A. Revenue Fraud
Akun yang paling sering dimanipulasi financial reporting adalah revenue dan
receivables. Lebih dari setengah kasus fraud financial reporting melibatkan manipulasi data
revenue dan receivables (penelitian oleh COSO).
Alasan Revenue paling lazim digunakan dalam manipulasi laporan keuangan:
1. Ketersediaan alternatif yang diterima untuk pendapatan
Setiap organisasi berbeda, revenue masing-masing organisasi pun berbeda-beda.
Perbedaan jenis pendapatan membuat perbedaan pada Revenue Recognition. Revenue
recognition yang berbeda akan membuat kriteria pencatatan revenue recognition dan metodenya
berbeda-beda.
Contoh sederhana, ada perusahaan yang mengakui revenue ketika barang siap dikirim
dan ada juga yang ketika barang sudah sampai di pembeli. Contoh lain, pengakuan pendapatan
untuk perusahaan long-term contstruction contract tentu berbeda dengan perusahaan yang proses
bisnisnya tidak memakan waktu lama.
Perbedaan membuat sulit dalam menentukan aturan Revenue recognition ini, berapa
pendapatan yang harus diakui karena semua pengakuan tersebut benar. Dalam banyak situasi,
judgement dari manajemen lah yang banyak berperan dalam menentukan kapan dan berapa
revenue yang harus diakui. Hal ini membuka kesempatan bagi manajemen untuk melakukan
fraud laporan keuangan.
2. Kemudahan memanipulasi net income menggunakan akun Revenue dan Receivables
Ketika perusahaan menambahkan akun piutang, akun pendapatan akan bertambah juga.
Penambahan pendapatan ini membuat net income perusahaan meningkat juga.
Skema Revenue-Fraud
1. Related-party transactions: Hubungan istimewa terjadi ketika anak perusahaan tidak
mengungkapkan kepetingan keuangan dalam sebuah transaksi yang menyebabkan
kerugian ekonomi bagi perusahaan
2. Sham sales: Pendapatan fiktif dilakukan dengan mencatat penjualan yang sebenarnya
tidak terjadi. Penjualan ini dapat memakai nama pembeli yang ada atau nama fiktif
3. Bill and Hold sales: Pesanan barang masih disimpan oleh si penjual biasanya karena si
pembeli belum siap menerima barang. Namun oleh si penjual barang tersebut diakui
sebagai pendapatan
4. Side agreements: Perubahan aturan penjualan yang dibuat tidak seperti biasanya. Fraud
terjadi ketika perusahaan melibatkan aturan kontrak yang sudah terjadi
5. Consignment sales: Transaksi menjual barang titipan dari perusahaan lain. Penjualan
konsinyasi ini membuat pendapatan meningkat dan terdapat biaya sesuai transaksi
6. Channel stuffing: Cara yang supplier gunakan untuk mendorong pelanggan untuk
membeli persediaan ekstra sehingga dapat meningkatkan penjualan tahun berjalan.
Praktek ini dapat meningkatkan penjualan ketika dinyatakan atau tersirat dalam side
agreements (ex: membolehkan konsumen mengembalikan barang) yang tidak benar
pengungkapannya atau tidak dapat dipertanggungjawabkan. Juga channel stuffing dapat
dianggap curang ketika cadangan yang memadai tidak ditetapkan (untuk ekspektasi
penjualan yang dikembalikan)
7. Lapping or kiting: Cara dimana penerimaan kas disalahgunakan untuk menyembunyikan
piutang fiktif
8. Redating or refreshing transactions: Cara dimana tanggal penjualan diubah untuk
menghindari tidak tertagihnya piutang
9. Liberal return policies: cara ini membolehkan customer untuk mengembalikan barang
dan membatalkan penjualan. Hal ini menyulitkan pencatatan mengenai berapa
pendapatan yang harus diakui
10. Partial shipment schemes: Mengakui semua barang telah dikirim dan menjadi pendapatan
padahal barang belum dikirim semua
11. Improper cut-off: Kecurangan dalam laporan keuangan termasuk juga dilakukan dengan
perbedaan waktu pengakuan, yaitu pencatatan pendapatan atau biaya dilakukan pada
periode yang salah
12. Round tripping: Penjualan aset yang sudah tidak digunakan dan perusahaan berjanji akan
membeli aset lagi seharga yang sama. Namun pada akhirnya tidak terdapat benefit yang
diperoleh perusahaan.
Skema-skema revenue fraud di atas bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
sehingga income akan menjadi naik.
Berikut ini juga akan disajikan dalam sebuah tabel terkait jenis-jenis transaksi yang
digunakan di beberapa skema fraud
B. Inventory Fraud
Skema Inventory-Fraud
1. Double counting: terjadi saat inventory yang spesifik tercatat 2 kali
2. Capitalizing cost that should be expensed: terjadi ketika sebuah perusahaan
meningkatkan nilai persediaan dengan menambah biaya seperti biaya penjualan, beban
administrasi, dan umum yang kemudian dicatat sebagai persediaan.
3. Cutoff problems: terjadi ketika sebuah perusahaan menunda write-down dari persediaan
obsolence, mencatat hasil dari periode sebelumnya, mencatat pembelian di periode
selanjutnya, dan lain sebagainya.
4. Overestimating inventory: dapat terjadi dengan menerapkan metode sampling yang tidak
benar. Ketika persediaan diperkirakan menggunakan sampel atau proyeksi teknik,
perusahaan dapat menerapkan metode yang salah untuk persediaan akhirnya.
5. Bill and hold sales: Jika barang dihitung sebagai persediaan dan sebagai penjualan, maka
penjualan, piutang dan persediaan semua akan overstatement, sementara harga pokok
penjualan akan understatement
6. Consigned inventory: terjadi untuk meningkatkan persediaan akhir dengan mencatat
persediaan konsinyasi di perhitungan fisik akhir tahunnya.
Berikut ini juga akan disajikan dalam sebuah tabel terkait jenis-jenis transaksi yang
digunakan di beberapa skema fraud
Transaksi Akun terkait Skema Fraud
Pembelian persediaan Persediaan, hutang usaha - Menurunkan nilai
pembelian
- Terlambat mencatat
pembelian
- Tidak mencatat pembelian
Mengembalikan persediaan Hutang usaha, persediaan - Menaikkan nilai
ke supplier pengembalian
- Mencatat pengembalian di
periode lebih cepat
Membayar supplier dalam Hutang usaha, persediaan, - Menaikkan nilai diskon
periode diskon cash - Tidak mengurangi nilai
persediaan
Penjualan terjadi, pengakuan COGS, persediaan - Mencatat COGS sangat
COGS kecil
- Tidak mencatat COGS atau
tidak mengurangi
persediaan
Penentuan biaya persediaan Persediaan, COGS - Menggunakan biaya yang
tidak benar
- Mencatat persediaan fiktif