Pasal 9
(1) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi
untuk melakukan:
a. penerbitan Ciptaan;
b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
c. penerjemahan Ciptaan;
d. pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
f. pertunjukan Ciptaan;
g. Pengumuman Ciptaan;
h. Komunikasi Ciptaan; dan
i. penyewaan Ciptaan.
(2) Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
(3) Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan
Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2014
Pasal 13
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf
c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf
a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam
bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Tn. Kingo, usia 57 tahun datang ke dokter dengan keluhan sulit melihat
pada jarak dekat. Hal ini mengganggu pekerjaan pasien sebagai seorang
penjahit. Pasien mengaku memiliki riwayat rabun jauh sejak usia 11 tahun.
Pada pemeriksaan dengan snellen chart didapatkan VODS 6/6 dengan
koreksi S -5.00 D. Saat dilakukan pemeriksaan dengan kartu Jaeger pada
jarak 30 cm, pasien tidak mencapai hasil J1.
Koreksi kacamata untuk pasien ini yang tepat adalah…
A. +1.00 D
B. +1.50 D
C. +2.00 D
D. +2.50 D
E. +3.00 D
• Laki-laki, usia 57 tahun
• Sulit melihat dekat
• Riwayat rabun jauh sejak usia 11 tahun
• PF: VODS 6/6 koreksi S-5.00 D
• Kartu Jaeger tidak mencapai hasil J1 → J1 ekuivalen 20/20, berarti
hasil Jaeger tidak normal.
Jawaban:
D. +2.50 D
Presbiopia
Anatomi Lensa dan Struktur
Penunjangnya
Kornea
Iris COA
Sklera
Zonula
Meridional Circular Prosesus zinii
fibers fibers Siliaris
Muskulus
Siliaris
Presbiopia
Definisi: Kondisi fisiologis yang menyebabkan melemahnya daya
akomodasi lensa akibat penuaan
Etiologi:
• Melemahnya kekuatan akomodasi lensa
• Penuaan
• Menurunnya elastisitas kapsul lensa
• Sklerosis lensa
• Melemahnya tonus M. Siliaris
• Presbiopia premature
• Hipermetropia, glaukoma, faktor pekerjaan
Normal
Ilustrasi
Presbiopia
Presbiopia
Perbandingan
akomodasi
lensa
Presbiopia
Faktor Risiko:
• Usia >40 tahun
• Jenis kelamin (wanita > pria)
• Hipermetropia
• Penyakit sistemik (mis. DM, HT)
Manifestasi Klinis
• Sulit melihat dekat
• Asthenopia
• Pandangan ganda intermiten
Presbiopia
Pemeriksaan Penunjang
• Snellen chart atau Jaeger chart → untuk menilai visus
• Retinoskopi dinamik
• Mengukur kekuatan lensa jarak dekat secara objektif
Jaeger Chart
Pasien diminta membaca Jaeger chart
dengan jarak baca normal (30 cm)
Interpretasi Hasil Jaeger
Hasil Ekuivalen Visus pada Snellen
J1 20/20
J2 20/30
J3 20/40
J5 20/50
J7 20/70
J10 20/100
Snellen Chart
Pasien duduk dengan jarak 6
meter dari Snellen Chart dan
membaca dari huruf terbesar
hingga terkecil yang masih
terbaca
Visus
Visus Deskripsi Normal (angka penyebut)
Jauh
Lensa
jauh Inter-
mediate
Lensa
dekat Dekat
40 tahun + 1.00 D
45 tahun + 1.50 D
50 tahun + 2.00 D
55 tahun + 2.50 D
60 tahun + 3.00 D
A. +1.00 D
Menurut standar koreksi berdasarkan usia, addisi +1.00 D digunakan untuk pasien
presbiopia usia 40 tahun. Pada kasus, pasien berusia 57 tahun sehingga digunakan
addisi +2.50 D (pembulatan addisi ke bawah).
B. +1.50 D
Menurut standar koreksi berdasarkan usia, addisi +1.50 D digunakan untuk pasien
presbiopia usia 45 tahun. Pada kasus, pasien berusia 57 tahun sehingga digunakan
addisi +2.50 D (pembulatan addisi ke bawah).
C. +2.00 D
Menurut standar koreksi berdasarkan usia, addisi +2.00 D digunakan untuk pasien
presbiopia usia 50 tahun. Pada kasus, pasien berusia 57 tahun sehingga digunakan
addisi +2.50 D (pembulatan addisi ke bawah).
E. +3.00 D
Menurut standar koreksi berdasarkan usia, addisi +3.00 D digunakan untuk pasien
presbiopia usia 60 tahun. Pada kasus, pasien berusia 57 tahun sehingga digunakan
addisi +2.50 D (pembulatan addisi ke bawah).
Presbiopia
• Melemahnya daya akomodasi lensa akibat penuaan
• Etiologi: penuaan (melemahnya tonus M. Siliaris) dan presbyopia
premature
• Faktor risiko: Usia >40 tahun
• Manifestasi klinis: sulit melihat dekat, asthenopia
• Tata laksana:
• Dengan lensa plus/ konveks/ cembung
• Mulai koreksi sejak usia 40 tahun (+ 1.00 D) setiap 5 tahun bertambah
0.50 D
• Maksimal addisi + 3.00 D
Ny. Sersi, usia 46 tahun datang ke poli mata dengan keluhan mata kiri
terasa mengganjal, gatal, dan terasa seperti ada benda asing yang masuk
ke mata sehingga mata menjadi lebih sering berair. Penurunan tajam
penglihatan disangkal. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Pada
pemeriksaan visus ODS 6/12, maju dengan pinhole. Inspeksi OS tampak
seperti pada gambar berikut (terlampir). Pada pemeriksaan slit lamp, dokter
tidak menemukan kelainan kelopak mata dan asal tumbuh bulu mata.
Diagnosis yang tepat untuk kasus ini adalah…
A. Epiblefaron
B. Trikiasis
C. Distikiasis
D. Entropion
E. Ektropion
• Perempuan, usia 46 tahun
• Mata kiri mengganjal, gatal, terasa ada benda asing, berair
• PF: ODS 6/12, slit lamp: tidak ada kelainan kelopak mata dan asal
tumbuh bulu mata → eksklusi DD entropion dan distikiasis
Jawaban:
B. Trikiasis
Kelainan Bulu Mata
Trikiasis: Bulu mata tumbuh ke arah bola mata
Distikiasis: Bulu mata tumbuh dari orifisium kelenjar Meibom
Etiologi:
• Idiopatik
• Infeksi mata
• Inflamasi kelopak mata
• Kondisi autoimun
• Trauma (mis. Luka bakar)
• Epiblefaron → kelainan kongenital pada kelopak mata sehingga posisi
bulu mata menjadi vertikal ke arah bola mata
Kelainan Bulu Mata
Manifestasi Klinis:
• Rasa mengganjal
• Nyeri pada mata
• Mata merah
• Epifora
• Fotofobia
• Abrasi hingga ulkus kornea sehingga visus dapat turun
Kelainan Bulu Mata
Pemeriksaan Penunjang
• Slit lamp → melihat asal pertumbuhan bulu mata, menyingkirkan
etiologi lain
• Fluorescein test → menentukan apakah terjadi komplikasi ulkus kornea
Kelainan Bulu Mata
Tata Laksana
• Definitif → pembedahan
• Epilasi dengan forceps → rekuren setiap 4-6 minggu
• Ablasi dengan laser → menghilangkan folikel rambut
• Suportif → non-bedah
• Lubrikan (tetes artificial tears) → mengurangi efek gesekan bulu
mata terhadap kornea
A. Epiblefaron
Epiblefaron merupakan kelainan kongenital pada kelopak mata sehingga posisi
bulu mata menjadi vertikal ke arah bola mata. Pada kasus, pasien berusia 46 tahun
mengeksklusi kelainan kongenital ini. Selain itu, pada kasus kelainan pada bulu
mata bukan kelopak mata
C. Distikiasis
Distikiasis merupakan kelainan bulu mata dimana asal tumbuhnya dari orifisium
Meibom. Pada kasus, pemeriksaan slit lamp sudah mengeksklusi distikiasis
D. Entropion
Entropion merupakan kelainan kelopak mata yang masuk ke arah bola mata
sehingga secara tidak langsung bulu mata menjadi masuk ke arah dalam. Pada
kasus, pemeriksaan slit lamp sudah mengeksklusi entropion.
E. Ekstropion
Ekstropion merupakan kelainan kelopak mata yang keluar sehingga tidak
bermanifestasi pada masuknya bulu mata ke arah bola mata. Pada kasus,
pemeriksaan slit lamp juga sudah mengeksklusi kelainan kelopak mata.
Trikiasis
• Kelainan bulu mata dimana bulu mata tumbuh ke arah bola mata
• Etiologi: infeksi mata, trauma, epiblefaron
• Manifestasi: rasa mengganjal, nyeri, mata merah, abrasi, ulkus kornea
• PP: slit lamp dan fluorescein test
• Tata laksana: definitif (epilasi dan ablasi), suportif (lubrikan)
Nn. Sprite, usia 12 tahun datang bersama ibunya dengan keluhan kelopak
mata kiri dan kanan berminyak hingga mengeluarkan padatan kecil seperti
lilin menurut ibu pasien. Keluhan ini dirasakan sejak 4 hari yang lalu,
disertai keluhan bengkak dan merah pada kelopak mata pasien. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan visus ODS 6/6, edema palpebra ODS superior,
terdapat material wax putih sepanjang margo palpebra yang muncul dari
orifisium kelenjar Meibom.
Diagnosis yang tepat terkait kasus ini adalah…
A. Blefaritis stafilokokus
B. Blefaritis seboroik
C. Blefaritis ulseratif
D. Blefaritis non-ulseratif
E. Blefaritis posterior
• Perempuan, usia 12 tahun
• Kelopak mata kiri dan kanan berminyak hingga mengeluarkan
padatan kecil seperti lilin sejak 4 hari lalu → wax material
• Bengkak dan merah pada kelopak mata → tanda inflamasi
• PF: ODS 6/6, edema palpebra ODS superior, wax putih dari
orifisium kelenjar Meibom
Jawaban:
E. Blefaritis posterior
Blefaritis
Definisi: Inflamasi kronis atau rekuren kelopak mata bilateral tanpa
gangguan visus, umumnya terjadi bilateral.
Klasifikasi:
• Blefaritis anterior: kulit, bulu mata, dan folikel
• Tipe: stafilokokus dan seboroik
• Blefaritis posterior: orifisium kelenjar Meibom
Etiologi:
• Infeksi S. aureus, dll.
• Dermatitis seboroik, kontak, alergi
Blefaritis
Patofisiologi:
• Blefaritis anterior
• Tipe stafilokokus (tipe ulseratif)
• Kolonisasi S. aureus → terbentuk skuama dan krusta
• Produksi eksotoksin → memicu respon imun/alergi
• Terjadi kerusakan jaringan
• Tipe seboroik (tipe non-ulseratif)
• Terjadi perubahan kulit
• Muncul skuama berminyak disekitar kelopak mata
Blefaritis
Patofisiologi:
• Blefaritis posterior
1. Hiperkeratinisasi epitel dan perubahan komposisi lipid
2. Ketidakstabilan tear film
3. Lingkungan baik untuk kolonisasi bakteri
4. Inflamasi kronis
5. Disfungsi kelenjar Meibom
Blefaritis
Manifestasi Klinis:
• Blefaritis anterior
• Kelopak mata kemerahan dan gatal
• Iritasi mata, epifora, fotofobia
• Skuama dan krusta sekitar kelopak mata
• Tipe stafilokokus → skuama kering, bulu mata rontok
• Tipe seboroik → skuama berminyak
• Blefaritis posterior
• Obstruksi kelenjar Meibom → Meibomitis
Blefaritis
Anterior
Dominan skuama dan
krusta
Blefaritis
Posterior
Material wax putih dari
orifisium kelenjar
Meibom
Blefaritis
Tata Laksana
• Eyelid hygiene:
• Kompres hangat 10-15 menit 2-4x sehari
• Lid scrubs dengan sampo bayi
• Artificial tears
• Antibiotik
• Topikal → basitrasin, polimiksin B, eritromisin, dan sulfasetamid
• Oral → doksisiklin, tetrasiklin, azitromisin
A. Blefaritis stafilokokus
Blefaritis stafilokokus/ulseratif merupakan salah satu tipe dari blefaritis anterior
dengan manifestasi skuama dan krusta yang dominan. Pada kasus tampak wax
putih pada orifisium Meibom yang menandakan blefaritis posterior.
B. Blefaritis seboroik
Blefaritis seboroik/non-ulseratif merupakan salah satu tipe dari blefaritis anterior
dengan manifestasi skuama berminyak yang dominan. Pada kasus tampak wax
putih pada orifisium Meibom yang menandakan blefaritis posterior.
C. Blefaritis ulseratif
Blefaritis stafilokokus/ulseratif merupakan salah satu tipe dari blefaritis anterior
dengan manifestasi skuama dan krusta yang dominan. Pada kasus tampak wax
putih pada orifisium Meibom yang menandakan blefaritis posterior.
D. Blefaritis non-ulseratif
Blefaritis seboroik/non-ulseratif merupakan salah satu tipe dari blefaritis anterior
dengan manifestasi skuama berminyak yang dominan. Pada kasus tampak wax
putih pada orifisium Meibom yang menandakan blefaritis posterior.
Blefaritis
• Inflamasi kronis kelopak mata bilateral tanpa gangguan visual
• Dibagi menjadi blefaritis anterior dan posterior
• Manifestasi klinis
• Anterior: skuama dan krusta (tipe ulseratif) atau skuama berminyak
(tipe non-ulseratif/seboroik)
• Posterior: muncul wax keputihan kelenjar Meibom
• Tata laksana terdiri dari eyelid hygiene, lid scrubs, antibiotik topikal,
kompres hangat, dan air mata buatan
Tn. Phastos, usia 50 tahun datang berobat ke IGD RS dengan keluhan nyeri
kepala hebat disertai mual-muntah sejak 2 jam yang lalu. Pasien juga
mengeluh pandangan kabur mendadak dan mata merah. Pasien
menyangkal pernah mengalami kejadian serupa dan riwayat operasi mata
disangkal. Pemeriksaan tanda vital didapatkan TD 150/80 mmHg, HR 94
kali/menit, RR 20 kali/menit. Pemeriksaan visus didapatkan VOD 6/12 dan
VOS 1/300. Pemeriksaan oftalmologis OS tampak bilik mata depan dangkal,
pupil middilatasi, lensa tampak keruh dengan shadow test negatif.
Diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah…
A. Glaukoma fakogenik
B. Glaukoma fakomorfik
C. Glaukoma fakolitik
D. Glaukoma fakoanafilaktik
E. Glaukoma fakoantigenik
• Pria, usia 50 tahun
• Nyeri kepala hebat, mual muntah sejak 2 jam lalu
• Pandangan kabur mendadak, mata merah
• TD 150/80, HR 94 kali/menit, RR 20 kali/menit
• PF oftalmologis: VOD 6/12, VOS 1/300, BMD dalam, pupil
middilatasi, lensa keruh, shadow test (+), partikel mengambang di
COA
Jawaban:
B. Glaukoma fakomorfik
Anatomi & Fisiologi Sederhana
Camera oculi
posterior (COP) Bola mata kita
memiliki 3 ruang:
• Camera oculi
anterior: antara iris
dengan kornea
Ruang vitreus
• Camera oculi
posterior: antara
iris dengan lensa
Camera oculi
• Ruang vitreus
anterior (COA)
Anatomi & Fisiologi Sederhana
Camera oculi
posterior (COP)
Camera oculi
anterior (COA)
Anatomi & Fisiologi Sederhana
Vena
episklera
Trabecular meshwork
Kornea
Kanal Schlemm
Iris
Sklera
Lensa
Zonula
Aqueous humor
M. siliaris Epitel siliaris
Glaukoma Fakogenik
Pemeriksaan Penunjang
Glaukoma Fakomorfik
• Slit lamp → tampak katarak matur, pupil mid dilatasi
• Gonioskopi → sudut tertutup (<20 derajat)
• Tonometri → peningkatan TIO (hingga 35 mmHg)
Glaukoma Fakogenik
Pemeriksaan Penunjang
Glaukoma Fakolitik
• Slit lamp → tampak katarak hipermatur, tampak partikel mengambang
pada COA
• Gonioskopi → sudut terbuka (20-45o)
• Tonometri → peningkatan TIO
Glaukoma Fakoanafilaktik/Fakoantigenik
• Slit lamp → tampak partikel yang mengambang pada COA
• Gonioskopi → sudut terbuka (20-45o)
• Tonometri → peningkatan TIO
Glaukoma Fakogenik
Tata Laksana
Glaukoma Fakomorfik
• Normalisasi TIO
• Farmakoterapi sesuai glaukoma sudut tertutup
• Hindari penggunaan miotik (mis. pilokarpin)
• Menyebabkan gangguan posisi iris → lensa dan menggerakkan
lensa ke arah depan → memperburuk klinis
• Tata laksana definitif → ekstraksi katarak (setelah TIO normal)
Tata Laksana Farkamologis
Glaukoma Sudut Tertutup
dilanjutkan
Carbonic anhydrase inhibitor
(CAI) + Beta blocker topikal
1,5 jam kemudian
Pilokarpin 2%
Asetazolamid 500 mg
PO/IV
Timolol 0,5%
Hindari penggunaan
pilokarpin pada
glaukoma fakomorfik
Alternatif CAI: Alternatif beta blocker topikal:
Apraklonidin
Alpha agonist Menurunkan produksi aqueous humor
Brimonidin
C. Glaukoma fakolitik
Glaukoma fakolitik biasanya terjadi pada stadium katarak hipermatur. Terjadi
sumbatan pada trabekulum meshwork akibat partikel lensa yang terlepas pada
katarak hipermatur.
D. Glaukoma fakoanafilaktik
Glaukoma fakoanafilaktik umumnya terjadi pada pasien post-operasi (mis. Katarak)
sehingga terdapat reaksi imun pada protein sisa kapsul lensa. Pada kasus, pasien
menyangkal riwayat operasi
E. Glaukoma fakoantigenik
Glaukoma fakoantigenik merupakan nama lain glaukoma fakoanafilaktik
Glaukoma lense-induced
• Glaukoma akibat kelainan pada lensa
• Klasifikasi:
• Glaukoma fakomorfik: pada katarak matur
• Glaukoma fakolitik: pada katarak hipermatur
• Glaukom fakoanafilaktik/ fakoantigenik: pada pasien post-operasi
katarak
• Tata laksana:
• Normalisasi TIO dengan terapi glaucoma sudut tertutup
• Siklopegi
• Ekstraksi katarak
Ny. Ajak, usia 50 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan mata kiri tidak
bisa melihat mendadak sejak 20 menit yang lalu. Mata merah dan nyeri
disangkal oleh pasien namun ia mengaku memiliki riwayat penyakit
jantung dan sudah lama tidak kontrol berobat karena pandemi COVID-19 .
Pada pemeriksaan TTV didapatkan TD 175/95 mmHg, HR 90 kali /menit, RR
18 kali /menit, suhu 36,5° C. Pada pemeriksaan fisik mata didapatkan VOS
1/300, VOD 5/6 refleks cahaya langsung (+/-), RAPD OS (+), pemeriksaan
funduskopi OS didapatkan gambaran cherry red spot (+).
Diagnosis yang paling tepat terkait mata kiri pasien adalah…
A. BRAO
B. CRAO
C. CRVO
D. BRVO
E. Ablasio retina
• Perempuan, usia 50 tahun
• Mata kiri tidak bisa melihat mendadak sejak 20 menit
• Riwayat penyakit jantung tidak terkontrol → faktor risiko
• TD 175/95 mmHg
• PF mata: VOS 1/300, VOD 5/6, RCL (+/-), RAPD OS (+)
• Funduskopi: gambaran cherry red spot (+)
Jawaban:
B. CRAO
Oklusi Pembuluh Darah Retina
Etiologi:
• Emboli → tersering (mis. kolesterol, fibrin platelet, dll.)
• Trombus → kedua tersering (mis. atherosklerosis)
• Arteritis retina dengan obliterasi
• Giant cell arteritis, SLE, dll.
CRAO
Faktor Risiko
• Usia tua
• Jenis kelamin pria
• Penyakit komorbid → penyakit kardiovaskular, hipertensi, DM,
Obesitas
Suplai
Perdarahan
Retina
CRAO
Patofisiologi
CRAO
Manifestasi Klinis
BRAO CRAO
Cattle trucking:
Penyempitan arteri retina
Segmentasi kolom darah pada retina
CRAO
Gambaran
cherry red spot
BRAO
Kelainan tersegmentasi
sesuai kuadran yang
mengalami oklusi
CRAO
Pemeriksaan Penunjang Lainya
• OCT: hiperrefleksi plak emboli dengan penebalan retina inferior
• Fundus Fluorescein Angiography (FFA): keterlambatan pengisian arteri,
vaskularisasi koroid tertutup oleh edema retina
• Electroretinography (ERG): penurunan amplitudo b-wave
CRAO
Tata Laksana
• CRAO dan BRAO merupakan kegawatdaruratan oftalmologi → rujuk
• Retina hanya dapat bertahan selama 90-100 menit
• Tata laksana yang dapat segera dikerjakan (<24 jam dari onset):
• Masase mata (tekan selama 10-15 detik, lepas mendadak)
• Turunkan TIO segera (mis. asetazolamid atau timolol)
• Vasodilator (mis. preparat nitrat)
Masase mata untuk menekan lumen arteri yang kolaps dan melepas emboli
A. BRAO
BRAO umumnya ditemukan gambaran cattle trucking dengan penurunan visus
tidak sedrastis CRAO. Kelainan pada BRAO tergantung kuadran terjadi iskemi.
Pada kasus didapatkan hasil funduskopi cherry red spot, visus 1/300, RAPD (+).
C. CRVO
Gambaran funduskopi CRVO umumnya berupa flame-shaped haemorrhae (ringan)
hingga splashed-tomato appearance (berat). Pada kasus ditemukan cherry red spot
yang merupakan tanda dari CRAO.
D. BRVO
Pada kasus terdapat manifestasi klinis yang berat sedangkan pada BRVO
umumnya asimtomatis. Hasil pemeriksaan funduskopi berupa flame-shaped
haemorrhage atau cotton-wool spots terbatas pada kuadran yang mengalami
iskemi.
E. Ablasio retina
Pasien umumnya akan mengeluhkan padangan seperti tertutup tirai dan terdapat
floaters. Hasil pemeriksaan funduskopi pada ablasio akan menunjukkan red reflex
(-) dan shifting fluid phenomenon.
CRAO
• Terjadi akibat sumbatan arteri utama pada retina.
• Bermanifestasi sebagai: amaurosis fugax, penurunan visus <3/60, RAPD (+).
• Hasil funduskopi khas berupa cherry red spot.
• Tata laksana awal:
• Masase mata
• Pemberian asetazolamid atau timolol, dan nitrat
• Rujuk secepatnya (bila di FKTP)
An. Ikaris, laki-laki usia 9 tahun dibawa berobat karena tidak dapat
melakukan kontak mata yang tepat dengan ibunya. Pasien juga mengeluh
penglihatan tampak ganda. Ibu pasien mengatakan sepertinya hal ini
sudah terjadi sejak pasien usia 5 tahun namun dikira akan sembuh sendiri.
Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan visus ODS 6/6.
Dokter kemudian menyinari penlight dari depan ke arah dahi pasien dan
meminta pasien untuk berfokus pada sumber cahaya tersebut. Hasil
pemeriksaan terlihat pantulan cahaya OD terletak di pupil pasien,
sedangkan pantulan cahaya OS terletak di iris, medial dari pupil pasien.
Diagnosis yang paling tepat pada kasus ini adalah…
A. Eksoforia OS
B. Eksotropia OS
C. Esoforia OS
D. Esotropia OS
E. Hipoforia OS
• Anak laki-laki, usia 9 tahun
• Tidak dapat melakukan kontak mata yang tepat, pandangan
tampak ganda
• Sudah terjadi sejak usia 5 tahun
• Visus ODS 6/6
• Refleks kornea: pantulan cahaya OS medial dari pupil →
strabismus OS
Jawaban:
B. Eksotropia OS
Strabismus
Definisi: Posisi kedua bola mata tidak lurus/sama antara satu sama lain
(misalignment).
Istilah:
• Eso- (ke medial)
• Ekso- (ke lateral)
• Hiper- (ke atas)
• Hipo- (ke bawah)
Strabismus
Klasifikasi:
• Strabismus manifes (-tropia): merupakan deviasi bola mata yang terlihat
bahkan saat penglihatan binocular (menggunakan kedua mata)
• Stabismus laten (-foria): deviasi bola mata yang terlihat hanya saat
penglihatan monocular (menggunakan 1 mata)
Perhatikan!
• Strabismus manifes (-tropia) dapat terjadi pada hanya 1 atau kedua
bola mata (mis. eksotropia OD, esotropia ODS)
• Stabismus laten (-foria) SELALU melibatkan kedua bola mata (ODS)
Hipertropia
Gerak Bola
Mata
Gambar ini menunjukkan
arah gerak bola mata bila
otot ekstraokuli tersebut
berkontraksi
Strabismus
Manifestasi Klinis
• Pandangan ganda (diplopia)
• Pandangan kabur, sulit membaca
• Abnormalitas gerakan bola mata
Strabismus
Pemeriksaan Penunjang
• Hirschberg test
• Identifikasi refleks cahaya pada kornea untuk menentukan deviasi
bola mata
• Hasil:
• Esotropia → cahaya jatuh di lateral kornea
• Eksotropia → cahaya jatuh di medial kornea
• Hipertropia → cahaya jatuh di bawah kornea
• Hipotropia → cahaya jatuh di atas kornea
Hirschberg
test
A. Normal
B. Esotropia OS
C. Eksotropia OS
D. Hipertropia
Strabismus
Pemeriksaan Penunjang
• Cover test → mendeteksi -tropia (strabismus manifes)
• Mata yang diperiksa: mata yang tidak tertutup
• Menutup 1 mata dengan occluder dan melihat gerakan mata
kontralateral
• Bila ada gerakan pada mata yang tidak tertutup → cover test abnormal
Strabismus
Pemeriksaan Penunjang
• Cover test → mendeteksi -tropia (strabismus manifes)
• Interpretasi: Pergerakan 1 atau kedua bola mata berlawanan dengan
deviasinya:
• Ke lateral → esotropia
• Ke medial → eksotropia
• Ke atas → hipotropia
• Ke bawah → hipertropia
Cover test
Abnormal bila ada
pergerakan “mata yang
tidak ditutup”
Ingat! Tidak ada istilah OD/OS karena esoforia/eksoforia selalu melibatkan kedua mata
Cover/Uncover Test: Test Yourself
C. Esoforia OS
Esoforia merupakan strabismus laten (hanya terlihat dengan pemeriksaan) dengan
arah ke dalam sehingga pada pemeriksaan cover-uncover test terlihat hasil
pergerakan bola mata ke lateral saat occluder dibuka.
