Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN DESAIN KONSTRUKSI BAJA I

DOSEN PENGAMPU

Harriad Akbar Syarif, ST., MT.


NIDN. 1001069301

DI SUSUN OLEH:

Erika Desvina
NIM. 2013011

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN

TA. 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN DESAIN KONSTUKSI BAJA I

Disusun Oleh:

Erika Desvina
NIM. 2013011

Mengetahui,

Dosen Pengampu Mata Kuliah Asisten Dosen

Konstruksi Baja I

Harriad Akbar Syarif, ST., MT. Juni Fardika


NIDN. 1001069301 NIM. 1913007
LEMBAR ASISTENSI
DESAIN KONTRUKSI BAJA I

Nama : Erika Desvina


Nim : 2013011
Dosen Pengampu : Harriad Akbar Syarif, ST., MT.

NO HARI/TANGGAL URAIAN PARAF


1. Asistensi soal
2.
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim

Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunia–Nya sehingga saya masih diberi
kesempatan untuk menyelesaikan penulisan laporan akhir yang berjudul
“Desain Konstruksi Baja 1 ” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Konstruksi Baja 1. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga saya sebagai penulis.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Harriad Akbar


Syarif, ST., MT. yang telah memberikan tugas ini sehingga penulis dapat
menambah wawasan dan pengetahuan Konstruksi Baja. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagikan
pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.

Penulis menyadari, laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi
kesempurnaan laporan ini.

Pasir Pengaraian, 17 September

Erika Desvina
NIM. 2013011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rangka batang kuda-kuda baja merupakan salah satu elemen
dari gedung yang berfungsi untuk mendukung beban atap (air hujan,
angin, genteng, reng, dan plafon) termasuk juga berat sendiri kuda-
kuda dan sekaligus memberi bentuk pada atap. Rangka batang terdiri
dari beberapa elemen yang dihubungkan pada titik joint sehingga
membentuk segitiga atau kombinasi segitiga. Dengan
memperhitungkan berat atap, berat rangka batang kuda-kuda dan
penutup atap maka konstruksi kuda-kuda akan berbeda antara satu
dengan yang lain, sehingga setiap susunan rangka batang harus
membentuk satu kesatuan yang kokoh dan mampu memikul beban
yang bekerja tanpa mengalami perubahan baik itu yang terbuat dari
baja maupun kayu, pada tempat-tempat tertentu harus disambung, hal
ini dikarenakan keterbatasan ketersediaan material di pasaran dan juga
berhubungan dengan kemudahan pemasangan di lapangan,
sambungan merupakan suatu hal yang perlu mendapatkan perhatian
serius yang matang karena pada rangka baja dan kayu, elemen-elemen
rangka baja yang disambung tidak bersifat monolit.
Pada umumnya sambungan berfungsi untuk memindahkan gaya-
gaya yang bekerja pada elemen-elemen struktur yang disambung.
Sambungan dibuat karena keterbatasan bahan yang tersedia di pasaran
dan juga untuk memindahkan pemasangan di lapangan serta
kemudahan dalam hal pengangkutan.
Alat-alat sambungan yang biasa digunakan pada konstruksi baja
adalah sambungan dengan paku keling (rivet), sambungan dengan
baut (bolt) dan sambungan dengan las (welding). Jika dibandingkan
ketiga alat sambung ini, maka las alat sambung yang menghasilkan
kekakuan yang paling besar, sedangkan paku keling menghasilkan
sambungan yang lebih kaku jika dibandingkan dengan baut, tetapi
kurang kaku jika dibandingkan dengan las tetapi pada masalah ini
sambungan dengan menggunakan paku keling sudah jarang digunakan
karena kesulitan dalam pemasangan.
Oleh karena itu pada Tugas Besar Desain Konstruksi Baja I ini
perencanaan sambungan akan memakai sambungan baut.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam perencanaan struktur baja, yang paling utama adalah
berfungsi sebagai penopang tekanan atap dan menyalurkan tekanan
bangunan ke struktur lainnya yang ada di bawahnya. Untuk mampu
melayani pembebanan yang terjadi, maka perencanaan harus
dilakukan dengan sebaik mungkin dan harus sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia (SNI 1729-2002) atau (SNI 1729-2015) tentang
Persyaratan Perencaan Struktur Baja. Adapun data-data tugas pada
desain ini yaitu sebagai berikut:
1. Tipe Rangka :B
2. Penutup Atap : Seng
3. Mutu Baja (BJ) : 34 MPa
4. Sambungan : Baut
5. Bentuk Penampang : Kanal
6. Jarak Antar Kuda-Kuda B :7m
7. Jarak Bentang Kuda-Kuda L : 11 m
8. Jumlah Kuda-Kuda (n) : 14 buah
9. Kemiringan Atap (α) : 25 ̊

Hasil yang diminta berupa:


a. Desain dimensi penampang baja yang digunakan: batang tarik dan
batang tekan.
b. Desain sambungan baja pada setiap komponen struktur yang
didesain.
c. Gaya-gaya dalam (Momen, Aksial dan Geser).
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Prinsip Perencanaan Kontruksi Baja


2.1.1 Kriteria Perencanaan Umum
Tujuan dari perencanaan struktur menurut Tata Cara
Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung (SNI 03-
1729-2015) ialah hasil suatu struktur yang stabil, cukup kuat,
mampu layan, awet dan memenuhi tujuan-tujuan lain seperti
ekonomis dan kemudahan pelaksanaan. Perencanaan adalah
suatu proses untuk menghasilkan penyelesaian optimum.
Perencanaan struktur didefinisikan sebagai paduan dari seni
dan ilmu, yang menggabungkan intuitif seorang insinyur
berpengalaman dalam kelakuan struktur dengan pengetahuan
mendalam tentang prinsip statika, dinamika, mekanika bahan
dan analisa struktur, untuk mendapatkan struktur yang
ekonomis dan aman serta sesuai dengan tujuan pembuatannya.
Dalam suatu perencanaan, harus ditetapkan kriteria untuk
menilai tercapai atau tidaknya penyelesaian optimum. Kriteria
yang umum untuk perencanaan struktur bisa berupa :
a. Biaya minimum
b. Berat minium
c. Waktu Konstruksi yang minimum
d. Tenaga kerja minimum
e. Biaya produksi minimum
f. Efisiensi operasi maksimum

2.1.2 Prosedur Perencanaan


Prosedur perencanaan bisa dianggap terdiri atas dua
bagian perencanaan fungsional dan perencanaan kerangka
struktural. Perencanaan fungsional adalah perencanaan untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki.
Perencanaan kerangka struktur adalah tata letak dan
ukuran elemen struktur sehingga beban bekerja (service load)
dapat dipikul denga naman. Garis besar prosedur perencanaan
adalah sebagai berikut :
1. Perancangan. Penetapan fungsi yang harus dipenuhi oleh
struktur. Tetapkan kriteria yang dijadikan sasaran untuk
menentukan optimum atau tidaknya perencanaan yang
dihasilkan.
2. Konfigurasi struktur prarencana. Penataan letak elemen
agar sesuai dengan fungsi dalam langkah 1.
3. Penentuan beban yang harus dipikul.
4. Pemilihan batang prarencana. Berdasarkan keputusan
dalam langkah 1, 2, dan 3, pemilihan ukuran batang
dilakukan untuk memenuhi kriteria obyektif seperti berat
atau biaya terkecil.
5. Analisa struktur untuk menentukan aman atau tidaknya
batang yang dipilih. Termasuk dalam hal ini ialah
pemeriksaan semua faktor kekuatan dan stabilitas untuk
batang serta sambungannya.
6. Melakukan evaluasi hasil rancangan berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan diatas.
7. Apabila hasil evaluasi menunjukkan belum tercapainya
kriteria yang telah ditetapkan, maka harus dilakukan
perancangan ulang (langkah 1 s/d 6).
8. Keputusan akhir. Penentuan optimum atau tidaknya
perencanaan yang telah dilakukan.

2.1.3 Code / Aturan Perencanaan Struktur Baja


code adalah petunjuk penting dan jaring pengaman untuk
memastikan apa yang perlu disiapkan dan harus dikerjakan
oleh insinyur dengan bangunan rancangannya.
Code atau standar desain, untuk struktur baja di Indonesia
adalah mengadopsi penuh code Amerika, yang dikeluarkan
oleh asosiasi profesinya, American Society of Civil
Engineers (ASCE) dan American Institute of Steel
Construction (AISC). Selanjutnya, code atau standar desain di
Indonesia biasa disebut sebagai SNI dan kode nomor serta
tahun keluarnya. Adapun SNI sendiri adalah kependekan dari
Standar Nasional Indonesia.
2.2 Material
Baja yang akan digunakan dalam struktur dapat diklasifikasikan
menjadi baja karbon, baja paduan rendah mutu tinggi dan baja paduan.
Dalam perencanaan struktur baja (SNI 03-1729-2015) menentukan
beberapa sifat mekanik dari material baja yang sama yaitu;
 Modulus Elastisitas (E) = 200.000 Mpa
 Modulus Geser = 80.000 Mpa
 Angka Poisson = 0,30
 Koefisien muai panjang = 12 x 10-6 / ºC
Sedangkan berdasarkan tegangan leleh dan tegangan putus (SNI
03-1729-2015) mengklasifikasikan mutu dari material baja menjadi 5
kelas mutu sebagai berikut:
Tabel Sifat Mekanis Baja Struktural
Tegangan
Tegangan leleh Peregangan
putus
Jenis Baja minimum,fy minimum
minimum,fu
(MPa) (%)
(MPa)

BJ 34 340 210 22
BJ 37 370 240 20
BJ 41 410 250 18
BJ 50 500 290 16
BJ 55 550 410 13

(Sumber : SNI 03-1729-2015)


Dalam perencanaan struktur baja untuk desain ini menggunakan mutu
baja BJ 34 Mpa dengan:
fu = 340 MPa
fy = 210 MPa.
2.3 Kombinasi Pembebanan
Beban merupakan gaya luar yang bekerja pada suatu komponen
struktur. Pembebanan ini merupakan salah satu faktor penentu
perencanaan struktur, dimana apabila beban yang ada melebihi beban
yang direncanakan akan berakibat fatal pada bangunan.
Berdasarkan SNI 1727:2013 tentang beban minimum untuk
perancangan bangunan Gedung dan struktur lain, bangunan Gedung
atau struktur lain yang dirancang berdasarkan material strander atau
spesifikasi tertentu, harus dirancang sesuai dengan kombinasi beban
yang ditetapkan sebagai berikut.
2.3.1 Beban Mati
Beban mati adalah berat seluruh bahan kontruksi
bangunan Gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai,
atap, plafon, tangga, dinding partisi lengkap, finishing, cladding
Gedung dan komponen arsitektural dan struktual lainnya serta
peralatan layan terpasang lain termasuk berat keran. Selain itu,
juga harus diperhatikan berat layan tetap yang digunakan dalam
bangunan Gedung seperti plambing, mekanikal elektrikal, dan
alat pemanas, ventilasi, dan system pengondisian udara.
Beban mati diperoleh dengan memperhitungkan berat
berat sendiri dari material yang dipakai, diantaranya adalah berat
isi beton, berat isi baja, berat atap, dan sebagainya.
2.3.2 Beban Hidup
Beban hidup adalah beban yang diakibatkan oleh
pengguna dan penghuni bangunan Gedung atau struktur lain
yang tidak termasuk beban kontruksi dan beban lingkungan,
seperti beban angin beban hujan, beban gempa, beban banjir,
atau beban mati. Beban hidup tersebut merupakan beban
maksimum yang terjadi akibat penggunaan bangunan Gedung,
dimana nilainya tidak boleh kurang dari beban rerata minimum
yang telah ditetapkan.

Hunian atau Merata psf Terpusat


penggunaan (kN/m2) Lb (kN)
Apartemen (lihat
rumah tinggal)
System lantai akses
Ruang kantor 50 (2.4) 2000 (8.9)
Ruang komputer 100 (4.79) 2000 (8.9)
Gedung persenjataan
150 (7.18)a
dan ruang latihan
Ruang pertemuan
Kursi tetap (terikat
di lantai) 100 (4.79)a
Lobi 100 (4.79)a
Kursi dapat 100 (4.79)a
dipindahkan 100 (4.79)a
Panggung pertemuan 150 (7.18)a
Lantai podium
Balkon dan dek 1.5 kali beban
hidup untuk
daerah yang
dilayani. Tidak
perlu melebihi
100 psf (4.79
KN/m2)
Jalur untuk akses
40 (1.92) 300 (1.33)
pemeliharaan
Koridor 100 (4.79)
Lantai pertama Sama seperti
Lantai lain pelayanan
hunian kecuali
disebutkan lain
Ruang makan dan
100 (4.79)a
restoran
Hunian (lihat rumah
tinggal)
Hunian mesin
elevator (pada
300 (1.33)
daerah 2 in x 2 in.
[50 mm x 50 mm])

Berdasarkan SNI tersebut dapat diketahui bahwa beban


hidup terdistribusi merata minimum dan beban hidup terpusat
minimum nilai berbeda-beda untuk setiap fungsi lantai maupun
bangunan, diantaranya untuk lantai akses ruang kantor, ruang
computer, tangga permanen, garasi, sekolah (ruang kelas,
koridor lantai pertama, koridor diatas lantai pertama), dan
sebagainya. Untuk beberapa kondisi kecuali beban hidup merata
pada atap, semua beban hidup terdistribusi merata minimum
lainnya, Lo, dapat dikurangi sesuai dengan ketentuan yang ada
di SNI 1727:2013 pasal 4.7.2 sampai dengan pasal 4.7.6.

Menurut peraturan baja Indonesia (SNI 03-1729-2015)


pasal 6.2.2 mengenai pembebanan, harus memperhatikan jenis-
jenis kombinasi pembebanan berikut:
a. 1,4 D
b. 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)
c. 1,2 D + 1,6 ( La atau H ) + (γL . L atau 0,8 w)

d. 1,2 D + 1,3 w + γL . L + 0,5 ( La atau H )

e. 1,2 D ± 1,0 E + γL. L


f. 0,9 D ± ( 1,3 w atau 1,0 E )
Dengan :
D = Beban mati yang mengakibatkan oleh berat konstruksi
permanen, termasuk dinding, lantai atap, plafon partisi tetap,
tangga, dan peralatan layan tetap.

L = Beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, tetapi


tidak termasuk beban lingkungan seperti angina, hujan, dan
lain-lain.

La= Beban hidup diatap yang ditimbulkan selama perawatan oleh


pekerja, peralatan dan material.
H = Beban hujan, tidak termasuk genangan air.
W = Beban angin.
E= Beban gempa, dengan : γL = 0,5 : L < 5 Kpa
γL = 1,0 : 1 ≥ 5 Kpa

2.4 Batang Tarik


Batang tarik banyak dijumpai dalam banyak struktur baja,
seperti struktur jembatan, rangka atap, menara transmisi, ikatan angin
dan lain sebagainya. Batang tarik ini sangat efektif dalam memikul
beban. Batang ini dapat terdiri dari profil tunggal ataupun profil-profil
tersusun.
1. Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 10.1 dinyatakan bahwa semua
komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor
sebesar Tu, maka harus memenuhi : Tu < .Tn
2. Dengan Tn adalah tahanan nominal dari penampang yang
ditentukan berdasarkan tiga macam kondisi keruntuhan batang
tarik. Dalam menentukan tahanan nominal suatu batang tarik, harus
diperiksa terhadap tiga macam kondisi keruntuhan yang
menentukan, yaitu:
a. Leleh dari luas penampang gross, di daerah yang jauh dari
sambungan.
b. Fraktur dari luas penampang efektif pada daerah sambungan.
c. Geser blok pada sambungan
L
⅄=
r
dimana :
λ = Angka kelangsingan
- Pada batang tarik utama max 240
- Pada batang tarik sekunder max 230
L = Panjang komponen struktur
r = Jari-jari
2.5 Batang Tekan
Batang tekan merupakan batang dari suatu rangka batang. Gaya
tekan searah panjang batang. Batang tekan yang hanya menerima gaya
tekan secara sentris saja dijumpai pada struktur rangka atap, jembatan,
menara dan struktur lain yang bersifat rangka. Pada struktur rangka
atap dan jembatan umumnya dijumpai pada batang-batang tepi atas,
sedikit pada batang-batang diagonal dan vertikal, lihat gambar berikut.
Batang ini tidak mengalami momen dan gaya lintang, hanya ada gaya
normal tekan yang bekerja sentris, tepat pada garis berat penampang,
oleh karena sifat dari struktur rangka itu sendiri dimana buhul-
buhulnya dapat berotasi sehingga gaya-gaya dalam yang lain seperti
momen dan gaya lintang akan tereduksi dengan sendirinya.

Gambar 1. : Struktur Rangka Atap


Umumnya pada rangka batang, batang tepi atas adalah batang
tekan. Pada struktur baja terdapat 2 macam batang tekan, yaitu:
1. Batang yang merupakan bagian dari suatu rangka batang. Batang
ini dibebani gaya tekan aksial searah panjang batangnya.
Umumnya pada suatu rangka batang maka batang-batang tepi atas
merupakan batang tekan.
2. Kolom merupakan batang tekan tegak yang bekerja untuk
menahan balok-balok loteng, balok lantai dan rangka atap, dan
selanjutnya menyalurkan beban tersebut ke pondasi.
Batang-batang lurus yang mengalami tekanan akibat bekerjanya
gaya-gaya aksial dikenal dengan sebutan kolom. Untuk kolom-kolom
yang pendek ukurannya, kekuatannya ditentukan berdasarkan
kekuatan leleh dari bahannya. Untuk kolom-kolom yang panjang
kekuatannya ditentukan faktor tekuk elastis yang terjadi, sedangkan
untuk kolom-kolom yang ukurannya sedang, kekuatannya ditentukan
oleh faktor tekuk plastis yang terjadi. Sebuah kolom yang sempurna
yaitu kolom yang dibuat dari bahan yang bersifat isotropis, bebas dari
tegangan-tegangan sampingan, dibebani pada pusatnya serta
mempunyai bentuk yang lurus, akan mengalami perpendekan yang
seragam akibat terjadinya regangan tekan yang seragam pada
penampangnya. Kalau beban yang bekerja pada kolom ditambah
besarnya secara berangsur-angsur, maka akan mengakibatkan kolom
mengalami lenturan lateral dan kemudian mengalami keruntuhan
akibat terjadinya lenturan tersebut. Beban yang mengakibatkan
terjadinya lenturan lateral pada kolom disebut beban kritis dan
merupakan beban maksimum yang masih dapat ditahan oleh kolom
dengan aman.
A. Sifat dari Batang Tekan
Keruntuhan batang tekan dapat terjadi dalam 2 kategori, yaitu :
1. Keruntuhan yang diakibatkan terlampauinya tegangan leleh. Hal ini
umumnya terjadi pada batang tekan yang pendek.
2. Keruntuhan yang diakibatkan terjadinya tekuk. Hal ini terjadi pada
batang tekan yang langsing.
Keruntuhan akibat batang tekuk, asalkan tegangannya pada
seluruh penampang masih dalam keadaan elastis maka gaya tekuknya
dihitung menurut rumus Euler.
2
π EI
Pkr =
Lk
Keterangan :
Lk = panjang tekuk
L = panjang batang tekan
K = koefisien panjang tekuk

B. Tekuk Elastis Euler


Pada tekuk elastis, komponen struktur yang dibebani gaya tekan,
masih dalam dalam keadaan elastis, akan melengkung secara
perlahan-lahan, seperti gambar 2. Gaya yang bekerja sentris pada
batang menyebabkan batang tersebut melentur sejauh y, sehingga
terjadi momen lentur tambahan sekunder yang besarnya,
Mx = P . y
Garis lentur diberikan oleh persamaan berikut,
2
d y −Mx P
2
= = .y
dx EI EI

Gambar 2 : batang tekuk Euler


Keterangan :
E = modulus elastisitas baja
I = momen inersia batang
Persamaan diatas adalah persamaan homogen linear orde kedua
(second-order homogeneous linear differential equation) apabila di
integralkan akan menghasilkan persamaan beban kritis yang bekerja
pada batang tekan,
2
π . E.I
Pcr= 2
Lk

Keterangan :
Lk = panjang tekuk batang

Pendekatan Euler di atas hanya terjadi pada batang tekan dalam


kondisi elastis dengan kelangsingan yang besar ( λ > 110, batang
panjang), artinya batang tekan sudah menekuk sebelum tegangan
mencapai leleh. Untuk kelangsingan sedang ( λ < 110, batang sedang )
akan terjadi tekuk inelastis, yaitu pada sebagian penampang sudah
leleh dan untuk batang pendek ( λ < 20) seluruh penampang leleh,
seperti dilukiskan gambar 4 berikut.

Gambar 4 : Kurva panjang batang/kolom versus kekuatan kritis


C. Panjang Tekuk
Panjang tekuk (Lk) batang tekan sangat tergantung kepada jenis
perletakannya, seperti kolom dengan tumpuan jepit dapat mengekang
ujungnya dari berotasi dan translasi, sehingga mampu menahan beban
yang lebih besar dibandingkan tumpuan sendi. Panjang tekuk dihitung
seperti berikut:

Gambar 5 : Garis lentur akibat tekuk berdasarkan jenis perletakan

D. Pengaruh Tegangan Sisa (Residual Stress)


Tegangan sisa (Residual Stress), adalah tegangan yang
tertinggal dalam suatu komponen struktur baja, pada proses
pembuatannya maupun dalam pemakaiannya. Yang dapat diakibatkan
oleh antara lain:
1. Proses pendinginan yang tidak merata setelah profil struktural
dibentuk dengan penggilingan panas.
2. Lenturan atau lendutan dingin selama fabrikasi.
3. Proses pelobangan dan pemotongan selama fabrikasi.
4. Proses pengelasan.
Pada penampang profil sayap lebar (wide flange) atau profil H
yang digiling panas, sayap yang merupakan bagian yang lebih tebal
mendingin lebih lambat daripada daerah badan (web). Ujung sayap
yang lebih terbuka terhadap udara lebih cepat dingin daripada daerah
pertemuan sayap dan badan, ini berakibat ujung-ujung sayap dan
tengah-tengah badan mengalami tegangan residu tekan. Sedangkan
pada daerah pertemuan sayap dan badan mengalami tegangan residu
tarik. Distribusi tegangan residu dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 6 : Pola tegangan residu yang umum pada profil giling

E. Stabilitas Batang Tekan


Tegangan tekan adalah tegangan yang timbul pada suatu batang
akibat mengalami gaya tekan. Sebagaimana diketahui, kalau batang
mengalami tekan, maka ada kemungkinan batang tersebut akan
mengalami perpendekan ataupun tekuk. Semakin besar gaya tekan
yang bekerja pada suatu batang akan mengakibatkan tegangan tekan
yang besar pula. Yang selanjutnya akan mengalami bahaya tekuk.
Karena itu dalam perencanaan batang tekan harus memperhitungkan
faktor tekuk.
Batang tekan harus direncanakan dengan baik sehingga terjamin
tidak ada bahaya tekuk. Keadaan seperti ini dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan:
N
ω ≤σ
A
Keterangan:
N = Gaya tekan pada batang
A = Luas penampang batang
σ = Tegangan dasar baja
ω = Faktor tekuk yang tergantung dari kelangsingan dan
macam bajanya. ( λ )
Untuk memperoleh harga ω , dapat dilihat dari tabel 2, 3, 4, dan
5 yang tersedia di PPBBI bab 4. Dan untuk harga λ yang berada
diantara harga-harga yang tercantum dalam tabel tersebut, harga ω
dapat dihitung dengan interpolasi linier. Harga ω dapat ditentukan
dengan persamaan berikut

λ g=π
√ E
0 , 7 σl
λ
λ s=
λg
Untuk : λ s=≤ 0,163 → maka ω = 1
1 , 41
Untuk : 0,183 < λ s<1 → maka ω =
1,593−λ s
Untuk : λ ≥ 1 → maka ω = 2,281 λ s
Sedangkan kelangsingan λ pada batang – batang dapat dihitung
dengan persamaan berikut:
Lk
λ=
i

Keterangan : Lk = Panjang tekuk batang


i = Jari-jari kelembaman
2.6 Rangka Kuda-Kuda dan Gording
Kontruksi kuda-kuda ialah suatu susunan rangka batang yang
berfungsi untuk mendukung beban atap termasuk juga beratnya
sendiri dan memberikan bentuk pada atap. Kuda-kuda merupakan
penyangga utama pada struktur atap. Struktur kuda-kuda merupakan
struktur yang termasuk klasifikasi struktur framework (truss).
Umumnya kuda-kuda terbuat dari kayu, bambu, baja, dan beton
bertulang.
Kuda-kuda kayu digunakan sebagai pendukung atap dengan
bentang maksimal sekitar 12 m. Kuda-kuda bambu pada umumnya
mampu mendukung beban atap sampai dengan 10 meter. Sedangkan
kuda-kuda baja sebagai pendukung atap, dengan sistem frame work
atau lengkung dapat mendukung beban atap sampai dengan bentang
75 meter, seperti pada hanggar pesawat, stadion olah raga, bangunan
pabrik, dan lain-lain. Kuda-kuda dari beton bertulang dapat digunakan
pada atap dengan bentang sekitar 10 hingga 12 meter. Pada kuda-kuda
dari baja atau kayu diperlukan ikatan angin untuk memperkaku
struktur kuda-kuda pada arah horizontal.
Pada dasarnya konstruksi kuda-kuda terdiri dari rangkaian
batang yang selalu membentuk segitiga. Dengan mempertimbangkan
berat atap serta bahan dan bentuk penutupnya, maka konstruksi kuda-
kuda satu sama lain akan berbeda, tetapi setiap susunan rangka batang
harus merupakan satu kesatuan bentuk yang kokoh yang nantinya
mampu memikul beban yang bekerja tanpa mengalami perubahan.
Kuda-kuda diletakkan di atas dua tembok selaku tumpuannya.
Perlu diperhatikan bahwa tembok diusahakan tidak menerima gaya
horizontal maupun momen, karena tembok hanya mampu menerima
beban vertikal saja. Kuda-kuda diperhitungkan mampu mendukung
beban-beban atap dalam satu luasan atap tertentu. Beban-beban yang
dihitung adalah beban mati (yaitu berat penutup atap, reng, usuk,
gording, kuda-kuda) dan beban hidup (angin, air hujan, orang pada
saat memasang/memperbaiki atap).
2.6.1 Dasar kontruksi kuda-kuda
Ide dasar untuk mendapatkan bentuk kontruksi kuda-kuda
seperti urutan gambar dibawah ini.

a) Akibat adanya beban maka titik pertemuan kedua kaki


kuda-kuda bagian atas (P) mengalami perubahan letak yaitu
turun ke P’, sehingga kaki kuda- kuda menekan kedua
tembok ke arah samping. Bila tembok tidak kokoh maka
tembok akan roboh.
b) Untuk mencegah agar kaki kuda-kuda tidak bergerak ke
samping perlu dipasang balok horizontal, balok tersebut
bekerja untuk menahan kedua ujung bawah balok kaki
kuda-kuda. Batang horizontal tersebut dinamakan balok
tarik (AB).

c) Karena bentangan menahan beban yang bekerja dan beban


berat sendiri kuda-kuda, maka batang tarik AB akan
melentur. Titik P bergerak turun ke titik P’, dengan adanya
pelenturan, tembok seolah-olah ke dalam.
d) Untuk mengatasi adanya penurunan pada batang tarik
di ujung atas kaki kuda-kuda dipasangi tiang dan
ujung bawah tiang menggantung tengah-tengah
batang tarik AB yang disebut tiang gantung.

e) Semakin besar beban yang bekerja dan bentangan yang


panjang, sehingga kaki kuda-kuda yang miring mengalami
pelenturan. Dengan adanya pelenturan pada kaki kuda-kuda
maka bidang atap akan kelihatan cekung kedalam, ini tidak
boleh terjadi.
f) Untuk mencegah pelenturan pada kaki kuda-kuda perlu
dipasangi batang sokong/skoor dimana ujung bawah skoor
memancang pada bagian bawah tiang gantung ujung atas
skoor menopang bagian tengah kuda-kuda. Dengan
demikian pelenturan dapat dicegah.
g) Pada bangunan-bangunan yang berukuran besar,
kemungkinan konstruksi kuda-kuda melentur pada
bidangnya karena kurang begitu kaku. Untuk itu perlu
diperkuat dengan dua batang kayu horizontal yang
diletakkan kirakira ditengah-tengah tinggi tiang gantung.

