda dan gejala tidak mendapat
pengobatan seharusnya
Sekuele Nonsupuratif
Demam reumatik akut, glomerulonefritis akut poststreptokokal,
Sydenham chorea, artritis reaktif
Bibliografi
1. Asher MI, Grant CC. Infection of the upper respiratory tract.
Dalam: Taussig LM, Landau LI, Souef PN, Morgan WJ, Martinez
FD, Sly PD, penyunting. Pediatric respiratory medicine. Edisi ke-2.
Phyladelphia: Elsevier; 2008. hlm. 453–80.
2. Chiappini E, Regoli M, Bonsignori F, Sollai S, Parretti A, Galli L,
dkk. Analysis of different recommendations from international
guidelines for the management of acute pharyngitis in adults and
children. Clin Ther. 2011 Jan;33(1):48–58.
3. Wessel MR. Clinical practice. Streptococcal pharyngitis. N Engl J
Med. 2011 Feb;364(7):648–55.

908
OTITIS MEDIA AKUT
Batasan
Peradangan akut pada saluran telinga bagian tengah
Etiologi
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Branhamella
catarrhalis, Streptococcus β hemolyticus group A, Staphylococcus
aureus
Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan demam tinggi yang
sering kali dirasakan terus-menerus disertai dengan nyeri telinga
dan pendengaran berkurang
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan otoskop: membran timpani hiperemis dan menonjol
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pasti bila memenuhi 3 kriteria, yaitu onset cepat, tanda
efusi telinga tengah, gejala inflamasi telinga tengah
Kondisi ringan: otalgia ringan dan demam <39 °C
Kultur sekret telinga
Tatalaksana
Umum
Istirahat dan pemberian analgesik
Khusus
Tabel 218 Pemberian Antibiotik
Usia Diagnosis Pasti Diagnosis Tidak Pasti
<6 bl Terapi antibiotik Terapi antibiotik
6 bl–2 th Terapi antibiotik Terapi antibiotik
bila kondisi berat,
observasi 48–72
jam bila kondisi
ringan
≥2 th Terapi antibiotik bila kondisi berat, Observasi
observasi 48–72 jam bila kondisi ringan
Pemberian agen topikal*
Siprofloksasin/hidrokortison
3 tetes, 2× sehari
Hidrokortison/neomisin/polimiksin B
4 tetes, 3–4× sehari
Ofloksasin
5 tetes, 2× sehari
*Obat ini digunakan 7–10 hr kronik supuratif otitis media
Sumber: Ramakrishnan dkk. 2007

909
Antibiotik
Amoksisilin (pilihan utama) pada otitis media tanpa komplikasi.
Pilihan antibiotik lain: amoksisilin + asam klavulonat, eritromisin +
sulfonamid, azitromisin, klaritromisin, serta sefalosporin generasi
ke-2 dan 3 (seperti: sefiksim, seprozil, sefuroksim)
Dosis:
Amoksisilin 80−90 mg/kgBB/hr selama 10 hr
Bila alergi terhadap penisilin:
Azitromisin 10 mg/kgBB pada hr pertama selanjutnya 5
mg/kgBB selama 4 hr dosis tunggal
Klaritromisin 15 mg/kgBB selama 10 hr atau 5−7 hr bila ber-
usia ≥6 th
Sefuroksim 30 mg/kgBB terbagi dalam 2 dosis
Seftriakson 50 mg/kgBB selama 1–3 hr
Miringektomi
Indikasi:
Anak dengan kondisi berat
Imunokompromais
Neonatus usia <2 mgg
OMA berulang
Bibliografi
1. Choby BA. Diagnosis and treatment of strephtococcal
pharyngitis. Am Fam Physician. 2009 Mar;79(5):383–90.
2. Gould JM, Matz PS. Otitis media. Pediatr Rev. 2010 Mar;31(3):
102–16.
3. Guasekera H, Morris PS, McIntyre P, Craig JC. Management of
children with otitis media: a summary of evidence from recent
systematic reviews. J Pediatr Child Health. 2009 Oct;45(10):554–
62.
4. Ramakrishnan K, Sparks RA, Berryhill WE. Diagnosis and
treatment of otitis media. Am Fam Physician. 2007 Dec;76(11):
1650–8.

910
SINDROM CROUP
Batasan
Kelompok penyakit yang bervariasi dalam hal anatomik yang terlibat
dan mikroorganisme penyebab. Sering kali mengenai anak dan
bermanifestasi suara serak, batuk menggonggong, stridor inspirasi,
dan berbagai derajat distres pernapasan
Epidemiologi
Sindrom croup meliputi 15% penyakit yang sering dijumpai. Insidensi
1,5–6% terutama pada usia 13–24 bl. Umumnya menyerang anak
usia 6 bl–4 th
Klasifikasi
Sindrom croup meliputi:
Laringotrakeobronkitis viral
Spasmodic croup
Epiglotitis
Trakeitis bakteri
Abses peritonsilar
1. Laringotrakeobronkitis atau Disebut juga Viral Croup
Batasan
Penyakit infeksi saluran respiratori yang menyebabkan pada
daerah laring dan faring obstruksi saluran respiratori atas
Etiologi
Parainfluenzae virus tipe 1, 2, 3, influenzae virus A dan B, RSV,
adenovirus, herpes virus, human metapneumovirus. Infeksi bakteri
jarang terjadi
Manifestasi Klinis
Sering terjadi pada usia 3 bl–3 th. Gejala didahului dengan
rhinorrhea, faringitis, dan panas badan tidak begitu tinggi selama
beberapa hr, dapat juga disertai dengan batuk ringan. Dalam
waktu 12–48 jam mulai tampak gejala obstruksi saluran respiratori
atas. Anak mulai mengalami batuk menggonggong, suara serak,
dan stridor inspirasi dengan atau tanpa demam. Gejala umumnya
mulai membaik dalam 3–7 hr. Pada kasus berat, manifestasi klinis
dapat berlangsung 7–14 hr
Pemeriksaan Fisis
Takipnea, faring hiperemis/normal, coryza, demam
Pemeriksaan Penunjang
Leukosit >10.000/mm3 (predominasi PMN), foto Rontgen soft
tissue leher menunjukkan penyempitan di daerah subglotis
(steeple sign)

911
2. Spasmodic Croup
Batasan
Penyakit yang ditandai dengan terbangunnya anak tiba-tiba pada
malam hari menunjukkan stridor, batuk menggonggong, dan suara
parau
Etiologi
Belum jelas, mungkin berhubungan dengan reaksi alergi terhadap
antigen virus, sering muncul pada anak dengan faktor atopi
Manifestasi Klinis
Anamnesis
Sering terjadi pada usia 3 bl–3 th
Gejala muncul tiba-tiba, biasanya anak terbangun dari tidurnya
pada malam hari dengan gejala sesak napas dan stridor,
umumnya tanpa panas badan
Gejala obstruksi berupa stridor, batuk menggonggong, dan
suara parau dapat bersifat ringan atau sedang, jarang terjadi
berat atau progresif
Keadaan ini dapat sembuh spontan atau muncul berulang
Pemeriksaan Fisis
Mukosa laring tampak pucat
Pemeriksaan Penunjang
Foto Rontgen toraks: dapat ditemukan gambaran thumb sign
akibat pembengkakan epiglotis
3. Epiglotitis
Batasan
Keadaan yang mengancam jiwa anak akibat obstruksi saluran
respiratori yang disebabkan peradangan akut disertai edema pada
daerah supraglotis laring yang meliputi epiglotis beserta plika
ariepiglotika dan hipofaring dan disebut juga supraglotitis
Etiologi
Haemophilus influenzae tipe B (99%), Streptococcus β hemolyticus
group A, Staphylococcus aureus (jarang)
Manifestasi Klinis
Anamnesis
Paling sering pada anak 2–7 th
Gejala klinis muncul tiba-tiba dengan panas badan tinggi, sakit
tenggorokan, nyeri menelan, batuk, dan dalam beberapa jam
cepat menjadi progresif, sehingga muncul stridor inspirasi,
disfagia, megap-megap, pucat, gelisah, sianosis, dan tampak
toksik
Pada anak yang besar biasanya berada dalam posisi duduk
membungkuk ke depan, mulut terbuka, lidah menjulur, dan air
liur menetes (tripod sign)
Biasanya tidak didahului infeksi saluran respiratori atas
912
Pemeriksaan Fisis
Menunjukkan tanda/gejala distres pernapasan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang hanya boleh dilakukan dalam ruang
perawatan intensif
Leukositosis dengan pergeresan ke kiri
Foto Rontgen soft tissue leher AP menunjukkan pembesaran
dan pembengkakan epiglotis serta pelebaran hipofaring
Gambaran radiologi khas yaitu thumb print like pada epiglotis
yang membengkak
Laringoskopi: epiglotis tampak pucat
4. Trakeitis Bakteri
Batasan
Keadaan yang mengancam jiwa akibat infeksi bakteri akut pada
saluran respiratori atas yang tidak melibatkan epiglotis, sehingga
menimbulkan obstruksi saluran respiratori yang berat dan dapat
berakhir dengan kematian
Biasanya epiglotitis dapat juga ditemukan pada trakeitis bakteri
Sering juga disebut sebagai pseudomembranous croup
Etiologi
Staphylococcus aureus (terbanyak), Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenza tipe B, M. catarrhalis
Manifestasi Klinis
Biasanya menyerang anak <3 th
Batuk menggonggong, stridor inspirasi, dan panas tinggi diawali
dengan infeksi saluran respiratori atas ringan beberapa hari
sebelumnya
Penderita tampak toksik dengan distres napas dan obstruksi
saluran respiratori
Gejala lainnya seperti tercekik, ortopnea, nyeri menelan, sering
disertai infeksi penyerta terutama pneumonia
Pemeriksaan Penunjang
Leukositosis dengan pergeseran ke kiri
Radiologi: foto Rontgen soft tissue leher AP menunjukkan
penyempitan di daerah subglotis. Foto Rontgen soft tissue leher
lateral menunjukkan kolom trakea tampak buram dengan
iregularitas pada jaringan lunak luminal. Laringoskopi: tampak
banyak sekret kental di trakea
5. Abses Retrofaringeal
Etiologi
Staphylococcus aureus, beberapa spesies Streptococcus,
Haemophilus influenzae B
Manifestasi Klinis
Biasanya menyerang anak <6 th
Gejala biasanya tidak spesifik
913
Anak dapat mengalami panas badan tinggi, disfagia, serta nyeri
dan kekakuan pada leher, stridor, drooling
Pemeriksaan Fisis
Terkadang dapat ditemukan massa retrofaringeal atau massa pada
leher yang dapat terlihat dari luar dan teraba, serta panas badan
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium: leukositosis dengan pergeseran ke kiri (shift to the
left)
Radiologi: foto Rontgen soft tissue leher lateral menunjukkan
pelebaran jaringan lunak di daerah prevertebral
Tabel 219 Penilaian Derajat Croup (Westley Score)
Indikator Skoring
Stridor inspiratori
Tidak ada 0
Hanya dengan aktivitas 1
Saat istirahat 2
Retraksi interkostal
Tidak ada 0
Ringan 1
Sedang 2
Berat 3
Udara masuk
Normal 0
Berkurang sedikit 1
Berkurang banyak 2
Sianosis
Tidak ada 0
Saat aktivitas 4
Saat istirahat 5
Tingkat kesadaran
Normal 0
Terganggu 5
Sumber: Malhotra dan Krilov 2011
Keterangan: <4: derajat ringan; 4–6: derajat sedang; >6: derajat berat

Tatalaksana
Penguapan
Tidak terbukti efikasi terapi penguapan pada croup
Oksigen
Oksigen diberikan pada anak dengan hipoksia (saturasi oksigen
pada udara ruangan <92%) dan distres pernapasan yang signifikan
Analgesik dan Antipiretik
Tidak ada penelitian tentang penggunaan analgesik atau antipiretik
pada anak dengan croup. Penggunaan analgesik atau antipiretik

914
membuat anak lebih nyaman karena dapat ↓ gejala demam dan
nyeri

Antitusif dan Dekongestan


Tidak ada penelitian tentang penggunaan antitusif dan
dekongestan pada anak dengan croup, serta tidak ada dasar
rasional dalam penggunaannya sehingga tidak boleh diberikan
pada anak dengan croup

Antibiotik
Epiglotitis: antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga
(seftriakson atau sefotaksim) selama 7–10 hr. Kloramfenikol
selama 5 hr sama efektifnya dengan pemberian seftriakson.
Trakeitis bakteri dan abses retrofaring: antibiotik spektrum luas
selama 10–14 hr i.v.

Epinefrin
Nebulisasi epinefrin sering kali digunakan untuk meredakan gejala
viral croup. Tetapi hal ini dapat menimbulkan beberapa efek
samping seperti takikardia dan hipertensi. Selain itu, efeknya
hanya sebentar (<2 jam) dan segera sesudah efek tersebut hilang,
maka gejala akan muncul kembali (rebound phenomenon).
Epinefrin dibatasi pada serangan viral croup. Nebulisasi epinefrin
1/1.000 0,4–0,5 mL/kgBB (maks. 5 mL) tanpa diencerkan
mempunyai efektivitas dengan rasemic epinefrin: epinefrin 2,25%,
0,5 mL dilarutkan dengan 4,5 mL NaCl fisiologis
Penderita harus diobservasi selama 6 jam sesudah nebulisasi.
Pemberian epinefrin dapat diulang
Continuous epinefrin digunakan pada anak yang mendapat
perawatan di ICU

Kortikosteroid
Kortikosteroid terbukti dapat mengurangi edema pada mukosa
laring
Dosis deksametason 0,15–0,6 mg/kgBB (maks. 10 mg/hr) p.o. atau
nebulisasi steroid → budesonid, flutikason)
Efektivitas steroid oral sama dengan nebulisasi
Pemberian oral lebih disukai karena tidak menimbulkan traumatis
Hasil penelitian penggunaan kortikosteroid:
Kortikosteroid mengurangi jumlah dan lama intubasi, kebutuh-
an untuk reintubasi, frekuensi serta durasi rawat inap, dan
frekuensi kembali ke dokter atau pusat pelayanan kesehatan
untuk gejala croup yang persisten
Gejala croup lebih ringan dan gangguan tidur lebih ringan dalam
24 jam sesudah terapi
Orangtua penderita mengalami stres yang lebih ringan dalam 24
jam sesudah terapi
Biaya pengobatan ↓

915
Tidak ditemukan efek samping, kecuali anak yang mengalami
defisiensi imun atau baru terinfeksi varisela
Tidak ada penelitian kontrol yang sudah dipublikasikan yang
membuktikan bahwa pemberian kortikosteroid dengan dosis
multipel memberikan keuntungan yang lebih besar dibanding-
kan dengan dosis tunggal
Pada anak dengan muntah → gunakan steroid hirupan
Penderita dengan ancaman gagal napas → budesonid diberikan
bersamaan dengan epinefrin

Intubasi Endotrakea
Perlu dilakukan pada penderita yang tidak memberikan respons
atau mengalami tanda hiperkarbia dan gagal napas seperti stridor
yang bertambah berat, takikardia, takipnea, retraksi, sianosis, atau
gangguan kesadaran

Drainase
Perlu dilakukan pada kasus abses retrofaringeal

916
Tabel 220 Algoritme Penatalaksanaan Croup
Penilaian Derajat
Obstruksi Jalan Napas
Ringan Sedang Berat Mengancam Jiwa
Status mental normal Cemas, letih Gelisah, sangat lelah Kebingungan, mengantuk
Tidak ada stridor atau Stridor ketika istirahat
hanya ketika terjadi distres
Tidak ada atau sedikit Penggunaan sedikit otot Penggunaan otot pernapasan Penggunaan maks. otot
penggunaan otot tambahan, tarikan trakea, tambahan jelas terlihat, tarikan tambahan, tarikan trakea, atau
tambahan, tarikan trakea, ataupun retraksi trakea, atau retraksi dinding retraksi dinding dada
atau retraksi dinding dada dada
Denyut jantung normal Peningkatan denyut jantung Peningkatan jelas denyut
jantung
917

Dapat berbicara dan atau Keterbatasan dalam berbicara Peningkatan kecepatan napas, Usaha napas yang jelek
makan dan atau makan sangat sulit untuk berbicara dan Silent chest
atau makan
Sangat pucat Sianosis*
Tonus otot lemah
*Catatan: jika penderita memiliki tanda dan gejala lintas kategori, selalu tangani berdasarkan gambaran yang paling parah
Penanganan Awal
Rujuk ke rumah sakit segera Rujuk ke rumah sakit segera
Sediakan oksigen Sediakan oksigen
Nebulisasi adrenalin empat Nebulisasi adrenalin empat
1 mL vial (total 4 mL) dari 1 mL vial (total 4 mL) dari
larutan 1:1.000 larutan 1:1.000
Jangan dilarutkan Jangan dilarutkan
Berikan nebulisasi dengan Berikan nebulisasi dengan
oksigen jika memungkinkan oksigen jika memungkinkan
Pertimbangkan prednisolon Prednisolon oral Prednisolon oral 1,0 mg/kgBB Prednisolon oral 1,0 mg/kgBB
oral 1,0 mg/kgBB 1,0 mg/kgBB atau deksametason atau deksametason
0,6 mg/kgBB i.m. 0,6 mg/kgBB i.m.
Biarkan anak mengambil Biarkan anak mengambil Biarkan anak mengambil posisi Biarkan anak mengambil posisi
posisi yang menurut posisi yang menurut mereka yang menurut mereka paling yag menurut mereka paling
mereka paling nyaman paling nyaman nyaman nyaman
Berikan informasi kepada Berikan informasi kepada
orangtua orangtua
Kirim pulang jika stabil atau Dipantau jika fasilitas tersedia
diperiksa ulang sesudah atau kirim ke rumah sakit
918

1 jam jika ada perhatian Diperiksa ulang dalam 1 jam


khusus
Respons terhadap Pengobatan
Respons Baik
Kirim pulang ke rumah ketika tidak terdapat tanda dari obstruksi jalan napas sedang hingga berat dan secara klinis baik
Sediakan informasi kepada penderita, termasuk alasan untuk kembali
Respons Jelek
Rujuk ke rumah sakit
Penurunan saturasi oksigen merupakan tanda keparahan. Oksigenasi mungkin dipertahankan bahkan pada croup parah SpO2
<92% merupakan indikator peningkatan keparahan. Bagaimanapun, hal ini dikenali bahwa bentuk pemeriksaan ini tidak akan
tersedia pada sebagian besar dokter umum
Sumber: Rajapaksa dan Starr 2010
Bibliografi
1. Asher MI, Grant CC. Infection of the upper respiratory tract.
Dalam: Taussig LM, Landau LI, Souef PN, Morgan WJ, Martinez
FD, Sly PD, penyunting. Pediatric respiratory medicine. Edisi ke-2.
Philadelphia: Elsevier; 2008. hlm. 453–80.
2. Balfour Lynn IM, Davies JC. Acute infection producing upper
airway obstruction. Dalam: Chernick V, Kendig EL, penyunting.
Kendig’s disorders of the respiratory tract in children. Edisi ke-7.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. hlm. 404–15.
3. Bjornson C, Russel KF, Vandermeer B, Durec T, Klassen TP,
Johnson DW. Nebulized epinephrine for croup in children.
Cochrane Database Syst Rev. 2011 Feb;(2):CD006619.
4. Health for Kids in the South East Croup Guideline Development
Group. Evidence based practice guideline for the management of
croup in children. 2007 [diunduh 6 Januari 2009]. Tersedia dari:
http://www.mihsr.monash.org/pdf.
5. Malhotra A, Krilov LR. Viral croup. Pediatr Rev. 2001 Jan;22(1):5–
12.
6. Mazza D, Wilkinson F, Turner T, Harris C; Health for Kids
Guideline Development Group. Evidence based guideline for the
management of croup. AFP. 2008;37(6):14–9.
7. Rajapaksa S, Starr M. Croup - assesment and management. Austr
Fam Physician. 2010 May;38(5):280–2.
8. World Health Organization. WHO model prescribing information
drug used in bacterial infection. 2001 [diunduh 6 Januari 2009].
Tersedia dari: http://apps.who.int/medicinedocs/pdf/s5406e/s5
406e.pdf.
9. Zoorob R, Sidani M, Murray J. Croup: an overview. Am Fam
Physician. 2011 May;83(9):1067–73.

919
BRONKIEKTASIS
Batasan
Kondisi patologi saluran respiratori ireversibel ditandai dengan
gambaran radiografi berupa dilatasi bronkus dan secara klinis
didapatkan batuk kronik produktif. Terdapat istilah established
bronchiectasis bila dilatasi bronkus tidak membaik dalam 2 th.
Terminologi bronkiektasis yang diterangkan pada bagian ini
merupakan non-cystic bronkiektasis
Epidemiologi
Insidensi bronkiektasis yang dirawat di rumah sakit pada anak 5–14 th
adalah 1,3/100.000 anak. Insidensi pada beberapa tahun terakhir
menurun karena program imunisisasi yang meningkat, higiene dan
nutrisi yang baik, serta mudahnya akses ke pelayanan kesehatan.
Perbandingan pria:wanita adalah 1:1,4
Klasifikasi
Berdasarkan gambaran patologi
1. Bronkiektasis silindrikal: garis bronkial regular, dilatasi difus
bronchial tree, lumen terputus karena sumbatan mukus
2. Bronkiektasis varikosa: bronkus lebih dilatasi, dengan konstriksi
lokal menyebabkan gambaran bronkial ireguler menyerupai vena
varikosa, mungkin terdapat sakulasi kecil
3. Bronkiektasis sakular/kistik: merupakan bentuk paling berat,
dilatasi bronkus hebat menyebabkan bentuk balon berisi cairan
atau mukus
Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi bronkiektasis pada anak:
Pascainfeksi (pneumonia berat) penyebab tersering (29,7%)
Inherited immune deficiency
Primary ciliary dyskinesis (PCD)
Asma
Malformasi kongenital
Defek imun sekunder
Aspirasi benda asing
GERD
Tuberkulosis
Kistik fibrosis
Tidak diketahui
Faktor risiko antara lain hirupan iritan, higiene oral yang buruk,
malnutrisi, overcrowding
Patofisiologi
Mekanisme perkembangan bronkiektasis dari berbagai macam etilogi
saling berkaitan. Lingkaran ini dimulai dengan obstruksi cabang
bronkus yang disebabkan oleh infeksi dan inflamasi. Respons inang
yang berkali-kali mengalami jejas berulang menyebabkan obstruksi
destruksi epitel bronkus. Gangguan ini menyebabkan gangguan
920
klirens mukosilia dan retensi sekresi. Mekanisme ini saling berkaitan
dalam suatu siklus berulang antara infeksi bakteri kronik dan respons
inflamasi persisten. Secara histologis, gangguan epitel silia dapat
berubah menjadi bentuk skuamousa, bahkan pada tahap awal
parenkim sel dikelilingi oleh sel inflamasi. Gangguan lebih lanjut
jaringan sekitar terjadi pada bronkiektasis silindrikal dan sakular yang
juga merusak lapisan otot, struktur kartilago dan vaskular yang
menyebabkan endarteritis obstruktif dan akhirnya menyebabkan
hipertensi pulmonal

Gambar 72 Patofisiologi Bronkiektasis


Sumber: Chang dan Redding 2006

Diagnosis
Anamnesis
Bronkiektasis ditandai dengan batuk kronik atau berulang dengan
dahak purulen atau mukopurulen, sesak bila beraktivitas,
wheezing berulang, infeksi paru berulang, batuk darah, dan gagal
tumbuh
Pemeriksaan Fisis
Hipoksemia, dengan/tanpa deformitas dada (hiperinflasi)
Auskultasi paru → cracles kasar inspiratori ataupun wheezing,
pada ekstremitas dapat ditemukan jari tabuh sekitar 3–51%
kejadian

921
Pemeriksaan Penunjang
High-resolution computerized tomography (HRCT):
Merupakan baku emas
Gambaran karakterisitik signet ring yang memperlihatkan
diameter internal dilatasi bronkus lebih besar daripada diameter
pembuluh darah
Gambaran lain: air fluid level pada bronkus yang mengalami
dilatasi, tram line, varikosa, rongga kistik, penyumbatan oleh
mukus, dilatasi bronkus perifer, dan penebalan dinding bronkus
karena fibrosis peribronkial
Gambaran abnormalitas pada jaringan paru di sekitarnya dapat
berupa hilangnya parenkim paru, emfisema, parut, dan fokus
nodular
Foto Rontgen toraks tidak sensitif untuk mendiagnosis bronkiektasis,
gambarannya dapat berupa peningkatan tram lines, rongga kistik,
air fluid level, dan gambaran honey comb
Bronkoskopi dilakukan pada bronkiektasis obstruktif
Lima tipe temuan bronkoskopi yang berhubungan dengan
bronkiektasis: tipe 1 → hanya abnormalitas/inflamasi mukosa; xpe
2 → bronkomalasia; xpe3 → obliterative-like; tipe 4 → kombinasi
malasia dengan obliterative-like; tipe 5 → xdak ada kelainan
Spirometri dilakukan untuk menilai beratnya bronkiektasis, pada
awal penyakit didapatkan gambaran obstruksi, dan pada fase
lanjut menjadi gabungan obstruksi dan restriksi
Ventilation-perfusion scintigraphy dapat dilakukan untuk menilai
perfusi vaskular dan pertukaran udara
Kultur sputum, pada anak sering ditemukan kuman Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenzae non-type B, Moraxella
catarrhalis, Haemophilus parainfluenzae, Staphylococcus aureus,
dan Pseudomonas spp.
Tatalaksana
Bergantung pada penyakit yang mendasari
Terapi inisial → mengurangi obstruksi dan mengendalikan infeksi
Pemilihan antibiotik parenteral berdasarkan identifikasi kuman:
Amoksisilin/asam klavulanat 22,5 mg/kgBB/kali, 2×/hr
Roksitromisin dengan dosis 4 mg/kgBB/kali, 2×/hr diberikan 6–12
mgg
Makrolid digunakan karena mempunyai efek antisektretori dan
antiinflamasi, makrolid lain seperti klaritromisin maupun azitromi-
sin dapat digunakan selama 3–6 bl
Penggunaan antibiotik jangka panjang sebaiknya diberikan hanya
bila sering terjadi eksaserbasi
Penelitian intervensi jangka panjang pada anak bronkiektasis
belum dilakukan
Fisioterapi dada dapat meningkatkan mucociliary clearance, terutama
pada penderita kistik fibrosis
Suplementasi nutrisi yang adekuat
Terapi asma, antiinflamasi, zat mukoaktif dan antisekretori, serta
hirupan NaCl hipertonik, indometasin, maupun hirupan manitol
belum terbukti manfaatnya pada anak dengan bronkiektasis
922
Pembedahan: lobektomi/pneumonektomi
Indikasi: gejala tidak membaik dengan terapi medikal yang optimal
sesudah 2 th, gangguan pertumbuhan dengan terapi medikal yang
optimal, hemoptisis berat dan berulang karena embolisasi arteri
bronkial
Kontraindikasi: bronkiektasis menyeluruh, usia muda (<6 th), dan
gejala asimtomatik
Pemberian terapi imunoglobulin pada anak dengan dasar etiologi
imunodefisiensi dan gangguan respons antibodi

Pencegahan
Perbaikan keadaan lingkungan, meliputi pencegahan paparan iritan
seperti asap rokok, pengurangan kepadatan, peningkatan kebersihan
tangan, peningkatan higiene gigi, olahraga, dan pengobatan
malnutrisi dapat mencegah bronkiektasis
Vaksinasi pertusis, campak, pneumokokus, dan influenza dapat
mencegah pneumonia

Prognosis
Penderita bronkiektasis sering menderita penyakit paru berulang
sehingga sering tidak masuk sekolah, bertubuh pendek, dan
mengalami osteoporosis
Prognosis yang baik terjadi pada anak dengan penyakit yang masih
terlokalisasi
Penelitian pada 79 anak penderita bronkiektasis yang dilakukan
bronkogram berulang selama 6–8 bl, didapatkan 58% tidak ada
perbaikan, 34% perburukan, dan 9% mengalami perbaikan. Penelitian
lain pada 80 anak yang mendapat terapi pembedahan 55%
perbaikan, sedangkan 16% masih ada gejala minimal
Kematian pascaoperasi sangat rendah

Bibliografi
1. Chang AB, Redding GJ. Bronchiectasis. Dalam: Chernick V, Kendig
EL, penyunting. Kendig’s disorders of the respiratory tract in
children. Edisi ke–7. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. hlm.
463–77.
2. Redding GJ. Update on treatment of childhood bronchiectasis
unrelated to cystic-fibrosis. Pediatr Respir Rev. 2011 Jun;12(2):
119–23.
3. Banjar H. Childhood bronchiectasis: a review. Bahrain Med Bull.
2006 Jun;28(2):1–10.
4. Jones MH, Marostica PC. Bronkiektasis. Dalam: Taussig LM,
Landau LI, Le Souĕf PN, Martinez FD, Morgan WJ, Sly PD,
penyunting. Pediatric respiratory medicine. Edisi ke–2.
Philadelphia: Mosby Elsevier; 2008. hlm. 999–1003.
5. Lakser O. Bronkiektasis. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, St.
Geme III JW, Schor NF, Behrman RE, penyunting. Nelson
textbook of pediatric. Edisi ke–19. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2011. hlm. 525–6.
6. O'Donnell AE. Bronchiectasis. Chest. 2008 Oct;134(4):815–23.
923
7. Karadag B, Karakoc F, Ersu R, Kut A, Bakac S, Dagli E. Non-cystic-
fibrosis bronchiectasis in children: a persisting problem in
developing countries. Respiration. 2005 May–Jun;72(3):233–8.

924
BRONKITIS
BRONKITIS AKUT
Batasan
Peradangan sementara pada trakea dan bronkus yang menimbulkan
batuk-batuk dan biasanya tanpa pengobatan akan sembuh dalam
waktu 28 hari
Epidemiologi
1:10.000.000 penduduk dunia
Bronkitis akut ditemukan dalam semua kelompok usia, terjadi sama
antara pria dan wanita
Salah satu infeksi saluran respiratori yang paling umum terdiagnosis
oleh dokter keluarga
Sering terjadi pada musim hujan
Etiologi
Virus influenza, parainfluenza, rhinovirus, RSV, metapneumovirus,
dan adenovirus
Diagnosis
Anamnesis
Batuk mula-mula kering, nonproduktif, beberapa hari kemudian
batuk produktif mengeluarkan mukus/dahak purulen, disertai
muntah berisi mukus; gejala batuk ini hilang sesudah 10–14 hr
Gejala lain yang merupakan gejala penyakit sistemik seperti
demam dan rasa tidak nyaman di dada biasanya ≤3 hr
Pemeriksaan Fisis
Biasanya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisis, kadang-
kadang ditemukan suara mengi/wheezing
Terapi
Penatalaksanaan ditujukan terhadap gejala utamanya seperti:
Hindarkan asap rokok, asap lainnya, serta sumber polusi udara
lainnya
Meningkatkan kelembapan dan pemberian cairan yang baik
Analgetik dan antipiretik
Istirahat cukup
Posisi bayi diubah-ubah
Bronkodilator bila didapatkan bronkospasme
Hindarkan penggunaan obat batuk yang menekan pusat/refleks
batuk
Antibiotik diberikan hanya pada kasus yang dicurigai secara klinis
atau terbukti terdapat infeksi bakteri dari preparat gram atau
kultur sputum
Kortikosteroid tidak direkomendasikan
Pada kasus bronkitis akut tanpa komplikasi dengan sputum
purulen, disarankan pemberian antiinflamasi seperti ibuprofen 800
mg/8 jam selama 10 hr sebelum makan
925
BRONKITIS KRONIK
Batasan
Batuk kronik yang produktif yang terjadi selama ≥3 bl dalam 1 th atau
apabila gejala bronkitis akut menetap dan berlangsung lebih dari
2–3 mgg, walaupun pada suatu penelitian klinis dinyatakan bahwa
batuk produktif yang lama pada kenyataannya jarang pada anak
Epidemiologi
Di Amerika Serikat >2,5 juta anak menderita bronkitis kronik
Faktor penyebab sama dengan bronkitis akut
Pajanan saluran respiratori yang berlangsung terus-menerus sesudah
terjadi kerusakan saluran respiratori sebelumnya akibat infeksi akut
menyebabkan peradangan kronik
Diagnosis
Anamnesis
Riwayat penyakit, yaitu batuk yang menetap >2–3 mgg, hubungan
dengan makan/minum, episode sebelumnya, sumber kontak,
sumber pencetus dari lingkungan dan riwayat keluarga
Gejala utama bronkitis → batuk produktif (berdahak) yang
mengeluarkan dahak berwarna putih kekuningan atau hijau
Dikatakan bronkitis kronik bila keadaan ini berlangsung >3 bl
Mukus yang berwarna selain putih atau bening, menandakan
infeksi sekunder
Pemeriksaan Fisis
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan, ronki kering,
wheezing, clubbing jari, serta pembengkakan sinus maksilaris dan
fontalis
Terapi
Pada prinsipnya sama dengan penatalaksanaan bronkitis akut, yaitu:
Hindarkan asap rokok, asap lainnya, serta sumber polusi udara
lainnya
Istirahat cukup
Posisi bayi diubah-ubah
Bronkodilator
Bibliografi
1. Goodman DM. Bronchitis. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, St.
Geme III JW, Schor NF, Behrman RE, penyunting. Nelson
textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2011. hlm. 528–30.
2. Llor C, Moragas A, Bayona C, Morros R, Pera H, Cots JM, dkk.
Effectiveness of anti-inflammatory treatment versus antibiotic
therapy and placebo for patient with no-complicated acute
bronchitis with purulent sputum. BMC Pulm Med. 2011
Jun;2:11–38.

926
3. Loughlin GM. Bronchitis. Dalam: Chernick V, Kendig EL,
penyunting. Kendig’s disorders of the respiratory tract in
children. Edisi ke-7. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. hlm.
416–22.

927
BRONKIOLITIS
Batasan
Peradangan di bronkiolus
Dikenal berbagai definisi antara lain:
1. Penyakit viral yang mempunyai karakteristik demam, pilek, dan
wheezy cough yang bersifat kering
2. Gejala klinis yang diawali dengan prodromal infeksi virus saluran
respiratori atas diikuti dengan peningkatan usaha napas dan
wheezing pada anak <2 th
Karakteristik bronkiolitis: inflamasi akut, nekrosis sel epitel saluran
respiratori kecil, produksi mukus ↑, edema mukosa, bronkospasme
Etiologi
Bronkiolitis merupakan penyebab terbanyak infeksi respiratori bawah
pada bayi dan anak yang berusia ≤2 th
RSV (50–80%)
Adenovirus
Human metapneumovirus (3–19%)
Virus influenza
Parainfluenza virus tipe 3
Koinfeksi beberapa virus lain (10–30% bayi dirawat)
Diagnosis
Bronkiolitis harus didiagnosis dan ditentukan derajat penyakit
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis
Klinisi tidak dianjurkan secara rutin melakukan pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologis untuk diagnosis (Evidence
B)
Anamnesis
Bayi mengalami gejala batuk, pilek, dapat disertai demam yang
kemudian diikuti gejala akibat keterlibatan saluran respiratori
bawah seperti wheezing, takipnea, dan retraksi. Takipnea dapat
ringan sampai terjadi gagal napas. Karakteristik gejala klinis adalah
puncak penyakit terjadi pada hr ke-3–4
Pemeriksaan Fisis
Bayi dapat ditemukan merintih (grunting), sianosis, suhu tubuh
normal, subfebris atau tinggi, takipnea, pernapasan cuping hidung,
sekret hidung, retraksi subkostal, interkostal dan suprasternal.
Pada perkusi dapat ditemukan hiperresonansi, suara pernapasan
mungkin normal atau ekspirasi memanjang, wheezing, dan
crackles
Hepar dan lien dapat teraba akibat hiperinflasi toraks
Apnea merupakan komplikasi yang sering ditemukan pada bayi
prematur dengan bronkiolitis yang disebabkan oleh RSV

928
Pemeriksaan Penunjang
Foto Rontgen toraks dapat menunjukkan gambaran foto normal
atau hiperinflasi dengan depresi/pendataran diafragma, atelektasis
atau konsolidasi
Pulse oximetry memperlihatkan saturasi O2 ↓
Laboratorium
AGD didapatkan hipoksemia. Pada bronkiolitis berat dapat
disertai hiperkapnia dan asidosis
Enzyme linked immunosorbent assay (EIA) atau immuno-
fluorescence dari sekret hidung: antigen RSV (+) → bila
memungkinkan dilakukan
Diagnosis Banding
Asma bronkial
Bronkopneumonia
Aspirasi benda asing
Gagal jantung
Fibrosis kistik
Tatalaksana
Tatalaksana di berbagai negara dan tempat serta rumah sakit masih
beragam
Pada dasarnya suportif (hidrasi, O2). Jauhkan dan hindarkan bayi
dari asap rokok (Evidence B), berikan ASI/menetek
Bronkiolitis ringan → rawat jalan
Nasihat untuk orangtua: teruskan pemberian makanan, tingkat-
kan pemberian cairan. Bila memberat → rawat
Bronkiolitis berat → rawat
O2 lembap selama sesak dengan pemantauan saturasi O2 meng-
gunakan pulse oxymetri (O2 diberikan dengan nasal kanul)
Bila p.o. tidak memungkinkan atau ada risiko aspirasi → i.v.
Cairan infus: terutama bila hitung napas >60–70×/mnt, tidak mau
minum, sesak napas
Antibiotik bila dicurigai infeksi bakteri:
Ampisilin 100–200 mg/kgBB/hr i.v. dibagi 4 dosis
Bila ada konjungtivitis pada bayi berusia 1–4 bl, kemungkinan
infeksi sekunder oleh Chlamydia trachomatis → eritromisin 40
mg/kgBB/hr p.o. dibagi 4 dosis
Chest physiotherapy tidak dianjurkan karena tidak efektif untuk
memperbaiki keadaan ventilation-perfusion mismatch baik cara
vibrasi maupun perkusi (Evidence B)
Nasal suction hanya bermanfaat mengurangi sementara kongesti
hidung, tetapi jika berlebihan → edema nasal
Nebulisasi epinefrin (adrenalin):
Hasil lebih baik bila digunakan bersama deksametason karena
mempunyai efek sinergis. Adrenalin lebih aman dan relatif
murah, tetapi nebulisasi epinefrin dan glukokortikoid tidak
direkomendasikan sebagai terapi rutin untuk bronkiolitis
(Evidence A)

929
Dosis epinefrin rasemik 2,25% 0,25–0,75 mL dalam NaCL
fisiologis 3 mL/20 mnt. Bila tidak tersedia, dapat diganti dengan
epinefrin-levo 5 mL larutan 1:1.000
Nebulisasi NaCl 3%
Dosis 4 mL larutan NaCl 3%
Dapat diberikan pada penderita rawat jalan maupun rawat inap
Nebulisasi dengan NaCl 3% diberikan karena dapat meningkat-
kan clearance mucous serta memperpendek masa rawat inap
Pemberian nebulisasi NaCl 3% pada rawat inap dapat diberikan
3–6×/hr (Evidence A)
Dalam menilai kegawatan penderita dapat digunakan respiratory
distress assessment instrument (RDAI) yang menilai distres napas
berdasarkan 2 variabel respirasi yaitu wheezing dan retraksi
Nilai >15 : kategori berat
Nilai <3 : kategori ringan

Tabel 221 Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI)


Nilai
Nilai Maks.
0 1 2 3 4
Wheezing:
Ekspirasi − Akhir ½ ¾ Sepan- 4
Inspirasi − Sebagian Semua jang 2
Lokasi − ≤2 dari 4 ≥3 dari 4 2
lapang paru lapang paru
Retraksi:
Supraklavikular − Ringan Sedang Jelas 3
Interkostal
Subkostal − Ringan Sedang Jelas 3
− Ringan Sedang Jelas 3
Total 17

Bibliografi
1. American Academy of Pediatrics Subcommittee on Diagnosis and
Management of Bronchiolitis. Diagnosis and management of
bronchiolitis. Pediatrics. 2006 Oct;118(4):1774–93.
2. Bialy L, Foisy M, Smith M, Fernandes RM. The cochrane library
and the treatment of bronchiolitis in children: an overview of
reviews. Evid Based Child Health. 2011 Jan;6(1):258–75.
3. Zorc JJ, Hall CB. Bronchiolitis: recent evidence on diagnosis and
management. Pediatrics. 2010 Feb;125(2):342–9.
4. Wright M, Piedimonte G. Respiratory syncytial virus prevention
and therapy: past, present, and future. Pediatr Pulmonol. 2011
Apr;46(4):324–47.
5. Hartling L, Fernandes RM, Bialy L, Milne A, Johnson D, Plint A,
dkk. Steroids and bronchodilators for acute in the first two years
of life: systematic review and meta-analysis. BMJ. 2011 Apr;342:
d1714.

930
6. Ralston S, Hill V, Martinez M. Nebulized hypertonic saline
without adjunctive bronchodilators for children with
bronchiolitis. Pediatrics. 2010 Sep;126(3):e520–5.
7. Laham FR, Trott AA, Bennett BL, Kozinetz CA, Jewell AM,
Garofalo RP, dkk. LDH concentration in nasal-wash fluid as a
biochemical predictor of bronchiolitis severity. Pediatrics. 2010
Feb;125(2):e225–33.