D. Esotropia OS
Esotropia merupakan strabismus manifes (terlihat langsung dari klinis) dengan
arah ke dalam sehingga tampak refleks pantulan cahaya di sebelah lateral dari
pupil.
E. Hipoforia OS
Hipoforia merupakan strabismus laten (hanya terlihat dengan pemeriksaan)
dengan arah ke bawah sehingga pada pemeriksaan cover-uncover test terlihat hasil
pergerakan bola mata ke superior saat occluder dibuka.
Strabismus
• Kedua mata tidak lurus/sama (misalignment).
• Eso- → ke dalam
• Ekso- → ke luar
• Hiper- → ke atas
• Hipo- → ke bawah
• -tropia → tampak/manifes
• -foria → tersembunyi/laten
• Tropia/manifest (cover test), foria/laten (cover/uncover test)
• Tata laksana: eye patch, penalisasi atropin
Ny. Thena, usia 60 tahun datang bersama dengan anaknya ke Puskesmas
mengeluh mata kabur yang memberat sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya
pasien masih dapat menonton televisi namun seminggu terakhir semuanya
nampak kabur total. Keluhan nyeri, mual, dan muntah disangkal oleh
pasien. Pemeriksaan visus 20/200, pada pemeriksaan oftalmologi tampak
segmen anterior mata tenang, kekeruhan menyeluruh pada lensa, shadow
test (-).
Diagnosis yang tepat pada pasien ini adalah…
A. Katarak insipiens
B. Katarak imatur
C. Katarak matur
D. Katarak traumatika
E. Katarak Morgagni
• Perempuan, usia 60 tahun
• Mata kabur memberat sejak 1 tahun lalu, saat ini kabur total
• Nyeri, mual, muntah disangkal → eksklusi glaukoma
• Visus 20/200, segmen anterior tenang, kekeruhan menyeluruh,
shadow test (-)
Jawaban:
C. Katarak matur
Katarak Senilis
Definisi: Gangguan penglihatan progresif terkait usia akibat lensa mata
yang semakin keruh dan tebal.
Faktor Risiko:
UV
Steroid
jernih
keruh
Pemeriksaan Penunjang:
• Refleks cahaya langsung → shadow test
• Slit lamp → menilai opasitas lensa, letak kekeruhan, & ukuran nukleus
Ilustrasi Shadow Test
Staging Katarak Senilis
Hipermatur/
Parameter Insipiens Imatur Matur
Morgagni
Pasien dapat melihat huruf pada jarak Huruf tersebut seharusnya terlihat
6/20
6 meter dari jarak 20 meter
B. Katarak imatur
Katarak imatur ditandai dengan kekeruhan lensa sebagian dan shadow test (+).
Pada kasus, shadow test (-) dan kekeruhan lensa menyeluruh sehingga lebih tepat
katarak matur.
D. Katarak traumatika
Katarak traumatika terjadi akibat kejadian trauma yang menyebabkan keruhnya
lensa. Pada pemeriksaan umumnya khas ditemukan gambaran bintang/stellatae.
Pada kasus, shadow test (-) dan kekeruhan lensa menyeluruh sehingga lebih tepat
katarak matur.
E. Katarak Morgagni
Katarak Morgagni/hipermatur ditandai dengan kekeruhan lensa masif dan shadow
test (pseudo+), disertai tanda lain seperti iris tremulans dan COA dalam. Pada
kasus, shadow test (-) dan kekeruhan lensa menyeluruh sehingga lebih tepat
katarak matur.
Katarak Senilis
• Kekeruhan lensa progresif akibat faktor usia
• Manifestasi klinis khas sesuai stadium katarak:
• Insipiens: kekeruhan ringan pada lensa, pemeriksaan fisik normal
• Imatur: kekeruhan sebagian lensa, COA dangkal menyebabkan shadow
test (+)
• Matur: lensa keruh seluruhnya, visus < 20/200, tidak ada lagi iris
shadow
• Hipermatur/ Morgagni: lensa keruh masif, Iris tremulans, COA dalam,
visus 1/300, shadow test: pseudopositif
• Tata laksana: operatif
Nn. Arishem, usia 25 tahun datang ke Poliklinik dengan keluhan kedua
mata terasa pedih sejak 2 hari yang lalu. Keluhan disertai dengan mata
merah, terasa berpasir, dan lebih berair. Pasien mengaku 2 hari ini sering
pulang-pergi luar kota dengan sepeda motor dengan helm tanpa kaca
depan. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada
pemeriksaan fisik mata didapatkan VODS 6/6, ODS tampak injeksi
konjungtiva (+), sekret (-), papil (-), folikel (-). Tes Schirmer menunjukkan
hasil 5 mm dalam 5 menit.
Tata laksana yang tepat sesuai kasus adalah…
A. Carboxymethyl cellulose tetes mata
B. Polyhexamethylene biguanide tetes mata
C. Sodium cromoglycate tetes mata
D. Chloramphenicol salep mata
E. Prednisolone tetes mata
• Perempuan, usia 25 tahun
• Mata terasa pedih, merah, berpasir, lebih berair sejak 2 hari lalu.
• Riwayat keluar kota dengan motor dengan helm tanpa kaca depan →
faktor risiko lingkungan berangin dan berdebu.
• VODS 6/6, injeksi konjungtiva (+), sekret (-), papil (-), folikel (-).
• Tes Schirmer: 5 mm dalam 5 menit → dry eye derajat sedang
Jawaban:
A. Carboxymethyl cellulose eye drops
Dry Eye Syndrome
Dry Eye Syndrome
= Keratoconjunctivitis sicca (KCS)
Etiologi:
• Evaporasi berlebih → Disfungsi kelenjar Meibom, xeroftalmia
• Produksi inadekuat → Sjögren syndrome
• Lingkungan → berdebu, dingin, berangin
Tear film
Terjadi disfungsi kelenjar
Meibom pada DES →
produksi lapisan lipid
menurun
Dry Eye Syndrome
Manifestasi Klinis
• Mata merah
• Rasa tidak nyaman atau berpasir (sensasi benda asing)
• Sekret mukoid
• Epifora (mata berair) → efek paradoksikal
• lapisan lipid pada tear film menipis → evaporasi air mata →
produksi air mata meningkat (dengan kualitas kurang baik)
• Fotofobia
Dry Eye Syndrome
Pemeriksaan Penunjang
• Schirmer test
• Meletakkan strip kertas pada forniks posterior
• Pasien menutup mata selama 5 menit dan dilakukan evaluasi
Hasil Interpretasi
>15 mm Normal
Jawaban:
C. Deuteranopia
Fisiologi Sederhana
L cone M cone S cone
Etiologi
• Genetik
• Buta warna merah-hijau (pro- atau deuter-) → x-linked resesif
• Buta wana biru (tri-) → mutasi kromosom 7 autosomal dominan
• Didapat → trauma, efek toksisitas obat, penyakit tertentu
Mata Normal
Pada keadaan normal, masing-masing sel kerucut memiliki daerah kekuasaannya
sendiri. Pada buta warna, daerah ini dapat bergeser (-anomali) atau hilang sama
sekali (-anopia)
Panjang
Gelombang
(nm)
Klasifikasi Buta Warna
Buta Warna
Manifestasi Klinis
Kelainan Keterangan
Protanopia Tidak dapat membedakan warna merah dan hijau sama sekali
Panjang
Gelombang
(nm)
Anomalous Trichromacy
Sel kerucut M bergeser ke area
kekuasaan merah, warna hijau
terlihat lebih merah
Panjang
Gelombang
(nm)
Anomalous Trichromacy
Sel kerucut M bergeser ke area
kekuasaan merah dan hijau; warna
hijau terlihat menjadi kebiruan,
warna kuning menjadi keunguan
Panjang
Gelombang
(nm)
Dichromacy
B. Protanopia
Pada protanopia, hanya terdapat 2 sel kerucut, yaitu S dan M, sehingga pasien
sama sekali tidak bisa melihat warna merah. Pada kasus, pasien juga tidak dapat
warna hijau.
D. Tritanopia
Pada tritanopia, pasien hanya memilki 2 sel kerucut, yaitu M dan L, sehingga
pasien sama sekali tidak bisa melihat warna biru-kuning. Pada kasus, pasien tidak
dapat warna merah dan hijau sama sekali.
E. Monochromacy
Monochromacy merupakan keadaan mata yang hanya memiliki sel kerucut biru
atau tidak memiliki sel kerucut sama sekali sehingga penglihatan monokrom. Pada
kasus, pasien tidak dapat membedakan warna hijau dan merah saja.
Buta Warna
• Terjadi akibat kelainan kongenital atau didapat
• Istilah khusus:
• Proto-: Defisiensi opsin merah
• Deutero-: Defisiensi opsin hijau
• Trito-: Defisiensi opsin biru
• -anomali: Sulit membedakan
• -anopia: Tidak dapat membedakan sama sekali
Ny. Makkari, usia 26 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan kedua
mata terasa perih dan agak kabur sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan
disertai mata terasa berpasir dan panas. Pasien mengaku akhir-akhir ini
sedang lembur mengejar target penjualan kantor sehingga dirinya terus
menatap laptop dan handphone bergantian hampir seharian. Pemeriksaan
tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan
VODS 6/12, ODS tampak injeksi konjungtiva ringan (+), sekret (-), papil (-),
folikel (-). Tes Schirmer menunjukkan hasil 10 mm/5 menit.
Diagnosis yang tepat sesuai kasus adalah…
A. Keratokonjungtivitis sika
B. Phantom limb syndrome
C. Digital eye strain
D. Keratokonus
E. Konjungtivitis vernal
• Perempuan, usia 26 tahun
• Kedua mata terasa perih, agak kabur sejak 1 minggu
• Terasa berpasir dan panas
• Sering menatap layar laptop dan handphone seharian
• VODS 6/12, ODS injeksi konjungtiva ringan (+), sekret (-), papil (-),
folikel (-).
• Tes Schirmer: 10 mm/5 menit
Jawaban:
C. Computer Vision Syndrome
Computer Vision Syndrome (CVS)
= Digital Eye Strain
Definisi: Sekumpulan gejala pada mata akibat aktivitas penglihatan jarak dekat
secara terus-menerus selama penggunaan komputer dan gawai.
Faktor Risiko:
• Durasi penggunaan komputer → >6 jam/hari
• Segi pengguna → kondisi kesehatan mata, kurang berkedip, postur tubuh
tidak ergonomis
• Pengaturan komputer → kontras dan intensitas cahaya komputer yang
tinggi, cahaya lingkungan sekitar redup
• Lingkungan kerja → kelembapan ruangan rendah, suhu tinggi
Computer Vision Syndrome (CVS)
Manifestasi Klinis
E. Konjungtivitis vernal
Merupakan salah satu bentuk dari konjungtivitis alergi ditandai dengan
ditemukannya cobblestone dan Horner-Trantas dots.
Computer Vision Syndrome
• Terjadi akibat aktivitas penglihatan jarak dekat terus-menerus selama
penggunaan komputer/gawai
• Manifestasi: gejala mata (mata kering, merah, berair), gejala penglihatan
(kabur, diplopia), gejala diluar mata (nyeri kepala, muskuloskeletal)
• Pencegahan: 20-20-20, pengaturan ergonomis
• Tata laksana: artificial tears
Tn. Gilgamesh, usia 30 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan pandangan
mata kiri kabur mendadak sejak 1 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh rasa
nyeri pada mata kiri terutama saat mata digerakkan. Pasien mengaku
pernah mengidap penyakit autoimun beberapa tahun lalu. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya RAPD (+). Pemeriksaan lapang
pandang menunjukkan adanya skotoma sentral pada OS. Pemeriksaan
funduskopi kedua mata didapatkan dalam batas normal.
Diagnosis yang paling mungkin pada kasus ini adalah…
A. Papilitis
B. Neuritis retrobulbar
C. Neuritis optik
D. Ablasio retina
E. Age-related macular degeneration
• Tuan, usia 30 tahun
• Mata kiri kabur mendadak 1 hari lalu → patient sees nothing
• Nyeri mata kiri terutama saat digerakkan
• Riwayat penyakit autoimun (+) → faktor risiko
• PF mata: RAPD (+), skotoma sentral OS
• Funduskopi normal ODS → doctor sees nothing
Jawaban:
B. Neuritis retrobulbar
Neuritis Retrobulbar
Definisi: Inflamasi nervus optikus bagian retrobulbar.