2.6.2 Batang-Batang Kontuksi Kuda-Kuda


Keterangan:
a. Balok tarik;
b. Balok kunci;
c. Kaki kuda-kuda;
d. Tiang gantung;
e. Batang sokong;
f. Balok gapit;
g. Balok bubungan;
h. Balok gording;
i. Balok tembok.

2.6.3 Tipe kuda-kuda


a. Tipe pratt

Gambar. Kuda-Kuda Tipe Pratt


b. Tipe Howe

Gambar. Kuda-Kuda Tipe Howe

c. Tipe fink

Gambar. Kuda-Kuda Tipe Fink

d. Tipe Bowstring

Gambar. Kuda-Kuda Tipe Bowstring

e. Tipe sawtooth

Gambar. Kuda-kuda tipe sawtooth

f. Tipe waren

Gambar. Kuda-Kuda Tipe Waren


2.6.4 Gording

Gording membagi bentangan atap dalam jarak-jarak yang


lebih kecil pada proyeksi horisontal. Gording meneruskan
beban dari penutup atap, reng, usuk, orang, beban angin, beban
air hujan pada titik-titik buhul kuda-kuda. Gording berada di
atas kuda-kuda, biasanya tegak lurus dengan arah kuda-kuda.
Gording menjadi tempat ikatan bagi usuk, dan posisi gording
harus disesuaikan dengan panjang usuk yang tersedia. Gording
harus berada di atas titik buhul kuda-kuda, sehingga bentuk
kuda-kuda juga harus disesuaikan dengan panjang usuk yang
tersedia. Gording terbuat dari kayu, baja profil canal atau profil
WF. Pada gording dari baja, gording satu dengan lainnya akan
dihubungkan dengan sagrod untuk memperkuat dan mencegah
dari terjadinya pergerakan. Posisi sagrod diletakkan
sedemikian rupa sehingga mengurangi momen maksimal yang
terjadi pada gording. Gording kayu biasanya memiliki dimensi;
panjang maksimal 4 m, tinggi 12 cm dan lebar 10 cm. Jarak
antar gording kayu sekitar 1,5 s.d. 2,5 m.

Gording dari baja profil canal (Iight lip channel) umumnya


akan mempunyai dimensi; panjang satu batang sekitar 6 atau
12 meter, tinggi antara 10 s.d. 12 cm dan tebal sekitar 2,5 mm.
Profil WF akan memiliki panjang 6 s.d. 12 meter, dengan
tinggi sekitar 10 s.d. 12 cm dan tebal sekitar 0,5 cm. Pada
pertemuan sudut atap terdapat batang baja atau kayu atau
framework yang disebut jurai. Sagrod adalah batang besi bulat
terbuat dari tulangan polos dengan kedua ujungnya memiliki
ulir dan baut sehingga pososi bisa digeser (diperpanjang /
diperpendek).
2.6 Sambungan Rangka Kuda-Kuda

Sambungan baut umumnya terbuat dari baja lunak (milk steel)


dengan kepala berbentuk hexagonal, square, dome atau flat.

Ukuran diameter baut berkekuatan tinggi berkisar ½” sampai


dengan 1 ½” khusus baut A449 sampai dengan 3”. Ukuran baut yang
sering digunakan pada struktur bangunan adalah ¾” dan 7/8”,
sedangkan untuk struktur jembatan 7/8” sampai dengan 1”. Baut
kekuatan tinggi dikencangkan untuk menimbulkan tegangan tarik
yang ditetapkan pada baut sehingga terjadi gaya jepit (clamping force)
pada sambungan. Oleh karena itu beban kerja sesungguhnya dipikul
oleh gaya gesekan antara pelat atau batang yang disambung. Gaya ini
disebut Proof Load.
Sesuai dengan cara bekerjanya baut maka baut dibedakan dalam
dua type yaitu tipe friksi (friction type) dan tipe tumpu (bearing type).
1. Baut tipe friksi (friction type)
Pada baut tipe friksi (friction type), kekuatan baut
didapat dari gesekan (friction) yang terjadi antar pelat atau
batang yang disambung. Baut tipe ini sering dikenal dengan
istilah slip-critical connections, yaitu baut yang mengandalkan
kekuatan slip antara permukaan batang yang disambung. Agar
baut tipe ini bekerja maka diperlukan suatu alat yang dapat
mengencangkan baut atau memberikan momen torsi pada baut
sedemikian hingga baut mengalami prategang tarik.
Kuat geser nominal satu baut dalam sambungan tipe
friksi yang ditentukan sebagai berikut :
R𝑛 = 1,13 . f. m . 𝑚 . 𝑇𝑏
Dengan:
m = 0,35 koefisien gesek untuk bidang kontak dalam keadaan
bersih.
m = jumlah bidang geser.
Tb = gaya tarik baut minimum (proof load).
f = 0,85 untuk lubang selot pendek dan lubang besar.
f = 0,70 untuk lubang selot panjang tegak lurus arah kerja
gaya.
f = 0,60 untuk lubang selot panjang sejajar arah kerja gaya.

2. Baut tipe tumpu (bearing type)


Pada baut tipe tumpu (bearing tipe), kekuatan baut didapat
dari adanya gaya tumpu pada bidang kontak antara baut dan pelat
yang disambung, atau kemampuan menahan geseran pada
penampang baut. Pada baut tipe tumpu, keruntuhan sambungan
dapat terjadi karena keruntuhan geser pada baut atau keruntuhan
tumpu pada elemen yang disambung seperti plat/batang.
Kuat geser nominal yang diberikan oleh satu buah baut yang
mengalami geser pada penampangnya adalah :
Rn = 𝑚 . 𝑟1 . 𝑓u𝑏. 𝐴𝑏
Dengan:
𝑚 = jumlah bidang geser.
𝑟1 = 0,5 untuk bidang geser baut tak berulir.
= 0,4 untuk bidang geser baut berulir.
𝑓u𝑏= kuat tarik putus baut (MPa).
𝐴𝑏 = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir (mm2).
BAB III
PERHITUNGAN GAYA-GAYA RANGKA BATANG

3.1 Perhitungan Panjang Batang Rangka Atap

a. Batang bawah
b1 = 2 m b4 = 2 m
b2 = 2 m b5 = 2 m
b3 = 3 m b6 = 2 m

b. Batang atas
a₀ = 1,103 m
a1 = 2,207 m a4 = 1,655 m
a2 = 2,207 m a5 = 2,207 m
a3 = 1,655 m a6 = 2,207 m

c. Batang diagonal
c1 = 2,207 m c3 = 2,971 m
c2 = 2,971 m c4 = 2,207 m

d. Batang vertikal
d1 = 0,933 m d3 = 1,865 m
d2 = 1,865 m d4 = 0,933 m
3.2 Pembebanan Kuda-Kuda
A. Beban Mati
1. Berat Sendiri Kuda-Kuda

Asumsi dimensi profil baja yang digunakan :


 Untuk batang atas, batang bawah, diagonal, dan vertikal menggunakan
profil baja kanal 75.40.5.7 dengan berat persatuan panjang = 6,92
kg/m

Berat batang (w) = berat persatuan × panjang batang


- Berat batang a0
6,92 kg/m × 1,103 m = 7,63 Kg
- Berat batang atas
 a1 = a2 = a5 = a6 = 6,92 kg/m × 2,207 m = 15,27 Kg
 a3 = a4 = 6,92 kg/m × 1,655 m = 11,45 Kg
- Berat batang bawah
 b1 = b2 = b4 = b5 = 6,92 kg/m × 2 m = 13,84 Kg
 b3 = 6,92 kg/m × 3 m = 20,76 Kg
- Berat batang diagonal
 c1 = c4 = 6,92 kg/m × 2,207 m = 15,27 Kg
 c2 = c₃ = 6,92 kg/m × 2,971 m = 20,56 Kg
- Berat batang vertical
 d1 = d4 = 6,92 kg/m × 0,933 m = 6,46 Kg
 d2 = d₃ = 6,92 kg/m × 1,865 m = 12,91 Kg
Berat Titik (P)

- Berat titik buhul 1 dan 6

P₁ = ½ (berat batang b1+ a1) + (berat batang a0)

= ½ (13,84 + 15,27) + (7,63) = 22,185 kg

- Berat titik buhul 2 dan 5

P2 = ½ (berat batang b1 + b2 + d1)


= ½ (13,84 + 13,84 + 6,46)
= 17,07 kg

- Berat titik buhul 3 dan 4

P₃ = ½ (berat batang b2 + b₃ + c₁ + c2 + d2)

= ½ (13,84 + 20,76 +15,27 + 20,56 + 12,91)


= 41,67 kg
- Berat titik buhul 7 dan 11

P4 = ½ (berat batang a1 + a2 + c₁ + d1)

= ½ (15,27 + 15,27 + 15,27 + 6,46)


= 26,135 kg

- Berat titik buhul 8 dan 10

P5 = ½ (berat batang a2 + a3 + d2)

= ½ (15,27 + 11,45 + 12,91)


= 19,815 kg

- Berat titik buhul 9

P6 = ½ (berat batang a3 + a4 + c2 + c3)

= ½ (12,91 + 12,91 + 20,56 + 20,56)


= 33,47 kg
P9 = 33,47

P8 = 19,815 P10 = 19,815

P7 = 26,135 P11 = 26,135

P6 = 22,185
P1 = 22,185

P2 = 17,07 P3 = 41,67 P4 = 41,67 P5 = 17,07

 Berat Gording
11
 L = 11 m, di dapat jarak antar batang = =¿ 0,85 m
13
0 , 85
 Sehingga jarak antar gording = = 0,94 m
cos 25 °
 Berat gording sendiri 6,92 kg/m

 Berat Penutup Atap


 Beban penutup atap seng = 10 kg/m2
 Berat penutup atap seng
= Jarak gording x beban penutup atap
= 0,94 m x 10 kg/m2
= 9,4 kg/m

 qDL = berat penutup atap + berat gording sendiri


= 9,4 kg/m + 6,92 kg/m
= 16,32 kg/m
 Berat Langit-Langit Penggantung
Berdasarkan SNI (2019) penggantung langit-langit
memiliki berat 18 kg/m2, dimana untuk beban penggantung
langit-langit bekerja pada setiap buhul batang bawah.
P6 = 18 kg/m²
P1 = 18 kg/m²

P2 = 18 kg/m² P3 = 18 kg/m² P4 = 18 kg/m² P5 = 18 kg/m²

3.2.2 Beban Hidup


3.2.2.1 Beban Air Hujan
Beban air hujan = 0

3.2.2.2 Beban Pekerja dan Peralatan


Beban pekerja pada tiap-tiap buhul menurut SNI 2019 adalah
sebesar 100 kg. Pada desain ini untuk rangka kuda-kuda, beban
pekerja dan peralatan diterima oleh titik 1, 11, 10, 9, 8, dan 7.
P1 = 100 kg

P1 = 100 kg P1 = 100 kg

P1 = 100 kg
P1 = 100 kg

P1 = 100 kg
P1 = 100 kg

3.2.3 Beban Angin


Beban angin = 0

Beban-beban yang diperhitungkan dalam rangka


Tabel 3.2.1 Tabel Beban Mati pada Rangka 1-11

Beban Mati (D)


Titik Berat Berat
Berat Berat
Buhul Sendiri Langit- Total Beban
Gording Beban
Kuda-Kuda Langit Mati (kg)
(kg) Atap
(kg) (kg)
P1 22,165 18 6,92 9,4 56,485
P2 17,07 18 0 0 35,07
P3 41,67 18 0 0 59,67
P4 41,67 18 0 0 59,67
P5 17,07 18 0 0 35,07
P6 22,165 18 6,92 9,4 56,485
P7 26,135 0 6,92 9,4 42,455
P8 19,815 0 6,92 9,4 36,135
P9 33,47 0 6,92 9,4 49,79
P10 19,815 0 6,92 9,4 36,135
P11 26,135 0 6,92 9,4 42,455

Tabel 3.2.2 Tabel Beban Hidup pada Rangka 1-11


Beban Hidup (L)
Titik
Buhul Beban pekerja dan
Peralatan (kg)

P1 100
P2 0
P3 0
P4 0
P5 0
P6 100
P7 100
P8 100
P9 100
P10 100
P11 100
Tabel 3.2.3 Kombinasi Pembebanan pada Rangka 1-11

Kombinasi Pembebanan
Kombinasi 1 Kombinasi 2
Beban Maks
1,4D 1,2D + 1,6L
79,59 228,22 228,22
49,098 42,084 49,098
83,538 71,604 83,538
83,538 71,604 83,538
49,098 42,084 49,098
79,59 228,22 228,22
59,437 210,946 210,946
50,589 203.362 203.362
69,706 219,748 219,748
50,589 203,362 203,362
59,437 210,946 210,946

Contoh perhitungan kombinasi pembebanan


Beban pada rangka 1
Titik buhul P1
Total Beban Mati (D) = 56,485 kg
Beban Hidup (L) = 100 kg
Beban pekerja (La) =0
a) Kombinasi 1 (1,4.D)
1,4 x (56,485) = 79,59 kg
b) Kombinasi 2 (1,2D + 1,6L)
(1,2 x 56,485) + (1.6 x 100) = 228,22 kg
3.3 Gaya-Gaya Rangka Batang

TABLE: Element Forces - Frames


Frame Station OutputCase CaseType P V2 V3 T M2 M3 FrameElem ElemStation
Text mm Text Text Kgf Kgf Kgf Kgf-mm Kgf-mm Kgf-mm Text mm
1 1500 KOMBINASI 1 Combination 997,42 2,12 -2,25 105,55 -181,38 4435,23 1-1 1500
1 0 KOMBINASI 2 Combination 1703,17 -12,61 -1,93 90,56 -3053,33 -2770,16 1-1 0
2 1500 KOMBINASI 1 Combination 999,87 7,45 0,42 4,48 34,5 370,92 2-1 1500
2 0 KOMBINASI 2 Combination 1706,49 -3,79 0,36 3,83 570,42 4187,49 2-1 0
3 1000 KOMBINASI 1 Combination 630,41 -4,7 -0,00214 0,0053 -38,77 3298,94 3-1 1000
3 0 KOMBINASI 2 Combination 1087,01 -12,08 -0,0016 -0,01286 -34,71 -4726 3-1 0
4 1000 KOMBINASI 1 Combination 630,41 9,4 -0,00214 0,0053 -35,56 -224,16 4-1 1000
4 0 KOMBINASI 2 Combination 1087,01 -0,00012 -0,0016 -0,01286 -32,3 4333,94 4-1 0
5 1500 KOMBINASI 1 Combination 999,89 1,95 -0,56 -4,74 569 3121,91 5-1 1500
5 0 KOMBINASI 2 Combination 1706,54 -12,32 -0,48 -4,08 -232,95 -4338,32 5-1 0
6 1500 KOMBINASI 1 Combination 997,42 7,27 2,57 -130,87 -2781,61 1859,26 6-1 1500
BAB IV
PERENCANAAN DIMENSI

4.1 Data Perencanaan


Berdasarkan soal, digunakan baja dengan mutu BJ 34 dengan
spesifikasinya sebagai berikut :
1) Fu = 340 MPa
2) Fy = 210 MPa
3) E = 200.000 MPa
4) G = 8000 MPa
5) N = 0,3
4.2 Perencanaan struktur kuda-kuda
4.2.1 Batang Atas
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa batang atas
merupakan batang tekan dengan gaya maksimum 1706,54 kg. Untuk
perencanaan, dipakai asumsi baja profil kanal. Data profil:
H = 75 h = H-2 (tf+r) = 47 mm
B = 40 rx = 29,3 mm
tw = 5 ry = 11,9 mm
tf = 7 Ag = 88,18 mm
r =7 L = 2.207 mm
Karena panjang batang tekuk tumpuan rol-rol, k = 1 syarat
kelangsingan
K.L
λ= SNI 03-1729-2019
r
a. Cek kelangsingan fleng
b 250 40 250
≤ = ≤ =2,857 ≤ 17,252
2tf √ fy 2 ×7 √ 210
b. Cek kelangsingan web
h 665 47 665
≤ = ≤ =9 , 4 ≤ 45,889
tw √ fy 5 √ 210

c. Cek tekanan tekan nominal


 kelangsingan terhadap sumbu x
K . L 1× 2.207
λc= = =75,324
rx 29 , 3

λcx=
λc
π √ fy 75,324
E
=
π √ 210
200.000
=0 ,78

λcx=0 ,25> λc< 1, 2

1 , 43
w= =1,327
1 ,6−0 , 67 ( λcx )

fy 210
Nn= Ag =88 , 18 × =13954,635 N=13,9546 KN
w 1,327

∅ Nn=0 , 85 ×13,9546=11,861 KN

Nv=1703 ,17 kg=170,317=17 ,03

Nv ≤ ∅ Nn=… ok

 Kelangsingan terhadap sumbu y


k . L 1 ×2.207
λy= = =185,462
ry 11, 9

λcy=
λy
π √ fy 185,462
E
=
π √210
200000
=1,913

λcy=0 ,25> λc< 1, 2

1 , 43
w= =4,493
1 ,6−0 , 67 ( λcy )

fy 210
Nn= Ag . =88 , 18× =4121,478 N =4,122 KN
w 4,493

ɸNn=0 , 85 × 4,122 KN =3,504 KN

Nv=1706 , 54 kg=170,654 N =17 , 07 KN

Nv ≤ ɸ Nn… ok

Untuk batang atas dapat digunakan baja profil kanal 75.40.5.7.


untuk memikul beban tekan sebesar 17,07 KN.
4.2.2 Batang Bawah
Gaya maksimum pada batang bawah adalah 1706,49kg. Perencanaan
menggunakan profil baja kanal. Data profil:
H = 75 h = H-2 (tf+r) = 47 mm
B = 40 rx = 29,3 mm
tw = 5 ry = 11,9 mm
tf = 7 Ag = 88,18 mm
r =7 L = 2000 mm
k .l
Syarat kelangsingan struktur tarik = λ= < 240 : k=1 karena
r
perletakan rol-rol.
1 x 2 000
λx= =6 8,259<240 … o k
29,3

1 x 2 000
λy= =168,067< 240 … o k
11,9

cek tahanan nominal


a. Kondisi leleh
∅ Tn= ∅ Ag . fy=0 , 9 × 88 ,18 ×210=16.666 , 02 KN

Tu=1706 , 49 kg=17,0649 KN

Tu ≤ ∅ Tn … ok

b. Cek kondisi fraktur


An≤ 0 , 85 Ag

An=0 , 85 ×88 , 18=74,953 mm2

U = 0,75 karena menggunakan sambungan baut

Ae = U . An = 0,75 x 74,953 = 56,215 mm2

ɸTn = ɸAe . fu = 0,75 x 56,215 x 340 = 14.334,825 KN

Tu = 17,0649 KN

ɸTn = 14.334,825 KN

Tu ≤ ɸTn...ok
Maka untuk batang bawah, dapat digunakan baja profil kanal
75.40.5.7. untuk memikul beban 17,0649 KN.

4.2.3 Perencanaan Batang Diagonal


Dari hasil perhitungan diketahui bahwa batang diagonal merupakan
batang tekan dengan gaya maksimum 1703,17 kg. Untuk perencanaan,
dipakai asumsi baja profil kanal. Data profil:
H = 75 h = H-2 (tf+r) = 47 mm
B = 40 rx = 29,3 mm
tw = 5 ry = 11,9 mm
tf = 7 Ag = 88,18 mm
r =7 L = 2971 mm
a. Cek kelangsingan flens
B 250 40 250
≤ = ≤ =2,857 ≤17 , 25 … OK
2tf √ fy 2 x 7 √210
b. Cek kelangsingan web
H 665 75 665
≤ = ≤ =15 ≤ 45 , 89 … OK
tw √ fy 5 √ 210
K . L 1 x 2971
λx= = =¿101,399
rx 29 , 3

λcx=
λx
π √ fy 101,399
E
=
3 , 14
210

200.000
=¿1,046

c. Cek tahanan tekan nominal


 kelangsingan terhadap sumbu x
K . L 1 x 2971
λx= = =¿101,399
rx 29 , 3

λcx=
λx
π √ fy 101,399
E
=
3 , 14 √
210
200000
=¿1,046

λcx=¿0,25 ¿ƛc ¿ 1 ,2
1 , 43
w= =1 , 59
1 ,6−0 , 67(1,046)
fy 210
∅ Nn=Ag =88 ,18 x =¿11.646,415 N
w 1 , 59
= 11,646 KN
∅ Nn=0 , 85 x 11,646=9,899 KN
Nu = 1703,17 kg = 170,317 N = 17,03 KN
Nu ¿ ∅ Nn=… OK
 kelangsingan terhadap sumbu y
K . L 2971
λ y= = =¿ 249,664
ry 11, 9

λcy=
λy
π √ fy 249,664
E
=
3 , 14√ 210
200.000
=¿2,58

λcy=¿0,25 ¿ƛc ¿ 1 ,2
1 , 43
wy= =0,596
1 , 6−0 , 67 (2 ,58)
fy 210
Nn= Ag =88 , 18 x =¿ 31.070,134 N = 31,07 KN
wy 0,596
∅ Nn=0 , 85 x 31 , 07=¿ 26,41KN
Nu = 17,03 KN
Nu ≤ ∅ Nn=…OK
Maka untuk bentang diagonal, dapat digunakan baja profil Kanal
75.40.5.7 untuk memikul beban sebesar 17,41 KN.

4.2.4 Perencanaan Batang Vertikal


Dari hasil perhitungan diketahui bahwa batang vertikal merupakan
batang tarik dengan gaya maksimum 1087,01 Kg. Untuk perencanaan,
dipakai asumsi baja profil kanal. Data profil:
H = 75 h = H-2 (tf+r) = 47 mm
B = 40 rx = 29,3 mm
tw = 5 ry = 11,9 mm
tf = 7 Ag = 88,18 mm
r =7 L = 1865 mm
a. Cek kelangsingan flens
B 250 40 250
≤ = ≤ =2,857 ≤17,252 … … … OK
2tf √ fy 2 x 7 √ 210

b. Cek kelangsingan web


H 665 75 665
≤ = ≤ =15 ≤ 45,889 … … …OK
tw √ fy 5 √210
c. Cek tahanan tekan nominal
 kelangsingan terhadap sumbu x
K . L 1 x 1865
λx= = =¿63,65
rx 29 , 3

λcx=
λx
π √ =

fy 6 3 , 65 210
E 3 , 14 200.000
=¿0,657

λcx=¿0,25 ¿ƛc ¿ 1 ,2
1 , 43
wx= =1 , 23
1 ,6−0 , 67(0 , 657)
fy 210
Nn= Ag =88 , 18 x =15.055 , 12 N
wx 1, 23
= 15,055 KN
∅ Nn=0 , 85 x 15,055=¿12,797 KN
Nu = 1087,01 kg = 10,870 KN
Nu ¿ ∅ Nn=… OK

 kelangsingan terhadap sumbu y


K . L 1865
λ y= = =¿ 156,72
ry 11, 9

λcy=
λy
π √ E
=

fy 156 , 72 210
3 , 14 200.000
=¿1,6

λcy=¿0,25 ¿ƛc ¿ 1 ,2
1 , 43
wy= =2,708
1 , 6−0 , 67 (1 ,6)
fy 210
Nn= Ag =88 , 18 x =¿6.838,18 N = 6,838 KN
wy 2,708
∅ Nn=0 , 85 x 6,838=¿5,812 KN
Nu = 10,870 KN
Nu ≤ ∅ Nn=…OK
Maka untuk bentang vertikal, dapat digunakan baja profil kanal
75.40.5.7 untuk memikul beban sebesar 1087,01 kg.
BAB V

PERENCANAAN SAMBUNGAN

5.1 Sambungan Kuda-Kuda

Untuk sambungan rangka atap, direncanakan sambungan dengan asumsi :


Tebal plat (tp) = 7 mm
Jumlah bidang geser = 1
Digunakan baut :
 Tanpa ulir dibidang geser .r1. = 0,5
 Diameter baut (db) = 22 mm
 Kuat tarik baut (fub) = 825 (A325)
 Jumlah baris baut = 2 baris

Tahanan geser baut:


1
Rn = m . r1 . fub . Ab Ab = . π . 222
4
= 1 . 0,5 . 825 . 380,13 = 380,13
= 15,68 Ton
∅ Rn = 0,75 x 15,68 = 11,76 Ton

Tahanan tarik baut:


Rn = 0,75 . fub . Ab
=0,75 . 825 . 380,13
=23,52 Ton
∅ Tn = 0,75 x 23,52 = 17,641 Ton

Tahanan nominal baut:


Rn = 2,4 . db . Tp . fu
= 2,4 . 22 . 7 . 340
= 12,566 Ton
∅ Rn = 0,75 x 12,566 = 9,4248Ton
Maka tahanan geser yang menentukan ∅ Rn = 9,43Ton
Pemasangan baut

s1
s1
s1

s
Syarat 3 db < s < 15 tp

1,5 db < s1 (4 tp + 100) atau 200 mm

3 db = 3 x 22 = 66 mm
15 tp = 15 x 7 = 105 mm
1,5 db = 1,5 x 22 = 33 mm
4 tp + 100 =4x7 = 128 mm

Maka 66 < s1 < 105 mm


33 < s1 < 128 mm

5.2 Perencanaan Sambungan Kuda-Kuda :


a) Sambungan 1
Tn = 0,0166 Ton
Tn 0,0166
N baut = = = 0,0014  2
∅ Rn 11 ,76
baut
b) Sambungan 2
Tn = 0,013 Ton
Tn 0,013
N baut = = = 0,0011  2
∅ Rn 11,76
baut

c) Sambungan 3
Tn = 1,941 Ton
Tn 1,941
N baut = = = 0,165  2
∅ Rn 11,76
baut

d) Sambungan 4
Tn = 0,031 Ton
Tn 0,031
N baut = = = 0,0027  2
∅ Rn 11,76
baut

e) Sambungan 5
Tn = 0,015 Ton
Tn 0,015
N baut = = = 0,0013  2
∅ Rn 11,76
baut

f) Sambungan 6
Tn = 0,025 Ton
Tn 0,025
N baut = = = 0,0021  2
∅ Rn 11,76
baut
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada bab-bab
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pada perencanaan rangka
kuda-kuda atap pada desain konstruksi baja 1 ini menggunakan profil:
Batang atas = kanal 75.40.5.7
Batang bawah = kanal 75.40.5.7
Batang diagonal = kanal 75.40.5.7
Batang vertikal = kanal 75.40.5.7
Untuk menyambung antar batang pada konstruksi atap ini
menggunakan sambungan baut.

6.2 Saran
Dalam suatu perencanaan rangka kuda-kuda atap dengan
menggunakan profil baja, sebaiknya menggunakan profil yang kuat dan
ekonomis agar memenuhi syarat desain yang aman, nyaman dan ekonomis.
DAFTAR PUSTAKA

https://123dok.com/article/prinsip-prinsip-perencanaan-konstruksi-
baja-kriteria-umum-perencanaan.y4xx68rz

https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=hI4TEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=material+st
ruktur+baja&ots=qZDJrPghcK&sig=m9CS4pd--
7bBPNNjyYPkIeeC9kI&redir_esc=y#v=onepage&q=material
%20struktur%20baja&f=false

http://zacoeb.lecture.ub.ac.id/files/2014/10/3-Batang-Tarik.pdf

https://www.academia.edu/31492527/Konstruksi_Kuda_Kuda

https://docplayer.info/32022360-Perencanaan-struktur-baja.html
http://e-journal.uajy.ac.id/10520/3/2TS11006.pdf
http://repository.polimdo.ac.id/517/1/Boby%20Senggasi%20full.pdf
LAMPIRAN
Beban hidup

Beban mati

Acxial force
Beban

Beban

Momen 3-3

Anda mungkin juga menyukai