Anda di halaman 1dari 12

PEMIKIRAN POLITIK ISLAM MOHAMMAD NATSIR

Armin Tedy*

Abstrak

Mohammad Natsir merupakan tokoh yang mempunyai reputasi Nasional maupun Internasiona,
memiliki wawasan yang luas tentang ajaran Islam. Partai politik Islam menurut M. Natsir
merupakan sarana menyampaikan aspirasi dalam pemerintahan. Tujuan dari partai politik Islam
menurut Natsir adalah untuk ibadah dan menjadi hamba Allah yang beriman, bertaqwa dan
berakhlak mulia, yang ber-asas-kan al-Qur’an dan sunnah.

Tiga alasan yang dijadikan M. Natsir mengusung agar Islam dijadikan sebagai dasar negara
(ideologi): watak holistik (kesempunaan) Islam, keunggulan Islam atas semua ideologi dunia dan
kenyataan bahwa Islam anutan mayoritas warga negara Indonesia. Adapun Kontribusi Muhammad
Natsir terhadap perkembangan politik Islam di Indonesia : pertama menanamkan tauhid dalam diri
manusia yang ada dalam Partai Islam yang marak bermunculan saat ini, kedua memerdekakan para
politikus dari berbagai macam intervensi penguasa dan hanya takut kepada Allah SWT. Ketiga tidak
terlalu berambisi untuk memiliki jabatan dalam pemerintahan.

Kata Kunci : Pemikiran, Politik Islam, Dasar Negara, Muhammad Nasir

Pendahuluan mestinya, perlu dan tidak boleh tidak,


Diskusi tentang politik Islam di harus ada kekuatan dalam pergaulan
Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran hidup berupa kekuasaan dalam negara,
serta Mohammad Natsir. Ia adalah sebagaimana telah diperingatkan oleh
seorang ulama, politisi, dan pejuang Rasulullah SAW kepada kaum muslimin,
kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan “Sesungguhnya Allah memegang dengan
pendiri sekaligus pemimpin partai politik kekuasaan penguasa, yang tidak dapat
Masyumi (Partai Majelis Syura Muslimin dipelihara dan dipegang oleh Al-Qur’an
Indonesia), partai Islam terbesar di masa itu”2.
konsituante, dan turut memperjuangkan Natsir ingin menegaskan bahwa
Islam sebagai dasar negara bersama Islam dan negara itu berhubungan secara
kelompok nasional Islam lainnya.1 integral, bahkan simbiosa, yaitu saling
Pandangan Natsir tentang memerlukan. Dalam hal ini, agama
hubungan Islam dan negara adalah bahwa memerlukan negara, karena dengan
agama bukanlah semata-mata ritual negara agama dapat berkembang.
peribadatan dalam istilah sehari-hari Sebaliknya negara memerlukan agama,
seperti salat dan puasa, akan tetapi agama karena dengan agama negara dapat
meliputi semua kaedah-kaedah, batas- berkembang dalam bidang etika dan
batas dalam muamalah dan hubungan moral. Hal ini karena dalam pemahaman
sosial kemasyarakatan. Oleh karenanya, Natsir bahwa Islam merupakan ajaran
menurut Natsir, untuk menjaga supaya yang lengkap.
aturan-aturan dan patokan-patokan itu Natsir bersikukuh mengajukan
dapat berlaku dan berjalan sebagaimana konsep Islam sebagai dasar negara bukan

*Penulis adalah Dosen FUAD IAIN Bengkulu


El-Afkar Vol. 5 Nomor II, Juli- Desember 2016

semata-mata karena umat Islam di Perdana Menteri ini dapat dianggap


Indonesia adalah mayoritas, tetapi sebagai puncak karirnya dalam dunia
menurut keyakinannya bahwa ajaran politik. sementara itu dari tahun 1950-1958
Islam mempunyai hukum ketatanegaraan ia menjadi anggota parlemen Republik
dalam masyarakat dan mempunyai sifat- Indonesia. Selain itu pada tahun 1956-1958
sifat yang sempurna bagi kehidupan Natsir menjadi anggota Majelis
negara dan masyarakat serta dapat Konstituante sebagai hasil dari pemilu
menjamin hidup keragaman atas saling tahun 1955. Dan selanjutnya mulai tahun
harga-menghargai antara pelbagai 1958-1960 ia bergabung dengan
golongan di dalam negara. Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI). Natsir memperoleh
A. Mengenal Sosok Mohammad Nasir gelar “Bintang Republik Indonesia
Adhipradana” tahun 1998, dan “Pahlawan
Nama lengkapnya ialah Dr.
Nasional” tahun 2008.6
Mohammad Natsir, dilahirkan pada 17
Sementara itu di bidang dakwah
Juli 1908 di Jembatan Berukir, Alahan
Natsir pernah menjabat organisasi Islam
Panjang, Kabupaten Solok, Sumatera
internasional. Pada 1967 menjadi Wakil
Barat.3 Seorang negarawan muslim, ulama
Presiden World Muslim Congress (al-
intelektual, pembaru dan politikus
Mu’tamar al-‘Alam al-Islami) yang
muslim Indonesia yang disegani.4
bermarkas di Karachi, Pakistan.
Natsir cukup aktif dalam aktivitas
Kemudian dua tahun berikutnya (1969)
politik sejak masa muda sampai usia
diangkat menjadi anggota World Muslim
senja. Natsir menjadi anggota Badan
League (rabit}ah al-‘Alam al-Islami), Mekah,
Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat
Saudi Arabia. Selanjutnya pada tahun
(KNIP) tahun 1945-1946. Kemudian
1972 dia menjadi anggota Majlis A‘la al-
menjadi Menteri Penerangan Republik
‘Aslam li al-Masajid (Dewan Tertinggi
Indonesia dari tahun 1946-1949. Ia
Masjid Sedunia) yang berkedudukan di
menjadi Menteri Penerangan selama 4
Mekah, Saudi Arabia, serta menjadi ketua
periode: dalam Kabinet Sjahrir I (3 Januari
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
1946 – 12 Maret 1946), kemudian dalam
(DDII) sejak tahun 1967-1993.7
kabinet Sjahrir II (12 Maret 1946 – 2
Karya-karya Mohammad Natsir
Oktober 1946), berikutnya dalam kabinet
yang kini telah beredar dalam bentuk
Sjahrir III (2 Oktober 1946 – 3 Juli 1947),
buku di Indonesia berjumlah lebih dari 45
selanjutnya dalam kabinet Hatta I (29
buku antara lain,
Januari 1948 – 4 Agustus 1949). Mulai
tahun 1949 sampai 1958 Natsir menjadi 1. Politik dan Agama (Jakarta :
Ketua Umum partai Majelis Syura Mutiara,2000)
Muslimin Indonesia (Masyumi).5 2. Islam Sebagai Dasar Negara (Jakarta:
Pada tahun 1950-1951 Natsir Media Da’wah, 2000)
menjadi Perdana Menteri Republik 3. Indonesia di Persimpangan Jalan (
Indonesia yang ditunjuk oleh Presiden Jakarta : Pt Abadi, 1994)
Soekarno karena keberhasilannya dalam 4. Politik Melalui Jalur Dakwah ( Jakarta :
mengajukan Mosi Integral. Jabatan Media Dkwah, 2008)