Etiologi:
• Infeksi
• Multiple sclerosis → 85% kasus
• Keganasan
• Autoimun
Bulbi
Bulbi
Retina
Nervus Optikus
Chiasma Optikum
Traktus Optikus
LGN
Radiatio optica
Korteks visual
Neuritis Retrobulbar
Manifestasi Klinis
• Pandangan kabur mendadak, umumnya unilateral
• Nyeri pada bagian retroorbital dieksaserbasi gerakan dan penekanan
bola mata
• Defek lapang pandang
C. Neuritis optik
Neuritis optik merupakan istilah lain dari papilitis.
D. Ablasio retina
Ablasio retina merupakan separasi lapisan retina yang tampak pada pemeriksaan
red reflex (-), akumulasi cairan yang mobile. Pada kasus, funduskopi tampak
normal.
Jawaban:
D. Xanthelasma
Xanthelasma
Definisi: Plak kekuningan pada kantus medial kelopak mata yang
merupakan deposit kolesterol. Umumnya terjadi pada penderita
dislipidemia.
Etiologi:
• Primer: Genetik (mis. dislipoproteinemia familial, hipertrigliseridemia)
• Sekunder: Dislipidemia, diet tinggi kolesterol, steroid anabolik,
metabolik (mis. hipotiroid, DM)
Xanthelasma
Patofisiologi
• Xanthelasma pada dasarnya merupakan xanthoma yang terjadi pada
kelopak mata
• Xanthoma merupakan deposit materi kaya kolesterol berbentuk foam
cells → pada kulit
Xanthelasma
Manifestasi Klinis
• Plak subkutan berwarna kekuningan hingga kecoklatan
• Lokasi pada kantus medial
• Umumnya terjadi simetris bilateral
• Asimtomatis → umumnya keluhan terkait kosmetik
Xanthelasma
Xanthoma
Xanthelasma
Tata Laksana
• Tata laksana non-bedah
• Modifikasi gaya hidup
• Diet rendah lemak, olahraga rutin
• Terapi farmakologis
• Menurunkan serum lipid (mis. obat golongan statin)
B. Hordeolum eksterna
Hordeolum eksterna merupakan infeksi fokal akut pada kelopak mata. Teraba
benjolan/nodul pada palpebra yang kemerahan, nyeri, dan teraba hangat. Pada
kasus tidak terdapat tanda infeksi dan bentuk bukan benjolan melainkan plak.
C. Kalazion
Kalazion merupakan inflamasi fokal kronis pada kelopak mata. Manifestasi berupa
benjolan/nodul padat, fluktuasi (-), tidak nyeri saat disentuh. Pada kasus, tidak
terdapat tanda inflamasi kronis dan bentuk bukan benjolan melainkan plak.
E. Xanthoma
Xanthoma merupakan deposit materi kaya kolesterol pada kulit tubuh, selain
kelopak mata. Salah satu bentuk manifestasi lipid disorder. Pada kasus, fokus
pertanyaan pada plak lokal di kelopak mata yang disebut xanthelasma.
Xanthelasma
• Bagian dari lipid disorder yang bermanifestasi sebagai plak kekuningan
pada kantus medial palpebra
• Bersifat asimtomatis
• Bila terjadi pada kulit bagian tubuh lain disebut xanthoma
• Tata laksana:
• Non-bedah dengan modifikasi diet dan pemberian statin
• Bedah dengan eksisi atau abrasi laser/kauter kimia
An. Gulana, laki-laki usia 1 tahun dibawa orangtuanya ke poli mata dengan
keluhan kedua mata pasien terlihat seperti kucing dan juling. Pada
pemeriksaan tanda vital didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan
mata tampak refleks pupil putih, dan pada funduskopi ditemukan massa
abu-putih dengan vaskularisasi pada area retina. Dokter menemukan
bahwa tumor ini bersifat ekstensif.
Tata laksana yang paling tepat dilakukan pada pasien ini adalah…
A. Terapi laser
B. Krioterapi
C. Kemoterapi
D. Radioterapi
E. Enukleasi
• Anak laki-laki, usia 1 tahun
• Kedua mata terlihat seperti kucing dan juling
• PF mata: refleks pupil putih → leukokoria
• Funduskopi: massa abu-putih dengan vaskularisasi pada area
retina → nodul dome-shaped
• Tumor bersifat ekstensif
Jawaban:
E. Enukleasi
Retinoblastoma
Retinoblastoma
Definisi: Keganasan intraokuli primer dari sel neuroepitel imatur
(retinoblas) yang umumnya terjadi dalam 1 tahun pertama kehidupan.
Etiologi:
• Herediter (~40% kasus)
• Mutasi/delesi pada gen RB1, pada kromosom 13q14
• Umumnya terjadi bilateral
• Non-herediter (~60% kasus)
• Umumnya terjadi unilateral
• Tanpa riwayat pada keluarga
Retinoblastoma
Manifestasi Klinis
• Leukokoria atau cat’s eye appearance
• Refleks pupil putih akibat pantulan cahaya pada tumor intraokuli
• Strabismus
• Diskolorasi iris → akibat neovaskularisasi
• Proptosis → terkait kondisi buftalmos
Leukokoria
Retinoblastoma
Pemeriksaan Penunjang
• Penlight
• Didapatkan refleks pupil putih dengan vaskularisasi (leukokoria)
• Tonometri
• Menilai TIO → mendeteksi glaukoma sekunder
• Funduskopi
• Nodul (dome-shaped) pada retina, warna keputihan
• Menilai neovaskularisasi
• Histopatologi→ gambaran rosette
Funduskopi
Tampak tumor
berwarna putih
Histopatologi
Gambaran rosette
Retinoblastoma
Tata Laksana
• Tergantung dari ukuran tumor, dapat dilakukan:
• Terapi laser
• Krioterapi
• Kemoterapi
• Enukleasi → bila tumor ekstensif
A. Terapi laser
Terapi laser merupakan salah satu pilihan terapi RB namun pada kasus ini tumor
bersifat ekstensif sehingga memerlukan tindakan yang lebih agresif (enukleasi)
sebelum menyebar ke jaringan sekitar.
B. Krioterapi
Krioterapi merupakan salah satu pilihan terapi RB namun pada kasus ini tumor
bersifat ekstensif sehingga memerlukan tindakan yang lebih agresif (enukleasi)
sebelum menyebar ke jaringan sekitar.
C. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan salah satu pilihan terapi RB namun pada kasus ini tumor
bersifat ekstensif sehingga memerlukan tindakan yang lebih agresif (enukleasi)
sebelum menyebar ke jaringan sekitar.
D. Radioterapi
Radioterapi bukan merupakan pilihan terapi pada retinoblastoma
Retinoblastoma
• Keganasan intraokuli primer
• Manifestasi klinis:
• Leukokoria, strabismus, dislokasi iris, proptosis
• Pemeriksaan penunjang:
• Funduskopi: nodul dome shaped pada retina
• Histopatologi: gambaran rosette
• Tata laksana:
• Laser, kemoterapi, krioterapi
• Enukleasi bila ekstensif
Tn. Matildis, usia 58 tahun datang ke poli mata dengan keluhan melihat
bayangan hitam yang menghalangi lapang pandangnya, semakin lama
semakin membesar sejak 2 hari lalu. Pasien beberapa kali diresepkan
Amlodipin namun tidak diminum rutin . Keluhan mata merah dan gatal
disangkal. Pemeriksaan funduskopi ditemukan flame shaped haemorrhage
pada keempat kuadran disertai akumulasi lipid . Tampak penyilangan arteri
dan vena. Batas papil jelas.
Derajat keparahan kondisi pasien menurut klasifikasi Keith-Wagner-
Barker adalah…
A. Grade 0
B. Grade 1
C. Grade 2
D. Grade 3
E. Grade 4
• Pria, usia 58 tahun
• Melihat bayangan hitam yang menghalangi lapang pandang,
semakin membesar sejak 2 hari → skotoma
• Riwayat konsumsi Amlodipin tidak teratur → FR
• Funduskopi: flame shaped haemorrhage pada keempat kuadran
disertai akumulasi lipid akibat pembuluh darah yang bocor.
Tampak penyilangan arteri dan vena. Batas papil jelas → hard
exudates (+), AV crossing (+).
Jawaban:
D. Grade 3
Retinopati Hipertensi
Retinopati Hipertensi
Definisi: Perubahan pembuluh darah retina akibat hipertisi dan
arteriosclerosis
Patofisiologi:
1. Fase vasokonstriksi: tekanan darah tinggi menyebabkan arteriole
menyempit dan vasospasme untuk mengurangi jumlah aliran darah ke
retina
2. Fase sklerosis: dinding endotel mengalami penebalan dan hiperplasia
→ menyebabkan AV crossing/nicking, silver dan copper wiring
3. Fase eksudatif: sawar darah retina rusak menyebabkan keluarnya
plasma dan darah → perdarahan retina, cotton-wool spots, hard exudate,
dan iskemia retina
Retinopati Hipertensi
Manifestasi Klinis
• Biasanya asimptomatik
• Nyeri kepala, nyeri mata, dll → Pada penyakit yang berat (Grade
III dan IV Keith-Wagner-Barker)
• Funduskopi (lihat slide berikutnya)
Retinopati Hipertensi
Manifestasi Klinis
Temuan Deskripsi
Arteri berkelok-kelok (tortuous) Akibat konstriksi arteriol retina
AV crossing dan AV nicking Vena sangat menyempit hingga arteri dapat melewatinya
Copper wire & silver wire Penebalan dan opasifikasi dinding arteriol
Akumulasi materi aksoplasmik akibat iskemia lapisan retina nerve
Cotton-wool spots (soft exudate)
fiber
Hard exudate Akumulasi lipid akibat arteriol yang mengalami kebocoran
Flame-shaped hemorrhage Perdarahan retina superfisialis
Dot blot hemorrhage Perdarahan retina profunda
Edema papil Pembengkakan diskus optik
Retinopati Hipertensi
AV Nicking
Arteri yang menebal dapat
melewati vena. Vena
mengalami penyempitan
pada daerah yang dilewati
Retinopati Hipertensi
Copper Wire
Penebalan dinding
arteriol menyebabkannya
terlihat kekuningan
Retinopati Hipertensi
Silver Wire
Oklusi total arteriol
menyebabkannya terlihat
putih
Retinopati Hipertensi
Cotton wool
spots (Soft
Exudate)
Akumulasi materi
aksoplasmik akibat iskemia
lapisan retina nerve fiber
Retinopati Hipertensi
Hard Exudate
Akumulasi lipid akibat
pembuluh darah yang
mengalami kebocoran
Retinopati Hipertensi
Flame-shaped
Hemorrhage
Perdarahan pada retina
superfisialis (lapisan nerve
fiber) → berbentuk linear
Retinopati Hipertensi
Dot-blot
Hemorrhage
Perdarahan pada retina
profunda (lapisan inner
nuclear) → berbentuk bulat
Retinopati Hipertensi
Edema Papil
Funduskopi normal Papil menjadi lebih
menonjol dan batas
menjadi tidak jelas
Retinopati Hipertensi
Klasifikasi Keith-Wagner-Barker (paling sering digunakan di UKMPPD)
Grade Funduskopi
Grade 1 Konstriksi arteriol retina
Grade Funduskopi
Grade 0 Tidak ada perubahan
Penyempitan arteriol yang hampir tidak terlihat + AV nicking =
Grade 1
copper/silver wiring
Grade 2 Penyempitan arteriol yang jelas
Sumber: eyewiki.aao.org
Retinopati Hipertensi
Terapi Parenteral (biasanya untuk 24 jam pertama)
B. Grade 1
Pada grade 1 hanya terjadi penyempitan arteriol. Pada kasus, sudah terdapat AV
crossing dan hard exudates yang menandakan grade 3
C. Grade 2
Pada grade 2 terjadi penyempitan arteriol disertai AV nicking dan copper/silver
wire. Pada kasus, sudah terdapat AV crossing dan hard exudates yang menandakan
grade 3.
E. Grade 4
Pada grade 4 sudah terjadi edema papil yang menyebabkan batas papil menjadi
tidak jelas. Pada kasus, batas papil masih jelas.
Retinopati Hipertensi
• Disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi
• Klasifikasi berdasarkan Keith-Wagner-Barker
• Grade 1: hanya penyempitan arteriol (turtous arteriole)
• Grade 2: Grade 1 + AV nicking + copper/silver wiring
• Grade 3: Grade 2 + perdarahan retina + cotton wool spots + hard
exudates
• Grade 4: Grade 3 + edema papil
An. Yehuda, usia 11 tahun datang bersama ibunya ke dokter dengan
keluhan pandangan kabur sejak 1 tahun yang lalu namun akhir-akhir ini
semakin parah ditambah dengan pandangan tampak berbayang. Ibu pasien
selalu menahan agar anaknya tidak menggunakan kacamata namun hal ini
sudah mengganggu prestasi di sekolah. Pada pemeriksaan visus
didapatkan VOD 6/20 dan VOS 6/12. Setelah koreksi, VOD menjadi 6/6
dengan bantuan lensa S -1,0 C+1,0 x90 derajat.
Diagnosis yang paling tepat pada pasien ini adalah…
A. Astigmatisme mixtus
B. Astigmatisme kompositus miopia
C. Astigmatisme kompositus hipermetropia
D. Astigmatisme simpleks miopia
E. Astigmatisme simpleks hiperopia
• Anak, usia 11 tahun
• Pandangan kabur sejak 1 tahun, semakin parah, ditambah
pandangan tampak berbayang
• VOD 6/20 dan VOS 6/12. Setelah koreksi, VOD menjadi 6/6
dengan bantuan lensa S -1,0 C+1,0 x90°
Jawaban:
D. Astigmatisme simpleks miopia
Astigmatisme
Definisi: kelainan refraksi akibat permukaan kornea yang tidak
sepenuhnya sferis, cahaya terfokus pada >1 titik di retina.
Etiologi:
• Astigmatisme korneal → tersering
• Abnormalitas kurvatura kornea
• Astigmatisme lenticular
• Kelainan pada lensa (kurvatura, posisi, atau indeks refraksi)
• Astigmatisme retinal → akibat abnormalitas pada makula
Ilustrasi Astigmatisme
Emetropia Astigmatisme
Cahaya jatuh tepat pada 1 titik fokus di retina Kekuatan refraksi bervariasi pada aksis yang
berbeda
Refraksi pada Astigmatisme
Meridian vertikal
90◦
2 titik fokus yang
berbeda
Meridian horizontal
*Meridian = axis
Astigmatisme
Klasifikasi berdasarkan Meridian:
• Astigmatisme regular: kedua meridian masih tegak lurus satu sama
lain
• With-the-rule: meridian vertikal lebih melengkung dibandingkan
meridian horizontal
• Against-the-rule: meridian horizontal lebih melengkung
dibandingkan meridian vertikal
• Astigmatisme irregular: kedua meridian sudah tidak tegak lurus
Meridian
vertikal Meridian
horizontal
Mixtus
Fokus 1: di depan retina (S1 -)
Fokus 2: di belakang retina (S2 +)
Diagnosis Cepat UKMPPD
Contoh Soal:
OD S-3,00 C+2,50 x90
Langkah 3: Tabel Diagnosis
Notasi/Letak Jenis Keterangan Tambahan Diagnosis
Bayangan sisanya (-) Simpleks myopia
Salah satu S1 atau S2 0 Simpleks
Bayangan sisanya (+) Simpleks hyperopia
-3 0
-3 -0,5 0
-3 -0,5 0
Bila anda bukan orang yang visual, kedua titik fokus dapat didapat dengan:
• Fokus 1 = sferis soal → S1 = -3
• Fokus 2 = sferis soal + silindris soal → S2 = -3 + (+2,5) = -0,5
S1 = -3
S2 = -0,5
• Kedua fokus bernotasi sama → kompositus
• Notasi negatif → astigmatisme kompositus miopia
Astigmatisme
Manifestasi Klinis
• Asthenopia (mata lelah)
• Diplopia → Pandangan ganda
• Distorsi objek → objek terlihat lebih Panjang
• Visus tidak dapat dikoreksi sempurna hanya dengan lensa sferis
Pemeriksaan Penunjang
• Retinoskopi → untuk mencari perbedaan kekuatan 2 meridian
• Autorefraktometer → untuk mencari perbedaan kekuatan 2 meridian
• Placido’s disc test → untuk evaluasi permukaan kornea
Tes Placido
Placidometer
Alat ini diperlihatkan pada kornea mata pasien,
kemudian dilihat pantulan bayangan lingkaran-
lingkaran yang ada di kornea pasien
Orang normal akan menunjukkan
lingkaran bulat sempurna
Tes Placido: Astigmatisme Against-the-rule
Akibat kelengkungan
meridian yang meningkat,
tes Placido berubah dari
bulat sempurna (orang
normal) menjadi lonjong
Astigmatisme
Tata Laksana
• Tata laksana non-bedah
• Kacamata lensa silinder
• Lensa kontak
• Tata laksana bedah
• Penetrating keratoplasty (PK)
• Laser assisted in situ keratomileusis (LASIK)
Analisis Kasus
OD: S -1,0 C+1,0 x90º → kita akan gunakan teknik penjumlahan
• Fokus 1 = sferis soal → S1 = -1,00
• Fokus 2 = sferis soal + silindris soal → S2 = -1,00 + (+1,00) = 0
S1 = -1,00
S2 = 0/plano
• Satu fokus minus, satu fokus plano → simpleks
• Notasi negatif → astigmatisme simpleks miopia
A. Astigmatisme mixtus
Bila satu fokus jatuh di depan retina, satu fokus jatuh di belakang retina (notasi
penjumlahan + dan -).
Jawaban:
C. Tes anel (-), tes regurgitasi (+)
Dakriosistitis
Dakriosistitis
Definisi: Infeksi sakus lakrimalis yang ditandai dengan pembengkakan
pada daerah inferomedial (dekat kantus medial).
Etiologi:
• Kongenital
• Gangguan embriogenesis sistem ekskresi lakrimalis (mis.
dakriostenosis)
• Terinfeksi dan menyebabkan dakriosistitis
• Didapat
• Terjadi obstruksi duktus lakrimalis → infeksi sekunder
• Tersering akibat S. aureus
Kelenjar lakrimalis Punctum lakrimalis
Kanalikuli Anatomi
Apparatus
Duktus nasolakrimalis
Sakus
lakrimalis Nasolakrimalis
Dakriosistitis
Manifestasi Klinis
• Dakriosistitis akut
• Bengkak dan nyeri regio inferomedial (di kantus medial)
• Abses (keluar pus dari punctum lakrimalis)
• Dakriosistitis kronis
• Konjungtivitis unilateral rekuren
• Epifora
• Mukokel (bengkak dan tidak nyeri pada kantus medial)
Dakriosistitis
Dakriosistitis
Pemeriksaan Penunjang Lainnya
• Tes Anel
• Memasukkan larutan NaCl 0,9% pada kanalikuli inferior
• Hasil (+) → rasa asin pada tenggorokan dan ada refleks menelan
• Kesimpulan: tidak terdapat obstruksi (normal)
• Hasil (-) → tidak ada rasa asin dan terdapat refluks cairan dari
kanalikuli superior
• Kesimpulan: terdapat obstruksi
Dakriosistitis
Pemeriksaan Penunjang Lainnya
• Tes Regurgitasi
• Menekan sakus lakrimalis → terdapat sekret yang keluar dari sakus
lakrimalis (refluks)
• Hasil (+) → bila terdapat refluks
• Kesimpulan: terdapat obstruksi
• Hasil (-) → refluks (-)
• Kesimpulan: tidak terdapat obstruksi (normal)
Mnemonic hasil obstruksi: REPOST AMIN → Regurgitasi positif (+), Anel negatif (-)
Dakriosistitis
Tata Laksana
• Konservatif
• Kompres hangat
• Crigler massage → umumnya pada anak
• Probing dan irigasi (dalam kondisi tidak akut)
• Bedah
• Insisi drainase → bila terbentuk abses
• Dacryocystorhinostomy → pada kasus kronis dan rekuren
Crigler
massage
Dilakukan dengan
penekanan halus repetitif
di bawah kantus medial
Diagnosis Banding
Parameter Dakriosistitis Dakrioadenitis Dakriostenosis
Tersering kelainan
Infeksi kelenjar
Definisi Infeksi sakus lakrimalis kongenital (atresia
lakrimalis
duktus nasolakrimalis)
Inferomedial (dekat Inferomedial (dekat
Lokasi Superolateral
kantus medial) kantus medial)
Bengkak dan
Unilateral, ptosis Epifora
Manifestasi khas kemerahan kantus
berbentuk S terbalik Tanda infeksi (-)
medial
Tes Anel dan
Pemeriksaan Anel (-) Anel (+)
Regurgitasi sulit
Penunjang Regurgutasi (+) Regurgitasi (-)
dilakukan pada anak
Kompres hangat,
Swasirna 4-6 minggu Crigler massage,
Tata Laksana Crigler massage,
Suportif dakriosistorhinostomi
antibiotik oral, probing
Dakriosistitis Dakrioadenitis Dakriostenosis
A. Tes Anel (+), tes regurgitasi (+)
Hasil tes tidak konsisten karena tes anel (+) artinya tidak terdapat obstruksi
sedangkan tes regurgitasi (+) artinya terdapat obstruksi.
Jawaban:
D. Injeksi kortikosteroid topikal
Kalazion
Kalazion
Definisi: Inflamasi fokal steril kronis pada kelopak mata yang membesar
secara progresif akibat obstruksi pada kelenjar Meibom atau Zeis.
Etiologi:
• Kebersihan kelopak mata yang buruk
• Blefaritis kronis
• Dermatitis seboroik
• Trauma kelopak mata (termasuk riwayat operasi)
Kalazion
Manifestasi Klinis
• Benjolan/nodul palpebra yang padat dan tidak nyeri
• Fluktuasi (-)
• Bila ukuran terlalu besar:
• Gangguan aksis visual
• Terasa mengganjal
• Dapat terjadi inflamasi atau infeksi → nyeri
Kalazion
Berbeda dengan
hordeolum, kalazion
umumnya tidak nyeri
Kalazion
Tata Laksana
• Konservatif
• Eyelid hygiene
• Kompres hangat 10-15 menit, 2-4 kali sehari
• Cuci dengan sampo bayi
• Eyelid massage
• Antibiotik → hanya bila terdapat infeksi (misalnya blefaritis)
• Bedah → bila tidak resolusi dengan terapi konservatif
• Injeksi intralesi dengan 5-FU atau steroid
• Ekokleasi → bila tata laksana yang ada tidak membuahkan hasil, atau ukuran
kalazion besar dan simtomatis
B. Krioterapi
Krioterapi adalah tata laksana yang digunakan pada beberapa lesi kulit seperti
moluskum contangiosum, karsinoma sel basal, dan karsinoma kelenjar sebasea.
C. Salep tetrasiklin topikal
Antibiotik topikal dapat digunakan untuk mengobati hordeolum, yang biasanya
ditandai dengan massa pada kelopak mata yang nyeri. Pasien pada kasus ini tidak
mengeluhkan nyeri sehingga hordeolum dapat disingkirkan dan terapi bukan
dengan salep antibiotik.
E. Ekokleasi
Ekokleasi dilakukan bila tidak resolusi dengan terapi konservatif atau ukuran besar
dan menimbulkan gejala. Pada kasus, injeksi kortikosteroid intralesi belum dicoba
untuk dilakukan
Kalazion
• Merupakan inflamasi fokal steril kronis yang menyebabkan obstruksi
kelenjar Meibom dan Zeis
• Perbedaan khas kalazion dan hordeolum adalah tidak adanya nyeri pada
kalazion
• Tata laksana:
• Konservatif: kompres hangat, eyelid hygiene, eyelid massage
• Bedah: injeksi intralesi, ekokleasi
Tn. Forgif, usia 35 tahun datang dengan keluhan mata kanan merah sejak 1
hari yang lalu. Pasien mengeluhkan pandangannya kabur, kadang mata
berkedut, dan mata terasa sangat nyeri. Ia juga menjadi silau dan mata
lebih sering berair. Pasien merupakan seorang petani dan keluhan ini
muncul setelah ia tergores daun padi saat panen. Pemeriksaan tanda-tanda
vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik mata VOD 6/9, VOS 6/6,
injeksi konjungtiva +/-, feathery edges pada kornea OD disertai lesi satelit
multipel.
Tata laksana yang sesuai dengan kasus adalah…
A. PHMB 0,02%
B. Natamisin topikal 5%
C. Asiklovir topikal 3%
D. Kloramfenikol salep mata
E. Amfoterisin B topikal 3%
• Pria, usia 35 tahun
• Mata kanan merah sejak 1 hari
• Pandangan kabur, berkedut, sangat nyeri, silau, lebih sering berair
• Pasien seorang petani, keluhan muncul setelah tergores daun
padi
• PF: VOD 6/9, VOS 6/6, injeksi konjungtiva +/-, feathery edges
pada kornea OD disertai lesi satelit multipel.
Jawaban:
B. Natamisin topikal 5%
Keratitis jamur
Keratitis
Definisi: Inflamasi pada kornea yang disertai dengan edema kornea,
infiltrasi sel inflamasi, dan kongesti siliaris.
Faktor Risiko:
• Trauma pada mata (mis. tergores daun tanaman)
• Penyalahgunaan steroid
• Tinggal di daerah dengan iklim tropis/hangat
Keratitis Jamur
Manifestasi Klinis (tidak khas)
• Blefarospasme
• Epifora
• Fotofobia
• Mata merah
• Penurunan visus
Keratitis Jamur
Pemeriksaan Penunjang
• Slit lamp → infiltrat putih keabuan atau kekuningan dengan tepi
berbulu (feathery edges), disertai lesi satelit multipel
• Tes fluorescein: mengetahui komplikasi ulkus kornea
• Kultur → KOH
Keratitis Jamur
Tata Laksana
• Antifungal topikal
• Natamisin 5% topikal
• Amfoterisin B 0,15% topikal
• Bedah → debridement kornea
Diagnosis Banding
Manifestasi Klinis
Jenis Keratitis Etiologi Faktor Risiko Tata Laksana
Khas
Staphylococcus, Cells dan flare Tobramisin e.d +
Bakteri Streptococcus, Immucompromised dengan/tanpa cefazolin e.d
Pseudomonas hipopion Keratoplasti
C. Asiklovir topikal 3%
Asiklovir adalah DOC pada kasus keratitis virus baik HSV maupun VZV. Pada
keratitis HSV akan ditemukan lesi dendritik dan VZV lesi pseudodendritik. Pada
kasus temuan feathery edges dan lesi satelit merupakan ciri keratitis jamur.
