Anda di halaman 1dari 4

Hindun binti Hudzaifa (Ummu Salamah) ra

Hindun binti Hudzaifah adalah istri dari Nabi Muhammad SAW yang dinikahi dalam keadaan
janda. Sebelumnya ia adalah istri dari Abu Salamah Abdullah bin Abdil Asad al-Makhzumi
(shahabat yang mengikuti dua kali hijrah). Hindun memiliki kunyah (julukan) sebagai Ummu
Salamah (Ibunya Salamah).
Nama lengkapnya Hindun binti Hudzaifah bin Mughirah Al-Qursyiyah Al-Makhzumiyah, biasa
dipanggil Ummu Salamah. la dilahirkan tahun 28 sebelum hijrah. la termasuk orang yang mula-
mula masuk Islam. Ia bersama suaminya, Abu Salamah, ikut berhijrah ke Habasyah. Di
Habasyah, ia dikaruniai seorang anak, Salamah. Sepulang dari Habasyah, ia hijrah ke Madinah.
Di madinah, ia dikarunia 3 orang anak, yaitu Umar, Ruqayyah, dan Zainab. la adalah wanita
pertama yang berhijrah ke Madinah. la merawikan 378 hadits dari Nabi.

Ayah Hindun, Hudzaifah (Abu Umayyah) dijuluki sebagai “Zaad ar-Rakbi” yakni seorang
pengembara yang berbekal. Dijuluki demikian karena apabila dia melakukan safar (perjalanan)
tidak pernah lupa mengajak teman dan juga membawa bekal, bahkan ia mencukupi bekal milik
temannya. Adapun ibu beliau bernama ‘Atikah binti Amir bin Rabi’ah al-Kinaniyah dari Bani
Farras yang terhormat.

Ditinggal suami tercinta


Hindun binti Hudzaifah adalah seorang istri yang penuh cinta bagi suaminya, Abu Salamah
‘Abdullah bin ‘Abdil Asad bin Hilal bin ‘Abdillah bin ‘Umar bin Makhzum bin Yaqzhah bin
Murrah bin Ka’b Al-Makhzumi radhiyallahu ‘anhu. Dalam beratnya cobaan dan gangguan,
mereka meninggalkan negeri Makkah menuju Habasyah untuk berhijrah, membawa keimanan.
Di negeri inilah Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha melahirkan anak-anaknya, Salamah, ‘Umar,
Durrah dan Zainab.

Tatkala terdengar kabar tentang Islamnya penduduk Makkah, mereka pun kembali bersama
kaum muslimin yang lain. Namun, ternyata semua itu berita hampa semata, hingga mereka pun
harus beranjak hijrah untuk kedua kalinya menuju Madinah. Di sanalah mereka membangun
hidup bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Selang beberapa lama di Madinah, seruan perang Badr bergema. Abu Salamah radhiyallahu
‘anhu masuk dalam barisan para shahabat yang terjun dalam kancah pertempuran. Begitu pula
ketika perang Uhud berkobar, Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu ada di sana, hingga mendapatkan
luka-luka.

Tak lama Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berdampingan dengan kekasihnya, karena Abu
Salamah harus kembali ke hadapan Rabb-nya akibat luka-luka yang dideritanya.

Pada Perang Uhud Abu Umayyah, suami pertama Hindun terkena panah pada begian lengan dan
tinggal untuk mengobati lukanya hingga merasa sudah sembuh.

Selang dua bulan setelah perang Uhud, Rasulullah Saw mendapat laporan bahwa Bani Asad
merencanakan hendak menyerang kaum muslimin. Kemudian beliau memanggil Abu Salamah
dan mempercayakan kepadanya untuk membawa bendera pasukan menuju “Qathn”, yakni
sebuah gunung yang berpuncak tinggi disertai pasukan sebanyak 150 orang. Di antara mereka
adalah ‘Ubaidullah bin al-Jarrah dan Sa’ad bin Abi Waqqash.

Peperangan tersebut dimenangkan kaum muslimin sehingga mereka kembali dalam keadaan
selamat dan membawa harta rampasan perang (ghanimah). Disamping itu, mereka dapat
mengembalikan sesuatu yang hilang yakni kewibawaan kaum muslimin tatkala perang Uhud.
Pada pengiriman pasukan inilah luka yang diderita oleh Abu Salamah pada hari Uhud kembali
kambuh sehingga mengharuskan beliau terbaring ditempat tidur.

Pada suatu pagi Rasulullah Saw datang untuk menengoknya dan beliau terus menunggunya
hingga Abu Salamah berpisah dengan dunia. Ummu Salamah melepas kepergian Abu Salamah
pada bulan Jumadits Tsaniyah tahun keempat Hijriyah dengan pilu.

Menikah dengan Rasulullah

Waktu terus berjalan. Ummu Salamah pun telah melalui masa ‘iddahnya sepeninggal Abu
Salamah. Meski demikian Ummu Salamah kerap menolak pinangan dari para sahabat Rasul yang
datang dengan maksud untuk menikahinya, bahkan, Abu Bakar Assiddiq dan Umar bin Khatthab
sekalipun.

Ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala hendak menganugerahkan sesuatu yang lebih besar
daripada itu semua. Datanglah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Ummu Salamah
radhiyallahu ‘anha, membuka pintu baginya untuk memasuki rumah tangga nubuwwah. Ummu
Salamah radhiyallahu ‘anha menjawab tawaran itu, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku
adalah wanita yang sudah cukup berumur, dan aku memiliki anak-anak yatim, lagi pula aku
wanita yang sangat pencemburu.” Dari balik tabir, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
menanggapi, “Adapun masalah umur, sesungguhnya aku lebih tua darimu. Adapun anak-anak,
maka Allah akan mencukupinya. Sedangkan kecemburuanmu, maka aku akan berdoa kepada
Allah agar Allah menghilangkannya.”

Tak ada lagi yang memberatkan langkah Ummu Salamah untuk menyambut uluran tangan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Bulan Syawwal tahun keempat setelah hijrah adalah
saat-saat yang indah bagi Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, mengawali hidupnya di samping
seorang yang paling mulia, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Selanjutnya Hindun binti Abu Umayyah menjadi Ummul mukminin. Beliau hidup dalam rumah
tangga nubuwwah yang telah ditakdirkan untuknya dan merupakan suatu kedudukan yang beliau
harapkan. Beliau menjaga kasih sayang dan kesatuan hati bersama istri-istri Nabi lainnya.
Rasulullah Saw pun memuliakannya dengan biasa mengunjunginya pertama kali sehabis beliau
menunaikan Shalat Ashar, sebelum mengunjungi istri-istrinya yang lain.

Peristiwa yang dilalui Ummu Salamah di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam

Banyak rentetan peristiwa dilaluinya bersama beliau. Satu dialaminya dalam Perjanjian
Hudaibiyah. Kala itu, pada bulan Dzulqa’dah tahun keenam setelah hijrah, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersama seribu empat ratus orang muslimin ingin menunaikan
‘umrah di Makkah sembari melihat kembali tanah air mereka yang sekian lama ditinggalkan.
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha turut menyertai perjalanan beliau ini. Namun setiba beliau
dan para shahabat di Dzul Hulaifah untuk berihram dan memberi tanda hewan sembelihan, kaum
musyrikin Quraisy menghalangi kaum muslimin. Dari peristiwa ini tercetuslah perjanjian
Hudaibiyah. Perjanjian itu di antaranya berisi larangan bagi kaum muslimin memasuki Makkah
hingga tahun depan. Betapa kecewanya para shahabat saat itu, karena mereka urung memasuki
Makkah.

Usai menyelesaikan penulisan perjanjian itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun
memerintahkan kepada para shahabat, “Bangkitlah, sembelihlah hewan kalian, kemudian
bercukurlah!” Namun tak satu pun dari mereka yang bangkit. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam mengulangi perintahnya hingga ketiga kalinya, namun tetap tak ada satu pun yang
beranjak. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menemui Ummu Salamah
radhiyallahu ‘anha dan menceritakan apa yang terjadi. Ummu Salamah pun memberikan gagasan
kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah engkau ingin agar mereka melakukannya?
Bangkitlah, jangan berbicara pada siapa pun hingga engkau menyembelih hewan dan
memanggil seseorang untuk mencukur rambutmu.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri, kemudian segera melaksanakan usulan Ummu
Salamah radhiyallahu ‘anha. Seketika itu juga, para shahabat yang melihat Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam menyembelih hewannya dan menyuruh seseorang untuk mencukur
rambutnya serta merta bangkit untuk memotong hewan sembelihan mereka dan saling mencukur
rambut, hingga seakan-akan mereka akan saling membunuh karena riuhnya.

Semenjak bersama Abu Salamah radhiallahu ‘anhu, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha meraup
banyak ilmu. Terlebih lagi setelah berada dalam naungan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam, di bawah bimbingan nubuwwah, Ummu Salamah mendulang ilmu. Juga dari putri
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, Fathimah radhiyallahu ‘anha. Ummu Salamah
menyampaikan apa yang ada pada dirinya hingga bertaburanlah riwayat dari dirinya. Tercatat
deretan panjang nama-nama ulama besar dari generasi pendahulu yang mengambil ilmu darinya.
Dia termasuk fuqaha dari kalangan shahabiyah.

Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha telah melalui rentang panjang masa hidupnya dengan
menebarkan banyak faidah. Masa-masa kekhalifahan pun dia saksikan hingga masa
pemerintahan Yazid bin Mu’awiyah. Pada masa inilah terjadi pembunuhan cucu Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam, Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhuma. Ummu
Salamah sangat berduka mendengar berita itu. Dia benar-benar merasakan kepiluan. Tak lama
setelah itu, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha kembali menghadap Rabb-nya saat umur beliau
sudah mencapai 84 tahun.

Hindun binti Abu Umayyah adalah istri Nabi yang terakhir kali meninggal dunia.
Keistimewaan:

a. Wanita yang ikut hijrah ke Habasyah dan pertama hijrah ke Madinah.

b. Wanita yang sabar dan tabah

Ketika Ummu Salamah, Abu Salamah dan putra mereka Salamah hendak berhijrah, mereka
dihalang-halangi oleh Bani Mughiroh. Hingga akhirnya Ummu Salamah terpisah dari suami dan
anaknya. Tetapi Ummu Salamah tetap tabah mendapatkan cobaan ini.

c. Wanita yang cerdas dan bijaksana

Setelah selesai menandatangani perjanjian damai dengan kaum musyrik, Rasulullah SAW
berkata kepada para sahabatnya, ‘Bersiap-siaplah, sembelihlah hewan-hewan kurban kalian dan
cukurlah rambut kalian.’ Demi Allah, saat itu tidak ada satu pun dari para sahabat yang berdiri
dan melaksanakan perintah beliau, padahal beliau mengulangi perintahnya sebanyak tiga kali.
Ketika melihat gejala seperti itu, Rasulullah SAW masuk kemah dan menemui Ummu Salamah,
lalu menceritakan kejadian tersebut kepadanya.

Ummu Salamah berkata, ‘Wahai Nabi Allah, apakah engkau ingin sahabat-sahabatmu
mengerjakan perintahmu? Keluarlah, dan jangan berbicara dengan siapa pun sebelum engkau
menyembelih hewan kurbanmu dan memanggil pencukur untuk mencukur rambutmu.’

d. Wanita yang sangat penyayang

Ia lah yang menyampaikan berita kepada Abu Lubabah bahwa Allah menerima taubatnya.
Ummu Salamah juga pernah menjadi penyebab kesediaan Nabi untuk memaafkan anak
pamannya.

e. Ummu Salamah dianggap sebagai ulama pada generasi sahabat. Ulama besar sekaliber Ibnu
Abbas tidak jarang mengutus orang untuk menanyakan beberapa masalah hukum kepadanya.

Sumber:

https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com/2014/07/hindun-binti-hudzaifa-ummu-salamah-ra.html

https://alhikmah.ac.id/wanita-wanita-pengukir-sejarah-bagian-ke-6-ummu-salamah/

https://www.goresannews.com/2021/10/biografi-hindun-binti-umayyah-huzaifah.html

Anda mungkin juga menyukai