931
PNEUMONIA
Epidemiologi
Penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak usia <5 th di
seluruh dunia, terutama di negara berkembang

Etiologi
Bakteri, virus, mikobakterium, dan jamur
Bakteri adalah penyebab utama di negara berkembang, yaitu:
Streptococcus pneumoniae (30−50%)
Haemophilus influenzae type b (Hib)
Staphylococcus aureus
Klebsiella pneumoniae
Virus merupakan penyebab utama di negara maju, yaitu:
RSV → 15–40%
Virus Influenza A dan B
Parainfluenza
Human metapneumovirus
Adenovirus
Di negara industri, epidemi RSV dan atau influenza koinsidensi
dengan epidemi S. pneumoniae. Di negara berkembang, infeksi virus
sering disertai infeksi sekunder
Usia merupakan prediktor yang baik untuk memperkirakan patogen
penyebab pneumonia
Virus → penyebab utama pneumonia pada anak usia lebih muda
(<2 th)
Bakteri → penyebab sebagian besar pneumonia pada anak besar
Tabel 222 menunjukkan bakteri dan virus yang umum menyebabkan
pneumonia pada anak berdasarkan usia
Faktor risiko pneumonia pada anak meliputi malnutrisi, berat badan
lahir rendah (BBLR), tidak mendapat ASI eksklusif, tidak mendapat
imunisasi campak, polusi udara dalam rumah, dan kepadatan hunian

932
Tabel 222 Penyebab Utama Pneumonia yang Didapat di
Masyarakat pada Anak berdasarkan Usia
Usia Penyebab Tersering Penyebab Jarang
0–20 hr Bakteri Bakteri
Escherichia coli Organisme
Group B streptococci Group B streptococci
Listeria monocytogenes Haemophilus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Cytomegalovirus
Herpes simplex virus
3 mgg–3 bl Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
S. pneumoniae H. influenzae tipe B dan
Virus non-typeable
Adenovirus Moraxella catarrhalis
Influenza virus Staphylococcus aureus
Parainfluenza virus 1, 2, U. urealyticum
and 3 Virus
Respiratory syncytial virus Cytomegalovirus
4 bl–5 th Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis H. influenzae tipe B
Mycoplasma pneumoniae M. catarrhalis
S. pneumoniae Mycobacterium
Virus tuberculosis
Adenovirus Neisseria meningitis
Influenza virus S. aureus
Parainfluenza virus Virus
Rhinovirus Varicella-zoster virus
Respiratory syncytial virus
6–18 th Bakteri Bakteri
C. pneumoniae H. influenza
M. pneumoniae Legionella species
S. pneumoniae M. tuberculosis
S. aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr virus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Respiratory syncytial virus
Varicella-zoster virus
Sumber : Ostapchuk dkk. 2004

933
Manifestasi Klinis
Sebagian besar pneumonia pada anak menunjukkan gambaran klinis
yang ringan sampai sedang sehingga dapat berobat jalan saja
Hanya sebagian kecil anak mengalami pneumonia berat yang
mengancam kehidupan dan mungkin terdapat komplikasi, sehingga
memerlukan perawatan di rumah sakit
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada
berat ringan infeksi
Gejala infeksi umum: demam, sakit kepala, gelisah, malaise, nafsu
makan ↓, keluhan gastrointesxnal seperx mual, muntah atau diare;
kadang-kadang ditemukan gejala ekstraparu. Pada anak dengan
malnutrisi berat, demam jarang terjadi
Gejala gangguan respiratori: batuk, sesak napas, retraksi dinding
dada, takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan
sianosis
Gambaran klinis pneumonia pada anak malnutrisi berat kurang
spesifik dan dapat tumpang tindih dengan sepsis
Penelitian mengenai validasi tanda klinis WHO menunjukkan bahwa
tanda klinis yang direkomendasikan oleh WHO kurang sensitif
sebagai prediktor pneumonia dibandingkan dengan gambaran
radiologis pada anak malnutrisi berat
Pneumonia bakterial harus dipertimbangkan pada anak usia <3 th
yang mengalami panas badan >38,5 °C disertai retraksi dinding dada
dan frekuensi napas ≥50×/mnt. Pneumonia yang disebabkan
Pneumoccocus spp. biasanya diawali dengan demam dan napas
cepat. Gejala lain yang umum ditemukan adalah kesukaran bernapas,
retraksi dinding dada, dan anak tampak tidak sehat (unwell
appearance)
Pneumonia yang disebabkan Staphylococcus spp. mempunyai gejala
yang sama dengan pneumonia yang disebabkan pneumoccocus,
sering ditemukan pada bayi, tetapi dapat ditemukan pada anak yang
lebih besar sebagai komplikasi dari influenza
Pneumonia yang disebabkan Mycoplasma spp. harus dicurigai pada
anak usia sekolah yang menunjukkan gejala demam, nyeri sendi, sakit
kepala, batuk
Diagnosis
Anamnesis
Demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan sesak napas
Pada bayi, gejala tidak khas, sering kali tanpa demam dan batuk
Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen, sertai
muntah
Pemeriksaan Fisis
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan
kelompok usia tertentu
Neonatus: sering dijumpai takipnea, grunting, pernapasan cuping
hidung, retraksi dinding dada, sianosis, dan malas menetek
Bayi yang lebih besar: jarang ditemukan grunting. Gejala lain yang
sering terlihat adalah batuk, panas, dan iritabel

934
Anak prasekolah, selain gejala di atas, dapat ditemukan batuk
produktif/nonproduktif, dan dispnea
Anak sekolah dan remaja, gejala lainnya yang dapat dijumpai yaitu
nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi, dan letargi
Takipnea berdasarkan WHO:
Usia <2 bl → ≥60×/mnt
Usia 2–<12 bl → ≥50×/mnt
Usia 1–5 th → ≥40×/mnt
Takipnea terbukti memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
dalam mendiagnosis pneumonia
Menurut WHO derajat berat pneumonia pada anak usia 2 bl–5 th
seperti Tabel 223 di bawah ini
Tabel 223 Klasifikasi Derajat Berat Pneumonia pada Anak Usia
2 Bulan sampai 5 Tahun
Gambaran Klinis Berat Penyakit
Batuk atau kesulitan bernapas dengan: Pneumonia sangat
Saturasi oksigen <90% atau sianosis berat
sentral
Distres saluran respiratori berat (tarikan
dinding dada bagian bawah berat,
grunting)
Tanda pneumonia disertai tanda bahaya
(tidak dapat minum, penurunan kesa-
daran, kejang)
Tarikan dinding dada bagian bawah Pneumonia berat
Napas cepat: Pneumonia
≥50×/mnt pada anak usia 2–11 bl
≥40×/mnt pada anak usia 1–5 th
Tidak ada tanda pneumonia atau Bukan pneumonia;
pneumonia sangat berat batuk atau “flu”
Sumber: WHO 2013

Auskultasi → fine crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak
besar, mungkin tidak ditemukan pada bayi
Iritasi pleura akan menyebabkan nyeri dada; bila berat gerakan
dada tertinggal waktu inspirasi, anak berbaring ke arah yang sakit
dengan kaki fleksi
Rasa nyeri dapat menjalar ke leher, bahu, dan perut
Pemeriksaan Penunjang
Radiologis
Foto Rontgen toraks proyeksi posterior-anterior (PA) merupa-
kan dasar diagnosis utama pneumonia
Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan (tidak
rutin dilakukan). Untuk negara berkembang foto Rontgen toraks
secara rutin tidak direkomendasikan terutama pneumonia yang
tidak memerlukan perawatan di rumah sakit
935
Indikasi spesifik foto Rontgen toraks adalah pneumonia sangat
berat, dugaan komplikasi pneumonia (misal efusi pleura), atau
tidak berespons terhadap terapi yang diberikan, dan kecurigaan
LTBI
Indikasi tambahan lainnya adalah gejala atipikal dan pemantau-
an pada anak dengan kolaps lobar atau gejala yang berlanjut
Pemeriksaan foto Rontgen toraks ulang hanya dilakukan bila
pada foto sebelumnya didapatkan lobar collapse, gambaran
round pneumonia, atau bila gejala menetap atau memburuk
Pada bayi dan anak yang kecil, gambaran radiologis sering tidak
sesuai dengan gambaran klinis
Foto Rontgen toraks tidak dapat membedakan antara
pneumonia bakteri dan pneumonia virus
Gambaran radiologis yang klasik dapat berupa:
Konsolidasi lobar atau segmental disertai air bronchogram,
biasanya disebabkan infeksi Pneumoccocus spp. atau bakteri
lain
Pneumonia interstisial, biasanya karena virus atau
mikoplasma; gambaran berupa corakan bronkovaskular
bertambah, peribronchial cuffing, dan overaeration; bila
berat terjadi patchy consolidation karena atelektasis
Gambaran difus bilateral, corakan peribronkial bertambah,
dan infiltrat halus sampai ke perifer. Gambaran pneumonia
karena S. aureus biasanya menunjukkan pneumatokel
Laboratorium
Jumlah leukosit >15.000/µL dengan dominasi neutrofil sering
didapatkan pada pneumonia bakteri, tetapi dapat pula karena
pneumonia nonbakteri
Diagnosis pasti pneumonia bakterial yaitu dengan isolasi mikro-
organisme dari paru, cairan pleura, atau darah. Pengambilan
spesimen dari paru sangat invasif dan tidak rutin diindikasikan
dan dilakukan
Kultur darah hanya (+) pada 10−30% kasus
Pemeriksaan C-reactive protein perlu dipertimbangkan pada
pneumonia dengan komplikasi dan dapat bermanfaat untuk
melihat respons antibiotik
Tidak dapat membedakan pneumonia akibat virus atau bakteri
Meskipun penyebab pneumonia sulit ditentukan, tetapi ada
beberapa gejala dan tanda yang dapat dikenali secara klinis,
yaitu:
Staphylococcus aureus:
Progresivitas penyakit sangat cepat dengan gejala
respiratori sangat berat: grunting, sianosis, takipnea, dan
gambaran radiologis necrotizing pneumonia, pneumonia
dengan komplikasi (efusi pleura, empiema, piopneumo-
toraks), perburukan klinis dan radiologis yang sangat cepat,
atau pada keadaan pascainfeksi campak (saat ini atau
4 mgg sebelumnya)
Pada kulit penderita dapat dijumpai bisul atau abses

936
Streptococcus grup A:
Penyebab tersering faringitis, tonsilitis dengan limfadenitis
koli, demam, malaise, sakit kepala, dan gejala pada abdomen
Sering merupakan komplikasi infeksi kulit pada anak
dengan varisela
Penyakit memburuk dalam 24 jam
Sering diikuti dengan syok septik, empiema, dan pneu-
matokel yang terjadi dalam beberapa hr sampai 1 mgg
sesudah pengobatan
Pulse oxymetri
Pengukuran saturasi O2 merupakan pemeriksaan noninvasif
yang dapat memperkirakan oksigenasi arteri
Semua anak yang dirawat inap karena pneumonia seharusnya
diperiksa pulse oxymetri. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan
untuk negara berkembang dengan keterbatasan sarana untuk
mendeteksi hipoksemia
Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan biakan darah harus dilakukan pada semua anak
yang dicurigai menderita pneumonia bakteri, pneumonia berat,
pneumonia dengan komplikasi
Hasil (+) hanya didapatkan pada 10–30% kasus
Pemeriksaan sputum
Walaupun kurang berguna, tetapi jika anak memungkinkan
untuk mengeluarkan sputum, periksa preparat gram
Rapid test untuk deteksi antigen bakteri mempunyai spesifisitas
dan sensitivitas rendah. Saat ini di RSHS tidak tersedia dan tidak
dilakukan
Tatalaksana Pneumonia Berat
Rawat di rumah sakit
Pemberian oksigen bila saturasi O2 <90%
Tatalaksana patensi jalan napas
Pemberian antibiotik
Terapi demam
Perawatan Umum di Rumah Sakit
Terapi oksigen
Bayi dan anak yang mengalami hipoksia mungkin tidak tampak
sianosis
Agitasi mungkin menjadi indikasi hipoksia
Oksigen diberikan pada penderita dengan saturasi oksigen <90%
pada udara kamar untuk mempertahankan saturasi oksigen
≥90%, dan pada penderita dengan distres napas
Analgetik antipiretik
Anak yang terkena infeksi saluran respiratori bagian bawah akut
umumnya mengalami pireksia dan dapat merasakan nyeri

937
seperti nyeri kepala, nyeri dada, nyeri sendi, nyeri perut, dan
nyeri telinga
Terapi Cairan
Anak yang tidak mampu mempertahankan asupan cairan akibat
sesak atau kelelahan memerlukan terapi cairan
Pipa nasogastrik dapat memengaruhi pernapasan dan karena itu
harus dihindari pada anak yang sakit berat, terutama bayi
dengan lubang hidung yang kecil
Penderita yang muntah-muntah atau sakit berat memerlukan
cairan i.v.
Bila diperlukan, cairan i.v. diberikan 80% dari kebutuhan basal
dan perlu dipantau elektrolit serum
Pemberian antibiotik
Antibiotik empiris diberikan berdasarkan usia penderita dan
derajat penyakit
Antibiotik yang sesuai harus diberikan segera sesudah penderita
masuk rumah sakit
Untuk pneumonia atau bukan pneumonia berat dapat diberikan
kotrimoksazol (8 mg/kgBB/dosis trimetoprim dalam 2 dosis p.o.)
atau amoksisilin 25 mg/kgBB/dosis diberikan tiap 12 jam p.o.
(penelitian menunjukkan amoksisilin dua dosis sehari memiliki
konsentrasi dalam darah yang sama dengan amoksisilin 3
dosis/hr) selama 3–5 hr
Efikasi kedua obat sama, kecuali di daerah yang mengalami
resistensi pada salah satu obat
Antibiotik parenteral harus diberikan pada anak dengan
pneumonia berat
Pilihan pemberian antibiotik inisial pada pneumonia anak
Ampisilin 50 mg/kgBB/dosis i.v. atau i.m. setiap 6 jam yang
harus dipantau dalam 24 jam selama 48–72 jam pertama
Bila keadaan klinis berat, pengobatan inisial berupa kombinasi
ampisilin-gentamisin
Bayi usia <2 bl atau pneumonia sangat berat, ampisilin dosis di
atas ditambah gentamisin 7,5 mg/kgBB i.v. atau i.m. sekali
sehari
Pada keadaan dicurigai meningitis (malas menetek, letargis,
kejang, menangis lemah, fontanel menojol) dan septikemia,
maka obat pilihan pertama adalah sefotaksim atau seftriakson
i.v.
Sesudah 48 jam pengobatan pneumonia sangat berat tidak
tampak perbaikan, antibiotik diubah menjadi sefalosporin
generasi ketiga, seperti seftriakson dan sefotaksim
Pneumonia pada anak HIV
Pada anak bukan pneumonia berat, terapi inisial dengan
amoksisilin oral (25–30 mg/kgBB/dosis, 2×/hr selama 5 hr).
Penderita memerlukan pemantauan kondisi klinis. Pneumonia
berat harus dirawat di rumah sakit karena risiko tinggi cepat
938
perburukan dan kegagalan terapi. Pemberian antibiotik inisial
harus memerhatikan pemberian antibiotik sebelumnya dan
prevalensi resistensi antibiotik di daerah tersebut
Ampisilin dan gentamisin dapat diberikan selama 10 hr. Bila
tidak ada respons, antibiotik dapat diganti dengan seftriakson
atau sefotaksim
Jika diduga infeksi S. aureus dapat diberikan kloksasilin dan
gentamisin
Pada anak usia <1 th dengan pneumonia berat dapat diterapi
secara empiris dengan kotrimoksazol i.v. (15–20 mg/kgBB/hr
komponen trimetoprim) dalam tiga atau empat dosis terbagi
diinfus dalam 1 jam selama 21 hr
Terapi kotrimoksazol oral diberikan pada penyakit yang ringan
atau sedang atau bila sudah terjadi perbaikan
Perbaikan klinis biasanya lambat, membutuhkan 5–7 hr
Kortikosteroid sudah terbukti menurunkan ketergantungan O2
dan mortalitas penderita HIV dewasa bila diberikan dalam 72
jam pemberian terapi kotrimoksazol
Hal ini belum dapat dibuktikan pada anak, tetapi mungkin
efektif pada dosis 1 mg/kgBB/hr selama 7 hr dan kemudian di-
tappering selama 7 hr berikutnya
Pneumonia pada anak malnutrisi berat
Ampisilin dan gentamisin merupakan antibiotik inisial
Terapi suportif seperti mempertahankan suhu, pencegahan
hipoglikemia, dan pemberian nutrisi yang tepat sangat penting
untuk memperoleh hasil terapi yang baik
Pemantauan
Sesudah pemberian antibiotik inisial, pantau dalam 24 jam
selama 48–72 jam pertama. Apabila kondisi klinis membaik;
tidak didapatkan tanda sepsis, empiema, necrotizing
pneumonia, dan abses paru; tanda vital stabil selama min. 48
jam; biakan darah tidak menunjukkan pertumbuhan kuman; dan
dapat makan/minum p.o. maka:
Antibiotik i.v dapat diganti dengan antibiotik oral. Umumnya
peralihan ke antibiotik oral dilakukan sesudah 2–4 hr
pemberian antibiotik i.v. Selanjutnya, terapi dilanjutkan di
rumah dengan amoksisilin p.o. (15 mg/kgBB/kali 3×/hr).
Pemberian antibiotik pada pneumonia berat dilanjutkan
sampai 5–7 hr atau kepustakaan lain menyatakan 7−10 hr,
dan pada pneumonia sangat berat diberikan selama 7–10 hr
atau kepustakaan lain menyatakan 10–14 hr
Apabila:
Demam atau manifestasi klinis lainnya menetap sesudah 48
jam pemberian antibiotik, atau keadaan klinis memburuk
sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat (tidak
dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres
pernapasan berat) maka terapi harus dievaluasi kembali dan
dipertimbangkan foto Rontgen toraks ulang. Tambahkan
939
kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali i.m. atau i.v. setiap 8 jam atau
gentamisin 7,5 mg/kgBB i.v. atau i.m. 1×/hr
Apabila terjadi kegagalan terapi pada penderita yang diberi
kotrimoksazol, diganti dengan amoksisilin
Jika obat pertama yang diberikan adalah amoksisilin, maka
bila terjadi kegagalan terapi dapat ditambahkan gentamisin
atau diganti dengan amoksisilin-asam klavulanat (80−90
mg/kgBB/hr amoksisilin dalam dosis terbagi dengan maks. 6,4
mg/kgBB/hr asam klavulanat) untuk meningkatkan aktivitas
terhadap Haemophilus influenzae penghasil β-laktamase dan
S. pneumoniae yang resisten
Bila terjadi kegagalan terapi berikutnya, sefalosporin generasi
ke-2 (sefuroksim) atau generasi ke-3 (seftriakson, sefopodok-
sim) dapat digunakan untuk memperluas cakupan terhadap
organisme penghasil β-laktamase
Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik
dengan gentamisin (7,5 mg/kgBB i.m. 1×/hr) dan kloksasilin
(50 mg/kgBB i.m. atau i.v. setiap 6 jam). Bila keadaan anak
membaik, lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral
4×/hr sampai mencapai 3 mgg, atau klindamisin secara oral
selama 2 mgg
Pilihan antibiotik selanjutnya berdasarkan hasil pemeriksaan
pola kepekaan antibiotik
Indikasi Penderita Dipulangkan
Perbaikan secara klinis, nafsu makan membaik, bebas demam
12–24 jam, stabil, saturasi O2 >92% dalam udara ruangan selama
12–24 jam (tanpa O2), orangtua sudah mengerti untuk melanjut-
kan pemberian antibiotik oral
Pencegahan
Vaksinasi dengan vaksin pertusis (DTP), campak, pneumokokus, dan
H. influenzae
Vaksin influenza untuk bayi >6 bl dan usia remaja
Untuk orangtua atau pengasuh bayi <6 bl disarankan untuk diberikan
vaksin influenza dan pertusis

940
941

Gambar 73 Algoritme Tatalaksana CAP Menurut Usia


Sumber: Stuckey-Schrock dkk. 2012
942

Gambar 74 Algoritme Tatalaksana CAP Menurut Usia (Lanjutan)


Sumber: Stuckey-Schrock dkk. 2012
Bibliografi
1. Singh V, Aneja S. Pneumonia-management in the developing
world. Paediatr Respir Rev. 2011 Mar;12(1):52−9.
2. Wardlaw T, Salama P, Johansson EW, Mason E. Pneumonia: the
leading killer of children. Lancet. 2006 Sep;368(9541):1048–50.
3. Gray D, Zar HJ. Childhood pneumonia in low and middle income
countries: burden, prevention and management. Open Infect Dis
J. 2010;4:74–84.
4. India Clinical Epidemiology Network (IndiaCLEN) Task Force on
Pneumonia. Rational use of antibiotics for pneumonia. Indian
Pediatr. 2010 Jan;47(1):11–8.
5. Don M, Canciani M, Korppi M. Community-acquired pneumonia
in children: what’s old? what’s new? Acta Paediatr. 2010 Nov;
99(11):1602–8.
6. Rudan I, Boschi-Pinto C, Biloglav Z, Mulholland K, Campbell H.
Epidemiology and etiology of childhood pneumonia. Bull World
Health Organ. 2008 May;86(5):408–16.
7. Harris M, Clark J, Coote N, Fletcher P, Harnden A, McKean M,
dkk. British Thoracic Society guidelines for the management of
community acquired pneumonia in children: update 2011.
Thorax. 2011 Oct;66(Suppl 2):ii1–23.
8. Sandora TJ, Sectish TC. Community acquired pneumonia. Dalam:
Kliegman RM, Stanton BF, St. Geme III JW, Schor NF, Behrman
RE, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-19.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011. hlm. 524–8.
9. World Health Organization. Pocket book of hospital care for
children. Guidelines for the Management of Common Childhood
Illnesses. Edisi ke-2. Geneva: WHO; 2013.
10. Williams DJ, Hall M, Shah SS, Parikh K, Tyler A, Neuman MI, dkk.
Narrow vs broad-spectrum antimicrobial therapy for children
hospitalized pneumonia. Pediatrics. 2013 Nov;132(5):e1141–8.
11. Stuckey-Schrock K, Hayes BL, George CM. Community-acquired
pneumonia in children. Am Fam Physician. 2012 Oct;86(7):661–7.

943
RECURRENT PNEUMONIA
Batasan
Dua atau lebih episode pneumonia dalam satu tahun, atau lebih dari
3 episode kapanpun pada seorang anak, dengan gambaran foto
Rontgen toraks menunjukkan paru-paru yang bersih di antara
episode tersebut. Seorang anak dengan recurrent pneumonia harus
dipantau ketat untuk mencegah komplikasi. Penyakit yang men-
dasarinya harus diidentifikasi untuk menentukan terapi yang tepat
Etiologi
Infeksi oleh organisme yang virulen, resisten atau organisme atipikal
Pemberian antibiotik yang tidak adekuat
Malformasi kongenital pada saluran respiratori atas dan bawah,
pembuluh darah paru, maupun sistem kardiovaskular (pirau kiri ke
kanan, vascular ring)
Aspirasi berulang
Defek pada sekresi saluran respiratori seperti fibrosis kistik dan
diskinesia silia
Gangguan sistem imun seperti HIV dan penggunaan obat
imunosupresan
Diagnosis
Anamnesis
Usia onset
Kelainan kongenital, misal pada tracheoesophageal fistula, cystic
adenomatoid malformation and congenital lobar emphysema.
Kelainan imunologi humoral
Gambaran rinci episode pneumonia
Pada setiap serangan perlu dijabarkan: onset, durasi dan gambaran
batuk, demam ada/tidak, infeksi saluran respiratori bawah ada/
tidak, foto Rontgen toraks, antibiotik yang diberikan, respons
terapi, dan perawatan
Perlu ditanyakan kepada orangtua saat gejala timbul, hubungan-
nya dengan makan dan perubahan pada posisi, muntah, iritabilitas,
batuk malam hari, dan wheezing
Riwayat sakit sebelumnya
Infeksi yang berulang mungkin disebabkan oleh gangguan imun.
Riwayat tersedak benda asing. Malabsorpsi mungkin tampak
pada cystic fibrosis
Riwayat persalinan
Prematur, riwayat bronchopulmonary dysplasia, paparan pada
oksigen, infeksi ibu, mekonium pada saat persalinan
Riwayat keluarga
Riwayat alergi pada keluarga, asma, kelainan kongenital
Faktor lingkungan seperti paparan pada infeksi, polutan, iritan, dan
asap rokok
Gejala
Anak dengan reccurent pneumonia pada lobus yang bervariasi,
mungkin terdapat gangguan dalam batuk atau mekanisme
944
pembersihan oleh mukosiliar, penyempitan aliran udara yang
menghambat pembersihan jalan napas, fungsi imun lokal atau
sistemik. Aspirasi pada kasus ini berhubungan dengan gangguan
dalam batuk dan penyempitan aliran udara. Hal ini merupakan
hasil gangguan menelan, berhubungan dengan abnormalitas SSP,
penyakit neuromuskular, atau lesi anatomis orofaring
Pemeriksaan Penunjang
Foto Rontgen toraks menunjukkan infiltrat, yang penting dalam
menentukan episode pneumonia pada kasus suspek pneumonia atau
reccurent pneumonia
Perbandingan dua foto Rontgen toraks diperlukan untuk konfirmasi
diagnostik pneumonia, dan penilaian konsolidasi pada satu lobus
atau bila terdapat kelainan multifokal yang dapat menjadi pertim-
bangan dalam diagnosis banding
CT-scan
Indsikasi pada infeksi saluran respiratori bawah:
Dugaan komplikasi pneumonia bakteri
Menyingkirkan kelainan yang mendasari reccurent pneumonia
Investigasi pada anak dengan gangguan imun yang foto Rontgen
toraksnya normal atau ekuivokal
Terapi
Mayoritas anak dengan reccurent pneumonia memiliki penyebab
yang mendasarinya. Terapi ditujukan pula pada kelainan yang
menjadi etiologinya
Anak dengan riwayat batuk malam hari, batuk atau wheezing, perlu
dipikirkan pemberian steroid dan bronkodilator
Anak dengan reccurent pneumonia yang disebabkan oleh aspirasi
mungkin mengalami gastroesophageal reflux
Recurrent pneumonia pada anak dengan gangguan imunitas sering
disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae (37%) dan Haemophilus
influenzae (26%). Terapi antibiotik dan intravenous gammaglobulin
(IVIG) menurunkan mortalitas dan morbiditas
Bibliografi
1. Patria F, Longhi B, Tagliabue C, Tenconi R, Ballista P, Ricciardi G,
dkk. Clinical profile of recurrent community-acquired pneumonia
in children. BMC Pulm Med. 2013 Oct;13:60.
2. Panitch HB. Evaluation of recurrent pneumonia. Pediatr Infect
Dis J. 2005 Mar;24(3):265–6.
3. Brand PL, Hoving MF, de Groot EP. Evaluating the child with
recurrent lower respiratory tract infections. Paediatr Respir Rev.
2012 Sep;13(3):135–8.
4. Hoving MF, Brand PL. Causes of recurrent pneumonia in children
in a general hospital. J Paediatr Child Health. 2013 Mar;49(3):
E208–12.
5. Lodha R, Kabra SK. Recurrent/persistent pneumonia. Indian
Pediatr. 2000 Oct;37(10):1085–92.

945
HOSPITAL ACQUIRED PNEUMONIA
Batasan
Penyakit infeksi saluran respiratori akut dengan gejala utama akibat
radang pada parenkim paru yang terjadi pada ≥48 jam sesudah
perawatan di rumah sakit, dibagi menjadi dini bila penyakit terjadi
<5 hr, sedangkan lanjut bila penyakit terjadi sesudah ≥5 hr perawatan
Etiologi
Patogen Gram Negatif
Pseudomonas aeruginosa, A. baumanii, mikroorganisme yang ter-
golong ke dalam Enterobacteriaceae (Klebsiella spp., Enterobacter
spp., Serratia spp., dll.) dan dalam beberapa kondisi, mikroorganisme
seperti Haemophilus influenza
Patogen Gram Positif
Patogen gram positif yang menyebabkan hospital acquired pneumonia
(HAP) antara lain Staphylococcus aureus, Streptococcus spp. dan
Streptococcus pneumonia
Bakteri lain: Prevotella spp., Fusobacterium spp., dan Veillonella spp.
Patogen nonbakteri: Candida spp., Aspergillus spp.
Diagnosis
Klinis
Menegakkan diagnosis HAP sulit dilakukan karena belum ada
kriteria klinis yang disetujui secara menyeluruh, penderita disebut
suspek HAP jika terbukti terjadi infiltrat baru pada gambaran
radiologis dalam ≥48 jam sesudah dirawat di rumah sakit disertai
demam >38,3 °C, leukositosis atau leukopenia, dan sputum yang
purulen (leukosit >25/lapang pandang besar pada pewarnaan
gram aspirasi trakea). Konsensus di Eropa menyetujui penderita
positif HAP jika setidaknya didapatkan infiltrat paru pada gam-
baran radiologi disertai 2 dari 3 kriteria klinis di atas
Clinical pulmonary infection score (CPIS) merupakan suatu sistem
skoring untuk mendiagnosis HAP yang terdiri atas 6 kriteria yaitu
timbul demam >38,3 °C, leukositosis atau leukopenia, kultur
sputum positif, timbul perburukan atau infiltrat baru pada
gambaran radiologi, gangguan oksigenasi, dan kultur semikuanti-
tatif dari aspirasi trakea dengan atau tanpa apus gram. Clinical
pulmonary infection score ini diakui memiliki sensitivitas yang lebih
baik dalam mendiagnosis HAP (sensitivitas 78%, spesifisitas 56%)
Radiologi
Diagnosis radiologi terbatas pada timbul infiltrat baru pada
gambaran foto Rontgen toraks, sedangkan CT-scan dapat
dilakukan sebagai alat diagnostik tambahan untuk menyingkirkan
kelainan lain jika gambaran dari foto Rontgen toraks meragukan.
Pada penderita HAP karena S. aureus sering didapatkan gambaran
radiologis berupa pneumatokel yang muncul rata-rata 2–8% pada
penderita HAP yang disebabkan oleh S. aureus
946
Mikrobiologi
Kultur darah memiliki nilai prognostik dan diagnostik namun
dilaporkan sensitivitasnya hanya 8–20%, dengan demikian
perannya terbatas. Bakteri yang paling sering ditemukan pada
kultur adalah P. aeruginosa, S. aureus, Enterobacteriaceae
(terutama Klebsiella, E. coli, dan Enterobacter spp.). Semakin lama
penderita dirawat di rumah sakit, spektrum bakteri yang
ditemukan biasanya semakin luas, multipel, dan resisten terhadap
obat. Hospital acquired pneumonia dini lebih sering disebabkan
oleh bakteri yang timbul pada CAP seperti S. pneumoniae atau H.
infuenzae, sedangkan HAP lanjut biasanya disebabkan oleh bakteri
yang resisten terhadap berbagai obat seperti P. aeruginosa dan K.
pneumonia, ataupun oleh bakteri MRSA
Media kultur yang dapat digunakan untuk S. aureus adalah
MacConkeys pada suhu 37 °C selama 18 jam, apabila positif akan
ditemukan gambaran koloni berwarna kuning keemasan, bulat
dengan koloni pigmen berwarna putih
Pemeriksaan sputum juga belum diketahui sensitivitas dan
spesifisitasnya sehingga tidak rutin diperiksa, selain itu spesimen
sputum dapat berasal dari area yang tidak terinfeksi dan dapat
terkontaminasi oleh flora saluran respiratori bagian atas.
Pemeriksaan noninvasif yang cukup berguna adalah pemeriksaan
aspirasi trakeobronkial. Pemeriksaan ini sensitivitasnya tinggi
namun kelemahannya tidak dapat membedakan organisme
penyebab pneumonia. Pemeriksaan lain seperti bronkoskopi
langsung atau bronchoalveolar lavage (BAL) memiliki sensitivitas
dan spesifisitas yang baik tetapi bersifat invasif dan jarang
dilakukan

Tatalaksana

Hospital acquired pneumonia

Early onset: tidak Late onset: risiko


didapatkan risiko multidrug-resistant
multidrug-resistant

Organisme penyebab Organisme lain yang juga


early onset menyebabkan early onset
dan termasuk late onset

Gambar 75 Alur Tatalaksana Hospital Acqured Pneumonia


Sumber: American Thoracic Society 2005

947
Tabel 224 Terapi Empiris Antibiotik pada HAP Onset Dini
Patogen Potensial Regimen yang Direkomendasikan
Streptococcus Sefalosporin generasi ketiga
pneumoniae (seftriakson, sefotaksim) atau
Haemophilus influenzae Fluorokuinolon (moksifloksasin,
MSSA levofloksasin) atau
Antibiotic-sensitive β-laktam/β-laktamase inhibitor
enteric (amoksisilin/asam klavulanat;
Basil gram negatif ampisilin/sulbaktam) atau
Escherichia coli Karbapenem (ertapenem) atau
Klebsiella pneumoniae Sefalosporin generasi ketiga ditambah
makrolid atau
Monobaktam ditambah klindamisin
(untuk penderita yang alergi β-laktam)
Enterobacter species
Proteus species
Serratia marcescens
Sumber: Song 2008

Tabel 225 Terapi Empiris Antibiotik pada HAP Onset Lambat


Patogen Potensial Regimen yang Direkomendasikan
Patogen yang termasuk Sefalosporin antipseudomonas
penyebab onset dini (sefepim, seftazidim) atau
dan patogen MDR Karbapenem antipseudomonal
Pseudomonas (imipenem/meropenem) atau
aeruginosa β-laktam/β-laktamase inhibitor
Klebsiella pneumoniae (piperasilin tazobaktam)
(ESBL)
Acinetobacter spp.
MRSA Fluorokuinolon (siprofloksasin atau
levofloksasin) atau
Aminoglikosida (amikasin, gentamisin,
atau tobramisin)
Legionella pneuophila Sefoperazon/sulbaktam ditambah
fluorokuinolon atau aminoglikosid
ditambah ampisilin/sulbaktam atau
Fluorokuinolon (siprofloksasin)
ditambah aminoglikosida ditambah
linezolid/vankomisin, ditambah
azitromisin atau fluorokuinolon
Sumber: Song 2008

Risiko terjadi multidrug-resistant (MDR)


Terapi antibiotik sudah dimulai dalam 90 hr
Onset pneumonia terjadi selama 5 hr saaat dirawat
Frekuensi tinggi resisten antibiotik
948
Lama dirawat di ICU atau terpasang ventilator mekanik
Status imunokompromais (penggunaan medikasi imunosupresan,
HIV, transplantasi sumsum tulang atau organ)
Bibliografi
1. American Thoracic Society; Infectious Disease Society of
America. Guidelines for the management of adult with hospital-
acquired pneumonia, ventilator-associated and healthcare-
associated pneumonia. Am J Respir Crit Care Med. 2005 Feb;
171(4):388–416.
2. Jones RN. Microbial etiologies of hospital-acquired bacterial
pneumonia and ventilator-associated bacterial pneumonia. Clin
Infect Dis. 2010 Aug;51(Suppl 1):S81–7.
3. Kieninger AN, Lipsett PA. Hospital acquired pneumonia:
pathophysiology, diagnosis, and treatment. Surg Clin North Am.
2009 Apr;89(2):439–61.
4. Song JH; Asian HAP Working Group. Treatment recommendations
of hospital-acquired pneumonia in Asian countries: first consensus
report by the Asian HAP Working Group. Am J Infect Control
2008 May;36(4 Suppl):S83–92.

949
EMPIEMA
Batasan
Empiema merupakan infeksi supuratif yang terjadi di dalam rongga
pleura
Empiema didefinisikan sebagai kondisi terdapat pus di dalam rongga
pleura
Istilah empiema berkaitan dengan efusi parapneumonia yaitu
terdapat akumulasi cairan pleura eksudatif yang menyertai infeksi
paru
Suatu efusi dikatakan empiema bila kadar leukosit secara
makroskopis terlihat sangat jelas, cairan menjadi kental dan keruh

Epidemiologi
Efusi parapneumonia terjadi pada 20–40% penderita yang dirawat
dengan pneumonia
Diperkirakan bahwa 1 dari 150 anak yang dirawat dengan pneumonia
akan menjadi empiema. Sebanyak 40–60% empiema berhubungan
dengan pneumonia, seperti parapneumonik

Etiologi
Staphylococcus aureus (terbanyak), Streptococcus pneumoniae, dan
Streptococcus pyogenes. Belakangan ini dikenal Streptococcus
anginosus (atau dikenal dengan Streptococcus milleri) sebagai
penyebab utama empiema
Bakteri anaerob juga pernah ditemukan 25–76% sebagai penyebab
tunggal maupun bersamaan dengan infeksi bakteri lain
Empiema dapat terjadi akibat infeksi sekunder dari hemotoraks atau
kontusi paru
Biasanya empiema sekunder menyertai luka tembus dada atau
infeksi pada rongga pleura sesudah tindakan torakotomi
Empiema juga pernah dilaporkan menyertai apendisitis akut, abses
hepar, dan abses paru. Diperkirakan 10% efusi pleura pada
tuberkulosis disertai dengan infeksi sekunder
Faktor predisposisi empiema yaitu penyakit paru kronik, DM, terapi
steroid lama, aspirasi berulang

Patofisiologi
Empiema terdiri atas 3 fase, yaitu fase akut, bersifat eksudatif, diikuti
fase fibrinopurulen, dan fase kronik atau organizing phase. Saat
leukosit PMN ↑ dan terjadi deposit fibrin → merupakan saat
peralihan fase eksudatif menjadi fase fibrinopurulen
Stadium 1: Stadium Eksudativa/Fase Akut (Minggu ke-1)
Terjadi inflamasi pleura yang meningkatkan permeabilitas dan
pengumpulan cairan dalam jumlah sedikit. Analisis cairan pleura →
sel neutrofil dengan pH dan kadar glukosa normal
Biasanya pada kultur tidak didapatkan pertumbuhan bakteri/steril

950
Pada stadium ini terdapat produksi sitokin proinflamasi → meng-
aktifkan sel mesotel pleura → memudahkan cairan masuk ke
dalam rongga pleura
Karakteristik cairan pleura: pH >7,29, glukosa >60 mg/dL, LDH <500
IU/dL, protein >2,5 g/dL, albumin >500/µL, BJ >1,018, cairan serosa
atau keruh
Stadium 2: Stadium Fibrinopurulen/Fase Transisional (Minggu ke-2)
Stadium ini memiliki karakteristik invasi organisme ke dalam
rongga pleura, inflamasi semakin progresif, dan invasi leukosit
PMN yang signifikan. Invasi bakteri dapat mempercepat reaksi
imun, migrasi neutrofil ↑ dan mengaktivasi kaskade koagulasi
yang kemudian → peningkatan procoagulant dan menekan
aktivitas fibrinolitik. Hal tersebut → deposisi fibrin dan lokulasi
cairan. Peningkatan deposit fibrin → pemisahan atau lokulasi
rongga pleura. Inflamasi memiliki karakteristik kadar glukosa
cairan pleura dan pH ↓ serta protein dan kadar lactate
dehydrogenase (LDH) ↑
Karakteristik cairan pleura: pH 7,00–7,29, glukosa 40–60 mg/dL,
dan LDH 500–1.000 IU/dL
Stadium 3: Stadium Organisasi/Fase Kronik (Minggu ke-3–4)
Terjadi resorpsi cairan pleura dan berhubungan dengan proliferasi
fibroblas yang dapat mengakibatkan perlengketan (entrapment)
parenkim
Terbentuk membran tidak elastis (pleural peel) berupa jaringan
fibrosa keras pada membran pleura yang menggantikan jaringan
fibrin yang lunak → terhambatnya proses pengembangan paru dan
dapat mengganggu fungsi paru
Karakteristik cairan pleura: pH <7,00, glukosa <40 mg/dL dan LDH
>1.000 IU/dL
Tabel 226 Gambaran Laboratorium Cairan Pleura pada Tiap Fase
Empiema
Karakteristik Fase Fase Fase
Cairan Pleura Eksudativa Fibrinopurulen Organisasi
pH >7,29 7,00–7,29 <7,00
Glukosa >60 mg/dL 40–60 mg/dL <40 mg/L
LDH <500 IU/dL 500–1.000 IU/dL >1.000 IU/dL

Diagnosis
Anamnesis
Gejala klinis empiema sama dengan pneumonia
Demam menetap 48 jam dengan pemberian antibiotik yang tepat
mengindikasikan kemungkinan empiema
Pemeriksaan Fisis
Gejala akibat peradangan pleura berupa nyeri dada, dada terasa
penuh, dan sesak napas Anak yang besar dapat mengeluh nyeri

951
dada saat inspirasi atau batuk dan nyeri dapat menjalar ke bahu
atau perut
Nyeri dada yang hebat akan mengganggu gerak pernapasan dan
menimbulkan sesak napas Bila cairan bertambah banyak nyeri
dada akan berkurang, tetapi anak makin bertambah sesak
Panas badan, lemas, muntah, anoreksia, letargi, dan tampak sakit
berat
Dapat ditemukan distensi abdomen akibat ileus paralitik
Pemeriksaan Penunjang
Foto Rontgen toraks diperlukan untuk kecurigaan suatu empiema,
foto lateral tidak rutin dilakukan
Lateral dekubitus dibutuhkan untuk membedakan efusi parapneu-
monia sederhana dengan empiema jika ultrasound tidak ada
Rontgen serial tiap hari tidak dibutuhkan untuk memantau
perkembangan karena perubahan gambaran Rontgen terjadi
sesudah perubahan klinis
Ultrasound merupakan pemeriksaaan penunjang utama yang
digunakan untuk membedakan cairan dengan suatu konsolidasi,
memperkirakan besar efusi, dan urutan kompleksitas, menun-
jukkan rongga-rongga fibrin, dan penempatan chest drain.
Pemeriksaan CT-scan dibutuhkan untuk kasus dengan komplikasi
yang tidak mempunyai respons terhadap terapi atau terdapat
keadaan patologis lain misalnya tumor
Pemeriksaan darah seperti kultur, pemeriksaan darah lengkap,
C-reactive protein dapat membantu menegakkan diagnosis dan
memantau perkembangan penyakit, tetapi bukan menjadi
pemeriksaan rutin
Pemeriksaan cairan pleura pada empiema menunjukkan cairan
yang purulen, jumlah leukosit >10.000/μL, dan cairan bersifat
eksudat
Kriteria Light menunjukkan cairan efusi bersifat eksudat bila
ditemukan 1 dari 4 hal, yaitu:
1. Rasio protein pleura/serum >0,5
2. Rasio LDH pleura/serum >0,6
3. Konsentrasi protein pleura ≥3 g/dL
4. Konsentrasi LDH pleura >⅔ normal LDH serum
Terapi
Suportif
Anak dengan saturasi <93% harus diberikan oksigen
Pemberian cairan, antipiretik, dan analgesia
Chest physiotherapy tidak direkomendasikan, hal ini berbeda
dengan mobilisasi awal dan latihan bernapas yang dalam sesudah
dilakukan intervensi
Antibiotik
Antibiotik diberikan dengan dosis tinggi untuk memastikan dapat
mencapai daerah pleura. Jika tidak ada hasil kultur, pilihan
antibiotik bergantung pada kebijakan rumah sakit setempat dalam
hal pengendalian community-acquired pneumonia

952
Antibiotik harus mencakup S. pneumoniae dan S. aureus
Jika terdapat risiko aspirasi, perlu dipertimbangkan antibiotik
untuk infeksi anaerob. Golongan makrolid perlu diberikan jika
diketahui penyebabnya Mycoplasma pneumoniae. Empiema sedang
sampai besar membutuhkan drainase
Respons terhadap antibiotik bergantung pada patogen yang
terlibat, stadium empiema, serta status imunitas anak. Pada
stadium awal eksudat, antibiotik sendiri dengan konsentrasi yang
tinggi sangat efektif, sedangkan pada stadium lanjut antibiotik
kurang efektif dalam pengobatan penyakit tanpa intervensi bedah.
Lini pertama antibiotik sefalosporin dosis tinggi kecuali sudah
dilakukan tes sensitivitas atas patogen yang terkait. Dosis
sefalosporin 50 mg/kgBB/dosis 3×/hr. Apabila ditemukan ganggu-
an fungsi ginjal → dosis ini ↓. Antibiotik lain yang dapat diberikan:
flukosaksilin, amoksisilin, gentamisin, dan meropenem bergantung
pada hasil tes sensitivitas yang didapatkan pada pemeriksaan
organism yang diisolasi dari darah atau aspirasi cairan pleura. Pada
beberapa kasus, walaupun sudah dilakukan drainase yang adekuat,
sepsis tetap berlanjut. Hal ini biasanya berhubungan dengan
pneumonia nekrosis (necrotizing pneumonia) atau penyebaran
dari fokus septik di tempat yang lain. Pada keadaan seperti ini,
klindamisin mungkin berguna untuk menangani infeksi bakteri
gram-positif. Pada kasus empiema kompleks seperti ini biasanya
diperlukan pemberian antibiotik kombinasi. Antibiotik i.v. dilanjut-
kan sekurang-kurangnya 5–7 hr sesudah demam hilang sehingga
lama pemberian antibiotik 10–14 hr selama perawatan
Menurut WHO, lini pertama antibiotik → kloramfenikol saja,
antibiotik spektrum luas yang masih efektif terhadap S. aureus,
pneumococcus, dan Haemophilus influenzae
Kloksasilin menunjukkan aktivitas antistafilokokal yang baik
terhadap S. aureus. Penambahan gentamisin sebagai obat anti-
stafilokokal dianjurkan oleh WHO dan sudah digunakan dalam
beberapa penelitian karena efek sinergistik
Antibiotik oral diberikan selama 1–4 mgg sesudah penderita
pulang
Tatalaksana Bedah
Tujuan intervensi bedah untuk mencapai volume penuh ekpansi
paru serta resolusi empiema. Intervensi yang dilaksanakan lebih
awal pada empiema anak dapat mengurangi morbiditas. Kegagalan
terapi harus dikenal pasti lebih awal untuk mengelakkan
progresivitas penyakit
Tindakan torakosentesis tidak digunakan untuk diagnosis
Pemeriksaan sitologi cairan pleura dilakukan termasuk kultur
terhadap Mycobacterium tuberculosis. Idealnya dilakukan dengan
metode polymerase chain reaction (PCR)
Chest drainage yang dianjurkan yaitu metode percutaneous small
bore drainage dengan agen fibrinolitik atau video assisted
thorascopic surgery (VATS), sehingga tidak dianjurkan lagi dilakukan
open thoracotomy

953
Tabel 227 Kategori Risiko Prognosis Buruk pada Penderita Efusi Parapneumonik dan Empiema

Bakteriologi Cairan Risiko


Anatomi Rongga Pleura Pleura Biokimia Cairan Pleura Kategori Prognosis Drainase
Buruk
A0: efusi bebas minimal (<10 dan Bx: hasil kultur dan dan Cx: pH tidak diketahui 1 Sangat Tidak
mm pada lateral pewarnaan gram rendah
dekubitus) tidak diketahui
A1: efusi bebas kecil hingga dan B0: hasil kultur dan dan C0: pH ≥7,20 2 Rendah Tidak
sedang (>10 mm dan <½ pewarnaan gram-
hemitoraks) negatif
A2: efusi bebas yang besar
954

atau B1: hasil kultur dan atau C1: pH <7,20 3 Sedang Ya


(≥½ hemitoraks), pewarnaan gram-
Efusi terlokalisasi, atau positif
efusi dengan penebalan
dinding parietal pleura
B2: pus 4 Tinggi Ya
Sumber: Colice dkk. 2000
Gambar 76 Algoritme Penatalaksanaan Empiema pada Anak
Sumber: Strachan dan Jaffe 2011

Bibliografi
1. Colice Gl, Curtis A, Deslauriers J, Heffner J, Light R, Littenberg B,
dkk. Medical and surgical treatment of parapneumonic effusions:
an evidence-based guideline. Chest. 2000 Oct;118(4):1158–71.
2. Grijalva CG, Zhu Y, Nuorti JP, Griffin MR. Emergence of
parapneumonic empyema in the USA. Thorax. 2011 Aug;66(8):
663–8.

955
3. Light RW. Parapneumonic effusion and empyema. Proc Am
Thorac Soc. 2006;3(1):75–80.
4. Parikh DH. Empyema thoracis. Dalam: Parikh DH, Crabbe DCG,
Auldist AW, Rothenberg SS, penyunting. Pediatric Thoracic
Surgery. London: Springer-Verlag; 2009. hlm. 109–27.
5. Strachan RE, Jaffe A; Thoracic Society of Australia and New
Zealand. Recommendation for managing paediatric empyema
thoracis. Med J Aust. 2011 Jul;195(2):20–9.

956
PNEUMOTORAKS
Batasan
Akumulasi udara di dalam rongga pleura karena terdapat hubungan
langsung rongga pleura dengan atmosfir akibat defek pada dinding
dada melalui pleura parietalis akibat tindakan operasi atau pecahnya
alveoli. Selain itu, walaupun jarang dapat terjadi sebagai akibat
infeksi mikroorganisme penghasil gas

Etiologi
Spontan
Idiopatik primer karena ruptur bleb subpleura
Terdapat penyakit paru yang mendasari
Kelainan kongenital paru:
Ruptur kista paru kongenital (malformasi adenomatoid paru
kongenital, kista bronkogenik)
Hipoplasia paru: pneumotoraks yang berkaitan dengan hipoplasia
paru yang terjadi dalam 1 jam pertama kelahiran. Disertai dengan
berkurangnya volume cairan amnion (sindrom Potter, agenesis
ginjal)
Peningkatan tekanan intratorakal: asma, bronkiolitis, emfisema
lobaris, air-block syndrome pada neonatus, fibrosis kistik, benda
asing dalam saluran respiratori
Infeksi: pneumatokel (ruptur pneumatokel), abses paru, fistula
bronkopleural
Penyakit paru difus: histisiosis sel langerhans, sklerosis tuberous,
sindrom Marfan, sindrom Ehlers-Danlos
Keganasan metastatik biasanya osteosarkoma
Aspirasi → obstruksi bronkial atau bronkiolar tipe ball-valve

Traumatik
Iatrogenik
Torakotomi
Torakoskopi
Torakosentesis
Trakeostomi
Pungsi pleura
Ventilasi mekanik
Noniatrogenik
Trauma penetrasi
Trauma tumpul
Tekanan udara tinggi (musik keras)

Klasifikasi
Simtomatik
Nonsimtomatik
Tension pneumothorax
Non-tension pneumothorax

957
Ringan–sedang (bagian paru yang kolaps <30%)
Berat (bagian paru yang kolaps 30–70%)
Total (curigai tension pneumothorax)

Patofisiologi
Trauma pada dinding dada dapat merobek jaringan paru yang
mengakibatkan udara dari dalam alveoli masuk ke dalam rongga
pleura
Pada penyakit saluran respiratori bagian bawah sering didapatkan
penyumbatan saluran inkomplit atau konsolidasi parenkim paru.
Tekanan intraalveolar meningkat akan menyebabkan jaringan ikat
peri-vaskular di daerah tersebut akan teregang dan menipis sehingga
apabila tekanan tersebut melewati batas kemampuan peregangan
jaringan maka akan terjadi robekan pada dasar alveoli sehingga udara
akan memasuki ruangan perivaskular dan menjalar ke arah hilus dan
masuk ke dalam mediastinum (pneumomediastinum) atau merobek
pleura viseralis dan memasuki rongga pleura
Pada penderita tuberkulosis tipe kavernosa atau yang progresif maka
infiltrat yang terletak subpleural akan hancur dan menyebabkan
nekrosis serta robekan pada pleura
Penyebaran/metastasis sarkoma ke jaringan paru akan menyebabkan
nekrosis bronkus, sedangkan emboli oleh tumor akan menyebabkan
infark paru yang berakibat terjadinya air leak
Diagnosis
Anamnesis
Bergantung pada luas bagian paru yang kolaps, derajat tekanan
intrapleura, kecepatan awitan, dan usia
Penderita dapat mengalami kolaps kardiorespirasi tanpa
menunjukkan tanda bahaya klinis atau asimtomatik (diagnosis
berdasarkan foto Rontgen toraks)
Pada neonatus dapat terjadi spontan tanpa berhubungan dengan
penyebab yang diketahui. Pada neonatus normal, gejala
pneumotoraks spontan sering kali bersifat subtle
Gejala-gejala antara lain:
Sesak napas, terjadi secara mendadak, akibat riwayat trauma
toraks
Penggunaan ventilator mekanik (cepat memburuk, diperlukan
peningkatan tekanan inspirasi (sugestif tension pneumothorax)
Akibat resusitasi
Penyakit paru yang mendasari
Nyeri yang menyebar ke bahu
Pemeriksaan Fisis
Takipnea, sesak napas, sianosis, pergeseran letak trakea, retraksi,
bagian dada yang terkena lebih cembung (bulging), pergeseran
letak pulsasi jantung
Pergerakan dada asimetris
Timpani atau hiperresonans pada perkusi di bagian dada yang
terkena

958
Suara pernapasan melemah, rongga interkostal melebar
Perburukan tiba-tiba dengan perubahan tanda vital: laju nadi
menurun, tekanan darah menurun, frekuensi napas menurun,
tekanan nadi sempit sampai dengan terjadi henti
Kardiorespirasi
Radiologis
Bayangan lucent yang dikelilingi oleh jaringan paru opaque yang
luas, lokal, multipel
Rongga interkostal melebar
Penekanan mediastinum dan jantung ke sisi yang sehat
Laboratorium
Darah: AGD (bila diperlukan dan memungkinkan)
Diagnosis Banding
Kista paru yang sangat besar
Obstruksi paru parsial yang disertai hiperinflasi sekunder
Hernia diafragmatika (USG, pemeriksaan barium)
Pemeriksaan Penunjang
Foto Rontgen toraks
CT-scan toraks pada pneumotoraks persisten atau rekurens
Tatalaksana
Terapi bervariasi bergantung pada luas kolaps paru dan berat
penyakit yang mendasari
Terapi ekpektatif/konservatif untuk pneumotoraks kecil (<5%),
tidak progresif, asimtomatik atau bergejala ringan dan tidak
berhubungan dengan penyakit yang mendasari karena diharapkan
gas akan diabsorpsi
Resolusi spontan biasanya diharapkan tercapai dalam 1 mgg
Analgetik untuk mengatasi nyeri pleura
Oksigen 100% untuk loculated pneumothorax
Aspirasi jarum untuk tension pneumothorax yang sama
efektivitasnya dengan torakostomi untuk penatalaksanaan
pneumotoraks primer
Chest tube drainage dilakukan pada:
Pneumotoraks dengan kolaps paru luas (>5%) atau berulang
Pengangkatan chest tube biasanya sudah dapat dilakukan
sesudah 24–48 jam
Pengobatan terhadap penyakit primer
Aspirasi menggunakan kateter
Closed thoracotomy atau water sealed drainage (WSD) yang
memungkinkan dapat diangkat sesudah 72 jam
Chemical pleurodesis menggunakan doksisiklin atau iodopovidon
untuk pneumotoraks berulang
Konsultasi
Bedah toraks

959
Prognosis
Bergantung pada kecepatan diagnosis dan pengobatan
Pneumotoraks rekurens dapat terjadi apabila resolusi lambat terjadi
(>7 hr)
Sesudah mengalami pneumotoraks penderita dianjurkan tidak
mengikuti olahraga menyelam, olahraga dengan kontak fisik, naik
pesawat, main musik tiup 4 mgg sesudah resolusi
Bibliografi
1. Montgomery M, Sigalet D. Air and liquid in the pleural space.
Dalam: Chernick V, Kendig EL, penyunting. Kendig’s disorders of
the respiratory tract in children. Edisi ke-7. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2006. hlm. 381–7.
2. Winnie GB, Lossef SV. Pneumothorax. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Stanton BF, St. Geme III JW, Schor NF, penyunting.
Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Saunders
Elsevier: 2011. hlm. 538–9.

