Anda di halaman 1dari 9

PAPER KONSEP DASAR NYERI

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

KELOMPOK 1-A22.1
Ripipita Nadyah Puspa Bahri 22020122130058
Kana Khairun Nisa 22020122130065
Halimah Dzatun Ni`am 22020122130069
Muhammad Eliazar Al Fatih 22020122130073
Setyaningsih Rosita Dewi 22020122130079
Satria Nindya Wijayanti 22020122130087
Alyea Dhia Tohari 22020122130089
Anisa Kusuma Wulandari 22020122130103
Qurrota A'yun 22020122130107
Alif Maulana 22020122130110

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023
1. PENGERTIAN NYERI
Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), "nyeri
adalah fenomena kompleks yang tidak hanya mencakup reaksi fisik atau
mental, tetapi juga perasaan emosional individu. Menurut Kemenkes, 2022.
Nyeri adalah masalah kesehatan dunia diperkirakan setiap tahun 20%
populasi dunia mengalami nyeri dan setengahnya adalah nyeri kronis. Di
Amerika, nyeri merupakan alasan utama yang membuat orang datang
mencari pusat pelayanan kesehatan. Berdasarkan penelitian di Amerika
tahun 2012, terdapat sebanyak 86,6 juta orang dewasa yang mengalami
nyeri akut setiap hari dan 25,5 juta memiliki nyeri kronis. Di Indonesia
belum ada penelitian skala besar yang membahas prevalensi dan kualitas
semua jenis nyeri. Indonesia juga belum memiliki parameter praktis untuk
menilai nyeri, tingkat kenyamanan pasien, dan efek nyeri terhadap kualitas
hidup rakyat Indonesia.

2. TEORI NYERI
1) Teori Intesitas
Teori ini berawal dari filsuf Athena, Plato (sekitar 428-347 SM),
yang dalam karyanya Timaeus, mendefinisikan rasa sakit bukan sebagai
pengalaman yang unik, tetapi sebagai 'emosi' yang terjadi ketika
rangsangannya kuat dan bertahan lama.
2) Teori Dualistik Cartesian
Teori ini merupakan penjelasan paling tua mengenai manifestasi
rasa sakit pada populasi tertentu berakar pada keyakinan agama.
Sepanjang sejarah, ideologi agama memiliki pengaruh kuat terhadap
cara berpikir dan perilaku masyarakat. Hal ini berakibat pada mayoritas
orang yang percaya bahwa rasa sakit merupakan sebuah konsekuensi
dari perbuatan tidak baik atau dosa yang telah diperbuat. Penderitaan
dan rasa sakit tersebut merupakan cara individu untuk menebus dosa-
dosa tersebut. Pendekatan dualistik terhadap teori nyeri gagal
menjelaskan banyak faktor yang diketahui berkontribusi terhadap nyeri
saat ini. Selain itu, pendekatan ini juga gagal menjelaskan bagaimana
dua pasien yang memiliki cedera yang sama dapat memiliki pengalaman
nyeri yang berbeda.
3) Teori Spesifitas
Teori Spesifitas dikemukakan oleh Charles Bell (1774-1842). Teori
ini mirip dengan pendekatan dualistik Descartes terhadap nyeri dengan
cara menggambarkan berbagai jenis sensasi ke jalur yang berbeda.
Selain identifikasi jalur khusus untuk input sensorik yang berbeda, Bell
juga mendalilkan bahwa otak bukanlah objek homogen, melainkan
sebuah struktur yang kompleks dengan berbagai komponen. Para
ilmuwan dan filsuf menghabiskan satu setengah abad berikutnya untuk
mengembangkan lebih lanjut teori spesifisitas. Salah satu dari sekian
banyak kontributor teori ini adalah Johannes Muller. Pada pertengahan
tahun 1800-an, Muller menerbitkan dalam Manual of Physiology bahwa
sensasi individu merupakan hasil dari energi spesifik yang dialami pada
reseptor tertentu. Lebih jauh lagi, Muller percaya bahwa ada jumlah
reseptor yang tak terbatas di kulit, dan kelebihan reseptor ini
menjelaskan kemampuan seseorang untuk membedakan antara sensasi
yang berbeda.
Pada tahun 1894, Maximillian von Frey membuat tambahan penting
lainnya pada teori spesifitas yang berfungsi untuk memajukan konsep
tersebut. Kontribusi terhadap teori ini adalah penemuan empat modalitas
somatosensori terpisah yang ditemukan di seluruh tubuh. Sensasi ini
meliputi dingin, nyeri, panas, dan sentuhan. Konsep ini berkorelasi
dengan baik dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan terkait teori
nyeri ini, yang berfungsi untuk menegaskan adanya jalur yang berbeda
untuk sensasi yang berbeda. Meskipun teori ini dan penelitian di
sekitarnya memberikan kemajuan yang signifikan terhadap pemahaman
tentang nyeri, teori ini masih gagal menjelaskan faktor-faktor selain
yang bersifat fisik yang menghasilkan sensasi nyeri. Sama seperti
pendekatan dualistik terhadap nyeri, teori ini juga tidak dapat
menjelaskan mengapa terkadang nyeri tetap ada lama setelah
penyembuhan cedera awal. Sifat tidak lengkap dari teori spesifisitas
mengenai etiologi nyeri ini mengharuskan adanya teori tambahan dan
penelitian lanjutan.
4) Teori Pola (Pattern Theory)
Pada tahun 1929, Psikolog Amerika, John Paul Nafe (1888-1970),
mempresentasikan teori yang disebut sebagai Pattern Theory atau teori
pola. Gagasan yang terkandung dalam teori pola secara langsung
berlawanan dengan gagasan yang disarankan dalam teori Kekhususan
dalam hal sensasi. Nafe mengindikasikan bahwa tidak ada reseptor yang
terpisah untuk masing-masing dari empat modalitas sensorik.
Sebaliknya, ia berpendapat bahwa setiap sensasi menyampaikan pola
atau urutan sinyal tertentu ke otak. Otak kemudian mengambil pola ini
dan mengartikannya. Tergantung pada pola mana yang dibaca otak,
berkorelasi dengan sensasi yang dirasakan. Pada saat diperkenalkan,
teori pola mendapatkan popularitas yang signifikan di antara banyak
peneliti. Namun, melalui penelitian lebih lanjut dan penemuan reseptor
unik untuk setiap jenis sensasi, dapat dinyatakan dengan pasti, bahwa
teori ini merupakan penjelasan yang tidak akurat tentang bagaimana kita
merasakan sakit.
5) Teori Gerbang Kendali Nyeri (Gate Control Theory)
Pada tahun 1965, Patrick David Wall (1925-2001) dan Ronald
Melzack menerbitkan teori pertama yang memandang nyeri dari
perspektif pikiran-tubuh. Teori ini kemudian dikenal dengan teori
gerbang kendali nyeri. Teori Melzack dan Wall mendukung beberapa
bagian dari dua teori nyeri sebelumnya, namun juga memberikan
pengetahuan tambahan untuk meningkatkan pemahaman pengetahuan
tentang nyeri. Teori gerbang kendali nyeri menyatakan bahwa ketika
stimulus dikirim ke otak, stimulus tersebut harus berjalan terlebih
dahulu ke tiga lokasi di sumsum tulang belakang. Ini termasuk sel-sel
di dalam substansia gelatinosa di tanduk punggung, serat di kolom
punggung, dan sel-sel transmisi yang terletak di tanduk punggung juga.
Substansia gelatinosa tanduk punggung sumsum tulang belakang
berfungsi berfungsi mengatur sinyal yang melewatinya, bertindak
serupa dengan "pintu gerbang" yang mengirimkan informasi ke otak.
Pengalaman nyeri yang dialami seseorang merupakan hasil interaksi
kompleks antara ketiga komponen sumsum tulang belakang tersebut.
Sederhananya, ketika “gerbang” tersebut tertutup, otak tidak menerima
informasi dari pinggiran ke sumsum tulang belakang. Namun, ketika
sinyal ke sumsum tulang belakang mencapai tingkat intensitas tertentu,
“pintu” tersebut akan terbuka. Saat pintu dibuka, sinyal dapat berjalan
ke otak tempat sinyal tersebut diproses dan orang tersebut mulai
merasakan sakit. Informasi yang disebutkan di atas menjelaskan
komponen fisik dari nyeri, namun seperti disebutkan sebelumnya, teori
kontrol gerbang adalah salah satu teori pertama yang mengakui bahwa
faktor psikologis juga berkontribusi terhadap penyebab nyeri.
Dalam penelitian awal mereka, Dalam penelitian awal mereka,
Melzack dan Wall menyarankan bahwa selain kontrol yang diberikan
oleh substantia gelatinosa, ada mekanisme kontrol tambahan yang
terletak di daerah kortikal otak. Baru-baru ini, para peneliti mendalilkan
bahwa pusat kendali kortikal bertanggung jawab atas dampak faktor
kognitif dan emosional terhadap nyeri yang dialami. Penelitian terkini
juga menunjukkan bahwa kondisi mental negatif juga berfungsi
memperkuat kekuatan sinyal yang dikirim ke otak. Misalnya, orang
yang mengalami depresi memiliki "pintu" yang lebih sering terbuka,
sehingga lebih banyak sinyal yang masuk, sehingga meningkatkan
kemungkinan seseorang mengalami rasa sakit akibat rangsangan yang
normal. Selain itu, beberapa laporan menunjukkan bahwa pilihan gaya
hidup tidak sehat tertentu juga menyebabkan "pintu terbuka", yang pada
gilirannya menyebabkan rasa sakit yang tidak sebanding dengan
stimulusnya. Teori kontrol gerbang telah terbukti menjadi salah satu
kontribusi terpenting dalam studi nyeri sepanjang sejarah.
3. TANDA DAN GEJALA NYERI
Menurut Julie (2010) gejala nyeri dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Nyeri dapat bervariasi dalam intensitas, durasi, dan lokasi, tergantung
pada penyebab yang mendasarinya.
Intensitas: Intensitas nyeri beragam, mulai dari ringan hingga berat
Lokasi: Nyeri bisa pada satu area, atau dapat menyebar ke area yang
lebih luas
Durasi: Nyeri dapat berlangsung pada waktu yang singkat atau
berlangsung dalam waktu yang lebih lama
b. Sensasi Nyeri
Gejala nyeri yang umum termasuk munculnya sensasi nyeri seperti
tajam, berdenyut, atau terbakar.
c. Nyeri juga bisa disertai gejala lain seperti pembengkakan, kemerahan,
kekakuan, atau rentang gerak terbatas.
d. Respon Emosional
Nyeri juga dapat disertai respon emosional seperti marah atau cemas.
Respon ini muncul dapat dipengaruhi oleh persepsi individu, keadaan
emosi, atau pengalaman rasa sakit sebelumnya.

4. PROSES DAN MEKANISME NYERI


Ada empat proses yang terlibat dalam mekanisme nyeri, yaitu:
a. Transduksi
Transduksi adalah proses dari stimulus nyeri yang diubah menjadi
bentuk yang bisa diakses oleh otak. Dalam proses ini, stimulus
berbahaya memicu pelepasan mediator kimia sebagai berikut:
1) Bradikinin, yaitu vasodilator kuat untuk meningkatkan
permeabilitas kapiler dan mengalami konstriksi otot polos.
Bradikinin memiliki peran penting saat sebelum nyeri mengirimkan
sinyal ke otak. Bradikinin memacu pengeluaran histamin dan
kombinasi dengan respon inflamasi, seperti kemerahan,
pembengkakan, dan nyeri.
2) Prostaglandin, yaitu hormon yang seperti substansi tambahan untuk
mengirim stimulus ke CNS (Central Nervous System atau sistem
saraf pusat)
3) Substansi P atau zat P, yaitu reseptor sensitif pada saraf untuk
merasakan nyeri.
b. Transmisi
Impuls nyeri berjalan dari serabut saraf tepi ke medulla spinalis. Zat P
bertindak sebagai neurotransmitter, yang meningkatkan pergerakan
impuls menyebrangi setiap sinaps saraf dari neuron aferen primer ke
neuron ordo kedua di kornu dorsalis medulla spinalis. Transmisi dari
medulla spinalis dan asendens, melalui traktus spinotalamikus, ke
batang otak dan talamus. Lalu melibatkan transmisi sinyal antara
talamus ke korteks sensorik somatik tempat terjadinya persepsi nyeri.
c. Persepsi
Persepsi adalah titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Pada persepsi
akan terjadi proses sensori bahwa akan datang persepsi nyeri, yaitu :
1. Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medulla spinalis ke talamus
dan otak tengah.
2. Dari talamus, serabut akan mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai
area otak (korteks sensori dan korteks asosiasi [dikedua lobus
parietalis], lobus frontalis, dan sistem limbik.]
3. Diterjemahkan dan ditindak lanjut berupa tanggapan terhadap nyeri
tersebut.
d. Modulasi
Modulasi adalah proses sensasi dari nyeri yang dihambat atau
dimodifikasi. Sensasi nyeri dapat diatur atau dimodifikasi oleh substansi
bernama neuromodulator. Neuromodulator adalah suatu campuran dari
opioid endogen, yang memiliki aktivitas analgesik dan mengubah
persepsi nyeri.
Endhorpin dan enkephalin merupakan neuromodulator opioid.
Endhorpin merupakan penghambat kimia nyeri terkuat yang
memiliki efek analgesik lama dan memproduksi euphoria.
Sedangkan enkephalin berfungsi mengurangi sensasi nyeri oleh
penghambat yang dilepaskan dari substansi P dari neuron afferent
terminal
DAFTAR PUSTAKA
Julie, Swann. (2010). Explaining the symptoms of pain. British Journal of
Healthcare Assistants, doi: https://doi.org/10.12968/bjha.2010.4.9.78262
Trachsel, L. A. (2023, April 17). Pain theory. StatPearls - NCBI Bookshelf.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545194/

Anda mungkin juga menyukai