Edwald Fedrick Aldebaron. Pria tampan berumur 27 tahun. Diberkati dengan kesempurnaan
fisik, mata elang hijau giok yang luar biasa membuat Edwald tampil sangar dan berkharisma.
Edwald memiliki sifat yang dingin, tertutup dan misterius. Edwald adalah seorang pebisnis muda yang
namanya tak asing lagi di kalangan atas. Dia adalah CEO perusahaan ACIAN yang sangat terkenal dan
meraja di Milan, Italia. Siapa-pun ingin menjatuhkan diri di bawah kakinya untuk sekadar menjadi budak
asal bisa dekat dengan miliuner kaya-raya itu.
Edwald telah menikah dengan seorang wanita berparas dewi. Baru saja mereka menikah badai
rumah tangga sudah hadir sejak hari pertama pernikahan. Tak pernah diduga sebelumnya
perusahaan yang dia pimpin mengalami kebangkrutan hingga kekayaan yang dia punya dalam
Perusahaanya diumumkan gulung tikar tepat di hari pertama pernikahan hingga suasana
menjadi berubah. Kedua orang tua istrinya yang semula bersikap begitu baik bahkan nyaris
menerbangkannya ke langit ketujuh sekarang seperti monster yang kapan saja akan
melenyapkan nyawanya.
Lalu bagaimana dengan Shireen Velly Harmon? Yah, wanita cantik seperti porselen mahal itu
masih tetap mencintai Edwald dengan penuh tanpa minus sama sekali.
Tak ada rasa sesal di dalam hatinya atau enggan untuk menerima keadaan Edwald yang
"Suamimu masih belum punya pekerjaan?" tanya Colins wanita paruh baya dengan tatapan
Pria berwajah tampan dengan garis rahang tegas berbulu tipis dan tatapan tajam itu hanya bisa
Melihat sang suami yang lagi-lagi terpojok, Shireen segera ambil posisi mengusap paha Edwald
di bawah meja dengan senyum hangat mekar di bibir merah mungil natural itu.
"Mom! Kami baru saja menikah, urusan pekerjaan bisa diselesaikan nanti," ujar Shireen membuka suara.
"Yang benar saja. Biaya pernikahanmu itu sangat besar dan semuanya kita yang
membayar," ketus Nyonya Colins dengan emosi menyembur bahkan dia sudah tak berminat
Yah, keluarga Harmon memang cukup terpandang dan bisa dikatakan kaya raya. Mereka punya
perusahaan yang bergerak di dalam bidang kosmetik, diharap makin maju bersama
perusahaan milik Edwald yang dahulu begitu besar melebihi mereka, tetapi sialnya pria ini sudah
"Jika seperti ini terus kau akan hidup sengsara. Shireen!" pancingnya lagi dan itu membuat
Shireen mulai merasa jengkel. Dia menatap tegas Nyonya Colins seraya masih memeggang
"Mom! Aku akan membayar kerugian itu dan jangan lagi merendahkan suamiku!"
"Ouh. Sudah mulai kau melawan-ku. Ha?" geram Nyonya Colins mengobarkan api marah yang
Shireen tak lagi menjawab. Dia sangat menghormati kedua orang tuanya tetapi ini sudah seminggu dan
Edwald masih direndahkan oleh mereka.
"Aku tak ingin tahu apa pun alasan suamimu ini. Bosan rasanya melihat dia di rumah ini."
"Mom!" lirih Shireen sesak menatap Nyonya Colins yang sudah melangkah pergi keluar dari
ruang makan.
Seketika tatapan sendu manik hitam legam bak boneka milik Shireen merangkum wajah
"Jangan pedulikan ucapan Mommy, ya? Dia tak berniat menyakitimu. Sayang!" ucapnya
selembut mungkin.
Edwald diam sejenak. Dia beradu tatapan dengan manik cantik wanita baru seminggu dia
nikahi ini dan rasanya inilah bentuk bidadari dan malaikat yang sama.
"Kau keberatan denganku?" pertanyaan penuh jebakan perasaan dan suaranya begitu datar
tetapi lembut.
"Tidak. mengapa harus keberatan?" tanya Shireen berbalik tetapi masih dengan kehangatan
"Aku tak bisa memberimu uang dan kekayaan seperti yang ku janjikan pada mommy-mu."
Seketika sudut bibir merah muda itu tertarik menunjukkan senyum indah yang menghipnotis
mata Edwald. Dia memang reinkarnasi malaikat dan bidadari yang sebenarnya, pikir Edwald
begitu.
"Ayolah. Aku tak kekurangan uang, Sayang! Lagi pula pekerjaanku masih ada dan aku akan
membantumu. Hm? Jangan dipikirkan lagi dan kau harus fokus pada rumah tangga kita.
Paham?"
"Mommy dan daddymu mungkin akan terus membuatmu sakit hati. Maafkan aku!" ucap Edwald
Pipinya terlihat sepertu tomat dengan porsi rahang dan hidung mungil mancung. Siapa
"Abaikan saja. Hari ini kau mau menemaniku-kan?" tanya Shireen menurunkan tangan kekar
"Shireen!!"
Suara keras Nyonya Colins terdengar dari arah ruang depan. Seketika Edwald diam ikut berdiri
"Aku akan membersihkan ini," gumam Edwald seperti biasa harus membersihkan meja makan
Melihat itu Shireen segera menahan tangan Edwald untuk mengangkat piringnya.
"Tetapi aku.."
"Ed! Mommy tak ada di sini. Kau bisa lanjut makan, Sayang!" bujuk Shireen tetapi suara panas
dari kerongkongan Nyonya Colins nyatanya kembali terdengar di ambang pintu masuk sana.
Wanita berpakaian mahal dan rambut digulung bak keluarga bangsawan itu menatap tajam
Edwald. Pria bermanik giok itu memakai kaus lengan pendek, menunjukkan kekekaran tubuhnya
ditambah celana jogger yang membuatnya tambah jenjang dan gagah.
"Mom!" decah Shireen tetapi Edwald segera memeggang bahunya. Tatapan manik kehijauan itu
" Tetapi--"
"Biarkan saja dia menjadi berguna sedikit," sela Nyonya Colins membuat Shireen meredam
emosi. Tanpa bicara lagi Shireen membantu Edwald membersihkan meja makan dan itu
makin menambah sumbu api yang terus terkobar setiap melihat Edwald menumpang hidup di
rumah ini.
"Kau ini memang keras kepala. Apa yang mau kau banggakan dari pria seperti itu. Ha? Anak
saja tak cukup mendirikan kerajaan. Shireen!!" cecar Nyonya Colins tetapi Shireen terus mengajak
Edwald bicara dengan sengaja menumpuk setiap piring itu dengan suara yang diharap bisa meredam
omelan kasar Nyonya Colins.
"Sayang! Aku yang cuci piring kau cukup pandangi aku saja."
"Aku bisa sendiri," decah Edwald mengambil alih tumpukan piring di tangan Shireen yang tak
mau memberikannya.
Alhasil pemandangan ini lebih pada momen romantis membuat Nyonya Colins bertambah
"Kau sama sekali tak berguna. Lebih baik aku menikahkan putriku dengan lelaki yang lebih
berpengaruh di luaran sana," gumam Nyonya Colins menyimpan penyesalan yang teramat
dalam.
Para pelayan yang tadi hanya melihat itu seketika terdiam. Mereka begitu mengagumi
ketampanan seorang Edwald tetapi sayangnya pria itu bernasib malang padahal sebelumnya
selalu disanjung-sanjung oleh Nyonya Corlin dan suaminya Walter yang tengah bekerja di luar
kota.
Mungkin jika Shireen tak bersikeras membela Edwald dengan berbagai alasan, bisa saja saat
di malam pernikahan itu Nyonya Colins dan Tuan Walter akan menceraikan mereka dan
Begitu juga adiknya Shireen yang pernah ingin merebut Edwald saat pertama kali datang
dengan kekayaan masih diduduki pria itu. Tetapi, saat mengetahui Edwald tak lagi punya
kekayaan dan harta berlimbah seperti sebelumnya dia berubah benci bahkan sering
meledek Shireen yang begitu idiotnya menerima Edwald dalam keadaan seperti itu.
.....
Setelah puas menerima hinaan dari Nyonya Colins akhirnya Edwald memilih untuk menemani
Shireen ke perusahaan ayahnya. Tentu tak merasa canggung lagi menginjak lantai perusahaan
berbentuk balok dua penjuru ini tetapi, yang menjadi permasalahan adalah Edwald tengah di kejar-
kejar oleh media. Mereka begitu haus akan informasi tentang kebangkrutan perusahaanya secara tiba-
tiba.
Alhasil Shireen disangkut pautkan bahkan mereka sudah memenuhi gerbang gedung besar itu,
sedangkan Edwald berdiri di dekat lobby bersama Shireen yang tampak cemas karena media
"Ya tuhan. Mengapa mereka tak pernah bisa berhenti menggali privasi orang lain?!" gumam
Shireen kesal karena mobil mereka tadi terjepit di antara kerumunan media tak
memberikan jalan.
Untung para keamanan di sini sigap melerai hingga mereka bisa berdiri di sini. Edwald hanya
diam menjadi tontonan para karyawan yang tampaknya juga menatapnya aneh, ada
"Nona!"
Sekretaris Amber mendekati Shireen yang memang akan melakukan beberapa meeting dengan
klien mereka hari ini. tetapi, Shireen berencana untuk memasukan Edwald ke dalam
perusahaanya.
"Sayang! Bagaimana kalau kau bekerja di perusahaan ini?" tanya Shireen menggandeng
lengan kekar Edwald yang tengah memakai jaket dan celana jeans, membuat pesona
mudanya keluar.
Mendengar tawaran Shireen yang menarik Edwald tak langsung menyetujuinya. Dia sudah
mengirim beberapa lamaran di perusahaan lain karena tak mau bergantung pada wanita cantik
ini.
"Jika kau bekerja di sini kita akan sering bertemu, Itu sangat menyenangkan."
"Aku tak ingin menyusahkan mu," gumam Edwald mengusap punggung tangan Shireen yang
Mendengar jawaban Edwald helaan napas berat Shireen meruak. Dia kasihan melihat Edwald
yang ke sana-kemari mencari pekerjaan yang sesuai dengan keluarganya tetapi karena liputan
media malam itu membuat paradigma miring tentang kinerjanya, berdampak pada
"Aku tak merasa disusahkan. Sayang! Bahkan aku sangat senang," jawab Shireen terdengar
tulus dan sangat lembut. sekretaris Amber dapat melihat jika nonanya begitu mencintai pria
tampan ini.
Tetapi, berbeda dengan Shireen yang bersemangat mencarikannya pekerjaan, Edwald justru
"Ayolah!" lirih Shireen tetapi pendirian Edwald bak karang di lautan, dia masih bertahan walau
gempuran ombak rumah tangganya terus menggoyangkan air yang mendorong kakinya.
Edwald mengangguk memandangi wajah cantik Shireen yang tanpa dia duga melayangkan
kecupan ringan ke pipinya dengan malu-malu. Hal itu membuat sekretaris Amber menoleh ke
arah lain.
"Tunggu aku!"
"Hm."
Edwald hanya mengangguk membiarkan Shireen pergi masuk ke pintu gedung besar ini. Saat
wanita itu sudah ditelan pintu kaca sana pandangan datar Edwald menyapu beberapa
"Tuan!"
safa beberapa diantaranya karena aura Edwald masih belum berubah. Walau tak ada pijakan
"Siapa yang akan menerima lamaranku?!" gumam Edwald dengan makna yang hanya dia yang
tahu.
Manik tajam kehijauan itu membidik ke arah gerbang di mana masih banyak media yang
mengincarnya. Dia tak akan bisa keluar dari sini tanpa dicecer pertanyaan hina itu.
Setelah beberapa lama kemudian Edwald berdiri di depan lobby, tiba-tiba saja dia merasakan
ada yang keluar dari pintu perusahaan dan orang itu tak asing bagi Edwald. Dia adalah tuan Yettly.
Seorang pengusaha yang dulu tidak mendapat persetujuan kontrak dari perusahaannya.
Keduanya sempat bertatap-tatapan dalam beberapa detik tetapi pria paruh baya berstelan jas itu sadar
jika ini adalah Edwald.
"Aku hampir melupakanmu!" decah tuan Yettly penuh cemo'oh. Dapat dilihat jika dia orang pertama
yang menyukai kondisinya sekarang.
"Aku baru tahu jika kau mengirim surat lamaran ke perusahaan ku. Apa yang terjadi?" tanyanya
Tatapan pria gempal berperut buncit ini seperti mengolok-ngolok Edwald dalam nada safa dan
....
"Mengapa kau ke sini? Bukankah kau punya perusahaan sendiri?" tanya tuan Yettley lagi.
Edwald tetap diam, tetapi dia tak menunduk sama sekali bahkan tatapannya sangat intens
beberapa hal. Saat sudah mendapatkannya dia langsung menunjuk Edwald dengan tangan
kirinya.
"Perusahaan mu bangkrut?"
tebak tuan Yettly tetapi itu hanya kepalsuan. Senyum puas yang merekah itu ingin berteriak senang jika
tak ada halangan lagi.
"Perusahaan-mu bangkrut seminggu yang lalu, bukan? Aku sangat sedih saat
mendengarnya," nada berempati tetapi dia segera terkejut kala Edwald mencengkram telunjuknya yang
tadi mengacung dengan berani. Keberanian yang semula berkobar sekarang tak lebih seperti kerupuk
terkena air.
"K--kau.."
"Kau menerima lamaran ku?" tanya Edwald dengan suara berat datarnya tetapi tangan kekar itu
"L--Lepass!!"
Edwald hanya diam. dia menjadi batu terus menekan jari pria ini hingga wajah tua itu sudah
Saat mulai banyak orang di lobby ini Edwald segera melepaskan cengkramannya. Tuan Yettly
mendesis mengibas jarinya yang sudah terkulai pucat bahkan sangat sakit.
"Kau pantas di posisi ini. Akan ku pastikan tak akan ada yang mau menerimamu. Cuih!"
Edwald tak ambil pusing. Dia masih setia menunggu Shireen tanpa ingin masuk. Pasti nanti akan jadi
perbincangan saat kakinya menginjak lantai mahal itu.
Sekarang Edwald mulai dihantui ucapan Nyonya Colins. Tiba-tiba saja kepalannya menguat merasa jika
wanita itu sudah terlalu lancang merendahkannya.
Ternyata manusia seperti itu memang ada. Isi kepalanya hanya harta dan kekuasaan padahal
Ponsel Edwald berbunyi. Dia segera melihatnya hingga ada notif email yang mengkonfirmasi
"Sopir?" gumam Edwald menyeringit kala membaca balasan ini. dia diterima tetapi hanya menjadi sopir
di salah satu perusahaan yang yang menyediakan jasa ini.
Helaan napas Edwald muncul. Nyonya Colins tak akan setuju dengan pekerjaan ini karena wanita itu
hanya ingin kursi CEO yang dahulu dia duduki. Mengapa jadi begitu rumit?!
batin Edwald mengabaikan pesan ini. dia berniat untuk melamar di perusahaan lain tetapi karena
namanya sudah buruk maka tak ada yang mau menerimanya.
tetapi, siapa sangka jika ada yang merekam Edwald secara diam-diam. dia menyebarkan berita
baru tentang 'MENANTU KELUARGA HARMON MELAMAR MENJADI SOPIR' menarik bukan?
Ntah bagaimana murkanya Nyonya Colins saat hal ini menyebar mempermalukan keluarga
Sudah hampir malam menunggu Shireen menyelesaikan pekerjaan, akhirnya tepat jam 8
malam ini barulah mereka bisa kembali ke kediaman. Edwald dengan sangat sabar menemani
sang istri pergi ke mana pun termasuk jalan-jalan di mall kota Milan yang nyatanya juga tak ada
tampak di wajahnya setiap kali melihat Shireen sedang mengunjungi tempat mewah.
Seandainya perusahaan ku tak bangkrut mungkin aku bisa membawa apa pun ke pangkuan mu.
Begitulah raut yang terpancar di wajah tampan Edwald dan sangat mengganggu Shireen yang
"Emm--Ed!" gumam Shireen menatap wajah tampan Edwald yang tengah fokus menyetir ke
arah jalan pulang tetapi dia tahu pikiran pria ini tengah melayang buana.
Satu panggilan tak ada jawaban dari Edwald yang masih melamun. Saat dia mengulangi lagi
"Iya, Sayang?"
"Mengapa melamun?" tanya Shireen menggandeng lengan kekar Edwald yang tengah menyetir
stabil. Edwald menjawab pertanyaan Shireen dengan senyuman ringan yang tipis.
"Tidak ada."
Edwald menggeleng. Walau tak bicara Shireen bisa tahu dari raut wajah Edwald yang
"Jangan terlalu dipikirkan. Bangkrut itu hanya bahasa kasarnya. Perusahaan mu hanya tidur
"Kau bisa saja, Shi!" gumam Edwald mengelus kepala Shireen yang mulai membawa ke topik
lain. Dia ingin menanyakan sesuatu yang cukup intim tetapi agak canggung.
Pandangannya berubah nanar dan sungguh Shireen sangat tidak tega melihat tekanan di mata
pria ini.
kalimatnya di jeda. Keadaan sekarang benar-benar sulit untuk bangkit dari masa sulitnya.
"Ed!"
"Tetapi, hanya satu lamaran yang menerimaku. Itupun hanya menjadi ----sopir!" ucapnya penuh
Shireen diam. Dia tahu betapa banyak orang yang ingin Edwald terpuruk karena kebangkitan pria ini
akan membuat bencana bagi para penguasa lainnya.
"Namaku sudah di black-list dan mungkin kau akan malu jika berjalan bersama seorang sopir
nantinya."
Aku belum bisa memberimu perhiasan yang lebih mahal dari itu. Pantas jika mereka ingin
"Kau nyaman dengan pekerjaan itu?" tanya Shireen mendalami perannya sebagai seorang istri.
Edwald kira Shireen akan menanyakan gajinya tetapi tak di sangka dia lebih mengejutkan.
Helaan napas Shireen muncul menepuk bahu kokoh Edwald yang sangat tak cocok jadi sopir
"Tak masalah. Yang penting kau nyaman dan aman. Aku akan selalu mendukungmu. Hm?"
"Yah. Kapan kau akan mulai bekerja? Aku akan memasak untukmu," semangat Shireen
"Besok pagi."
"Em--baiklah. Kau harus bekerja yang rajin dan ingat kau punya istri secantik aku untuk di
manjakan," kelakar Shireen mengedipkan matanya yang seketika melebar saat Edwald
"Ed!"
"Hm?"
"Kalau aku boleh tahu. mengapa bisa perusahaanmu mengalami hal itu?" tanya Shireen hati-hati
"Aku memiliki banyak musuh. Hanya saja saat pernikahan kita itu ada konflik internal
perusahaan. Aku tak sempat menyelesaikannya karena fokus pada hari pernikahan kita."
"Lalu bagaimana dengan keluargamu?" tanya Shireen. Edwald diam sejenak membingkai wajah
"Kedua orang tuaku kembali ke kota mereka. Daddy sangat marah dengan kinerjaku yang
tersebar buruk sampai sekarang dia belum mengabariku," Jawab Edwald dengan suara rendah
Apalagi akibat kebangrutan perusahaan Edwald terjadi perubahan sangat drastis dari pihaknya.
Nyonya Colins yang semula mendewakan Edwald sekarang berubah menjadi musuh yang
nyata.
"Sekarang bukan waktu yang tepat. Apalagi, mereka pasti masih marah kepadaku," jawab Edwald tak
mau memperburuk. Alhasil Shireen mengangguk mendukung keputusan Edwald yang tak punya rekan
untuk masih bertahan di posisi ini.
Karena merasa suasana begitu suram, Shireen mengambil inisiatif mencium Edwald sebagai
bentuk dukungan dan rasa sayang yang tak akan pernah meninggalkan pria ini.
Mau bagaimanapun keadaanmu, aku akan tetap bertahan selagi kau masih membutuhkanku.
Ed!
Berbeda dengan Shireen yang berpikiran lurus, benak Edwald justru berkata sebaliknya. Hanya
dia dan tuhan yang tahu apa yang tengah dirancang dalam kepalanya.
Dreet..
Ponsel Shireen berbunyi tetapi keduanya acuh. Mereka sama-sama menginginkan satu sama lain
tak peduli lagi tempat atau suasana malam yang begitu dingin.
.....
Di tempat yang berbeda. Nyonya Colins benar-benar murka mengetahui bagaimana gemparnya
media menyiarkan tentang Edwald yang di gadang-gadang akan menjadi sopir profesional.
Bahkan, perusahaan yang menerima lamaran pria malang itu membeberkan langsung surat
"Apa-apaan ini. Haa?? Sampai kapan dia akan mempermalukan keluarga ini??" geram Nyonya
Dia sudah menelpon Shireen tetapi wanita keras kepala itu sama sekali tak mengangkat
panggilannya.
"Benar-benar pria pembawa siaal!! Mengapa aku bisa menerimanya di keluarga ini?!"
"Ada apa? Mom!" tanya seorang gadis berumur 19 tahun yang memiliki wajah bulat dan rambut
sebahu.
Dia datang dari arah tangga karena tergganggu akan suara berisik Nyonya Colins.
"Lihat suami tak berguna kakakmu ini!! Dia hanya selalu mempermainkan keluarga kita," umpet
Nyonya Colins terduduk dk sofa depan televisi hingga para pelayan langsung mengipasinya.
Freya menatap layar LED itu. Dia sempat terkejut tetapi senyum remehnya mekar merasa
Untung saja dahulu dia tak menikah denganku. Shireen terlalu nai'f.
"Itu masalahnya. Dia seperti buta dan hilang akal. Ingin rasanya aku menceraikan mereka
berdua," umpet Nyonya Colins dan Freya si adik kandung tak tahu diri itu mulai tercetus niat
buruknya.
"Mom! mengapa kau tak menikahkan Shireen dengan lelaki lain yang lebih kaya saja?! Edwald
Nyonya Colins diam sejenak. Ide Freya itu brilian dan cukup membuatnya lega.
"Kita hanya cukup terus menekan Edwald agar meninggalkan Shireen. Lagi pula dia juga tak
"Kau benar. Nyatanya otakmu lebih berguna daripada sebelumnya," jawab Nyonya Colins akan
menyusun rencana perjodohan Shireen. dia tak bisa terus menampung menantu tak berguna
....
Karena tak bisa membendung hasrat lagi akhirnya Edwald membawa Shireen kembali ke
kediaman karena jarak yang tak terlalu jauh untuk pulang. Jika ingin pergi ke hotel atau
penginapan, dia tak punya uang yang cukup karena harga tempat mewah di kota ini sangat
Tentu jika Shireen tahu Edwald sudah tak memiliki uang yang cukup maka pasti wanita cantik
ini akan sukarela saja memberinya uang pribadi. tetapi, Edwald tak sepicik itu untuk
Saat sudah sampai di kediaman. Edwald menggendong Shireen ala bridal style masuk kedalam
Deru napas keduanya saling memburu dan jelas terlihat jika mereka menahan hasrat dan
untungnya tak ada siapa pun di kediaman ini, bisa jadi karena faktor tengah malam.
"E--Ed!" lirih Shireen kala sudah mencapai puncak tangga. Edwald yang juga tengah dikuasai
berahi dengan cepat menyambar bibir basah bengkak Shireen yang juga mengeratkan pelukan
Ntah apa yang merasuki keduanya tak lagi sadar akan dunia. Edwald membawa Shireen
menuju kamar mereka yang tak begitu jauh dari arah tangga hingga dia menurunkan Shireen
Hasrat Edwald sudah tak terbendung membuat kepalanya pusing dan batinnya juga
menggebu-gebu. Didorongnya pintu di belakang Shireen yang dia iring masuk dengan posisi
"Sayang!" serak Edwald dengan deru napas bak di kejar satu kota. dia menatap penuh puja
Shireen yang juga menyerahkan seluruh tubuh dan jiwanya pada seorang Edwald.
"Aku milikmu!"
Mendengar kalimat itu Edwald tak lagi membuang waktu. Dia melepas kaus dan jaket yang
sudah berantakan itu hingga tubuh kekar atletisnya membuat semrawut merah di pipi Shireen.
"T--tutup pintunya!" Lirih Shireen mencoba baik-baik saja padahal dia tengah ingin berteriak
melarikan diri.
Edwald dengan cepat menutup pintu kembali dan segera mendekati Shireen yang tampak
"Apa boleh?"
"B--boleh, tetapi.."
"Akan sakit tetapi hanya sedikit. Hm?" bujuk Edwald karena dia juga tak untuk berhenti.
Shireen mengangguk terus menunduk tak berani menatap tubuh Edwald yang memang
tergolong sempurna. dia termasuk wanita yang anti dalam dunia seksual.
"B--bisa kau pelan-pelan?"
"Tentu!" jawab Edwald seadanya. dia perlahan mendorong bahu Shireen untuk duduk di tepi
Kedua kaki dan tangan Shireen rapat pertanda ini pertama untuknya. Edwald-pun tahu itu
hingga perlahan memberi kecupan lembut ke kening, hidung, pipi dan dagu Shireen yang
"Mengapa kau sangat pemalu. Hm?" lirih Edwald memegang dagu lancip Shireen yang selalu
kaku saat bersamanya sedangkan di luar sana dia menjelma menjadi wanita tangguh.
"A--aku.."
"Tatap aku dan jangan palingkan wajahmu!" pinta Edwald dan Shireen memberanikan diri.
Manik hitam dan netra hijau elang itu beradu dan Edwald bisa melihat bagaimana lembut dan
"Cantik!"
Itu yang keluar dari bibir Edwald. dia perlahan mendorong Shireen setengah berbaring di atas
ranjang. Pergerakannya sangat halus dan membuai sampai Shireen mengira jika Edwald
Edwald beralih mengungkung Shireen yang terhipnotis dengan wajah tampan Edwald yang
benar-benar membuatnya jatuh cinta. Begitu pandai-nya Edwald bermain Shireen tak sadar
jika tangan Edwald sudah menarik resleting belakang dress-nya turun sampai ke dekat pinggul
seksinya.
"E..Ed!" sentak Shireen saat merasakan tangan besar hangat Edwald meraba punggungnya.
Saat pria itu menarik dress-nya turun Shireen sontak langsung menutupi area dada.
Shireen perlahan menurunkan kedua tangannya. Edwald dengan tenang dan agak terburu-buru
mulus dibaluti bra merah kontras dengan kulit beningnya di tambah bentuk perut rata dan
pinggang seksi melengkapi keindahan visual Shireen yang layak menjadi model.
"J--jangan melihatnya begitu!" malu Shireen menutupi dada dan bagian intinya yang masih
memakai underwear.
Edwald hanya diam. dia belum puas memandangi keindahan tubuh istrinya yang tak ada lecet
sedikitpun.
"E--Ed!" gugup Shireen saat Edwald mengelus garis perut sampai ke pinggangnya. Sentuhan
itu bagai sengatan bervoltase tinggi membuat Shireen menutup mulutnya rapat agar tak
bersuara.
"Berapa uang yang kau keluarkan untuk mendapatkan tubuh seperti ini?"
"Ha?" tanya Shireen tak begitu dengar gumaman Edwald yang masih memandangi keindahan
tubuhnya.
Senyum hangat Edwald muncul tetapi ada binaran puas di dalam manik hijaunya.
Edwald hanya tersenyum kecil. Dia mulai membuka balutan pakaian terakhir hingga sontak
"Buka matamu!"
Shireen tetap diam. Ntah apa yang merasuki Edwald dia merobek underwear merah yang di
Edwald tersenyum kala Shireen menatapnya berbeda dan ada tanda tanya dan kebingungan di
netra cantiknya.
"Maaf. Aku sedikit tak sabaran, Sayang!" lembutnya kembali mengungkung tubuh Shireen yang
masih fokus ke wajah tampan merah Edwald.
"Maaf, aku mengejutkanmu," hangat Edwald perlahan memangut bibir bengkak Shireen
karena ulahnya.
Seperti biasa Edwald selalu bisa membuat Shireen tenang. Wanita itu mengikuti ritme
permainan Edwald yang sesekali juga kelepasan untuk memberi sentuhan sedikit kasar pada
Edwald mabuk kepayang. dia bermain di dada Shireen tetapi di bawah sana dia berusaha masuk.
Shireen yang tak begitu paham soal permainan ranjang hanya bisa menerima dan sesekali dia
tetapi, berbeda dengan Edwald yang menyukai rintihan nikmat dan sakit Shireen saat dia
Sudah mengambil posisi yang pas dan dalam sekali dorongan dia membuat Shireen memekik
tetapi bibirnya langsung di bungkam Edwald yang menahan sensasi hebat yang belum pernah dia
dapatkan sebelumnya.
Rasa sakit yang menjalar di tubuh Shireen tak sebanding dengan kesedihan di hatinya. dia tulus
memberikan itu pada Edwald tetapi rasanya sangat berat melepas mahkota yang sudah dia jaga
Hanya saja Shireen menuruni keluarga sebelah neneknya yang merupakan orang timur dan dia
masih menjaga kesucian itu di tengah kebebasan ranjang di negara ini.
"E--Ed!" Lirih Shireen dengan air mata turun. Edwald menatap itu dengar pandangan yang sulit
dijabarkan karena dia juga sangat-sangat tak bisa menyangka jika Shireen benar-benar masih
disegel.
"Jangan tinggalkan aku!" imbuh Shireen menggantungkan hidupnya pada Edwald yang seketika
Di kamar lain ada seorang gadis muda yang tampak kesal menatap pantulan wajahnya di
cermin. Walau bagaimana-pun keadaan Edwald yang tak lagi memiliki kekayaan tetapi
"Mengapa?? Mengapa kau selalu mendapatkan lelaki yang nyaris sempurna?!!" tanya Freya
Dia membenci Shireen karena memang jauh lebih cantik dan cerdas darinya. Bahkan, kekasih
Freya sering mendekati gadis malang ini tetapi targetnya adalah Shireen yang menjadi daya tarik para
lelaki.
"Apa yang kurang dariku? Aku juga bisa bekerja dan mandiri seperti dia. tetapi, mengapa semua
Freya memukul kaca itu dengan vas bunga yang ada di samping meja rias hingga retak bahkan
"Shireen! Apa yang kau punya aku juga harus memilikinya. Kita saudari, bukan?" desis Freya
menyeringai. dia tadi melihat Edwald san Shireen yang bermesraan sampai tak tahu tempat
apalagi Freya tak pernah bisa memungkiri jika Edwald memang tipe pria idamannya.
"Apa yang menjadi milikmu berarti juga milikku. Aku juga ingin merasakan tubuh suamimu,"
imbuh Freya lalu tertawa keras segera mencari pakaian seksi untuk menjalankan rencananya.
dia tak akan membiarkan Shireen terlalu beruntung sampai ingin menguasai setiap keindahan di
dunia ini.
....
Bayang-bayang matahari di atas sana masih samar-samar terlihat. Hawa dingin dinihari ini terasa
lebih menusuk membuat seorang wanita yang tadi tak lagi punya energi untuk bangun dari
tempat tidur besarnya hanya bisa meringkuk seperti bayi di dalam balutan selimut yang
Mata itu terpejam tak menyadari pintu kamar mandi yang terbuka. Seorang pria dengan tubuh
kekar atletis dibaluti bathrobe itu keluar dengan rambut berpotongan Long Trim basah yang dia
Manik hijau elang itu menatap ke arah ranjang. Wajah damai lelah Shireen terlihat sangat cantik
Yah, itulah yang sedari tadi menghantui Edwald. Ntah apa yang dia pikirkan siapa pun tak akan
bisa menebaknya.
"Eed!"
suara Shireen membuat Edwald berjalan mendekati ranjang. Kelopak mata hitam itu masih
"Eed!"
"Aku akan siapkan makanan untukmu," gumam Edwald lalu bergegas pergi ke walk in kloset.
Setelah beberapa lama dia keluar dengan balutan kaus santai lengan pendek dan celana longgar
seperti biasa.
Hal itu tampak sangat maskulin di tubuhnya dan yakinlah Edwald punya pesona yang kuat.
Pria bernetra hijau itu keluar dari kamar dan berjalan tegas turun dari tangga menuju dapur. dia
berencana membuat makanan untuk Shireen yang pasti akan lapar setelah bangun nanti.
"Tuan!"
Beberapa pelayan di bawah sana tersentak kala melihat Edwald turun padahal masih dini hari.
Edwald hanya menatap mereka datar berlalu menuju dapur. Setibanya di sana Edwald tanpa
canggung lagi memilih beberapa sayuran dan daging ikan tuna tanpa tulang yang dia hancurkan
bersama telur.
Para pelayan yang tadi tengah bekerja seketika saling pandang. Ada rasa iri di mata mereka
"Aku pernah melihatnya mencuci piring bersama nona Shireen. Mereka sangat romantis!"
Desas-desus para pelayan mengagumi Edwald secara diam-diam. Namun, mereka segera
mengurai kerumunan kala ada seorang wanita yang baru turun menatap penuh amarah pada
mereka.
"Nona!"
"Apa yang kalian lihat. Ha?" geram Freya yang turun dari tangga dengan balutan gaun tidur
Bagian dadanya cukup rendah dibaluti blazer itupun sangat transparan. Para pelayan wanita
di sini yang melihat hal itu hanya bisa diam melanjutkan pekerjaan mereka.
Senyum di wajah Freya mengembang melihat Edwald yang tengah merebus telur di dalam
"Akhirnya kau turun juga," batin Freya melepas tali gaunnya lalu berjalan masuk ke area dapur.
Kehadiran Freya tak begitu terasa oleh Edwald yang hanya fokus pada masakan sederhana
yang dia buat. Tangan kekarnya lincah memanggang ikan tuna yang sudah di hancurkan
bersama telur ditambah bumbu yang harum membuat Freya terkagum.
"Ehmm!"
dehem Freya pura-pura lewat di dekat counter table di mana Edwald tengah memunggunginya.
Edwald diam sejenak. dia mencium aroma parfum wanita yang memang khusus untuk memikat
dia hafal aroma tubuh Shireen selembut mawar sedangkan ini lebih menyengat dan cukup
memusingkan.
"Kau sedang memasak apa?" tanya Freya mengambil air di dalam kulkas.
Edwald tak menjawab. dia masih sedia menata steak daging ikan di atas piring yang sudah dia
Merasa di acuhkan oleh Edwald membuat Freya geram. dia minum seteguk gelas air di
"Astaga!!"
dia terpekik kala pecahan beling di lantai berserakan dengan air yang merebak. Edwald menatap
datar Freya yang tampak pucat dan ketakutan melihat banyaknya beling di dekat kakinya tanpa
alas.
"Astaga! Kacanya pecah. Apa bisa kau membantuku?" cemasnya mengibas rambut hingga
Edwald menatap tak berminat tubuh kurus Freya yang jauh dari keseksian Shireen si royal gold
miliknya itu.
"Kau yang memecahkannya, bukan aku!" santai Edwald tak peduli. dia melanjutkan kegiatannya
"Kau memang sangat angkuh. Lihat saja, tak akan ku biarkan kau lolos."
Benak Freya berkata-kata licik. dia menatap serakan beling di bawahnya dengan penuh rencana
lalu memijakkan satu kakinya di antara benda tajam itu hingga pekikannya menerobos telinga
semua orang.
"Aaaa!!!"
dia jatuh ke arah Edwald yang refleks menjauh hingga tubuh Freya menghantam meja dapur
dengan keras.
Freya menggeram sakit karena benturan di kepala dan pinggangnya membuat dia tergeletak di
"M--Mommy!!!" teriak Freya memekik sampai para pelayan yang tadi ada di depan langsung
berlari kebelakang.
Seketika mereka syok melihat Freya yang tergeletak dalam keadaan seperti itu sedangkan
Edwald lebih menyelamatkan piring yang susah payah dia tata rapi.
"Ada apa ini?" suara Nyonya Colins datang dari arah depan.
Edwald hanya diam setia dengan exspresi dinginnya. Pakaian minim yang di kenakan Freya
tersingkap bahkan dadanya hampir menyembul keluar tanpa malu. dia juga sengaja menyibak
bagian bawahnya.
"M--Mommy hiks!"
"Ada apa ini?" tanya Nyonya Colins mendekat dan alangkah terkejutnya dia melihat Freya
terduduk di lantai dengan kaki berdarah dan ada pecahan kaca di dekat betisnya.
Tatapan penuh amuk itu bergulir pada Edwald yang sebenarnya tak salah apa-apa tetapi lagi-lagi
"Mengapa?? Apa yang bajingan ini lakukan kepadamu. Ha??" heboh Nyonya Colins enggan
mendekat dan lebih memilih menghakimi Edwald yang sungguh geram melihat tingkah
menjijikan Freya.
Air mata bombay itu meluncur dengan satu tangan menutupi bagian dadanya menangis
"M--Mom! A--aku jatuh karena.. Aku sempat ditarik oleh kakak ipar."
"Apaa???" syok nyonya Colins melihat wajah Freya yang sudah sembap bahkan dia seperti
Para pelayan di sini saling pandang. Jujur mereka tak percaya itu karena belum pernah mereka
melihat tatapan nakal Edwald pada wanita di kediaman ini selain pada Shireen.
"K--kak! Kau--kau mengapa melakukan itu kepadaku. Ha?" isaknya tetapi Edwald segera menyentak
kakinya kasar dari cengkraman Freya.
"K--kak! Jelas-jelas kau yang menarik lenganku saat aku minum tadi. Gelasnya pecah dan dia
berusaha untuk merobek pakaianku. Mom! Aku--aku memberontak dan jatuh seperti ini. Kakak
mengapa melakukan ini. Haa??" histerisnya seperti gadis belia yang dilecehkan secara brutal.
Mendengar itu emosi Nyonya Colins naik mengubun. dia meraih teko air kaca yang ada di meja
pantry di sampingnya lalu menyiramkan benda itu ke wajah Edwald yang seketika basah kuyup.
makinya keras dengan emosi melahap isi kepalanya. Edwald mengepal bahkan piring yang dia
tahu diri. mengapa tak dari dahulu saja aku menceraikan Shireen dari pria sepertimu?!"
Sungguh. Makian itu benar-benar menusuk bagi Edwald yang masih berusaha tenang walau
"Apa yang kau berikan pada kami hingga leluasa makan dan tidur di sini? Pria menjijikan!!"
"Cukuup!!!" Sambar seorang wanita yang tadi terganggu dari alam mimpinya karena mendengar
keributan di
bawah. Dia turun dengan susah payah memakai bathrobe cokelat yang indah di tubuhnya tetapi
"Shireen! Lihat apa yang sudah suami miskin tak berguna-mu ini lakukan?! Lihat ke sini!"
Shireen berjalan pelan menahan sakit di bagian intinya. Langkah kaki jenjang itu terhenti di
"Sayang! mengapa kau seperti ini?" cemas Shireen mengusap wajah Edwald yang basah dengan
tangannya.
Tatapan Shiren beralih pada Freya dan dia cukup heran dan kebingungan dengan semua ini.
"Mom! Mengapa kau lagi-lagi memaki suamiku? Dan Freya mengapa kau seperti ini?"
Mata Shireen menajam ke arah Edwald yang tahu dengan pandangan penuh tanya itu.
"Aku tak melakukan apa pun!" datarnya tetapi Freya terlihat sangat tak berdaya.
"Kak! Kakak ipar bohong. Dia mencoba melecehkan aku!" bantah Freya keras.
Nyonya Colins tak lagi punya kesabaran untuk melihat wajah Edwald di kediaman ini.
"Aku tak ingin tahu. Ceraikan Shireen atau kau pergi dari kediaman ini!!"
"Mom! Edwald tak mungkin melakukan itu. Aku tahu bagaimana suamiku," keras Shireen
menjadi garda terdepan bagi Edwald yang juga malas berdebat dengan ibu mertuanya.
"Kak! Suamimu ingin melecehkan aku dan kau masih membelanya?? Ini yang kau sebut
"Kak! Apa kau memang tak pernah menyayangiku. Ha? Aku minta maaf jika aku tak
menghargai mu dahulu tetapi sekarang percayalah kepadaku. Kak!" imbuhnya memelas. Di samping
tangisan lemahnya dia menyeringai puas melihat kemarahan Mommy nya yang pasti tak akan menerima
Edwald lagi. Mereka akan bercerai dan semuanya selesai, pikirnya begitu.
"Jika aku tak bisa memilikinya maka kau juga tidak. Shireen!" batinnya menatap puas Shireen yang
masih mempertahankan kepercayaannya pada Edwald.
Bahkan ibu dan anak itu saling berdebat hingga amarah Nyonya Colins tak terkendalikan lagi, dia
menampar Shireen yang seketika menjadi objek keegoisan ibunya.
.....
Pertengkaran antara nyonya Colins dan Shireen tadi berujung pada tangisan wanita itu.Awalnya Shireen
begitu tegas menolak ucapan mommy-nya tetapi mau bagaimanapun perkataan kejam nyonya Colins
sukses membuatnya menangis melarikan diri ke dalam kamar seraya mengemasi pakaiannya.
Edwald sedari tadi menatap Shireen yang tak mau memandangnya. Air mata itu disembunyikan seraya
membuka koper di dekat lemari pakaian lebar yang tampak tersusun rapi.
Saat Shireen sibuk memasukan pakaiannya ke dalam benda itu. Edwald langsung memeluknya erat dan
penuh kehangatan.
"Menangis saja!" bisik Edwald mengusap kepala Shireen yang seketika tak bisa menahan lagi, dia
mencengkram pinggang kokoh Edwald dengan isakan meluncur dan terdengar sangat
menyakitkan.
"E..Eed hiks! mengapa mommy mengatakan itu? mengapa dia terus menindasmu? mengapa?"
"Maafkan aku!"
"K--mengapa harus seperti ini. Ha? Apa tak bisa mereka menerimamu tanpa memandang status
dan kekayaan? mengapa selalu ini yang jadi permasalahan? Aku sudah lelah mendengarnya!!
Jelas semua ini sudah dia tahan-tahan sejak lama agar tak keluar tetapi hari ini dia benar-benar melawan
Nyonya Colins sampai menyanggupi makian wanita itu.
"A--aku lelah. Semua di mata mereka tak cukup. Sampai kapan aku harus dijadikan pion penarik
kekayaan lagi?! Apa-- Apa aku-"
"Susstt!! Sudah, jangan bicara seperti itu," sela Eswald mengusap punggung Shireen yang bergetar, dia
tak pernah melihat Shireen menangis seperti ini karena biasanya Shireen cukup bisa mengendalikan diri.
"Bahkan adikku--" lirih Shireen beralih menatap Edwald dengan mata berkaca-kaca. Manik hitam legam
ini seperti kucing yang terluka bahkan sangat menusuk hati siapa pun yang melihatnya.
"Adikku sendiri ingin menghancurkanku. Untuk apa dia berpakaian seperti itu di hadapanmu? Dan
mengaku-ngaku di lecehkan. Sebenarnya apa salah-ku pada mereka? Ed! Apaa??" imbuhnya masih
sangat sakit hati kala tahu jika Freya hanya bersandiwara. dia sangat percaya pada Edwald dibanding
siapa pun karena dia tak pernah merasakan cinta dari orang lain kecuali pria ini.
"Kau tak bisa pergi dari rumah ini!" ucap Edwald menangkup kedua pipi Shireen yang
menatapnya sulit.
"K--kau.."
Shireen menggeleng, dia beralih memeluk erat Edwald yang tak ingin Shireen keluar dari rumah
"TIDAK."
"Sayang! Jika kau keluar dari sini kau akan kehilangan pekerjaanmu. Kau hanya akan sengsara
"Ap--apa kau ingin bercerai?" tanya Shireen bergrtar dan sontak Edwald menggeleng. dia tak
"Bukan seperti itu. Aku akan keluar dari sini untuk membangun sumber kuanganku. Saat sudah
bisa memenuhi keinginan keluargamu maka aku akan datang lagi untuk menjemputmu.
Bagaimana?"
Tanpa pikir panjang Shireen menggeleng tak setuju. Lebih baik dia kehilangan pekerjaanya dari
"Aku akan terus menghubungimu. Aku barzanj!" tegas Edwald serius tetapi seketika bibir Shireen
bergetar dengan air mata yang lagi-lagi turun.
Bayangkan saja suaminya pergi dari rumah hanya karena tak di terima ibunya. Sudah jelas
sekarang masa sulit Edwald dan dia tak bisa membantu apa pun. Istri macam apa itu, pikirnya.
"A.--aku ikut. Aku ikut ke mana-pun kau pergi!" desak Shireen tak mau di tinggal.
Edwald menghela napas dalam. Mereka berpelukan sangat lama bahkan tak ada yang mau
Tiba-tiba saja terdengar ketukan di depan pintu. Shireen saling pandang dengan Edwald yang
mengurai pelukannya.
Shireen mengangguk. Wanita polos dan cerdas di dunia kerja itu memandangi bahu lebar
karena takut mommynya datang lagi, Shireen segera menyusul Edwald yang tengah membuka
pintu kamar.
"Dad!"
lirih Shireen terkejut antara syok dan juga tak menyangka Tuan Walter akan pulang pagi ini.
Dari exspresi Tuan Walter dia tampak tak menyukai Edwald yang hanya diam di tempat.
"Dad! Kapan kau pulang?" tanya Shireen sesekali memandang Edwald yang mengusap sisa air
mata di pipinya.
Hal itu tak luput dari perhatian Tuan Walter yang berjalan pergi agak menjauh dari pintu kamar.
"Dad!"
"Aku dengar kau bertengkar lagi dengan ibu dan adikmu!" suara Tuan Walter terdengar sangat
"Dad! Hanya karena masalah harta dan kekayaan mommy terus menghina Edwald. Kami kerap
bertengkar karena aku tak ingin suamiku terus di rendahkan. Dad! Aku-"
"Apa kau buta? Shireen!" tanya Tuan Walter dan itu mencegat leher Shireen yang tak lagi bisa
melanjutkan perkataanya.
"Yang mommy-mu itu katakan benar! Keluarga kita diterpa berita miring hanya karena suamimu
yang tak becus mengurus pekerjaanya sendiri. Bahkan, proyek yang-ku tangani sampai gagal
Shireen diam. Dia meremas pinggiran bathorbenya seraya mengigit bibir dengan mata yang
kembali berkaca-kaca.
"Jika seperti ini terus satu per satu klien akan pergi! Perusahaan bahkan akan ikut bangkrut
"A..aku mencintainya!" lirih Shireen sakit bahkan sangat sakit. Antara hidup dan mati dia
mempertahankan keluarganya tetapi Edwald adalah hidup dan harapannya yanh baru.
"Nak! Sekali ini saja korbankan hidupmu. Ha? Aku janji tak akan ikut campur lagi dalam urusan
pernikahanmu," lembut Tuan Walter menyesal telah mempertemukan Edwald dan Shireen
Tak di sangka keadaan akan berbalik dan hati wanita ini sudah terpaut dengan jantung pria
miskin itu.
"D--Dad! Aku--Aku mohon. Sekali ini saja biarkan aku bersama Edwald! Aku mohon!" pinta
Melihat Shireen yang begitu mempertahankan pernikahannya rasa marah di dalam hati Tuan
"Peduli!! Aku sangat peduli tetapi biarkan SATU kali ini saja aku memilih keputusan untuk
Wajah Tuan Walter mengeras. Jelas dia tak akan setuju tetapi sialnya Shireen adalah hoki
baginya. Wanita ini memiliki otak yang cerdas dan hawa mahal untuk menarik berbagai investor
ke perusahaan mereka.
"Kau pilih saja. Masih ingin tinggal di sini dan menjadi anakku atau pergi tetapi bukan lagi anggota
keluarga ini!"
Degg..
Lagi dan lagi nyawa Shireen seakan di cabut dari tubuhnya. dia menatap nanar kepergian Tuan
Walter yang nyatanya menambah luka yang tadi sudah menganga lebar.
K..kau menyuruhku memilih? Kau ingin memutuskan hubungan darah denganku?
.....
Di tempat yang berbeda. Terlihat seorang pria paruh baya berdiri di antara gelapnya lilin kamar,
dengan pencahayaan minim hanya memperlihatkan jambang tipis yang sedikit memutih itu.
Cincin-cincin giok mahal di jarinya yang memeggang ponsel tampak mengkilap dengan suara
suara berat khas seorang pria di seberang sana. Seringaian pria paruh baya ini mekar persis
menyatakan rasa puas dan bangga akan kinerja putra angkatnya ini.
datang!" jawaban itu sangat memuaskan pria ini. Seperti biasa dia tak pernah di kecewakan dengan
tangan kanan sekaligus anak angkatnya itu. Pekerjaan sangat smoot dan tanpa ada cela sedikitpun.
.....
Shireen terduduk diam di balkon kamarnya. Sedari tadi dia menangis sampai air matanya tak lagi
mau keluar hingga tubuhnya pasrah tertimpa cahaya matahari yang lagi-lagi menyadarkannya
Sudah jadi kebiasaanya untuk menyendiri jika ada masalah yang memenuhi pikirannya. Shireen
lebih banyak diam mempertimbangkan semua keputusan yang bahkan membuat kepalanya
pusing.
"Ayo makan!" seru Edwald yang datang membawa nampan makanan. Shireen hanya melirik
Melihat hal itu, Edwald segera mengambil tempat di dekat Shireen yang duduk di sofa Balkon.
"Makanlah. Nanti kita cari jalan keluarnya. Hm?" seraya meletakan nampan di paha Shireen
Matanya sudah sembap dan hidung mungilnya merah, dia lagi-lagi menghindari kontak mata
dengan Edwald yang mendengar perdebatan Shireen dan Tuan Walter tadi.
Shireen tak menyahut. dia lebih banyak diam pertanda kebimbangan itu masih membelit
benaknya.
"Kau tak bisa melawan mereka yang sudah membesarkan-mu dari kecil. Aku akan menerima
setiap keputusan yang kau ambil. Shi!" imbuh Edwald mengusap kepala Shireen yang langsung
membekap wajahnya.
Terdengar hembusan napas sendat yang lagi-lagi memenuhi dada Shireen, sungguh sudah
putus asa.
"A--aku tak ingin kita bercerai!" lirihnya menurunkan kedua tangan yang tadi menutupi wajah
sembabnya.
"Shi! Aku lebih tak ingin itu terjadi tetapi aku tak sanggup melihatmu menangis setiap hari. Aku
merasa tak berguna menjadi suamimu," sesal Edwald membuat Shireen terhanyut. Shireen
tenang.
"Sayang! Aku akan bereskan barang-barangku. Biarkan aku pergi dan kau tetap di sini!"
Shireen menggeleng. dia sudah memutuskan untuk keluar dari kediaman ini dan meninggalkan
semua pekerjaannya.
"Kita mulai semuanya dari nol. Aku ingin bekerja bersamamu dan membangun rumah tangga
kita sendiri." jawaban Shireen sungguh di luar dugaan. Edwald diam menatap manik hitam indah ini
intens dan keseriusan Shireen untuk memulai hidup dengannya sangat besar dan yakin.
"Kau yakin?"
"Yah. Lagi pula aku juga bisa melamar di perusahaan lain dan kau tekuni saja pekerjaanmu
sendiri. Kita akan memulai semuanya dari awal. Ed!" jawab Shireen sangat tulus dan polos.
Tak pernah Edwald melihat wanita seperti Shireen yang sulit di jabarkan.
"Kau percaya kepadaku?" Tanya Edwald dan Shireen mengangguk. Pada siapa lagi dia akan
"Aku sangat percaya kepadamu. Aku yakin kita bisa buktikan kepada mommy dan daddy jika kita
Mendengar itu sudut bibir Edwald tertarik. Senyuman yang menyimpan banyak makna tetapi bagi
Shireen itu adalah senyuman hangat yang tak pernah dia dapatkan dari siapa pun.
"Aku percaya!" lugas Shireen beralih menyandarkan kepalanya ke bahu kokoh Edwald yang
Wajah tampan datar itu menatap lurus kedepan dengan sorot mata yang sulit di jabarkan.
"Shi!"
"Yah?" sahut Shireen memainkan tali celana Edwald dibagian pinggang kekar ini.
Shireen diam lalu mengadah. dia menatap wajah tampan Edwald yang tersenyum lembut
"Maksudmu?"
"Aku bisa membantumu bekerja di sana dan mengembalikan para klien yang ingin mengambil
sahamnya," jawab Edwald dan sontak Shireen langsung menegakkan duduknya. Nampan di
pahanya tadi dia letakan di meja sofa lalu segera memeggang paha Edwald dengan tatapan
serius.
"Kau punya solusinya?"
"Hm. Aku yakin daddy-mu akan setuju jika kau yang mengambil alih perusahaan. Aku akan
Shireen seketika langsung sadar. dia menepuk jidatnya karena baru ngeh jika Edwald adalah
seorang pebisnis andal sebelumnya. Perusahaan Edwald dahulu juga begitu besar dan jaya, dia
"Sayang! mengapa kau tak bilang dari tadi?! Aku menghabiskan air mataku di sini," decah
Edwald melayangkan kecupan singkat di sana hingga pipi Shireen memerah seperti biasanya.
"Kau--"
"Aku akan bicara pada daddy!" sambar Shireen bersemangat ingin berdiri tetapi seketika dia
Aass ...Eeed!!"
"Kau sudah banyak bergerak. Duduklah dahulu!" decah Edwald mendudukan Shireen kembali. dia
menyibak bathrobe kecoklatan halus ini melihat Shireen masih belum memakai celana dalam.
"J--jangan dilihat!" Malu Shireen menutupi bagian intinya yang bengkak. Wajahnya sudah
"T--tapi.."
"Mengapa malu? Aku sudah menikmati semuanya," sela Edwald makin membuat Shireen ingin
menghilang.
Edwald mengangkat kedua kaki Shireen ke atas sofa lalu dia turun duduk di lantai balkon melihat
ke area inti Shireen yang begitu seksi dan segar dengan rona merah muda yang mulus bak
bayi.
Helaan napas Edwald turun karena harus menahan hasratnya. Dia akui Shireen memang sangat
"Aku akan keluar membeli salepnya. Kau istirahatlah dan jangan pakai daleman dahulu. Hm?"
Shireen mengangguk malu-malu. Edwald beralih menggendong ringan Shireen yang dengan
"Aku belum pergi. Sayang!" jawab Edwald mengecup kening Shireen yang dia baringkan di atas
ranjang. Tempat ini sudah dia bersihkan sebelumnya bahkan Edwald mengganti sprei yang ada
Setelah memosisikan Shireen dengan nyaman barulah Edwald pergi ke walk in kloset
mengganti pakaiannya.
Saat dia sudah keluar Shireen menatap kagum pada pesona Edwald yang sangat tampan dan
penuh karisma. Balutan jaket dan celana jeans itu membuatnya tampil sangat muda.
"Mengapa dia sangat tampan?!" tanya Shireen merasa cemas jika Edwald keluar sendirian.
Akan banyak wanita yang terpikat oleh pesona sang suami tetapi dia juga tak bisa egois.
"Kiss!" manja Shireen dan Edwald tak segan mendekat melayangkan kecupan hangatnya ke
"Cepat pulang," gumam Shireen memandangi kepergian Edwald yang sempat mengangguki
ucapannya.
Saat pria itu pergi seketika Shireen merasa kosong. dia kembali pada hari-harinya dahulu di manahanya
ada pekerjaan di benaknya.
"Terima kasih sudah mempertemukan aku dengan Edwald!" gumam Shireen bersyukur pada
sang Mahakuasa.
Setidaknya dia punya semangat hidup dan sandaran yang tak pernah dia temukan sebelumnya.
Sementara di luar sana. Edwald tak menemukan keberadaan para penjilat itu di kediaman ini. dia
dengan bebas keluar berjalan lebar dan tegas melewati para pelayan dan penjaga kediaman.
Wajahnya begitu dingin bahkan para pelayan yang melihat dari kejahuan merasa sering
Hawa dan pembawaannya bisa berubah-ubah. Ntah itu hanya perasaan mereka atau memang
Tepat di halaman kediaman menuju gerbang, Edwald mendapat pesan dari ponselnya. dia
menatap datar layar benda pipih itu lalu melihat jam yang melingkar di pergelangan kokohnya.
Isi pesan bermakna manja dan intim. Edwald tak membalasnya. Pria misterius itu keluar dari
gerbang dan masuk kedalam taksi yang kebetulan lewat atau memang sudah menunggu sedari
tadi.
....
Restoran Bullgart. Tujuan yang paling tepat bagi kalangan orang dewasa maupun remaja yang
berpacaran. Resto ini sangat kental dengan gaya Italia karena memang negara pizza ini selalu
Jika di luarnya tampak seperti resto biasa dengan banyak pengunjung yang makan, maka mata
kalian akan tertipu besar. Di dalam tempat yang mengusung 3 lantai ini ada bar bahkan klub
dimasing-masing tempat yang sudah di rancang.
"Sayang!!" panggil seorang wanita berambut pirang dan bermata cokelat tajam melambaikan
dia yang tadi duduk di meja seraya bicara dengan bartender di sini segera bangkit menyusul
"Aku sudah menunggumu sedari tadi. Apa ada masalah?" tanyanya tetapi pria ini tak langsung
menjawab.
Dia membiarkan Kimmy menggandeng lengannya seraya berjalan kembali ke meja bar di mana
Yah, Kimmy wanita cantik berkulit eksotis tetapi seksi yang suka memamerkan bentuk tubuhnya.
dia sering memakai pakaian ketat bahkan seperti biasa gaun maron ketat di atas paha tanpa
"Minumlah!" Kimmy menyodorkan gelas wine bekasnya pada pria yang justru mengambil gelas
lain.
"Ada perintah baru?" suara datarnya sangat khas dan begitu seksi di telinga para wanita liar
di sini.
tetapi, mereka tak ingin mengganggu sosok itu karena termasuk berbahaya untuk di dekati.
"Untuk sekarang belum. Mereka menunggu berita darimu maka baru bisa bergerak," jawab
dia menatap penuh puja wajah tampan pria bermanik kehijauan ini sampai tenggelam di
dalamnya.
"Sudah lama tak bertemu ketampanan-mu masih saja tak berkurang. Edwald!"
Yah, dia adalah Edwald Fedrick Aldebaron. Suami dari Shireen si wanita malang yang sialnya
adalah putri dari Walter yang menjadi buronan dari Suma ayah angkatnya.
Kekayaan yang sekarang mengelilingi Walter adalah hasil pengkhianatan-nya pada Suma yang
menjadi pemimpin organisasi GYUF. Walter melarikan diri ke Milan setelah memberi tahu tempat
persembunyian GYUF pada pemerintahan negara lain hingga mereka jadi guyonan para militer
di beberapa negara yang dahulu sempat menjadi markas untuk melakukan bisnis ilegal.
Sementara Walter, pria sialan itu dengan leluasa menikmati hasil pengkhianatan-nya sampai
Tentu Edwald di perintahkan oleh Suma untuk menjatuhkan Walter sampai tak bisa hidup lagi.
Rencana Edwald tertuju pada Shireen yang merupakan pusat kekayaan dari keluarga Harmon.
Wanita cantik bak porselen mahal itulah yang harus dimanfaatkan untuk membenamkan semua
"Bagaimana dengan pernikahanmu? Apa wanita itu lebih hebat dariku?" tanya Kimmy
Edwald hanya diam. dia fokus menegguk gelasnya tampak sangat tenang seperti gayanya biasa.
"Itu tak penting!" jawab Edwald memainkan gelas di atas meja bar. Kimmy menghela napas
dalam. dia segera menegguk tandas minumannya lalu mengisyaratkan bartender di hadapannya
"Aku dengar wanita itu sangat cantik. tetapi, aku yakin dia bukan seleramu. Bukan?"
"Kurangi bicaramu," gumam Edwald menatap datar Kimmy yang seketika tersenyum. dia
langsung naik ke paha kokoh Edwald yang hanya membuka diri bahkan tak menolak keliaran
Kimmy padanya.
"Aku tak akan bicara lagi karena kau tak suka menunggu. Hm?" bisik Kimmy mengecup rahang
dia berdiri dari duduknya membuat Kimmy hampir mau jatuh tetapi seperti biasa Edwald menyukai
"Hm."
Kimmy menggandeng Edwald menuju tangga menuju kamar atas. di sini memang tempat bebas
melakukan perbuatan apa pun bahkan sudah sering didatangi oleh banyak miliuner kaya.
Saat tiba di dalam kamar yang tak begitu luas tetapi selayaknya hotel bintang 5 itu Kimmy mulai
melucuti setiap pakaian di tubuhnya. dia tanpa malu menunjukkan setiap lekuk tubuhnya yang
Dadanya yang besar bukanlah hal alami. Itu dia dapatkan dari operasi sekaligus bokongnya.
Edwald tak masalah karena dia tak pernah melayani Kimmy dalam artian wanita inilah yang
"Kerjakan saja tugasmu," serak berat Edwald menarik rambut Kimmy kasar dan mendorongnya
untuk duduk.
Edwald berdiri di hadapan Kimmy yang tersenyum nakal kala Edwald sudah memosisikan
Dan tentu Kimmy sudah tahu apa yang Edwald inginkan. dia segera membuka resleting celana
"Kau sangat seksi. Sayang!" gumaman Kimmy melihat Edwald terpejam menikmati hisapan
Tangan Edwald hanya diam. dia sama sekali tak menyentuh Kimmy yang hanya bisa bermain
"S--sayang!" erang Kimmy membelai dirinya sendiri, dia sangat ingin dilayani oleh Edwald yang
"S--shiit!!" umpet Edwald kesal karena wajah Shireen-lah yang terlintas di kepalanya. Walau
yang memanjakan pusakanya adalah Kimmy tetapi yang membekas di tubuhnya adalah sensasi
Saat permainan Kimmy makin intens bahkan hampir mendorong Edwald ke puncak birahinya
tiba-tiba ponselnya berdering. Sontak Edwald mendorong kepala Kimmy kasar hingga wanita itu
tersungkur ke lantai.
"E..Edwald!" lirih Kimmy sudah kepalang basah. dia melihat pusaka seksi kekar sempurna itu
sudah hampir menyembur di mulutnya seperti biasa tetapi Edwald memilih melanjutkan solo.
"EHMM!!" geraman Edwald mencapai puncak hasratnya hingga menjatuhkan diri di sofa tepat
di sampingnya.
"Edwald! Apa tak bisa kau memuaskanku dengan cara yang sama?" serak Kimmy terdengar
memohon karena dia dalam keadaan sudah dikuasi oleh berahi yang tinggi.
Edwald hanya diam. dia dengan napas tak stabil itu melihat layar ponselnya dan ada panggilan
Tak ada jawaban dari Edwald. dia melihat jam di pergelangan tangannya dan sudah 1 jam dia
"Jangan sampai ada yang tahu identitas ku dan Kau urus orang di sekitar sini!" tegas Edwald
meraih tisu di atas sofa lalu membersihkan pusaka-ny, dia merapikan pakaian dan segera pergi
meninggalkan Kimmy yang seketika membuang napas
kasar.
"Kapan Edwald akan menyentuhku? Dia hanya ingin dipuaskan tetapi tak ingin memuaskan orang lain.
Cih." Kimmy langsung menelpon seseorang untuk datang ke kamarnya. dia tak ingin mati sia-sia
menahan hasrat yang sedang tinggi bahkan tak bisa di abaikan begitu saja.
..
sangat membuat Shireen khawatir karena takut terjadi suatu hal yang buruk di luar sana karena
"Ke mana dia?!" gumam Shireen terus mencoba menghubungi ponsel Edwald yang tak aktif. dia
Saat tangan lentik Shireen ingin menekan gagang pintu tiba-tiba saja benda itu sudah di buka
dari luar.
"Sayang!" lemah Shireen antara senang dan lega melihat Edwald sudah berdiri di depan pintu
membawa plastik kecil berisi kotak salep yang tadi dia beli.
"Ke mana saja? Aku pikir terjadi sesuatu di luar sana sampai kau tak menjawab panggilanku."
"Aku lupa mengisi daya ponselku," jawab Edwald masuk ke dalam kamar seraya kembali
menutup pintu. Edwald meraih pinggang ramping Shireen kedalam pelukannya, lalu mengiring wanita
itu duduk di tepi ranjang dengan dia yang berjongkok di lantai.
Wajah tampan Edwald seperti biasa datar tetapi sangat hangat. dia membuat Shireen nyaman
"Mengapa kau bisa lama? Sayang!" tanya Shireen mengusap rambut Edwald dengan jemari
lentiknya membuat helaian rambut kecoklatan Edwald agak berantakan tetapi tampak seksi.
"Masalah apa?" tanya Shireen menghentikan kegiatannya. Manik hitam bening itu beralih
"Benarkah?" tanya Shireen tersentak. Edwald hanya mengangguk mendorong bahu Shireen ke
atas ranjang hingga posisi wanita ini setengah berbaring dengan kedua kakinya yang menjuntai
rumit seperti Shireen yang apa-apa harus dia tanyakan dan diperhatikan. Cih, begitu
memusingkan.
Saat Edwald tak menjawab, Shireen mengulang pertanyaannya lagi. Edwald mengepal tetapi dia
"Ed! Lain kali kau tak usah keluar sendirian. Apalagi membeli benda itu. Kau bisa menyuruh
pelayan di bawah. Sayang!" ucap Shireen cemas jika sampai nama Edwald menjadi bualan
media lagi. dia tak pernah tenang membiarkan Edwald keluar sendirian apalagi banyak musuh
yang mengintainya.
Kekhawatiran Shireen nyatanya hanya angin lalu bagi Edwald yang tetap memasang topeng
suami idaman. dia sebenarnya malas melakukan semua ini apalagi mendengar ocehan Shireen
"Belum. Aku mau makan dengan-mu," jawab Shireen menatap ke bawah. Edwald tampak
memakaikan salep itu ke bagian intinya dan agak terasa geli tetapi Shireen menahan agar jangan
Berbeda dengan Shireen yang malu-malu, Edwald justru tak bisa menahannya. dia melabuhkan
kecupan lembut ke bibir pink segar bawah Shireen yang seketika menggelinjang.
"E--Eed!"
"Boleh aku memintanya lagi?" tanya Edwald membuat wajah Shireen pucat, dia mau tetapi bagian
intinya masih sakit untuk melayani kebuasan Edwald yang memang bermain lembut tetapi ukuran
Melihat kegugupan Shireen yang tampak sulit menjawab menarik senyuman Edwald yang
segera mengakhiri pengobatannya.
"K--kau.." gagap Shireen sudah kepalang malu langsung menutupi wajahnya dengan tangan.
Edwald berdiri merapikan bathrobe Shireen lalu meletakan kotak salep itu di atas nakas
Shireen segera meraih jaket itu kepelukannya sementara Edwald membuka sepatunya seraya
Niat hati ingin mencium aroma musk tubuh Edwald di jaket ini tetapi tiba-tiba saja Shireen
"Sayang!" panggil Shireen beralih duduk di samping Edwald yang tak menoleh.
"Hm? Apa?"
"Parfum-mu Musk-kan?"
Edwald mengangguk melirik Shireen dari ekor matanya. Saat dia melihat Shireen memeluk
"Shi!"
"Ada aroma parfum wanita di sini," gumam Shireen mengendusnya kembali. Edwald diam tetapi
raut wajahnya masih tenang. Apa Shireen akan tahu? Atau mungkin wanita ini curiga padanya?
batin Edwald geram kala mengingat parfum Kimmy menempel di jaketnya. Shireen menatap
Edwald dengan pandangan biasa tak ada raut curiga apa pun di manik hitam indahnya.
"Apa kau--"
"Saat di kejar media tadi aku menelusup di keramaian agar mereka tak menemukanku. Mungkin
ada parfum mereka yang menempel," kilah Edwald tenang seakan-akan itulah yang terjadi.
"Syukurlah kau lolos. Bisa saja nanti mereka membuat berita baru. Ed!" gumam Shireen
Shireen memang wanita berpikiran positif bahkan jika itu wanita lain mungkin dia akan diintrogasi
sampai ke akar-akarnya.
"Apa kau berpikir aku akan bersama wanita lain?" tanya Edwald dengan mata menyipit.
Senyum Shireen mengembang memukul pipi Edwald pelan dengan satu tangannya.
"Mengapa tidak mungkin?" tanya Edwald padahal dia sudah melakukan itu lebih dahulu. Shireen
begitu lugu dan bersih sampai tak mencurigai apa pun tentangnya.
"Aku rasa kau tak akan tega menyakitiku. Benarkan?" tanya Shireen mengedipkan matanya
sepolos mungkin hingga senyum palsu Edwald tertuai ringan menarik pinggang Shireen
merapat ke tubuhnya.
"Aku percaya," jawab Shireen menyandarkan kepalanya ke dada bidang Edwald yang
menyeringai iblis. dia membelai surai panjang lembut ini dengan rencana yang sudah dia susun
sedari awal.
Kau wanita yang sangat mudah di manfaatkan. Teruslah percaya kepadaku sampai kau tak berani
Jiwa iblis Edwald muncul mencium kening mulus Shireen. dia akan meratukan wanita ini sampai
dia berada di puncak kebahagiaan lalu siaplah untuk jatuh ke alam nyata yang menyakitkan.
...
"Ed! Aku akan bicara pada daddy. Kau temani aku, ya?"
"Sekarang?"
Shireen mengangguk. Edwald ingat tadi Tuan Walter dan yang lainnya tak ada di kediaman.
"Benar juga aku--" kalimat Shireen terhenti kala dia ingat jika hari ini ada janji temu dengan
Kliennya di perusahaan.
"Ada apa?" tanya Edwald melihat Shireen yang langsung meraih ponselnya. Benar saja, sudah
ada panggilan tak terjawab dari sekretaris Amber yang pasti tengah menghandle pekerjaannya.
"Meetingku sudah terlewat 2 jam yang lalu. Aku harus ke perusahaan sekarang!" ucap Shireen
"Hati-hati. Sayang!"
"Bisa tolong siapkan pakaianku? Ed!" sopan Shireen agak segan berdiri di depan pintu kamar
mandi. Edwald mengangguk segera berdiri memandangi Shireen yang masih meracau di dalam
kamar mandi.
Wajah Edwald yang tadi lembut berubah dingin. dia mengumpat meraih jaketnya di atas ranjang
"Cih, telingaku sakit mendengar ocehanmu," gumam Edwald pergi ke kamar ganti. dia
sebenarnya sangat tak suka di atur-atur oleh orang lain tetapi Shireen pengecualiannya
sekarang.
....
Shireen tampak fasih dan elegan memimpin rapat yang berjalan dengan lancar. Nyatanya klien
mereka yang seharusnya sudah pergi itu menunggu kedatangan Shireen bahkan rela
penyampaiannya yang lugas dan penuh arahan membuat mereka mudah paham dan tertarik.
Apalagi perusahaan HARMON CORP BEAUTY(HCB) yang tengah dia pimpin telah
"Prodak lipstik merek ini akan di pasarkan sesuai kesepakatan kita. tim marketing juga akan
selalu berusaha untuk mempromosikan prodak dengan model-model yang populer saat ini.
Bagaimana Mr?" tanya Shireen duduk dengan berwibawah dan elegan di atas kursi
Pria paruh baya dengan rambut pirang dan tubuh agak kurus itu tampak puas menatap Shireen
"Anda tenang saja. Masalah keamanan pengguna itu tak perlu di pusingkan. Aku sendiri telah
mencoba prodak itu dalam satu minggu ini dan tak ada efek samping. Kami juga sudah
memasukannya ke lab untuk di uji dan hasilnya murni mengandung bahan yang baik untuk
bibir."
"Jika nona Shireen sudah berkata begitu, tak ada alasan bagi kami untuk meragukannya,"
sekretaris Amber-pun ikut menghela napas karena awalnya dia cemas investor pertama mereka
"Baiklah. Apa kita bisa menandatangani kontrak?" tanya Shireen dan tanpa banyak bicara lagi
Mr Parker segera meraih dokumen kontrak di meja mahal ini seraya menggoreskan tanda
Mr Parker dan Shireen berdiri segera saling berjabat tangan sebagai bukti jika hubungan kerja
terkesan nakal tetapi dia sangat mengagumi Shireen sebagai wanita karier yang multitalenta.
"Tentu tidak. Saya sudah banyak mendengar soal nona Shireen dan buktinya anda tak hanya
"Saya merasa terhormat," gumam Shireen dengan senyum malu khasnya, dia mengantar Mr Parker
keluar ruangan meeting di mana asisten pria ini tadi tengah menelpon di
luar. Shireen segera mendekati Mr Parker dan menatap segan Shireen yang mengangguk ramah.
Mr Parker diam berjalan beriringan dengan Shireen yang membawanya ke lantai bawah
"Aku turut senang dengan pernikahanmu. tetapi, apa benar perusahaan Tuan Edwald mengalami
kebangkrutan?" tanya Mr Parker melihat wajah cantik Shireen mulai dirundung rasa tak
nyaman.
"Tak apa. Berita itu memang benar tetapi suamiku pasti akan bangkit kembali. Dia pria yang
cerdas," jawaban bijak Shireen begitu dikagumi oleh Mr Parker yang tak bisa lagi meragukan
"Baiklah. Semoga kalian baik-baik saja dan tak ada masalah apa pun lagi. Aku juga yakin berita
Shireen tersenyum dan mengangguk. Lift ini membawa mereka turun ke lantai pertama di mana
para karyawan yang tampak keluar masuk dari pintu utama karena urusan tertentu.
"Sepertinya akan hujan. Cuaca akhir-akhir ini sangat tak menentu," gumam Mr Parker setelah
Shireen juga memandang ke arah yang sama dan dia tahu dan tak asing lagi dengan semua ini.
"Iya. Mr! Semoga istrimu juga cepat sembuh!" jawab Shireen tahu jika istri Mr Parker sedang
karena keramah-tamahan Shireen yang hangat dan selalu menebar senyuman membuat siapa
saja nyaman. Mr Parker sampai menggeleng heran seraya pamit pergi menuju lobby
perusahaan.
"Nona!"
"Yah? Apa ada jadwalku lagi?" tanya Shireen membenahi dress selutut dengan lengan panjang
yang dia pakai. Rambut hitam kecoklatan itu digerai dengan pita cantik di atas kepalanya
"Ada anggota dari devisi tiga ingin pindah ke devisi 2 perusahaan. Mungkin dia tak nyaman ada
di sana, Nona!"
"Mengapa?" tanya Shireen serius. Perusahaan ini memang memiliki 5 devisi dan Shireen
memimpin devisi 2 karena direktur utamanya adalah Tuan Walter dan direksi yang sudah di
bagi-bagi sebelumnya.
"Suruh dia menemuiku langsung. Dan selidiki apa yang membuat dia sampai tak nyaman!"
Tegas Shireen dan diangguki cepat oleh sekretaris Amber yang segera pergi.
Shireen menghela napas dalam. dia terlalu fokus pada tim devisinya sampai lupa jika ada
"Astaga!" sentak Shireen terkejut tiba-tiba saja ada yang memeluknya dari belakang. dia sudah
tahu bisikan suara berat datar khas ini dari siapa dan pemilik tubuh yang tengah memeluknya
"Dan kau melupakan aku," bisik Edwald yang tadi keluar dengan alasan pergi ke tempat
kerjanya. dia menerima pekerjaan sebagai sopir dan Shireen tak keberatan atau menentangnya
sama sekali.
"Bukan begitu. Hanya saja hari ini ada masalah sedikit tetapi tak begitu memusingkan," Gumam
Shireen mengusap punggung tangan kekar Edwald yang pulang sore hari.
"Penumpang-ku tak terlalu banyak. Apalagi aku memakai masker jadi mereka tak tertarik
dengan ketampanan-ku," jawab Edwald dan sukses membuat Shireen terkekeh geli mengusap
"Yah?"
"Apa kau sudah bicara dengan daddymu?" tanya Edwald ingin tahu soal rencananya saat itu.
Shireen menggeleng dan seketika Eswald sangat kesal tetapi dia masih mempertahankan
pandangan hangatnya.
"Belum. Daddy masih ada di luar tetapi aku bisa menelponnya dahulu agar dia tak terkejut."
"Aku hanya ingin meringankan beban mu. Sayang!" jawab Edwald beralih merangkul bahu
Mereka masuk ke lift menuju lantai ruangan Shireen yang biasa menjadi tempat mereka
istirahat.
"Emm--Tadi aku baru saja selesai menandatangani kontrak dengan Mr Parker."
"Lalu?" tanya Edwald ingin tahu apa saja yang sudah Shireen lakukan untuk memekarkan
perusahaan ini
"Dia adalah klien pertamaku tetapi kami sudah sangat akrab. Orangnya juga hangat dan
pengertian. Dan kau tahu--seharusnya dia marah saat aku terlambat tadi tetapi saat tahu aku
ada kendala dia langsung mengerti," jelas Shireen bersemangat menceritakan hal itu pada
Edwald hanya perlu mengetahui siapa saja yang ikut bekerjasama dengan perusahaan. Bukan
"Ha?" tanya Shireen yang tadi tak begitu fokus. dia tengah memeriksa panggilannya yang tadi
tidak terjawab.
"Perusahaan ini sangat besar dan kau mengurusnya dengan baik. Aku rasa kau pantas memiliki
sepenuhnya."
"Dan aku juga tak perlu melanjutkan drama ini dengan wanita aneh sepertimu," batin Edwald
"Ed! Perusahaan ini bukan hanya milikku. Semuanya ikut bekerja dan saling membutuhkan.
Lagi pula aku tak mungkin mengambil alih jabatan daddyku," jawab Shireen menolak sopan.
tetapi, di balik kacamata seorang Edwald yang tak pernah tahu yang namanya BAIK HATI hanya
Jawaban seperti apa itu? Cih, penuh dengan kemunafikan dan emosional. Pikir Edwald bengis.
"Kau jangan terlalu baik. Orang belum tentu seperti itu kepadamu. Shi!" sangga Edwald
memainkan rambut halus Shireen yang tanpa sadar memang sangat harum dan lembut. Jarinya
"Tak apa. Aku tak minta di balas," gumam Shireen menyimpan kembali ponselnya karena tak
"Aku lihat daddymu sangat tertekan dengan proyeknya. Mungkin aku bisa membantu walau
sedikit."
"Hm. Aku juga kasihan pada daddy tetapi mau bagaimana lagi. Ini pekerjaannya," gumam
Shireen memainkan resleting celana Edwald yang sialnya selalu ons setiap berdekatan dengan
Shireen.
umpatan batin Edwald terkadang sulit menahan diri karena Shireen sering menyentuh sesuatu
melalui perantara dengan sangat santai. Wajahnya juga tak menunjukkan pengetahuannya
tetapi, Edwald akan membuat Shireen menggantikan Tuan Walter lalu dia akan mudah
....
Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Seharusnya perusahaan akan di tutup tetapi masih ada
karyawan yang lembur terutama sepasang pasutri yang tadi menghabiskan waktu untuk
Keduanya masih terbaring dengan wajah sama-sama lelap di atas sofa panjang tanpa busana
bahkan bagian inti mereka masih menyatu intens. Baik Shireen maupun Edwald keduanya tak
Serakan pakaian di lantai dan wajah lelah keduanya membuktikan betapa dahsyatnya
Dreet..
Ponsel Edwald berbunyi. Panggilan pertama tak bisa membangunkan Edwald yang sudah
Saat panggilan kedua berbunyi, sontak dahinya langsung berkerut mulai terganggu dengan
"Emm--Eed!" lirih Shireen menggeliat karena mulai tak nyaman. Edwald yang tadi baru
dia meraih ponsel di atas lengan sofa dengan santai membukanya tanpa melihat nama si
penelpon.
"Hm."
Suara Kimmy sedikit meninggi hingga Edwald tersentak menjatuhkan ponselnya ke area dada
"Ehmm--Ed!"
"Shi!" gumam Edwald tenang walau jantungnya sedikit berpacu. Shireen terkesiap kala melihat
ada ponsel Edwald yang jatuh ke tubuhnya hingga dia menghela napas.
"Lain kali hati-hati," gumam Shireen mengambil ponsel itu. Edwald masih tenang membelit
perut datar Shireen dan menghujami bahu polos mulus ini dengan kecupan bertubi darinya.
Umpatan batin Edwald membiarkan Shireen melihat ponselnya. Dahi wanita itu menyeringit
melihat sambungan nomor seseorang yang tak di beri nama.
"Ntahlah. Mungkin orang-orang di tempat kerjaku tadi," gumam Edwald bersuara serak berat
"Emm--jangan mulai lagi," resah Shireen menggerutu tetapi suaranya yang lembut dan sangat
Bukannya berhenti Edwald justru mendorong senjatanya makin masuk lebih dalam di bawah
sana hingga Shireen melenguh kecil mere**emas lengan kekar Edwald di perutnya.
"Sss...E..Eed!"
Edwald-pun sama. Jepitan ketat liang kesat Shireen membuatnya hampir hilang akal ingin
melakukannya terusmenerus. Di sela kesempatan ini Edwald meraih ponsel di tangan Shireen
"A--apa?" lirih Shireen mengigit bibir bawahnya. Edwald tak tahan melihat wajah lemah
pasrah Shireen yang langsung dia angkat ringan berubah posisi menjadi duduk.
"P--Ponselmu Ed-" Shireen melihat ponsel Edwald masih menyala. Edwald segera
mematikan sambungan itu karena akan bahaya jika Shireen sampai mendengar suara wanita di
sana.
"Shi! mengapa tubuhmu sangat nikmat, hm?" bisik Edwald mengigit daun telinga Shireen yang
makin hari begitu memberi kejutan. Awalnya dia kira kenikmatan di malam pertama untuk
Shireen itu hanya sampai di waktu yang sama tetapi tak di sangka.
Makin dia mencoba setiap saat maka dia begitu merasakan kuasa bahkan pesona tubuh
Shireen yang tak pernah dia dapatkan dari wanita mana pun.
Terkadang Edwald berniat untuk menjadikan Shireen budak nafsunya. Sekali mendayung dua
tiga pulau terlampaui, pepatah yang benar bukan?!
Setelah beberapa lama bermain keduanya segera mencapai puncak yang ntah sudah beberapa
"Shitt!" umpet Edwald tersigap kala dia mengeluarkan di dalam.dia segera melepas penyatuan ini
dengan wajah bermandikan keringat. Edwald baru sadar jika mereka tak memakai pengaman
"E-Ed!"
"B--bukan apa-apa," elak Edwald yang membuat Shireen bingung saat Edwald tiba-tiba
Edwald mengambil napas dalam memejamkan matanya dengan deru napas yang agak
memburu. Shireen mulai tahu kebiasaan Edwald setiap selesai bercinta maka dia akan diam
Wajah cantik Shireen seketika memerah melihat senjata andalan Edwald sudah mulai menyusut
"Hm," gumam Edwald tak membuka matanya. Shireen berdiri dengan kaki mengigil dan
berjalan sedikit hengkang ke kamar mandi ruangan ini. Dia sangat malu tetapi juga senang karena bisa
memuaskan suaminya. Shireen memang wanita
yang tak begitu paham soal ranjang tetapi dia selalu ingin belajar.
Sementara di luar sana Edwald kembali mendapat pesan. Manik hijau elang itu mengeras
....
Nuansa pesan ini seperti menyimpan kemarahan dan emosi. tetapi, Edwald sangat malas
bepergian karena dia mulai mengantuk sekarang. Alhasil Edwald mengabaikan pesan itu dan
batin Edwald menghela napas tenang. dia meraih pakaiannya yang berserakan di atas lantai
"Eed!! Aku sudah memesan pakaian. Kau coba buka pintu di depan. Sayang!!"
suara Shireen dari dalam sana. Edwald memakai boxernya lalu berjalan ke arah pintu ruangan.
dia membuka benda itu hingga terlihat dua paper-bag di depan pintu dan ada nota yang
"Dia cukup berpengaruh," gumam Edwald mengambil dua paper-bag itu seraya membaca nota
Belum sempat Edwald menjauh dari pintu, tiba-tiba saja mata tajam dan telitinya melihat ada
satu orang yang bersembunyi di dekat lift yang berpakaian serba hitam.
"Tuan!"
Sosok itu mendekati Edwald di balik pintu yang tadi masih tertutup renggang bahkan separuh
"Hm."
Edwald diam. Wajah tampan tanpa exspresi itu tak menunjukkan emosi apa pun kecuali
ketenangan.
"Tuan besar ingin segera memberi tugas baru. Selesaikan segera masalah keluarga ini karena
"Berikan tugas itu pada Cooper!" tegas Edwald karena tak mungkin baginya pergi ke luar dari
kota ini sementara Shireen masih belum mau mengambil alih perusahaan.
"Tuan Cooper tak bisa menanganinya. Tuan Suma memberi waktu 2 minggu untukmu!"
Tatapan tajam Edwald beralih pada meja kerja Shireen. Sepertinya dia harus memajukan
Ntah manusia atau bukan Edwald berniat untuk menghancurkan kerja keras Shireen. dia pergi
melihat laptop wanita itu lalu melihat rancangan pemasaran di file yang sudah seharian Shireen
buat.
"Maaf untuk ini," Gumam Edwald menghapus semua proposal dan rancangan yang Shireen
dia membuat semua pekerjaan Shireen tadi menjadi kacau bahkan tak ada lagi rincian prodak
Jika perusahaan ini bangkrut maka itu akan menjadi berita bahagia bagi Suma. Bukan itu saja,
Edwald tersentak segera menutup laptop Shireen yang tadi tak memandangnya sekarang mulai
berjalan mendekat dengan balutan bathrobe abu yang elegan dan cantik.
"Sudah selesai?"
"Sudah. Pergilah bersihkan dirimu. Mana pakaiannya?" tanya Shireen tak menaruh curiga pada
Edwald yang begitu tenang mendekat. Dua paper-bag itu dia sodorkan pada Shireen yang
mengambilnya ringan.
"Hm. Aku mandi dahulu!" Edwald mengecup kening Shireen yang mengeluarkan pakaian
mereka dari dalam paper-bag. Di begitu telaten menata pakaian itu di atas sofa lalu mengambil pakaian
kotor mereka untuk di
bawa pulang.
"Kebiasaan pintunya tak di tutup," decah Shireen mendekati pintu ruangan itu. tetapi, saat tiba di
Ntahlah. Penciuman Shireen memang sangat tajam dan itu salah satu kelebihannya.
"Ini seperti aroma wood. Haiss, mengapa aku jadi mencium parfum setiap orang?! Pasti penjaga
di depan yang mengantarkan paper-bag tadi," gumam Shireen terlalu positif. dia menutup pintu
...
Pagi ini Shireen bergegas menemui Tuan Walter yang kebetulan ada di kediaman bersama
Nyonya Colins. Keduanya tengah makan di meja makan begitu juga Shireen yang agak ragu
menyampaikan ini depan Nyonya Colisn yang sudah memasang wajah suram bahkan, tampak
sekali tak menyukai keberadaan Edwald yang baru keluar dari dapur membawakan juz mangga
"Ini sayang!"
"Terima kasih," jawab Shireen segera meneguknya sampai setengah lalu menyodorkan piring
yang sudah dia isi makanan tadi pada Edwald yang duduk di sebelahnya.
Keduanya mengabaikan raut tak suka Tuan Walter dan Nyonya Colins.
"Bagaimana dengan keputusanmu? Shireen!" tanya Tuan Walter tanpa menatap ke arah
"Cih, dia tak akan mau meninggalkan suami tak bergunanya itu. Apa yang bisa di banggakan
darinya? Ketampanan tak akan mengubah nasib," ketus Nyonya Colins membuat Shireen sakit
Dirasa sudah tenang barulah Shireen kembali bicara dan kali ini dia berusaha menghindari
"Dad! Kau ada masalah di proyek barumu dan akhir-akhir ini kita juga mulai sulit mengimbangi
"Jangan mulai lagi, Shireen!" tekan Tuan Walter menjatuhkan garpu kasar di atas piring mahal
itu.
"Edwald hanya akan membantu kita, dad! Aku yakin suamiku bisa menyelesaikan masalah
proyek-mu dan membantu perusahaan kita menjadi lebih baik. Daddy ingatkan, jika Edwald
"Tetapi bangkrut," ledek Nyonya Colins melirik rendah Edwald yang hanya diam sedia dengan
wajah datarnya.
"Hal itu belum tentu murni kesalahan Edwald. Yang kita lihat sekarang itu bagaimana dia bisa
Nyonya Colins hanya diam. dia tergesa-gesa menghabiskan makananya lalu berdiri bersiap
untuk pergi.
"Mom! Percayalah, Edwald tak akan mengecewakan kita. Aku jamin, Mom!" tegas Shireen
dia terlihat begitu ahli tetapi ntah mengapa saat menatap manik hijau elang itu dia seperti ingin di telan
di dalamnya.
"Dad! Aku juga sudah mendapatkan klien besar. Hari ini kami akan bertemu dan Edwald juga
sangat membantuku. Dad!" imbuh Shireen seakan tak membiarkan mereka untuk bernafas.
Hal itu sangat menaburi bumbu kesenangan di hati Edwald yang tak perlu repot
menjerumuskan keluarga ini karena ada malaikat cantik yang bisa dia manfaatkan.
"Aku yakin!" jawab Shireen tanpa berpikir panjang. Mendengar itu Nyonya Colins langsung
menggeram.
"Shireen! Kau ini baru saja mengenal laki-laki. Jangan terlalu menggantungkan kepercayaan
karena ucapan Nyonya Colins terlalu berbahaya, Edwald mulai buka suara mencegah Shireen
"Aku tahu jika kami baru saling mengenal. tetapi, aku tak mungkin menyakiti istriku sendiri. Aku
Mendengar itu hati suci Shireen serasa di sirami banyak bunga. dia tak pernah merasakan jatuh
cinta sebelumnya dan ternyata persepsi beberapa orang yang mengatakan cinta itu
"Dia ini hanya wanita haus kasih sayang. Sudah didik keras untuk bekerja dari kecil dan mana
Yah, dia akui hidupnya selama ini hanya tentang pekerjaan tetapi apa salah dia mencoba
merasakan cinta dari orang lain? dia hanya tahu cinta seorang nenek bukan seorang ibu atau
ayahnya sendiri.
"Aku tak ingin mendengar alasanmu. Ceraikan dia dan mulailah hidupmu seperti biasa."
"Tetapi-"
"Cukup!" sela Tuan Walter sudah mengambil keputusan. dia menatap tegas Edwald tetapi dia tak
"Benarkah? Jadi Edwald tak perlu pergi-kan, Dad?" tanya Shireen girang. Saat Tuan Walter
mengangguk dia langsung memeluk Edwald yang tersenyum kecil mengusap kepala Shireen.
"Aku tak ingin mendengar dia berbuat masalah. Cepat selesaikan masalah perusahaan dan
akan ku pikirkan hubungan kalian seterusnya," tegas Tuan Walter berdiri dan pergi
Shireen hanya diam tak menggubris Nyonya Colisn yang terlihat sangat tak setuju.
"Shireen!! Aku sudah merencanakan pertemuan-mu dengan putra temanku. Jika kalian tak
Degg..
Seketika Shireen terkejut. Edwald hanya pura-pura tersentak karena jujur dia tak peduli.
"M--mom!"
"Dia lebih berpengaruh dan sangat baik. Jauh dari suamimu ini. Shireen!" geram Nyonya Colins
menatap ketus Edwald yang segera berdiri diikuti Shireen yang masih syok.
"Shireen adalah istriku. Sampai kapan pun aku tak akan membiarkan siapa pun mengambilnya!"
"Ouh, benarkah? Dengan apa kau akan menghidupi istrimu? Batu? Kertas atau kayu?" sarkas
Nyonya Colins mengambil gelas di atas meja lalu menyiramkan itu ke wajah Edwald.
"Mommy!!" Shireen menatap Nyonya Colins tajam. Wajah wanita paruh baya ini tiba-tiba
berubah pias kala bersitatap dengan netra mematikan Edwald yang tampak menyimpan bara
batin Nyonya Colins merinding. dia melihat jiwa ibslis bergejolak di ubun-ubun Edwald yang
Namun, wajah tampan penuh kebekuan itu berubah lembut kala tangan Shireen mulai
"Sayang! Duduklah dan Mommy pergi dari sini!!" tegas Shireen beralih pada Nyonya Colins
yang tak tahan lagi dengan hawa membunuh Edwald yang membuat tubuhnya mengigil.
Tak berselang lama Nyonya Colins pergi maka turunlah Freya dari anak tangga dengan
Langkah gadis berambut pendek itu masuk ke dalam ruang makan. Namun, dia terhenti kala
melihat Shireen mengusap leher dan dada Edwald dengan lembut membereskan sisa air ini.
"Mengapa selalu saja seperti ini?!" umpet Freya yang masih merasakan sakit di kakinya yang di
perban. Untung saja luka itu tak begitu dalam hingga dia masih bisa berjalan normal.
Saat Freya mematung di depan sana, tatapan mata Shireen mulai menangkap keberadaanya.
Seperti biasa Shireen akan menawarkan makan tetapi Freya sudah pergi lebih dahulu.
"Dia terus saja tak mau makan di pagi hari," gumam Shireen menghela napas berat. Edwald
tahu jika Freya tak menyukai hubungannya dan Shireen tetapi itu tak terlalu penting.
"Makanlah dahulu. Aku juga akan pergi setelah mengurus-mu," Shireen duduk kembali.
kotak makanan.
Edwald diam. Antara tak mungkin membawa kotak makanan ke luar dan juga malas untuk
menentengnya.
Dia mulai lagi. Decah Edwald tetapi hanya pasrah sampai Shireen datang dan menyiapkan kotak
makananya tak lupa botol air yang terisi penuh di masukan ke dalam tas khusus yang tampak
mudah di tenteng.
"Ini! Jangan sampai kau telat makan. Aku tak suka ada Freya yang kedua di sini."
Edwald hanya meraih tas itu dengan senyuman kecil. dia melihat Shireen mengambil jaket yang
"Sudah. Ada yang ingin di bawa lagi?" tanya Shireen benar-benar menjadi istri.
"Kau mau buah? Akan ku siapkan jika kau mau?" Shireen sangat bersemangat. Edwald
hanya mengulum senyum membelit pinggang ramping Shireen yang belum bersiap-siap
kekantor dan masih cantik dengan dress santai lengan pendek berpotongan anggun ini.
...
"Aku hanya pergi menjadi sopir. Bukan seorang direktur tetapi kau sudah sangat heboh. You're
"Tak apa. sopir juga butuh tenaga dan aku harus terus memberimu energi. Hm?"
"Terserah kau saja. Shi! Yang penting kau senang," gumam Edwald di antar keluar oleh
"Hm," Edwald berjalan pergi menjahui kediaman menuju gerbang di depan sana.
Shireen hanya memandangi dari kejahuan. dia tadi sudah ingin mengantar Edwald tetapi pria itu
kekeh tak mau merepotkan-nya. Alhasil Shireen menurut walau dengan berat hati melepas
sang suami.
Shireen tersentak kala ada kepala pelayan yang menyeru dari belakang. Pelayan Anne
tersenyum geli melihat Shireen malu karena tahu arti ucapan darinya.
"Mengapa? Tuan dan nona masih pengantin baru dan wajar. Bibik juga sangat senang melihat
kalian akur setiap saat. Tuan juga sangat tampan dan kalian cocok," Ujarnya penuh
kebahagiaan.
Shireen hanya bisa tersenyum tetapi di balik lengkungan bibir indahnya itu, ada harapan dan
"Iya. Nona! Semoga selalu bahagia Beautiful angle!" godanya hingga Shireen bergegas pergi.
...
Di tempat yang lain. Freya baru saja menghentikan mobilnya di tepi jalan menghadap ke dua
jalur berbeda di depannya. Keadaan jalanan tak begitu ramai jadi dia punya kesempatan untuk
"Aku tak punya ketenagan jika melihat mereka," umpet Freya merapikan alas bedaknya. Saat dia
asyik memanjakan wajahnya tiba-tiba saja dia melihat ada mobil taksi yang berhenti tak begitu
jauh darinya.
Awal-awal Freya tak begitu peduli tetapi saat melihat siapa yang keluar dengan jaket dan pakaian
Edwald tampak turun dengan topi dan masker menutupi wajahnya. dia menunggu di samping
taksi lalu Freya terkejut kala ada satu mobil mewah bermerek melaju pelan dan berhenti di
"Shiit. What happened??" gumam Freya kala Edwald masuk ke mobil itu dan pergi padahal
Seperti biasa Edwald akan datang ke resto Bulgart yang jadi tempat pertemuan gelapnya.
Langkah tegasnya masuk ke dalam Bar di mana seorang pria bertubuh lebih pendek dengan
pakaian santai bak pengunjung biasa mendekatinya dengan masker yang menutupi wajahnya.
"Steen!"
Edwald hanya diam duduk di kursi bar seraya melepas maskernya. dia mengacuhkan aktivitas
di sini karena tujuannya hanya ingin membahas soal keadaan di markas mereka.
Yang jadi pertanyaan mengapa Edwald dipanggil Steen? Padahal nama aslinya adalah Edwald,
bukan?
"Katakan!"
"Aku tak bisa menyalurkan pasokan senjata kita ke klien tetap karena jalur yang biasa kita pakai
sudah di ketahui oleh aparat pemerintahan di sana. Akan sulit untuk mengirim senjata jika kita di
awasi. Steen!" jelas Cooper yang memang satu anggota dengan Edwald.
tetapi, Edwald bekerja sendiri dan tak suka di kuntit. Hanya saja kecerdasan dan pemahaman
"Jalur mana saja yang di awasi?" tanya Edwald menerima gelas dari bartender tetapi tetap
Mendengar itu Edwald diam sejenak. Di kepalanya sudah terbayang rute Leebie dan Aldres
yang dahulu menjadi tempat bermainnya. Pegunungan di sekitar tempat itu cukup curam dan
tetapi, benak teliti Edwald tahu betul kalau ada sungai kecil yang menghubungkan Leebie dan
"Ada 3 mobil dan masing-masing 1.000 item. Sulit mengirim barang sebanyak itu tanpa di
ketahui oleh mereka," Cooper agak berbisik karena pekerjaan mereka ini ilegal bahkan
Edwald menghela napas dalam meneguk tandas gelas wine di genggamannya. dia sudah
"Tunda sementara pengiriman ini dalam dua hari dan pada masa itu kalian alihkan perhatian
mereka ke daerah lain. Buat seakan-akan sudah terjadi penyelundupan di pinggiran kota dan
saat mereka membagi tim keamanan dan konsentrasinya pecah, kalian segera mengirim
senjata itu."
"Mereka pasti akan tahu karena area itu sudah di pantau. Steen!"
"Apa aku mengatakan area yang sama?" Edwald melirik tajam Cooper yang seketika
tersadar.
"Shitt. Apa kau punya tempat lain?" binarnya tampak senang dan berharap.
Saat pria yang dia panggil Steen ini mengangguk barulah Cooper bersorak kegirangan di dalam
hatinya.
"Ada sungai kecil penghubung antara kota Leebie dan Asoks. Kalian lewati itu tetapi melalui tali
dari atas. Bukan menyelam. Jangan tinggalkan jejak apa pun dan jangan menggunakan mobil.
"Kau memang anak kesayangan Suma. Aku bangga kepadamu. Steen!" decah Cooper menepuk
Cooper menurunkan tangannya dengan kegugupan yang mulai naik. Bisa-bisanya dia bersikap
friendly pada pria berjulukan seribu wajah di GYUF ini, pikirnya ngeri.
Steen adalah julukan bagi Edwald yang dikenal di semua jagat ilegal. Dia tak menggunakan
nama aslinya saat menjalankan misi gelap karena akan berakibat fatal jika Edwald muncul di
tengah-tengah masyarakat. Steen dapat diartikan SERIBU WAJAH dalam bahasa anggota
mereka. Suma sendiri yang memberikan nama itu pada Edwald yang juga menerima dengan
baik.
"Baiklah. Sebelum aku pergi ada yang perlu-ku bantu?" tanya Cooper cukup penasaran dengan
"Kau bosan hidup. Hm?" tekan Edwald kembali mencekik leher Cooper dengan intonasi
bekunya. Alhasil Cooper mengangguk paham seraya mengangkat kedua tangannya meminta
ampun.
"Baiklah. tetapi, lain kali jika kau bosan kita bisa bergantian dan--iyaa, Aku pergi!!" pekik Cooper
di akhir kalimat kala Edwald sudah mengeluarkan pistol dari balik jaketnya.
dia bergegas pergi belagak seperti biasa keluar dari bar ini. Tak berselang lama Cooper pergi
barulah Freya yang tadi bersembunyi di antara orang yang minum di sudut sana keluar.
Untung Freya memakai hoodie menutupi seragam sekolahnya. dia juga memakai topi, masker
dan kacamata menyelidiki Edwald yang masih duduk di sana menikmati wine yang selalu di
tuangkan oleh bartender.
"Mengapa dia jadi ke sini? Siapa pria tadi dan apa yang mereka bicarakan?!"
batin Freya tak mengerti. Setelah terus mengamati dari sini tiba-tiba datang seorang wanita
cantik berkulit sawo matang dari arah pintu masuk. Sosok itu melenggang liar dibaluti busana
Namun, mata Freya langsung membuka lebar kala wanita itu bergelantungan manja di lengan
"I..INI.. ASTAGAA!!"
Teriakan batin Freya nyaris ingin memekik keluar tetapi masih terperangkap di dalam maskernya.
Freya benar-benar syok sampai dia berkeringat dingin. Jantungnya berdebar melihat wanita itu
seperti merengek dan mengadu pada Edwald yang tampak hanya acuh tetapi dia tak menepis
"Shireen! Aku sangat kasihan kepadamu. Suami yang kau cintai ini ternyata bermain api di luar.
binar kebahagiaan di batin Freya membayangkan wajah hancur Shireen dan tangisan wanita itu
jika sampai melihat suami tercintanya tak seperti yang dia lihat.
Saat wanita itu mencium liar bibir Edwald maka Freya dengan cepat mengeluarkan ponselnya.
dia merekam adegan panas ini dengan hati berbunga-bunga tak sabar melihat kehancuran
"Heyyy kauu!!"
Degg..
Freya terkejut langsung menyimpan ponselnya kala ada penjaga di belakang melihat dia
Edwald yang mendengar keributan langsung mendorong kasar Kimmy dari pahanya hingga
ciuman wanita itu terlepas paksa. dia menatap ke arah sumber ricuh di mana ada seorang wanita
yang berlari keluar dengan tergesa-gesa tetapi sayang ada dua penjaga di depan pintu yang
menghadang.
"Berikan ponselmu!!"
Freya diam. dia mundur karena banyak orang yang tengah mengerumuninya. Jantung Freya
"Berikan ponselmu!! Kau sudah membaca peraturan di sini, bukan? DILARANG MEREKAM!!!"
"B..baik. A..aku baru pertama ke sini. Maaf!" gugup Freya menyembunyikan ponsel itu ke dalam
Edwald menajamkan matanya. Saat dia melihat rok seragam sekolah yang di tutupi hoodie itu,
"JANGAN BIARKAN DIA PERGI!!!" tegas Edwald tetapi Freya yang memiliki tubuh kecil bisa
Kimmy diam melihat kemarahan sekaligus ada raut gugup di wajah Edwald yang tersembunyi.
"Jika Shireen tahu apa yang terjadi rencanaku gagal total!!" geram Edwald meraih maskernya
Senyum remeh Kimmy naik. dia semalam sangat panas mendengar suara lembut khas Shireen
dari sambungan ponsel. tetapi, saat Edwald masih datang ke sini dan menerima sentuhannya dia
.....
Bab 14 A-aku tak tahu apapun!
Mobil yang dikendarai Freya tadi diburu oleh anggota Edwald yang dengan mudah memotong
Beberapa mobil di sekelilingnya sampai terkejut dan nyaris berteriak melihat bagian belakang
mobil Freya berasap dengan dua mobil full hitam di belakangnya berhenti.
Gelagat mereka seperti ingin menolong agar tak ada yang curiga di sini. Edwald keluar dari
mobilnya berjalan sedikit terburu-buru belagak cemas memastikan mobil yang berhenti di
"Apa kau terluka?" tanya Edwald mengetuk kaca jendela mobil. Dua anggotanya keluar berdiri
di kedua sisi baja mewah ini membuat Freya yang tadi nyaris mati di dalam sana pucat pasih.
Tangannya dingin bahkan mengigil karena tahu Edwald bukanlah pria yang baik. Dia jelmaan
"Mungkin dia terluka. Aku akan memecahkan kaca ini!" timpal salah satu anggotanya meninju
Pintu itu di buka dengan mudah oleh Edwald yang masuk ke dalam mobil duduk bersampingan
"K--kau-"
"Ranah bermain mu terlalu jauh adik ipar," Edwald membuka maskernya hingga wajah
Jantungnya berpacu kencang, kakinya menggigil kala melihat Edwald mengeluarkan pistol dari
balik jaketnya. Apa dia akan membunuhku? Apa aku akan berakhir di sini?!
"Ceritakan kepadaku apa saja yang kau lakukan hari ini? Ayo!"
"Aku- aku tak mendengar apa pun aku-" napas Freya tercekat kala ujung pistol di tangan Edwald sudah
membidik ke arah keningnya.
Freya benar-benar mati di tempat bahkan bernafas saja dia tak leluasa.
"Kau ingin mengakhiri masa muda mu. Hm?" desis Edwald memberi sorot membunuh pada
"Aku mohon maafkan aku. Aku tak tahu apa pun. Aku tak tahu!!"
Degg..
Jantung Freya makin tak aman. dia meremas pinggiran roknya dengan kacamata sudah jatuh
"T--tidak."
"Kau mendengarkan?"
"T-tidak. Hiks! Aku mohon jangan bunuh aku," isak Freya menggeleng dan sudut bibir Edwald
tertarik. Lengkungan itu lebih pada seringaian psychopat yang sangat mengerikan.
"Kau begitu takut mati. tetapi, sangat berani MEMBUNTUTIKU" geramnya menekan kuat ujung
"A--ampun--ampuni aku!"
"Apa saja yang kau lihat dan dengar?" tanya Edwald ingin tahu dan dari gelagat Freya yang
"Dan kau ingin memberi tahu istri CANTIKKU?" sela Edwald dengan suara makin
menakutkan. Freya sudah menangis tetapi Edwald tak menunjukkan raut kasihan sama sekali.
"Siapa pun yang tahu salah satu wajahku dia tak layak hidup," tekan Edwald ingin menarik
pelatuk pistolnya tetapi tiba-tiba saja ponsel Freya berbunyi.
Edwald mengurungkan niatnya dengan tatapan tajam mengisyaratkan Freya untuk mengangkat
panggilan itu.
Dengan penuh rasa takut Freya mengeluarkan ponsel dari saku roknya. Jari lentik itu mengigil
"Angkat!" titah Edwald dan Freya menurut. Saat panggilan tersambung suara lembut khas
"Kau di mana? Gurumu menelpon-ku, katanya kau tak masuk sekolah hari ini. Ada apa? Apa
terjadi sesuatu?" cecar Shireen tetapi Freya menatap takut Edwald yang hanya diam pertanda dia
bisa menjawab.
"A--aku-"
"Mengapa dengan napas mu? Apa yang terjadi?" intonasi suaranya makin cemas dan gelisah.
Edwald mengisyaratkan agar jangan bicara jujur hingga Freya mulai membuka suara dengan
napas yang tak stabil karena pistol yang ditekan Edwald di keningnya makin terasa mendesak.
"Lain kali kau pamit dahulu. Jika begini aku tak bisa tenang, Freya!"
"Kerjakan saja urusanmu," ketus Freya mengakhiri panggilan. Nafasnya tercekat kala Edwald
"Kau-"
Belum sempat Freya bicara ponsel itu sudah ada di tangan Edwald. Benda itu digenggam kuat
"Tutup mulutmu atau kau akan bernasib sama seperti benda ini," desis Edwald meremas
ponsel itu di tangan kekarnya. Ada darah yang keluar membuat Freya membeku dengan mata
tak berkedip.
"T-Tidak."
"Bagus. Tutup mulutmu dan bersikaplah seakan tak tahu apa pun atau aku tak bisa menjamin,
berapa lama tarikan napas-mu setelahnya," Edwald melepaskan tembakan ke arah topi
Wanita itu terpekik mengira kepalanya akan lepas tetapi untung saja Edwald hanya
mempermainkannya. Pria tampan bermanik hijau gila itu turun dari mobil kembali memakai
maskernya.
Freya menghela napas lega bahkan dia sampai benar-benar bisa mengedipkan matanya kala
Edwald dan para anggotanya sudah pergi. Mereka bergerak sangat mulus bahkan tak seperti
"Siaall!! Dari mana Shireen mendapatkan iblis seperti itu?! Dia sangat mengerikan," umpet
Freya mengelus dadanya dengan tatapan takut yang teramat pada topi yang sudah bolong
karena timah tadi. Bahkan, bagian atas mobilnya juga membekas tembakan tadi.
tetapi tunggu. Freya mulai kembali panik saat dia ingat jika saat dalam pengejaran tadi Freya
Bagaimana ini? Apa dia akan membunuhku setelah perbuatannya di ketahui Shireen?
......
Di dalam perusahaan tepatnya di ruangan meeting yang baru saja di mulai terjadi masalah
besar bagi Shireen. dia ingin melakukan presentasi kerja tetapi power poin dan semua file yang
sudah dia rancang kemarin tiba-tiba hilang.
"Ada apa? Nona!" bisik sekretaris Amber melihat Shireen mengotak-atik Laptop dengan tatapan
heran.
"A--apa??" gumam sekretaris Amber terkejut. Shireen seperti biasa tenang dan sangat elegan
membuat Tuan Charlos ikut tenang dan tak tahu jika Shireen mengalami masalah yang besar.
"Nona! Bagaimana ini?" lirih sekretaris Amber tetapi tersenyum pada beberapa klien mereka
"Tentu tidak. Tuan! Aku hanya merasa sangat senang jadi agak gugup," elak Shireen memberi
Mereka ikut nyaman di sini merasa tersanjung dengan apa yang Shireen katakan.
"Anda terlalu merendah. Nona! Kami justru sangat merasa terhormat bisa bertemu dengan
wanita muda, cantik dan elegan seperti anda. Sayang sekali kau sudah menikah," kelakar Tuan
Carlos dan di jawab anggukan oleh klien lain yang mengakui pesona seorang Shireen.
"Tidak. Saya serius dan sangat mengagumi nona. dahulu saya pikir bisa mempertemukan anda
Shireen hanya tersenyum malu dengan sekretaris Amber yang sudah berkeringat dingin.
Bagaimana mereka bisa melakukan presentasi ini sedangkan bahan yang menjadi acuan sudah
hilang.
Namun, seperti biasa Shireen selalu bisa menangani masalah. File itu hilang tetapi tidak dengan
materi yang ada di otaknya. dia yang membuat rancangan itu maka dia juga pasti bisa
menunjukkan tanpa perlu membuat power poin ulang.
"Nona!" lega sekretaris Amber melihat Shireen fasih mengayomi semua klien dengan gaya
dia memilih metodenya sendiri dan tak ada yang tahu masalah yang terjadi bahkan Shireen
membuka forum untuk menunjukkan pesona dan jiwa multitalenta yang dia punya.
Sementara ponsel miliknya habis daya setelah menelpon Freya tadi. Alhasil Shireen tinggalkan
di ruangannya.
...
Setelah meeting mendebarkan tadi selesai akhirnya Shireen bisa beristirahat di ruangannya.
Hari ini jadwalnya sangat padat apalagi dia harus mengurus karyawan yang ingin pindah dari
Tentulah Shireen harus bertemu mereka satu-satu dan menanyakan apa alasan keinginan
mereka. Jika itu pimpinan lain mungkin akan menolak karena menyebabkan masalah baru
nantinya.
tetapi, Shireen terlalu baik hati. dia rela mengambil jam istirahatnya untuk bertemu dengan para
"Nona!"
"Mengapa kau ingin pindah? Bukankah di sana divisi khusus yang terpilih?" Tanya Shireen duduk
di kursi kerjanya dengan elegan menatap hangat seorang wanita muda yang tampak mulai
"Nona! Aku takut bekerja di sana," Cicitnya nyaris tak terdengar. Shireen diam melihat gestur
wanita ini seperti diancam atau mungkin ada orang yang mengganggunya.
"Apa yang membuatmu takut?"
sontak Shireen terkejut. dia tahu makna mengganggu dari pernyataan wanita ini tetapi mengapa
bisa? Sebelumnya juga ada yang memundurkan diri tetapi alasannya tak seperti ini.
"Dia melecehkanmu?"
"I-iya, Nona! Sebenarnya sejak awal saya bekerja sudah mulai merasa aneh. Beberapa wanita
yang ada di sana seperti memandangku dengan tatapan ambigu. Setelah seminggu aku di sana
"Permisi!!"
Seseorang menerobos masuk dengan tergesa-gesa. Wanita yang tadi Shireen tanyai seketika
terkejut melihat Morren, pria paruh baya dengan wajah oval dan perut agak buncit.
dia menatap tajam ke arah wanita tadi hingga rasa takut menjalar di permukaan tulangnya.
"Tetap di sini!" tegas Shireen merasakan gelagat aneh di wajah Morren ketika melihat karyawan
wanita ini.
"Memang sangat mengganggu. Apalagi kau masuk tanpa mengetuk lebih dahulu," jawab Shireen
"Nona! Aku hanya merasa cemas kau memanggil karyawanku. Jadi, aku ke sini untuk
itu agar duduk dan Morren tampak gugup duduk di sebelah wanit ini.
Tatapan hangat Shireen selalu melindungi wanita di hadapannya tetapi manik hitam itu berubah
banyak?Tuan Morren!"
"Bukankah sudah jelas. Mereka punya kepentingan pribadi dan tak layak untuk divisiku. Apa
kau menyalahkanku? Nona Shireen?" sarkas Morren dan Shireen tentu mulai mencurigainya.
"Tidak. tetapi, aku ingin kau memilih karyawan yang memang niat bekerja. Bukan hanya berhenti
"Mengapa dia jadi menghakimiku?! Dasar wanita sok berkuasa," maki Morren mengepal dan
terlihat sorot matanya membenci Shireen yang harus melindungi semua karyawan perusahaan.
"Aku sudah mengumpulkan semua karyawan yang pernah mengundurkan diri dari divisimu."
"Aku juga sudah menyuruh badan firma hukum perusahaan untuk menyelidiki ini. Siapa tahu
mereka mendapat tekanan dari ORANG DALAM," ucap Shireen penuh penekanan.
Merasa tak terima dengan ucapan Shireen barusan. Morren berdiri dan menggebrak meja
"Apa aku menyebut namamu?" tanya Shireen masih duduk tenang di kursinya. dia sudah
melihat wajah lain tuan Morren yang selama ini pasti bermain kotor.
"JANGAN KAU PIKIR, KAU PUTRI DIREKTUR UTAMA di sini KAU BISA SEENAKNYA!!"
"Aku hanya bertanya dan bukan menuduh. Jika kau merasa tersinggung berarti memang ada
hubungannya denganmu," Shireen membuat Morren naik pitam. dia menggenggam vas
bunga di samping meja Shireen dan ingin memukulkan benda itu ke arah Shireen yang berdiri.
....
Bab 16 Jika aku bukan orang baik. Bagaimana?
Belum sampai tangannya menghantamkan benda itu, tiba-tiba saja ada tangan kekar
"Sayang!" gumam Shireen mematung melihat Edwald yang berdiri di belakang Morren dengan
cengkraman menguat. Bahkan, Morren bisa merasakan tulangnya bergesekan dan ingin patah.
"K-kau-"
Edwald hanya diam. makin lama cengkramannya begitu kuat sampai tangan Morren pucat
begitu juga wajah pria itu. Alhasil Shireen mendekati Edwald dalam mode wajah dinginnya.
"Ed!" Lirih Shireen mengelus dada bidang Edwald yang lembut hingga barulah Edwald
melepaskan cengkramannya.
Morren memeggangi tangannya yang sakit dan kesemutan lalu menatap ngeri ke arah Edwald
"Yah. Aku baik," Shireen tersenyum lalu menatap tajam Morren yang tak menyangka
"Pergi dari sini. Kau tak diperbolehkan menginjak divisi 5 sebelum keputusan direktur keluar!"
"Siall!!" umpet Morren bergegas keluar sedangkan wanita tadi diam tanpa sadar dia terpesona
Sadar jika dia sudah keterlaluan, kepala itu dia tundukan karena Shireen sudah sangat baik
padanya.
"Nona!"
"Kau tak perlu pindah. Aku akan mengurus mereka!" ucap Shireen yang di angguki wanita itu.
dia pergi dengan perasaan lega dan senang karena pria tua cabul itu sudah di tindak lanjuti.
Sementara Edwald dia hanya diam. tetapi, jauh dari sorot mata tajamnya dia mengaggumi
"Ku pikir kau tak akan berani menindak orang seperti itu. Shi!"
"Mengapa? Apa aku begitu penakut. Hm?" Shireen mengalungkan kedua tangannya ke
leher kekar Edwald yang sudah tak lagi memakai masker atau topinya hingga Shireen bisa
"Bukan penakut, tetapi cara bicaramu yang begitu lembut tidak akan mengguncang semut
sekalipun."
jawaban Edwald terdengar manis tetapi itu memang bentuk pemikiran Edwald selama ini pada
Shireen.
"Lembut bukan berarti lemah. Hanya saja aku lembut jika pada orang yang tepat. Sepertimu,"
Shireen agak malu-malu berjinjit mengecup bibir sensual Edwald yang lebih tinggi
"Benarkah?"
"Hm. Aku tak mungkin marah pada orang yang baik-baik. Tergantung orangnya juga. Sayang!"
jelas Shireen tetapi timbul keinginan di benak Edwald untuk menanyakan sesuatu.
"Kau kurang baik apanya? Kau bukan orang baik tetapi PRIA TERBAIK," jawab Shireen lalu
Edwald terjebak dalam galaksi manik hitam bening Shireen yang menenggelamkannya jauh
seakan-akan hawa di dalam mata ini menghipnotisnya untuk melihat lebih intens.
Hangat, damai dan ketenagan. Itu hal yang asing tetapi tiba-tiba dia bisa merasakannya. Siapa
"Sayang!"
"A-apa?" sentak Edwald tersadar. dia jadi gugup sendiri melihat Shireen menatapnya lekat.
"Ada apa?"
"Tidak ada. Aku hanya sedikit lelah karena hari ini cukup banyak penumpang," elak Edwald dan
"Shitt!"
batin Edwald mengumpat. dia tadi membuang makanan itu ke pembuangan sampah resto
sekalian dengan kotak makananya karena terlalu kesal. Tak dia sangka Shireen akan
"Bukan seperti itu. Aku menghabiskannya tetapi aku lupa menaruh kotaknya. Sayang! maaf, ya?"
Shireen mengangguk tenang. dia tak mempermasalahkan itu sama sekali. Shireen menarik
Edwald duduk di kursi kerjanya lalu melepaskan jaket yang pasti sangat panas.
"Tak perlu. Kau lanjutkan saja pekerjaanmu. Shi!" tolak halus Edwald karena dia tak biasa.
"Kau lelah menyetir mobil dan berkeringat di luar sana. Aku hanya bekerja di dalam gedung.
Jadi kau lebih lelah dariku," Shireen melepas kedua sepatu pria itu lalu menaikan kedua
Edwald hanya diam pasrah membiarkan Shireen memijat lengannya dengan telaten. dia
memperhatikan senyum indah dan wajah cantik bahagia Shireen yang begitu aneh dan
sederhana.
Apa yang memijat memang sebahagia itu?!
Pikir Edwald heran melihat Shireen yang selalu senang hati mengurusnya. Wanita ini terlalu
Lama-kelamaan pijatan Shireen begitu terasa nyaman. Jari lentik itu nyatanya sangat lihai dan
paham cara merilekskan otot tubuh hingga tanpa sadar Edwald memejamkan matanya
Dia tidur?
Benak Shireen bertanya melihat wajah datar tenang Edwald yang seperti sangat menikmati
pijatannya.
Dirasa bagian lengan kekar ini sudah cukup. Shireen beralih ke bahu dan kepala Edwald yang
tak bergerak sama sekali. Pijatan tangan hangat Shireen di kepalanya terasa seperti belaian
tetapi membawa ketenagan. Bak di tepi pantai dengan semilir angin menyapu segar dan tubuh
terasa ringan.
Disela aktivitas memijatnya. Shireen memanfaatkan momen ini untuk menikmati visual wajah
suaminya. Saat tidur Edwald benar-benar sangat tampan bahkan semua porsi wajah dan
Degg..
...
Bab 17 Rekaman
Wajah Shireen langsung memerah tomat. dia menunduk kala Edwald membuka mata penuh
daya pikat itu sampai Shireen ingin menarik kedua tangannya dari kepala Edwald yang malah
menariknya kembali.
Alhasil Shireen terkejut kala bibirnya di raup lembut oleh Edwald yang membawa Shireen dalam
pangkuannya.
Awalnya Shireen masih malu tetapi saat dirasa ciuman ini begitu memabukan barulah Shireen
membalas. Tak sekaku sebelumnya tetapi ini lebih candu dan menggairahkan.
Shitt. Aku lebih ingin menyiksamu dengan keringat setiap harinya. Aku tak pernah merasa
umpatan batin Edwald merasa dia akan hilang akal jika tak menikmati tubuh Shireen sehari saja.
Ntah apa yang wanita ini lakukan padanya sampai di benak Edwald hanya ada momen-momen
Malam ini Edwald pulang dengan membawa Shireen yang tak lagi mampu membuka matanya.
Wanita cantik itu hanyut dalam pelukan kekar Edwald yang membawanya masuk ke kediaman
Awalnya Edwald hanya menjumpai tuan Walter yang tengah duduk sofa ruang ruang tamu lebar
lantai dasar tetapi, saat dia sudah mendekati tangga tepat dari atas ada nyonya Colins dan Freya
Bedanya tatapan nyonya Colins begitu tak bersahabat tetapi Freya penuh dengan rasa takut.
"Cih, merusak pemandangan mataku," umpet Nyonya Colins melewati Edwald begitu saja.
tetapi, tidak dengan Freya yang justru membeku di atas tangga dengan tubuh gemetar dan wajah
pucat pasih.
"Apa Shireen pingsan karena melihat rekaman itu? Atau mungkin mereka bertengkar hebat tadi.
Bagaimana ini? Dia bisa membunuhku," batin Freya mengigil tak berani menatap manik hijau
Langkah Edwald terhenti tepat di pertengahan tangga. Tak ada raut keberatan yang tampak di
Freya diam menunduk meremas pinggir rok pendek yang dia pakai. Jantungnya kembali tak
"Kau melakukan apa?" Edwald mulai mengintimidasi. Keringat dingin di kening Freya
"A-ku-"
"Emm-" gmaman Shireen merasa terganggu dengan suara percakapan ini. Matanya mulai
Tatapan Shireen tertuju pada wajah tampan datar Edwald yang juga memandangnya lalu
"Astaga!" sentak Shireen segera turun dari gendongan Edwald yang beralih membelit pinggang
"Freya!"
Freya benar-benar takut, dia mengigit bibir bawahnya langsung memeluk Shireen yang
Freya hanya diam. dia sangat takut jika benar Shireen melihat rekaman itu dan nasibnya akan
habis detik ini juga. Tentu gelagat Freya bisa di baca oleh Edwald yang memberi sorot
"Syukurlah!" lega Freya membuat dahi Shireen mengernyit. Saat Freya melepas pelukan itu dia
"Ada apa?"
"Aku hanya merasa bersalah jika kau dan kakak ipar bertengkar," elak Freya lalu turun ke
"Sudahlah. Jangan terlalu di pikirkan," ujar Edwald beralih mengiring Shireen kembali ke atas
Shireen masih tampak bingung tetapi saat tiba di depan pintu kamar dia tak lagi memusingkan
perubahan Freya.
"Shi!" panggil Edwald meletakan tas Shireen di atas ranjang sedangkan wanita itu duduk di
"Ada apa?"
"Aku ada urusan di luar. Mungkin malam ini tak akan sempat pulang," jelas Edwald ikut duduk di
samping Shireen yang tampak murung segera menyandarkan kepalanya ke bahu Edwald yang
"Masalah perusahaan-ku. Ada beberapa hal yang harus-ku urus. Shi!" jawab Edwald mendapat
"Baiklah. tetapi, pagi ini kau pulang-kan? Maksudku, aku akan membuatkan bekal untukmu."
Shireen menatap wajah tampan Edwald yang juga terlihat berat meninggalkannya.
lalu beralih mengambil ponsel yang sudah terisi penuh di dalam tas.
Edwald membiarkan Shireen sibuk dengan ponselnya sementara dia bersiap untuk pergi keluar
lagi.
Saat Shireen membuka aplikasi chatting hijau yang ada di ponselnya. Banyak notif yang masuk
bahkan Shireen sampai menunggu beberapa saat karena dia punya banyak klien terutama wanita.
"Sepertinya kau sangat sibuk. Shi!" seru Edwald mendengar suara ponsel Shireen dari dalam
walk in kloset.
"Yah. Biasanya Amber yang membantuku tetapi hari ini banyak pekerjaan. Jadi aku segan
membebaninya."
"Ada dari laki-laki?" tanya Edwald sudah keluar dari walk in kloset dengan memakai topi dan
jaket baru.
Shireen tersenyum lalu mengangguk kecil. dia belum sadar jika ada pesan dari Freya yang
"Benarkah?" selidik Edwald mendekat seraya memperbaiki jam tangannya yang baru. Saat
sudah di dekat Shireen dia ingin merampas benda itu tetapi Shireen segera menjauhkan
ponselnya.
"Mengapa?"
"Berikan!" paksa Edwald tetapi senyum geli Shireen tak terhindarkan. Hal itu memantik
ketidaksabaran Edwald yang kembali ingin merebutnya. Lagi-lagi Shireen menghindar hingga
kedua lutut Edwald naik ke atas ranjang mengunci paha Shireen dengan kedua tangan meraih
"Ed! Kau-"
"Kau jangan menguji kesabaran-ku. Shi!" decah Edwald mendorong Shireen hingga telentang.
"Kau kuat untuk seranganku lagi?" tanya Edwald menyeringai tetapi mendapatkan hadiah gigitan
Shireen ke bahunya. Tentu itu tak menyakitkan karena hanya gigitan kasih sayang.
Shireen tersenyum malu berusaha melepas kuncian Edwald ke kedua tangannya di atas
kepala.
"Ed! Aku hanya bercanda. Yang memberi pesan itu biasanya klien wanita yang ingin berteman.
tetapi, aku jarang membukanya karena tak sempat," jelas Shireen membiarkan Edwald
mengambil ponselnya.
Tatapan tajam Edwald menangkap nama Freya di sana dan ada satu pesan masuk bertepatan
"Tak ada-kan?" tanya Shireen melihat Edwald diam ingin menghapus pesan itu tetapi Shireen
"Shi!"
"Pergilah! Nanti kau terlambat. Pokoknya pagi ini kau harus pulang," ucap Shireen mematikan
ponselnya lalu menarik tengkuk Edwald untuk mendaratkan kecupan selamat malam di bibir
sensual pria ini.
"Selamat malam!"
Edwald diam. dia masih memandangi ponsel Shireen karena yakin ada sesuatu yang Freya
Melihat Edwald yang terfokus pada ponselnya, seketika Shireen menghela napas berat.
"Sayang! Aku hanya bercanda. Tak ada pesan pria mana pun di sini."
"Aku tak peduli itu. tetapi, gadis sialan itu sangat mengganggu," umpatan batin Edwald harus
menanyakan ini pada Freya. Jika sampai dugaannya benar maka dia tak akan segan
"Ed!"
"Hm. Aku percaya kepadamu," Edwald mengecup kening mulus Shireen dan bangkit dari
kungkungannya.
dia melirik jam di pergelangan lengan kekarnya. Masih ada waktu 30 menit untuk menunggu
Shireen tidur.
Edwald hanya mengangguk. Shireen memandang sang suami keluar pintu kamar barulah dia
"Malam ini akan sangat dingin," gumam Shireen memeluk bantal di sampingnya. dia tersenyum
tipis kala membayangkan hidupnya 180° berubah saat setelah menikah, rasanya masih seperti
mimpi.
.....
Sementara di luar sana Edwald turun ke bawah melihat Freya yang tengah menelpon di dekat
teras depan. Tuan Walter dan nyonya Colins ada di ruang tamu terdengar berbincang kecil.
Lirikan mata Edwald tertuju pada cctv di area sudut ruangan. dia keluar dari kediaman berdiri di
belakang Freya yang tadinya menelpon seketika terkejut setengah mati melihat Edwald.
"Astaga!! Kau-"
"Tak baik bagi seorang wanita menelpon terlalu larut," ucap Edwald.
bahkan dia seperti memperingatkan Freya agar cepat masuk karena dingin. Itulah ilusi yang dia
Freya masih membeku di tempat. dia tak percaya Edwald bisa mengatakan itu lalu pergi ke arah
luar.
"Dia mengapa?" gumam Freya heran. dia seketika kesal saat sambungannya dan sang kekasih
yang tadi asyik mengobrol tiba-tiba terputus hanya karena pria iblis itu.
"Tak hanya misterius dia juga sangat tak berguna," umpatan Freya ingin masuk kembali ke
kediaman. tetapi, tiba-tiba saja ada pesan masuk dan itu dari kekasihnya yang tadi mematikan
sambungan secara sepihak. Biasanya tak seperti itu, pikir Freya heran.
"Malam-malam begini? Haiss.. Apa dia memberiku kejutan?!" gumam Freya yang tadi kesal
seketika bersemangat. dia setengah berlari masuk ke dalam kediaman untuk bersiap-siap.
....
Taksi yang tadi melaju stabil ke arah taman yang tak jauh dari lingkungan kediaman Harmon itu
seketika terhenti di tepi jalan yang bersebelahan dengan taman kota di sampingnya.
Seorang gadis muda yang memakai kardigan rajut maron dengan celana jeans panjang itu
keluar dari taksi. dia heran karena jalanan ini sepi dan taman yang tadi menjadi tujuan
mereka-pun lengang.
Hanya lampu jalan dan penerangan dari dalam taman bunga yang tampak menyeramkan dari
sini.
"Tidak usah. Aku dengan temanku," jawab Freya pada sopir taksi yang mengangguk segera
Sekarang tinggallah dia seorang diri bagai tunggak di tengah hutan meresapi alam yang makin
misterius.
Freya melihat kiri kanan. Sepi, sunyi tanpa deru kendaraan. dia menelpon pacarnya dengan
"Mengapa dia tak menjawab panggilanku?!" Freya meredam rasa paniknya dengan terus
memulai panggilan.
Setelah 5 kali ini mencoba, suara operator sangat rajin membalasnya. Alhasil Freya kesal
"Dia bilang menungguku di sini. tetapi, tak ada tanda-tanda keberadaan orang lain,"
Kiri kanannya ada lampu membuat penerangan. dia terus melewati banyak rumpun bunga dan
beberapa tempat yang dingin sampai akhirnya Freya berdiri di dekat kursi yang ada di samping
"Sayang!! Kau tadi bilang menungguku. Kau di mana??" tanya Freya menatap kiri kanan tetapi
Freya duduk di kursi taman ini seraya mengirim pesan ke kontak kekasihnya. Hawa di sini begitu
merayap dan berangin. Tak khayal Freya sering terperanjat karena ada beberapa pohon yang
berguncang ntah kerena angin atau hal lain Freya tak ingin tahu.
Jam terus bergulir. Freya gelisah dan tak bisa diam. Kadang dia berdiri lalu duduk dan mencoba
karena merasa di bohongi, Freya segera bangkit dari duduknya mengeratkan kardigan yang
"Sialan!! Dia membohongiku," Freya bangkit dari duduknya. Saat dia sudah berdiri ingin
"I--ini.."
Freya terkejut. Antara takut dan gugup bercampur aduk memenuhi batin dan fisiknya. Freya
tergesa-gesa segera menyalakan senter ponsel sampai cahaya itu muncul membuatnya lega.
"Tempat ini terasa sangat menakutkan," lirih Freya mengusap lengan pakaiannya lalu
Belum sempat dia menjahui kursi taman, Freya di kejutkan dengan tetesan darah yang
"Astaga!! D-darah."
panik Freya mundur. Tubuhnya gemetar begitu juga ponsel yang dia pegang sudah tak stabil.
makin dia lihat darah ini makin banyak dan menyebar. Padahal tadi dia tak melihatnya.
"D-darah-" Freya ketakutan setengah mati. dia berlari menerobos jalan ini dengan sisa
Namun, seakan tak mau melepaskannya dari sini tiba-tiba saja Freya berteriak kencang.
"Aaaaaa!!!" jeritnya hebat dengan ponsel jatuh ke tanah kala melihat ada mayat seorang pria
napas Freya memburu dengan bibir pucat pasih terduduk di rerumputan lembap taman.
Matanya masih lebar terbuka begitu syok melihat dari remangan cahaya sosok yang di gantung
di sana.
"I-itu-"
Freya mengigil hebat meraih ponsel yang tadi dia jatuhkan tak jauh darinya. Perlahan Freya
menggenggam benda itu lalu dengan takut-takut mengarahkan senter ponselnya kearah
Duaar..
"Deeeoon!!!!" jerit Freya keras kala melihat wajah berlumuran darah Deon. Air mata Freya
tumpah dengan tangan gemetar masih bertahan menyinari sosok tak bernyawa ini sampai
"T-tidak-Deon!! Deooon!!" teriak Freya antara ketakutan tetapi juga sangat syok. Jelas wajah
dan tubuh pria ini sama walau setengah wajahnya hancur seperti di hantam benda tumpul,
Freya menjerit ketakutan. dia bergegas bangkit dengan kedua tungkai gemetar berlari
karena dia tak punya keberanian lagi Freya sampai terjatuh ke tengah jalan aspal ini. Tampilannya
sudah berantakan dengan wajah pucat bahkan keringat dingin itu membanjiri keningnya.
"Tolooong!!! Tolooong!!" histeris Freya melihat kiri kanan tetapi tak ada siapa pun. dia menangis
Jangan berharap kendaraan akan lewat, satu manusia saja tak ada yang melintas menambah
"T-tidak. Aku- aku harus pergi dari sini. Aku tak mau mati!" racau Freya kembali berdiri lalu
dia berteriak terus minta tolong tetapi yang dia dapatkan hanya rasa takut karena bayang-bayang
mayat kekasihnya tadi masih membekas di kepala Freya.
"T-toloong hiks!!! Tolong akuu!!" jeritnya tak bisa mengontrol kesadarannya. dia berlari tak tentu
Saat Freya sudah menapaki aspal yang berbeda dengan beberapa mobil melewati dirinya, dia
mendapat panggilan.
tetapi, yang membuat Freya makin mengigil adalah nama si penelpon. Sudah jelas Deon
Dengan takut-takut Freya mengangkat panggilan itu. Awalnya tak ada suara apa pun dan hanya
"Diseberangmu!"
Degg..
Mata Freya hampir saja mau keluar mendengar suara ini. Jantungnya seakan terhenti
mendadak seakan ingin lari dari kejaran ibslis yang terus menghantuinya.
Dan benar saja. Saat Freya melihat ke-sebarang jalan disela lalu-lalang kendaraan. dia bisa
menangkap sesosok pria berpakaian serba hitam memakai topi, kacamata dan masker tengah
"K-kau-"
suara berat khas pria yang sontak membuat ponsel di tangan Freya terjatuh beriringan dengan
datangnya sebuah mobil yang melaju kencang dari arah samping Freya yang baru sadar jika dia
"Aaaa!!!!"
....
Bab 19 Kecelakaan
"Aaaaa!!"
Teriaknya sampai mobil itu menabraknya keras. Tubuh Freya terpental jauh ke pinggir jalan
sampai menabrak beton pembatas yang mendapat cipratan darah segar malam ini.
Bukannya menolong, sosok yang berdiri tak jauh dari tempat itu hanya diam. dia memandangi
orang-orang di sekitar jalanan yang berhenti sekaligus terkejut melihat kecelakaan maut yang
Seorang pria berpakaian hampir sama dengannya tetapi lebih santai dan bersahabat. dia
berdiri di belakang makhluk tak punya hati ini dengan tatapan jenuh sekaligus iba pada Freya
"Kau urus sisanya! Aku tak menerima masalah baru," tegas pria itu lalu pergi begitu saja.
Cooper hanya mengangguk patuh tetapi tak heran lagi dengan cara kerja bengis pria yang dia
"Kau bahkan lebih berbahaya dari Suma," gumam Cooper sangat ngeri jika berhadapan
dengan makhluk biadap ini. Rencananya terlalu brutal dan tak manusiawi.
....
Tangis nyonya Colins pecah mendengar kabar kecelakaan Freya yang sekarang sudah kritis di
rumah sakit. Walau dia sering di buat kesal oleh kebodohan Freya tetapi anak tetaplah seorang
anak dan tak bisa di pungkiri kekhawatiran itu langsung membongkem dadanya.
"Freyaa!!" Isak nyonya Colins terduduk di depan ruang IGD yang masih mengurung para tim
tak menyangka jika Freya akan mengalami kecelakaan yang begitu besar sampai darah segar
"B-baik kau bilang. Ha? Mereka mengatakan jika Freya tak sadarkan diri dan ada retakan di
tulang kepalanya. Dia kritis Walter!! Dia mengalami benturan yang keras!!" frustrasi nyonya
Tuan Walter hanya bisa diam karena dia juga tahu persentase keselamatan Freya hanya 5%
Setelah beberapa lama terdengar suara Shireen dari lorong rumah sakit. Wanita cantik dengan
tubuh semampai itu berlari menapaki lantai ruang IGD di mana sudah terlihat kedinginan di sini.
"M-momyy!!" panggil Shireen dengan mata berkaca-kaca pucat pasih. dia tadi baru tahu kabar
Melihat kedatangan Shireen yang tampak syok, nyonya Colins bangkit dari duduknya. dia
"Kau senang-kan??"
"M-mom!" lirih Shireen dengan air mata yang turun di pipi mulusnya. Nyonya Colins tampak
"Kau senang karena Freya kecelakaan dan kritis!! Ini yang kau mau-kan?"
Degg..
...
Bab 20 Anak dari selingkuhan
Jantung Shireen seakan terhenti di tempat. Dadanya terasa nyeri bahkan sangat sakit
Melihat ucapan nyonya Colins sudah terlalu jauh, tuan Walter berdiri menatap tegas wanita di
sampingnya ini.
"Mengapa?? Mengapa aku harus menjaga ucapanku. Ha? JIKA SAJA DIA TAK MEMUSUHI
FREYA MAKA FREYA AKAN HIDUP TENANG! DIA YANG SELALU KAU BANGGAKAN tetapi
"COLIIINS!!" bentak tuan Walter menggema membuat nyonya Colin terdiam begitu juga
Manik hitam bening berair itu menatap kosong wajah keras nyonya Colins padanya bahkan itu
"Cih, sejak kapan kau bisa memerintahku. Ha? Semua ini terjadi karena kau lebih
Ketus nyonya Colins belum juga mau menyudahi makiannya. Tuan Walter tampak marah tetapi dia
tetapi percayalah. Hatinya sakit bahkan air mata itu terus mengalir menggambarkan luka
batinnya.
Shireen tetap diam. Dia masih memandang wajah Nyonya Colins yang terpaku pada pintu ruang
"Shireen!" tegas Tuan Walter dan barulah Shireen memaksakan kakinya berbalik pergi menjahui
ruangan itu.
Pijakan heels terasa berat seakan tubuhnya tak punya tenaga lagi. dia hanya berjalan dengan
Belum sempat dia melangkah jauh dari pusat keributan tadi. Shireen kembali mendengar
perdebatan nyonya Colins dan tuan Walter secara jelas dan lantang.
"Mengapa kau harus pilih kasih? Walter!! Kau mendidik Shireen hingga menjadi wanita yang
cerdas dan bisa dalam segala hal. Dia juga bisa memimpin perusahaan mu tetapi tidak dengan
Freya!"
"Apa kau pikir karakter Shireen dan Freya sama? Shireen rela mengorbankan dunianya hanya
"Ouh. Jadi kau mengatakan jika anak dari SELINGKUHANMU itu lebih baik dari putrimu
sendiri!!"
Duaarr...
Bagai tersambar petir di dini hari ini Shireen terkejut setengah mati.
S--slingkuhan? Aku-
"Dia juga putriku Colins! Selama ini aku bersikap tak adil padanya itu karena dirimu!! Kau hanya
ingin menerima Shireen jika dia berguna dan lihat!! Dia lebih berharga dari apa yang kau
bayangkan."
Lagi-lagi Shireen merasa dilempar dengan batu besar. dia tak punya tenaga untuk berdiri sampai
tersandar di dinding tak jauh dari tuan Walter dan nyonya Colins yang masih bersitegang.
Shireen membekap mulutnya sendiri dengan air mata terus keluar membuktikan betapa sakit
J-jadi selama ini aku hanya hasil dari perselingkuhan. Aku sama sekali tak diharapkan
olehnya.
batin Shireen meremas dadanya yang terasa sangat sakit. Bahkan, bernafas saja Shireen
Setelah beberapa lama bertengkar di depan sana, barulah tuan Walter menyadari keberadaan
Sementara nyonya Colins hanya acuh. dia tak peduli Shireen tahu atau tidak masalah keluarga
"Kau memang sialan," umpet tuan Walter berjalan mendekati Shireen di ujung sana.
Wanita malang itu hanya diam menatap lurus kedepan. Jelas Shireen terpukul hebat sampai tak
"Shireen!"
Sosok itu hanya diam. Tak ada suara yang keluar selain air mata dari manik hitam yang biasa
"Shireen! Ini tak seperti yang kau bayangkan," Gumam tuan Walter berjongkok di dekat tubuh
lemah putrinya.
Sudut bibir Shireen tertarik miris. dia ingin menjerit sekuat tenaga tetapi pikirannya tak
"Shireen!"
"A-apa karena itu aku di b-bedakan?" Shireen tersenyum nanar tetapi air matanya terus
turun. Bibir tuan Walter terkunci tak sanggup menjawab pertanyaan yang dia takutkan selama ini.
dia bersikap keras dan tak adil pada Shireen karena tak ingin berdebat dengan nyonya Colins
Kebisuan tuan Walter sudah memberi jawaban yang sangat pasti. Shireen terkekeh pelan tetapi
itu tawa kecil yang sangat menyedihkan.
"Ini sangat lucu, Dad! Sungguh!" gumam Shireen seperti kehilangan akal sehatnya. dia
"Shireen!!"
lirih tuan Walter menatap sendu Shireen yang berjalan tak tentu arah. Sesekali dia ingin terjatuh
Padahal, tuan Walter tak melihat wajah Shireen yang berusaha menahan isakan. dia tak mau
menangis tetapi air matanya terlalu mendesak sampai dadanya mau terkoyak di dalam sana.
"L-lucu, I-ini sangat lucu," racau Shireen dengan bibir bergetar mencoba tertawa tetapi
Shireen membekap mulutnya lalu bergegas pergi menuruni tangga yang ada di sampingnya.
karena tak punya tenaga dan kekuatan lagi kaki Shireen mulai oleng tak mampu menahan bobot
tubuhnya.
dia terhuyung ke depan nyaris menghantam anak tangga tetapi sekilas bayangan tubuh kekar
"Shireen!"
suara itu sangat familier. Manik hitam berair Shireen menatap nanar wajah tampan pria yang
mengemban jiwanya.
"E-ed!"
ucapan Edwald terhenti saat melihat kehancuran di mata Shireen. Keduanya bersitatap sangat
dalam bahkan Edwald mulai merasakan apa yang tengah menggerogoti hati wanita ini.
"Shi!"
"Eeed!! Hiks!" isak Shireen berhambur memeluk Edwald yang juga langsung mendekapnya
erat. Tangis wanita ini pecah menusuk dadanya yang mulai terasa sesak dan perih.
"S-sakiit hiks! Ini sangat sakit!" Shireen mencengkram erat punggung kekar Edwald
"S-sakiit hiks!"
"Susst!! Aku di sini. Kau akan baik-baik saja," bisik Edwald menenagkan Shireen yang masih
Bahu wanita ini bergetar pertanda dia benar-benar terluka. Seharusnya jika hanya masalah
Freya respons Shireen tak akan serapuh ini. Pasti sesuatu telah terjadi sebelum dia datang ke sini.
Setelah menangis cukup lama dan beberapa Suster yang lewat hanya bisa diam saja melihat
"Shireen!" panggil Edwald menepuk pipi sembap Shireen yang tak menjawab. Kedua matanya
Ada rasa cemas di lubuk hati Edwald yang segera menggendong ringan Shireen dan
membawanya turun dari tangga ini. Beberapa orang yang melihatnya terpaku kosong tetapi wajah
....
Edwald tengah sibuk bicara dengan Cooper yang dia suruh mengirim rekaman cctv yang ada di
lantai ruangan IGD tadi. Suaranya seperti biasa sangat datar tetapi memerintah.
dia agak menjauh dari ranjang rawat Shireen yang tadi masih belum sadar dari pingsannya.
"Steen! Aku kau suruh memalsukan kematian kekasih adik iparmu itu dan sekarang kau beri
"Kau tak akan bernafas setelah ini!" tegas Edwald dan sontak Cooper langsung setuju. Edwald
mematikan sambungannya dengan helaan napas yang ringan.
Sudah 1 jam Shireen belum bangun sampai banyak yang menelpon ke ponselnya tetapi mau tak
mau Edwald harus menjawab walau hanya satu kata datar dan tak berminat banyak.
Seharusnya aku senang melihat keluarga ini hancur. tetapi, mengapa rasanya tak nyaman sama
sekali?!
Pikir Edwald terganggu dengan perasaan asing ini. dia berbalik kembali mendekati ranjang rawat
Shireen yang tadi sudah di periksa dan tak ada gejala berbahaya.
Ada rasa gelisah yang tak bisa Edwald mengerti. Saat mendengar tangisan dan mata penuh
Apa aku terbawa suasana? Cih, aku tak mungkin membawa perasaan dalam rencanaku.
Bantah batin Edwald berkecamuk sendiri. dia duduk di pinggir ranjang lalu memandangi wajah
Raut wajah yang lelah tetapi tampak ingin melawan kerasnya dunia.
Drett..
Suara pesan dari ponselnya menyita perhatian Edwald yang segera melihat kiriman dari
Cooper. Manik hijau elang itu menatap tajam dan intens pada rekaman cctv yang
Terlihat jelas wanita paruh baya ini memakai Shireen sampai istrinya serapuh itu. Edwald
sampai mengepal kala nyonya Colins terang-terangan seperti membentak di lantai itu.
"Sialan!!" geram Edwald bertambah murka dengan wanita itu. dia sudah lama ingin segera
PERDEBATAN ITU didengar OLEH DOKTER YANG ADA DI DALAM RUANGAN. MEREKA
cantik Shireen yang wajar sampai terpuruk seperti ini. dia paham bagaimana Shireen di posisi
itu.
"Aku ingin membunuhnya!" Edwald meremas ponselnya sendiri. Sorot mata berubah
Namun, dia segera mengubah raut wajahnya saat kelopak mata Shireen berkerut tampak sudah
mau sadar.
"Ehmm!!" Shireen perlahan membuka matanya. Sayu-sayu dia melihat samar wajah
"E-ed!"
"Hm? Aku di sini," jawab Edwald menggenggam tangan halus Shireen yang menormalkan
kesadarannya. dia diam sejenak mencoba tenang dan rileks seraya mengerijabkan matanya
"Tadi kau menangis lalu pingsan. Aku membawamu ke sini karena cemas jika terjadi sesuatu
yang buruk," Edwald mulai bermain peran. Padahal, jika Shireen tahu sifat aslinya yang
bertolak belakang pasti dia akan merasa sangat di permainkan. tetapi, itulah keahlian Edwald.
Tak langsung menanggapi ucapan Edwald, Shireen justru memilih diam. Ada kabut di matanya
"Apa yang terjadi? mengapa kau tadi menangis?" tanya Edwald pura-pura tak tahu.
Shireen membisu lalu memandangnya sendu. Sedetik kemudian dia tersenyum sangat manis
Edwald tetapi caranya menyelesaikan sangat berbeda. dia lebih suka langsung menghabisi tanpa basa-
basi.
"Akau baik-baik saja. Bagaimana dengan pekerjaanmu, Hm?" Shireen seperti tak terjadi
apa pun.
Edwald diam merasa heran tetapi dia pendam agar membuat Shireen lebih nyaman.
"Apa urusanmu semalam sudah selesai?" tanya Shireen dan sontak Edwald membisu. Dia tak
bisa salah-salah jawab karena sekarang polisi masih menyelidiki kasus kematian misterius
"Maaf aku tak sempat menyiapkan bekal untukmu dan kau harus menemaniku di sini," sesal
"Perusahaan tak bisa beroperasi lagi. Jadi, aku mengurus beberapa surat dan masalah
Shireen akhirnya ikut lega. Walau dia punya masalah yang berat tetapi Edwald tak harus
mengemban semua itu. Sudah cukup masalah kebangkrutannya dan jangan di tambah lagi.
Setelah beberapa diam dengan pikirannya masing-masing. Shireen segera mengambil napas
dalam tampak sekuat mungkin untuk tetap tak ingin mengenang kejadian beberapa jam lalu.
"Ada apa?"
"Bisa kita keluar dari rumah sakit?" tanya Shireen tampak lelah dan cukup depresi. Edwald
"Tentu," jawab cepat Edwald yang tiba-tiba saja tak menolaknya. dia membantu Shireen duduk
Shireen yang masih merasakan lemas di sekujur tubuhnya berusaha berdiri dan berpeggangan
"Aku baik-baik saja," Shireen tersenyum lembut. Dia melihat heels dan tasnya ada di
nakas. Saat Shireen ingin mengambilnya, barang-barang itu sudah lebih dahulu berpindah ke
Edwald tak menjawab. dia mengiring Shireen keluar tanpa menggunakan sepatu hak tingginya
karena akan sangat berbahaya nanti. Lantai rumah sakit ini terasa dingin tetapi tak akan menyakiti
Di sela langkah mereka ingin turun. Ada salah satu dokter yang tadi menangani Freya melihat
dia berhenti untuk menyapa Shireen tetapi agak ragu kala melihat wajah dingin Edwald.
"Yah. Bagaimana dengan adikku? Dia selamat dan baik-baik saja-kan?" cecar Shireen masih
saja peduli. Dokter itu diam tetapi dari raut wajahnya mereka sudah tahu jika ada hal buruk yang
terjadi.
"A-apa yang terjadi?"
Jantung Shireen serasa di remas-remas di dalam sana. Genggaman tangan Edwald yang ada
"T-tetapi apa?"
Degg..
Shireen langsung tersandar ke tubuh Edwald yang siaga memeluknya. Tatapan mata itu penuh
dengan ketidakpercayaan karena Freya pasti tak akan menerima hal itu.
"Dia masih belum sadar. tetapi, kita harus bersyukur karena nona Freya bisa di selamatkan dari
masa kritisnya."
Shireen tak bisa berkata apa pun. Dokter itu pamit pergi karena juga ada urusan yang penting.
"Sudahlah. Ini bukan salahmu. Tak semua kejadian di dunia ini adalah tanggung jawabmu.
Shireen!" tegas Edwald bermakna cukup tajam bagi Shireen yang menurutnya terlalu naif.
"Aku hanya merasa jika dunia ini tak akan senang jika tak menyalahkan-ku, Ed!" lirih Shireen
Apalagi yang bisa terjadi selain perdebatan, makian sekaligus sumpah serapah yang belum
Mendengar itu Edwald tak punya sanggahan. Jika di pikir-pikir memang benar. Dunia ini terlalu
kejam atau mungkin Shireen yang jadi sasaran paling empuk untuk menyiksa manusia.
"Hati-hati!"
Shireen mengangguk. dia pergi ke arah toilet wanita di lantai ini dengan langkah masih terlihat
memilah. Edwald diam memandangi Shireen tetapi terlintas sebuah pikiran asing.
"Aku harus melakukan apa?!" gumam Edwald membeku. dia selama ini selalu sempurna dalam
memerankan karakter yang dia perankan tetapi, mengapa sekarang dia jadi bingung harus melakukan
apa?!
"Aku akan mengurus wanita ular itu nanti. Sial!! Jika melihat wajahnya terus murung seperti itu,
Sedetik kemudian dia sadar menatap tak percaya pada heels abu yang ada di jarinya dan tas
yang dia bawa. Seharusnya ini tak berlebihan bukan? Aku hanya membawakan
Pikir Edwald menyeringai. Sayangnya seringaian itu hanya bertahan dua detik. dia kembali
suara Cooper seperti menahan jengkel tetapi dia tak berani memarahi Edwald yang terlalu
"Kuburan?"
"Kauuu.." geram Edwald dan barulah Cooper menyahut dengan gelagapan. Hanya dia yang
berani seperti itu karena termasuk dekat dan biasa dengan Edwald yang emosian..
Edwald mematikan sambungan. dia harap Shireen akan lebih baik jika di ajak ke tempat yang
menenangkan.
"Demi rencanaku berjalan lancar. Hanya itu!" gumam Edwald merasa lebih lega. dia menyusul
.....
Milan merupakan kota utama di sebelah utara Italia dan terletak di hamparan Lombardia,
sebuah wilayah yang dikatakan paling maju di Italia. Milan sendiri merupakan sesuatu wilayah
yang memiliki pesona mengesankan dan mengagumkan. Karena itulah, tidak sedikit wisatawan
lokal maupun asing yang akhirnya memilih berlibur ke Milan. Di musim gugur kali ini semuanya
tampak menakjubkan.
Bahkan, sedari tadi Shireen yang ada di dalam mobil yang di kendarai oleh Edwald tak
"Kita mau ke mana?" Tanya Shireen karena ini termasuk asing baginya.
"Tanpa tujuan?" tanya Shireen tersentak. Dia pikir Edwald tahu ke mana akan membawanya dan
"Kau keberatan?" sahut Edwald dengan santainya padahal dia hanya malas untuk mengatakan
Shireen agak diam tetapi setelah dia tersenyum tipis. Senyumnya cukup mengatakan jika ini sedikit
"Tidak ada. Seperti ini juga bagus," jawab Shireen beralih menyandarkan kepalanya ke bahu
"Ed!"
"Hm?"
"Bagaimana kalau kita menginap?" tanya Shireen menatap wajah tampan fokus Edwald yang
Shireen menggeleng. Dia kembali memangku dagunya ke bahu Edwald yang mengangguk saja.
Mobil mereka sudah memasuki area pantai Deamon ski yang memang cukup jauh dan agak
terpencil.
Shireen yang melihat panorama langit mendung tetapi segar ini segera menatap Edwald yang
tak bersuara.
"Hanya tersesat," gumam Edwald menarik kerutan di dahi Shireen yang tak mengerti. Jika
tersesat mengapa wajahnya terlihat santai? Dan jelas-jelas dia yang membelokan mobil saat ada
"Ed! mengapa kau jadi aneh?" Shireen seperti tak melihat Edwald yang begitu perhatian
Terkadang dia menangkap raut canggung Edwald kala dia menanyakan tujuan mereka.
Sadar jika dia mengambil karakter aslinya, Edwald mulai tersenyum tipis. dia tak perlu takut
"Kejutaan!!" ucap Edwald menghentikan mobil di dekat pohon rindang yang tak jauh dari pantai.
Bahkan, Shireen bisa melihat keindahan tempat ini dengan suasana mendung tetapi segar.
"Hm. Bagaimana? Kau suka?" tanya Edwald sok terbuka padahal dia malas mengakui itu.
"Bukan aku. Cih, aku tak akan menyiapkan apa pun untukmu," sangkal Edwald menjaga harga
dirinya. dia keluar dari mobil mendekati Shireen yang tampak sangat bahagia.
Angin segar pantai menderu cukup kuat tetapi tak menyurutkan semangat Shireen kala melihat
"Ini luar biasa!!" pekik Shireen segera melepas kaus kakinya dan berlari menyongsong bibir
lautan.
Pantai ini memiliki tebing kapur dengan pasir pantai yang lembut juga air laut berwarna biru
yang sangat jernih. Hal itu menambah kesan romantis dan juga sangat hangat bagi siapa pun
yang melihatnya.
Shireen yang asyik merendam kakinya di bibir pantai sana dan sesekali memainkan pasir yang
terasa sangat halus. Edwald hanya memandang dari kejahuan dengan tatapan lekat seakan
"Sayang!!" panggil Shireen melambaikan tangannya pada Edwald yang tersentak dari
lamunanya.
"Ke sini!" pinta Shireen menunggu Edwald yang melepas sepatunya dan segera berjalan
mendekati Shireen yang tampak sangat cantik dengan rambut panjang terkibar indah oleh
belaian angin.
Tubuh seksinya juga terbentuk akibat dress lengan panjang dengan bawahan hanya sepaha itu
Edwald menurut bahkan dia tak menolak sedikitpun. Shireen mengubur kaki Edwald dengan
pasir yang tadi menimbun kakinya hingga rasa sejuk itu menjalar.
"Lalu?" tanya Edwald agak heran. Apa ada yang spesial dari air laut yang dingin dan pasir
lembut ini?!
Pikiran Edwald memang terlalu rasional. Shireen mulai mengerti mengapa yang heboh itu hanya
"Yah, segar," singkat Edwald beralih merentangkan tangannya hanya untuk menyenagkan
Shireen. dia berbuat seakan-akan tempat ini seluarbiasa itu walau dari kacamata seorang Steen
karena melihat Edwald juga menikmati ini, Shireen-pun tak segan untuk membawa Edwald untuk
Dari mulai merendam kaki di air dingin ini lalu berjalan bersama menyusuri bibir pantai dengan
..
Shireen terlihat nyaman bercerita tentang masa kecilnya yang selalu ingin ke pantai tetapi
"Dulu aku tinggal dengan Nenekku di Casthillo. Aku menghabiskan waktu sekitar 10 tahun
di sana dan hampir setiap hari aku ke pantai yang kebetulan ada di perkebunan Kakekku. Itu
masa-masa paling menyenangkan karena nenek selalu mendampingiku," jelas Shireen terus
berjalan pelan dengan tatapan terlempar jauh ke laut di sampingnya.
"Mengapa kau bisa sendirian?" tanya Edwald tiba-tiba saja ingin bertanya padahal itu tak penting
baginya.
Sebelum menjawab, Shireen mengiring Edwald untuk duduk di bawah pohon kelapa yang tak
"Saat umurku sudah 11 tahun daddy membawaku ke Milan! Aku sempat menolak karena akan
berpisah dari kakek dan Nenek tetapi, ... Nenek bilang jika banyak teman di perkotaan, ada
gedung-gedung tinggi dan banyak mainan di pantai lain. Aku sangat senang, Ed!"
Sayangnya senyum itu hanya bertahan 5 detik. dia kembali murung seperti kecewa dan tak
menyangka.
"Saat tiba di Milan aku melihat apa yang Nenek katakan kepadaku. Banyak gedung-gedung tinggi
dan pantai tetapi aku baru sadar satu hal.." Jeda Shireen lalu tersenyum lagi.
"Di sini tak ada teman, tak ada permainan bagi bocah sekecil itu dan tak ada kasih sayang. Hari
itu aku langsung di bawa ke sekolah yang besar tetapi bagiku di sana penjara," Imbuh Shireen
pertanyaan Edwald benar tetapi posisinya salah. Shireen menghela napas seperti
mempersiapkan diri.
Aku tak dibolehkan keluar selama aku bisa menguasai setiap materi yang di ajarkan. Mereka
mengantarkan makanan di dalam ruangan yang banyak disusun buku dan buku dan aku tak
boleh bermain karena harus membantu daddy bekerja. Itu wajar-kan?" tanya Shireen tersenyum
segala bentuk kepedihan di atas dunia ini tetapi sangat pandai menyembunyikannya.
"A-apa?" Tanya Shireen tak mengerti. Edwald hanya diam mengusap kepala Shireen yang
"Jika bukan kau yang mencintai dirimu sendiri. Lalu siapa lagi?"
"Maksudmu kau tak mencintaiku?" sinis Shireen hingga Edwald langsung memalingkan wajah.
"Kau haus?"
"Kau tak mencintaiku?" desak Shireen memojokan Edwald yang terlihat gagu untuk menjawab.
"Sepertinya air kelapa ini segar," gumam Edwald menatap ke atas pohon pura-pura tak
mendengar. Shireen kesal segera mencubit paha bagian dalam Edwald yang tersentak.
"Kauu-"
"Menyebalkan!" rutuk Shireen bangkit lalu kembali berjalan ke arah tepi pantai. dia tampak
mencari-cari kerang yang mungkin terdampar di sini dengan ranting kayu di sela-sela bebatuan.
Edwald diam menatap lekat Shireen yang kembali sibuk dengan keinginanya. Helaan napas
Edwald muncul meraba bagian yang di cubit Shireen tadi sampai sudut bibirnya tertarik kecil.
"Hm. Luma.."
Degg..
Edwald tersentak dengan suara di pinggir telinganya. Wajah tampan itu mengeras melihat
Cooper menyamar menjadi petugas pantai tengah duduk di belakangnya menatap penuh
"Jadi ini istrimu, Steen? Dia terlalu seksi dan sempurna!" decah Cooper menjilati air liurnya
yang mau keluar melihat paha putih dan bokong seksi Shireen yang tengah berjongkok.
Sedetik kemudian Cooper terkejut kala Edwald berdiri di hadapannya dengan sorot mata
"A-aku-"
Tanpa banyak bicara Edwald segera menyeret kasar Cooper yang gelagapan berjalan
pontang-panting mengikuti langkah lebar Edwald yang dengan kejam mendorongnya ke balik
Jantung Cooper terasa mau pecah merapat ke batu dingin ini. dia menggeleng panik kala
Jeritan Cooper membuat Shireen terkejut dan burung-burung di pepohonan dekat ini
beterbangan.
