Anda di halaman 1dari 12

HIGEIA 6 (4) (2022)

HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH


RESEARCH AND DEVELOPMENT

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia

Implementasi Standar K3 Ketinggian Sebagai Upaya Pencegahan Kecelakaan


Kerja di Proyek X (Studi Kasus Pembangunan Gedung X Kota Semarang)

Rizky Dwi Prasetyo1*, Evi Widowati1

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
1

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Proyek gedung sangat berkaitan dengan pekerjaan di ketinggian. Pekerjaan ketinggian pada
Diterima Juli 2022 pekerjaan struktur diketahui bahwa memiliki tingkat risiko yang tinggi. Berdasarkan data Canadian
Disetujui Oktober 2022 Centre for Occupational Health and Safety tahun 2021, lebih dari 42.000 pekerja cedera setiap tahun
Dipublikasikan Oktoer karena jatuh. Sekitar 67% jatuh terjadi pada tingkat yang sama akibat terpeleset dan tersandung.
2022 33% sisanya jatuh dari ketinggian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui implementasi standar
________________ K3 di ketinggian sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja di Proyek Pembangunan Gedung X
Keywords: Kota Semarang. Jenis Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang dilaksanakan pada bulan
Work Procedures at Height, Februari 2022 sampai bulan Maret 2022. Hasil Penelitian ini diketahui bahwa dari 22 poin
K3 at Height indikator, presentase indikator yang sesuai sejumlah 9,09% (2 indikator), tidak sesuai sejumlah
____________________ 59,09% (13 indikator), dan tidak dilakukan sejumlah 31,81% (7 indikator). Simpulan dari
DOI: penelitian ini yaitu implementasi standar K3 di ketinggian sebagai upaya pencegahan kecelakaan
1 kerja di proyek pembangunan gedung X Kota Semarang belum maksimal dilihat dari penerapanya
____________________ hanya mengacu berdasarkan dari ketersediaan peralatan, tenaga kerja dan biaya yang belum
sesuai.
Abstract
___________________________________________________________________
Building projects are closely related to work at heights. Height work on structural work is known to have a high
level of risk. Based on data CCOHS in 2021, more than 42,000 workers are injured every year due to falls.
About 67% of falls occur at the same rate as slips and trips. The remaining 33% fell from a height. The purpose
of this study was to determine the implementation of K3 standards at height for effort to prevent work accidents
in the Semarang X Building Construction Project. The type of this research is descriptive qualitative which was
carried out from February to March 2022. The results of this study found that out of 22 indicator points,
percentage of indicators that matched 9.09% (2 indicators), 59.09% did’nt match (13 indicators), and 31.81%
(7 indicators) did’nt. The conclusion of this study is that the implementation of K3 standards at heights for
effort to prevent work accidents in the X building construction project Semarang City has’nt been maximized.

© 2022 Universitas Negeri Semarang

* Alamat korespondensi:
p ISSN 1475-362846
Gedung F5 FIK UNNES, Kampus Sekaran, Gunungpati
Kota Semarang, Jawa Tengah 50292 e ISSN 1475-222656
E-mail: rizkydwi72.rd@gmail.com

332
Prasetyo, R. D., Widowati, E. / Implementasi Standar K3 / HIGEIA 6 (4) (2022)

PENDAHULUAN sangat diperlukan. Kegagalan menerapkan K3


dapat menjadi penyebab utama kecelakaan di
Bekerja di ketinggian mengacu pada ketinggian (Teti, et al., 2018). Faktor lain
setiap aktivitas atau aktivitas kerja yang penyebab kecelakaan kerja jatuh dari ketinggian
dilakukan oleh karyawan di tempat kerja di ditemukan bahwa kurangnya prosedur yang
permukaan tanah atau air di mana terdapat tepat dalam pelaksanaannya sebesar 33,3%
perbedaan ketinggian dan ada risiko jatuh, yang menjadi penyebab kecelakaan kerja jatuh di
dapat melukai, membunuh, atau menyebabkan ketinggian, kurangnya pengawasan dan
kerusakan properti, kepada pekerja atau pengawasan 25,5%, serta peralatan dan platform
karyawan lain di tempat kerja (Republik kerja yang tidak tepat sebesar 19,6%. Jika
Indonesia, 2016). peralatan dan platform tidak tepat, maka dapat
Berdasarkan data Canadian Centre for mengakibatkan kecelakaan kerja. Selain itu,
Occupational Health and Safety tahun 2021, lebih kurangnya prosedur dan pedoman yang tepat
dari 42.000 pekerja cedera setiap tahun karena tentang pedoman sebagai penyebab utama
jatuh. Sekitar 67% jatuh terjadi pada tingkat kecelakaan (Wibowo, et al., 2020).
yang sama akibat terpeleset dan tersandung. Berdasarkan laporan kecelakaan kerja
33% sisanya jatuh dari ketinggian (CCOHS, pada proyek pembangunan gedung X pada
2021). Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan bulan September 2021, terdapat kasus
korban jiwa maupun kerugian materi bagi kecelakaan kerja sejumlah 3 kasus. Di antaranya
pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat salah satu kasus kecelakaan kerja terjadi pada
mengganggu proses produksi secara pekerjaan di ketinggian. Pada kecelakaan di
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada ketinggian pekerja tersebut mengalami
akhirnya akan berdampak pada masyarakat kecelakaan kerja dengan tingkat keparahan
(Putri & Assidiq, 2021) MTC (Medical Treatment Case). Kejadian itu
Masalah kecelakaan kerja sektor bermula ketika pekerja sedang melakukan
konstruksi di Indonesia yang semakin timbul. pembuatan plat lantai pada saat lembur kerja.
Pada 17 Maret 2021 terjadi kasus kecelakaan Tanpa diduga hujan turun deras dan pekerja itu
kerja pada pekerjaan ketinggian sektor menutupi trafo las dengan tripleks dan hendak
konstruksi oleh pekerja PT. Spindo tewas akibat mencopot stekker pada stopkontak. Kemudian
jatuh dari ketinggian 25 meter ketika sedang saat ditengah jalan pekerja itu terpeleset dan
mengecat proyek bangunan di Surabaya. terjatuh dari ketinggian 3,7 meter. Hal ini
Penyebabnya akibat dari kelalaian pekerja saat mengakibatkan pekerja luka akibat besi ulir
pengecetan atap yang akan memindahkan besi, yang belum dipasang untuk plat lantai dan
namun tidak mengaitkan anchorage pekerja tersebut mengalami kecelakaan kerja
(Lumbantobing, 2021). Kasus kecelakaan kerja pada punggung kakinya yang robek. Sehingga
pada pekerjaan ketinggian di Provinsi Jawa membutuhkan perawatan medis sebanyak 5
Tengah semakin timbul. Pada 22 Febuari 2021 jahitan pada punggung kakinya.
telah terjadi kecelakaan kerja jatuh dari Berdasarkan kasus kecelakaan kerja di
pekerjaan ketinggian akibatnya buruh bangunan ketinggian proyek pembangunan gedung X Kota
tewas penyebabnya tali tambang yang Semarang ditemukan data prosedur kerja di
digunakan untuk turun dari lantai 3 terputus, ketinggian namun dalam pelaksanaan dari data
kejadian itu terjadi di Kudus, Jawa Tengah safety patrol yang telah dilakukan bahwa
(Puji, 2021). ditemukan ketidaksesuaian pada lingkungan
Risiko jatuh, terpeleset, tersandung, dan kerja meliputi tidak ada tangga untuk naik, saat
material jatuh dari atas ada saat bekerja di pengecoran dengan bucket tidak menggunakan
ketinggian (benda jatuh). Oleh karena itu, full body harness, APD yang digunakan pekerja
mempelajari faktor potensi bahaya yang dapat sudah tidak layak, seperti ditemukan helm
mempengaruhi kecelakaan kerja di ketinggian pengaman yang digunakan pekerja sudah retak,

