Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
FAKULTAS HUKUM
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendaftaran tanah merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah untuk memberikan
kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah. Kegiatan
pendaftaran tanah terdiri dari pendaftaran tanah pertama kali dan pemeliharaan data. Kegiatan
pendaftaran tanah pertama kali dapat dilakukan secara sporadis maupun sistematis. Pendaftaran
tanah pertama kali melalui sporadis berarti pendaftaran tanah tersebut dilakukan oleh sekelompok
orang yang akan mendaftarkan tanah yang masih berstatus hak lama. Pendaftaran tanah pertama
kali melalui sistematis merupakan pendaftaran tanah pertama kali yang dilaksanakan oleh
Pemerintah terhadap satu kelurahan yang masih belum bersertifikat tanah.
Kegiatan pendaftaran tanah pertama kali yaitu Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA)
yang dilaksanakan sejak tahun 1981 berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189
Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria. Tujuan PRONA yaitu upaya dalam
melaksanakan Garis-garis Besar Haluan Negara dan Catur Tertib di bidang pertanahan, khususnya
dalam pemberian sertifikat kepada masyarakat yang belum memilikinya. Kelemahan dari PRONA
yaitu sejak 1981 hingga 2016 ternyata hanya berhasil menyertifikatkan tanah sebanyak 44% saja,
sehingga masih kurang 56% di seluruh Indonesia.1 Upaya percepatan pendaftaran tanah melalui
PRONA tidak mencapai target sehingga digagas pada tahun 2015, program pemerintah yang juga
melaksanakan pendaftaran tanah pertama kali yaitu Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
(PTSL).1
PTSL merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara
serentak bagi semua obyek pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia dalam satu
wilayah desa/kelurahan, atau nama lainnya yang setingkat dengan itu, yang meliputi pengumpulan
1
Ihsanuddin. “Jokowi: Prona Sudah 35 Tahun, baru 44 Persen Tanah Warga Bersertifikat”,
https://nasional.kompas.com/
read/2016/10/16/12474581/jokowi.prona.sudah.35.tahun.baru.44.persen.tanah.warga.bersertifikat, diakses 17
maret 2019.
dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek
pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya.2
Latar belakang pelaksanaan program PTSL yaitu Pemerintah masih menemukan tanah di
Indonesia yang belum bersertifikat atau tidak memiliki sertifikat. Sertifikat tanah merupakan alat
bukti yang kuat terhadap penguasaan tanah oleh masyarakat. Pemerintah tidak membebankan
biaya kepada masyarakat untuk proses pendaftaran tanah, melainkan hanya membebankan biaya
administrasinya saja, seperti penyediaan surat tanah untuk tanah yang belum memiliki surat tanah,
pembuatan dan pemasangan tanda batas, pajak peralihan, serta biaya materai, fotokopi bukti
kepemilikan tanah seperti letter C, ataupun biaya saksi.
Dalam Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian
serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-
bidang tanah, dan satuan-satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti hak dan
kepemilikan atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Guna memberikan suatu kepastian hukum kepada setiap pemilik hak atas tanah tersebut,
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, telah ditegaskan
bahwa sertifikat merupakan alat bukti yang kuat. Dimana orang tidak dapat menuntut tanah yang
bersertifikat resmi dengan atas nama orang atau badan hukum.
Berdasarkan pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 12 Tahun 2017 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap bahwa Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap yang selanjutnya disingkat PTSL adalah
kegiatan Pendaftaran Tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua obyek
Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia dalam satu wilayah desa/kelurahan atau
nama lainnya yang disingkat dengan itu, yang meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran
2
Lihat Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2018 Nomor 501),
data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek Pendafataran Tanah untuk keperluan
pendaftarannya.
Untuk meningkatkan pelayanan bidang petanahan, Badan Pertanahan Nasional dari pusat
sampai daerah mengeluarkan berbagai kebijakan dibidang pertanahan untuk kepetingan golongan
masyarakat, begitu juga untuk masyarakat golongan ekonomi kelas bawah atau lemah dangan
memperhatikan aspek keberpihakan kepada masyarakat.
