Anda di halaman 1dari 5

PESAWAT AJAIB

Karya : Laila Sahla


Plukk!
Pesawat kertas itu jatuh tepat di depannya. “Mana pesawatnya?” ucap Putri. “Emm
mana yaa?” jawab Yono. “Siniin dong, please!” pinta Putri. “Ya udah deh, nih” ucap Yono
sambil memberikan pesawat kertas itu kepada Putri. “Nah gitu dong” ucap Putri manis. Putri
pun memainkan pesawat kertasnya kembali.

Putri memang sangat suka dengan pesawat kertas. Entah, menurutnya pesawat kertas
adalah hal yang paling menginspirasi dirinya. “Put, kenapa sih main pesawat terus?” tanya
Via teman Putri. “Memangnya kenapa?” balas Putri sinis. “Ya gak apa-apa, kamu itu aneh!”
ujar Via. Putri segera berhenti memainkan pesawat kertasnya itu. “Aneh kenapa?” ucap Putri
tidak mengerti. “Lihat dong, semua anak main bareng! Tapi kamu? Asik sama dunia
pesawatmu sendiri!” gerutu Via kesal. “Tapi? Ini memang aku! Maaf aku tidak mau debat
sama kamu! Aku lagi puasa” balas Putri sabar. Via hanya diam membatu setelah mendengar
ucapan itu dari Putri, dan ia langsung meninggalkan Putri begitu saja.

Putri merenungi apa yang Via katakan. “Ya Allah, apa aku ini salah?” batinnya
menangis. “Apa aku sibuk dengan duniaku sendiri? Tapi, ini bukan duniaku! Ini hanyalah
cita-citaku saja” perlahan ia mulai meneteskan air mata.

Keesokan harinya, saat istirahat pertama Putri masih diam di tempat duduknya. “Put,
kamu kenapa?” tanya Nita, teman Putri. “Eh, gapapa kok” ucap Putri gugup. “Kamu dari tadi
melamun? Biasanya kamu main pesawat kertas?” tanya Nita penasaran. “Iya, gapapa” ucap
Putri tersenyum tipis. Putri menaruh kepalanya di atas meja. “Kamu sakit Put?” tanya Nita
khawatir. “Tidak” balas Putri pendek. “Ya sudah kalau begitu, aku keluar ya?” ucap Nita.
“Iya” jawab Putri.
Putri masih memikirkan kejadian yang kemarin, saat dirinya ditegur oleh Via. “Put,
aku minta maaf” ucap seseorang menepuk pundak Putri. Serentak Putri menoleh ke arahnya.
“Eh Via, Iya gak papa” ucap Putri seraya mengelap air matanya. “Putri kok nangis?” ucap
Via penuh rasa bersalah. “Enggak gak papa” ucap Putri menenangkan diri. Tanpa berkata
lain, Via langsung memeluk erat Putri. “Maaf ya, kemarin aku ngomong gitu, karena aku
ngerasa kamu gak mau deket sama kita” ucap Via berusaha menjelaskan. “Iya, tapi bukan itu
maksudku” Putri berusaha menjawab. “Iya, ya sudahlah tidak usah dibahas kembali” ucap
Via menyelesaikan.

Dari kejadian itu, Putri membuang jauh-jauh tentang keinginannya untuk menjadi
seorang Insinyur Pesawat. Putri tak ingin ada temannya yang merasa ia jauhi karena hanya
sebuah pesawat kertas. “Mungkin mereka benar, aku hanya sibuk dengan dunia khayalku”
ucap batinnya. Putri segera membuang semua pesawat kertasnya ke dalam tong sampah.
“Loh Put, kenapa dibuang?” tanya Gigih tak mengerti. “Emm, tidak mengapa” balas Putri
ringan. “Kamu itu aneh! Kemarin kamu buat pesawat kertas sampai buku kamu tipis?
Sekarang malah dibuang? Mubadzir Put!” ujar Gigih menasehati. Putri diam dan tak tahu
harus mengatakan apa. Akhirnya Putri langsung berlari meninggalkan Gigih. Hati Putri
sangat kacau saat itu, air matanya terus membasahi pipinya. Putri tak habis pikir, semua yang
ia lakukan selalu saja salah.

Putri segera mengambil buku diary yang ada di dalam tasnya. “Dear diary, Putri
nggak paham sama semua ini. Hati Putri rapuh! Semua yang Putri lakukan selalu saja salah,
Putri bingung Putri harus bagaimana?” tulis Putri pada diary tersebut. Setelah selesai menulis
diary, Putri segera menaruhnya kembali ke dalam tas.

Detik berganti detik, menit berganti menit, jam berganti jam, dan hari berganti hari.
Saatnya Putri kembali untuk masuk sekolah. Hari ini hari bagi Putri melaksanakan tugas
piket. “Put, ini diisi dulu absensi kelasnya” ujar Aan. “Iya, taruh saja dulu di mejaku” balas
Putri yang sedang menyapu lantai kelas. “Oke” ucap Aan sambil meletakkan absensi di meja
Putri. Setelah lantai kelas terlihat bersih, Putri segera mengembalikan sapu di pojok kelas,
dan segera kembali ke mejanya untuk mengisi absensi kelas.

Waktu pun berputar dengan sangat cepat, tak terasa sudah saatnya pulang. Putri
segera meraih tasnya dan segera meninggalkan tempat duduknya. Ketika Putri sedang
berjalan keluar kelas tiba-tiba hujan lebat pun turun. “Yahh? Kok hujan?” ucap Putri dengan
nada kecewa. Putri pun memutuskan untuk menunggu hujan itu sampai reda. Setelah
menunggu beberapa menit, hujan itu belum juga reda. “Pulangnya bagaimana ini?” hati Putri
bertanya. Putri kebingungan karena hujan semakin deras. Seketika Putri memandang langit,
Putri segera mengeluarkan buku diarynya. “Dear diary, Langit kenapa kamu nangis? Jangan
menangis sekarang, cukup aku saja yang merasakan perih ini. Hentikan sekarang juga
tangisanmu, aku sedih jika kau sedih. Kumohon” tulis Putri pada diary tersebut. Ajaib!
Seketika langit langsung memunculkan senyumannya melalui cahaya matahari. Tanpa
berpikir panjang, Putri langsung bergegas untuk kembali ke rumah.

Pagi pun telah datang kembali. Saatnya berangkat sekolah. Pagi ini Putri kelihatan
sangat lesu. “Kenapa? Sakit?” tanya Nikmah. “Tidak” singkatnya. “Tapi wajahmu pucat
pasi” tanyanya kembali. “Sudah biasa” balas Putri renyah. “Biasa bagaimana?” ucapnya
penasaran. “Sudahlah lupakan saja” ujar Putri. “Hari ini kamu sangat aneh” ucap Nikmah.
“Sudah cukup! jangan bilang aku aneh lagi!” gerutu Putri. “Tapi hari ini? Kau tak seriang
yang kemarin” ujar Nikmah. “Ya! Karena aku baru saja kehilangan cita-citaku” ucapnya
meneteskan air mata. “Cita-citamu? Apa?” tanya Nikmah penasaran. “Insinyur pesawat”
celetuk Putri sambil mengelap air matanya. “Kenapa” tanyanya belum mengerti. “Aku
bingung, kau tahu kan? Aku sangat suka dengan pesawat? Tapi banyak orang yang merasa,
kalau aku menjauhi mereka hanya karena sebuah pesawat kertas? Hanya karena aku sibuk
dengan duniaku?” ucapnya dengan air mata yang mengalir. “Siapa yang merasa? Aku tidak?
Aku mendukungmu” ucapnya menenangkan. “Ya! Memang dia bukan kamu” ucap Putri
menegaskan. “Lalu siapa?” tanyanya penasaran. “Sudahlah lupakan saja” ucap Putri
membuang muka. “Put, percayalah! Jika Insinyur Pesawat adalah hidupmu, pasti kau bisa
mencapainya” ucap Nikmah memotivasi. “Iya, tapi aku bingung” ucap Putri dengan hati tak
karuan. Nikmah langsung menyobek kertas bukunya. “Nih, tulis saja apa yang kamu rasakan
sekarang” perintahnya. “Untuk apa?” tanya Putri tak mengerti. “Sudahlah lakukan saja”
perintahnya kembali. “Baiklah” ucap Putri menyerah.

Putri segera menuliskan perasaannya sekarang di kertas yang diberikan oleh Nikmah.
“Sudah. Lalu mau kau apakan?” ucap Putri bingung. Tanpa mengeluarkan sepatah kata
apapun, Nikmah langsung melipat kertas itu menjadi sebuah pesawat. “Apa maksudnya? Aku
tak mengerti” ucap Putri. “Sudah, ayo ikut aku” balas Nikmah sambil menarik tangan Putri.
“Heyy! Mau kemana?” bentak Putri. Nikmah tak menghiraukan suara Putri yang terus
berteriak. Dan tiba-tiba Nikmah menghentikan langkahnya di depan Laboratorium Bahasa.
“Mau apa sih? Malah kesini?” ucap Putri penuh bertanya. “Kamu itu dari tadi cerewet banget
sih?” gerutu Nikmah kesal. “Iya iya deh” ucap Putri mengalah. “Sudah terbangkan
pesawatmu disini” ucapnya memerintah kembali. “Baiklah” ujar Putri. Putri segera
menerbangkan pesawat kertasnya itu, dan anehnya pesawat itu langsung menghilang, entah
kemana. “Loh? Pesawatnya kemana?” ucap Putri keheranan. “Sudahlah, mungkin sudah
sampai ke Allah” ujar Nikmah menghibur. “Okee, mungkin saja” ucap Putri penuh dengan
senyum. “Ya sudah, kamu kembali ke kelas dulu saja, aku masih ada urusan sebentar” ucap
Nikmah. “Ya sudah, aku kembali” ujarnya sambil berlari kecil. Setelah Putri kembali ke
kelas, Nikmah segera mencari pesawat milik Putri tadi. “Ini dia!” ucap Nikmah lirih. Setelah
itu, Nikmah langsung menyimpan pesawat milik Putri tadi di sakunya.

Teeet
Bel pulang sekolah berbunyi nyaring. Semua murid-murid berhamburan keluar kelas.
Tapi beda halnya dengan Nikmah. Ketika bel pulang sekolah berbunyi, ia malah pergi ke
perpustakaan. “Hey! Mau kemana kamu?” ujar Putri setengah berteriak. “Emm?
Perpustakaan” jawab Nikmah kebingungan. “Ini kan sudah bel pulang? Perpustakaan
pastinya sudah tutup” ucap Putri berpendapat. “Biarlah!” celetuk Nikmah. “Ya sudah kalau
begitu! Aku pulang!” balas Putri kesal. Putri pun langsung membuang mukanya dan segera
pergi meninggalkan Nikmah.

Pagi pun telah datang kembali. Hari ini tepat umurnya bertambah menjadi 13 tahun.
“Selamat Ulang Tahun Putri” ucap Ibu sambil membawa kue tart. “Wahh, terimakasih Bu”
balas Putri sambil mencium ibunya. “Iya sama-sama Put. Ya sudah, pergi mandi dulu sana”
ucap Ibunya lembut. “Baik Bu” balasnya menurut.

Setelah selesai, Putri segera bersiap-siap dan segera menuju ke sekolah. Putri berjalan
dengan cepat untuk menuju ke kelasnya. “Kok pintunya ditutup? Ini kan masih setengah
tujuh?” batinnya bergumam. Putri pun makin mempercepat langkahnya. Ia takut, jika pagi ini
ada pelajaran jam nol. Ketika Putri membuka pintu kelasnya, Putri tersentak kaget! Karena
teman-teman kelasnya membuat kejutan yang sangat spesial. Putri tercengang, memandangi
setiap sudut kelasnya. “Pesawat kertas?” ucap Putri agak keras. “Maaf ya Put, sebenarnya
kemarin aku membaca isi pesawat kertas yang kau terbangkan di depan Laboratorium
Bahasa” jelasnya meminta maaf. “Kau membacanya?” tanya Putri. “Maaf Put” ucap Nikmah
kembali. “Tak apa. terimakasih atas semua ini. Aku suka” balas Putri penuh senyuman. “Iya
Put sama-sama. Happy birthday sahabatku” ucap Nikmah seraya memeluk Putri.
“Terimakasih” balas Putri sambil memeluk Nikmah juga. “Putriii..” panggil seseorang.
“Via?” ucap Putri sambil menoleh ke arahnya. “Happy birthday yaa” ujarnya sambil
menepuk pundak Putri. “Iya, terimakasih” balas Putri. “Maaf ya Put, kemarin aku
melarangmu untuk..”. “Sudahlah tak apa” ucap Putri memotong perkataan Via. “Baiklah”
ujar Via. “Put.. ini semua sebenarnya ide Via” ucap Yono tiba-tiba. “Oya?” celetuk Putri.
“Iya Put” timpal Nikmah. “Terimakasih Via. Ini sangat mengharukan!” ujar Putri sambil
memeluk Via. “Iya Put, sama-sama” balas Via tersenyum manis.

Akhirnya, Putri dan teman kelasnya pun bergembira bersama dan bersenang-senang
dengan semua pesawat kertas.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai