Anda di halaman 1dari 11

Kimia dan Industri Hasil Hutan

GAHARU (Aquilaria malaccensis Lamk.) DI PT.


MAZANOTECH BANTUL YOGYAKARTA
Prayogi Dwi Saputro
(Perguruan Tinggi Ilmu Pertanian-Peternakan. Universitas Muhammadiyah Malang, Indonesia)

Abstrak: Gaharu merupakan bagian kayu yang berasal dari tanaman yang menghasilkan gaharu (SNI 01-5009.1-1999). Aquilaria malaccensis
Lamk. adalah tanaman kayu yang banyak digunakan pada bidang kesehatan, agama, dan estetika (Maulana dkk, 2022). Gaharu jenis Aquilaria
malaccensis Lamk. menghadapi masalah, jumlah tanaman alamnya telah menurun secara signifikan. Kurangnya studi literatur kualitas hasil ekstrak kayu
gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.), sehingga penelitian ini penting untuk dilakukan. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor. Variabel yang digunakan, yaitu variasi metode ekstraksi gaharu (Maserasi, Soxhletasi, dan Sonikasi)
dan variasi pelarut ekstraksi gaharu (Metanol, Etanol, Air, n-Hexan, dan Petrolium Eter). Data dianalisis menggunakan ANOVA (α 0,05) dengan
parameter penelitian yang digunakan, yaitu rendemen, uji warna, uji aroma, dan kelarutan. Nilai rata-rata rendemen ekstrak gaharu nilainya sebesar 0% -
4,10 %. Proses ekstraksi metode soxhletasi dengan pelarut metanol menghasilkan rendemen tertinggi sebesar 4,10 %, sedangkan ekstraksi dari ketiga
metode dengan pelarut n-hexan dan pertalite menghasilkan rendemen terendah sebesar 0 %. Nilai rata-rata hue warna adalah 76,46 - 80,55 dengan
orientasi warna 7,5 YR (yellow-red) menunjukan warna coklat pada indikator warna munsell. Nilai tertinggi didapatkan oleh sampel metode sonikasi
pelarut air dengan nilai sebesar 80,55, sedangkan nilai terendah dimiliki oleh sampel metode sonikasi pelarut etanol sebesar 76,46. Nilai rata-rata uji
hedonik perlakuan metode adalah 68,5 - 82,25. Nilai rata-rata tertinggi didapat pada perlakuan metode sonikasi dengan nilai sebesar 82,25, sedangkan
nlai rata-rata terendah didapat pada perlakuan metode maserasi sebesar 68,5. Nilai rata-rata uji hedonik perlakuan pelarut sangat suka (Metanol (6)), suka
(Pertalite (10)), kurang suka (Etanol (16)), dan tidak suka (n-Hexan (21) (Metanol), suka (Pertalite), kurang suka (Etanol), dan tidak suka (n-Hexan).
Nilai rata-rata uji kelarutan adalah 0 - 80,78 mol/L. Nilai kelarutan ekstrak gaharu tertinggi diperoleh pada metode soxhletasi dengan pelarut metanol
sebesar 80,78 mol/L, sedangkan nilai kelarutan terendah terdapat di ketiga metode dengan pelarut n-Hexan dan pertalite sebesar 0 mol/L. Ekstraksi yang
paling optimal digunakan pada perlakuan metode soxhletasi dengan pelarut metanol yang mendapatkan nilai tertinggi pada uji rendemen 4,10 % dan uji
kelarutan sebesar 80,78 mol/L. Penggunaan pelarut metanol pada uji aroma mendapatkan nilai tertinggi kategori sangat suka sebanyak 6. Penggunaan n-
Hexan dan pertalite tidak optimal, karena perlakuan kedua pelarut tersebut menghasilkan nilai yang rendah.
Kata Kunci: gaharu, Aquilaria malaccensis Lamk., metode, pelarut

1. PENDAHALUAN
Gaharu merupakan bagian kayu yang berasal dari tanaman yang menghasilkan gaharu yang memiliki aroma yang khas
dan warna coklat hingga kehitaman (SNI 01-5009.1-1999). Jenis tanaman seperti Aquilaria spp. dan Aetoxylontallum spp.
dapat menghasilkan gaharu (Laode, 2014). Gaharu dapat digunakan sebagai parfum, pengharum ruangan, sabun mandi,
kosmetik, dan obat-obatan karena aromanya yang unik (Sari, 2017).

Jenis Aquilaria malaccensis Lamk. adalah tanaman kayu yang paling banyak digunakan karena bermanfaat untuk
kesehatan, agama, dan estetika (Tamyiz dkk, 2022). Permintaan dan nilai pasar yang tinggi menyebabkan masyarakat mencari
dan menebang gaharu yang terdapat pada hutan alam secara berlebihan, sehingga menyebabkan penurunan populasi yang
drastis (Rahmat, 2015). Semakin berkurangnya populasi pohon pengahsil gaharu, terutama Aquilaria spp. dan Gyrinops sp., di
hutan alam telah menyebabkan penurunan ekspor gaharu dalam dua dekade terakhir (Millang, 2011).

Gaharu jenis Aquilaria malaccensis Lamk menghadapi masalah karena jumlah tanaman alamnya telah menurun secara
signifikan. Kelangkaan jenis Aquilaria malaccensis Lamk mengakibatkan gaharu jenis ini masuk daftar CITES (Convention on
Internasional Trade on Endangered Species of Flora and Fauna) Apendix II (CITES, 2004).

Gaharu dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu gubal, kemedangan, dan abu. Kadar resin menentukan kualitas gaharu
yang terkandung (Herliani, 2018). Ekstrak gaharu dapat disuling dari semua jenis gaharu, dan sebagian besar produk gaharu
yang digunakan adalah kemendengan. Oleh karena itu, sangat berpotensi untuk mengembangkan diversifikasi produk
kemedangan, terutama di industri penghasil makanan (Aziza, 2010).

Ekstraksi juga dapat disebut sebagai proses pemisahan berdasarkan kelarutan dari komponen campuran (Aji, 2017).
Penggunaan metode dan pelarut dapat membantu proses ekstraksi gaharu, setiap jenis metode dan pelarut memiliki kelebihan
dan kekurangannya masing-masing. perbandingan kualitas hasil ekstraksi perlu dilakukan untuk mengetahui metode serta
pelarut yang paling optimal dilakukan (Mukhriani, 2014).

Faktor untuk mengatahui tentang mutu gaharu, yaitu berat, aroma, dan bobot (SNI 7631: 2018). Semakin hitam warna
gubal gaharu, semakin baik kualitasnya, dan semakin tajam aromanya, semakin baik (Lince., 2021). Terbentuknya senyawa
Kimia dan Industri Hasil Hutan

khas sesquiterpen dan turunan kromon menyebabkan warna gelap dan aroma khas resin gaharu (Pasaribu et al. 2015).

Studi mengenai ekstraksi gaharu jenis Aquilaria malaccensis Lamk. telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya
seperti ekstraksi minyak gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) dengan metode microwave Hydrodistilation dan soxhlet
extraction (Triesty, 2017). Pada studi tersebut metode soxhletasi mendapatkan hasil yang lebih baik dari pada metode
microwave Hydrodistilation dengan nilai secara berurutan 1,67 % dan 1,38 %. Studi mengenai pengaruh metode ekstraksi
terhadap kandungan kimia pada buncis yang menggunakan metode Maserasi, Sokletasi, dan Sonikasi, dengan bantuan pelarut
Etanol 96% (Mulyawan, 2021).

Berdasarkan data studi sebelumnya, penelitian mengenai ekstrak kayu gaharu dan pada penggunaan variasi metode
ekstraksi serta pelarut masih sedikit. Kurangnya studi literatur tentang kualitas hasil ekstrak kayu gaharu khususnya jenis
Aquilaria malaccensis Lamk., menjadikan penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi metode dan
pelarut terhadap kualitas hasil ekstrak gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.). Mengetahui metode dan pelarut yang paling
optimal digunakan, sehingga diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan dan informasi untuk pengusaha gaharu dan ilmu
pengetahuan pada bidang pendidikan.

2. BAHAN DAN METODE

2. 1 Lokasi Studi
Penelitian dilaksanakan dalam waktu 90 hari, kegiatan ini dimulai pada bulan Maret - Mei 2023. Penelitian ini
dilaksanakan di PT. Mazanotech and Engineering, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengujian hasil esktrak parameter
warna dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Biosistem, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.

2. 2 Bahan dan Alat


Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel eksperimen yaitu alat tulis, gelas ukur 10 ml (Herma) dan 250 ml
(Herma), timbangan analitik, kertas saring, corong kaca (Iwaki pyrex), alumunium foil, spatula stainless, mesin pencacah,
toples, kondensor, botol kaca 5 ml dan penutupnya, beaker glass 10 ml dan beaker glass 1000 ml, labu glass 1000 ml (Duran),
extractor soxhlet 500 ml. ultrasonic cleaner BK-2000, vacuum rotary evaporator R-300 Bucchi, heating bath B-300 Buchi,
interface I-300 Pro Buchi, cooler C-300 Buchi, colorimeter CR-400. Bahan yang digunakan yaitu kayu gaharu (kemedangan),
methanol 96%, ethanol 96%, air, n-hexana, dan petrolium (pertalite), kuesioner uji aroma, tallysheet.

2. 3 Metode Penelitian
Pengambilan data dilakukan dengan metode eksperimen dan menggunakan analisis rancangan percobaan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor, yaitu variasi metode maserasi ekstrak gaharu (Maserasi,
Soxhletasi, dan Sonikasi) dan variasi pelarut ekstrak gaharu (Metanol, Etanol, Air, n-Hexan, dan Petrolium Eter). Data analisis
dibagi menjadi dua, yaitu dengan interaksi dan tanpa interaksi. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan ANOVA ( α =
0,05).

2.4 Analisis Penelitian


2.4.1 Pengambilan Ekstrak Gaharu

Alur penelitian dilakukan dengan cara pengacakan dengan sistem undian untuk menentukan perlakuan mana yang
terlebih dahulu dilakukan. pengambilan ekstrak dengan alat, seperti gelas ukur, soxhlet, ultrasonic, dan rotary evaporator.
Serbuk gaharu yang telah giling ditimbang seberat dengan ukuran 5 mili, kemudian dicuci dan dijemur didalam ruangan/tidak
langsung terpapar matahari. Penggunaan pelarut setiap perlakuan sebanyak 600 ml dibagi menjadi 3 siklus, yaitu 300 ml, 150
ml, dan 150 ml.

Proses ekstraksi metode maserasi dilakukan dengan mencampur serbuk gaharu dengan pelarut. Waktu ekstraksi
dilakukan selama 72 jam pada suhu ruang. Setiap 24 jam sekali dilakukan pengadukan dengan durasi selama 1 menit,
selanjutnya ekstrak disaring menggunakan kertas saring untuk menghasilkan filtrat I dan ampas.

Proses maserasi diulang sebanyak 3 kali dengan tahapan yang sama. Simplisia kemudian disaring dengan kertas saring
untuk mendapatkan filtrat I, II, dan III, kemudian ketiga fitrat digabung dan dievaporasi pada suhu 95 ºC (Pambayun et al.,
2007). Proses evaporasi dilakukan untuk mendapatkan ekstrak gaharu berbentuk pasta/kering, dan ekstrak yang dihasilkan
kemudian dimasukkan ke dalam botol dan dianalisis.
Kimia dan Industri Hasil Hutan

Proses ekstraksi dengan metode soxhlet dilakukan selama 5 jam dengan suhu 95 ºC. Memasukan bahan serbuk gaharu
kedalam kertas saring yang sudah dibentuk, setiap sampel memiliki berat 10 gram. Sampel yang dibuat sebanyak 3 buah akan
digunakan, setiap siklus memiliki waktu 100 menit.

Penggunaan pelarut sebanyak 600 ml langsung dimasukan kedalam labu alas. Proses ekstraksi menghasilkan fitrat setiap
100 menit sekali, kemudian disaring menggunakan kertas saring. Proses evaporasi dilakukan untuk mendapatkan ekstrak
gaharu berbentuk pasta/kering, dan ekstrak dimasukkan ke dalam botol sampel dan dianalisis.

Proses ekstraksi dengan metode sonikasi dilakukan selama 5 jam dengan gelombang listrik sebesar 40 khz dan suhu 40
ºC. Serbuk gahru sebanyak 30 gram dicampur dengan pelarut sebanyak 300 ml, kemudian diaduk dan ditutup menggunakan
alumunium foil. Setiap siklus dengan waktu 100 menit menghasilakan fitrat dan ampas, kemudian hasil berupa ampas
dicampurkan kembali dengan pelarut sebanyak 150 ml dan dilakukan berulang sebanyak 3 kali siklus.

Hasil fitrat I, II, III yang sudah didapatkan kemudian digabung dan di saring menggunakan kertas saring. Evaporasi
dilakukan hingga mendapatkan ekstrak kering gaharu, dan ekstrak yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel
dan dianalisis.

2.4.2 Uji Rendemen


Rendemen dari suatu sampel sangat diperlukan karena untuk mengetahui banyaknya ekstrak yang diperoleh selama proses
ekstraksi. Selain itu, data hasil rendemen tersebut ada hubungannya dengan senyawa aktif dari suatu sampel sehingga apabila
jumlah rendemen semakin banyak maka jumlah senyawa aktif yang terkandung dalam sampel juga semakin banyak.
Sebagaimana yang telah dilaporkan Harbone (1987) bahwa tingginya senyawa aktif yang terdapat pada suatu sampel
ditunjukkan dengan tingginya jumlah rendemen yang dihasilkan.

berat resin hasil ekstraksi


Rendemen resin (%) = x 100
berat serbuk gaharu sebelum diekstraksi

2.4.3 Uji Warna (Colorimetri)

Gaharu yang berkualitas tinggi akan memiliki warna yang lebih hitam, parameter warna dipilih sebagai parameter yang
dapat dievaluasi. Uji warna dilakukan tiga kali pada setiap perlakuan menggunakan alat Colorimeter dengan parameter Labch.
Nilai L menunjukkan warna gelap (0) hingga terang (100), nilai a menunjukkan warna merah (+100) hingga hijau (−80), nilai b
menunjukkan warna kuning (+70) hingga biru (−70), dan nilai C* menunjukkan saturasi., dan sudut pandang menunjukkan
warna (Indrayati, 2013).

Sistem warna Munsell menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi warna dengan cara visual. Hue dapat
berupa warna, seperti biru, hijau, merah, dan lainnya. Dalam sistem Munsell, diberi kode warna dengan huruf seperti Merah
(R), Kuning-Merah (YR), Biru (G), Biru-Kuning (GY), dan sebagainya (Chusyairi, 2019).

Kroma ditunjukkan dengan angka, biasanya antara 2 hingga 14, masing-masing indikator mengacu pada tiga atribut
warna, yang dikenal sebagai notasi warna. Misalnya, 5R 7/2 dengan penjelasan R adalah Hue, angka 7 adalah value kecerahan,

dan angka 2 adalah khroma. Mengetahui seperti apa notasinya, warna dapat dilihat pada buku Munsell Soil Color Chart
(Chusyairi, 2019).

2.4.4 Uji Aroma (Hedonic)

Gaharu memiliki aroma yang khas, cara mengeluarkan aroma khas tersebut umumnya dilakukan dengan membakar
gaharunya. Ketentuan standart nilai nasional mengenai aroma gaharu masih belum ada, sehingga masih menggunakan metode
hedonic untuk menentukan nilai dari aroma gaharu. Penilaian aroma tergantung pada kesukaan masing-masing responden
sehingga tidak dapat menjadi ketentuan mutlak untuk penilaian aroma. Menentukan nilai aroma pada gaharu menggunakan uji
organoleptik dengan metode hedonic.

Penilaian diambil dari 10 responden secara Purposive sampling. Penilaian berdasarkan kesukaan dari panelis, peneliti
memberikan pilihan mulai dari sangat suka, suka, kurang suka, dan tidak suka. Poin kriteria penilaian mulai dari yang paling
besar, yaitu 4 (sangat suka), 3 (suka), 2 (kurang suka), 1 (tidak suka) (Rizal, 2018).

2.4.5 Analisis Uji Kelarutan

Tingkat kelarutan didefinisikan dengan seberapa banyak zat terlarut yang terlarut hingga keadaan jenuh atau saturated
Kimia dan Industri Hasil Hutan

(Clugston, 2000). Kesetimbangan larutan terjadi pada saat jenuh, karena kecepatan reaksi telah konstan. Satuan dari kelarutan
dapat berupa konsentrasi, molalitas, fraksi mol, rasio mol dan unit lainya (Aulton, 2002).
mol 1000
Kelarutan (s) = X
Volume P
Keterangan:
s = Kelarutan
gram
mol =
Mr
Mr = massa molekul larutan
gram = massa zat terlarut
V = volume
P = massa jenis pelarut

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam budidaya gaharu, produk utama berupa resin gaharu yang dibuat dari organ batang spesies tanaman penghasil
gaharu dari genus Aquilaria malaccensis Lamk. bernilai tinggi. Resin merupakan produk gaharu yang memiliki nilai ekonomis
tinggi (Susmianto, 2014). Pengelolaan gaharu membutuhkan metode dan pelarut untuk menghasilkan resin berupa ekstrak.

Metode maserasi merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk proses ekstraksi gaharu, mekanisme kerja
yang mudah dan dapat digunakan pada skala industri dan skala kecil. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, dilihat
pada Gambar 4 dan 8 yang menyatakan bahwa ekstraksi konvensional pada metode soxhletasi lebih baik dari metode maserasi
dan metode sonikasi yang merupakan ekstraksi kontenporer. Hal tersebut didukung oleh (Fajar, 2020) yang menyatakan
metode ekstraksi konvensional menghasilkan rendemen yang paling tinggi jika dibandingkan dengan metode ekstraksi
kontemporer

Penggunaan pelarut pada proses ekstraksi sangat penting, karena pelarut membantu menarik resin yang terkandung
didalam serbuk gaharu (Tri, 2018). Pelarut alkohol banyak digunakan pada proses ekstraksi, khususnya pada pelarut etanol
yang memiliki sifat polar dan non polar. Pelarut tersebut berasal dari proses fermentasi tumbuhan yang aman apabila
digunakan dan diaplikasikan kepada manusia.

Penggunaan pelarut etanol ternyata belum cukup efektif, dapat dilihat pada hasil penelitian yang menyatakan bahwa
pengunaan pelarut metanol lebih efektif dari pada etanol, air, n-Hexan, dan pertalite. Ekstraksi ekstrak gaharu dilakukan
dengan pelarut alkohol karena memiliki kemampuan larut yang lebar dari senyawa nonpolar hingga senyawa polar dan
senyawa pada ekstrak gaharu termasuk ke dalam senyawa semi polar (Pasaribu, 2013).

3.1 Hasil Parameter Rendemen Ekstrak Gaharu

Berdasarkan hasil eksperimen berbagai metode dengan variasi pelarut, didapatkan hasil nilai rendemen dari ekstrak
gaharu dengan 3 metode ekstraksi dan 5 pelarut yang digunakan. Rendemen merupakan hitungan hasil dari penggunaan pelarut
dan jumlah dari hasil ektrak yang didapat. Penilaian rendemen dapat menjadi indikator kualitas suatu ekstrak, karena tambah
banyak jumlah resin yang didapat maka kualitasnya semakin bagus (Herliani, 2018). Adapun nilai rendemen dari hasil
ekperimen ekstrak gaharu dirincikan pada tabel berikut :
Gambar 4. Nilai Rendemen Ekstrak Gaharu
4.50%
4.00%
3.50%
3.00%
2.50%
2.00%
1.50%
1.00%
0.50%
0.00%
Metanol Etanol Air n-Hexan Pertalite

Maserasi Soxhletasi Sonikasi


Kimia dan Industri Hasil Hutan

Nilai rata-rata rendemen ekstrak gaharu dapat dilihat pada Gambar 4, kisaran nilai uji skor adalah 0% hingga 4,10 %. Jenis
metode dan pelarut ekstraksi yang tepat akan menghasilkan rendemen ekstrak gaharu yang tinggi. Proses ekstraksi metode
soxhletasi dengan pelarut metanol menghasilkan rendemen tertinggi sebesar 4,10 %, sedangkan ekstraksi dari ketiga metode
dengan pelarut n-hexan dan pertalite menghasilkan rendemen terendah sebesar 0 % (Pratama, 2017).

Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan metode memberikan efek signifikan terhadap kualitas ekstrak gaharu pada
parameter penilaian rendemen (P < 0,001). Penggunaan metode dapat mengetahui senyawa yang terdapat dalam
gaharu, sehingga dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat kepolaran pelarut polar, semi-polar, dan nonpolar (Tri, 2018). Jika
dibandingkan dengan hasil rendemen resin gaharu yang menggunakan metode soxhletasi dan sonikasi memiliki nilai yang tidak
jauh berbeda, hal tersebut menyatakan bahwa metode yang menggunakan panas mampu menghasilkan resin gaharu yang lebih
tinggi dari metode dingin.

Penggunaan metode soxhletasi yang memiliki kelebihan dalam hal konsistensi suhu membuat ekstrak gaharu keluar
secara maksimal. Penggunaan panas dapat membantu membuka pori-pori serbuk gaharu agar lebih luas, sehingga memudahkan
keluarnya ekstrak gaharu.

Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pelarut memberikan efek signifikan terhadap penilaian kualitas ekstrak
gaharu pada parameter penilaian rendemen (P < 0,001). Ekstrak tertinggi diperoleh dari pelarut metanol, ekstrak gaharu
mengandung lebih banyak senyawa polar. Hal tersebut ditandai dengan hasil ekstrak yang keluar pada penggunaan metanol
yang bersifat polar, pelarut akan melarutkan zat yang memiliki sifat yang sama dengan pelarutnya.

Hasil ekstrak pada penggunaan pelarut pertalite dan n-heksana lebih rendah, karena kedua pelarut tersebut bersifat non
polar. Komponen yang bersifat semipolar dan nonpolar memiliki senyawa aktif lebih sedikit ditemukan dalam ekstrak
gaharu. Senyawa-senyawa aktif pada ekstrak gaharu relatif larut dalam pelarut polar (Hidayah, 2016).

Analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang signifikan antara metode dengan pelarut terhadap kualitas
ekstrak gaharu pada parameter penilaian rendemen (P = 1). Soxhletasi sangat baik digunakan untuk senyawa yang tidak
terpengaruh oleh panas salah satunya senyawa alkohol (metanol dan etanol), dan dinilai lebih ekonomis karena adanya sirkulasi
pelarut yang selalu membasahi sampel (Pasaribu, 2015). Konsistensi nilai besaran kadar resin pada Gambar 4 dapat dijadikan
sebagai ukuran yang valid dalam menentukan proses ekstraksi yang paling optimal.

3.2 Hasil Parameter Rendemen Ekstrak Gaharu

Colorimetri merupakan metode yang digunakan untuk membandingkan perbedaan warna, penilaian yang dilakukan
menggunakan alat colorimeter dengan parameter Labch. parameter Labch menunjukan kecenderungan warna dari setiap
sampel ekstrak gaharu yang diuji. Warna ekstrak gaharu semakin yang semakin gelap (coklat hingga hitam) maka kualitasnya
bernilai baik hingga sangat baik (Gusmailina, 2014). Adapun nilai indeks warna dari hasil uji colorimetri ekstrak gaharu
dirincikan pada tabel berikut :

Gambar 5. Nilai Indeks Warna Ekstrak Gaharu (Colorimetri)

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
MM ME MA MH MP SM SE SA SH SP NM NE NA NH NP

L a b c H◦

Keterangan: MM(Maserasi-Metanol), ME(Maserasi-Etanol), MA(Maserasi-Air), MH (Maserasi-n-


Hexan), MP(Maserasi-Pertalite), SM(Soxhletasi-Metanol), SE(Soxhletasi-Etanol), SA(Soxhletasi-
Air), SH(Soxhletasi-n-Hexan), SP(Soxhletasi-Pertalite), NM(Sonikasi-Metanol), NE (Sonikasi-
Etanol), NA(Sonikasi-Air), NH(Sonikasi-n-Hexan), NP(Sonikasi-Pertalite)
Kimia dan Industri Hasil Hutan

3.2.1. Nilai Notasi L* (Kecerahan)

Notasi L* menyatakan parameter kecerahan (Kecerahan), dengan kisaran nilai 0-100 (hitam-putih) (Indrayati, 2013).
Nilai rata-rata kecerahan (L*) ekstrak gaharu dapat dilihat pada Gambar 5, nilai kecerahan adalah 33,18 hingga 35,21. Metode
soxhletasi dengan pelarut metanol mendapatkan nilai tertinggi 35,21, sedangkan metode soxhletasi dengan pelarut pertalite
mendapatkan nilai terendah sebesar 33,18. Perbandingan nilai yang terdapat pada metode Soxhletasi pertalite, Sonikasi air dan
pertalite tidak begitu jauh, hal tersebut menandakan bahwa metode panas mempengaruhi kecerahan suatu ekstrak.

Penggunaan pelarut merupakan salah satu komponen yang berpengaruh pada proses ekstraksi zat warna karena dapat
memengaruhi jumlah dan kualitas hasil ekstraksi (Amir, 2016). Ekstraksi ekstrak gaharu dilakukan dengan pelarut alkohol dan
air karena memiliki kemampuan larut yang lebar dari senyawa nonpolar hingga senyawa polar dan senyawa pada ekstrak
gaharu termasuk ke dalam kelompok sesquiterpene dan kromon yang merupakan senyawa semi polar (Pasaribu 2013).

3.2.2. Nilai Notasi a* (Kemerahan)

Notasi a* menyatakan parameter (kemerahan) dengan kisaran nilai dari (-80) ± (+100) menunjukkan dari hijau ke merah
(Indrayati, 2013). Nilai rata-rata kecerahan (a*) ekstrak gaharu dapat dilihat pada Gambar 5, kisaran nilai kemerahan adalah
5,33 hingga 12,93. Metode soxhletasi dengan pelarut air mendapatkan nilai tertinggi sebesar 12,93, sedangkan Metode sonikasi
dengan pelarut pertalite mendapatkan nilai terendah sebesar 5,33.

Metode soxhletasi menjadi metode ekstraksi yang optimal pada nilai kemerahan, karena penyaluran panas yang optimal
dan berulang. Dalam proses ekstraksi dengan pelarut yang bersifat polar, jika menggunakan metode panas maka efeknya akan
langsung ke dalam bahan yang diekstrak dan juga pelarutnya (Adhiksana, 2015). Penggunaan metode panas lebih efektif dalam
menghasilkan warna kemerahan dari pada metode dingin, jika menggunakan metode panas maka dapat membantu pelarut
untuk menarik senyawa aktif pada gaharu (Adhiksana, 2015).

Penggunaan pelarut termasuk salah satu komponen yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi zat warna (Amir,
Wiraningtyas, and Annafi 2016). Penggunaan pelarut air yang memiliki kepolaran yang tinggi mendapatkan nilai kemerahan
tertinggi. Semakin kecil nilai kepolaran atau non polar maka ekstrak gaharu mengarah ke warna merah hingga merah muda
(Taufik, 2019).

3.2.3. Nilai Notasi b* (Kekuningan)

Notasi b* (kekuningan) dengan kisaran nilai dari (-70) ± (+70) menunjukkan dari biru ke kuning (Indrayati, 2013). Nilai
rata-rata kekuningan (b*) ekstrak gaharu dapat dilihat pada Gambar 5, kisaran nilai kemerahan adalah 29,66 hingga 62,92.
Metode soxhletasi dengan pelarut air mendapatkan nilai tertinggi 62,92, sedangkan metode sonikasi dengan pelarut eetanol
mendapatkan nilai terendah 29,66.

Penggunaan metode panas lebih efektif dalam menghasilkan warna kekuningan dari pada metode dingin, jika
menggunakan metode panas maka efeknya akan langsung ke dalam bahan yang diekstrak dan juga pelarutnya (Adhiksana,
2015). Pelarut yang memiliki nilai kepolaran tertinggi (air) akan menghasilkan warna kekuningan yang baik, sedangkan pelarut
non polar/ kepolaran yang rendah akan menghasilkan warna kekuningan yang kurang baik. Semakin kecil nilai kepolaran atau
non polar maka ekstrak gaharu mengarah ke warna kuning muda hingga kuning (Taufik, 2019).

3.2.4. Nilai Notasi C* (kroma)

Notasi C* (Kroma) merujuk pada nilai saturasi (Fang, 2021). Jarak sumbu terang (L*) yang dimulai dari tengah dengan
nilai 0 disebut nilai saturasi. Nilai rata-rata saturasi (C*) ekstrak gaharu dapat dilihat pada Gambar 5, kisaran nilai kemerahan
adalah 29,94 hingga 64,24. Metode soxhletasi dengan pelarut air mendapatkan nilai tertinggi 64,24, sedangkan metode sonikasi
dengan pelarut etanol mendapatkan nilai terendah 29,94.

Penggunaan metode panas lebih efektif dalam menghasilkan nilai saturasi yang cerah dari pada metode dingin, jika
menggunakan metode panas maka efeknya akan langsung ke dalam bahan yang diekstrak dan juga pelarutnya (Adhiksana,
2015). Pelarut yang memiliki nilai kepolaran tertinggi (air) akan menghasilkan saturasi cerah yang baik, sedangkan pelarut non
polar/ kepolaran yang rendah akan menghasilkan saturasi yang kusam. Semakin kecil nilai kepolaran atau non polar maka
ekstrak gaharu mengarah pada warna dengan saturasi yang kusam (Taufik, 2019).
Kimia dan Industri Hasil Hutan

3.2.5. Nilai Notasi (h*) hue

Nilai (h*) hue suatu objek adalah persepsi warna yang dihasilkan dari perbedaan antara energi radiasi yang diserap objek
pada panjang gelombang tertentu. Nilai hue ekstrak gaharu dapat dilihat pada Gambar 5, indeks nilai hue adalah 76,46 hingga
80,55. Nilai tersebut menunjukan posisi sudut warna di 10 YR (Kuning-Merah). Nilai tertinggi didapatkan oleh sampel metode
sonikasi pelarut air dengan nilai sebesar 80,55, sedangkan nilai terendah dimiliki oleh sampel metode sonikasi pelarut etanol
sebesar 76,46.

Gambar 6. Indeks Nilai hue (Munsell)

Munsell merupakan kumpulan warna yang dibagi berdasarkan tiga sifat warna, yaitu rona (warna dasar), kroma
(intensitas warna), dan nilai kecerahan. Penggunaan munsell cocok digunakan dengan metode colorimetri, data yang didapat
dari uji warna colorimetri akan dikonversi kedalam indikator warna munsell, sehingga dapat menentukan notasi warna yang
ada pada simplisia. Nilai Labch menjadi dasar penentuan indeks warna yang ditunjukan pada indikator warna (Munsell).

Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan metode memberikan efek signifikan terhadap penilaian kualitas ekstrak
gaharu pada parameter penilaian warna (P < 0,001). Perlakuan metode terhadap nilai hue dapat dilihat pada Gambar 5,
menunjukan penggunaan metode yang berpengaruh terhadap indeks warna hue. Pada penilaian indeks hue metode panas dan
metode dingin memiliki perbandingan nilai yang tidak terlampau jauh.

Hasil uji beda warna (L, a, b, C, h) menunjukkan bahwa untuk parameter hue warna ekstrak gaharu dengan metode
soxhletasi dan Sonikasi menghasilkan warna hitam kecokelatan. Penilaian warna dapat dilihat pada Gambar 6, kode sampel SA
dan NA masing-masing memiliki notasi warna 10 YR 3/2 (hitam kecokelatan). Warna yang dihasilkan lebih gelap dari pada
sampel uji lainnya.

Sampel dengan kode selain SA dan NA menghasilkan notasi warna 10 YR 3/3 dengan keterangan warna coklat tua. Hal
tersebut menyatakan bahwasannya pengunaan metode panas menghasilkan warna yang lebih gelap. Penggunaan panas pada
proses ekstraksi terbukti pada nilai kecerahan yang lebih rendah dan saturasi yang jelas.

Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pelarut memberikan efek signifikan terhadap penilaian kualitas ekstrak
gaharu pada parameter penilaian warna (P < 0,001). Hasil perlakuan pelarut terhadap nilai hue dapat dilihat pada Gambar 5,
perbandingan nilai hue yang berbeda menunjukan penggunaan pelarut berpengaruh terhadap indeks warna hue. Penggunaan
pelarut yang bersifat polar dan non polar memiliki pengaruh terhadap notasi warna.

Penggunaan air pada suhu ekstraksi 95 C menghasilkan arah warna yang lebih tajam dan tua dibandingkan dengan pelarut
ekstraksi metanol, etanol, n-Hexan, dan prtalite. Fakta bahwa pigmen warna keluar dengan sempurna dengan pelarut yang
memiliki sifat senyawa yang lebih besar, sehingga larutan zat warna dapat menjadi lebih tua. Ditunjukkan oleh hasil uji beda
warna pada kode sampel SA dan NA dengan notasi 10 YR 3/2 (hitam kecoklatan).

Analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang signifikan antara metode dan pelarut terhadap kualitas
ekstrak gaharu pada parameter penilaian warna (P = 1). Perbandingan indeks warna yang dihasilkan pada masing-masing
sampel tidak jauh berbeda. Hal tersebut dibuktikan pada Gambar 6, notasi warna yang dihasilakan oleh perlakuan interaksi
banyak yang sama dengan besaran 10 YR 3/3 (coklat tua).

Perlakuan interaksi metode dengan pelarut yang menunjukan warna lebih baik, yaitu kode sampel SA dan NA
(Soxhletasi-Air dan Sonikasi-Air). Penggunaan panas dapat memaksimalkan keluarnya pigmen warna yang lebih gelap.
Kimia dan Industri Hasil Hutan

Penggunaan pelarut air yang memiliki nilai polar 10,2 membantu menarik pigmen warna pada gaharu yang memiliki sifat polar
yang sama dengan pelarut.

3. 3 Hasil Uji Aroma Dengan Metode Hedonic

Aroma adalah rasa dan bau yang sangat subyektif serta sulit diukur, karena setiap orang mempunyai sensitifiras dan
kesukaan yang berbeda. Penilaian dari uji aroma diuji ke pinalis laki-laki dan perempuan, karena cenderung kesukaan aroma
dari perempuan dan laki-laki sangat berbeda. Uji Hedonic aroma merupkan uji yang memanfaatkan kesukaan/selera aroma
masing-masing panelis terhadap sampel yang diberikan. Hasil uji aroma dirincikan didalam tabel sebagai berikut:

Gambar 7. Nilai Indeks Aroma Ekstrak Gaharu

40.0
35.0
30.0
25.0
20.0
15.0
10.0
5.0
0.0
Metanol Etanol Air n-Hexan Pertalite

Maserasi Soxhletasi Sonikasi

Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan metode memberikan efek signifikan terhadap penilaian kualitas ekstrak
gaharu pada parameter penilaian aroma (P < 0,001). Nilai rata-rata uji skor dan hedonik aroma dapat dilihat pada Tabel 5,
kisaran nilai uji skor adalah 21,5 hingga 37,5. Nilai rata-rata tertinggi didapatkan dari perlakuan metode sonikasi dengan
pelarut etanol adalah 37,5, sedangkan nlai rata-rata terendah didapatkan dari perlakuan metode maserasi dengan pelarut air
sebesar 21,5.

Aroma ekstrak gaharu yang diekstraksi menggunakan metode sonikasi banyak disukai, karena tingkat kepekatan yang
lebih rendah dari pada metode soxhletasi dan maserasi yang memiliki tingkat kepekatan lebih tinggi. Hal tersebut dipengaruhi
oleh suhu dan tekanan listrik sonikasi yang optimal, menyebabkan aroma ekstrak yang keluar lebih baik dari pada kedua
metode lainnya. Pada metode maserasi aroma yang dikeluarkan tidak murni gaharu, aroma yang ditimbukan bercampur antara
gaharu dengan pelarut yang digunakan.

Metode maserasi menghasilkan nilai rata-rata uji hedonic yang lebih rendah dibandingkan dengan metode soxhletasi dan
sonikasi, karena peroses pemanasan tidak digunakan pada metode ini. Metode ini membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
menarik senyawa yang lebih besar (Syamsul, 2020).

Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pelarut memberikan efek signifikan terhadap penilaian kualitas ekstrak
gaharu pada parameter penilaian aroma (P < 0,001). Pelarut metanol membantu menarik senyawa chromone yang dihasilkan
oleh gaharu dengan aroma yang khas dengan ekstraksi panas (Gusmailina, 2010). Tiga seskuiterpen harum agarofuran, (-)-10-
epiγ-eudesmol, dan agarospirol adalah sumber aroma gaharu yang berasal dari hasil pengolahan (Radim, 2019 dalam Lutfi,
2021).

Pelarut metanol yang merupakan bagian dari larutan alkohol yang bersifat polar dapat menarik senyawa gaharu yang
menghasilkan aroma khas, senyawa yang memiliki aroma khas ternyata bersifat polar. Pelarut harus memiliki sifat yang sama
dengan objek senyawa yang dituju agar dapat manarik senyawa tersebut keluar.

Analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang signifikan antara metode dengan pelarut terhadap kualitas
ekstrak gaharu pada parameter penilaian aroma (P = 1). Penggunaan metode panas khususnya pada pelarut alkohol
memberikan hasil yang maksimal. Metode panas mampu untuk mempercepat dan memecah senyawa yang menghasilkan
aroma pada gaharu dan di bantu oleh pelarut metanol untuk menarik senyawa tersebut keluar.
Kimia dan Industri Hasil Hutan

3.4 Hasil Uji Kelarutan Ekstrak Gaharu

Kelarutan merupakan pehitungan nilai yang diambil untuk mengetahui seberapa banyak zat yang terlarut hingga kondisi
jenuh atau saturated. Pada saat larutan dikondisi jenuh maka keseimbangan larutan terjadi, karena kecepatan reksi yang
konsttan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses kelarutan, yaitu suhu, konstanta dielektrik, pelarut, dan ukuran partikel
(Babu et al., 2009). Nilai kelarutan dari hasil ekperimen akan dirincikan dalam tabel berikut:

Gambar 8. Nilai Indeks Kelarutan Ekstrak Gaharu

90.00
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
Metanol Etanol Air n-Hexan Pertalite

Maserasi Soxhletasi Sonikasi

Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan metode memberikan efek signifikan terhadap kualitas ekstrak gaharu pada
parameter penilaian kelarutan (P < 0,001). Nilai rata-rata uji kelarutan dapat dilihat pada Gambar 8, kisaran nilai kelarutan
adalah 0 hingga 81,00. Nilai kelarutan ekstrak gaharu tertinggi diperoleh pada metode soxhletasi dengan pelarut metanol
sebesar 81,00, sedangkan nilai kelarutan yang terendah terdapat di ketiga metode dengan pelarut n-Hexan dan pertalite sebesar
0.

Membandingkan hasil kelarutan resin gaharu yang menggunakan metode soxhletasi dan sonikasi memiliki nilai yang
tidak jauh berbeda, dan perbandingan nilai pada metode maserasi yang cukup jauh. Hal tersebut menyatakan bahwa metode
yang menggunakan panas mampu menghasilkan resin gaharu yang lebih tinggi dari metode dingin. Metode panas dapat
membantu membuka pori-pori serbuk gaharu yang memudahkan pelarut untuk masuk dan menarik resin yang terdapat
didalamnya dan menghasilkan hasil ekstraksi lebih baik dan peningkatan kelarutan senyawa dalam pelarut (Mukhriani, 2014).

Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pelarut memberikan efek signifikan terhadap kualitas ekstrak gaharu pada
parameter penilaian kelarutan (P < 0,001). Pelarut yang bersifat polar menunjukan hasil yang baik dibandingkan dengan pelarut
yang bersifat non polar. Penggunaan pelarut n-Hexan dan pertalite tidak menghasilkan ekstrak gaharu secara bersih, hal
tersebut menunjukkan bahwa pelarut memiliki pengaruh terhadap hasil ekstrak gaharu yang terdapat pada tabel ke-6.

Analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang signifikan antara metode dengan pelarut terhadap kualitas
ekstrak gaharu pada parameter penilaian kelarutan (P = 1). Penggunaan metode panas dengan alkohol menjadi kombinasi yang
paling optimal digunakan, dilihat pada hasil rendemen dan kelarutan yang menunjukan nilai tertinggi. Penggunaan metode
dingin dirasa lebih baik digunakan pada pelarut n-Hexan, hal tersebut karena pelarut n-Hexan sangat mudah terdegradasi oleh
panas.
Kimia dan Industri Hasil Hutan

4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian Pengaruh Variasi Metode dan Pelarut Terhadap Kualitas Ekstrak Gaharu, dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Perbedaan jenis metode memberikan efek yang signifikan terhadap kualitas ekstrak gaharu (P < 0,001). Metode soxhletasi
menjadi metode yang paling optimal digunakan dan mampu memberikan kinerja ekstraksi yang lebih baik ditinjau dari aspek
efektif dan efisiensi.

2. Perbedaan jenis pelarut memberikan efek yang signifikan terhadap kualitas ekstrak gaharu (P < 0,001). Pelarut metanol
menjadi pelarut yang paling baik digunakan, karena pelarut metanol bersifat polar yang mampu menarik senyawa polar yang
terkandung pada gaharu.

3. Hasil uji anova menunjukan tidak adanya interaksi yang signifikan antara pelarut dengan metode terhadap kualitas ekstrak
gaharu (P = 1). Penggunaan metode soxhletasi (panas) dengan pelarut metanol (polar) paling optimal digunakan, metode
soxhletasi dapat memaksimalkan kinerja pelarut yang bersifat polar (metanol, etanol, dan air).

4. Aroma ekstrak gaharu yang banyak disukai pada perlakuan interaksi metode sonikasi dengan etanol. Sonikasi menggunakan
suhu yang tidak terlalu tinggi dan dibantu oleh tekanan listrik, sehingga dapat membantu memaksimalkan etanol dalam
melarutkan.

5. Notasi warna yang dihasilkan dari ekstrak gaharu adalah 10 YR (3/2 – 3/3), indikator munsell menunjukan warna coklat tua-
hitam kecoklatan.

DAFTAR PUSTAKA
Aji, A., Syamsul, B., Tantalia. 2017. Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Konsentrasi HCl Untuk Pembuatan Pektin dari Kulit Jeruk
Bali (Citrus maxima). Jurnal Teknologi Kimia Unimal. 6(1): 33 – 44.
Amir, Amran, Agrippina, W., and Nurfidianty, A. E. J. 2016. Perbandingan Metode Ektraksi Natrium Alginat: Metode
Konvensional dan Microwave Assisted Extraction (MAE). Chempublish Journal. 1 (2): 7-13.
Adhiksana, A., Kusyanto. 2015. Pengaruh Jumlah Pelarut Pada Proses Ekstraksi Minyak Kayu Cengkeh Menggunakan
Microwave. Journal of Research and Technology. 1(1): 30-34.
Aulton, M. E. 2002. Pharmaceutics: the science of dosage form design. New York. Churchill Livingstone, Edinburgh.
Aziza, H., Abubakar M. L., dan Djumali, M. 2010. Analisis Biaya Penyulingan Minyak Gaharu Dan Produk Sampingannya
Pada Industri Rumah Tangga Di Samarinda. Jurnal Kehutanan Tropika Humida. 3(2): 128-139.
CITES. 2004. Convention on International Trade Inendangered Species of Wild Fauna and Flora: Amendments To Appendices
I And II Of CITES Thirteenth Meeting Of The Conference Of The Parties. Bangkok. Thailand.
Clugston, M., and Fleming, R. 2000. Advanced Chemistry. Oxford Publishing. Oxford. hlm 108.
Chusyairi, A. 2019. Aplikasi E-Soil untuk Mengidentifikasi Warna Tanah Berbasis Android Menggunakan Munsell Soil Color
Chart. Jurnal Teknomatika. 9(1):1-12.
Fajar, N. U., Sely, M. N., Sutanto., Usep, S. 2020. Pengaruh Berbagai Metode Ekstraksi Pada Penentuan Kadar Flavonoid
Ekstrak Etanol Daun Iler (Plectranthus scutellarioides). Jurnal Ilmiah Farmasi. 10(1): 76-83.
Gusmailina. (2010). Quality Improvement on Low Grade Agarwood. l, 291–303.
Herliani. 2018. Analisis Volume Minyak Gaharu Tipe Aquilaria malaccensis L. Pada Proses Penyulingan Minyak Gaharu.
Proceeding Biology Education Conference. 15(1): 744.
Hidayah, N., Aisyah, K. H., Ahmad, S., Irawati, D. M. 2016. Uji Efektivitas Ekstrak Sargassum muticum Sebagai Alternatif
Obat Bisul Akibat Aktivitas Staphylococcus aureus. Journal of Creativity Students. 2(1).
Indrayati, F., Rohula, U., Edhi, N. 2013. Pengaruh Penambahan Minyak Atsiri Kunyit Putih (Kaempferia rotunda) Pada Edible
Coating Terhadap Stabilitas Warna dan Ph Fillet Ikan Patin yang Disimpan Pada Suhu Beku. Jurnal Teknosains
Pangan. 2(4): 27.
Laode, B. M., Darni, L. 2014. Laju Pertumbuhan Tanaman Penghasil Gaharu Jenis Aquilaria malaccensis. Jurnal Agrohut.
5(2): 110-115.
Lince, R. K., Wolfram, Y. M., Petrus, A. D. 2021. Teknik Pemanenan Tumbuhan Gaharu Pada Masyarakat Pencari Gaharu Di
Kampung Merdey Distrik Merdey Kabupaten Teluk Bintuni. Jurnal Kehutanan Papuasia. 7 (2): 219 – 228.
Luthfi, M., Jerry. 2021. Ekstraksi Minyak Gaharu dengan Pelarut Etanol secara Maseras. Journal Of Research on Chemistry
and Engineering. 2(2): 36-40.
Kimia dan Industri Hasil Hutan

Millang, S., Budirman, B., Anita, M. 2011. Awal Pertumbuhan Pohon Gaharu (Gyrinops sp.) Asal Nusa Tenggara Barat Di
Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin. Jurnal Hutan dan Masyarakat. 6(2): 117-123.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif. Jurnal Kesehatan. Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar. 7(2).
Mulyawan, L. M. C., Yayuk, A., Dyke, G. W. 2021. Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Kandungan Fenolik Total dan
Flavonoid Total Pada Ekstrak Etanol Buncis (Phaseolus vulgaris L.). Jurnal Pijar MIPA. 16(3): 397-405.
Pambayun, R., M. Gardjito, S. Sudarmadji, dan K. Rahayu. 2007. Kandungan fenol dan sifat antibakteri dari berbagai jenis
ekstrak produk gambir (Uncaria gambir Roxb). Farmasi Indonesia. 18(3): 141-146.
Pasaribu, G., Totok, K. W., dan Gustan, P. 2015. Keragaman Komponen Kimia Gaharu Pada Kelas Super dan Kemedangan.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 33(3): 247–252.
Pasaribu, G., Totok, K. W., dan Gustan, P. 2013. Analisis Komponen Kimia Beberapa Kualitas Gaharu Dengan Kromatografi
Gas Spektrometri Massa (Analisys of Chemical Compound in Some of Agarwood Quality by Gas Chromatography
Mass Spectrometry). Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 31(3): 181–185.
Pratama, R. N., I. Wayan, R.W., L. P. T. Darmayanti. 2017. Pengaruh Jenis Pelarut dan Waktu Ekstraksi Dengan Metode
Soxhletasi Terhadap Aktivitas Antioksidan Minyak Biji Alpukat (Persea americana Mill). Journal of Food Technology.
4(2): (87).
Rahmat, M., Ari, N. 2015. Konservasi dan Pengembangan Jenis Pohon Penghasil Gaharu Di KPHP Lakitan: Potensi,
Tantangan, dan Alternatif Kebijakan. Workshop Penguatan Apresiasi dan Kesadaran Konservasi Jenis Kayu Lokal
Sumatra Bernilai Tinggi. Diakses Pada Tanggal 12 Agustus 2023.
Rahmanto et al. 2018. Characterization of Ethanol Extract from Agarwood (Aquilaria microcarpa Baill.) Leaf. Journal Jamu
Indonesia. 3(2): 68–74.
Rizal, M. P., Huda, O., Khafidurahman, A. 2018. Perancangan Sistem Uji Sensoris Makanan Dengan Pengujian Peference Test
(Hedonik dan Mutu Hedonik), Studi Kasus Roti Tawar, Menggunakan Algoritma Radial Basis Function Network.
Jurnal Mikrotik. 8 (1): 29 – 42.
Sari, R., Muhani, M. 2017. Antibacterial Activity of Ethanolic Leaves Extract of Agarwood (Aquilaria microcarpa Baill.)
Against Staphylococcus aureus and Proteus mirabilis. Pharmaceutical Sciences and Research. 4(3).
Susmianto dan Santoso, 2014. Ketika gaharu menjadi booming. Dalam: Susmianto, A., Turjaman, M., Setio, P. (eds.). Rekam
jejak gaharu inokulasi. Bogor. FORDA Press. 3 – 14
Syamsul, E., Nadhila, A., Dewi, L. 2020. Perbandingan Ekstrak Lamur Aquilaria malaccensis Dengan Metode Maserasi dan
Refluks. Jurnal Riset Kefarmasian Indonesia. 2(2): 101.
Tamyiz1, M., Lucky, P., Rendie, P., Erik, H. M., and Sugiyono. 2022. Improving Agarwood (Aquilaria malaccensis Lamk.)
Plantlet Formation Using Various Types and Concentrations of Auxins. Journal of Sustainable Agriculture. 37(1): 142-
151.
Taufik, Y., Sumartini., Winny, E. 2019. Kajian Perbandingan Buah Black Mulberry (Morus nigra L.) Dengan Air Terhadap
Karakteristik Spreadable Prosessed Cheese Black Mulbbery. Journal Food Technology. 6(3): 183-191.
Tri, R. S., Agustinus, N., Yunus, T. S. 2018. Penggunaan metode ekstraksi maserasi dan partisi pada tumbuhan cocor bebek
(kalanchoe pinnata) dengan kepolaran berbeda. Journal of Chemistry. 3(1): 5-8.
Triesty, I., Mahfud. 2017. Ekstraksi Minyak Atsiri dari Gaharu (Aquilaria Malaccensis) dengan Menggunakan Metode
Microwave Hydrodistillation dan Soxhlet Extraction. Jurnal Teknik. 6(2): 392-395.

Anda mungkin juga menyukai