40
Rindom Harahapi
Tafsir Bil Ma’tsur Jalaluddin Rakhmat

5. Peranan Islam dalam Pembangunan ( 23. Pandai-pandailah Bersyukur Nikmat,


Jakarta :Yayasan YISC, 1978) (Jakarta: Bulan bintang, 1980).
6. Mosi Integral Natsir, Dari RIS ke NKRI (
Jakarta : Media dakwah, 2008) B. Partai Politik Islam Menurut
7. Peranan Islam Dalam Pembinaan Mohammad Natsir
Demokrasi (Jakarta : Media Dakwah,
M. Natsir memperlihatkan
2000)
ketegasannya tentang hubungan Islam
8. Agama dan Negara Dalam Perspektif
dan negara yang tidak bisa dipisahkan,
Islam (Jakarta: Media Dakwah. 2001)
dengan mendasarkan pendiriannya
9. Capita Selecta 2, (Jakarta: Abadi, 2008)
10. Islam dan Kristen di Indonesia (Jakarta: kepada al-Qur’an surat adz-Dzariat Ayat :
56
Media Dakwah, 1980)
11. Tentang Dasar Negara Republik
     
Indonesia dalam Konstituante, tiga jilid
(Bandung, 1958). Artinya :Dan Aku tidak menciptakan jin dan
12. The New Morality, (Surabaya: manusia kecuali supaya mereka menyembah
Perwakilan DDII, 1969). kepada Ku”. 8
13. Tinjauan Hidup, (Widjaja, Djakarta, Maka kehidupan pribadi,
1957) kehidupan bersama, juga kehidupan
14. Kom Tot Het Gebed (Marilah Shalat), bernegara hendaklah mencerminkan
(Jakarta: Media Dakwah, 1981). ajaran Islam. Berdasarkan firman Allah
15. Keragaman Hidup Antar Agama, ini, M. Natsir mengembangkan teorinya
(Djakarta : Hudaya, 1970) dengan menyatakan: “Seorang muslim,
16. Hidupkan Kembali Idealisme dan hidup di dunia ini dengan cita-cita
Semangat Pengorbanan, (Djakarta : kehidupan supaya menjadi seorang
Bulan Bintang, 1970) hamba Allah dalam arti yang
17. Gubahlah Dunia dengan Amalmu, sesungguhnya , yang berasaskan Al-Quran
9

Sinarilah Zaman dengan Imanmu, dan sunnah. Asas berarti rumusan cita-cita
(Djakarta : Hudaya, 1970) dan motivasi tempat bertolak, sumber
18. Kubu Pertahanan Mental dari Abad ke inspirasi dan kekuatan10. Dunia dan
Abad,(Surabaya: T.P., 1969). akhirat tidak mungkin dipisahkan bagi
19. Tauhid untuk Persaudaraan Universal, kaum muslimin dari idiologi mereka.
(Jakarta: Suara Masjid, 1991). Partai politik Islam adalah
20. Hendak ke mana Anak-anak Kita Dibawa fenomena politik Indonesia yg selalu
oleh PMP,(Jakarta: Panji Masyarakat, hangat dibicarakan setelah kemerdekaan
1402 H.). hingga saat ini . Partai politik Islam pada
21. Islam dan Akal Merdeka, (Tasikmalaja: masa M. Natsir memiliki landasan asas
Persatoen Islam bg. Penjiaran, 1947). atau pondasi yang kuat berupa Al-Qur’an,
22. Islam Mempunyai Sifat-sifat yang Hadist dan Ijtihad. Sehingga tujuan
Sempurna untuk Dasar Negara, (Jakarta: politisi partai politik Islam pada saat itu
T.P., 1957). adalah menjadi hamba Allah yang
beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia.

41
El-Afkar Vol. 5 Nomor II, Juli- Desember 2016

Lucunya banyak politisi sekarang Ketika Natsir menginginkan Islam


yang dengan semangat berapi-api sebagai dasar Negara, golongan sekuler
mengaku berpartai politik Islam tetapi memberikan petanyaan bagaimana
tidak menjadikan politik sebagai ibadah mungkin Islam dapat mengatur negara
dan tidak memberikan ketauladanan modern seperti saat ini. Al-Quran
dalam kehidupan mereka. memberikan petunjuk-petunjuk untuk
merancangkan Anggaran Belanja Negara.
C. Islam Sebagai Dasar Negara Menurut Natsir12 itu semua memang
Salah satu masalah yang dihadapi tidaklah ada dan memang tidak perlu
oleh negeri yang mayoritas berpenduduk diatur dengan wahyu Ilahi yang bersifat
muslim pada awal pembentukannya kekal, sebab hal-hal yang berkenaan
adalah bagaimana mendudukkan agama dengan keduniaan selalu bertukar dan
dalam kehidupan bernegara. Selain berubah menurut tempat, zaman dan
Indonesia, negara-negara di Timur keadaannya.
Tengah, Afrika Utara, maupun Asia Islam hanya mengatur dasar dan
Selatan juga mengalami problem yang pokok-pokok mengatur masyarakat
sama. Hal ini terkait dengan respon manusia, yang tidak berubah-ubah
dinamika terhadap arus nasionalisme dan kepentingan dan keperluaannya selama
demokrasi, semenjak abad 20. Selain itu manusia itu masih bersifat manusia. Islam
yang menjadi faktor penting dalam kaitan ditetapkan untuk keselamatan masyarakat
ini adalah posisi Islam di dalam negara. manusia, contohnya Islam memiliki
Terjadinya simpang pemahaman umat kriteria atau ukuran ketika ingin melantik
Islam dalam persoalan inilah yang banyak seorang pemimpin atau menjadi seorang
melahirkan gesekan antara mereka dalam kepala Negara maupun kepala daerah
menentukan bagaimana cara menjadikan adalah agamanya, sifat dan tabiatnya,
Islam sebagai dasar negara. akhlak dan kecakapannya untuk
Menurut Natsir11 di dalam memegang suatu amanah.
menyusun suatu undang-undang dasar Ketika golongan sekuler melempar
bagi negara kita ini dan untuk mencapai undang-undang Islam jauh-jauh, dengan
hasil yang memuaskaan, perlulah bertolak anggapan ajaran Islam tidak relevan pada
dari pokok pikiran yang pasti, yakni saat ini. Mereka tidak mengetahui,
bahwa undang-undang dasar bagi negara kemajuan politik macam mana pulakah
harus menempatkan negara dalam yang akan terhalang apabila para
hubungan yang seerat-eratnya degan pemimpin yang duduk memegang
masyarakat yang hidup di negara kita. kekuasaan dari jenjang terbawah sampai
Undang-undang dasar itu harus berurat jenjang tertinggi, baik di pemerintahan
berakar dalam kalbu, yakni berurat maupun pada partai politik diharuskan
berakar dalam alam pikiran, alam berakhlak dan berbudi pekerti yang baik.
perasaan dan alam kepercayaan serta Menurut Natsir bila sudah ada
falsafah hidup dari rakyat dalam negara aturan atau sistem undang-undang yang
tersebut. baik terdapat di negara lain, kita orang
Islam berhak mencontohnya selama tidak

42
Rindom Harahapi
Tafsir Bil Ma’tsur Jalaluddin Rakhmat

bertentangan dan berlawanan dengan Dalam hal ini ada prinsip-prinsip


aturan-aturan yang terdapat dalam yang harus dipatuhi oleh.15
Islam13. Negara-negara yang bukan Islam
a. Golongan yang berkuasa harus
pun menyusun peraturan kenegaraannya
mendapat persetujuan dari
sebagian mencontoh dari undang-undang
golongan terbesar (mayoritas)
Negara lain yang telah ada lebih dulu atau
b. Golongan-golongan kecil yang
yang lebih tinggi kecerdasannya dalam
berlainan pendapat dari mayoritas
soal-soal kenegaraannya.
tenjamin hak hidupnya dalam
Ada beberapa hal yang harus
masyarakat
ditanamkan dalam dasar Islam sebagai
dasar Negara. Perjuangan M. Natsir menjadikan
1. Konstitusi harus bebas dari Tekanan- Islam sebagai dasar negara, paling tidak
tekanan ada tiga periode, masing-masing periode
dengan corak pemikiran yang berbeda,
Dalam hal menjaga konstitusi ini
yaitu;16 Pertama, periode 1930-1940, dalam
adalah tanggung jawab kita bersama tidak
periode ini M. Natsir memperjuangkan
hanya tugas pejabat semata namun harus
wacana “Islam sebagai Dasar Negara”
juga dijaga oleh negara (institusi) atau
melalui tulisan-tulisannya yang dimuat
masyarakat, agar kontitusi bisa berjalan
dengan baik. Institusi itu adalah suatu diberbagai media cetak yang terbit waktu
itu sekaligus membangun polemik tentang
badan atau organisasi yang bertujuan
pemikiran politik Islam dengan pemikiran
untuk mencukupi kebutuhan masyarakat
di lapangan jasmani maupun rohani, politik nasional sekuler yang diwakili
Soekarno. Kedua, periode pasca
diakui oleh masyarakat, mempunyai alat-
alat untuk melaksanakan tujuan, kemerdekaan, dalam periode ini M. Natsir
dapat menerima Pancasila sebagai dasar
mempunyai keanggotaan, mempunyai
negara sepanjang Pancasila itu ditafsirkan
daerah berlakunya dan memberikan
sesuai dengan ajaran Islam, serta inti dan
hukuman kepada pelanggaran atas
peraturan-peraturan dan norma- hakikat dari semua sila yang terkandung
dalam Pancasila dipenuhi secara memadai
normanya.
dan dilaksanakan secara benar dan tepat.
2. Dasar Negara harus berurat berakar Ketiga, periode konstituante, dalam
dalam kalbu masyarakat periode ini perjuangan M. Natsir telah
mempergunakan intrumen partai politik
Dalam hal ini Islam harus kuat
yang dilaksanakannya secara
tertanam dalam jiwa masing masing
konstitusional dalam lembaga yang diakui
setiap muslim artinya tidak hanya sekedar
secara sah oleh konstitusi yaitu Badan
namanya yang Islam namun dalam
Konstituante (Parlemen).
pengamalannya yang sangat terpenting.14
Pandangan Natsir tentang
3. Masyarakat jangan melanggar kemestian pendirian sebuah negara ini
Demokrasi memiliki kesamaan dengan pemikiran
politik Ibn Taimiyyah (w. 1328 M) yang
mengatakan memimpin dan

43
El-Afkar Vol. 5 Nomor II, Juli- Desember 2016

mengendalikan rakyat adalah kewajiban Semuanya telah tertuang dalam beberapa


asasi dalam agama. Bahkan pelaksanaan artikel yang jumlahnya tak terhitung.19
agama tidak mungkin terealisasi kecuali Islam jelas berpengaruh dalam fikiran dan
dengan adanya kepemimpinan. perjuangannya. Tujuan perjuangan Natsir
Terkandungnya hukum-hukum adalah berlakunya syariat ilahi untuk
kenegaraan dalam ajaran Islam, menurut pribadi dan masyarakat yang tak bisa
Natsir, adalah suatu bukti bahwa Islam ditawar. Adapun negara hanyalah alat
tidak mengenal pemisahan antara agama untuk terwujudnya suasana masyarakat
dan negara. 17 tersebut, dengan demikian negara
Agama harus dijadikan pondasi hanyalah alat. Jadi, tak jadi soal apa pun
dalam mendirikan suatu Negara karena namanya.20
agama bukanlah semata-mata suatu Dasar Negara yang dapat
sistem peribadatan antara makhluk memenuhi tuntutan seperti tersebut di
dengan Tuhan Yang Maha Esa. Islam itu atas, menurut M. Natsir hanyalah Islam,
adalah lebih dari sebuah sistem oleh karena itu Islam harus dijadikan
peribadatan. Ia adalah satu sebagai Dasar Negara. Perjuangan umat
kebudayaan/peradaban yang lengkap dan Islam tidak akan berhenti sampai
sempurna. Yang dituju oleh Islam ialah tercapainya kemerdekaan Republik
agar agama hidup dalam kehidupan tiap- Indonesia seperti yang menjadi tujuan
tiap orang, hingga meresap dalam perjuangan gerakan kebangsaan, Bagi
kehidupan masyarakat, ketatanegaraan, umat Islam kemerdekaan saja belum
pemerintah dan perundang-undangan. cukup, karenanya umat Islam terus
Tapi adalah ajaran Islam juga, bahwa berjuang “selama negeri (negara
dalam soal-soal keduniawian, orang diberi Indonesia) belum berdasarkan dan diatur
kemerdekaan mengemukakan pendirian menurut susunan kenegeraan Islam”.
dan suaranya dalam musyawarah Dasar Negara telah menjadi
bersama perdebatan dalam forum formal yang
Menurut M. Natsir,18 seorang Islam dimulai dari sidang BPUPKI tanggal 29
otomatis harus berpegang pada ideologi Mei sampai 1 Juni 1945, kemudian dalam
Islam dalam politik, perintah Allah harus sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dan
dijalankan, bukan hanya dalam soal-soal berlanjut dalam sidang Konstituante
ibadah, tapi juga mencakup soal-soal tahun 1956-1959 terakhir muncul kembali
kemasyarakatan. Dalam soal-soal sosial dalam sidang tahunan MPR Tahun 2000.
kemasyarakatan segalanya diizinkan, Agama, menurut menurut Natsir
kecuali yang nyata-nyata dilarang Allah harus dijadikan pondasi dalam
Swt. Bahkan M. Natsir mengingatkan mendirikan suatu negara. Agama,
bahwa sistem, yang berasal dari bukan bukanlah semata-mata suatu sistem
muslim bisa saja diterapkan dalam negara peribadatan antara makhluk dengan
Islam apabila sistem itu baik. Tuhan Yang Maha Esa. Islam itu adalah
Natsir memang telah tiada, namun lebih dari sebuah sistem peribadatan. Ia
ia telah mewariskan ide dan gagasan adalah satu kebudayaan/peradaban yang
pemikiran yang mahal dan langka. lengkap dan sempurna. 21 Yang dituju

44
Rindom Harahapi
Tafsir Bil Ma’tsur Jalaluddin Rakhmat

oleh Islam ialah agar agama hidup dalam apa-apa yang telah ditetapkan Allah
kehidupan tiap-tiap orang, hingga melalui wahyu-Nya secara pasti tidak
meresap dalam kehidupan masyarakat, perlu dimsyawarahkan, tidak harus
ketatanegaraan, pemerintah dan menunggu keputusan parlemen terlebih
perundang-undangan. Tapi adalah ajaran dahulu untuk melaksanakan, tetapi yang
Islam juga, bahwa dalam soal-soal mungkin dimusyawarakan adalah cara-
keduniawian, orang diberi kemerdekaan cara untuk melaksanakan semua prinsip
mengemukakan pendirian dan suaranya dan kaedah yang sudah tetap tersebut.
dalam musyawarah bersama ,22 Atas dasar pemikiran seperti di
Natsir memang mencoba atas, M. Natsir,24 secara tegas mengatakan
menjawab kesulitan-kesulitan yang bahwa Islam tidak usah demokrasi 100%,
dihadapi masyarakat Islam, dengan dasar bukan pula otokrasi 100%, Islam itu Islam.
pemikiran, bahwa ajaran Islam sangat Ketegasan pendirian M. Natsir ini
dinamis untuk diterapkan pada setiap disebabkan karena keputusan politik
waktu dan zaman. Dari sudut ini, ia jauh tidaklah semata-mata didasarkan kepada
melampaui pemikiran Maududi atupun kemauan mayoritas anggota parlemen
Ibu Khaldun yang melihat sistem dan tidak pula melampaui batas-batas
pemerintahan Nabi Muhammad SAW dan yang telah digaris Tuhan.
khalifah yang empat, sebagai satu-satunya Negara demokrasi tidak identik
alternatif sistem pemerintahan negara dengan negara theokrasi, karena teokrasi
Islam. adalah satu sistem kenegaraan dimana
Tentang demokrasi, dinyatakan pemerintahan dikuasai oleh satu
oleh M. Natsir,23 bahwa; “Islam bersifat kependetaan yang mempunyai sistem
demokratis dalam arti bahwa Islam anti hirarkhi, sebagai wakil Tuhan di dunia.
absolutisme dan anti sewenang-wenang Dalam Islam tidak dikenal sistem
dan menggariskan hak-hak manusia semacam itu. Lebih lanjut, M. Natsir,25
sebagai makhluk sosial serta hubungan berpendapat bahwa demokrasi yang
hak dan kewajiban antara pemerintah dan dikehendaki Islam hampir sama dengan
yang diperintah timbal balik. Pengertian demokrasi liberal, hanya saja demokrasi
“demokrasi” dalam Islam, adalah Islam berpedoman kepada asas-asas
memberi hak kepada rakyat supaya doktrin yang diwahyukan Allah yang
mengeritik, menegur, dan membetulkan disebut M. Natsir dengan istilah “Theistic
pemerintahan yang zalim. Kalau tidak Demonracy”, demokrasi yang berdasarkan
cukup dengan kritik dan teguran, Islam kepada nilai-nilai ketuhanan. M. Natsir
memberi hak kepada rakyat untuk Jadi, negara yang berdasarkan Islam
menghilangkan kezaliman itu dengan bukanlah satu negara theokrasi dan bukan
kekuatan dan kekerasan jika perlu. pula negara sekuler, tepapi adalah negara
M. Natsir mengakui demokrasi itu demokrasi.
baik, tetapi sistem kenegaraan Islam tidak Mengenai Pancasila sebagai dasar
menggantungkan semua urusan kepada negara, M. Natsir tidak serta merta
keputusan-keputusan musyawarah menolaknya. Ketika berpidato di Karachi
parlemen. Dalam parlemen negara Islam, Pakistan tahun 1952, M. Natsir

45
El-Afkar Vol. 5 Nomor II, Juli- Desember 2016

mempunyai pandangan yang positif itu, katanya, ada cita-cita lain lagi yang
terhadap Pancasila, karena Pancasila harus ditegakkan muslim. Dalam
memiliki nilai-nilai ketuhanan, pidatonya di depan Majelis Konstituante
kemanusiaan, persatuan, musyawarah, pada tahun 1957, M. Natsir menunjukkan
dan keadilan sosial, tidak mungkin konsep pemikiran politik Islam secara
bertentangan dengan Islam. M. Natsir utuh, penuh, dan sekecil mungkin
mengatakan bahwa Pancasila “dianut menghindari kompromi. M. Natsir
sebagai dasar nurani, akhlak, dan sosial menegaskan bahwa Indonesia hanya
oleh negara dan bangsa Indonesia. Tetapi mempunyai dua pilihan dasar negara,
M. Natsir menekankan soal Pancasila sekuler (la diniyah) atau agama (diniyah).
pada tafsirannya. Dalam hal ini, Menurut Pancasila adalah sekuler karena tidak
M. Natsir bertanya secara retorika mengakui wahyu sebagai sumbernya. M.
bagaimana mungkin al-Qur’an:26 Natsir merujuk kepada pidato Soekarno di
1. “…. yang memancarkan tauhid Istana Negara Jakarta tanggal 17 Juni 1954
dapat apriori bertentangan dengan yang memberi kesan bahwa sila
ide Ketuhanan Yang Maha Esa? Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan
2. …. yang ajaran-ajarannya penuh ciptaan manusia. Apalagi pemikiran
dengan kewajiban menegakkan Soekarno senantiasa mengemukakan
‘adalah ijtima’iyah apriori negara sekuler.
bertentangan dengan keadilan
sosial? Pendapat M. Natsir seperti
tersebut di atas, tidak berarti bahwa ia
3. …. yang justru memberantas sistem
peodal dan pemerintahan istibdad berubah sikap terhadap Pancasila.
Sebelumnya M. Natsir berpandangan
(diktatur) sewenang- wenang, serta
meletakkan dasar musyawarah positif tentang Pancasila dihubungkan
dengan ajaran al-Qur’an (Islam).
dalam susunan pemerintahan, dapat
aprori bertentangan dengan apa Terjadinya pergeseran pemikiran dan
pandangan M. Natsir secara tegas tanpa
yang dinamakan kedaulatan rakyat?
4. …. Yang menegakkan istilah ishlahu kompromi terhadap Pancasila pada
baina al-nas (damai anatara sesama periode konstituante tahun 1957 tersebut
manusia) sebagai dasar pokok yang paling tidak disedabkan oleh antara lain:
(1) Pancasila, dalam pandangannya,
harus ditegakkan oleh umat Islam,
dapat apriori bertentangan dengan ternyata sangat relatif yang dapat diisi
dan ditafsirkan oleh siapa saja sesuai
apa yang disebut peri kemanusiaan?
5. …. Yang mengakui adanya bangsa- dengan pandangan dan kepentingannya.
Partai Komunis Indonesia (PKI) yang
bangsa dan meletakkan dasar yang
sehat bagi kebangsaan, apriori dapat jelas-jelas anti Tuhan mengaku sebagai
Pancasilais dan menafsirkannya sesuai
dikatakan bertentangan dengan
kebangsaan?”. dengan pendiriannya. (2) Suasana politik
di Konstituante, yang memungkinkan
M. Natsir juga menambahkan
bahwa “Pancasila itu tidak identik atau untuk mengajukan gagasan alternatif
selain Pancasila sebagai dasar negara,
meliputi semua ajaran Islam”. Oleh sebab
karena salah satu tugas konstituante

