Anda di halaman 1dari 14

ATMOSFER

A. Sifat Fisik Atmosfer


Atmosfer berasal dari kata atmos yang berarti uap dan sphaira yang berarti lapisan. Jadi,
atmosfer adalah lapisan udara yang mengelilingi Bumi. Ketebalan atmosfer yang mengelilingi Bumi
diperkirakan lebih dari 1.000 km. Beberapa gas utama yang terdapat pada lapisan atmosfer adalah
nitrogen/N2 (78,088%), oksigen/O2 (20,049%), argon/Ar (0,930%), dan karbon dioksida/CO2
(0,030%).

1. Lapisan-Lapisan Atmosfer
a. Lapisan Troposfer
Lapisan troposfer di daerah kutub memiliki ketebalan 0–8 km, di daerah khatulistiwa memiliki
ketebalan 0–16 km, dan di daerah lintang tinggi memiliki ketebalan kurang dari 12 km. Pada lapisan
ini terjadi proses-proses cuaca dan iklim yang dapat diamati, seperti hujan, angin, dan awan. Setiap
kenaikan ketinggian 100 m, kondisi suhu mengalami penurunan sekitar 0,6°C. Penurunan suhu ini
sering disebut dengan gradien geothermis. Antara lapisan troposfer dan stratosfer dibatasi oleh
lapisan tropopause.
b. Lapisan Stratosfer
Lapisan stratosfer memiliki ketebalan antara 15–55 km. Pada lapisan ini terdapat lapisan ozon yang
terbentuk pada ketinggian 20 km. Ozon diproduksi saat radiasi sinar ultraviolet gelombang pendek
memanaskan molekul oksigen. Akibatnya, molekul oksigen (O2) terpecah menjadi dua atom oksigen.
Selanjutnya, satu atom oksigen bergabung dengan molekul oksigen lain membentuk ozon (O3).
Lapisan ozon berfungsi menyerap radiasi sinar ultraviolet sehingga melindungi Bumi dari bahaya
radiasi sinar ultraviolet (UV) matahari. Antara lapisan stratosfer dan mesosfer terdapat lapisan
stratopause.
c. Lapisan Mesosfer
Lapisan mesosfer terletak pada ketinggian 55–80 km di atas permukaan laut. Batu-batu meteorit
yang bergerak menembus atmosfer saat melewati lapisan mesosfer diimpit oleh massa udara dingin
sehingga terbakar hancur sebelum menyentuh permukaan Bumi. Lapisan ini dapat disebut sebagai
lapisan pelindung Bumi terhadap benturan benda atau batu meteor. Pada lapisan mesosfer terdapat
lapisan D
yang bermuatan listrik pada ketinggian 70 km. Hal ini menyebabkan sering terjadinya fenomena
awan pijar yang berasal dari uap air atau debu meteor. Antara lapisan mesosfer dengan termosfer
terdapat lapisan mesopause.
d. Lapisan Termosfer
Lapisan termosfer disebut juga lapisan ionosfer karena terjadi proses ionisasi gas-gas oleh radiasi
matahari. Lapisan ini terletak pada ketinggian 85–500 km. Pada lapisan termosfer, gelombang radio
dipantulkan sehingga gelombang radio pendek yang dipancarkan dari suatu tempat dapat diterima
di belahan Bumi yang lain. Lapisan peralihan antara termosfer dan eksosfer disebut lapisan
termopause.
e. Lapisan Eksosfer
Lapisan eksosfer merupakan lapisan terluar. Gas utama yang ada, yaitu hidrogen yang kerapatannya
makin tipis sampai hampir habis di luar angkasa. Pada lapisan ini terdapat fenomena zodiakal dan
gegenschein yang merupakan pantulan sinar matahari oleh debu meteorit yang terdapat di angkasa.

2. Manfaat Lapisan Atmosfer


Lapisan atmosfer memiliki beberapa manfaat bagi kehidupan.
a. Melindungi Bumi dari radiasi sinar matahari yang sangat berbahaya bagi kehidupan.
b. Melindungi Bumi dari jatuhnya benda-benda angkasa yang akan memasuki Bumi.
c. Untuk kepentingan penelitian di bidang meteorologi dan klimatologi, khususnya prakiraan cuaca,
baik jangka panjang maupun jangka pendek.
d. Cuaca sangat penting di bidang pertanian, perhubungan, pelayaran, penerbangan, dan lain
sebagainya.
e. Lapisan ionosfer memiliki peranan yang penting dalam proses komunikasi karena dapat
memantulkan gelombang radio.

B. Cuaca dan Iklim


Cuaca dan iklim merupakan istilah yang sangat sering kita dengar. Banyak aktivitas manusia yang
terkait dengan iklim dan cuaca. Dalam bidang pertanian, pemilihan jenis tanaman sangat terkait
dengan cuaca dan iklim.
1. Pengertian Cuaca dan Iklim
Cuaca dan iklim merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling terkait. Hal yang
menjadi parameter pada cuaca akan menjadi parameter juga pada iklim.
a. Cuaca
Cuaca adalah kondisi udara pada saat tertentu, di wilayah yang relatif sempit serta pada jangka
waktu yang relatif singkat. Dari pengertian ini menunjukkan bahwa cuaca terbentuk dari gabungan
unsure cuaca dengan jangka waktu bisa hanya beberapa jam. Contohnya cuaca pada pukul 06.00 di
Jakarta berbeda dengan cuaca pada pukul 13.00 di daerah puncak. Suhu udara pada pukul 13.00 di
Jakarta lebih
tinggi daripada pukul 13.00 di daerah puncak, dan sebagainya.

b. Iklim
Iklim adalah cuaca rata-rata tahunan pada wilayah yang lebih luas. Untuk menentukan keadaan
iklim suatu wilayah, biasanya dengan menghitung rata-rata cuaca selama 30–100 tahun.
Perbedaan antara cuaca dan iklim dapat kamu lihat pada tabel berikut.

Cuaca Iklim
• Rentang waktunya • Rentang waktunya
pendek (hari/jam). panjang (30–100 tahun).
• Cakupan daerahnya sempit. • Cakupan daerahnya luas.
• Sangat cepat berubah. • Jarang sekali berubah.

2. Unsur-Unsur Cuaca
Penyinaran matahari mempunyai peranan dalam pembentukan cuaca karena merupakan energi panas
yang menimbulkan perubahan suhu, tekanan, dan kelembapan udara di muka Bumi.
Ada beberapa unsur laiyang ikut berperan dalam unsur cuaca. Antara unsur yang satu dengan yang
lain saling berkait, saling memengaruhi, saling ketergantungan, dan membentuk kerja gabungan.
Unsur-unsur tersebut sebagai berikut.
a. Suhu Udara
Suhu udara merupakan ukuran untuk menyatakan keadaan panas atau dinginnya udara. Suhu udara
diukur dengan alat termometer. Hasil pengukuran dapat dinyatakan dalam 3 skala, yaitu Celcius (C),
Reamur (R), dan Fahrenheit (F). Persebaran suhu udara di permukaan Bumi berbeda-beda.
Karakteristik
persebaran suhu udara sebagai berikut.
1) Persebaran Secara Horizontal
Suhu udara tertinggi terdapat di daerah tropis atau sekitar ekuator, semakin ke kutub semakin
dingin.
2) Persebaran Secara Vertikal
Semakin tinggi suatu tempat, suhu udara semakin dingin atau semakin rendah. Hal ini sesuai dengan
hukum gradien geothermis, yaitu setiap kenaikan 100 meter suhu berkurang rata-rata 0,6°C.
Pada udara kering besar gradien geothermis sebesar 1°C. Pada lapisan atmosfer tertentu hukum ini
tidak berlaku.
Persebaran suhu baik vertikal maupun horizontal tidak terjadi dengan sendirinya
Persebaran tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut.

1) Lama Penyinaran Matahari


Wilayah Indonesia terletak pada lintang 23°LU – 23°LS. Letak ini menyebabkan lama penyinaran
matahari di wilayah ini lebih kurang 12 jam. Penyinaran matahari yang panjang akan memengaruhi
peningkatan suhu di permukaan Bumi.

2) Sudut Datang Sinar Matahari


Bentuk muka Bumi yang melengkung atau membulat menyebabkan sudut datang penyinaran
matahari tidak sama. Apabila arah sinar matahari semakin tegak dengan bidang horizontal
permukaan
Bumi atau semakin kecil sudut datangnya, intensitas penyinaran matahari semakin tinggi. Besarnya
sudut ini berkaitan dengan letak lintang. Amatilah gambar berikut agar kamu dapat mengetahui
persebaran panas berdasarkan sudut datang penyinaran.

3) Relief Permukaan Bumi


Berdasarkan relief, persebaran suhu mempunyai dua tipe, yaitu berdasarkan ketinggian dan arah
hadap lereng. Semakin tinggi relief akan semakin rendah suhunya. Selain itu, relief yang
menghadap ke arah datangnya sinar matahari akan mempunyai suhu yang lebih tinggi daripada
lereng yang tidak berhadapan langsung dengan sinar matahari.

4) Banyak Sedikitnya Awan


Awan pada lapisan udara dapat menahan sinar matahari sebelum sampai di permukaan Bumi. Pada
pagi hari awan dapat menyebabkan temperatur rendah. Akan tetapi, pada siang hari menyebabkan
temperatur tinggi karena awan dapat memantulkan kembali panas yang dipancarkan oleh permukaan
Bumi. Semakin banyak uap air, semakin besar panas yang diserap, akibatnya temperature menjadi
tinggi.

5) Macam Bentang Alam


Daratan akan lebih cepat panas atau dingin dibandingkan dengan lautan yang lebih lambat menjadi
panas atau dingin.

Energi sinar Matahari sebagian digunakan untuk memanaskan atmosfer. Pemanasan atmosfer dapat
secara langsung atau tidak langsung.
1) Pemanasan Langsung
Di dalam atmosfer terkandung uap air, debu, asam arang, dan zat asam. Zat-zat tersebut
berfungsi menyerap panas sinar matahari. Jadi, sebelum sampai di permukaan Bumi, panas sinar
matahari sebagian sudah diserap atau diabsorpsi zat-zat tersebut.

2) Pemanasan Tidak Langsung


Sinar Matahari setelah melewati atmosfer, panasnya sebagian diserap oleh Bumi. Akibatnya,
permukaan Bumi juga menjadi panas. Permukaan Bumi memengaruhi panas atmosfer bagian bawah.
Pemanasan udara di dekat permukaan Bumi melalui beberapa cara sebagai berikut.
1. Konveksi adalah proses pemanasan udara secara vertikal karena adanya gerakan udara secara
vertikal, sehingga udara di atas yang belum panas akan menjadi panas karena pengaruh udara di
bawahnya yang
sudah panas.
2. Adveksi adalah proses pemanasan udara secara horizontal karena adanya gerakan udara secara
horizontal, sehingga daerah lain menjadi panas.
3. Turbulensi adalah aliran udara yang arahnya tidak beraturan. Gerakan udara panas berputar-
putar, simpang siur, dan tidak beraturan, sehingga daerah lain ikut menjadi panas.
4. Konduksi adalah pemanasan udara secara bersinggungan. Udara dingin yang bersinggungan
dengan udara panas di bawahnya akan ikut menjadi panas. Demikian seterusnya terjadi hambatan
panas sampai udara teratas, sehingga udara menjadi panas semua.

Suhu udara dapat diukur secara harian, bulanan, dan tahunan.


1) Suhu Harian
Suhu udara harian dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Rentang Suhu Harian (Diurnal)
Ini menunjukkan selisih suhu maksimum dan suhu minimum pada hari tertentu. Contoh,
pada termometer six menunjukkan suhu maksimum 36° C dan suhu minimum 20° C.
Berarti, rentang suhu harian (diurnal) = (36 – 20)° C = 16° C.
b) Suhu Harian Rata-rata (SHR)
Suhu harian rata-rata dapat dihitung dengan dua cara.
(1) Suhu maksimum dan minimum rata-rata selama 24 jam:
SHR = (Suhu maksimum + Suhu minimum) / 2

Contoh:
Suhu maksimum = 36° C dan suhu minimum = 20° C
SHR = (20 C + 36 C ) / 2
= 28° C
c. Suhu Udara pada Ketinggian Tempat Tertentu

Bagaimana menentukan suhu udara suatu tempat berdasarkan ketinggiannya? Penentuan suhu udara
suatu tempat dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut.
1) Jika hanya diketahui ketinggian suatu tempat.
T = Suhu udara yang dicari (°C).

26,3 = (suhu udara rata-rata di daerah pantai tropis).


0,6 = Konstanta.
h = Tinggi tempat dalam ratusan meter.

Contoh soal:
Berapa suhu udara di daerah A, jika mempunyai ketinggian 1.500 m dari permukaan laut?
Jawab:
T = 26,3 – 0,6 (1500)
= 26,3 – 9
= 17,3°C
Jadi, suhu udara di daerah A adalah 17,3°C.

2) Jika diketahui ketinggian dua tempat, yang satu diketahui suhu udaranya dan yang satu
tidak.

∆T = 0,006 (X1 – X2) × 1°C


∆T = Selisih suhu udara antara tempat 1 dengan tempat 2 (°C).
X1 = Ketinggian tempat yang diketahui suhu udaranya (m).
X2 = Ketinggian tempat yang dicari suhu udaranya (m).

Contoh soal:
Kota A memiliki ketinggian 50 m di atas permukaan laut. Rata-rata suhu udara di kota A adalah
28°C. Berapakah rata-rata suhu udara kota B yang memiliki ketinggian 260 m di atas permukaan
laut?
Jawab:
∆T = 0,006 (50 – 260) × 1°C
= –1,26°C
Jadi, suhu udara kota B = 28°C – 1,26°C
= 26,74°C

b. Tekanan Udara
Seperti halnya tanah dan air, udara juga mempunyai berat dan tekanan. Tekanan udara merupakan
tenaga yang digunakan untuk menggerakkan massa udara dalam setiap satuan luas tetentu. Daerah
yang menerima panas matahari, udaranya akan mengembang dan naik dengan tekanan udara rendah.
Daerah yang mempunyai suhu udara rendah maka tekanan udaranya tinggi. Gerakan udara akan
terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah kemudian terjadilah
angin. Alat untuk mengukur tekanan udara disebut barometer
.
c.Angin
Angin dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti berlayar, menggerakkan kincir, dan
mengeringkan jemuran. Tetapi, jika angin memiliki kecepatan tinggi, maka tiupan bisa
memorakporandakan daerah yang dilaluinya. Angin bertiup dari daerah yang bertekanan tinggi ke
daerah yang bertekanan rendah. Hal-hal yang berkaitan dengan angin antara lain kecepatan, arah,
dan system angin.

a. Kecepatan Angin
Kecepatan angin yang bertiup dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1) Gradien Barometris
Perbedaan tekanan udara antara dua tempat akan menghasilkan angin. Semakin besar perbedaan
tekanan udara, maka angin yang bertiup pun akan semakin kencang atau kuat.
Sebagaimana yang dirumuskan dalam hukum Stevenson.
Menurut Stevenson kekuatan angin yang bertiup berbanding lurus dengan gradien barometernya.
Semakin besar gradient barometernya, semakin kuat angin yang bertiup. Gradien barometer adalah
perbedaan tekanan udara antara dua isobar pada tiap jarak lurus 15 meridian atau 111 km.
Contoh soal:
Diketahui dua isobar X dan Y. Isobar X mempunyai tekanan udara 1.450 mb (milibar) dan
isobar Y mempunyai tekanan udara 1.150 mb. Jika jarak X dan Y adalah 600 km, berapakah
gradien barometernya?
Jawab:
Perbedaan tekanan X dan Y = 1.450 – 1.150 = 300 mb.
Jadi, gradien barometernya =( 300 : 111 ) / 600 = 55,5 mb.

2) Relief Permukaan Bumi


Relief yang tidak rata menjadi penghambat bagi aliran atau tiupan angin. Gambar 7.10
menunjukkan aliran angin di daerah dataran dan perbukitan. Di daerah perbukitan aliran
angin terhambat bukit-bukit, sehingga bertiup dengan kecepatan lebih lambat dibanding di
daerah dataran.
3) Ketinggian Tempat
Gambar 7.11 memperlihatkan A berdiri di tengah rumah-rumah yang padat, sedangkan B
berdiri di atas puncak gedung bertingkat. Tiupan angin yang dirasakan oleh A lebih lambat
daripada yang dirasakan oleh B? Mengapa?
4) Letak Lintang
Letak lintang berkaitan dengan posisi Matahari. Di daerah lintang rendah banyak
mendapatkan sinar Matahari, sehingga lebih panas dibandingkan di daerah lintang tinggi.
Dan sebaliknya, di daerah lintang tinggi lebih sedikit mendapatkan sinar Matahari sehingga suhu
udaranya pun lebih dingin dibanding daerah lintang rendah. Perbedaan panas ini menimbulkan
sistem angin utama di Bumi. Selain itu, atmosfer juga ikut berotasi dengan Bumi. Molekul-molekul
udara bergerak ke arah timur sesuai arah rotasi Bumi. Gerakan ini disebut gerakan linier. Bentuk
Bumi yang bulat menyebabkan kecepatan linier tertinggi di daerah ekuator (letak lintang rendah)
dan makin kecil ke arah kutub (letak lintang tinggi).
5) Panjang Siang dan Malam
Bila dirasakan, kecepatan angin pada waktu siang dan malam berbeda. Angin bertiup
lebih cepat siang hari dibanding malam hari. Panjang siang dan malam pada beberapa daerah tidak
sama sehingga menyebabkan tekanan udara maksimum dan minimum berubah-ubah. Akibatnya, arah
aliran udara tidak tetap atau tidak menentu.
b. Arah Angin
Angin bertiup dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Hanya saja angin yang
bertiup tidak mengalir lurus, tetapi mengalami pembelokan arah akibat pengaruh rotasi Bumi.
Pembelokan juga dialami angin yang bertiup menuju khatulistiwa. Seperti yang diungkapkan dalam
Hukum Buys Ballot, angin bertiup dari daerah bertekanan maksimum ke daerah bertekanan
minimum. Di daerah selatan khatulistiwa angin berbelok ke arah kiri dan di utara khatulistiwa
berbelok ke arah kanan.
c. Sistem Angin
Berdasarkan gerakan dan sifatnya, angin dapat dibedakan menjadi:
1) Angin Pasat dan Angin Antipasat
Angin pasat terdiri atas angin pasat tenggara yang bertiup di belahan Bumi selatan dan angin pasat
timur laut yang bertiup di belahan Bumi utara. Angin pasat bertiup tetap sepanjang tahun dari
daerah subtropik menuju daerah ekuator (khatulistiwa). Angin antipasat adalah nama lain dari
angin barat, yang merupakan kebalikan dari angin pasat.
Angin di atas khatulistiwa yang mengalir ke daerah kutub dan turun di daerah maksimum subtropik.
Angin ini disebut angin antipasat. Di belahan Bumi utara disebut angin antipasat barat daya dan di
belahan Bumi selatan disebut angina antipasat barat laut. Pada daerah sekitar lintang 20°– 30°LU
dan LS, angin antipasat kembali turun secara vertikal sebagai angin kering. Angin kering ini
menyerap uap air di udara dan permukaan daratan. Akibatnya, terbentuk gurun di muka Bumi.
Misalnya gurun di Arab Saudi, gurun Afrika, atau gurun di Australia.

2) Angin Muson
Proses terjadinya:
1. Angin Muson Barat
Pada bulan Oktober–April, posisi Matahari berada di sebelah selatan khatulistiwa (Australia)
sehingga suhunya lebih panas, yang mengakibatkan tekanan udaranya lebih rendah, dibanding
wilayah utara khatulistiwa (Asia). Angin bertiup dari wilayah Asia yang bertekanan maksimum, ke
wilayah Australia yang bertekanan minimum. Angin ini bersifat lembap dan basah sehingga
menyebabkan terjadinya musim hujan di wilayah Indonesia.
2. Angin Muson Timur
Proses terjadinya angin muson timur berkebalikan dengan angin muson barat. Pada bulan April–
Oktober, posisi Matahari berada di sebelah utara khatulistiwa (Asia). Suhu udara di wilayah ini
lebih panas dan tekanan udara lebih rendah dibanding wilayah Australia. Akibat perbedaan tekanan
udara, angin bertiup dari wilayah Australia yang bertekanan udara tinggi ke wilayah Asia yang
bertekanan udara rendah. Angin ini melewati wilayah Australia yang bergurun dan bersifat kering.
Angin ini menyebabkan musim kemarau/panas di wilayah Indonesia. Angin muson timur bertiup pada
bulan April–Oktober, saat itu kedudukan Matahari berada di belahan Bumi utara atau Benua Asia.

Angin Lokal
Berembusnya angin lokal dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
(1) sifat daratan dan perairan,
(2) jumlah pemanasan sinar matahari pada suatu wilayah, dan
(3) ketinggian suatu tempat.
Berdasarkan perbedaan karakteristik faktor-faktor yang memengaruhi inilah, angin local
dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut.
(1) Angin Darat dan Angin Laut
(a) Pada malam hari suhu air laut terasa panas, sementara darat sudah mendingin.
Akibatnya, tekanan udara di darat tinggi dan tekanan udara di laut rendah. Oleh karena itu,
bertiuplah angin darat yang bertiup dari darat menuju laut. Angin darat digunakan para nelayan
untuk berangkat berlayar mencari ikan laut.
(b) Pada siang hari daratan lebih cepat menjadi panas daripada lautan. Akibatnya, pada siang hari
daratan bertekanan minimum dan laut bertekanan maksimum. Kondisi ini menyebabkan terjadinya
angin laut yang berembus dari laut ke daratan. Angin ini
digunakan nelayan untuk pulang dari melaut.

(2) Angin Lembah dan Angin Gunung


(a) Pada siang hari puncak gunung menjadi lebih cepat panas dibandingkan dengan lembah. Hal itu
menyebabkan tekanan udara di gunung minimum dan tekanan udara di lembah maksimum. Akibatnya,
angin bertiup dari lembah menuju gunung. Angin ini disebut angin lembah.
(b) Pada malam hari puncak gunung lebih dingin daripada wilayah lembah. Hal itu
menyebabkantekanan udara di gunung maksimum dan tekanan udara di lembah minimum. Akibatnya,
angin bertiup dari gunung ke lembah. Angin ini disebut angin gunung.

(3) Angin Fohn (Angin yang Bersifat Panas)


Terjadinya angin ini merupakan kelanjutan dari terjadinya hujan orografis. Hujan orografis hanya
terjadi pada salah satu sisi lereng, angin yang sudah tidak membawa uap lagi terus berembus
menuruni lereng daerah bayangan hujan. Oleh karena tidak membawa uap air, angin ini bersifat
panas dan berakibat buruk bagi usaha pertanian.

(4) Angin yang Bersifat Dingin


Jenis-jenis angin yang bersifat dingin sebagai berikut.
(a) Angin Mistral
Angin mistral merupakan angin yang turun dari pegunungan ke dataran rendah pantai.
Suhu angin ini lebih rendah dibandingkan dengan suhu daerah tujuannya sehingga
dikategorikan angin dingin. Contohnya angin yang bertiup di pantai Laut Tengah, tepatnya di pantai
selatan Prancis.
(b) Angin Bora
Angin ini bersifat dingin dan bertiup dari arah timur atau timur laut ke barat atau ke barat daya di
daerah Balkan
.
5) Angin Siklon dan Angin Antisiklon
Angin siklon merupakan angin yang arah geraknya berputar. Di wilayah tropis angin siklon sering
terjadi di laut dan hampir tidak pernah terjadi di daerah khatulistiwa. Angin siklon dan antisiklon
antara belahan Bumi utara dan belahan Bumi selatan berbeda. Angin siklon merupakan udara yang
bergerak dari beberapa daerah bertekanan udara rendah tinggi menuju titik pusat daerah tekanan
udara rendah di bagian dalam. Angin antisiklon bergerak dari dalam sebagai pusat tekanan tinggi
menuju ke tekanan udara rendah yang mengelilinginya di bagian luarnya.

d. Kelembapan Udara
Udara mengandung uap air yang berasal dari berbagai tubuh air, baik air permukaan maupun air
tanah. Makin tinggi suhu udara, kandungan uap air semakin tinggi. Hal ini juga berarti bahwa
kelembapan udara juga semakin tinggi. Alat untuk mengukur kelembapan udara disebut higrometer.
Kelembapan udara ada dua macam
.
1) Kelembapan Udara Relatif atau Nisbi
Merupakan perbandingan jumlah uap air dalam udara (kelembapan absolut) dengan jumlah uap air
maksimum yang dapat dikandung oleh udara tersebut dalam suhu yang sama dan dinyatakan dalam
persen (%). Untuk menghitung kelembapan nisbi dapat digunakan rumus berikut :

RH = e/E x 100%
Contoh :
Daya tampung maksimum udara untuk menyimpan uap air pada suhu 20°C adalah 30 gr/m3. Uap air
yang terkandung dalam udara saat pengukuran adalah 15 gr/m3. Berapakah kelembapan relatifnya?
LR =15/30 x 100%
= 50 %
Kelembapan relatif = 50%

2) Kelembapan Udara Absolut atau Mutlak


Merupakan banyaknya uap air yang terdapat di udara pada suatu tempat. Dinyatakan dengan
banyaknya gram uap air dalam 1 m3 udara.

e. Awan
Awan merupakan massa dari butir-butir kecil air yang larut di lapisan atmosfer bagian bawah.
Awan dapat menunjukkan kondisi cuaca. Awan gelap menandakan kemungkinan hujan. Sedang langit
tanpa awan menunjukkan cuaca cerah. Awah gelap yang membumbung menandakan hujan badai akan
terjadi. Nah, adanya berbagai jenis awan ini membuat adanya klasifikasi awan, antara lain
berdasarkan ketinggian.
Berdasarkan ketinggiannya, awan dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Awan rendah (ketinggian kurang dari 2 km).
Contoh: nimbostratus, stratus, dan stratocumulus.
b. Awan menengah, mempunyai ketinggian dasar awan antara 2–6 km.
Contoh: altostratus dan altocumulus.
c. Awan tinggi (ketinggian di atas 6 km).
Contoh: cirrostratus, cirrocumulus, dan cirrus.
d. Awan menjulang vertikal (ketinggian 0,5–18 km).
Contoh: cumulonimbus dan cumulus.

Bentuk awan bermacam-macam. Ada yang bertumpuk-tumpuk, halus memanjang, dan berlapis lapis.
Berdasarkan bentuknya, awan dibedakan sebagai berikut.

a. Awan Cumulus atau Awan Bertumpuk


Awan ini bertumpuk-tumpuk dengan puncak yang membulat dan alas horizontal. Warna awan putih
berkilauan, gerakannya selalu vertikal membentuk gumpalan yang semakin gelap dan meluas. Awan
ini terbentuk ketika udara sangat panas dan bertambah dengan cepat sebelum terjadi hujan.
b. Awan Cirrus atau Awan Bulu
Awan ini berbentuk seperti serabut atau bulu ayam yang halus memanjang di langit. Awan Cirrus
mempunyai ketinggian antara 7–13 km. Suhu awan Cirrus sangat rendah, bisa beberapa derajat di
bawah 0°C. Awan Cirrus terdiri atas kristal-kristal es yang sangat kecil dan berwarna putih bersih.
c. Awan Stratus atau Awan Merata
Awan Stratus berlapis-lapis, meluas, dan tampak seperti kabut. Ketinggian awan ini rendah tetapi
tidak sampai di permukaan Bumi. Munculnya awan ini
pertanda cuaca akan baik jika terlihat saat Matahari terbit atau saat Matahari terbenam.
d. Awan Nimbus atau Awan Hujan
Awan ini menyebabkan terjadinya hujan. Awan ini tebal dan bentuknya tidak menentu. Warnanya
hitam, kadang-kadang kelihatan merata seperti Stratus. Jika
awan Cumulus bersatu dengan awan Nimbus maka disebut Cumulonimbus. Awan Cumulonimbus
adalah awan yang sangat tebal, sering mendatangkan badai
topan, petir, angin ribut, dan hujan deras.

f. Curah Hujan
Hujan adalah jatuhnya air dalam bentuk cair maupun padat dari atmosfer ke permukaan Bumi.
Curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Curah
hujan bias diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan. Alat untuk mengukur besarnya curah hujan
disebut rain gauge (penakar hujan). Berdasarkan proses terjadinya, hujan dapat dibedakan sebagai
berikut.
1) Hujan Orografis
Hujan ini terjadi apabila udara yang mengandung uap air didorong oleh angin naik ke lereng
pegunungan, yang makin ke atas suhu semakin dingin. Kondisi ini membuat uap air membentuk awan
dan terjadilah kondensasi. Hujan yang jatuh pada lereng yang
dilalui oleh awan ini disebut hujan orografis. Pada lereng sebelahnya (lereng yang tidak dilalui
awan) bertiup angin yang kering dan disebut sebagai daerah bayangan hujan

2) Hujan Frontal
Hujan frontal merupakan hujan yang terjadi di daerah front atau daerah yang terbentuk oleh
pertemuan dua massa udara yang berbeda temperatur (suhu). Massa udara panas bertemu dengan
massa udara dingin sehingga massa udara terkondensasi dan terjadilah hujan.
3) Hujan Zenithal
Tipe hujan ini terjadi karena udara naik disebabkan oleh pemanasan pada suhu yang tinggi. Udara
panas ini naik terus-menerus dan akhirnya terjadilah kondensasi yang mengakibatkan hujan. Hujan
tipe ini sering terjadi di daerah tropis sehingga juga sering disebut sebagai hujan naik tropis.
Selain itu, hujan tipe ini sering disebut hujan konveksi atau ekuatorial karena adanya arus konveksi
menyebabkan uap air di ekuatorial naik secara vertikal sebagai akibat pemanasan air laut secara
terus-menerus. Masih ada sebutan lain bagi hujan tipe ini, yaitu hujan zenithal. Disebut hujan
zenithal karena biasanya hujan ini terjadi ketika matahari melalui zenith daerah ini. Hampir semua
wilayah di daerah tropis mendapat dua kali hujan zenithal dalam satu tahun.

3. Iklim
Iklim di suatu daerah dipengaruhi oleh posisi garis lintang, angin, massa daratan dan benua, arus
samudra, dan topografi.
1. Klasifikasi Iklim
Berikut ini pembagian iklim yang ada di Bumi.
a. Iklim Matahari
Klasifikasi iklim matahari berdasarkan pada garis lintang. Hal itu berpengaruh pada jumlah energi
matahari yang tersedia. Keadaan tersebut menyebabkan
wilayah lintang rendah (khatulistiwa) memiliki jumlah penyinaran matahari lebih banyak sehingga
suhunya lebih tinggi dibanding daerah lintang tinggi. 66°30'LU

b. Iklim Koppen
Iklim Koppen diklasifikasikan berdasarkan pada curah hujan dan suhu udara. Klasifikasi ini
dikemukakan oleh Wladimir Koppen, seorang ahli klimatologi
dari Jerman. Berikut ini pembagiannya.
1) Iklim Tipe A (Iklim Hujan Tropis)
Wilayah ini memiliki curah hujan tinggi, penguapan tinggi, dan suhu rata-rata bulanan di atas 18°C.
Wilayah beriklim tipe A dibagi menjadi tiga sebagai berikut.
a) Iklim tipe Af memiliki curah hujan tinggi dan suhu udara panas sepanjang tahun sehingga
terdapat banyak hutan hujan tropik. Contohnya di wilayah Sumatra, Kalimantan, dan Papua.
b) Iklim tipe Am memiliki ciri-ciri antara lain curah hujan tergantung musim, jenis tanaman pendek
dan homogen, dan hutan homogen yang menggugurkan daunnya ketika kemarau. Wilayah yang
beriklim Am antara lain di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Papua bagian selatan.
c) Iklim tipe Aw memiliki ciri-ciri antara lain terdapat hutan yang berbentuk sabana, jenis
tumbuhan padang rumput dan belukar, serta pohonnya berjenis rendah. Wilayah ini memiliki musim
kemarau lebih panjang dibandingkan musim hujan. Contohnya terdapat di wilayah Jawa Timur, Nusa
Tenggara, Sulawesi Selatan, Kepulauan Aru, dan Papua bagian selatan.
2) Iklim Tipe B (Iklim Kering)
Iklim tipe B memiliki curah hujan rendah dan penguapan yang tinggi. Di wilayah ini tidak memiliki
surplus air dan tidak dijumpai sungai yang permanen. Wilayah beriklim tipe B dibedakan menjadi
tipe Bs (iklim stepa) dan tipe Bw (iklim gurun).
3) Iklim Tipe C (Iklim Sedang Hangat)
Di wilayah yang memiliki tipe C terdapat empat musim, yaitu musim dingin, semi, gugur, dan panas.
Iklim tipe C dibedakan menjadi tiga sebagai berikut.
a) Iklim tipe Cw, yaitu iklim sedang basah dengan musim dingin yang kering.
b) Iklim tipe Cs, yaitu iklim sedang basah dengan musim panas yang kering.
c) Iklim tipe Cf, yaitu iklim sedang basah dengan hujan dalam semua bulan.
4) Iklim Tipe D (Iklim Salju Dingin)
Iklim tipe D memiliki suhu udara rata-rata bulan terdingin < –3° C dan suhu udara rata-rata bulan
terpanas > 10° C. Iklim tipe D dibedakan menjadi dua.
a) Iklim tipe Df, yaitu iklim dingin dengan semua bulan lembap.
b) Iklim tipe Dw, yaitu iklim hutan salju dingin dengan musim dingin yang kering.
5) Iklim Tipe E (Iklim Kutub)
Wilayah beriklim tipe E memiliki ciri tidak mengenal musim panas, terdapat salju abadi dan padang
lumut.

c. Iklim Menurut Schmidt-Ferguson


Schmidt-Ferguson mengklasifikasikan iklim berdasarkan jumlah rata-rata bulan kering dan jumlah
rata-rata bulan basah. Dikatakan bulan kering jika dalam satu bulan terjadi curah hujan kurang
dari 60 mm. Dikatakan bulan basah jika dalam satu bulan curah hujannya lebih dari 100 mm. Iklim
Schmidt dan Ferguson didasarkan pada nilai Q. Nilai Q dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Q = Jumlah Rata-Rata Bulan Kering


Jumlah Rata-Rata Bulan Basah

Nilai Q yang ditentukan untuk menentukan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson didasarkan pada
tabel berikut.

Klasifikasi Nilai Q Menurut Schmidt dan Ferguson


Tipe Iklim Nilai Q Keterangan
A 0 < Q < 0, 143 Sangat basah
B 0,143 < Q < 0,333 Basah
C 0,333 < Q < 0,600 Agak basah
D 0,600 < Q < 1,000 Sedang
E 1,000 < Q < 1,670 Agak kering
F 1,670 < Q < 3,000 Kering
G 3,000 < Q < 7,000 Sangat Kering
H 7,000 < Q Luar Biasa Kering

e. Iklim Menurut Junghuhn


Klasifikasi iklim Junghuhn didasarkan pada ketinggian tempat yang dikaitkan dengan jenis tanaman
yang dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal di
suatu daerah.

2. Penyimpangan Iklim
Kondisi iklim yang menyimpang antara lain terlihat dari peristiwa El Nino dan La Nina. Dampak dari
proses terjadinya El Nino dan La Nina dapat dipelajari dari penjelasan berikut ini.
a. El Nino
Pada cuaca yang normal, angin timur di Samudra Pasifik bertiup ke arah barat dan mendorong air
laut hangat ke permukaan. Akibatnya, air laut di bagian barat samudra lebih hangat 2° C dan lebih
tinggi 40 cm. Di bagian timur samudra air laut dingin menggantikan air laut hangat. Hal ini
menyebabkan udara lembap hangat naik di bagian barat dengan membawa uap air dan menimbulkan
hujan. Udara di bagian
timur yang kering dan dingin, bertiup di pantai Amerika Selatan.

b. La Nina
La Nina memiliki sifat yang berlawanan dengan El Nino. Arus udara dan arus laut yang saling
memperkuat menyebabkan angin pasat bertiup sangat kencang sehingga air laut hangat mengalir ke
arah barat. Hal ini menyebabkan wilayah Asia, Australia, dan Afrika mengalami musim hujan yang
sangat lebat. Sebaliknya, wilayah Amerika Selatan mengalami kekeringan yang hebat.

Anda mungkin juga menyukai