"Suara apa itu?!" gumam Shireen bingung. Dia tak melihat Edwald di bawah pohon kelapa tadi
slang beberapa lama Edwald keluar dari balik batu besar tadi. Wajah dinginnya begitu
mendominasi sampai mengalahkan dosis air yang ikut ciut melihat apa yang baru saja terjadi.
"S..Steen!" Cooper yang sudah tak berdaya tumbang ke atas pasir ini. Mulutnya di
sumpal dengan kemeja dengan tubuh sudah merah bekas cambukan panas tali pinggang
Jauh dari dalam lubuk hati Cooper, dia mengutuk Edwald yang tak tahu terima kasih. tetapi,
"D-dasar tak-tahu diri," maki Cooper lalu merangkak dengan sisa tenaganya melarikan diri.
Jika tetap di sini bisa saja pria seribu wajah itu akan menenggelamkannya di lautan.
Sementara Shireen, dia seketika lega melihat Edwald sudah berjalan ke sini.
"Sayang!! Kau ke mana saja?" tanya Shireen menyongsong kedatangan Edwald yang tampak
memasang tali pinggangnya.
"Kau lapar?"
"Iya, tetapi kau dari mana saja?" bingung Shireen beralih memakaikan benda itu ke pinggang
"Ouh, yaudah! Ayo kita cari makanan," Shireen merapikan jaket Edwald yang hanya
menurut. Tak ada rasa bersalah sama sekali karena memukuli Cooper yang memang sudah
menyulut amarahnya.
....
Hari mulai gelap. Karena permintaan Shireen yang tak mau pulang akhirnya Edwald membawa
wanita itu ke penginapan yang tak jauh dari pantai Deamon ski tadi. Bahkan, mereka bisa
melihat pemandangan pantai itu dari atas tebing karena memang Edwald memilih penginapan
Pria tampan itu tengah ada di balkon kamar yang berbahan kayu mahal. dia tengah menelpon
seraya menunggu Shireen yang ada di atas ranjang dengan laptop menyala dan sorot mata
fokus.
"Sejauh apa kelumpuhan gadis itu?" tanya Edwald ingin memantau Freya. dia harus bergerak
"Steen! Dia dinyatakan lumpuh total dan kemungkinan besar dia juga tak mampu bicara. Aku
juga sudah memalsukan kematian kekasihnya hingga 5 hari lagi kasus ini akan di tutup."
jelas Cooper yang masih saja berani bicara dengan Edwald. tetapi dia sudah biasa dan tak heran
lagi dengan Edwald. Itu karnanya Cooper selalu tahan karena sifat Edwald memang begitu.
"Hm. Buat wanita ular itu depresi dengan keadaan putrinya. Untuk proyek kau bisa
"Aku mengerti. Proyek perusahaan Walter akan berpindah ke tangan-mu, kau cukup awasi
"Hm."
gumam Edwald lalu mematikan sambungan. Sepertinya dia bisa memanfaatkan momen ini
untuk menghancurkan beberapa proyek besar tuan Walter hingga perusahaan itu bangkrut.
Lama Edwald menikmati angin malam di balkon sampai dia mulai bosan segera berbalik masuk
ke kamar. Tatapan datarnya langsung mengurung Shireen yang tampak mengalami masalah
Bahkan, piring buah yang tadi sudah dia letakan di samping paha mulus memakai gaun malam
"A-emm-Iya," jawab Shireen seadanya. dia tengah melihat hasil pemasaran prodak lipstiknya
beberapa hari ini. Lumayan bagus tetapi dia tak puas dengan penjualannya, ini masih belum
sempurna.
"Apa yang salah? Biasanya tak begini," Shireen mengigit bibir bawahnya. Tanpa sadar
itu exspresi yang hot di mata Edwald yang menatap lekat visual indah di hadapannya.
Shireen biasa memakai gaun malam tipis dengan dua tali kecil di bahunya. Pakaian nyaris
transparan itu juga tak begitu menutupi paha mulus dan dada besarnya yang terlihat kencang
menyembul dari balik kain tipis itu. Aass.. Pemandangan yang nikmat.
Berbeda dengan Shireen yang fokus pada pekerjaannya, Edwald justru menarik sofa singel di
sampingnya lalu duduk bertopang kaki. Dia menatap Shireen yang diumpamakan bak lukisan
mahal yang bisa dia lihat sesuka hati. dia bahkan tak berkedip menonton boneka barbie itu.
"Kau kirim rentetan hasil penjualan itu kepadaku. Jika Mr Parker menelpon langsung kau katakan
secepatnya!"
Shireen memeriksa dengan teliti. dia melihat persentase penjualan dan bagaimana respons
konsumen. Semuanya baik-baik saja tetapi Shireen belum puas. Ini tak sesuai dengan target
pabriknya.
Karena sedikit gerah Shireen menggulung rambut panjang hitam kecoklatan itu ke atas. dia tak
peduli jika sekarang Edwald hanya bisa menelan ludah melihat leher jenjang dan bahu putih
itu.
"Sempurna!" gumam Edwald jadi berkeringat dingin. Sadar dengan tatapan Edwald yang
sangat intens dan penuh arti, Shireen segera mengangkat pandangan ke arah Edwald yang
"Ed!" lirih Shireen tak fokus jika di pandangi seperti itu. Edwald tak menjawab. dia masih saja
memandang ke arah bibir Shireen yang ranum bak cherry yang segar.
"Ekhem," Edwald tersentak dan segera berdehem. dia menormalkan raut wajahnya kembali
"Hm."
Edwald mengangguk dan bangkit dari duduknya. dia yang memakai kaus pendek tanpa lengan
Edwald membuka kaosnya karena cukup gerah tetapi malah membuat Shireen malu akan tubuh
batin Shireen menggeleng keras. dia kembali fokus pada layar laptopnya sedangkan Edwald
berbaring di sisi kiri pahanya dengan kedua tangan melipat di belakang kepala.
"Apa masalahnya?"
"A-aku bisa," gumam Shireen dengan jari lentik lincah di papan kyboard laptop. Matanya
mengikuti arah tulisan yang di buat sampai Edwald mulai berpikir soal file yang dia rusak dahulu.
Apa klien yang dia tangani masih ingin bekerja sama? Sepertinya Shireen tak terlalu panik saat
itu.
"Tidak. Ini masalah pemasaran. Mereka tak menemukan strategi yang bagus. Aku merasa ini
masih kurang," jawab Shireen tanpa menatap Edwald yang seketika langsung duduk kembali.
dia merapat ke dekat Shireen melihat apa masalah yang terjadi. Tentu tatapan teliti dan genius
"A-apa? Tetapi, mengapa bisa hanya terjual segini. Seharusnya bisa lebih-kan?" bingung Shireen
Edwald mengangguk tetapi dia segera menunjukkan bagian mana yang seharusnya ditingkatkan
dan di kurangi.
"Kau terlalu fokus pada pemasarannya. Kepercayaan konsumen itu nomor satu dan kau harus
lebih menekankan kualitas prodak mu. Shi!"
"Aku sudah mencobanya sendiri dan hasilnya bagus. Bibirku sehat dan tak kering. Lihat
bibirku!" Shireen memanyunkan bibirnya untuk menunjukkan rona merah muda tetapi
basah.
Jarak mereka yang tipis membuat bibir Shireen menyentuh pipi Edwald. Keduanya sama-sama
"A-tidak. Aku hanya ingin menunjukkan bibirku. Apa sehat atau -"
"Aku akan jadi konsumen pertama," bisik Edwald segera menekan tengkuk Shireen hingga
Shireen tak menolak. dia memejamkan matanya membalas ciuman lembut Edwald yang
perlahan menutup laptop itu lalu membaringkan tubuh Shireen ke atas ranjang.
Keduanya larut dalam bumbu-bumbu gairah sampai kamar yang tadi terasa lumayan dingin
Edwald menikmati setiap rasa yang ada di bibir Shireen. Manis dan kenyal begitu nikmat dan
candu. Dengan bibir yang saling mencumbu, tangan Edwald sudah turun masuk ke sela gaun
tidur Shireen yang melenguh kecil di sela ciuman mereka merasakan satu tangan besar Edwald
Puas menikmati bibir ini Edwald beralih mengecup setiap inci wajah cantik Shireen dengan
lembut turun ke rahang dan leher jenjang itu. dia tak pernah bermain selembut ini atau melayani
seseorang.
"Kau sengaja menggodaku setiap hari, hm?" desis Edwald menarik turun kedua tali gaun di
"A-Ee-d!!" erang Shireen mere**emas rambut Edwald yang suka menjadi bayi besarnya. Pria
ini tak pernah mau absen bercinta setiap malam maupun bangun tidur di mana pun dia mau.
"S-Shi!" serak Edwald mengigit kecil puncak ranum itu membuat Shireen tersengat dengan
tubuh menggeliat.
Keduanya saling tatap dalam beberapa saat hingga ntah setan apa yang merasuki jiwanya,
Shireen menurunkan gaun tidurnya dengan cepat sedangkan Edwald melepas celananya dan
Wajah Shireen memerah melihat pusaka itu sudah tegak berdiri menantang badai. Urat-urat
"Kau ingin mencoba sesuatu?" tanya Edwald mengusap bibir Shireen dengan jempolnya. dia
"A..apa?"
"Dia juga ingin merasakan bibirmu," gumam Edwald langsung membuat Shireen pucat. dia
menatap milik Edwald yang tampak sangat seksi. tetapi, apa dia bisa melakukannya?
tetapi, melihat wajah panas Edwald yang begitu menatap penuh permohonan Shireen jadi tak
tega menolak.
"Ajari aku!"
"Hm," Edwald menarik pelan Shireen untuk turun dari ranjang. Dia duduk di tepi kasur
"Permen!" gumam Shireen menguatkan mental. dia benar-benar membayangkan itu dengan
Saat Shireen mulai melakukannya Edwald langsung merasakan sensasi yang begitu hebat dan
penuh euforia.
"Y..yeaahh Shii.. Begitu, Sayang!" racau Edwald mengadah dengan satu tangan mengelus
kepala Shireen yang hanya menjilat saja. Dia heran tetapi menyukai exspresi wajah Edwald yang
sangat-sangat menikmatinya. Shireen jadi tertantang untuk melakukan lebih hingga mulai
sedikit liar membuat Edwald lupa dengan sensasi masa lalu yang dahulu pernah dia lakukan.
Sementara di luar sana. Ada seorang wanita yang terbakar api dan bara mendengar suara di
dalam kamar ini. dia tadi membuntuti Edwald sedari siang dan cukup sabar menunggu sampai
tetapi, sudah lama dia menelpon dam memberi pesan menyuruh Edwald keluar dari kamar, dia
"Kau mulai jarang menemuiku karena DIA," geramnya penuh dengan kebencian segera pergi
dia bersumpah akan membalas wanita sialan itu karena berani mengambil KEKASIHNYA.
...
Pagi ini Shireen harus ke perusahaan. Sementara Edwald, dia sudah pergi dari dini hari tadi
berpamitan pada Shireen karena urusan mendadak. Tentu Shireen yang tak pernah mengekang
pria itu hanya membiarkan Edwald asal terus mengabarinya.
Saat sampai ke perusahaan, Shireen langsung di sambut wajah tegang sekretaris Amber yang
"Ada apa?"
"Nona! Tuan besar menunggumu di ruangannya," jawab sekretaris Amber membuat Shireen
heran. Apa ada masalah? Tak biasanya Tuan Walter datang sepagi ini apalagi hadir khusus
memanggilnya.
"Nona! Tuan besar terlihat marah dan tak bersahabat. Aku cemas jika ada masalah dari divisi
kita," resah sekretaris Amber mengikuti langkah Shireen menuju lift di lantai satu.
Para karyawan yang berjalan di sekitar mereka menyapa Shireen yang hanya tersenyum
"Tidak, Nona! tetapi, wajahnya seperti menahan amarah dan bertanya tentangmu dengan nada
"Mommy?" gumam Shireen terdiam sejenak masuk ke dalam lift. Baja besi ini tertutup
membawa mereka ke lantai tujuan dengan pikiran Shireen melayang ke arah Freya. Apa gadis
Setibanya di lantai direktur utama. Shireen keluar begitu juga dengan sekretaris Amber yang tak
"tetapi, Nona.."
"Aku akan mengurus ini!" sela Shireen membuat sekretaris Amber pasrah. dia kembali masuk ke
lift seraya menatap Shireen yang berjalan elegan dengan balutan dress manis selutut dengan
"Sudah-ku katakan, bukan? Pria itu hanya ingin memanfaatkan Shireen. Lihat! Apa dia
"Ini tanggung jawab Shireen dan dia yang harus menyelesaikan hal ini," tegas tuan Walter
Mendengar itu Shireen diam, dia memejamkan matanya seraya menarik napas dalam
"Tak apa. Kau masih punya suami yang mencintaimu, Shi!" gumam Shireen menguatkan
dirinya.
Shireen membuka pintu ruangan tuan Walter. Pandangannya langsung tertuju merja kerja pria
paruh baya itu tengah duduk berhadapan dengan nyonya Colins yang segera memberi sorot
tajam padanya.
"ke mana saja kau?? Freya mempertaruhkan nyawa di rumah sakit sana dan kau
bersenang-senang!!"
"Colins!" sergah Tuan Walter tetapi Nyonya Colins hanya memiringkan bibirnya kecut.
Tak ingin berlama-lama di dalam sini Shireen segera mendekati tuan Walter.
"Proyek yang ku tangani itu gagal. Suamimu sama sekali tak membantuku!"
Mendengar itu Shireen tersentak. kemarin Edwald mengatakan jika dia akan membantu
"Maksud daddy?"
"Aku sudah memberikan rincian proyek itu padany tetapi, sampai sekarang dia tak
mengerjakan apa pun hingga proyek itu di ambil alih perusahaan lain. Apa-apaan ini? Ha?"
Shireen membisu, dia tak tahu mengapa bisa begini karena sebelumnya Edwald mengatakan dia
Melihat respons bingung Shireen makin memantik amarah di dada tuan Walter yang
"Proyek ini sangat penting bagi perusahaan. Kerugian yang suamimu buat sudah menguras
aset berharga kita, Shireen!! Mereka tak akan lagi memercayai kita!!"
"Lihat! Dia begitu egois, Walter! Ini putri yang kau bangga- banggakan itu, ha?" ketus nyonya
Colins langsung sampai ke ulu hati Shireen yang tetap mempertegas raut wajahnya.
"Dan akibat proyek ini gagal jatuh ke tangan kita, investor lain mulai ragu untuk menanamkan
saham."
"Dad! Aku juga tengah memasarkan prodak baru perusahaan. Keuntungannya juga pasti akan
"Kita punya pinjaman," sela Tuan Walter tampak gelisah. Shireen mengernyit kala mendengar
kata PINJAMAN.
"Maksudnya?"
"Aku sempat meminjam sejumlah uang ke Bank besar untuk proyek itu dengan jaminan
perusahaan ini!"
"Kau mempertaruhkan perusahaan hanya untuk proyek itu? Apa kau gila? Walter!!" bentak
"Aku bisa apa?? Keuntungan pembangunan Malll fashion itu sangat besar apalagi tempatnya
sangat strategis. Aku tak bisa membuang-buang kesempatan emas itu tetapi SUAMIMU
MENGACAUKANNYA!!" geram Tuan Walter beralih menohok pada Shireen yang cukup sesak
di sini.
"D--Dad! Kalau memang proyek itu bernilai besar, seharusnya mereka bisa membantu
Shireen menggelen, dia merasa aneh dengan proyek ini karena janji-janji dan kesepakatannya
sangat tak masuk akal. tetapi, tuan Walter bersikeras untuk mengambilnya.
"Proyek itu sudah jatuh ke tangan orang lain. Uang dan semua proposal itu sudah tak ada
gunanya lagi!!!"
"Ya tuhan. Perusahaan ini akan bangkrut sedangkan putriku masih ada di rumah sakit. Apa
yang harus aku lakukan?!!" Lirih nyonya Colins sudah lemas di tempat duduknya.
Tuan Walter sudah pusing memikirkan perusahaan ini padahal dia yang terlalu ceroboh tetapi yang
"Siapa yang mengambil proyek itu?" Tanya Shireen pada tuan Walter yang menggeleng lemah.
"Aku tak tahu. Mereka hanya mengatakan jika proyek ini akan lebih sukses di tangan
"Perusahaan siapa?!" Batin Shireen lalu bertolak pergi. dia harus menemui langsung pemilik
Shireen masuk ke lift. dia berpikir cepat mengingat perusahaan besar mana saja yang ada di
negara ini. Hanya ada perusahaan Mediation Crop dan MIT Fashion yang bergerak di bidang
sudah terbuka. dia berjalan pergi ke ruangannya dan sesekali di safa para karyawan yang
Meja sekretaris Amber ada di depan ruangan Shireen. Wanita itu berdiri mendekati Shireen
"Baik," jawab sekretaris Amber langsung menghubungi perusahaan yang pertama. Shireen
"Kami dari perusahaan Harmon. Bisa bicara dengan pimpinan?" tanya sekretaris Amber sopan
dan tegas.
Setelah beberapa lama terdengar suara seorang laki-laki paruh baya di sana. Amber
"Maaf mengganggu anda Direktur. Saya Shireen dari perusahaan Harmon. Saya hanya ingin
bertanya, apa perusahaan anda yang mengambil alih proyek dari Greuatema?" sopan Shireen
tetapi sangat elegan, dia kenal dengan pria ini karena sempat menjalin beberapa kerja sama dahulu.
"Nona Shireen. Saya tak tahu soal proyek itu dan kalau tidak salah Greuatema adalah cabang
"Aldebaron?" sentak Shireen bingung. Aldebaron adalah nama perusahaan Edwald, tetapi,
"Bukankah perusahaan itu sudah tak beroperasi, direktur?" tanya Shireen tak mengerti.
"Yah. Rumornya memang begitu. Tetapi, aku tak begitu yakin. Perusahaan ACIAN milik mereka
Mendengar itu Shireen tertegun. dia tiba-tiba mulai berpikir jauh tentang masalah perusahaan itu.
"Nona? Kau baik-baik saja?"
"A--iya. terima kasih atas waktunya, Direktur! Maaf mengganggu anda!" ucap Shireen
dia diam memberikan ponsel itu pada sekretaris Amber yang bingung dengan raut wajah kosong
Nonanya.
"Tunda dahulu jadwalku hari ini. Aku ada urusan," pinta Shireen lalu melangkah pergi. dia
Edwald yang mengatakan sendiri jika perusahaannha bangkrut. Lalu, proyek apa ini? mengapa
Benak Shireen bertanya-tanya. Sudah 3 kali Shireen menghubungi Edwald tetapi tak ada
jawaban sama sekali. mengapa setiap dia keluar dia tak akan mengangkat panggilan lagi?!
........
Restoran Bullgart. Tempat ini kembali menjadi titik pertemuan Edwald bersama dua anak buah
Mereka ada di ruangan privat jauh dari keramaian Bar di luar sana. Cooper tengah menjelaskan
bagaimana kondisi perusahaan Harmon setelah gagal menjalankan proyek besar itu.
"Waktu kehancuran total mereka hanya tinggal 3 hari. Perusahaan keluarganya sudah di ancam
kebangkrutan jika sampai uang yang mereka pinjam itu tak berhasil di kembalikan dan banyak
"Jadi, apa tuan Steen akan kembali malam ini?" tanya salah satu pria berbadan kekar dan
berjas itu. Mereka memang masuk dengan identitas sebagai seorang bodyguard agar tak di
intai kepolisian.
"Aku rasa kau bisa menyudahi ini sekarang, Steen!" timpal Cooper duduk berhadapan dengan
Edwald yang sedari tadi diam,
dia membiarkan Cooper bicara memberikan data situasi pada anak buah Suma yang akan
"Kita hanya perlu mengakusisi perusahaanya. Apalagi rencana tuan Steen sangat licik
membuat seakan-akan proyek itu ada. Padahal, tak nyata sama sekali," decah kagum para
Seperti biasa dia tak pernah terlihat berlebihan dalam segi exspresi yang akan di tunjukan.
"Berapa kerugian mereka sekarang?" tanya Edwald baru buka suara terdengar datar.
"50%. Aku yakin mereka akan bertahan hanya sampai 2 hari. Rencana-mu terus berjalan
memengaruhi semua orang agar tak berinvestasi di sana. Lambat laun perusahaan itu tak
jelas Cooper tampak puas. tetapi, di balik wajah sumringahnya dia tengah menyelidiki Edwald
yang terlihat tak mau membahas jawaban dari satu pertanyaan barusan. Apa dia akan pulang ke
Aku ingin lihat. Apa masih ada jalan untuk menikung istrimu?!
Batin Cooper tertawa jahat. dia menunggu Edwald pergi dan melepaskan wanita cantik itu
Tahu akan pikiran mesum Cooper yang terlihat sudah lemah membayangkan hal itu, Edwald
"A--jangan berburuk sangka. Aku tak sedang memikirkan itu, Steen!" gugup Cooper mengusap
Dua bawahan Suma di sampingnya saling pandang tak mengerti dengan percakapan dua pria
ini.
"Bagaimana, Tuan? Apa kau akan pulang malam ini? Tuan besar sudah menunggu anda dan
dia juga menjanjikan pesta penyambutan," ucap pria itu tetapi Edwald masih belum bicara.
Cooper jadi menaikan satu alisnya. Biasanya Edwald tak akan mau berlama-lama menuntaskan
misinya dan ini adalah misi terlama dalam sejarah dia bekerja.
"Omong kosong!" ketus Edwald kasar. dia beralih meminum wine di gelas yang dia genggam
Aku rasa sekarang belum waktunya. Mereka masih ada harapan untuk bangkit.
Pikir Edwald menjadikan itu alasan untuk tetap tinggal. Yah, dia hanya menebak penyebab dari
"Bagaimana? Sebaiknya kau kembali ke markas. Aku akan mengurus sisanya di sini, Steen!"
"Ini misi-ku!" tegas Edwald pada Cooper. Sorot mata tajam nan menikam dan raut wajah tak
bisa ditebak. Cooper cukup kewalahan mencari tahu apa isi di balik wajah pria ini.
"Aku tak suka melakukan hal setengah-setengah. Kau bisa katakan pada Suma jika aku akan
kembali 2 hari lagi membawa keinginannya," imbuh Edwald yang tak lagi bisa di bantah.
Dua pria itu mengangguk tetapi tidak dengan Cooper yang justru menyipitkan matanya. dia
meneropong cela yang bisa saja dia dapatkan dari sikap totalitas pria tampan ini.
"Hm," gumam Edwald membiarkan anak buah Suma itu pergi. dia kembali minum dan agak lebih
banyak dari biasa seraya menaikan lengan jaket ini tanpa mencoba rileks.
"Ada apa?" tanya Cooper bersandar ke punggung sofa. dia mengamati tingkah Edwald di tengah
"Kau sudah bosan bicara?" tekan Edwald tetapi itu sebuah peringatan.
Cooper sontak menelan ludah. dia menggeleng cepat agar Edwald tak mengeksekusinya seperti
di pantai Chastillo kemarin. Bahkan, rasa cambukan itu masih menjalar di kulit Cooper yang
mengeriput.
"Aku hanya heran. Kau jadi gelisah setiap ingin di ajak kembali. Apa nyaman di sini?"
"K--KAU-"
Cooper terkejut bukan main tetapi karena dia sangat lincah dan penuh energi, Cooper berlari pergi
Setelah melepas satu tembakan, Edwald melempar pistolnya ke sembarang arah. Gelas yang
"Ada apa dengan hari ini?!" geram Edwald mengusap wajahnya kasar. Edwald membuang
Pandangannya menembus langit-langit ruangan sampai pertanyaan asing dan tak ada jawaban
mengapa aku masih di sini? Apa yang-ku cari? Bukankah misi ini sudah mau selesai?
Cecar benak Edwald bingung sendiri. dia terus mencari jawaban itu tetapi sampai matanya panas
karena kesal tanpa alasan yang jelas ini, Edwald ingin melampiaskan semuanya dengan minum, tetapi
tiba-tiba ponsel dalam jaketnya berdering samar.
Edwald mengurungkan niatnya untuk menegguk botol wine itu. dia melihat ponsel dengan dada
berdegup melihat nama Shireen di sana. Ternyata sudah 7 kali berbunyi bahkan ada pesannya
juga.
"Shi!" panggil Edwald mengangkat sambungan.
"Sayang! Kau di mana? Mengapa tak menjawab pesan dan panggilanku?" cecar Shireen
Edwald diam sejenak. dia tak mungkin jujur dan alasan utamanya akan meluncur seperti biasa.
"Aku di tempat kerjaku. Shi!" jawab Edwald tetapi tak ada jawaban dari Shireen. Wanita itu tak
"Aku di tempat kerjaku. Sekarang banyak sekali penumpang. Aku akan menemui mu nanti,
Sayang!"
"Hm. Baiklah!" jawab Edwald mematikan sambungan. dia mengambil napas dalam karena
"Kau masih harus bersenang-senang, Steen!" gumam Edwald menegguk gelas terakhir lalu
bergegas pergi.
Di luar sana sudah ada Kimmy yang tadi sudah menunggu Edwald keluar agar bisa bermain
"Edwald! Kau sudah selesai?" tanya Kimmy manja menggandeng lengan kekar Edwald yang
Hal itu memantik kekecewaan Kimmy yang sudah menunggu sangat lama.
"Aku tak punya waktu," dingin Edwald bergegas pergi tampak terburu-buru. Kimmy
menyentuhku?!" geram Kimmy tetapi dia tak punya keberanian untuk membuat Edwald marah.
Pria itu sangat mengerikan dan begitu kasar menanggapi hal yang tak sesuai dengan
keinginannya.
.....
Di tempat yang berbeda. Shireen terpaku diam berdiri depan gedung yang menyediakan jasa
sopir taksi. Bahkan, manajer tempat ini baru saja bicara dengan Shireen yang menanyakan
keberadaan Edwald tetapi dia terkejut saat wanita muda ini menjawab.
Edwald memang melamar bekerja di sini tetapi dia tak pernah datang. Bahkan, mereka tak pernah
Sontak Shireen kebingungan. dia menelpon Edwald tetapi Shireen makin heran saat Edwald
"A--tidak. Terima kasih!" ucap Shireen tersadar dari lamunannya. dia berjalan kembali ke arah
.....
Sudah 30 menit Shireen menunggu akhirnya Edwald sudah datang ke perusahaan. Pria itu
tampak keluar dari taksi lalu berjalan masuk ke dalam gerbang langsung melihat Shireen yang
Senyum Shireen mengembang. Walau dia ingin mencecer Edwald dengan ribuan pertanyaan
"Ed!"
Wanita cantik dengan tatapan teduh ini tetap tersenyum mengandeng lengan kekar Edwald
yang gemar memakai jaket.
"Sesuai keinginanmu," Jawab Edwald membukakan pintu mobil untuk Shireen yang masuk.
Setelah memastikan wanita ini aman barulah Edwald masuk ke pintu dekat kemudi seraya
"Kau sudah makan? Ed!" tanya Shireen menatap Edwald yang menyalakan mesin mobil dan
"Kau lapar?"
