Anda di halaman 1dari 495

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2014

Pasal 9
(1) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi
untuk melakukan:
a. penerbitan Ciptaan;
b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
c. penerjemahan Ciptaan;
d. pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
f. pertunjukan Ciptaan;
g. Pengumuman Ciptaan;
h. Komunikasi Ciptaan; dan
i. penyewaan Ciptaan.

(2) Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.

(3) Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan
Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2014
Pasal 13
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf
c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf
a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam
bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Tn. Kingo, usia 57 tahun datang ke dokter dengan keluhan sulit melihat
pada jarak dekat. Hal ini mengganggu pekerjaan pasien sebagai seorang
penjahit. Pasien mengaku memiliki riwayat rabun jauh sejak usia 11 tahun.
Pada pemeriksaan dengan snellen chart didapatkan VODS 6/6 dengan
koreksi S -5.00 D. Saat dilakukan pemeriksaan dengan kartu Jaeger pada
jarak 30 cm, pasien tidak mencapai hasil J1.
Koreksi kacamata untuk pasien ini yang tepat adalah…
A. +1.00 D
B. +1.50 D
C. +2.00 D
D. +2.50 D
E. +3.00 D
• Laki-laki, usia 57 tahun
• Sulit melihat dekat
• Riwayat rabun jauh sejak usia 11 tahun
• PF: VODS 6/6 koreksi S-5.00 D
• Kartu Jaeger tidak mencapai hasil J1 → J1 ekuivalen 20/20, berarti
hasil Jaeger tidak normal.

Jawaban:
D. +2.50 D
Presbiopia
Anatomi Lensa dan Struktur
Penunjangnya
Kornea

Iris COA

Sklera

Zonula
Meridional Circular Prosesus zinii
fibers fibers Siliaris

Muskulus
Siliaris
Presbiopia
Definisi: Kondisi fisiologis yang menyebabkan melemahnya daya
akomodasi lensa akibat penuaan

Etiologi:
• Melemahnya kekuatan akomodasi lensa
• Penuaan
• Menurunnya elastisitas kapsul lensa
• Sklerosis lensa
• Melemahnya tonus M. Siliaris
• Presbiopia premature
• Hipermetropia, glaukoma, faktor pekerjaan
Normal

Ilustrasi
Presbiopia
Presbiopia
Perbandingan
akomodasi
lensa
Presbiopia
Faktor Risiko:
• Usia >40 tahun
• Jenis kelamin (wanita > pria)
• Hipermetropia
• Penyakit sistemik (mis. DM, HT)

Manifestasi Klinis
• Sulit melihat dekat
• Asthenopia
• Pandangan ganda intermiten
Presbiopia
Pemeriksaan Penunjang
• Snellen chart atau Jaeger chart → untuk menilai visus
• Retinoskopi dinamik
• Mengukur kekuatan lensa jarak dekat secara objektif
Jaeger Chart
Pasien diminta membaca Jaeger chart
dengan jarak baca normal (30 cm)
Interpretasi Hasil Jaeger
Hasil Ekuivalen Visus pada Snellen

J1 20/20

J2 20/30

J3 20/40

J5 20/50

J7 20/70

J10 20/100
Snellen Chart
Pasien duduk dengan jarak 6
meter dari Snellen Chart dan
membaca dari huruf terbesar
hingga terkecil yang masih
terbaca
Visus
Visus Deskripsi Normal (angka penyebut)

No light perception; tidak dapat


0 -
melihat apapun
Seharusnya cahaya dapat dilihat dari
1/∞ Hanya dapat melihat cahaya
jarak berapapun
Seharusnya lambaian tangan terlihat
1/300 Pasien dapat melihat lambaian tangan
pada jarak 300 meter
Pasien dapat menghitung jari pada Seharusnya menghitung jari dapat
3/60
jarak 3 meter dilakukan dari jarak 60 meter
Pasien dapat melihat huruf pada jarak Huruf tersebut seharusnya terlihat
6/20
6 meter dari jarak 20 meter
Visus orang normal (pasien dapat Huruf tersebut memang seharusnya
6/6
melihat huruf pada jarak 6 meter) terbaca dari jarak 6 meter
Presbiopia
Tata laksana
• Non-bedah
• Kacamata lensa plus/ konveks/ cembung
• Dapat dikombinasikan dengan kelainan refraksi pasien menjadi
kacamata bifocal, trifocal, atau progresif
• Bedah
• Laser assisted in situ keratomileusis
• Photorefractive keratectomy (PRK)
Kacamata Koreksi

Jauh
Lensa
jauh Inter-
mediate
Lensa
dekat Dekat

Kacamata Bifokal Kacamata Trifokal


Standar Koreksi Presbiopia
Usia Koreksi

40 tahun + 1.00 D

45 tahun + 1.50 D

50 tahun + 2.00 D

55 tahun + 2.50 D

60 tahun + 3.00 D
A. +1.00 D
Menurut standar koreksi berdasarkan usia, addisi +1.00 D digunakan untuk pasien
presbiopia usia 40 tahun. Pada kasus, pasien berusia 57 tahun sehingga digunakan
addisi +2.50 D (pembulatan addisi ke bawah).

B. +1.50 D
Menurut standar koreksi berdasarkan usia, addisi +1.50 D digunakan untuk pasien
presbiopia usia 45 tahun. Pada kasus, pasien berusia 57 tahun sehingga digunakan
addisi +2.50 D (pembulatan addisi ke bawah).
C. +2.00 D
Menurut standar koreksi berdasarkan usia, addisi +2.00 D digunakan untuk pasien
presbiopia usia 50 tahun. Pada kasus, pasien berusia 57 tahun sehingga digunakan
addisi +2.50 D (pembulatan addisi ke bawah).

E. +3.00 D
Menurut standar koreksi berdasarkan usia, addisi +3.00 D digunakan untuk pasien
presbiopia usia 60 tahun. Pada kasus, pasien berusia 57 tahun sehingga digunakan
addisi +2.50 D (pembulatan addisi ke bawah).
Presbiopia
• Melemahnya daya akomodasi lensa akibat penuaan
• Etiologi: penuaan (melemahnya tonus M. Siliaris) dan presbyopia
premature
• Faktor risiko: Usia >40 tahun
• Manifestasi klinis: sulit melihat dekat, asthenopia
• Tata laksana:
• Dengan lensa plus/ konveks/ cembung
• Mulai koreksi sejak usia 40 tahun (+ 1.00 D) setiap 5 tahun bertambah
0.50 D
• Maksimal addisi + 3.00 D
Ny. Sersi, usia 46 tahun datang ke poli mata dengan keluhan mata kiri
terasa mengganjal, gatal, dan terasa seperti ada benda asing yang masuk
ke mata sehingga mata menjadi lebih sering berair. Penurunan tajam
penglihatan disangkal. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Pada
pemeriksaan visus ODS 6/12, maju dengan pinhole. Inspeksi OS tampak
seperti pada gambar berikut (terlampir). Pada pemeriksaan slit lamp, dokter
tidak menemukan kelainan kelopak mata dan asal tumbuh bulu mata.
Diagnosis yang tepat untuk kasus ini adalah…
A. Epiblefaron
B. Trikiasis
C. Distikiasis
D. Entropion
E. Ektropion
• Perempuan, usia 46 tahun
• Mata kiri mengganjal, gatal, terasa ada benda asing, berair
• PF: ODS 6/12, slit lamp: tidak ada kelainan kelopak mata dan asal
tumbuh bulu mata → eksklusi DD entropion dan distikiasis

Jawaban:
B. Trikiasis
Kelainan Bulu Mata
Trikiasis: Bulu mata tumbuh ke arah bola mata
Distikiasis: Bulu mata tumbuh dari orifisium kelenjar Meibom

Etiologi:
• Idiopatik
• Infeksi mata
• Inflamasi kelopak mata
• Kondisi autoimun
• Trauma (mis. Luka bakar)
• Epiblefaron → kelainan kongenital pada kelopak mata sehingga posisi
bulu mata menjadi vertikal ke arah bola mata
Kelainan Bulu Mata
Manifestasi Klinis:
• Rasa mengganjal
• Nyeri pada mata
• Mata merah
• Epifora
• Fotofobia
• Abrasi hingga ulkus kornea sehingga visus dapat turun
Kelainan Bulu Mata
Pemeriksaan Penunjang
• Slit lamp → melihat asal pertumbuhan bulu mata, menyingkirkan
etiologi lain
• Fluorescein test → menentukan apakah terjadi komplikasi ulkus kornea
Kelainan Bulu Mata
Tata Laksana
• Definitif → pembedahan
• Epilasi dengan forceps → rekuren setiap 4-6 minggu
• Ablasi dengan laser → menghilangkan folikel rambut
• Suportif → non-bedah
• Lubrikan (tetes artificial tears) → mengurangi efek gesekan bulu
mata terhadap kornea
A. Epiblefaron
Epiblefaron merupakan kelainan kongenital pada kelopak mata sehingga posisi
bulu mata menjadi vertikal ke arah bola mata. Pada kasus, pasien berusia 46 tahun
mengeksklusi kelainan kongenital ini. Selain itu, pada kasus kelainan pada bulu
mata bukan kelopak mata

C. Distikiasis
Distikiasis merupakan kelainan bulu mata dimana asal tumbuhnya dari orifisium
Meibom. Pada kasus, pemeriksaan slit lamp sudah mengeksklusi distikiasis
D. Entropion
Entropion merupakan kelainan kelopak mata yang masuk ke arah bola mata
sehingga secara tidak langsung bulu mata menjadi masuk ke arah dalam. Pada
kasus, pemeriksaan slit lamp sudah mengeksklusi entropion.

E. Ekstropion
Ekstropion merupakan kelainan kelopak mata yang keluar sehingga tidak
bermanifestasi pada masuknya bulu mata ke arah bola mata. Pada kasus,
pemeriksaan slit lamp juga sudah mengeksklusi kelainan kelopak mata.
Trikiasis
• Kelainan bulu mata dimana bulu mata tumbuh ke arah bola mata
• Etiologi: infeksi mata, trauma, epiblefaron
• Manifestasi: rasa mengganjal, nyeri, mata merah, abrasi, ulkus kornea
• PP: slit lamp dan fluorescein test
• Tata laksana: definitif (epilasi dan ablasi), suportif (lubrikan)
Nn. Sprite, usia 12 tahun datang bersama ibunya dengan keluhan kelopak
mata kiri dan kanan berminyak hingga mengeluarkan padatan kecil seperti
lilin menurut ibu pasien. Keluhan ini dirasakan sejak 4 hari yang lalu,
disertai keluhan bengkak dan merah pada kelopak mata pasien. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan visus ODS 6/6, edema palpebra ODS superior,
terdapat material wax putih sepanjang margo palpebra yang muncul dari
orifisium kelenjar Meibom.
Diagnosis yang tepat terkait kasus ini adalah…
A. Blefaritis stafilokokus
B. Blefaritis seboroik
C. Blefaritis ulseratif
D. Blefaritis non-ulseratif
E. Blefaritis posterior
• Perempuan, usia 12 tahun
• Kelopak mata kiri dan kanan berminyak hingga mengeluarkan
padatan kecil seperti lilin sejak 4 hari lalu → wax material
• Bengkak dan merah pada kelopak mata → tanda inflamasi
• PF: ODS 6/6, edema palpebra ODS superior, wax putih dari
orifisium kelenjar Meibom

Jawaban:
E. Blefaritis posterior
Blefaritis
Definisi: Inflamasi kronis atau rekuren kelopak mata bilateral tanpa
gangguan visus, umumnya terjadi bilateral.

Klasifikasi:
• Blefaritis anterior: kulit, bulu mata, dan folikel
• Tipe: stafilokokus dan seboroik
• Blefaritis posterior: orifisium kelenjar Meibom

Etiologi:
• Infeksi S. aureus, dll.
• Dermatitis seboroik, kontak, alergi
Blefaritis
Patofisiologi:
• Blefaritis anterior
• Tipe stafilokokus (tipe ulseratif)
• Kolonisasi S. aureus → terbentuk skuama dan krusta
• Produksi eksotoksin → memicu respon imun/alergi
• Terjadi kerusakan jaringan
• Tipe seboroik (tipe non-ulseratif)
• Terjadi perubahan kulit
• Muncul skuama berminyak disekitar kelopak mata
Blefaritis
Patofisiologi:
• Blefaritis posterior
1. Hiperkeratinisasi epitel dan perubahan komposisi lipid
2. Ketidakstabilan tear film
3. Lingkungan baik untuk kolonisasi bakteri
4. Inflamasi kronis
5. Disfungsi kelenjar Meibom
Blefaritis
Manifestasi Klinis:
• Blefaritis anterior
• Kelopak mata kemerahan dan gatal
• Iritasi mata, epifora, fotofobia
• Skuama dan krusta sekitar kelopak mata
• Tipe stafilokokus → skuama kering, bulu mata rontok
• Tipe seboroik → skuama berminyak

• Blefaritis posterior
• Obstruksi kelenjar Meibom → Meibomitis
Blefaritis
Anterior
Dominan skuama dan
krusta
Blefaritis
Posterior
Material wax putih dari
orifisium kelenjar
Meibom
Blefaritis
Tata Laksana
• Eyelid hygiene:
• Kompres hangat 10-15 menit 2-4x sehari
• Lid scrubs dengan sampo bayi
• Artificial tears
• Antibiotik
• Topikal → basitrasin, polimiksin B, eritromisin, dan sulfasetamid
• Oral → doksisiklin, tetrasiklin, azitromisin
A. Blefaritis stafilokokus
Blefaritis stafilokokus/ulseratif merupakan salah satu tipe dari blefaritis anterior
dengan manifestasi skuama dan krusta yang dominan. Pada kasus tampak wax
putih pada orifisium Meibom yang menandakan blefaritis posterior.

B. Blefaritis seboroik
Blefaritis seboroik/non-ulseratif merupakan salah satu tipe dari blefaritis anterior
dengan manifestasi skuama berminyak yang dominan. Pada kasus tampak wax
putih pada orifisium Meibom yang menandakan blefaritis posterior.
C. Blefaritis ulseratif
Blefaritis stafilokokus/ulseratif merupakan salah satu tipe dari blefaritis anterior
dengan manifestasi skuama dan krusta yang dominan. Pada kasus tampak wax
putih pada orifisium Meibom yang menandakan blefaritis posterior.

D. Blefaritis non-ulseratif
Blefaritis seboroik/non-ulseratif merupakan salah satu tipe dari blefaritis anterior
dengan manifestasi skuama berminyak yang dominan. Pada kasus tampak wax
putih pada orifisium Meibom yang menandakan blefaritis posterior.
Blefaritis
• Inflamasi kronis kelopak mata bilateral tanpa gangguan visual
• Dibagi menjadi blefaritis anterior dan posterior
• Manifestasi klinis
• Anterior: skuama dan krusta (tipe ulseratif) atau skuama berminyak
(tipe non-ulseratif/seboroik)
• Posterior: muncul wax keputihan kelenjar Meibom
• Tata laksana terdiri dari eyelid hygiene, lid scrubs, antibiotik topikal,
kompres hangat, dan air mata buatan
Tn. Phastos, usia 50 tahun datang berobat ke IGD RS dengan keluhan nyeri
kepala hebat disertai mual-muntah sejak 2 jam yang lalu. Pasien juga
mengeluh pandangan kabur mendadak dan mata merah. Pasien
menyangkal pernah mengalami kejadian serupa dan riwayat operasi mata
disangkal. Pemeriksaan tanda vital didapatkan TD 150/80 mmHg, HR 94
kali/menit, RR 20 kali/menit. Pemeriksaan visus didapatkan VOD 6/12 dan
VOS 1/300. Pemeriksaan oftalmologis OS tampak bilik mata depan dangkal,
pupil middilatasi, lensa tampak keruh dengan shadow test negatif.
Diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah…
A. Glaukoma fakogenik
B. Glaukoma fakomorfik
C. Glaukoma fakolitik
D. Glaukoma fakoanafilaktik
E. Glaukoma fakoantigenik
• Pria, usia 50 tahun
• Nyeri kepala hebat, mual muntah sejak 2 jam lalu
• Pandangan kabur mendadak, mata merah
• TD 150/80, HR 94 kali/menit, RR 20 kali/menit
• PF oftalmologis: VOD 6/12, VOS 1/300, BMD dalam, pupil
middilatasi, lensa keruh, shadow test (+), partikel mengambang di
COA

Jawaban:
B. Glaukoma fakomorfik
Anatomi & Fisiologi Sederhana
Camera oculi
posterior (COP) Bola mata kita
memiliki 3 ruang:
• Camera oculi
anterior: antara iris
dengan kornea
Ruang vitreus
• Camera oculi
posterior: antara
iris dengan lensa
Camera oculi
• Ruang vitreus
anterior (COA)
Anatomi & Fisiologi Sederhana
Camera oculi
posterior (COP)

COA dan COP diisi


oleh humor aqueous

Ruang vitreus Ruang vitreus diisi


oleh humor vitreous

Camera oculi
anterior (COA)
Anatomi & Fisiologi Sederhana
Vena
episklera

Trabecular Humor aqueous diproduksi oleh


meshwork badan siliaris dan bergerak dari
Badan COP ke COA
Siliar

Setelah mencapai COA, Sebagian


besar humor aqueous akan
didrainase melalui trabecular
meshwork di sudut COA dan
kembali ke sistem vena.
Glaukoma
Definisi: Neuropati optik yang ditandai dengan cupping diskus optikus
dan gangguan lapang pandang. Glaukoma umumnya dihubungkan dengan
peningkatan TIO, meskipun tidak wajib.

Klasifikasi berdasarkan Etiologi


Primary open-angle glaucoma (POAG)
Glaukoma primer
Primary angle-closure glaucoma (PACG)
Glaukoma kongenital primer
Glaukoma kongenital
Glaukoma akibat ggn. perkembangan mata
Glaukoma fakogenik
Glaukoma sekunder Glaukoma akibat trauma
Steroid-induced glaucoma, dll. Sumber: Vaughan Asbury
Opthalmology 19th ed
Glaukoma Fakogenik
Definisi: Glaukoma akibat kelainan pada lensa, dibagi menjadi:

• Glaukoma fakomorfik → sudut tertutup sekunder


• Akibat peningkatan ukuran lensa (lensa intumesen)
• Pada katarak imatur hingga matur
• Glaukoma fakolitik → sudut terbuka sekunder
• Akibat sumbatan pada trabecular meshwork karena kebocoran protein lensa
• Pada katarak hipermatur/Morgagnian
• Glaukoma fakoanafilaktik/fakoantigenik
• Akibat reaksi autoimun terhadap sisa protein lensa
• Post-operasi katarak
Glaukoma Fakogenik
Etiopatofisiologi
COA Normal vs Obstruksi
Normal Obstruksi

Trabecular meshwork
Kornea

Kanal Schlemm
Iris
Sklera

Lensa

Zonula
Aqueous humor
M. siliaris Epitel siliaris
Glaukoma Fakogenik
Pemeriksaan Penunjang
Glaukoma Fakomorfik
• Slit lamp → tampak katarak matur, pupil mid dilatasi
• Gonioskopi → sudut tertutup (<20 derajat)
• Tonometri → peningkatan TIO (hingga 35 mmHg)
Glaukoma Fakogenik
Pemeriksaan Penunjang
Glaukoma Fakolitik
• Slit lamp → tampak katarak hipermatur, tampak partikel mengambang
pada COA
• Gonioskopi → sudut terbuka (20-45o)
• Tonometri → peningkatan TIO

Glaukoma Fakoanafilaktik/Fakoantigenik
• Slit lamp → tampak partikel yang mengambang pada COA
• Gonioskopi → sudut terbuka (20-45o)
• Tonometri → peningkatan TIO
Glaukoma Fakogenik
Tata Laksana
Glaukoma Fakomorfik
• Normalisasi TIO
• Farmakoterapi sesuai glaukoma sudut tertutup
• Hindari penggunaan miotik (mis. pilokarpin)
• Menyebabkan gangguan posisi iris → lensa dan menggerakkan
lensa ke arah depan → memperburuk klinis
• Tata laksana definitif → ekstraksi katarak (setelah TIO normal)
Tata Laksana Farkamologis
Glaukoma Sudut Tertutup

dilanjutkan
Carbonic anhydrase inhibitor
(CAI) + Beta blocker topikal
1,5 jam kemudian
Pilokarpin 2%

Asetazolamid 500 mg
PO/IV
Timolol 0,5%
Hindari penggunaan
pilokarpin pada
glaukoma fakomorfik
Alternatif CAI: Alternatif beta blocker topikal:

Agen hiperosmotik Analog prostaglandin Latanoprost 0,005%

Gliserin Alpha agonist Apraklonidin, brimonidin

Mannitol Agen hiperosmotik Gliserin, mannitol

Sumber: Vaughan Asbury Opthalmology 19th ed


Glaukoma Fakogenik
Tata Laksana
Glaukoma Fakolitik
• Normalisasi TIO
• Farmakoterapi (sama dengan glaukoma sudut terbuka)
• Sikloplegi dan steroid topikal
• Untuk mengurangi reaksi inflamasi
• Tata laksana definitif → ekstraksi katarak (setelah TIO normal)
Glaukoma Fakogenik
Tata Laksana
Glaukoma Fakoanafilaktik
• Steroid topikal → anti-inflamasi
• Normalisasi TIO
• Farmakoterapi (sama dengan glaukoma sudut terbuka)
• Tata laksana definitif
• Ekstraksi katarak atau membersihkan sisa material lensa (setelah TIO
normal)
Tata Laksana Farkamologis
Glaukoma Sudut Terbuka
Golongan Keterangan Contoh

Paling efektif, meningkatkan aliran aqueous Latanoprost 0,005%


Analog prostaglandin
humor pada jalur uveosklera Bimatoprost, dll.
Paling efektif kedua, menurunkan produksi Timolol 0,25%
Beta blocker
aqueous humor oleh badan siliaris Betaxolol, dll.
Carbonic anhydrase Asetazolamid
Menurunkan sekresi aqueous humor
inhibitor Brinzolamid, dll.

Miotik Melancarkan aluran keluar aqueous humor Pilokarpin 0,03%

Apraklonidin
Alpha agonist Menurunkan produksi aqueous humor
Brimonidin

Target TIO → 20% dari TIO dasar ATAU ≤24 mmHg


A. Glaukoma fakogenik
Glaukoma fakogenik merupakan istilah payung untuk glaukoma fakomorfik,
fakolitik, dan fakoanafilaktik/fakoantigenik sehingga kurang spesifik

C. Glaukoma fakolitik
Glaukoma fakolitik biasanya terjadi pada stadium katarak hipermatur. Terjadi
sumbatan pada trabekulum meshwork akibat partikel lensa yang terlepas pada
katarak hipermatur.
D. Glaukoma fakoanafilaktik
Glaukoma fakoanafilaktik umumnya terjadi pada pasien post-operasi (mis. Katarak)
sehingga terdapat reaksi imun pada protein sisa kapsul lensa. Pada kasus, pasien
menyangkal riwayat operasi

E. Glaukoma fakoantigenik
Glaukoma fakoantigenik merupakan nama lain glaukoma fakoanafilaktik
Glaukoma lense-induced
• Glaukoma akibat kelainan pada lensa
• Klasifikasi:
• Glaukoma fakomorfik: pada katarak matur
• Glaukoma fakolitik: pada katarak hipermatur
• Glaukom fakoanafilaktik/ fakoantigenik: pada pasien post-operasi
katarak
• Tata laksana:
• Normalisasi TIO dengan terapi glaucoma sudut tertutup
• Siklopegi
• Ekstraksi katarak
Ny. Ajak, usia 50 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan mata kiri tidak
bisa melihat mendadak sejak 20 menit yang lalu. Mata merah dan nyeri
disangkal oleh pasien namun ia mengaku memiliki riwayat penyakit
jantung dan sudah lama tidak kontrol berobat karena pandemi COVID-19 .
Pada pemeriksaan TTV didapatkan TD 175/95 mmHg, HR 90 kali /menit, RR
18 kali /menit, suhu 36,5° C. Pada pemeriksaan fisik mata didapatkan VOS
1/300, VOD 5/6 refleks cahaya langsung (+/-), RAPD OS (+), pemeriksaan
funduskopi OS didapatkan gambaran cherry red spot (+).
Diagnosis yang paling tepat terkait mata kiri pasien adalah…
A. BRAO
B. CRAO
C. CRVO
D. BRVO
E. Ablasio retina
• Perempuan, usia 50 tahun
• Mata kiri tidak bisa melihat mendadak sejak 20 menit
• Riwayat penyakit jantung tidak terkontrol → faktor risiko
• TD 175/95 mmHg
• PF mata: VOS 1/300, VOD 5/6, RCL (+/-), RAPD OS (+)
• Funduskopi: gambaran cherry red spot (+)

Jawaban:
B. CRAO
Oklusi Pembuluh Darah Retina

Tampak segmentasi kolom darah (cattle trucking) dan edema putih


BRAO
pada kuadran retina yang mengalami iskemi (ground glass appearance)

CRAO Tampak cherry red spot

Flame-shaped haemorrhage, cotton-wool spots pada kuadran retina


BRVO
yang mengalami iskemi

Flame-shaped haemorrhage, cotton-wool spots, splashed tomato


CRVO
appearance pada seluruh kuadran
CRAO
Definisi: CRAO merupakan gangguan pada vaskular retina akibat sumbatan
pada arteri retina utama, BRAO pada cabang arteri retina.

Etiologi:
• Emboli → tersering (mis. kolesterol, fibrin platelet, dll.)
• Trombus → kedua tersering (mis. atherosklerosis)
• Arteritis retina dengan obliterasi
• Giant cell arteritis, SLE, dll.
CRAO
Faktor Risiko
• Usia tua
• Jenis kelamin pria
• Penyakit komorbid → penyakit kardiovaskular, hipertensi, DM,
Obesitas
Suplai
Perdarahan
Retina
CRAO
Patofisiologi
CRAO
Manifestasi Klinis

Manifestasi BRAO CRAO

Amaurosis fugax (-) ringan-sedang (+) dalam hitungan detik

Visus Bervariasi, skotoma (+) Umumnya <3/60

RAPD (+) (+) signifikan hingga total

Amaurosis fugax adalah hilang penglihatan transien mendadak, tanpa nyeri.


CRAO
Pemeriksaan Penunjang
• Funduskopi

BRAO CRAO

Penyempitan arteri retina dengan emboli Cherry red spot

Cattle trucking:
Penyempitan arteri retina
Segmentasi kolom darah pada retina

Ground glass appearance: Retina berwarna putih susu akibat iskemi


Edema putih pada kuadran retina yang
mengalami iskemi Atrofi optik → pada CRAO lama
Cherry red spot

CRAO
Gambaran
cherry red spot
BRAO
Kelainan tersegmentasi
sesuai kuadran yang
mengalami oklusi
CRAO
Pemeriksaan Penunjang Lainya
• OCT: hiperrefleksi plak emboli dengan penebalan retina inferior
• Fundus Fluorescein Angiography (FFA): keterlambatan pengisian arteri,
vaskularisasi koroid tertutup oleh edema retina
• Electroretinography (ERG): penurunan amplitudo b-wave
CRAO
Tata Laksana
• CRAO dan BRAO merupakan kegawatdaruratan oftalmologi → rujuk
• Retina hanya dapat bertahan selama 90-100 menit
• Tata laksana yang dapat segera dikerjakan (<24 jam dari onset):
• Masase mata (tekan selama 10-15 detik, lepas mendadak)
• Turunkan TIO segera (mis. asetazolamid atau timolol)
• Vasodilator (mis. preparat nitrat)

Masase mata untuk menekan lumen arteri yang kolaps dan melepas emboli
A. BRAO
BRAO umumnya ditemukan gambaran cattle trucking dengan penurunan visus
tidak sedrastis CRAO. Kelainan pada BRAO tergantung kuadran terjadi iskemi.
Pada kasus didapatkan hasil funduskopi cherry red spot, visus 1/300, RAPD (+).

C. CRVO
Gambaran funduskopi CRVO umumnya berupa flame-shaped haemorrhae (ringan)
hingga splashed-tomato appearance (berat). Pada kasus ditemukan cherry red spot
yang merupakan tanda dari CRAO.
D. BRVO
Pada kasus terdapat manifestasi klinis yang berat sedangkan pada BRVO
umumnya asimtomatis. Hasil pemeriksaan funduskopi berupa flame-shaped
haemorrhage atau cotton-wool spots terbatas pada kuadran yang mengalami
iskemi.

E. Ablasio retina
Pasien umumnya akan mengeluhkan padangan seperti tertutup tirai dan terdapat
floaters. Hasil pemeriksaan funduskopi pada ablasio akan menunjukkan red reflex
(-) dan shifting fluid phenomenon.
CRAO
• Terjadi akibat sumbatan arteri utama pada retina.
• Bermanifestasi sebagai: amaurosis fugax, penurunan visus <3/60, RAPD (+).
• Hasil funduskopi khas berupa cherry red spot.
• Tata laksana awal:
• Masase mata
• Pemberian asetazolamid atau timolol, dan nitrat
• Rujuk secepatnya (bila di FKTP)
An. Ikaris, laki-laki usia 9 tahun dibawa berobat karena tidak dapat
melakukan kontak mata yang tepat dengan ibunya. Pasien juga mengeluh
penglihatan tampak ganda. Ibu pasien mengatakan sepertinya hal ini
sudah terjadi sejak pasien usia 5 tahun namun dikira akan sembuh sendiri.
Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan visus ODS 6/6.
Dokter kemudian menyinari penlight dari depan ke arah dahi pasien dan
meminta pasien untuk berfokus pada sumber cahaya tersebut. Hasil
pemeriksaan terlihat pantulan cahaya OD terletak di pupil pasien,
sedangkan pantulan cahaya OS terletak di iris, medial dari pupil pasien.
Diagnosis yang paling tepat pada kasus ini adalah…
A. Eksoforia OS
B. Eksotropia OS
C. Esoforia OS
D. Esotropia OS
E. Hipoforia OS
• Anak laki-laki, usia 9 tahun
• Tidak dapat melakukan kontak mata yang tepat, pandangan
tampak ganda
• Sudah terjadi sejak usia 5 tahun
• Visus ODS 6/6
• Refleks kornea: pantulan cahaya OS medial dari pupil →
strabismus OS

Jawaban:
B. Eksotropia OS
Strabismus
Definisi: Posisi kedua bola mata tidak lurus/sama antara satu sama lain
(misalignment).

Istilah:
• Eso- (ke medial)
• Ekso- (ke lateral)
• Hiper- (ke atas)
• Hipo- (ke bawah)
Strabismus
Klasifikasi:
• Strabismus manifes (-tropia): merupakan deviasi bola mata yang terlihat
bahkan saat penglihatan binocular (menggunakan kedua mata)
• Stabismus laten (-foria): deviasi bola mata yang terlihat hanya saat
penglihatan monocular (menggunakan 1 mata)

Perhatikan!
• Strabismus manifes (-tropia) dapat terjadi pada hanya 1 atau kedua
bola mata (mis. eksotropia OD, esotropia ODS)
• Stabismus laten (-foria) SELALU melibatkan kedua bola mata (ODS)
Hipertropia
Gerak Bola
Mata
Gambar ini menunjukkan
arah gerak bola mata bila
otot ekstraokuli tersebut
berkontraksi
Strabismus
Manifestasi Klinis
• Pandangan ganda (diplopia)
• Pandangan kabur, sulit membaca
• Abnormalitas gerakan bola mata
Strabismus
Pemeriksaan Penunjang
• Hirschberg test
• Identifikasi refleks cahaya pada kornea untuk menentukan deviasi
bola mata
• Hasil:
• Esotropia → cahaya jatuh di lateral kornea
• Eksotropia → cahaya jatuh di medial kornea
• Hipertropia → cahaya jatuh di bawah kornea
• Hipotropia → cahaya jatuh di atas kornea
Hirschberg
test
A. Normal
B. Esotropia OS
C. Eksotropia OS
D. Hipertropia
Strabismus
Pemeriksaan Penunjang
• Cover test → mendeteksi -tropia (strabismus manifes)
• Mata yang diperiksa: mata yang tidak tertutup
• Menutup 1 mata dengan occluder dan melihat gerakan mata
kontralateral
• Bila ada gerakan pada mata yang tidak tertutup → cover test abnormal
Strabismus
Pemeriksaan Penunjang
• Cover test → mendeteksi -tropia (strabismus manifes)
• Interpretasi: Pergerakan 1 atau kedua bola mata berlawanan dengan
deviasinya:
• Ke lateral → esotropia
• Ke medial → eksotropia
• Ke atas → hipotropia
• Ke bawah → hipertropia
Cover test
Abnormal bila ada
pergerakan “mata yang
tidak ditutup”

Mata akan bergerak


berlawanan arah terhadap
arah kelainannya
Cover Test: Esotropia OD

Penutupan: mata kanan Penutupan: mata kiri


Mata yang diperiksa: mata kiri Mata yang diperiksa: mata kanan
Pergerakan mata kiri (-) → orthoforia Pergerakan mata kanan (+) ke lateral
(tidak ada kelainan) → deviasi bola mata medial →
esotropia OD
Cover Test: Test Yourself

Penutupan: mata kanan


Mata yang diperiksa: mata kiri
Pergerakan mata kiri (+) ke medial →
deviasi bola mata lateral → eksotropia OS
Strabismus
Pemeriksaan Penunjang
• Cover-uncover test → mendeteksi –foria (strabismus laten)
• Mata yang diperiksa: mata yang ditutup
• Menutup 1 mata dengan occluder selama beberapa detik kemudian
membukanya dan memindahkan occluder ke mata kontralateral
• bila saat dibuka pergerakan mata(+) → cover-uncover test abnormal
Strabismus
Pemeriksaan Penunjang
• Cover-uncover test → mendeteksi –foria (strabismus laten)
• Interpretasi: Pergerakan bola mata berlawanan dengan deviasinya:
• Esoforia: saat occluder dilepas, bola mata bergerak ke arah lateral
(keadaan ini selalu bilateral, tidak ada istilah esoforia OD)
• Eksoforia: saat occluder dilepas, bola mata bergerak ke arah
medial (keadaan ini selalu bilateral, tidak ada istilah eksoforia OD)
• Hipoforia (Hiperforia kontralateral): saat occluder dilepas, bola
mata bergerak ke arah atas
• Hiperforia (Hipoforia kontralateral): saat occluder dilepas, bola
mata bergerak ke arah bawah
Cover/Uncover Test: Esoforia

Mata yang dibuka mengalami pergerakan ke lateral →


deviasi bola mata ke medial → esoforia

Ingat! Tidak ada istilah OD/OS karena esoforia/eksoforia selalu melibatkan kedua mata
Cover/Uncover Test: Test Yourself

Mata kanan saat dibuka mengalami pergerakan ke bawah


→ deviasi bola mata kanan ke atas → hiperforia OD

Hiperforia OD = Hipoforia OS karena -foria selalu melibatkan kedua mata


Strabismus
Tata Laksana
• Skrining sebelum usia 2-3 tahun
• Non-bedah
• Kacamata prisma
• Eye patch → Menutup mata sehat 2-14 jam/hari
• Penalisasi atropin 1%
• Mata sehat ditetes atropine selama 2-7 hari/minggu untuk
melatih mata yang lebih lemah
• Bedah
• Resesi dan reseksi otot
Mnemonic
-tropia → “true” → benar, asli -foria → “fake/false” → palsu, salah

Strabismus sudah tampak dan Strabismus awalnya tidak tampak


menunjukkan wujud aslinya karena memalsukan kelainannya, baru
meskipun tanpa pemeriksaan, fungsi muncul setelah dilakukan pemeriksaan
pemeriksaan hanya untuk konfirmasi (cover/uncover)
A. Eksoforia OS
Eksoforia merupakan strabismus laten (hanya terlihat dengan pemeriksaan)
dengan arah ke luar sehingga pada pemeriksaan cover-uncover test terlihat hasil
pergerakan bola mata ke medial saat occluder dibuka.

C. Esoforia OS
Esoforia merupakan strabismus laten (hanya terlihat dengan pemeriksaan) dengan
arah ke dalam sehingga pada pemeriksaan cover-uncover test terlihat hasil
pergerakan bola mata ke lateral saat occluder dibuka.
D. Esotropia OS
Esotropia merupakan strabismus manifes (terlihat langsung dari klinis) dengan
arah ke dalam sehingga tampak refleks pantulan cahaya di sebelah lateral dari
pupil.

E. Hipoforia OS
Hipoforia merupakan strabismus laten (hanya terlihat dengan pemeriksaan)
dengan arah ke bawah sehingga pada pemeriksaan cover-uncover test terlihat hasil
pergerakan bola mata ke superior saat occluder dibuka.
Strabismus
• Kedua mata tidak lurus/sama (misalignment).
• Eso- → ke dalam
• Ekso- → ke luar
• Hiper- → ke atas
• Hipo- → ke bawah
• -tropia → tampak/manifes
• -foria → tersembunyi/laten
• Tropia/manifest (cover test), foria/laten (cover/uncover test)
• Tata laksana: eye patch, penalisasi atropin
Ny. Thena, usia 60 tahun datang bersama dengan anaknya ke Puskesmas
mengeluh mata kabur yang memberat sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya
pasien masih dapat menonton televisi namun seminggu terakhir semuanya
nampak kabur total. Keluhan nyeri, mual, dan muntah disangkal oleh
pasien. Pemeriksaan visus 20/200, pada pemeriksaan oftalmologi tampak
segmen anterior mata tenang, kekeruhan menyeluruh pada lensa, shadow
test (-).
Diagnosis yang tepat pada pasien ini adalah…
A. Katarak insipiens
B. Katarak imatur
C. Katarak matur
D. Katarak traumatika
E. Katarak Morgagni
• Perempuan, usia 60 tahun
• Mata kabur memberat sejak 1 tahun lalu, saat ini kabur total
• Nyeri, mual, muntah disangkal → eksklusi glaukoma
• Visus 20/200, segmen anterior tenang, kekeruhan menyeluruh,
shadow test (-)

Jawaban:
C. Katarak matur
Katarak Senilis
Definisi: Gangguan penglihatan progresif terkait usia akibat lensa mata
yang semakin keruh dan tebal.

Faktor Risiko:

UV

Steroid

Usia lanjut Riwayat Keluarga Defek metabolik Paparan radiasi sinar UV


Katarak Senilis
Etiopatogenesis:

jernih

keruh

Pemadatan Perubahan Pigmentasi Perubahan


& abnormal protein protein lensa komponen ion
pengerasan lensa/kristalin lensa
material lensa
sentral (sklerosis)
Katarak Senilis
Manifestasi Klinis:
• Visus turun progresif (kabur, berasap, berkabut)
• Sulit membedakan warna
• Fotofobia
• Diplopia monokular
• Myopic shift → akibat axis anteroposterior bertambah panjang

Pemeriksaan Penunjang:
• Refleks cahaya langsung → shadow test
• Slit lamp → menilai opasitas lensa, letak kekeruhan, & ukuran nukleus
Ilustrasi Shadow Test
Staging Katarak Senilis
Hipermatur/
Parameter Insipiens Imatur Matur
Morgagni

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

COA Normal Dangkal Normal Dalam

Sudut COA Normal Sempit Normal Terbuka

Lebih baik dari Kurang dari


Visus s/d 20/20 1/60 s/d 1/300
20/200 20/200

Shadow test (-) (+) (-) Pseudopositif


Iris
Tremulans
Iris dapat bergerak-
gerak
Visus
Visus Deskripsi Normal (angka penyebut)

No light perception; pasien tidak Seharusnya cahaya dapat dilihat dari


1/∞ atau 0
dapat melihat cahaya apapun jarak tak terhingga

Seharusnya lambaian tangan terlihat


1/300 Pasien dapat melihat lambaian tangan
pada jarak 300 meter

Pasien dapat menghitung jari pada Seharusnya menghitung jari dapat


3/60
jarak 3 meter dilakukan dari jarak 60 meter

Pasien dapat melihat huruf pada jarak Huruf tersebut seharusnya terlihat
6/20
6 meter dari jarak 20 meter

Visus orang normal (pasien dapat Huruf tersebut memang seharusnya


6/6
melihat huruf pada jarak 6 meter) terbaca dari jarak 6 meter
Katarak
Imatur
Kekeruhan pada
sebagian lensa
Katarak
Matur
Kekeruhan pada
seluruh lensa
Katarak
Hipermatur
Kekeruhan masif pada
lensa
Ilustrasi Staging Katarak Senilis

Insipiens Imatur Matur Hipermatur


Katarak Senilis
Tata Laksana Non-Bedah
• Belum ada tata laksana farmakologis yang efektif
• Untuk menghambat progresi dapat dilakukan:
• Menghindari paparan radiasi sinar UV → memakai kacamata hitam
• Menghindari trauma pada mata
• Mengontrol gula darah pada penderita DM
Katarak Senilis
Tata Laksana Bedah
• Intracapsular cataract extraction (ICCE)
• Ekstraksi pada seluruh lensa beserta kapsul posterior dan zonula
• Extracapsular cataract extraction (ECCE)
• Ekstraksi nukleus lensa secara utuh, namun kapsul posterior
ditinggalkan
• Phacoemulsification
• Fragmentasi lensa menggunakan gelombang ultrasonic, substrat
lensa diaspirasi menggunakan probe
A. Katarak insipiens
Katarak insipiens merupakan katarak yang mengancam dimana kekeruhan lensa
masih ringan dan shadow test (-). Pada kasus, meskipun shadow test (-) namun
kekeruhan lensa menyeluruh sehingga lebih tepat katarak matur.

