Anda di halaman 1dari 70

1

Praktik Keagamaan Baru Da’i Influencer dan


Konten Kreator dalam Dakwah Digital

MAKALAH UJIAN KOMPREHENSIF


Disusun untuk Acuan Ujian Komprehensif

Oleh:
BAKHITA AIDA
NIM: 2100029042
Konsentrasi : Ilmu Dakwah

PROGRAM DOKTOR STUDI ISLAM


PASCASARJANA
UIN WALISONGO SEMARANG
2024

i
PERNYATAAN KEASLIAN MAKALAH KOMPREHENSIF

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama lengkap : Bakhita Aida
NIM : 2100029042
Judul Penelitian: Pratik Keagamaan Baru Da’i Influencer dan
Konten Kreator Dalam Dakwah Digital
Program Studi : Studi Islam
Konsentrasi : Ilmu Dakwah
menyatakan bahwa makalah komprehensif yang berjudul:
Pratik Keagamaan Baru Da’i Influencer dan Konten Kreator
Dalam Dakwah Digital
Secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya sendiri, kecuali bagian
tertentu yang dirujuk sumbernya.

Semarang, Februari 2024


Pembuat Pernyataan,

Bakhita Aida
NIM. 2100029042

ii
NOTA DINAS Semarang, Februari 2024

Kepada
Yth. Direktur Pascasarjana
UIN Walisongo Semarang
di Semarang
Assalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarakatuh.
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan,
arahan dan koreksi terhadap makalah Komprehensif yang ditulis oleh:
Nama : Bakhita Aida
NIM : 2100029042
Konsentrasi : Ilmu Dakwah
Program Studi : Studi Islam
Judul : Pratik Keagamaan Baru Da’i Influencer dan
Konten Kreator Dalam Dakwah Digital
Kami memandang bahwa Makalah Komprehensif tersebut sudah dapat
diajukan kepada Pascasarjaba UIN Walisongo untuk diajukan dalam
Ujian Makalah Komprehensif.
Wassalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarakatuh.
Promotor Ko-Promotor

Prof. Dr. H. Ilyas Supena, M.Ag Dr. H. Muhammad Sulthon, M.Ag


NIP. 197204102001121003 NIP. 196208271992031001

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................i


PERNYATAAN KEASLIAN MAKALAH KOMPREHENSIF ........ii
NOTA DINAS ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iv
A. Pendahuluan .............................................................................. 1
B. Kajian dan Telaah Pustaka ...................................................... 6
C. Metode ...................................................................................... 10
D. Pengertian Da’i, Konten kreator dan Da’i influencer ........ .11
E. Bentuk Praktik Kegamaan Da’i Influencer ......................... 25
F. Kesimpulan .............................................................................. 48

iv
Abstrak
Paparan media digital mengubah preferensi pemahaman agama
dan juga berubahnya praktik keagamaan. Praktik keagamaan baru
dipengaruhi oleh hadirnya da’i influncer dan dakwah konten kreator serta
situs keislaman. Berubahnya praktik kegamaan dari lama ke baru,
ditambah hadirnya da’i baru di media digital yang dikhawatirkan tidak
memenuhi standar kualifikasi dan menyebabkan media digital memiliki
potensi menjadi sumber utama untuk mengakses pengetahuan agama dan
menghilangkan otoritas tradisional. Selain itu, meningkatnya antusiasme
praktik keagamaan online, menentang pendapat Max Weber, Emile
Durkheim, dan George Shimmel bahwa ketika kehidupan semakin
modern dan rasional, agama sebagai hal yang irasional akan
terkesampingkan dari kehidupan modern. Namun, fakta yang terjadi,
agama tetap berkembang dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat
modern. Sehingga timbul permasalahan, bagaimana bentuk praktik
keagamaan baru di media digital dengan menggunakan perpektif agama
digital. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan praktik
keagamaan baru di media digital. Sedangkan metode penelitian yang
digunakan adalah etnografi digital dan kepustakaan. Hasil penelitian ini,
bahwa terjadi bentuk praktik keagamaan baru seperti pengajian yang
dikemas dengan budaya popular dan terintegrasi dengan media digital
seperti yang dilakukan komunitas Santrendelik dan akun dakwah lainnya.
Munculnya praktik keagamaan baru, ternyata mampu melahirkan tren dan
wacana baru. Seperti wacana tobat dan hijrah. Wacana ini juga yang
mempengaruhi berubahnya budaya praktik keagamaan menjadi lebih
eksklusif dan mendefinisikan ulang identitas muslim baru di era digital.

Kata Kunci: Praktik Keagamaan baru, Agama Digital, Wacana


Baru, Da’i Influencer

v
Abstract
Exposure to digital media changes preferences and practices of
religious understanding. New religious practices are influenced by the
presence of da'i influencers, da'wah content creators, and Islamic
websites. The shift of religious practices from old to new and the presence
of new da'i in digital media is feared to fail to meet the qualification
standards of Islamic teachings. This phenomenon will have the effect of
increasing the potential of digital media to be the main source of religious
knowledge and to the exclusion of traditional authorities. In contrast, the
growing enthusiasm for online religious practice challenges the view of
Max Weber, Emile Durkheim, and George Shimmel that as life becomes
more modern and rational, religion as irrational will be pushed out of
modern life. However, the facts show that religion continues to evolve
and be applied to modern people. It raises a question on how the form of
new religious practices in digital media according to digital religious
perspective. The purpose of this research is to describe new religious
practices in digital media. The research methods used are digital
ethnography and literature review. The results of this study show that
there are new forms of religious practices, such as religious learning
forums, that are integrated into popular culture and digital media, such as
those performed by the Santrendelik community and other da'wah
accounts. The emergence of new religious practices can generate new
trends and discourses, such as repentance and hijrah. This discourse also
influences the change in the culture of religious practices to be more
exclusive and redefines the new Muslim identity in the digital age.

Keywords: New Religious Practices, Digital Religion, New


Discourses, Da’i Influencer.

vi
‫امللخص‬

‫أيضا التصرفات الدينية‪ .‬وتتأثر‬


‫إن العرض للوسائط الرقمية يغري تفضيالت الفهم الديين ويغري ً‬
‫التصرفات الدينية اجلديدة بوجود الدعاة املؤثرين ودعوة صانعي احملتوى واملواقع اإلسالمية‪ .‬إن‬
‫تغيري التصرفات الدينية من القدمية إىل اجلديدة‪ ،‬ابإلضافة إىل نشأة دعاة جدد يف وسائل‬
‫اإلعالم الرقمية الذين خيشون عدم استيعبهم ملعايري الداعي‪ ،‬أدى إىل أن يكون لدى وسائل‬
‫اإلعالم الرقمية القدرة على أن تصبح املصدر الرئيسي للوصول إىل املعرفة الدينية واحملو على‬
‫السلطة التقليدية‪ .‬ابإلضافة إىل ذلك‪ ،‬فإن احلماس املتزايد للتصرفات الدينية عرب اإلنرتنت‬
‫يتحدى أراء ماكس ويرب‪ ،‬وإميل دوركهامي‪ ،‬وجورج شيميل أبنه عندما تصبح احلياة أكثر حداثة‬
‫وعقالنية‪ ،‬سيتم استبعاد الدين ابعتباره شيئًا غري عقالين من احلياة احلديثة‪ .‬ومع ذلك‪ ،‬فاحلقيقة‬
‫ما زال الدين يتطور ويطبقه يف حياة اجملتمع احلديث‪ .‬ومن هنا نشأت مشكلة يف أشكال‬
‫تصرفات دينية جديدة يف الوسائط الرقمية ابستخدام منظور الدين الرقمي‪ .‬اهلدف من هذا‬
‫البحث هو وصف التصرفات الدينية اجلديدة يف وسائل اإلعالم الرقمية‪ .‬ويف الوقت نفسه‪،‬‬
‫أسلوب البحث املستخدمة هي اإلثنوغرافيا الرقمية واملكتبية‪ .‬تظهر نتائج هذا البحث أن هناك‬
‫أشكاًل جديدة من التصرفات الدينية‪ ،‬مثل التعليم الديين ابلثقافة الشعبية واملدجمة مع الوسائط‬
‫ً‬
‫الرقمية‪ ،‬كما يفعل جمتمع سانرتينديليك وحساابت التعليم األخرى‪ .‬إن ظهور تصرفات دينية‬
‫جديدة قادر على وًلدة اجتاهات وخطاابت جديدة‪ .‬كاخلطاب عن التوبة واهلجرة‪ .‬ويؤثر هذا‬
‫أيضا على تغيري ثقافة التصرفات الدينية لتصبح أكثر حصرية وحتصل على إعادة‬
‫اخلطاب ً‬
‫التعريف على هواية املسلم اجلديد يف العصر الرقمي‪.‬‬
‫الكلمات املفتاحية ‪ :‬التصرفات الدينية اجلديدة‪ ،‬الدين الرقمي‪ ،‬اخلطاب اجلديد‪ ،‬الداعي‪ ،‬املؤثر‬

‫‪vii‬‬
A. Pendahuluan

Hadirnya dakwah di media digital dan munculnya da’i influencer


telah mengubah praktik keagamaan. Paparan media digital secara
langsung berhasil mengubah konservatisme agama khalayak Muslim
menjadi lebih moderat, sementara yang lain bersifat simultan dan tidak
langsung. Dengan kata lain, pengaruh pembiasaan dalam memanfaatkan
media digital terbukti secara langsung mengubah preferensi pemahaman
agama dan juga berubahnya praktik keagamaan.1 Media digital
memungkinkan masyarakat untuk menegosiasikan platform keagamaan
dan merekonstruksi identitas mereka. Da’i influencer secara kreatif
memadukan partisipasi komersial, dan keagamaan melalui saluran
Youtube atau Instagram mereka sendiri.2

Praktik keagamaan baru dipengaruhi oleh hadirnya da’i


infleuncer dan dakwah konten kreator dalam dakwah digital. Pada masa
pandemi, tahun 2020, jumlah influencer dan konten kreator di Indonesia
mengalami peningkatan. Konten kreator yang terverifikasi di perusahaan
media sosial sekitar 2.552 hingga 7.730 akun per bulan. Mayoritas konten
kreator merupakan generasi milenial dan generasi Z. 3 Dalam prespektif

1
M Mudhofi et al., “Public Opinion Analysis for Moderate Religious:
Social Media Data Mining Approach,” Jurnal Ilmu Dakwah 43, no. 1 (2023):
1–27.
2
Saifuddin Zuhri Qudsy, Achmad Fawaid, and Althaf Husein Muzakky,
“Ahlus Sunnah Views of COVID-19 in Social Media: The Islamic Preaching by
Gus Baha and Abdus Somad,” Al-Albab 10, no. 1 (2021): 115–34.
3
Tesalonica, “Jumlah Influencer Indonesia Meningkat Di Tengah
Pandemi,” Tek.id, 2020, https://www.tek.id/culture/jumlah-influencer-
indonesia-meningkat-di-tengah-pandemi-b1ZVp9jeZ.

1
pemasaran, influencer sendiri melakukan monetisasi terhadap ulasan dan
dukungan pada suatu produk yang dikomunikasikan melalui media sosial.
Di luar prespektif pemasaran, konten krator digunakan untuk menekankan
fakta bahwa pengguna media sosial menggunakan media sosial sebagai
sumber penghasilan. 4 Para da’i influencer juga melibatkan diri mereka
kedalam praktik kewirausahaan yang dikenal sebagai bisnis dakwah. Para
da’i influnecer membingkai kegiatan komersial tersebut sebagai hal yang
bermanfaat bagi pengikutnya karena memperkenalkan langkah yang
diperlukan untuk menjadi muslim yang baik.5 Komersialisasi dakwah
juga terlihat pada salah satu da’i seperti Oki Setiana Dewi yang memiliki
follower Instagram sebanyak 21 Juta. Oki sendiri dinobatkan sebagai da’i
influencer ter-inovatif tahun 2023 oleh Ikatan Da’i Indonesia. 6

Praktik keagamaan baru ditandai dengan maraknya sbanyaknya


sumber informasi online keislaman. Pada platform youtube, atau konten
islam pada channel @Islampopuler berada posisi top 100 dengan 10 Juta

4
Catalina Goanta and Giovanni De Gregorio, “Content
Creator/Influencer,” in Glossary of PLATFORM, ed. Luca Belli, Nicolo Zingales,
and Yasmin Curzi (Rio de Janeiro: FGV Direito Rio, 2021), 69.
5
Eva F. Nisa, “Social Media and the Birth of an Islamic Social
Movement: ODOJ (One Day One Juz) in Contemporary Indonesia,”, no. 134
(January 2, 2018): 24–43, https://doi.org/10.1080/13639811.2017.1416758;
Annisa R. Beta, “Commerce, Piety and Politics: Indonesian Young Muslim
Women’s Groups as Religious Influencers,” New Media and Society 21, no. 10
(2019): 2140–59.
6
Revi C Rantung, “Oki Setiana Dewi Bahagia Raih Penghargaan
Sebagai Dai Influencer Dan Inovatif,” Kompas.com, 2023,
https://www.kompas.com/hype/read/2023/01/24/214021566/oki-setiana-dewi-
bahagia-raih-penghargaan-sebagai-dai-influencer-dan.