333
Prasetyo, R. D., Widowati, E. / Implementasi Standar K3 / HIGEIA 6 (4) (2022)

rompi keselamatan sudah sobek. Hal ini tidak meliputi: informan 1 team leader, dalam
sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan penentuan sampel anggota team leader memiliki
Nomor 8 Tahun 2010 tentang Alat Pelidung pemahaman mengenai pekerjaan yang
Diri Pasal 8 Ayat 1 menyatakan bahwa APD dilakukan dalam ketinggian, memiliki
yang rusak, retak atau tidak dapat berfungsi pengalaman sebagai team leader; informan 2
dengan baik harus dibuang dan/atau koordinator keselamatan dan kesehatan kerja
dimusnahkan. Selain itu, keterbatasan dalam penentuan sampel koordinator K3
ketersediaan APD menjadi salah satu penyebab memiliki pemahaman mengenai pekerjaan
pekerja menggunakan APD tidak layak. Kondisi konstruksi berkaitan pekerjaan pada ketinggian,
ini sangat bertentangan dengan Peraturan memiliki pengalaman sebagai keselamatan dan
Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8 Tahun 2010 kesehatan kerja di proyek konstruksi; informan
tentang Alat Pelindung Diri Pasal 2 Ayat 1 3 pelaksana proyek dalam penentuan sampel
menyatakan bahwa pengusaha wajib memiliki pemahaman mengenai pekerjaan
menyediakan APD bagi pekerja/buruh di konstruksi berkaitan pekerjaan pada ketinggian,
tempat kerja. Selain itu, menurut data memiliki pengalaman sebagai pelaksana proyek;
pelaksanaan safety morning yang dilakukan pada informan 4 surveyor dalam pengambilan sampel
proyek pembangunan gedung X sebanyak 1 kali memiliki pemahaman mengenai pekerjaan
pelaksanaan. Hal ini menunjukan masih surveyor pada konstruksi, memiliki pengalaman
kurangnya pengetahuan pelaksanaan pekerjaan sebagai surveyor; informan 5 mandor dalam
di ketinggian. Sehingga sangat memungkinkan penentuan sampel memiliki pemahaman
bisa terjadi kecelakaan kerja pada pekerjaan di mengenai pekerjaan mandor pada pekerjaan
ketinggian. Berdasarkan permasalahan tersebut, konstruksi, memiliki pengalaman sebagai
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mandor; 1 buruh konstruksi yang bertugas yaitu:
implementasi standar K3 di ketinggian sebagai melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan
upaya pencegahan kecelakaan kerja pada yang telah diberikan instruksi dari mandor.
Proyek Pembangunan Gedung X Kota. Kriteria untuk informan yaitu; 1) Mengetahui
dan memahami perencanaan k3 dalam
METODE pekerjaan pada ketinggian meliputi pekerjaan
balok, pekerjaan kolom, pekerjaan plat lantai,
Penelitian ini menggunakan metode plat tangga; 2) Mengetahui dan memahami
penelitian deskriptif kualitatif karena prosedur kerja yang ada di proyek terkait K3
mengetahui implementasi standar K3 pada dalam pekerjaan pada ketinggian; 3)
pekerjaan ketinggian pada proyek pembangunan Mengetahui dan memahami teknik bekerja
gedung X di Kota Semarang berdasarkan aman yang ada di proyek terkait K3 dalam
beberapa parameter dan indikator standar dari pekerjaan pada ketinggian; 4) Mengetahui dan
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 9 memahami APD, perangkat pelindung jatuh,
Tahun 2016 tentang Keselamatan dan dan angkur dalam pelaksanaan K3 dalam
Kesehatan Kerja dalam Pekerjaan pada pekerjaan di ketinggian; 5) Mengetahui dan
Ketinggian. Waktu penelitian dilakukan pada memahami tenaga kerja dalam pelaksanaan K3
tanggal 10 Februari 2022 sampai 30 Maret 2022. dalam pekerjaan di ketinggian; 6) Sehat jasmani
Tempat penelitian yang dipilih adalah Proyek dan rohani; dan 7) Mau diwawancarai.
Pembangunan Gedung X Kota Semarang Teknik pengambilan data dalam
dimana proyek tersebut dipilih karena memiliki penelitian ini menggunakan wawancara,
kasus kecelakaan kerja pada pekerjaan di observasi, dan studi dokumen. Penyajian data
ketinggian pada bulan September tahun 2021. dalam penelitian ini adalah mengetahui tingkat
Jumlah informan penelitian ini sejumlah 6 kesesuaian poin-poin dengan standar yang ada.
orang dengan rincian pemilihan informan yang Skala untuk tingkat kesesuaian terdiri dari
sesuai dengan persyaratan pengambilan sampel sesuai, tidak sesuai, dan belum diterapkan, lalu