B. Katarak imatur
Katarak imatur ditandai dengan kekeruhan lensa sebagian dan shadow test (+).
Pada kasus, shadow test (-) dan kekeruhan lensa menyeluruh sehingga lebih tepat
katarak matur.
D. Katarak traumatika
Katarak traumatika terjadi akibat kejadian trauma yang menyebabkan keruhnya
lensa. Pada pemeriksaan umumnya khas ditemukan gambaran bintang/stellatae.
Pada kasus, shadow test (-) dan kekeruhan lensa menyeluruh sehingga lebih tepat
katarak matur.

E. Katarak Morgagni
Katarak Morgagni/hipermatur ditandai dengan kekeruhan lensa masif dan shadow
test (pseudo+), disertai tanda lain seperti iris tremulans dan COA dalam. Pada
kasus, shadow test (-) dan kekeruhan lensa menyeluruh sehingga lebih tepat
katarak matur.
Katarak Senilis
• Kekeruhan lensa progresif akibat faktor usia
• Manifestasi klinis khas sesuai stadium katarak:
• Insipiens: kekeruhan ringan pada lensa, pemeriksaan fisik normal
• Imatur: kekeruhan sebagian lensa, COA dangkal menyebabkan shadow
test (+)
• Matur: lensa keruh seluruhnya, visus < 20/200, tidak ada lagi iris
shadow
• Hipermatur/ Morgagni: lensa keruh masif, Iris tremulans, COA dalam,
visus 1/300, shadow test: pseudopositif
• Tata laksana: operatif
Nn. Arishem, usia 25 tahun datang ke Poliklinik dengan keluhan kedua
mata terasa pedih sejak 2 hari yang lalu. Keluhan disertai dengan mata
merah, terasa berpasir, dan lebih berair. Pasien mengaku 2 hari ini sering
pulang-pergi luar kota dengan sepeda motor dengan helm tanpa kaca
depan. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada
pemeriksaan fisik mata didapatkan VODS 6/6, ODS tampak injeksi
konjungtiva (+), sekret (-), papil (-), folikel (-). Tes Schirmer menunjukkan
hasil 5 mm dalam 5 menit.
Tata laksana yang tepat sesuai kasus adalah…
A. Carboxymethyl cellulose tetes mata
B. Polyhexamethylene biguanide tetes mata
C. Sodium cromoglycate tetes mata
D. Chloramphenicol salep mata
E. Prednisolone tetes mata
• Perempuan, usia 25 tahun
• Mata terasa pedih, merah, berpasir, lebih berair sejak 2 hari lalu.
• Riwayat keluar kota dengan motor dengan helm tanpa kaca depan →
faktor risiko lingkungan berangin dan berdebu.
• VODS 6/6, injeksi konjungtiva (+), sekret (-), papil (-), folikel (-).
• Tes Schirmer: 5 mm dalam 5 menit → dry eye derajat sedang

Jawaban:
A. Carboxymethyl cellulose eye drops
Dry Eye Syndrome
Dry Eye Syndrome
= Keratoconjunctivitis sicca (KCS)

Definisi: Sekumpulan gejala mata kering yang disebabkan hilangnya


keseimbangan lapisan air mata akibat kurangnya produksi air mata atau
evaporasi berlebih.

Etiologi:
• Evaporasi berlebih → Disfungsi kelenjar Meibom, xeroftalmia
• Produksi inadekuat → Sjögren syndrome
• Lingkungan → berdebu, dingin, berangin
Tear film
Terjadi disfungsi kelenjar
Meibom pada DES →
produksi lapisan lipid
menurun
Dry Eye Syndrome
Manifestasi Klinis
• Mata merah
• Rasa tidak nyaman atau berpasir (sensasi benda asing)
• Sekret mukoid
• Epifora (mata berair) → efek paradoksikal
• lapisan lipid pada tear film menipis → evaporasi air mata →
produksi air mata meningkat (dengan kualitas kurang baik)
• Fotofobia
Dry Eye Syndrome
Pemeriksaan Penunjang
• Schirmer test
• Meletakkan strip kertas pada forniks posterior
• Pasien menutup mata selama 5 menit dan dilakukan evaluasi

Hasil Interpretasi
>15 mm Normal

10-15 mm Derajat ringan

5-10 mm Derajat sedang

0-5 mm Derajat berat


Schirmer
test
Dry Eye Syndrome
Tata Laksana
• Tata laksana non-bedah
• Artificial tears → lubrikasi permukaan bola mata
• Carboxymethylcellulose eye drops 1-2 tetes, 3-4x per hari
• Kompres hangat
• Lensa kontak untuk mencegah evaporasi
• Tata laksana bedah → pada kasus berat
• Tarsorafi lateral
• Menjahit 1/3 bagian palpebra superior dan inferior, dapat
mengurangi evaporasi air mata berlebih
B. Polyhexamethylene biguanide eye drops
PHMB adalah DOC pada keratitis acanthamoeba, pada kasus tidak ditemukan
tanda keratitis dan faktor risiko penggunaan kontak lensa dalam jangka waktu
lama dengan higienitas buruk. Pada kasus didapatkan pasien mengalami DES,
memerlukan artificial tears untuk mencegah erosi pada kornea.

C. Sodium cromoglycate eye drops


Sodium cromoglycate berperan menghambat rilis histamin dan lebih tepat
diberikan pada kasus konjungtivitis alergi. Pada kasus pasien mengalami defisiensi
air mata dan lebih memerlukan subsitusi air mata buatan.
D. Chloramphenicol eye ointment
Pemberian antibiotik topikal tidak tepat karena lebih sesuai untuk kasus
konjungtivitis bakterial/blefaritis. Pada kasus tidak dijumpai tanda-tanda infeksi
bakteri seperti sekret konjungtiva yang purulen/mukopurulen.

E. Prednisolone eye drops


Steroid berpotensi meluruhkan permukaan kornea bahkan dapat menyebabkan
ulkus kornea. Oleh sebab itu pemberian steroid topikal harus lebih hati-hati dan
tidak disarankan pada faskes primer. Pada kasus pasien mengalami defisiensi air
mata. Pemberian steroid tidak tepat dan berisiko tinggi.
Dry Eye Syndrome
• Terjadi akibat gangguan keseimbangan komposisi air mata
• Paling sering disebabkan karena disfungsi kelenjar Meibom yang
menyebabkan berkurangnya produksi lapisan lipid pada tear film
• Bermanifestasi sebagai mata merah disertai sensasi berpasir tanpa
penurunan visus
• Pemeriksaan Schirmer (selama 5 menit) <15 mm → defisiensi air mata
• Tata laksana utama menggunakan artificial tears
Tn. Druig, usia 16 tahun datang ke Puskesmas untuk membuat surat sehat
sebagai syarat masuk TNI. Pada pemeriksaan tanda vital tidak didapatkan
kelainan. Pada pemeriksaan buta warna dengan buku Ishihara pasien hanya
dapat mengenali 3 angka dengan tepat. Setelah ditanya detail, akhirnya
pasien mengaku ia tidak dapat membedakan warna hijau dan merah sama
sekali.
Diagnosis yang paling tepat pada kasus ini adalah…
A. Trichromacy
B. Protanopia
C. Deuteranopia
D. Tritanopia
E. Monochromacy
• Pria, usia 16 tahun
• Buku Ishihara: hanya 3 angka benar → buta warna
• Pasien tidak dapat membedakan hijau dan merah sama sekali

Jawaban:
C. Deuteranopia
Fisiologi Sederhana
L cone M cone S cone

Manusia dengan penglihatan


warna normal memiliki 3 jenis
sel kerucut yang berfungsi
dengan baik
• L cone → bertanggung
jawab untuk warna merah
• M cone → bertanggung
jawab untuk warna hijau
• S cone → bertanggung
jawab untuk warna biru
Buta Warna
Etimologi
• Kerucut merah (R) → kerucut pertama (proto-)
• Kerucut hijau (G) → kerucut ke-dua (deutero-)
• Kerucut biru (B) → kerucut ke-tiga (trito-)

Etiologi
• Genetik
• Buta warna merah-hijau (pro- atau deuter-) → x-linked resesif
• Buta wana biru (tri-) → mutasi kromosom 7 autosomal dominan
• Didapat → trauma, efek toksisitas obat, penyakit tertentu
Mata Normal
Pada keadaan normal, masing-masing sel kerucut memiliki daerah kekuasaannya
sendiri. Pada buta warna, daerah ini dapat bergeser (-anomali) atau hilang sama
sekali (-anopia)

Panjang
Gelombang
(nm)
Klasifikasi Buta Warna
Buta Warna
Manifestasi Klinis

Kelainan Keterangan

Protanomali Warna merah terlihat lebih hijau dan pudar

Protanopia Tidak dapat membedakan warna merah dan hijau sama sekali

Deuteranomali Warna hijau terlihat lebih merah

Deuteranopia Tidak dapat membedakan hijau dan merah sama sekali

Tritanomali Sulit membedakan hijau-biru dan kuning-ungu

Tritanopia Tidak dapat membedakan hijau-biru & kuning-ungu

Akromatopsia Hanya melihat dalam hitam dan putih


Anomalous Trichromacy
Sel kerucut L bergeser ke area
kekuasaan hijau, warna merah
terlihat lebih hijau

Panjang
Gelombang
(nm)
Anomalous Trichromacy
Sel kerucut M bergeser ke area
kekuasaan merah, warna hijau
terlihat lebih merah

Panjang
Gelombang
(nm)
Anomalous Trichromacy
Sel kerucut M bergeser ke area
kekuasaan merah dan hijau; warna
hijau terlihat menjadi kebiruan,
warna kuning menjadi keunguan

Panjang
Gelombang
(nm)
Dichromacy

Mata Normal Protanopia


Tidak dapat membedakan warna
merah dengan hijau
Dichromacy

Mata Normal Deuteranopia


Tidak dapat membedakan warna
hijau dengan merah (hasil gambar
sama dengan protanopia)
Dichromacy

Mata Normal Tritanopia


Hijau menjadi biru, kuning
menjadi ungu
Buta Warna
Pemeriksaan Penunjang
• Ishihara test → mendeteksi buta warna merah-hijau
• Menilai plate warna
• Farnsworth-Munsell test
• Menata gradasi warna dengan 100 pilihan gradasi yang terpisah
dalam 4 plat
• Holmgren wools test
• Mencocokkan warna benang wol
• Anomaloskop
• Mencocokkan warna dengan memutar knob pada alat serupa
mikroskop.
Tes Ishihara
Menilai plate warna
Tes
Farnswort-
Munsell
Menata gradasi warna
Holmgren
wools
Mencocokkan benang
wol berwarna
Anomaloskop
Memutar knob pada
mesin
Buta Warna
Tata Laksana
• Belum ada tata laksana untuk menyembuhkan buta warna
• Filter warna → lensa kontak x-chrom lens
A. Trichromacy
Trichromacy merupakan keadaan mata normal dimana terdapat 3 sel kerucut
dengan fungsi normal. Pada kasus, pasien tidak dapat membedakan warna hijau
dan merah yang artinya sel kerucut tidak normal.

B. Protanopia
Pada protanopia, hanya terdapat 2 sel kerucut, yaitu S dan M, sehingga pasien
sama sekali tidak bisa melihat warna merah. Pada kasus, pasien juga tidak dapat
warna hijau.
D. Tritanopia
Pada tritanopia, pasien hanya memilki 2 sel kerucut, yaitu M dan L, sehingga
pasien sama sekali tidak bisa melihat warna biru-kuning. Pada kasus, pasien tidak
dapat warna merah dan hijau sama sekali.

E. Monochromacy
Monochromacy merupakan keadaan mata yang hanya memiliki sel kerucut biru
atau tidak memiliki sel kerucut sama sekali sehingga penglihatan monokrom. Pada
kasus, pasien tidak dapat membedakan warna hijau dan merah saja.
Buta Warna
• Terjadi akibat kelainan kongenital atau didapat
• Istilah khusus:
• Proto-: Defisiensi opsin merah
• Deutero-: Defisiensi opsin hijau
• Trito-: Defisiensi opsin biru
• -anomali: Sulit membedakan
• -anopia: Tidak dapat membedakan sama sekali
Ny. Makkari, usia 26 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan kedua
mata terasa perih dan agak kabur sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan
disertai mata terasa berpasir dan panas. Pasien mengaku akhir-akhir ini
sedang lembur mengejar target penjualan kantor sehingga dirinya terus
menatap laptop dan handphone bergantian hampir seharian. Pemeriksaan
tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan
VODS 6/12, ODS tampak injeksi konjungtiva ringan (+), sekret (-), papil (-),
folikel (-). Tes Schirmer menunjukkan hasil 10 mm/5 menit.
Diagnosis yang tepat sesuai kasus adalah…
A. Keratokonjungtivitis sika
B. Phantom limb syndrome
C. Digital eye strain
D. Keratokonus
E. Konjungtivitis vernal
• Perempuan, usia 26 tahun
• Kedua mata terasa perih, agak kabur sejak 1 minggu
• Terasa berpasir dan panas
• Sering menatap layar laptop dan handphone seharian
• VODS 6/12, ODS injeksi konjungtiva ringan (+), sekret (-), papil (-),
folikel (-).
• Tes Schirmer: 10 mm/5 menit

Jawaban:
C. Computer Vision Syndrome
Computer Vision Syndrome (CVS)
= Digital Eye Strain

Definisi: Sekumpulan gejala pada mata akibat aktivitas penglihatan jarak dekat
secara terus-menerus selama penggunaan komputer dan gawai.

Faktor Risiko:
• Durasi penggunaan komputer → >6 jam/hari
• Segi pengguna → kondisi kesehatan mata, kurang berkedip, postur tubuh
tidak ergonomis
• Pengaturan komputer → kontras dan intensitas cahaya komputer yang
tinggi, cahaya lingkungan sekitar redup
• Lingkungan kerja → kelembapan ruangan rendah, suhu tinggi
Computer Vision Syndrome (CVS)
Manifestasi Klinis

Gejala Mata Gejala Penglihatan Gejala di luar mata

Mata kering dan merah Pandangan kabur Nyeri kepala

Mata lelah Diplopia


Gangguan muskuloskeletal
Sensasi terbakar Perubahan persepsi warna (nyeri pada leher, bahu,
pergelangan tangan,
punggung bawah)
Berair berlebihan Sulit memfokuskan benda
Computer Vision Syndrome (CVS)
Pencegahan
• 20-20-20 rule dan pengaturan ergonomis
Computer Vision Syndrome (CVS)
Tata Laksana
• Suportif
• Artificial tears → lubrikasi permukaan bola mata
• Carboxymethylcellulose eye drops 1-2 tetes, 3-4x per hari
• Kompres hangat
• Lensa kontak untuk mencegah evaporasi
A. Keratokonjungtivitis sika
Istilah lain dari dry eye syndrome. Keratokonjungtivitis sika biasanya terjadi pada
populasi lansia akibat disfungsi kelenjar air mata atau disfungsi kelenjar Meibom.
Pada kasus ini usia pasien tergolong muda dengan faktor risiko memandang layer
gadget untuk waktu yang lama.

B. Phantom limb syndrome


Umumnya terjadi pada pasien post-amputasi ekstremitas. Pasien merasakan nyeri
pada ekstremitas yang telah diamputasi seolah ekstremitas tersebut masih ada.
D. Keratokonus
Merupakan kelainan pada kornea dimana kornea berbentuk seperti kerucut
sehingga menyebabkan gangguan visus.

E. Konjungtivitis vernal
Merupakan salah satu bentuk dari konjungtivitis alergi ditandai dengan
ditemukannya cobblestone dan Horner-Trantas dots.
Computer Vision Syndrome
• Terjadi akibat aktivitas penglihatan jarak dekat terus-menerus selama
penggunaan komputer/gawai
• Manifestasi: gejala mata (mata kering, merah, berair), gejala penglihatan
(kabur, diplopia), gejala diluar mata (nyeri kepala, muskuloskeletal)
• Pencegahan: 20-20-20, pengaturan ergonomis
• Tata laksana: artificial tears
Tn. Gilgamesh, usia 30 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan pandangan
mata kiri kabur mendadak sejak 1 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh rasa
nyeri pada mata kiri terutama saat mata digerakkan. Pasien mengaku
pernah mengidap penyakit autoimun beberapa tahun lalu. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya RAPD (+). Pemeriksaan lapang
pandang menunjukkan adanya skotoma sentral pada OS. Pemeriksaan
funduskopi kedua mata didapatkan dalam batas normal.
Diagnosis yang paling mungkin pada kasus ini adalah…
A. Papilitis
B. Neuritis retrobulbar
C. Neuritis optik
D. Ablasio retina
E. Age-related macular degeneration
• Tuan, usia 30 tahun
• Mata kiri kabur mendadak 1 hari lalu → patient sees nothing
• Nyeri mata kiri terutama saat digerakkan
• Riwayat penyakit autoimun (+) → faktor risiko
• PF mata: RAPD (+), skotoma sentral OS
• Funduskopi normal ODS → doctor sees nothing

Jawaban:
B. Neuritis retrobulbar
Neuritis Retrobulbar
Definisi: Inflamasi nervus optikus bagian retrobulbar.

Etiologi:
• Infeksi
• Multiple sclerosis → 85% kasus
• Keganasan
• Autoimun

Neuritis retrobulbar termasuk bagian dari Acute Demyelinative Optic Neuropathy


Retrobulbar

Bulbi
Bulbi
Retina
Nervus Optikus

Chiasma Optikum
Traktus Optikus

LGN

Radiatio optica

Korteks visual
Neuritis Retrobulbar
Manifestasi Klinis
• Pandangan kabur mendadak, umumnya unilateral
• Nyeri pada bagian retroorbital dieksaserbasi gerakan dan penekanan
bola mata
• Defek lapang pandang

“Patient sees nothing, doctor sees nothing”


Neuritis Retrobulbar
Pemeriksaan Penunjang
• Funduskopi
• pada tahap awal tidak ditemukan kelainan pada diskus optikus
• Diskus optikus tampak pucat baru akan terlihat 1 bulan kemudian
• Slit lamp/ swinging flashlight test
• Relative afferent pupillary defect (RAPD) atau Marcus-Gunn pupil (+)
• Respons konstriksi pupil terhadap cahaya menurun atau tidak ada
• Pemeriksaan visus → visus menurun
• Pemeriksaan lapang pandang → skotoma sentral
Funduskopi
Gambaran normal, hanya sedikit pucat
di temporal diskus optik mata kiri.
RAPD Mata saat gelap

OD konstriksi total terhadap cahaya


OS mengikuti (respons konsensual)

OS konstriksi sebagian terhadap cahaya


OD mengikuti (respons konsensual)

OD konstriksi total lagi


OS mengikuti lagi (respons konsensual)

Kesimpulan: OS → RAPD (+)


RAPD
Neuritis Retrobulbar
Tata Laksana
• Resolusi spontan dalam 2 minggu
• Farmakologis
• Kortikosteroid (mis. metilprednisolon)
• Immunomodulator (interferon atau glatiramer asetat)
• Antibodi monoklonal dengan target spesifik (mis. eculizumab,
inebilizumab)
A. Papilitis
Inflamasi nervus optik/diskus optik/papil yang tampak pada funduskopi sebagai
pembesaran CDR. Pada kasus, funduskopi didapatkan hasil normal.

C. Neuritis optik
Neuritis optik merupakan istilah lain dari papilitis.
D. Ablasio retina
Ablasio retina merupakan separasi lapisan retina yang tampak pada pemeriksaan
red reflex (-), akumulasi cairan yang mobile. Pada kasus, funduskopi tampak
normal.

E. Age-related macular degeneration


ARMD merupakan penyakit degeneratif yang mengenai makula. Pada
pemeriksaan tampak drusen, perubahan pigmen, neovaskularisasi, dan atrofi
geografik, sedangkan pada kasus funduskopi normal.
Neuritis Retrobulbar
• Merupakan inflamasi nervus optikus bagian retrobulbi (belakang bola
mata)
• Etiologi tersering: multiple sclerosis
• Manifestasi klinis:
• Penurunan visus unilateral mendadak
• Nyeri retroorbital diperberat dengan pergerakan
• RAPD (+)/Marcus-Gunn pupil
• Hasil funduskopi normal (“doctor sees nothing, patient sees nothing”)
• Tata laksana: resolusi spontan dalam 2 minggu
• Steroid, imunomodulator, dan antibodi monoklonal
Ny. Celestial, usia 55 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan adanya
bercak kekuningan pada kedua kelopak mata sejak 6 bulan yang lalu.
Bercak tidak nyeri dan gatal. Pasien mengaku sehari-hari suka sekali makan
gorengan dan seafood bila akhir pekan. Pasien juga terbiasa minum
simvastatin hanya bila lehernya terasa nyeri. Pada pemeriksaan tanda-tanda
vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik mata ODS didapatkan
plak subkutan berwarna kekuningan, semisolid, nyeri tekan (-), pada kantus
media.
Diagnosis yang sesuai untuk pasien tersebut adalah…
A. Hiperkolesterolemia
B. Hordeolum eksterna
C. Kalazion
D. Xanthelasma
E. Xanthoma
• Perempuan, usia 55 tahun
• Bercak kekuningan pada kedua kelopak mata sejak 6 bulan lalu
• Kebiasaan: makan berminyak dan seafood, minum simvastatin
hanya bila leher nyeri → FR
• PF mata: plak subkutan kekuningan, semisolid, nyeri tekan (-),
pada kantus media.

Jawaban:
D. Xanthelasma
Xanthelasma
Definisi: Plak kekuningan pada kantus medial kelopak mata yang
merupakan deposit kolesterol. Umumnya terjadi pada penderita
dislipidemia.

Etiologi:
• Primer: Genetik (mis. dislipoproteinemia familial, hipertrigliseridemia)
• Sekunder: Dislipidemia, diet tinggi kolesterol, steroid anabolik,
metabolik (mis. hipotiroid, DM)
Xanthelasma
Patofisiologi
• Xanthelasma pada dasarnya merupakan xanthoma yang terjadi pada
kelopak mata
• Xanthoma merupakan deposit materi kaya kolesterol berbentuk foam
cells → pada kulit
Xanthelasma
Manifestasi Klinis
• Plak subkutan berwarna kekuningan hingga kecoklatan
• Lokasi pada kantus medial
• Umumnya terjadi simetris bilateral
• Asimtomatis → umumnya keluhan terkait kosmetik
Xanthelasma
Xanthoma
Xanthelasma
Tata Laksana
• Tata laksana non-bedah
• Modifikasi gaya hidup
• Diet rendah lemak, olahraga rutin
• Terapi farmakologis
• Menurunkan serum lipid (mis. obat golongan statin)

• Tata laksana bedah


• Eksisi → untuk xanthelasma ukuran kecil
• Ablasi laser atau kauter kimia
A. Hiperkolesterolemia
Merupakan kondisi sistemik dari pasien. Pada kasus, fokus pertanyaan pada plak
lokal di kelopak mata yang disebut xanthelasma.

B. Hordeolum eksterna
Hordeolum eksterna merupakan infeksi fokal akut pada kelopak mata. Teraba
benjolan/nodul pada palpebra yang kemerahan, nyeri, dan teraba hangat. Pada
kasus tidak terdapat tanda infeksi dan bentuk bukan benjolan melainkan plak.
C. Kalazion
Kalazion merupakan inflamasi fokal kronis pada kelopak mata. Manifestasi berupa
benjolan/nodul padat, fluktuasi (-), tidak nyeri saat disentuh. Pada kasus, tidak
terdapat tanda inflamasi kronis dan bentuk bukan benjolan melainkan plak.

E. Xanthoma
Xanthoma merupakan deposit materi kaya kolesterol pada kulit tubuh, selain
kelopak mata. Salah satu bentuk manifestasi lipid disorder. Pada kasus, fokus
pertanyaan pada plak lokal di kelopak mata yang disebut xanthelasma.
Xanthelasma
• Bagian dari lipid disorder yang bermanifestasi sebagai plak kekuningan
pada kantus medial palpebra
• Bersifat asimtomatis
• Bila terjadi pada kulit bagian tubuh lain disebut xanthoma
• Tata laksana:
• Non-bedah dengan modifikasi diet dan pemberian statin
• Bedah dengan eksisi atau abrasi laser/kauter kimia
An. Gulana, laki-laki usia 1 tahun dibawa orangtuanya ke poli mata dengan
keluhan kedua mata pasien terlihat seperti kucing dan juling. Pada
pemeriksaan tanda vital didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan
mata tampak refleks pupil putih, dan pada funduskopi ditemukan massa
abu-putih dengan vaskularisasi pada area retina. Dokter menemukan
bahwa tumor ini bersifat ekstensif.
Tata laksana yang paling tepat dilakukan pada pasien ini adalah…
A. Terapi laser
B. Krioterapi
C. Kemoterapi
D. Radioterapi
E. Enukleasi
• Anak laki-laki, usia 1 tahun
• Kedua mata terlihat seperti kucing dan juling
• PF mata: refleks pupil putih → leukokoria
• Funduskopi: massa abu-putih dengan vaskularisasi pada area
retina → nodul dome-shaped
• Tumor bersifat ekstensif

Jawaban:
E. Enukleasi
Retinoblastoma
Retinoblastoma
Definisi: Keganasan intraokuli primer dari sel neuroepitel imatur
(retinoblas) yang umumnya terjadi dalam 1 tahun pertama kehidupan.

Etiologi:
• Herediter (~40% kasus)
• Mutasi/delesi pada gen RB1, pada kromosom 13q14
• Umumnya terjadi bilateral
• Non-herediter (~60% kasus)
• Umumnya terjadi unilateral
• Tanpa riwayat pada keluarga
Retinoblastoma
Manifestasi Klinis
• Leukokoria atau cat’s eye appearance
• Refleks pupil putih akibat pantulan cahaya pada tumor intraokuli
• Strabismus
• Diskolorasi iris → akibat neovaskularisasi
• Proptosis → terkait kondisi buftalmos
Leukokoria
Retinoblastoma
Pemeriksaan Penunjang
• Penlight
• Didapatkan refleks pupil putih dengan vaskularisasi (leukokoria)
• Tonometri
• Menilai TIO → mendeteksi glaukoma sekunder
• Funduskopi
• Nodul (dome-shaped) pada retina, warna keputihan
• Menilai neovaskularisasi
• Histopatologi→ gambaran rosette
Funduskopi
Tampak tumor
berwarna putih
Histopatologi
Gambaran rosette
Retinoblastoma
Tata Laksana
• Tergantung dari ukuran tumor, dapat dilakukan:
• Terapi laser
• Krioterapi
• Kemoterapi
• Enukleasi → bila tumor ekstensif
A. Terapi laser
Terapi laser merupakan salah satu pilihan terapi RB namun pada kasus ini tumor
bersifat ekstensif sehingga memerlukan tindakan yang lebih agresif (enukleasi)
sebelum menyebar ke jaringan sekitar.

B. Krioterapi
Krioterapi merupakan salah satu pilihan terapi RB namun pada kasus ini tumor
bersifat ekstensif sehingga memerlukan tindakan yang lebih agresif (enukleasi)
sebelum menyebar ke jaringan sekitar.
C. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan salah satu pilihan terapi RB namun pada kasus ini tumor
bersifat ekstensif sehingga memerlukan tindakan yang lebih agresif (enukleasi)
sebelum menyebar ke jaringan sekitar.

D. Radioterapi
Radioterapi bukan merupakan pilihan terapi pada retinoblastoma
Retinoblastoma
• Keganasan intraokuli primer
• Manifestasi klinis:
• Leukokoria, strabismus, dislokasi iris, proptosis
• Pemeriksaan penunjang:
• Funduskopi: nodul dome shaped pada retina
• Histopatologi: gambaran rosette
• Tata laksana:
• Laser, kemoterapi, krioterapi
• Enukleasi bila ekstensif
Tn. Matildis, usia 58 tahun datang ke poli mata dengan keluhan melihat
bayangan hitam yang menghalangi lapang pandangnya, semakin lama
semakin membesar sejak 2 hari lalu. Pasien beberapa kali diresepkan
Amlodipin namun tidak diminum rutin . Keluhan mata merah dan gatal
disangkal. Pemeriksaan funduskopi ditemukan flame shaped haemorrhage
pada keempat kuadran disertai akumulasi lipid . Tampak penyilangan arteri
dan vena. Batas papil jelas.
Derajat keparahan kondisi pasien menurut klasifikasi Keith-Wagner-
Barker adalah…
A. Grade 0
B. Grade 1
C. Grade 2
D. Grade 3
E. Grade 4
• Pria, usia 58 tahun
• Melihat bayangan hitam yang menghalangi lapang pandang,
semakin membesar sejak 2 hari → skotoma
• Riwayat konsumsi Amlodipin tidak teratur → FR
• Funduskopi: flame shaped haemorrhage pada keempat kuadran
disertai akumulasi lipid akibat pembuluh darah yang bocor.
Tampak penyilangan arteri dan vena. Batas papil jelas → hard
exudates (+), AV crossing (+).

Jawaban:
D. Grade 3
Retinopati Hipertensi
Retinopati Hipertensi
Definisi: Perubahan pembuluh darah retina akibat hipertisi dan
arteriosclerosis

Patofisiologi:
1. Fase vasokonstriksi: tekanan darah tinggi menyebabkan arteriole
menyempit dan vasospasme untuk mengurangi jumlah aliran darah ke
retina
2. Fase sklerosis: dinding endotel mengalami penebalan dan hiperplasia
→ menyebabkan AV crossing/nicking, silver dan copper wiring
3. Fase eksudatif: sawar darah retina rusak menyebabkan keluarnya
plasma dan darah → perdarahan retina, cotton-wool spots, hard exudate,
dan iskemia retina
Retinopati Hipertensi
Manifestasi Klinis
• Biasanya asimptomatik
• Nyeri kepala, nyeri mata, dll → Pada penyakit yang berat (Grade
III dan IV Keith-Wagner-Barker)
• Funduskopi (lihat slide berikutnya)
Retinopati Hipertensi
Manifestasi Klinis

Temuan Deskripsi
Arteri berkelok-kelok (tortuous) Akibat konstriksi arteriol retina
AV crossing dan AV nicking Vena sangat menyempit hingga arteri dapat melewatinya
Copper wire & silver wire Penebalan dan opasifikasi dinding arteriol
Akumulasi materi aksoplasmik akibat iskemia lapisan retina nerve
Cotton-wool spots (soft exudate)
fiber
Hard exudate Akumulasi lipid akibat arteriol yang mengalami kebocoran
Flame-shaped hemorrhage Perdarahan retina superfisialis
Dot blot hemorrhage Perdarahan retina profunda
Edema papil Pembengkakan diskus optik
Retinopati Hipertensi

Fundus normal Arteriole Tortuosity


Arteriol yang berkelok-kelok
akibat tekanan yang tinggi
Retinopati Hipertensi

AV Nicking
Arteri yang menebal dapat
melewati vena. Vena
mengalami penyempitan
pada daerah yang dilewati
Retinopati Hipertensi

Copper Wire
Penebalan dinding
arteriol menyebabkannya
terlihat kekuningan
Retinopati Hipertensi

Silver Wire
Oklusi total arteriol
menyebabkannya terlihat
putih
Retinopati Hipertensi

Cotton wool
spots (Soft
Exudate)
Akumulasi materi
aksoplasmik akibat iskemia
lapisan retina nerve fiber
Retinopati Hipertensi

Hard Exudate
Akumulasi lipid akibat
pembuluh darah yang
mengalami kebocoran
Retinopati Hipertensi

Flame-shaped
Hemorrhage
Perdarahan pada retina
superfisialis (lapisan nerve
fiber) → berbentuk linear
Retinopati Hipertensi

Dot-blot
Hemorrhage
Perdarahan pada retina
profunda (lapisan inner
nuclear) → berbentuk bulat
Retinopati Hipertensi

Edema Papil
Funduskopi normal Papil menjadi lebih
menonjol dan batas
menjadi tidak jelas
Retinopati Hipertensi
Klasifikasi Keith-Wagner-Barker (paling sering digunakan di UKMPPD)

Grade Funduskopi
Grade 1 Konstriksi arteriol retina

Grade 2 Grade I + AV nicking + copper/silver wiring

Grade 2 + flame-shaped hemorrhage + cotton-wool spots +


Grade 3
hard exudates

Grade 4 Grade 3 + papilledema / edema retina


Retinopati Hipertensi
Klasifikasi Modified Scheie

Grade Funduskopi
Grade 0 Tidak ada perubahan
Penyempitan arteriol yang hampir tidak terlihat + AV nicking =
Grade 1
copper/silver wiring
Grade 2 Penyempitan arteriol yang jelas

Grade 2 + perdarahan retina, hard exudate, cotton wool spots,


Grade 3
edema retina

Grade 4 Grade 3 + papilledema / edema retina


Retinopati Hipertensi
Tata Laksana
• Penurunan tekanan darah
• Tanpa edema papil → penurunan tekanan darah secara perlahan
• Dengan edema papil → penurunan tekanan darah secara SEGERA
(emergensi)
• 10-15% dari TD awal dalam 1 jam pertama
• 25% dari TD awal dalam 24 jam pertama
• TD <130/80 mmHg dalam 2-3 bulan → biasanya dengan dosis
terapi obat hipertensi biasanya

Sumber: eyewiki.aao.org
Retinopati Hipertensi
Terapi Parenteral (biasanya untuk 24 jam pertama)

Agen Parenteral Dosis Onset mulai kerja

Nitroprusida 0,25-10 mcg/kg/menit IV 0,5-1 menit

Nikardipin 5-15 mg/jam IV 5-15 menit

Enalaprilat 1,25-5 mg IV setiap 6 jam 15-30 menit

Hidralazin 10-20 mg IV 10-20 menit


A. Grade 0
Menurut klasifikasi Keith-Wagner-Barker, tidak terdapat grade 0

B. Grade 1
Pada grade 1 hanya terjadi penyempitan arteriol. Pada kasus, sudah terdapat AV
crossing dan hard exudates yang menandakan grade 3
C. Grade 2
Pada grade 2 terjadi penyempitan arteriol disertai AV nicking dan copper/silver
wire. Pada kasus, sudah terdapat AV crossing dan hard exudates yang menandakan
grade 3.

E. Grade 4
Pada grade 4 sudah terjadi edema papil yang menyebabkan batas papil menjadi
tidak jelas. Pada kasus, batas papil masih jelas.
Retinopati Hipertensi
• Disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi
• Klasifikasi berdasarkan Keith-Wagner-Barker
• Grade 1: hanya penyempitan arteriol (turtous arteriole)
• Grade 2: Grade 1 + AV nicking + copper/silver wiring
• Grade 3: Grade 2 + perdarahan retina + cotton wool spots + hard
exudates
• Grade 4: Grade 3 + edema papil
An. Yehuda, usia 11 tahun datang bersama ibunya ke dokter dengan
keluhan pandangan kabur sejak 1 tahun yang lalu namun akhir-akhir ini
semakin parah ditambah dengan pandangan tampak berbayang. Ibu pasien
selalu menahan agar anaknya tidak menggunakan kacamata namun hal ini
sudah mengganggu prestasi di sekolah. Pada pemeriksaan visus
didapatkan VOD 6/20 dan VOS 6/12. Setelah koreksi, VOD menjadi 6/6
dengan bantuan lensa S -1,0 C+1,0 x90 derajat.
Diagnosis yang paling tepat pada pasien ini adalah…
A. Astigmatisme mixtus
B. Astigmatisme kompositus miopia
C. Astigmatisme kompositus hipermetropia
D. Astigmatisme simpleks miopia
E. Astigmatisme simpleks hiperopia
• Anak, usia 11 tahun
• Pandangan kabur sejak 1 tahun, semakin parah, ditambah
pandangan tampak berbayang
• VOD 6/20 dan VOS 6/12. Setelah koreksi, VOD menjadi 6/6
dengan bantuan lensa S -1,0 C+1,0 x90°

Jawaban:
D. Astigmatisme simpleks miopia
Astigmatisme
Definisi: kelainan refraksi akibat permukaan kornea yang tidak
sepenuhnya sferis, cahaya terfokus pada >1 titik di retina.

Etiologi:
• Astigmatisme korneal → tersering
• Abnormalitas kurvatura kornea
• Astigmatisme lenticular
• Kelainan pada lensa (kurvatura, posisi, atau indeks refraksi)
• Astigmatisme retinal → akibat abnormalitas pada makula
Ilustrasi Astigmatisme

Kelainan kurvatura kornea


Lensa
Kornea
Retina

Emetropia Astigmatisme
Cahaya jatuh tepat pada 1 titik fokus di retina Kekuatan refraksi bervariasi pada aksis yang
berbeda
Refraksi pada Astigmatisme

Meridian vertikal

Aksis tegak lurus

90◦
2 titik fokus yang
berbeda

Meridian horizontal
*Meridian = axis
Astigmatisme
Klasifikasi berdasarkan Meridian:
• Astigmatisme regular: kedua meridian masih tegak lurus satu sama
lain
• With-the-rule: meridian vertikal lebih melengkung dibandingkan
meridian horizontal
• Against-the-rule: meridian horizontal lebih melengkung
dibandingkan meridian vertikal
• Astigmatisme irregular: kedua meridian sudah tidak tegak lurus
Meridian
vertikal Meridian
horizontal

Mata Normal With the rule Against the rule


Kelengkungan Meridian vertikal Meridian horizontal
meridian horizontal lebih melengkung lebih melengkung
= kelengkungan dibandingkan dibandingkan vertikal
meridian vertikal horizontal
Astigmatisme
Klasifikasi berdasarkan Titik Fokus:
• Astigmatisme simpleks
• Fokus pertama: tepat di retina
• Fokus kedua
• Miopia: di depan retina
• Hiperopia: di belakang retina
• Astigmatisme kompositus
• Miopia: Fokus pertama dan kedua terletak di depan retina
• Hiperopia: Fokus pertama dan kedua terletak di belakang retina
• Astigmatisme mixtus: Fokus pertama dan kedua saling berkebalikan
Astigmatisme Simpleks

Simpleks Miopia Simpleks Hiperopia


Fokus 1: tepat di retina (S1 0) Fokus 1: tepat di retina (S1 0)
Fokus 2: di depan retina (S2 -) Fokus 2: di belakang retina (S2 +)
Astigmatisme Kompositus

Kompositus Miopia Kompositus Hiperopia


Fokus 1: di depan retina (S1 -) Fokus 1: di belakang retina (S1 +)
Fokus 2: di depan retina (S2 -) Fokus 2: di belakang retina (S2 +)
Astigmatisme Mixtus

Mixtus
Fokus 1: di depan retina (S1 -)
Fokus 2: di belakang retina (S2 +)
Diagnosis Cepat UKMPPD

Soal UKMPPD sering kali memberikan visus pasien kemudian


menanyakan jenis astigmatisme yang diderita

Ada 3 langkah mudah untuk menjawab pertanyaan ini → lihat


slide selanjutnya
Diagnosis Cepat UKMPPD
Langkah 1. Abaikan aksis, aksis tidak digunakan untuk
mendiagnosis jenis astigmatisme

Langkah 2. Temukan 2 titik fokus (S1 dan S2) dengan menggunakan


teknik garis bilangan/penjumlahan

Langkah 3. Tentukan diagnosis astigmatisme berdasarkan


lokasi/notasi kedua titik fokus

Contoh Soal:
OD S-3,00 C+2,50 x90
Langkah 3: Tabel Diagnosis
Notasi/Letak Jenis Keterangan Tambahan Diagnosis
Bayangan sisanya (-) Simpleks myopia
Salah satu S1 atau S2 0 Simpleks
Bayangan sisanya (+) Simpleks hyperopia

Kedua S1 dan S2 Notasi (+) Kompositus myopia


Kompositus
bernotasi sama Notasi (-) Kompositus hyperopia
S1 dan S2 memiliki
Mixtus Mixtus
notasi berkebalikan
Teknik Garis Bilangan
Contoh Soal: OD S-3,00 C+2,50

Area Negatif Area Positif


Area dimana bayangan (S) <0 Area dimana bayangan (S) >0
0
Teknik Garis Bilangan
Contoh Soal: OD S-3,00 C+2,50

Area Negatif Area Positif

-3 0

Letakkan Sferis pada soal menjadi fokus pertama → S1 = -3


Teknik Garis Bilangan
Contoh Soal: OD S-3,00 C+2,50

Area Negatif Area Positif

-3 -0,5 0

Fokus kedua didapat dari penjumlahan sferis dan silindris


S2 = -3 + (+2,5) = -0,5
Teknik Garis Bilangan
Contoh Soal: OD S-3,00 C+2,50

Area Negatif Area Positif

-3 -0,5 0

• S1 dan S2 terletak pada satu area→ kompositus


• Notasi negatif → astigmatisme kompositus miopia
Teknik Penjumlahan
Contoh Soal: OD S-3,00 C+2,50

Bila anda bukan orang yang visual, kedua titik fokus dapat didapat dengan:
• Fokus 1 = sferis soal → S1 = -3
• Fokus 2 = sferis soal + silindris soal → S2 = -3 + (+2,5) = -0,5

S1 = -3
S2 = -0,5
• Kedua fokus bernotasi sama → kompositus
• Notasi negatif → astigmatisme kompositus miopia
Astigmatisme
Manifestasi Klinis
• Asthenopia (mata lelah)
• Diplopia → Pandangan ganda
• Distorsi objek → objek terlihat lebih Panjang
• Visus tidak dapat dikoreksi sempurna hanya dengan lensa sferis

Pemeriksaan Penunjang
• Retinoskopi → untuk mencari perbedaan kekuatan 2 meridian
• Autorefraktometer → untuk mencari perbedaan kekuatan 2 meridian
• Placido’s disc test → untuk evaluasi permukaan kornea
Tes Placido

Placidometer
Alat ini diperlihatkan pada kornea mata pasien,
kemudian dilihat pantulan bayangan lingkaran-
lingkaran yang ada di kornea pasien
Orang normal akan menunjukkan
lingkaran bulat sempurna
Tes Placido: Astigmatisme Against-the-rule

Akibat kelengkungan
meridian yang meningkat,
tes Placido berubah dari
bulat sempurna (orang
normal) menjadi lonjong
Astigmatisme
Tata Laksana
• Tata laksana non-bedah
• Kacamata lensa silinder
• Lensa kontak
• Tata laksana bedah
• Penetrating keratoplasty (PK)
• Laser assisted in situ keratomileusis (LASIK)
Analisis Kasus
OD: S -1,0 C+1,0 x90º → kita akan gunakan teknik penjumlahan
• Fokus 1 = sferis soal → S1 = -1,00
• Fokus 2 = sferis soal + silindris soal → S2 = -1,00 + (+1,00) = 0

S1 = -1,00
S2 = 0/plano
• Satu fokus minus, satu fokus plano → simpleks
• Notasi negatif → astigmatisme simpleks miopia
A. Astigmatisme mixtus
Bila satu fokus jatuh di depan retina, satu fokus jatuh di belakang retina (notasi
penjumlahan + dan -).

B. Astigmatisme kompositus miopia


Bila kedua fokus jatuh di belakang retina (kedua notasi penjumlahan -)
C. Astigmatisme kompositus hipermetropia
Bila kedua fokus jatuh di depan retina (kedua notasi penjumlahan +)

E. Astigmatisme simpleks hiperopia


Bila satu fokus jatuh tepat di retina (plano) dan satu fokus jatuh di depan retina
(notasi +).
Astigmatisme
• Cahaya tidak dapat difokuskan di satu titik di retina karena memiliki
kekuatan refraksi yang variatif dan meridian yang berbeda
• Klasifikasi:
• Astigmatisme simpleks (1 bayangan di depan retina)
• Astigmatisme kompositus (2 bayangan di depan retina)
• Astigmatisme mixtus (2 bayangan terpisah di depan dan di belakang
retina)
• Prinsip diagnosis: menggunakan garis bilangan/teknik penjumlahan
• Tata laksana: menggunakan lensa silinder
An. Evidson, laki-laki usia 3 tahun dibawa ibunya ke poliklinik dengan keluhan
kelopak mata kanan bengkak dan kemerahan sejak 1 hari yang lalu disertai
keluar cairan dari pangkal mata. Ibu pasien mengaku 1 minggu yang lalu
pasien mengalami sakit kulit di sekitar mulut seperti kulit yang mengelupas
berwarna kuning madu, namun sekarang sudah sembuh. Pemeriksaan tanda
vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik mata didapatkan OD edema
dan eritema pada kantus medial (+), epifora (+), pus (+) pada penekanan. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan tes Anel (-) dan tes regurgitasi (+).
Hasil pemeriksaan penunjang yang diharapkan sesuai pada kasus adalah…
A. Tes Anel (+), tes regurgitasi (+)
B. Tes Anel (+), tes regurgitasi (-)
C. Tes Anel (-), tes regurgitasi (+)
D. Tes Anel (-), tes regurgitasi (-)
E. Tes Anel (+), tes regurgitasi tidak dapat digunakan
• Anak laki-laki, usia 3 tahun
• Kelopak mata kanan bengkak dan merah sejak 1 hari, keluar cairan
dari pangkal mata
• Riwayat 1 minggu lalu sakit kulit di sekitar mulut seperti kulit yang
mengelupas berwarna kuning madu → impetigo krustosa
• PF mata: OD edema dan eritema pada kantus medial (+), epifora
(+), pus (+) pada penekanan.

Jawaban:
C. Tes anel (-), tes regurgitasi (+)
Dakriosistitis
Dakriosistitis
Definisi: Infeksi sakus lakrimalis yang ditandai dengan pembengkakan
pada daerah inferomedial (dekat kantus medial).

Etiologi:
• Kongenital
• Gangguan embriogenesis sistem ekskresi lakrimalis (mis.
dakriostenosis)
• Terinfeksi dan menyebabkan dakriosistitis
• Didapat
• Terjadi obstruksi duktus lakrimalis → infeksi sekunder
• Tersering akibat S. aureus
Kelenjar lakrimalis Punctum lakrimalis

Kanalikuli Anatomi
Apparatus
Duktus nasolakrimalis
Sakus
lakrimalis Nasolakrimalis
Dakriosistitis
Manifestasi Klinis
• Dakriosistitis akut
• Bengkak dan nyeri regio inferomedial (di kantus medial)
• Abses (keluar pus dari punctum lakrimalis)

• Dakriosistitis kronis
• Konjungtivitis unilateral rekuren
• Epifora
• Mukokel (bengkak dan tidak nyeri pada kantus medial)
Dakriosistitis
Dakriosistitis
Pemeriksaan Penunjang Lainnya
• Tes Anel
• Memasukkan larutan NaCl 0,9% pada kanalikuli inferior
• Hasil (+) → rasa asin pada tenggorokan dan ada refleks menelan
• Kesimpulan: tidak terdapat obstruksi (normal)
• Hasil (-) → tidak ada rasa asin dan terdapat refluks cairan dari
kanalikuli superior
• Kesimpulan: terdapat obstruksi
Dakriosistitis
Pemeriksaan Penunjang Lainnya
• Tes Regurgitasi
• Menekan sakus lakrimalis → terdapat sekret yang keluar dari sakus
lakrimalis (refluks)
• Hasil (+) → bila terdapat refluks
• Kesimpulan: terdapat obstruksi
• Hasil (-) → refluks (-)
• Kesimpulan: tidak terdapat obstruksi (normal)

Mnemonic hasil obstruksi: REPOST AMIN → Regurgitasi positif (+), Anel negatif (-)
Dakriosistitis
Tata Laksana
• Konservatif
• Kompres hangat
• Crigler massage → umumnya pada anak
• Probing dan irigasi (dalam kondisi tidak akut)
• Bedah
• Insisi drainase → bila terbentuk abses
• Dacryocystorhinostomy → pada kasus kronis dan rekuren
Crigler
massage
Dilakukan dengan
penekanan halus repetitif
di bawah kantus medial
Diagnosis Banding
Parameter Dakriosistitis Dakrioadenitis Dakriostenosis
Tersering kelainan
Infeksi kelenjar
Definisi Infeksi sakus lakrimalis kongenital (atresia
lakrimalis
duktus nasolakrimalis)
Inferomedial (dekat Inferomedial (dekat
Lokasi Superolateral
kantus medial) kantus medial)
Bengkak dan
Unilateral, ptosis Epifora
Manifestasi khas kemerahan kantus
berbentuk S terbalik Tanda infeksi (-)
medial
Tes Anel dan
Pemeriksaan Anel (-) Anel (+)
Regurgitasi sulit
Penunjang Regurgutasi (+) Regurgitasi (-)
dilakukan pada anak
Kompres hangat,
Swasirna 4-6 minggu Crigler massage,
Tata Laksana Crigler massage,
Suportif dakriosistorhinostomi
antibiotik oral, probing
Dakriosistitis Dakrioadenitis Dakriostenosis
A. Tes Anel (+), tes regurgitasi (+)
Hasil tes tidak konsisten karena tes anel (+) artinya tidak terdapat obstruksi
sedangkan tes regurgitasi (+) artinya terdapat obstruksi.

B. Tes Anel (+), tes regurgitasi (-)


Hasil ini terdapat pada dakrioadenitis, dimana pada tes anel (+) artinya normal
(tidak terdapat obstruksi pada kanalikuli inferior) dan tes regurgitasi (-) artinya
terdapat refluks.
D. Tes Anel (-), tes regurgitasi (-)
Hasil tes tidak konsisten karena tes anel (-) artinya terdapat obstruksi sedangkan
tes regurgitasi (-) artinya tidak terdapat obstruksi/normal.

E. Tes Anel (+), tes regurgitasi tidak dapat digunakan


Tes regurgitas dapat digunakan untuk menilai obstruksi. Kedua tes dapat saling
mengonfirmasi diagnosis.
Dakriosistitis
• Infeksi pada sakus lakrimalis (regio inferomedial mata)
• Etiologi tersering S. aureus
• Manifestasi klinis:
• Akut: pembangkakan inferomedial mata dapat berlanjut menjadi abses
• Kronis: konjungtivitis unilateral rekuren, sekret serosa
• Pemeriksaan penunjang: khas obstruksi: Anel (-), tes regurgitasi (+)
• Tata laksana :
• Non-bedah: Kompres hangat, Crigler massage, antibiotik oral
• Bedah: insisi drainase abses, dacryocystorhinostomy
An. Aren, perempuan usia 5 tahun datang dibawa orang tuanya ke dokter
dengan keluhan benjolan pada kelopak mata kanan sejak 3 bulan yang lalu.
Benjolan tersebut tidak nyeri namun dirasakan semakin membesar. Pasien
sudah berobat ke beberapa dokter sebelumnya, sudah disuruh untuk
kompres air hangat, sudah diberikan salep namun pasien tidak ingat
namanya. Dari semua terapi dokter sebelumnya, benjolan tersebut tidak
membaik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya nodul soliter padat
pada palpebra superior dekstra, kelopak mata tampak berminyak.
Tata laksana yang paling tepat pada kasus ini adalah…
A. Observasi
B. Krioterapi
C. Salep tetrasiklin topikal
D. Injeksi kortikosteroid topikal
E. Ekokleasi
• Anak perempuan, usia 5 tahun
• Benjolan pada kelopak mata kanan sejak 3 bulan, tidak nyeri namun
semakin membesar
• RPO: kompres hangat, salep dari dokter → tidak membaik
• PF: nodul soliter padat pada palpebra superior dekstra, kelopak mata
tampak berminyak

Jawaban:
D. Injeksi kortikosteroid topikal
Kalazion
Kalazion
Definisi: Inflamasi fokal steril kronis pada kelopak mata yang membesar
secara progresif akibat obstruksi pada kelenjar Meibom atau Zeis.

Etiologi:
• Kebersihan kelopak mata yang buruk
• Blefaritis kronis
• Dermatitis seboroik
• Trauma kelopak mata (termasuk riwayat operasi)
Kalazion
Manifestasi Klinis
• Benjolan/nodul palpebra yang padat dan tidak nyeri
• Fluktuasi (-)
• Bila ukuran terlalu besar:
• Gangguan aksis visual
• Terasa mengganjal
• Dapat terjadi inflamasi atau infeksi → nyeri
Kalazion
Berbeda dengan
hordeolum, kalazion
umumnya tidak nyeri
Kalazion
Tata Laksana
• Konservatif
• Eyelid hygiene
• Kompres hangat 10-15 menit, 2-4 kali sehari
• Cuci dengan sampo bayi
• Eyelid massage
• Antibiotik → hanya bila terdapat infeksi (misalnya blefaritis)
• Bedah → bila tidak resolusi dengan terapi konservatif
• Injeksi intralesi dengan 5-FU atau steroid
• Ekokleasi → bila tata laksana yang ada tidak membuahkan hasil, atau ukuran
kalazion besar dan simtomatis

Sumber: American Academy of Ophthalmology


Hordeolum vs Kalazion
Parameter Hordeolum Kalazion

Sifat Infeksi fokal akut Infeksi fokal kronis

Tergantung jenis Umumnya di kelopak mata


Lokasi
(interna/eksterna) atas

Sumbatan pada kelenjar


Infeksi bakteri pada
Etiologi kelopak mata
kelenjar kelopak mata
(inflamasi non-infeksi)

Nyeri, bengkak, Teraba benjolan padat, tidak


Gejala
kemerahan, teraba hangat nyeri

Swasirna, eyelid hygiene,


Kompres hangat, injeksi
Tata Laksana kompres hangat, antibiotik
intralesi, ekokleasi
topikal
A. Observasi
Observasi dapat dilakukan pada pasien dengan kalazion pertama kali, karena
beberapa kalazion dapat swasirna. Pada kasus, kalazion sudah 3 bulan dan
diintervensi namun tidak membaik.

B. Krioterapi
Krioterapi adalah tata laksana yang digunakan pada beberapa lesi kulit seperti
moluskum contangiosum, karsinoma sel basal, dan karsinoma kelenjar sebasea.
C. Salep tetrasiklin topikal
Antibiotik topikal dapat digunakan untuk mengobati hordeolum, yang biasanya
ditandai dengan massa pada kelopak mata yang nyeri. Pasien pada kasus ini tidak
mengeluhkan nyeri sehingga hordeolum dapat disingkirkan dan terapi bukan
dengan salep antibiotik.

E. Ekokleasi
Ekokleasi dilakukan bila tidak resolusi dengan terapi konservatif atau ukuran besar
dan menimbulkan gejala. Pada kasus, injeksi kortikosteroid intralesi belum dicoba
untuk dilakukan
Kalazion
• Merupakan inflamasi fokal steril kronis yang menyebabkan obstruksi
kelenjar Meibom dan Zeis
• Perbedaan khas kalazion dan hordeolum adalah tidak adanya nyeri pada
kalazion
• Tata laksana:
• Konservatif: kompres hangat, eyelid hygiene, eyelid massage
• Bedah: injeksi intralesi, ekokleasi
Tn. Forgif, usia 35 tahun datang dengan keluhan mata kanan merah sejak 1
hari yang lalu. Pasien mengeluhkan pandangannya kabur, kadang mata
berkedut, dan mata terasa sangat nyeri. Ia juga menjadi silau dan mata
lebih sering berair. Pasien merupakan seorang petani dan keluhan ini
muncul setelah ia tergores daun padi saat panen. Pemeriksaan tanda-tanda
vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik mata VOD 6/9, VOS 6/6,
injeksi konjungtiva +/-, feathery edges pada kornea OD disertai lesi satelit
multipel.
Tata laksana yang sesuai dengan kasus adalah…
A. PHMB 0,02%
B. Natamisin topikal 5%
C. Asiklovir topikal 3%
D. Kloramfenikol salep mata
E. Amfoterisin B topikal 3%
• Pria, usia 35 tahun
• Mata kanan merah sejak 1 hari
• Pandangan kabur, berkedut, sangat nyeri, silau, lebih sering berair
• Pasien seorang petani, keluhan muncul setelah tergores daun
padi
• PF: VOD 6/9, VOS 6/6, injeksi konjungtiva +/-, feathery edges
pada kornea OD disertai lesi satelit multipel.

Jawaban:
B. Natamisin topikal 5%
Keratitis jamur
Keratitis
Definisi: Inflamasi pada kornea yang disertai dengan edema kornea,
infiltrasi sel inflamasi, dan kongesti siliaris.

Klasifikasi dan Etiologi:


• Keratitis infeksi
• Bakteri → Streptococcus, Staphylococcus, Pseudomonas, dll.
• Virus → HSV, VZV, dll.
• Jamur → Aspergillus, Fusarium, Candida, dll.
• Protozoa → Acanthamoeba
• Keratitis non-infeksi → mis. akibat trikiasis, benda asing, dll.
Keratitis Jamur
Definisi: Keratitis yang disebabkan oleh infeksi jamur (Aspergillus,
Fusarium, Candida, dll.).

Faktor Risiko:
• Trauma pada mata (mis. tergores daun tanaman)
• Penyalahgunaan steroid
• Tinggal di daerah dengan iklim tropis/hangat
Keratitis Jamur
Manifestasi Klinis (tidak khas)
• Blefarospasme
• Epifora
• Fotofobia
• Mata merah
• Penurunan visus
Keratitis Jamur
Pemeriksaan Penunjang
• Slit lamp → infiltrat putih keabuan atau kekuningan dengan tepi
berbulu (feathery edges), disertai lesi satelit multipel
• Tes fluorescein: mengetahui komplikasi ulkus kornea
• Kultur → KOH
Keratitis Jamur
Tata Laksana
• Antifungal topikal
• Natamisin 5% topikal
• Amfoterisin B 0,15% topikal
• Bedah → debridement kornea
Diagnosis Banding
Manifestasi Klinis
Jenis Keratitis Etiologi Faktor Risiko Tata Laksana
Khas
Staphylococcus, Cells dan flare Tobramisin e.d +
Bakteri Streptococcus, Immucompromised dengan/tanpa cefazolin e.d
Pseudomonas hipopion Keratoplasti

HSV Penyalahgunaan Ulkus dendritik Asiklovir topikal 3%


Virus steroid, (5x/hari) + Asiklovir
Ulkus
VZV immunocompromised oral
pseudodendritik

Candida, Lesi satelit Natamisin 5% e.d


Tergores daun
Jamur Aspergillus, atau Amfoterisin B
tanaman Feathery edges
Fusarium 0,15% e.d
infiltrate
Lensa kontak dengan
Acanthamoeba Protozoa Ring infiltrate PHMB 0,02%
higienitas buruk
Keratitis
Bakterial
Infiltrat kering berbatas
tegas dengan hipopion
Keratitis HSV
Ulkus dendritik
Keratitis VZV
Ulkus pseudodendirtik
Keratitis
Fungal
Infiltrat dengan tepi “berbulu”
(feathery edges infiltrates)
A. PHMB 0,02%
PHMB adalah DOC kasus keratitis acanthamoeba dimana temuan khas berupa
ring-shaped lesion. Pada kasus temuan feathery edges dan lesi satelit merupakan
ciri keratitis jamur.