D. Kloramfenikol salep mata
Kloramfenikol merupakan antibiotik, namun bukan DOC untuk kasus keratitis
bakterial. Kloramfenikol lebih tepat digunakan pada kasus konjungtivitis. Pada
kasus temuan feathery edges dan lesi satelit merupakan ciri keratitis jamur.
E. Amfoterisin B topikal 3%
Amfoterisin B merupakan salah satu alternatif DOC pada keratitis jamur ini namun
dosis salah seharusnya 0,15%
Keratitis Jamur
• Inflamasi pada kornea akibat infeksi jamur
• Faktor risiko berupa trauma mata (tergores daun tanaman),
penyalahgunaan steroid, tinggal di iklim tropis
• Tanda patognomonis: feathery edges, lesi satelit
• Tata laksana: natamisin 5% topikal, amfoterisin B 0,15%
Nn. Lugua, usia 20 tahun berobat ke Puskesmas dengan keluhan benjolan
pada kelopak mata kiri sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai nyeri,
terutama bila berkedip. Pasien juga mengeluhkan mata menjadi berair dan
keluar cairan dari benjolan tersebut terutama pada pagi hari. Pasien sudah
berobat namun hanya disuruh kompres mata sehingga ia merasa tidak ada
perbaikan. Pada pemeriksaan fisik tampak massa berdiameter 0,6 cm pada
bagian dalam palpebra superior sinistra, hiperemis, teraba hangat dengan
nyeri tekan (+).
Tata laksana yang paling tepat sesuai kasus tersebut adalah…
A. Observasi karena swasirna dalam 1-2 minggu
B. Kompres hangat 10-15 menit 2-4x/hari
C. Salep kloramfenikol topikal
D. Tetes artificial tears
E. Insisi kuretase
• Perempuan, usia 20 tahun
• Benjolan pada kelopak mata kiri sejak 1 minggu
• Nyeri, terutama saat berkedip, mata berair, keluar cairan dari
benjolan
• RPO: kompres mata, tidak membaik
• PF: massa berdiameter 0,6 cm pada bagian dalam palpebra
superior sinistra, hiperemis, teraba hangat dengan nyeri tekan (+)
Jawaban:
C. Salep kloramfenikol topikal
Hordeolum Interna
Hordeolum
Definisi: infeksi fokal akut pada kelenjar kelopak mata.
Klasifikasi:
• Hordeolum interna: melibatkan kelenjar Meibom
• Hordeolum eksterna (stye): melibatkan kelenjar Moll dan Zeis
Faktor Risiko:
• Disfungsi kelenjar Meibom (Meibomitis)
• Riwayat blefaritis atau hordeolum sebelumnya
• Penggunaan make-up yang tidak dibersihkan
Hordeolum
Patofisiologi:
1. Inflamasi kelenjar kelopak mata
2. Penyumbatan orifisium kelenjar
3. Stasis sekresi kelenjar → infeksi sekunder
• Tersering oleh S. aureus
4. Terjadi hordeolum
Hordeolum
Manifestasi Klinis:
• Tanda gejala inflamasi akut (nyeri, hangat, bengkak, kemerahan)
• Benjolan pada kelopak mata:
• Hordeolum interna: benjolan pada konjungtiva palpebral (bagian
dalam kelopak mata)
• Hordeolum eksterna: benjolan pada palpebra eksternal/lid margin
(bagian luar kelopak mata)
Hordeoulum
Eksterna
Hordeolum
interna
• Hordeolum eksterna pada
kelopak mata atas (panah
hitam)
• Hordeolum interna pada
kelopak mata bawah
(panah putih)
Hordeolum
Tatalaksana:
• Hordeolum bersifat swasirna dalam 1-2 minggu
• Eyelid hygiene
• Kompres hangat 10-15 menit, 2-4x sehari
• Cuci dengan sampo bayi
• Antibiotik topikal
• Indikasi: ada sekret aktif, tidak membaik dalam 1-2 minggu dengan
eyelid hygiene
• Mis. eritromisin, gentamisin, kloramfenikol
• Pada kasus berat atau tidak ada respons terhadap tata laksana awal →
insisi kuretase + antibiotik sistemik
Hordeolum vs Kalazion
Parameter Hordeolum Kalazion
Tergantung jenis
Lokasi Umumnya di kelopak mata atas
(interna/eksterna)
E. Insisi kuretase
Insisi kuretase dilakukan terakhir apabila pada kasus berat atau tidak ada respons
terhadap tata laksana awal. Pada kasus ini, salep antibiotik belum diberikan.
Hordeolum
• Dibagi menjadi hordeolum interna dan eksterna
• Hordeolum interna akibat sumbatan kelenjar Meibom
• Hordeolum eksterna akibat sumbatan kelenjar Moll dan Zeis
• Tata laksana awal → eyelid hygiene (kompres hangat dan cuci dengan
sampo bayi)
• Dapat berlanjut menjadi infeksi fokal kronis → kalazion
An. Buzz, laki-laki usia 6 tahun datang ke klinik bersama orang tuanya
karena ingin operasi kelopak matanya. Pasien malu dengan kelopak
matanya karena di sekolah sering diejek teman-temannya sebagai tukang
tidur padahal ia tidak tertidur. Keluhan pandangan buram dan gangguan
lapang pandang disangkal. Pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas
normal. Pada pemeriksaan fisik mata didapatkan visus ODS 6/6, ODS
tampak lipatan palpebra inferior menutupi seluruh karunkulus seperti pada
gambar berikut:
Diagnosis yang sesuai dengan kasus adalah…
A. Telecanthus
B. Hipertelorisme
C. Lagoftalmus
D. Epikantus inversa
E. Epikantus suprasiliaris
• Anak laki-laki, usia 6 tahun
• Terlihat tertidur padahal tidak
• Pandangan buram dan gangguan lapang pandang disangkal
• Visus ODS 6/6, ODS tampak lipatan palpebra inferior menutupi
seluruh karunkulus
Jawaban:
D. Epikantus inversa
Epikantus
= Plica palpebronasalis atau Mongolian fold
Definisi: Lipatan kulit pada kelopak mata atas maupun bawah yang
menutupi sudut mata dalam (kantus medial).
Etiologi:
• Variasi normal populasi Asia Timur dan Kaukasia
• Sindrom Turner
• Sindrom Down
Epikantus
Klasifikasi
• Tipe I (epikantus suprasiliaris)
Berjalan turun dari alis menuju sakus lakrimalis.
Tata Laksana
• Non-bedah: menghilang sendiri seiring bertambahnya usia
• Bedah reparasi: epikantoplasti
Kelainan Kelopak Mata Lainnya
Hipertelorisme
• Pemanjangan jarak antar kantus medial (>30-31 mm)
• Pemanjangan jarak antar pupil (>60-62 mm)
Telecanthus
• Pemanjangan jarak antar kantus medial (>30-31 mm)
• Jarak antar pupil normal
Kelainan Kelopak Mata Lainnya
Telecanthus vs
Hipertelorisme
A. Telecanthus
Kelainan berupa pemanjangan jarak antar kantus medial (>30-31 mm), namun
jarak antar pupil normal.
B. Hipertelorisme
Kelainan berupa pemanjangan jarak antar kantus medial (>30-31 mm) dan
pemanjangan jarak antar pupil (>60-62 mm).
C. Lagoftalmus
Merupakan kelainan CN. VII berupa kelopak mata yang tidak bisa menutup
dengan sempurna
E. Epikantus suprasiliaris
Ditandai dengan lipatan palpebra yang berjalan dari alis turun menuju sakus
lakrimalis
Epikantus
• Lipatan kulit pada kelopak mata atas maupun bawah yang menutupi sudut
mata dalam (kantus medial)
• Klasifikasi menjadi 4 tipe:
• Epikantus suprasiliaris: dari alis ke sakus lakrimalis
• Epikantus palpebralis: di atas tarsal superior sampai rima orbita inferior
• Epikantus tarsalis: dari lipatan palpebra superior dan bergabung
dengan kulit dekat kantus medial
• Epikantus inversus: dari palpebra inferior menuju kantus medial hingga
palpebra superior
Tn. Adhe, usia 37 tahun datang ke klinik dengan keluhan mata kanan terasa
mengganjal sejak 2 jam yang lalu. Keluhan timbul setelah pasien
berkendara motor tanpa helm dan melaju cepat saat malam hari. Keluhan
gangguan pengelihatan dan gatal pada mata disangkal. Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik mata
didapatkan VODS 6/6, injeksi konjungtiva +/-, pada okuli dextra tampak
benda asing seperti serangga pada konjungtiva bulbi.
Tata laksana awal yang tepat sesuai kasus adalah…
A. Ekstraksi dengan jarum 25 G dengan arah menjauhi kornea
B. Ekstraksi dengan jarum 25 G dengan arah mendekati kornea
C. Ekstraksi dengan pinset anatomis
D. Observasi
E. Rujuk ke spesialis mata
• Pria, usia 37 tahun
• Mata mengganjal sejak 2 jam lalu
• Bermotor tanpa helm, melaju cepat saat malam hari
• PF: VODS 6/6, injeksi konjungtiva +/-, pada okuli dextra tampak
benda asing seperti serangga pada konjungtiva bulbi
Jawaban:
A. Ekstraksi dengan jarum 25 G dengan arah
menjauhi kornea
Benda Asing
Konjungtiva
Benda Asing pada Mata
Definisi: Menempelnya partikel asing pada konjungtiva atau kornea
Etiologi
• Material organik: kayu, serangga
• Material anorganik: serpihan besi, kaca, plastik
Benda Asing pada Mata
Manifestasi Klinis
Epifora +
Benda Asing
Konjungtiva
Benda Asing
Kornea
Benda Asing pada Mata
Pemeriksaan Penunjang
• Slit lamp
• Tampak benda asing di kornea, rust ring (pada benda asing besi),
edema kornea, cell and flare di COA
• Fluorescein test
• Menilai defek epitel hingga ulkus kornea
• Seidel test
• Hasil (+) bila terjadi perforasi kornea
Benda Asing
Kornea
Rust ring pada kornea
Fluorescein
test
Tampak ulkus pada
kornea
Seidel test
Seidel test (+)
menandakan
kebocoran kornea
Jawaban:
B. Kompres dingin
Perdarahan
Subkonjungtiva
Perdarahan Subkonjungtiva
Definisi: Kondisi perdarahan akut di bawah konjungtiva.
Etiologi
• Manuver Valsava (mis. batuk, bersin, mengejan)
• Trauma (pada konjungtiva)
• Konsumsi antiplatelet atau antikoagulan
• Riwayat gangguan koagulasi (mis. hemofilia)
• Riwayat penyakit sistemik (mis. HT, DM)
Perdarahan Subkonjungtiva
Patofisiologi
• Robeknya kapiler episklera atau konjungtiva
• Terjadi kebocoran dan akumulasi darah pada substansia propria
konjungtiva
Perdarahan
Subkonjungtiva
Jawaban:
A. Pterigium grade 1
Pterigium
Pterigium (surfer’s eye): Jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga pada
permukaan mata yang berasal dari limbus konjungtiva menuju kornea.
Etiologi:
• Pterygium: idiopatik
• Pseudopterygium: trauma
Pterigium
Faktor Risiko
• Paparan sinar UV (UVB)
• Iklim kering dan panas
• Gaya hidup outdoor
• Riwayat pada keluarga
Pterigium
Manifestasi Klinis
• Pertumbuhan jaringan fibrovascular
• Berwarna putih atau merah muda
• Berbentuk segitiga pada fisura palpebral dengan apex mengarah
menuju kornea/ limbus
• Asimtomatis
• Stocker’s line
• Garis deposit besi berwarna kuning kecoklatan
Grading Pterigium
Grade Keterangan
I Mencapai limbus
IV Melewati pupil
Grade I
Mencapai limbus
Grade II
½ radius kornea
Grade III
> ½ radius kornea,
belum menutupi pupil
Grade IV
Menutupi pupil
Pseudopterigium
Pterigium
Pemeriksaan Penunjang
• Tes sonde/Bowman’s probe test
• Memasukkan sonde antara pterygium dan kornea
• Pterigium: sonde tidak bisa lewat di bawah jaringan
• Pseudopterigium: sonde bisa lewat di bawah jaringan
Sonde
Tes Sonde
Pada pseudopterigium,
sonde dapat melewati
Jaringan bawah jaringan
Pterigium
Tata Laksana
• Pterigium
• Grade I: Observasi
• Grade II: Artificial tears, injeksi anti-VEGF
• Grade III dan IV: Bedah
• Bare scleral closure (rekurensi 80%)
• Limbal conjungtival autograft (rekurensi 40%)
• Pseudopterigium
• Lubrikasi dan bedah eksisi
Diagnosis Banding
Parameter Pterigium Pseudopterigium
Dapat lewat di
Sonde Tidak dapat lewat
bawah jaringan
B. Pterigium grade 2
Grade 2 melewati limbus namun <1/2 radius kornea
C. Pterigium grade 3
Grade 3 menutupi >1/2 radius kornea namun belum melewati pupil
D. Pterigium grade 4
Grade 4 sudah melewati pupil.