334
Prasetyo, R. D., Widowati, E. / Implementasi Standar K3 / HIGEIA 6 (4) (2022)

dikalikan 100% dan dibagikan total poin yaitu terdiri dari perencanaan (4 indikator), prosedur
22 poin indikator. Sehingga didapatkan kerja (5 indikator), teknik bekerja aman (5
persentase tingkat kesesuaian pada setiap indikator), alat pelindung diri (APD), alat
indikatornya. Pemeriksaan keabsahan data pelindung jatuh, dan angkur (3 indikator), dan
dalam penelitian ini menggunakan teknik tenaga kerja (5 indikator). Berikut tabel hasil
triangulasi dengan sumber. Yaitu dengan cara: penelitian implementasi standar K3 di
1) cross-check data dengan fakta dari sumber ketinggian pada Proyek Pembangunan Gedung
lainnya; 2) membandingkan dan melakukan X Kota Semarang.
kontras data; dan 3) gunakan kelompok Parameter perencanaan terdapat 2 poin
informan yang sangat berbeda semaksimal indikator yang sesuai di Proyek Pembangunan
mungkin. Analisis data dalam penelitian Gedung X Kota Semarang yaitu indikator
kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan penilaian risiko dan indikator pengendalian
data berlangsung dan setelah pengumpulan data risiko. Poin indikator yang sesuai di parameter
dalam periode waktu tertentu. Pada saat perencanaan memiliki dampak positif terhadap
wawancara, analisis data sudah dilakukan seluruh pekerjaan di Proyek Pembangunan
terhadap jawaban yang diberikan oleh Gedung X Kota Semarang. Kesesuaian
informan. Apabila jawaban dari informan indikator tersebut mempermudah dalam analisis
setelah dianalisis terasa belum memuaskan, risiko terhadap bahaya setiap pekerjaan struktur
maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi yang mengacu pada pekerjaan di ketinggian.
sampai tahap tertentu, sehingga diperoleh data Berdasarkan dokumen HIRADC analisis risiko
yang dianggap kredibel. Langkah-langkah pekerjaan struktur terhadap pekerjaan
dalam melakukan analisis data dengan model ketinggian bahwa memiliki risiko tinggi. Dalam
Miles dan Huberman adalah: 1) reduksi data; 2) risiko tersebut bisa dikendalikan dengan hirarki
penyajian data; dan 3) conclusion. pengendalian meliputi eliminasi, substitusi,
rekayasa teknik, administrasi dan APD.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sehingga dalam dokumen HIRADC sebagai
acuan untuk melaksanakan implementasi yang
Berdasarkan Peraturan Menteri dibutuhkan terkait mengurangi risiko bahaya
Ketenagakerjaan Nomor 9 Tahun 2016 bahwa sesuai dengan pekerjaan ketinggian untuk
terdapat 5 parameter dan 22 indikator terhadap keselamatan para pekerja di Proyek
standar K3 pada pekerjaan ketinggian, yaitu Pembangunan Gedung X Kota Semarang.

Tabel 1.
Kesesuaian
Poin Ada
No Parameter Ada Tidak
Indikator Tidak
Sesuai Dilakukan
Sesuai
1. Perencanaan 4 2 2
2. Prosedur Kerja 5 5

3. Teknik Bekerja Aman 5 4 1

Alat Pelindung Diri, Perangkat


4. 3 2 1
Pelindung Jatuh, Angkur
5. Tenaga Kerja 5 5
22 2 13 7
Total
(100%) (9,09%) (59,09%) (31,81%)

335
Prasetyo, R. D., Widowati, E. / Implementasi Standar K3 / HIGEIA 6 (4) (2022)

Pertimbangan khusus harus dilakukan Kerugian jika pekerja dapat mengalami


dalam perencanaan K3 untuk kegiatan yang kecelakaan kerja khususnya pekerjaan di
memiliki tingkat risiko tinggi sehingga dapat ketinggian diakibatkan oleh banyak hal serta
mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Salah saling berkaitan dan dapat menyebabkan
satu metode pengendalian risiko adalah kerugian berupa kecacatan, penyakit akibat
penggunaan alat khusus yang aman dan dapat kerja (PAK) dan dapat menyebabkan kematian
mengefektifkan proses kerja di lapangan. Untuk biaya tidak langsung (Sepriani, 2022). Menurut
mencegah kecelakaan kerja, metode kerja juga penelitian tentang hubungan dan pengaruh
harus sesuai dan aman (Gerhan & Gazalba, keselamatan kerja kesehatan dan lingkungan
2019). Hirarki pengendalian merupakan salah skerja terhadap karyawan di perusahaan. Hasil
satu faktor yang sangat penting dalam operasi penelitian menunjukan terdapat pengaruh yang
penilaian risiko. Pemilihan hirarki kontrol positif dan signifikan antara variabel
menawarkan keuntungan efektivitas dan keselamatan, kesehatan kerja, dan lingkungan
efisiensi sehingga risiko berkurang dan menjadi kerja terhadap kinerja karyawan pada
risiko yang dapat diterima untuk bisnis. Dari perusahaan (Nuridin & Simbolon, 2017).
segi efektivitas, diperkirakan bahwa hirarki Sehingga diperlukanya adanya program
kontrol pertama menawarkan kinerja yang lebih kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan
unggul daripada hirarki kedua. Hirarki kontrol (K3L) diharapkan akan meminimalisir
ini berisi dua pembenaran untuk menurunkan kecelakaan kerja hingga mencapai target nihil
risiko: menurunkan kemungkinan kecelakaan kecelakaan (Bachtiar, et al., 2021).
atau paparan dan menurunkan tingkat Parameter prosedur kerja memiliki 5 poin
keparahan kecelakaan atau paparan (Nabilla, et indikator yang ada tapi tidak sesuai di Proyek
al., 2021) Pembangunan Gedung X Kota Semarang yaitu
Indikator ada tapi tidak sesuai dengan indikator teknik cara perlindungan jatuh,
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 9 indikator cara pengelolaan peralatan, indikator
Tahun 2016 di Proyek Pembangunan Gedung X teknik dan cara melakukan pengawasan
memiliki 2 poin indikator meliputi indikator pekerjaan, indikator pengawasan tempat kerja,
langkah mencegah kecelakaan dan indikator indikator kesiapsiagaan dan tanggap darurat.
langkah menghilangkan risiko kecelakaan. Ketidaksesuaian indikator tersebut akan
Ketidaksesuaian indikator tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja dan keselamatan
menimbulkan kecelakaan pada tenaga kerja apa para tenaga kerja dalam melaksanakan
lagi terkait pekerjaan struktur lebih mengarah pekerjaan di ketinggian karena kurangnya
terhadap pekerjaan ketinggian yang memiliki paham tenaga kerja akan pentingnya
risiko tinggi. keselamatan kerja, peralatan yang dibawa dan
Ditemukan pekerja sering mengeluhkan yang akan digunakan belum dilakukan riksa uji
terhadap scaffold untuk akses masuk dan keluar
seperti scaffold, pengawasan tenaga kerja kurang
masih goyang saat angin kencang maupun
tegas, dan belum mengerti prosedur ketika
banyak pekerja yang melintasi scaffold serta
terjadi bencana atau kecelakaan kerja.
pekerja belum semua mendapat peralatan
Dalam aspek konstruksi proses
keselamatan pencegah jatuh dan minimnya
pembangunan pada karakteristik keselamatan
peralatan kerja untuk mengurangi jarak jatuh
kecelakaan dilihat sejumlah besar pengangkatan
atau mengurangi konsekuensi dari jatuhnya
dan pemasanganannya unit modul peralatan
tenaga kerja. Oleh karena itu dibutuhkan
yang dipakai. Secara khusus, berbagai jenis
monitoring yang harus dilakukan oleh
kecelakaan terjadi selama kegiatan instalasi
manajemen proyek untuk mencegah potensi
karena pergerakan pekerja ketersediaan ruang
kecelakaan kerja ketinggian dan dapat
tidak cukup dipertimbangkan dan jumlah alat
menimbulkan kerugian untuk pekerja maupun
pencegah jatuh tidak memadai (Jeon, et al.,
perusahaan (Safitri & Widowati, 2017).
2021). Penyebab terbesar kecelakaan jatuh dari

