Makalah Kompre Terbaru 2024
Makalah Kompre Terbaru 2024
Oleh:
BAKHITA AIDA
NIM: 2100029042
Konsentrasi : Ilmu Dakwah
i
PERNYATAAN KEASLIAN MAKALAH KOMPREHENSIF
Bakhita Aida
NIM. 2100029042
ii
NOTA DINAS Semarang, Februari 2024
Kepada
Yth. Direktur Pascasarjana
UIN Walisongo Semarang
di Semarang
Assalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarakatuh.
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan,
arahan dan koreksi terhadap makalah Komprehensif yang ditulis oleh:
Nama : Bakhita Aida
NIM : 2100029042
Konsentrasi : Ilmu Dakwah
Program Studi : Studi Islam
Judul : Pratik Keagamaan Baru Da’i Influencer dan
Konten Kreator Dalam Dakwah Digital
Kami memandang bahwa Makalah Komprehensif tersebut sudah dapat
diajukan kepada Pascasarjaba UIN Walisongo untuk diajukan dalam
Ujian Makalah Komprehensif.
Wassalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarakatuh.
Promotor Ko-Promotor
iii
DAFTAR ISI
iv
Abstrak
Paparan media digital mengubah preferensi pemahaman agama
dan juga berubahnya praktik keagamaan. Praktik keagamaan baru
dipengaruhi oleh hadirnya da’i influncer dan dakwah konten kreator serta
situs keislaman. Berubahnya praktik kegamaan dari lama ke baru,
ditambah hadirnya da’i baru di media digital yang dikhawatirkan tidak
memenuhi standar kualifikasi dan menyebabkan media digital memiliki
potensi menjadi sumber utama untuk mengakses pengetahuan agama dan
menghilangkan otoritas tradisional. Selain itu, meningkatnya antusiasme
praktik keagamaan online, menentang pendapat Max Weber, Emile
Durkheim, dan George Shimmel bahwa ketika kehidupan semakin
modern dan rasional, agama sebagai hal yang irasional akan
terkesampingkan dari kehidupan modern. Namun, fakta yang terjadi,
agama tetap berkembang dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat
modern. Sehingga timbul permasalahan, bagaimana bentuk praktik
keagamaan baru di media digital dengan menggunakan perpektif agama
digital. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan praktik
keagamaan baru di media digital. Sedangkan metode penelitian yang
digunakan adalah etnografi digital dan kepustakaan. Hasil penelitian ini,
bahwa terjadi bentuk praktik keagamaan baru seperti pengajian yang
dikemas dengan budaya popular dan terintegrasi dengan media digital
seperti yang dilakukan komunitas Santrendelik dan akun dakwah lainnya.
Munculnya praktik keagamaan baru, ternyata mampu melahirkan tren dan
wacana baru. Seperti wacana tobat dan hijrah. Wacana ini juga yang
mempengaruhi berubahnya budaya praktik keagamaan menjadi lebih
eksklusif dan mendefinisikan ulang identitas muslim baru di era digital.
v
Abstract
Exposure to digital media changes preferences and practices of
religious understanding. New religious practices are influenced by the
presence of da'i influencers, da'wah content creators, and Islamic
websites. The shift of religious practices from old to new and the presence
of new da'i in digital media is feared to fail to meet the qualification
standards of Islamic teachings. This phenomenon will have the effect of
increasing the potential of digital media to be the main source of religious
knowledge and to the exclusion of traditional authorities. In contrast, the
growing enthusiasm for online religious practice challenges the view of
Max Weber, Emile Durkheim, and George Shimmel that as life becomes
more modern and rational, religion as irrational will be pushed out of
modern life. However, the facts show that religion continues to evolve
and be applied to modern people. It raises a question on how the form of
new religious practices in digital media according to digital religious
perspective. The purpose of this research is to describe new religious
practices in digital media. The research methods used are digital
ethnography and literature review. The results of this study show that
there are new forms of religious practices, such as religious learning
forums, that are integrated into popular culture and digital media, such as
those performed by the Santrendelik community and other da'wah
accounts. The emergence of new religious practices can generate new
trends and discourses, such as repentance and hijrah. This discourse also
influences the change in the culture of religious practices to be more
exclusive and redefines the new Muslim identity in the digital age.
vi
امللخص
vii
A. Pendahuluan
1
M Mudhofi et al., “Public Opinion Analysis for Moderate Religious:
Social Media Data Mining Approach,” Jurnal Ilmu Dakwah 43, no. 1 (2023):
1–27.
2
Saifuddin Zuhri Qudsy, Achmad Fawaid, and Althaf Husein Muzakky,
“Ahlus Sunnah Views of COVID-19 in Social Media: The Islamic Preaching by
Gus Baha and Abdus Somad,” Al-Albab 10, no. 1 (2021): 115–34.
3
Tesalonica, “Jumlah Influencer Indonesia Meningkat Di Tengah
Pandemi,” Tek.id, 2020, https://www.tek.id/culture/jumlah-influencer-
indonesia-meningkat-di-tengah-pandemi-b1ZVp9jeZ.
1
pemasaran, influencer sendiri melakukan monetisasi terhadap ulasan dan
dukungan pada suatu produk yang dikomunikasikan melalui media sosial.
Di luar prespektif pemasaran, konten krator digunakan untuk menekankan
fakta bahwa pengguna media sosial menggunakan media sosial sebagai
sumber penghasilan. 4 Para da’i influencer juga melibatkan diri mereka
kedalam praktik kewirausahaan yang dikenal sebagai bisnis dakwah. Para
da’i influnecer membingkai kegiatan komersial tersebut sebagai hal yang
bermanfaat bagi pengikutnya karena memperkenalkan langkah yang
diperlukan untuk menjadi muslim yang baik.5 Komersialisasi dakwah
juga terlihat pada salah satu da’i seperti Oki Setiana Dewi yang memiliki
follower Instagram sebanyak 21 Juta. Oki sendiri dinobatkan sebagai da’i
influencer ter-inovatif tahun 2023 oleh Ikatan Da’i Indonesia. 6
4
Catalina Goanta and Giovanni De Gregorio, “Content
Creator/Influencer,” in Glossary of PLATFORM, ed. Luca Belli, Nicolo Zingales,
and Yasmin Curzi (Rio de Janeiro: FGV Direito Rio, 2021), 69.
5
Eva F. Nisa, “Social Media and the Birth of an Islamic Social
Movement: ODOJ (One Day One Juz) in Contemporary Indonesia,”, no. 134
(January 2, 2018): 24–43, https://doi.org/10.1080/13639811.2017.1416758;
Annisa R. Beta, “Commerce, Piety and Politics: Indonesian Young Muslim
Women’s Groups as Religious Influencers,” New Media and Society 21, no. 10
(2019): 2140–59.
6
Revi C Rantung, “Oki Setiana Dewi Bahagia Raih Penghargaan
Sebagai Dai Influencer Dan Inovatif,” Kompas.com, 2023,
https://www.kompas.com/hype/read/2023/01/24/214021566/oki-setiana-dewi-
bahagia-raih-penghargaan-sebagai-dai-influencer-dan.
2
Subscribers dan Seratus Juta Viewers.7 Channel Youtube Ustadz Abdul
Somad (UAS) mendapatkan 3,48 Juta dengan viewrs 500.000 hingga 1
Juta. Channel Adi Hidayat dengan 3,72 Juta subscriber. Bahkan kyai
tradisional seperti Anwar Zahid, sekarang memiliki channel Youtube
dengan 1,27 Juta subscriber. Dari kalangan da’i muda, ada channel Hanan
Attaki dengan 2,49 subscriber. Bahkan dari kalangan komunitas seperti
Pijar Studio yang sering meneyebarkan konten Islami, mampu
mendapatkan 3 Juta Viewers di Platform Youtube. Pada sasaran anak-
anak, Channel Youtube menawarkan Konten Islam popular yang
drepresentasikan melalui Nussa dan Rara dengan 3,97 Subscriber. Pada
platform Instagram tokoh pegiat dakwah seperti, AA Gym mendapatkan
7,3 Juta pengikut, Oki Setiana Dewi, 19,8 Juta pengikut. 8 Ditambah lagi,
banyaknya portal, situs berita Islami yang berafiliasi dengan organisasi
tertentu dengan bebas dapat diakses. Seperti VOA-Islam, Arrahmah.com,
Muslim.or.id, dan NU Online.
7
Anonim, “Top 100 YouTube Channels in Indonesia (2023) - Sorted by
Subscribers,” accessed April 3, 2023,
https://www.speakrj.com/audit/top/youtube/id.
8
Anonim, “Top Instagram Influencers in Indonesia in 2023 |
StarNgage,” accessed April 3, 2023,
https://starngage.com/app/id/influencer/ranking.
9
Dindin Solahudin and M Fakhruroji, “Internet and Islamic Learning
Practices in Indonesia: Social Media, Religious Populism, and Religious
Authority,” Religions 11, no. 1 (2020).
3
menjadi praktik keagamaan online dan menantang otoritas keagamaan
10
tradisional. Contoh praktik keagamaan online seperti penyedia jasa
ta’aruf online 11
, yang diselenggarakan oleh Ta’aruf Online Indonesia
(TOI), telah berhasil menikahkan pasangan sebanyak lebih dari 200
pasangan.12 Kemudian adanya praktik doa dan dzikir secara online 13 yang
juga digagas oleh Clara Shinta melalui Hijrapedia dengan 100.000
pengikut di media sosial Instagram. Program wakaf atau filantropi online
yang digagas oleh Ustadz Abdul Somad dengan jumlah 8,4 Juta pengikut
di media sosial Instagram atau startegi digitalisasi zakat yang dihimpun
oleh Organisasi Pengelola Zakat.14 Kegiatan tabligh, ta’lim dan
muhasabah secara online 15, dan tahsin online 16
yang juga digagas oleh
salah satu da’i influencer di media sosial, Rizky Sabroni dengan jumlah
151.000 pengikut. Meningkatnya antusiasme praktik keagamaan online,
10
Solahudin and Fakhruroji.
11
Fathor Rahman and Ghazian Luthfi Zulhaqqi, “Fenomena Ta’Aruf
Online Dan Praktik Komodifikasi Perkawinan Di Dunia Digital,” Kafa`ah:
Journal of Gender Studies 10, no. 1 (2020): 63.
12
Anonim, “Ta’aruf Online Indonesia,” 2023,
https://www.taarufonline.id/.
13
Abd Hannan, “Covid-19 Dan Disrupsi Praktik Ritual Keagamaan Di
Indonesia: Dari Tradisional Ke Virtual (Covid-19 and the Disruption of Religious
Practices in Indonesia: From Traditional To Virtual),” Jurnal Sosiologi Reflektif
16, no. 2 (2022): 26. .
14
Purwanto Purwanto, Muhammad Sulthon, and Milna Wafirah, “Behavior
Intention to Use Online Zakat: Application of Technology Acceptance Model
with Development,” Ziswaf: Jurnal Zakat Dan Wakaf 8, no. 1 (2021): 44.
15
Moch Fakhruroji, Ridwan Rustandi, and Busro, “Bahasa Agama Di
Media Sosial : Analisis Framing Pada Media Sosial ‘ Islam Populer ’ Religious
Languages on Social Media Framing Analysis on Social Media ‘ Islam Populer
,’” Jurnal Bimas Islam 13, no. 2 (2020): 204–34.
16
Muh Syaiful Romadhon, Amalia Rahmah, and Yekti Wirani,
“Blended Learning System Using Social Media for College Student: A Case of
Tahsin Education,” Procedia Computer Science 161 (2019): 160–67.
4
menentang opini Max Weber, Emile Durkheim, dan George Shimmel
bahwa saat kehidupan semakin rasional dan modern, agama sebagai hal
yang irasional akan terkesampingkan dari kehidupan modern. Namun,
fakta yang terjadi, agama tetap berkembang baik dan terus diterapkan
dalam kehidupan masyarakat modern. 17
Da’i influencer memungkinkan terjadinya berubahnya praktik
keagamaan lama ke baru, dikarenakan da’i influencer seringkali tidak
memenuhi standar kualifikasi atau krendensial yang diharapkan. Banyak
dari pengajar baru seperti da’i influencer lebih peduli dengan membangun
merek dan meningkatkan pendapatan pribadi daripada memberikan
informasi atau nasihat. Munculnya pengajar baru atau da’i influecer di
media digital menimbulkan kekhawatiran mengenai kualifikasi,
18
legitimasi dan tujuan seseorang. Salah satu contohnya adalah kasus
Paytren milik Yusuf Mansur (da’i influecer dan selebritis) yang digugat
sejumlah jama’ah karena penipuan, dimana mereka tertarik untuk
berinvestasi syari’ah yang dipromosikan pada program dakwah Yusuf
Mansur di televisi swasta pada tahun 2022. 19
17
Oki Setiana Dewi, “Pengajian Selebritas Hijrah Kelas Menengah
Muslim (2000-2019): Respons Atas Dakwah Salafi Dan Jamaah Tabligh,”
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Syarif
Hidayatullah, 2020).
18
Harry Harry, “The Rise of Indonesia ’ s Religious Influencers :
Between Strategic Content , Visual Authority , and Active Consumers A Thesis
Submitted in Fulfilment of the Requirements for the Degree of Doctor of
Philosophy School of Media & Communication College of De” (RMIT, 2023).
19
Teti Purwanti, “Kinerja PayTren AM Ambruk Dan Puncak
Kemarahan Yusuf Mansur,” CNBC Indonesia, 2022.
5
Dengan pemaparan permasalahan diatas, artikel ini bertujuan
untuk mendeskripsikan praktik keagamaan baru di media digital dengan
menggunakan perpektif agama digital, dimana ciri khas dari teknologi dan
budaya digital berhimpitan dengan praktik kegamaan dalam konteks
media digital. 20
20
Solahudin and Fakhruroji, “Internet and Islamic Learning Practices in
Indonesia: Social Media, Religious Populism, and Religious Authority.”
6
Agama digital digambarkan dalam empat gelombang. Pada
gelombang 1, tahap deskriptif. Peneliti berusaha mendeksripsikan apa
yang terjadi pada praktik keagamaan di media digital. Pada gelombang
2 atau tahap kategorisasi. Peneliti berusaha memberikan tipologi yang
konkrit, mengidentifikasi tren yang terjadi dalam praktik keagamaan
online, yang mengadaptasi bentuk-bentuk agama tradisional secara
online, dan menciptakan bentuk-bentuk jaringan spiritualitas baru.
21
Heidi A. Campbell, “Surveying Theoretical Approaches within
Digital Religion Studies,” New Media and Society 19, no. 1 (2017): 15–24.
22
Eko Saputra and Dony Arung Triantoro, “Urban Muslim Youth,
Pengajian Communities and Social Media: Fragmentation of Religious
Authorithy in Infonesia,” Al-Qalam 27, no. 2 (2021) ; Z Zulkifli, “The Ulama in
Indonesia: Between Religious Authority and Symbolic Power,” Jurnal Ilmu
Keislaman-Miqot 1 (2013).
7
Bandung” yang memiliki kecenderungan menggunakan tokoh selebritis
untuk menarik pemuda agar tergabung dalam proses kaderisasi. 23
23
Eko Saputra, “Teras Dakwah, Agama Dan Pasar: Lanskap Dan
Pergeseran Gerakan Dakwah Di Indonesia,” Idarotuna 3, no. 1 (2020),.
24
Dindin Solahudin dan M Fakhruroji, “Internet dan Islamic Learning
Practices in Indonesia: Social Media, Religious Populism, dan Religious
Authority,” Religions 11, no. 1 (2020), https://doi.org/10.3390/rel11010019; Nur
Afni Muhammad, “Populisme Dan Dinamika Otoritas Keagamaan Dalam Islam
Di Media Sosial,” Jurnal Peurawi: Media Kajian Komunikasi Islam 4, no. 2
(2021. .
8
majemuk. Ketiga, wacana keagamaan kaum milenial bersifat dinamis,
dipengaruhi oleh munculnya media digital sebagai alat produksi dan
distribusi wacana keagamaan. Media digital menjadi wadah untuk
memperdebatkan wacana mengenai hijrah, identitas muslim milenial, dan
tradisi lokal. Kondisi ini menandakan terjadinya pergeseran otoritas
keagamaan di tengah masyarakat. 25
25
E Afifi, “Dinamika Otoritas Dan Diskursus Keagamaan Kaum
Milenial: Studi Terhadap Remaja Masjid Di Banten” (UIN Sunan Gunung Djati,
2021).
26
Siska Nur Apriyani et al., “Misplace Otoritas Berbagi Konten
Keagamaan Pada Grup WhatsApp,” Jurnal SMART (Studi Masyarakat, Religi,
Dan Tradisi) 8, no. 2 (2022): 203.
27
Hannan, “Covid-19 Dan Disrupsi Praktik Ritual Keagamaan Di
Indonesia: Dari Tradisional Ke Virtual (Covid-19 and the Disruption of Religious
Practices in Indonesia: From Traditional To Virtual).”
9
praktik kegamaan ini mungkinkan terjadinya perubahan atas otoritas
tradisional. Namun, pada pengajian online yang dilaksanakan oleh
otoritas lama (Nahdlatul Ulama), berbeda. Hadirnya media digital
diposisikan sebagai penguat pengaruh otoritas agama Nahdlatul Ulama,
bukan menggeser otoritas lama. 28
C. Metode
28
Saipudin Ikhwan, “Covid-19, Media Baru Dan Ritual Agama Online,”
Qawwam 3, no. 2 (2022): 61–70.
29
Ferdi Arifin, “Mubalig Youtube Dan Komodifikasi Konten Dakwah,”
Al-Balagh : Jurnal Dakwah Dan Komunikasi 4, no. 1 (2019): 91–120,
https://doi.org/10.22515/balagh.v4i1.1718.
30
Saprillah et al., “Kontestasi Keagamaan Dalam Masyarakat Muslim
Urban: Religious Contestation Among Urban Mosleem Society,” Al-Qalam 26,
no. 1 (2020): 39–56.
10
penelitian yang bertujuan memperoleh informasi penelitian sejenis,
memperdalam kajian teoritis.31 Penelitian kepustaakaan ini bertujuan
untuk memperoleh pemahaman tentang konsep da’i influencer dan
dakwah konten kreator serta bentuk praktik keagamaan baru di pada
media digital dengan mengumpulkan dan menganalisis informasi dari
sumber tertulis atau dokumen seperti jurnal, buku, dan artikel. Metode
analisis yang digunakan bersifat deskriptif dan interpretative. Peneliti
melakukan pengumpulan, penyusunan dan presentasi data secara
sistematis dan rinci. Sementara pada analsisi interpretative, peneliti
melakukan penggunaan teori atau model dalam memahami dan
menjelaskan data yang telah dikumpulkan. 32
31
Khatibah, “Penelitian Kepustakaan,” Iqra’ 05, no. 01 (2011): 1–4.
32
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2014).
11
Tidak hanya itu, generasi muda lebih mementingkan personal branding
seorang da’i. Personal branding para da’i diorbitkan melalui media digital,
33
untuk menginternalisasikan nilai kegamaan bagi generasi milenial.
Tidak hanya personal branding seorang da’i, da’i juga harus memiliki
kompetensi dalam kualifikasi keilmuan, perilaku dan keahliannya untuk
menunjang tugas menyebarkan ajaran Islam. 34
33
Fahrudin Fahrudin and Mohammad Rindu Fajar Islamy, “Da’i
(Muslim Preachers) Idols, Fatwas, and Political Constellations: Empirical Study
of Millennial Generation Perspective,” Jurnal Dakwah Risalah 33, no. 2 (2022):
132, https://doi.org/10.24014/jdr.v33i2.19042.
34
Muhammad Choirin, “The Perception of Indonesian Millenial on
Da’i: Knowledge , Presentation , and Performance,” Afakaruna 19, no. 1 (2023).
35
Agoes Moh. Moefad, Syaifuddin Syaifuddin, and Iklima Sholichati,
“Digitizing Religion: Millenial Generation Da’wah Patterns on Social Media,”
Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies 15, no. 2 (2021): 387–
406, https://doi.org/10.15575/idajhs.v15i2.13136.
12
keagamaan. Hadirnya da’i baru memberikan harapan adanya perubahan
baru dan kritik timbal balik yang konstruktif bagi masyarakat. Sehingga
menjadi mereka menjadi jenis baru dari otoritas keagamaan. 36
36
Mutohharun Jinan, “Intervensi New Media Dan Impersonalisasi
Otoritas Keagamaan Di Indonesia,” Jurnal Komunikasi Islam Vol. 3, no. 2
(2013): 321–48.
13
tidak menguatamakan latar belakang pendidikan, namun mengutamakan
kemampuan komunikasi media sosial yang baik. 37
37
I Rosidi, “A Contest of Being More Religious: The Muslim Millennial
Preachers in the Contemporary Indonesia,” in International Conference on Islam
and Muslim Societies (ICONIS), ed. Roko Patria Jati (Salatiga: Pascasarjana
IAIN Salatiga, 2018), 48–59.
38
Nouri Melody, “The Power of Influence: Traditional Celebrity vs
Social Media Influencer,” Advanced Writing: Pop Culture Intersections 176, no.
32 (2018): 4983–5002.
14
influencer dan kreator, biasanya mengutamakan karakteristik seperti
orisinalitas dan kreativitas. Konten merupakan hasil kreativitas dalam
penerapan ilmu komunikasi. 39
39
Tika Mutia, “Da’wahtainment: The Creativity of Muslim Creators in
Da’wah Communication on Social Media,” Jurnal Dakwah Risalah 32, no. 2
(2022): 147.
40
Rebecca Lewis, “‘This Is What the News Won’t Show You’:
YouTube Creators and the Reactionary Politics of Micro-Celebrity,” Television
and New Media 21, no. 2 (2020): 201–17.
15
mendefinsikan influencer sebagai seseorang yang memiliki jangkuan dan
pengaruh yang lebih besar dari promosi pemasaran pada umumnya, dan
pemasaran influencer bergantung pada promosi dan penjualan produk
atau layanan melalui media sosial. Influencer dipahami sebagai aktivitas
pemasaran yang melibatkan pengiklan dan distributornya, sehubungan
dengan komunikasi (berbayar) tentang suatu produk untuk kepentingan
pengiklan. Menurut Word of Mouth Marketing Association, influencer
adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk menyebabkan atau
berkontribusi pada prang lain untuk mengambil suatu tindakan atau
mengubah opini atau perilaku. Defisini ini dibangun berdasrkan tiga
pertimbangan umum; Pertama, adanya transaksi dimana seseorang
(influencer) dibayar untuk mempromosikan sesuatu; Kedua, Orang
(influencer) tersebut beroperasi di media sosial; Ketiga, seseorang
(influencer) mempunyai lingkup pengaruh dimana dia melakukan
persuasi komersial.
16
tujuan melakukan persuasi komersial atau non komersial dan hal tersebut
berdampak pada basis pengikut tertentu. 41
41
Goanta and De Gregorio, “Content Creator/Influencer,” 69–70.
42
“Macro Influencer vs Micro Influencer: The 2022 Guide [+Example
],” accessed May 23, 2022, https://peertopeermarketing.co/micro-vs-macro-
influencers/.
43
Simon Sorgenfrei, “Branding Salafism: Salafi Missionaries as Social
Media Influencers,” Method and Theory in the Study of Religion 34, no. 3 (2021):
211–37.
17
sosial. Media tersebut telah menjadi bagian dari tatanan kehidupan sehari-
hari, yang disebut dengan hubungan sosial yang dimediasi, karena media
memdiasi pengalaman budaya dan memdiasi hubungan antara orang yang
terlibat dalam platform digital. 44
44
Neil Alperstein, Performing Media Activism in the Digital Age,
Performing Media Activism in the Digital Age (Switzerland: Palgrave Macmillan,
2021).
45
Goanta and De Gregorio, “Content Creator/Influencer.”
18
pengirim dan penerima dapat bertukar pikiran dengan membahas pesan
yang dikirimkan dalam suatu proses komunikasi. 46
46
Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna (Jakarta: Prenada
group, 2011).
19
Aktivitas dakwah yang dilakukan oleh konten kreator merupakan
sebuah sistem komunikasi. Sistem komunikasi yang terdiri dari beberapa
unsur pokok yaitu konten kreator sebagai da’i atau komunikator, mad’u
(komunikan) yaitu orang yang menjadi objek dakwah, metode
47
berdakwah, media dakwah dan tujuan dakwah. Cik Hasan Bisri
mengungkapkan bahwa dakwah memiliki unsur dakwah sebagai objek
material ilmu dakwah, diantaranya yaitu pendakwah, mitra dakwah,
48
metode dakwah, pesan dakwah, dan media dakwah. Ditambah, efek
dakwah (atsar) sebagai salah satu unsur dakwah. 49
47
A Tahir et al., “Komunikasi Dakwah Da’i Dalam Pembinaan
Komunitas Mualaf Di Kawasan Pegunungan Karomba Kabupaten Pinrang,”
Jurnal Ilmu Dakwah 40, no. 2 (2020).
48
Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah Edisi Revisi (Jakarta: Kencana, 2004),
50.
49
Syamsuddin AB, Sosiologi Dakwah (Makassar: Alauddin Press,
2013); Encep Dulwahab, “Dakwah Di Era Konvergensi Media,” Ilmu Dakwah 5,
no. 16 (2010).
20
Gambar 2 Akun Instagram Dakwah Konten Kreator: @narasi_umat
50
Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2004), 318–31.
21
adalah 654 follower dan mendapatkan feedback sebesar delapan penyuka
dalam salah satu postingan tersebut.
22
Instagram menunjukkan bahwa platform ini sangat kondusif untuk
mengembangkan merek pribadi yang kuat. Fenomena ini
berkesinambungan dengan keadaan saat ini, di mana kemampuan untuk
menampilkan diri secara efektif kepada khalayak luas semakin penting
untuk kesuksesan pribadi dan profesional. Personal branding diketahui
dimanfaatkan tidak hanya oleh individu dalam dunia bisnis, namun juga
oleh beragam kelompok. Tinjauan terhadap Instagram mengungkapkan
sejumlah pembuat konten dengan beragam latar belakang dan keahlian
yang secara aktif bekerja untuk mengembangkan dan membangun merek
pribadi mereka untuk memberikan nilai kepada pengguna media sosial
lainnya. Dalam hal ini, personal branding dapat dipahami sebagai suatu
proses atau strategi untuk mencapai tujuan merek individu. Individu yang
memiliki tingkat pengaruh yang signifikan dalam komunitas tertentu
melalui penggunaan media sosial biasanya disebut sebagai “influencer”.51
51
Siti Mutmainah and Sayidah Afyatul Masruroh, “Online Da’wah on
Social Media: Personal Branding of a Female Celebrity Preacher on Instagram,”
Lentera VI, no. I (2022).
23
Gambar 4 Konten Dakwah Media oleh Da'i Influencer
24
mediatisasi tidak hanya terbatas pada bidang agama, namun merupakan
proses yang terjadi dalam bidang sosial yang bergantung pada media.
Teori mediatisasi digunakan untuk menganalisis bagaimana media
menyebar, terjalin dan mempengaruh bidang budaya lain dan institusi
sosial, seperti konsumsi, pendidikan, penelitian dan agama. Media
dijadikan sumber dan informasi dan pengalaman yang penting mengenai
isu kegamaan. Media hanya menyebarkan teks keagamaan yang
dilembagakan secara terbatas. Seringkali, media menggunakan potongan
agama yang dilembagakan yang kemudian digabungkan dengan cara
baru. Selain itu, media tidak hanya sebagai alat produksi dan distribusi
informasi agama, tetapi juga memformat agama dengan cara yang
menarik, khususnya melalui budaya popular. Meluasnya media interaktif
memungkinkan masyarakat untuk mengekspresikan gagasan dan
perasaan keagamaan dalam berbagai genre yang biasanya tidak tersedia
dalam agama.
25
mapan, namun bentuk praktik komunikasi keagamaan yang lebih
indivisual dan berjejaring berkembang melalui budaya media digital. Blog
dan forum online pada platform media digital lainnya adalah salah satu
contoh tempat bagi para pelaku keagamaan untuk mendiskusikan
berbagai isu yang mungkin menantang pengalaman keyakinan dan nilai
agama sebelumnya. 52
52
Stig Hjarvard, “Three Forms of Mediatized Religion: Changing the
Public Face of Religion,” Gosudarstvo, Religiia, Tserkov’ v Rossii i Za
Rubezhom/State, Religion and Church in Russia and Worldwide 38, no. 2 (2020):
41–75, https://doi.org/10.22394/2073-7203-2020-38-2-41-75.
26
Gambar 5 Da'i terpopuler tahun 2022
Sumber: https://digdaya.republika.co.id/posts/157217/survei-
poltracking-uas-pendakwah-paling-disukai-di-indonesia
27
10. Solmed - - - - 540 ribu Macro
influencer
11. Maulana 30 50.1 1.246.284 2020 459 ribu Macro
ribu influencer
12. Das’ad 2.94 Juta 1.063 360.739.486 2017 1.6 Juta Macro
Latif influencer
13. Oki 257 ribu 738 21.308.117 2019 21 Juta Macro
Setiana influencer
Dewi
Sumber: Socialblade.com
53
Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in
Indonesia, South Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program
(Jakarta: INIS, 2004).
28
New pengajian
54
Qudsy, Fawaid, and Muzakky, “Ahlus Sunnah Views of COVID-19
in Social Media: The Islamic Preaching by Gus Baha and Abdus Somad.”
29
digital, para da’i diharuskan memiliki penguasaan ilmu keislaman, dan
kemampuan komunikasi serta strategi media. Ketiga, bagi para da’i,
keindahan dan visualisasi dakwah berperan untuk smeningkatkan
visibilitas dan menarik perhatian, serta menyakinkan audiens dan
pengikutnya agar mempercayai pesan yang mereka dakwahkan. 55
55
Harry, “The Rise of Indonesia ’ s Religious Influencers : Between
Strategic Content , Visual Authority , and Active Consumers A Thesis Submitted
in Fulfilment of the Requirements for the Degree of Doctor of Philosophy School
of Media & Communication College of De.”
30
offline dan live streaming. Dalam pengajian secara offline diikuti
mayoritas mahasiswa se-Kota Semarang dengan jumlah pengunjung
kurang lebih 100 orang. Ditambah pengajian secara online dengan rata
rata 78.656 viewers. Kegiatan ini diisi dengan pembacaan surah Al-Kahfi,
dan Akustik sebelum da’i hadir untuk memberikan materi. Praktik
kegamaan yang dibentuk oleh Santrendelik merupakan New pengajian.
Banyak praktik kegamaan saat ini diungkapkan dan dipraktikkan secara
terbuka di ruang publik, termasuk masjid, televisi dan media digital agar
lebih inklusif. Namun, beberapa praktik keagamaan yang sedang tren saat
ini, seperti pengajian perkotaan, seringkali dilakukan secara eksklusif.
Dengan dihadiri oleh puluhan peserta serta materi dan permasalahan yang
dibahas dalam pengajian tersebut menyentuh persoalan keagamaan global
dan lokal. 56
56
Yanwar Pribadi, “Pop and ‘True’ Islam in Urban Pengajian: The
Making of Religious Authorithy,” in The New Santri: Challenging To
Tradisional Religious Authorithy in Indonesia, ed. Norshahril Saat and Ahmad
Najib Burhani (Singapore: ISEAS, 2020).
31
meluas akibat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
sehingga berimplikasi pada munculnya bentuk baru praktik keagamaan.57
57
Moch Fakhruroji, “Digitalizing Islamic Lectures: Islamic Apps and
Religious Engagement in Contemporary Indonesia,” Contemporary Islam 13, no.
2 (2019): 201–15.
58
Farida Rachmawati, “Rethinking Uswah Hasanah: Etika Dakwah
Dalam Bingkai Hiperrealitas,” Jurnal Ilmu Dakwah 35, no. 2 (2017): 307.
32
59
pikiran yang merepresentasikan anak muda. Melalui program dakwah
popular, santrendelik berhasil menyebarkan gagasan tentang muslim yang
saleh dan modern. Tidak hanya itu, otoritas santrendelik semakin menguat
karena program dakwah yang ditampilkan dikemas dengan sentuhan
budaya popular, serta memperhatikan profesionalias bidang keahlian
otoritas yang mengisi kajian keagamaan. New pengajian yaitu program
dakwah yang dikemas dengan budaya popular adalah bentuk kontestasi
terhadap praktik keagamaan otoritas keagamaan lama yang dimiliki oleh
madrasah, dan atau pondok pesantren. 60
59
Arifin, “Mubalig Youtube Dan Komodifikasi Konten Dakwah.”
60
Dony Arung Triantoro, “Dakwah Dan Kesalehan: Studi Tentang
Gerakan Teras Dakwah Di Kalangan Remaja Yogyakarta,” Jurnal Masyarakat
Dan Budaya 20, no. 2 (2018).
61
Mudhofi et al., “Public Opinion Analysis for Moderate Religious: Social
Media Data Mining Approach.”
33
pesan sedemikian rupa sehingga pengikutnya menganggapnya sebagai
elemen budaya yang diinginkan dan terlebih lagi mereka menyajikan
pesan dakwah dengan branding untuk mendapatkan otoritas kegamaan
yang saat ini kompetitif di media digital. Otoritas keagamaan sendiri
didapatkan dengan cara konsep memberikan pengaruh dalam wujud
aspirasi, atau kemampuan untuk membentuk kepercayaan dan praktik
masyarakat dengan cara yang dapat dikenali. Para da’i influencer di media
sosial menawarkan serangkaian nilai, yaitu gagasan tentang Islam yang
autentik, dan kreatif. Tujuan dari hadirnya da’i influencer adalah untuk
mendapatkan simpati dan kepercayaan masyarakat digital dan untuk
memberikan pengaruh pada keputusan yang mereka buat. 62
62
Sorgenfrei, “Branding Salafism: Salafi Missionaries as Social Media
Influencers,” 216.
63
Siti Mazidah Mohamad, “Micro-Celebrity Practices in Muslim-
Majority States in Southeast Asia,” Popular Communication 19, no. 3 (2021):
235–49.
34
khairu ummah. 64 Salah satu isu yang diangkat oleh Santrendelik tentang
kemerdekaan Palestina, sehingga muncul tema kajian Jalur Gaza = Jalur
Surga dan diskusi tentang kepahlawanan dan historis dari Ratu
Kalinyamat dengan menhadirkan akademisi ahli sejarah dan anggota DPR
RI, yang mengusulkan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan.
64
Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003), 136.
35
dilakukan oleh para da’i influencer ini mencerminkan dan mewakili suara
atas keprihatinan masyarakat luas. Dalam hal ini, dalam dakwah digital
terjadi interaksi dua arah antara audiens dan da’i influencer. Audiens
menggunakan da’i influencer sebagai entitas fungsional untuk membuat
suara mereka didengar dan memahami diri mereka, serta identitas mereka
melalui identifikasi diri. Sementara itu, da’i influencer mendapatkan
kekuatan dari platform digital mereka. Peralihan kekuasaan kepada da’i
infleuncer terlihat dari kemampuan para da’i untuk menyuarakan suatu
tujuan tanpa memerlukan dukungan institusional. 65
65
Mohamad, “Micro-Celebrity Practices in Muslim-Majority States in
Southeast Asia.”
66
Lewis, “‘This Is What the News Won’t Show You’: YouTube
Creators and the Reactionary Politics of Micro-Celebrity,” 4.
36
“Sebuah perbaikan diri. Tidak perlu mereka beranggapan bahwa tobat
itu berhenti. Tobat itu perbaikan diri, apakah itu cara berpikirnya,
apakah tindakannya, apakah etikanya, apakah cara bergaulnya, segala
macam. Disanalah yang dibutuhkan oleh anak anak muda dan kita
menstimulus terus untuk mendedikasikan hidup dengan cara terus
memperbaiki diri.”
Wacana Tobat dimaknai sebagai tahapan proses perbaikan diri baik dari
cara berpikir dan sikap yang lebih religius. Santrendelik memberikan
panggilan tobaters pada pengikut santrendelik. Wacana tobat sendiri
memiliki makna agar para tobaters memiliki kegiatan positif di jalan
agama tanpa menghilangkan identitas diri. Tak heran, apabila tobaters
datang mengikuti pengajian dengan berbagai latar belakang sosial dan
identitas diri. Hal ini juga terlihat bahwa santrendelik menampilkan laki-
laki bertato dan bertindik yang sedang berwudhu pada salah satu video
dakwah santrendelik di Youtube sebagai representasi tobaters. Video ini
mendapatkan feedback 8.800 viewers dan 190 likers.
37
Dakwah yang diangkat adaalah tema dakwah yang ringan, dengan
harapan kajian dengan mengsuung wacana tobat dapat diterima oleh anak
muda.
38
Gus Miftah memiliki alasan berdakwah di tempat karaoke malam.
Alasannya adalah mengutip dari pesan dari KH. Mustofa Bisri bahwa
67
Anonim, “Alasan Gus Miftah Berdakwah Di Diskotik,” NU TV,
2018, https://www.youtube.com/watch?v=HHQrtGMhPus.
39
Gambar 10 Konten dakwah Gus Iqdam pada kanal youtube
Bahasa dakwah yang digunakan oleh gus Iqdam tidak hanya tuturan
memerintah, menasehati, menghimbau, dan mengajak, namun juga
tuturan mengumpat. 68
68
Januar Winahyu Pratama and Bagus Wahyu Setyawan, “Indak Tutur
Direktif Dan Ekspresif Dalam Pengajian Rutinan Majelis Ta’lim Sabilu Taubah
Oleh Gus Iqdam Di Blitar,” Didaktik : Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa Dan
Sastra Indonesia IV, no. November (2023): 120–31.
40
Hal ini yang membuat Gus Iqdam semakin diminati masyarakat umum
dengan diraihnya feedback sebesar 1,5 juta viewer pada channel
youtubenya “Gus Iqdam Official”. Wacana tobat sama halnya dengan
wacana hijrah yang sekarang digaungkan oleh dakwah konten kreator atau
da’i influencer lainnya, seperti Clara Shinta yang menggagas Hijrapedia
di akun Instagram. Istilah hijrah juga bisa merujuk pada proses di mana
seorang Muslim berusaha untuk menjadi Muslim yang lebih baik. Akun
Hijrapedia menampilkan nasehat bersumber hadist dan ayat Al-Qur’an
dan manfaat badal umroh dengan ikon influencer seperti Clara Shinta.
Komunitas hijrah di Indonesia merupakan fenomena yang kompleks dan
paradoks. Komunitas tersebut dapat dikenali dari cara anggotanya
mengekspresikan sikap keagamaan di media sosial. Fenomena hijrah di
kalangan muslim milenial tidak terlepas dari strategi generasi milenail
dalam menghadapi relasi kekuasaan dalam kehidupan sehari-hari.
Fenomena hijrah merupakan sebuah produk yang berakar pada hubungan
kekuasaan dalam masyarakat modern.69
69
Rahmad Hidayat, Sholihin Muhammad, and Deri Wanto, “The Hijrah
Communities and Religious Superficiality: Ideology and Religiosity of the
Islamic Hijrah Communities on Social Media,” Journal of Population and Social
Studies [JPSS] 29 (2021): 118–39.
41
Gambar 11 Konten dakwah Claras Shinta pada platform Instagram
70
Yusa’ Farchan and Zulfa Rosharlianti, “The Trend of Hijrah: New
Construction of Urban Millennial Muslim Identity in Indonesia,” The Sociology
of Islam 1, no. 2 (May 2021): 2–24.
42
elit perkotaan dengan menggunakan kendaraan mewah. Hal ini
menunjukkan bahwa hijrah yang dilakukan oleh Clara Shinta telah telah
membentuk konstruksi baru tentang “Muslim yang taat”. Konstruksi
“Muslim yang taat” memiliki tiga ciri: pertama, kesalehan individu di
ruang publik; kedua, ketaatan terhadap amalan ibadah; dan ketiga,
penguatan simbol atau identitas keagamaan yang melekat dalam aktivitas
kehidupan masyarakat muslim perkotaan. Salah satu indikator penting
peningkatan kesalehan individu di ruang public adalah tersebarnya kajian
agama di masjid, perkantoran, dan perumahan elit perkotaan. Kesalehan
individu di ruang public bahkan menjadi budaya pop dengan kehadiran
majelis taklim yang popular di kalangan masyarakat Islam dan dakwah
kontemporer. 71
71
Farchan and Rosharlianti.
72
Awaludin Pimay and Fania Mutiara Savitri, “Dinamika Dakwah
Islam Di Era Modern,” Jurnal Ilmu Dakwah 41, no. 1 (2021): 43–55.
43
dalam realitas sosial, namun juga menjadikan media sosial sebagai ruang
penyampaian ide, dan nilai keislaman diajarkan secara virtual. 73
73
Hidayat, Muhammad, and Wanto, “The Hijrah Communities and
Religious Superficiality: Ideology and Religiosity of the Islamic Hijrah
Communities on Social Media.”
44
mengakibatkan terjadinya provokasi hijrah di ruang virtual dan membuat
gelombong hijrah semakin meluas di kalangan umat Islam. 74
74
Farchan and Rosharlianti, “The Trend of Hijrah: New Construction of
Urban Millennial Muslim Identity in Indonesia.”
45
ke dalam bentuk yang lebih menarik menggunkan teknologi komunikasi.
Oleh karena itu, saat ini media digital oleh para da’i menjadi sangat vital.75
75
Enjang Muhaemin, “Dakwah Digital Akademisi Dakwah,” Ilmu
Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies 11 (2017): 341–56.
76
Fakhruroji, Rustandi, and Busro, “Bahasa Agama Di Media Sosial :
Analisis Framing Pada Media Sosial ‘ Islam Populer ’ Religious Languages on
Social Media Framing Analysis on Social Media ‘ Islam Populer ’”; Dudy
Imanuddin Effendi, Dede Lukman, and Ridwan Rustandi, Dakwah Digital
Berbasis Moderasi Beragama (Bandung: Yayasan Lidzikri, 2022).
46
dan hadist) yan diinterpretasikan sesuai dengan aktualisasi peristiwa atau
gejala yang terjadi di masyarakat.77
77
Fakhruroji, Rustandi, and Busro, “Bahasa Agama Di Media Sosial :
Analisis Framing Pada Media Sosial ‘ Islam Populer ’ Religious Languages on
Social Media Framing Analysis on Social Media ‘ Islam Populer ’”; Dudy
Imanuddin Effendi, Lukman, and Rustandi, Dakwah Digital Berbasis Moderasi
Beragama.
78
Solahudin and Fakhruroji, “Internet and Islamic Learning Practices in
Indonesia: Social Media, Religious Populism, and Religious Authority.”
79
Muhaemin, “Dakwah Digital Akademisi Dakwah.”
47
cepat dan meluas dalam waktu yang cepat. 80 Melalui dakwah struktural,
pemerintah seharusnya turut andil dalam mengawasi da’i pada media
digital. Selain itu, untuk mendiukung keberhasilan dakwah da’i
influencer, da’i harus menguasai pengelolaan website Islami, audio visual
melalui video Islami di Youtube dan Instagram sebagai platform media
sosial dengan pengguna anak muda Indonesia tertinggi. Selain itu,
kualitas estetika visual dan pendekatan komunikasinya yang rendah hati
dan interaktif serta mendorong orang untuk menonton, berlangganan dan
mengikuti. Ketiga, strategi pemasaran yang baik disesuaikan dengan latar
belakang audiens. Melalui dakwah Islam yang mereka lakukan, Islam
masyarakat Indonesia telah dibentuk kembali sehiigga menyebabkan
adanya definisi ulang Islam Indonesia. 81
F. Kesimpulan
80
Aziz, Ilmu Dakwah Edisi Revisi, 4.
81
Wahyudi Akmaliah, “The Demise of Moderate Islam: New Media,
Contestation, and Reclaiming Religious Authorities,” Indonesian Journal of
Islam and Muslim Societies 10, no. 1 (2020): 1–24.
48
luas dengan membangun popularitas, keindahan dan visualisasi dakwah
sebagai bentuk dari startegi media para da’i. Para da’i baru ini mengemas
dakwah dengan budaya popular untuk membuat komunitas baru yang
lebih progresif. Pengemasan praktik keagamaan baru yang ditampilkan
melalui media digital, menyiratkan bahwa Agama Digital mampu
memberikan elemen keagamaan yang dibutuhkan oleh masyarakat tanpa
menghilangkan esensi sejati dari simbol teologi. Sehingga mendorong
para cendekiawan untuk melihat praktik keagamaan digital sebagai
inovasi unik sekaligus vital sebagai bagian dari ekspresi keagamaan
dalam budaya kontemporer. 82
82
Abdullah Muslich Rizal Maulana, “Agama Digital (Digital Religion)
Dan Relevansinya Terhadap Studi Agama Interdisipliner: Sebuah Tinjauan
Literatur,” At-Tafkir 15, no. 2 (2022): 35–56,
49
keagamaan tradisional yang dikemas dalam bentuk baru. Melainkan juga
fenomena Agama Digital unik karena mampu menjawab kecemasan yang
dihasilkan dunia modern yang cair dengan menggunakan aspek teknologi
terbaru untuk menyatukan metanarasi agama dan ideologi yang
melingkupi dunia digital. Praktik keagamaan baru tidak hanya dilakukan
oleh Santrendelik, namun juga Gus Miftah, Gus Iqdam dalam kanal
youtube-nya. Dengan teknologi, mereka berdakwah dengan modern dan
cair.
50
offline. Negosiasi ini mewujudkan materialitas. Penggunaan platform
media digital sebagai bagian dari dakwah dan estetika digital adalah
bentuk materalitas. Ada banyak sekali tempat online di media digital yang
memfasilitasi atau menyediakan akses ke praktik keagamaan, salah
satunya adalah badal umroh online yang digagas oleh Clara Shinta
melalui akun Hijrapedia. Dimana umroh didokumentasikan secara
langsung. Dengan harapan hal ini mmeberikan suasana yang dapat
dikenali dan memiliki tujuan Dimana aturan dan harapan agama yang
terkait dapat diterapkan.
51
dan budaya keagamaan.83 Seperti yang dilakukan Clara Shinta dengan
menghadiri kajian di perumahan elit dan kendaraan mewah. Hal ini
menciptakan kontruksi baru tentang identitas Muslim yang taat dan
kesalehan inidividu di ruang publik.
Tidak hanya itu, agar dakwah pada media digital berhasil, maka
diperlukan dakwah structural. Melalui dakwah struktural, pemerintah
turut andil dalam mengawasi da’i pada media digital. Selain itu, da’i
influencer harus menguasi visualisasi dakwah dan teknologi di ruang
virtual Selain itu, da’i menerapkan kualitas estetika visual dan pendekatan
komunikasinya yang rendah hati dan interaktif. Ketiga, strategi dakwah
disesuaikan dengan latar belakang audiens.
83
Heidi A. Campbell and Louise Connelly, “Religion and Digital
Media,” The Wiley Blackwell Companion to Religion and Materiality, 2020,
471–86.
52
Daftar Pustaka
53
Development Program. Jakarta: INIS, 2004.
54
Study of Millennial Generation Perspective.” Jurnal Dakwah
Risalah 33, no. 2 (2022): 132.
55
Thesis Submitted in Fulfilment of the Requirements for the Degree
of Doctor of Philosophy School of Media & Communication
College of De.” RMIT, 2023.
Lewis, Rebecca. “‘This Is What the News Won’t Show You’: YouTube
Creators and the Reactionary Politics of Micro-Celebrity.”
Television and New Media 21, no. 2 (2020): 201–17.
56
Maulana, Abdullah Muslich Rizal. “Agama Digital (Digital Religion)
Dan Relevansinya Terhadap Studi Agama Interdisipliner: Sebuah
Tinjauan Literatur.” At-Tafkir 15, no. 2 (2022): 35–56.
57
Komunikasi Islam 4, no. 2 (2021).
58
“Behavior Intention to Use Online Zakat: Application of
Technology Acceptance Model with Development.” Ziswaf: Jurnal
Zakat Dan Wakaf 8, no. 1 (2021): 44.
59
Pergeseran Gerakan Dakwah Di Indonesia.” Idarotuna 3, no. 1
(2020).
60
Masyarakat Dan Budaya 20, no. 2 (2018).
Internet:
61
Rantung, Revi C. “Oki Setiana Dewi Bahagia Raih Penghargaan Sebagai
Dai Influencer Dan Inovatif.” Kompas.com, 2023.
https://www.kompas.com/hype/read/2023/01/24/214021566/oki-
setiana-dewi-bahagia-raih-penghargaan-sebagai-dai-influencer-
dan.
62