2
Subscribers dan Seratus Juta Viewers.7 Channel Youtube Ustadz Abdul
Somad (UAS) mendapatkan 3,48 Juta dengan viewrs 500.000 hingga 1
Juta. Channel Adi Hidayat dengan 3,72 Juta subscriber. Bahkan kyai
tradisional seperti Anwar Zahid, sekarang memiliki channel Youtube
dengan 1,27 Juta subscriber. Dari kalangan da’i muda, ada channel Hanan
Attaki dengan 2,49 subscriber. Bahkan dari kalangan komunitas seperti
Pijar Studio yang sering meneyebarkan konten Islami, mampu
mendapatkan 3 Juta Viewers di Platform Youtube. Pada sasaran anak-
anak, Channel Youtube menawarkan Konten Islam popular yang
drepresentasikan melalui Nussa dan Rara dengan 3,97 Subscriber. Pada
platform Instagram tokoh pegiat dakwah seperti, AA Gym mendapatkan
7,3 Juta pengikut, Oki Setiana Dewi, 19,8 Juta pengikut. 8 Ditambah lagi,
banyaknya portal, situs berita Islami yang berafiliasi dengan organisasi
tertentu dengan bebas dapat diakses. Seperti VOA-Islam, Arrahmah.com,
Muslim.or.id, dan NU Online.

Berubahnya praktik kegamaan dari lama ke baru menyebabkan


media digital memiliki potensi menjadi sumber utama untuk mengakses
pengetahuan agama dan menghilangkan otoritas tradisional.9 Sehingga,
praktik keagamaan yang bisanya dilakukan secara offline, berubah

7
Anonim, “Top 100 YouTube Channels in Indonesia (2023) - Sorted by
Subscribers,” accessed April 3, 2023,
https://www.speakrj.com/audit/top/youtube/id.
8
Anonim, “Top Instagram Influencers in Indonesia in 2023 |
StarNgage,” accessed April 3, 2023,
https://starngage.com/app/id/influencer/ranking.
9
Dindin Solahudin and M Fakhruroji, “Internet and Islamic Learning
Practices in Indonesia: Social Media, Religious Populism, and Religious
Authority,” Religions 11, no. 1 (2020).

3
menjadi praktik keagamaan online dan menantang otoritas keagamaan
10
tradisional. Contoh praktik keagamaan online seperti penyedia jasa
ta’aruf online 11
, yang diselenggarakan oleh Ta’aruf Online Indonesia
(TOI), telah berhasil menikahkan pasangan sebanyak lebih dari 200
pasangan.12 Kemudian adanya praktik doa dan dzikir secara online 13 yang
juga digagas oleh Clara Shinta melalui Hijrapedia dengan 100.000
pengikut di media sosial Instagram. Program wakaf atau filantropi online
yang digagas oleh Ustadz Abdul Somad dengan jumlah 8,4 Juta pengikut
di media sosial Instagram atau startegi digitalisasi zakat yang dihimpun
oleh Organisasi Pengelola Zakat.14 Kegiatan tabligh, ta’lim dan
muhasabah secara online 15, dan tahsin online 16
yang juga digagas oleh
salah satu da’i influencer di media sosial, Rizky Sabroni dengan jumlah
151.000 pengikut. Meningkatnya antusiasme praktik keagamaan online,

10
Solahudin and Fakhruroji.
11
Fathor Rahman and Ghazian Luthfi Zulhaqqi, “Fenomena Ta’Aruf
Online Dan Praktik Komodifikasi Perkawinan Di Dunia Digital,” Kafa`ah:
Journal of Gender Studies 10, no. 1 (2020): 63.
12
Anonim, “Ta’aruf Online Indonesia,” 2023,
https://www.taarufonline.id/.
13
Abd Hannan, “Covid-19 Dan Disrupsi Praktik Ritual Keagamaan Di
Indonesia: Dari Tradisional Ke Virtual (Covid-19 and the Disruption of Religious
Practices in Indonesia: From Traditional To Virtual),” Jurnal Sosiologi Reflektif
16, no. 2 (2022): 26. .
14
Purwanto Purwanto, Muhammad Sulthon, and Milna Wafirah, “Behavior
Intention to Use Online Zakat: Application of Technology Acceptance Model
with Development,” Ziswaf: Jurnal Zakat Dan Wakaf 8, no. 1 (2021): 44.
15
Moch Fakhruroji, Ridwan Rustandi, and Busro, “Bahasa Agama Di
Media Sosial : Analisis Framing Pada Media Sosial ‘ Islam Populer ’ Religious
Languages on Social Media Framing Analysis on Social Media ‘ Islam Populer
,’” Jurnal Bimas Islam 13, no. 2 (2020): 204–34.
16
Muh Syaiful Romadhon, Amalia Rahmah, and Yekti Wirani,
“Blended Learning System Using Social Media for College Student: A Case of
Tahsin Education,” Procedia Computer Science 161 (2019): 160–67.

4
menentang opini Max Weber, Emile Durkheim, dan George Shimmel
bahwa saat kehidupan semakin rasional dan modern, agama sebagai hal
yang irasional akan terkesampingkan dari kehidupan modern. Namun,
fakta yang terjadi, agama tetap berkembang baik dan terus diterapkan
dalam kehidupan masyarakat modern. 17
Da’i influencer memungkinkan terjadinya berubahnya praktik
keagamaan lama ke baru, dikarenakan da’i influencer seringkali tidak
memenuhi standar kualifikasi atau krendensial yang diharapkan. Banyak
dari pengajar baru seperti da’i influencer lebih peduli dengan membangun
merek dan meningkatkan pendapatan pribadi daripada memberikan
informasi atau nasihat. Munculnya pengajar baru atau da’i influecer di
media digital menimbulkan kekhawatiran mengenai kualifikasi,
18
legitimasi dan tujuan seseorang. Salah satu contohnya adalah kasus
Paytren milik Yusuf Mansur (da’i influecer dan selebritis) yang digugat
sejumlah jama’ah karena penipuan, dimana mereka tertarik untuk
berinvestasi syari’ah yang dipromosikan pada program dakwah Yusuf
Mansur di televisi swasta pada tahun 2022. 19

17
Oki Setiana Dewi, “Pengajian Selebritas Hijrah Kelas Menengah
Muslim (2000-2019): Respons Atas Dakwah Salafi Dan Jamaah Tabligh,”
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Syarif
Hidayatullah, 2020).
18
Harry Harry, “The Rise of Indonesia ’ s Religious Influencers :
Between Strategic Content , Visual Authority , and Active Consumers A Thesis
Submitted in Fulfilment of the Requirements for the Degree of Doctor of
Philosophy School of Media & Communication College of De” (RMIT, 2023).
19
Teti Purwanti, “Kinerja PayTren AM Ambruk Dan Puncak
Kemarahan Yusuf Mansur,” CNBC Indonesia, 2022.

5
Dengan pemaparan permasalahan diatas, artikel ini bertujuan
untuk mendeskripsikan praktik keagamaan baru di media digital dengan
menggunakan perpektif agama digital, dimana ciri khas dari teknologi dan
budaya digital berhimpitan dengan praktik kegamaan dalam konteks
media digital. 20

B. Kajian dan Telaah Pustaka

Kajian agama digital merupakan suatu cara untuk


menggambarkan ekspresi praktik keagamaan baru yang muncul melalui
media digital. Agama Digital mengeksplorasi titik temu antara teknologi
media baru, agama, dan budaya digital. Hal ini mencakup topik-topik
seperti bagaimana komunitas keagamaan terlibat dengan Internet,
bagaimana religiusitas diungkapkan melalui praktik digital, dan sejauh
mana keterlibatan teknologi dapat dilihat sebagai upaya spiritual.
Kelompok agama dipaksa oleh media digital untuk menyesuaikan diri
terhadap perubahan pandangan tentang tradisi, otoritas, atau otentisitas
agama, untuk mencapai keabsahan suatu agama. Digital religion
memiliki karakteristik budaya daring (yaitu ciri-ciri interaktivitas,
konvergensi, konten yang dibuat oleh audiens, dll.) dan agama offline
(yaitu pola kepercayaan dan ritual yang terkait dengan komunitas
yang memiliki dasar sejarah).

20
Solahudin and Fakhruroji, “Internet and Islamic Learning Practices in
Indonesia: Social Media, Religious Populism, and Religious Authority.”

6
Agama digital digambarkan dalam empat gelombang. Pada
gelombang 1, tahap deskriptif. Peneliti berusaha mendeksripsikan apa
yang terjadi pada praktik keagamaan di media digital. Pada gelombang
2 atau tahap kategorisasi. Peneliti berusaha memberikan tipologi yang
konkrit, mengidentifikasi tren yang terjadi dalam praktik keagamaan
online, yang mengadaptasi bentuk-bentuk agama tradisional secara
online, dan menciptakan bentuk-bentuk jaringan spiritualitas baru.

Pada gelombang 3 atau pergantian teoretis. Peneliti


mengidentifikasi metode dan kerangka teoretis untuk membantu
menganalisis strategi komunitas keagamaan offline terkait penggunaan
media baru. Gelombang 4 menyoroti fokus ilmiah saat ini pada
negosiasi para pelaku keagamaan antara kehidupan online dan offline
mereka, dan bagaimana hal ini memberikan wawasan luas tentang
agama dalam masyarakat kontemporer. 21

Berdasarkan beberapa penelitian terakhir, terdapat penelitian


yang serupa terkait dakwah dan media digital. Pemuda Yogyakarta lebih
berminat pada pengajian yang dikemas dengan budaya popular dan media
sosial untuk mendapatkan ilmu secara cepat. Pendakwah memiliki gaya
22
selebritis, mengemas pesan dakwah yang religius, humoris dan gaul.
Sama halnya dengan komunitas hijrah “Terang Jakarta” dan “Shift

21
Heidi A. Campbell, “Surveying Theoretical Approaches within
Digital Religion Studies,” New Media and Society 19, no. 1 (2017): 15–24.
22
Eko Saputra and Dony Arung Triantoro, “Urban Muslim Youth,
Pengajian Communities and Social Media: Fragmentation of Religious
Authorithy in Infonesia,” Al-Qalam 27, no. 2 (2021) ; Z Zulkifli, “The Ulama in
Indonesia: Between Religious Authority and Symbolic Power,” Jurnal Ilmu
Keislaman-Miqot 1 (2013).

7
Bandung” yang memiliki kecenderungan menggunakan tokoh selebritis
untuk menarik pemuda agar tergabung dalam proses kaderisasi. 23

Berbeda dengan dakwah digital yang dilakukan oleh akun


Instagram @gustaqi, dan aplikasi “Aa Gym”, dakwah keduanya
merepresentasikan upaya negosiasi yang dilakukan oleh tokoh dalam
konteks budaya digital. Dakwah digital tidak hanya menentang otoritas
keagamaan, namun juga bisa terjadi fragmentasi otoritas agama dalam
dakwah digital. Kedua akun tersebut membuktikan bahwa otoritas agama
tradisional mampu bernegosiasi dengan media digital membangun
hubungan kontekstual dalam masyarakat Islam modern. 24

Media digital menjadi ruang untuk menyebarkan wacana dan tren


keagamaan yang digaungkan oleh para da’i. Seperti wacana hijrah, serta
menampilkan da’i influencer. Hal ini dipaparkan dalam penelitian Afifi
dengan pendekatan etnografi, teori otoritas dari Max Weber, Piere
Bordieu dengan teori habitus-nya dan Asef Bayat dengan teori Post
Islamisme. Hasil dari penelitiannya memaparkan bahwa dampak dari
perkembangan media digital adalah berkembanganya Islam transnasional.
Kedua, media baru mempengaruhi preferensi otoritas keagamaan generasi
milenial, tumbuhnya masyarakat perkotaan yang lebih terbuka dan

23
Eko Saputra, “Teras Dakwah, Agama Dan Pasar: Lanskap Dan
Pergeseran Gerakan Dakwah Di Indonesia,” Idarotuna 3, no. 1 (2020),.
24
Dindin Solahudin dan M Fakhruroji, “Internet dan Islamic Learning
Practices in Indonesia: Social Media, Religious Populism, dan Religious
Authority,” Religions 11, no. 1 (2020), https://doi.org/10.3390/rel11010019; Nur
Afni Muhammad, “Populisme Dan Dinamika Otoritas Keagamaan Dalam Islam
Di Media Sosial,” Jurnal Peurawi: Media Kajian Komunikasi Islam 4, no. 2
(2021. .

8
majemuk. Ketiga, wacana keagamaan kaum milenial bersifat dinamis,
dipengaruhi oleh munculnya media digital sebagai alat produksi dan
distribusi wacana keagamaan. Media digital menjadi wadah untuk
memperdebatkan wacana mengenai hijrah, identitas muslim milenial, dan
tradisi lokal. Kondisi ini menandakan terjadinya pergeseran otoritas
keagamaan di tengah masyarakat. 25

Media digital mengadirkan praktik keagamaan baru melalui konten


agama yang dibagikan melalui platform WhatsApp group (WAG). Kajian
ini menggunakan metode wawancara kepada pegawai Kementerian
Agama dan mahasiwa atau alumni perguruan tinggi agama Islam (PTAI)
di Kota Semarang dan sekitarnya. Ternyata, pembagi konten agama di
WAG (51,2%) tidak sesuai kompetensi. Selain itu, pembagi konten agama
sebanyak 63,3 % tidak mencantumkan penulis (pembuat) dan tidak
mencantumkan referensi yaitu 60,2%. Temuan ini menunjukkan adanya
fenomena misplace dakwah di grup WhatsApp, di mana hal tersebut
bertentangan dengan prinsip dakwah. 26

Media digital menyebabkan praktik keagamaan perlu beradaptasi


dan melakukan inovasi, seperti praktik doa bersama (istighosah), dzikir
27
bersama (tahlilan), dan ceramah agama di media digital. Berubahnya

25
E Afifi, “Dinamika Otoritas Dan Diskursus Keagamaan Kaum
Milenial: Studi Terhadap Remaja Masjid Di Banten” (UIN Sunan Gunung Djati,
2021).
26
Siska Nur Apriyani et al., “Misplace Otoritas Berbagi Konten
Keagamaan Pada Grup WhatsApp,” Jurnal SMART (Studi Masyarakat, Religi,
Dan Tradisi) 8, no. 2 (2022): 203.
27
Hannan, “Covid-19 Dan Disrupsi Praktik Ritual Keagamaan Di
Indonesia: Dari Tradisional Ke Virtual (Covid-19 and the Disruption of Religious
Practices in Indonesia: From Traditional To Virtual).”

9
praktik kegamaan ini mungkinkan terjadinya perubahan atas otoritas
tradisional. Namun, pada pengajian online yang dilaksanakan oleh
otoritas lama (Nahdlatul Ulama), berbeda. Hadirnya media digital
diposisikan sebagai penguat pengaruh otoritas agama Nahdlatul Ulama,
bukan menggeser otoritas lama. 28

Praktik keagamaan dan internet berkesinambungan dalam


pemanfaatan media lama dengan media baru secara bersamaan. Praktik
keagamaan online dan praktik offline sejatinya saling mememngaruhi dan
tidak dapat berdiri sendiri. 29

C. Metode

Metode penelitian yang digunakan adalah etnografi digital untuk


melakukan penggalian konten di media digital. Metode ini menempatkan
media digital sebagai sebuah sistem interaksi antar individu. Interkasi
dalam media digital ini akan membentuk wacana sebagai representasi dari
pola pikir dalam masyarakat.30 Penelitian ini merupakan penelitian
kepustakaan (literature review) yang bersifat menganalisis tulisan di
media online populer dan ilmiah terkait isu dakwah di era digital.
Penggalian pustaka sebagai tahap awal untuk menyiapkan dasar

28
Saipudin Ikhwan, “Covid-19, Media Baru Dan Ritual Agama Online,”
Qawwam 3, no. 2 (2022): 61–70.
29
Ferdi Arifin, “Mubalig Youtube Dan Komodifikasi Konten Dakwah,”
Al-Balagh : Jurnal Dakwah Dan Komunikasi 4, no. 1 (2019): 91–120,
https://doi.org/10.22515/balagh.v4i1.1718.
30
Saprillah et al., “Kontestasi Keagamaan Dalam Masyarakat Muslim
Urban: Religious Contestation Among Urban Mosleem Society,” Al-Qalam 26,
no. 1 (2020): 39–56.

10
penelitian yang bertujuan memperoleh informasi penelitian sejenis,
memperdalam kajian teoritis.31 Penelitian kepustaakaan ini bertujuan
untuk memperoleh pemahaman tentang konsep da’i influencer dan
dakwah konten kreator serta bentuk praktik keagamaan baru di pada
media digital dengan mengumpulkan dan menganalisis informasi dari
sumber tertulis atau dokumen seperti jurnal, buku, dan artikel. Metode
analisis yang digunakan bersifat deskriptif dan interpretative. Peneliti
melakukan pengumpulan, penyusunan dan presentasi data secara
sistematis dan rinci. Sementara pada analsisi interpretative, peneliti
melakukan penggunaan teori atau model dalam memahami dan
menjelaskan data yang telah dikumpulkan. 32

D. Pengertian Da’i, Dakwah konten kreator dan Da’i


influencer

Pada era digital, dakwah menampilkan da’i yang berasal dari


generasi muda. Penelitian Fahrudin menampilkan bahwa da’i muda yang
paling disukai adalah dilihat dari aspek komunikasi, isi dakwah dan
kepribadian seperti Hanan Attaki. Latar belakang organisasi masyarakat
pada da’i tidak menjadi pertimbangan mad’u milenial. Tema yang disukai
oleh mayoritas generasi milenial antara lain isu kekinian, tema kehidupan,
motivasi hidup, pernikahan dan perjodohan, permasalahan milenial,
akhirat, pemuda hijrah, penguatan iman, tematik Al-Qur’an, dan lain-lain.

31
Khatibah, “Penelitian Kepustakaan,” Iqra’ 05, no. 01 (2011): 1–4.
32
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2014).

11
Tidak hanya itu, generasi muda lebih mementingkan personal branding
seorang da’i. Personal branding para da’i diorbitkan melalui media digital,
33
untuk menginternalisasikan nilai kegamaan bagi generasi milenial.
Tidak hanya personal branding seorang da’i, da’i juga harus memiliki
kompetensi dalam kualifikasi keilmuan, perilaku dan keahliannya untuk
menunjang tugas menyebarkan ajaran Islam. 34

Da’i muda memiliki preferensi mencari sumber informasi


keagamaan melalui platform media digital. Peran ulama tradisional baik
dari madrasah atau pondok pesantren sebagai rujukan keagamaan telah
bergeser dengan adanya media digital. Dalam hal ini, media digital adalah
dipandang sebagai sarana dakwah. 35

Para da'i harus memanfaatkan kesempatan untuk menyampaikan


pesan dakwahnya melalui media digital. Keterbukaan dalam media
digital ini mendorong percepatan proses lahirnya da’i dengan pemikiran
dakwah progresif dan kontemporer. Da’i di media digital atau da’i baru
dapat berasal dari latar belakang pesantren atau pendidikan umum, dan
tidak harus seorang kyai atau ulama. Namun, da’i baru memiliki akses
yang jauh dan luas dalam penggalian informasi dan sumber pemikiran

33
Fahrudin Fahrudin and Mohammad Rindu Fajar Islamy, “Da’i
(Muslim Preachers) Idols, Fatwas, and Political Constellations: Empirical Study
of Millennial Generation Perspective,” Jurnal Dakwah Risalah 33, no. 2 (2022):
132, https://doi.org/10.24014/jdr.v33i2.19042.
34
Muhammad Choirin, “The Perception of Indonesian Millenial on
Da’i: Knowledge , Presentation , and Performance,” Afakaruna 19, no. 1 (2023).
35
Agoes Moh. Moefad, Syaifuddin Syaifuddin, and Iklima Sholichati,
“Digitizing Religion: Millenial Generation Da’wah Patterns on Social Media,”
Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies 15, no. 2 (2021): 387–
406, https://doi.org/10.15575/idajhs.v15i2.13136.

12
keagamaan. Hadirnya da’i baru memberikan harapan adanya perubahan
baru dan kritik timbal balik yang konstruktif bagi masyarakat. Sehingga
menjadi mereka menjadi jenis baru dari otoritas keagamaan. 36

Otoritas da’i baru bergantung pada popularitas dan memerlukan


kapitalisme bahasa melalui media sosial. Berbeda dengan otoritas ulama
tradisional yang didapatkan dari kedalaman ilmu agama dari lembaga
pendidikan keagamaan. Para da’i baru dapat berinteraksi langsung dalam
media sosial dengan pengikutnya, sehingga hal ini membuat dakwah
menjadi milik siapa saja, tidak hanya dimiliki seseorang yang memiliki
pengetahuan agama. Berdasarkan konten dakwah yang dihasilkan oleh
da’i baru, isu yang diangkat tidak hanya berkaitan dengan agama, namun
juga ranah sekuler. Dakwah disekularisasikan sehingga tidak menjadi
sakral. Karena ketidaksaralan ini, maka dakwah menimbulkan kemarahan
bagi yang tidak menyukainya. Dakwah tidak menimbulkan ketenangan
seperti yang diharapkan oleh al-Qur’an dan hadist. Dakwah dapat
dihubungkan dengan permasalahan politik, ekonomi, dan lain-lain.
Bahkan dakwah dimanipulasi untuk kepentingan yang tidak diketahui
sehingga menghasilkan “Hoax” atau berita bohong. Karena maraknya
media sosial, menyebabkan semua bisa menjadi da’i. Hal inilah yang
disebut demokratisasi da’i dalam dakwah Indonesia. Demokratisasi da’i

36
Mutohharun Jinan, “Intervensi New Media Dan Impersonalisasi
Otoritas Keagamaan Di Indonesia,” Jurnal Komunikasi Islam Vol. 3, no. 2
(2013): 321–48.

13
tidak menguatamakan latar belakang pendidikan, namun mengutamakan
kemampuan komunikasi media sosial yang baik. 37

Konten Kreator dan Da’i Influencer

Platform media sosial atau digital saat ini menyediakan sarana


untuk membuat konten, mempostingnya. Pengguna digital kemudian
dapat menelusuri dan menemukan orang baru, informasi dan dapat
berinteraksi dengan figur favorit mereka di media digital. Platform media
digital menyediakan kolom komentar, hingga tombol suka dan tidak suka.
Konten creator secara terus menerus medapatakan masukan dari
pemirsanya dalam bentuk pertanyaan, pujian, ekpresi tidak suka. Karena
hal inilah menciptakan hubungan interpersonal anatara konten kreator
dengan audiens. Media sosial sendiri memberikan sumber informasi yang
persuasif dan berpengaruh karena munculnya popularitas media sosial
dan aksesibilitas melalui perangkat. 38

Dalam interaksi media sosial, kita menemukan banyak istilah


baru yang menggantikan komunikator dalam menyebarkan konten foto
dan video. Beberapa menyebutnya sebagai konten kreator, pembuat
konten, influencer, atau selebriti. Ketiganya serupa tetapi tidak identik.
Konten yang diposting di media sosial, khususnya Instagram oleh

37
I Rosidi, “A Contest of Being More Religious: The Muslim Millennial
Preachers in the Contemporary Indonesia,” in International Conference on Islam
and Muslim Societies (ICONIS), ed. Roko Patria Jati (Salatiga: Pascasarjana
IAIN Salatiga, 2018), 48–59.
38
Nouri Melody, “The Power of Influence: Traditional Celebrity vs
Social Media Influencer,” Advanced Writing: Pop Culture Intersections 176, no.
32 (2018): 4983–5002.

14
influencer dan kreator, biasanya mengutamakan karakteristik seperti
orisinalitas dan kreativitas. Konten merupakan hasil kreativitas dalam
penerapan ilmu komunikasi. 39

Lewis menyebut konten kreator atau influencer sebagai bagian


dari selebriti atau yang disebut sebagai selebriti mikro. Influencer atau
kreator tidak hanya menarik dari segi bisnis keuntungan tetapi juga dalam
hal memperoleh kekuasaan politik.40 Saat ini, tiap individu di dunia
memiliki kebebasan memiliki saluran atau akun media sosial (misalnya
pada youtube, Instagram atau Tiktok) dan membuat konten dengan tujuan
mendapatkan sumber penghasilan. Perkembangan ini difasilitasi oleh
meningkatnya peluang untuk memonetisasi pengunjung media sosial.
Dalam prespektif pemasaran, dikenal sebagai influencer. Influencer
sendiri melakukan monetisasi terhadap ulasan dan dukungan pada suatu
produk yang dikomunikasikan melalui media sosial. Di luar prespektif
pemasaran, konten krator digunakan untuk menekankan fakta bahwa
pengguna media sosial menggunakan media sosial sebagai sumber
penghasilan. Dari prespektif semantik, Kamus Cambridge mendefinisikan
influencer sebagai seseorang yang dibayar oleh suatu perusahaan untuk
menampilkan dan mendeksripsikan produk dan layananya di media sosial,
sehingga mendorong orang lain untuk membelinya atau mengikuti
arahannya. Dalam studi tentang periklanan media sosial, Komisi Eropa

39
Tika Mutia, “Da’wahtainment: The Creativity of Muslim Creators in
Da’wah Communication on Social Media,” Jurnal Dakwah Risalah 32, no. 2
(2022): 147.
40
Rebecca Lewis, “‘This Is What the News Won’t Show You’:
YouTube Creators and the Reactionary Politics of Micro-Celebrity,” Television
and New Media 21, no. 2 (2020): 201–17.

15
mendefinsikan influencer sebagai seseorang yang memiliki jangkuan dan
pengaruh yang lebih besar dari promosi pemasaran pada umumnya, dan
pemasaran influencer bergantung pada promosi dan penjualan produk
atau layanan melalui media sosial. Influencer dipahami sebagai aktivitas
pemasaran yang melibatkan pengiklan dan distributornya, sehubungan
dengan komunikasi (berbayar) tentang suatu produk untuk kepentingan
pengiklan. Menurut Word of Mouth Marketing Association, influencer
adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk menyebabkan atau
berkontribusi pada prang lain untuk mengambil suatu tindakan atau
mengubah opini atau perilaku. Defisini ini dibangun berdasrkan tiga
pertimbangan umum; Pertama, adanya transaksi dimana seseorang
(influencer) dibayar untuk mempromosikan sesuatu; Kedua, Orang
(influencer) tersebut beroperasi di media sosial; Ketiga, seseorang
(influencer) mempunyai lingkup pengaruh dimana dia melakukan
persuasi komersial.

Influencer memiliki berbagai tingkatan, seperti mega influencer


yaitu kreator yang paling terkenal. Kedua, mikro influencer yaitu bintang
bari dengan pengikut dan popularitas lebih sedikit dibandingkan mega
influencer, atau nano influencer yaitu influencer skala kecil yang berfokus
pada promosi dari mulut ke mulut. Influencer tidak hanya melakukan
persuasi komersial, namun juga terlibat dalam aktivitas komunikasi
lainnya, seberti komunikasi politik, komunikasi dakwah. Dengan tujuan
mampu memberikan pengaruh dalam keadilan, mendukung suatu
organisasi atau masyarakat, baik melalui donasi atau promosi barang atau
jasa. Infleuncer adalah pembuat konten media yang dimonestisasi dengan

16
tujuan melakukan persuasi komersial atau non komersial dan hal tersebut
berdampak pada basis pengikut tertentu. 41

Influencer memiliki berbagai kategori. Kategori Macro dan


Micro influencer muncul dari rentang 10.000 hingga 100.000 followers
dinamakan Micro influencer dan lebih dari 100.000 followers termasuk
macro influencer.42 Macro dan Micro influencer memiliki peluang yang
berbeda. Dengan influencer mikro, audiens yang lebih kecil itu merasa
lebih dekat dengan influencer itu daripada dengan selebriti. Akibatnya,
pengikut mereka dapat dengan mudah berhubungan dengan mereka dan
mempercayai pendapat mereka karena mereka akan mengikuti saran
mereka. Dengan kata lain, ini seperti dari mulut ke mulut tetapi sedikit
lebih terukur. Pada macro influencer, konten yang terdapat pada macro
influencer dapat meningkatkan awareness dan visibilitas serta
menjangkau audiens yang lebih besar serta dikategorikan dalam
influencer yang aspiratif.