336
Prasetyo, R. D., Widowati, E. / Implementasi Standar K3 / HIGEIA 6 (4) (2022)

ketinggian adalah kelalaian terhadap aturan evaluasi protokol tanggap darurat berikut,
keselamatan, kegagalan memakai APD, pelatihan simulasi kesiapan tanggap darurat,
penggunaan peralatan yang tidak tepat, dan evaluasi (Dewi & Handayani, 2019).
penggunaan peralatan yang rusak, dan posisi Menurut ILO (2017) Dalam
dan postur yang salah saat bekerja (Salleh, et al., pembentukan budaya pencegahan yang
2022). menangani semua aspek pekerjaan, termasuk
Scaffolding adalah suatu peralatan kondisi kerja, keselamatan kerja, dan masalah
bangunan (platform) yang dibuat sementara dan kesehatan, serta masalah yang berhubungan
digunakan sebagai penopang pekerja, material, dengan pekerjaan, adalah pengawasan
dan perkakas dalam setiap pekerjaan konstruksi ketenagakerjaan. Untuk mempengaruhi
bangunan gedung, termasuk pekerjaan pengetahuan, sikap, keterampilan, dan
pemeliharaan dan pembongkaran, tertaut dalam kebiasaan setiap karyawan untuk keselamatan
Permenakertrans No. PER 01/MEN/1980 mereka di area tugas tertentu, Bird dan Germain
tentang Keselamatan Kerja. dan Kesehatan (1990) mengklaim bahwa penyelia (supervisor)
dalam Konstruksi Bangunan. memainkan peran penting (Amalia, et al.,
Perusahaan dalam memasang, 2021).
menggunakan, membongkar, dan memelihara Ketika karyawan berada di bawah
scaffold dilakukan oleh pekerja yang pengawasan perusahaan saat bekerja, itu dapat
menggunakan scaffold itu sendiri tanpa terdapat meningkatkan perilaku di tempat kerja.
ahli scaffold (scaffolder) yang tersertifikasi oleh Penyebab utamanya, yaitu berkembangnya
Kementerian Ketenagakerjaan. Hal ini sangat insiden yang dapat mengganggu operasional
berisiko terjadinya kecelakaan kerja jatuh dari bisnis, akan diakibatkan oleh pelaksanaan tugas
ketinggian. Sehingga dalam memasang, pengawasan yang tidak semestinya (Suryanto &
menggunakan, membongkar, dan memelihara Widajati, 2017). Berdasarkan observasi di
scaffold hanya diawasi oleh tim HSE (Khasanah, lapangan masih terdapat kelemahan pada
2019). Hal ini tidak sesuai dengan Peraturan pengawasan, pengawasan sebagian besar hanya
Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia berupa teguran, jarang ada apresiasi dan
Nomor 9 tahun 2016 tentang Keselamatan dan pengawasan jarang dilakukan secara dekat
Kesehatan Kerja dalam Pekerjaan pada sehingga para pekerja bekerja secara unsafe action
Ketinggian pasal 31 yang berbunyi “Pengusaha dan berperilaku aman jika diawasi secara dekat
dan/atau Pengurus wajib menyediakan Tenaga saja. Peneliti juga menemukan mandor subkon
Kerja yang: (1) Kompeten; dan (2) Berwenang yang tidak tegas dalam mengawasi pekerjaan,
di bidang K3 dalam pekerjaan pada ketinggian.” terkadang mandor hanya menghitung pekerja
Dan tidak sesuai dengan pasal 32 ayat 2 yang yang masuk dihari itu lalu pergi meninggalkan
berbunyi “Tenaga kerja yang berkompeten area tempat kerja. sehingga hal ini menjadi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan celah untuk dilakukannya pelanggaran oleh
dengan sertifikat kompetensi. para pekerja (Amalia, et al., 2021).
Menurut buku yang ditulis oleh Parameter teknik bekerja aman memiliki
Direktorat Bina Kesehatan Kerja, “Rencana 4 poin indikator yang ada tapi tidak sesuai di
tanggap darurat berupa metode merupakan Proyek Pembangunan Gedung X Kota
acuan pelaksanaan tanggap darurat”. Untuk Semarang yaitu indikator bekerja pada lantai
menyusun rencana tanggap darurat, ada kerja tetap, indikator bekerja pada lantai kerja
beberapa langkah yang harus dilakukan, dimulai sementara, indikator bergerak secara vertikal
dengan pembentukan tim, penetapan tujuan dan atau horizontal menuju atau meninggalkan
ruang lingkup rencana, identifikasi potensi lantai kerja, indikator bekerja dengan akses tali.
bahaya dan karakteristik bangunan, dan Poin indikator yang ada tapi tidak sesuai
perencanaan kesiapan bangunan untuk memiliki dampak negatif terhadap seluruh
mengurangi efek potensial. asesmen rutin dan pekerjaan di Proyek Pembangunan Gedung X

337
Prasetyo, R. D., Widowati, E. / Implementasi Standar K3 / HIGEIA 6 (4) (2022)

Kota Semarang. Saat melakukan pekerjaan sosialisasi yang dilakukan supervisor kepada
pekerja hanya diberikan 12 full body harness pekerja pada awal mulai pekerja yang bekerja di
dengan single hook lanyard yang mana itu dibagi proyek, supervisor juga mengisolasikan intruksi
4 mandor untuk pekerjaan struktur. Sehingga kerja yang berlaku di perusahaan kepada
banyak pekerja di ketinggian belum memiliki mandor. Tetapi tidak ada sosialisasi ulang
alat pelindung kerja yang sesuai dengan terhadap pemberitahuan intruksi kerja, oleh
pekerjaanya. Pekerja hanya mengandalkan karena itu perlunya dilakukan sosialisasi ulang
mental dan mencari kondisi aman menurut setiap hari sebelum dilakukannya pekerjaan baik
mereka sendiri karena tuntutan pekerjaan yang dilakukan oleh supervisior atau mandor, selain
harus diselesaikan sesuai dengan arahan sosialisasi dapat juga menempelkan kertas
mandor. Namun juga ada pekerja yang sudah intruksi kerja dibeberapa area yang terlihat oleh
diberikan full body harness yang tidak digunakan pekerja (Amalia, et al., 2021).
seperti semestinya. Walaupun potensi bahaya Indikator yang tidak ada dengan
yang mengancam pekerja sangat tinggi untuk Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 9
menimbulkan bahaya pada pekerjaan di Tahun 2016 di Proyek Pembangunan Gedung X
ketinggian. memiliki 1 poin indikator meliputi indikator
Faktor manusia memegang peranan bekerja pada posisi miring. Poin indikator yang
penting terjadinya perilaku tidak aman (unsafe tidak ada memiliki dampak negatif terhadap
action) sehingga mengakibatkan kecelakaan pekerjaan di Proyek Pembangunan Gedung X
kerja sebanyak 80-85% yang disebabkan oleh Kota Semarang terhadap pemasanganan
kelalaian dan kesalahan manusia. Hasil dari bekesting plat tangga, dan marking tangga. Tidak
penelitian yang dilakukan Ratman, et al (2020) adanya indikator tersebut akan menimbulkan
mengenai Gambaran Tindakan Tidak Aman kecelakaan pada tenaga kerja apa lagi terkait
(Unsafe Action) Dan Kondisi Tidak Aman pekerjaan struktur lebih mengarah terhadap
(Unsafe Condition) Pada Pekerja Proyek Kantor pekerjaan ketinggian yang memiliki risiko
Perakilan Bank Indonesia (KPwBI) di Kota tinggi. Ditemukan pekerja pada pemasanganan
Kendari Tahun 2019, terdapat unsafe action bekesting plat tangga pernah terpeleset pada
sebesar 79,51%, dan unsafe condition sebesar bekesting yang dia buat namun saat itu hanya
55,55%. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu menimbulkan cidera ringan. Walaupun
unsafe action yang sering dilakukan oleh kecelakaannya menimbulkan cidera ringan pada
respoden adalah menggunakan alat pelindung saat itu, akan berpotensi menimbulkan
diri secara tidak benar sebanyak 97,59% dan kecelakaan yang lebih tinggi risikonya pada
unsafe condition yang paling sering pekerja yang berkaitan dengan pemasanganan
membahayakan pekerja adalah tidak bekesting plat tangga dan marking tangga.
ada/kurangnya scaffolding (perancah) dan tangga Pekerja tersebut hanya mengandalkan tangan
kerja yang aman (Ratman, et al., 2020). saja untuk menopang tubuh saat melakukan
Berdasarkan hasil observasi pemasanganan bekesting plat tangga dan
mengasumsikan bahwa jika pekerja dapat marking tangga. Oleh karena itu kedepannya
memahami, mematuhi dan mengerti terhadap menimbulkan korban lainya terutama yang
instruksi kerja yang berlaku di perusahaan maka bekerja di posisi miring.
akan bekerja sesuai prosedur, karena mereka Penilaian risiko pekerjaan pemasangan
menyadari risiko yang terlibat dalam kegagalan bekisting di Proyek Pengembangan Kampus X di
berperilaku dengan benar atau mengikuti Yogyakarta mengungkapkan tiga bahaya dalam
pedoman kerja yang ditetapkan. Untuk kategori risiko tinggi (Tinggi) pada tahapan
membatasi jumlah kecelakaan kerja, karyawan pemasangan bekisting pendakian, pengangkatan
yang patuh selalu berperilaku aman saat bekisting, dan penempatan bekisting, dan satu
melakukan tugasnya (Amalia, et al., 2021). bahaya kategori risiko sedang (Sedang) pada
Pekerja dapat mengetahui intruksi kerja dari tahap fabrikasi bekisting (Aprilia, 2017).

338
Prasetyo, R. D., Widowati, E. / Implementasi Standar K3 / HIGEIA 6 (4) (2022)

Dalam pelaksanaan bekerja pada posisi Kebutuhan untuk mengambil tindakan


miring dapat dilakukan pekerja yang telah pencegahan yang diperlukan dalam untuk
minimal mengikuti pelatihan TKBT (Tenaga mengurangi dampak dari faktor-faktor dalam
Kerja Bangunan Tinggi) tingkat 2 serta dipenuhi pembangunan proyek gedung bertingkat untuk
kebutuhan APD yang diperlukan pada menghindari kecelakaan (Manzoor, et al.,
pekerjaan di posisi miring (Republik Indonesia, 2020). Menurut Penelitian Handari & Qolbi
2016). Meskipun pemasanganan sistem diketahui berdasarkan kuesioner yang diberikan
perlindungan jatuh dan komunikasi yang efektif responden bahwa terdapat hubungan yang
dianggap sebagai yang paling solusi yang signifikan antara kelengkapan APD dan
diinginkan terhadap faktor keamanan, perhatian pengetahuan dengan kejadian kecelakaan kerja
khusus juga harus dilakukan untuk tindakan (Handari & Qolbi, 2019). Sehingga sangat
pencegahan yang paling praktis. yang meliputi berpengaruh kelengkapan APD terhadap
inspeksi keselamatan rutin, program kejadian kecelakaan di ketinggian.
keselamatan, reorganisasi pelatihan Berdasarkan PER.08/MEN/VII/2010
keselamatan, pencegahan keselamaran dan pasal 2 menjelaskan bahwa Pengusaha wajib
promosi keselamatan. Selain itu untuk menyediakan APD bagi pekerja/buruh di
meningkatkan keamanan kesadaran, upaya tempat kerja. APD sebagaimana dimaksud pada
kolaboratif dari konstruksi kunci pemangku ayat (1) harus sesuai dengan Standar Nasional
kepentingan sangat diperlukan (Yap & Lee, Indonesia (SNI) atau standar yang berlaku
2019) (Republik Indonesia, 2010). APD secara cuma-
Berdasarkan Peraturan Menteri cuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Ketenagakerjaan Nomor 9 Tahun 2016, wajib diberikan oleh pengusaha secara cuma-
cuma. Disesuaikan pemenuhan perangkat
parameter alat pelindung diri, perangkat
pelindung jatuh untuk pekerjaan di ketinggian
pelindung jatuh dan angkur memiliki 2 poin
yang berdasarkan Peraturan Menteri
indikator yang ada tapi tidak sesuai di Proyek
Ketenagakerjaan Nomor 9 Tahun 2016 tentang
Pembangunan Gedung X Kota Semarang yaitu
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam
indikator alat pelindung diri, indikator
Pekerjaan pada Ketinggian pasal 23, dapat
perangkat pelindung jatuh. Proyek ini telah
dikatakan sudah diterapkan apabila telah
menyediakan alat pelindung diri dan perangkat
memiliki dan memastikan perangkat pelindung
pelindung jatuh, namun tidak sesuai dengan
jatuh sudah memenuhi persyaratan K3.
kuantitas dengan pekerja yang ada dibagian
Perangkat pelindung jatuh terdiri dari (1)
pekerjaan struktur. Poin indikator yang ada tapi
perangkat pencegah jatuh kolektif dan perangkat
tidak sesuai memiliki dampak negatif terhadap
pencegah jatuh perorangan, (2) perangkat
seluruh pekerjaan di Proyek Pembangunan
penahan jatuh kolektif dan perangkat penahan
Gedung X Kota Semarang. Dampaknya pekerja
jatuh perorangan (Republik Indonesia, 2016).
yang belum menggunakan atau alat pelindung
diri dan perangkat pelindung jatuh dalam Perlindungan yang kuat terhadap risiko
atau bahaya di tempat kerja tertentu yang
kondisi tidak layak digunakan seperti sobek,
mungkin dihadapi pekerja diwajibkan oleh
pecah, berlubang, kendor akan berpotensi akan
peraturan APD. Alat harus memiliki bobot
menimbulkan kecelakaan bagi pekerja
seminimal mungkin dan tidak boleh terlalu
khususnya yang berkaitan dengan pekerjaan di
tidak nyaman untuk digunakan. Fleksibilitas
ketinggian pada pekerjaan struktur seperti
dalam penggunaan dan bentuk yang cukup
terpeleset, tertimpa bahan atau percikan,
menarik diperlukan. tidak membuat
tergores jatuh di ketinggian yang mana akan
pemakainya terkena risiko tambahan karena
menimbulkan kerugian untuk pekerja dan
penggunaan yang salah, bentuk yang tidak
perusahaan.
sesuai, atau bahaya. Jadilah kuat dan patuhi
norma saat ini. mobilitas dan persepsi sensorik

339
Prasetyo, R. D., Widowati, E. / Implementasi Standar K3 / HIGEIA 6 (4) (2022)

pemakainya tidak dibatasi. Untuk kemudahan Pembangunan Gedung X Kota Semarang yaitu
perawatan, suku cadang harus mudah diakses. indikator tenaga kerja bangunan tinggi tingkat
Dalam suasana kerja, kenyamanan tempat kerja 1, indikator tenaga kerja bangunan tinggi
dan kenyamanan fasilitas (kondisi APD) akan tingkat 2, indikator tenaga kerja pada ketinggian
meningkatkan prestasi kerja dari setiap tenaga tingkat 1, indikator tenaga kerja pada ketinggian
kerja. Sehingga dengan demikian, diharapkan tingkat 2, indikator tenaga kerja pada ketinggian
setiap fasilitas atau perlengkapan kerja yang tingkat 3. Poin indikator yang tidak ada
menimbulkan kenyamanan dalam memiliki dampak negatif terhadap pekerjaan di
pemakaiannya akan dapat digunakan oleh Proyek Pembangunan Gedung X Kota
pekerja secara optimal (Indragiri & Salihah, Semarang terhadap pekerjaan struktur pada
2019). pekerjaan di ketinggian. Dalam pelaksanaan
Indikator yang tidak ada dengan pekerjaan, pekerja hanya menggunakan
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 9 keterampilan berdasarkan pengalaman yang
Tahun 2016 di Proyek Pembangunan Gedung X dimiliki tanpa memiliki pengetahuan K3
memiliki 1 poin indikator meliputi indikator berdasarkan proses kerja yang dilalui. Sehingga
angkur. Poin indikator yang tidak ada memiliki akan menimbulkan bahaya bagi pekerja yang
dampak negatif terhadap pekerjaan di Proyek akan menimbulkan kematian akibat pekerjaan
Pembangunan Gedung X Kota Semarang di ketinggian. Bukan hanya itu kerugian itu
terhadap pekerjaan struktur pada pekerjaan di akan menghambat lajunya proses pekerjaan
ketinggian. Tidak adanya indikator tersebut konstruksi dan ujung ujungnya proyek tersebut
akan menimbulkan kecelakaan pada tenaga tertunda dari jadwal yang telah ditetapkan.
kerja apa lagi terkait pekerjaan struktur lebih Menurut PP No. 50 Tahun 2012
mengarah terhadap pekerjaan ketinggian yang disebutkan bahwa perlu adanya pembinaan
memiliki risiko tinggi. Dalam pelaksanaan kepada pekerja mengenai K3, hal ini
pekerja tidak ada yg menopang tubuhnya saat dikarenakan K3 tidak akan berjalan dengan
melakukan pekerjaan di ketinggian dan hanya sendirinya melainkan K3 dibentuk melalui
mengandalkan full body harness dengan single pelatihan dan pembinaan. ILO menyampaikan
hook lanyard. Sehingga potensi akan jatuh dari bahwa salah satu upaya untuk mencegah dan
ketinggian akan masih ada, jika tidak ada mengendalikan kecelakaan kerja yaitu dengan
pengaitnya lagi. memberikan pelatihan dan pendidikan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor (National Council, 2017). Program pelatihan
09 Tahun 2016 pasal 28 ayat 2 sistem penambat untuk pekerjaan di ketinggian terdapat
harus mampu menahan beban minimal 15 KN efektivitas setelah dievaluasi sesuai kebutuhan
pemasanganan angkur adalah tindakan pertama penilaian risiko pada pekerjaan tersebut (Rey
sebelum bekerja dengan akses tali. Titik Becerra, et al., 2021).
pemasanganan angkur harus disesuaikan Menurut KEP. 261/MEN/XI/2004
dengan karakter angkur yang akan digunakan menyatakan bahwa perusahaan yang
(Republik Indonesia, 2016). Dalam sistem mempekerjakan 100 (seratus) pekerja/buruh
penambat ini dapat digunakan bisa dari angkur atau lebih wajib meningkatkan kompetensi
permanen terlebih dahulu, Namun jika tidak pekerja/buruhnya melalui on the job training.
tersedia maka menggunakan angkur tidak Persentase pekerja/buruh yang mengikuti
permanen. Untuk pemasanganan angkur pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada
biasanya diperlukan minimal tenaga kerja yang ayat (1) paling sedikit 5% (lima persen) dari
memiliki sertifikasi yang telah mengikuti jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan
pelatihan TKPK (Tenaga Kerja Pada menurut sesuai tahun (Republik Indonesia,
Ketinggian) tingkat 1 (Hadi, 2018). 2004). Berkaitan dengan pekerjaan di ketinggian
Parameter tenaga kerja memiliki 5 poin dalam hal ini kompetensi yang harus dilakukan
indikator yang tidak ada di Proyek oleh perusahaan menurut Peraturan Menteri

340
Prasetyo, R. D., Widowati, E. / Implementasi Standar K3 / HIGEIA 6 (4) (2022)

Ketenagakerjaan Nomor 9 Tahun 2016 pada tenaga kerja pada ketinggian tingkat 3. Faktor
pasal 31 bahwa pengusaha dan/atau pengurus internal yang meghambat. Faktor internal yang
wajib menyediakan tenaga kerja yang kompeten menghambat dalam pelaksanaan penerapan
dan berwenang di bidang K3 dalam pekerjaan standar Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
pada ketinggian. Dijelaskan lagi menurut pasal Nomor 9 Tahun 2016 dalam pekerjaan di
35 bahwa tenaga kerja sebagaimana dimaksud ketinggian yaitu: kurangnya tenaga kerja yang
dalam pasal 31 meliputi: 1. Tenaga kerja sesuai dengan bidang pekerjaan K3, kurangnya
bangunan tinggi tingkat 1 (TKBT Tingkat 1); 2. pemeliharaan terhadap fasilitas pendukung K3
Tenaga kerja bangunan tinggi tingkat 2 (TKBT untuk pekerjaan di ketinggian dan anggaran K3
Tingkat 2); 3. Tenaga kerja pada ketinggian yang tidak sesuai Penelitian Tentang Analisis
tingkat 1 (TKPK Tingkat 1); 4. Tenaga kerja Biaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
pada ketinggian tingkat 2 (TKPK Tingkat 2); 5. pada Proyek Konstruksi. Faktor eksternal yang
Tenaga kerja pada ketinggian tingkat (TKPK menghambat dalam pelaksanaan penerapan
Tingkat 3). standar Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
Nomor 9 Tahun 2016 dalam pekerjaan di
PENUTUP ketinggian yaitu: tidak adanya pelaksanaan
pengawasan dari dinas ketenagakerjaan dalam
Dari hasil penelitian diperoleh simpulan pelaksanaanya Proyek Pembangunan Gedung X
bahwa dari total indikator penilaian yang diteliti Kota Semarang.
sebesar 22 poin indikator. Secara keseluruhan, Kelemahan pada penelitian ini adalah
terdapat 2 indikator (9,09%) yang sesuai dengan terdapat keterbatasan waktu dengan informan
parameter standar K3 di ketinggian meliputi karena proyek yang harus berjalan sesuai jadwal
indikator penilaian risiko dan indikator yang ditetapkan. Saran dari penelitian ini yaitu
pengendalian risiko. Kemudian terdapat 13 diharapkan peneliti selanjutnya diharapkan
indikator (59,09%) yang ada tapi tidak sesuai dapat menggunakan variabel lainnya dalam
dengan parameter standar K3 di ketinggian menentukan indikator K3 pada pekerjaan di
meliputi indikator langkah mencegah ketinggian.
kecelakaan, indikator langkah menghilangkan
risiko kecelakaan, indikator teknik cara DAFTAR PUSTAKA
perlindungan jatuh, indikator cara pengelolaan
peralatan, indikator teknik dan cara melakukan Amalia, S., Yusvita, F., Handayani, P., Rusdy, M.
pengawasan pekerjaan, indikator pengawasan D., & Heryana, A. (2021). FAKTOR-
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
tempat kerja, indikator kesiapsiagaan dan
DENGAN UNSAFE ACTION PADA
tanggap darurat, indikator bekerja pada lantai
PEKERJA KETINGGIAN DI PROYEK
kerja tetap, indikator bekerja pada lantai kerja PEMBANGUNAN APARTEMEN PT.
sementara, indikator bergerak secara vertikal NUSA RAYA CIPTA TBK –
atau horizontal menuju atau meninggalkan TANGERANG TAHUN 2021. Volume 18 .
lantai kerja, indikator bekerja dengan akses tali, Aprilia, R. (2017). ANALISIS RISIKO
indikator alat pelindung diri, indikator KECELAKAAN KERJA PADA
perangkat pelindung jatuh. Selain itu terdapat 7 PEKERJAAN PEMASANGAN
indikator (31,81%) yang tidak dilakukan di BEKISTING DI PROYEK KONSTRUKSI
(Studi pada Proyek Pembangunan Kampus X
Proyek Pembangunan Gedung X Kota
di Yogyakarta).
Semarang meliputi indikator bekerja pada posisi
Bachtiar, E., Mahyuddin, M., Nur, N. K., Tumpu,
miring, indikator angkur, indikator bekerja pada M., Rosyidah, M., Setiawan, A. M., . . .
tenaga kerja bangunan tinggi tingkat 1, indikator Rachim, F. (2021). Manajemen K3 Konstruksi.
tenaga kerja bangunan tinggi tingkat 2, indikator Yayasan Kita Menulis.
tenaga kerja pada ketinggian tingkat 1, indikator
tenaga kerja pada ketinggian tingkat 2, indikator

341
Prasetyo, R. D., Widowati, E. / Implementasi Standar K3 / HIGEIA 6 (4) (2022)

CCOHS. (2021). Prevention of Slips, Trips and Falls. Rayon PT.RAPP). Seminar Nasional Teknologi
Canadian: OSH Answers Fact Sheets. Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI) 13.
Retrieved from www.ccohs.ca. National Council. (2017). Accident Prevention Manual
Dewi, D. C., & Handayani, C. (2019). Analisa for Industrial Operation. National Safety
pengaruh pelatihan dan sosialisasi terhadap Council.
kualitas simulasi tanggap darurat kebakaran di Nuridin and Julius Simbolon. (2017). Pengaruh K3
PT. Petrochina International Jabung Ltd. Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja
Vol.2(28–31). Karyawan Pt. Dwi Lestari Nusantara.
Gerhan, A., & Gazalba, Z. (2019). Puji, S. (2021, 2 22). Gara-gara Tali Tambang Putus,
PERENCANAAN KESELAMATAN DAN Buruh Bangunan Tewas setelah Jatuh dari Lantai
KESEHATAN KERJA (K3) PADA 3. (kompas) Retrieved 11 11, 2021, from
PROYEK KONSTRUKSI DENGAN regional.kompas.com:
TINGKAT RISIKO TINGGI (STUDI https://regional.kompas.com/read/2021/02/
PADA PROYEK ROYAL AVILLA 22/20434611/gara-gara-tali-tambang-putus-
MALIMBU). Vol. 6( No. 1 : 45 - 55). buruh-bangunan-tewas-setelah-jatuh-dari-
Hadi, M. (2018). Tenaga Kerja pada Ketinggian Tingkat lantai
1-All Materi. Retrieved from www.scribd.com: Putri, K. W., & Assidiq, F. M. (2021). ANALISIS
https://www.scribd.com/document/4478579 FAKTOR PENGHAMBAT PENERAPAN
38/1-TKPK1-ALL-Materi-2018-pdf SISTEM MANAJEMEN K3 SERTA
Handari, S. R., & Qolbi, M. S. (2019). Faktor-Faktor LANGKAH MENCIPTAKAN SAFETY
Kejadian Kecelakaan Kerja pada Pekerja CULTURE TERHADAP PT. GUNANUSA
Ketinggian di PT. X Tahun 2019. UTAMA FABRICATORS. Seminar Sains dan
Indragiri, S., & Salihah, L. (2019). Hubungan Teknologi Kelautan.
Pengawasan Dan Kelengkapan Alat Ratman, E., Karimuna, Saptaputra, S. R., &
Pelindung Diri Dengan Tingkat Kepatuhan Kamiluddin, S. (2020). Gambaran Tindakan
Penggunaan Alat Pelindung Diri. JURNAL Tidak Aman (Unsafe Action) Dan Kondisi
KESEHATAN . Tidak Aman (Unsafe Condition) Pada Pekerja
Jeon, G., Ki, H., Le, H.-S., Par, M., & Hyun, H. Proyek Kantor Perakilan Bank Indonesia
(2021). Analysis of safety risk factors of (Kpwbi) Di Kota Kendari Tahun 2019.
modular construction to identify accident Garuda Rujukan Digital.
trends. Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri
Khasanah, F. (2019). Sistem pengendalian bahaya Ketenagakerjaan Nomor 261 Tahun 2004.
bekerja pada ketinggian sebagai upaya Jakarta.
pencegahan kecelakaan kerja di PT. Nindya Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri
Karya proyek rehabilitasi pasar Johar Ketenagakerjaan Nomor 8 Tahun 2010. Jakarta.
Semarang. Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri
Lumbantobing, B. (2021, Maret 17). JATUH dari Keternagakerjaan Nomor 9 Tahun 2016. Jakarta.
Ketinggian 25 Meter, Pengawas Ketenagakerjaan Rey Becerra, E., Barrero, L. H., Ellegast, R., &
Batam Sebut Korban Lalai. (batam tribunnews) Kluge, A. (2021). The effectiveness of virtual
Retrieved 11 11, 2021, from safety training in work at heights: A literature
batam.tribunnews.com: review.
https://batam.tribunnews.com/2021/03/17/j Salleh, M. A., Hasmori, M. F., & Samad, N. A.
atuh-dari-ketinggian-25-meter-pengawas- (2022). The Causesand Mitigation Measures
ketenagakerjaan-batam-sebut-korban-lalai of Fall From Height Accidentsin Malaysia.
Manzoor, B., Othman, I., & Manzoor, M. (2020). Sepriani, D. (2022). Hubungan Penggunaan Alat
Evaluating the critical safety factors causing Pelindung Diri Terhadap Workplace Injury
accidents in high-rise building projects. Pekerja Bagian Produksi Pt. Socfin Indonesia
Nabilla, P., Norhiza, F. L., Permata, E. G., Anwardi, Tanah Gambus. Respositori UIN Sumatera
& Hamdy, M. I. (2021). Analisis Penerapan Utara.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Suryanto & Widajati. (2017). Hubungan Karakteristik
Pekerjaan Hot Tapping Steam Pipe Line Individu Dan Pengawasan K3 Dengan Unsafe
(Studi Kasus : Departemen Asia Pasific Action Tenaga Kerja Bongkar Muat. 12(1).

342
Prasetyo, R. D., Widowati, E. / Implementasi Standar K3 / HIGEIA 6 (4) (2022)

Teti, B., Cruz, F. d., Vasconcelos, B., Lago, E., BIBLIOGRAPHY Safitri, N., & Widowati, E.
Zlatar, T., & Barkokébas, B. J. (2018). (2017). Penerapan Risk Management Pada
Working at Heights: An Investigation on Pekerjaan Di Ketinggian Berdasarkan SNI
Accidents and its Causes. Researchgate, 23( An ISO 31000: 2011. HIGEIA.
Investigation on Accidents and its Causes), Yap, J. B., & Lee, W. K. (2019). The Causesand
23. Mitigation Measures of Fall from Height
Wibowo, T., Sukaryawan, I. M., & Dwi Hatmoko, J. Accidentsin Malaysia Analysing the
U. (2020). Identifying Causal Factors of underlying factors affecting safety
Accidents Related to Working at Height; A performance in building construction.
Case Study of a Construction Company.
ICONETSI, 7(Work at height), 7.

343

Anda mungkin juga menyukai