Maka pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang menunjukan suatu upaya melalui
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam program pensertifikatan tanah masal yang dilakukan
oleh pemerintah dimana program ini merupakan program nasional dengan biaya ringan untuk
masyarakat,yang masih sulit dan jarang dilakukan. Dengan berbagai pertimbangan yang sering
kali tidak diungkapkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Pangandaran. Semantara itu untuk
setiap permohonan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diajukan secara individual seringkali
tersangkut pada biaya dan persyaratan yang tidak mudah dipenuhi oleh setiap pemohon.
Berdasarkan pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 12 Tahun 2017 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap, yaitu tujuan Progran Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap adalah untuk percepatan
pemberian kepastian hukum dan perlindungan hukum atas hak atas tanah masyarakat secara pasti,
sederhana, cepat lancar, aman, adil, merata, dan terbuka serta akuntabel, sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dan ekonomi negara, serta mengurangi
dan mencegah sengketa dan konflik peratanahan.
B. Rumusan Masalah
Apakah kendala yang ada dalam Pendaftaran Tanah melalui Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap di Kota Batu?
C. Metode Penelitian
Kajian ini menggunakan penelitian yuridis empiris dengan pendekatan yuridis sosiologis.
Pendekatan yuridis dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Peraturan Menteri Agraria
dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap, kemudian secara sosiologis dengan melihat pelaksanaan peraturan
tersebut di masyarakat Kota Batu yang termasuk sebagai peserta dari proses pendaftaran tanah
melalui PTSL yang diselenggarakan oleh Kantor Pertanahan Kota Batu.3
3
Isdiyana Kusuma Ayu,”Problematika Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Melalui Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap di Kota Batu” , Vol. 27, No. 1, Maret 2019-Agustus 2019, hlm. 27-40
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah merupakan bagian dari bumi yang disebut permukaan bumi. Tanah adalah salah
satu objek yang diatur oleh Hukum Agraria. Tanah yang diatur oleh Hukum Agraria itu bukanlah
tanah dalam berbagai aspeknya, akan tetapi tanah dari aspek yuridisnya yaitu yang berkaitan
langsung dengan hak atas tanah yang merupakan bagian dari permukaan bumi. Permukaan bumi
yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada untuk dimiliki oleh orang- orang baik sendiri
maupun bersama- sama dengan orang-orang lain serta badan hukum. Tanah dalam pengertian
yuridis adalah permukaan bumi, sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu
permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Oleh sebab
itu, pengelolaan tanah dalam arti pengaturan penguasaan tanah, penatagunaan tanah, pengurusan
hak-hak tanah, serta pengukuran dan pendaftaran tanah perlu ditata dan diatur demikian rupa
sehingga tanah dapat digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat seperti yang
diamanatkan oleh Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) yaitu “Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.4
Menurut A.P. Perlindungan, pendaftaran tanah adalah berasal dari kata Cadastre (Bahasa
Belanda Kadaster) suatu istilah teknik untuk suatu record (rekaman) menunjukkan kepada luas,
nilai dan kepemilikan (atau lain-lain atas hak) terhadap suatu bidang tanah. Kata ini berasal dari
bahasa latin “Capistratum” yang berarti suatu register atau capita ataau unit yang diperbuat untuk
4
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Prenada Media Group, jakarta, 2012, hlm. 10
pajak tanah Romawi (Capotatio Terrens). Dalam arti yang tegas, Cadastre adalah record pada
lahan-lahan, nilai dari pada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan.
Dengan demikian, Cadastre merupakan alat yang tepat yang memberikan uraian dan identifikasi
dari tersebut dan juga sebagai Continuous recording (rekaman yang berkesinambungan) dari hak
atas tanah Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara
terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan,
dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar,
mengenai bidang- bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk pemberian tanda bukti haknya
bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya, dan hak milik atas satuan rumah susun serta
hak-hak tertentu yang membebaninya.5
5
A.P.Parlindungan (selanjutnya disebut A.P.Parlindungan I), Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju,
Bandung, 1999, hlm. 18-19
6
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun1997 Tentang Pendaftaran Tanah
lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran
tanah harus bisa terjangkau oleh pihak yang memerlukan.