C. Asiklovir topikal 3%
Asiklovir adalah DOC pada kasus keratitis virus baik HSV maupun VZV. Pada
keratitis HSV akan ditemukan lesi dendritik dan VZV lesi pseudodendritik. Pada
kasus temuan feathery edges dan lesi satelit merupakan ciri keratitis jamur.
D. Kloramfenikol salep mata
Kloramfenikol merupakan antibiotik, namun bukan DOC untuk kasus keratitis
bakterial. Kloramfenikol lebih tepat digunakan pada kasus konjungtivitis. Pada
kasus temuan feathery edges dan lesi satelit merupakan ciri keratitis jamur.

E. Amfoterisin B topikal 3%
Amfoterisin B merupakan salah satu alternatif DOC pada keratitis jamur ini namun
dosis salah seharusnya 0,15%
Keratitis Jamur
• Inflamasi pada kornea akibat infeksi jamur
• Faktor risiko berupa trauma mata (tergores daun tanaman),
penyalahgunaan steroid, tinggal di iklim tropis
• Tanda patognomonis: feathery edges, lesi satelit
• Tata laksana: natamisin 5% topikal, amfoterisin B 0,15%
Nn. Lugua, usia 20 tahun berobat ke Puskesmas dengan keluhan benjolan
pada kelopak mata kiri sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai nyeri,
terutama bila berkedip. Pasien juga mengeluhkan mata menjadi berair dan
keluar cairan dari benjolan tersebut terutama pada pagi hari. Pasien sudah
berobat namun hanya disuruh kompres mata sehingga ia merasa tidak ada
perbaikan. Pada pemeriksaan fisik tampak massa berdiameter 0,6 cm pada
bagian dalam palpebra superior sinistra, hiperemis, teraba hangat dengan
nyeri tekan (+).
Tata laksana yang paling tepat sesuai kasus tersebut adalah…
A. Observasi karena swasirna dalam 1-2 minggu
B. Kompres hangat 10-15 menit 2-4x/hari
C. Salep kloramfenikol topikal
D. Tetes artificial tears
E. Insisi kuretase
• Perempuan, usia 20 tahun
• Benjolan pada kelopak mata kiri sejak 1 minggu
• Nyeri, terutama saat berkedip, mata berair, keluar cairan dari
benjolan
• RPO: kompres mata, tidak membaik
• PF: massa berdiameter 0,6 cm pada bagian dalam palpebra
superior sinistra, hiperemis, teraba hangat dengan nyeri tekan (+)

Jawaban:
C. Salep kloramfenikol topikal
Hordeolum Interna
Hordeolum
Definisi: infeksi fokal akut pada kelenjar kelopak mata.

Klasifikasi:
• Hordeolum interna: melibatkan kelenjar Meibom
• Hordeolum eksterna (stye): melibatkan kelenjar Moll dan Zeis

Faktor Risiko:
• Disfungsi kelenjar Meibom (Meibomitis)
• Riwayat blefaritis atau hordeolum sebelumnya
• Penggunaan make-up yang tidak dibersihkan
Hordeolum
Patofisiologi:
1. Inflamasi kelenjar kelopak mata
2. Penyumbatan orifisium kelenjar
3. Stasis sekresi kelenjar → infeksi sekunder
• Tersering oleh S. aureus
4. Terjadi hordeolum
Hordeolum
Manifestasi Klinis:
• Tanda gejala inflamasi akut (nyeri, hangat, bengkak, kemerahan)
• Benjolan pada kelopak mata:
• Hordeolum interna: benjolan pada konjungtiva palpebral (bagian
dalam kelopak mata)
• Hordeolum eksterna: benjolan pada palpebra eksternal/lid margin
(bagian luar kelopak mata)
Hordeoulum
Eksterna
Hordeolum
interna
• Hordeolum eksterna pada
kelopak mata atas (panah
hitam)
• Hordeolum interna pada
kelopak mata bawah
(panah putih)
Hordeolum
Tatalaksana:
• Hordeolum bersifat swasirna dalam 1-2 minggu
• Eyelid hygiene
• Kompres hangat 10-15 menit, 2-4x sehari
• Cuci dengan sampo bayi
• Antibiotik topikal
• Indikasi: ada sekret aktif, tidak membaik dalam 1-2 minggu dengan
eyelid hygiene
• Mis. eritromisin, gentamisin, kloramfenikol
• Pada kasus berat atau tidak ada respons terhadap tata laksana awal →
insisi kuretase + antibiotik sistemik
Hordeolum vs Kalazion
Parameter Hordeolum Kalazion

Sifat Infeksi fokal akut Infeksi fokal kronis

Tergantung jenis
Lokasi Umumnya di kelopak mata atas
(interna/eksterna)

Sumbatan pada kelenjar kelopak


Infeksi bakteri pada kelenjar
Etiologi mata
kelopak mata
(inflamasi non-infeksi)

Nyeri, bengkak, kemerahan,


Gejala Teraba benjolan padat, tidak nyeri
teraba hangat

Swasirna, eyelid hygiene,


Kompres hangat, injeksi intralesi,
Tata Laksana kompres hangat, antibiotik
ekokleasi
topikal
A. Observasi karena swasirna dalam 1-2 minggu
Pasien sudah mengalami hordeolum 1 minggu dan tidak membaik dengan
kompres hangat sehingga tata laksana selanjutnya adalah pemberian antibiotik
topikal, yang juga terindikasi oleh keluarnya sekret aktif.

B. Kompres hangat 10-15 menit 2-4x/hari


Pasien sudah melakukan kompres namun tidak membaik sehingga tata laksana
selanjutnya adalah pemberian antibiotik topikal, yang juga terindikasi oleh
keluarnya sekret aktif.
D. Tetes artificial tears
Tetes air mata buatan bukan merupakan pilihan terapi pada hordeolum interna.

E. Insisi kuretase
Insisi kuretase dilakukan terakhir apabila pada kasus berat atau tidak ada respons
terhadap tata laksana awal. Pada kasus ini, salep antibiotik belum diberikan.
Hordeolum
• Dibagi menjadi hordeolum interna dan eksterna
• Hordeolum interna akibat sumbatan kelenjar Meibom
• Hordeolum eksterna akibat sumbatan kelenjar Moll dan Zeis
• Tata laksana awal → eyelid hygiene (kompres hangat dan cuci dengan
sampo bayi)
• Dapat berlanjut menjadi infeksi fokal kronis → kalazion
An. Buzz, laki-laki usia 6 tahun datang ke klinik bersama orang tuanya
karena ingin operasi kelopak matanya. Pasien malu dengan kelopak
matanya karena di sekolah sering diejek teman-temannya sebagai tukang
tidur padahal ia tidak tertidur. Keluhan pandangan buram dan gangguan
lapang pandang disangkal. Pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas
normal. Pada pemeriksaan fisik mata didapatkan visus ODS 6/6, ODS
tampak lipatan palpebra inferior menutupi seluruh karunkulus seperti pada
gambar berikut:
Diagnosis yang sesuai dengan kasus adalah…
A. Telecanthus
B. Hipertelorisme
C. Lagoftalmus
D. Epikantus inversa
E. Epikantus suprasiliaris
• Anak laki-laki, usia 6 tahun
• Terlihat tertidur padahal tidak
• Pandangan buram dan gangguan lapang pandang disangkal
• Visus ODS 6/6, ODS tampak lipatan palpebra inferior menutupi
seluruh karunkulus

Jawaban:
D. Epikantus inversa
Epikantus
= Plica palpebronasalis atau Mongolian fold

Definisi: Lipatan kulit pada kelopak mata atas maupun bawah yang
menutupi sudut mata dalam (kantus medial).

Etiologi:
• Variasi normal populasi Asia Timur dan Kaukasia
• Sindrom Turner
• Sindrom Down
Epikantus
Klasifikasi
• Tipe I (epikantus suprasiliaris)
Berjalan turun dari alis menuju sakus lakrimalis.

• Tipe II (epikantus palpebralis)


Berjalan di atas tarsal superior hingga rima orbita inferior.
Epikantus
Klasifikasi
• Tipe III (epikantus tarsalis)
Berasal dari lipatan palpebra superior kemudian bergabung dengan
kulit dekat kantus medial.

• Tipe IV (epikantus inversus)


Berjalan dari palpebra inferior menuju kantus medialis hingga
palpebra superior.
Epikantus

(I) Epikantus Suprasiliaris (III) Epikatus Tarsalis

(II) Epikantus Palpebralis (IV) Epikantus Inversus


Epikantus
Manifestasi Klinis
• Asimtomatis
• Ptosis
• Pseudoesotropia → mata seolah tampak strabismus

Tata Laksana
• Non-bedah: menghilang sendiri seiring bertambahnya usia
• Bedah reparasi: epikantoplasti
Kelainan Kelopak Mata Lainnya
Hipertelorisme
• Pemanjangan jarak antar kantus medial (>30-31 mm)
• Pemanjangan jarak antar pupil (>60-62 mm)

Telecanthus
• Pemanjangan jarak antar kantus medial (>30-31 mm)
• Jarak antar pupil normal
Kelainan Kelopak Mata Lainnya

Telecanthus vs
Hipertelorisme
A. Telecanthus
Kelainan berupa pemanjangan jarak antar kantus medial (>30-31 mm), namun
jarak antar pupil normal.

B. Hipertelorisme
Kelainan berupa pemanjangan jarak antar kantus medial (>30-31 mm) dan
pemanjangan jarak antar pupil (>60-62 mm).
C. Lagoftalmus
Merupakan kelainan CN. VII berupa kelopak mata yang tidak bisa menutup
dengan sempurna

E. Epikantus suprasiliaris
Ditandai dengan lipatan palpebra yang berjalan dari alis turun menuju sakus
lakrimalis
Epikantus
• Lipatan kulit pada kelopak mata atas maupun bawah yang menutupi sudut
mata dalam (kantus medial)
• Klasifikasi menjadi 4 tipe:
• Epikantus suprasiliaris: dari alis ke sakus lakrimalis
• Epikantus palpebralis: di atas tarsal superior sampai rima orbita inferior
• Epikantus tarsalis: dari lipatan palpebra superior dan bergabung
dengan kulit dekat kantus medial
• Epikantus inversus: dari palpebra inferior menuju kantus medial hingga
palpebra superior
Tn. Adhe, usia 37 tahun datang ke klinik dengan keluhan mata kanan terasa
mengganjal sejak 2 jam yang lalu. Keluhan timbul setelah pasien
berkendara motor tanpa helm dan melaju cepat saat malam hari. Keluhan
gangguan pengelihatan dan gatal pada mata disangkal. Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik mata
didapatkan VODS 6/6, injeksi konjungtiva +/-, pada okuli dextra tampak
benda asing seperti serangga pada konjungtiva bulbi.
Tata laksana awal yang tepat sesuai kasus adalah…
A. Ekstraksi dengan jarum 25 G dengan arah menjauhi kornea
B. Ekstraksi dengan jarum 25 G dengan arah mendekati kornea
C. Ekstraksi dengan pinset anatomis
D. Observasi
E. Rujuk ke spesialis mata
• Pria, usia 37 tahun
• Mata mengganjal sejak 2 jam lalu
• Bermotor tanpa helm, melaju cepat saat malam hari
• PF: VODS 6/6, injeksi konjungtiva +/-, pada okuli dextra tampak
benda asing seperti serangga pada konjungtiva bulbi

Jawaban:
A. Ekstraksi dengan jarum 25 G dengan arah
menjauhi kornea
Benda Asing
Konjungtiva
Benda Asing pada Mata
Definisi: Menempelnya partikel asing pada konjungtiva atau kornea

Etiologi
• Material organik: kayu, serangga
• Material anorganik: serpihan besi, kaca, plastik
Benda Asing pada Mata
Manifestasi Klinis

Manifestasi Benda Asing Konjungtiva Benda Asing Kornea

Bisa terganggu jika lokasi di


Visus Normal
visual axis

Keluhan Sensasi benda asing (mengganjal), dapat disertai nyeri

Frekuensi berkedip Meningkat

Epifora +
Benda Asing
Konjungtiva
Benda Asing
Kornea
Benda Asing pada Mata
Pemeriksaan Penunjang
• Slit lamp
• Tampak benda asing di kornea, rust ring (pada benda asing besi),
edema kornea, cell and flare di COA
• Fluorescein test
• Menilai defek epitel hingga ulkus kornea
• Seidel test
• Hasil (+) bila terjadi perforasi kornea
Benda Asing
Kornea
Rust ring pada kornea
Fluorescein
test
Tampak ulkus pada
kornea
Seidel test
Seidel test (+)
menandakan
kebocoran kornea

Sumber video: RootAtlas.com


Benda Asing pada Mata
Tata Laksana
• Benda asing konjungtiva
• Ekstraksi pertama kali dengan cotton bud
• Bila gagal, anestesi topikal dan lakukan ekstraksi dengan jarum 25-
30 G steril atau lidi kapas yang dibasahi saline, dengan arah
menjauhi kornea
• Terapi adjuvan: Antibiotik topikal, siklopegik topikal, artificial tears

• Benda asing kornea


• Rujuk spesialis mata → BUKAN kompetensi dokter umum
B. Ekstraksi dengan jarum 25 G dengan arah mendekati kornea
Ektraksi dengan menggunakan jarum 25 G sudah tepat, namun arah yang benar
adalah menjauhi kornea karena gerakan mendekati kornea berpotensi melukai
kornea

C. Ekstraksi dengan pinset anatomis


Ekstraksi dengan pinset anatomis tidak disarankan karena sulit dilakukan dan
sangat berisiko mengenai struktur mata lainnya karena ukurannya yang besar.
D. Observasi
Benda asing konjungtiva harus segera di ekstraksi karena jika dibiarkan akan
terjadi infeksi sekunder terutama jika disebabkan material organik.

E. Rujuk ke spesialis mata


Pada kasus, benda asing terdapat pada konjungtiva. Ekstraksi benda asing
konjungtiva merupakan kompetensi dokter umum.
Benda Asing Konjungtiva
• Manifestasi berupa sensasi benda asing tanpa disertai gangguan visus.
• Tata laksana: ekstraksi dengan cotton bud jika gagal lakukan anestesi
topikal mata dilanjutkan ekstraksi dengan jarum 25-30 G mengarah
menjauhi kornea.
• Terapi adjuvan: antibiotik topikal, sikloplegik topikal, dan artificial tears
Ny. Doma, usia 27 tahun berobat dengan keluhan mata kiri merah sejak 3
jam lalu. Pasien kaget melihat matanya pada cermin setelah BAB, ia
mengaku sedang sembelit dan lama mengedan di toilet. Pasien
menyangkal pandangan kabur. Riwayat penyakit lain atau keluhan serupa
juga tidak pernah dialami pasien . Pada pemeriksaan TTV didapatkan TD
130/70 mmHg, HR 70 kali /menit, RR 16 kali /menit, suhu 37,9° C. Pada
pemeriksaan mata didapatkan VODS 6/6, tampak bercak perdarahan pada
okuli sinistra menutupi 30% konjungtiva bulbi.
Tata laksana yang tepat sesuai dengan kasus adalah...
A. Kompres hangat
B. Kompres dingin
C. Kompres dingin + asam traneksamat
D. Kompres hangat + vitamin K
E. Kompres hangat + aspirin
• Perempuan, usia 27 tahun
• Mata kiri merah 3 jam lalu setelah mengedan lama di toilet
• TD 130/70 mmHg, HR 70 x/menit, RR 16 x/menit, suhu 37,9°C
• VODS 6/6, tampak bercak perdarahan pada okuli sinistra
menutupi 30% konjungtiva bulbi

Jawaban:
B. Kompres dingin
Perdarahan
Subkonjungtiva
Perdarahan Subkonjungtiva
Definisi: Kondisi perdarahan akut di bawah konjungtiva.

Etiologi
• Manuver Valsava (mis. batuk, bersin, mengejan)
• Trauma (pada konjungtiva)
• Konsumsi antiplatelet atau antikoagulan
• Riwayat gangguan koagulasi (mis. hemofilia)
• Riwayat penyakit sistemik (mis. HT, DM)
Perdarahan Subkonjungtiva
Patofisiologi
• Robeknya kapiler episklera atau konjungtiva
• Terjadi kebocoran dan akumulasi darah pada substansia propria
konjungtiva
Perdarahan
Subkonjungtiva

Darah tidak melintasi


limbus
Perdarahan Subkonjungtiva
Manifestasi Klinis
• Asimtomatis
• Mata merah fokal tanpa nyeri, visus tenang
• Terkadang disertai rasa mengganjal

Pemeriksaan Penunjang → eksklusi penyebab lain


• Pemeriksaan TIO → eksklusi glaukoma
• Laboratorium → eklusi gangguan koagulasi (mis. hemofilia)
Perdarahan Subkonjungtiva
Tata Laksana
• Bersifat swasirna dalam 1-2 minggu
• Artificial tears 3-4x/hari
• Kompres dingin (pada 24 jam pertama)
• Mencegah perluasan perdarahan
• Kompres hangat (setelah 24 jam pertama)
• Membantu meringankan gejala dan mempercepat penyembuhan
A. Kompres hangat
Pada kasus pasien masih dalam fase akut kemungkinan perdarahan masih
berlangsung, pemberian kompres hangat dapat menyebabkan vasodilatasi dan
memperburuk keadaan pada fase akut.

C. Kompres dingin + asam traneksamat


Pemberian asam traneksamat tidak sesuai dengan etiologi, karena pasien tidak
mengalami gangguan koagulasi. Pada kasus onset masih akut dan memerlukan
kompres dingin.
D. Kompres hangat + vitamin K
Pemberian vitamin K tidak sesuai dengan etiologi, karena pasien tidak mengalami
gangguan koagulasi. Pada kasus onset masih akut dan tidak memerlukan kompres
hangat.

E. Kompres hangat + aspirin


Pada kasus onset akut pemberian kompres hangat akan memperbanyak
perdarahan pada pasien. Pemberian aspirin (antiplatelet) dapat memperburuk
kondisi.
Perdarahan Subkonjungtiva
• Perdarahan dibawah konjungtiva yang bersifat asimtomatis tanpa disertai
penurunan visus
• Terjadi akibat manuver Valsava (batuk, mengejan), gangguan koagulasi,
penggunaan obat antikoagulan
• Bersifat swasirna dalam 1-2 minggu
• Dapat diberikan artificial tears, kompres dingin (24 jam pertama), kompres
hangat (>24 jam pertama) untuk meringankan gejala
Tn. Hermyn, usia 49 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan adanya
benda putih berbentuk segitiga di mata kanannya. Ia mengaku hal ini
muncul sejak 2 bulan yang lalu namun saat ini semakin membesar. Pasien
merupakan seorang petani yang masih aktif bercocok tanam hingga saat
ini. Gangguan penglihatan disangkal, mata merah dan berair disangkal.
Riwayat trauma (-). Pemeriksaan visus ODS didapatkan hasil 6/6. Pada
pemeriksaan oftalmologis OD tampak massa berbentuk segitiga dengan
puncaknya tepat di batas kornea. Diagnosis yang tepat pada pasien ini
adalah…
A. Pterigium grade 1
B. Pterigium grade 2
C. Pterigium grade 3
D. Pterigium grade 4
E. Pseudopterigium
• Pria, usia 49 tahun
• Benda putih berbentuk segitiga di mata kanan sejak 2 bulan lalu,
makin membesar
• Pasien merupakan petani → FR
• PF mata: OD tampak massa berbentuk segitiga dengan puncaknya
tepat di batas kornea

Jawaban:
A. Pterigium grade 1
Pterigium
Pterigium (surfer’s eye): Jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga pada
permukaan mata yang berasal dari limbus konjungtiva menuju kornea.

Pseudopterigium: adhesi konjungtiva pada kornea akibat inflamasi atau


trauma pada kornea/limbus.

Etiologi:
• Pterygium: idiopatik
• Pseudopterygium: trauma
Pterigium
Faktor Risiko
• Paparan sinar UV (UVB)
• Iklim kering dan panas
• Gaya hidup outdoor
• Riwayat pada keluarga
Pterigium
Manifestasi Klinis
• Pertumbuhan jaringan fibrovascular
• Berwarna putih atau merah muda
• Berbentuk segitiga pada fisura palpebral dengan apex mengarah
menuju kornea/ limbus
• Asimtomatis
• Stocker’s line
• Garis deposit besi berwarna kuning kecoklatan
Grading Pterigium
Grade Keterangan

I Mencapai limbus

II Melewati limbus, <1/2 radius kornea

II Menutupi >1/2 radius kornea, belum melewati pupil

IV Melewati pupil
Grade I
Mencapai limbus
Grade II
½ radius kornea
Grade III
> ½ radius kornea,
belum menutupi pupil
Grade IV
Menutupi pupil
Pseudopterigium
Pterigium
Pemeriksaan Penunjang
• Tes sonde/Bowman’s probe test
• Memasukkan sonde antara pterygium dan kornea
• Pterigium: sonde tidak bisa lewat di bawah jaringan
• Pseudopterigium: sonde bisa lewat di bawah jaringan
Sonde

Tes Sonde
Pada pseudopterigium,
sonde dapat melewati
Jaringan bawah jaringan
Pterigium
Tata Laksana
• Pterigium
• Grade I: Observasi
• Grade II: Artificial tears, injeksi anti-VEGF
• Grade III dan IV: Bedah
• Bare scleral closure (rekurensi 80%)
• Limbal conjungtival autograft (rekurensi 40%)

• Pseudopterigium
• Lubrikasi dan bedah eksisi
Diagnosis Banding
Parameter Pterigium Pseudopterigium

Etiologi Idiopatik Inflamasi/adhesi

Lokasi Limbus nasal Semua kuadran

Dapat lewat di
Sonde Tidak dapat lewat
bawah jaringan
B. Pterigium grade 2
Grade 2 melewati limbus namun <1/2 radius kornea

C. Pterigium grade 3
Grade 3 menutupi >1/2 radius kornea namun belum melewati pupil
D. Pterigium grade 4
Grade 4 sudah melewati pupil.

E. Pseudopterigium
Pseudopterigium merupakan adhesi konjungtiva pada kornea akibat inflamasi atau
trauma pada kornea/limbus.
Pterygium
• Pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga dengan apex
mengarah ke limbus kornea
• Grading:
• I: sebatas limbus kornea
• II: melewati limbus, namun <1/2 radius kornea
• III: >1/2 radius kornea, namun belum menutupi pupil
• IV: menutupi pupil
• Diagnosis banding:
• Pseudopterigium: sonde dapat melewati jaringan
• Pterigium: sonde tidak dapat melewati jaringan
Tn. Lique, usia 60 tahun datang kontrol ke dokter mata dengan keluhan
pandangan yang semakin buram sejak 3 minggu yang lalu. Keluhan tidak
disertai dengan nyeri. Pasien memiliki riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu
namun tidak rutin berobat. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan dalam
batas normal. Pada pemeriksaan funduskopi ditemukan adanya cotton
wool spots dan neovaskularisasi diskus optik minimal.
Diagnosis yang paling tepat pada kasus ini adalah…
A. Retinopati diabetikum non-proliferatif ringan
B. Retinopati diabetikum non-proliferatif sedang
C. Retinopati diabetikum preproliferatif
D. Retinopati diabetikum proliferatif dini
E. Retinopati diabetikum proliferatif lanjut
• Pria, usia 60 tahun
• Pandangan semakin buram sejak 3 minggu lalu, tidak nyeri
• Riwayat DM tidak terkontrol → FR
• Funduskopi: cotton wool spots dan neovaskularisasi diskus optik
minimal

Jawaban:
D. Retinopati diabetikum proliferatif dini
Retinopati Diabetikum
Definisi: Gangguan pada retina yang disebabkan oleh komplikasi
mikrovaskular pada penderita diabetes mellitus

Patofisiologi:
1. Hiperglikemia kronik menyebabkan pembuluh darah retina menjadi
menebal
2. Penebalan ini menyebabkan iskemia retina
3. Retina mengompensasi iskemi dengan menghasilkan VEGF
4. VEGF menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular → edema retina
5. VEGF juga menyebabkan terbentuknya pembuluh darah baru →
neovaskularisasi
Retinopati Diabetikum
Manifestasi Klinis:
• Penurunan visus → akibat edema pada macula
• Floaters → bila terjadi perdarahan retina
• Gangguan lapang pandang → bila terjadi ablasio retina traksional
• Funduskopi:
• Mikroaneurisma
• Cotton wool spots → Akumulasi materi aksoplasmik akibat iskemia lapisan
retina nerve fiber
• Hard exudate → Akumulasi lipid akibat arteriol yang mengalami kebocoran
• Edema retina
• Tanda gangguan proliferatif → perdarahan vitreus, rubeosis iridis
(neovaskularisasi pada iris), ablasio retina traksional (akibat fibrosis badan vitreus)
Retinopati Diabetikum
Klasifikasi:
Derajat Manifestasi
Non-proliferatif ringan Beberapa mikroaneurisma
Non-proliferatif sedang Mikroaneurisma banyak + dot-blot hemorrhage, hard exudate
• Cotton wool spots multipel
• 4-2-1 rule:
Non-proliferatif berat • 4 kuadran dengan perdarahan retina
(preproliferatif) • min. 2 kuadran dengan venous beading (lihat slide berikutnya)
• min. 1 kuadran dengan IRMA (dilatasi/percabangan kapiler
untuk perfusi area yang iskemik)
Proliferatif dini Neovaskularisasi diskus optic <1/3
Proliferatif lanjut Neovaskularisasi diskus optic >1/3 atau ada perdarahan vitreus

Sumber: Churchill’s pocketbook of diabetes 2nd Ed.; eyewiki.aao.org


Neovaskularisasi

Venous Beading

Hard Exudate

Mikroaneurisma &
Perdarahan retina
Retinopati Diabetikum

Diskus optikus Retinopati non-proliferatif sedang


normal Papil menjadi lebih menonjol dan
batas menjadi tidak jelas
Retinopati Diabetikum

Diskus optikus Retinopati DM Proliferatif Lanjut


normal Terlihat adanya banyak pembuluh
darah kecil >1/3 diskus optic
Retinopati Diabetikum
Pemeriksaan Penunjang
• Fluorescein Angiography → digunakan untuk meliihat patologi retina
dengan lebih jelas
• Mikroaneurisma tampak hiperfluoresen
• Neovaskularisasi → akan menunjukkan rembesan fluorescein
• IRMA → mirip neovaksularisasi, namun tidak menunjukkan rembesan
fluorescein
• HbA1C → target secara umum ≤7%
Retinopati Diabetikum

Fluorescein Fluorescein Angiography Retinopati


Diabetikum Non-proliferatif
Angiography
Terlihat banyak titik-titik terang yang
normal menunjukkan mikroaneurisma
Retinopati Diabetikum
Tata Laksana
• Kontrol gula darah
• Modifikasi gaya hidup → berhenti merokok, olahraga rutin, dll
• Non-proliferatif ringan dan sedang → biasanya tidak perlu terapi khusus
• Injeksi anti-VEGF → bila terdapat edema makula
• Fotokoagulasi laser
• Non-proliferatif berat & proliferatif
• Fotokoagulasi laser
• Vitrektomi bila ada perdarahan vitreus / ablasio retina
A. Retinopati diabetikum non-proliferatif ringan
Temuan funduskopi hanya beberapa mikroaneurisma. Pada kasus terdapat cotton
wool spots dan neovaskularisasi diskus optik minimal.

B. Retinopati diabetikum non-proliferatif sedang


Temuan funduskopi berupa mikroaneurisma dan dot-blot hemorrhage+hard
exudate. Pada kasus terdapat cotton wool spots dan neovaskularisasi diskus optik
minimal.
C. Retinopati diabetikum preproliferatif
Temuan funduskopi berupa cotton wool spots dan 4-2-1 rule. Pada kasus terdapat
cotton wool spots dan neovaskularisasi diskus optik minimal.

E. Retinopati diabetikum proliferatif lanjut


Temuan funduskopi berupa neovaskularisasi diskus >1/3 disertai perdarahan
retina. Pada kasus terdapat neovaskularisasi diskus optik minimal (<1/3 diskus).
Retinopati Hipertensi
• Disebabkan oleh komplikasi mikrovaskular pada penderita diabetes
mellitus
• Klasifikasi:
• Non-proliferatif ringan → beberapa mikroaneurisma
• Non-proliferatif sedang → + dot-blot hemoorhage, hard exudate
• Preproliferatif → cotton wool spots dan 4-2-1 rule
• Proliferatif dini → neovaskularisasi diskus optik <1/3 (minimal)
• Proliferatif lanjut → perdarahan vitreus
An. Mazaya, perempuan usia 10 tahun datang bersama ibunya dengan
keluhan sulit membuka mata kanan sejak 2 jam yang lalu. Pasien baru saja
potong kuku dan salah satu potongan kuku terpelanting masuk ke mata.
Pasien spontan mengucek mata sehingga sekarang merasakan nyeri dan
mengganjal. Pemeriksaan visus dengan hasil VOD 1/60 dan VOS 6/6. Tes
fluorescein (+).
Yang bukan merupakan tata laksana pada kasus ini adalah…
A. Kompres dingin 24 jam
B. Patching
C. Tobramisin tetes
D. Siklopentolat tetes
E. Prednisolon asetat 1%
• Anak perempuan, usia 10 tahun
• Sulit membuka mata kanan sejak 2 jam lalu, terasa nyeri dan
mengganjal
• Potongan kuku masuk ke mata → etiologi
• VOD 1/60, VOS 6/6, tes fluorescein (+)

Jawaban:
E. Prednisolon asetat 1%
Erosi Kornea
Erosi Kornea
Definisi: Disintegritas epitel kornea

Etiologi:
• Tergores (kuku, hewan peliharaan, kertas/kartu, aplikator rias,
batang/daun, mengucek mata)
• Terkena debu, pasir, debris
• Trauma kimia bakar/UV
• Akibat dari pengeluaran benda asing kornea
• Penggunaan lensa kontak yang salah
• Laserasi kanalikuli/pungtum, trauma/avulsi/malposisi tepi kelopak mata
• Iatrogenik
Erosi Kornea
Manifestasi Klinis:
• Nyeri (ringan hingga berat)
• Sulit membuka mata karena sensasi benda asing
• Fotofobia
• Epifora
• Injeksi konjungtiva
• Pembengkakan kelopak mata
Erosi Kornea
Pemeriksaan Penunjang:
• Slit lamp + cobalt blue light
• Fluorescein test
Erosi Kornea
Tata Laksana:
• Non-farmakologis:
• Abrasi kecil: kompres dingin 24-48 jam (meminimalkan edema)
dilanjutkan kompres hangat
• Patching: meminimalkan nyeri, tidak untuk erosi risiko tinggi infeksi
• Farmakologis:
• Antibiotik profilaksis (ofloksasin/tobramisin topikal)
• Sikloplegi topikal (siklopentolat 1%, atropin): meminimalkan nyeri
dan fotofobia
A. Kompres dingin 24 jam
Kompres dingin merupakan salah satu tata laksana non-farmakologis untuk
meminimalkan edema.

B. Patching
Patching merupakan salah satu tata laksana non-farmakologis untuk
meminimalkan nyeri.
C. Tobramisin tetes
Tobramisin (antibiotik topikal) merupakan salah satu tata laksana farmakologis
untuk profilaksis infeksi sekunder.

D. Siklopentolat tetes
Siklopentolat (sikloplegik topikal) merupakan salah satu tata laksana farmakologis
untuk meminimalkan nyeri dan fotofobia.
Erosi Kornea
• Disintegritas epitel kornea, tersering akibat trauma tergores
• Manifestasi klinis: nyeri, sulit membuka mata
• Pemeriksaan penunjang: slit lamp, fluorescein test
• Tata laksana: kompres dingin-hangat, patching, antibiotik topikal, sikloplegi
topikal.
Nn. Aubrie, usia 21 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan kedua mata
merah dan gatal sejak 3 hari yang lalu. Keluhan disertai keluarnya cairan
kental agak kekuningan. Pasien mengaku memiliki riwayat asma dan setiap
pagi sering bersin-bersin. Pada pemeriksaan fisik TTV didapatkan TD
120/80 mmHg, HR 89 kali/menit, RR 20 kali/menit, suhu 36,6°C . Pada
pemeriksaan status lokalis mata didapatkan VODS 6/6, tampak gambaran
cobblestone dan horner-trantas dots (+).
Diagnosis yang tepat sesuai kasus adalah…
A. Konjungtivitis atopi
B. Konjungtivitis vernal
C. Konjungtivitis klamidia
D. Konjungtivitis viral
E. Konjungtivitis bakterial
• Perempuan, usia 21 tahun
• Kedua mata merah dan gatal sejak 3 hari lalu.
• Keluar cairan kental kekuningan
• Riwayat asma dan rhinitis alergi → FR
• PF mata: VODS 6/6, gambaran cobblestone dan horner-trantas
dots (+).

Jawaban:
B. Konjungtivitis vernal
Konjungtivitis Infeksi
Definisi: Inflamasi konjungtiva akibat infeksi (virus, bakteri, klamidia,
maupun jamur).

Klasifikasi:
• Konjungtivitis viral → tersering
• Konjungtivitis bakterial
• Konjungtivitis gonokokal
• Konjungtivitis alergi (vernal)
• Konjungtivitis klamidia (Trakoma)
• Konjungtivitis jamur → jarang
Konjungtivitis Vernal
Definisi: Inflamasi konjungtiva akibat respon terhadap alergen

Subtipe: keratokonjungtivitis atopi dan keratokonjungtivitis vernal

Etiopatofisiologi:
• Konjungtivitis alergi umumnya terjadi akibat respon hipersensitivitas
tipe I
• Alergen berikatan dengan reseptor IgE, → degranulasi sel mast →
melepas mediator inflamasi (mis. Histamin, sitokin)
Konjungtivitis Vernal
Faktor Risiko:
• Riwayat alergi/atopi (asma, urtikaria, rhinitis alergi, dll) pada pasien
maupun keluarga
• Paparan terhadap alergen (mis. Serbuk sari, debu, bulu hewan, dll)
Konjungtivitis Vernal
Klasifikasi dan Manifestasi Klinis:
• Konjungtivitis alergi seasonal dan perennial
• Umumnya di negara 4 musim, jarang Indonesia
• Mata merah, gatal, papila (+) pada konjungtiva tarsal
• Keratokonjungtivitis atopi
• Mata merah, gatal, sekret encer dan jernih
• Dapat ditemukan kerusakan pada konjungtiva
• Keratokonjungtivitis vernal
• Mata merah, gatal, sekret mukoid kental
• Papila (+) dengan gambaran cobblestone
• Horner-Trantas dots
Konjungtivitis
Vernal
Horner-Trantas Dots
Konjungtivitis
Vernal
Cobblestone
Diagnosis Banding Konjungtivitis
Konjungtivitis
Parameter Konjungtivitis Viral Konjungtivitis Bakterial
Gonokokal

Mata yang terkena


Lokasi Bilateral Unilateral
kontak

Discharge Mukoid Purulen Purulen profuse

Visus Normal Normal Normal

Epifora, folikel, Limfadenopati


Gejala infeksi bakteri
Gejala lainnya limfadenopati, gejala preaurikular, edema
ekstraokular
infeksi virus sistemik palpebra

Swasirna 4-10 hari Antibiotik topikal


Ceftriaxone IV/IM +
Asiklovir topikal spektrum luas
Terapi Azitromisin PO + irigasi
Kompres dingin Polimiksin B, gol.
dengan NaCl 0,9%
Artificial tears fluorokuinolon
Diagnosis Banding Konjungtivitis
Parameter Keratokonjungtivitis Vernal Keratokonjungtivitis Atopi Konjungtivitis Klamidia

C. Trachomatis serovar. A, B, Ba,


Etiologi Hipersensitivitas tipe I Hipersensitivitas tipe I
C

Onset Dekade 1 Dekade 2-3 Post Inkubasi 5-12 hari

Mukopurulen
Discharge Mukoid kental Encer, jernih +
Pseudomembran
Fase aktif:
Herbert pits + inflamasi konj.
Papilla dengan gambaran
Ulkus konjungtiva, tarsal
Patognomonis cobblestone, Horner-trantas
neovaskularisasi kornea Fase Sikatrikal:
dots
Konj. Scarring → trichiasis →
opasitas kornea

Bayi dan anak:


Hindari allergen, tetes mata Hindari allergen, tetes mata
Eritromisin PO
sodium kromoglikat + sodium kromoglikat +
Terapi antihistamin topikal/oral + antihistamin topikal/oral +
Dewasa :
PO azitromisin SD ATAU PO
artificial tears artificial tears
doksisiklin ATAU PO eritromisin
A B C

Konjungtivitis Vernal
A. Chemosis; B. Giant papillae-like konjungtiva tarsal; C. Cobblestone
Konjungtivitis Vernal
Tata Laksana
• Non-farmakologis
• Hindari alergen
• Suportif → kompres dingin/lubrikasi dengan artificial tears
• Farmakologis
• Antihistamin topikal (mis. Levocabastine, azelastine) kombinasi
dengan vasokonstriktor simpatomimetik (mis. Antazoline)
• Antihistamin oral (mis. Difenhidramin, loratadin)
• Inhibitor sel mast (mis. Sodium kromoglikat)
A. Konjungtivitis atopi
Konjungtivitis atopi ditandai dengan sekret encer dan jernih, umumnya pada
dekade 2-3, khas terdapat ulkus konjungtiva, neovaskularisasi kornea. Pada kasus
terdapat tanda khas cobblestone dan horner-trantas dots yang menandakan vernal.

C. Konjungtivitis klamidia
Konjungtivitis klamidia ditandai dengan sekret mukopurulen dan
psuedomembran, khas terdapat Herbert pits + inflamasi konjungtiva tarsal. Pada
kasus terdapat tanda khas cobblestone dan horner-trantas dots yang menandakan
vernal.
D. Konjungtivitis viral
Konjungtivitis viral ditandai sekret yang mukoid, umumnya bilateral, dan terdapat
folikel (kecil). Pada kasus terdapat tanda khas cobblestone dan horner-trantas dots
yang menandakan vernal.

E. Konjungtivitis bakterial
Konjungtivitis bakterial ditandai sekret purulen dan umumnya unilateral. Pada
kasus terdapat tanda khas cobblestone dan horner-trantas dots yang menandakan
vernal.
Konjungtivitis Vernal
• Inflamasi konjungtiva akibat respon terhadap alergen
• Manifestasi klinis: mata merah, gatal, papila (+), pada vernal ditemukan
cobblestone dan horner-trantas dots
• Tata laksana: artificial tears, kompres dingin, antihistamin topikal/oral,
sodium kromoglikat
An. Shofiyyah, perempuan usia 11 tahun dibawa berobat oleh ibunya
dengan keluhan mata kanan berdarah sejak 30 menit yang lalu. Pasien
mengaku matanya terkena bola basket saat menerima operan dari
temannya pada pelajaran olah raga. Keluhan disertai rasa nyeri dan
pandangan sedikit berbayang. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal.
Pada PF oftalmologis OD tampak konjungtiva hiperemis minimal, sklera
putih, kornea intak, dan tampak darah mengisi setengah bilik mata depan.
Hal yang sebaiknya tidak dilakukan pada pasien saat ini adalah…
A. Tirah baring dengan elevasi kepala 30°
B. Menutup mata kanan
C. Atropin tetes mata
D. Timolol tetes mata
E. Parasentesis
• Anak perempuan, usia 11 tahun
• Mata kanan berdarah 30 menit yang lalu setelah terkena bola
basket
• Nyeri (+), pandangan sedikit berbayang
• PF mata: OD konjungtiva hiperemis minimal, sklera putih, kornea
intak, dan tampak darah mengisi setengah bilik mata depan.

Jawaban:
E. Parasentesis
Hifema
Hifema Traumatika
Definisi: Akumulasi darah pada bilik mata depan akibat robeknya
pembuluh darah iris atau badan siliaris akibat trauma.