E. Pseudopterigium
Pseudopterigium merupakan adhesi konjungtiva pada kornea akibat inflamasi atau
trauma pada kornea/limbus.
Pterygium
• Pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga dengan apex
mengarah ke limbus kornea
• Grading:
• I: sebatas limbus kornea
• II: melewati limbus, namun <1/2 radius kornea
• III: >1/2 radius kornea, namun belum menutupi pupil
• IV: menutupi pupil
• Diagnosis banding:
• Pseudopterigium: sonde dapat melewati jaringan
• Pterigium: sonde tidak dapat melewati jaringan
Tn. Lique, usia 60 tahun datang kontrol ke dokter mata dengan keluhan
pandangan yang semakin buram sejak 3 minggu yang lalu. Keluhan tidak
disertai dengan nyeri. Pasien memiliki riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu
namun tidak rutin berobat. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan dalam
batas normal. Pada pemeriksaan funduskopi ditemukan adanya cotton
wool spots dan neovaskularisasi diskus optik minimal.
Diagnosis yang paling tepat pada kasus ini adalah…
A. Retinopati diabetikum non-proliferatif ringan
B. Retinopati diabetikum non-proliferatif sedang
C. Retinopati diabetikum preproliferatif
D. Retinopati diabetikum proliferatif dini
E. Retinopati diabetikum proliferatif lanjut
• Pria, usia 60 tahun
• Pandangan semakin buram sejak 3 minggu lalu, tidak nyeri
• Riwayat DM tidak terkontrol → FR
• Funduskopi: cotton wool spots dan neovaskularisasi diskus optik
minimal
Jawaban:
D. Retinopati diabetikum proliferatif dini
Retinopati Diabetikum
Definisi: Gangguan pada retina yang disebabkan oleh komplikasi
mikrovaskular pada penderita diabetes mellitus
Patofisiologi:
1. Hiperglikemia kronik menyebabkan pembuluh darah retina menjadi
menebal
2. Penebalan ini menyebabkan iskemia retina
3. Retina mengompensasi iskemi dengan menghasilkan VEGF
4. VEGF menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular → edema retina
5. VEGF juga menyebabkan terbentuknya pembuluh darah baru →
neovaskularisasi
Retinopati Diabetikum
Manifestasi Klinis:
• Penurunan visus → akibat edema pada macula
• Floaters → bila terjadi perdarahan retina
• Gangguan lapang pandang → bila terjadi ablasio retina traksional
• Funduskopi:
• Mikroaneurisma
• Cotton wool spots → Akumulasi materi aksoplasmik akibat iskemia lapisan
retina nerve fiber
• Hard exudate → Akumulasi lipid akibat arteriol yang mengalami kebocoran
• Edema retina
• Tanda gangguan proliferatif → perdarahan vitreus, rubeosis iridis
(neovaskularisasi pada iris), ablasio retina traksional (akibat fibrosis badan vitreus)
Retinopati Diabetikum
Klasifikasi:
Derajat Manifestasi
Non-proliferatif ringan Beberapa mikroaneurisma
Non-proliferatif sedang Mikroaneurisma banyak + dot-blot hemorrhage, hard exudate
• Cotton wool spots multipel
• 4-2-1 rule:
Non-proliferatif berat • 4 kuadran dengan perdarahan retina
(preproliferatif) • min. 2 kuadran dengan venous beading (lihat slide berikutnya)
• min. 1 kuadran dengan IRMA (dilatasi/percabangan kapiler
untuk perfusi area yang iskemik)
Proliferatif dini Neovaskularisasi diskus optic <1/3
Proliferatif lanjut Neovaskularisasi diskus optic >1/3 atau ada perdarahan vitreus
Venous Beading
Hard Exudate
Mikroaneurisma &
Perdarahan retina
Retinopati Diabetikum
Jawaban:
E. Prednisolon asetat 1%
Erosi Kornea
Erosi Kornea
Definisi: Disintegritas epitel kornea
Etiologi:
• Tergores (kuku, hewan peliharaan, kertas/kartu, aplikator rias,
batang/daun, mengucek mata)
• Terkena debu, pasir, debris
• Trauma kimia bakar/UV
• Akibat dari pengeluaran benda asing kornea
• Penggunaan lensa kontak yang salah
• Laserasi kanalikuli/pungtum, trauma/avulsi/malposisi tepi kelopak mata
• Iatrogenik
Erosi Kornea
Manifestasi Klinis:
• Nyeri (ringan hingga berat)
• Sulit membuka mata karena sensasi benda asing
• Fotofobia
• Epifora
• Injeksi konjungtiva
• Pembengkakan kelopak mata
Erosi Kornea
Pemeriksaan Penunjang:
• Slit lamp + cobalt blue light
• Fluorescein test
Erosi Kornea
Tata Laksana:
• Non-farmakologis:
• Abrasi kecil: kompres dingin 24-48 jam (meminimalkan edema)
dilanjutkan kompres hangat
• Patching: meminimalkan nyeri, tidak untuk erosi risiko tinggi infeksi
• Farmakologis:
• Antibiotik profilaksis (ofloksasin/tobramisin topikal)
• Sikloplegi topikal (siklopentolat 1%, atropin): meminimalkan nyeri
dan fotofobia
A. Kompres dingin 24 jam
Kompres dingin merupakan salah satu tata laksana non-farmakologis untuk
meminimalkan edema.
B. Patching
Patching merupakan salah satu tata laksana non-farmakologis untuk
meminimalkan nyeri.
C. Tobramisin tetes
Tobramisin (antibiotik topikal) merupakan salah satu tata laksana farmakologis
untuk profilaksis infeksi sekunder.
D. Siklopentolat tetes
Siklopentolat (sikloplegik topikal) merupakan salah satu tata laksana farmakologis
untuk meminimalkan nyeri dan fotofobia.
Erosi Kornea
• Disintegritas epitel kornea, tersering akibat trauma tergores
• Manifestasi klinis: nyeri, sulit membuka mata
• Pemeriksaan penunjang: slit lamp, fluorescein test
• Tata laksana: kompres dingin-hangat, patching, antibiotik topikal, sikloplegi
topikal.
Nn. Aubrie, usia 21 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan kedua mata
merah dan gatal sejak 3 hari yang lalu. Keluhan disertai keluarnya cairan
kental agak kekuningan. Pasien mengaku memiliki riwayat asma dan setiap
pagi sering bersin-bersin. Pada pemeriksaan fisik TTV didapatkan TD
120/80 mmHg, HR 89 kali/menit, RR 20 kali/menit, suhu 36,6°C . Pada
pemeriksaan status lokalis mata didapatkan VODS 6/6, tampak gambaran
cobblestone dan horner-trantas dots (+).
Diagnosis yang tepat sesuai kasus adalah…
A. Konjungtivitis atopi
B. Konjungtivitis vernal
C. Konjungtivitis klamidia
D. Konjungtivitis viral
E. Konjungtivitis bakterial
• Perempuan, usia 21 tahun
• Kedua mata merah dan gatal sejak 3 hari lalu.
• Keluar cairan kental kekuningan
• Riwayat asma dan rhinitis alergi → FR
• PF mata: VODS 6/6, gambaran cobblestone dan horner-trantas
dots (+).
Jawaban:
B. Konjungtivitis vernal
Konjungtivitis Infeksi
Definisi: Inflamasi konjungtiva akibat infeksi (virus, bakteri, klamidia,
maupun jamur).
Klasifikasi:
• Konjungtivitis viral → tersering
• Konjungtivitis bakterial
• Konjungtivitis gonokokal
• Konjungtivitis alergi (vernal)
• Konjungtivitis klamidia (Trakoma)
• Konjungtivitis jamur → jarang
Konjungtivitis Vernal
Definisi: Inflamasi konjungtiva akibat respon terhadap alergen
Etiopatofisiologi:
• Konjungtivitis alergi umumnya terjadi akibat respon hipersensitivitas
tipe I
• Alergen berikatan dengan reseptor IgE, → degranulasi sel mast →
melepas mediator inflamasi (mis. Histamin, sitokin)
Konjungtivitis Vernal
Faktor Risiko:
• Riwayat alergi/atopi (asma, urtikaria, rhinitis alergi, dll) pada pasien
maupun keluarga
• Paparan terhadap alergen (mis. Serbuk sari, debu, bulu hewan, dll)
Konjungtivitis Vernal
Klasifikasi dan Manifestasi Klinis:
• Konjungtivitis alergi seasonal dan perennial
• Umumnya di negara 4 musim, jarang Indonesia
• Mata merah, gatal, papila (+) pada konjungtiva tarsal
• Keratokonjungtivitis atopi
• Mata merah, gatal, sekret encer dan jernih
• Dapat ditemukan kerusakan pada konjungtiva
• Keratokonjungtivitis vernal
• Mata merah, gatal, sekret mukoid kental
• Papila (+) dengan gambaran cobblestone
• Horner-Trantas dots
Konjungtivitis
Vernal
Horner-Trantas Dots
Konjungtivitis
Vernal
Cobblestone
Diagnosis Banding Konjungtivitis
Konjungtivitis
Parameter Konjungtivitis Viral Konjungtivitis Bakterial
Gonokokal
Mukopurulen
Discharge Mukoid kental Encer, jernih +
Pseudomembran
Fase aktif:
Herbert pits + inflamasi konj.
Papilla dengan gambaran
Ulkus konjungtiva, tarsal
Patognomonis cobblestone, Horner-trantas
neovaskularisasi kornea Fase Sikatrikal:
dots
Konj. Scarring → trichiasis →
opasitas kornea
Konjungtivitis Vernal
A. Chemosis; B. Giant papillae-like konjungtiva tarsal; C. Cobblestone
Konjungtivitis Vernal
Tata Laksana
• Non-farmakologis
• Hindari alergen
• Suportif → kompres dingin/lubrikasi dengan artificial tears
• Farmakologis
• Antihistamin topikal (mis. Levocabastine, azelastine) kombinasi
dengan vasokonstriktor simpatomimetik (mis. Antazoline)
• Antihistamin oral (mis. Difenhidramin, loratadin)
• Inhibitor sel mast (mis. Sodium kromoglikat)
A. Konjungtivitis atopi
Konjungtivitis atopi ditandai dengan sekret encer dan jernih, umumnya pada
dekade 2-3, khas terdapat ulkus konjungtiva, neovaskularisasi kornea. Pada kasus
terdapat tanda khas cobblestone dan horner-trantas dots yang menandakan vernal.
C. Konjungtivitis klamidia
Konjungtivitis klamidia ditandai dengan sekret mukopurulen dan
psuedomembran, khas terdapat Herbert pits + inflamasi konjungtiva tarsal. Pada
kasus terdapat tanda khas cobblestone dan horner-trantas dots yang menandakan
vernal.
D. Konjungtivitis viral
Konjungtivitis viral ditandai sekret yang mukoid, umumnya bilateral, dan terdapat
folikel (kecil). Pada kasus terdapat tanda khas cobblestone dan horner-trantas dots
yang menandakan vernal.
E. Konjungtivitis bakterial
Konjungtivitis bakterial ditandai sekret purulen dan umumnya unilateral. Pada
kasus terdapat tanda khas cobblestone dan horner-trantas dots yang menandakan
vernal.
Konjungtivitis Vernal
• Inflamasi konjungtiva akibat respon terhadap alergen
• Manifestasi klinis: mata merah, gatal, papila (+), pada vernal ditemukan
cobblestone dan horner-trantas dots
• Tata laksana: artificial tears, kompres dingin, antihistamin topikal/oral,
sodium kromoglikat
An. Shofiyyah, perempuan usia 11 tahun dibawa berobat oleh ibunya
dengan keluhan mata kanan berdarah sejak 30 menit yang lalu. Pasien
mengaku matanya terkena bola basket saat menerima operan dari
temannya pada pelajaran olah raga. Keluhan disertai rasa nyeri dan
pandangan sedikit berbayang. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal.
Pada PF oftalmologis OD tampak konjungtiva hiperemis minimal, sklera
putih, kornea intak, dan tampak darah mengisi setengah bilik mata depan.
Hal yang sebaiknya tidak dilakukan pada pasien saat ini adalah…
A. Tirah baring dengan elevasi kepala 30°
B. Menutup mata kanan
C. Atropin tetes mata
D. Timolol tetes mata
E. Parasentesis
• Anak perempuan, usia 11 tahun
• Mata kanan berdarah 30 menit yang lalu setelah terkena bola
basket
• Nyeri (+), pandangan sedikit berbayang
• PF mata: OD konjungtiva hiperemis minimal, sklera putih, kornea
intak, dan tampak darah mengisi setengah bilik mata depan.
Jawaban:
E. Parasentesis
Hifema
Hifema Traumatika
Definisi: Akumulasi darah pada bilik mata depan akibat robeknya
pembuluh darah iris atau badan siliaris akibat trauma.
Etiopatofisiologi
1. Trauma → robeknya pembuluh darah iris dan/atau badan siliar
2. Darah kemudian terakumulasi di bilik mata depan (COA)
3. Dapat terjadi peningkatan TIO
Hifema Traumatika
Manifestasi Klinis
• Nyeri mata → terutama jika mata miosis saat pemeriksaan refleks
pupil
• Pandangan kabur → penurunan visus
• Fotofobia → karena nyeri bila terjadi miosis
• Bila terdapat peningkatan TIO → nyeri kepala dan mual-muntah
• Darah yang mengisi COA
• Corneal blood staining → kornea menjadi berwarna kekuningan
akibat penempelan produk darah
Hifema
grade II
Darah mengisi ½ COA
Derajat Hifema Traumatika
Derajat Keterangan Ilustrasi
30o – 45o
Hifema Traumatika
Tata Laksana
• Farmakologis
• Sikloplegia (mis. atropin, skopolamin) → untuk dilatasi pupil
• Antiglaukoma (mis. asetazolamid, timolol, brimonidine) → bila TIO
meningkat
• Kortikosteroid topikal (mis. prednisolon asetat 1% ED)→ menurunkan
risiko perdarahan berulang
• Analgesik (mis. Tetrakain 0,5% ED, parasetamol)
• Parasentesis → bila TIO tetap tinggi dengan tata laksana farmakologis
Hifema Traumatika
Tata Laksana
• Pembedahan (surgical clot removal)
• Indikasi
• Hifema grade III >10 hari
• TIO ≥50 mmHg selama >5 hari walaupun sudah dilakukan terapi
farmakoogis dan parasentesis
• Corneal blood staining
Hifema Traumatika
Tata Laksana
• Rawat Inap
• Indikasi
• Ada gangguan perdarahan (mis. DIC, hemofilia, sickle cell)
• TIO tidak dapat diturunkan dengan tata laksana
farmakologis/parasentesis
• Hifema grade III dan IV
A. Tirah baring dengan elevasi kepala 30°
Tirah baring dengan elevasi kepala merupakan salah satu tata laksana non-
farmakologis awal pada hifema.
D. Timolol tetes
Pemberian antiglaukoma pakan salah satu tata laksana farmakologis awal pada
hifema bila terjadi peningkatan TIO.
Hifema
• Trauma menyebabkan pecahnya pembuluh darah iris → darah mengisi bilik
mata depan (COA).
• Darah yang mengisi COA dapat menimbulkan gangguan proses refraksi
(gangguan visus) dan peningkatan TIO (nyeri, mual, muntah) .
• Dibagi menjadi 4 derajat keparahan
• Tata laksana:
• Konservatif: bed rest dan elevasi kepala
• Farmakologis: antiglaukoma (asetazolamid), sikloplegi (atropin),
analgesik (parasetamol)
• Parasentesis → bila TIO tetap tinggi dengan farmakologis
Ny. Nikyta, usia 60 tahun datang ke poli mata dengan keluhan penglihatan
semakin kabur sejak 2 bulan yang lalu. Saat diperiksa, pasien berkata
bahwa wajah dokter terlihat hilang namun bagian badan ke bawah masih
dapat terlihat meskipun agak bergelombang. Pasien memiliki riwayat
hipertensi tidak terkontrol dan dalam kondisi obesitas. Pada pemeriksaan
mata didapatkan visus ODS 6/60. Pada funduskopi ditemukan drusen pada
makula.
Pemeriksaan penunjang yang berkaitan dengan kasus adalah…
A. Placido disc
B. Amsler grid
C. Fluorescein test
D. Shadow test
E. Farnworth-Munsell test
• Perempuan, usia 60 tahun
• Penglihatan semakin kabur sejak 2 bulan
• Penglihatan tampak hilang sebagian, sisanya bergelombang
• Riwayat: HT tidak terkontrol, obesitas
• VODS 6/60, funduskopi: drusen pada makula
Jawaban:
B. Amsler grid
ARMD
ARMD
Definisi: Penyakit degeneratif terkait usia yang mengenai makula.
Faktor Risiko:
• Usia >50 tahun
• Wanita
• Obesitas & diet tinggi lemak
• Hipertensi & penyakit kardiovaskular
• Konsumsi antiplatelet (mis. aspirin)
ARMD
Patofisiologi dan Klasifikasi
• Terbentuk drusen besar dan berkonfluens
• Dry ARMD
• Drusen berasal dari debris ekstraselular (lemak, karbohidrat, zinc,
protein)
• Wet ARMD
• Drusen berasal dari akumulasi cairan dan eksudat subretina →
edema makula berat
• Pada wet ARMS, berpotensi terjadi sikatriks luas pada area makula
→ skotoma sentral mendadak
ARMD
Manifestasi Klinis
• Penurunan visus progresif
• Dry ARMD
• Klinis ringan dan lebih lambat memburuk
• Wet ARMD
• Klinis berat disertai skotoma sentral mendadak
• Distorsi objek (metamorphosia) → garis lurus terlihat bergelombang
• Defek lapang pandang tanpa nyeri
Skotoma
C. Fluorescein test
Fluorescein test digunakan untuk melihat erosi atau abrasi pada kornea.
D. Shadow test
Shadow test merupakan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis katarak.
E. Farnworth-Munsell test
Farnworth-Munsell test merupakan salah satu pemeriksaan penunjang untuk tes
buta warna yaitu dengan menata gradasi warna dengan 100 pilihan gradasi yang
terpisah dalam 4 plat.
ARMD
• Penyakit degeneratif terkait usia yang mengenai makula
• Klasifikasi:
• Dry ARMD → ringan, progresivitas lambat
• Wet ARMD → berat dan mendadak
• Manifestasi klinis: Penurunan pengelihatan progresif, metamorphopsia,
defek lapang pandang tanpa disertai nyeri
• Funduskopi → ditemukan drusen
• Pemeriksaan penunjang penting: Amsler grid
An. Penni, perempuan usia 5 tahun berobat bersama ibunya ke Puskesmas
karena penglihatannya buram, terutama pada sore hari menjelang malam.
Ibunya mengaku pasien sangat pemilih makanan dan paling suka makan
nasi dengan cilok sebelah rumah. Selain makanan tersebut, pasien tidak
mau makan. Pada pemeriksaan anak tampak kurus dan kecil untuk usianya.
Pemeriksaan oftalmologis ditemukan konjungtiva kering dan terdapat
bercak keputihan seperti busa sabun di konjungtiva temporal ODS.
Tata laksana yang tepat pada kasus ini adalah…
A. Kapsul biru 1 kali pemberian pada bulan Februari atau Agustus
B. Kapsul merah 2 kali pemberian pada bulan Februari dan Agustus
C. Kapsul biru pada hari 1, 2, dan 15
D. Kapsul merah pada hari 1, 2, dan 15
E. Kapsul merah, masing-masing 2 kapsul pada hari 1, 2, dan 15
• Anak perempuan, usia 5 tahun
• Penglihatan buram terutama sore hari
• Sehari-hari hanya makan nasi dan cilok, anak kurus dan kecil
untuk usianya
• PF mata: konjungtiva kering dan terdapat bercak keputihan seperti
busa sabun di konjungtiva temporal ODS
Jawaban:
D. Kapsul merah pada hari 1, 2, dan 15
Xeroftalmia
Xeroftalmia
Definisi: Sekelompok manifestasi klinis pada mata, umumnya berupa
kekeringan pada konjungtiva dan kornea, akibat defisiensi vitamin A.
Peran vitamin A:
• Fototransduksi: berperan dalam adaptasi terang – gelap
• Menjaga integritas epitel konjungtiva dan kornea
• Vitamin A bersifat larut lemak
Xeroftalmia
Etiologi dan Faktor Risiko:
• Primer:
• Defisiensi asupan vitamin A (mis. gizi buruk)
• Alkoholisme kronis (akibat etanol pada minuman beralkohol)
• Sekunder:
• Malabsorpsi lemak terganggu (mis. pada pankreatitis kronis, IBD,
kolestasis, post operasi bypass usus halus, hepatitis kronis)
Grading Xeroftalmia
Grade Manifestasi Patofisiologi
XN Night blindness Gagal regenerasi rhodopsin
Metaplasia skuamosa, sel goblet
X1A Xerosis konjungtiva
(penghasil musin) terganggu
X1B Bitot’s spot Keratinisasi sel epitel konjungtiva
X2 Xerosis kornea Keratopati superfisial
Ulkus kornea/ keratomalacia
X3A Keratopati progresif, likuefaksi kornea
< 1/3 permukaan kornea
Ulkus kornea /
Keratopati progresif, likuefaksi kornea
X3B keratomalacia (>1/3
hingga nekrosis kornea
permukaan kornea)
XS Corneal scar Defisiensi sel T, defisiensi respon
sitotoksik, transformasi limfosit,
XF Xerophthalmic Fundus perubahan struktur dan fungsi retina
Usia Dosis
Jawaban:
D. Nodul Osler
Uveitis Anterior
Uveitis
Definisi: Inflamasi pada uvea (tunika vaskulosa)
Klasifikasi:
• Uveitis anterior: melibatkan uvea pada segmen anterior mata
• Iritis: inflamasi pada iris
• Siklitis: inflamasi pada badan siliar → sering disebut intermediate uveitis
• Iridosiklitis: inflamasi pada iris & badan siliar
• Uveitis posterior: melibatkan uvea pada segmen posterior mata
• Koroiditis: inflamasi pada koroid
• Panuveitis: uveitis anterior + uveitis posterior
Beberapa sumber menganggap retinitis dan papilitis sebagai bagian dari uveitis posterior
Uveitis Anterior
Etiologi
Kategori Etiologi
Virus herpes simpleks
Virus herpes zoster
Infeksi
Treponema pallidum
Mycobacterium tuberculosis
Juvenile idiopathic arthritis (JIA)
Autoimun
Sarkoidosis
Retinoblastoma
Keganasan
Leukemia
Idiopatik
Lainnya
Trauma
Uveitis Anterior
Manifestasi Klinis:
• Nyeri mata akut → biasanya unilateral
• Fotofobia: silau saat melihat cahaya
• Kemerahan Sirkumkorneal : Mata merah hanya sekitar kornea
• Keratik presipitat: debris inflamasi yang menumpuk pada endotel kornea
• Nodul pada iris
• Nodul Koeppe: di batas iris dengan pupil
• Nodul Busacca: di dalam iris
• Nodul Berlin: di sudut iridokornea
• Hipopion: kumpulan leukosit (biasanya neutrofil) pada COA
Uveitis Anterior
Keratik
Presipitat
Debris inflamasi yang
terkumpul pada lapisan
endotel kornea
Uveitis Anterior
Koeppe Nodules
Nodul inflamasi pada
batas iris dengan pupil
Uveitis Anterior
Busacca Nodules
Nodul inflamasi pada
bagian tengah iris
Uveitis Anterior
Berlin Nodule
Nodul inflamasi pada iris dekat
dengan sudut iridokornea
(gambar diambil dengan optical
coherence tomography)
Uveitis Anterior
Pemeriksaan Penunjang → digunakan untuk mencari etiologi
• Indikasi: hanya dilakukan bila keadaan berat, gagal terapi dan uveitis
anterior rekuren
• VDRL: untuk mencari etiologi sifilis
• Rontgen dada: untuk mencari etiologi sarcoidosis & TB
• Sputum BTA: untuk mencari etiologi TB
Uveitis Anterior
Tata Laksana Non-infeksi:
• Kortikosteroid topikal → terapi utama pada uveitis
• Uveitis anterior: Prednisolone asetat 1% 1-2 tetes setiap 1-2 jam
• Uveitis posterior & Panuveitis:
• Injeksi sub-Tenon triamsinolon asetonid 40 mg
• Prednison oral 2-4 mg/hari
• Sikloplegik/midriatikum → untuk mencegah sinekia
• Imunosupresan lainnya (mis. methotreksat, siklofosfamid, TNF-alpha
inhibitor, dll) → bila gejala berat atau kronis
• Terapi etiologi infeksi
B. Nodul Koeppe
Nodul Koeppe merupakan nodul inflamasi pada batas iris dengan pupil. Temuan
ini dapat menandakan uveitis anterior.
C. Nodul Busacca
Nodul Busacca merupakan nodul inflamasi pada bagian tengah iris. Temuan ini
dapat menandakan uveitis anterior.
E. Nodul Berlin
Nodul Berlin merupakan nodul inflamasi pada iris dekat dengan sudut iridokornea.
Temuan ini dapat menandakan uveitis anterior.
Uveitis Anterior
• Inflamasi pada uvea di segmen anterior mata
• Iritis: inflamasi pada iris
• Siklitis: inflamasi pada badan siliar → sering disebut intermediate
uveitis
• Iridosiklitis: inflamasi pada iris & badan siliar
• Manifestasi Khas
• Kemerahan sirkumkornea
• Keratik presipitat
• Nodul iris: nodul Koeppe, nodul Busacca, nodul Berlin
• Tata laksana utama: sikloplegia + kortikosteroid tetes mata