960
ABSES PARU
Batasan
Terdapat rongga yang berbatas tegas berdinding tebal pada jaringan
paru, berisi cairan purulen yang berasal dari supurasi dan nekrosis
parenkim paru
Klasifikasi
Abses primer: tidak ada penyakit yang mendasari
Abses sekunder: terdapat penyakit atau faktor predisposisi yang
mendasari
Etiologi
Penyebab tersering adalah kuman anaerob
Kuman anaerob:
Kokus: Peptostreptococcus spp., Veillonella spp., Microaerophilic
streptococci
Batang gram-positif: Bifidobacterium spp., Clostridium spp.
Batang gram-negatif: Fusobaacterium spp., Bacteroides spp.
Kuman aerob dan fakultatif:
Kokus gram-positif: Streptococcus pneumoniae, Streptococcus ß
hemolyticus grup A, Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis
Batang gram-negatif: Proteus spp., Pseudomonas aeruginosa,
Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, Serratia marcescens,
Enterobacter spp., Haemophilus influenzae
Hampir semua jenis mikroorganisme yaitu bakteri, virus, protozoa,
dan fungi dapat menyebabkan abses
Diagnosis
Anamnesis
Gejala utama pada abses primer maupun sekunder yaitu panas
tinggi mencapai 40 °C disertai lemah, muntah, dan BB turun
Beberapa hr atau mgg sebelumnya anak sudah sakit
Gejala yang berhubungan dengan saluran respiratori berupa batuk
berdahak, nyeri dada, dispnea, napas berbau, dan hemoptisis
Identifikasi faktor predisposisi:
Aspirasi, pneumonia, kistik fibrosis, GERD, fistula trakeo-
esofageal, imunodefisiensi, komplikasi postoperasi tonsilektomi
dan adenoidektomi, kejang dan kelainan neurologis. Pada anak
sumber utama infeksi yaitu aspirasi benda asing
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis daerah toraks bervariasi: tidak ditemukan
kelainan sampai menunjukkan tanda takipnea, tarikan dinding
dada, pergerakan toraks tertinggal, pekak pada perkusi, serta
suara pernapasan ↓, crackles, pernapasan bronkial pada
auskultasi
Dapat ditemukan clubbing jari-jari, terdapat sumber infeksi

961
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi
Foto Rontgen toraks posisi PA, lateral, oblik dan dekubitus
Tampak rongga berdinding tebal di paru, dapat soliter atau
multipel
Abses primer hampir selalu soliter, sering pada lobus atas dan
bawah paru kanan, sedangkan abses sekunder dapat soliter
atau multipel dapat unilokuler atau multilokuler
Tampak gambaran radioopak bila tidak ada hubungan antara
rongga abses dan cabang bronkus. Bila terdapat hubungan
dengan bronkus tampak gambaran rongga abses dengan air
fluid level
Bila abses besar akan tampak atelektasis alveoli sekitarnya
USG dan CT-toraks bila diperlukan
Laboratorium
Leukosit meningkat dengan PMN yang dominan
Pewarnaan gram sputum
Kultur dari pungsi paru, aspirasi perkutaneus (dengan CT-
guiding) atau trantrakeal
Kultur darah jarang ditemukan organisme penyebab terutama
pada abses primer
Diagnosis Banding
Empiema dengan fistula bronkopleural kista paru kongenital
Pseudokista traumatik
Pneumatokel
Emfisema kongenital pada bayi baru lahir
Neoplasma
Penyulit
Pneumotoraks
Ekspansi abses dengan pergeseran mediastinum
Empiema
Fistula bronkopleura
Septikemia
Abses otak
Konsultasi
Bedah toraks
Tatalaksana
Umum
Makanan dan cairan yang cukup
O2 bila sesak napas
Khusus
Antibiotik
Antibiotik harus segera diberikan sambil menunggu hasil kultur
Antibiotik harus mencakup untuk bakteri anaerob dan aerob

962
Antibiotik I diberikan selama 2–3 mgg, dilanjutkan antibiotik p.o.
sampai total 4–6 mgg atau sampai gambaran pada foto
menunjukkan resolusi total atau terdapat luka parut yang kecil
dan tidak meningkat
Apabila penyebab bakteri anaerob, dibutuhkan terapi yang lebih
panjang (6–12 mgg) untuk mencegah kambuh
Antibiotik yang diberikan harus mencakup penicilinase-resistant
agent yang aktif terhadap S. aureus dan klindamisin untuk
bakteri anaerob
Bila terdapat kemungkinan gram-negatif ditambahkan amino-
glikosida
Operasi
Dilakukan bila antibiotik yang optimal tidak berhasil dalam 7–10
hr dilakukan aspirasi per kutan dengan CT-guiding
Lobektomi jarang diperlukan kecuali bila terjadi ekspansi masif
abses yang mengakibatkan kompresi jaringan sekitarnya
Postural drainage
Prognosis
Abses primer umumnya baik, rongga biasanya menghilang bila pus
sudah keluar karena dibatukkan (melalui bronkus)
Abses sekunder bervariasi bergantung pada penyakit yang
mendasarinya
Mortalitas pada abses paru berkisar 30–40%
Bibliografi
1. Brook I. Lung abscess and pulmonary infections due to anaerobic
bacteria. Dalam: Chernick V, Kendig EL, penyunting. Kendig’s
disorders of the respiratory tract in children. Edisi ke-7.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. hlm. 478–84.
2. Lakser O. Pulmonary abscess. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
Stanton BF, St. Geme III JW, Schor NF, penyunting. Nelson
textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2011. hlm. 527.

963
EMBOLI PARU
Batasan
Emboli paru (EP) adalah udara, lemak, cairan amnion, tumor, atau
benda asing, maupun trombus (disebut juga tromboemboli) yang
menyebar ke pembuluh darah paru dan menyebabkan obstruksi
pembuluh darah paru

Epidemiologi
Hasil autopsi dari suatu penelitian mengemukakan kejadian EP pada
anak sebesar 0,05–3%
Penelitian lain menyatakan insidensi EP pada anak dan remaja yang
dirawat di rumah sakit sebanyak 1/1.000, tetapi hanya 25% yang
menampilkan gejala klinis
Walaupun insidensi lebih besar pada orang tua dan jarang dilaporkan
pada anak <15 th, tetapi insidensi tertinggi terjadi pada anak usia
<1 th dan usia 11–18 th

Etiologi dan Faktor Risiko


Lebih dari 90% EP disebabkan trombi yang berasal dari vena dalam
besar tungkai, terutama vena poplitea dan vena dalam di atasnya,
tetapi dapat juga berasal dari vena kecil dalam betis, yang kemudian
dilepaskan ke dalam sirkulasi vena dan menyebar di kedua paru
(65%), paru kanan (25%), dan paru kiri (10%). Lobus paru bawah
empat kali lebih sering terkena daripada lobus atas
Faktor risiko terjadi EP meliputi:
Primer (genetik): mutasi faktor V, defisiensi antitrombin III,
defisiensi protein C atau protein S, defek fibrinolisis, golongan
darah A
Sekunder (didapat): tirah baring lama atau perjalanan yang lama,
infark miokardium, kerusakan jaringan (operasi, patah tulang, luka
bakar), keganasan, katup jantung buatan, KID, lupus antikoagulan,
atrial fibrilasi, kardiomiopati dilatasi, tromboflebitis, sindrom
nefrotik, kateterisasi jantung, sickle-cell anemia, pemasangan
kateter vena sentral, kemoterapi, ventriculoatrial shunt pada
hidrosefalus, sindrom Gullain-Barre, duchenne muscular dystrophy,
kegemukan, gagal jantung kongestif, penyalahgunaan obat (i.v.),
kolitis ulseratif, dan trombositosis
Faktor risiko pada bayi baru lahir meliputi: trauma lahir, dehidrasi,
sepsis, kelainan jantung bawaan seperti patent ductus arteriosus
(PDA), operasi jantung
Faktor risiko pada ibu, seperti DM, hidramnion, dan toksemia

Kejadian pada anak terutama terjadi pada:


Abnormalitas koagulasi (sampai 70%, terutama defisiensi protein
C dan S)
Penderita leukemia yang mendapat kemoterapi (2,9%)

964
Diagnosis
EP harus dipertimbangkan pada anak dengan hipertensi pulmonal
yang tidak dapat dijelaskan, terdapat gangguan respirasi, KID, serta
riwayat keluarga dengan defek koagulasi atau meninggal karena
kejadian trombosis pada usia <50 th
Anamnesis
Gejala klinis bervariasi, meliputi nyeri dada, sesak, nyeri punggung¸
pundak, perut bagian atas, batuk darah, pingsan, wheezing,
berdebar, atau gejala toraks lain yang tidak dapat dijelaskan.
Berdasarkan the prospective investigation of pulmonary embolism
diagnosis (PIOPED), gejala yang paling sering ditemukan sesak
(73%), nyeri dada pleuritik (66%), batuk (37%), dan batuk darah
(13%). Tiga gejala dan tanda klasik EP berupa batuk darah, sesak,
dan nyeri dada, tetapi penderita yang meninggal karena EP masif
hanya 60% mempunyai gejala sesak, 17% dengan gejala nyeri
dada, dan 3% dengan batuk darah. Gejala nyeri dada pleuritik pada
anak dilaporkan sampai 84%, batuk sebesar 50%, dan hanya
sejumlah kecil remaja dan dewasa muda dengan gejala batuk
darah. Sebanyak 21% penderita muda terbukti menderita EP
datang hanya dengan keluhan nyeri dada pleuritik
Pemeriksaan Fisis
Pada fase awal didapatkan pemeriksaan fisis yang normal.
Takipnea merupakan gejala yang paling sering ditemukan.
Pemeriksaan fisis lain meliputi takikardia, dispnea, demam, flebitis,
rales, wheezing, hemaptoe, komponen pulmonal pada suara
jantung kedua yang mengeras, murmur, peningkatan vena
jugularis, gallop, edema tungkai, hipotensi, diaporesis, sianosis,
dan pleuritic rub
Tabel 228 Kriteria Wells dalam Prediksi Tromboemboli Secara Klinis
Tampilan Klinis Nilai
Gejala klinis DVT 3
Diagnosis lain lebih tidak mungkin daripada EP 3
Denyut nadi >100×/mnt 1,5
Imobilisasi atau operasi dalam 4 mgg yang lalu 1,5
DVT/EP sebelumnya 1,5
Batuk darah 1
Keganasan 1
Nilai: >6 : risiko tinggi (78,4%)
2–6 : risiko sedang (27,8%)
<2 : risiko rendah (3,4%)
Sumber: Kearon 2003

Pemeriksaan Penunjang
D-dimer: digunakan untuk tromboemboli vena. Pemeriksaan
D-dimer dengan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
mempunyai sensitivitas yang tinggi (85–98%), tetapi mempunyai

965
spesifisitas yang rendah (40–70%), serta mempunyai nilai (+)
palsu yang tinggi (53%). Pemeriksaan D-dimer harus dipertim-
bangkan bila dilakukan bersama ventilation/perfusion (V/Q)-scan
untuk diagnosis EP
Foto Rontgen toraks: atelektasis, efusi pleura, infiltrat pulmonal,
dan elevasi hemidiafragma. Tanda klasik seperti Hamptom’s
hump (densitas pleural berbentuk baji di area infark paru), tanda
Westermark (vaskularitas menurun ditunjukkan dengan densitas
lusen di daerah perifer meningkat), dan tanda Fleischner (arteri
pulmonalis berbentuk sosis) jarang ditemukan dan bukan
prediktor yang baik untuk EP
Ultrasonography (USG): mendeteksi DVT secara noninvasif,
dengan sensitivitas 30–50% dan spesifisitas 97%. Pada DVT, vena
tidak dapat kolaps secara sempurna ketika tekanan diberikan
melalui probe USG
Elektokardiografi dilakukan bila dicurigai gangguan jantung.
Perubahan yang terjadi pada EP tidak spesifik seperti takikardia,
perubahan gelombang ST-T (50%), right bundle branch block
(RBBB), right axis deviation (RAD), gelombang T inversi, dan P
pulmonal, tetapi gambaran EKG dapat normal pada 20–30%
penderita EP
Transthoracic atau transesophageal echocardiography dapat
memperlihatkan tromboemboli pada ruang jantung kanan
(terutama atrium kanan) dan arteri pulmonalis sentral, serta
memperlihatkan perubahan hemodinamik jantung kanan
Diagnosis EP ditentukan bila terdapat daerah dengan ventilasi
normal, tetapi terjadi perfusi menurun. Hasil pemeriksaan dibagi
dalam lima kategori, yaitu normal, very low probability, low
probability, intermediate probability, high probability. High
probability ditentukan bila ditemukan ≥2 defek perfusi dengan
normal ventilasi, tetapi low probability tidak menyingkirkan
diagnosis EP
Angiografi merupakan pemeriksaan gold standard untuk
mendiagnosis EP. Hasil (+) didefinisikan sebagai defek pengisian
intraluminal yang tampak lebih dari satu gambaran radiografi.
Hasil (+) memberi gambaran 100% bila memang terdapat
obstruksi aliran darah arteri pulmonalis, sedangkan hasil (−) dapat
memastikan sebesar >90% untuk menyingkirkan diagnosis EP
Gambaran kronik pada pulmonary computed tomografi
angiography (PCTA) atau multidetector helical (spiral) CT
memperlihatkan: 1) trombus terletak eksentrik atau berdekatan
dengan dinding pembuluh darah, 2) diameter arteri berkurang
>50%, 3) rekanalisasi di dalam trombus, dan 4) terdapat arterial
web. Gambaran akut jika terdapat trombus di tengah lumen atau
terjadi oklusi pembuluh darah (vessel cut-off sign)
Pada MRI, trombi tampak sebagai defek pengisian pada arteri
pulmonalis
Pemeriksaan Penunjang Lain
Pulmonary angiography (PA): defek pengisian intraluminal
Spiral CT: defek pengisian intraluminal pada arteri pulmonalis
utama dan lobar

966
V/Q-scan: high probability scan dan moderate/high clinical
probability
Tes diagnostik untuk DVT: DVT akut dengan V/Q-scan atau spiral CT
Diagnosis EP dapat disingkirkan bila: 1) PA: normal, 2) perfusion
scan: normal, 3) D–dimer: normal, 4) kecurigaan klinis yang rendah
untuk EP, 5) fraksi alveolar dead space normal, nondiagnostik (low-
intermediate) V/Q-scan/spiral CT normal, dan 7) USG normal

Diagnosis Banding
Acute coronary syndrome
Acute respiratory distress syndrome
Anemia
Stenosis aorta
Asma
Fibrilasi atrial
Kardiomiopati dilatasi
Kardiomiopati restriktif
Gagal jantung kongestif dengan edema paru
Hantavirus cadiopulmonary syndrome
Mitral stenosis
Miokarditis
Perikarditis
Tamponade jantung
Pneumonia
Pneumotoraks
Stenosis pulmonal
Syok kardiogenik
Syok septik
Superior vena cava syndrome
Toxic shock syndrome

967
CT-angiografi -scan

(−)
-scan

diagnosis lain

Clinical

Menengah (−)

Tes D-dimer Follow up untuk

(−)

Follow up untuk diagnosis lain

Gambar 77 Algoritme Diagnosis Tromboemboli Paru


Sumber: Ramzi dan Leeper 2004

Tatalaksana
Penatalaksanaan dasar EP yaitu resusitasi dan stabilisasi penderita
Penderita EP yang sudah stabil diberikan:
Antikoagulan (untuk mencegah meluasnya trombus dan komplikasi
lanjut berupa rekurens):
Unfractioned heparin:
Dosis loading 75 IU/kgBB dalam 10 mnt i.v. dilanjutkan dosis
rumatan 28 IU/kgBB/jam i.v. (usia <1 th) atau 20 IU/kgBB/jam
i.v. (usia >1 th)
Pemantauan: APTT, trombosit
Low molecular weight heparins (LMWHS):
Enoxaparin: <2 bl: 1,5 mg/kgBB/dosis tiap 12 jam s.k.
>2 bl: 1,0 mg/kgBB/dosis tiap 12 jam s.k.
Reviparin: <5 kg: 150 IU/kgBB/dosis tiap 12 jam s.k.
>5 kg: 100 IU/kgBB/dosis tiap 12 jam s.k.
Pemantauan: trombosit, kadar anti-factor Xa

968
Antagonis vitamin K:
Warfarin:
Dosis loading: 0,2 mg/kgBB dilanjutkan dosis rumatan
bergantung pada target INR (2,0–3,0). Pemberian min. 5 hr
(7–10 hr)
Pemantauan: INR
Untuk penderita dengan hemodinamik tidak stabil:
Trombolitik
Tissue plasminogen activator (rt-PA): 0,1–0,6 mg/kgBB/jam i.v.
selama 6 jam
Pemantauan: fibrinogen, plasminogen, D-dimer, trombosit, APTT,
PT
Embolektomi dilakukan pada penderita dengan hemodinamik yang
tidak stabil dan pemberian trombolisis tidak efektif atau merupakan
kontraindikasi

Prognosis
Prognosis TP bergantung pada penyakit yang mendasarinya,
diagnosis, dan terapi EP yang tepat. Dalam 5 hr terapi antikoagulan
36% defek pada sidik/scan paru menghilang, dalam 2 mgg terapi 52%
defek menghilang, dan sesudah 3 bl terapi 73% defek menghilang.
Pada umumnya penderita yang mendapat terapi antikoagulan tidak
memunculkan gejala sisa jangka panjang. Angka kematian penderita
EP yang tidak terdiagnosis 30%. Berdasarkan PIOPED, angka kematian
1 th sebanyak 24% dan kematian disebabkan penyakit jantung, EP
rekurens, infeksi, serta kanker. Sekitar 17% penderita EP rekurens
menderita DVT proksimal

Bibliografi
1. Carman TL, Deitcher SR. Advances in diagnosing and excluding
pulmonary embolism: spiral CT and D-dimer measurement. Cleve
Clin J Med. 2002 Sep:69(9):721–9.
2. Charles HW. Pulmonary angiography [diunduh 8 Mei 2012].
Tersedia dari: http://emedicine.pulmonaryangiography.html.
3. Coluciello SA. Pulmonary embolism: etiology and clinical features
[diunduh 8 Mei 2012]. Tersedia dari: http://www.emrtextbook.com.
4. Feled G, Handler JA. Pulmonary embolism. eMedicine 2006.
[diunduh 8 Mei 2012]. Tersedia dari: http://www. emedicine.com/
emerg/topic490.html.
5. Jones MR, Reid JH. Emergency chest radiology: thoracic aortic
disease and pulmonary embolism. Imaging. 2006 Sep;18(3):122–
38.
6. Kearon C. Diagnosis of pulmonary embolism. CMAJ. 2003 Jan;
168(2):183–94.
7. Kohli A, Rajput D, Gomes M, Desai S. Review article: imaging of
pulmonary thromboembolism. Indian J Radiol Imaging. 2002:
12(2):207–12.

969
8. Nevin MA. Pulmonary embolism, infarction, and hemorrhage.
Dalam: Kliegman RM, Staton SF, St. Geme III JW, Schor NF.
penyunting. Nelson textbook of pediatric. Edisi ke-19.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011. hlm. 534–5.
9. Ramzi DW, Leeper KV. DVT and pulmonary embolism: Part I.
Diagnosis. Am Fam Physician. 2004 Jun;69(12):2829–36.
10. Van Ommen CH, Peters M. Acute pulmonary embolism in
childhood. Thromb Res. 2006;118(1):13–25.
11. Wittman B, Donnerstein R. Pulmonary embolism. Dalam: Taussig
LM, Landau LI, Le Souĕf PN, Martinez FD, Morgan WJ, Sly PD,
penyunting. Pediatric respiratory medicine. Edisi ke-2.
Philadelphia: Mosby Elsevier; 2008. hlm. 773–7.

970
TUBERKULOSIS
Batasan
Tuberkolusis (TB) anak adalah penyakit infeksi yang disebabkan
M. tuberculosis pada anak berusia <15 th

Etiologi
Mycobacterium tuberculosis complex dan yang menjadi penyebab
utama penyakit tuberkulosis pada manusia adalah M. tuberculosis

Epidemiologi
WHO memperkirakan 30% penduduk dunia terinfeksi oleh M.
tuberculosis, terutama di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Tuberkulosis
merupakan penyebab kesakitan dan kematian anak di beberapa
negara endemis TB. Kesulitan dalam mendiagnosis TB dan banyak
kejadian TB pada anak yang tidak dilaporkan menyebabkan beban
kejadian TB pada anak tidak diketahui secara pasti. Dari 4.452.860
kasus baru yang dilaporkan pada tahun 2010 dari 22 negara endemis
TB, hanya 157.135 atau 3,5% (rentang 0,1–15%) terjadi pada anak.
Estimasi kejadian TB baru pada anak <15 th adalah 11%, sehingga
lebih dari 332.000 kasus TB anak tidak terlaporkan atau tidak
terdiagnosis. Kejadian TB paru anak dengan batang tahan asam (BTA)
positif pada 22 negara tersebut <10%. Indonesia melaporkan
terdapat 1.086 penderita TB anak terutama pada usia 12–60 bl
(42,9%) di tujuh RS pusat pendidikan selama 5 th dengan angka
kematian bervariasi 0–14,1%. Sebanyak 70–80% TB anak terjadi di
paru, sisanya di ekstraparu. Tuberkulosis anak sering diabaikan dalam
program nasional karena kesulitan dalam mendiagnosis, TB anak
tidak infeksius, sarana terbatas, dan pelaporan masih kurang

Penularan
Tuberkulosis merupakan penyakit yang ditularkan melalui udara
(airborne), 95% penularan melalui hirupan droplet nuclei penderita
TB paru atau TB laring saat batuk, bersin, berbicara, maupun
menyanyi. Oleh karenanya bila seorang anak didiagnosis menderita
TB, maka harus dicari penderita TB dewasa yang menjadi sumber
penularan pada anak tersebut, begitu juga sebaliknya

Klasifikasi
Terpapar
Individu yang terpapar dengan penderita TB, asimtomatik, peme-
riksaan fisis dan radiologis normal, serta tes kulit tuberkulin (−)

Latent Tuberculosis Infection (LTBI)


Individu yang terpapar dengan penderita TB, dengan hasil tes kulit
tuberkulin (+), tetapi tidak gejala, pemeriksaan fisis dan radiologis
dalam batas normal

971
Penyakit TB
Individu yang mempunyai gejala dan radiologi menunjukkan TB
TB intraparu:
TB paru (pada anak: TB paru primer)
Kronik TB paru/adult tipe TB/TB reaktivasi
Endobronkial TB
TB ekstraparu:
TB kelenjar
TB saluran respiratori atas dan telinga
TB mata
TB pleura
TB jantung
TB abdomen
TB retikuloendotelial
TB genitourinaria
TB susunan saraf pusat
TB tulang dan sendi
TB diseminata/milier

Pendekatan Diagnosis
Anak umumnya dievaluasi untuk kemungkinan menderita TB karena
muncul gejala dan tanda penyakit TB atau sebagai temuan dari
penelusuran terdapat kontak TB. Diagnosis TB anak sulit ditegakkan
karena baku emas untuk diagnosis TB yaitu konfirmasi bakteriologi
sering memberikan hasil yang (−). Hal ini berkaitan dengan sifatnya
yang paucibaciler dan sulit mendapatkan sediaan untuk pemeriksaan
bakteriologi. Bentuk TB yang sering terjadi pada anak adalah TB paru
(TB paru primer), sedangkan TB reaktifasi/adult type umumnya
terjadi pada anak yang lebih besar/remaja
Pendekatan diagnosis TB pada anak yang direkomendasikan WHO
meliputi:
Anamnesis yang teliti termasuk kontak TB dan gejalanya
Pemeriksaan fisis termasuk penilaian pertumbuhan
Tes kulit tuberkulin
Konfirmasi bakteriologi bila memungkinkan
Pemeriksaan yang relevan untuk kemungkinan TB paru dan TB
ekstraparu
Pemeriksaan HIV pada daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi
Anamnesis
Riwayat kontak erat dengan penderita TB. Kontak erat adalah
penderita TB yang tinggal serumah atau sering kontak dengan
sputum BTA (+). Penderita TB sputum (−) tetapi kultur (+) juga
dapat menularkan ke anak
Gejala yang sering ditemukan pada penderita TB anak adalah
Batuk persisten
Batuk terus-menerus tanpa episode sembuh >21 hr dan tidak
sembuh dengan pengobatan lini pertama. Hemoptisis jarang
ditemukan kecuali pada adult type TB

972
Panas lama
Panas badan >38 °C selama 14 hr, tetapi bukan karena infeksi
saluran respiratori, malaria, bakteremia, dan sepsis
BB ↓ atau gagal tumbuh
Penting untuk melihat data pada kurva pertumbuhan,
kecurigaan terhadap TB bila didapatkan kurva BB tetap/↓
melewati garis persentil selama 3–6 bl ke belakang
Keringat malam
Keringat malam hari yang berlebihan sehingga harus
mengganti baju
Gejala lain
Anoreksia, lesu, batuk darah (jarang). Mengorok, batuk
menggonggong, suara serak yang menetap ditemukan pada
TB laring. Nyeri dada unilateral dengan atau tanpa sesak
merupakan gejala pleuritis TB, sedangkan gangguan
kesadaran merupakan gejala meningitis TB

Pemeriksaan Fisis
Tidak ada temuan khusus pada pemeriksaan fisis yang dapat
mengonfirmasikan TB paru. Pemeriksaan status nutrisi harus selalu
dilakukan pada setiap anak yang dicurigai menderita TB. Pemerik-
saan fisis yang menunjang TB ekstraparu antara lain:
Conjuctivitis flictenularis pada TB mata
Limfadenopati servikal: unilateral, tidak sakit, diameter >2 cm
dan sering membentuk formasi fistula
Skrofuloderma pada TB kulit
Penurunan suara pernapasan, dullness, crackles ditemukan pada
pleuritis TB
Nyeri dada dan bunyi jantung redup ditemukan pada
perikarditis TB
Wheezing dapat ditemukan pada pembesaran kelenjar limfe
peribronkial
Perut membesar dan asites ditemukan pada TB abdomen
Pembengkakan sendi yang tidak nyeri menunjukkan artritis TB
Gibbus pada spinal yang tidak sakit menunjukkan spondilitis TB

Pemeriksaan Penunjang
Tes kulit tuberkulin
Tes tuberkulin dilakukan dengan menyuntikkan purified protein
derivative (PPD) RT23 2TU kekuatannya setara dengan PPDS 5
TU secara intradermal sebanyak 0,1 mL pada permukaan volar
lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48–72 jam sesudah injeksi.
Pada anak imunokompeten, tanpa melihat status imunisasi BCG
maka cut-off point diameter transversal indurasi ≥10 mm
dikatakan (+), sedangkan pada anak imunodefisiensi seperti
penderita HIV dan KEP berat maka cut-off point diameter
transversal indurasi ≥5 mm

973
Konfirmasi bakteriologi
WHO merekomendasikan pemeriksaan batang tahan asam
(BTA) dan kultur baik dari sediaan sputum (disarankan pada
anak usia ≥10 th), aspirat cairan lambung, cairan tubuh lain
(pleura, perikardial, dll.), biopsi kelenjar limfe ataupun organ
lain bila fasilitas laboratorium tersedia
Pemeriksaan radiologi
Gambaran foto Rontgen toraks pada TB paru tidak khas, dan
gambaran normal tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika
klinis dan pemeriksaan penunjang lain mendukung. Gambaran
radiologis yang sering ditemukan adalah pembesaran kelenjar
limfe hilus. Pada adult type TB ditemukan gambaran infiltrat
yang luas atau kavitas. Gambaran radiologis lain yang dapat
ditemukan adalah milier, konsolidasi segmental/lobar, efusi
pleura, atelektasis, kalsifikasi disertai infiltrat, dan tuberkuloma
Pemeriksaan lain
Serologis dan polymerase chain reaction (PCR) tidak direkomen-
dasikan dilakukan secara rutin untuk diagnosis TB. Interferon-
gamma release assays (IGRAs) digunakan untuk mendiagnosis
infeksi laten TB dan hasil pemeriksaan ini tidak dipengaruhi oleh
imunisasi BCG. Pemeriksaan HIV dianjurkan dilakukan pada
semua penderita TB
Mengingat sulit mendiagnosis TB pada anak, maka Unit Kerja
Koordinasi (UKK) Respirologi PP IDAI bekerja sama dengan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia membuat sistem skoring
yang sudah dites dalam suatu penelitian dan sudah direvisi untuk
mempermudah diagnosis TB anak terutama di daerah dengan
fasilitas kesehatan yang kurang memadai (Tabel 229)

974
Tabel 229 Sistem Penilaian/Skoring Gejala dan Pemeriksaan Penunjang TB di Sarana Kesehatan Terbatas
Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak jelas − Laporan keluarga, BTA (−) BTA (+)
atau tidak tahu, BTA tidak
jelas
Tes kulit tuberkulin (−) − − Positif (≥10 mm atau ≥5
mm pada keadaan
imunosupresif)
BB/keadaan gizi − BB/TB <90% atau Klinis gizi buruk −
BB/U <80% BB/TB <70% atau BB/IU <60%
Demam yang tidak diketahui − >2 mgg − −
975

sebabnya
Batuk kronik − ≥3 mgg − −

Pembesaran kelenjar limfe − >1 cm, jumlah >1, − −


kolli, aksila, inguinal tidak nyeri
Pembengkakan tulang/sendi − Ada pembengkakan − −
panggul, lutut, falang
Foto Rontgen toraks Normal/ kelainan Gambaran sugestif − −
tidak jelas TB*
Sumber: UKK Respirologi 2008
Keterangan:
Jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini, rujuk ke RS:
1. Foto Rontgen toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi
pleura
2. Gibbus, koksitis
3. Tanda bahaya: kejang, kaku kuduk, kesadaran ↓, kegawatan lain
misalnya sesak napas
Bila ditemukan skrofuloderma penderita dapat langsung didiagnosis TB
BB dinilai saat penderita datang
Foto Rontgen toraks bukan merupakan alat diagnosis utama TB anak
Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem
skoring
Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥6
Penderita balita yang mendapat skor 5 dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih
lanjut
* Gambaran foto Rontgen toraks sugestif TB berupa: pembesaran kelenjar
hilus atau partrakheal dengan/tanpa infiltrat, konsolidasi segmental/lobar,
milier, kalsifikasi dengan infiltrat, atelektasis, tuberkuloma

Tatalaksana
Obat antituberkulosis (OAT) diberikan dalam 2 fase yaitu fase intensif
dan fase lanjutan yang diberikan selama 6–12 bl. Pada fase intensif
diberikan min. 3 macam obat selama 2 bl pertama dan pada fase
lanjutan diberikan min. 2 macam obat selama 4–10 bl selanjutnya.
Pemberian OAT dapat menggunakan fixed dose combinations (FDC)
maupun regimen obat terpisah. Tablet FDC yang tersedia untuk fase
intensif terdiri atas INH 50 mg, rifampisin 75 mg, dan PZA 150 mg,
sedangkan fase lanjutan terdiri atas INH 50 mg dan rifampisin 75 mg.
Pemberian INH bila dikombinasikan dengan rifampisin, maka dosis
INH tidak boleh >10 mg/kgBB/hr. Rifampisin tidak boleh diracik
dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu
bioavailabilitas rifampisin. Stategi directly observed short-course
therapy (DOTs) digunakan untuk memastikan kepatuhan pengobatan
dan ketersediaan OAT

976
Tabel 230 Regimen Pengobatan TB Anak yang Direkomendasikan WHO 2010
Regimen OAT
Kasus TB dan Kategori Diagnostik
Fase Intensif Fase Lanjutan
Regimen penderita baru 2 HRZE 4HR
BTA (+)
BTA (−) dengan keterlibatan paru yang luas
TB ekstraparu berat selain meningitis TB
Regimen penderita baru 2HRZ 4HR
BTA (−) tanpa keterlibatan paru yang luas
TB ekstraparu ringan (misalnya TB servikal adenitis)
Regimen penderita baru 2HRZS* 4HR
Meningitis TB
Regimen retreatment 2HRZES/1HRZE 5HRE
977

Sebelumnya pernah diobati dengan BTA (+) (relaps, pengobatan sesudah terputus, atau
gagal terapi)
Jika risiko rendah untuk MDR-TB atau risiko tidak diketahui: lanjutkan dengan regimen
retreatment
Jika risiko tinggi untuk MDR: gunakan regimen MDR-TB
Regimen MDR-TB Regimen individual
MDR-TB
Sumber: Graham 2011
Keterangan:
Tabel di atas merupakan rekomendasi WHO 2010
H: INH; R: rifampisin; Z: pirazinamid; E: etambutol; S: streptomisin
Perubahan utama adalah semua tipe TB (kecuali TB meningitis dan TB osteoartikular) di daerah endemik HIV harus disertai obat ke-4
pada fase intensif 2HRZE/4RH
Pada TB meningitis streptomisin tidak lagi direkomendasikan sebagai terapi lini pertama pada anak, pengantian streptomisin dengan
etionamid dan diberikan 9–12 bl
Tabel 231 Dosis Obat Antituberkulosis Lini Pertama dan Kedua yang Direkomendasikan untuk TB Anak
Dosis Tunggal Harian
Obat Cara Kerja Efek Samping mg/kgBB/hr (Rentang)
[Dosis Maksimal]
Lini pertama
Isoniazid Bakterisidal Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas 10 (5–15) [300]
Rifampisin Bakterisidal dan Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis, 15 (10–20) [600]
sterilisasi trombositopenia, peningkatan enzim hati, cairan
tubuh berwarna oranye kemerahan
Pirazinamid Sterilisasi Toksisitas hepar, artralgia, gastrointestinal 35 (30–40) [2.000]
978

Etambutol Bakteriostatik Neuritis optik, ketajaman mata berkurang, buta 20 (15–25) [1.200]
warna merah hijau, hipersensitivitas, gastrointestinal
Streptomisin bakteriostatik Ototoksik, nefrotoksik 15 (12–18) [1.000]
Lini kedua
Etionamid Bakterisidal Muntah, hepatitis, hipotiroid 15–20 [1.000]
Fluorokinolon Bakterisidal Insomnia, atralgia
Ofloksasin 15–20 [800]
Levofloksasin 7,5–10 [750]
Moksifloksasin 7,5–10 [400]
Aminoglikosida Bakterisidal Ototoksik, nefrotoksik 15–30 [1.000]
Kanamisin
Amikasin
Polipeptida Bakteriostatik Ototoksik, nefrotoksik 15–30 [1.000]
Kapreomisin
Sikloserin Bakteriostatik Psikosis, depresi, kejang 10–20 [1.000]
Dibagi 2–3 dosis/hr
Asam para Bakteriostatik Diare, muntah, hipotiroid 150–200 [12.000]
979

amino salisilat Dibagi 2–3 dosis/hr


(PAS)
Sumber: Marais dkk. 2011
Keterangan:
Pada anak berusia <5 th yang terpapar penderita TB, tetapi terbukti terdapat infeksi maupun penyakit TB direkomendasikan untuk
mendapat kemoprofilaksis INH 10 mg/kgBB/hr selama 6–9 bl
Tuberkulosis pada Keadaan Khusus
Beberapa keadaan khusus pada TB anak meliputi: infeksi TB laten, TB-
HIV, MDR-TB, TB perinatal, dan TB ekstraparu
Infeksi TB Laten
Infeksi TB laten pada anak menyumbangkan terjadi TB pada saat
remaja/dewasa. Infeksi TB laten dipastikan dengan hasil tes kulit
tuberkulin (+), sedangkan anak tidak bergejala, dan hasil
pemeriksaan fisis dan radiologis dalam batas normal. WHO
merekomendasikan profilaksis pada anak <5 th yang
terpapar/terinfeksi TB dan penderita HIV dengan INH 10 mg/kgBB
selama 6–9 bl. Pengobatan kemoprofilaksis dengan INH akan ↓
kemungkinan TB sebesar ⅔ kasus. Jika diketahui sumber penularan
resisten terhadap INH atau penderita tidak dapat menoleransi INH
diberikan rifampisin dengan dosis 10 mg/kgBB/hr selama 6 bl. Bila
sumber penularan adalah penderita multidrug-resistant (MDR) TB
maka diberikan kemoprofilaksis sesuai dengan hasil tes kepekaan
obat
TB HIV
Diagnosis TB pada penderita HIV sangat sulit ditegakkan karena
pada penderita HIV gejala TB sering tumpang tindih dengan gejala
HIV, sensitivitas uji tuberkulin rendah (cut-off point PPD (+):
indurasi ≥5 mm), sering mengalami penyakit paru akut dan kronik
yang disebabkan patogen selain M. tuberculosis, pemeriksaan foto
Rontgen toraks overlaping dengan penyakit paru yang
berhubungan dengan HIV. Tes HIV sebaiknya dilakukan pada setiap
anak yang didiagnosis TB. Skrining TB melalui gejala klinis harus
dilakukan pada setiap anak HIV. Penderita TB HIV sering menderita
TB ekstraparu. Pemeriksaan kultur dan BTA sebaiknya dilakukan
untuk mengonfirmasikan TB pada penderita HIV. Tatalaksana TB
paru dan ekstraparu (selain meningitis dan osteoartritis TB) pada
penderita HIV adalah 2RHZE/4RH, bila respons klinis lambat fase
lanjutan dapat dilanjutkan sampai 9 bl. Tatalaksana penderita
meningitis TB dan TB tulang pada penderita HIV adalah
2RHZE/10RH. Pemberian OAT sebaiknya dilakukan 2–8 mgg
sebelum pemberian ART. Imunisasi BCG tidak diberikan pada bayi
yang lahir dari ibu terinfeksi HIV
Multidrug-Resistant TB
Terdapat beberapa istilah pada drug resistance TB, yaitu: 1) Mono-
resistance: terbukti secara in vitro dengan hasil kultur didapatkan
resisten terhadap 1 OAT lini pertama; 2) Poly-resistance: terbukti
secara in vitro dengan hasil kultur didapatkan resisten terhadap ≥2
OAT lini pertama, selain resisten terhadap INH dan Rifampisin; 3)
MDR-TB: bila pada hasil kultur didapatkan resisten terhadap
minimal INH dan rifampisin, 4) Extensive drug resistance (XDR):
MDR ditambah dengan resisten terhadap fluoroquinolon dan OAT
injeksi lini kedua. Penderita yang dicurigai menderita MDR-TB dan
direkomendasikan untuk dilakukan drug susceptibility testing,
antara lain: gagal terapi TB/gagal pada terapi ulangan TB, terpapar
penderita yang diketahui menderita MDR-TB, kambuh, BTA tetap
980
(+) min. sesudah 2 atau 3 bl, tinggal di daerah endemik MDR-TB,
MDR
pengobatan TB tidak adekuat, dan penderita HIV. Apabila MDR-TB
sudah diidentifikasi maka diberikan OAT min. 18–2418 bl dengan
mengunakan 3–4 4 jenis OAT selain INH dan rifampisin ditambah 1
obat TB suntik dengan fase intensif berlangsung selama 6 bl (4 bl
sesudah kultur (−)) dan fase lanjutan 12–18 bl sesud
sudah kultur (−)
TB Perinatal
TB paru dan ekstraparu pada ibu dapat menularkan TB pada anak
saat antenatal, intrapartum, maupun postpartum. Gejala TB
kongenital/perinatal dapat muncul sesudah lahir, tetapi dapat
terjadi mulai mgg ke-2–3 kehidupan. Aspek utama deteksi TB pada
bayi baru lahir adalah anamnesis pada ibu antara lain pneumonia
yangg tidak membaik, kontak erat TB serumah, TB pada ibu, ibu dan
riwayat pengobatannya. Gejala pada bayi biasanya tidak spesifik,
meliputi sesak napas, panas badan, hepatosplenomegali,enomegali, malas
menetek, gangguan kesadaran, limfadenopati, perut membesar,
gagal tumbuh, kejang, kuning, keluar sekret telinga, lesi kulit, dan
gangguan hematologis. Gambaran milier sering ditemukan pada
foto Rontgen toraks. Pemeriksaan lain meliputi pemeriksaan
pem BTA
dan kultur M. tuberculosis dari sediaan aspirat lambung/trakea,
cairan tubuh lain, lesi kulit, dan biopsi
iopsi kelenjar limfe/organ lain

foto toraks TB foto toraks TB

Gambar 78 Algoritme Tatalaksana Bayi Baru Lahir yang Terpapar TB


Sumber: Adhikari dkk. 2009
981
Profilaksis diberikan INH dengan dosis 10 mg/kgBB selama 3 bl
atau kombinasi INH dan rifampisin 10 mg/kgBB/hr dan bila hasil
PPD tes (–) sesudah 3 bl profilaksis dihentikan dan bayi dilakukan
imunisasi BCG 2 mgg kemudian. Terapi TB pada bayi baru lahir
2RHZ/4RH, dengan dosis INH 10 mg/kgBB/hr, rifampisin 10
mg/kgBB/hr, dan PZA 25 mg/kgBB/hr
TB Milier
Gejala TB milier yang sering dijumpai adalah anoreksia, BB ↓ atau
gagal tumbuh, demam lama, batuk, dan sesak napas. Pada 50%
penderita terdapat limfadenopati superfisial, hepatosplenomegali.
Tuberkel koroid didapatkan 13–87%. Pada pemeriksaan foto
Rontgen toraks terdapat gambaran khas berupa tuberkel halus
(millet seed) yang tersebar merata di seluruh lapang paru dengan
ukuran yang hampir seragam (1–3 mm). Pemeriksaan pungsi
lumbal sebaiknya dilakukan untuk menyingkirkan meningitis TB.
Tatalaksana TB milier adalah pemberian 4–5 OAT selama 2 bl
pertama, dilanjutkan dengan INH dan rifampisin selama 6–9 bl
(Tabel 230)
TB Ekstraparu
TB kelenjar
Umumnya terjadi 6–12 bl sesudah infeksi. Manifestasi klinis
tersering terjadi di kelenjar leher, terutama leher anterior,
unilateral, tidak sakit, diameter >2×2 cm dan sering mem-
bentuk formasi fistula. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisis, tes tuberkulin, pemeriksaan foto
Rontgen toraks, dan diagnosis defenitif memerlukan pemerik-
saan BTA, histopatologi serta konfirmasi bakteriologis yang
didapat dari biopsi/fine needle aspiration (FNA) kelenjar limfe.
Pengobatan TB kelenjar adalah 2RHZ 4RH
TB saluran respiratori atas dan telinga
TB saluran respiratori atas dan telinga jarang dijumpai. TB laring
mempunyai gejala batuk seperti croup, sakit tenggorokan,
serak, dan disfagia. Gejala otitis media TB adalah otore yang
tidak sakit, tinitus, pendengaran ↓, paralisis wajah, dan
perforasi membran timpanik. Diagnosisnya sulit karena BTA dan
kultur cairan telinga biasanya (−), dan histologi memberikan
hasil nonspesifik berupa inflamasi kronik tanpa granuloma.
Terapi dengan OAT 2RHZ/4RH
TB mata
Bentuk TB mata yang sering ditemukan adalah TB koroid.
Papulonekrotik TB dan conjunctivitis flictenularis merupakan
reaksi hipersensitif yang berkaitan dengan TB primer, berupa
nodul putih/merah muda pada konjungtiva disertai hiperemis di
sekitarnya. Uveitis TB bermanifestasi sebagai panuveitis atau
iridosiklitis granuloma kronis. Pada TB milier sering ditemukan
tuberkel koroid tunggal ataupun multipel. Tatalaksana yang
diberikan sama dengan terapi TB paru yaitu 2RHZ/4RH

982
TB pleura
Pleuritis TB sering terjadi pada anak, biasanya terjadi dalam 3–9
bl pertama sesudah terjadi TB primer. Manifestasi klinis yang
sering ditemukan adalah batuk, nyeri dada saat inspirasi, sesak
napas, dan BB ↓. Efusi pleura umumnya bersifat unilateral
terjadi pada sisi yang sama dengan kelainan pada parenkim.
Karakteristik cairan pleura pada pleuritis TB yaitu cairan
berwarna kuning, protein ↑, PH cairan biasanya 1,012–1,025
(<7,3), kadar glukosa ↓ (20–40 mg/dL), protein >30 g/L, lactate
dehydrogenase (LDH) >200 IU/L, dan adenosin deaminase (ADA)
↑ >47 IU/L. Jumlah sel ratusan sampai ribuan dengan limfo-
sitosis, tetapi pada awal penyakit dapat ditemukan predominan
sel polymorphonuclear (PMN). Kultur M. tuberculosis cairan
pleura (+) pada 25–30% kasus, kultur biopsi/FNA (+) sampai 12%
dari pemeriksaan biopsi/FNA. Terapi 2RHZ/4RH disertai
pemberian kortikosteroid
TB jantung
Perikarditis TB paling sering ditemukan, terutama pada
penderita HIV. Manifestasi klinis yang dapat ditemukan adalah
sesak napas, nyeri dada, batuk, keringat malam, ortopne, BB ↓,
edema tungkai, kariomegali, hepatomegali, panas, takikardia,
pericardial rub, pulsus paradoksus, tekanan vena jugularis ↑,
efusi pleura, dan bunyi jantung yang lemah. Pemeriksaan foto
Rontgen toraks didapatkan kardiomegali dan konfirmasi efusi
perikardial dengan pemeriksaan CT-toaks. Pemeriksaan cairan
perikardial sama dengan temuan pada pleuritis TB. Kultur dari
biopsi perikardial memberikan hasil lebih baik daripada cairan
perikardial, tetapi bersifat lebih invasif. Tatalaksana perikarditis
TB meliputi kardiosentesis, OAT 2RHZE/4RH, dan pemberian
kortikosteroid
TB abdomen
Tuberkulosis abdomen merupakan TB yang mengenai organ
dalam abdomen, antara lain orofaring TB (ulserasi kronik,
jarang), esofageal TB (fistula trakeoesofageal, jarang), peritonitis
TB (nyeri perut, asites, anoreksia, panas badan, dan teraba
massa abdomen lunak ireguler), enteritis TB terutama jejunum,
ileum, dan apendiks (nyeri perut, panas badan, BB ↓,
diare/konstipasi kronik). TB abdomen lebih sering terjadi pada
penderita HIV. Tes kulit tuberkulin biasanya (+). Konfirmasi
diagnosis meliputi endoskopi, BTA dan kultur dari cairan asites,
maupun biopsi material peritoneal. Biokimia cairan asites sama
dengan temuan pada pleuritis dan perikarditis TB. Terapi TB
abdomen adalah 2RHZE/4RH, pemberian kortikosteroid, dan
pembedahan bila terdapat komplikasi
TB sistem retikuloendotelial
Sistem retikuloendotelial (RES) TB pada anak jarang dilapor-kan.
Pada anak dapat mengenai hati, sumsum tulang, atau lien yang
umumnya merupakan bagian dari TB diseminata. Manifestasi
klinis dapat berupa panas badan, hepatomegali dan spleno-
983
megali, serta anemia. Gejala lain meliputi ikterik, anoreksia, dan
nyeri perut. Abses tunggal maupun multipel. Pemeriksaan USG
dan CT-scan dapat membantu diagnosis untuk melihat lesi
intrahepatik. Pemeriksaan BTA, kultur, dan histopatologi dari
bahan pemeriksaan yang didapat dari FNA/biopsi hati dilakukan
pada abses atau granuloma yang besar. Pengobatan dengan
OAT untuk TB ekstraparu yaitu 2RHZE/4RH, tetapi bila
merupakan bagian dari TB diseminata, pengobatan sesuai
dengan TB diseminata yaitu 2RHZE/10RH
TB tulang dan sendi
Bentuk yang sering dijumpai adalah spinal/spondilitis TB diikuti
oleh artritis TB. Pada spondilitis TB sering terjadi pada vertebra
toraks bawah dan vertebra lumbal atas, serta umumnya
mengenai 2 vertebra yang berdekatan. Gejala klinis meliputi
nyeri pada tulang belakang, deformitas tulang belakang karena
destruksi vertebra menyebabkan gibbus dan kiposis, serta
gangguan neurologis seperti paraplegi
Artritis TB sering terjadi pada tulang panggul dan lutut dan
umumnya hanya mengenai 1 sendi/tulang. TB tulang muncul
lambat (1–3 th sesudah infeksi) dan umumnya terjadi pada anak
yang lebih besar
Terapi OAT yang diberikan adalah 2RHZE/10RH dan operasi
dilakukan bila terdapat ketidakstabilan tulang belakang yang
menyebabkan deformitas yang berat
TB SSP
Meningitis TB merupakan bentuk TB SSP yang sering dijumpai
selain tuberkuloma intrakranial dan spinal arahnoiditis,
merupakan bentuk yang berat pada TB anak, serta sering
menyebabkan kematian. Saraf otak yang sering terkena adalah
sarafotak III, VI, dan VII, serta sering menyebabkan hidrosefalus
komunikans. Gejalanya muncul lambat selama beberapa mgg
dan dapat dibagi menjadi 3 stadium:
Stadium 1 berlangsung 1–2 mgg dengan gejala tidak spesifik
seperti panas badan, sakit kepala, mengantuk, dan malaise,
tidak terdapat gangguan neurologis (Glasgow coma
scale/GCS: 15)
Stadium 2 dengan gejala muncul tiba-tiba, seperti kesadaran
↓, kejang, kaku kuduk, muntah, hipertoni, gangguan saraf
otak, Brudzinski dan Kernig (+), serta gejala neurologi lainnya
(GCS 11–14)
Stadium 3 terdapat gangguan kesadaran yang lebih dalam
(GCS ≤10), hemiplegi atau paraplegi, hipertensi, deserebrasi,
dan sering menimbulkan kematian
Tes kulit tuberkulin (−) pada 50% kasus dan foto Rontgen toraks
normal ditemukan pada 20–50% kasus
Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat penting untuk
diagnosis3
meningitis TB dengan rentang jumlah lekosit 10–500
sel/mm , pada awal penyakit dominasi oleh PMN, tetapi
umumnya limfosit. Glukosa <40 mg/dL tetapi jarang <20 mg/dL.

984
Protein cairan ↑ (400–5.000 mg/dL). Pemeriksaan BTA dari
cairan likuor (+) pada 30% kasus dan kultur (+) pada 50–70%
kasus. Dibutuhkan bahan pemeriksaan 5–10 mL cairan
serebrospinal untuk pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan BTA
dan kultur dapat diperiksa dari aspirasi cairan lambung
Pada anak tuberkuloma sering terjadi infratentorial, dengan
lokasi pada dasar otak dekat serebelum. Lesi dapat tunggal
maupun multipel. Gejala yang sering muncul berupa sakit
kepala, panas badan, dan kejang. Pada pemeriksaan CT-
scan/MRI kepala didapatkan gambaran lesi diskret dikelilingi
daerah edema berbentuk seperti cincin (ring-like)
Tatalaksana TB SSP adalah OAT 2RHZE/10RH dan kortikosteroid.
Tatalaksana hidrosefalus komunikans diberikan asezolamid 50
mg/kgBB/hr dan furosemid 1 mg/kgBB/hr dibagi 3 dosis selama
1 bl, sedangkan tatalaksana pembedahan dilakukan untuk
mengatasi hidrosefalus nonkomunikans dengan pemasangan
shunt
TB genitourinaria
TB ginjal jarang terjadi pada anak karena membutuhkan waktu
yang lama (5–25 th) dan biasanya terjadi unilateral. Pada
stadium awal sering tidak bergejala, hanya terdapat piuria steril,
mikroskopis hematuria, kemudian berkembang menjadi disuria,
nyeri abdomen/pinggang, dan gross hematuria. Komplikasi yang
dapat terjadi adalah hidronefrosis dan striktur ureter.
Pemeriksaan BTA urin (+) pada 50–70 kasus, dan kultur (+)
didapatkan pada 80–90% kasus. Pielogram dan CT-scan
mendeteksi komplikasi
TB genital jarang didapatkan sebelum usia pubertas. Pada anak
remaja putri dapat terjadi TB pada tubulus falopi, endometrion,
ovarium, dan servik. Gejala yang dapat muncul berupa
dismenore atau amenore, gejala sistemik biasanya tidak ada,
foto Rontgen toraks umumnya normal dan tes tuberkulin sering
(+). Pada remaja putra dapat mengenai prostat, vesika
seminalis, epididimis, dan testis. Gejalanya asimtomatik tetapi
dapat muncul piuria dengan/tanpa hematuria steril dan nodul
unilateral tidak sakit pada skrotum
Terapi pada TB genitourinaria adalah dengan menggunakan OAT
2RHZE/4RH
TB kulit
Bentuk TB kulit yang sering ditemukan adalah skrofuloderma,
lupus vulgaris, dan verukosa kutis. Skrofuloderma biasanya
ditemukan di leher, yaitu anterior servikal, submandibula,
supraklavikula, dan ketiak. Lupus vulgaris terjadi di ekstremitas,
sedangkan kutis verukosa terjadi di kaki dan telapak kaki.
Diagnosis ditegakkan dengan granuloma sel epiteloid dan
nekrosis kaseosa pada sitologi/biopsi. Aspirasi lesi kutaneus
skrofuloderma BTA (+) pada 70% kasus sedangkan lupus vulgaris
hanya 22% kasus. Terapi OAT yang diberikan adalah 2RHZ/4RH

985
Terapi Tambahan pada TB
Kortikosteroid diberikan pada penderita meningitis TB dengan
gangguan kesadaran dan neurologi, efusi pleura dan perikardial,
laringitis dengan obstrusi saluran respiratori atas, hipertropi
kelenjar limfe yang sering berhubungan dengan TB milier yang
menyebabkan kompresi bronkial atau arteri, serta TB saluran
kemih untuk mencegah stenosis ureter. Prednison diberikan
dengan dosis 1–2 mg/kgBB/hr selama 4–8 mgg
Vitamin B6 (5–10 mg/hr) diberikan pada bayi yang mendapat ASI,
penderita malnutrisi, HIV (+), remaja yang sedang hamil, dan diet
rendah susu atau daging
Pemantauan Terapi
Selama terapi dilakukan pemantauan tiap bl untuk mengetahui
kepatuhan terhadap pengobatan, melihat respons klinis terapi,
toksisitas dan efek samping OAT. Pemeriksaan berkala foto
Rontgen toraks tidak direkomendasikan untuk evaluasi peng-
obatan TB
Hepatotoksisitas merupakan efek samping berat dan paling sering
terjadi. Keadaan ini dapat disebabkan oleh INH, RIF, dan PZA. Efek
samping muncul pada 2–4 mgg pertama sesudah pemberian OAT.
Tatalaksana pada penderita yang mengalami hepatotoksisitas
adalah bila sesudah mendapat OAT penderita menjadi kuning
(bilirubin total >1,5 mg/dL) atau muncul gejala drug-induced
hepatotoxicity dengan alanin aminotransferase (ALT)= SGPT ↑ >3×
normal, atau SGPT >5× normal walaupun tanpa gejala maka
pemberian OAT harus dihentikan (lihat Gambar 79). Pada
penderita TB berat dapat diberikan 2 atau 3 obat yang mempunyai
efek hepatotoksik rendah seperti streptomisin, etambutol, dan
ofloksasin. OAT dapat segera diberikan secara bertahap bila fungsi
hati sudah normal kembali dimulai dengan INH atau rifampisin
Antituberculosis Drug-Induced Hepatotoxicity (ADIH)
Bila pada anak yang mendapat OAT terjadi ADIH, maka pemberian
semua OAT dihentikan. Kriteria ADIH yaitu bila didapatkan:
SGPT ↑ ≥5× nilai batas atas normal tanpa gejala klinis
SGPT ↑ ≥3× nilai batas atas normal disertai dengan gejala klinis
SGPT ↑ dengan nilai berapapun di atas batas normal sebelum
diberikan terapi yang disertai dengan ikterus, anoreksia, nausea,
muntah
Bilirubin total (BT) serum ↑ >1,5 mg/dL
Panduan tatalaksana ADIH:
Bila didapatkan gejala klinis seperti ikterik, mual, muntah, dan
nilai SGPT ≥3× nilai batas atas normal → OAT diberhentikan
Bila tidak didapatkan gejala klinis tetapi nilai SGPT ≥5× nilai
batas atas normal → OAT diberhentikan
Bila tidak didapatkan gejala klinis tetapi nilai bilirubin >1,5
mg/dL → OAT diberhentikan
Dilakukan skrining untuk mencari kemungkinan etiologi yang
lain seperti hepatitis A, B, dan C
986
Dilakukan pemantauan gejala klinis dan SGPT selama 2–4 mgg
Bila gejala klinis perbaikan dan laboratorium normal kembali
mulai diberikan kembali OAT secara bertahap yang disebut
reintroduction therapy

Reintroduction therapy
1. Sesudah nilai SGPT <2× nilai normal, dapat dimulai
pemberian rifampisin dengan atau tanpa etambutol. Pada
penderita dengan regimen OAT yang terdiri atas 3 macam
obat → reintroduction therapy dimulai dengan rifampisin
saja, tetapi bila regimen OAT yang terdiri atas 4 macam obat
→ reintroduction therapy dimulai dengan rifampisin
(bertahap) dan etambutol (dosis penuh)
Dosis rifampisin dimulai:
Hr 1 & 2: ⅓ dosis
Hr 3 & 4: ⅔ dosis Pantau klinis
Hr 5 & 6: dosis penuh
2. Pada hr ke-7, periksa SGPT, bila baik mulai diberikan INH:
Hr 1 & 2: ⅓ dosis
Hr 3 & 4: ⅔ dosis Pantau klinis
Hr 5 & 6: dosis penuh
3. Jika gejala klinis muncul atau SGPT ↑ → INH dihentikan
4. PZA tidak perlu diberikan kembali dan terapi diberikan
hingga 9 bl

987
Gambar 79 Algoritme Tatalaksana Antituberculosis Drug-Induced
Hepatotoxicity (ADIH)
Keterangan: INH, isoniazid; RIF, rifampisin; EMB, etambutol
Sumber: modifikasi dari American Thoracic Society 2007

988
Pencegahan
Prioritas utama pada program TB adalah penemuan dan terapi indeks
kasus. Imunisasi Bacille Calmette Guerin (BCG) mempunyai efek
proteksi 0–80%, efek proteksi untuk menurunkan angka kejadian TB
baru dalam populasi, bukan individual
Bibliografi
1. Mandalakas AM, Starke JR. Tuberculosis and nontuberculous
mycobacterial disease. Dalam: Wilmott RW, Boat TF, Bush A,
Chernick V, Deterding RR, Ratjen F, penyunting. Kendig and
Chernick’s disorders of the respiratory tract in children. Edisi ke-8.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2012. hlm. 506–30.
2. Caminero JA, Sotgiu G, Zumla A, Migliori GB. Best drug treatment
for multidrug-resistant and extensively drug-resistant tuberculosis.
Lancet Infect Dis. 2010 Sep;10(9):621–9.
3. Cruz AT, Starke JR. Pediatric tuberculosis. Pediatr Rev. 2010 Jan;
31(1):13–26.
4. Donald PR, Schoeman JF. Central nervous system tuberculosis in
children. Dalam: Schaaf HS, Zumla A, penyunting. Tuberculosis: a
comprehensive clinical reference. Missouri: Elsevier; 2009. hlm.
513–43.
5. Hassan G, Qureshi W, Kadri SM. Congenital tuberculosis. JK Sci.
2006;8(4):193–4.
6. Graham SM. Treatment of paediatric TB: revised WHO
guidelines. Paediatr Respir Rev. 2011 Mar;12(1):22–6.
7. Graham SM, Marais BJ, Gie RP. Clinical features and index of
suspician of tuberculosis in children. Dalam: Schaaf HS, Zumla A,
penyunting. Tuberculosis: a comprehensive clinical reference.
Missouri: Elsevier; 2009. hlm. 154–63.
8. Marais BJ, Gie RP, Schaaf HS, Beyers N, Donald PR, Strarke JR.
Childhood pulmonary tuberculosis: old wisdom and new
challenges. Am J Respir Crit Care Med. 2006 May;173(10):1078–90.
9. Marais BJ, Schaaf H.S, Donald PR. Management of tuberculosis in
children and new treatment options. Infect Disord Drug Targets.
2011 Apr;11(2):144–56.
10. Marais BJ, Graham AM. Tuberculosis lymphadenitis and
involvement of the reticuloendotelial system in children. Dalam:
Schaaf HS, Zumla A, penyunting. Tuberculosis: a comprehensive
clinical reference. Missouri: Elsevier; 2009. hlm. 391–400.
11. Mukherjee J, Schaaf HS. Multidrug-resistant tuberculosis in
children. Dalam: Schaaf HS, Zumla A, penyunting. Tuberculosis: a
comprehensive clinical reference. Missouri: Elsevier; 2009. hlm.
532–8.
12. Starke JR. Tuberculosis (Mycobacterium tuberculosis). Dalam:
Kliegman RM, Stanton BF, St. Geme III JW, Schor NF, Behrman
RE, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-19.
Philadelphia: WB Saunders; 2011. hlm. 998–1011.
13. Reuter H, Wood R, Schaaf HS, Donald PR. Overview of
extrapulmonary tuberculosis in adult and children. Dalam:
Schaaf HS, Zumla A, penyunting. Tuberculosis: a comprehensive
clinical reference. Missouri: Elsevier; 2009. hlm. 377–90.
989
14. Swaminathan S, Rekha B. Pediatric tuberculosis: global overview
and challenges. Clin Infect Dis. 2010 May;50(Suppl 3):184–94.
15. World Health Organization. Guidelines for the programmatic
management of drug-resistant tuberculosis. Geneva: WHO;
2006.
16. World Health Organization. Guidance for national tuberculosis
programmes on the management of tuberculosis in children.
Geneva: WHO; 2006.
17. World Health Organization. Guidance for national tuberculosis
and HIV programmes on the management of tuberculosis in HIV-
infected children: Recommendations for a public health
approach. Geneva: WHO; 2010.

990
ASMA
Batasan
Asma merupakan inflamasi kronik saluran respiratori yang
mengakibatkan obstruksi aliran udara secara episodik. Inflamasi
kronik ini berhubungan dengan sifat hiperresponsif saluran respiratori
yang menyebabkan wheezing, sesak napas, dada terasa berat (rasa
dada tertekan), dan batuk berulang terutama pada malam atau pagi
hari. Keadaan ini dapat menghilang baik spontan maupun dengan
pengobatan
Epidemiologi
Kejadian asma di seluruh dunia meningkat meskipun penatalaksana-
an asma mengalami kemajuan yang cukup signifikan. International
Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) mendapatkan
hasil penelitian angka kejadian current wheeze (wheezing dalam satu
tahun terakhir) pada anak di 97 negara bervariasi sebesar 0,8–37,6%,
diagnosis asma didapatkan pada 13,1% anak. Kejadian asma ini
berhubungan erat dengan kejadian dermatitis atopik dan rino-
konjungtivitis alergika, dan penyakit alergi lain. Anak laki-laki lebih
banyak dibandingkan dengan anak perempuan (14:10%)
Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang paling sering ditemukan pada asma anak adalah
batuk dan wheezing (mengi) berulang. Pada anak lebih besar sering
ditemukan gejala berupa rasa dada tertekan (dada terasa berat) dan
napas pendek. Semua gejala klinis ini umumnya memburuk pada
malam hari terutama pada saat eksaserbasi yang dipicu oleh infeksi
saluran pernapasan akut bagian atas atau alergen inhalan. Gejala
klinis asma yang muncul pada siang hari umumnya berhubungan
dengan peningkatan aktivitas fisik anak. Gejala klinis lain yang tidak
spesifik dan sering tidak terdeteksi adalah aktivitas fisik terbatas,
kelelahan umum (disebabkan oleh gangguan tidur). Mengi sering
dikeluhkan oleh orangtua penderita sebagai bunyi napas berisik
(noisy breathing) pada 59% penderita asma anak, tetapi hanya 36%
yang betul-betul sebagai mengi dalam arti wheezing sesudah
diperlihatkan video. Anak yang mengalami batuk kronik, dalam
pengamatan selama 3 tahun ternyata 75% di antaranya didiagnosis
asma. Sesak berulang dan napas pendek jarang merupakan gejala
yang berdiri sendiri, umumnya disertai mengi
Eksaserbasi asma dapat dipicu oleh sejumlah kondisi atau pajanan
antara lain aktivitas fisik berlebihan, hiperventilasi (misalnya tertawa,
menangis), udara kering atau dingin, zat iritatif (asap rokok, ozon,
sulfur dioksida, asap kayu bakar, debu, parfum, hairsprays),infeksi
virus pada saluran respiratori, rhinitis, sinusitis, gastrooesophageal
reflux (GER). Selama terjadi eksaserbasi asma, pada auskultasi
umumnya ditemukan wheezing ekspiratoir dan ekspirasi memanjang.
Kadang didapatkan penurunan suara napas terutama pada daerah
paru kanan bawah akibat obstruksi percabangan bronkus. Crackles
dan ronki dapat terdengar akibat produksi lendir yang berlebihan
991
karena proses inflamasi pada saluran respiratori. Pada eksaserbasi
berat ditemukan distress pernapasan yang ditandai oleh wheezing
pada fase ekspirasi dan inspirasi, pemanjangan ekspirasi, retraksi
suprasternal dan interkostal, pernapasan cuping hidung, pemakaian
otot pernapasan tambahan lainnya, dan pada kondisi sangat berat
udara yang masuk paru hanya sedikit maka wheezing tidak terdengar
Diagnosis
Anamnesis
Riwayat sesak napas, mengi, batuk, dan dada terasa tertekan yang
bersifat episodik sesudah terpapar alergen dan berkaitan dengan
musim, serta adanya riwayat asma atau atopi pada anggota
keluarga
Gejala tersebut dapa dipicu oleh: asap, uap, bau yang menyengat,
serbuk bunga, maupun aktivitas fisik, yang memburuk pada saat
malam hari dan berespons terhadap terapi asma
Beberapa pertanyaan yang dapat membantu diagnosis asma
adalah apakah anak mengalami mengiatau mengi berulang, batuk
malam hari, batuk atau mengi sesudah beraktivitas, mengi/batuk/
rasa dada tertekan/sesak sesudah terpapar alergen udara/polutan,
menderita pilek perlu waktu >10 hr untuk sembuh, dan apakah
gejala membaik sesudah pemberian obat antiasma?
Pemeriksaan Fisis
Pada anak asma, pemeriksaan fisis harus meliputi penilaian status
nutrisi dan tumbuh kembangnya. Pada keadaan tidak eksaserbasi,
maka mungkin tidak ditemukan kelainan, kadang-kadang
ditemukan suara lendir ataupun crackles yang berubah seiring
perubahan posisi atau batuk. Dapat pula ditemukan wheezing atau
pemanjangan ekspirasi ketika penderita diminta melakukan
ekspirasi yang kuat
Mengi, hiperinflasi dada, sianosis, takikardia, kesulitan untuk
berbicara, retraksi dinding dada umumnya ditemukan pada
periode serangan akut dan bergantung pada derajat serangan/
eksaserbasi. Beberapa parameter penting untuk menentukan
derajat eksaserbasi adalah posisi badan (nyaman pada posisi
terlentang, lebih nyaman posisi duduk, duduk sambil mem-
bungkuk), cara bicara (kalimat, kalimat terpotong, kata), kesadaran
(mungkin gelisah, gelisah, kesadaran ↓), penggunaan otot
pernapasan (ringan tidak ada, sedang dan berat ada, paradoksik
pada ancaman henti napas), nadi (<100, 100–120, >120,
bradikardia), dan wheezing (ringan pada akhir ekspirasi, jelas, tidak
terdengar). Dalam keadaan eksaserbasi dapat digunakan penilaian
singkat derajat eksaserbasinya:
1. Eksaserbasi ringan
Penderita dapat berbicara dengan kalimat yang utuh,
intensitas wheezing ringan sampai sedang (hanya terdengar
pada akhir ekspirasi), tidak ada pemakaian otot pernapasan
tambahan, saturasi O2 >95%

992
2. Eksaserbasi sedang
Bicara dengan kalimat terpotong, wheezing terdengar keras
(pada seluruh fase ekspirasi), ada penggunaan otot
pernapasan tambahan, saturasi O2 90–95%
3. Eksaserbasi berat
Bicara sepatah demi sepatah kata, intensitas wheezing keras
(pada seluruh fase ekspirasi dan inspirasi), penggunaan otot
bantu napas jelas, saturasi O2 <90%
4. Ancaman henti napas
Tidak dapat bicara, kesadaran ↓, wheezing tidak ada,
gerakan napas paradoksikal, saturasi O2 <90%, bradikardia

993
Tabel 232 Manifestasi Klinis Derajat Eksaserbasi

Manifestasi Klinis Ringan Sedang Berat Ancaman Henti Napas

Bicara Kalimat utuh Kalimat terpotong Sepatah kata Tidak dapat bicara
Wheezing Ringan sampai sedang Terdengar keras pada Terdengar keras Tidak ada
seluruh fase ekspirasi pada seluruh fase
ekspirasi dan
inspirasi
Otot pernapasan Tidak ada Ada Jelas ada Gerakan napas
994

tambahan paradoksal
Saturasi ≥95% 90–95% <90% <90%, bradikardia
Pemeriksaan Penunjang
Tes fungsi paru
Tes fungsi paru sebaiknya dilakukan pada anak usia >6 th.
Dilakukan oleh seorang pemeriksa yang knowledgeable,
penderita melakukan manuver FVC (tiupan sekuat mungkin dan
ekspirasi sepanjang mungkin). Terdapat dua metode tes fungsi
paru, yaitu pengukuran forced expiratory volume in one second
(FEV1) dan forced vital capacity (FVC) menggunakan spirometer
dan peak expiratory flowrate (PEFR) menggunakan peak
flowmeter. Diagnosis asma menggunakan penilaian reversibili-
tas obstruksi saluran respiratori sesudah pemberian bronko-
dilator (reversibility test). Prosedur dimulai dengan pengukuran
FEV1 atau PEFR min. 3× manuver yang benar diambil nilai yang
tertinggi, kemudian diberikan bronkodilator hirupan. Sesudah
istirahat 15 mnt, penderita melakukan manuver kembali seperti
sebelumnya, hasil FEV1 atau PEFR dicatat lagi kemudian dihitung
peningkatannya (dalam %) dibandingkan dengan nilai FEV1 atau
PEFR sebelum bronkodilator. Hasil dapat menunjang diagnosis
asma apabila terjadi peningkatan ≥12% atau ≥200 mL. Tes
reversibilitas ini lebih memungkinkan untuk dilakukan di klinik
dibandingkan dengan tes provokasi bronkus yang lebih berisiko
atau exercise challenge test yang kurang praktis
Pemeriksaan status alergi
Pemeriksaan tes alergi (tes kulit atau IgE spesifik serum)
diperlukan untuk kasus asma berat yang kemungkinan besar
berhubungan dengan alergi terhadap suatu alergen spesifik.
Kedua pemeriksaan ini tidak terlalu bermanfaat dalam
menunjang diagnosis asma, tetapi dapat membantu meng-
identifikasi faktor risiko maupun faktor pencetus

Klasifikasi
Klasifikasi asma sangat diperlukan karena berhubungan dengan
tatalaksana lanjutan (jangka panjang). Global Initiative for Asthma
(GINA) membagi asma menjadi 4 klasifikasi, yaitu asma intermiten,
asma persisten ringan, asma persisten sedang, dan asma persisten
berat (Tabel 233), sedangkan menurut pedoman nasional asma anak
(PNAA) membagi klasifikasi derajat penyakit asma menjadi asma
episodik jarang, sering, dan persisten (Tabel 234). Dasar pembagian
atau klasifikasi asma pada anak adalah frekuensi serangan, lama
serangan, aktivitas di luar serangan, dan beberapa pemeriksaan
penunjang. Saat ini untuk menilai strata asma, lebih ditujukan pada
hasil pengobatan dan keadaan anak pada saat pengendalian. Untuk
memulai terapi dan tindak lanjut dilakukan penilaian derajat klinis
asma (Tabel 235)
Menurut WHO pada WHO Consultation on Severe Asthma di Jenewa,
6–7 April 2009 sudah mengusulkan istilah untuk menyeragamkan
istilah asma berat. Asma berat termasuk dalam 3 kelompok yang tiap
namanya membawa pesan kesehatan masyarakat dan tantangannya
sendiri yaitu:

995
1. Asma berat yang tidak diterapi/untreated severe asthma
Adalah asma yang dapat dikendalikan dengan mudah dengan
pengobatan yang tepat serta ketaatan pengobatan dan teknik
yang baik. Cara ini menyebabkan mereka mencapai bentuk
asma yang kurang berat
2. Asma berat yang sulit diterapi/difficult to treat asthma
Adalah asma dengan respons yang buruk atau parsial terhadap
terapi. Hal ini mengindikasikan terdapat faktor selain asma
sendiri, seperti akses yang buruk terhadap terapi, ketaatan dan
teknik hirupan, paparan lingkungan, serta masalah psikososial
3. Asma berat yang resisten terhadap terapi/treatment-resistant
severe asthma, kelompok ini terdiri atas:
a. Asma yang terkendali secara parsial atau tidak terkendali,
walaupun terapi kortikosteroid dosis tinggi atau kombinasi
kortikoteroid hirupan dosis tinggi dan β-agonis jangka
panjang atau penggunaan kronik kortikosteroid sistemik
sudah diberikan. Sebelumnya bentuk asma seperti ini disebut
asma refrakter atau asma berat
b. Asma yang terkontrol dengan baik hanya dengan terapi
rekomendasi paling tinggi. Penderita ini masih mungkin
berisiko eksaserbasi berat

996
Tabel 233 Klasifikasi Derajat Penyakit Asma Menurut GINA (2002–2010)
Parameter Klinis Intermiten Mild Persistent Moderate Persistent Severe Persistent
Gejala klinis <1×/mgg <1×/mgg Setiap hr Setiap hr
Serangan Singkat Mengganggu tidur/aktivitas Mengganggu tidur/aktivitas Sering
Gejala asma malam hari ≤2×/bl >2×/bl <1×/mgg Sering
Tes faal paru (FEV2/PEF) ≥80% ≥80% 60–80% ≤60%
Variabilitas <20% 20–30% >30%
Sumber: Pedersen dkk. 2011

Tabel 234 Klasifikasi Derajat Penyakit Asma Menurut Pedoman Pengendalian Penyakit Asma
997

Parameter Klinis, Kebutuhan Obat, Asma Episodik Jarang Asma Episodik Sering Asma Persisten
dan Faal Paru
Frekuensi serangan <1×/bl >1×/bl Sering
Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam
Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
Pemeriksaan fisis di luar serangan Normal Mungkin terganggu Tidak pernah normal
Obat pengendali Tidak perlu Perlu Perlu
Uji faal paru >80% 60−80% <60%
Variabilitas >15% >30% >50%
Sumber: Rahajoe 2004
Tabel 235 Derajat Kontrol Asma

Terkontrol Terkontrol Sebagian Tidak Terkontrol

Gejala ≤2 hr/mgg, ≤1x/hr >2hr/mgg, >1x/hr Sepanjang hr


Bangun malam ≤1x/bl ≥2 x/bl ≥2x/mgg
Gangguan aktivitas Tidak ada Beberapa keterbatasan Sangat terbatas

Gangguan Pemakaian bronkodilator ≤2 hr/mgg >2 hr/mgg Beberapa kali/hr


FEV1/PEFR >80% 60–80% <60%
998

FEV1/FVC >80% 75–80% <75%


Eksaserbasi yang membutuhkan 0–1x/th ≥2x/th ≥2x/th
kortikosteroid sistemik oral
Sumber: Kendig 2012
Tatalaksana
Tatalaksana asma anak dibagi menjadi: tatalaksana komunikasi,
informasi, dan edukasi (KIE) pada penderita dan keluarganya,
penghindaran terhadap faktor pencetus, dan medikamentosa
Tatalaksana medikamentosa dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu
tatalaksana saat serangan dan tatalaksana jangka panjang

Tahapan Tatalaksana Serangan Asma


1. Tatalaksana di Klinik atau Unit Gawat Darurat
Semua anak yang mengalami serangan asma harus dinilai
derajat serangan, apakah serangan ringan, sedang, berat, atau
ancaman henti napas. Cara nebulisasi dan jenis obat yang
digunakan bergantung pada derajat serangan asma yang terjadi
dan kemudian dinilai hasil nebulisasi yang diberikan.
Pertimbangan obat untuk nebulisasi adalah sebagai berikut:
a. Serangan asma derajat ringan dan sedang
Untuk serangan asma derajat ringan dan sedang, nebulisasi
dilakukan dengan obat tunggal, yaitu β-agonis. Nebulisasi
dapat dilakukan 2× berturut-turut, bergantung pada respons
terapi. Jarak antara nebulisasi I dan II adalah 20 mnt; sesudah
nebulisasi ke-2 juga dinilai selama 20 mnt. Dilakukan
penilaian perbaikan klinis setiap selesai nebulisasi. Tindakan
berikutnya adalah sebagai berikut:
Jika dengan nebulisasi I dan atau II serangan mereda,
penderita diobservasi selama 1 jam di UGD. Jika selama
observasi tersebut tetap membaik, sesudah melihat hasil
penunjang, penderita dipulangkan
Jika selama observasi 1 jam di UGD serangan kambuh
ulang, maka penderita dipindahkan ke ruang rawat sehari
(RRS) untuk tatalaksana berikutnya (lihat tatalaksana di
RRS)
Jika sesudah 2× nebulisasi hanya terjadi perbaikan parsial,
maka penderita dialih rawat ke RRS untuk tatalaksana
lebih lanjut (lihat tatalaksana di RRS)
b. Serangan asma berat
Bila sejak awal dinilai sebagai serangan berat, maka
nebulisasi awal langsung dengan menggunakan kombinasi
β-agonis dan antikolinergik disertai pemberian oksigen 2−4
L/mnt yang diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi.
Pasang jalur parenteral dan dilakukan foto Rontgen toraks.
Penderita langsung dialih rawat ke ruang rawat inap (lihat
tatalaksana di ruang rawat inap)
c. Serangan asma dengan ancaman henti napas
Bila penderita menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti
napas harus langsung dirawat di ruang rawat intensif (lihat
tatalaksana di Ruang Rawat Intensif Anak/Pediatric Intensive
Care Unit = PICU)

999
2. Tatalaksana di Ruang Rawat Sehari (RRS)
Pemberian oksigen sejak dari UGD diteruskan. Sesudah 2×
nebulisasi di UGD dengan respons parsial, di RRS diteruskan.
Pemberian nebulisasi kombinasi β-agonis dengan antikolinergik
dan dilakukan tiap 2 jam. Diberikan steroid sistemik oral berupa
metil prednisolon atau prednison dilanjutkan 3−5 hr. Jika dalam
8–12 jam klinis tetap baik, penderita dipulangkan dan dibekali
obat β-agonis dan steroid untuk rawat jalan. Bila dalam 12 jam
responsnya tetap tidak baik, maka penderita alih rawat ke RRI
dengan tatalaksana asma berat (lihat tatalaksana di RRI)
3. Tatalaksana di Ruang Rawat Inap (RRI)
Penderita yang tidak mengalami perbaikan selama observasi
dan tindakan di RRS dengan pemantauan dialih rawat ke RRI.
Tindakan yang dilakukan di RRI:
Pemberian oksigen diteruskan
Jika terdapat dehidrasi dilakukan rehidrasi dan koreksi
asidosis bila ada
Steroid diberikan i.v. dengan cara bolus tiap 6–8 jam
Dosis steroid i.v. 0,5–1 mg/kgBB/hr
Di RRI, nebulisasi dilakukan dengan menggunakan kombinasi
β-agonis dan antikolinergik. Jarak nebulisasi tiap 1–2 jam. Jika
dalam 4–6× pemberian mulai terjadi perbaikan klinis, jarak
dapat diperlebar menjadi setiap 4–6 jam
Pemberian aminofilin sesuai dengan dosis inisial dan dosis
rumatan
Dosis inisial:
Belum mendapat aminofilin sebelumnya, dosis aminofilin
yang diberikan 6–8 mg/kgBB yang dilarutkan dalam
dekstrosa atau NaCl fisiologis sebanyak 20 mL, diberikan
dalam 20–30 mnt. Bila sudah mendapat aminofilin
(<8 jam), dosis aminofilin diberikan separuhnya
Dosis rumatan:
Untuk rumatan aminofilin diberikan dengan dosis 0,5–1
mg/kgBB/jam
Selama perawatan di RRI, penderita diobservasi apakah terjadi
perbaikan atau tidak. Bila terjadi perbaikan klinis, nebulisasi
diteruskan tiap 6–24 jam. Pemberian steroid dan aminofilin
diganti dari pemberian i.v. menjadi p.o. Jika dalam 24 jam
penderita tetap stabil dapat dipulangkan. Jika tidak ada
perbaikan selama tatalaksana di RRI, penderita dialih rawat ke
PICU
4. Tatalaksana di PICU
Penderita yang sejak awal masuk ke UGD sudah memperlihat-
kan tanda ancaman henti napas langsung dirawat di PICU.
Kriteria penderita yang memerlukan PICU adalah:
Tidak ada respons sama sekali terhadap tatalaksana awal di
UGD dan atau perburukan asma yang cepat

1000
Kebingungan, disorientasi, dan tanda lain ancaman henti
napas atau hilang kesadaran
Tidak ada perbaikan dengan tatalaksana di RRI. Ancaman
henti napas: hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi
oksigen (kadar PaO2 <60 mmHg dan atau PaO2 >45 mmHg,
walaupun tentu saja gagal napas dapat terjadi dalam kadar
PaCO2 yang lebih tinggi atau lebih rendah).
Pemberian Obat Saat Dipulangkan
Penderita dapat dipulangkan dengan pertimbangan sebagai berikut:
Untuk serangan ringan atau sedang yang dengan satu atau 2×
nebulisasi terjadi respons baik/perbaikan yang sempurna dan
sesudah observasi 1 jam di UGD tidak muncul serangan ulang
Penderita yang dirawat di RRS karena tidak mengalami respons
dengan 2× nebulisasi di UGD, tetapi mengalami perbaikan
sempurna sesudah perawatan selama 12 jam di RRS
Penderita dengan derajat serangan berat yang mengalami
perbaikan yang sempurna sesudah observasi pengobatan selama
24 jam di RRI
Obat yang digunakan pada waktu dipulangkan sama untuk semua
penderita, baik yang tidak mengalami perawatan maupun yang
sempat dirawat di RRS atau RRI. Obat tersebut adalah:
Obat β-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4–6 jam
Steroid oral diberikan jika pencetus serangan infeksi virus, hanya
diberikan untuk jangka pendek (3–5 hr)
Penderita dianjurkan untuk kontrol ke Klinik Rawat Jalan dalam
waktu 24–48 jam untuk evaluasi tatalaksananya
Tatalaksana Jangka Panjang
Asma Episodik Jarang
Asma episodik jarang cukup diobati dengan obat pereda berupa
bronkodilator β-agonis hirupan kerja pendek (short acting β2-
agonist, SABA) atau golongan santin kerja cepat bila perlu saja,
yaitu jika ada gejala/serangan (Evidence A). Bila obat hirupan
tidak ada/tidak dapat digunakan, maka β-agonis diberikan p.o.
(Evidence D). Penggunaan teofilin sebagai bronkodilator makin
kurang perannya dalam tatalaksana asma karena batas
keamanannya sempit.Pemberian antiinflamasi tidak dianjurkan
sebagai obat pengendali untuk asma ringan
Asma Episodik Sering
Jika penggunaan β-agonis hirupan sudah lebih dari 3×/mgg, atau
serangan sedang/berat terjadi >1/bl, maka diberikan obat
antiinflamasi sebagai pengendali (Evidence A). Tahap pertama
obat pengendali adalah pemberian steroid hirupan dosis rendah
yang biasanya cukup efektif. Obat steroid hirupan yang sudah
sering digunakan pada anak adalah budesonid. Dosis rendah
steroid hirupan adalah setara dengan 100–200 μg/hr budesonid
(50–100 μg/hr flutikason) untuk anak berusia <12 th, dan 200–
400 μg/hr budesonid (100–200 μg/hr flutikason) untuk anak

1001
berusia >12 th. Sesuai dengan mekanisme dasar asma, yaitu
inflamasi kronik, obat pengendali berupa antiinflamasi
membutuhkan waktu untuk menimbulkan efek terapi. Sesudah
pengobatan selama 6–8 mgg dengan steroid hirupan dosis
rendah tidak berespons (masih terdapat gejala asma atau
gangguan tidur atau aktivitas sehari-hari), maka dilanjutkan
dengan tahap kedua, yaitu menaikkan dosis steroid hirupan
sampai dengan 400 μg/hr yang termasuk dalam tatalaksana
asma persisten. Jika tatalaksana dalam suatu derajat penyakit
asma sudah adekuat, tetapi responsnya tetap tidak baik dalam
6–8 mgg, maka derajat tatalaksananya berpindah ke yang lebih
berat (step-up). Sebaliknya, jika asmanya terkendali dalam 6–8
mgg, maka derajatnya beralih ke yang lebih ringan (step-down).
Bila memungkinkan steroid hirupan dihentikan penggunaannya
Sebelum melakukan step-up, perlu dievaluasi pelaksanaan
penghindaran pencetus, cara penggunaan obat, faktor
komorbid yang mempersulit pengendalian asma seperti rintis
dan sinusitis
Asma Persisten
Cara pemberian steroid hirupan apakah dimulai dari dosis tinggi
ke rendah selama gejala masih terkendali, atau sebaliknya
dimulai dari dosis rendah ke tinggi hingga gejala dapat
dikendalikan, bergantung pada kasusnya. Dalam keadaaan
tertentu, khususnya pada anak dengan penyakit berat,
dianjurkan untuk menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai
steroid oral jangka pendek (3−5 hr). Selanjutnya dosis steroid
hirupan diturunkan sampai dosis terkecil yang masih optimal.
Dosis steroid hirupan yang masih dianggap aman adalah setara
budesonid 400 μg/hr. Sesudah pemberian steroid hirupan dosis
rendah tidak mempunyai respons yang baik, diperlukan terapi
alternatif pengganti, yaitu meningkatkan steroid menjadi dosis
medium atau terapi steroid hirupan dosis rendah ditambah
dengan long acting β-2 agonist (LABA) atau ditambahkan
theophylline slow release (TSR) atau ditambahkan anti-
leucotriene receptor (ALTR) (Evidence A). Dosis medium adalah
setara dengan 200–400 μg/hr budesonid (100–200 μg/hr
flutikason) untuk anak berusia <12 th, 400–600 μg/hr budesonid
(200–300 μg/hr flutikason) untuk anak berusia >12 th
Apabila dengan pengobatan lapis kedua selama 6–8 mgg tetap
terdapat gejala asma, maka dapat diberikan alternatif lapis
ketiga, yaitu dapat meningkatkan dosis kortikosteroid sampai
dengan dosis tinggi, atau tetap dosis medium ditambahkan
dengan LABA, atau TSR, atau ALTR (Evidence A). Dosis tinggi
setara dengan >400 μg/hr budesonid (>200 μg/hr flutikason)
untuk anak berusia <12 th, dan >600 μg/hr budesonid (>300
μg/hr flutikason) untuk anak berusia >12 th
Apabila dosis steroid hirupan sudah mencapai >800 μg/hr,
tetapi tetap tidak mempunyai respons, maka baru digunakan
steroid oral (sistemik). Untuk steroid oral sebagai dosis awal

1002
dapat diberikan 1–2 mg/kgBB/hr. Dosis kemudian diturunkan
sampai dosis terkecil yang diberikan selang hari pada pagi hari
Obat lain:
Antileukotrien seperti montelukas dan zafirlukas. Penggunaan
obat antileukotrien jenis zafirlukas masih terbatas pada anak
usia >6 th, sedangkan jenis montelukas sudah digunakan
pada anak >2 th
Antihistamin dapat diberikan pada tatalaksana asma jangka
panjang apabila penderita menderita asma disertai rinitis
alergika kronik. Pemberian obat ini masih kontroversial

Bibliografi
1. Basquet J, Mantzouranis E, Cruz AA, Aït-Khaled N, Baena-Cagnani
CE, Bleecker ER, dkk. Uniform definition of asthma severity,
control, and exacerbations: document presented for the World
Health Organization Consultation on Severe Asthma. J Allergy
Clin Immunol. 2010 Nov;126(5):926–38.
2. Bush A, Saglani S. Management of severe asthma in children.
Lancet. 2010 Sep;376(9743):814–25.
3. Federico MJ. Asthma. Dalam: Bajaj L, Kerby G, Hambidge SJ,
Nyquist AC, penyunting. Berman’s pediatric decision making.
Edisi ke-5. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011. hlm. 738–61.
4. Kartasasmita CB. Epidemiologi asma anak. Dalam: Rahajoe NN,
Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku ajar respirologi
anak. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2008. hlm. 71–84.
5. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman pengendalian penyakit
asma. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2009.
6. Kercsmar CM. Wheezing in older children: asthma. Dalam:
Wilmott RW, Chernick V, Boat TF, Deterding RR, Bush A, Ratjen F,
penyunting. Disorders of the respiratory tract in children. Edisi
ke-8. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2012. hlm. 699–735.
7. Liu AH, Covar RA, Spahn JD, Leung DYM. Childhood asthma.
Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, St. Geme III GW,
Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-
19. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011. hlm. 780–801.
8. Nataprawira HM. Diagnosis asma pada Anak. Dalam: Rahajoe NN,
Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku ajar respirologi
anak. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2008. hlm. 105–19.
9. NIH. National asthma education and prevention program. Expert
panel report III: guidelines for the diagnosis and management of
asthma. USA: National Heart, Lung, and Blood Institute; 2007.
10. Pedersen SE, Hurd SS, Lemanske RF Jr, Becker A, Zar HJ, Sly PD,
dkk. Global strategy for the diagnosis and management of
asthma in children 5 years and younger. Pediatr Pulmonol. 2011
Jan;46(1):1–17.
11. Potter PC. Current guideline for the management of asthma in
young children. Allergy Asthma Immunol Res. 2010 Jan;2(1):1–
13.

1003
12. Rahajoe NN. Tatalaksana jangka panjang asma pada anak. Dalam:
Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku ajar
respirologi anak. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2008.
hlm. 134–47.
13. Supriyatno B, Makmuri HS. Serangan asma akut. Dalam: Rahajoe
NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku ajar respirologi
anak. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2008. hlm. 120–33.
14. Wood PR, Hill VL. Practical management of asthma. Pediatr Rev.
2009 Oct;30(10):375–85.

1004
ASMA DI BAWAH USIA 5 TAHUN
Walaupun secara definisi asma merupakan inflamasi kronik saluran
respiratori yang mengakibatkan obstruksi aliran udara secara
episodik, namun tantangan penegakan diagnosis asma tidaklah
sesederhana itu. Tantangan penegakan diagnosis asma di bawah 5 th
(preschool/prasekolah) diakibatkan pola penyakit yang bersifat
singkat sering kali berupa eksaserbasi batuk dan wheezing rekurens
yang dipicu oleh infeksi virus
Berdasarkan natural history yang dikemukakan Tucson asma bersifat
heterogen dengan berbagai fenotipe. Variasi heterogen tersebut
antara lain early transient wheezer (usia <3 th dan membaik pada
usia 6 th), persistent wheezer (usia <3 th dan masih bergejala pada
usia 6 th), late-onset wheezer (usia 3–6 th). Kejadian asma terbagi
menjadi 2 fenotipe mayor yaitu:
Virus-induced wheezing/episodic/severe intermittent wheezing
yang merupakan bentuk intermiten dari obstruksi rekurens saluran
respiratori dengan premorbid paru normal dan ditemukan
asimtomatik. Prognosis pada kasus ini baik dan hanya memerlukan
terapi suportif. Serangan berat biasanya dicetuskan oleh infeksi
respiratory syncytial virus (RSV)
Multitrigger wheezing terkait dengan kejadian alergi dan biasa
terjadi pada awal kehidupan yang kemudian bermanifestasi
sampai usia sekolah, sering kali dihubungkan dengan riwayat
keluarga asma dan alergi

Diagnosis
Penegakan diagnosis asma prasekolah sulit karena tidak ada standar
baku yang pasti, kekurangan pengukuran fungsi paru yang tersedia
pada anak balita, perbedaan anatomi saluran respiratori yang
kompleks yaitu ukuran yang lebih kecil dan inspiratory flow rate yang
rendah. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan seorang dokter
sebelum mendiagnosis asma pada anak <5 th antara lain:
Dalam penilaian asma, seorang dokter harus mengarah pada
diagnosis bukan asma, possible asma, dan pasti asma
Diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya dalam 1 kali pertemuan
Tanyakan tentang gejala dan terapi preventif pada setiap kali
kunjungan
Anak dengan infeksi virus pencetus asma berespons baik pada
terapi antagonis leukotrien
Evaluasi pengaruh tatalaksana asma yang diberikan
Rekomendasi The European Respiratory Society (ERS) Task Force
dalam pendekatan wheezing prasekolah antara lain:
1. Menilai pola kejadian dan faktor pemicu wheezing, riwayat
keluarga dengan alergi, anggota keluarga yang merokok
2. Semua episode wheezing yang dikeluhkan oleh orangtua harus
ditelaah oleh tenaga kesehatan yang profesional
3. Melakukan tes alergi pada anak yang memerlukan terapi jangka
panjang
1005
4. Pemeriksaan lanjutan sebaiknya dihindarkan pada usia awal,
kecuali pada kasus berat, terapi resisten atau didapatkan
manifestasi klinis yang tidak biasa
Beberapa indikator dikembangkan untuk memprediksi kejadian risiko
asma antara lain Asthma Predictive Index (API) dan modifikasinya
yaitu Modified Asthma Predictive Index (mAPI) seperti tampak pada
tabel berikut:
Tabel 236 Kriteria mAPI dan API
Riwayat ≥4 episode wheezing dengan ≥1 diagnosis dokter
Anak harus memenuhi ≥1 kriteria mayor atau ≥2 kriteria minor
Kriteria mayor mAPI Kriteria mayor API
Riwayat orangtua asma Riwayat keluarga asma
Diagnosis dokter atopik dermatitis Diagnosis dokter atopik dermatitis
Sensitisasi alergi karena
≥aeroalergen
Kriteria minor mAPI Kriteria minor API
Sensitisasi alergi terhadap susu, Terdiagnosis rinitis alergi
telur atau kacang Wheezing tidak berhubungan
Wheezing tidak berhubungan dengan dingin
dengan dingin Eosinofil darah >4%
Eosinofil darah ≥4%
Sumber: Bacharier dan Gilbert 2012

Anamnesis
Pertanyaan yang dapat mendukung diagnosis antara lain:
Waktu dan pola wheezing (akut atau kronik)
Faktor yang berhubungan antara lain infeksi virus, sensitisasi
terhadap aeroalergen seperti tungau kecoa, bulu binatang,
konsumsi diet ibu pada saat hamil dan menyusui, polutan
terutama asap rokok, faktor komorbid
Riwayat keluarga dengan penyakit atopi
Riwayat anak dengan gejala atopi sebelumnya
Faktor sosial dan lingkungan yang berkontribusi terhadap angka
kesakitan
Faktor psikososial
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis didapatkan hiperekspansi toraks, wheezing, dan
ekspirasi memanjang, bukti ada rinitis kronis (tanda infraorbital
“shiners”, transverse nasal crease). Terdapat gangguan pertum-
buhan harus dipikirkan sebagai keterkaitan dengan penyakit lain
seperti penyakit jantung bawaan, fibrosis kistik, dan imuno-
defisiensi. Pemeriksaan ekstremitas penting dilakukan untuk
melihat gangguan kronis dan akut, apakah terdapat clubbing finger
atau akrosianosis. Pemeriksaan neurologis seperti mikrosefal dan
kelemahan otot yang berpengaruh pada kemungkinan aspirasi
sebagai penyebab wheezing

1006
Diagnosis Banding
Para klinisi harus memikirkan beberapa diagnosis banding
mendiagnosis asma <5 th, antara lain:
Trakeomalasia
Fibrosis kistik
Aspirasi benda asing
Infeksi saluran respiratori
Bronkopulmonal displasia
Bronkiektasis
Kongenital anomali seperti vascular ring
Tumor
Refluks gastroesofageal
Edema paru
Kapan Harus Dirujuk?
Anak usia <1 th dengan rekuren wheezing, kapan harus dibedakan
antara kongenital dan asma
Diagnosis meragukan terutama pada periode awal
Asma sulit terkendali atau dipikirkan diagnosis lain yang memerlukan
rujukan
Anak dengan dugaan asma, namun tidak berespons dengan
penggunaan kortikosteroid selama 8 mgg dengan kepatuhan yang
baik
Anak usia ≥5 th dengan tipe asma persisten untuk dilakukan
spirometri. Pemeriksaan spirometri pada anak >3 th dapat dimodifi-
kasi dan dapat membantu diagnosis
Rujuk ke spesialis alergi untuk dilakukan skin prick test
Rujuk ke edukator asma untuk membantu pengendalian asma

1007
Tabel 237 Klasifikasi dan Derajat Berat Asma
Klasifikasi Berat Ringan Gejala Asma
Derajat Keparahan
Usia 0–4 Tahun
Intermiten Persisten
Ringan Sedang
Kelainan Gejala ≤2 mgg ≥2 hr/mgg Setiap hari
tapi tidak
setiap hari
Gejala 0 1–2×/bl 3–4×/bl
terbangun di
malam hari
Penggunaan β2 ≤2 hr/mgg >2 hr/mgg Setiap hari
agonis sebagai tapi tidak
kendali gejala setiap hari
Pengaruh Tidak ada Keterbatasan Beberapa
terhadap minimal keterbatasan
aktivitas
Faktor Eksaserbasi 0–1/th ≥2 eksaserbasi dalam 6 bl
risiko yang membutuhkan kortikosteroid
membutuhkan oral sistemik atau ≥4 episode
kortikosteroid wheezing/1 th yang berlangsung
oral >1 hr dan ada faktor risiko untuk
asma persisten
Pertimbangkan bertanya gejala dan interval sejak
terakhir terjadi eksaserbasi
Frekuensi dan beratnya dapat berubah setiap
saat
Eksaserbasi dari segala tingkat keparahan dapat
terjadi pada penderita di segala kategori
Langkah rekomendasi untuk Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3
memulai terapi dan
pertimbangan
penggunaan
kortikosteroid
sistemik oral
jangka pendek
Dalam 2–6 mgg, bergantung pada berat gejala,
evaluasi dari level kendali asma yang sudah
dilakukan
Jika tidak terdapat keuntungan yang nyata
selama 4–6 mgg masa observasi, pertimbang-
kan untuk mengganti terapi
Komponen Kendali Klasifikasi Berat Ringan Gejala Asma
Asma Usia 0–4 Tahun
Terkendali Tidak Sangat Tidak
Terkendali Terkendali
Kelainan Gejala ≤2 hr/mgg tapi >2 hr/mgg Sepanjang hari
tidak setiap
hari
Terbangun di ≤1×/bl >1×/bl >1×/mgg
malam hari

1008
Penggunaan β2 ≤2 hr/mgg >2 hr/mgg Beberapa kali
agonis sebagai dalam sehari
kendali gejala
Pengaruh Tidak ada Beberapa Sangat terbatas
terhadap keterbatasan
aktivitas
Faktor Eksaserbasi 0–1/th 2–3/th >3/th
risiko yang
memerlukan
kortikosteroid
oral
Pengobatan Efek samping pengobatan dapat bervariasi
yang terkait intensitasnya dari tidak ada sampai beragam efek
efek samping samping. Derajat keparahan tidak berhubungan
dengan kontrol spesifik, namun harus dipertim-
bangkan pada seluruh penilaian risiko
Langkah rekomendasi untuk Pertahankan Naikkan 1 Pertimbangkan
memulai terapi terapi yang level dan kortikosteroid
sedang reevaluasi sistemik oral
berlangsung dalam 2–6 jangka pendek
Pemantauan mgg Jika tidak ada
teratur setiap Jika tidak ada perbaikan
4–6 bl perbaikan dalam 4–6 bl,
Jika terkendali dalam 4–6 bl, pertimbang-
selama paling pertimbang- kan pengganti-
tidak 3 bl, kan peng- an terapi atau
dapat turun gantian penyakit
ke langkah terapi atau lainnya
bawah penyakit Jika ada efek
lainnya samping per-
Jika ada efek timbangkan
samping per- terapi lain
timbangkan
terapi lain
Sumber: GINA 2009

Tatalaksana
Tatalaksana yang dikembangkan belum memiliki panduan yang pasti,
beberapa rekomendasi masih terus dikembangkan antara lain oleh
The National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP)/
EPR3. The ERS Task Force juga mengembangkan panduan tersendiri
mengenai pedoman tatalaksana wheezing untuk anak usia <6 th, The
Global Initiative for Asthma mengembangkan pendekatan tata-
laksana pada anak usia <5 th. The NAEPP/EPR3 dan The Global
Initiative for Asthma lebih memfokuskan pengendalian asma
(Gambar 80), sedangkan ERS menatalaksana melalui pendekatan
perbedaan wheezing baik viral maupun multitrigger

1009
Gambar 80 Pendekatan Stepwise Asma Anak Usia 0–4 Tahun
(berdasarkan Derajat Beratnya)
Sumber: GINA 2009

Edukasi, kontrol lingkungan, kebutuhan terhadap β2 agonis kerja cepat


Terkendali dengan Terkendali sebagian Tidak terkendali, atau
kebutuhan β2 agonis dengan kebutuhan β2 terkendali sebagian, butuh
agonis glukokortikosteroid dosis
rendah

Pilihan obat pengendali


β2 agonis Steroid hirupan dosis Steroid hirupan dosis ganda
dilanjutkan rendah
Leukotrien modifier Steroid hirupan dosis rendah
+ leukotrien modifier

Gambar 81 Manajemen Asma berdasarkan Kontrol pada Anak


Berusia di Bawah 5 Tahun
Sumber: GINA 2009

1010
Tatalaksana Intermiten
Terapi harian
Terapi intermiten dibuat berdasarkan frekuensi dan keparahan
episode wheezing. Penggunaan kortikosteroid hirupan telah
terbukti menurunkan eksaserbasi gejala asma pada usia 2–3 th
dengan risiko asma (hasil mAPI positif seperti pada Tabel 236).
Respons kortikosteroid hirupan ini dipengaruhi oleh beberapa
karakteristik antara lain jenis kelamin laki-laki, ras kulit putih,
riwayat perawatan sebelumnya). Berdasarkan penelitian
metaanalisis terhadap pemakaian kortikosteroid hirupan asma
di bawah 5 th dapat mengurangi 40% kejadian eksaserbasi.
Penggunaan harian leukotriene receptor antagonist (LRTA)
montelukast telah terbukti mengurangi eksaserbasi asma
sebanyak 31,9% dibandingkan dengan plasebo pada anak usia
2–5 th dengan asma intermiten
Terapi intermiten
Penggunaan terapi intermiten sangat bervariasi berdasarkan
beberapa penelitian. Sebagaii terapi awal direkomendasikan
pemberian dosis tinggi steroid hirupan, apabila tidak berespons
dapat diberikan steroid hirupan harian dengan dosis rendah
atau penggunaan LRTA, yang dinaikkan menjadi dosis sedang
atau terapi kombinasi. Penggunaan LRTA secara episodik
mengurangi gejala sebesar 28,5% dibandingkan dengan
penggunaan plasebo (Gambar 82)

Gambar 82 Algoritme Diagnosis dan Tatalaksana Asma Prasekolah


Sumber: Bacharier dan Guilbert 2012

1011
Tatalaksana Persisten
Kortikosteroid hirupan harian
Pendekatan tatalaksana jangka panjang menurut NAEPP/EPR3
ditujukan pada anak yang mengalami ≥4 episode wheezing
dalam 1 th terakhir, berlangsung >1 hr dan mengganggu tidur.
NAEPP/EPR3 merekomendasikan dosis sedang steroid hirupan
pada penderita yang tidak berespons terhadap dosis rendah
sebelum mempertimbangkan terapi tambahan. Pemberian
kortikosteroid dosis rendah ini juga direkomendasikan pada
pedoman asma anak usia di bawah 5 th yang dikeluarkan GINA
(Tabel 238)
Tabel 238 Rekomedasi Steroid Hirupan Dosis Rendah
Obat Dosis Rendah Harian (µg)
Beclomethasone dipropionate 100
Budesonid MDI+spacer 200
Budesonid nebulized 500
Ciclesonide NS*
Fluticasone propionate 100
Mometasone furoate NS
Triamcinolone acetonide NS
Beclomethasone dipropionate 100
*NS: not studied in this age group
Sumber: GINA 2009

LRTA harian
Penggunaan montelukast selama 12 mgg secara bermakna
menurunkan frekuensi asma, mengurangi penggunaan kortiko-
steroid oral dan jumlah eosinofil darah perifer. Penggunaan
montelukast diindikasikan untuk mengurangi inflamasi akibat
asma, resistensi, dan mencegah bronkokonstriksi. Pada anak
usia 2–5 th pemberian dosis montelukast adalah 4 mg/hr
sebelum tidur, namun saat ini obat ini belum tersedia di
Indonesia
Kombinasi steroid hirupan/long acting β agonist
Pada kasus persisten yang tidak respons terhadap steroid
hirupan dosis medium maka perlu penambahan β2 agonis kerja
panjang (LABA) yang secara statistik bermakna mengurangi
frekuensi wheezing dan angka kejadian perawatan di rumah
sakit
Bibliografi
1. Bacharier LB, Guilbert TW. Diagnosis and management of early
asthma in preschool-aged children. J Allergy Clin Immunol 2012
Aug;130(2):287–96.
2. Cave AJ, Atkinsons LL. Asthma in preschool children: a review of
the diagnostic challenges. J Am Board Fam Med. 2014 Jul–
Aug;27(4):538–48.

1012
3. Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma diagnosis
and prevention in children 5 years and younger. Updated 2009
[diunduh 12 November 2014]. Tersedia dari: http://www.ginasth
ma.org/local/uploads/files/GINA_Under5_2009_CorxAug11.pdf.
4. Lambert L. Montelukast in the treatment of asthma. S Afr Pharm
J. 2014;81(1):22–24.
5. National Asthma Education and Prevention Program, Third
Expert Panel on the Diagnosis and Management of Asthma.
Expert Panel Report 3: guidelines for the diagnosis and
management of asthma. Bethesda: National Heart, Lung, and
Blood Institute (US); 2007.
6. Potter PC. Current guidelines for the management of asthma in
young children. Allergy Asthma Immunol Res. 2010 Jan;2(1):1–
13.
7. Savenije OE, Kerkhof M, Koppelman GH, Postma DS. Predicting
who will have asthma at school age among preschool children. J
Allergy Clin Immunol. 2012 Aug;130(2):325–31.
8. Van Bever HP, Han E, Shek L, Yi Chng S, Goh D. An approach to
preschool wheezing: to label as asthma? World Allergy Organ J.
2010 Nov;3(11):253–57.

1013
MALFORMASI KONGENITAL PARU
(CONGENITAL PULMONARY MALFORMATIONS)
Malformasi kongenital paru (congenital pulmonary malformations=
CPM) adalah sekelompok abnormalitas paru yang jarang, melibatkan
saluran respiratori, parenkim, dan pembuluh darahnya yang
bermanifestasi sebagai spektrum perkembangan yang abnormal.
Kelainan ini disebabkan perkembangan embriologi paru tidak lazim
yang terjadi pada berbagai tahapan kehidupan intrauterin. Dengan
perkembangan sonografi fetal dan Doppler, banyak kelainan ini yang
dapat dideteksi in utero. Kelainan ini mencakup berbagai macam
jenis, antara lain:
Congenital pulmonary airway malformation (CPAM)
Congenital lobar emphysema (CLE)
Bronchopulmonary sequestration (BPS)
Bronchogenic cyst (BC)
Pleuropulmonary blastoma
Manifestasi Klinis
Riwayat perjalanan alamiah CPM cukup bervariasi, dapat ditemukan
sebagai berikut:
Lesi menghilang sebelum lahir
Malformasi diidentifikasi pada masa neonatus dini dengan distres
pernapasan akibat terdapat massa
Asimtomatik: hanya terdeteksi pada masa usia dewasa yang tampak
pada foto Rontgen toraks yang dilakukan karena alasan lain
Beberapa bentuk CPM mempunyai kecenderungan mengalami
perubahan ke arah keganasan
Congenital Pulmonary Airway Malformation (CPAM)
Dulu dikenal sebagai congenital cystic adenomatoid malformation
(CCAM)
Gambaran histologis ditandai daerah adenomatosa solid yang
terdiri atas struktur tubuler padat menyerupai bronkiolus terminal
tanpa alveoli matur
Terdapat 5 subtipe CPAM, bergantung pada proporsi besar kista,
jaringan adenomatosa, dan tipe sel yang dominan
Lesi tipe 1:
Biasanya kista tunggal, soliter
Kista dapat berisi cairan
Sedikit/tidak terdapat jaringan adenomatosa
Kista berukuran besar, diameter >2 cm, dibatasi epitel
pseudostratified columnar
Ditemukan serabut otot polos
Lesi tipe 2:
Kista berukuran kecil, diameter <1 cm
Tidak ditemukan sel mukosa dan kartilago
Serabut otot lurik
CPAM tipe 2 ditemukan bersamaan degnan sekuestrasi
ekstralobar
1014
Lesi tipe 1 dan 2 merupakan lesi yang paling sering ditemukan
Lesi tipe 4:
Kista berukuran besar dan dibatasi sel epitel alveolar,
beberapa di antaranya mengandung surfaktan
Terdapat pada bagian perifer paru
Dapat bermanifestasi sebagai tension pneumothorax

Diagnosis
Anamnesis
Distres pernapasan pada periode neonatus akibat efek massa
Asimtomatis dan baru diketahui saat dilakukan skrining Rontgen
toraks
Pneumonia dengan atau CPAM terinfeksi (43%), distres pernapasan
(14%), pneumotoraks spontan (14%)

Pemeriksaan Fisis
Wheezing
Takipnea

Pemeriksaan Penunjang
USG rutin prenatal (paling sering)
Foto Rontgen toraks
CT-scan toraks untuk konfirmasi diagnostik

Diagnosis Banding
Hernia diafragma kongenital

Tatalaksana
Perjalanan naik pesawat menjadi kontroversi karena meningkatkan
risiko pneumotoraks
Diagnosis CPAM antenatal harus dievaluasi
Penderita dengan gejala harus menjalani reseksi (operasi)
Asimtomatik cukup observasi, tetapi perkembangan risiko kompresi
paru, infeksi, keganasan, oleh karena itu banyak klinisi lebih memilih
tindakan operasi

1015
Tabel 239 Perbedaan Tipe Malformasi Paru Kongenital
Insidensi/ Gambaran Klinis Tatalaksana Keterangan
Prevalensi
CPAM 1:8.300 1 lobus Terapi definif → reseksi Regresi lesi antenatal pada
Banyak kasus terdeteksi dengan USG prenatal operasi 59% kasus
Gejala pada periode neonatal → distres napas Asimtomatis → serial Tipe 1 dan 4 berisiko
86% asimtomatik → simtomatik hingga saat pencitraan menjadi ganas
usia 13 th (rata-rata usia 2 th)
Gejala: pneumonia ± CPAM terinfeksi, distres
napas, pneumotoraks spontan
CLE 1:20.000 Lobus kiri atas Reseksi lobus yang terkena Anomali jantung
♂>♀ Asimtomatik/distres napas pada neonatus, lesi pada neonatus kongenital sering
1016

dispnea, infeksi napas berulang simtomatis menyertai CLE


15% → kelainan jantung bawaan Asimtomatis → observasi
BC 1:68.000 Cabang trakeobronkial Operasi direkomendasikan Sering dijumpai pada
Kista besar → distres napas, sianosis, pada semua kasus dekade kedua kehidupan
gangguan makan pada neonatus
Mengi, stridor, atelektasis paru distal,
disfagia, dan pneumonia rekuren
BPS 0,29% Lobus bawah Simtomatis → intervensi Infeksi, gagal jantung,
♂>♀ Distres napas pada neonatus, pneumonia bedah karsinoma, dan
rekuren, nyeri dada, hemoptisis, sesak ILS asimtomatis → reseksi perdarahan dapat terjadi
napas elektif
Penderita dengan ELS sering kali asimtomatis
CPAM: congenital pulmonary airway malformation; CLE: congenital lobar emphysema; BC: bronchogenic cysts; BPS: bronchopulmonary
sequestration; ILS: intralobar sequestration; ELS: extralobar sequestration
Bibliografi
1. Laberge JM, Puligandla P, Flageole H. Asymptomatic congenital
lung malformations. Semin Pediatr Surg. 2005 Feb;14(1):16–33.
2. Nadeem M, Elnazir B, Greally P. Congenital pulmonary
malformation in children. Scientifica (Cairo). 2012;2012:209896.
3. Pham TT, Benirschke K, Masliah E, Stocker TJ, Yi ES. Congenital
pulmonary airway malformation (congenital cystic adenomatoid
malformation) with multiple extrapulmonary anomalies: autopsy
report of a fetus at 19 weeks of gestation. Pediatr Dev Pathol.
2004 Nov–Dec;7(6):661–6.
4. Wilson RD, Hedrick HL, Liechty KW, Flake AW, Johnson MP,
Bebbington M, dkk. Cystic adenomatoid malformation of the
lung: review of genetics, prenatal diagnosis, and in utero
treatment. Am J Med Genet A. 2006 Jan;140(2):151–5.
5. Wong A, Vieten D, Singh S, Harvey JG, Holland AJ. Long-term
outcome of asymptomatic patients with congenital cystic
adenomatoid malformation. Pediatr Surg Int. 2009 Jun:25(6):
479–85.

1017
LARINGOMALASIA
Batasan
Laringomalasia atau laring flaksid kongenital merupakan penyebab
tersering kelainan laring kongenital dengan gejala stridor inspiratori
kronik pada bayi. Kondisi ini terjadi akibat struktur supraglotis kolaps
ke jalan napas selama fase inspirasi. Bayi dengan laringomalasia
memiliki kelainan yang bervariasi disebabkan oleh kelainan dinamik
pada supraglotis. Abnormalitas kelainan ini adalah:
Aryepiglottic folds yang pendek dan sangat vertikal, epiglotis
melengkung menyerupai bentuk omega
Kartilago cuneiforme dan corniculate berada di atas kartilago
aritenoid dan prolaps ke arah jalan napas
Mukosa menjadi longgar menutupi prolaps aryepiglottic fold
terhadap jalan napas

Epidemiologi
Terjadi pada 45–75% bayi dengan stridor kongenital

Etiologi
Etiologi pasti tidak diketahui
Teori etiologi yang sudah ada:
Anatomik akibat jaringan flaccid yang posisinya abnormal
Kartilago laring yang imatur dan
Neurologis terdapat teori inervasi saraf imatur yang menyebabkan
hipotoni
Sindrom ini banyak terjadi pada golongan sosioekonomi rendah
sehingga kekurangan gizi mungkin merupakan salah satu faktor
etiologi

Patofisiologi
Laringomalasia dapat terjadi di epiglotis, kartilago aritenoid, maupun
pada keduanya. Bila mengenai epiglotis terjadi elongasi dan bagian
dindingnya terlipat. Epiglotis yang bersilangan membentuk omega
dan lesi ini dikenal sebagai epiglotis omega (omega-shaped
epiglottis). Jika mengenai kartilago aritenoid akan tampak
pembesaran

Diagnosis
Anamnesis
Bunyi stridor (mengorok) yang tercetus dan memburuk oleh
aktivitas apapun (menangis, agitasi, minum, posisi terlentang)
Gejala utama berhubungan dengan minum (sulit dalam melakukan
koordinasi hisap-telan-bernapas): regurgitasi, emesis, batuk,
tersedak, dan minum pelan-pelan
Muncul pada 2 mgg pertama kehidupan dan semakin memberat
hingga usia 6–8 bl
Disfagia

1018
Pemeriksaan Fisis
Ditemukan high-pitched stridor: terdengar pada fase inspirasi,
ekspirasi, atau keduanya (bifasik)
Takipnea
Retraksi suprasternal dan substernal bahkan epigastrik dan
interkostal
Dapat ditemukan sianosis
Pectus excavatum
Obstructive sleep apnea
BB menurun bahkan failure to thrive
Pemeriksaan Penunjang
Laringoskopi fleksibel
Foto Rontgen toraks
Contrast swallow study dan esophagogram, bila ada disfagia
Bronkoskopi dilakukan bila ada obstruksi moderat hingga berat
Klasifikasi Spektrum Penyakit
Ringan (40%) : tidak ada feeding-related symptoms
Sedang (40%) : stridor dengan feeding-related symptoms, saturasi
≤96%
Berat (20%) : stridor, feeding-related symptom, sianosis, aspirasi,
failure to thrive, saturasi ≤86%
Spektrum penyakit berdasarkan gejala yang berhubungan dengan
minum dan obstruksi, tidak hanya berdasarkan stridor
Diagnosis Banding
Trakeomalasia
Croup
Asma
Bronkiolitis
Reactive airway disease
Tatalaksana
Pada sebagian besar kasus dapat sembuh spontan. Resolusi terjadi
pada usia 12–24 bl
Jika bayi tidak mengalami significant feeding-related symptoms. Tidak
memerlukan intervensi
Spektrum penyakit yang berhubungan dengan significant feeding-
related symptoms. Posisi setengah duduk saat minum, memperbaiki
tekstur susu formula/ASI dengan dikentalkan
Jika bayi mengeluarkan stridor yang lebih keras dan mengganggu
tidur, dapat diatasi dengan menghindari tempat tidur, bantal, atau
selimut yang terlalu lembut untuk memperbaiki posisi bayi
Jika terjadi hipoksemia berat (saturasi oksigen <90%), diberikan
tambahan oksigen
Spektrum penyakit sedang dengan saturasi oksigen ≤91%, dilakukan
supraglottoplasty
Bila prosedur supraglottoplasty gagal, ditemukan kondisi komorbid
medis yang multipel, di antaranya gastroesophageal reflux,

1019
laryngopharingeal reflux, cerebral palsy, retardasi mental, penyakit
jantung kongenital, ditemukan spektrum penyakit berat di antaranya
kondisi distres pernapasan hingga terjadi apnea dan failure to thrive
dilakukan trakeostomi
Penyulit
Hipoksia kronik yang mengarah pada kondisi hipertensi pulmonal dan
korpulmonal
Sudden death
Konsultasi
THT
Bibliografi
1. Abel RM, Bush AB. Respiratory disorders in newborn. Dalam:
Chernick V, Boat TF, Wilmott RW, Bush A, penyunting. Kendig’s
disorders of the respiratory tract in children. Edisi ke-7.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. hlm. 291–2.
2. Fauroux B, Pigeot J, Polkey MI, Roger G, Boulé M, Clément A,
dkk. Chronic stridor caused by laryngomalacia in children: work
of breathing and effects of noninvasive ventilatory assistance.
Am J Respir Crit Care Med. 2001 Nov;164(10 Pt 1):1874–8.
3. Holinger LD. Laryngomalacia. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke-19. Philadephia: Saunders Elsevier; 2011. hlm.
507–8.
4. Kay DJ, Goldsmith AJ. Laryngomalacia: a classification system and
surgical treatment strategy. Ear Nose Throat J. 2006 May;85(5):
328–31, 336.
5. Landry AM, Thompson DM. Laryngomalacia: disease
presentation, spectrum and management. Int J Pediatr. 2012;
2012:753526.
6. Lovinsky-Desir S, Bye MR. Laringomalacia. 2012 [diunduh 4
September 2012]. Tersedia dari: http://www.emedicine.com/
ped/topic1280.htm.
7. Vicencio AG, Parikh S. Laryngomalacia and tracheomalacia:
common dynamic airway lesions. Pediatr Rev. 2006 Apr;27(4):
e33–5.

1020
Tumbuh Kembang Pediatri Sosial
Kusnandi Roesmil
Eddy Fadlyana
Meita Damayanti
Rodman Tarigan
PEMERIKSAAN BAYI/ANAK SEHAT
Anamnesis
Keluhan utama
Riwayat
Kehamilan dan persalinan
Makanan
Pertumbuhan, perkembangan, dan perilaku
Imunisasi yang sudah didapat sebelumnya
Kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) sebelumnya
Riwayat penyakit dan operasi
Riwayat keluarga: paritas, spacing
Pemeriksaan
Pengukuran antropometri
Ubun-ubun, sutura
Mata: katarak kongenital
Telinga
Kelainan jantung bawaan
Tumor intra abdomen
Genitalia
Testis belum turun
Hidrokel
Fimosis
Hernia
Sinekia vulva
Tulang belakang
Kelainan kongenital lain
Perkembangan

Kesimpulan
Bayi sehat tanpa masalah
Bayi sehat dengan masalah (misalnya: perkembangan, pola makan,
pola asuh, dll.)
Bayi tidak sehat

Tindakan
Konseling/penyuluhan
Imunisasi/melengkapi imunisasi
Stimulasi
Rujuk/konsul

1023
PENILAIAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
PERTUMBUHAN
Batasan
Setiap perubahan tubuh yang berhubungan dengan bertambahnya
ukuran tubuh, baik fisik (anatomis) maupun struktural dalam arti
sebagian atau keseluruhan
Indikator
Berat Badan (BB)
Berat badan lahir (BBL) rata-rata 3,4 kg (2,7–4,1 kg)
Bayi yang dilahirkan cukup bulan akan kehilangan BB selama 3–4
hr pertama dan akan kembali sama dengan BBL pada hari ke-8–9
BB usia 5 bl → 2× BBL
BB usia 1 th → 3× BBL
BB usia 2 ½ th → 4× BBL
Tinggi Badan (TB)
Tinggi badan (panjang badan/PB) lahir rata-rata ± 50 cm
PB usia 1 th → 1 ½ PB lahir
Penambahan PB
Usia 6 bl ke-1: 2,5 cm/bl
6 bl ke-2: 1,25 cm/bl
1–7 th: 7,5 cm/th
Tabel 240 Formula Praktis untuk Menentukan Tinggi Badan Normal
pada Bayi dan Anak
Panjang/Tinggi Badan Sentimeter (cm)
Lahir 50
1 th 75
2–12 th [Usia (th) x 6] + 77
Sumber: Needlman 1996

Lingkar Kepala (LK)


Rata-rata lingkar kepala lahir 33,0–35,6 cm
Pada th ke-1 lingkar kepala menjadi 44,4–46,9 cm (↑ ± 10 cm)
Pada th ke-2 menjadi 46,9–49,5 cm (↑ ± 2,5 cm)
Pada th ke-3 menjadi 47,7–50,8 cm (↑ ± 1,25 cm)
Erupsi Gigi
Gigi susu berjumlah 20 bh dan biasanya sudah tumbuh seluruhnya
pada usia 2,5 th

1024
Tabel 241 Usia Rata-rata Erupsi Gigi Susu dan Gigi Tetap pada Anak
Gigi Susu Usia (bl)
2 insisor sentral bawah 5–10
4 insisor atas 8–12
2 insisor lateral bawah 12–15
4 molar ke-1 12–16
4 kuspid 16–20
4 molar ke-2 20–30
Gigi Tetap Usia (th)
4 molar ke-1 5–7
8 insisor 7–9
8 premolar 10–12
4 kaninus 11–12
4 molar ke-2 13
4 molar ke-3 16–21
Sumber: Wasserman 1981

Pusat Osifikasi
Pada akhir bl ke-2 kehidupan janin, kerangka tulang rawan embrio
sudah terdiferensiasi menjadi sejumlah segmen yang merupakan
cikal bakal tulang kerangka

1025
Postoksipital
Parietal

Temporal Frontal
Basioksipital
Maksila
Mandibula
Klavikula
Skapula Metakarpal
Radius
Ulna
Humerus

Tibia
Fibula
Metatarsal
Ilium
Femur

Gambar 83 Pusat Osifikasi Primer pada Embrio


Sumber: Markum dkk. 1991

Osifikasi pertama tampak pada klavikula dan bagian membranosa


tulang tengkorak, kemudian dengan cepat diikuti pada tulang
panjang dan vertebra
Dikenal 2 pusat osifikasi, yaitu pusat osifikasi primer umumnya
dibentuk pada masa janin, sedangkan pusat osifikasi sekunder
dibentuk sesudah lahir, kecuali pada epifisis distal femur dan
proksimal tibia
Pada waktu lahir biasanya ditemukan pusat osifikasi di kalkaneus,
kuboideus, tibia proksimal, talus dan femur distal. Sesudah usia
6 bl pergelangan tangan dan tangan baru bisa memberikan
informasi untuk menentukan usia tulang

1026
Femur 6–12 mgg

Humerus
6–8 mgg
Pusat osifikasi sekunder
janin 6–10 bl
Radius 6–12 mgg Pusat osifikasi sekunder
8 bl janin–1 bl postnatal
Ulna 6–8 mgg Tibia 6–12 mgg
Fibula 6–10 mgg
Metakarpal
2–4 bl
Falangs
2–6 bl Astragalus 4–8 bl
Kalkaneus 4–7 bl

Metatarsal 2–4 bl
Falangs 2–4 bl

Gambar 84 Pusat Osifikasi Primer pada Janin


Sumber: Markum dkk. 1991

Penilaian
Untuk mengetahui ukuran pertumbuhan seorang anak apakah
normal atau tidak, maka ukuran anak tersebut harus dibandingkan
dengan ukuran normal populasi yang sebaya. Berbagai nilai baku
antropometri dapat dipergunakan untuk menilai pertumbuhan fisik
seorang anak, namun yang paling sering dipakai adalah ukuran BB,
PB, dan LK. Baku standar yang digunakan saat ini adalah WHO Child
Growth Standards (WCGS)
Langkah pemantauan pertumbuhan menggunakan WCGS
1. Hitung usia anak
Cara menghitung usia anak adalah dengan cara mengurangi
tanggal pemeriksaan terhadap tanggal lahir
Menghitung usia anak yang lahir prematur
Untuk bayi prematur, dalam mengukur BB, PB, dan LK harus
digunakan usia koreksi sampai anak berusia 2 th. Cara
menghitung usia koreksi adalah dengan cara mengurangi usia
kronologis terhadap jumlah minggu prematur
1027
Contoh:
Bayi Ani lahir pada tanggal 20 Desember 2002, lahir dengan
usia gestasi 33 mgg, dengan berat lahir 2.000 g
Tanggal pemeriksaan 5 Juli 2004: 2004 07 05
Tanggal lahir 20 Desember 2002: 2002 12 20
Usia kronologis: 1 06 15
Prematur 7 mgg: 01 21
Usia koreksi: 1 04 24
Usia anak adalah 1 th 4 bl 24 hr, dan diplot pada 16 ½ bl
2. Plot hasil pengukuran ke dalam Kurva Pertumbuhan
WHO menyediakan 2 macam kurva pertumbuhan yaitu WCGS
untuk anak usia 0–5 th dan WHO reference untuk anak usia 5–19
th. Indeks antropometri dinyatakan dalam z-score, persentil, dan
persen median
Dalam penggunaan sehari-hari, secara klinis di Unit Tumbuh
Kembang Anak RSUP Dr. Hasan Sadikin digunakan kurva
pertumbuhan yang disajikan dalam z-score
Tabel 242 Kurva WCGS
Jenis Kelamin Usia Kurva
Laki-laki 0–2 th PB/U, BB/U, BB/PB
2–5 th TB/U, BB/U, BB/TB
0–5 th BB/U, LK/U
5–10 th BB/U
5–19 th IMT/U
Perempuan 0–2 th PB/U, BB/U, BB/PB
2–5 th TB/U, BB/U, BB/TB
0–5 th BB/U, LK/U
5–10 th BB/U
5–19 th IMT/U

3. Menilai hasil pertumbuhan


Dalam menilai pertumbuhan diperlukan beberapa kali pengukuran
untuk melihat arah pertumbuhan. Pada neonatus sebaiknya pada
mgg ke-1, ke-2, ke-4, selanjutnya dianjurkan melakukan
pengukuran antropometri 1×/bl
Berikut di bawah ini beberapa kriteria yang digunakan untuk
menilai bahwa terdapat masalah dalam pertumbuhan
Hasil pengukuran PB/U; TB/U; BB/TB; IMT/U di bawah −3 SD atau
di bawah persentil 5
Arah pertumbuhan ↓ melewam dua batas persenml, misalnya
dari persentil 75 turun menjadi persentil 25 dalam beberapa
bulan pengamatan

1028
Tabel 243 Indikator Pertumbuhan Menurut Z-score
Indikator Pertumbuhan
Z-score
PB/U atau TB/U BB/U BB/PB atau BB/TB BMI/U
Di atas 3 Lihat catatan 1 Sangat gemuk (obese) Sangat gemuk (obese)
Di atas 2 Lihat catatan 2 Gemuk (overweight) Gemuk (overweight)
Di atas 1 Risiko gemuk Risiko gemuk
(lihat catatan 3) (lihat catatan 3)
0 (median)
Di bawah −1
1029

Di bawah −2 Pendek (stunted) BB kurang (underweight) Kurus (wasted) Kurus (wasted)


(lihat catatan 4)
Di bawah −3 Sangat pendek (severely BB sangat kurang Sangat kurus Sangat kurus
stunted) (lihat catatan 4) (severely underweight) (severely wasted) (severely wasted)

Keterangan:
1. Seorang anak dalam kategori ini termasuk sangat tinggi dan biasanya tidak menjadi masalah, kecuali anak yang sangat tinggi
mungkin mengalami gangguan endokrin seperti adanya tumor yang memproduksi hormon pertumbuhan. Rujuklah anak tersebut jika
diduga mengalami gangguan endokrin (misalnya anak tersebut tinggi sekali menurut usianya, sedangkan tinggi orangtua normal)
2. Seorang anak berdasarkan BB/U pada kategori ini kemungkinan mempunyai masalah pertumbuhan, tetapi akan lebih baik bila anak
ini dinilai berdasarkan indikator BB/PB atau BB/TB atau IMT/U
3. Hasil plotting di atas 1 menunjukkan kemungkinan risiko. Bila kecenderungannya menuju garis z-score 2 berarti risiko lebih pasti
4. Anak yang pendek atau sangat pendek, kemungkinan akan menjadi gemuk bila mendapatkan intervensi gizi yang salah
Tindak Lanjut
Sesuai dengan batasan, deteksi pertumbuhan merupakan suatu
upaya dalam skrining untuk menentukan suatu penyimpangan
pertumbuhan. Bila hasil skrining tersebut menunjukkan terdapat
masalah pertumbuhan, maka harus dilakukan tindak lanjut untuk
menentukan diagnosis dan terapi. Kegiatan ini memerlukan
pengamatan lebih teliti, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang. Di negara berkembang, gangguan
pertumbuhan sebagian besar disebabkan faktor gizi

PERKEMBANGAN
Batasan
Bertambahnya kemampuan (skill), struktur, dan fungsi tubuh yang
lebih kompleks
Penilaian
Deteksi dini perkembangan anak dilakukan dengan cara pemeriksaan
perkembangan secara berkala, apakah sesuai dengan usia atau sudah
terjadi penyimpangan perkembangan normal.
Pemantauan perkembangan anak dapat dilakukan dengan
melihat pola perkembangan (milestone) atau dengan beberapa tahap
yaitu:
Tahap awal dengan melakukan skrining bila ditemukan kecurigaan
gangguan perkembangan, kemudian dilakukan penilaian selanjutnya
untuk menegakkan diagnosis.
Tahapan Perkembangan Anak menurut Usia
Usia 0–3 bulan
Mengangkat kepala setinggi 45°
Menggerakkan kepala dari kiri/kanan ke tengah
Melihat dan menatap wajah anda
Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh
Suka tertawa keras
Bereaksi terkejut terhadap suara keras
Membalas tersenyum ketika diajak bicara/tersenyum
Mengenal ibu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran,
dan kontak
Usia 3–6 bulan
Berbalik dari telungkup ke telentang
Mengangkat kepala setinggi 90°
Mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil
Menggenggam pensil
Meraih benda yang ada dalam jangkauannya
Memegang tangannya sendiri
Berusaha memperluas pandangan
Mengarahkan matanya pada benda-benda kecil
Mengeluarkan suara gembira bernada tinggi atau memekik
1030
Tersenyum ketika melihat mainan/gambar yang menarik saat
bermain sendiri
Usia 6–9 bulan
Duduk (sikap tripoid-—sendiri)
Belajar berdiri, kedua kakinya menyangga sebagian berat
badan
Merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang
Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya
Memungut 2 benda, masing-masing tangan memegang 1
benda pada saat bersamaan
Memungut benda sebesar kacang dengan cara meraup
Bersuara tanpa arti: mamama, bababa, dadada, tatatata
Mencari mainan/benda yang dijatuhkan
Bermain tepuk tangan/cilukba
Bergembira dengan melempar benda
Makan kue sendiri
Usia 9–12 bulan
Mengangkat badannya ke posisi berdiri
Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di kursi
Dapat berjalan dengan dituntun. Mengulurkan lengan/badan
untuk meraih mainan yang diinginkan
Menggenggam erat pensil
Memasukkan benda ke mulut
Mengulang menirukan bunyi yang didengar
Menyebut 2–3 suku kata sama tanpa arti
Mengeksplorasi sekitar, ingin tahu, ingin menyentuh apa saja
Bereaksi terhadap suara yang perlahan atau bisikan
Senang diajak bermain cilukba
Mengenal anggota keluarga, takut pada orang yang belum
dikenal
Usia 12–18 bulan
Berdiri sendiri tanpa berpegangan
Membungkuk memungut mainan, kemudian berdiri kembali
Berjalan mundur 5 langkah
Memanggil ayah dengan kata “papa”; memanggil ibu dengan
kata “mama”
Menumpuk 2 kubus
Memasukkan kubus di kotak
Menunjuk apa yang diinginkan tanpa menangis/merengek,
anak bisa mengeluarkan suara yang menyenangkan atau
menarik tangan ibu
Memperlihatkan rasa cemburu/bersaing
Usia 18–24 bulan
Berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik
Berjalan tanpa terhuyung-huyung
Bertepuk tangan, melambai-lambai
Menumpuk 4 buah kubus gambar
Memungut benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk
Menggelindingkan bola ke arah sasaran
Menyebut 6 kata yang mempunyai arti
1031
Membantu/menirukan pekerjaan rumah tangga
Memegang cangkir sendiri, belajar makan-minum sendiri
Usia 24–36 bulan
Jalan naik tangga sendiri
Dapat bermain dan menendang bola kecil
Mencoret-coret pensil pada kertas
Bicara dengan menggunakan 2 kata
Dapat menunjuk 1 atau lebih bagian tubuhnya ketika diminta
Melihat gambar dan dapat menyebut dengan benar nama 2
benda atau lebih
Membantu memungut mainannya sendiri atau membantu
mengangkat piring jika diminta
Makan nasi sendiri tanpa banyak tumpah
Melepas pakaiannya sendiri
Usia 36–48 bulan
Berdiri 1 kaki selama 2 detik
Melompat, kedua kaki diangkat
Mengayuh sepeda roda tiga
Menggambar garis lurus
Menumpuk 8 buah kubus
Mengenal 2–4 warna
Menyebut nama, usia, dan tempat
Mengerti arti kata di atas, di bawah, dan di depan
Mendengarkan cerita
Mencuci dan mengeringkan tangan sendiri
Bermain bersama teman dan mengikuti aturan permainan
Mengenakan sepatu sendiri
Mengenakan celana panjang, kemeja, dan baju
Usia 60 bulan
Berdiri 1 kaki selama 6 detik
Melompat-lompat 1 kakiMenari
Menggambar silang
Menggambar lingkaran
Menggambar orang dengan 3 bagian tubuh
Mengancing baju atau pakaian boneka
Menyebut nama lengkap tanpa dibantu
Senang menyebut baru
Senang bertanya tentang sesuatu
Menjawab pertanyaan dengan kata-kata yang benar
Bicaranya mudah dimengerti
Bisa membandingkan/membedakan sesuatu dari ukuran dan
bentuknya
Menyebut angka, menghitung jari
Menyebut nama-nama hari
Berpakaian sendiri tanpa dibantu
Menggosok gigi tanpa dibantu
Bereaksi tenang dan tidak rewel ketika ditinggal ibu
Usia 60–72 bulan
Berjalan lurus
Berdiri dengan 1 kaki selama 11 detik
1032
Menggambar dengan 6 bagian, menggambar orang lengkap
Menangkap bola kecil dengan kedua tangan gambar
Menggambar segi empat
Mengerti arti lawan kata
Mengerti pembicaraan yang menggunakan 7 kata atau lebih
Menjawab pertanyaan tentang benda terbuat dari apa dan
kegunaannya
Mengenal angka, bisa menghitung angka 5–10
Mengenal warna-warni
Mengungkapkan simpati
Mengikuti aturan permainan
Berpakaian sendiri tanpa dibantu
1. Penjaringan Perkembangan (Skrining)
Tujuan untuk menjaring/memisahkan anak yang diduga
mempunyai kelainan perkembangan. Dapat dilakukan 1 atau 2
tahap.
Skrining 2 tahap terdiri atas:
Tahap praskrining
Tahap ini dilakukan dengan menggunakan instrumen:
- Kuesioner praskrining perkembangan (KPSP)
- Parents evaluation developmental status (PEDS)
- Kuesioner masalah mental emosional (KMME)
- Checklist for autism in toddlers (CHAT)
- Formulir deteksi dini gangguan pemusatan perhatian
dan hiperaktivitas (abbreviated conners ratting
scale)
- Tes daya dengar (TDD)
- Tes daya lihat (TDL)
Tahap skrining (dilakukan bila hasil praskrining meragukan/
abnormal)
Alat skrining yang dipakai antara lain:
Denver II
Bayley infant neurodevelopmental screener (BINS)
1.1 Kuesioner praskrining perkembangan (KPSP)
KPSP anak merupakan daftar 9–10 pertanyaan singkat kepada
orangtua mengenai kemampuan yang sudah dicapai oleh
anaknya yang berusia 0–6 tahun, untuk mengetahui apakah
perkembangan anaknya sesuai atau menyimpang.

Tujuan
Mengetahui secara dini penyimpangan perkembangan
anak di tingkat petugas
Cara menggunakan KPSP:
- Anak harus dibawa, tentukan usia anak
Tanyakan tanggal lahir (tanggal, bulan, tahun).
Kelebihan 16 hr dibulatkan menjadi 1 bulan. Contoh:
anak usia 3 bl 16 hr, dibulatkan menjadi 4 bl.
1033
- Pilih daftar pertanyaan yang sesuai usia anak
- Pertanyaan pada KPSP ada 2 macam, yaitu:
1. Pertanyaan yang cukup dijawab oleh ibu/pengasuh
anak, contoh: dapatkah bayi Anda makan kue
sendiri?
2. Perintah kepada ibu/pengasuh anak untuk
melaksanakan tugas seperti yang tertulis pada
KPSP. Contoh: pada posisi bayi Anda telentang,
tariklah bayi pada pergelangan tangannya secara
perlahan ke posisi duduk.
- Jelaskan kepada orangtua untuk tidak ragu-ragu atau
takut menjawab
- Tanyakan kepada ibu/pengasuh anak daftar pertanyaan
tersebut secara berurutan, satu per satu
- Catat jawaban orangtua dan hasil pengamatan
kemampuan anak ketika melaksanakan tugas KPSP,
dengan jawaban ‘Ya’/’Tidak’.
- Sesudah orangtua menjawab, tanyakan pertanyaan
berikutnya
- Teliti kembali apakah semua pertanyaan sudah dijawab
Interpretasi hasil KPSP:
a. Interpretasi jawaban ‘Ya’ atau ‘Tidak’:
• Jawaban ‘Ya’ apabila orangtua menjawab: anak bisa
atau pernah atau sering atau kadang melakukannya
• Jawaban ‘Tidak’ apabila ibu/pengasuh anak
menjawab: anak belum pernah melakukan atau tidak
pernah atau ibu/pengasuh anak tidak tahu
b. Hitunglah jumlah jawaban ‘Ya’
c. Apabila jumlah jawaban ‘Ya’ = 9 atau 10, berarti
perkembangan anak sesuai tahap perkembangannya
(S)
d. Apabila jumlah jawaban ‘Ya’ = 7 atau 8, berarti
meragukan (M)
e. Apabila jumlah jawaban ‘Ya’ = 6 atau kurang,
kemungkinan ada penyimpangan (P). Dirinci jenis dan
jumlah aspek yang jawabannya ‘Tidak’ (gerak kasar,
gerak halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan
kemandirian)

1034
Tabel 244 KPSP Anak Usia 3 Bulan
1. Pada waktu bayi Anda telentang, apakah masing-masing lengan dan tungkai Gerak kasar Ya Tidak
bergerak dengan mudah? Apabila salah satu atau kedua tungkai atau lengan
bayi bergerak tak terarah/tak terkendali, maka lingkarilah kata “Tidak”.
2. Pada waktu bayi Anda telentang apakah ia melihat dan menatap wajah Anda? Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
3. Apakah bayi Anda dapat mengeluarkan suara-suara lain (mengoceh) di samping Bicara & bahasa Ya Tidak
menangis?
4. Pada waktu bayi Anda telentang, apakah ia dapat mengikuti gerakan Anda Gerak halus Ya Tidak
dengan menggerakkan kepalanya dari kanan/kiri ke tengah?
1035
5. Pada waktu bayi Anda telentang, apakah ia dapat mengikuti gerakan Anda Gerak halus Ya Tidak
dengan menggerakkan kepalanya dari satu sisi hampir sampai pada sisi yang
lain?
1036

6. Pada waktu Anda mengajak bayi Anda berbicara dan tersenyum, apakah ia Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
tersenyum kembali kepada Anda?

7. Pada waktu bayi Anda telungkup pada alas yang datar, apakah ia dapat Gerak Kasar Ya Tidak
mengangkat kepalanya seperti pada gambar di bawah ini?
8. Pada waktu bayi Anda telungkup pada alas yang datar, apakah ia dapat Gerak kasar Ya Tidak
mengangkat kepalanya sehingga membentuk sudut 45° seperti pada gambar di
bawah ini?

9. Pada waktu bayi Anda telungkup pada alas yang datar, apakah ia dapat Gerak kasar Ya Tidak
1037

mengangkat kepalanya dengan tegak seperti pada gambar di bawah ini?

10. Apakah bayi Anda suka tertawa keras walaupun tidak digelitik atau pun Bicara & bahasa Ya Tidak
diraba-raba?
Tabel 245 KPSP Anak Usia 6 Bulan
1. Pada waktu bayi Anda telentang, apakah ia dapat mengikuti gerakan Anda Gerak halus Ya Tidak
dengan menggerakkan kepalanya sepenuhnya dari satu sisi ke sisi yang lain?
1038

2. Dapatkah bayi Anda mempertahankan posisi kepalanya dalam keadaan tegak Gerak kasar Ya Tidak
dan stabil? Jawablah. Jika kepalanya cenderung untuk jatuh ke kanan/kiri atau
ke dadanya.
3. Ikutilah perintah-perintah ini dengan saksama dan jawablah pertanyaan di Gerak halus Ya Tidak
bawah ini berdasarkan hasil pengamatan Anda. Sentuhkan pena atau pensil di
punggung tangan atau ujung jari bayi (jangan meletakkan di atas telapak tangan
bayi). Apakah bayi Anda dapat menggenggam pensil itu selama beberapa detik?
4. Pada waktu bayi Anda telungkup pada alas yang datar, apakah ia dapat Gerak kasar Ya Tidak
mengangkat dadanya dengan menggunakan kedua lengannya sebagai
penyangga seperti pada gambar di bawah ini?

5. Pernahkah bayi Anda mengeluarkan suara gembira bernada tinggi atau Bicara & bahasa Ya Tidak
memekik tetapi bukan menangis?
6. Pernahkah bayi Anda berbalik paling sedikit 2 kali, dari telentang ke telungkup Gerak Kasar Ya Tidak
1039

atau dari telungkup ke telentang?


7. Pernahkah Anda melihat bayi Anda tersenyum melihat mainan yang lucu, Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
gambar-gambar atau binatang peliharaan pada saat ia bermain sendiri?
8. Dapatkah bayi Anda mengarahkan mata pada benda kecil sebesar kacang, Gerak halus Ya Tidak
kismis atau uang logam? Jawablah TIDAK jika ia dapat mengarahkan matanya.
9. Dapatkah bayi Anda meraih mainan yang berada dalam jangkauan tangannya? Gerak halus Ya Tidak
10. Pada posisi bayi Anda telentang, tariklah bayi pada pergelangan tangannya Gerak kasar Ya Tidak
secara perlahan ke posisi duduk. Dapatkah bayi Anda mempertahankan
lehernya secara kaku seperti gambar sebelah kiri? Jawablah TIDAK jika kepala
jatuh kembali seperti gambar sebelah kanan.

Jawablah: YA Jawablah: TIDAK

Tabel 246 KPSP Anak Usia 9 Bulan


1040

1. Pada posisi bayi Anda dalam telentang, tariklah bayi pada pergelangan Gerak kasar Ya Tidak
tangannya secara perlahan ke posisi duduk. Dapatkah bayi Anda
mempertahankan lehernya secara kaku seperti gambar sebelah kiri? Jawablah
TIDAK jika kepalanya jatuh kembali seperti gambar sebelah kanan.

Jawablah: YA Jawablah: TIDAK


2. Pernahkah Anda melihat bayi Anda nda dapat memindahkan sesuatu seperti balok Gerak halus Ya Tidak
kecil atau kue kering dari satu tangan ke tangan yang lain? Benda-benda
panjang seperti sendok atau kerincingan bertangkai tidak ikut dinilai.
3. Ikutilah petunjuk-petunjuk ini dengan saksama. Tariklah perhatian bayi Anda Gerak halus Ya Tidak
dengan memperlihatkan selendang, sapu tangan atau serbet, kemudian
jatuhkan sampah di luar pandangannya. Apakah bayi Anda mencoba untuk
mencarinya? Misalnya, apakah ia mencarinya tidak di bawah meja atau di
belakang kursi?
4. Apakah bayi Anda memungut dua benda (misalnya mainan atau kue kering) dan Gerak halus Ya Tidak
masing-masing tangan memegang satu benda pada saat yang sama?
Jawablah TIDAK jika Anda tidak pernah melihat bayi Anda melakukan perbuatan
ini.
5. Jika Anda mengangkat bayi Anda melalui ketiaknya, dapatkah ia menahan Gerak kasar Ya Tidak
sebagian berat badannya dengan kakinya?
Jawablah YA jika ia mencoba berdiri dengan kaki dan menyangga sebagian berat
1041

badannya.
6. Dapatkah bayi Anda memungut benda-benda kecil seperti kismis atau Gerak halus Ya Tidak
potongan-potongan makanan dengan tangannya, dengan gerakan miring atau
Ya tidak menggerap seperti gambar di bawah ini?
7. Tanpa disangga oleh bantal, kursi atau dinding, dapatkah bayi Anda duduk Gerak kasar Ya Tidak
sendiri selama 60 detik?

8. Dapatkah bayi Anda makan kue kering sendiri? Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
1042

9. Pada saat bayi Anda bermain, Anda diam-diam datang dan berdiri di Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
belakangnya, apakah ia kadang-kadang menengok ke belakang seolah-olah olah ia
mendengar Anda?
Suara keras tidak ikut dihitung. Jawablah YA hanya jika Anda melihat reaksinya
terhadap suara yang perlahan atau bisikan.
10. Jika suatu mainan yang dinginkannya berada di luar jangkauan sehingga tidak Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
dapat dicapai, apakah bayi Anda mencoba mendapatkannya dengan meng--
ulurkan lengan atau badannya?
Tabel 247 KPSP Anak Usia 12 Bulan
1. Jika anak Anda bersembunyi di belakang sesuatu (atau di pojok) dan kemudian Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
muncul dan menghilang secara berulang, apakah bayi Anda mencari Anda atau
mengharapkan Anda muncul kembali?
2. Berikan anak Anda pena/pensil dan letakkan di telapak tangannya. Cobalah Gerak halus Ya Tidak
untuk mengambil pena/pensil tersebut secara perlahan. Sulitkah Anda
mendapatkan pena/pensil itu kembali?
3. Apakah bayi Anda dapat berdiri selama 30 detik atau lebih dengan berpegangan Gerak halus Ya Tidak
pada kursi atau meja?
4. Dapatkah bayi Anda mengatakan 2 suku kata yang sama, misalnya: “ma-ma” Bicara & bahasa Ya Tidak
atau “pa-pa”? Jawablah YA jika bayi anda mengeluarkan salah satu suara tadi.
5. Dapatkah bayi Anda mengangkat dirinya sendiri sampai berdiri tanpa bantuan Gerak kasar Ya Tidak
1043

Anda?
6. Dapatkah bayi Anda membedakan Anda dengan orang yang belum ia kenal? Ia Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
dapat menunjukkan sikap malu-malu atau ragu-ragu pada saat permulaan
bertemu dengan orang yang belum dikenalnya.
7. Jika bayi Anda memungut benda kecil seperti kacang, apakah ia mengambilnya Gerak halus Ya Tidak
dengan meremas di antara ibu jari dan jarinya seperti yang terlihat pada
gambar?

8. Dapatkah bayi Anda duduk sendiri tanpa bantuan? Gerak halus Ya Tidak
9. Sebutkan 2 atau 3 kata yang dapat ditiru oleh bayi Anda (perlu kata-kata yang Bicara & bahasa Ya Tidak
lengkap). Menurut pendapat Anda, apakah ia mencoba meniru kata-kata tadi?
10. Tanpa Anda menggerakkan tangan bayi Anda, dapatkah ia mempertemukan Gerak halus Ya Tidak
dua balok kecil? Kerincing bertangkai dan tutup panci ikut dinilai.

Tabel 248 KPSP Anak Usia 15 Bulan (1 Tahun 3 Bulan)


1. Tanpa Anda menggerakkan tangan anak Anda, dapatkah ia mempertemukan Gerak halus Ya Tidak
dua balok kecil-kecil? Kerincing bertangkai dan tutup panci tidak ikut dinilai.
2. Dapatkah anak Anda jalan sendiri atau jalan dengan berpegangan? Gerak kasar Ya Tidak
3. Tanpa bantuan, dapatkah anak Anda bertepuk tangan atau melambai-lambai? Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
Jawablah TIDAK jika ia membutuhkan bantuan.
1044

4. Dapatkah anak Anda mengatakan “pa-pa” jika ia memanggil atau melihat Bicara & bahasa Ya Tidak
ayahnya? Dapatkah anak Anda mengatakan “ma-ma” jika ia memanggil atau
melihat ibunya?
Jawablah YA jika anak Anda mengatakan salah satu di antaranya.
5. Dapatkah anak Anda berdiri sendiri tanpa berpegangan selama kira-kira 5 detik? Gerak kasar Ya Tidak
6. Dapatkah anak Anda berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik atau Gerak kasar Ya Tidak
lebih?
7. Tanpa berpegangan atau menyentuh lantal, dapatkah anak Anda membungkuk Gerak kasar Ya Tidak
untuk memungut mainan atau benda lain di lantai dan kemudian berdiri
kembali?
8. Dapatkah anak Anda menunjukkan apa yang diinginkannya tanpa menangis Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
atau merengek?
Ia dapat melakukannya dengan menunjuk, menarik atau mengeluarkan suara
yang menyenangkan.
9. Dapatkah anak Anda berjalan sepanjang ruangan tanpa jatuh atau terhuyung- Gerak kasar Ya Tidak
huyung?
10. Jika anak Anda memungut benda kecil seperti kacang, apakah ia Gerak halus Ya Tidak
mengambilnya dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk seperti gambar
di bawah ini?

Tabel 249 KPSP Anak Usia 18 Bulan (1 Tahun 6 Bulan)


1045

1. Tanpa bantuan, dapatkah anak Anda bertepuk tangan atau melambai-lambai? Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
Jawablah TIDAK jika ia membutuhkan bantuan.
2. Dapatkah anak Anda mengatakan “pa-pa” jika ia memanggil atau melihat Bicara & bahasa Ya Tidak
ayahnya?
Dapatkah anak Anda mengatakan “ma-ma” jika ia memanggil atau melihat
ibunya?
Jawablah YA jika anak Anda mengatakan salah satu diantaranya.
3. Dapatkah anak Anda berdiri sendiri tanpa berpegangan selama kira-kira 5 detik? Gerak kasar Ya Tidak
4. Dapatkah anak Anda berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik atau Gerak kasar Ya Tidak
lebih?
5. Tanpa berpegangan atau menyentuh lantai, dapatkah anak Anda membungkuk Gerak kasar Ya Tidak
untuk memungut mainan atau benda lain di lantai dan kemudian berdiri
kembali?
6. Dapatkah anak Anda menunjukkan apa yang diinginkannya tanpa menangis Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
atau merengek? Ia dapat melakukannya dengan menunjuk, menarik atau
mengeluarkan suara yang menyenangkan.
7. Dapatkah anak Anda berjalan sepanjang ruangan tanpa jatuh atau terhuyung- Gerak kasar Ya Tidak
huyung?
8. Jika anak Anda memungut benda kecil seperti kacang, apakah ia mengambilnya Gerak halus Ya Tidak
dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk seperti gambar di bawah ini?

9. Jika Anda menggelindingkan bola ke anak Anda, apakah ia menggelindingkan Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
atau melemparkan kembali kepada Anda?
1046

10. Dapatkah anak Anda memegang sendiri cangkir atau gelas dan meminum dan Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
tempat tersebut tanpa tumpah?

Tabel 250 KPSP Anak Usia 21 Bulan (1 Tahun 9 Bulan)


1. Tanpa berpegangan atau menyentuh lantai, dapatkah anak Anda membungkuk Gerak kasar Ya Tidak
untuk memungut mainan atau benda lain di lantai dan kemudian berdiri
kembali?
2. Dapatkah anak Anda menunjukkan apa yang diinginkannya tanpa menangis Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
atau merengek?
Ia dapat melakukannya dengan menunjuk, menarik atau mengeluarkan suara
yang menyenangkan.
3. Dapatkah anak Anda berjalan sepanjang ruangan tanpa jatuh atau terhuyung- Gerak kasar Ya Tidak
huyung?
4. Jika anak Anda memungut benda kecil seperti kacang, apakah ia mengambilnya Gerak halus Ya Tidak
dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk seperti gambar di bawah ini?

5. Jika Anda menggelindingkan bola ke anak Anda, apakah ia menggelindingkan Gerak halus Ya Tidak
atau melemparkan kembali kepada Anda?
6. Dapatkah anak Anda memegang sendiri cangkir atau gelas dan meminum dari Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
tempat tersebut tanpa tumpah?
1047

7. Jika Anda sedang melakukan pekerjaan rumah tangga, apakah anak Anda Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
meniru apa yang anda lakukan?
8. Dapatkah anak Anda meletakkan satu kubus di atas kubus yang lain tanpa Gerak halus Ya Tidak
menjatuhkan kubus itu?
Kubus yang digunakan berukuran 2,5 cm, bukan kubus yang berukuran lebih
dari 5 cm.
9. Dapatkah anak Anda mengucapkan paling sedikit 3 kata yang mempunyai arti Bicara & bahasa Ya Tidak
selain “pa-pa” dan “ma-ma”?
10. Dapatkah anak Anda berjalan mundur 5 langkah atau lebih tanpa kehilangan Gerak kasar Ya Tidak
keseimbangan?
Anda mungkin dapat melihat anak melakukan hal ini pada saat menarik
mainannya?
Tabel 251 KPSP Anak Usia 24 Bulan (2 Tahun)
1. Jika Anda sedang melakukan pekerjaan rumah tangga, apakah anak Anda Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
meniru apa yang Anda lakukan?
2. Dapatkah anak Anda meletakkan satu kubus di atas kubus yang lain tanpa Gerak halus Ya Tidak
menjatuhkan kubus itu? Kubus yang digunakan berukuran
2,5 cm, bukan kubus yang berukuran lebih dari 5 cm.
3. Dapatkah anak Anda mengucapkan paling sedikit 3 kata yang mempunyai arti Bicara & bahasa Ya Tidak
selain “pa-pa” dan “mama”?
4. Dapatkah anak Anda berjalan mundur 5 langkah atau lebih tanpa kehilangan Gerak kasar Ya Tidak
keseimbangan?
Anda mungkin dapat melihat anak melakukan hal ini pada saat menarik
mainannya?
1048

5. Dapatkah anak Anda melepas pakaiannya misal: baju, rok, atau celananya? Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
(Topi dan kaos kaki tidak ikut dinilai).
6 Dapatkah anak Anda berjalan naik tangga sendiri? Jawablah YA jika ia dapat Gerak kasar Ya Tidak
naik dengan posisi tegak, dengan berpegangan pada dinding atau pegangan
tangga.
Jawablah TIDAK jika: 1) ia merangkak pada saat menaiki tangga, 2) Anda
membolehkannya naik tangga, 3) ia harus berpegangan pada seseorang.
7. Tanpa bimbingan, petunjuk atau bantuan Anda, dapatkah anak Anda Bicara & bahasa Ya Tidak
menunjukkan paling sedikit satu bagian dari badannya (rambut, mata, hidung,
mulut, atau bagian badan yang lain)? Jawablah YA jika ia dapat menunjuk
dengan benar.
8. Dapatkah anak Anda makan nasi sendiri tanpa banyak tumpah? Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
9. Dapatkah anak Anda membantu memungut mainannya sendiri atau membantu Bicara & bahasa Ya Tidak
mengangkat piring jika diminta?
10. Tanpa berpegangan pada apa pun, dapatkah anak Anda menendang bola kecil Gerak kasar Ya Tidak
(seperti bola tenis) ke depan?
Mendorong tidak ikut dinilai.

Tabel 252 KPSP Anak Usia 30 Bulan (2 Tahun 6 Bulan)


1. Dapatkah anak Anda melepaskan pakaiannya misal: baju, rok, atau celananya? Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
(Topi dan kaos kaki ikut dinilai).
2. Dapatkah anak Anda berjalan naik tangga sendiri? Gerak kasar Ya Tidak
Jawablah YA jika ia dapat naik dengan posisi tegak, dengan berpegangan pada
dinding atau pegangan tangga.
Jawablah TIDAK jika:
Ia merangkak pada saat menaiki tangga
1049

Anda tidak memperbolehkannya naik tangga


Ia harus berpegangan pada seseorang
3. Tanpa bimbingan, petunjuk atau bantuan Anda, dapatkah anak Anda Bicara & bahasa Ya Tidak
menunjukkan paling sedikit satu bagian dari badannya (rambut, mata, hidung,
mulut, atau bagian badan yang lain)? Jawablah YA jika ia dapat menunjuk
dengan benar.
4. Dapatkah anak Anda makan nasi sendiri tanpa banyak tumpah? Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
5. Dapatkah anak Anda memungut mainannya sendiri atau membantu Bicara & bahasa Ya Tidak
mengangkat piring jika diminta?
6. Tanpa berpegangan pada apa pun, dapatkah anak Anda menendang bola kecil Gerak kasar Ya Tidak
(seperti bola tenis) ke depan?
Mendorong tidak ikut dinilai.
7. Bila diberikan sebuah pinsil, dapatkah anak Anda mencoret-coret kertas tanpa Gerak halus Ya Tidak
bantuan dan petunjuk?
8. Dapatkah anak Anda meletakkan satu kubus di atas kubus yang lain tanpa Gerak halus Ya Tidak
menjatuhkan kubus itu?
Kubus yang digunakan berukuran 2,5 cm, bukan kubus yang berukuran lebih
dari 5 cm.
9. Dapatkah anak Anda menggunakan 2 kata pada saat bebicara seperti “minta Bicara & bahasa Ya Tidak
minum”, “mau tidur”?
(“Terima kasih” dan “da-da” tidak ikut dinilai).
10. Apakah anak Anda dapat menyebutkan 2 di antara gambar-gambar ini tanpa Bicara & bahasa Ya Tidak
bantuan? Penyebutan dengan menggunakan suara binatang tidak dinilai.
1050

Tabel 253 KPSP Anak Usia 36 Bulan (3 Tahun)


1. Bila diberikan sebuah pensil, dapatkah anak Anda mencoret-coret kertas tanpa Gerak halus Ya Tidak
bantuan dan petunjuk?
2. Dapatkah anak Anda meletakkan satu kubus di atas kubus yang lain tanpa Gerak halus Ya Tidak
menjatuhkan kubus itu? Kubus yang digunakan berukuran 2,5 cm, bukan kubus
yang berukuran lebih dari 5 cm.
3. Dapatkah anak Anda menggunakan 2 kata pada saat berbicara seperti “minta Bicara & bahasa Ya Tidak
minum”, “mau tidur”? (“Terima kasih” dan “da-da” tidak ikut dinilai).
4. Dapatkah anak Anda dapat menyebutkan 2 di antara gambar-gambar
gambar ini tanpa Bicara & bahasa Ya Tidak
bantuan? Penyebutan dengan menggunakan suara binatang tidak dinilai.

5. Dapatkah anak Anda melempar bola lurus ke arah perut atau dada Andanda dari Gerak kasar Ya Tidak
jarak 1,5 meter?
6. Ikutilah perintah ini dengan saksama.
ksama. Jangan memberi isyarat (menunjuk atau Bicara & bahasa Ya Tidak
melirik) pada saat memberikan petunjuk-petunjuk berikut ini:
“Letakkan kertas ini di lantai”.
1051

“Letakkan kertas ini di kursi”.


“Berikan kertas ini kepada ibu”.
Dapatkah ia melaksanakan ketiga perintah tadi?
7. Buatlah garis lurus ke bawah sepanjang sekurang-kurangnya 2,5 cm. Suruhlah Gerak halus Ya Tidak
anak Anda menggambar garis lain di samping garis tersebut. Dapatkah anak
Anda menggambar garis lurus di samping garis yang Anda buat?
Jawablah YA bila ia menggambar garis seperti ini:

Jawablah TIDAK bila ia menggambar garis seperti ini:


Gerak halus Ya Tidak
8. Letakkan selembar kertas (kira-kira selebar buku ini) di lantai. Gerak kasar Ya Tidak
Dapatkah anak Anda mengangkat kedua kakinya secara bersamaan, melompati
kertas tersebut tanpa didahului dengan lari?
9. Dapatkah anak Anda mengenakan sepatunya sendiri? Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
10. Dapatkah anak Anda mengayuh sepeda roda tiga sejauh sedikitnya 3 meter? Gerak kasar Ya Tidak

Tabel 254 KPSP Anak Usia 42 Bulan (3 Tahun 6 Bulan)


1. Dapatkah anak Anda mengenakan sepatunya sendiri? Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
2. Dapatkah anak Anda mengayuh sepeda roda tiga sejauh sedikitnya 3 meter? Gerak kasar Ya Tidak
1052

3. Sesudah makan, apakah anak Anda mencuci dan mengeringkan tangannya Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
dengan baik sehingga Anda tidak perlu mengulanginya?
4. Suruhlah anak Anda berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan. Jika perlu Gerak kasar Ya Tidak
tunjukan caranya dan beri anak Anda kesempatan melakukannya 3 kali.
Dapatkah ia mempertahankan keseimbangan dalam waktu 2 detik atau lebih?
5. Letakkan selembar kertas (kira-kira sepanjang buku) di lantai. Suruhlah anak Gerak kasar Ya Tidak
Anda melompati bagian panjang kertas dengan kedua kakinya tanpa berlari.
Dapatkah ia melakukannya tanpa menginjak kertas?
6. Suruhlah anak Anda menggambar seperti contoh di kertas kosong yang Gerak halus Ya Tidak
tersedia. Jangan sebutkan bahwa itu lingkaran. Dalam memberi nilai lihatlah
contoh-contoh di bawah ini.

Jawablah: YA

Jawablah: TIDAK
Dapatkah anak Anda menggambar lingkaran?
7. Dapatkah anak Anda meletakkan 8 buah kubus satu persatu di atas yang lain Gerak halus Ya Tidak
1053

tanpa menjatuhkan kubus tersebut?


Kubus yang digunakan berukuran 2,5 cm, bukan kubus yang berukuran lebih
dari 5 cm.
8. Apakah anak Anda bermain petak umpet, ular naga atau permainan lain di Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
mana ia ikut bermain dan mengikuti peraturan bermain?
9. Dapatkah anak Anda mengenakan celana panjang, kemeja, baju atau kaos kaki Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
tanpa dibantu?
(Termasuk memasang kancing, gesper dan ikat pinggang)
Tabel 255 KPSP Anak Usia 48 Bulan (4 Tahun)
1. Dapatkah anak Anda mengayuh sepeda roda tiga sejauh sedikitnya 3 meter? Gerak kasar Ya Tidak
2. Sesudah makan, apakah anak Anda mencuci dan mengeringkan tangannya Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
dengan baik sehingga anda tidak perlu mengulanginya?
3. Suruhlah anak Anda berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan. Jika perlu Gerak kasar Ya Tidak
tunjukan caranya dan beri anak Anda kesempatan melakukannya 3 kali.
Dapatkah ia mempertahankan keseimbangan dalam waktu 2 detik atau lebih?
4. Letakkan selembar kertas (kira-kira sepanjang buku ini) di lantai. Suruhlah anak Gerak kasar Ya Tidak
Anda melompati bagian panjang kertas dengan kedua kakinya tanpa berlari.
Dapatkah ia melakukannya tanpa menginjak kertas?
5. Suruhlah anak Anda menggambar seperti contoh di kertas kosong yang Gerak halus Ya Tidak
tersedia. Jangan sebutkan bahwa itu lingkaran. Dalam memberi nilai lihatlah
1054

contoh-contoh di bawah ini.

Jawablah: YA

Jawablah: TIDAK
Dapatkah anak Anda menggambar lingkaran?
6. Dapatkah anak Anda meletakkan 8 buah kubus satu persatu di atas yang lain Gerak halus Ya Tidak
tanpa menjatuhkan kubus tersebut?
Kubus yang digunakan berukuran 2,5 cm, bukan kubus yang berukuran lebih
dari 5 cm.
7. Apakah anak Anda bermain petak umpet, ular naga atau permainan lain di Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
mana ia ikut bermain dan mengikuti peraturan bermain?
8. Dapatkah anak Anda mengenakan celana panjang, kemeja, baju, atau kaos kaki Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
tanpa dibantu? (Tidak termasuk memasang kancing, gesper dan ikat pinggang)
9. Dapatkah anak Anda menyebutkan nama lengkapnya tanpa dibantu? Jawablah Bicara & bahasa Ya Tidak
TIDAK jika ia hanya menyebutkan sebagian namanya atau ucapannya tidak
dapat dimengerti dengan mudah.

Tabel 256 KPSP Anak Usia 54 Bulan (4 Tahun 6 Bulan)


1055

1. Dapatkah anak Anda meletakkan 8 buah kubus satu persatu di atas yang lain Gerak halus Ya Tidak
tanpa menjatuhkan kubus tersebut?
Kubus yang digunakan berukuran 2,5 cm, bukan kubus yang berukuran lebih
dari 5 cm.
2. Apakah anak Anda bermain petak umpet, ular naga atau permainan lain di Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
mana ia ikut bermain dan mengikuti peraturan bermain?
3. Dapatkah anak Anda mengenakan celana panjang, kemeja, baju atau kaos kaki Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
tanpa dibantu?
(Tidak termasuk memasang kancing, gesper dan ikat pinggang)
4. Dapatkah anak Anda menyebutkan nama lengkapnya tanpa dibantu? Jawablah Bicara & bahasa Ya Tidak
TIDAK jika ia hanya menyebutkan sebagian namanya atau ucapannya tidak
dapat dimengerti dengan mudah.
5. Isilah titik-titik di bawah ini dengan jawaban anak Anda. Jangan membantu Bicara & bahasa Ya Tidak
kecuali mengulangi pertanyaan.
“Apa yang kamu lakukan jika kamu kedinginan?”……
“Apa yang kamu lakukan jika kamu lapar?”…….
“Apa yang kamu lakukan jika kamu lelah?”……..
Dapatkah ia menjawab ketiga pertanyaan tadi dengan kata-kata yang benar,
bukan dengan gerakan atau isyarat?
Untuk kedinginan jawaban yang benar adalah “menggigil”, “kenakan mantel”
atau “masuk ke dalam rumah”
Untuk lapar, jawaban yang benar adalah “makan”
Untuk lelah, jawaban yang benar adalah “mengantuk” atau “minta tidur”’,
“berbaring (tidur-tiduran)”, ”istirahat” atau “diam sejenak”
6. Dapatkah anak Anda mengancingkan bajunya atau pakaian bonekanya? Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
7. Suruhlah anak Anda berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan. Jika perlu Gerak kasar Ya Tidak
1056

tunjukan caranya dan beri anak Anda kesempatan melakukannya 3 kali.


Dapatkah ia mempertahankan keseimbangannya dalam waktu 6 detik atau
lebih?
8. Jangan mengoreksi atau membantu anak Anda. Jangan menggunakan kata Gerak halus Ya Tidak
“lebih besar”.
Perlihatkan kedua garis di bawah ini kepada anak Anda. Jangan membantu atau
membetulkan apabila salah. Tanyakan mana yang lebih panjang.

Sesudah anak menunjuk, putarlah lembar ini lagi dan tanyakan untuk ketiga
kalinya: “Mana garis yang lebih panjang?”
Dapatkah anak Anda menunjuk garis yang lebih panjang sebanyak 3 kali dengan
benar?
9. Jangan memberitahukan nama gambar ini dan jangan membantu anak Anda. Gerak halus Ya Tidak
Katakan padanya: “Buatlah gambar seperti ini (sambil menunjuk gambar di
bawah ini)”

Suruh ia menggambar di kertas kosong yang tersedia. Berikan 3 kali


kesempatan.
Untuk penilaian lihat gambar di bawah ini.

Jawablah: YA Jawablah: TIDAK


1057

Dapatkah anak Anda menggambar tanda palang?


10. Ikutilah perintah ini dengan saksama. Jangan memberi isyarat (menunjuk atau Bicara & bahasa Ya Tidak
melirik) pada saat memberikan petunjuk-petunjuk berikut ini:
“Letakkan kertas ini di atas lantai”
“Letakkan kertas ini di bawah kursi”
“Letakkan kertas ini di depan kamu”
“Letakkan kertas ini di belakang kamu”
Jawablah YA hanya jika anak Anda mengerti arti “di atas”, “di bawah”, “di
depan”, dan “di belakang”.
Tabel 257 KPSP Anak Usia 60 Bulan (5 Tahun)
1. Isilah titik-titik di bawah ini dengan jawaban anak Anda. Jangan membantu Bicara & bahasa Ya Tidak
kecuali mengulangi pertanyaan.
“Apa yang kamu lakukan jika kamu kedinginan?”……
“Apa yang kamu lakukan jika kamu lapar?”…….
“Apa yang kamu lakukan jika kamu lelah?”……..
Dapatkah ia menjawab ketiga pertanyaan tadi dengan kata-kata yang benar,
bukan dengan gerakan atau isyarat?
Untuk kedinginan jawaban yang benar adalah “menggigil”, “kenakan mantel”
atau “masuk ke dalam rumah”
Untuk lapar, jawaban yang benar adalah “makan”
Untuk lelah, jawaban yang benar adalah “mengantuk” atau “minta tidur”’,
“berbaring (tidur-tiduran)”, ”istirahat” atau “diam sejenak”
2. Dapatkah anak Anda mengancingkan bajunya atau pakaian bonekanya? Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
1058

3. Suruhlah anak Anda berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan. Jika perlu Gerak kasar Ya Tidak
tunjukan caranya dan beri anak Anda kesempatan melakukannya 3 kali.
Dapatkah ia mempertahankan keseimbangannya dalam waktu 6 detik atau lebih?
4. Jangan mengoreksi atau membantu anak Anda. Jangan menggunakan kata Gerak halus Ya Tidak
“lebih besar”.
Perlihatkan kedua garis di bawah ini kepada anak Anda. Jangan membantu atau
membetulkan apabila salah. Tanyakan mana yang lebih panjang.

Sesudah anak menunjuk, putarlah lembar ini lagi dan tanyakan untuk ketiga
kalinya: “Mana garis yang lebih panjang?”
Dapatkah anak Anda menunjuk garis yang lebih panjang sebanyak 3 kali dengan
benar?
5. Jangan memberitahukan nama gambar ini dan jangan membantu anak Anda. Gerak halus Ya Tidak
Katakan padanya: “Buatlah gambar seperti ini (sambil menunjuk gambar di
bawah ini)”

Suruh ia menggambar di kertas kosong yang tersedia. Berikan 3 kali


kesempatan.
Untuk penilaian lihat gambar di bawah ini.
1059

Jawablah: YA Jawablah: TIDAK


Dapatkah anak Anda menggambar tanda palang?
6. Ikutilah perintah ini dengan saksama. Jangan memberi isyarat (menunjuk atau Bicara & bahasa Ya Tidak
melirik) pada saat memberikan petunjuk-petunjuk berikut ini:
“Letakkan kertas ini di atas lantai”
“Letakkan kertas ini di bawah kursi”
“Letakkan kertas ini di depan kamu”
“Letakkan kertas ini di belakang kamu”
Jawablah YA hanya jika anak Anda mengerti arti “di atas”, “di bawah”, “di
depan”, dan “di belakang”.
7. Apakah anak Anda bereaksi dengan tenang dan rewel (tanpa menangis atau Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
menggelayut pada Anda) pada saat Anda meninggalkannya?
8. Jangan menunjuk, membantu atau membetulkan, katakan pada anak Anda: Bicara & bahasa Ya Tidak
“Tunjukkan segi empat merah”
“Tunjukkan segi empat kuning”
“Tunjukkan segi empat biru”
“Tunjukkan segi empat hijau”

Dapatkah anak Anda menunjuk keempat warna itu dengan benar?


9. Suruhlah anak Anda melompat dengan satu kaki beberapa kali tanpa Gerak kasar Ya Tidak
berpegangan (lompatan dengan dua kaki tidak ikut dinilai).
1060

Dapatkah ia melompat dua atau tiga kali dengan satu kaki?


10. Dapatkah anak Anda sepenuhnya berpakaian sendiri tanpa bantuan? Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
Tabel 258 KPSP Anak Usia 66 Bulan (5 Tahun 6 Bulan)
1. Jangan memberitahukan nama gambar ini dan jangan membantu anak Anda. Gerak halus Ya Tidak
Katakan padanya: “Buatlah gambar seperti ini (sambil menunjuk gambar di
bawah ini)”

Suruh ia menggambar di kertas kosong yang tersedia. Berikan 3 kali


kesempatan.
Untuk penilaian lihat gambar di bawah ini.
1061

Jawablah: YA Jawablah: TIDAK


Dapatkah anak Anda menggambar tanda palang?
2. Ikutilah perintah ini dengan saksama. Jangan memberi isyarat (menunjuk atau Bicara & bahasa Ya Tidak
melirik) pada saat memberikan petunjuk-petunjuk berikut ini:
“Letakkan kertas ini di atas lantai”
“Letakkan kertas ini di bawah kursi”
“Letakkan kertas ini di depan kamu”
“Letakkan kertas ini di belakang kamu”
Jawablah YA hanya jika anak Anda mengerti arti “di atas”, “di bawah”, “di
depan”, dan “di belakang”.
3. Apakah anak Anda bereaksi dengan tenang dan rewel (tanpa menangis atau Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
menggelayut pada Anda) pada saat Anda meninggalkannya?
4. Jangan menunjuk, membantu atau membetulkan, katakan pada anak Anda: Bicara & bahasa Ya Tidak
“Tunjukkan segi empat merah”
“Tunjukkan segi empat kuning”
“Tunjukkan segi empat biru”
“Tunjukkan segi empat hijau”

Dapatkah anak Anda menunjuk keempat warna itu dengan benar?


5. Suruhlah anak Anda melompat dengan satu kaki beberapa kali tanpa Gerak kasar Ya Tidak
1062

berpegangan (lompatan dengan dua kaki tidak ikut dinilai).


Dapatkah ia melompat dua atau tiga kali dengan satu kaki?
6. Dapatkah anak Anda sepenuhnya berpakaian sendiri tanpa bantuan? Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
7. Suruhlah anak anda menggambar di tempat kosong yang tersedia. Katakan Gerak halus Ya Tidak
padanya: “Buatlah gambar orang”.
Jangan memberi perintah lebih dari itu. Jangan bertanya atau mengingatkan
anak bila ada bagian yang belum tergambar. Dalam memberi nilai, hitunglah
berapa bagian tubuh yang tergambar.
Untuk bagian tubuh yang berpasangan seperti mata, telinga, lengan, dan kaki,
setiap pasang dinilai satu bagian.
Dapatkah anak Anda menggambar sedikitnya 3 bagian tubuh?
8. Pada gambar orang yang dibuat pada nomor 7, dapatkah anak Anda Gerak halus Ya Tidak
menggambar sedikitnya 6 bagian tubuh?
9. Tulislah apa yang dikatakan anak Anda pada kalimat-kalimat yang belum selesai Bicara & bahasa Ya Tidak
ini (jangan membantu kecuali mengulang pertanyaan):
“Jika kuda besar maka tikus….”
“Jika api panas maka es….”
“Jika ibu seorang wanita maka ayah seorang….”
Dapatkah anak Anda menjawab dengan benar (tikus kecil, es dingin, ayah
seorang pria)
10. Dapatkah anak Anda menangkap bola kecil seperti bola tenis, bola kasti dan Gerak kasar Ya Tidak
lainnya hanya dengan menggunakan kedua tangannya? Bola besar tidak ikut
dinilai.

Tabel 259 KPSP Anak Usia 72 Bulan (6 Tahun)


1063

1. Jangan menunjuk, membantu atau membetulkan, katakan pada anak Anda: Bicara & bahasa Ya Tidak
“Tunjukkan segi empat merah”
“Tunjukkan segi empat kuning”
“Tunjukkan segi empat biru”
“Tunjukkan segi empat hijau”

Dapatkah anak Anda menunjuk keempat warna itu dengan benar?


2. Suruhlah anak Anda melompat dengan satu kaki beberapa kali tanpa Gerak kasar Ya Tidak
berpegangan (lompatan dengan dua kaki tidak ikut dinilai).
Dapatkah ia melompat dua atau tiga kali dengan satu kaki?
3. Dapatkah anak Anda sepenuhnya berpakaian sendiri tanpa bantuan? Sosialisai & kemandirian Ya Tidak
4. Suruhlah anak anda menggambar di tempat kosong yang tersedia. Katakan Gerak halus Ya Tidak
padanya: “Buatlah gambar orang”.
Jangan memberi perintah lebih dari itu. Jangan bertanya atau mengingatkan
anak bila ada bagian yang belum tergambar. Dalam memberi nilai, hitunglah
berapa bagian tubuh yang tergambar.
Untuk bagian tubuh yang berpasangan seperti mata, telinga, lengan, dan kaki,
setiap pasang dinilai satu bagian.
Dapatkah anak Anda menggambar sedikitnya 3 bagian tubuh?
5. Pada gambar orang yang dibuat pada nomor 4, dapatkah anak Anda Gerak halus Ya Tidak
menggambar sedikitnya 6 bagian tubuh?
6. Tulislah apa yang dikatakan anak Anda pada kalimat-kalimat yang belum selesai Sosialisasi & kemandirian Ya Tidak
ini (jangan membantu kecuali mengulang pertanyaan):
1064

“Jika kuda besar maka tikus….”


“Jika api panas maka es….”
“Jika ibu seorang wanita maka ayah seorang….”
Dapatkah anak Anda menjawab dengan benar (tikus kecil, es dingin, ayah
seorang pria)
7. Dapatkah anak Anda menangkap bola kecil seperti bola tenis, bola kasti dan Gerak kasar Ya Tidak
lainnya hanya dengan menggunakan kedua tangannya? Bola besar tidak ikut
dinilai.
8. Suruhlah anak Anda berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan. Jika perlu Gerak kasar Ya Tidak
tunjukkan caranya. Beri anak anda kesempatan melakukannya 3 kali. Dapatkah
ia mempertahankan keseimbangannya dalam waktu 11 detik atau lebih?
9. Jangan memberitahukan nama gambar ini dan jangan membantu anak Anda. Gerak halus Ya Tidak
Katakan padanya: “Buatlah gambar-gambar ini” (sambil menunjuk gambar ini).
Suruh ia menggambar di tempat kosong yang tersedia. Berikan 3 kali
kesempatan.
Untuk penilaian lihatlah gambar di bawah ini.

Jawaban: YA

Jawaban: TIDAK
1065

Dapatkah anak Anda menggambar segi empat?


10. Isilah titik-titik di bawah ini dengan jawaban anak Anda. Bicara & bahasa Ya Tidak
Jangan membantu kecuali mengulang tiap pertanyaan sampai 3 kali apabila
anak Anda menanyakannya.
“Sendok dibuat dari apa?”
“Sepatu dibuat dari apa?”
“Pintu dibuat dan apa?”
Dapatkah anak Anda menjawab ketiga pertanyaan di atas dengan benar?
Sendok dibuat dari besi, baja, plastik, kayu. Sepatu dibuat dari kulit, karet,
kain, plastik, kayu. Pintu dibuat dari kayu, besi, kaca.
1.2 Parents’ evaluation developmental status (PEDS)
Glascoe mengembangkan metode parents' evaluation of
developmental status (PEDS) yaitu kuesioner yang dapat
diselesaikan dalam 5 menit, membantu dokter menggali
keluhan orangtua mengenai gangguan perkembangan-
perilaku putra-putrinya. PEDS membantu mengidentifikasi
anak yang mempunyai risiko dan anak yang tidak terdeteksi
gangguan pertumbuhan dan tingkah laku. PEDS membantu
menjawab pertanyaan tentang kebutuhan psikososial anak
dan keluarga
Para petugas atau tenaga kesehatan dianjurkan menggunakan
PEDS tiap tahun sekali atau 2 kali seperti yang disarankan oleh
National Association for Education of Young Children and
Other Education Organizations
PEDS dapat digunakan untuk anak sejak lahir sampai usia 8 th.
Alat ini mempunyai sensitivitas tinggi dan mengidentifikasi
74–80% anak yang menderita kelainan dengan pemeriksaan
skrining perkembangan standar. Spesifitas cukup tinggi, 70–
80% anak tanpa gangguan diidentifikasi mempunyai
perkembangan normal. Kuesioner dapat mudah dikerjakan
oleh tenaga profesional, para profesional atau petugas
administrasi, dan hanya memerlukan latihan minimal, serta
dapat dikerjakan sendiri oleh orangtua di ruang tunggu, ruang
pemeriksaan, atau rumah

Petunjuk pengisian dan penilaian PEDS


Langkah 1: mempersiapkan orangtua. Jelaskan bahwa tujuan pelak-
sanaan PEDS adalah untuk mengetahui perkembangan
dan tingkah laku anak
Langkah 2: mengisi kolom nilai PEDS sesuai usia anak
Langkah 3: tandai kotak pada lembar penilaian untuk setiap
jawaban pada pertanyaan nomor 1
Jika orangtua memberikan pernyataan seperti ‘Dahulu
saya khawatir terhadap anak saya tetapi saat ini saya lihat
dia dapat melakukan lebih baik’, tandai ini sebagai
perhatian pada jenis perkembangan yang dimaksud.
Sama halnya jika orangtua melaporkan bahwa mereka
hanya ‘sedikit’ memperhatikan anaknya mengalami
gangguan/kelainan, hal itu juga harus ditandai sebagai
perhatian terhadap kelainan yang terjadi pada anaknya
Langkah 4: tandai kotak pada lembar penilaian untuk setiap
jawaban atau perhatian orangtua pada pertanyaan 2–10
Untuk setiap nomor dengan jawaban ‘Ya’ atau ‘Sedikit’,
tandai sesuai dengan kotak pada lembar penilaian PEDS.
Jika orangtua tidak menulis apapun kecuali melingkari
pilihan ‘Ya’ atau ‘Sedikit’ pada pertanyaan 2–10, lakukan
pemeriksaan ulang dengan mengisi ulang lembar PEDS
dengan wawancara atau tanya jawab

1066
Langkah 5: jumlahkan hasil penilaian di lembar penilaian PEDS
Kotak kecil abu-abu menunjukkan perhatian yang
signifikan (berisiko terhadap gangguan perkembangan).
Hitung jumlah pada kotak kecil abu-abu pada kolom di
atas dan tuliskan jumlahnya pada kotak besar abu-abu di
bawahnya
Kotak kecil putih menunjukkan perhatian yang tidak
signifikan, tidak menunjukkan kemungkinan kelainan.
Hitung jumlah kotak putih kecil yang ditandai kemudian
tuliskan jumlahnya pada kotak besar putih pada dasar
lembar tersebut
Langkah 6: tentukan langkah yang sesuai seperti pada lembar
interpretasi PEDS
Nilai PEDS yang ada pada formulir menunjukkan satu di
antara lima bentuk penafsiran (interpretasi). Cara-cara ini
merupakan langkah yang paling akurat dalam menjawab
setiap bentuk hasil PEDS
Langkah 7: lengkapi lembar penilaian
Di sebelah kanan dari lembar penilaian PEDS terdapat
kolom untuk menulis keputusan spesifik, rujukan, hasil
tes skrining tambahan, topik konseling, rencana selanjut-
nya dan lain-lain. Lembar ini dapat digunakan untuk
memantau anak tersebut

1067
Tabel 260 Parents’ Evaluation Developmental Status
Jika Ada, Tandai Kotak
Jenis Kelainan Jenis Respons dalam Kolom Sesuai Usia
pada Lembar Penilaian
PEDS dalam:
Global/kognitif Tampak terbelakang, tidak dapat mengerjakan sesuatu yang dapat Nomor 1
dilakukan oleh anak lain, lamban, imatur, kemampuan belajar lambat,
perlu waktu lama untuk mempelajari sesuatu, kesulitan dalam
mempelajari/mengerjakan sesuatu
Artikulasi dan Tidak dapat berbicara normal, menggunakan kalimat-kalimat pendek, Nomor 2
bahasa ekspresif tidak selallu dapat mengatakan apa yang dimaksud, kadang-kadang tidak
masuk akal, tidak dapat berbicara secara terencana, tidak ada yang
1068

mengerti perkataannya kecuali saya


Bahasa reseptif Tidak mengerti apa yang Anda katakan, tidak mendengarkan dengan baik Nomor 3
Motorik halus Tidak dapat membuat garis lurus, tidak dapat menulis nama, tidak dapat Nomor 4
menggambar suatu bentuk, tidak benar dalam memegang pensil, belum
dapat makan menggunakan sendok atau makan berantakan
Motorik kasar Canggung, berjalan aneh, belum dapat naik sepeda, sering terjatuh, Nomor 5
pincang, kurang keseimbangan, tidak menyukai sepakbola
Perilaku Keras kepala, over aktif, gangguan pemusatan perhatian, manja, Nomor 6
menjengkelkan, hanya melakukan apa yang dia mau
Emosi sosial Senang menyendiri, cengeng, tidak menyukai perubahan, pemarah, Nomor 7
mudah frustasi, pemalu, ingin menang sendiri, perasaan mudah berubah
Kemandirian Tidak mau melakukan sesuatu sendiri, tidak memberitahu jika basah, Nomor 8
belum bisa latihan kebersihan, masih minum susu botol, tidak dapat
berpakaian sendiri
Sekolah Tidak bisa menulis nama (nilai sama seperti motorik halus), tidak tahu Nomor 9
warna atau angka, tidak mau belajar membaca, tidak dapat mengingat
huruf, kadang-kadang tidak dapat mengeja kata-kata
Lain-lain Infeksi telinga, asma, kecil untuk anak seusianya, sering sakit, Nomor 10
pendengaran kurang baik, penglihatan kurang baik
Tidak ada Anak normal, perkembangan normal Jika tidak ada kelainan,
1069

kelainan kotak dikosongkan


kemudian ikuti langkah 4
1070
1071
1072
1.3 Kuesioner deteksi dini masalah mental emosional
Tujuan
Untuk mendeteksi secara dini masalah mental emosional pada
anak usia 3–6 th
Dilakukan setiap 6 bl
Cara melakukan
1. Tanyakan satu per satu dengan lambat, jelas, dan nyaring
perilaku yang tertulis pada daftar perilaku anak kepada
orangtua atau pengasuh anak
2. Catat jawaban berupa ”Ya“ atau ”Tidak“
3. Catat jumlah jawaban ”Ya“
Interpretasi
Bila orangtua memberikan ≥1 jawaban “Ya”, anak kemungkin-
an mengalami masalah mental emosional
Intervensi
1. Bila masalah mental emosional yang ditemukan hanya 1
(satu):
Lakukan konseling kepada orangtua menggunakan
dengan Buku Pedoman Pola Asuh yang Mendukung
Perkembangan Anak
Lakukan evaluasi sesudah 3 bl. Bila tidak ada perubahan,
rujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas kesehatan
jiwa/tumbuh kembang anak
2. Bila masalah mental emosional yang ditemukan ≥2:
Rujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas kesehatan
jiwa/tumbuh kembang anak
3. Rujukan harus disertai informasi mengenai jumlah dan
masalah mental emosional yang ditemukan
Berikut 12 pertanyaan yang dapat membantu mengenali
problem mental emosional anak usia 3–6 th

Tabel 261 Daftar Pertanyaan untuk Deteksi Dini Masalah Mental


Emosional
No Pertanyaan Ya Tidak
1. Apakah anak Anda sering kali terlihat marah
tanpa sebab yang jelas? (seperti banyak
menangis, mudah tersinggung, atau bereaksi
berlebihan terhadap hal-hal yang sudah biasa
dihadapinya)
2. Apakah anak Anda tampak menghindar dari
teman-teman atau anggota keluarganya? (seperti
ingin merasa sendirian, menyendiri atau merasa
sedih sepanjang waktu, kehilangan minat
terhadap hal-hal yang biasa sangat dinikmati)

1073
3. Apakah anak Anda terlihat berperilaku merusak
dan menentang terhadap lingkungan di
sekitarnya? (seperti melanggar peraturan yang
ada, mencuri, sering kali melakukan perbuatan
yang berbahaya bagi dirinya, atau menyiksa
binatang atau anak lainnya)
dan tampak tidak perduli dengan nasihat yang
sudah diberikan kepadanya?
4. Apakah anak Anda memperlihatkan perasaan
ketakutan atau kecemasan berlebihan yang tidak
dapat dijelaskan asalnya dan tidak sebanding
dengan anak lain seusianya?
5. Apakah anak Anda mengalami keterbatasan oleh
karena konsentrasi yang buruk atau mudah
teralih perhatiannya, sehingga mengalami
penurunan dalam aktivitas sehari-hari atau
prestasi belajarnya?
6. Apakah anak Anda menunjukkan perilaku
kebingungan sehingga mengalami kesulitan
dalam berkomunikasi dan membuat keputusan?
7. Apakah anak Anda menunjukkan perubahan pola
tidur? (seperti sulit tidur sepanjang waktu,
terjaga sepanjang hari, sering terbangun di waktu
tidur malam karena mimpi buruk, mengigau)
8. Apakah anak Anda mengalami perubahan pola
makan? (seperti kehilangan nafsu makan, makan
berlebihan atau tidak mau makan sama sekali)
9. Apakah anak Anda sering kali mengeluh sakit
kepala, sakit perut atau keluhan fisik lainnya?
10. Apakah anak Anda sering kali mengeluh putus
asa atau berkeinginan untuk mengakhiri
hidupnya?
11. Apakah anak Anda menunjukkan kemunduran
perilaku atau kemampuan yang sudah
dimilikinya? (seperti mengompol kembali,
menghisap jempol, atau tidak mau berpisah
dengan orangtua/pengasuhnya)
12. Apakah anak Anda melakukan perbuatan yang
berulang-ulang tanpa alasan yang jelas?

1.4 Ceklis deteksi dini autis (checklist for autism in toddlers/


CHAT)
Tujuan
Untuk mendeteksi secara dini autis pada usia 18–36 bl

1074
Waktu
Pemeriksaan dilakukan bila ada keluhan dari ibu/pengasuh
atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, BKB,
petugas PADU, pengelola TPA dan guru TK, karena terdapat ≥1
keadaan di bawah ini:
Keterlambatan berbicara
Gangguan komunikasi/interaksi sosial
Perilaku yang berulang-ulang
Cara melakukan
Ceklis CHAT ada 2 jenis, yaitu:
1. Sembilan pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak
Pertanyaan diajukan secara berurutan, satu per satu.
Jelaskan kepada orangtua untuk tidak ragu-ragu atau takut
menjawab
2. Lima perintah bagi anak, untuk melaksanakan tugas seperti
yang tertulis dalam CHAT
3. Catat jawaban orangtua dan hasil pengamatan kemampuan
anak ketika melaksanakan tugas, dengan jawaban
“Ya”/”Tidak”
4. Teliti kembali apakah semua pertanyaan sudah dijawab
Interpretasi
1. Risiko tinggi menderita autis bila jawaban “Tidak” pada
pertanyaan A5, A7, B2, B3, dan B4
2. Risiko rendah menderita autis bila jawaban ”Tidak” pada
pertanyaan A7 dan B4
3. Kemungkinan gangguan perkembangan lain bila jawaban
”Tidak” jumlahnya ≥3 untuk pertanyaan A1–A4; A6; A8–
A9; B1; B5
4. Anak dalam batas normal bila tidak termasuk dalam
kategori 1, 2, dan 3
Tabel 262 Ceklis Deteksi Dini Autis (Checklist for Autism in
Toddlers/CHAT) untuk Anak Usia 18–36 Bulan
A. Alo Anamnesis Ya Tidak
1. Apakah anak senang diayun-ayun atau diguncang-
guncang naik turun (bounched) di paha anda?
2. Apakah anak tertarik (memperhatikan) anak lain?
3. Apakah anak suka memanjat-manjat benda seperti
memanjat tangga?
4. Apakah anak suka bermain ”ciluk ba”, ”petak
umpet”?
5. Apakah anak pernah bermain seolah-olah
membuat secangkir teh menggunakan mainan
berbentuk cangkir dan teko, atau permainan lain?
6. Apakah anak pernah menunjuk atau meminta
sesuatu dengan menunjukkan jari?
1075
7. Apakah anak pernah menggunakan jari untuk
menunjuk ke sesuatu agar anda melihat ke sana?
8. Apakah anak dapat bermain dengan mainan yang
kecil (mobil atau kubus)?
9. Apakah anak pernah memberikan suatu benda
untuk menunjukkan sesuatu?
B. Pengamatan Ya Tidak
1. Selama pemeriksaan apakah anak menatap
(kontak mata) dengan pemeriksa?
2. Usahakan menarik perhatian anak, kemudian
pemeriksa menunjuk sesuatu di ruangan
pemeriksaan sambil mengatakan: ” Lihat itu ada
bola (atau mainan lain)”!
Perhatikan mata anak, apakah ia melihat ke benda
yang ditunjuk, bukan melihat tangan pemeriksa?
3. Usahakan menarik perhatian anak, berikan mainan
gelas/cangkir dan teko. Katakan pada anak:
”Buatkan secangkir susu buat mama”!
4. Tanyakan pada anak: ”Tunjukkan mana gelas”!
(gelas dapat diganti dengan nama benda lain yang
dikenal anak dan ada disekitar kita). Apakah anak
menunjukkan benda tersebut dengan jarinya?
Atau sambil menatap wajah Anda ketika menunjuk
ke suatu benda?
5. Dapatkah anak Anda menumpuk kubus/balok
menjadi suatu menara?
Sumber: American Academy or Pediatrics. Pediatrics. 2001;107

1.5 Kuesioner deteksi dini gangguan pemusatan perhatian dan


hiperaktivitas (GPPH)
Tujuan
Mendeteksi secara dini anak dengan gangguan pemusatan
perhatian dan hiperaktif (GPPH) pada anak usia ≥3 th oleh
tenaga kesehatan
Waktu
Pemeriksaan dilakukan bila ada keluhan dari ibu/pengasuh
atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, BKB,
petugas PADU, pengelola TPA dan guru TK, karena anak tidak
bisa duduk tenang, selalu bergerak
Cara melakukan
1. Kuesioner terdiri atas 10 pertanyaan yang ditanyakan kepada
ibu/pengasuh anak/guru dan diamati oleh pemeriksa
2. Pertanyaan atau pengamatan dilakukan secara berurutan,
satu per satu. Jelaskan kepada orangtua untuk tidak ragu-
ragu atau takut menjawab

1076
3. Keadaan yang ditanyakan atau diamati terdapat di mana
saja (di rumah, sekolah, pasar, toko, dll.); kapan saja,
dengan siapa saja
4. Catat jawaban dan hasil pengamatan perilaku anak selama
dilakukan pemeriksaan
5. Jawaban dicatat dan diberi nilai sebagai berikut:
Tidak pernah, nilai 0
Kadang-kadang, nilai 1
Sering, nilai 2
Selalu, nilai 3
6. Teliti kembali apakah semua pertanyaan sudah dijawab
Interpretasi
Anak kemungkinan dengan GPPH bila jumlah nilai total ≥13

Tabel 263 Formulir Deteksi Dini Anak Gangguan Pemusatan


Perhatian dan Hiperaktivitas (Abbreviated Conners
Ratting Scale)
Kegiatan yang diamati 0 1 2 3
1. Tidak kenal lelah, atau aktivitas yang berlebihan
2. Mudah menjadi gembira, impulsif
3. Mengganggu anak-anak lain
4. Gagal menyelesaikan kegiatan yang sudah
dimulai, rentang perhatian pendek
5. Menggerak-gerakkan anggota badan atau kepala
secara terus-menerus
6. Kurang perhatian, mudah teralihkan
7. Permintaannya harus segera dipenuhi, mudah
menjadi frustrasi
8. Sering dan mudah menangis
9. Suasana hatinya mudah berubah dengan cepat
dan drastis
10. Ledakkan kekesalan, tingkah laku eksplosif dan
tak terduga
JUMLAH
NILAI TOTAL:

2. Tahap Skrining
2.1 Denver developmental screening test II (DDST II)
Deteksi dini penyimpangan perkembangan anak usia <6 th,
berisi 125 gugus tugas yang disusun dalam formulir menjadi 4
sektor untuk menjaring fungsi berikut:
1. Personal social (sosial personal)
Penyesuaian diri dengan masyarakat dan perhatian
terhadap kebutuhan perorangan
1077
2. Fine motor adaptive (motor halus adaptif)
Koordinasi mata tangan, memainkan, menggunakan
benda-benda kecil
3. Language (bahasa)
Mendengar, mengerti dan menggunakan bahasa
4. Gross motor (motor kasar)
Duduk, jalan, melompat dan gerakan umum otot besar
Bahan yang diperlukan
Benang
Kismis
Kerincingan dengan gagang yang kecil
Balok-balok berwarna luas 10 inci
Botol kaca kecil dengan lubang ⅝ inci
Bel kecil
Bola tenis
Pensil merah
Boneka kecil dengan botol susu
Cangkir plastik dengan gagang/pegangan
Kertas-kertas kosong
Pencatatan hasil
1. Koreksi faktor prematuritas
Tarik garis usia dari garis atas ke datar dan cantumkan
tanggal pemeriksaan pada ujung atas garis usia
2. Semua uji coba dilakukan untuk tiap sektor dimulai
dengan uji coba yang terletak di sebelah kiri garis usia,
kemudian dilanjutkan sampai ke kanan garis usia
3. Pada tiap sektor dilakukan min. 3 uji coba yang paling
dekat di sebelah kiri garis usia serta tiap uji coba yang
ditembus garis usia
4. Bila anak tidak mampu melakukan salah satu uji coba
pada langkah 3 (“gagal”; “menolak”; “tidak ada kesem-
patan”) → lakukan uji coba tambahan ke sebelah kiri
pada sektor yang sama sampai anak dapat “lewat” 3 uji
coba
Skor Penilaian
Skor dari tiap uji coba ditulis pada kotak segi empat
Uji coba dekat tanda garis 50%
P: pass/lewat. Anak melakukan uji coba dengan baik,
atau ibu/pengasuh anak memberi laporan (tepat/
dapat dipercaya bahwa anak dapat melakukannya)
F: fail/gagal. Anak tidak dapat melakukan uji coba
dengan baik atau ibu/pengasuh anak memberi
laporan (tepat) bahwa anak tidak dapat
melakukannya dengan baik
No: no opportunity/tidak ada kesempatan. Anak tidak
mempunyai kesempatan untuk melakukan uji coba
karena ada hambatan. Skor ini hanya boleh dipakai
pada uji coba dengan tanda R

1078
R: refusal/menolak. Anak menolak untuk melakukan uji
coba. Penolakan dapat dikurangi dengan mengata-
kan kepada anak “apa yang harus dilakukan”, jika
tidak menanyakan kepada anak apakah dapat mela-
kukannya (uji coba yang dilaporkan oleh ibu/
pengasuh anak tidak diskor sebagai penolakan)
Interpretasi penilaian individual
1. Lebih (advanced)
Bilamana seorang anak lewat pada uji coba yang
terletak di kanan garis usia, dinyatakan perkembang-
an anak lebih pada uji coba tsb.
2. Normal
Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan uji
coba di sebelah kanan garis usia
3. Caution/peringatan
Bila seorang anak gagal atau menolak uji coba, garis
usia terletak pada atau antara persentil 75 dan 90
skornya
4. Delayed/keterlambatan
Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan uji
coba yang terletak lengkap di sebelah kiri garis usia
5. Opportunity/tidak ada kesempatan ujicoba yang dila-
porkan orang tua
Interprestasi DDST II
Normal
Bila tidak ada keterlambatan dan atau paling banyak
satu caution
Lakukan ulangan pada kontrol berikutnya
Suspek
Bila didapatkan ≥2 caution dan atau ≥1 keterlambatan
Lakukan uji ulang dalam 1–2 mgg untuk menghilang-
kan faktor sesaat seperti rasa takut, keadaan sakit
atau kelelahan
Tidak dapat diuji
Bila ada skor menolak pada ≥1 uji coba terletak di
sebelah kiri garis usia atau menolak pada >1 uji coba
yang ditembus garis usia pada daerah 75–90%
Uji ulang dalam 1–2 mgg
Bila ulangan hasil uji coba didapatkan suspek atau tidak
dapat diuji, maka dipikirkan untuk dirujuk (referal
consideration)

2.2 Bayley infant neurodevelopmental screener (BINS)


Untuk mengidentifikasi bayi berusia 3–24 bl yang mengalami
keterlambatan tumbuh kembang atau mengalami gangguan
neurologis
Aspek perkembangan yang diuji oleh BINS meliputi: 1) fungsi
neurologis dasar → mengukur kelengkapan perkembangan

1079
SSP; 2) fungsi penerimaan (reseptif); 3) fungsi ekspresif; dan 4)
fungsi pengertian (kognitif)
Dalam format pencatatan, hasil skor total bayi disesuaikan
dengan distribusi skor yang disesuaikan dengan usia krono-
logis bayi. Setiap usia memiliki titik potong yang terbagi dalam
3 klasifikasi yang mengindikasikan besarnya risiko untuk
terjadi keterlambatan dalam perkembangan atau gangguan
neurologis, yaitu: 1) risiko rendah; 2) risiko sedang; dan 3)
risiko tinggi. Tindak lanjut dari hasil penilaian BINS sebagai
berikut:
Resiko rendah
Dianggap memiliki risiko min. atau tidak memiliki risiko
terjadi hambatan perkembangan. Walaupun demikian,
tetap harus diingat terdapat variabel yang tidak dapat
diukur oleh BINS namun dapat memengaruhi perkembang-
an, misalnya faktor lingkungan
Resiko sedang
Direkomendasikan uji BINS sekitar 3 bl yang akan datang.
Selama itu, orangtua diberi petunjuk untuk memberikan
stimulasi sebagai latihan perkembangan anak. Bila dari
pemeriksaan selanjutnya didapatkan keterlambatan, maka
harus dilakukan pemeriksaan lain untuk mendiagnosis
penyebab keterlambatan perkembangan
Resiko tinggi
Dibutuhkan uji diagnostik lebih lanjut

1080
1081
1082
1083
1084
1085
Diagnostik Perkembangan
Merupakan tindak lanjut dari skrining
Tujuannya untuk menentukan secara tepat tingkat perkembangan
anak dan penyebab terjadinya gangguan tersebut
Pemeriksaaan meliputi anamnesis/riwayat penyakit, pemeriksaan
fisis umum, penglihatan, pendengaran, neurologik, gangguan
metabolik/genetik, gangguan bicara/bahasa, serta gangguan fungsi
perkembangan intelektual/kecerdasan
Integrasi dari hasil penemuan tersebut kemudian ditetapkan untuk
penatalaksanaan, konsultasi dan prognosisnya
1086
PENAPISAN GANGGUAN PERTUMBUHAN LINIER
Penilaian indikator pertumbuhan berdasarkan:
Tinggi/usia (T/U)
Berat/tinggi (B/T) dan atau
Indeks massa tubuh/usia (IMT/U)

Gambar 85 Dugaan Perawakan Pendek (T/U <−2 SD)


Sumber: Vogiatzi dan Copeland 1998

Lengkapi Anamnesis
Riwayat keluarga (perawakan pendek, kelainan pubertas, kelainan
kongenital)
Kapan mulai tampak pendek
Riwayat perinatal
Mulai pubertas
Riwayat konsumsi makan dan obat-obatan
Riwayat menderita sakit
Lengkapi Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan sistem tubuh
Gambaran dismorfik
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan lapang pandang dan funduskopi
Kelenjar tiroid
Auskultasi

1087
Analisis Kurva Pertumbuhan
Reliabilitas pengukuran
Tinggi badan absolut
Kecepatan pertumbuhan
Rasio berat badan terhadap tinggi badan
Periksa Usia Tulang
Metode Greulich dan Pyle: menilai maturasi epifise tangan dan
pergelangan tangan
Periksa darah lengkap atas indikasi
Untuk menilai keseimbangan elektrolit, fungsi hematologi, hati dan
ginjal
Periksa hormonal atas indikasi
Pemeriksaan fungsi tiroid
Kadar T4 dan TSH: untuk skrining hipotiroidisme
Pemeriksaan kadar IGF-1 dan IGFBP-3
Pemeriksaan GH provokatif untuk menilai secara langsung
kapasitas sekresi GH
Pemeriksaan hormon gonadotropin (FSH dan LH)

TIM TUMBUH KEMBANG FK UNPAD/RSHS BANDUNG


Untuk meningkatkan pelayanan tumbuh kembang anak di RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung sudah dibentuk Tim Tumbuh Kembang
FKUP/RSHS Bandung yang beranggotakan berbagai disiplin ilmu yang
ada di lingkungan FKUP/RSHS
Tujuan
1. Mengelola anak yang menderita gangguan tumbuh kembang
secara terpadu
2. Menerima konsultasi masalah tumbuh kembang anak
3. Membuka jalinan komunikasi diantara disiplin ilmu yang terkait

Gambar 86 Bagan Tim Tumbuh Kembang FK Unpad/RSHS Bandung

1088
BEBERAPA GANGGUAN PERKEMBANGAN
YANG SERING TERJADI
Masalah perkembangan yang spesifik
Temper tantrum
Berbohong
Mencuri
Gangguan makanan
Penolakan makan
Pika
Anoreksia nervosa
Bulimia
Gangguan tidur
Gangguan tidur teror
Tidur berjalan
Gangguan proses eliminasi
Enuresis
Enkoporesis
Gangguan perkembangan spesifik
Gangguan ketrampilan akademis (berhitung, menulis, membaca,
bicara)

ENURESIS
Batasan
Keadaan anak buang air kecil di celana yang terjadi di luar
kemauannya tanpa kelainan organik pada usia anak diharapkan
sudah dapat mengontrolnya (4 th)
Etiologi
Trauma psikologis
Diagnosis
Pengeluaran urin pada pakaian atau tempat tidur, tidak sengaja, dan
berulang siang maupun malam hari
Frekuensi min. 2×/mgg dalam waktu 3 bl berturut-turut
Usia kronologis min. 5 th
Tidak disebabkan oleh kelainan organik
Tatalaksana
Memberi hadiah bila tidak ngompol
Membersihkan sprei dan baju yang dikotorinya
Membatasi pemberian cairan sebelum tidur
Sebelum tidur anak harus buang air kecil
Membangunkan anak tengah malam untuk buang air kecil
Melatih anak untuk mengendalikan retensi
Menggunakan alat khusus (alarm)

1089
Medikamentosa: imipramin (naframil): 25 mg/24 jam sebelum waktu
tidur
Psikologi

ENKOPRESIS
Batasan
Pengeluaran feses pada tempat yang tidak semestinya yang terjadi
pada usia anak yang diharapkan sudah dapat mengontrolnya
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis bergantung pada kelainan yang mendasari keadaan
enkopresis ini. Pada kebanyakan kasus terdapat kelainan fungsi
sfingter ani. Mungkin akan ditemukan tanda-tanda retensi fekal.
Enkopresis primer biasanya berhubungan dengan global develop-
mental delay dan enuresis
Terapi
Psikoterapi
Bio feedback training

PEMBERIAN MAKANAN BAYI


Tabel 264 Jadwal Pemberian Makanan Bayi
Usia (bl) Jenis Makanan Jumlah Pemberian Keterangan
0–6 ASI Sesuka bayi
6–7 ASI Sesuka bayi Waktu pemberian
Buah-buahan 1–2 kali sesuai dengan jam
Bubur susu 1–2 kali makan keluarga
7–8 ASI Sesuka bayi s.d.a.
Buah-buahan 2 kali s.d.a.
Bubur susu 2 kali s.d.a.
Bubur saring 1 kali
8–9 ASI Sesuka bayi s.d.a.
Buah-buahan 2 kali s.d.a.
Bubur nasi 1 kali s.d.a.
2 kali
9–12 ASI Sesuka bayi s.d.a.
Buah-buahan 2 kali s.d.a.
Bubur nasi 3 kali
Nasi tim
12–24 ASI
Makanan sesuai pola makanan
keluarga

1090
IMUNISASI
Jadwal Imunisasi
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2013
Imunisasi Rutin
a. Imunisasi dasar
Tabel 265 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar
Usia (Bulan) Jenis
0 Hepatitis B0
1 BCG, Polio 1
2 DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 Campak

Catatan:
Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik, dan Bidan Praktik
Swasta, imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum
dipulangkan
Bayi yang sudah mendapatkan imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1,
DPT-HB-Hib 2, dan DPT-HB-Hib 3, dinyatakan mempunyai
status imunisasi T2
b. Imunisasi lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
melengkapi imunisasi dasar pada bayi yang diberikan kepada
anak batita, anak usia sekolah, dan wanita usia subur (WUS)
termasuk ibu hamil
Imunisasi lanjutan pada WUS salah satunya dilaksanakan pada
waktu melakukan pelayanan antenatal
Tabel 266 Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Anak Bawah Tiga
Tahun
Usia (Bulan) Jenis
18 DPT-HB-Hib
24 Campak

Tabel 267 Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Anak Usia Sekolah


Dasar
Sasaran Imunisasi Waktu Pelaksanaan
Kelas 1 SD Campak Agustus
DT November
Kelas 2 SD Td November
Kelas 3 SD Td November

1091
Catatan:
Batita yang sudah mendapatkan imunisasi lanjutan DPT-HB-
Hib dinyatakan mempunyai status imunisasi T3
Anak usia sekolah dasar yang sudah mendapatkan imunisasi
DT dan Td dinyatakan mempunyai status imunisasi T4 dan T5
Tabel 268 Imunisasi Lanjutan pada Wanita Usia Subur (WUS)
Status Interval Minimal Masa Perlindungan
Imunisasi Pemberian
T1 − −
T2 4 mgg sesudah T1 3 th
T3 4 bl sesudah T2 5 th
T4 1 th sesudah T3 10 th
T5 1 th sesudah T4 >25 th

Catatan:
Sebelum imunisasi, dilakukan penentuan status imunisasi T
(screening) terlebih dahulu, terutama pada saat pelayanan
antenatal
Pemberian imunisasi TT tidak perlu diberikan, apabila
pemberian imunisasi TT sudah lengkap (status T5) yang harus
dibuktikan dengan Buku Kesehatan Ibu dan Anak, rekam
medis, dan atau kohort

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Tahun 2014


Jadwal imunisasi anak usia 0–18 tahun rekomendasi Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI) tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 87
berikut ini

1092
1093

Gambar 87 Jadwal Imunisasi Anak Usia 0–18


18 Tahun Rekomendasi IDAI Tahun 2014
Keterangan:
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januari 2014
Vaksin Hepatitis B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam
sesudah lahir dan didahului pemberian injeksi vitamin K1. Bayi
lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatitis B dan
imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas yang
berbeda. Vaksinasi hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan
vaksin hepatitis B monovalen atau vaksin kombinasi
Vaksin Polio. Pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin
polio oral (OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3,
dan polio booster dapat diberikan vaksin OPV atau IPV, namun
sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV
Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bl,
optimal usia 2 bl. Apabila diberikan sesudah usia 3 bl, perlu
dilakukan uji tuberkulin
Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada
usia 6 mgg. Dapat diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau
kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak usia lebih dari 7 th
DTP yang diberikan harus vaksin Td, di-booster setiap 10 th
Vaksin Campak. Campak diberikan pada usia 9 bl, 2 th, dan
pada SD kelas 1 (program BIAS)
Vaksin Pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7–12
bl, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bl; pada usia lebih
dari 1 th diberikan 1 kali. Keduanya perlu dosis ulangan 1 kali
pada usia lebih dari 12 bl atau minimal 2 bl sesudah dosis
terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV diberikan cukup
satu kali
Vaksin Rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali,
vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus
monovalen dosis I diberikan usia 6–14 mgg, dosis ke-2
diberikan dengan interval minimal 4 mgg. Sebaiknya vaksin
rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum usia 16 mgg
dan tidak melampaui usia 24 mgg. Vaksin rotavirus
pentavalen: dosis ke-1 diberikan usia 6–14 mgg, interval dosis
ke-2 dan ke-3 4–10 mgg, dosis ke-3 diberikan pada usia kurang
dari 32 mgg (interval minimal 4 mgg)
Vaksin Varisela. Vaksin varisela dapat diberikan sesudah usia 12
bl, namun terbaik pada usia sebelum masuk sekolah dasar.
Bila diberikan pada usia lebih dari 12 th, perlu 2 dosis dengan
interval minimal 4 mgg
Vaksin Influenza. Vaksin influenza diberikan pada usia minimal
6 bl, diulang setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali
(primary immunization) pada anak usia kurang dari 9 th diberi
dua kali dengan interval minimal 4 mgg. Untuk anak 6–<36 bl,
dosis 0,25 mL
Vaksin Human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat
diberikan mulai usia 10 th. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga
kali dengan interval 0, 1, 6 bl; vaksin HPV tetravalen dengan
interval 0, 2, 6 bl

1094
Tabel 269 Imunisasi Hepatitis B untuk Anak yang Sudah Terpapar
Penderita Hepatitis B
Sumber HBIG Vaksin
Penularan Dosis Keterangan Jumlah Keterangan
Perinatal 0,5 mL i.m. Dalam 12 3× Dalam 7 hr, 1 dan
jam 6 bl
Kontak 0,5 mL i.m. Segera 3× 0,1 dan 6 bl
dengan 3× Periksa darah,
penderita kemudian
(ibu, ayah, imunisasi sda
dll.)

Tabel 270 Jadwal Imunisasi Bila Imunisasi Terlambat


Kunjungan Usia <7 th Usia ≥7 th Keterangan
Kunjungan BCG (PPD-) BCG (PPD-) Dosis 0,05 mL (≤1 th),
pertama 0,1 mL (>1 th ), i.k.
DTP Td I Dosis 0,5 mL, i.m.
HB I HB I Dosis 2 tetes, p.o.
POLIO I POLIO I Dosis sesuai pabrik
1 bl Campak atau Campak atau Dosis 0,5 ml, s.k.
kemudian MMR MMR
2 bl DTP II Td II s.d.a.
kemudian POLIO II POLIO II
HB II HB II
4 bl DTP III s.d.a.
kemudian POLIO III
5 bl POLIO IV s.d.a.
kemudian
8–14 bl HB III Td III s.d.a.
kemudian POLIO III
HB III
10–16 bl DTP ulang s.d.a.
kemudian POLIO ulang
Booster Td tiap 10 th Td tiap 10 th s.d.a.
Keterangan:
Vaksin polio oral tidak diberikan pada anak ≥18 th. Jika kemungkinan terjadi
kontak → gunakan vaksin polio inaktif (IPV)

1095
Tabel 271 Program Imunisasi di UKS
Kunjungan Imunisasi Keterangan
Kelas I DT 2× dengan interval 1 bl, bila belum
mendapat imunisasi dasar DPT
1× bila sudah mendapat imunisasi dasar,
dosis 0,5 mL i.m.
Kelas VI TT s.d.a.
wanita Dosis 0,5 mL i.m.

Kontraindikasi Imunisasi
Sakit sedang sampai berat dengan atau tanpa demam merupa-kan
kontraindikasi imunisasi DTP
Penderita imunodefisiensi dan imunosupresif merupakan
kontraindikasi, kecuali dalam keadaan tertentu (lihat hal-hal khusus)
Pemakaian kortikosteroid topikal jangka lama dan anak sehat yang
diobati dengan kortikosteroid dosis biasa selama >2 mgg atau dosis
tinggi (dosis >2 mg/kgBB atau 20 mg/hr) merupakan kontraindikasi
pemberian vaksin virus hidup
Keadaan yang Bukan Merupakan Kontraindikasi
Sakit akut yang ringan dengan atau tanpa panas atau mencret yang
ringan
Baru mendapat antibiotik atau pada fase konvalesens
Terjadi reaksi pada suntikan DTP sebelumnya yang berupa rasa sakit,
kemerahan atau pembengkakan pada tempat suntikan atau panas
tinggi
Prematuritas (pemberian imunisasi pada bayi prematur sama seperti
pada bayi normal)
Baru terpapar infeksi
Satu-satunya virus vaksin yang dapat diisolasi dari ASI adalah virus
vaksin rubela, tetapi terbukti tidak berbahaya buat bayi
Riwayat alergi yang tidak spesifik
Alergi penisilin atau antibiotik lainnya kecuali reaksi anafilaktik
terhadap neomisin dan streptomisin
Alergi daging bebek
Riwayat kejang dalam keluarga terutama untuk vaksin pertusis
Riwayat sudden infant death di keluarga, misalnya untuk vaksin DTP
Riwayat kejadian efek samping di keluarga sesudah imunisasi
Malnutrisi
Imunisasi pada Keadaan Khusus
Penderita HIV
Pemberian vaksin OPV, campak, MMR, dan BCG merupakan
kontraindikasi
Pemberian vaksin DTP, influenza, H. influenzae, IPV, dan
pneumokokus dapat diberikan
Vaksin morbili usia 12–15 bl bisa diberikan jika:
Risiko terpapar tinggi
Terjadi kejadian luar biasa

1096
Di daerah insidensi TBC tinggi, WHO merekomendasikan pemberian
BCG pada kasus HIV asimtomatik
Kontak serumah dengan penderita klinis HIV tidak boleh mendapat
OPV, dianjurkan IPV
Anak tanpa manifestasi HIV, boleh diberikan imunisasi rutin
Bayi prematur
Diberikan imunisasi sesuai usia kronologis
Dosis tidak perlu dikurangi

1097
REMAJA

Batasan
World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja sebagai
suatu periode kehidupan usia 10–19 tahun, yang sedang mengalami
perubahan karakteristik fisik, sosial, dan emosi yang signifikan

Gambaran Umum
Di Indonesia, kelompok remaja, yaitu penduduk dalam rentang usia
10–19 tahun, memiliki proporsi kurang lebih ⅕ dari jumlah seluruh
penduduk. Hal ini sesuai dengan proporsi remaja di dunia yaitu
jumlah remaja diperkirakan 1,2 miliar atau sekitar ⅕ dari jumlah
penduduk dunia

Tahap Perkembangan Remaja


Masa remaja awal/dini (early adolescent): usia 10–13 tahun
Peningkatan cepat pertumbuhan dan pematangan fisik
Masa puber, hubungan dengan teman, pemikiran konkret
Memerhatikan tahapan fisik dan seksual
Rasa tanggung jawab, interaksi verbal dan visual

Masa remaja tengah (middle adolescent): usia 14–16 tahun


Hampir lengkap pertumbuhan pubertasnya, muncul dorongan
seks
Berpikir abstrak
Timbul keterampilan berpikir yang baru, peningkatan pengenalan
terhadap kedatangan masa dewasa, serta keinginan untuk
memapankan jarak emosional dan psikologis dengan orangtua
Menarik lawan jenis, kebebasan bertambah

Masa remaja lanjut (late adolescent): usia 17–19 tahun


Kematangan fisik, saling berbagi rasa, idealis
Persiapan untuk peran orang dewasa, termasuk klarifikasi tujuan
pekerjaan dan internalisasi suatu sistem nilai pribadi
Hubungan individual lebih terbuka
Memahami tanggung jawab, tujuan hidup, dan kesehatan

Permasalahan Remaja
Di negara berkembang permasalahan kesehatan remaja yang menonjol
menurut WHO adalah:
Kesehatan mental dan emosional
Rokok
Minum minuman beralkohol
Penyalahgunaan obat-obatan terlarang
Kesehatan reproduksi

1098
1099
Alat Skrining Permasalahan pada Remaja
Teknik wawancara HEEADSSS
HEEADSSS merupakan akronim yang digunakan untuk memu-
dahkan petugas kesehatan mengingat hal-hal penting yang perlu
dieksplorasi saat melakukan wawancara. Teknik ini membuat
wawancara menjadi mudah dan teratur dalam mendeteksi
perilaku berisiko pada remaja
Berikut akronim dari HEEADSSS:
H Home: rumah atau keluarga
E Education/employment: sekolah atau pekerjaan
E Eating: masalah makan atau berat badan
A Activities: aktifitas dalam dan luar rumah, termasuk hobi
D Drugs: obat-obatan termasuk NAPZA dan alkohol
S Sexuality : Seksualitas dan perilaku seksual
S Suicide/depression: depresi dan bunuh diri
S Safety: Keamanan lingkungan
Akronim ini perlu diingat, agar saat melakukan wawancara, tidak
perlu selalu melihat kertas catatan
Jika saat wawancara terdeteksi terdapat risiko, maka jawaban yang
diberikan remaja perlu ditelusuri lebih lanjut, dengan
menggunakan kalimat tanya terbuka, “mengapa....“ atau
“ceritakan lebih lanjut mengenai hal itu”

Tabel 272 Checklist Wawancara HEEADSSS


Tidak Dilakukan
No. Kegiatan Cukup Tidak Komentar
Dilakukan
Sesuai Cukup
1 Perkenalan dengan remaja
2 Menjamin kerahasiaan
3 Wawancara ‘Home’
4 Wawancara ‘Education/
Employment’
5 Wawancara ‘Eating’
6 Wawancara ‘Activities’
7 Wawancara ‘Drugs’
8 Wawancara ‘Sexuality’
9 Wawancara ‘Suicide/
Depression’
10 Wawancara ‘Safety’
11 Mencari faktor-faktor
positif yang ada pada
remaja
12 Menanyakan adakah
masalah lain yang ingin
dikemukakan
13 Bersikap empati
14 Mendiskusikan hasil
wawancara dengan remaja

1100
The strengths and difficulties questionnaire (SDQ)/kuesioner kekuatan
dan kesulitan
Dapat digunakan untuk anak dan remaja hingga usia 17 th
Terdiri atas 25 pertanyaan
Digunakan untuk mendeteksi masalah psikososial pada anak
hingga remaja
Penggunaan cukup singkat, sekitar 10 mnt
Sensitivitas dan spesifisitas 63–94% dan 88–98%
Dapat diisi oleh orangtua sendiri atau dengan bimbingan
Digunakan untuk mengukur perubahan perilaku dan pemantauan
terapi
Bagian pertama terdiri atas 20 pertanyaan, bagian kedua 120
pertanyaan mengenai masalah perilaku atau emosi 6 bl terakhir

Tabel 273 Kuesioner Kekuatan dan Kesulitan pada Anak (Usia 11–17
Tahun)
Untuk setiap pernyataan, beri tanda √ pada kotak Tidak Benar, Agak
Benar, atau Benar. Akan sangat membantu kami apabila kamu mau
menjawab semua pernyataan sebaik mungkin meskipun kamu tidak yakin
benar. Berikan jawabanmu menurut bagaimana segala sesuatu telah
terjadi pada dirimu selama enam bulan terakhir.
Nama : .................................................... Laki-laki/Perempuan
Tanggal lahir/usia : .................................................... (…… tahun)
Tanggal : …………………………………
Skor Skor
No. Pertanyaan Tidak Agak Benar Anak
Benar Benar
1 Saya berusaha bersikap baik kepada orang lain.
Saya peduli dengan perasaan mereka
2 Saya gelisah, saya tidak dapat diam untuk
waktu lama
3 Saya sering sakit kepala, sakit perut, atau
macam-macam sakit lainnya
4 Kalau saya memiliki mainan, CD, atau
makanan, saya biasanya berbagi dengan orang
lain
5 Saya menjadi sangat marah dan sering tidak
dapat mengendalikan kemarahan saya
6 Saya lebih suka sendirian daripada bersama
dengan orang-orang yang seusia saya
7 Saya biasanya melakukan apa yang
diperintahkan orang lain
8 Saya banyak merasa cemas atau khawatir
terhadap apa pun
9 Saya selalu siap menolong jika ada orang yang
terluka, kecewa, atau merasa sakit
10 Bila sedang gelisah atau cemas, badan saya
sering bergerak-gerak tanpa saya sadari

1101
11 Saya mempunyai satu orang teman baik atau
lebih
12 Saya sering bertengkar dengan orang lain. Saya
dapat memaksa orang lain melakukan apa
yang saya inginkan
13 Saya sering merasa tidak bahagia, sedih, atau
menangis
14 Orang lain seusia saya pada umumnya
menyukai saya
15 Perhatian saya mudah teralihkan, saya sulit
memusatkan perhatian pada apa pun
16 Saya merasa gugup dalam situasi baru, saya
mudah kehilangan rasa percaya diri
17 Saya bersikap baik terhadap anak-anak yang
lebih muda dari saya
18 Saya sering dituduh berbohong atau berbuat
curang
19 Saya sering diganggu atau dipermainkan oleh
anak-anak atau remaja lainnya
20 Saya sering menawarkan diri untuk membantu
orang lain (orang tua, guru, anak-anak)
21 Sebelum melakukan sesuatu saya berpikir
dahulu tentang akibatnya
22 Saya mengambil barang yang bukan milik saya
dari rumah, sekolah, atau dari mana saja
23 Saya lebih mudah berteman dengan orang
dewasa daripada dengan orang-orang yang
seusia saya
24 Banyak yang saya takuti, saya mudah menjadi
takut
25 Saya menyelesaikan pekerjaan yang sedang
saya lakukan. Saya mempunyai perhatian yang
baik terhadap apa pun

Tabel 274 Panduan Pemberian Skor Kuesioner Kekuatan dan


Kesulitan pada Anak (Usia 11–17 tahun)
Skor Skor
No. Pertanyaan Kode Tidak Agak
Benar Anak
Benar Benar
1 Saya berusaha bersikap baik kepada Pr -1 0 1 2
orang lain. Saya peduli dengan
perasaan mereka
2 Saya gelisah, saya tidak dapat diam H-1 0 1 2
untuk waktu lama
3 Saya sering sakit kepala, sakit perut, E-1 0 1 2
atau macam-macam sakit lainnya
4 Kalau saya memiliki mainan, CD, atau Pr-2 0 1 2
makanan, saya biasanya berbagi
dengan orang lain

1102
5 Saya menjadi sangat marah dan sering C-1 0 1 2
tidak dapat mengendalikan kemarahan
saya
6 Saya lebih suka sendirian daripada P-1 0 1 2
bersama dengan orang-orang yang
seusia saya
7 Saya biasanya melakukan apa yang C-2 2 1 0
diperintahkan oleh orang lain
8 Saya banyak merasa cemas atau E-2 0 1 2
khawatir terhadap apa pun
9 Saya selalu siap menolong jika ada Pr-3 0 1 2
orang yang terluka, kecewa, atau
merasa sakit
10 Bila sedang gelisah atau cemas, badan H-2 0 1 2
saya sering bergerak-gerak tanpa saya
sadari
11 Saya mempunyai satu orang teman P-2 2 1 0
baik atau lebih
12 Saya sering bertengkar dengan orang C-3 0 1 2
lain. Saya dapat memaksa orang lain
melakukan apa yang saya inginkan
13 Saya sering merasa tidak bahagia, E-3 0 1 2
sedih, atau menangis
14 Orang lain seusia saya pada umumnya P-3 2 1 0
menyukai saya
15 Perhatian saya mudah teralihkan, saya H-3 0 1 2
sulit memusatkan perhatian pada apa
pun
16 Saya merasa gugup dalam situasi baru, E-4 0 1 2
saya mudah kehilangan rasa percaya
diri
17 Saya bersikap baik terhadap anak-anak Pr-4 0 1 2
yang lebih muda dari saya
18 Saya sering dituduh berbohong atau C-4 0 1 2
berbuat curang
19 Saya sering diganggu atau P-4 0 1 2
dipermainkan oleh anak-anak atau
remaja lainnya
20 Saya sering menawarkan diri untuk Pr-5 0 1 2
membantu orang lain (orang tua, guru,
anak-anak)
21 Sebelum melakukan sesuatu saya H-4 2 1 0
berpikir dahulu tentang akibatnya
22 Saya mengambil barang yang bukan C-5 0 1 2
milik saya dari rumah, sekolah, atau
dari mana saja
23 Saya lebih mudah berteman dengan P-5 0 1 2
orang dewasa daripada dengan orang-
orang yang seusia saya
24 Banyak yang saya takuti, saya mudah E-5 0 1 2
menjadi takut
25 Saya menyelesaikan pekerjaan yang H-5 2 1 0
sedang saya lakukan. Saya mempunyai
perhatian yang baik terhadap apa pun

1103
Tabel 275 Skor berdasarkan Aspek
No. Aspek Pertanyaan Nomor Total
1 Gejala emosional (E) 3+8+13+16+24=
2 Masalah perilaku (C) 5+7+12+18+22=
3 Hiperaktivitas (H) 2+10+15+21+25=
4 Masalah teman 6+11+14+19+23=
sebaya (P)
5 Prososial (Pr) 1+4+9+17+20=
6 Total kesulitan Jumlah semua skor gejala emosional+
masalah perilaku+hiperaktivitas+masalah
teman sebaya (tanpa skor prososial)=
Rentang skor total kesulitan: 0–40

Tabel 276 Interpretasi Skor (Kuesioner yang Diisi oleh Orangtua)


Normal Perbatasan Tidak normal
Skor total kesulitan 0–13 14–16 17–40
Skor gejala emosional 0–3 4 5–10
Skor masalah perilaku 0–2 3 4–10
Skor hiperaktivitas 0–5 6 7–10
Skor masalah teman sebaya 0–2 3 4–10
Skor prososial 6–10 5 0–4

Tabel 277 Interpretasi Skor (Kuesioner yang Diisi oleh Guru)


Normal Perbatasan Tidak normal
Skor total kesulitan 0–11 12–15 16–40
Skor gejala emosional 0–4 5 6–10
Skor masalah perilaku 0–2 3 4–10
Skor hiperaktivitas 0–5 6 7–10
Skor masalah teman sebaya 0–3 4 5–10
Skor prososial 6–10 5 0–4

Tabel 278 Interpretasi Skor (Kuesioner yang Diisi oleh Remaja)


Normal Perbatasan Tidak normal
Skor total kesulitan 0–15 16–19 20–40
Skor gejala emosional 0–5 6 7–10
Skor masalah perilaku 0–3 4 5–10
Skor hiperaktivitas 0–5 6 7–10
Skor masalah teman sebaya 0–3 4–5 6–10
Skor prososial 6–10 5 0–4

Hasil:
Skor total kesulitan =
Skor gejala emosional =
Skor masalah perilaku =
Skor masalah hiperaktivitas =
Skor masalah teman sebaya=
Skor prososial =
Langkah selanjutnya:

1104
Pediatric symptom checklist (PSC)
Alat skrining psikososial untuk mengenali ada masalah emosional
dan perilaku, sehingga intervensi yang sesuai dapat dilakukan
sedini-dininya
Pertama kali dipublikasikan oleh Jellinek dkk. (1988)
Skrining perilaku anak usia 4–16 th
Berisi pertanyaan yang dinilai oleh orangtua, pengasuh, atau guru
sekolah
Untuk remaja usia lebih dari 11 th, kuesioner dapat diisi sendiri
oleh remaja → PSC versi remaja (youth-PSC)
Cara melakukan pemeriksaan PSC-17 versi remaja
PSC-17 versi remaja (Y-PSC-17) terdiri atas 17 pertanyaan
seputar perilaku yang harus dijawab oleh remaja sesuai
penilaian remaja terhadap dirinya sendiri
Tujuh belas pertanyaan tersebut dikelompokkan menjadi 3
subskala perilaku sebagai berikut:
Subskala internalisasi (5 pertanyaan)
Subskala eksternalisasi (7 pertanyaan)
Subskala perhatian (5 pertanyaan)
Tiap pertanyaan dapat dijawab sebagai:
Tidak pernah (nilai 0)
Kadang-kadang (nilai 1)
Selalu (nilai 2)
Jumlahkan nilai masing-masing subskala perilaku tersebut
Jumlahkan nilai dari ketiga subperilaku tersebut menjadi nilai
total
Gangguan perilaku dicurigai bila:
Jumlah nilai internalisasi 5 atau lebih
Jumlah nilai eksternalisasi 7 atau lebih
Jumlah nilai perhatian 7 atau lebih
ATAU
Nilai total internalisasi+eksternalisasi+perhatian 15 atau lebih
Pertanyaan yang tidak dijawab oleh remaja dapat diabaikan
(diberi nilai 0). Demikian juga dengan pertanyaan yang dijawab
dengan lebih dari 1 jawaban, diberi nilai 0. Jika terdapat ≥4
pertanyaan yang tidak dijawab, maka kuesioner dianggap invalid

1105
Tabel 279 Pediatric Symptom Checklist-17
Nama : ...........................................................
Jenis kelamin : L/P
Tanggal lahir : ..... / ..... / .......
Tanggal pemeriksaan : ..... / ..... / .......
Nama pemeriksa : ...........................................................
Mohon diberi tanda (√) pada tempat ___ yang paling sesuai dengan
kondisimu

Subskala Perilaku Tidak Kadang- Sering


Pernah kadang
Internalisasi
1 Merasa sedih, tidak bahagia ___ ___ ___
2 Mudah putus asa ___ ___ ___
3 Cemas, khawatir ___ ___ ___
4 Menyalahkan diri sendiri ___ ___ ___
5 Kurang gembira ___ ___ ___
Nilai Internalisasi ______
Eksternalisasi
1 Berkelahi dengan remaja lain ___ ___ ___
2 Tidak memperhatikan aturan ___ ___ ___
3 Tidak mengerti perasaan teman ___ ___ ___
4 Mengganggu teman ___ ___ ___
5 Menyalahkan orang lain atas ___ ___ ___
kesalahan sendiri
6 Menolak berbagi ___ ___ ___
7 Mengambil barang milik orang ___ ___ ___
lain
Nilai Eksternalisasi ______
Perhatian
1 Gelisah, sulit untuk duduk diam ___ ___ ___
2 Banyak melamun ___ ___ ___
3 Mudah teralih perhatian ___ ___ ___
4 Sulit konsentrasi ___ ___ ___
5 Aktivitas seolah-olah ___ ___ ___
dikendalikan oleh mesin
Nilai Perhatian ______
Nilai Total _________

CRAFFT
CRAFFT merupakan alat skrining kesehatan yang direkomendasikan
oleh American Academy of Pediatrics’ Committee pada Substance
Abuse untuk remaja:
Dikembangkan dari modifikasi pertanyaan-pertanyaan alat
skrining yang lebih panjang
Mengombinasikan pertanyaan serupa
Pengukuran validitas berulang untuk mengetahui pertanyaan
terbaik dalam mengidentifikasi remaja yang yang memerlukan
terapi substance abuse
1106
CRAFFT merupakan akronim dari beberapa pertanyaan, terdiri atas:
C : Car
R : Relax
A : Alone
F : Forget
F : Friends
T : Trouble

Gambar 88 The CRAFFT Screening Questions

1107
Bibliografi
1. 37 persen [diunduh 26 Oktober 2010]. Tersedia dari:
http://www.suarapembaruan.com.
2. Cheng PS. Management of childhood short stature. HK Medical
Diary. 2006 Oct;11(10):21–3.
3. Cohen P, Bright GM, Rogol AD, Kappelgaard AM, Rosenfeld RG.
Effects of dose and gender on the growth and growth factor
response to GH in GH-deficient children: implications for efficacy
and safety. J Clin Endocrinol Metab. 2002 Jan;87(1):90–8.
4. Frasier SD. Short stature in children. Pediatr Rev. 1981 Dec;3(6);
171–9.
5. Grimberg A, Lifshitz F. Worrisome growth. Dalam: Lifshitz F,
penyunting. Pediatric endocrinology. Edisi ke-5. New York:
Informa Health Care; 2007. hlm. 1–50.
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jadwal imunisasi IDAI 2014
[diunduh 12 September 2014]. Tersedia dari: http://idai.or.id/pu
blic-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-idai-2014.html.
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: Kemenkes RI; 2013.
8. Kim HJ, Song H, Shyam A, Heon SS, Unnikrishnan R, Song S.
Skeletal age in idiopathic short stature: an analytical study by the
TW3 method, Greulich and Pyle method. Indian J Orthop. 2010
Jul;44(3):322–6.
9. Narendra MB. Penilaian pertumbuhan dan perkembangan anak.
Dalam: Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Ranuh
IGD, penyunting. Tumbuh kembang anak dan remaja. Jakarta:
Sagung Seto; 2002. hlm. 95–111.
10. Rose SR, Vogiatzi MG, Copeland KC. A general pediatric approach
to evaluating a short child. Pediatr Rev. 2005 Nov;26(11):410–20.
11. Rose SR. Isolated central hypothyroidism in short stature. Pediatr
Res. 1995 Des;38(6):967–73.
12. The Association for Clinical Biochemistry, British Thyroid
Association, British Thyroid Foundation. UK guidelines for the use
of thyroid function tests [diunduh 02 Januari 2010]. Tersedia
dari: http://www.acb.org.uk/docs/TFTguidelinefinal.pdf.
13. Vogiatzi MG, Copeland KC. The short child. Pediatr Rev. 1998
Mar;19(3):92–9.
14. WHO Multicentre Growth Reference Study Group. WHO child
growth standards: length/height-for-age, weight-for-age, weight-
for-length, weight-for-height and body mass index-for-age:
methods and development. Geneva: World Health Organization;
2006.
15. World Health Organization. Training course on child growth
assessment. Version 1-November 2006. Geneva: WHO; 2006.
16. World Health Organization. World health statistics 2009. Geneva:
World Health Organization; 2009.

1108
Herry Garna
Heda Melinda Nataprawira Nilai Normal pada Anak
Pemeriksaan Diatesis Hemoragik
Rumple leede (torniquet test) 2
Negatif <5 petekia/2,5 x 2,5 cm
Waktu perdarahan: 2–5 detik
Waktu pembekuan: 6–11 detik
Recalfication time: <5 detik dari kontrol
Protrombine consumpt time: >40 detik
Sumber: Nelson textbook of pediatrics. 2011

Tabel 280 Nilai Normal Keseimbangan Asam-Basa

Parameter Arteri Vena Vena


Campuran
pH 7,40 7,36 7,36
(rentang) (7,35–7,45) (7,31–7,41) (7,31–7,41)
pO2 (mmHg) 80-100 35–40 30–50
pCO2 (mmHg) Neonatus 27–40 41–51 40–52
Bayi 27–41
Setelah usia bayi
L: 35–48
P: 32–45
Saturasi O2 >95% 60–80% 60–85%
HCO3− (mEq/L) 21–28 22–26 22–29
Basedifference Neonatus (−2)–(+2) (−2)–(+2)
(deficit/excess) (−10)–(−2)
Infant (−7)–(−1)
Child (−4)–(−1)
Setelahnya
(−3)–(+3)
Sumber: Nelson textbook of pediatrics. 2011

Tabel 281 Nilai Normal Darah Rutin

Usia Hb (g/dL) Ht (%) Leukosit 3 MCH MCV


(sel/mm ) (pg) (fL)
0–30 hr 15,0–24,0 44–70 9.100–34.000 33–39 99–115
1–23 bl 10,5–14,0 33–42 6.000–14.000 24–30 72–88
2–9 th 11,5–14,5 33–43 4.000–12.000 25–31 76–90
10–17 th 12,5–16,1 36–47 4.000–10.500 26–32 78–95
(laki-laki)
10–17 th 12,0–15,0 35–45 27–31
(perempuan)
Sumber: Nelson textbook of pediatrics. 2011

1111
Tabel 282 Nilai C-Reactive Protein (CRP) berdasarkan Usia dan Jenis
Kelamin
Usia Nilai Rujukan Laki-laki Nilai Rujukan
(mg/L) Perempuan (mg/L)
0–90 hr 0,8–15,8 0,9–15,8
91 hr –12 bl 0,8–11,2 0,5–7,9
13 bl–3 th 0,8–11,2 0,8–7,9
4–10 th 0,6–7,9 0,5–10,0
11–14 th 0,8–7,6 0,6–8,1
15–18 th 0,4–7,9 0,6–7,9
Sumber: Nelson textbook of pediatrics. 2011

Nilai Normal Urin


Kejernihan: jernih Urobilin: ±/+
Warna: kuning muda Gula: −/+
Berat jenis: 1,015–1,02 Endapan
pH: 5,0–7,3 (pembesaran
Protein: − mikroskopik 400×)
Bilirubin: − Leukosit: 0–5/LPB
Eritrosit: 0–3/LPB
Epitel: 0–1/LPB
Sumber: Nelson textbook of pediatrics. 2011

Tabel 283 Kriteria Napas Cepat WHO


Usia ( bl ) Frekuensi/mnt
<2 ≥60
2–12 ≥50
12–60 ≥40
Sumber: WHO guidelines on detecting pneumonia in children. Lancet. 1991

1112
Tabel 284 Nilai Normal Kecepatan Nadi berdasarkan Usia dan Jenis
Kelamin

Usia Batas Bawah Nilai Rata-rata Batas Atas Nilai


Normal (×/mnt) (×/mnt) Normal (×/mnt)
Neonatus 70 125 190
1–11 bl 80 120 160
2 th 80 110 130
4 th 80 100 120
6 th 75 100 115
8 th 70 90 110
10 th 70 90 110

Usia Laki- Perem- Laki- Perem- Laki- Perem-


laki puan laki puan laki puan
12 th 65 70 85 90 105 110
14 th 60 65 80 85 100 105
16 th 55 60 75 80 95 100
18 th 50 55 70 75 90 95
Sumber: Nelson textbook of pediatrics. 2011

1113
Tabel 285 Tekanan Darah Anak Laki-laki berdasarkan Persentil
Tinggi Badan

1114
Tabel 286 Tekanan Darah Anak Perempuan berdasarkan Persentil
Tinggi Badan

1115
Tabel 287 Pertambahan BB dan TB
Pertambahan Pertambahan
Usia Tinggi Badan Berat Badan
(cm) (g)
0–1 bl 3,8–4,4 500–1.400
1–2 bl 3,2–3,7 500–1.300
2–3 bl 2,8–3,2 500–1.100
3–4 bl 2,4–2,6 500–800
4–5 bl 2,2–2,3 400–700
5–6 bl 1,9–2,1 400–600
6–7 bl 1,6 400–500
7–8 bl 1,4–1,5 400–500
8–9 bl 1,3 300–400
9–10 bl 1,3 300–400
10–11 bl 1,3 200–400
11–12 bl 1,2–1,3 200–300
1–2 th 10,8–12,8 1.800–3.000
2–3 th 6,7–9,7 1.500–2.800
3–4 th 6,0–7,6 1.200–2.500
4–5 th 5,6–7,3 1.200–2.200
Sumber: Nelson textbook of pediatrics. 2011

Pertumbuhan Fase Infant


Tahun pertama pertambahan TB kira-kira 1½ kali panjang lahir
Tahun kedua (late infancy) pertambahan TB 10 cm
Berat badan satu tahun pertama 3 kali BB lahir
Pertumbuhan Fase Childhood
Pertumbuhan berkisar 5–7 cm/th

1116
Kurva Lingkar Kepala

KURVA LINGKAR KEPALA

Keterangan: ukuran lingkar kepala digolongkan normal apabila


berada di antara garis putus-putus (−2 SD sampai +2 SD)
Sumber: Nellhouse. Pediatrics. 1968

1117
Grafik Pertumbuhan CDC

CDC Growth Chart

Panjang Badan/Usia, Persentil:


Laki-laki, 0–36 bulan

1118
CDC Growth Chart

Tinggi Badan/Usia, Persentil:


Laki-laki, 2–20 tahun

1119
CDC Growth Chart

Panjang Badan/Usia, Persentil:


Perempuan, 0–36 bulan

1120
CDC growth chart

Tinggi Badan/Usia, Persentil:


Perempuan, 2–10 tahun

1121
1122
1123
1124
1125
1126
1127
1128
1129
1130
1131
1132
1133
1134
1135
1136
1137
1138
1139
1140
1141
1142
1143
1144
1145
1146
1147
1148
Tabel 288 Interpretasi Indikator Pertumbuhan
Indikator Pertumbuhan
Z-score
TB/PB Menurut Usia BB Menurut Usia BB/PB atau BB/TB BMI Menurut Usia
Di atas 3 Lihat catatan 1 Sangat gemuk (obese) Sangat gemuk (obese)
Di atas 2 Lihat catatan 2 Gemuk (overweight) Gemuk (overweight)
Di atas 1 Kemungkinan risiko Kemungkinan risiko
overweight overweight
(lihat catatan 3) (lihat catatan 3)
0 (median)
Di bawah −1
Di bawah −2 Pendek (stunted) BB kurang Kurus Kurus
1149

Lihat catatan 4 (underweight) (wasted) (wasted)


Di bawah −3 Sangat pendek BB sangat kurang Sangat kurus Sangat kurus
(severely stunted) (severely underweight) (severely wasted) (severely wasted)
Lihat catatan 4
Catatan:
1. Seorang anak pada kisaran ini sangat tinggi. Anak yang tinggi jarang merupakan masalah, kecuali jika berlebihan dapat
mengindikasikan terdapat masalah endokrin seperti tumor penghasil hormon pertumbuhan. Rujuk anak ini untuk
pemeriksaan jika terdapat kecurigaan kelainan endokrin, misalnya jika kedua tinggi orangtua normal, sedangkan tinggi anak
berlebih menurut usia
2. Seorang anak yang BB berdasarkan usia terletak pada rentang ini, mungkin memiliki masalah pertumbuhan, tetapi lebih baik
dinilai dari BB berdasarkan usia atau BMI berdasarkan usia
3. Nilai plot BB/PB di atas menunjukkan terdapat kemungkinan risiko, bila tren menuju garis z-score 2 menunjukkan risiko
definitif
4. Kemungkinan pendek atau sangat pendek sehingga anak menjadi gemuk
Kurva Pertumbuhan Bayi Prematur (Kurva Fenton)

Sumber: Fenton. BMC Pediatr. 2003

1150
Tabel 289 Pola Perkembangan Bayi-Anak Sampai Usia 5 Tahun
Pola Perkem-
bangan Bayi- Perkembangan Motorik Adaptasi Perkembangan Bahasa Perkembangan Sosial
Anak sampai
Usia 5 Tahun
0–3 bl Mengangkat kepala 45°, Bereaksi terkejut dengan Mengoceh spontan, suka Melihat wajah Anda, membalas
menggerakkan kepala suara keras tertawa keras senyum, mengenal ibu dengan
kiri/kanan dan ke tengah penglihatan, penciuman,
pendengaran, kontak
3–6 bl Berbalik dari telungkup ke Menggengam pensil, meraih Mengeluarkan suara Berusaha memperluas
terlentang benda dalam jangkauannya gembira, tersenyum pandangannya, mengarahkan mata
Mengangkat kepala 90°. ketika melihat sesuatu pada benda kecil, tersenyum ketika
1151

Mempertahankan posisi yang menarik melihat sesuatu yang menarik


kepala Mengeluarkan suara gembira
6–9 bl Duduk (sikap tripod-sendiri) Memindahkan kubus dari
Berteriak dengan Bermain tepuk tangan-cilukba,
Merangkak, meraih mainan tangan satu ke tangan yang
senang/membuat suara bergembira dengan melempar
atau mendekati seseorang, lain tanpa arti benda, makan kue sendiri
belajar berdiri Mendengarkan suaranya
sendiri
9–12 bl Mengangkat badan ke posisi Mengulurkan tangan/badan Menirukan bunyi yang Mengeksplorasi sekitar,mengenal
berdiri, berjalan dengan untuk meraih mainan yang didengar, menyebut 2–3 anggota keluarga,bereaksi terhadap
dituntun diinginkan suku kata tanpa arti suara perlahan/bisikan
12–18 bl Berdiri sendiri tanpa Menumpuk 2 kubus, Dapat mengucapkan dan Menunjuk apa yang diinginkan,
pegangan, membungkuk, memasukkan kubus ke memanggil papa, mama menangis/merengek menarik
berjalan mundur 5 langkah dalam kotak tangan ibu
Memperlihatkan rasa cemburu/
bersaing
18–24 bl Berdiri sendiri tanpa Bertepuk tangan, melambai- Menyebut 5–6 kata yang Membantu, menirukan pekerjaan
berpegangan 30 detik, lambai, menumpuk 4 mempunyai arti rumah tangga
berjalan tanpaterhuyung- kubus Memegang cangkir sendiri, belajar
huyung Menggelindingkan bola ke makan dan minum sendiri
sasaran
24–36 bl Berjalan, naik tangga Meniru, mencoret-coret Dapat menunjuk bagian Melepas pakaiannya sendiri, makan
sendiri, menendang bola pensil pada kertas tubuh, melihat gambar sendiri tanpa banyak tumpah,
kecil dan menyebut dengan memungut mainan sendiri dan
benar nama 2 benda atau membantu jika diminta
jenis
36–48 bl Berdiri dengan 1 kaki selama Menumpuk 8 kubus, Menyebutkan nama, usia, Mencuci dan mengeringkan tangan
2 detik, melompat dengan membuat garis lurus tempat, mengerti arti katasendiri, bermain bersama dan ikut
kedua kaki diangkat, di atas, mendengarkan aturan
mengayuh sepeda roda 3 cerita Memakai sepatu sendiri,
mengenakan celana panjang, baju
1152

46–60 bl Berdiri 1 kaki 6 detik, Membuat tanda silang, Menyebut nama lengkap, Berpakaian sendiri, menggosok gigi
melompat 1 kaki, menari lingkaran, mengambar menjawab pertanyaan tanpa dibantu, bereaksi tenang dan
orang dengan 3 bagian dengan benar, memakai tidak rewel ketika ditinggal ibu,
tubuh kata-kata baru menyebut angka, menghitung jari
60–72 bl Berjalan lurus, berdiri 1 kaki Menggambar 6 bentuk, Mengerti lawan kata, Berpakaian tanpa dibantu,
11 detik menggambar orang lengkap, mengerti pertanyaan mengikuti aturan, mengungkapkan
menggambar segi empat dengan 7 kata atau lebih simpati, mengenal angka-angka,
mengenal warna
Sumber: Deteksi dini tumbuh kembang balita. Depkes RI. 2006
Cara Racikan Beberapa Jenis Obat
1153

Sumber: Shann. Drug doses. Edisi ke-15. 2010


Tabel 290 Dosis Obat yang Sering Digunakan
Nama Obat Dosis
Albendazol 20 mg/kgBB dosis tunggal, diulang setelah
2 mgg
Alupurinol 10 mg/kgBB/kali, setiap 12–24 jam
Amikasin Neonatus: 15 mg/kgBB, dilanjutkan
7,5 mg/kgBB
Aminofilin Loading 10 mg/kgBB dalam 1 jam, dilanjutkan
2,5 mg/kgBB setiap 12 jam
Amoksisilin 15–25mg/kgBB/kali, 3 kali sehari
Ampisilin 15–25 mg/kgBB/kali, 4 kali sehari,
infeksi berat 50 mg/kgBB/kali
Ampisilin sulbaktam 25–50 mg/kgBB, 4 kali sehari
Aspirin 10–15 mg/kgBB/kali, 4–6 kali sehari
Asam folat Untuk defisiensi, 50 mcg (neonatus),
0,1–0,25 mg (<4 th), 0,5–1 mg (>4 th), sekali
sehari i.v., i.m., p.o.
Asam mefenamat 100 mg/kgBB tiap 8 jam
Asetazolamid 25–50 mg/kgBB tiap 6–8 jam ditambah
furosemid 0,25 mg/kgBB tiap 6 jam untuk
hidrosefalus karena tuberkulosis efek
samping alkalosis berat
Asiklovir 400 mg <2 th atau 800 mg >2 th p.o. 5 kali
sehari selama 7 hr
Asam valproat 5 mg/kgBB/kali, 2–3 kali sehari
Deksametason 0,1–1 mg/kgBB/hr
Diazepam 0,1–0,4 mg/kgBB/kali
Domperidon 0,2–0,4 mg/kgBB/kali, 3 kali sehari
Flukonazol 12 mg/kgBB/hr, dosis lebih tinggi pada infeksi
yang berat
Fenobarbital Loading 20–30 mg/kgBB i.m./i.v., rumatan
5 mg/kgBB sehari
Gentamisin 8 mg/kgBB/hr, dilanjutkan 6 mg/kgBB/hr
Ibuprofen 5–10 mg/kgBB/hr, 3–4 kali sehari
Kaptopril 0,1 mg/kgBB/kali setiap 8 jam
Kalsium bikarbonat Neonatus: 50 mg/kali, 4–6 kali sehari
1–3 th: 100 mg/hr
4–12 th: 300 mg/hr
>12 th: 100 mg/hr
Karbamazepin 2 mg/kgBB/kali, setiap 8 jam
Kloralhidrat 50 mg/kgBB (hipnotik) maks. 2 g
10 mg/kgBB, 3–4 kali sehari (sedatif)

1154
Kalsium bikarbonat Neonatus: 50 mg/kali, 4–6 kali sehari
1–3 th: 100 mg/hr
4–12 th: 300 mg/hr
>12 th: 100 mg/hr
Kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali, 4 kali sehari
Klorokuin 10 mg/kgBB (maks. 600 mg/hr) selama 3 hr
Kolesteramin <6 th: 1 g/hr
6–12 th: 2–4 g/hr
>12 th: 4 g/hr
Klaritromisin 7,5–15 mg/kgBB/kali, 2 kali sehari
Klindamisin 6 mg/kgBB/kali, 4 kali sehari
Kloksasilin 25–50 mg/kgBB/kali, 4 kali sehari
Kotrimoksazol TMP 4 mg/kgBB, tiap 12 jam
Metoklopramid 0,15–0,3 mg/kgBB, tiap 6 jam
Morpin Neonatus: 0,1 mg/kgBB
0,1–0,2 mg/kgBB/hr
Mebendazol 100 mg tiap 12 jam selama 3 hr
Meropenem 10–20 mg/kgBB tiap 8 jam drip selama
5–30 mnt
Metformin Inisial 500 mg tiap 8–24 jam p.o.,
maks. 1 g/dosis setiap 8 jam
Metildopa 3 mg/kgBB tiap 8 jam p.o., dapat ditingkatkan
sampai 15 mg/kgBB/dosis
Metoklorpramid 0,15–0,3 mg/kgBB tiap 6 jam i.v., i.m., p.o.
Metronidazol Loading 15 mg/kgBB, selanjutnya
7,5 mg/kgBB tiap 8 jam (maks. 1 g)
Giardiasis: 30 mg/kgBB, 3 kali sehari
Amebiasis: 15 mg/kgBB tiap 8 jam p.o. selama
10 hr
Midazolam Sedasi: 0,1–0,2 mg/kgBB sampai dengan
0,5 mg/kgBB
Neomisin 1 g/m2 tiap 4–6 jam
Nifedipin 0,25–0,5 mg/kgBB tiap 6–8 jam p.o. atau
sublingual
Nistatin <12 bl: 100.000 IU, >12 bl: 500.000 IU
Ofloksasin 5 mg/kgBB tiap 8–12 jam
Omeprazol 0,4–0,8 mg/kgBB tiap 12–24 jam p.o.
Ondansentron Profilaksis 0,15 mg/kgBB, terapi 0,2 mg/kgBB,
p.o. 0,1–0,2 mg/m2
Oksasillin 15–30 mg/kgBB tiap 6jam
Parasetamol 20 mg/kgBB kemudian 15 mg/kgBB tiap 4 jam
Penisillin benzatin 25 mg/kgBB i.m.
Penisillin benzatin + 900 mg/300 mg dalam 2 mL
prokain
Pirantel 10 mg/kgBB sekali sehari p.o.
Ranitidin 1 mg/kgBB tiap 6–8 jam
1155
Rifampisin 10–15 mg/kgBB
Salbutamol 0,1–0,15
0,15 mg/kgBB tiap 6 jam p.o.
Sefadroksil 15–25
25 mg/kgBB/kali, setiap 12 jam
Sefazolin 10–15 mg/kgBB, 4 kali sehari
Sefiksim 5 mg/kgBB, 1–2 kali sehari
Sefotaksim 25–50
50 mg/kgBB/kali, 3 kali sehari
Terbutalin 0,05–0,1
0,1 mg/kgBB, 3 kali sehari
Ursodeoxycholic acid 5–10
10 mg/kgBB tiap 12 jam p.o.
(UDCA)
Vankomisin 10 mg/kgBB tiap 6 jam i.v. selama 1 jam
Vitamin A <8 kg: 10.000 IU/kali
>8 kg: 200.000 IU/kali
Vitamin B 50–150 mg/kali, 1–2 2 kali sehari
Vitamin C 200–5.000 mg/hr
Vitamin D 0,2 μg/hr (gangguan hepar)
Vitamin E Bayi prematur: 40 IU/hr
Malabsorpsi: 50–100
100 mg/hr (<3 th),
200–400 mg/hr (>3 th)
Kolestasis: 50 IU/kgBB
Vitamin D 0,02 μg/kgBB/hr
(1,25 Kalsitriol)
Sumber: Shann. Drug Doses. Edisi ke-15. 2010

Nomogram Luas Permukaan Tubuh

Sumber: Nelson textbook of pediatrics. 2011


1156
Tabel 291 Nilai Normal Laboratorium yang Sering Digunakan
Pemeriksaan Spesimen Rentang Rujukan Faktor Rentang Rujukan
Unit Internasional
IU/L ×1 IU/L
Alanin Serum 0–7 hr 6–40 6–40
aminotransferase 8–30 hr (L) 10–40 10–40
(ALT, SGPT) 8–30 hr (P) 8–32 8–32
1–12 bl 12–45 12–45
1–19 th 5–45 5–45
g/dL g/dL
Albumin Plasma Prematur 1,8–3 ×10 18–30
Cukup bl <6 hr 2,5–3,4 25–34
8 hr–1 th 1,9–4,9 19–49
1–3 th 3,4–4,2 34–42
4–19 th 3,5–5,6 35–56
1157

IU/L ×1 IU/L
Alkali fosfatase Serum 1–9 th 145–420 145–420
10–11 th 140–560 140–560
L P L P
12–13 th 200–495 105–420 200–495 105–420
14–15 th 130–525 70–230 130–525 70–230
16–19 th 65–260 50–130 65–260 50–130
IU/L ×1 IU/L
Aspartat Serum 0–7 hr 30–100 30–100
Aminotransferase 8–30 hr (L) 24–95 24–95
(AST, GOT) 8–30 hr (P) 22–31 22–31
1–12 bl 22–63 22–63
1–3 th 20–60 20–60
3–9 th 15–50 15–50
10–15 th 10–40 10–40
16–19 th (L) 15–45 15–45
16–19 th (P) 5–30 5–30
Asam urat Serum mg/dL ×59,48
1–3 th 1,8–5,0 100–300
4–6 th 2,2–4,7 130–280
7–9 th 2,0–5,0 120–295
10–11 th (L) 2,3–5.4 135–320
10–11 th (P) 3,0–4,7 180–280
12–13 th (L) 2,7–6,7 160–400
14–15 th (L) 2,4–7,8 140–465
12–15 th (P) 3,0–5,8 180–345
16–19 th (L) 4,0–6,6 235–510
16–19 th (P) 3,0–5,9 180–350
Besi Serum Seluruh usia 22–184 µ g/dL ×0,179 4–33 µmol/L
ng/mL g/L
Feritin Serum 0–6 mgg 0–400 ×1 0–400
7 mgg–365 hr 10–95 10–95
1158

1–9 th 10–60 10–60


10–18 th (L) 10–300 10–300
10–18 th (P) 10–70 10–70
Fosfor Serum, plasma (heparin) mg/dL ×0,3229
0–5 hr 4,8–8,2 1,55–2,65
1–3 th 3,8–6,5 1,25–2,10
4–11 th 3,7–5,6 1,20–1,80
12–15 th 2,9–5,4 0,95–1,75
16–19 th 2,7–4,7 0,90–1,50
mg/dL mmol/L
Glukosa Serum Tali pusat 45–96 ×0,0555 2,5–5,3
Prematur 20–60 1,1–3,3
Neonatus 30–60 1,7–3,3
Baru lahir 2,2–3,3
1 hr 40–60 2,8–5,0
>1 hr 50–90 3,3–5,5
Anak 60–100 3,9–5,8
ɣ-glutamyl Serum IU/L ×1 IU/L
transpeptidase Tali pusat 37–193 37–193
(GGT, GGTP) 0–1 bl 13–147 13–147
1–2 bl 12–123 12–123
2–4 bl 8–90 8–90
4 bl–10 th 5–32 5–32
10–15 th 5–24 5–24
Hemoglobin A Darah (EDTA, sitrat, atau >95% ×0,01 Fraksi Hb: >0,95
heparin)
Hemoglobin A2 Darah (EDTA, oksalat) Dewasa: 1,5–3,5% Fraksi massa
(HbA2) (2 SD) 0,015–0,035 (2 SD)
Lebih rendah pada Fraksi massa
bayi <1 th HbA >0,95
Hemoglobin (Hb) Darah (EDTA, sitrat atau HbA >95% ×0,01 HbA2 0,015–0,035
elektroforesis heparin) HbA2 1,5–3,5% %HbF HbF <0,02
1159

HbF <2% 77,0±7,3 Fraksi massa HbF


Hemoglobin F Darah (EDTA) 1 hr 4,7±2,2 0,77±0,073
denaturasi alkali 6 bl <2,0 0,047±0,022
(White) Dewasa % HbF <0,020
1 hr 77,0±7,3 Fraksi massa HbF
Hemoglobin fetus Darah (EDTA) 5 hr 76,8±5,8 0,77±0,73
(HbF) 3 mgg 70,0±7,3 0,768±0,058
0,70±0,07
3 6 6
Hitung eosinofil Whole blood (EDTA atau 50–350 sel/mm ×10 50–350 × 10
heparin), darah kapiler (µL) sel/L
Hitung jenis leukosit Whole blood (EDTA)
% Angka fraksi
Mielosit 0 ×0,01 0
Neutrofil batang 3–5 0,03–0,05
Neutrofil segmen 54–62 0,54–0,62
Limfosit 25–33 0,25–0,33
Monosit 3–7 0,03–0,07
Eosinofil 1–3 0,01–0,03
Basofil 0–0,75 0–0,0075
3 6
sel/mm (µL) ×1 ×10 sel/L
Mielosit 0 0
Neutrofil batang 150–400 150–400
Neutrofil segmen 3.000–5.800 3.000–5.800
Limfosit 1.500–3.000 1.500–3.000
Monosit 285–500 285–500
Eosinofil 50–250 50–250
Basofil 15–50 15–50
3 9
Hitung leukosit Whole blood (EDTA) ×1.000 sel/mm (µL) ×10 sel/L
6
0–30 hr 9,1–34,0 ×10 9,1–34,0
1–23 bl 6,0–14.0 6,0–14,0
2–9 th 4,0–12,0 4,0–12,0
1160

10–17 th 4,0–10,5 4,0–10,5


Hitung retikulosit Whole blood (EDTA, Dewasa: 0,5–1,5% ×0,01 0,0055–0,015
heparin, atau oksalat) jumlah eritrosit atau3 6
(angka fraksi)
25.000–75.000/mm ×10 25.000–75.000
6
(µL) ×10 /L
% ×0,01
Kapiler 1 hr 0,4–6,0 0,004–0,060
7 hr <0,1–1,3 <0,001–0,013
1–4 mgg <1,0–1,2 <0,001–0,012
5–6 mgg <0,1–2,4 <0,001–0,024
7–8 mgg 0,1–2,9 0,001–0,029
9–10 mgg <0,1–2,6 <0,001–0,026
1–12 mgg 0,1–1,3 0,001–0,013
3 3 6 9
×10 /mm (µL) ×10 ×10 /L
Hitung trombosit Darah penuh (EDTA) Neonatus: (setelah 84–478 84–478
1 mgg = dewasa)
Dewasa 150–400 150–400
Kalium Serum mmol/L ×1 mmol/L
0–1 mg 3,2–5,5 3,2–5,5
1 mg–1 bl 3,4–5,0 3,4–5,0
1–6 bl 3,5–5,6 3,5–5,6
6 bl–1 th 3,5–6,1 3,5–6,1
>1 th 3,3–4,6 3,3–4,6

Kalsium/ion kalsium Serum atau plasma mg/dL ×0,25 mmol/L


Tali pusat 5,0–6,0 1,25–1,50
Neonatus 3–24 jam 4,3–5,1 1,07–1,27
1161

24–48 jam 4,0–4,7 1,00–1,17


Setelahnya 4,8–4,92 1,12–1,23
Kalsium/total Serum mg/dL ×0,25 mmol/L
Tali pusat 9,0–11,5 2,25–2,88
Neonatus 3–24 jam 9,0–11,5 2,3–2,65
24–48 jam 7,0–12,0 1,75–3,00
4–7 hr 9,0–10,9 2,25–2,73
Anak 8,8–10,8 2,20–2,70
Setelahnya 8,4–10,2 2,10–2,55
mg/dL ×0,0259 mmol/L
Kolesterol, total Serum atau plasma (EDTA) Umbilikus 45–100 1,17–2,59
Neonatus 53–135 1,37–3,50
Bayi 70–175 1,81–4,53
Anak 120–200 3,11–5,18
Remaja 120–210 3,11–5,44
Dewasa 140–310 3,63–8,03
Rentang yang
dianjurkan
(dikehendaki) untuk
dewasa 140–250 3,63–6,48
Kreatinin (IDMS) Serum, plasma mg/dL ×88,4 µ mol/L
enzimatik 0–4 th 0,03–0,50 2,65–44,2
4–7 th 0,03–0,59 2,65–52,2
7–10 th 0,22–0,59 19,4–52,2
10–14 th 0,31–0,88 27,4–77,8
>14 th 0,50–1,06 44,2–93,7
2
mL/mnt/1,73m
Klirens kreatinin Serum, plasma, kemih Neonatus 40–65
<40 th, L 97–137
P 88–128
Menurun 6,5
1162

mL/mnt/10 th
Laju endap darah
(LED)
mm/jam mm/jam
Westergren, Whole blood (EDTA) Anak 0–10 0–10
modifikasi Dewasa, L <50 th 0–15 0–15
P <50 th 0–20 0–20
Wintrobe Anak: 0–13 0–13
Dewasa, L 0–9 0–9
P 0–20 0–20
Laktat dehidrogenase Serum IU/L ×1 IU/L
(LDH) <1 th 160–580 160–580
1–9 th 150–500 150–500
10–19 th 120–330 120–330
Natrium Serum mmol/L ×1 mmol/L
Neonatus 133–146 133–146
Bayi 134–144 134–144
Anak 134–143 134–143
Setelahnya 135–145 135–145
Magnesium Plasma (heparin) mg/dL ×0,411 mmol/L
0–6 hr 1,2–2,6 0,48–1,05
7 hr–2 th 1,6–2,6 0,65–1,05
2–14 th 1,5–2,3 0,60–0,95
Protein total Serum g/dL ×10 g/L
Prematur 4,3–7,6 43–76
Neonatus 4,6–7,4 46–74
1–7 th 6,1–7,9 61–79
8–12 th 6,4–8,1 64–81
13–19 th 6,6–8,2 66–82
1163

Tiroglobulin (Tg) Serum <50 ng/mL ×1 <50 µg/L


ng/dL pmol/L
Tiroksin, bebas (T4) Serum 0–3 hr 2,00–5,00 ×12,9 25,7–64,3
3–30 hr 0,90–2,20 11,6–28,3
31 hr–18 th 0,7–2,00 9,0–25,7
µg/dL nmol/L
Tiroksin, total (T4) Serum 0–3 hr 8,0–20,0 ×12,9 103–258
3–30 hr 5,0–15,0 64–193
31–365 hr 6,0–14,0 77–180
1–5 th 4,5–11,0 58–142
6–18 th 4,5–10,0 58–129
mg/dL mmol/L
Tirosin Serum Prematur 7,0–24,0 ×0,0552 0,39–1,32
Neonatus 1,6–3,7 0,088–0,20
Dewasa 0,8–1,3 0,044–0,07
mg/dL ×0,01 g/L
Transferin Serum Neonatus 130–275 1,3–2,7
Dewasa 200–400 2,0–4,0
Kadar yang
dianjurkan
(diharapkan) untuk
dewasa, L 40–160 0,40–1,60
P 35–135 0,35–1,35
Total iron binding Serum Bayi 100–400 µ g/dL x0,179 17,90–71,60 µ mol/L
capacity (TIBC) Setelahnya 250–450 µ g/dL 44,75–71,60 µ mol/L
Sumber: Nelson textbook of pediatrics. 2011

Tabel 292 Cairan Serebrospinal


1164

Jenis Pemeriksaan Usia Nilai Normal


Jumlah sel Anak 0–5 /mm3
Neonatus 0–15 /mm3
Protein Anak 10–40 mg/dL
Neonatus ≤120 mg/dL
Glukosa Anak 45–80 mg/dL
Warna Anak Tidak berwarna
Kejernihan Anak Jernih
Sumber: Nelson textbook of pediatrics. 2011
Normogram Perhitungan Glucose Infusion Rate (GIR)

(Gunakan garis lurus untuk menghitung jumlah cairan yang diperlukan


tiap 24 jam)
Sumber: Klaus dan Fanaroff 1979

Tabel 293 Rentang Normal Denyut Jantung Saat Beristirahat


Usia Denyut Jantung/Menit
Neonatus 110–150
2 th 85–125
4 th 75–115
>6 th 60–100
Sumber: Park dan Guntheroth. How to read pediatric ECGs. Edisi ke-4. 2006

Tabel 294 Nilai Rata-rata dan Rentang Normal Axis QRS


Usia Rata-rata (Rentang)
1 mgg–1 bl +110 derajat (+30 sampai +180)
1–3bl +70 derajat (+10 sampai +125)
3 bl– 3 th +60 derajat (+10 sampai +110)
>3 th +60 derajat (+20 sampai +120)
Dewasa +50 derajat (−30 sampai +105)
Sumber: Park dan Guntheroth. How to read pediatric ECGs. Edisi ke-4. 2006

1165
Tabel 295 Interval PR dengan Denyut Jantung dan Usia (Nilai Batas Atas Normal)
Rate (Denyut
Jantung/ 0–1 bl 1–6 bl 6 bl–1 th 1–3 th 3–8 th 8–12 th 12–16 th Dewasa
Menit)
<60 0,16 (0,18) 0,16 (0,19) 0,17 (0,21)
60–80 0,15 (0,17) 0,15 (0,17) 0,15 (0,18) 0,16 (0,21)
80–100 0,10 (0,12) 0,14 (0,16) 0,15 (0,16) 0,15 (0,17) 0,15 (0,20)
100–120 0,10 (0,12) (0,15) 0,13 (0,16) 0,14 (0,15) 0,15 (0,16) 0,15 (0,19)
120–140 0,10 (0,11) 0,11 (0,14) 0,11 (0,14) 0,12 (0,14) 0,13 (0,15) 0,14 (0,15) 0,15 (0,18)
140–160 0,09 (0,11) 0,10 (0,13) 0,10 (0,13) 0,11 (0,14) 0,12 (0,14) 0,17
160–180 0,10 (0,11) 0,10 (0,12) 0,10 (0,12) 0,10 (0,12)
>180 0,09 0,09 (0,11) 0,10 (0,11)
1166

Sumber: Park dan Guntheroth. How to read pediatric ECGs. Edisi ke-4. 2006

Tabel 296 Durasi QRS berdasarkan Usia: Nilai Rata-rata (Batas Atas Nilai Normal) (Dalam Detik)
0–1 bl 1–6 bl 6–12 bl 1–3 th 3–8 th 8–12 th 12–16 th Dewasa
Detik 0,05 0,055 0,055 0,055 0,06 0,06 0,07 0,08
(0,07) (0,075) (0,075) (0,075) (0,075) (0,085) (0,085) 0,10
Sumber: Park dan Guntheroth. How to read pediatric ECGs. Edisi ke-4. 2006
Tabel 297 Voltase R Menurut Lead dan Usia: Rata-rata (dan Batas Atas*) (Dalam mm)
0–1 bl 1–6 bl 6–12 bl 1–3 th 3–8 th 8–12 th 12–16 th Dewasa
I 4 (8) 7 (13) 8 (16) 8 (16) 7 (15) 7 (15) 6 (13) 6 (13)
II 6 (14) 13 (24) 13 (27) 12 (23) 13 (22) 14 (24) 14 (24) 5 (25)
III 8 (16) 9 (20) 9 (20) 9 (20) 9 (20) 9 (24) 9 (24) 6 (22)
aVR 3 (8) 2 (6) 2 (5) 2 (5) 2 (4) 1 (4) 1 (4) 1 (4)
aVL 2 (7) 4 (8) 5 (10) 5 (10) 3 (10) 3 (10) 3 (12) 3 (9)
aVF 7 (14) 10 (20) 10 (16) 8 (20) 10 (19) 10 (20) 11 (21) 5 (23)
1167

V3R 10 (19) 6 (13) 6 (11) 6 (11) 5 (10) 3 (9) 3 (7)


V4R 6 (12) 5 (10) 4 (8) 4 (8) 3 (8) 3 (7) 3 (7)
V1 13 (24) 10 (19) 10 (20) 9 (18) 8 (16) 5 (12) 4 (10) 3 (14)
V2 18 (30) 20 (31) 22 (32) 19 (28) 15 (25) 12 (20) 10 (19) 6 (21)
V5 12 (23) 20 (33) 20 (31) 20 (32) 23 9380 26 (39) 21 (35) 12 (33)
V6 5 (15) 13 (22) 13 (23) 13 (23) 15 (26) 17 (26) 14 (23) 10 (21)
*Batas atas normal mengacu pada persentil ke-98
Voltase diukur dalam milimeter, katika 1 mV= kertas 10 mm
Sumber: Park dan Guntheroth. How to read pediatric ECGs. Edisi ke-4. 2006
Tabel 298 Voltase S Menurut Lead dan Usia: Rata-rata (dan Batas Atas*) (Dalam mm)
0–1 bl 1–6 bl 6–12 bl 1–3 th 3–8 th 8–12 th 12–16 th Dewasa

I 5 (10) 4 (9) 4 (9) 3 (8) 2 (8) 2 (8) 2 (8) 1 (6)


V3R 3 (12) 3 (10) 4 (10) 5 (12) 7 (15) 8 (18) 7 (16)
V4R 4 (9) 4 (12) 5 (12) 5 (12) 5 (14) 6 (20) 6 (20)
V1 7 (18) 5 (15) 7 (18) 8 (21) 11 (23) 12 (25) 11 (22) 10 (23)
V2 18 (33) 15 (26) 16 (29) 18 (30) 20 (33) 21 (36) 18 (33) 14 (36)
V5 9 (17) 7 (16) 6 (15) 5 (12) 4 (10) 3 (8) 3 (8)
1168

V6 3 (10) 3 (9) 2 (7) 2 (7) 2 (5) 1 (4) 1 (4) 1 (13)


*Batas atas normal mengacu pada persentil ke-98.
Voltase diukur dalam milimeter, katika 1 mV= kertas 10 mm.
Sumber: Park dan Guntheroth. How to read pediatric ECGs. Edisi ke-4. 2006
Tabel 299 Perbandingan R/S berdasarkan Usia: Rata-rata, Batas Bawah, dan Batas Atas Nilai Normal
Lead 0–1 bl 1–6 bl 6 bl–1th 1–3 th 3–8 th 8–12 th 12–16 th Dewasa
V1 LLN 0,5 0,3 0,3 0,5 0,1 0,15 0,1 0,0
Mean 1,5 1,5 1,2 0,8 0,65 0,5 0,3 0,3
ULN 19 S= 0 6 2 2 1 1 1
V2 LLN 0,3 0,3 0,3 0,3 0,05 0,1 0,1 0,1
Mean 1 1,2 1 0,8 0,5 0,5 0,5 0,2
ULN 3 4 4 1,5 1,5 1,2 1,2 2,5
V6 LLN 0,1 1,5 2 3 2,5 4 2,5 2,5
Mean 2 4 6 20 20 20 10 9
ULN S=0 S= 0 S=0 S=0 S=0 S=0 S=0 S= 0
1169

LLN, lower limit of normal; ULN, upper limit of normal


Voltase diukur dalam milimeter, katika 1 mV = kertas 10 mm
Sumber: Park dan Guntheroth. How to read pediatric ECGs. Edisi ke-4. 2006

Tabel 300 Voltase Q berdasarkan Usia: Rata-rata (dan Batas Atas) (Dalam mm)
Lead 0–1 bl 1–6 bl 6–12 bl 1–3 th 3–8 th 8–12 th 12–16 th Dewasa
III 1,5 (5,5) 1,5 (6,0) 2,1 (6,0) 1,5 (5,0) 1,0 (3,5) 0,6 (3,0) 1,0 (3,0) 0,5 (3,4)
aVF 1,0 (3,5) 1,0 (3,5) 1,0 (3,5) 1,0 (3,0) 0,5 (3,0) 0,5 (2,5) 0,5 (2,0) 0,5 (2)
V5 0,1 (3,5) 0,1 (3,0) 0,1 (3,0) 0,1 (3,0) 1,0 (5,5) 1,0 (3,0) 0,5 (3,0) 0,5 (3,5)
V6 0,5 (3,0) 0,5 (3,0) 0,5 (3,0) 0,5 (3,0) 1,0 (0,5) 0,5 (3,0) 0,5 (3,0) 0,5 (3)
Lokasi Kuadran Aksis QRS dengan Menggunakan Lead I dan aVF
1170

Sumber: Park dan Guntheroth. How to read pediatric ECGs. Edisi ke-4. 2006
Tabel 301 Konversi Analisis Gas Darah Vena ke Arteri
Vena Arteri
pH pH arteri= pH vena + 0,05–0,1
pCO2 PC02 arteri= PCO2 vena – 5–10 mmHg
Sp O2 SpO2 arteri= SpO2 vena + 20–25%
Sumber: Kaufman. Interpretation of arterial blood gases (ABGS)

Tabel 302 Intepretasi Analisis Gas Darah


Asidosis respiratorik pH ↓ PaCO2 ↑ HCO3 normal
Asidosis metabolik pH ↓ PaCO2 ↓ HCO3 ↓
Alkalosis respiratorik pH ↑ PaCO2 ↓ HCO3 normal
1171

Alkalosis metabolik pH ↑ PaCO2 ↑ HCO3 ↑


Sumber: Kaufman. Interpretation of arterial blood gases (ABGS)

Tabel 303 Mekanisme Kompensasi Keseimbangan Asam Basa


Kelainan Kompensasi yang diharapkan Faktor koreksi
Asidosis metabolik PaCO2 = (1,5 x [HCO3−]) + 8 ±2
Asidosis respiratorik akut HCO3 = 24 + {(kadar pCO2 sekarang – 40)/10}
Asidosis respiratorik kronik HCO3− = 24 + 4 {(kadar pCO2 sekarang – 40)/10}
Alkalosis metabolik PaCO−2= 0,7 x (HCO3) + 20 ±2
Alkalosis respiratorik akut HCO3 = 24 – 2{(40 – kadar pCO2 sekarang)/10}
Alkalosis respiratorik kronik HCO3− = 24 – 5 {(40 – kadar pCO2 sekarang)/10} ±2
Sumber: Brandis. Acid base physiology. 2011
Hasil hitungan kompensasi yang diharapkan dibandingkan dengan gas darah penderita, jika:
1. HCO3 penderita lebih rendah dibandingkan dengan HCO3 yang diharapkan maka asidosis metabolik
2. HCO3 penderita lebih tinggi dibandingkan dengan HCO3 yang diharapkan maka alkalosis metabolik
3. pCO2 penderita lebih rendah dibandingkan dengan pCO2 yang diharapkan maka alkalosis respiratorik
4. pCO2 penderita lebih tinggi dibandingkan dengan pCO2 yang diharapkan maka asidosis respiratorik

Tabel 304 Perhitungan Anion Gap


Rumus Nilai Normal Anion Gap
+ −
Anion Gap= Na − (Cl + HCO3−) 8–16 mEq/L (rata-rata 12 mEq/L)
Anion Gap= Na+ + K+ − (Cl− + HCO3−) 10–112 mEq/L
1172

Peningkatan anion gap atau klorida menandakan 2 kelompok penyebab asidosis metabolik
- Anion gap 20–30 menandakan kemungkinan besar asidosis metabolik (67%)
- Anion gap >30 menandakan pasti asidosis metabolik
Menentukan Rasio Delta
Rumus: (anion gap terukur – 12) / (24 – HCO3 terukur)
Tabel 305 Rasio Delta

Rasio Delta Keterangan


<0,4 Hiperkloremik normal asidosis anion gap
0,4–0,8 Gabungan anion gap tinggi dan asidosis anion gap normal
1 Ketoasidosis diabetikum karena hilangnya keton lewat urin
1–2 Asidosis metabolik anion gap tinggi
1173

>2 Terdapat pula alkalosis metabolik (meningkatkan HCO3) atau juga ada asidosis respiratorik
kronik (elevasi kompensasi HCO3)
Sumber: Brandis. Acid base physiology. 2011

Anda mungkin juga menyukai