46
Rindom Harahapi
Tafsir Bil Ma’tsur Jalaluddin Rakhmat

adalah untuk menetapkan dasar negara, Natsir berkata bahwa bila ingin
dan sikap ini dijamin pula secara memahami agama dan negara dalam
konstitusinal. (3) M. Natsir, sebagai tokoh Islam secara jernih, hendaknya kita
sentral Partai Masyumi (partai dengan mampu menghapuskan gambaran keliru
ideologi Islam) berkewajiban tentang negara Islam di atas. Secara
memperjuangkan Islam sebagai dasar implisit Natsir menilai bahwa gambaran
negara karena merupakan amanah dari "negara Islam" seperti inilah yang terdapat
pemilihnya. dalam pandangan Soekarno maupun
Kemal.28 Turki pada masa pemerintahan
Bagi Natsir, agama tidak dapat
para sultan dan kekhalifahan Usmaniyah
dipisahkan dari negara. Ia menganggap
terakhir bukanlah negara atau
bahwa urusan kenegaraan pada pokoknya
pemerintahan Islam, sebab para
merupakan bagian integral risalah Islam.
pemimpinnya menindas dan membiarkan
Dinyatakannya pula bahwa kaum
rakyatnya bodoh dengan memakai Islam
muslimin mempunyai falsafah hidup atau
dan segala bentuk ibadah-ibadahnya
idiologi seperti kalangan Kristen, fasis,
sebagai tameng belaka.
atau Komunis. Natsir lalu mengutip ayat
Al-Qur’an surat Adz-Dzariat ayat 56, yang Jadi, Islam memang tidak pernah
dianggap sebagai dasar ideologi Islam, bersatu dengan negara sebagaimana
Bertitik tolak dari dasar idiologi Islam ini, diduga Soekarno maupun Kemal. Dengan
ia berkesimpulan bahwa cita-cita hidup logika seperti ini, Natsir menilai bahwa
seorang Muslim di dunia ini hanyalah sikap mendukung Soekarno terhadap
ingin menjadi hamba Allah agar mencapai gagasan pemisahan agama dari negara
kejayaan dunia dan akhirat kelak.27 tidak tepat. Kata Natsir lebih lanjut, "Maka
sekarang, kalau ada pemerintahan yang
Menurut Natsir, ketidakfahaman
zalim yang bobrok seperti yang ada di
terhadap negara Islam, negara yang
Turki di zaman Bani Usman itu, bukanlah
menyatukan agama dan politik, pada
yang demikian itu, yang kita jadikan
dasarnya bersumber dari kekeliruan contoh bila kita berkata, bahwa agama
memahami gambaran pemerintahan
dan negara haruslah bersatu.
Islam. "Kalau kita terangkan, bahwa Pemerintahan yang semacam itu tidaklah
agama dan negara harus bersatu, maka
akan dapat diperbaiki dengan
terbayang sudah di mata seorang bahlul "memisahkan agama" daripadanya seperti
duduk di atas singgahsana, dikelilingi
dikatakan Ir. Soekarno, sebab memang
oleh "haremnya" menonton tari "dayang- agama, sudah lama terpisah dari negara
dayang". Terbayang olehnya yang duduk
yang semacam itu.29
mengepalai "kementerian kerajaan",
beberapa orang tua bangka memegang Natsir menegaskan bahwa negara
hoga. Sebab memang beginilah gambaran bukanlah tujuan akhir Islam melainkan
'pemerintahan Islam' yang digambarkan hanya alat merealisasikan aturan-aturan
dalam kitab-kitab Eropa yang mereka baca Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan
dan diterangkan oleh guru-guru bangsa sunah. Semua aturan-aturan Islam itu,
barat selama ini. Natsir menyebutkan di antaranya

47
El-Afkar Vol. 5 Nomor II, Juli- Desember 2016

kewajiban belajar, kewajiban zakat, tidak ada Islam, menurut Natsir,


pemberantasan perzinaan, dan lain-lain, eksistensi negara merupakan suatu
tidak ada artinya manakala tidak ada keharusan di dunia ini, di zaman apa pun.
negara. Negara di sini berfungsi sebagai "Memang negara tidak perlu disuruh
alat untuk mencapai tujuan didirikan oleh Rasulullah lagi. Dengan
"kesempurnaan berlakunya undang- atau tidak dengan Islam, negara memang
undang ilahi, baik yang berkenaan dengan bisa berdiri dan memang sudah berdiri
kehidupan manusia sendiri (sebagai sebelum dan sesudah Islam, di mana saja
individu) ataupun sebagai anggota ada segolongan manusia yang hidup
masyarakat.30 bersama-sama dalam satu masyarakat.

Menanggapi pernyataan Soekarno Kemudian, menyinggung soal nama


yang menyatakan tidak ada ijma’ ulama penguasa negara Islam, Natsir tidak
yang memerintahkan membentuk negara, bersikeras menamakannya "Chalifah":
Natsir secara tersirat menilai Soekarno "Titel Chalifah bukan menjadi syarat
tidak objektif dalam mengemukakan mutlak dalam pemerintahan Islam, bukan
pendapatnya. Sebab, di satu pihak ia conditio sine quo non. Cuma saja yang
menganjurkan agar umat Islam menjadi kepala negara yang diberi
membuang "warisan tradisional" gedachte kekuasaan itu sanggup bertindak
traditie. Tetapi, di lain pihak ia sendiri bijaksana dan peraturan-peraturan Islam
secara sadar mengutip konsep tradisional, berjalan dengan semestinya dalam
bahwa tidak ada pendapat tentang susunan kenegaraan baik dalam kaedah
persatuan agama dengan negara. Natsir maupun dalam praktik.
kemudian menyatakan, "Bagaimanakah,
Yang menjadi syarat untuk menjadi
kalau andaikata, kita beri keterangan
bahwa sesungguhnya ada ijma’ ulama kepala negara Islam adalah, "Agamanya,
sifat dan tabiatnya, akhlak dan
yang berkata begitu. Apakah Ir. Soekarno
kecakapannya untuk memegang
akan menerima keputusan ijma’ ulama itu,
kekuasaan yang diberikan kepadanya, jadi
kemungkinan nanti beliau akan berkata
“itu cuma satu ijma ulama, satu gedachte bukanlah bangsa dan keturunannya
traditie, dan bukanlah saya sudah bilang ataupun semata-mata inteleknya saja.
bahwa semua 'gedachte traditie' itu harus Terhadap penguasa negara terpilih, umat
dilempar jauh-jauh”. mempunyai kewajiban mengikutinya
selama ia benar dalam menjalankan
Natsir menganggap ijma’ ulama itu kekuasaannya. Bila menyimpang, umat
hanyalah pengertian "karet", satu yang tak berhak melakukan koreksi atau
tentu ujung pangkalnya. Artinya, konsep mengingkari penguasa negara. Dalam
itu dapat digunakan untuk membenarkan masalah ini, Islam menekankan kewajiban
gagasan pemisahan maupun persatuan musyawarah tentang hak dan kewajiban
agama dengan negara, dengan demikian, antara penguasa dan yang dikuasai.
menurut Natsir, pengutipan konsep ijma Prinsip musyawarah dalam Islam,
ulama tentang masalah ini oleh Soekarno, menurut Natsir, nampaknya tidak selalu
hanya mempersulit persoalan. Ada atau identik dengan asas demokrasi.

48
Rindom Harahapi
Tafsir Bil Ma’tsur Jalaluddin Rakhmat

Natsir mengakui demokrasi itu Rasulullah SAW. Beliau sudah wafat dan
baik, tetapi sistem kenegaraan Islam tidak ada gantinya lagi untuk selama-
tidaklah mengandalkan semua urusannya lamanya.
kepada instrumen demokrasi, sebab
Kepala Agama yang bernama
demokrasi tidak kosong dari berbagai
Muhammad ini telah meninggalkan satu
bahaya yang terkandung di dalamnya. Ia
sistem yang bernama Islam, yang harus
menyatakan bahwa perjalanan demokrasi
dijalankan oleh kaum muslimin, dan
dari abad ke abad telah memperlihatkan
harus dipelihara dan dijaga supaya
beberapa sifatnya yang baik. Akan tetapi,
dijalankan 'kepala-kepala keduniaan'
demokrasi juga melekat pada dirinya
(bergelar raja, khalifah, presiden, atau
pelbagai sifat-sifat berbahaya. Dengan
lain-lain) yang memegang kekuasaan
tegas pula Natsir mengemukakan bahwa
dalam kenegaraan kaum muslimin.
Islam adalah suatu pengertian, suatu
Sahabat-sahabat Nabi yang pernah
paham, suatu begrip sendiri, yang
memegang kekuasaan negara sesudah
mempunyai sifat-sifat sendiri pula. Islam
Rasulullah saw. seperti Abu Bakar, Umar,
tak usah demokrasi 100%, bukan pula
Usman, Ali tidaklah merangkap jadi
otokrasi 100%, Islam itu adalah Islam.
“Kepala Agama”. Mereka itu hanyalah
Berbeda dengan Soekarno yang 'kepala keduniaan' yang menjadikan
menganggap Turki demokratis pada masa pemerintahannya menurut aturan yang
pemerintahan Kemal, Natsir justru telah ditinggalkan oleh “Kepala Agama”,
berpendapat Turki masa Kemal sebagai yaitu oleh Muhammad Rasulullah SAW.
diktator. Pada masa pemerintahan Kemal,
Sementara, Natsir menilai bahwa
kata Natsir, tidak ada kemerdekaan pers,
kemerdekaan berpikir, dan kebebasan agama dan negara dapat dan harus
disatukan, sebab Islam tidak seperti
membentuk partai oposisi. Juga, Islam
agama-agama lainnya, merupakan agama
hanya ditoleransi untuk berkembang
yang serba mencakup (komprehensif).
sejauh menyangkut aspek-aspek tertentu
saja. Tidak ada kemerdekaan bagi Islam di Persoalan kenegaraan pada dasarnya
merupakan bagian dari dan diatur Islam.32
tanah Turki merdeka .31
Kesimpulan
Menolak pandangan Soekarno
bahwa caesaro-papisme identik dengan Partai politik Islam perspektif M.
pemerintahan Islam kekhalifahan Natsir memiliki landasan asas atau
Usmaniyah terakhir, Natsir dengan tegas pondasi yang kuat berupa Al-Qur’an,
menyatakan bahwa lembaga caesaro- Hadist dan Ijtihad. Sehingga tujuan
papisme bukan sistem kenegaraan Islam. politisi partai politik Islam adalah menjadi
Teori kenegaraan ini hanya terdapat di hamba Allah yang beriman, bertaqwa dan
negara yang menganut asas pemisahan berakhlak mulia.
agama dari negara. "Islam tidak kenal
kepada 'Kepala Agama' seperti Paus atau Adapun beberapa hal yang harus
Patriarch. Islam hanya mengenal satu ditanamkan dalam dasar Islam sebagai
'Kepala Agama', ialah Muhammad dasar Negara.

49
El-Afkar Vol. 5 Nomor II, Juli- Desember 2016

1. Konstitusi harus bebas dari


Tekanan- tekanan
14 Muhammad Natsir. Islam Sebagai
Dasar Negara,……………. hal. 55
2. Dasar Negara harus berurat 15 Muhammad Natsir. Islam Sebagai
berakar dalam kalbu masyarakat Dasar Negara,……………. hal. 57
16 Mohammad Natsir, Agama dan
3. Masyarakat jangan melanggar
Demokrasi Negara dalam Perspektif Islam, ..., hal. 199
17 Thohir Luth, M. Natsir. Dakwah dan

Pemikirannya, (Jakarta : Gema Insani Press,


1999), hlm. 49
18 Anwar Harjono, dkk. Pemikiran Dan
Referensi
Perjuangan Muhammad Natsir, (Jakarta :
Pustaka Firdaus, 2001), hal 21
19 Mohammad Natsir, Capita Selekta,
1 M. Natsir, Islam Sebagai Dasar
(Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hal 12
Negara,.. hal. 3 20 Anwar Harjono, dkk. Pemikiran dan
2 M. Natsir, Islam Sebagai Dasar
Perjuangan Muhammad Natsir, .., hal 23
Negara,.. hal. 4 21 Anwar Harjono, et. al., Op.cit., hal.,.
3Audrey R. Kahin, Islam, Nationalism
12.
and Democracy: A Political Biography of 22 Anwar Harjono, et. al., Op.cit., hal.,.
Mohammad Natsir (Singapore: NUS Press,
139
2012), hal. 1, lihat pula Abuddin Nata, Tokoh- 23 Muhammad Natsir,
tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia Capita Selecta
2,…………. hal 221
(Jakarta: Rajawali Press, 2005), hal. 73-76. 24 Muhammad Natsir, Capita Selecta 2,
4 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam,

Ensiklopedi Islam 4, (Jakarta : Ichtiar Baru Van (Jakarta: PT Abadi, 2008), Hal 223
25Saidan, Perbandingan Pemikiran
Hoeve, 2001), hal. 21.
5Hakiem, ed, M. Natsir di Panggung Pendidikan Islam Antara hasan Al-Banna dan
Sejarah Republik…. hal. 149-150. Mohammad Natsir, (Kementrian Agama RI,
6Hakiem, ed, M. Natsir di Panggung 2011), Hal 79
Sejarah Republik, hal. 149-150.
7M. Habib Chirzin, “Pak Natsir: Peran 26 Muhammad Natsir, Agama dan
dan Pandangan Dunia Internasional,” dalam Negara Dalam Perspektif Islam , (Jakarta: Media
Lukman Hakiem, ed. 100 Tahun Mohammad Dakwah. 2001), hal 67
Natsir: Berdamai Dengan Sejarah (Jakarta: 27 Muhammad Natsir, Capita Selecta 2,

Republika, 2008), 376-377. Bandingkan dengan (Jakarta: PT Abadi, 2008), Hal 436
Thohir Luth, M. Natsir: Dakwah dan 28Saidan, Perbandingan Pemikiran
Pemikirannya, cet. ke-2 (Jakarta: Gema Insani Pendidikan Islam Antara hasan Al-Banna dan
Press, 2005), hal. 9. Mohammad Natsir, (Kementrian Agama RI,
8 Al-Qur’an dan Tafsinya, Departemen 2011), Hal 79
Agama RI, Jilid 10, 2009, hal. 56 29 Muhammad Natsir, Capita Selecta ,

9 Mohammad Natsir, Islam Sebagai (Jakarta: PT Abadi, 2008), Hal 440


dasar Negara, (Jakarta: Media Dakwah, 2000), 30 Muhammad Natsir, Capita Selecta 2,

hal. 3 (Jakarta: PT Abadi, 2008), Hal 442


10 Mohammad Natsir, Indonesia di 31 Muhammad Natsir, Capita Selecta 2,

Persimpangan Jalan , (Jakarta : PT Abadi, 1994), (Jakarta: PT Abadi, 2008), hal 467- 470
32 Muhammad Natsir, Capita Selecta 2,
hal. 15
11 Mohammad Natsir. Islam Sebagai (Jakarta: PT Abadi, 2008), hal 480
Dasar Negara ..., hal. 55
12 Mohammad Natsir, Agama dan

Negara dalam Perspektif Islam,..hal. 86


13 Mohammad Natsir, Agama dan

Negara dalam Perspektif Islam,..hal. 88

50

Anda mungkin juga menyukai