"Sedikit," jawab Shireen tersenyum tipis. Edwald mengerti itu hingga dia segera memikirkan
Di tengah perjalanan mereka. Shireen diam dan tak mengoceh banyak seperti biasanya. dia
bahkan hanya fokus melihat keluar jendela dengan tangan memainkan tas kecilnya di atas
paha.
Tentu Edwald merasa aneh. Biasanya wanita ini akan cerewet dan membicarakan apa pun yang
dia lihat.
"A--ha?" tanya Shireen yang tadi melamun dan kurang fokus. Edwald menghela napas ringan
dengan satu tangan yang bebas meraih jemari lentik Shireen untuk di genggam.
"Hm. Daddy tadi marah-marah kepadaku," gumam Shireen mengusap punggung tangan berurat
"Mengapa?"
"Dia bilang kau tak melakukan apa pun untuk proyek itu. Aku yakin ini salah paham, kan?" tanya
Shireen hanya memperlembut niatnya saja. Shireen takut Edwald tersinggung walau
Mendengar penuturan Shireen yang menggunakan kalimat sehalus mungkin, Edwald pura-pura
"Maksudnya?" bingung Shireen menatap lekat wajah tampan penuh rahasia ini. Edwald
"Aku tak sempat membantu daddymu karena aku harus mengurus beberapa masalah karyawan
"Kau memang mengatakan itu tetapi kau tak menjelaskan, apa perusahaanmu memang bangkrut
batin Shireen merasa bingung sendiri. dia tak mau menuduh Edwald begitu saja dan sekarang
"Apa dia mengatakan sesuatu yang buruk kepadamu? Aku akan menemuinya jika kau tak senang,
Sayang!"
"Apa perusahaanmu masih beroperasi?" tanya Shireen akhirnya meloloskan hal itu. dia
"Ada apa?" tanya Edwald kembali fokus ke depan tetapi satu tangannya masih di paha Shireen.
"Tidak ada. Aku pikir jika perusahaanmu masih beroperasi pasti daddy akan senang," elak
"Sayangnya perusahaanku sudah berhenti dan belum di olah oleh pemiliknya yang baru."
jawaban Edwald makin tak masuk akal. Sudah jelas yang membuat tender proyek itu adalah
Greautema cabang dari ACIAN. Jika memang perusahaan itu di ambil alih, lalu mengapa tak ada
Shireen tak bodoh soal seperti itu. dia sudah menyuruh sekretaris Amber untuk mencari tahu
siapa yang memiliki perusahaan ACIAN sekarang dan bagaimana kondisi saat ini?!
Edwald menatap Shireen dengan raut heran tetapi Shireen segera tersenyum tipis menunjukkan
ketenangannya.
"Aku hanya penasaran. Siapa tahu perusahaanmu belum bangkrut dan kau hanya ingin menguji
istrimu ini," kelakar Shireen terkekeh kecil seakan-akan dia bercanda tetapi jujur itu sedikit
Raut wajah Edwald mulai berubah datar dan itu tak luput dari lirikan ekor mata Shireen yang
merasakan perbedaan hawa di mobil ini. Merasa Edwald mulai tak nyaman, Shireen segera
mengalihkan pembicaraan.
"Sayang!"
"Kita makan di mana? Aku sudah lapar," manja Shireen memanyunkan bibirnya seraya melihat
Ini restoran cina di mana ada banyak desain dan furniture khas di luar bangunan 2 lantai ini.
"Suka. Aku sering mengunjungi resto mereka saat perjalanan bisnis ke negara itu dahulu," jawab
Shireen semangat kala Edwald memarkirkan mobil di tempat yang sudah di siapkan.
dia turun lebih dahulu untuk membukakan pintu mobil Shireen yang selalu menikmati sikap manis
sang suami.
Beberapa orang yang sudah keluar dari resto menatap mereka dengan pandangan kagum
"Apa ada yang salah dengan riasanku?" Shireen berbisik pada Edwald seraya
melangkah menuju meja yang ada di sudut dan cukup menjahui keramaian.
"Abaikan saja!"
"Mungkin aku terlalu cantik, ya?" celetuk Shireen tetapi justru Edwald langsung menghentikan
langkahnya.
"Ouh. oke!" singkat Shireen duduk di kursi berhadapan dengan Edwald yang sudah tak punya
Tentu Edwald mempertontonkan lengan kekarnya membuat Shireen kesal tetapi itu tujuan
Edwald.
Jika tahu Shireen akan jadi objek perhatian, dia akan membanting setir pergi ke gua tersembunyi.
"Cosa vuoi ordinare? Signore e signorina!" tanya waiters menanyakan, apa yang ingin mereka
pesan?
Pelayan laki-laki itu menunjukkan buku menunya ke arah Shireen tetapi Edwald yang segera
merampasnya. Tentu pelayan di samping Shireen tersentak pucat merasa kalah dengan
"Sanbeiji, La ji zi ..."
"Minumannya Baiju!" sela Shireen memotong ucapan Edwald yang sedang kesal pasti akan
"Yah," Shireen mengulum senyum melihat Edwald menutup buku menu itu lalu duduk
bertopang kaki angkuh dengan kedua tangan melipat di depan dada.
Terlihat jelas jika dia sedang benar-benar kesal dan tak berminat untuk menggubris tatapan para
wanita di sekitarnya.
"Kau kesal?"
"Menurutmu?" tanya Edwald menaikan alisnya. Di mata Shireen itu terlihat menggemaskan tetapi
di mata seseorang yang tadi baru datang dan duduk di area yang agak jauh dari mereka
Seorang wanita yang memakai kacamata dengan topi bundar di atas kepalanya menatap penuh
"Bahkan, aku sulit membedakan antara acting dan sungguhan, EDWALD!" geramnya meremas
Puas menggoda Edwald di sela menunggu makanan, Shireen akhirnya berbinar saat pesanan
mereka datang. Meja yang tadi kosong sudah terisi dengan piring-piring cantik dengan banyak
"Apa ini terlalu pedas?" tanya Shireen menunjuk piring berisi Lu Ji Zi dengan sumpitnya.
Tanpa menunggu pelayan itu menjelaskan, Edwald sudah lebih dahulu mencicipi makanan ini.
Wajah datarnya tak berubah segera mengambil alih piring itu dari hadapan Shireen.
"Tetapi aku ingin itu," gumam Shireen memang sangat ingin. dia tak bisa mekan pedas tetapi liurnya
La ji zi ini memiliki arti yaitu ayam pedas kering. la ji zi ini terdiri dari potongan daging ayam
yang di potong dadu lalu di goreng sampai kering dengan beberapa bumbu yaitu cabai sichuan.
Pelayan itu mengangguk dan bergegas pergi. Senyum Shireen mengembang segera mencicipi
makanan yang lain. Tentu seperti biasa Edwald memastikan dia makan dengan benar.
karena tak bisa menahan letupan api cemburu di jiwanya. Wanita yang sedari tadi melihat
"Kau sudah keterlaluan, Edwald!" geram Kimmy. Yah, dia tadi membuntuti Edwald dengan
makin dia melihat pasutri itu maka dadanya seakan di cabik-cabik. Bahkan, Edwald tak segan
"Aku ke toilet dahulu. Habiskan makananmu!" pamit Edwald berdiri dari duduknya. Shireen
Melihat kesempatan ini. Kimmy segera menelpon ponsel Edwald hingga Shireen yang tengah
makan tersentak.
"Jika tak di angkat bisa saja itu penting," Shireen yang tadi segan tetapi segera berdiri
Saat dia sudah menemukannya. Dahi Shireen berkerut saat nomor ini tak asing di manik
hitamnya.
"Nomor yang sama? Mengapa Edwald tak memberinya nama?" Shireen kebingungan.
Melihat Shireen yang heran Kimmy-pun ikut bingung. Seharusnya Shireen terkejut melihat
"Angkatlah sialan!" umpatan Kimmy menunggu hingga Shireen menerima panggilan itu.
"Hello!"
"Kau bilang akan datang ke resto Bullgart, Ed!"
Degg..
Shireen terkejut mendengar suara wanita terkesan manja. Jantungnya mulai tak baik-baik saja
"B--Bullgart?"
Panggilan itu dimatikan sepihak. Shireen yang masih bingung dan terkejut secara bersamaan
"Ini sudah tak masuk akal," gumam Shireen segera menyalin nomor ini ke ponselnya lalu
dia berusaha bersikap normal saat Edwald sudah kembali. Walau dugaan yang menyakitkan itu
muncul, Shireen tetap ingin mencari tahu dahulu agar tak ada kesalahpahaman apa pun.
"Aku berusaha mempercayaimu, Ed! Aku mohon jangan rusak hal itu. Aku mohon!"
batin Shireen menjerit tetapi wajahnya masih memaksa senyum agar Edwald tak menyadari
kegelisahannya.
....
Setelah menghabiskan waktu berdua akhirnya Edwald membawa Shireen pulang. Tak ada yang
berubah dari Shireen bahkan dia masih cerewet seperti biasa. Walau sempat saat di perjalanan
"Shireen!!" Panggil tuan Walter duduk di sofa ruang tamu menatap tajam Edwald yang
Shireen yang paham maksud daddynya segera mendekat tetapi mengisyaratkan Edwald untuk
Saat Edwald ingin pergi, Tuan Walter segera menyerukan suara cukup lantang.
Seketika Edwald terhenti, dia bersitatap dengan Shireen yang menghela napas dalam berdiri di
"Dad!"
"Kau sudah menemukan solusinya?" tanya tuan Walter penuh hawa penghakiman. Lirikan ekor
matanya terlihat jelas menguliti Edwald yang tahu respons mertuanya akan seperti apa.
"Orang Bank itu sudah menelfonku seharian ini, Shireen!" Tuan Walter memijat-mijat
pelipisnya.
Shireen diam beralih menatap Edwald yang mendekat kearahnya. Pria bermanik hijau tajam itu
"Aku tak sempat mengurus perusahaanmu. Jika kau ingin, aku akan mengerjakan yang lain."
"Beraninya kau??!!" bentak Tuan Walter membuat Shireen bertambah kacau. Edwald bukannya
menenagkan suasana tetapi justru menambah bubuk amarah di ubun-ubun pria tua ini.
ucapan Tuan Walter benar-benar sukses membuat wajah Edwald kelap. Kedua tangannya
Itulah yang dia pikirkan sekarang. Bukannya mengerti, Tuan Walter berdiri dengan wajah
"Aku tak ingin tahu apa pun. Kau selesaikan semua ini atau kau akan menyesal seumur
hidupmu."
"Kau diaam!!" geram tuan Walter mencekik kalimat di leher Shireen yang seketika bungkam.
"Jangan membentaknya," desis Edwald masih menahan intonasi mengerikan itu. Shireen
sungguh takut jika Tuan Walter makin marah hingga keduanya akan bertengkar hebat.
"Dad! Sudahlah. Kita bicarakan ini nanti. Aku janji akan mencari jalan keluarnya," ucap Shireen
mencoba menengahi.
Tuan Walter diam. dia tak berhenti memandang penuh kemarahan pada Edwald yang di tarik
"Ed! Daddyku sangat marah. Dia tak akan mendengarkan siapa pun," lirih Shireen tetapi
Shireen akhirnya pasrah pergi lebih dahulu ke lantai atas meninggalkan Edwald yang masih
Wajahnya seketika berubah dingin. dia meneggaskan pandangannya tak lagi menahan seperti
semula.
Mendengar itu seringaian Edwald tertarik sinis. Kedua tangan beralih masuk kedalam saku
Seketika Tuan Walter terkejut melihat wajah penuh kejahatan Edwald yang sangat berbeda dari
yang tadi.
"K--kau.."
"Apa kau pikir aku benar-benar bangkrut?" tanya Edwald mendekat. Langkah lebarnya pelan
tetapi meraup jarak yang ada membuat tuan Walter mundur kebingungan.
"Kau yakin?" Edwald terus memojokan tuan Walter ke arah meja kaca di depan sofa
Wajah tuan Walter sudah pucat pasih bahkan nafasnya yang tadi memburu beralih sendat. Ntah
mengapa dia sangat takut dengan tatapan manik hijau elang ini dan hawa membunuh yang Edwald
sebarkan.
"K--kau-"
"Aku hanya MENIPUMU," bisik Edwald mengejutkan tuan Walter. Mata pria itu melebar dengan
"M--maksudmu?"
"Ayah mertuaku tersayang," lirih Edwald merapikan pakaian tuan Walter dengan
Setiap sentuhannya bagaikan pisau menukik tajam bahkan mampu memberi getaran hebat.
"K--kau-"
"Kau ingin tahu aku ke sini karena siapa, hm? tanya Edwald dengan sorot mata mengurung
tuan Walter dalam hawa intimidasinya. Keringat dingin muncul di kening pria ini pertanda dia
sangat terancam.
"S-U-MA!"
Deegg...
Tuan Walter langsung meneggang di tempat. Nama itu masih jelas membekas di ingatannya
"Aku utusan Suma yang akan mengambil semua yang kau bawa. Dan perlu kau ketahui satu
hal," ucap Edwald lalu mendekatkan bibirnya ke telinga tua Walter yang sudah terpaku kosong.
"K-KAU-"
Tiba-tiba saja tuan Walter mengalami sesak napas. dia kejang luruh ke lantai dengan dada terasa
"A-ak-ku-"
Edwald hanya diam. dia tetap berdiri tegap menatap datar tuan Walter yang sudah seperti ikan di
daratan. dia mencengkram dadanya seraya memberontak cukup kuat sampai kepalanya
"Tenanglah di alam sana!" tekan Edwald beralih duduk di sofa yang tadi tuan Walter gunakan.
dia bertopang kaki angkuh tersenyum puas melihat tuan Walter mengalami anfal.
Yah, tuan Walter memang menderita sakit jantung dan semua orang juga tahu itu. Hanya saja,
Edwald tak peduli. Seperti biasa dia tak punya empati atau bermain-main dengan ucapannya.
"Apa kau ingin mati dengan sangat tenang, hm?" tanya Edwald tersenyum licik. dia mengangkat
tuan Walter yang sudah kejang-kejang dan memukul-mukul dadanya yang sakit ke atas sofa
panjang ini.
Mendengar itu kesabaran Edwald tak lagi bisa bertahan. dia mengarahkan kedua tangan tuan
"Sampai jumpa di neraka!" bisik Edwald lalu mencekik tuan Walter dengan tangan pria itu
sendiri. Kaki tuan Walter menerjang dengan mata terbelalak dan cukup melakukan perlawanan.
tetapi, Edwald menyentak lehernya kuat hingga dalam sekejap tuan Walter mengejang dengan
Nafasnya berhenti. Kedua kakinya tergeletak begitu saja bahkan detakan jantungnya sudah tak
terdengar.
"Ini penghormatan langsung dariku, ayah mertua!" Edwald mengusap wajah Tuan Walter
yang seketika terpejam. Edwald meletakan kedua tangan pria malang itu di atas dadanya
Setelah menyelesaikan ini Edwald bangkit. dia harus pergi bertemu Cooper untuk segera
mengambil alih perusahaan Harmon. Malam ini akan dia pastikan keluarga ini akan hancur.
"Aku pergi. Tunggulah kabar istrimu," gumam Edwald melangkah tegas keluar dari kediaman.
dia harus mengurus nyonya Colins dan akan dia pastikan wanita itu menyusul suaminya.
Setelah beberapa lama kepergian Edwald, Shireen turun dari tangga. Sepertinya wanita itu baru
selesai mandi terbukti dengan gaun tidur dilapisi cardigan dan rambutnya masih basah.
Dahinya mengernyit melihat tuan Walter tidur di sofa sedangkan Edwald sudah tak ada.
"Edwald!!" Panggil Shireen menuruni anak tangga. dia memeggang ponsel hingga segera
menghubungi Edwald.
Belum sempat suara operator menjawab, satu pesan masuk datang dari Edwald.
"Jelas-jelas kau tak bekerja di sana, Ed!" Shireen tak lagi membendung rasa
Shireen bergegas pergi keluar kediaman. dia lupa jika sekarang dia hanya memakai gaun tidur
dengan cardigan yang untung saja menutupi sampai kelutut dan menjaga pemandangan indah
itu.
Shireen masuk ke mobil dan segera melajukan baja mewah itu melewati penjaga gerbang yang
"Aku harap duggaanku salah, Ed! Kau bukan pria seperti itu," gumam Shireen terus
meyakinkan dirinya,
dia memacu agak cepat seraya mencari daerah resto itu dengan ponselnya. Hanya perlu 30
menit Shireen sampai ke wilayah resto itu dan tak ada yang mencurigakan sama sekali.
Shireen memarkirkan mobil di luar area resto yang seperti biasa ramai. Tempat khas Italia ini
Beberapa orang menatap Shireen dengan aneh karena memakai cardigan tidur tetapi tak
"Dia tak ada di sini," gumam Shireen tak melihat Edwald, dia risih dengan pandangan para lelaki
yang kebanyakan sudah memiliki pasangan tetapi mereka masih menatap penuh minat pada
"Ada yang perlu kami bantu, nona?" tanya Waitress mendekati Shireen.
Pelayan itu diam sejenak, dia berpikir maksud Shireen adalah bar atau klub yang tersembunyi
di sini.
"Yah," Shireen mengikuti wanita ini. dia masih memakai sandal kamar mandi berbulu
Shireen acuh tetapi dia sungguh tak menyangka saat pelayan ini membawanya masuk ke sebuah
pintu yang menunjukkan suasana bar besar dengan banyak wanita dan lelaki sedang bercumbu
di sini.
"Silakan, Nona!"
Shireen menelan ludah kasar, dia sangat jijik masuk ke sini tetapi dia ingin tahu apa Edwald ke sini
atau tidak.
Tak mau membuang-buang waktu lagi Shireen masuk ke dalam. Saat kakinya menginjak lantai
bar tiba-tiba saja tatapan para pria di sini langsung terkunci pada Shireen.
Suara musik masih mendentum tetapi mereka seakan menemukan ikan emas yang tersesat di
lumpur.
"Siapa dia?"
Tak bisa menahan ketidaknyamanan ini lagi akhirnya Shireen ingin pergi. tetapi, matanya tak
sengaja melihat ke arah meja bar di mana seseorang yang familier dengan jaket yang sama
"E..Edwald?" Shireen terkejut. Edwald terlihat berbeda dari apa yang dia lihat selama ini.
Bukan itu saja. Yang makin membuat Shireen nyaris tumbang adalah kedatangan seorang
wanita berpakaian minim mendekati Edwald dan duduk di paha pria itu.
"I--ini-"
Mata Shireen berkaca-kaca dengan tubuh terasa lemas dan tak lagi bertulang. Kedua
tangannya mengepal saat wanita itu ingin mencium Edwald yang tak menghindar sama sekali.
"Sialaan!!!" geram Shireen mendekati meja bar itu. Tak bisa membendung rasa sakitnya lagi
Shireen menarik rambut Kimmy yang seketika syok begitu juga dengan Edwald dan Cooper.
"Wanita ja**lang!!" maki Shireen menarik rambut Kimmy kuat dan menampar wanita itu keras
Suasana seketika mendingin dengan Edwald yang mematung seakan tak percaya jika Shireen
Cooper yang biasa berwajah konyol sekarang tiba-tiba pucat pasih dan berkeringat melihat
Pria itu jangan ditanya lagi. dia diam membeku di tempat dengan jantung berdegup sangat
Masih di tempat yang sama. Shireen tak bisa mengendalikan dirinya sendiri bahkan dia merasa
Matanya seakan menelan Kimmy yang berdiri dengan keadaan rambut berantakan dan pakaian
"Apa-apaan? Kau haa??" hardik Kimmy tak terima. Mereka jadi tontonan semua orang di bar ini
"Aku bahkan ingin mencabik wajahmu!!" Shireen mencakar pipi Kimmy yang seketika
terpekik keras. dia mulai tak tinggal diam ingin menampar Shireen yang ntah dikuasai roh jahat
mana dia menangkap lengan Kimmy lalu mendorong wanita itu kembali tersungkur ke lantai.
Dada Shireen naik turun menahan emosi. Air matanya selalu mengalir dengan kedua tangan
terkepal.
"Kau siapa? Wajahmu di tutupi seperti wanita buruk rupaa!!" makian Kimmy seraya memegangi
"Aku buruk rupa," Hm?" desis Shireen segera melepas maskernya. Sontak dia terkejut saat
menyadari jika wajah cantik sembap Shireen adalah visual memesona yang dia lihat di resto
tadi.
Edwald hanya diam. Lidahnya keluh menatap wajah penuh luka Shireen bahkan manik hitam
dengan kebencian.
Bukannya merasa malu, Kimmy justru tertawa keras berdiri dengan keadaan menyedihkan. dia
"Kau sangat percaya diri. Aku begitu kasihan pada wanita yang menyedihkan sepertimu,
"Oh yah? Apa seperti itu?" tanya Shireen beralih menatap Edwald yang seketika merasakan
sakit di dadanya.
Mata yang biasa teduh dan lembut sekarang diselubungi kekecewaan. Air matanya terus keluar
"Mengapa diam? K--kau tak ingin menjelaskan apa pun, Hm?" tanya Shireen dengan suara
bergetar.
Sedetik kemudian dia tersenyum nanar dengan bibir bergetar Shireen meremas dadanya sendiri.
dia benar-benar terlihat kacau dan hancur sampai di kepalanya sekarang semuanya buyar.
"M-mengapa?" lirih Shireen bersitatap dalam dengan Edwald yang segera membuang
pandangan ke arah lain. Kedua tangannya mengepal menahan gejolak perasaan di dadanya.
"Mengapa KAU MELAKUKAN INI?? APA SALAHKU, HAA?? APAA??" teriak Shireen dengan
Kakinya tak kuat menopang tubuhnya lagi hingga Shireen terduduk di lantai masih meremas
Seketika ruangan ini menjadi pilu akan tangisan Shireen yang benar-benar seperti kehilangan
nyawanya.
"K..kau.. Kau mengapa? Hiks. Kau mengapa?" lirih Shireen seperti masih tak percaya jika ini
terjadi. Ketakutan terbesarnya semenjak tadi siang terbukti dan itu sangat menyakitinya.
Melihat Edwald yang membisu tak mau memandang Shireen yang tengah menderita karena
"Sayang! Kau tak ingin menjelaskan tentang misi balas dendam mu, hm?"
"Kimmy!!" geram Cooper yang melihat arah pintu. Cooper tahu ini akan terjadi tetapi melihat
Edwald yang seperti menahan sesuatu dan menghindari pandangan Shireen, dia jadi tak mau
memperburuk.
"Edwald sama sekali tak mencintaimu, Shireen!! Dia menikahimu karena ingin menghancurkan
keluargamu!!"
"Ikut aku!!" Cooper beralih menyeret Kimmy untuk pergi dari ruangan ini.
Kimmy memberontak meneriaki Shireen yang terpaku kosong mendengar semua kalimat yang
Seketika Shireen bertambah syok. Suara Kimmy sudah tak terdengar tetapi makna ucapan
"K-kau-"
"Itu benar!"
Duaarr..
Jantung Shireen hampir saja meledak bahkan matanya melebar terkejut. T..tidak, tidak mungkin
Freya..
"Hm. Aku yang melakukannya!" tegas Edwald tetapi tak menatap Shireen yang mengepal
dengan mulut terkatup rapat segera berdiri dan menarik kerah jaket Edwald kuat.
"AKU SUDAH PERCAYA kepadamu!! Mengapa KAU LAKUKAN INI, HAA?? MENGAPAA? HIKS."
"Kau yang terlalu na'if," jawab Edwald dan itu langsung membongkem dada Shireen yang
seketika melepas cengkramannya ke jaket Edwald.
"K-kau-"
"Kau wanita yang haus akan cinta dan kasih sayang. Kau sendiri yang membuatku mudah
menghancurkan keluargamu," desis Edwald bengis menatap tajam Shireen yang benar-benar
A-apa dia masih orang yang sama? A-apa ini masih suamiku?
Batin Shireen menatap lekat wajah tampan dingin Edwald seakan memastikan apa ini suaminya
atau bukan. tetapi, makin Shireen memandangnya rasa sakit itu naik menjadi-jadi.
"Lihat dirimu, Shireen!" sarkas Edwald masih tetap begitu kejam menjatuhkan luka yang
"Aku sama sekali tak serius dengan pernikahan ini. tetapi, kau seperti wanita yang haus akan
laki- la-"
Plaakkk..
Tamparan keras yang dilayangkan Shireen sampai wajah Edwald tertolak kuat ke arah
samping. Pipinya panas dan merah tetapi tak sebanding perihnya hati Shireen yang merasa
"Kau menunjukkan sifat kasarmu, hm?" Edwald mengusap sudut bibirnya yang berdarah
dengan jempolnya.
Seakan belum puas dengan satu tamparan. Shireen lagi-lagi melakukan hal yang sama dengan
air mata selalu keluar dan mata penuh dengan luka dan kekecewaan.
"Aku- Aku MEMBENCIMUUU!!!" teriak Shireen memukul-mukul dada Edwald bahkan wajah
Untuk sesaat Edwald diam tak menghindari hal itu. tetapi, saat melihat Shireen sudah pucat dan
kacau dia segera menahan kedua lengan wanita malang ini kebelakang tubuhnya sendiri lalu
mengunci pergerakan Shireen agar tak melukai dirinya sendiri.
"Aku membencimuu!!! Hiks, aku membencimu!!" isak Shireen terus berteriak memberontak tetapi
Wajah pria itu berpangku ke bahu Shireen yang sudah sangat lemah bahkan dia tak ada tenaga
"Aku tak peduli dengan kebencian-mu, Sayang!" bisik Edwald tetapi sudah tak lagi indah di
telinga Shireen.
Suara itu lebih seperti pedang yang menusuk ulu hati Shireen yang seperti di sampah selama
ini.
"Terima kasih untuk tubuhmu. Aku menyukainya," imbuh Edwald tanpa rasa bersalah
dia seperti mencampakkan pakaian yang selama ini sudah melindungi tubuhnya tetapi sekarang
Mata Shireen menggigil menatap kecewa, marah dan menahan luka bercampur dengan cinta
"Kau tak perlu mencintaiku. Aku sama sekali tak membutuhkanmu, ISTRIKU!" gumam Edwald
Mata sembap Shireen menatap kepergian Edwald dengan perasaan yang sudah tak hancur tak
berbentuk.
Shireen tertawa kecil membayangkan kata itu. Tatapannya beralih ke jari manisnya di mana ada
Bibir Shireen bergetar dengan isakan mulai tak bisa dia tahan.
"AKU BUKAN ISTRIMUU!!" teriak Shireen melepas cincin itu dan melemparnya ke arah
dia menatap datar benda kecil bulat yang terlempar keluar beriringan dengan kehancuran
Shireen menangis di dalam sana sedangkan dia tersandar ke dinding depan bar. Tak ada wajah
sendu atau menyesal dari wajah datar Edwald yang seperti batu dan tak punya hati.
tetapi, Cooper yang berdiri tak jauh dari Edwald hanya bisa diam, dia tak menyangka jika suasana
Dia kira tangisan Shireen adalah sebuah bukti kemenangan tetapi, hatinya cukup tergores oleh
Steen tak membunuhmu. Biasanya dia selalu menghabisi segalanya tanpa sisa.