Pembuat konten media sosial juga disebut sebagai influencer.


Dengan syarat memiliki followers dalam jumlah besar dan memiliki
loyalitas di saluran media sosial atau platform media digital lainnya dan
memiliki dampak pada keputusan yang dibuat oleh pengikut tersebut.43
Influencer dalam media sosial disebabkan oleh demokratisasi media

41
Goanta and De Gregorio, “Content Creator/Influencer,” 69–70.
42
“Macro Influencer vs Micro Influencer: The 2022 Guide [+Example
],” accessed May 23, 2022, https://peertopeermarketing.co/micro-vs-macro-
influencers/.
43
Simon Sorgenfrei, “Branding Salafism: Salafi Missionaries as Social
Media Influencers,” Method and Theory in the Study of Religion 34, no. 3 (2021):
211–37.

17
sosial. Media tersebut telah menjadi bagian dari tatanan kehidupan sehari-
hari, yang disebut dengan hubungan sosial yang dimediasi, karena media
memdiasi pengalaman budaya dan memdiasi hubungan antara orang yang
terlibat dalam platform digital. 44

Influencer mendapatkan pendapatan dari iklan. Pendapatan iklan


adalah monetisasi yang dihasilkan melalui tampilan iklan di saluran media
sosial milik konten kreator (misalnya AdSense atau Instagram TV).
Model Subscribe memerlukan pembayaran biaya untuk mengakses
konten yang dibuat oleh pencipta platform tertentu (misalnya YouTube)
dibuat untuk mendukung pencipta konten di platform tersebut. Selain itu,
tokenisasi memungkinkan pengikut mengeluarkan uang untuk token
khusus platform, yang mereka dapat diberikan kepada pencipta pada
momen-momen tertentu selama mereka menikmatinya konten (misalnya,
di Tiktok, ada pemberian hadiah untuk konten kreator yang setiap hadiah
senilai uang nominal tertentu). Terakhir, penjualan langsung mencakup
pembuat konten yang menjual barang bermerek mereka sendiri ke basis
penggemarnya. 45

Lalu apakah konten kreator dan influencer yang aktif dalam


aktivitas dakwah dapat dikatakan sebagai da’i? Dalam perspektif
komunikasi, konten kreator merupakan encoder dalam model komunikasi
karena melakukan komunikasi dua arah. Model ini bermanfaat karena

44
Neil Alperstein, Performing Media Activism in the Digital Age,
Performing Media Activism in the Digital Age (Switzerland: Palgrave Macmillan,
2021).
45
Goanta and De Gregorio, “Content Creator/Influencer.”

18
pengirim dan penerima dapat bertukar pikiran dengan membahas pesan
yang dikirimkan dalam suatu proses komunikasi. 46

Gambar 1 Model Komunikasi

Seorang konten kreator dakwah merupakan komunikator yang


memproduksi informasi sehingga dapat dimanfaatkan untuk
menyebarkan berbagai video dakwah Islam. Konten kreator dakwah
dengan menggunakan pendekatan terhadap komunikasi massa lasswell,
termasuk dalam kategori “Who”. Pesan atu konten yang diproduksi
termasuk “Says What”. Media yang digunakan oleh konten kreator
termasuk “In Which Channel”. Penerima pesan atau komunikasi,
termasuk kategori “To Whom” dan efek yang diberikan oleh konten
kreator termasuk dalam “With What”.

Tabel 1. Model Komunikasi Lassweell

46
Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna (Jakarta: Prenada
group, 2011).

19
Aktivitas dakwah yang dilakukan oleh konten kreator merupakan
sebuah sistem komunikasi. Sistem komunikasi yang terdiri dari beberapa
unsur pokok yaitu konten kreator sebagai da’i atau komunikator, mad’u
(komunikan) yaitu orang yang menjadi objek dakwah, metode
47
berdakwah, media dakwah dan tujuan dakwah. Cik Hasan Bisri
mengungkapkan bahwa dakwah memiliki unsur dakwah sebagai objek
material ilmu dakwah, diantaranya yaitu pendakwah, mitra dakwah,
48
metode dakwah, pesan dakwah, dan media dakwah. Ditambah, efek
dakwah (atsar) sebagai salah satu unsur dakwah. 49

Salah satu contoh dakwah konten kreator adalah akun Instagram


narasi_umat 654 follower. Akun narasi_umat mendapatkan follower
kurang dari 10.000 follower, namun konsisten dalam membuat konten
tentang dakwah Islam. Sehingga dikatakan keduanya adalah dakwah
konten kreator, namun belum termasuk kategori da’i influencer. Dalam
prespektif komunikasi dakwah, pemilik akun narasi_umat adalah da’i,
komunikator (Who) dan encoder dalam dakwah digital. Karena akun
tersebut berperan untuk memproduksi konten dakwah secara berkala.

47
A Tahir et al., “Komunikasi Dakwah Da’i Dalam Pembinaan
Komunitas Mualaf Di Kawasan Pegunungan Karomba Kabupaten Pinrang,”
Jurnal Ilmu Dakwah 40, no. 2 (2020).
48
Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah Edisi Revisi (Jakarta: Kencana, 2004),
50.
49
Syamsuddin AB, Sosiologi Dakwah (Makassar: Alauddin Press,
2013); Encep Dulwahab, “Dakwah Di Era Konvergensi Media,” Ilmu Dakwah 5,
no. 16 (2010).

20
Gambar 2 Akun Instagram Dakwah Konten Kreator: @narasi_umat

Pesan (Message) yang disampaikan dalam salah satu konten


narasi_umat adalah tentang kemerdekaan yang membebaskan, yang
diambil dari sumber rujukan berupa perkataan dari ustadz Ismail Yusanto.
Sumber rujukan juga disebut dengan sumber pesan dakwah dapat
ditemukan dari Sembilan jenis seperti al-Qur’an dan Hadist, Khobar atau
atsar, Ijma dan qiyas, hasil penelitian ilmiah, kisah dan pengalaman
teladan, berita dan peristiwa, karya sastra, dan karya seni.50 Channel
(Media) yang digunakan platform media sosial, Instagram. Komunikan
(decoder) dalam komunikasi dakwah yang dilakukan oleh narasi_umat

50
Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2004), 318–31.

21
adalah 654 follower dan mendapatkan feedback sebesar delapan penyuka
dalam salah satu postingan tersebut.

Gambar 3 Akun Instagram Da'i Influencer

Berbeda dengan akun bagas.ihsanulumam yang mendapatkan


133.000 follower. Bagas termasuk kategori macro influencer karena
mendapatkan follower diatas 100.000. Selain menjadikan media sosial
sebagai alat komunikasi, akun media sosial Bagas juga menjadi platform
untuk membuka peluang bisnis, memperoleh pengetahuan, menghasilkan
pendapatan, dan membangun personal branding seseorang. Istilah
'personal branding' menjadi semakin penting seiring dengan munculnya
Instagram, sebuah aplikasi berbagi hasil dokumentasi yang
memungkinkan pengguna mengambil dan berbagi gambar dan video,
menerapkan berbagai filter digital, dan terhubung dengan pengguna lain
di berbagai layanan jejaring sosial.

Personal branding mengacu pada promosi diri dan konstruksi


citra publik seseorang, sering kali dicapai dengan menonjolkan
keterampilan dan pengalaman tertentu. Studi terhadap algoritma

22
Instagram menunjukkan bahwa platform ini sangat kondusif untuk
mengembangkan merek pribadi yang kuat. Fenomena ini
berkesinambungan dengan keadaan saat ini, di mana kemampuan untuk
menampilkan diri secara efektif kepada khalayak luas semakin penting
untuk kesuksesan pribadi dan profesional. Personal branding diketahui
dimanfaatkan tidak hanya oleh individu dalam dunia bisnis, namun juga
oleh beragam kelompok. Tinjauan terhadap Instagram mengungkapkan
sejumlah pembuat konten dengan beragam latar belakang dan keahlian
yang secara aktif bekerja untuk mengembangkan dan membangun merek
pribadi mereka untuk memberikan nilai kepada pengguna media sosial
lainnya. Dalam hal ini, personal branding dapat dipahami sebagai suatu
proses atau strategi untuk mencapai tujuan merek individu. Individu yang
memiliki tingkat pengaruh yang signifikan dalam komunitas tertentu
melalui penggunaan media sosial biasanya disebut sebagai “influencer”.51

51
Siti Mutmainah and Sayidah Afyatul Masruroh, “Online Da’wah on
Social Media: Personal Branding of a Female Celebrity Preacher on Instagram,”
Lentera VI, no. I (2022).

23
Gambar 4 Konten Dakwah Media oleh Da'i Influencer

Dalam perspektif komunikasi dakwah, bagas termasuk dalam


da’i, komunikator atau encoder dalam dakwah. Salah satu pesan
(message) yang dibawa salah satunya adalah cara taubat dari zina agar
dosa diampuni. Bagas mengambil sumber rujukan hadist riwayat Bukhori,
no. 7532. Komunikator atau encoder dalam dakwah digital yang
disampaikan oleh bagas adalah 133.000 follower dan Efek atau feedback
yang diperoleh adalah 29.052 penyuka dan 51 komentar dari postingan
tersebut.

Media hadir menjadi sumber interaksi komunikatif bagi


masyarakat. Hal ini merupakan ciri dari proses mediatisasi. Proses

24
mediatisasi tidak hanya terbatas pada bidang agama, namun merupakan
proses yang terjadi dalam bidang sosial yang bergantung pada media.
Teori mediatisasi digunakan untuk menganalisis bagaimana media
menyebar, terjalin dan mempengaruh bidang budaya lain dan institusi
sosial, seperti konsumsi, pendidikan, penelitian dan agama. Media
dijadikan sumber dan informasi dan pengalaman yang penting mengenai
isu kegamaan. Media hanya menyebarkan teks keagamaan yang
dilembagakan secara terbatas. Seringkali, media menggunakan potongan
agama yang dilembagakan yang kemudian digabungkan dengan cara
baru. Selain itu, media tidak hanya sebagai alat produksi dan distribusi
informasi agama, tetapi juga memformat agama dengan cara yang
menarik, khususnya melalui budaya popular. Meluasnya media interaktif
memungkinkan masyarakat untuk mengekspresikan gagasan dan
perasaan keagamaan dalam berbagai genre yang biasanya tidak tersedia
dalam agama.

E. Bentuk Praktik Kegamaan Da’i Influencer di Media


Digital

Media telah mengambil alih fungsi sosial yang sebelumnya


disedikakan oleh lembaga keagamaan. Mediatisasi agama menyiratkan
transformasi multidimensi agama yang mempengaruhi teks, praktik, dan
hubungan sosial keagamaan, serta pada akhirnya mempengaruhi karakter
keyakinan dalam masyarakat modern. Hasilnya bukanlah muncul agama
baru, melainkan suatu kondisi sosial baru. Kondisi sosial baru ini
mengakibatkan terjadinya pluralisme suara kegamaan di media digital.
Pluralisme inilah tidak hanya menantang otoritas keagamaan yang sudah

25
mapan, namun bentuk praktik komunikasi keagamaan yang lebih
indivisual dan berjejaring berkembang melalui budaya media digital. Blog
dan forum online pada platform media digital lainnya adalah salah satu
contoh tempat bagi para pelaku keagamaan untuk mendiskusikan
berbagai isu yang mungkin menantang pengalaman keyakinan dan nilai
agama sebelumnya. 52

Praktik keagamaan di media digital telah dilakukan oleh beberapa


pendakwah. Poltracking Indonesia merilis, terdapat beberapa pendakwah
yang popular di masyarakat dan juga sebagian aktif dalam dakwah digital
tahun 2022.

52
Stig Hjarvard, “Three Forms of Mediatized Religion: Changing the
Public Face of Religion,” Gosudarstvo, Religiia, Tserkov’ v Rossii i Za
Rubezhom/State, Religion and Church in Russia and Worldwide 38, no. 2 (2020):
41–75, https://doi.org/10.22394/2073-7203-2020-38-2-41-75.

26
Gambar 5 Da'i terpopuler tahun 2022

Sumber: https://digdaya.republika.co.id/posts/157217/survei-
poltracking-uas-pendakwah-paling-disukai-di-indonesia

Berdasarkan survei Poltracking Nasional dengan 1220 responden


pada tahun 2022, pendakwah popular diantaranya adalah Ustadz Abdul
Somad, Gus Miftah, KH.Mustofa Bisri, KH. Bahaudin Nur Salim, AA
Gym, Mamah Dedeh, Habib Ja’far, Hanan Attaki, Ustadz Adi Hidayat,
Ustadz Sholeh Mahmud (Solmed), Ustadz Maulana, Ustadz Das’ad Latif,
dan Oki Setiana Dewi. Penulis mengkategorikan channel youtube dan
Instagram beberapa ustadz diatas beradasarkan jumlah pengikut.

Tabel 2. Jumlah subscriber youtube dan pengikut Instagram Da'i


Infleuncer

No Nama Subscriber Jumlah Viewes User Pengikut Kategori


Channel Video created Instagram Influencer
1. Ustadz 4,08 Juta 2.332 356.792.368 2019 8.3 Juta Macro
Abdul influencer
Somad
Official
2. Gus 969 ribu 638 81.664.903 2018 2.4 Juta Macro
Miftah influencer
3. KH. 162 ribu 1.895 11.620.883 2016 52.2 ribu Micro
Mustofa influencer
Bisri
4. Gus 392 ribu 486 50.315.457 2019 - Macro
Baha Influencer
5. AA 918 ribu 5.455 116.013.691 2016 7.4 Juta Macro
Gym influencer
6. Mamah - - - - 21.2 ribu Micro
Dedeh influencer
7. Habib 1.37 Juta 299 104.156.196 2018 4.1 Juta Macro
Ja’far influencer
8. Hanan 2.63 Juta 276 109.101.089 2017 9.9 Juta Macro
Attaki influencer
9. Adi 4.46 Juta 1.954 381.157.644 2019 4.7 Juta Macro
Hidayat influencer

27
10. Solmed - - - - 540 ribu Macro
influencer
11. Maulana 30 50.1 1.246.284 2020 459 ribu Macro
ribu influencer
12. Das’ad 2.94 Juta 1.063 360.739.486 2017 1.6 Juta Macro
Latif influencer
13. Oki 257 ribu 738 21.308.117 2019 21 Juta Macro
Setiana influencer
Dewi

Sumber: Socialblade.com

Berdasarkan subscriber youtube, 13 pendakwah popular di


masyarakat, semuanya termasuk konten kreator dalam platform youtube.
Da’i dan konten kreator dengan subscriber youtube tertinggi adalah
Ustadz Adi Hidayat, Ustadz Abdul Somad, Ustadz Das’ad Latif dan
Hanan Attaki disusul Habib Ja’far. Berbeda dengan platform Instagram,
da’i influencer dengan pengikut tertinggi adalah Oki Setiana Dewi, Hanan
Attaki, Ustadz Abdul Somad, AA Gym, Adi Hidayat dan Habib Ja’far.
Berbeda dengan mamah dedeh. Mamah dedeh adalah da’i yang bukan
merambah pada dakwah digital melalui konten kreator youtube namun
memiliki pengaruh sebagai da’i influencer di Instagram. Kesimpulannya,
para da’i popular di masyarakat adalah da’i influencer di baik di media
sosial Instagram ataupun sebagai youtuber. Istilah youtuber sering juga
disebut dengan influencer, yaitu seseorang yang memiliki kemampuan
untuk mempengaruhi orang lain dan dapat dianggap memenuhi kebutuhan
komunitasnya akan informasi atau konten.53

53
Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in
Indonesia, South Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program
(Jakarta: INIS, 2004).

28
New pengajian

Media digital telah bergeser, meluas dan mengubah praktik


keagamaan. Media digital menantang konfigurasi konvensional otoritas
agama dan negara, sehingga muncul masyarakat muslim transnasional. Di
belahan dunia, media digital memungkinkan masyarakat untuk
menegosiasikan platform keagamaan dan merekonstruksi identitas
mereka. Ustadz Abdul Somad dan Gus Baha merupakan da’i influencer
sekaligus dakwah konten kreator. Mereka secara kreatif memadukan
partisipasi komersial, dan keagamaan melalui saluran Youtube atau
Instagram mereka sendiri. Da’i influencer didefinisikan sebagai orang
atau kelompok yang dapat memadukan kepentingannya dalam bidang
keagamaan, keuntungan finansial, dan perubahan sosio-politik sebagai
hal yang menarik dan dapat dicapai oleh pengikutnya. Seorang da’i
influencer menyebarkan paham dakwah ( litisasi) sebagai istilah umum
yang mencakup aktivitas komerisal, keagamaan, dan kepentingan politik.
54

Media digital tidak hanya mengubah praktik keagamaan, namun


juga mengubah praktik dakwah Islam. Terdapat tiga poin penting tentang
bagaimana media digital mengubah praktik dakwah islam. Pertama,
media digital berperan bagi masyarakat Islam untuk mendistribusikan
gagasan secara bebas. Kedua, untuk membangun popularitas dalam media

54
Qudsy, Fawaid, and Muzakky, “Ahlus Sunnah Views of COVID-19
in Social Media: The Islamic Preaching by Gus Baha and Abdus Somad.”

29
digital, para da’i diharuskan memiliki penguasaan ilmu keislaman, dan
kemampuan komunikasi serta strategi media. Ketiga, bagi para da’i,
keindahan dan visualisasi dakwah berperan untuk smeningkatkan
visibilitas dan menarik perhatian, serta menyakinkan audiens dan
pengikutnya agar mempercayai pesan yang mereka dakwahkan. 55

Salah satu contoh da’i influencer dan dakwah konten kreator


adalah komunitas santrendelik di Kota Semarang, yang mempunyai
pengikut sebanyak 19.600 follower di Instagram. Pada platform Youtube
mendapatkan 1480 subscriber.

Gambar 6 Kanal Youtube Santrendelik bersama Yusuf Mansur

Santrendelik menghadirkan da’i selebritis seperti Yusuf Mansur,


Gus Miftah, Cak nun, Kiai kanjeng dan da’i lainnya melalui pengajian

55
Harry, “The Rise of Indonesia ’ s Religious Influencers : Between
Strategic Content , Visual Authority , and Active Consumers A Thesis Submitted
in Fulfilment of the Requirements for the Degree of Doctor of Philosophy School
of Media & Communication College of De.”

30
offline dan live streaming. Dalam pengajian secara offline diikuti
mayoritas mahasiswa se-Kota Semarang dengan jumlah pengunjung
kurang lebih 100 orang. Ditambah pengajian secara online dengan rata
rata 78.656 viewers. Kegiatan ini diisi dengan pembacaan surah Al-Kahfi,
dan Akustik sebelum da’i hadir untuk memberikan materi. Praktik
kegamaan yang dibentuk oleh Santrendelik merupakan New pengajian.
Banyak praktik kegamaan saat ini diungkapkan dan dipraktikkan secara
terbuka di ruang publik, termasuk masjid, televisi dan media digital agar
lebih inklusif. Namun, beberapa praktik keagamaan yang sedang tren saat
ini, seperti pengajian perkotaan, seringkali dilakukan secara eksklusif.
Dengan dihadiri oleh puluhan peserta serta materi dan permasalahan yang
dibahas dalam pengajian tersebut menyentuh persoalan keagamaan global
dan lokal. 56

Munculnya pengajian di media digital, tidak hanya


menggambarkan meluasnya pemberitaan media mengenai agama namun
juga ditandai dengan semakin meluasnya pemberitaan media mengenai
agama dan penyebaran otoritas kegamaan. Penyebaran otoritas
keagamaan sebagai salah satu dampak dari popularitas Islam itu sendiri.
Sementara itu, otoritas keagamaan praktis seringkali diwakili oleh teks,
tokoh, dan institusi sehingga kemunculan elemen tersebut di media akan
memperluas otoritas tersebut. Misalnya, cermaha agama yang secara
tradisional dilaksanakan di masjid atau tempat fisik lainnya berpotensi

56
Yanwar Pribadi, “Pop and ‘True’ Islam in Urban Pengajian: The
Making of Religious Authorithy,” in The New Santri: Challenging To
Tradisional Religious Authorithy in Indonesia, ed. Norshahril Saat and Ahmad
Najib Burhani (Singapore: ISEAS, 2020).

31
meluas akibat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
sehingga berimplikasi pada munculnya bentuk baru praktik keagamaan.57

New pengajian sekarang ini dikemas dengan budaya popular


seperti komedi, acara musik, menghadirkan selebritis sebagai pendakwah,
acara motivasi serta terhubung dengan platform media digital. Para da’i
bahkan menjadi trend dari model budaya popular, yaitu relasi antara
patron (da’i) dan klien (mad’u). Praktik keagamaan dikemas dalam
perangkap artifisial, sebagai cara menciptakan daya tarik dan
leterpesonaan massa. Praktik keagamaan dimuati citra tertentu yang
bersifat profan yang sama sekali terlepas dari konteks kesucian ibadah. 58

Kebanyakan dari bentuk New pengajian terhubung dengan


platform media digital, salah satunya Youtube. Komunitas youtube
dimanfaatkan sebagai upaya eksistensi diri dan ajang mencari popularitas.
Penggunaan Youtube berdampak pada perubahan dari budaya lama ke
budaya baru, termasuk praktik keagamaan dakwah yang juga harus
beradaptasi. Santrendelik misalnya, menggunakan wacana kekinian
sebagai bentuk adaptasi ke budaya baru. Wacana kekinian yang
ditampilkan menggunakan diksi khas anak muda seperti Mantra untuk
Tuan Mama Muda, Gwenchana Ya Rasul, Full Speed Cuan, dan Hidup
Hanya Berchandyaa. Pola pikir manusia terlihat dari diksi yang
digunakan. Sehingga, terlihat bahwa pola pikir dakwah santrendelik, yaitu

57
Moch Fakhruroji, “Digitalizing Islamic Lectures: Islamic Apps and
Religious Engagement in Contemporary Indonesia,” Contemporary Islam 13, no.
2 (2019): 201–15.
58
Farida Rachmawati, “Rethinking Uswah Hasanah: Etika Dakwah
Dalam Bingkai Hiperrealitas,” Jurnal Ilmu Dakwah 35, no. 2 (2017): 307.

32
59
pikiran yang merepresentasikan anak muda. Melalui program dakwah
popular, santrendelik berhasil menyebarkan gagasan tentang muslim yang
saleh dan modern. Tidak hanya itu, otoritas santrendelik semakin menguat
karena program dakwah yang ditampilkan dikemas dengan sentuhan
budaya popular, serta memperhatikan profesionalias bidang keahlian
otoritas yang mengisi kajian keagamaan. New pengajian yaitu program
dakwah yang dikemas dengan budaya popular adalah bentuk kontestasi
terhadap praktik keagamaan otoritas keagamaan lama yang dimiliki oleh
madrasah, dan atau pondok pesantren. 60

“Awal-awal karena seolah mereka itu tidak berada dalam sebuah


pengajian atau tempat belajar agama, tapi mereka berada di
sebuah komunitas yang membuat mereka itu mempunyai teman
baru” (Founder dari santrendelik).
Pengajian dalam bentuk baru yang dilakukan oleh santrendelik
tidak hanya membahas tentang wacana keislaman, namun juga diskusi
tentang budaya, sosial dan politik anak muda. Startegi wacana menjadi
penting karena media digital menjadi penentu abtara pembiasaan berama,
pendidikan, kesejahteraanm identitas nasionalis dan kesenjangan sosial.
61

Konten kretor dakwah dan da’i influencer mampu


mengkomunikasi atau mempromosikan produk nyata, ideologi, atau

59
Arifin, “Mubalig Youtube Dan Komodifikasi Konten Dakwah.”
60
Dony Arung Triantoro, “Dakwah Dan Kesalehan: Studi Tentang
Gerakan Teras Dakwah Di Kalangan Remaja Yogyakarta,” Jurnal Masyarakat
Dan Budaya 20, no. 2 (2018).
61
Mudhofi et al., “Public Opinion Analysis for Moderate Religious: Social
Media Data Mining Approach.”

33
pesan sedemikian rupa sehingga pengikutnya menganggapnya sebagai
elemen budaya yang diinginkan dan terlebih lagi mereka menyajikan
pesan dakwah dengan branding untuk mendapatkan otoritas kegamaan
yang saat ini kompetitif di media digital. Otoritas keagamaan sendiri
didapatkan dengan cara konsep memberikan pengaruh dalam wujud
aspirasi, atau kemampuan untuk membentuk kepercayaan dan praktik
masyarakat dengan cara yang dapat dikenali. Para da’i influencer di media
sosial menawarkan serangkaian nilai, yaitu gagasan tentang Islam yang
autentik, dan kreatif. Tujuan dari hadirnya da’i influencer adalah untuk
mendapatkan simpati dan kepercayaan masyarakat digital dan untuk
memberikan pengaruh pada keputusan yang mereka buat. 62

Da’i influencer memainkan peran dalam menyoroti isu dan


kekhawatiran tertentu yang mungkin diabaikan oleh media arus utama.
Da’i influencer bertindak sebagai pemimpin moral yang memiliki
wewenang untuk menyuarakan masalah-masalah mendesak. Karenanya,
audiens berharap bahwa para da’i influencer mampu mengadvokasi
perubahan sosial di masyarakat melalui posisi mereka disertai dengan
tanggung jawab dan menjadikan da’i influencer sebagai entitas
fungsional.63 Hal ini selaras dengan pernayataan bahwa manusia atau da’i
dapat memberikan pengaruh tertentu terhadap arah perubahan sosial.
Dalam konteks dakwah, arah perubahan yang dituju adalah pembentukan

62
Sorgenfrei, “Branding Salafism: Salafi Missionaries as Social Media
Influencers,” 216.
63
Siti Mazidah Mohamad, “Micro-Celebrity Practices in Muslim-
Majority States in Southeast Asia,” Popular Communication 19, no. 3 (2021):
235–49.

34
khairu ummah. 64 Salah satu isu yang diangkat oleh Santrendelik tentang
kemerdekaan Palestina, sehingga muncul tema kajian Jalur Gaza = Jalur
Surga dan diskusi tentang kepahlawanan dan historis dari Ratu
Kalinyamat dengan menhadirkan akademisi ahli sejarah dan anggota DPR
RI, yang mengusulkan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan.

Gambar 7 Wacana kajian Santrendelik

Konten dakwah yang diangkat oleh santrendelik adalah contoh


dari penggunaan konten lokal dalam konteks global dan transnasional.
Mobilisasi subjektivitas baru, reproduksi keprihatinan sudah lama
terbentuk melalui media sosial. Hal ini menunjukkan fungsi sosial dari
da’i infleuncer. Kehadiran para da’i infleuncer ini menawarkan kaum
muda sebuah jalan keluar untuk menyampaikan pemikiran mereka dan
menormalkan perilaku dan praktik sosial baru. Konten dakwah yang

64
Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003), 136.

35
dilakukan oleh para da’i influencer ini mencerminkan dan mewakili suara
atas keprihatinan masyarakat luas. Dalam hal ini, dalam dakwah digital
terjadi interaksi dua arah antara audiens dan da’i influencer. Audiens
menggunakan da’i influencer sebagai entitas fungsional untuk membuat
suara mereka didengar dan memahami diri mereka, serta identitas mereka
melalui identifikasi diri. Sementara itu, da’i influencer mendapatkan
kekuatan dari platform digital mereka. Peralihan kekuasaan kepada da’i
infleuncer terlihat dari kemampuan para da’i untuk menyuarakan suatu
tujuan tanpa memerlukan dukungan institusional. 65

Konten kreator dan da’i influencer juga berfungsi sebagai kritik


terhadap media berita arus utama sekaligus alternatif terhadapnya. Salah
satu cara untuk menarik audines dari kalangan muda adalah dengan
menolak norma media berita konvensional dengan membangun
kredibilitas dan mendukung budaya partisipatif. Secara khusus, da’i
influencer membangun kepercayaan audiens dengan menekankan
keterhubungan, keaslian, dan akuntabilitas terhadap audiens tersebut. 66

Hijrah dan Tobat: Wacana baru pada da’i influencer

Media digital memiliki wacana yang digaungkan. Salah satunya


adalah wacana “Tobat” dalam komunitas santrendelik yang
dikomunikasikan melalui pengajian online maupun offline.

65
Mohamad, “Micro-Celebrity Practices in Muslim-Majority States in
Southeast Asia.”
66
Lewis, “‘This Is What the News Won’t Show You’: YouTube
Creators and the Reactionary Politics of Micro-Celebrity,” 4.

36
“Sebuah perbaikan diri. Tidak perlu mereka beranggapan bahwa tobat
itu berhenti. Tobat itu perbaikan diri, apakah itu cara berpikirnya,
apakah tindakannya, apakah etikanya, apakah cara bergaulnya, segala
macam. Disanalah yang dibutuhkan oleh anak anak muda dan kita
menstimulus terus untuk mendedikasikan hidup dengan cara terus
memperbaiki diri.”
Wacana Tobat dimaknai sebagai tahapan proses perbaikan diri baik dari
cara berpikir dan sikap yang lebih religius. Santrendelik memberikan
panggilan tobaters pada pengikut santrendelik. Wacana tobat sendiri
memiliki makna agar para tobaters memiliki kegiatan positif di jalan
agama tanpa menghilangkan identitas diri. Tak heran, apabila tobaters
datang mengikuti pengajian dengan berbagai latar belakang sosial dan
identitas diri. Hal ini juga terlihat bahwa santrendelik menampilkan laki-
laki bertato dan bertindik yang sedang berwudhu pada salah satu video
dakwah santrendelik di Youtube sebagai representasi tobaters. Video ini
mendapatkan feedback 8.800 viewers dan 190 likers.

Gambar 8 Konten Dakwah Santrendelik pada kanal youtube

37
Dakwah yang diangkat adaalah tema dakwah yang ringan, dengan
harapan kajian dengan mengsuung wacana tobat dapat diterima oleh anak
muda.

“Orang yang datang kesini tidak harus memakai koko, kopiah.


Celana pendek bisa. Masih banyak yang belum sholat, yang
penting kumpul dulu. Bahwa disini ada nilai kebaikannya, nilai
ibadahnya. Disini bisa di absorb baik ibadah maupun sisi
pergaulannya”
Wacana tobat yang digaungkan oleh santrendelik sama halnya dengan
wacana yang gaungkan oleh Gus Miftah. Melalui channel youtube-nya
yang memiliki 969 ribu subscriber, Gus Miftah memiliki segmentasi
dakwah pekerja malam atau pekerja diskotik, dan atau tempat karaoke
malam. Gus Miftah mengadakan pengajian secara offline sekaligus
menjadikannya sebagai konten dakwah di channel youtube-nya, dengan
feedback 1,2 juta viewers dan 12.000 likers.

Gambar 9 Konten dakwah Gus Miftah pada kanal youtube

38
Gus Miftah memiliki alasan berdakwah di tempat karaoke malam.
Alasannya adalah mengutip dari pesan dari KH. Mustofa Bisri bahwa

“Gus Mus pernah berpesan Alladzina yandzuruna ila al-ummah


bi’ainirrahmah. Jadi melihat kemaksiatan seperti itu, dunia
malam itu jantung saya itu bukan benci, tapi rasa iba. Kebutuhan
kami terhadap Tuhan itu sama tapi kesempatannya langka. Jadi
kebutuhan terhadap Allah itu ada tetapi ketika mereka bergabung
dengan Majelis Ta’lim itu selalu dicurigai. Apalagi penampilan
Anak Cafe yang bertato, bertindik, rambutnya di cat dan lain
sebagainya. Ketika mereka masuk, jamaah umum melihat
mereka. Makanya saya jemput bola. Saya bilang, body mu boleh
rusak. Tapi hatimu jangan sampai kehilangan Allah.”67
Gus Miftah dan Santrendelik memiliki kesamaan berdakwah melalui
pengajian dengan segmentasi mad’u yang memiliki latar belakang sosial
beragam dengan tidak menujukkan identitas muslim secara simbolik atau
kesalehan seorang muslim. Mereka berdakwah tanpa bertujuan mengubah
identitas asli mereka. Tidak hanya santrendelik dan Gus Miftah. Baru-
baru ini, Gus Iqdam memiliki tujuan yang sama. Gus Iqdam sebagai
pemilik majelis ta’lim Sabilu Taubah dengan wacana Ngaji Ngopi
(Ngatur Jiwa, Ngolah Pikir). Dakwah yang dilakukan oleh Gus Iqdam
dikemas dengan pemilihan diksi bahasa Jawa ngoko dan segmentasi
dakwahh anak muda Jawa dengan latar belakang sosial beragam, salah
satunya adalah preman, DJ dan penyanyi dangdut.

67
Anonim, “Alasan Gus Miftah Berdakwah Di Diskotik,” NU TV,
2018, https://www.youtube.com/watch?v=HHQrtGMhPus.

39
Gambar 10 Konten dakwah Gus Iqdam pada kanal youtube

Bahasa dakwah yang digunakan oleh gus Iqdam tidak hanya tuturan
memerintah, menasehati, menghimbau, dan mengajak, namun juga
tuturan mengumpat. 68

“Iki koyoke pimpinan garanganwati. Sodara Soimah. Tenang


mak, tak angkat dadi pimpinan garanganwati, pelantikane bengi
iki”.

68
Januar Winahyu Pratama and Bagus Wahyu Setyawan, “Indak Tutur
Direktif Dan Ekspresif Dalam Pengajian Rutinan Majelis Ta’lim Sabilu Taubah
Oleh Gus Iqdam Di Blitar,” Didaktik : Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa Dan
Sastra Indonesia IV, no. November (2023): 120–31.

40
Hal ini yang membuat Gus Iqdam semakin diminati masyarakat umum
dengan diraihnya feedback sebesar 1,5 juta viewer pada channel
youtubenya “Gus Iqdam Official”. Wacana tobat sama halnya dengan
wacana hijrah yang sekarang digaungkan oleh dakwah konten kreator atau
da’i influencer lainnya, seperti Clara Shinta yang menggagas Hijrapedia
di akun Instagram. Istilah hijrah juga bisa merujuk pada proses di mana
seorang Muslim berusaha untuk menjadi Muslim yang lebih baik. Akun
Hijrapedia menampilkan nasehat bersumber hadist dan ayat Al-Qur’an
dan manfaat badal umroh dengan ikon influencer seperti Clara Shinta.
Komunitas hijrah di Indonesia merupakan fenomena yang kompleks dan
paradoks. Komunitas tersebut dapat dikenali dari cara anggotanya
mengekspresikan sikap keagamaan di media sosial. Fenomena hijrah di
kalangan muslim milenial tidak terlepas dari strategi generasi milenail
dalam menghadapi relasi kekuasaan dalam kehidupan sehari-hari.
Fenomena hijrah merupakan sebuah produk yang berakar pada hubungan
kekuasaan dalam masyarakat modern.69

69
Rahmad Hidayat, Sholihin Muhammad, and Deri Wanto, “The Hijrah
Communities and Religious Superficiality: Ideology and Religiosity of the
Islamic Hijrah Communities on Social Media,” Journal of Population and Social
Studies [JPSS] 29 (2021): 118–39.

41
Gambar 11 Konten dakwah Claras Shinta pada platform Instagram

Fenomena hijrah di kalangan muslim milenial merupakan peristiwa


keagamaan dan sebuah konstruksi baru terhadap identitas umat Islam.
Hijrah menawarkan identitas baru karena kontruksi pemikiran
keagamaannya berbeda dengan mayoritas umat islam Indonesia
sebelumnya. Hijrah pada tingkat tertentu menghadairkan ekslusivitas
keagamaan dan menjadi gaya hidup kaum milenial. Dalam memahami
tren hijrah, hijrah merupakan fenomena yang berhubungan dengan
perilaku, gaya hidup, pola konsumsi dan produksi masyarakat muslim
kontemporer yang telah menjadi bagian dari aktivitas ekonomi dasar
masyarakat. 70 Clara Shinta sering mneghadiri kajian agama di perumahan

70
Yusa’ Farchan and Zulfa Rosharlianti, “The Trend of Hijrah: New
Construction of Urban Millennial Muslim Identity in Indonesia,” The Sociology
of Islam 1, no. 2 (May 2021): 2–24.

42
elit perkotaan dengan menggunakan kendaraan mewah. Hal ini
menunjukkan bahwa hijrah yang dilakukan oleh Clara Shinta telah telah
membentuk konstruksi baru tentang “Muslim yang taat”. Konstruksi
“Muslim yang taat” memiliki tiga ciri: pertama, kesalehan individu di
ruang publik; kedua, ketaatan terhadap amalan ibadah; dan ketiga,
penguatan simbol atau identitas keagamaan yang melekat dalam aktivitas
kehidupan masyarakat muslim perkotaan. Salah satu indikator penting
peningkatan kesalehan individu di ruang public adalah tersebarnya kajian
agama di masjid, perkantoran, dan perumahan elit perkotaan. Kesalehan
individu di ruang public bahkan menjadi budaya pop dengan kehadiran
majelis taklim yang popular di kalangan masyarakat Islam dan dakwah
kontemporer. 71

Dakwah kontemporer merupakan dakwah yang memanfaatkan


teknologi, sehingga mempengaruhi materi dakwah yang lebih
menyesuaikan kondisi saat ini. Pola praktik kegamaan baru dikhawatirkan
membuat audiens menjadi terperangkap dalam sentuhan teknologi yang
cenderung mengubah keimanan kepada Tuhan dan menuju kepada
pendewaan teknologi yang menyebakan lemahnya keimanan.72

Selain berkaitan dengan kehidupan modern, komunitas hijrah


berkaitan erat dengan media sosial, sehingga mereka tidak hanya hadir

71
Farchan and Rosharlianti.
72
Awaludin Pimay and Fania Mutiara Savitri, “Dinamika Dakwah
Islam Di Era Modern,” Jurnal Ilmu Dakwah 41, no. 1 (2021): 43–55.

43
dalam realitas sosial, namun juga menjadikan media sosial sebagai ruang
penyampaian ide, dan nilai keislaman diajarkan secara virtual. 73

Gambar 12 Konten dakwah Hijrapedia pada platform Instagram

Media digital kini menghadirkan sumber bimbingan akhlak baru,


seperti yang dilakukan oleh hijrahpedia. Sumber-sumber bimbingan
akhlak baru pada platform media digital atau bahkan fatwa online menjadi
rujukan bagi masyarakat Islam yang sedang mengalami krisis
spiritualisme. Maraknya sumber bimbingan akhlak baru di media digital

73
Hidayat, Muhammad, and Wanto, “The Hijrah Communities and
Religious Superficiality: Ideology and Religiosity of the Islamic Hijrah
Communities on Social Media.”

44
mengakibatkan terjadinya provokasi hijrah di ruang virtual dan membuat
gelombong hijrah semakin meluas di kalangan umat Islam. 74

Munculnya wacana tobat dan hijrah di media digital sangat


dipengaruhi oleh da’i influencer yang lebih populer. Tren baru, di mana
cara-cara transmisi Islam yang tradisional semakin mendapat tantangan
dari kemajuan teknologi, menjadi dasar popularitas da’i jenis baru ini.
Hanya dalam beberapa tahun saja, tren di kalangan umat Islam Indonesia
kini sangat meningkat terhadap da’i yang menekankan transformasi
spiritual melalui beberapa bentuk perubahan lahiriah. Di antaranya
perubahan drastis dalam gaya busana, preferensi media sosial, dan pola
konsumsi. Dengan kata lain, kemungkinan besar mayoritas umat Islam
Indonesia, setidaknya di media sosial, lebih memilih pendakwah yang
mendukung Islamisasi yang lebih besar dalam kehidupan sehari-hari.

Da’i harus tanggap dalam menghadapi media digital. Pertama,


da’i diharapkan memiliki kemampuan pengembangan sistem informasi
dan pemetaan khalayak dan materi dengan melakukan koordinasi
antarlembaga dakwah. Kedua, da’i diharapkan memiliki kemampuan
komunikasi dan bimbingan rohani atau konseling. Ketiga, da’i harus
memiliki perencanaan dakwah yang baik. Keempat, da’i harus mampun
melakukan gerakan dakwah yang terapeutis (bersifat menyembuhkan).
Karena banyaknya penyakit sosial dan psikologis di masyarakat. Kelima,
da’i adalah agent of change yang saat ini dituntut untuk mengemas
dakwah, sumber dakwah Al-Qur’an, Sirah Nabi, Kitab kuning dan Hadist

74
Farchan and Rosharlianti, “The Trend of Hijrah: New Construction of
Urban Millennial Muslim Identity in Indonesia.”

45
ke dalam bentuk yang lebih menarik menggunkan teknologi komunikasi.
Oleh karena itu, saat ini media digital oleh para da’i menjadi sangat vital.75

Praktik kegamaan online menandai adanya perubahan dalam tiga


dimensi kehidupan beragama umat Islam, diantaranya: Pertama, dimensi
institusi agama. Dimensi ini ditandai dengan representasi pranata
kegamaan secara virtual, misalnya melalui situs, kanal, dan aplikasi
digital keislaman. Kedua, dimensi ritual. Hal ini ditandai dengan adanya
fenomena beragama dalam ruang virtual atau online religion. Fenomena
ini dapat ditemui dalam berbagai praktik kegamaan secara online,
misalnnya tabligh, dzikir, muhasabah, istighosah, dan lain-lain. Ketiga,
dimensi literasi agama yang ditandai dengan pencarian sumber
pengetahuan dan rujukan keagamaan secara virtual (religion online).
Serta praktik pembelajaran online dalam bentuk audio visual yang modern
serta streaming.76

Dakwah digital diharapkan berorientasi pada produksi dan


distribusi pesan secara populer, mudah dicerna, dikemas secara menarik,
menggunakan pendekatan multidisiplin, integrasi sains dan teknologi,
rasional dan siantifik, bersumber pada otoritas normatif agama (al-Qur’an

75
Enjang Muhaemin, “Dakwah Digital Akademisi Dakwah,” Ilmu
Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies 11 (2017): 341–56.
76
Fakhruroji, Rustandi, and Busro, “Bahasa Agama Di Media Sosial :
Analisis Framing Pada Media Sosial ‘ Islam Populer ’ Religious Languages on
Social Media Framing Analysis on Social Media ‘ Islam Populer ’”; Dudy
Imanuddin Effendi, Dede Lukman, and Ridwan Rustandi, Dakwah Digital
Berbasis Moderasi Beragama (Bandung: Yayasan Lidzikri, 2022).

46
dan hadist) yan diinterpretasikan sesuai dengan aktualisasi peristiwa atau
gejala yang terjadi di masyarakat.77

Kehadiran para da’i influencer dan dakwah konten kreator


menimbulkan pengaruh tersendiri dengan membawa bentuk aktivisme
Islam tersebut ke ruang publik yang lebih luas. Hal ini menyiratkan bahwa
beberapa aktivisme Islam tidak berasal dari organisasi keagamaan arus
utama. Media digital mendorong lahirnya populisme agama melalui
maraknya pola pembelajaran Islam yang beragam dan populer.78
Banyaknya arus informasi dalam media digital, maka konten dakwah ikut
berkontestasi dengan arus informasi di media digital, sehingga
menjadikan masyarakat informasi regional islami yang terintegratif.
Masyarakat informasi islami akan memiliki peluang untuk membentuk
jaringan telemedia global yang islami. 79

Keberhasilan dakwah digital tidak hanya diupayakan oleh para


da’i influencer dan atau dakwah konten kreator serta masyarakat.
Melainkan diperlukan dakwah struktural. Dakwah agama tidak
menyebabkan agama berkembang secara cepat dan meluas. Walaupun
pada sisi lain dakwah agama membawa kedamaian dan kestabilan.
Sebaliknya, dakwah politik dapat menyebakan agama berkembang secara

77
Fakhruroji, Rustandi, and Busro, “Bahasa Agama Di Media Sosial :
Analisis Framing Pada Media Sosial ‘ Islam Populer ’ Religious Languages on
Social Media Framing Analysis on Social Media ‘ Islam Populer ’”; Dudy
Imanuddin Effendi, Lukman, and Rustandi, Dakwah Digital Berbasis Moderasi
Beragama.
78
Solahudin and Fakhruroji, “Internet and Islamic Learning Practices in
Indonesia: Social Media, Religious Populism, and Religious Authority.”
79
Muhaemin, “Dakwah Digital Akademisi Dakwah.”

47
cepat dan meluas dalam waktu yang cepat. 80 Melalui dakwah struktural,
pemerintah seharusnya turut andil dalam mengawasi da’i pada media
digital. Selain itu, untuk mendiukung keberhasilan dakwah da’i
influencer, da’i harus menguasai pengelolaan website Islami, audio visual
melalui video Islami di Youtube dan Instagram sebagai platform media
sosial dengan pengguna anak muda Indonesia tertinggi. Selain itu,
kualitas estetika visual dan pendekatan komunikasinya yang rendah hati
dan interaktif serta mendorong orang untuk menonton, berlangganan dan
mengikuti. Ketiga, strategi pemasaran yang baik disesuaikan dengan latar
belakang audiens. Melalui dakwah Islam yang mereka lakukan, Islam
masyarakat Indonesia telah dibentuk kembali sehiigga menyebabkan
adanya definisi ulang Islam Indonesia. 81

F. Kesimpulan

Dalam konteks Agama Digital, praktik dan ekspresi keagamaan yang


ada di dalamnya berasal dari tuntutan modernitas cair yang telah
membubarkan komunitas dan institusi keagamaan tradisional sehingga
individu harus secara aktif mengksplorasi dan menciptakan ekspresi
keagamaan dalam bentuk yang baru elastis, temporal, dan fleksibel. Hal
ini dibuktikan dengan hadirnya da’i baru seperti da’i influencer dan
dakwah konten kreator. Mereka memanfaatkan media digital untuk
menyebarkan gagasan dan ilmu keislaman kepada masyarakat yang lebih

80
Aziz, Ilmu Dakwah Edisi Revisi, 4.
81
Wahyudi Akmaliah, “The Demise of Moderate Islam: New Media,
Contestation, and Reclaiming Religious Authorities,” Indonesian Journal of
Islam and Muslim Societies 10, no. 1 (2020): 1–24.

48
luas dengan membangun popularitas, keindahan dan visualisasi dakwah
sebagai bentuk dari startegi media para da’i. Para da’i baru ini mengemas
dakwah dengan budaya popular untuk membuat komunitas baru yang
lebih progresif. Pengemasan praktik keagamaan baru yang ditampilkan
melalui media digital, menyiratkan bahwa Agama Digital mampu
memberikan elemen keagamaan yang dibutuhkan oleh masyarakat tanpa
menghilangkan esensi sejati dari simbol teologi. Sehingga mendorong
para cendekiawan untuk melihat praktik keagamaan digital sebagai
inovasi unik sekaligus vital sebagai bagian dari ekspresi keagamaan
dalam budaya kontemporer. 82

Salah satu contohnya dakwah konten kreator, komunitas santrendelik


Semarang. Dalam perspektif Agama Digital, komunitas ini mampu
mentransformasikan bentuk nyata (solid) dari sistem dan ekspresi
keagamaan untuk direalisasikan secara cair (liquid), mudah, dan efisien
lewat akses fasilitas digital. Komunitas ini memiliki pengikut sebanyak
19.600 follower di Instagram. Santrendelik mengemas program dakwah
dengan budaya popular seperti akustik dan membranding dengan wadah
“nongkrong” dakwah bagi anak muda. Dengan merepresentasikan anak
muda bertato dan bertindik dalam video profil Santrendelik, yang artinya
meluruskan tanpa mengubah identitas diri. Hal ini yang membuat
Santrendelik mampu mengubah praktik keagamaan lama ke baru. Hal ini
sesuai dengan karakteristik teknologi digital dalam membentuk
identifikasi Agama Digital, tidak hanya dicirikan sebagai sistem

82
Abdullah Muslich Rizal Maulana, “Agama Digital (Digital Religion)
Dan Relevansinya Terhadap Studi Agama Interdisipliner: Sebuah Tinjauan
Literatur,” At-Tafkir 15, no. 2 (2022): 35–56,

49
keagamaan tradisional yang dikemas dalam bentuk baru. Melainkan juga
fenomena Agama Digital unik karena mampu menjawab kecemasan yang
dihasilkan dunia modern yang cair dengan menggunakan aspek teknologi
terbaru untuk menyatukan metanarasi agama dan ideologi yang
melingkupi dunia digital. Praktik keagamaan baru tidak hanya dilakukan
oleh Santrendelik, namun juga Gus Miftah, Gus Iqdam dalam kanal
youtube-nya. Dengan teknologi, mereka berdakwah dengan modern dan
cair.

Dalam prespektif Agama Digital, kajian yang Santrendelik, Gus


Miftah dan Gus Iqdam lakukan bersifat interaktif, oleh karena pengguna
akses dunia digital mampu berkomuikasi, nerkolaborasi, mengiintervensi,
dan merespons dan melihat efek kegiatan tersebut secara real-time.
Santrendelik khususnya, secara praktis mampu menyambungkan narasi
keagamaan di dunia digital dengan wacana lain seperti ekonomi, politik,
budaya secara spontan, yang dalam praktiknya membuka cara komunikasi
baru sebagai sebuah revolusi yang visioner. Demikian juga dengan Gus
Miftah dan Gus Iqdam dengan program dakwah bersama pekerja malam
di kanal youtube, dalam konteks ini merepresentasikan bahwa Agama
Digital mendukung pembebasan pemeluk agama dari ruangan yang
tertutup akan doktrin dogmatis keagamaan yang Tunggal. Hal ini
merupakan sebuah model revolusi keagamaan kontemporer dan
perwujudan akan jalur pembelajaran yang komprehensif dan universal.

Pengajian baru yang dilakukan oleh Santrendelik, Gus Miftah dan


Gus Iqdam merupakan bentuk praktik keagamaan baru. Praktik
keagamaan baru ini diposisikan sebagai negosiasi antara ruang online dan

50
offline. Negosiasi ini mewujudkan materialitas. Penggunaan platform
media digital sebagai bagian dari dakwah dan estetika digital adalah
bentuk materalitas. Ada banyak sekali tempat online di media digital yang
memfasilitasi atau menyediakan akses ke praktik keagamaan, salah
satunya adalah badal umroh online yang digagas oleh Clara Shinta
melalui akun Hijrapedia. Dimana umroh didokumentasikan secara
langsung. Dengan harapan hal ini mmeberikan suasana yang dapat
dikenali dan memiliki tujuan Dimana aturan dan harapan agama yang
terkait dapat diterapkan.

Keterlibatan pengikut dakwah digital dipikat oleh estettika digital,


untuk terlibat dengan berbagai teknologi sebagai upaya untuk terhubung
dengan agama di wilayah baru. Persinggungan antara teknologi dan
agama semakin mengemuka dengan diperkenanlkannya media digital,
dan bagi banyak orang, terjadi perubahan signifikan dalam cara mereka
berkomunikasi dan berinteraksi dengan agama. Seperti penggunaan
media digital untuk mengakses informasi keagamaan dengan mudah.
Hubungan antara teknologi dan agama dapat menunjukkan kemungkinan
adanya pergeseran budaya atau teknologi, salah satunya menurut Wagner
bahwa penggunakan media digital untuk keagamaan dapat menghasilkan
jenis interaksi keagamaan yang lebih individualistis. Potensi peralihan
dari agama berbasis komunitas ke agama indvidualistis dapat berdampak
pada bentuk otoritas, komunitas, identitas, dan praktik kegamaan
tradisional. Selain itu, bentuk agama yang baru atau yang sudah terdilusi
dapat mengembangkan dan menantang agama tradisional. Campbell juga
menuturkan bahwa praktik keagamaan digital atau baru membentuk tren

51
dan budaya keagamaan.83 Seperti yang dilakukan Clara Shinta dengan
menghadiri kajian di perumahan elit dan kendaraan mewah. Hal ini
menciptakan kontruksi baru tentang identitas Muslim yang taat dan
kesalehan inidividu di ruang publik.

Dengan munculnya praktik keagamaan baru di media digital. Maka,


da’i harus tanggap dalam menghadapi media digital. Da’i harus mampu
mengembangkan sistem informasi dan materi dakwah, mampu membina
para pengikut dengan kemampuan komunikasi yang baik, memiliki
perencanaan dakwah dan melakukan gerakan dakwah yang terapeutis
serta memposisikan diri sebagai agen sosialisasi nilai yang dituntut untuk
mengemas dakwah dan sumber dakwah dalam bentuk yang lebih menarik
melalui teknologi.

Tidak hanya itu, agar dakwah pada media digital berhasil, maka
diperlukan dakwah structural. Melalui dakwah struktural, pemerintah
turut andil dalam mengawasi da’i pada media digital. Selain itu, da’i
influencer harus menguasi visualisasi dakwah dan teknologi di ruang
virtual Selain itu, da’i menerapkan kualitas estetika visual dan pendekatan
komunikasinya yang rendah hati dan interaktif. Ketiga, strategi dakwah
disesuaikan dengan latar belakang audiens.

83
Heidi A. Campbell and Louise Connelly, “Religion and Digital
Media,” The Wiley Blackwell Companion to Religion and Materiality, 2020,
471–86.

52
Daftar Pustaka

AB, Syamsuddin. Sosiologi Dakwah. Makassar: Alauddin Press, 2013.

Afifi, E. “Dinamika Otoritas Dan Diskursus Keagamaan Kaum Milenial:


Studi Terhadap Remaja Masjid Di Banten.” UIN Sunan Gunung
Djati, 2021

Akmaliah, Wahyudi. “The Demise of Moderate Islam: New Media,


Contestation, and Reclaiming Religious Authorities.” Indonesian
Journal of Islam and Muslim Societies 10, no. 1 (2020): 1–24.

Alperstein, Neil. Performing Media Activism in the Digital Age.


Performing Media Activism in the Digital Age. Switzerland:
Palgrave Macmillan, 2021.

Apriyani, Siska Nur, Ryo Yudowirawan, Fathurozi Fathurozi, Moch


Lukluil Maknun, and Umi Muzayanah. “Misplace Otoritas Berbagi
Konten Keagamaan Pada Grup WhatsApp.” Jurnal SMART (Studi
Masyarakat, Religi, Dan Tradisi) 8, no. 2 (2022): 205–18.

Arifin, Ferdi. “Mubalig Youtube Dan Komodifikasi Konten Dakwah.”


Al-Balagh : Jurnal Dakwah Dan Komunikasi 4, no. 1 (2019): 91–
120.

Aziz, Moh Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2004.

———. Ilmu Dakwah Edisi Revisi. Jakarta: Kencana, 2004.

Bakti, Andi Faisal. Communication and Family Planning in Islam in


Indonesia, South Sulawesi Muslim Perception of a Global

53
Development Program. Jakarta: INIS, 2004.

Beta, Annisa R. “Commerce, Piety and Politics: Indonesian Young


Muslim Women’s Groups as Religious Influencers.” New Media
and Society 21, no. 10 (2019): 2140–59.

Campbell, Heidi A. “Surveying Theoretical Approaches within Digital


Religion Studies.” New Media and Society 19, no. 1 (2017): 15–24.

Campbell, Heidi A., and Louise Connelly. “Religion and Digital


Media.” The Wiley Blackwell Companion to Religion and
Materiality, 2020, 471–86.

Choirin, Muhammad. “The Perception of Indonesian Millenial on Da’i:


Knowledge , Presentation , and Performance.” Afakaruna 19, no. 1
(2023).

Dewi, Oki Setiana. “Pengajian Selebritas Hijrah Kelas Menengah


Muslim (2000-2019): Respons Atas Dakwah Salafi Dan Jamaah
Tabligh.” Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
UIN Syarif Hidayatullah, 2020.

Dudy Imanuddin Effendi, Dede Lukman, and Ridwan Rustandi. Dakwah


Digital Berbasis Moderasi Beragama. Bandung: Yayasan Lidzikri,
2022.

Dulwahab, Encep. “Dakwah Di Era Konvergensi Media.” Ilmu Dakwah


5, no. 16 (2010).

Fahrudin, Fahrudin, and Mohammad Rindu Fajar Islamy. “Da’i (Muslim


Preachers) Idols, Fatwas, and Political Constellations: Empirical

54
Study of Millennial Generation Perspective.” Jurnal Dakwah
Risalah 33, no. 2 (2022): 132.

Fakhruroji, Moch. “Digitalizing Islamic Lectures: Islamic Apps and


Religious Engagement in Contemporary Indonesia.” Contemporary
Islam 13, no. 2 (2019): 201–15.

Fakhruroji, Moch, Ridwan Rustandi, and Busro. “Bahasa Agama Di


Media Sosial : Analisis Framing Pada Media Sosial ‘ Islam Populer
’ Religious Languages on Social Media Framing Analysis on
Social Media ‘ Islam Populer .’” Jurnal Bimas Islam 13, no. 2
(2020): 204–34.

Farchan, Yusa’, and Zulfa Rosharlianti. “The Trend of Hijrah: New


Construction of Urban Millennial Muslim Identity in Indonesia.”
The Sociology of Islam 1, no. 2 (May 2021): 2–24.

Goanta, Catalina, and Giovanni De Gregorio. “Content


Creator/Influencer.” In Glossary of PLATFORM, edited by Luca
Belli, Nicolo Zingales, and Yasmin Curzi, 69. Rio de Janeiro: FGV
Direito Rio, 2021.

Hannan, Abd. “Covid-19 Dan Disrupsi Praktik Ritual Keagamaan Di


Indonesia: Dari Tradisional Ke Virtual (Covid-19 and the
Disruption of Religious Practices in Indonesia: From Traditional
To Virtual).” Jurnal Sosiologi Reflektif 16, no. 2 (2022): 263.

Harry, Harry. “The Rise of Indonesia ’ s Religious Influencers : Between


Strategic Content , Visual Authority , and Active Consumers A

55
Thesis Submitted in Fulfilment of the Requirements for the Degree
of Doctor of Philosophy School of Media & Communication
College of De.” RMIT, 2023.

Hidayat, Rahmad, Sholihin Muhammad, and Deri Wanto. “The Hijrah


Communities and Religious Superficiality: Ideology and
Religiosity of the Islamic Hijrah Communities on Social Media.”
Journal of Population and Social Studies [JPSS] 29 (2021): 118–
39.

Hjarvard, Stig. “Three Forms of Mediatized Religion: Changing the


Public Face of Religion.” Gosudarstvo, Religiia, Tserkov’ v Rossii
i Za Rubezhom/State, Religion and Church in Russia and
Worldwide 38, no. 2 (2020): 41–75.

Ikhwan, Saipudin. “Covid-19, Media Baru Dan Ritual Agama Online.”


Qawwam 3, no. 2 (2022): 61–70.

Jinan, Mutohharun. “Intervensi New Media Dan Impersonalisasi


Otoritas Keagamaan Di Indonesia.” Jurnal Komunikasi Islam Vol.
3, no. 2 (2013): 321–48.

Khatibah. “Penelitian Kepustakaan.” Iqra’ 05, no. 01 (2011): 1–4.

Lewis, Rebecca. “‘This Is What the News Won’t Show You’: YouTube
Creators and the Reactionary Politics of Micro-Celebrity.”
Television and New Media 21, no. 2 (2020): 201–17.

Liliweri, Alo. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta: Prenada


group, 2011.

56
Maulana, Abdullah Muslich Rizal. “Agama Digital (Digital Religion)
Dan Relevansinya Terhadap Studi Agama Interdisipliner: Sebuah
Tinjauan Literatur.” At-Tafkir 15, no. 2 (2022): 35–56.

Melody, Nouri. “The Power of Influence: Traditional Celebrity vs Social


Media Influencer.” Advanced Writing: Pop Culture Intersections
176, no. 32 (2018): 4983–5002.

Moefad, Agoes Moh., Syaifuddin Syaifuddin, and Iklima Sholichati.


“Digitizing Religion: Millenial Generation Da’wah Patterns on
Social Media.” Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic
Studies 15, no. 2 (2021): 387–406.
https://doi.org/10.15575/idajhs.v15i2.13136.

Mohamad, Siti Mazidah. “Micro-Celebrity Practices in Muslim-Majority


States in Southeast Asia.” Popular Communication 19, no. 3
(2021): 235–49.

Mudhofi, M, Ilyas Supena, Safrodin, Abdul Karim, and Solahuddin.


“Public Opinion Analysis for Moderate Religious: Social Media
Data Mining Approach.” Jurnal Ilmu Dakwah 43, no. 1 (2023): 1–
27.

Muhaemin, Enjang. “Dakwah Digital Akademisi Dakwah.” Ilmu


Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies 11 (2017): 341–
56.

Muhammad, Nur Afni. “Populisme Dan Dinamika Otoritas Keagamaan


Dalam Islam Di Media Sosial.” Jurnal Peurawi: Media Kajian

57
Komunikasi Islam 4, no. 2 (2021).

Mutia, Tika. “Da’wahtainment: The Creativity of Muslim Creators in


Da’wah Communication on Social Media.” Jurnal Dakwah
Risalah 32, no. 2 (2022): 147.

Mutmainah, Siti, and Sayidah Afyatul Masruroh. “Online Da’wah on


Social Media: Personal Branding of a Female Celebrity Preacher
on Instagram.” Lentera VI, no. I (2022).

Nisa, Eva F. “Social Media and the Birth of an Islamic Social


Movement: ODOJ (One Day One Juz) in Contemporary
Indonesia.” no. 134 (January 2, 2018): 24–43.

Pimay, Awaludin, and Fania Mutiara Savitri. “Dinamika Dakwah Islam


Di Era Modern.” Jurnal Ilmu Dakwah 41, no. 1 (2021): 43–55.

Pratama, Januar Winahyu, and Bagus Wahyu Setyawan. “Indak Tutur


Direktif Dan Ekspresif Dalam Pengajian Rutinan Majelis Ta’lim
Sabilu Taubah Oleh Gus Iqdam Di Blitar.” Didaktik : Jurnal
Ilmiah Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia IV, no.
November (2023): 120–31.

Pribadi, Yanwar. “Pop and ‘True’ Islam in Urban Pengajian: The


Making of Religious Authorithy.” In The New Santri: Challenging
To Tradisional Religious Authorithy in Indonesia, edited by
Norshahril Saat and Ahmad Najib Burhani. Singapore: ISEAS,
2020.

Purwanto, Purwanto, Muhammad Sulthon, and Milna Wafirah.

58
“Behavior Intention to Use Online Zakat: Application of
Technology Acceptance Model with Development.” Ziswaf: Jurnal
Zakat Dan Wakaf 8, no. 1 (2021): 44.

Qudsy, Saifuddin Zuhri, Achmad Fawaid, and Althaf Husein Muzakky.


“Ahlus Sunnah Views of COVID-19 in Social Media: The Islamic
Preaching by Gus Baha and Abdus Somad.” Al-Albab 10, no. 1
(2021): 115–34.

Rachmawati, Farida. “Rethinking Uswah Hasanah: Etika Dakwah


Dalam Bingkai Hiperrealitas.” Jurnal Ilmu Dakwah 35, no. 2
(2017): 307.

Rahman, Fathor, and Ghazian Luthfi Zulhaqqi. “Fenomena Ta’Aruf


Online Dan Praktik Komodifikasi Perkawinan Di Dunia Digital.”
Kafa`ah: Journal of Gender Studies 10, no. 1 (2020): 63.

Rosidi, I. “A Contest of Being More Religious: The Muslim Millennial


Preachers in the Contemporary Indonesia.” In International
Conference on Islam and Muslim Societies (ICONIS), edited by
Roko Patria Jati, 48–59. Salatiga: Pascasarjana IAIN Salatiga,
2018.

Saprillah, Hamdan Juhannis, Nurman Said, and Hamzah Harun Ar-


Rasyid. “Kontestasi Keagamaan Dalam Masyarakat Muslim
Urban: Religious Contestation Among Urban Mosleem Society.”
Al-Qalam 26, no. 1 (2020): 39–56.

Saputra, Eko. “Teras Dakwah, Agama Dan Pasar: Lanskap Dan

59
Pergeseran Gerakan Dakwah Di Indonesia.” Idarotuna 3, no. 1
(2020).

Saputra, Eko, and Dony Arung Triantoro. “Urban Muslim Youth,


Pengajian Communities and Social Media: Fragmentation of
Religious Authorithy in Infonesia.” Al-Qalam 27, no. 2 (2021).

Solahudin, Dindin, and M Fakhruroji. “Internet and Islamic Learning


Practices in Indonesia: Social Media, Religious Populism, and
Religious Authority.” Religions 11, no. 1 (2020).

Sorgenfrei, Simon. “Branding Salafism: Salafi Missionaries as Social


Media Influencers.” Method and Theory in the Study of Religion
34, no. 3 (2021): 211–37.

Sulthon, Muhammad. Desain Ilmu Dakwah. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 2003.

Syaiful Romadhon, Muh, Amalia Rahmah, and Yekti Wirani. “Blended


Learning System Using Social Media for College Student: A Case
of Tahsin Education.” Procedia Computer Science 161 (2019):
160–67.

Tahir, A, H Cangara, A Arianto - Jurnal Ilmu Dakwah, and Undefined


2020. “Komunikasi Dakwah Da’i Dalam Pembinaan Komunitas
Mualaf Di Kawasan Pegunungan Karomba Kabupaten Pinrang.”
Jurnal Ilmu Dakwah 40, no. 2 (2020).

Triantoro, Dony Arung. “Dakwah Dan Kesalehan: Studi Tentang


Gerakan Teras Dakwah Di Kalangan Remaja Yogyakarta.” Jurnal

60
Masyarakat Dan Budaya 20, no. 2 (2018).

Z Zulkifli. “The Ulama in Indonesia: Between Religious Authority and


Symbolic Power.” Jurnal Ilmu Keislaman-Miqot 1 (2013).

Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor


Indonesia, 2014.

Internet:

Anonim. “Alasan Gus Miftah Berdakwah Di Diskotik.” NU TV, 2018.


https://www.youtube.com/watch?v=HHQrtGMhPus.

———. “Ta’aruf Online Indonesia,” 2023. https://www.taarufonline.id/.

———. “Top 100 YouTube Channels in Indonesia (2023) - Sorted by


Subscribers.” Accessed April 3, 2023.
https://www.speakrj.com/audit/top/youtube/id.

———. “Top Instagram Influencers in Indonesia in 2023 | StarNgage.”


Accessed April 3, 2023.
https://starngage.com/app/id/influencer/rankin

“Macro Influencer vs Micro Influencer: The 2022 Guide [+Example ].”


Accessed May 23, 2022. https://peertopeermarketing.co/micro-vs-
macro-influencers/.

Purwanti, Teti. “Kinerja PayTren AM Ambruk Dan Puncak Kemarahan


Yusuf Mansur.” CNBC Indonesia, 2022.

61
Rantung, Revi C. “Oki Setiana Dewi Bahagia Raih Penghargaan Sebagai
Dai Influencer Dan Inovatif.” Kompas.com, 2023.
https://www.kompas.com/hype/read/2023/01/24/214021566/oki-
setiana-dewi-bahagia-raih-penghargaan-sebagai-dai-influencer-
dan.

Tesalonica. “Jumlah Influencer Indonesia Meningkat Di Tengah


Pandemi.” Tek.id, 2020. https://www.tek.id/culture/jumlah-
influencer-indonesia-meningkat-di-tengah-pandemi-b1ZVp9jeZ.

62

Anda mungkin juga menyukai