4. Asas Mutakhir
Asas ini dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan
kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus
menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu diikuti kewajiban mendaftar dan
pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari. Asas ini menuntut
dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus-menerus dan
berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu
sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.
5. Asas Terbuka
Asas ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui atau memperoleh
keterangan mengenai data fisik dan data yuridis yang benar setiap saat di Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota.
7
Pasal 1 ayat 2,Peraturan Menteri Agraria Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
6. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap
C. Tujuan PTSL
Adapun tujuan PTSL ini adalah untuk percepatan pemberian kepastian hukum hak
atas tanah rakyat secara pasti, sederhana, cepat, lancar, aman, adil, dan merata dan
terbuka secara akuntabel. Kemudian agar terdapat keseragaman dalam pencatatan,
pertanggungjawaban dan pelaporan atas pelaksanaan kegiatan PTSL.8
8
Juknis Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) 2019
BAB III
PEMBAHASAN
Permasalahan yang timbul dari pelaksanaan PTSL dapat berupa batas tanah, obyek
sedang dijaminkan di bank, dan obyek sudah bersertifikat namun didaftarkan kembali. Ketika
dalam proses pelaksanaan PTSL di Kota Batu timbul suatu permasalahan maka bidang tersebut
akan ditunda hingga masalah tersebut terselesaikan. Dalam hal ini peran desa sangat diperlukan
karena pihak desa yang menyaring obyek-obyek yang bermasalah ataupun tidak. Berikut
merupakan problematika dan upaya penyelesaiannya yang ditemukan dalam pelaksanaan PTSL
di Kota Batu:
9
Pasal 22 ayat (4) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nomor 6 Tahun 2018
tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.
(PPh dan BPHTB terutang) dalam pelaksanaan PTSL sehingga tidak ada pihak-pihak
yang dirugikan dikemudian hari.
Pada dasarnya pembiayaan terkait pelaksanaan PTSL telah diatur dalam Surat
Keputusan Bersama Menteri ATR/Ka. BPN, Mendagri, dan Menteri Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 25/SKB/V/2017, Nomor 590-31671A Tahun
2017, Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah
Sistematis. Pembiayaan yang diatur dalam surat tersebut yaitu utnuk kegiatan penyiapan
dokumen, pengadaan patok dan mateari, dan kegiatan operasional petugas
kelurahan/desa. Sedangkan biaya BPHTB dan PPh tidak dijelaskan dalam surat tersebut.
Pajak peralihan memang cukup memberatkan masyarakat ketika ada peralihan
hak atas tanah. Sehingga, khusus pelaksanaan PTSL sebaiknya terdapat pengecualian
terkait pembayaran BPHTB dan PPh terkhusus untuk masyarakat yang kurang mampu.
Pemerintah dapat memberikan pengurangan dan/atau keringanan terkait penarikan pajak
tersebut bahkan dapat memberikan presentase nol persen terhadap perhitungan pajak. Hal
ini dapat dilakukan dengan merevisi SKB 3 Menteri tersebut dengan memberikan pasal
khusus terkait perpajakan
A. KESIMPULAN
Pelaksanaan PTSL di Kota Batu ditemukan masalah yaitu obyek tanah dalam penjaminan
di perbankan, jangka waktu pengumuman data fisik dan yuridis yang ternyata
bertentangan dengan PP 24 Tahun 1997, Surat Pernyataan Kepemilikan dengan Itikad
Baik sebagai pengganti akta peralihan yang merupakan akta dibawah tangan, penundaan
pembayaran Pajak Peralihan Hak Atas Tanah, sumber daya manusia yang kurang
khususnya petugas ukur yang menyebabkan lambatnya proses PTSL, masih terdpat tanah
Absentee dan tanah terlantar di Kota Batu yang mengakibatkan pengukuran bidang tanah
tidak dapat berjalan dengan lancar karena pemilik tanah tidak berada ditempat untuk
menunjukkan batas dan memberikan persetujuan batas tanah.
B. SARAN
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Prenada Media Group, jakarta, 2012
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap