Armin Tedy*
Abstrak
Mohammad Natsir merupakan tokoh yang mempunyai reputasi Nasional maupun Internasiona,
memiliki wawasan yang luas tentang ajaran Islam. Partai politik Islam menurut M. Natsir
merupakan sarana menyampaikan aspirasi dalam pemerintahan. Tujuan dari partai politik Islam
menurut Natsir adalah untuk ibadah dan menjadi hamba Allah yang beriman, bertaqwa dan
berakhlak mulia, yang ber-asas-kan al-Qur’an dan sunnah.
Tiga alasan yang dijadikan M. Natsir mengusung agar Islam dijadikan sebagai dasar negara
(ideologi): watak holistik (kesempunaan) Islam, keunggulan Islam atas semua ideologi dunia dan
kenyataan bahwa Islam anutan mayoritas warga negara Indonesia. Adapun Kontribusi Muhammad
Natsir terhadap perkembangan politik Islam di Indonesia : pertama menanamkan tauhid dalam diri
manusia yang ada dalam Partai Islam yang marak bermunculan saat ini, kedua memerdekakan para
politikus dari berbagai macam intervensi penguasa dan hanya takut kepada Allah SWT. Ketiga tidak
terlalu berambisi untuk memiliki jabatan dalam pemerintahan.
40
Rindom Harahapi
Tafsir Bil Ma’tsur Jalaluddin Rakhmat
Sinarilah Zaman dengan Imanmu, dan sunnah. Asas berarti rumusan cita-cita
(Djakarta : Hudaya, 1970) dan motivasi tempat bertolak, sumber
18. Kubu Pertahanan Mental dari Abad ke inspirasi dan kekuatan10. Dunia dan
Abad,(Surabaya: T.P., 1969). akhirat tidak mungkin dipisahkan bagi
19. Tauhid untuk Persaudaraan Universal, kaum muslimin dari idiologi mereka.
(Jakarta: Suara Masjid, 1991). Partai politik Islam adalah
20. Hendak ke mana Anak-anak Kita Dibawa fenomena politik Indonesia yg selalu
oleh PMP,(Jakarta: Panji Masyarakat, hangat dibicarakan setelah kemerdekaan
1402 H.). hingga saat ini . Partai politik Islam pada
21. Islam dan Akal Merdeka, (Tasikmalaja: masa M. Natsir memiliki landasan asas
Persatoen Islam bg. Penjiaran, 1947). atau pondasi yang kuat berupa Al-Qur’an,
22. Islam Mempunyai Sifat-sifat yang Hadist dan Ijtihad. Sehingga tujuan
Sempurna untuk Dasar Negara, (Jakarta: politisi partai politik Islam pada saat itu
T.P., 1957). adalah menjadi hamba Allah yang
beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia.
41
El-Afkar Vol. 5 Nomor II, Juli- Desember 2016
42
Rindom Harahapi
Tafsir Bil Ma’tsur Jalaluddin Rakhmat
43
El-Afkar Vol. 5 Nomor II, Juli- Desember 2016
44
Rindom Harahapi
Tafsir Bil Ma’tsur Jalaluddin Rakhmat
oleh Islam ialah agar agama hidup dalam apa-apa yang telah ditetapkan Allah
kehidupan tiap-tiap orang, hingga melalui wahyu-Nya secara pasti tidak
meresap dalam kehidupan masyarakat, perlu dimsyawarahkan, tidak harus
ketatanegaraan, pemerintah dan menunggu keputusan parlemen terlebih
perundang-undangan. Tapi adalah ajaran dahulu untuk melaksanakan, tetapi yang
Islam juga, bahwa dalam soal-soal mungkin dimusyawarakan adalah cara-
keduniawian, orang diberi kemerdekaan cara untuk melaksanakan semua prinsip
mengemukakan pendirian dan suaranya dan kaedah yang sudah tetap tersebut.
dalam musyawarah bersama ,22 Atas dasar pemikiran seperti di
Natsir memang mencoba atas, M. Natsir,24 secara tegas mengatakan
menjawab kesulitan-kesulitan yang bahwa Islam tidak usah demokrasi 100%,
dihadapi masyarakat Islam, dengan dasar bukan pula otokrasi 100%, Islam itu Islam.
pemikiran, bahwa ajaran Islam sangat Ketegasan pendirian M. Natsir ini
dinamis untuk diterapkan pada setiap disebabkan karena keputusan politik
waktu dan zaman. Dari sudut ini, ia jauh tidaklah semata-mata didasarkan kepada
melampaui pemikiran Maududi atupun kemauan mayoritas anggota parlemen
Ibu Khaldun yang melihat sistem dan tidak pula melampaui batas-batas
pemerintahan Nabi Muhammad SAW dan yang telah digaris Tuhan.
khalifah yang empat, sebagai satu-satunya Negara demokrasi tidak identik
alternatif sistem pemerintahan negara dengan negara theokrasi, karena teokrasi
Islam. adalah satu sistem kenegaraan dimana
Tentang demokrasi, dinyatakan pemerintahan dikuasai oleh satu
oleh M. Natsir,23 bahwa; “Islam bersifat kependetaan yang mempunyai sistem
demokratis dalam arti bahwa Islam anti hirarkhi, sebagai wakil Tuhan di dunia.
absolutisme dan anti sewenang-wenang Dalam Islam tidak dikenal sistem
dan menggariskan hak-hak manusia semacam itu. Lebih lanjut, M. Natsir,25
sebagai makhluk sosial serta hubungan berpendapat bahwa demokrasi yang
hak dan kewajiban antara pemerintah dan dikehendaki Islam hampir sama dengan
yang diperintah timbal balik. Pengertian demokrasi liberal, hanya saja demokrasi
“demokrasi” dalam Islam, adalah Islam berpedoman kepada asas-asas
memberi hak kepada rakyat supaya doktrin yang diwahyukan Allah yang
mengeritik, menegur, dan membetulkan disebut M. Natsir dengan istilah “Theistic
pemerintahan yang zalim. Kalau tidak Demonracy”, demokrasi yang berdasarkan
cukup dengan kritik dan teguran, Islam kepada nilai-nilai ketuhanan. M. Natsir
memberi hak kepada rakyat untuk Jadi, negara yang berdasarkan Islam
menghilangkan kezaliman itu dengan bukanlah satu negara theokrasi dan bukan
kekuatan dan kekerasan jika perlu. pula negara sekuler, tepapi adalah negara
M. Natsir mengakui demokrasi itu demokrasi.
baik, tetapi sistem kenegaraan Islam tidak Mengenai Pancasila sebagai dasar
menggantungkan semua urusan kepada negara, M. Natsir tidak serta merta
keputusan-keputusan musyawarah menolaknya. Ketika berpidato di Karachi
parlemen. Dalam parlemen negara Islam, Pakistan tahun 1952, M. Natsir
45
El-Afkar Vol. 5 Nomor II, Juli- Desember 2016
mempunyai pandangan yang positif itu, katanya, ada cita-cita lain lagi yang
terhadap Pancasila, karena Pancasila harus ditegakkan muslim. Dalam
memiliki nilai-nilai ketuhanan, pidatonya di depan Majelis Konstituante
kemanusiaan, persatuan, musyawarah, pada tahun 1957, M. Natsir menunjukkan
dan keadilan sosial, tidak mungkin konsep pemikiran politik Islam secara
bertentangan dengan Islam. M. Natsir utuh, penuh, dan sekecil mungkin
mengatakan bahwa Pancasila “dianut menghindari kompromi. M. Natsir
sebagai dasar nurani, akhlak, dan sosial menegaskan bahwa Indonesia hanya
oleh negara dan bangsa Indonesia. Tetapi mempunyai dua pilihan dasar negara,
M. Natsir menekankan soal Pancasila sekuler (la diniyah) atau agama (diniyah).
pada tafsirannya. Dalam hal ini, Menurut Pancasila adalah sekuler karena tidak
M. Natsir bertanya secara retorika mengakui wahyu sebagai sumbernya. M.
bagaimana mungkin al-Qur’an:26 Natsir merujuk kepada pidato Soekarno di
1. “…. yang memancarkan tauhid Istana Negara Jakarta tanggal 17 Juni 1954
dapat apriori bertentangan dengan yang memberi kesan bahwa sila
ide Ketuhanan Yang Maha Esa? Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan
2. …. yang ajaran-ajarannya penuh ciptaan manusia. Apalagi pemikiran
dengan kewajiban menegakkan Soekarno senantiasa mengemukakan
‘adalah ijtima’iyah apriori negara sekuler.
bertentangan dengan keadilan
sosial? Pendapat M. Natsir seperti
tersebut di atas, tidak berarti bahwa ia
3. …. yang justru memberantas sistem
peodal dan pemerintahan istibdad berubah sikap terhadap Pancasila.
Sebelumnya M. Natsir berpandangan
(diktatur) sewenang- wenang, serta
meletakkan dasar musyawarah positif tentang Pancasila dihubungkan
dengan ajaran al-Qur’an (Islam).
dalam susunan pemerintahan, dapat
aprori bertentangan dengan apa Terjadinya pergeseran pemikiran dan
pandangan M. Natsir secara tegas tanpa
yang dinamakan kedaulatan rakyat?
4. …. Yang menegakkan istilah ishlahu kompromi terhadap Pancasila pada
baina al-nas (damai anatara sesama periode konstituante tahun 1957 tersebut
manusia) sebagai dasar pokok yang paling tidak disedabkan oleh antara lain:
(1) Pancasila, dalam pandangannya,
harus ditegakkan oleh umat Islam,
dapat apriori bertentangan dengan ternyata sangat relatif yang dapat diisi
dan ditafsirkan oleh siapa saja sesuai
apa yang disebut peri kemanusiaan?
5. …. Yang mengakui adanya bangsa- dengan pandangan dan kepentingannya.
Partai Komunis Indonesia (PKI) yang
bangsa dan meletakkan dasar yang
sehat bagi kebangsaan, apriori dapat jelas-jelas anti Tuhan mengaku sebagai
Pancasilais dan menafsirkannya sesuai
dikatakan bertentangan dengan
kebangsaan?”. dengan pendiriannya. (2) Suasana politik
di Konstituante, yang memungkinkan
M. Natsir juga menambahkan
bahwa “Pancasila itu tidak identik atau untuk mengajukan gagasan alternatif
selain Pancasila sebagai dasar negara,
meliputi semua ajaran Islam”. Oleh sebab
karena salah satu tugas konstituante
46
Rindom Harahapi
Tafsir Bil Ma’tsur Jalaluddin Rakhmat
adalah untuk menetapkan dasar negara, Natsir berkata bahwa bila ingin
dan sikap ini dijamin pula secara memahami agama dan negara dalam
konstitusinal. (3) M. Natsir, sebagai tokoh Islam secara jernih, hendaknya kita
sentral Partai Masyumi (partai dengan mampu menghapuskan gambaran keliru
ideologi Islam) berkewajiban tentang negara Islam di atas. Secara
memperjuangkan Islam sebagai dasar implisit Natsir menilai bahwa gambaran
negara karena merupakan amanah dari "negara Islam" seperti inilah yang terdapat
pemilihnya. dalam pandangan Soekarno maupun
Kemal.28 Turki pada masa pemerintahan
Bagi Natsir, agama tidak dapat
para sultan dan kekhalifahan Usmaniyah
dipisahkan dari negara. Ia menganggap
terakhir bukanlah negara atau
bahwa urusan kenegaraan pada pokoknya
pemerintahan Islam, sebab para
merupakan bagian integral risalah Islam.
pemimpinnya menindas dan membiarkan
Dinyatakannya pula bahwa kaum
rakyatnya bodoh dengan memakai Islam
muslimin mempunyai falsafah hidup atau
dan segala bentuk ibadah-ibadahnya
idiologi seperti kalangan Kristen, fasis,
sebagai tameng belaka.
atau Komunis. Natsir lalu mengutip ayat
Al-Qur’an surat Adz-Dzariat ayat 56, yang Jadi, Islam memang tidak pernah
dianggap sebagai dasar ideologi Islam, bersatu dengan negara sebagaimana
Bertitik tolak dari dasar idiologi Islam ini, diduga Soekarno maupun Kemal. Dengan
ia berkesimpulan bahwa cita-cita hidup logika seperti ini, Natsir menilai bahwa
seorang Muslim di dunia ini hanyalah sikap mendukung Soekarno terhadap
ingin menjadi hamba Allah agar mencapai gagasan pemisahan agama dari negara
kejayaan dunia dan akhirat kelak.27 tidak tepat. Kata Natsir lebih lanjut, "Maka
sekarang, kalau ada pemerintahan yang
Menurut Natsir, ketidakfahaman
zalim yang bobrok seperti yang ada di
terhadap negara Islam, negara yang
Turki di zaman Bani Usman itu, bukanlah
menyatukan agama dan politik, pada
yang demikian itu, yang kita jadikan
dasarnya bersumber dari kekeliruan contoh bila kita berkata, bahwa agama
memahami gambaran pemerintahan
dan negara haruslah bersatu.
Islam. "Kalau kita terangkan, bahwa Pemerintahan yang semacam itu tidaklah
agama dan negara harus bersatu, maka
akan dapat diperbaiki dengan
terbayang sudah di mata seorang bahlul "memisahkan agama" daripadanya seperti
duduk di atas singgahsana, dikelilingi
dikatakan Ir. Soekarno, sebab memang
oleh "haremnya" menonton tari "dayang- agama, sudah lama terpisah dari negara
dayang". Terbayang olehnya yang duduk
yang semacam itu.29
mengepalai "kementerian kerajaan",
beberapa orang tua bangka memegang Natsir menegaskan bahwa negara
hoga. Sebab memang beginilah gambaran bukanlah tujuan akhir Islam melainkan
'pemerintahan Islam' yang digambarkan hanya alat merealisasikan aturan-aturan
dalam kitab-kitab Eropa yang mereka baca Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan
dan diterangkan oleh guru-guru bangsa sunah. Semua aturan-aturan Islam itu,
barat selama ini. Natsir menyebutkan di antaranya
47
El-Afkar Vol. 5 Nomor II, Juli- Desember 2016
48
Rindom Harahapi
Tafsir Bil Ma’tsur Jalaluddin Rakhmat
Natsir mengakui demokrasi itu Rasulullah SAW. Beliau sudah wafat dan
baik, tetapi sistem kenegaraan Islam tidak ada gantinya lagi untuk selama-
tidaklah mengandalkan semua urusannya lamanya.
kepada instrumen demokrasi, sebab
Kepala Agama yang bernama
demokrasi tidak kosong dari berbagai
Muhammad ini telah meninggalkan satu
bahaya yang terkandung di dalamnya. Ia
sistem yang bernama Islam, yang harus
menyatakan bahwa perjalanan demokrasi
dijalankan oleh kaum muslimin, dan
dari abad ke abad telah memperlihatkan
harus dipelihara dan dijaga supaya
beberapa sifatnya yang baik. Akan tetapi,
dijalankan 'kepala-kepala keduniaan'
demokrasi juga melekat pada dirinya
(bergelar raja, khalifah, presiden, atau
pelbagai sifat-sifat berbahaya. Dengan
lain-lain) yang memegang kekuasaan
tegas pula Natsir mengemukakan bahwa
dalam kenegaraan kaum muslimin.
Islam adalah suatu pengertian, suatu
Sahabat-sahabat Nabi yang pernah
paham, suatu begrip sendiri, yang
memegang kekuasaan negara sesudah
mempunyai sifat-sifat sendiri pula. Islam
Rasulullah saw. seperti Abu Bakar, Umar,
tak usah demokrasi 100%, bukan pula
Usman, Ali tidaklah merangkap jadi
otokrasi 100%, Islam itu adalah Islam.
“Kepala Agama”. Mereka itu hanyalah
Berbeda dengan Soekarno yang 'kepala keduniaan' yang menjadikan
menganggap Turki demokratis pada masa pemerintahannya menurut aturan yang
pemerintahan Kemal, Natsir justru telah ditinggalkan oleh “Kepala Agama”,
berpendapat Turki masa Kemal sebagai yaitu oleh Muhammad Rasulullah SAW.
diktator. Pada masa pemerintahan Kemal,
Sementara, Natsir menilai bahwa
kata Natsir, tidak ada kemerdekaan pers,
kemerdekaan berpikir, dan kebebasan agama dan negara dapat dan harus
disatukan, sebab Islam tidak seperti
membentuk partai oposisi. Juga, Islam
agama-agama lainnya, merupakan agama
hanya ditoleransi untuk berkembang
yang serba mencakup (komprehensif).
sejauh menyangkut aspek-aspek tertentu
saja. Tidak ada kemerdekaan bagi Islam di Persoalan kenegaraan pada dasarnya
merupakan bagian dari dan diatur Islam.32
tanah Turki merdeka .31
Kesimpulan
Menolak pandangan Soekarno
bahwa caesaro-papisme identik dengan Partai politik Islam perspektif M.
pemerintahan Islam kekhalifahan Natsir memiliki landasan asas atau
Usmaniyah terakhir, Natsir dengan tegas pondasi yang kuat berupa Al-Qur’an,
menyatakan bahwa lembaga caesaro- Hadist dan Ijtihad. Sehingga tujuan
papisme bukan sistem kenegaraan Islam. politisi partai politik Islam adalah menjadi
Teori kenegaraan ini hanya terdapat di hamba Allah yang beriman, bertaqwa dan
negara yang menganut asas pemisahan berakhlak mulia.
agama dari negara. "Islam tidak kenal
kepada 'Kepala Agama' seperti Paus atau Adapun beberapa hal yang harus
Patriarch. Islam hanya mengenal satu ditanamkan dalam dasar Islam sebagai
'Kepala Agama', ialah Muhammad dasar Negara.
49
El-Afkar Vol. 5 Nomor II, Juli- Desember 2016
Ensiklopedi Islam 4, (Jakarta : Ichtiar Baru Van (Jakarta: PT Abadi, 2008), Hal 223
25Saidan, Perbandingan Pemikiran
Hoeve, 2001), hal. 21.
5Hakiem, ed, M. Natsir di Panggung Pendidikan Islam Antara hasan Al-Banna dan
Sejarah Republik…. hal. 149-150. Mohammad Natsir, (Kementrian Agama RI,
6Hakiem, ed, M. Natsir di Panggung 2011), Hal 79
Sejarah Republik, hal. 149-150.
7M. Habib Chirzin, “Pak Natsir: Peran 26 Muhammad Natsir, Agama dan
dan Pandangan Dunia Internasional,” dalam Negara Dalam Perspektif Islam , (Jakarta: Media
Lukman Hakiem, ed. 100 Tahun Mohammad Dakwah. 2001), hal 67
Natsir: Berdamai Dengan Sejarah (Jakarta: 27 Muhammad Natsir, Capita Selecta 2,
Republika, 2008), 376-377. Bandingkan dengan (Jakarta: PT Abadi, 2008), Hal 436
Thohir Luth, M. Natsir: Dakwah dan 28Saidan, Perbandingan Pemikiran
Pemikirannya, cet. ke-2 (Jakarta: Gema Insani Pendidikan Islam Antara hasan Al-Banna dan
Press, 2005), hal. 9. Mohammad Natsir, (Kementrian Agama RI,
8 Al-Qur’an dan Tafsinya, Departemen 2011), Hal 79
Agama RI, Jilid 10, 2009, hal. 56 29 Muhammad Natsir, Capita Selecta ,
Persimpangan Jalan , (Jakarta : PT Abadi, 1994), (Jakarta: PT Abadi, 2008), hal 467- 470
32 Muhammad Natsir, Capita Selecta 2,
hal. 15
11 Mohammad Natsir. Islam Sebagai (Jakarta: PT Abadi, 2008), hal 480
Dasar Negara ..., hal. 55
12 Mohammad Natsir, Agama dan
50