Anda di halaman 1dari 11

PENAMPILAN GURU DALAM PROSES BELAJAR

PENDIDIKAN JASMANI

MAKALAH

DISUSUN OLEH:

RAKA AULIA MAS

2018870065

POR B
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Guru adalah orang yang berwenang dan bertanggungjawab untuk


membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun klasik
disekolah maupun diluar sekolah.

Setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi


yang mereka miliki. Kepribadian merupakan suatu masalah yang abstrak, hanya
dapat dilihat lewat penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan dalam
menghadapi setiap persoalan.
Kepribadian sesungguhnya adalah abstrak (ma’nawi), sukar dilihat atau
diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya
dalam segi dan aspek kehidupan (Darajat dalam Djamarah, 2000 : 39). Oleh
karena itu seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan suatu gambaran dari
kepribadian orang itu asal dilakukan secara sadar.
Dalam perbuatan yang baik sering dikatakan bahwa seseorang itu
mempunyai kepribadian yang baik atau berakhlak mulia. Sebaliknya bila
seseorang melakukan suatu sikap dan perbuatan yang tidak baik menurut
pandangan masyarakat, maka dikatakan bahwa orang itu tidak mempunyai
kepribadian yang baik atau mempunyai akhlak yang tidak mulia. Oleh karena itu
masalah kepribadian adalah suatu hal yang sangat menentukan tinggi rendahnya
kewibawaan seorang guru dalam pandangan anak didik dan masyarakat.
Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia. Karena di samping guru
berperan sebagai pembimbing dan pembantu, guru juga berperan sebagai anutan.
Kepribadian yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina
yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur
bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil
(tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa
(tingkat menengah). Oleh karena itu setiap guru harus memahami bagaimana
karakteristik (ciri khas) kepribadian dirinya yang diperlukan sebagai anutan
para siswanya.
Secara konstutidisional, guru hendaknya berkepribadian Pancasila dan UUD 1945
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, di samping ia harus
memiliki klasifikasi keahlian (keahlian yang diperlukan) sebagai tenaga pengajar
(pasal 28 ayat 12 UUSPN/1989). Namun begitu, seseorang yang berstatus guru
tidak selamanya dapat menjaga wibawa dan citra sebagai guru di mata anak didik
dan masyarakat. Ternyata masih ada sebagian guru yang mencemarkan wibawa
dan citra guru. Sebagai teladan, guru memiliki kepribadian yang dapat dijadikan
profil dan idola, seluruh kehidupannya adalah figur yang paripurna, mengurangi
kewibawaannya dan kharisma pun secara perlahan lebur dari jati diri. Karena itu
kepribadian merupakan masalah yang sangat sensitif. Jadi pernyataan kata dan
perbuatan dituntut dari guru, bukan lagi perkataan dengan perbuatan, ibarat
pepatah, pepat di luar runcing di dalam.
Guru adalah mitra anak didik dalam kebaikan guru yang baik, anak didik
pun menjadi baik. Karena kemuliaan guru, berbagai gelar disandangnya. Guru
adalah pahlawan tanpa pamrih, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan ilmu,
pahlawan kebaikan, pahlawan pendidikan, pembangun manusia. Itulah atribut
yang pas untuk guru yang diberikan oleh mereka-mereka pengagum figur guru.
Guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang anak didik (Djamarah,
1977: 42). Gurulah yang memberikan santapan jiwa dan ilmu, pendidikan akhlak,
dan membenarkannya, maka menghormati guru berarti menghormati anak didik
kita, menghargai guru berarti penghargaan terhadap anak-anak kita, dengan guru
itulah mereka hidup dan berkembang.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, rumusan masalah yang didapat untuk
makalah ini adalah bagaimana cara berpenampilan seorang guru dalam proses
belajar pendidikan jasmani?
BAB II
CARA BERPAKAIAN YANG PANTAS BAGI SEORANG GURU

A. Pakaian
Pakaian adalah kebutuhan pokok manusia selain makanan dan tempat
berteduh/tempat tinggal (rumah). Manusia membutuhkan pakaian untuk
melindungi dan menutup dirinya. Namun seiring dengan perkembangan
kehidupan manusia, pakaian juga digunakan sebagai simbol status, jabatan,
ataupun kedudukan seseorang yang memakainya. Perkembangan dan jenis-jenis
pakaian tergantung pada adat-istiadat, kebiasaan, dan budaya yang memiliki ciri
khas masing-masing.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Mobile 1.1.3 dikatakan bahwa
pakaian ialah sesuatu barang yang dipakai. Al-Quran paling tidak menggunakan
tiga istilah untuk pakaian yaitu, libas, tsiyab, dan sarabil. Libas pada mulanya
berarti penutup apa pun yang ditutup. Fungsi pakaian sebagai penutup amat jelas.
Tetapi, perlu dicatat bahwa ini tidak harus berarti "menutup aurat", karena cincin
yang menutup sebagian jari juga disebut libas, dan pemakainya ditunjuk dengan
menggunakan akar katanya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pakaian adalah segala sesuatu
yang dikenakan untuk menutupi aurat (bagian tubuh tertentu).
Pada awalnya, manusia memanfaatkan kulit pepohonan dan kulit hewan
sebagai bahan pakaian, kemudian memanfaatkan benang yang dipintal dari kapas,
bulu domba serta sutera yang kemudian dijadikan kain sebagai bahan pakaian.
Kini dikenal berbagai macam jenis jenis kain diantaranya sutera, wol, tetoron,
mori, dan lain-lain.
Sebagai makhluk yang berakal dan beradab, manusia dituntut untuk dapat
menutupi bagian tubuhnya dengan berpakaian secara pantas, dan sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat. Selain berfungsi menutup tubuh, pakaian juga
dapat merupakan pernyataan lambang status seseorang dalam masyarakat. Sebab
berpakaian ternyata merupakan perwujudan dari sifat dasar
manusia yang mempunyai rasa malu sehingga berusaha selalu menutupi
tubuhnya. Oleh karena itu, betapapun sederhana bentuknya tapi usaha untuk
menutupi tubuh itu masih ada.
Misalnya, orang Irian Jaya yang memakai koteka untuk laki-laki dan sali
lokal untuk perempuannya. Busana tersebut hanya menutupi bagian-bagian
tertentu dari tubuh yang dianggap vital. Namun, bangsa yang menganggap diri
mereka berbudaya pun sering tak segan-segan untuk menanggalkan busana
mereka. Semakin minim, semakin seksi, dianggap menjadi semakin menarik.
Itulah akibat jika berpakaian hanya berdasarkan budaya masyarakat dan mengikuti
mode saja.
Dalam ajaran Islam, pakaian bukan semata-mata masalah budaya dan
mode. Islam menetapkan batasan-batasan tertentu untuk laki-laki maupun
perempuan. Khusus untuk muslimah, memiliki pakaian khusus yang
menunjukkan jatidirinya sebagai seorang muslimah. Bila pakaian adat umumnya
bersifat lokal, maka pakaian muslimah bersifat universal. Dalam arti dapat dipakai
oleh muslimah di manapun ia berada.
Masalah yang paling sering menimbulkan salah paham adalah anggapan
kebanyakan orang menjadikan seragam pesantren tradisional sebagai mode busana
muslimah. Sehingga terkesan busana muslimah itu kampungan, ketinggalan
zaman, tidak modern, out of date, dan sebagainya. Padahal, Islam tidak
mengharuskan muslimah mengenakan mode seperti itu. Islam hanya memberikan
batasan-batasan yang harus ditutupi, sedangkan modenya terserah kepada selera
masing-masing pemakai.

Yang penting harus diperhatikan beberapa kriteria yang dapat dijadikan


standar mode busana muslimah, yakni

1. Pakaian harus menutup aurat.


2. Tekstil yang dijadikan bahan busana tidak tipis atau transparan (tembus-
pandang). Karena kain yang demikian akan memperlihatkan bayangan
kulit secara remang-remang.
3. Modelnya tidak ketat.
4. Sesuai dengan jenis kelamin (tidak menyerupai lawan jenis).
5. Bahannya, juga modelnya tidak terlalu mewah, berlebihan atau menyolok
mata, dengan warna aneh-aneh hingga menarik perhatian orang. Apalagi
jika menimbulkan rasa sombong.
Begitu hebatnya pengaruh budaya dan mode dalam berpakaian, membuat
manusia lupa memahami hakekat dari fungsi adanya pakaian. Dalam hal ini Islam
memberikan perhatian yang besar terhadap fungsi berpakaian. Menurut ajaran
Islam, - sebagaimana dijelaskan oleh Allah di dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl :
81 dan Surat Al-A’raaf : 26, pakaian itu mempunyai tiga fungsi utama yaitu :
1. Sebagai penutup aurat.
2. Sebagai perhiasan. Maksudnya adalah sebagai perhiasan untuk
memperindah penampilan dihadapan Allah dan sesama manusia. Sebagai
perhiasan, seseorang bebas merancang dan membuat bentuk atau mode
serta warna pakaian yang dianggap indah, menarik, serta menyenangkan,
selama tidak melanggar batas-batas yang telah ditentukan.
3. Sebagai pelindung tubuh dari hal-hal yang merusak, seperti panas, dingin,
angin kencang, sengatan matahari dan sebagainya.
Dalam kehidupan sosial, pakaian menjadi salah satu tolak ukur derajat
seseorang. Dari caranya berpakaianlah seseorang pertama kali dinilai. Pakaian
yang pantas dan sopan, tentu mencerminkan kebaikan dan kesantunan si pemakai
pakaian tersebut. Sebaliknya, pakaian yang terbuka, seronok, atau semrawutan,
seperti kaos dan celana ketat, rok mini, jean’s belel, tentu mencerminkan betapa
semrawutnya si pemakai pakaian tersebut.

B. Guru

UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 1


menyebutkan ” Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah”.
Sedangkan pada pasal 7 ayat 1 disebutkan” Profesi guru merupakan bidang pekerjaan
khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:

(a) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;


(b) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia;
(c) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang tugas;
(d) . memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang
tugas.

Dengan demikian, kriteria guru ideal yang diamanatkan oleh undang-


undang tersebut adalah:
1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia.
3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai
dengan bidang tugas.
4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.

Lain lagi dengan tanggapan para siswa tentang bagaimana guru yang ideal
dalam perspektif mereka. Kriteria guru ideal dalam perspektif siswa, di antaranya:
\

1. Dapat berperan sebagai orang tua yang senantiasa memperhatikan anak


didiknya, dan menghormati mereka dengan panggilan yang enak, serta
hafal nama panggilan setiap anak didiknya.
2. Dapat berperan sebagai teman belajar yang senantiasa menempatkan diri
pada posisi “peserta belajar” dengan tidak bersikap menggurui, sehingga
anak didik akan dapat termotivasi untuk bersaing dalam menyelesaikan
setiap masalahnya dalam proses pembelajaran.
3. Dapat berperan sebagai teman bergaul yang memposisikan diri sebagai
sahabat “sebaya” yang sikap dan gaya bahasanya akrab dengan
lingkungan seusia anak didik, serta dapat memberikan suasana santai yang penuh
inovasi dalam lingkungan pembelajaran di kelas. Dalam sudut pandang penulis,
selain berbagai pendapat di atas, terdapat beberapa kriteria lainnya yang harus
dimiliki seorang guru dalam kegiatan belajar
di kelas, antara lain:

1. Dalam segi penampilan, guru harus berpakaian rapi, sopan, dan enak
dipandang, serta tidak tampil berlebihan. Guru juga harus dapat
menampilkan sikap dan menggunakan gaya bahasa yang sesuai dengan
lingkungan kelas tempat ia melakukan proses pembelajaran.

2. Dalam segi administrasi, guru harus menguasai berbagai administrasi


kependidikan yang digunakannya dalam proses belajar. Guru harus
menguasai kurikulum serta memiliki perencanaan dalam setiap kegiatan
pembelajarannya. Guru juga harus selalu membekali diri dengan perangkat
administrasi yang digunakan sebagai indikator perkembangan
siswa di kelas, seperti daftar hadir dan daftar nilai, pada setiap
pertemuannya.
3. Dalam segi organisasi, guru harus mampu memposisikan diri sebagai
leader yang membawa anak didiknya ke dalam dunia pembelajaran. Guru
juga harus mampu berperan sebagai motivator dan fasilitator bagi anak
didiknya.

4. Dalam hal teknik pengajaran, guru harus menjadi gudang inovasi dalam
menciptakan metode dan model-model pembelajaran yang unik, menarik,
dan sesuai dengan perkembangan jaman serta kondisi
lingkungan pengajarannya.

Berperan sebagai guru mengandung tantangan, karena di satu pihak guru


harus ramah, sabar, menunjukkan pengertian, memberikan kepercayaan dan
menciptakan suasana aman; di lain pihak guru harus memberikan tugas,
mendorong siswa untuk berusaha mencapai tujuan. Mengadakan koreksi, menegur
dan menilai. Sebelum proses belajar mengajar dimulai, guru harus
sudah memiliki kemampuan dan kerelaan untuk memaklumi alam pikiran dan
perasaan siswa; dia harus bersedia untuk menerima siswa seadanya. Tetapi,
sekaligus, guru bersikap mendekati siswa secara kritis, karena siswa tidak dapat
dibiarkan dalam keadaannya yang sekarang. Ada kemampuan-kemampuan yang
belum dimiliki siswa dan mereka harus dibantu untuk memperolehnya, bahkan
ada kekurangan dalam bersikap dan cara bertindak siswa yang harus diperbaiki.
Kepribadian guru seolah-olah terbelah menjadi dua bagian: di satu pihak bersikap
empatik, di lain pihak bersikap kritis; di satu pihak menerima, di lain pihak
menolak.
Menjadi seorang guru memang bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah.
Sebab, ia berhadapan dengan obyek hidup, yakni para siswa (generasi). Bila
terjadi kesalahan dalam mendidik, maka akan mengakibatkan terlahirnya generasi
yang salah didik. Hal itu tentu tidak dapat diganti walau dengan uang dalam
jumlah besar. Berbeda dengan pekerjaan lainnya yang berhadapan dengan obyek
mati. Mekanik mobil contohnya, bila terjadi kesalahan dalam pekerjaannya, maka
yang rusak adalah mobil itu, yang sudah barang tentu dapat diganti dengan
sejumlah uang.

Untuk itu, sebelum memberanikan diri berprofesi sebagai guru, seseorang


harus benar-benar dapat memahami dan menghayati kualifikasi guru ideal yang
pada gilirannya harus dapat dipenuhi dengan baik agar tugas, fungsi, dan tujuan
dia sebagai seorang pengajar dan pendidik dapat terpenuhi secara efektif

Untuk mejadi seorang guru yang ideal di lingkungan kelas, guru perlu
terus meningkatkan kualitas dirinya secara berkesinambungan dan up to date.
Berbagai inovasi dan pembaharuan harus mampu diciptakan agar keberadaan guru
dapat menjadi sangat berarti bagi motivasi dan prestasi belajar siswa di kelas.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan
Dalam pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa guru,
sebagai suri tauladan bagi segenap siswanya, serta sebagai tokoh yang sangat
dihargai dan paling disorot di lingkungan masyarakat, harus mampu menjaga
dirinya, terutama dalam cara berpakaian.
Penampilan seorang guru, baik di kelas maupun dalam kehidupan sehari-
harinya, akan mengundang berbagai penilaian dan asumsi dari semrang yang
melihatnya. Karena itu, seorang guru harus mampu menciptakan kesan dan
asumsi yang baik demi kebaikan diri dan masa depan bangsanya.
Berpakaian yang rapi, santun, dan sesuai dengan norma agama tentu
akan membuat manusia hidup lebih nyaman, tanpa harus terganggu oleh rasa malu
(yang sudah menjadi fitrah manusia) dan berbagai penilaian orang lain.

B. Saran
Berdasarkan pembahasan di atas, penulis menyarankan kepada semua
pihak, terutama guru, dan bahkan para calon guru, untuk dapat membiasakan
berpakaian yang rapi dan santun demi kebaikan diri dan lingkungannya. Jangan
sampai seorang guru memberikan teladan yang tidak baik bagi lingkungannya.
REFERENSI

Achmad, Mk. Peranan Guru dalam Menentukan Masa Depan Siswa


http://one.indoskripsi.com/ 3 September 2009.

Corner, Diaz. Fungsi Pakaian dalam Ajaran Islam. http://diaz2000.multiply.com/


journal/item/52/Fungsi_Pakaian_dalam_Ajaran_Islam, diposting 29 April
2007.
Republik Indonesia, UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Shihab, Quraish. Wawasan Alqur’an – Pakaian. http://media.isnet.org/islam/


Quraish/Wawasan/Pakaian1.html, diakses 1 Januari 2010.

Wikipedia Indonesia. Pakaian. http://id.wikipedia.org/wiki/Pakaian, diakses 1


Januari 2010.
Yuku. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia; Mobile 1.1.3. Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai