Anda di halaman 1dari 47

Diare

Reza Ranuh

Pelatihan Peningkatan Kapasitas Bagi Dokter dalam Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi
di 120 Kab/Kota Lokus Percepatan Penurunan AKI & AKB
Melalui Metode Blended Learning
Ditkesga Kemenkes RI - September 2020
Pendahuluan
• Penyebab kematian tertinggi (setelah pnemoni)
di dunia dan di Asia Tenggara pada anak balita.
• Penyebab kematian 31,4% bayi (usia 29 hari –
11 bulan) dan 25,2% anak usia 12 – 59 bulan
(RISKESDAS 2007)
• Prevalensi tertinggi pada anak balita (1-4 tahun)
yaitu 16,7%.
Penyebab Kematian Semua Umur
Penyebab Kematian Umur 29 Hari
KEMATIAN AKIBAT KLB DIARE 2010
Kualitas Tatalaksana Diare

55,5% balita diare ; 52,8%


TIDAK DIBERI ORALIT
Tatalaksana Diare di Rumah Tangga
Pemberian Antibiotika Pada Diare
Tujuan Pelatihan Dokter Umum :
1.Dapat melakukan diagnosis dan tata
laksana diare akut
2.Dapat mengetahui kasus rujukan diare
akut
3.Dapat melakukan stabilisasi pra-rujukan
diare akut
Diharapkan 2030
dapat
mewujudkan
salah satu tujuan
dari sustainable
Development Mengurangi kematian balita
menjadi 25 per 1000 kelahiran
Goals (SDGs).
Kenapa Diare Mematikan ?
Definisi :
• Berdasarkan etiologinya, diare dapat dibagi
menjadi diare cair dan diare berdarah.

• Berdasarkan lama terjadinya diare, diare dibagi


menjadi 2 :
- diare akut apabila berlangsung < 14 hari
- diare persisten atau diare kronis apabila
berlangsung ≥ 14 hari.
Penyebab Diare :
• Penyebab infeksi utama diare umumnya
virus, bakteri dan parasit.
• Keracunan makanan atau terkait dengan
pemberian antibiotik yang tidak tepat.
• Rotavirus penyebab utama diare cair akut
anak usia 6-18 bulan (20 – 80%).
• Salmonella non thypoidal (bayi sejak lahir -
usia 3 bulan), Shigella (anak 1 – 7 tahun).
Penularan :
• Fecal – oral.
• Makanan atau minuman yang tercemar
atau kontak langsung dengan tangan
penderita.
• Kontak tidak langsung melalui lalat
(melalui 5F yaitu faeces, flies, food,
fluid, finger).
Faktor Resiko :
• Faktor perilaku : non- ASI, MPASI terlalu dini,
tidak menerapkan kebiasaan hidup bersih dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis.
• Faktor lingkungan : ketersediaan air bersih,
kurangnya MCK, kebersihan lingkungan dan
pribadi yang buruk.
• Faktor-faktor pejamu yang rentan pada diare :
gizi buruk, defisiensi imun (HIV) dan usia balita.
Indonesia
o Population : 246 million
o Below 15 : 75 million
o Under-fives : 24 million
o Real GDP growth : 6.0
o Per capita income US : 1,581
o Life Expectancy Rate : 67.97
o Below the poverty line : 17.75% (2006)
(increased from 15.97%, 2005)
o No safe water access : 52% 1 dari 3 rumah tangga belum
o No proper sanitation : 44% memiliki akses ke air minum
o Infant Mortality Rate : 35/ 1000 bersih
o Under-Fives Mortality Rate : 46 / 1000
Source: Nat. Socio-economic Survey 2002-2006
o Maternal Mortality Rate : 307 / 100.000 Inter Census Population Survey
Indonesia

1 dari 5 rumah tangga


masih BAB diruang
terbuka
Tatalaksana dan Stabilisasi :
• Anamnesis
• Pemeriksaan Fisis
• Pemeriksaan Penunjang
• Tatalaksana
Anamnesis :
• Berapa lama diare?
• Berapa kali buang air besar dalam satu
hari?
• Bagaimana warna dan konsistensi tinja?
• Apakah tinjanya ada darah dan atau lendir?
• Apakah ada muntah? Jika ada, berapa kali
anak muntah dalam satu hari?
Anamnesis :
• Penyakit penyerta lain? demam, batuk atau masalah
penting lain (kejang atau baru mengalami campak) ?
• Bagaiman cara pemberian makan?
• Jenis cairan dan berapa banyak cairan yang dikomsumsi
selama sakit (termasuk ASI)?
• Apakah ada penderita diare lainnya?
• Sumber air minum yang digunakan?
• Riwayat pengobatan yang telah diberikan selama sakit?
• Riwayat imunisasi sebelumnya?
Pemeriksaan Fisis :
• Keadaan umum, kesadaran, tanda vital dan berat
badan.
• Tanda utama : keadaan umum sadar atau
gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma, mata tampak
normal atau cekung, normal atau tampak haus atau
malas minum/ tidak bisa minum, turgor kulilt abdomen
kembali cepat atau lambat atau sangat lambat (≥ 2
detik)
• Tanda dehidrasi dan diklasifikasikan status dehidrasinya.
Klasifikasi DEHIDRASI BERAT
• Kehilangan cairan >10% berat badan atau > 100
ml/ kg BB )

• Terdapat dua atau lebih dari tanda di bawah ini:


1. Letargis/tidak sadar
2. Mata cekung
3. Tidak bisa minum atau malas minum
4. Cubitan kulit perut kembali sangat lambat ( ≥ 2
detik)
Klasifikasi DEHIDRASI RINGAN-SEDANG
• Kehilangan cairan 5 – 10% berat badan atau 50 –
100 ml/ kg BB.

• Terdapat dua atau lebih tanda di bawah ini:


1. Rewel, gelisah
2. Mata cekung
3. Minum dengan lahap, haus
4. Cubitan kulit kembali lambat
Klasifikasi TANPA DEHIDRASI
• kehilangan cairan <5% berat badan atau
< 50 ml/kg BB
• Tidak terdapat cukup
tanda untuk diklasifikasikan sebagai
dehidrasi ringan atau berat
Pemeriksaan Penunjang
• Tidak rutin dilakukan, kecuali ada tanda intoleransi
laktosa dan kecurigaan amubiasis dapat dilakukan
pemeriksaan tinja.
• Penilaian pemeriksaan tinja :
• Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah, bau
• Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasit, bakteri
• Kimia : pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
• Biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut
• Analisis gas darah dan elektrolit bila curiga ada
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Tatalaksana
• Prinsip dari tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS
Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare) :

(1) Berikan Oralit


(2) Berikan Seng selama 10 hari berturut-turut
(3) Teruskan ASI – makan
(4) Berikan antibiotik secara selektif
(5) Berikan nasihat pada ibu/ keluarga
1. Berikan Oralit
• Campuran garam elektrolit yang terdiri atas
Natrium Klorida (NaCl), Kalium Klorida (KCl), sitrat
dan glukosa.
• Mencegah dan mengatasi dehidrasi sebagai
pengganti cairan dan elektrolit yang terbuang saat
diare.
• Diberikan sesuai dengan klasifikasi status dehidrasi
; Rencana Terapi A (Tanpa dehidrasi), Rencana
Terapi B (ringan-sedang) dan Rencana Terapi C
(Berat)
Kenapa Oralit penting ?
Rencana Terapi A (Tanpa Dehidrasi)

• Menyusui lebih sering-lama. Beri oralit atau air matang sebagai tambahan ASI.
Setelah diare berhenti, lanjutkan kembali ASI eksklusif.
• Jika tidak ASI eksklusif, beri satu atau lebih cairan tambahan dibawah ini:
• larutan oralit
• cairan rumah tangga (seperti sup, air tajin, dan kuah sayuran)
• air matang
• Nasihati ibu memberi oralit atau cairan tambahan lain sampai diare berhenti
(untuk mencegah dehidrasi)
• Jika anak muntah, tunggu 10 menit , lanjutkan dengan lebih lambat, sedikit demi
sedikit.
Rencana Terapi B (Dehidrasi Ringan/ Sedang)

• Oralit 3 jam pertama 75 ml/kg BB (berdasarkan umur jika berat badan anak
tidak diketahui)
• Oralit atau cairan tambahan lain tetap diberikan setiap kali BAB sampai diare
berhenti.
• Observasi selama rehidrasi dan evaluasi setelah 3 jam (bila tidak bisa minum
oralit atau keadaannya terlihat memburuk, periksa segera anak sebelum 3
jam)
• Jika masih mengalami dehidrasi sedang/ringan, ulangi pengobatan untuk 3
jam berikutnya dengan ORS seperti di atas dan mulai beri anak makanan, susu
atau jus dan berikan ASI sesering mungkin.
• Jika timbul tanda dehidrasi berat, lanjutkan ke Rencana Terapi C
Lanjutan Rencana Terapi B :
• Jika muntah profus atau diare yang cepat seperti kolera
(>15 – 20 ml/kg/jam) meskipun belum terjadi dehidrasi
berat, berikan cairan iv RL atau Ringer Asetat (jika tidak
tersedia, gunakan cairan NaCl 0,9%) 70 ml/kg BB dalam
2,5 jam (usia 12 bulan – 5 tahun) atau dalam 5 jam (bayi
di bawah usia 12 bulan)
• STOP pemberian oralit : Jika terdapat tanda distensi
abdomen dengan ileus paralitik / tanda malabsorbsi
glukosa (peningkatan tinja saat oralit diberikan atau
kegagalan tanda-tanda membaik), rehidrasi iv.
Rencana Terapi C (Dehidrasi Berat)

Ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tidak teraba

• Berikan RL atau Ringer Asetat (atau jika tidak tersedia, gunakan


cairan NaCl 0,9%) 100 ml/kg BB iv secepatnya.
• Jika bisa minum, beri ORS, sementara infus disiapkan dan berikan
ORS 5 ml/kg BB segera setelah anak mau minum.
• Evaluasi setiap 15 – 30 menit dan evaluasi klasifikasi dehidrasi
kembali pada anak setelah 6 jam atau bayi setelah 3 jam dan
kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A, B atau C) untuk
melanjutkan penanganan.
Lanjutan Rencana Terapi C ………
• RUJUK untuk pengobatan intravena (bila ada fasilitas terdekat) dan
jika anak bisa minum, beri ibu larutan oralit dan tunjukkan cara
meminumkan pada anak sedikit demi sedikit selama dalam
perjalanan.
• Jika tidak ada fasilitas terdekat, rehidrasi dengan ORS melalui pipa
nasogastrik atau mulut sebanyak 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total
120 ml/kg). Segera rujuk anak untuk pengobatan intravena jika
setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik (anak muntah terus-
menerus atau perut semakin kembung)
• Jika tidak ada fasilitas pemberian cairan intravena yang terdekat
dalam 30 menit, tidak ada tenaga terlatih dalam menggunakan
pipa nasogastrik dan anak malas/ tidak minum, segera rujuk ke
Rumah Sakit untuk pengobatan intravena.
2. Berikan Seng selama 10 hari

• Kadar Seng turun dalam jumlah besar ketika anak diare.