Etiopatofisiologi
1. Trauma → robeknya pembuluh darah iris dan/atau badan siliar
2. Darah kemudian terakumulasi di bilik mata depan (COA)
3. Dapat terjadi peningkatan TIO
Hifema Traumatika
Manifestasi Klinis
• Nyeri mata → terutama jika mata miosis saat pemeriksaan refleks
pupil
• Pandangan kabur → penurunan visus
• Fotofobia → karena nyeri bila terjadi miosis
• Bila terdapat peningkatan TIO → nyeri kepala dan mual-muntah
• Darah yang mengisi COA
• Corneal blood staining → kornea menjadi berwarna kekuningan
akibat penempelan produk darah
Hifema
grade II
Darah mengisi ½ COA
Derajat Hifema Traumatika
Derajat Keterangan Ilustrasi

Bintik-bintik perdarahan di bilik mata depan;


Mikrohifema
bisa dilihat dengan bantuan slit-lamp

I ≤1/3 bilik mata depan

II 1/3 – 1/2 bilik mata depan

III >1/2 bilik mata depan, namun tidak penuh

Darah memenuhi seluruh bilik mata depan


IV
(100%)
Hifema Traumatika
Tata Laksana
• Konservatif
• Tirah baring dengan elevasi kepala 30-45o
• Menggunakan penutup mata pada mata yang terlibat

30o – 45o
Hifema Traumatika
Tata Laksana
• Farmakologis
• Sikloplegia (mis. atropin, skopolamin) → untuk dilatasi pupil
• Antiglaukoma (mis. asetazolamid, timolol, brimonidine) → bila TIO
meningkat
• Kortikosteroid topikal (mis. prednisolon asetat 1% ED)→ menurunkan
risiko perdarahan berulang
• Analgesik (mis. Tetrakain 0,5% ED, parasetamol)
• Parasentesis → bila TIO tetap tinggi dengan tata laksana farmakologis
Hifema Traumatika
Tata Laksana
• Pembedahan (surgical clot removal)
• Indikasi
• Hifema grade III >10 hari
• TIO ≥50 mmHg selama >5 hari walaupun sudah dilakukan terapi
farmakoogis dan parasentesis
• Corneal blood staining
Hifema Traumatika
Tata Laksana
• Rawat Inap
• Indikasi
• Ada gangguan perdarahan (mis. DIC, hemofilia, sickle cell)
• TIO tidak dapat diturunkan dengan tata laksana
farmakologis/parasentesis
• Hifema grade III dan IV
A. Tirah baring dengan elevasi kepala 30°
Tirah baring dengan elevasi kepala merupakan salah satu tata laksana non-
farmakologis awal pada hifema.

B. Menutup mata kanan


Menggunakan penutup mata merupakan salah satu tata laksana non-farmakologis
awal pada hifema.
C. Atropin tetes
Pemberian sikloplegi merupakan salah satu tata laksana farmakologis awal pada
hifema untuk mendilatasi pupil

D. Timolol tetes
Pemberian antiglaukoma pakan salah satu tata laksana farmakologis awal pada
hifema bila terjadi peningkatan TIO.
Hifema
• Trauma menyebabkan pecahnya pembuluh darah iris → darah mengisi bilik
mata depan (COA).
• Darah yang mengisi COA dapat menimbulkan gangguan proses refraksi
(gangguan visus) dan peningkatan TIO (nyeri, mual, muntah) .
• Dibagi menjadi 4 derajat keparahan
• Tata laksana:
• Konservatif: bed rest dan elevasi kepala
• Farmakologis: antiglaukoma (asetazolamid), sikloplegi (atropin),
analgesik (parasetamol)
• Parasentesis → bila TIO tetap tinggi dengan farmakologis
Ny. Nikyta, usia 60 tahun datang ke poli mata dengan keluhan penglihatan
semakin kabur sejak 2 bulan yang lalu. Saat diperiksa, pasien berkata
bahwa wajah dokter terlihat hilang namun bagian badan ke bawah masih
dapat terlihat meskipun agak bergelombang. Pasien memiliki riwayat
hipertensi tidak terkontrol dan dalam kondisi obesitas. Pada pemeriksaan
mata didapatkan visus ODS 6/60. Pada funduskopi ditemukan drusen pada
makula.
Pemeriksaan penunjang yang berkaitan dengan kasus adalah…
A. Placido disc
B. Amsler grid
C. Fluorescein test
D. Shadow test
E. Farnworth-Munsell test
• Perempuan, usia 60 tahun
• Penglihatan semakin kabur sejak 2 bulan
• Penglihatan tampak hilang sebagian, sisanya bergelombang
• Riwayat: HT tidak terkontrol, obesitas
• VODS 6/60, funduskopi: drusen pada makula

Jawaban:
B. Amsler grid
ARMD
ARMD
Definisi: Penyakit degeneratif terkait usia yang mengenai makula.

Faktor Risiko:
• Usia >50 tahun
• Wanita
• Obesitas & diet tinggi lemak
• Hipertensi & penyakit kardiovaskular
• Konsumsi antiplatelet (mis. aspirin)
ARMD
Patofisiologi dan Klasifikasi
• Terbentuk drusen besar dan berkonfluens
• Dry ARMD
• Drusen berasal dari debris ekstraselular (lemak, karbohidrat, zinc,
protein)
• Wet ARMD
• Drusen berasal dari akumulasi cairan dan eksudat subretina →
edema makula berat
• Pada wet ARMS, berpotensi terjadi sikatriks luas pada area makula
→ skotoma sentral mendadak
ARMD
Manifestasi Klinis
• Penurunan visus progresif
• Dry ARMD
• Klinis ringan dan lebih lambat memburuk
• Wet ARMD
• Klinis berat disertai skotoma sentral mendadak
• Distorsi objek (metamorphosia) → garis lurus terlihat bergelombang
• Defek lapang pandang tanpa nyeri
Skotoma

Pada ARMD dapat


terjadi skotoma
sentral mendadak
ARMD
Klasifikasi Berdasarkan MRCC

Derajat Diagnosis Deskripsi

Stage I Tidak ada perubahan Drusen (-), perubahan pigmen (-)

Drusen kecil (drupelet),


Stage II Penuaan normal
perubahan pigmen (-)

Drusen sedang, perubahan


Stage III ARMD dini
pigmen (-)

Drusen besar dan/ atau


Stage IV ARMD intermediate
perubahan pigmen
Neovaskularisasi dan/atrofi
Stage V ARMD lanjut
geografik
ARMD
Pemeriksaan Penunjang
• Funduskopi
• Drusen
• Bercak meninggi putih kekuningan pada makula
• Pigmentasi abnormal
• Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi makula
• Atrofi geografik
• Area berbatas tegas akibat atrofi progresif
• Neovaskularisasi koroid
Non-exudative
age-related
macular
degeneration
Area cerah menandakan
atrofi pigmen retina,
disertai bercak drusen
Exudative
age-related
macular
degeneration
Perdarahan subretina
multiple di sekitar diskus
optikus, edema makula
(pigmen kekuningan)
Perdarahan
Subretina
Amsler grid
Pada ARMD, terjadi
distorsi garis lurus
menjadi bergelombang
ARMD
Tata Laksana
• Tidak ada terapi definitif
• Profilaksis
• Suplementasi antioksidan (mis. vit C, vit E, dll.)
• Modifikasi gaya hidup (mis. berhenti merokok, diet seimbang, dll.)
• ARMD lanjut
• Injeksi anti-VEGF intravitreus (wet ARMD)
• Terapi fotokoagulasi
• Mengatasi robekan pada kornea dengan laser argon
• Pembedahan
A. Placido disc
Placido disc digunakan untuk melihat permukan kornea, misal pada penyakit
ektasia kornea, keratokonus, dll.

C. Fluorescein test
Fluorescein test digunakan untuk melihat erosi atau abrasi pada kornea.
D. Shadow test
Shadow test merupakan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis katarak.

E. Farnworth-Munsell test
Farnworth-Munsell test merupakan salah satu pemeriksaan penunjang untuk tes
buta warna yaitu dengan menata gradasi warna dengan 100 pilihan gradasi yang
terpisah dalam 4 plat.
ARMD
• Penyakit degeneratif terkait usia yang mengenai makula
• Klasifikasi:
• Dry ARMD → ringan, progresivitas lambat
• Wet ARMD → berat dan mendadak
• Manifestasi klinis: Penurunan pengelihatan progresif, metamorphopsia,
defek lapang pandang tanpa disertai nyeri
• Funduskopi → ditemukan drusen
• Pemeriksaan penunjang penting: Amsler grid
An. Penni, perempuan usia 5 tahun berobat bersama ibunya ke Puskesmas
karena penglihatannya buram, terutama pada sore hari menjelang malam.
Ibunya mengaku pasien sangat pemilih makanan dan paling suka makan
nasi dengan cilok sebelah rumah. Selain makanan tersebut, pasien tidak
mau makan. Pada pemeriksaan anak tampak kurus dan kecil untuk usianya.
Pemeriksaan oftalmologis ditemukan konjungtiva kering dan terdapat
bercak keputihan seperti busa sabun di konjungtiva temporal ODS.
Tata laksana yang tepat pada kasus ini adalah…
A. Kapsul biru 1 kali pemberian pada bulan Februari atau Agustus
B. Kapsul merah 2 kali pemberian pada bulan Februari dan Agustus
C. Kapsul biru pada hari 1, 2, dan 15
D. Kapsul merah pada hari 1, 2, dan 15
E. Kapsul merah, masing-masing 2 kapsul pada hari 1, 2, dan 15
• Anak perempuan, usia 5 tahun
• Penglihatan buram terutama sore hari
• Sehari-hari hanya makan nasi dan cilok, anak kurus dan kecil
untuk usianya
• PF mata: konjungtiva kering dan terdapat bercak keputihan seperti
busa sabun di konjungtiva temporal ODS

Jawaban:
D. Kapsul merah pada hari 1, 2, dan 15
Xeroftalmia
Xeroftalmia
Definisi: Sekelompok manifestasi klinis pada mata, umumnya berupa
kekeringan pada konjungtiva dan kornea, akibat defisiensi vitamin A.

Peran vitamin A:
• Fototransduksi: berperan dalam adaptasi terang – gelap
• Menjaga integritas epitel konjungtiva dan kornea
• Vitamin A bersifat larut lemak
Xeroftalmia
Etiologi dan Faktor Risiko:
• Primer:
• Defisiensi asupan vitamin A (mis. gizi buruk)
• Alkoholisme kronis (akibat etanol pada minuman beralkohol)
• Sekunder:
• Malabsorpsi lemak terganggu (mis. pada pankreatitis kronis, IBD,
kolestasis, post operasi bypass usus halus, hepatitis kronis)
Grading Xeroftalmia
Grade Manifestasi Patofisiologi
XN Night blindness Gagal regenerasi rhodopsin
Metaplasia skuamosa, sel goblet
X1A Xerosis konjungtiva
(penghasil musin) terganggu
X1B Bitot’s spot Keratinisasi sel epitel konjungtiva
X2 Xerosis kornea Keratopati superfisial
Ulkus kornea/ keratomalacia
X3A Keratopati progresif, likuefaksi kornea
< 1/3 permukaan kornea
Ulkus kornea /
Keratopati progresif, likuefaksi kornea
X3B keratomalacia (>1/3
hingga nekrosis kornea
permukaan kornea)
XS Corneal scar Defisiensi sel T, defisiensi respon
sitotoksik, transformasi limfosit,
XF Xerophthalmic Fundus perubahan struktur dan fungsi retina

Sumber: WHO, 2014


Bitot’s spot

Keratinisasi sel epitel


konjungtiva,
umumnya di daerah
temporal
Xeroftalmia
Pemeriksaan Penunjang
• Slit lamp: menilai konjungtiva dan kornea
• Serum retinol dengan kromatografi
• Normal: cut off >0.7 mmol/L (atau >20 mcg/dL)
• Adaptometri gelap
Xeroftalmia
Pencegahan
• Suplementasi vitamin A sesuai jadwal
• Fortifikasi makanan dengan vitamin A
• Meningkatkan asupan makanan kaya vitamin A
• Memberikan ASI eksklusif dan MP-ASI dengan gizi seimbang sesuai
kebutuhan
Dosis Suplementasi Vitamin A

Usia Dosis Frekuensi

Kapsul biru 1 kali pemberian


6-11 bulan
(100.000 IU) Bulan Februari atau Agustus

Kapsul merah 2 kali pemberian


1-5 tahun
(200.000 IU) Bulan Februari dan Agustus

Ibu nifas Kapsul merah 2 kali pemberian


(0-42 hari) (200.000 IU) Segera setelah melahirkan dan 24 jam kemudian

Sumber: Panduan Manajemen Terintegrasi Suplementasi Vit. A, Depkes 2016


Xeroftalmia
Tata Laksana
• Edukasi konsumsi makanan kaya vitamin A (mis. hati ayam, daging
merah, ayam, telur, susu, wortel, dll.)
• Atasi malnutrisi atau penyakit dasar
• Terapi suportif → artificial tears 1 tetes/jam
• Terapi farmakologis dengan vitamin A (dosis sesuai manifestasi dan
usia) → lihat slide berikutnya
Vitamin A pada Xeroftalmia
Gejala Hari 1 Hari 2 Hari 15

• Tidak menderita campak 3 bulan terakhir,


Kapsul vit. A sesuai
DAN - -
usia
• Tidak ada gejala xeroftalmia

• Menderita campak 3 bulan terakhir, ATAU


Kapsul vit. A sesuai Kapsul vit. A sesuai Kapsul vit. A sesuai
• Ada gejala xeroftalmia (rabun senja, bercak
usia usia usia
Bitot, kekeruhan kornea, dll.)

Usia Dosis

<6 bulan 50.000 IU (1/2 kapsul biru)

6 – 11 bulan 100.000 IU (1 kapsul biru)

1 – 5 tahun 200.000 IU (1 kapsul merah)

Sumber: Panduan Manajemen Terintegrasi Suplementasi Vit. A, Depkes 2016


A. Kapsul biru 1 kali pemberian pada bulan Februari atau
Agustus
Pemberian kapsul merah/biru pada bulan Februari dan/atau Agustus merupakan
intervensi suplementasi vitamin A. Pada kasus ditanyakan tata laksana xeroftalmia.

B. Kapsul merah 2 kali pemberian pada bulan Februari dan


Agustus
Pemberian kapsul merah/biru pada bulan Februari dan/atau Agustus merupakan
intervensi suplementasi vitamin A. Pada kasus ditanyakan tata laksana xeroftalmia.
C. Kapsul biru pada hari 1, 2, dan 15
Pemberian kapsul biru diperuntukkan anak usia 6-11 bulan. Pada kasus, pasien
berusia 5 tahun sehingga lebih tepat dengan kapsul merah.

E. Kapsul merah, masing-masing 2 kapsul pada hari 1, 2, dan 15


Pemberian kapsul merah untuk anak usia 1-5 tahun cukup sebanyak 1 kapsul.
Xeroftalmia
• Terjadi akibat defisiensi vitamin A
• Vitamin A bersifat larut lemak
• Manifestasi berdasarkan grade:
• X1 → gejala di konjungtiva
• X1B → Bitot’s spot
• X2-3 → gejala di kornea
• Tata laksana dengan pemberian vitamin A sesuai manifestasi dan usia
• < 6 bulan: 50.000 IU (1/2 kapsul biru)
• 6-11 bulan: 100.000 IU (1 kapsul biru)
• 1-5 tahun: 200.000 IU (1 kapsul merah)
Ny. Khasanah, usia 40 tahun berobat ke klinik dengan keluhan nyeri pada
mata kanan sejak 2 hari lalu. Pasien juga mengeluh silau terutama saat
siang hari. Mata merah dan keluar cairan disangkal. Riwayat keluhan serupa
sebelumnya, riwayat trauma, dan penyakit lain juga disangkal oleh pasien.
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan Tyndall phenomenon (+),
pemeriksaan TIO hasil N+1.
Hasil temuan pemeriksaan yang tidak sesuai pada kasus ini adalah…
A. Keratik presipitat
B. Nodul Koeppe
C. Nodul Busacca
D. Nodul Osler
E. Nodul Berlin
• Perempuan, usia 40 tahun
• Nyeri mata kanan sejak 2 hari
• Silau saat siang hari → fotofobia
• Mata merah (-), keluar cairan (-)
• PF mata: Tyndall phenomenon (+), pemeriksaan TIO hasil N+1

Jawaban:
D. Nodul Osler
Uveitis Anterior
Uveitis
Definisi: Inflamasi pada uvea (tunika vaskulosa)

Klasifikasi:
• Uveitis anterior: melibatkan uvea pada segmen anterior mata
• Iritis: inflamasi pada iris
• Siklitis: inflamasi pada badan siliar → sering disebut intermediate uveitis
• Iridosiklitis: inflamasi pada iris & badan siliar
• Uveitis posterior: melibatkan uvea pada segmen posterior mata
• Koroiditis: inflamasi pada koroid
• Panuveitis: uveitis anterior + uveitis posterior

Beberapa sumber menganggap retinitis dan papilitis sebagai bagian dari uveitis posterior
Uveitis Anterior
Etiologi

Kategori Etiologi
Virus herpes simpleks
Virus herpes zoster
Infeksi
Treponema pallidum
Mycobacterium tuberculosis
Juvenile idiopathic arthritis (JIA)
Autoimun
Sarkoidosis
Retinoblastoma
Keganasan
Leukemia
Idiopatik
Lainnya
Trauma
Uveitis Anterior
Manifestasi Klinis:
• Nyeri mata akut → biasanya unilateral
• Fotofobia: silau saat melihat cahaya
• Kemerahan Sirkumkorneal : Mata merah hanya sekitar kornea
• Keratik presipitat: debris inflamasi yang menumpuk pada endotel kornea
• Nodul pada iris
• Nodul Koeppe: di batas iris dengan pupil
• Nodul Busacca: di dalam iris
• Nodul Berlin: di sudut iridokornea
• Hipopion: kumpulan leukosit (biasanya neutrofil) pada COA
Uveitis Anterior

Keratik
Presipitat
Debris inflamasi yang
terkumpul pada lapisan
endotel kornea
Uveitis Anterior

Koeppe Nodules
Nodul inflamasi pada
batas iris dengan pupil
Uveitis Anterior

Busacca Nodules
Nodul inflamasi pada
bagian tengah iris
Uveitis Anterior

Berlin Nodule
Nodul inflamasi pada iris dekat
dengan sudut iridokornea
(gambar diambil dengan optical
coherence tomography)
Uveitis Anterior
Pemeriksaan Penunjang → digunakan untuk mencari etiologi
• Indikasi: hanya dilakukan bila keadaan berat, gagal terapi dan uveitis
anterior rekuren
• VDRL: untuk mencari etiologi sifilis
• Rontgen dada: untuk mencari etiologi sarcoidosis & TB
• Sputum BTA: untuk mencari etiologi TB
Uveitis Anterior
Tata Laksana Non-infeksi:
• Kortikosteroid topikal → terapi utama pada uveitis
• Uveitis anterior: Prednisolone asetat 1% 1-2 tetes setiap 1-2 jam
• Uveitis posterior & Panuveitis:
• Injeksi sub-Tenon triamsinolon asetonid 40 mg
• Prednison oral 2-4 mg/hari
• Sikloplegik/midriatikum → untuk mencegah sinekia
• Imunosupresan lainnya (mis. methotreksat, siklofosfamid, TNF-alpha
inhibitor, dll) → bila gejala berat atau kronis
• Terapi etiologi infeksi

Sumber: Vaughan & Asbury’s General


Opthalmology 19th ed
Uveitis Anterior
Komplikasi:
• Sinekia anterior / posterior
• Katarak dan glaucoma → komplikasi terapi steroid
• Gangguan akomodasi → komplikasi terapi sikloplegik
A. Keratik presipitat
Keratik presipitat merupakan debris inflamasi yang terkumpul pada lapisan
endotel kornea. Temuan ini dapat menandakan uveitis anterior.

B. Nodul Koeppe
Nodul Koeppe merupakan nodul inflamasi pada batas iris dengan pupil. Temuan
ini dapat menandakan uveitis anterior.
C. Nodul Busacca
Nodul Busacca merupakan nodul inflamasi pada bagian tengah iris. Temuan ini
dapat menandakan uveitis anterior.

E. Nodul Berlin
Nodul Berlin merupakan nodul inflamasi pada iris dekat dengan sudut iridokornea.
Temuan ini dapat menandakan uveitis anterior.
Uveitis Anterior
• Inflamasi pada uvea di segmen anterior mata
• Iritis: inflamasi pada iris
• Siklitis: inflamasi pada badan siliar → sering disebut intermediate
uveitis
• Iridosiklitis: inflamasi pada iris & badan siliar
• Manifestasi Khas
• Kemerahan sirkumkornea
• Keratik presipitat
• Nodul iris: nodul Koeppe, nodul Busacca, nodul Berlin
• Tata laksana utama: sikloplegia + kortikosteroid tetes mata

Anda mungkin juga menyukai