• Mengganti hilangnya seng, mempercepat penyembuhan,
memperbaiki mukosa usus dan meningkatkan sistem kekebalan
untuk mencegah risiko berulangnya diare selama 2 – 3 bulan
setelah anak sembuh dari diare.
• Mengurangi durasi dan tingkat keparahan diare.
• Harus diberikan selama 10 hari pada semua kasus diare akut
termasuk anak yang mengalami diare berdarah.
Lanjutan terapi Seng
• Tablet Seng (larutkan dalam air selama  30 detik)
• Komposisi : zinc sulfat, acetate atau gluconate (setara
dengan zinc elemental 20 mg).
• Larutkan tablet pada 1 sendok air matang, ASI perah
atau larutan oralit pada bayi atau bisa dikunyah pada
anak yang lebih besar. Juga tersedia dalam bentuk sirup.
• Ulangi pemberian seng dengan cara potong tablet
menjadi lebih kecil (bila muntah sekitar setengah jam).
3. Teruskan ASI – makan
• ASI dan makanan tetap diberikan selama diare kepada
balita sesuai umur anak dengan menu yang sama pada
waktu sehat untuk mencegah terjadinya malnutrisi.

• ASI harus diteruskan dan lebih sering.


• Makan seperti biasa, frekuensi lebih sering dalam jumlah
yang lebih kecil, sampai dua minggu setelah anak sembuh.
• Anak dengan susu formula, berusia kurang dari 2 tahun
dianjurkan untuk mengurangi susu formula dan
menggantinya dengan ASI sedangkan jika berusia lebih dari
2 tahun dianjurkan untuk meneruskan pemberian susu
formula.
4. Antibiotik selektif
• Tidak semua kasus diare memerlukan antibiotik.
• Indikasi antibiotik : diare berdarah/disentri
(kemungkinan Shigellosis), diare karena kolera
atau diare dengan disertai penyakit infeksi lain.
• Antibiotik yang tidak tepat akan memperpanjang
lamanya diare karena akan mengganggu flora
normal dan meningkatkan resistensi kuman.
Lanjutan Antibiotika dan diare …….
• Ampisilin, amoksisilin, metronidazole, tetrasiklin,
golongan aminoglikosida, kloramfenikol, sulfonamid dan
kotrimoksazol tidak direkomendasi untuk strain Shigella
(WHO, 2005)
• Rekomendasikan WHO : golongan quinolone seperti
siprofloksasin ; dosis 30 – 50 mg/ kg BB dibagi dalam 3
dosis selama 5 hari.
• Pantau tanda perbaikan setelah 2 hari pengobatan (tidak
adanya demam, diare berkurang, darah dalam feses
berkurang dan peningkatan nafsu makan).
Lanjutan Antibiotika dan diare …
• Hentikan antibiotik jika tidak ada perbaikan.
• UKK Gastrohepatologi IDAI menganjurkan pemberian
sefalosporin generasi ketiga seperti sefiksim : dosis 5
mg/ kg BB/ hari per oral pada pasien rawat jalan.
• Trofozoit atau kista amoeba atau giardia pada hasil
pemeriksaan tinja mendukung diagnosis amoebiasis
atau giardiasis.
• Metronidazol dosis 7,5 – 10 mg/kg BB 3 kali sehari
selama 5 hari untuk kasus amoebiasis atau 5 mg/kg BB
3 kali sehari selama 5 hari untuk kasus giardiasis.
5. Nasihat pada ibu/ keluarga
• Membawa kembali anaknya ke Pusat Pelayanan Kesehatan
jika ada tanda bahaya.
• Tanda bahaya harus diketahui keluarga : buang air besar cair
lebih sering, muntah berulang, rasa haus yang nyata, makan
atau minum sedikit, demam, tinja berdarah atau tidak
membaik dalam 3 hari untuk diare tanpa dehidrasi dan diare
dengan dehidrasi ringan/ sedang dan dalam 2 hari untuk
diare berdarah (disentri).
• Diajarkan cara menyiapkan dan memberikan oralit, seng dan
ASI/ makanan yang benar.
Langkah promotif/preventif :
• Tetap berikan ASI.
• Kebersihan perorangan.
• Kebersihan lingkungan, sarana sanitasi ( BAB di
jamban) dan sarana pembuangan limbah yang baik.
• Immunisasi campak dan rotavirus.
• Memberikan makanan penyapihan yang benar.
• Penyediaan air minum yang bersih.
• Selalu memasak makanan.
RINGKASAN
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai