Anda di halaman 1dari 8

12 Wanita Pejuang Bersama Rasulullah Oleh: Nurul Afrianti, M.

Pd (Disarikan dari berbagai sumber) Wanita adalah sosok yang mempunyai peran yang sangat besar dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan ini. Tanpa peran wanita, suatu komunitas tidak akan mencapai kemajuan dan keberhasilan yang dapat dibanggakan. Demikianlah gambaran wanita di zaman Rasulullah saw. yang mempunyai peran yang sangat penting baik dalam urusan ekonomi, urusan mendidik anak dan rumah tangga, bahkan maju dalam medan peperangan bersama Rasulullah saw. Mereka mengikuti Rasulullah saw. baik dalam suka dan duka serta membantu pasukan Islam mengurusi perbekalan dan mengobati yang terluka. Berikut 12 wanita yang berjuang bersama Rasullah SAW. 1. Ummu Sulaim binti Malhan 2. Nusaibah binti Kaab 3. Ummu Amir Al-Asyhaliyyah 4. Barakah binti Tsalabah 5. Aisyah binti Abu Bakar 6. Ummu Athiyyah Al-Anshariyyah 7. Ummu Salamah 8. Shafiyyah binti Abdul Muthalib 9. Zainab binti Jahsy 10. Ummu Muni 11. Rafidhah Al-Anshariyyah 12. Ummu Karaz Al-Khazaiyyah Ummu Sulain Binti Malhan Dia adalah Ummu Sulaim binti Milhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin Adi bin An-Najjar. Gelarannya Sahlah, Ramilah, Malikah, Al-Ghamisha, dan Ar-Ramisha. Al-Ghamisha masuk Islam bersama generasi awal sahabat anshar. Ummu Sulain dan kaummnya membaiat Nabi pada saat suaminya yaitu Malik bin Dhamdam berpergiaan. Namun suaminya tidak bisa menerima bahakan marak kepdanya. Suatu saat Ummu Sulain menuntun anaknya yakni Anas bin Malik seraya berkata: Katakanlah : Tidak ada Tuhan selain Allah, katakanlah : Saya bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad Rasulullah. Malik bin An-Nadhar marah kemudian pergi ke Syam dan di sana dia dibunuh oleh musuhnya. Saat mendengar berita kematian suaminya, Ummu Sulaim berkata: Tidak masalah, aku tidak akan menyapih anakku sampai ia tidak mau minum susuku lagi. dan aku tidak akan menikah sampai Anas memintaku. ArRamisha begitu mencintai Rasulullah dan menyerahkan anaknya kepada Rasulullah untuk dijadikan pembantu Rasulullah. Hai Rasulullah ini Anas, perkenankan ia mengabdi kepadamu. Dia seorang anak pandai menulis. Anas adalah pembantumu, berdoalah untuknya Dalam Perang Uhud dia bersama Aisyah binti Abu Bakar memebawa gerabah air untuk minum pasukan Islam dan mengobati pejuang yang luka. Dalam perang Khaibar ia ikut berpartisipasi. Pun dalam perang Hunain saat dia membawa badik untuk mengoyak perut orang musyrik sedangkan ia dalam keadaan hamil tua. Apa ini? Tanya suaminya, Abu Thalhah. Badik, apabila ada orang musyrik mendekat maka aku akan mengoyak perutnya. Abu Thalhah melaporkan hal itu kepada Nabi. Dan Nabi tertawa mendengarkannya. Ummu Sulaim kemudian menjelaskan: saya membawanya dan jika kalau ada orang musyrik yang mendekta maka saya akan mengiyak perutnya atau saya akan bunuh para penerima amnesty yang ketahuan lari. Mereka adalah orang-orang yang menyerah dahulu. Rasul berkata: Sesungguhnya Allah sudah memaafkan dan baik pada mereka, Hai Ummu Sulaim. Kisahnya yang paling terkenal adalah tentang mahalnya maharnya yaitu keislaman Abu Thalha. Saat dia dilamar oleh Abu Thalhah yang masih kafir, dia mengatakan kepada Abu Thalhah, Demi Allah! orang yang seperti anda tidak pantas untuk ditolak, hannya saja engkau adalah orang kafir sedangkan aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah denganmu. Jika kamu mau masuk Islam maka itulah mahar bagiku dan aku tidak meminta yang selain dari itu. Maka Abu Thalhah masuk Islam dan menikahi Ummu Sulaim. Anas berkata: Rasulullah berperang bersama Ummu Sulaim dan para Wanita dari kalangan Anshar, apabila berperang, para wanita tersebut memberikan minum kepada mujahidin dan mengobati yang luka. Begitulah Ummu Sulaim memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Rasulullah, beliau tidak pernah masuk rumah selain rumah Ummu Sulaim bahkan Rasulullah telah memberi kabar gembira bahwa beliau termasuk ahli surga. Beliau bersabda : Aku masuk ke surga, tiba-tiba mendengar sebuah suara, maka aku bertanya: Siapa itu?. Mereka berkata: Dia adalah Rumaisha` binti Malhan ibu dari Anas bin Malik. Nusaibah binti Kaab Ia adalah seorang wanita dari Bani Mazin an-Najar yang nama lengkapnya adalah Nusaibah binti Ka'ab bin Amru bin Auf bin Mabdzul al-Anshaiyah. Galarannya adalah Ummu Imarah. Beliau wanita yang bersegera masul Islam, salah seorang dari dua wanita yang bersama para utusan Anshar yang datang ke Mekah untuk melakukan bai'at kepada Rasulullah

Shallallahu 'alaihi wa sallam. Disamping memiliki sisi keuatmaan dan kebaikan, ia juga suka berjihad, pemberani, ksatia, dan tidak takut mati di jalan Allah. Nusaimah ra ikut pegi berperang dalam Perang Uhud besama suaminya (Ghaziyah bin Amru) dan bersama kedua anaknya dari suami yang prtama (Zaid bin Ashim bin Amru), kedua anaknya bernama Abdullah dan Hubaib. Di siang hari beliau membeikan minuman kepada yang terluka, namun tatkala kaum muslimin porang-poranda beliau segera mendekati Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan membawa pedang (untuk menjaga keselamatan Rasulullah) dan menyerang musuh dengan anak panah. Beliau beperang dengan dahsyat. Beliau menggunakan ikat pinggang pada peutnya hingga teluka sebanyak tiga belas tempat. Yang paling parah adalah luka pada pundaknya yang tekena senjara dai musuh Allah yang bernama Ibnu Qami'ah yang akhirnya luka tersebut diobati selama satu tahun penuh hingga sembuh. Nusaimah ra sempat mengganggap ringan lukanyayang berbahaya ketika penyeu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berseru agar kaum muslimin menuju Hamraul Asad, maka Nusaibah mengikat lukanya dengan bajunya, akan tetapi tidak mampu untuk menghentikan cucuran daahnya. Ummu Umarah menutukan kejadian Perang Uhud demikian kisahnya, "Aku melihat orang-oang sudah menjauhi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hingga tinggal sekelompok kecil yang tidak sampai bilangan sepuluh orang. Saya, kedua anakku, dan suamiku berada di depan beliau untuk melindunginya, sementara orang-orang koca-kacir. Beliau melihatku tidak memiliki perisai, dan beliau melihat pula ada seorang laki-laki yang mundu sambil membawa perisai. Beliau besabda, 'Beikanlah peisaimu kepada yang sedang berperang!' Lantas ia melempakannya, kemudian saya mengambil dan saya pegunakan untuk melindungi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika itu yang menyerang kami adalah pasukan bekuda, seandainya mereka berrjalan kaki sebagaimana kami, maka dengan mudah dapat kami kalahkan insya Allah. Maka tatkala ada seorang laki-laki yang berkuda mendekat kemudian memukulku dan aku tangkis dengan pisaiku sehingga dia tidak bisa berbuat apa-apa degan pedangnya dan akhirnya dia hendak mundu, maka aku pukul urat kaki kudanya hingga jatuh teguling. Kemudian ketika itu Nabi berseu, 'Wahai putra Ummu imarah, bantulah ibumu... bantulah ibumu....' Selanjutnya putraku membantuku untuk mengalahkan musuh hingga aku berhasil membunuhnya." (Lihat Thabaqat Ibnu Sa'ad VIII/412). Putra beliau yang bernama Abdullah bin Zaid bekata, "Aku teluka. Pada saat itu dengan luka yang parah dan darah tidak berhenti mengalir, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Balutlah lukamu!' Sementara ketika itu Ummu Imarh sedang menghadapi musuh, tatkala mendenga seuan Nabi, ibu menghampiriku dengan membawa pembalut dari ikat pinggangnya. Lantas dibalutlah lukaku sedangkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri, ketika itu ibu bekata kepadaku, 'Bangkitlah besamaku dan tejanglah musuh!'Hal itu membuat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Siapakah yang mampu berbuat dengan apa yang engkau pebuat ini wahai Ummu Imarah?' Kemudian datanglah orang yang tadi melukaiku, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Inilah yang memukul anakmu whai Ummu Imarah!" Ummu Imarah becerita, "Kemudian aku datangi orang tersebut kemudian aku pukul betisnya hingga roboh." Ummu Imarah melihat ketika itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tersenyum karena apa yang telah diperbuat olehnya hingga kelihata gigi geraham beliau, beliau bersabda, "Engkau telah menghukumnya wahai Ummu Imarah." Kemudian mereka pukul lagi dengan senjata hingga dia mati. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Segala puji bagi Allah yang telah memenangkanmu dan meyejukkan pandanganmu dengan kelelahan musuh-musuhmu dan dapat membalas musuhmu di depan matamu." (Lihat Thabaqat Ibnu Sa'ad VIII/413 -- 414). Selain pada Perang Uhud, Ummu Imarah juga ikut pada dalam bai'atur ridwan bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam Perang Hudaibiyah, dengan demikian beliau ikut serta dalam Perang Hunain. Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, ada bebeapa kabilah yang mutad dari Islam di bawah pimpinan Musailamah al-Kadzab, selanjutnya khalifah Abu Bakar ash-Shidiq mengambil keputusan untuk memerangi orang-orang yang murtad tesebut. Maka, bersegeralah Ummu Imarah mendatangi Abu Bakar dan meminta ijin kepada beliau untuk begabung bersama pasukan yang akan memerangi orang-orang yang mutad dai Islam. Abu Bakar ash-Shidiq bekata kepadanya, "Sungguh aku telah mengakui pranmu di dalam perang Islam, maka berangkatlah dengan nama Allah." Maka, beliau berangkat bersama putranya yang bernama Hubaib bin Zaid bin Ashim. Di dalam perang ini, Ummu Imarah mendapatkan ujian yang berat. Pada perang tesebut putranya tertawan oleh Musailamah al-Kadzab dan ia disiksa dengan bebagai macam siksaan agarr mau mengakui kenabian Musailamah alKadzab. Akan tetapi, bagi putra Ummu imarah yang telah tebiasa dididik untuk besabar tatkala beperang dan telah dididik agar cinta kepada kematian syahid, ia tidak kenal kompomi sekalipun diancam. Tejadilah dialog antaraya dengan Musailamah: Musailamah: Engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah? Hubaib: Ya Musailamah: Engkau besaksi bahwa aku adalah Rasulullah? Hubaib: Aku tidak mendengar apa yang kamu katakan itu. Kemudian Musailamah al-Kadzab memotong-motong tubuh Hubaib hingga tewas. Suatu ketika Ummu Imarah ikut serta dalam perang Yamamah besama putranya yang lain, yaitu Abdullah. Beliau bertekad untuk dapat membunuh Musailamah dengan tangannya sebagai balasan bagi Musailamah yang telah membunuh Hubaib, akan tetapi takdir Allah menghendaki lain, yaitu bahwa yang mampu membunuh adalah putra beliau yang satunya, yaitu Abdullah. Ia membalas Musailamah yang telah membunuh saudara kandungnya.

Tatkala membunuh Musailamah, Abdullah bekeja sama dengan Wahsyi bin Harb, tatkala ummu imarah mengetahui kematian si Thaghut al-Kadzab, maka beliau bersujud syukur kepada Allah. Ummu Imarah pulang dari peperangan dengan membawa dua belas luka pada tubuhnya setelah kehilangan satu tangannya dan kehilangan anaknya yang terakhir, yaitu Abdullah. Sungguh, kaum muslimin pada masanya mengetahui kedudukan beliau. Abu Bakar ashShidiq penah mendatangi beliau untuk menanyakan kondisinya dan menenangkan beliau. Khalid si pedang Islam membantu atas penghomatannya, dan seharusnyalah kaum muslimin di zaman kita juga mengetahui haknya pula. Beliau sungguh telah mengukir sejarahnya dengan tinta emas. Ummu Amir Al-Asyhaliyyah Beliau adalah Asma` binti Yazid bin Sakan bin Rafi` bin Imri`il Qais bin Abdul Asyhal bin Haris al-Anshariyysh, alAusiyyah al-Asyhaliyah. Beliau adalah seorang ahli hadis yang mulia, seorang mujahidah yang agung, memiliki kecerdasan, dien yang bagus dan ahli argumen, sehingga beliau menjuliki sebagai juru bicara wanita. Diantara keistimewaan yang dimiliki oleh Asma` adalah kepekaan inderanya dan kejelian perasaannya serta kehalusan hatinya. Selebihnya dalam segala sifat sebagaimana yang dimiliki oleh wanita-wanita Islam yang lain yang telah lulus dari madrasah nubuwwah yakni tidak terlalu lunak (manja) dalam berbicara, tidak merasa hina, tidak mau dianiaya dan dihina, bahkan beliau adalah seorang wanita yang pemberani, tegar dan mujahidah. Beliau menjadi contoh yang baik dalam banyak medan peperangan. Asma` mendatangi Rasulullah shallallhu 'alaihi wa sallam pada tahun pertama hijrah dan beliau belum berbai`at kepadanya dengan bai`at Islam. Rasulullah shallallhu 'alaihi wa sallam membai`at para wanita dengan ayat yang tersebut dalam surat al-Mumtahanah. Yaitu firman Allah : Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akn membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q,.s. alMumtahanah:12). Bai`at dari Asma` binti Yazid adalah untuk jujur dan ikhlas, sebagaimana yang disebutkan riwayatnya dalam kitabkitab sirah bahwa Asma` mengenakan dua gelang emas yang besar, maka Nabi SAW bersabda : Tanggalkanlah kedua gelangmu wahai Asma`, tidakkah kamu takut jika Allah mengenakan gelang kepadamu dengan gelang dari api neraka? Maka segerahlah beliau tanpa ragu-ragu dan tanpa komentar untuk mengikuti perintah Rasululah shallallhu 'alaihi wa sallam, maka beliau melepaskannya dan meletakkannya di depan Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam. Setelah itu Asma` aktif untuk mendengar hadist Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam yang mulia dan beliau bertanya tentang persoalan-persoalan yang menjadikan ia faham dalam urusan dien. Beliau pulalah yang bertanya kepada Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam tentang tata cara thaharah bagi wanita yang selesai haidh. Beliau memiliki kepribadian yang kuat dan tidak malu menanyakan sesuatu yang haq. Oleh karena itulah Ibnu Abdil Barr berkata: Beliau adalah seorang wanita yang cerdas dan bagus diennya. Beliau dipercaya oleh kaum muslimah sebagai wakil mereka untuk berbicara dengan Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam tentang persoalan persoalan yang mereka hadapi. Pada suatu ketika Asma` mendatangi Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam dan bertanya : Wahai Rasulullah , sesungguhnya saya adalah utusan bagi seluruh wanita muslmah di belakangku, seluruhnya mengatakan sebagaimana yang aku katakan dan seluruhnya berpendapat sesuai dengan pendapatku. Sesungguhnya Allah Ta`ala mengutusmu bagi seluruh laki-laki dan wanita, kemudian kami beriman kepadamu dan membai`atmu. Adapun kami para wanita terkurung dan terbatas gerak langkah kami. Kami menjadi penyangga rumah tangga kaum lelaki, dan kami adalah tempat melampiaskan syahwat mereka, kamilah yang mengandung anak-anak mereka, akan tetapi kaum lelaki mendapat keutamaan melebihi kami dengan shalat jum`at, mengantar jenazah dan berjihad. Apabila mereka keluar untuk berjihad kamilah yang menjaga harta mereka, yang mendidik anak-anak mereka, maka apakah kami juga mendapat pahala sebagaimana yang mereka dapat dengan amalan mereka? Mendengar pertanyaan tersebut, Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam menoleh kepada para sahabat dan bersabda : Pernahkah kalian mendengar pertanyaan seorang wanita tentang dien yang lebih baik dari apa yang dia tanyakan?. Para sahabat menjawab, Benar, kami belum pernah mendengarnya ya Rasulullah! Kemudian Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam bersabda: Kembalilah wahai Asma` dan beritahukanlah kepada para wanita yang berada di belakangmu bahwa perlakuan baik salah seorang diantara mereka kepada suaminya, dan meminta keridhaan suaminya, mengikuti (patuh terhadap) apa yang ia disetujuinya, itu semua setimpal dengan seluruh amal yang kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum lelaki. Maka kembalilah Asma` sambil bertahlil dan bertakbir merasa gembira dengan apa disabdakan Rasuslullah shallallhu 'alaihi wa sallam. Dalam dada Asma` terbetik keinginan yang kuat untuk ikut andil dalam berjihad, hanya saja kondisi ketika itu tidak memungkinkan untuk merealisasikannya. Akan tetapi setelah tahun 13 Hijriyah setelah wafatnya Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam hingga perang Yarmuk beliau menyertainya dengan gagah berani. Pada perang Yarmuk ini, para wanita muslimah banyak yang ikut andil dengan bagian yang banyak untuk berjihad sebagaimana yang disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Katsir dalam al-Bidyah wa an-Nihyah, beliau membicarakan tentang perjuangan mujahidin mukminin. Beliau berkata: Mereka berperang dengan perang besar-besaran hingga para wanita turut berperang di belakang mereka dengan gagah berani.

Dalam bagian lain beliau berkata: Para wanita menghadang mujahidin yang lari dari berkecamuknya perang dan memukul mereka dengan kayu dan melempari mereka dengan batu. Adapun Khaulah binti Tsa`labah berkata: Wahai kalian yang lari dari wanita yang bertakwa Tidak akan kalian lihat tawanan Tidak pula perlindungan Tidak juga keridhaan Beliau juga berkata dalam bagian lain: Pada hari itu kaum muslimah berperang dan berhasil membunuh banyak tentara Romawi, akan tetapi mereka memukul kaum muslimin yang lari dari kancah peperangan hingga mereka kembali untuk berperang. Dalam perang yang besar ini, Asma binti Yazid menyertai kaum muslumin bersama wanita mukminat yang lain berada di belakang para Mujahidin mencurahkan segala kemampuan dengan membantu mempersiapkan senjata, memberikan minum bagi para mujahidin dan mengobati yang terluka diantara mereka serta memompa semangat juang kaum muslimin. Akan tetapi manakala berkecamuknya perang, manakala suasana panas membara dan mata menjadi merah, ketika itu Asma` lupa bahwa dirinya adalah seorang wanita. Beliau hanya ingat bahwa dirinya adalah muslimah, mukminah dan mampu berjihad dengan mencurahkan dengan segenap kemampuan dan kesungguhannya. Hanya beliau tidak mendapatkan apa-apa yang di depannya melainkan sebatang tiang kemah, maka beliau membawanya dan berbaur dengan barisan kaum muslimin. Beliau memukul musuh-musuh Allah ke kanan ke kiri hingga dapat membunuh sembilan orang tentara Romawi, sebagaimana yang dikisahkan oleh Imam Ibnu Hajar tentang beliau: Dialah Asma` binti Yazid bin Sakan yang menyertai perang Yarmuk, ketika itu beliau membunuh sembilan tentara Romawi dengan tiang kemah, kemudian beliau masih hidup selama beberapa tahun setelah peperangan tersebut. Asma` keluar dari peperangan dengan membawa luka di punggungnya dan Allah menghendaki beliau masih hidup setelah itu selama 17 tahun karena beliau wafat pada akhir tahun 30 Hijriyah setelah menyuguhkan kebaikan kepada umat. Semoga Allah merahmati Asma` binti Yazid bin Sakan dan memuliakan dengan hadis yang telah beliau riwayatkan bagi kita, dan dengan pengorbanan yang telah beliau usahakn, dan telah beramal dengan sesuatu yang dapat dijadikan pelajaran bagi yang lain dalam mencurahkan segala kemampuan dan susah demi memperjuangkan al-Haq dan mengibarkan bendera hingga dien ini hanya bagi Allah. Barakah binti Tsalabah Namanya adalah Barakah binti Tsa'labah bin Amru bin Hishan bin Malik bin Salmah bin Amru bin Nu'man al Habasyiyah atau biasa dipanggil dengan Ummu Aiman Rasulullah saw mewarisi wanita ini dari ayahnya, dan Ummu Aiman senantiasa mengasuh Rasulullah saw hingga dewasa. Tatkala Rasulullah saw menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, beliau memerdekakan Ummu Aiman yang kemudian dinikahi oleh Ubaidullah bin Haris al-Khazraji. Bersama dialah ia melahirkan seorang Aiman ra yang pada gilirannya Aiman ikut berhijrah dan berjihad bahkan syahid tatkala perang Hunain. Nabi saw memuliakan Ummu Aiman, beliau sering mengunjunginya dan memanggilnya dengan kata, "Wahai ibu ...". Beliau bersabda, "Beliau (Ummu Aiman) adalah termasuk ahli baitku." Beliau juga bersabda, "Ummu Aiman adalah ibuku setelah ibuku."(HR al-Hakim). Ummu Aiman senantiasa berkhidmah kepada Rasulullah saw dan lemah lembut terhadap beliau. Setelah datangnya masa nubuwwah (kenabian), beliau bersabda, "Barangsiapa yang ingin menikah dengan wanita ahli jannah, maka hendaklah menikahi Ummu Aiman." (HR Ibnu Sa'ad). Maka, akhirnya Zaid bin Haritsah menikahinya pada malam ketika ia diutus oleh Nabi saw. Bersama dengannyalah akhirnya Ummu Aiman melahirkan Usamah bin Zaid, buah hati Rasulullah saw. Ketika Rasulullah saw mengizinkan kepada kaum muslimin untuk berhijrah ke Madinah, maka Ummu Aiman termasuk wanita yang ikut berhijrah pada angkatan pertama itu. Ummu Aiman berhijrah di jalan Allah dengan berjalan dan tanpa membawa bekal. Pada saat hari sangat panas, sementara ia sedang melakukan puasa, ia sangat kehausan, tiba-tiba ada ember di atasnya yang menjulur dari langit dengan tali berwarna putih. Lalu Ummu Aiman meminum air yang ada di dalamnya itu hingga kenyang. Ummu Aiman berkata, "Saya tidak pernah merasa haus lagi sesudah itu. Sungguh saya biasa menghadapi rasa haus dengan puasa di siang hari, namun kemudian aku tidak merasakan haus lagi setelah minum air tersebut, meskipun aku puasa pada siang hari yang panas, aku tetap tidak merasakan haus." (HR Ibnu Sa'ad dalam ath-Thabaqat). Rasulullah saw bersikap lemah lembut kepadanya dan terkadang mengajaknya bercanda, karena ia seperti ibunya sendiri. Telah diriwayatkan bahwa suatu ketika ia berkata kepada Rasulullah saw, "Wahai Rasulullah saw, bawalah (ajaklah) aku." Maka Nabi saw menjawab, "Aku akan membawamu di atas anak onta." Ummu Aiman berkata, "Anak onta itu tidak akan mampu membawaku, lagi pula aku tidak menyukainya." Nabi bersabda, "Aku tidak akan membawamu, kecuali dengan anak onta." Ini adalah canda Rasulullah saw kepada Ummu Aiman, hanya saja, sekalipun beliau bercanda, namun tidak akan mengatakan kecuali yang benar. Sebab, setiap onta seluruhnya adalah anak onta." Ummu Aiman adalah seorang wanita yang cadal suaranya, suatu ketika beliau ingin menyeru kaum muslimin pada perang Hunain dan berkata, "Sabatallahu Aqdaamakum" (semoga Allah mengistirahatkan kaki kalian). Padahal, mungkin yang dimaksud adalah Tsabatallahu Aqdaamakum(semoga Allah mengokohkan kaki kalian), maka Nabi saw bersabda: "Diamlah Anda, wahai Ummu Aiman, karena anda adalah seorang yang cadal lisannya."Suatu ketika Ummu Aiman masuk ke dalam rumah Nabi saw dan mengucapkan salam, "Salaamun Laa 'Alaikum" (keselamatan bukan atas kalian), padahal yang dimaksud adalah Assalamualaikum, akan tetapi beliau memberikan rukhshah (keringanan) kepadanya untuk mengucapkan salam (salamun la alaikum) Disamping Ummu Aiman memiliki sifat-sifat yang terpuji, di tambah lagi pada usianya yang sudah tua, ia ra tidak mau tinggal diam, beliau ingin menyertai pahlawan Islam dalam menghancurkan musuh-musuh Allah Azza wa Jalla untuk meninggihkan kalimat-Nya. Sehingga ia ikut dalam perang Uhud dan ikut andil dengan kemampuan yang ia miliki, ia

memberikan minum bagi pasukan muslim dan mengobati yang terluka dan ia juga menyertai perang Khaibar bersama Rasulullah saw. Ketika Rasulullah saw wafat, Abu Bakar ra berkata kepada Umar ra, "Pergilah bersama kami menemui Ummu Aiman, kita akan mengunjunginya sebagaimana Rasulullah saw telah mengunjunginya." Tatkala mereka sampai di rumah Ummu Aiman, ternyata ia sedang menangis, keduanya berkata, "Apa yang membuat Anda menangis?" Bukankah apa yang di sisi Allah lebih baik bagi Rasulullah saw? Ummu Aiman menjawab, "Bukanlah saya menangis karena tidak tahu bahwa apa yang di sisi Allah lebih baik bagi Rasul-Nya, hanya saja saya menangis karena telah terputusnya wahyu dari langit." Hal itu membuat Abu Bakar dan Umar menangis, sehingga keduanya menangis bersama Ummu Aiman. Pada saat terbunuhnya Umar bin Khaththab ra, Ummu Aiman menangis sambil berkata, "Pada hari ini Islam menjadi lemah." Ummu Aiman wafat pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan ra, tepatnya dua puluh hari setelah terbunuhnya Umar ra. Semoga Allah merahmati Ummu Aiman, pengasuh pemimpin anak Adam saw. Beliau adalah seorang wanita yang rajin berpuasa dan tahan lapar, berhijrah dengan berjalan, yang akhirnya diberi minum dengan air yang tidak diketahui asalusulnya. Air tersebut ternyata minuman dari langit sebagai penyembuh bagi beliau. Aisyah binti Abu Bakar Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq, atau juga biasa dipanggil dengan al-Shiddiqiyah yang dinisbatkan kepada al-Shiddiq yaitu orang tuanya sendiri Abu Bakar, kekasih Rasulullah SAW. Seorang wanita mulia dan istimewa dimana sebagian dari ilmu agama kita ini diambil darinya. Begitu banyak keutamaan dan kemuliaan yang dimilikinya, semoga Allah meridhainya dan mengumpulkannya dengan kekasihnya yang paling dicintainya yaitu Nabi kita Muhammad SAW. Beberapa keutamaannya tidak dapat dihitung dengan jari sehingga hanya sebagian kecil yang dapat dipaparkan disini, diantarnya adalah sebagai berikut : Kecintaan Rasulullah kepadanya melebihi kecintaannya kepada istri-istri beliau yang lainnya yang semuanya ada 9 orang. Pada suatu ketika Rasulullah ditanya, Siapakah orang yang paling engkau cintai ? maka beliau menjawab, Aisyah Hal ini didasarkan kepada hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Amr bin Ash, dimana dia datang kepada Nabi seraya bertanya,Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling engkau cintai? beliau menjawab,Aisyah, kemudian Amr bin Ash bertanya, Siapakah orang lelaki yang paling engkau cintai? , beliau menjawab Bapaknya (Abu Bakar). Dia bertanya, Kemudian siapa lagi? beliau menjawab Umar, yakni Ibnu Al Khaththab, semoga Allah meridhai semuanya. Malaikat menyampaikan salam untuknya bukan hanya sekali. Sebagaimana hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim darinya (Aisyah), dimana Rasulullah telah bersabda, Sesungguhnya Jibril telah mengucapkan salam untukmu, maka aku menjawab,Alaihis as-Salam. Allah telah menurunkan ayat Al-Quran yang berhubungan dengan pembebasan dirinya dari tuduhan dusta sebanyak sepuluh ayat dalam surat An-Nuur, dimana didalamnya Allah menjelaskan bahwa laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik, dan beliau tergolong wanita yang baik, membebaskan mereka dari tuduhan orang-orang yang menyebarkan tuduhan dusta itu, dan memberi kabar gembira bahwa bagi mereka surga, sebagaimana Allah berfirman,..dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula. Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (surga) An-Nuur:26. Pada saat Rasulullah sakit, beliau minta untuk tinggal dikamarnya (Aisyah), sehingga dia dapat mengurusnya sampai Allah memanggil ke hadirat-Nya (wafat). Rasulullah meninggal di rumah Aisyah, dimana beliau meninggal dalam pangkuannya. Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan darinya (Aisyah), dia berkata: Allah mewafatkan Rasulullah dimana kepala beliau berada diantara paru-paruku dan bagian atas dadaku, sehingga air liur beliau bercampur dengan air liurku Bagaimana hal itu bisa terjadi, Abdurrahman saudara laki-laki Aisyah masuk ke rumah mereka , dimana ketika itu dia membawa siwak (alat penggosok gigi), lalu Rasulullah melihatnya. Aisyah memahaminya bahwa beliau ingin bersiwak, dan dia mengambil siwak dari Abdurrahman dan melembutkannya, lalu Rasulullah bersiwak dengannya. Setelah Rasulullah meninggal, maka siwak itu dipakai Aisyah. Inilah pengertian yang dimaksud dengan air liur beliau bercampur dengan air liurku. Berdasarkan sabda Rasulullah,Keutamaan Aisyah atas wanita yang lainnya bagaikan keutamaan tsarid (roti yang dibubuhkan dan dimasukkan kedalam kuah) atas makanan-makan yang lainnya. Berkenaan dengan keluasan dan keunggulan ilmunya, tidak ada seorang ulamapun yang mengingkarinya.Banyak kesaksian dan pengakuan yang dikemukakan para ulama berkenaan dengan kredibilitas keilmuwan Aisyah. Hal ini menunjukkan betapa luas dan mumpuninya ilmu yang dimilikinya. Kesaksian beberapa pakar ilmu pengetahuan dari kalangan ulama terdahulu : 1. Kesaksian putra saudara perempuannya (keponakannya) Urwah bin Zubeir tentang kredibilitas dan keunggulan ilmu yang dimiliki oleh Aisyah, sebagaimana yang diriwayatkan putranya Hisyam,Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih pintar dalam ilmu fiqh (agama), kedokteran dan syair selain Aisyah. 2. Kesaksian Az-Zuhri yang juga berkenaan dengan kredibilitas dan keunggulan ilmu yang dimiliki Aisyah, seraya berkata,Seandainya diperbandingkan antara ilmu Aisyah dengan ilmu seluruh istri Nabi dan ilmu seluruh wanita, niscaya ilmu Aisyah jauh lebih unggul.

3. Kesaksian Masruq berkenaan dengan ilmu yang dimiliki Aisyah yang berkenaan dengan masalah faraidh, sebagaimana yang terungkap dalam sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Abu Darda darinya seraya berkata, Aku melihat para syeikh dari kalangan sahabat Rasulullah bertanya kepada Aisyah tentang faraidh (ilmu waris) 4. Kesaksian Atha bin Rabah, dimana ketika Allah berfirman, maka Aisyah merupakan orang yang paling faham, paling mengetahui dan paling bagus pendapatnya dibandingkan dengan yang lainnya secara umum. 5. Kesaksian Zubeir bin Awwam, dimana dia berkata sebagaimana hal ini telah diriwayatkan putranya Urwah, Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih pintar tentang Al-Quran , hal-hal yang difardhukan, halal dan haram, syair, cerita Arab dan nasab (silsilah keturunan) selain Aisyah. Dengan mengemukakan lima kesaksian yang dipaparkan oleh para ulama besar dari kalangan sahabat dan tabiin cukuplah sebagai bukti yang menunjukkan kredibilitas dan keunggulan ilmu yang dimiliki oleh Aisyah dibandingkan dengan ilmu yang dimiliki oleh para Sahabat Rasulullah dan para tabiin lainnya. Aisyah meninggal pada bulan Ramadhan yang agung tepat pada tanggal 17 Ramadhan, pada usia 66 tahun. Dan, dimakamkan di Al-Baqi kawasan pemakaman yang terletak di kota Madinah. Hal ini sesuai dengan wasiatnya, dimana beliau berwasiat agar di makamkan di tempat pemakaman istri-istri Rasulullah. Ummu Athiyyah Al-Anshariyyah Dia adalah Nusaibah binti Al-Harits. Pekerjaannya adalah memandikan jenazah di Madinah. Dalam perang Uhud bersama Rasulullah beliau berperan membuat makanan sahabat-sahabat Nabi, melayani perjalanan mereka, mengobati yang luka dan merawat orang sakit. Dalam perang Khaibar pun Ummu Athiyyah membantu merawat mereka yang luka serat mempersiapkan akomodasi untuk berperang. Dia juga ikut bereperang dalam perang Hunain dan pengepungan Thaif. Ummu Athiyyah berkata: Saya berperang bersama Rasulullah tujuh kali. Saya menyiapkan makanan untuk mereka, melayani kebutuhan perjalanan merka, mengobati mereka yang luka dan merawat orang-orang yang sakit. Ummu Salamah Ummu Salamah adalah seorang Ummul-Mukminin yang berkepribadian kuat, cantik, dan menawan, serta memiliki semangat jihad dan kesabaran dalam menghadapi cobaan, lebih-lebih setelah berpisah dengan suami dan anak-anaknya. Berkat kematangan berpikir dan ketepatan dalam mengambil keputusan, dia mendaparkan kedudukan mulia di sisi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.. Di dalam sirah Ummahatul Mukminin dijelaskan tentang banyaknya sikap mulia dan peristiwa penting darinya yang dapat diteladani kaum muslimin, baik sikapnya sebagai istri yang selalu menjaga kehormatan keluarga maupun sebagai pejuang di jalan Allah. Nama sebenarnya Ummu Salamah adalah Hindun binti Suhail, dikenal dengan narna Ummu Salamah. Beliau dibesarkan di lingkungan bangsawan dari Suku Quraisy. Ayahnya bernama Suhail bin Mughirah bin Makhzurn. Di kalangan kaumnya, Suhail dikenal sebagai seorang dermawan sehingga dijuluki Dzadur-Rakib (penjamu para musafir) karena dia selalu menjamu setiap orang yang menyertainya dalam perjalanan. Dia adalah pemimpin kaumnya, terkaya, dan terbesar wibawanya. Ibu dari Ummu Salamah bernama Atikah binti Amir bin Rabiah bin Malik bin Jazimah bin Alqamah al-Kananiyah yang berasal dari Bani Faras. Demikianlah, Hindun dibesarkan di dalam lingkungan bangsawan yang dihormati dan disegani. Kecantikannya meluluhkan setiap orang yang melihatnya dan kebaikan pribadinya telah tertanam sejak kecil. Di antara sikap agungnya adalah apa yang ditunjukkannya pada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. pada hari (perjanjian) Hudaibiyah. Pada waktu itu ia menyertai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. dalam perjalanannya menuju Mekah dengan tujuan menunaikan umrah, tetapi orang-orang musyrik mencegah mereka untuk memasuki Mekah, dan terjadilah Perjanjian Hudaibiyah antara kedua belah pihak. Akan tetapi, sebagian besar kaum muslimin merasa dikhianati dan merasa bahwa orang-orang musyrik menyianyiakan sejumlah hak-hak kaum muslimin. Di antara mayonitas yang menaruh dendam itu adalah Umar bin al-Khaththab, yang berkata kepada Rasulullah dalam percakapannya dengan beliau, Atas perkara apa kita serahkan nyawa di dalam agama kita? Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menjawab, Saya adalah hamba Allah dan rasul-Nya. Aku tidak akan menyalahi perintah-Nya, dan Dia tidak akan menyianyiakanku. Akan tetapi, tanda-tanda bahaya semakin memuncak setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menyuruh kaum muslimin melaksanakan penyembelihan hewan qurban kemudian bercukur, tetapi tidak seorang pun dari mereka melaksanakannya. Beliau mengulang seruannya tiga kali tanpa ada sambutan. Beliau menemui istrinya, Ummu Salamah, dan menceritakan kepadanya tentang sikap kaum muslimin. Ummu Salamah berkata, Wahai Nabi Allah, apakah engkau menginginkan perintah Allah ini dilaksanakan oleh kaum muslimin? Keluarlah engkau, kemudian janganlah mengajak bicara sepatah kata seorang pun dari mereka sampai engkau menyembelih qurbanmu serta memanggil tukang cukur yang mencukurmu. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. kagum atas pendapatnya dan bangkit mengerjakan sebagaimana yang diusulkan Ummu Salamah. Tatkala kaum muslimin melihat Rasulullah mengerjakan hal itu tanpa berkata kepada mereka, mereka bangkit dan menyembelih serta sebagian dari mereka mulai mencukur kepala sebagian yang lain tanpa ada perasaan keluh kesah dan penyesalan atas tindakan Rasulullah yang mendahului mereka. Ummu Salamah telah menyertai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. di banyak peperangan, yaitu peperangan Khaibar, Pembebasan Mekah, pengepungan Thaif, peperangan Hawazin, Tsaqif kemudian ikut bersama beliau di Haji Wada.

Shafiyyah binti Abdul Muthalib Beliau adalah Bibi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam Nama beliau adalah Shafiyyah binti Abdul Muththalib bin Hisyam bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab Al Qurasyiyah Al Hasyimiyah. Selain bibi dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beliau adalah saudari dari singa Allah Hamzah Bin Abdul Muththalib serta ia adalah ibu dari sahabat yang agung Zubeir bin Awwam. Wanita yang Pintar Serta Perkasa Shafiyyah fasih dalam lisannya dan beliau juga ahli bahasa. Tidak hanya itu saja Shafiyyah sosok ibu yang tangguh, beliau merawat dan membesarkan putranya sendiri semenjak suaminya wafat. Ia tak pernah gentar, ia adalah wanita yang memiliki tekad besar yang teguh dan memiliki berbagai prinsip luar biasa. Tak hanya itu saja, bahkan beliau ikut dalam perang Uhud. Shafiyyah ikut mengobati tentara yang terluka dan memberi minum kepada mereka yang kehausan. Ketika kekalahan dan musibah menimpa kaum muslimin, mereka berhamburan dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mendapatkan serangan secara terbuka dari kaum musyrikin. Pada saat seperti itu Shafiyyah bangkit dengan kemarahannya dan ditangannya tergenggam sebuah tombak lalu ia berdiri di hadapan kaum muslimin yang kalah dan ia berteriak kepada mereka, Kalian lari meninggalkan Rasulullah. Tragedi tersebut amat berat bagi kaum muslimin terutama sangat menyayat hati Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, karena banyak para shahabat yang wafat syahid dipotong-potong tubuhnya oleh para musyrikin. Salah satunya Hamzah paman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang tak lain adalah saudara Shafiyyah. Dengan kesabaran, ketabahan dan ketegaran beliau melihat jasad saudaranya yang dipotong-potong dan mengucapkan kalimat istirja inna lillahi wa inna ilaihi rajiun dan memohon ampun untuknya, yang semula putranya menghalang-halanginya karena takut beliau tidak kuat melihat musibah tersebut, namun ternyata beliau sesosok wanita yang sangat tegar. Beliau hanya berharap pahala di sisi Allah serta rela terhadap takdir Allah. Akhir Hidupnya Shafiyyah hidup dalam usia yang panjang lebih dari 70 tahun. Ia meninggal pada tahun 20 H pada masa Khalifah Umar bin Khaththab. Wahai hamba Allah itulah madrasah Shafiyyah, belajarlah darinya, kekuatan tekad dalam menghadapi persoalan, keteguhan dalam menghadapi musibah dan kesabaran dalam menghadapi berbagai peristiwa yang terjadi. Semoga Allah meridhai Shafiyyah binti Abdul Muththalib dan mensejajarkannya dengan orang terdahulu yang terbaik. Zainab binti Jahsy Dia adalah Ummul mukminin, Zainab binti Jahsy bin Rabab bin Yamar. Ibu beliau bernama Ummyah Binti Muthallib, Paman dari paman Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam . Pada mulanya nama beliau adalah Barra, namun tatkala diperistri oleh Rasulullah, beliau diganti namanya dengan Zainab. Tatkala Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam melamarnya untuk budak beliau yakni Zaid bin Haritsah (kekasih Rasulullah dan anak angkatnya), maka Zainab dan juga keluarganya tidak berkenan. Rasulullah bersabda kepada Zainab, "Aku rela Zaid menjadi suamimu". Maka Zainab berkata: "Wahai Rasulullah akan tetapi aku tidak berkenan jika dia menjadi suamiku, aku adalah wanita terpandang pada kaumku dan putri pamanmu, maka aku tidak mau melaksanakannya. Maka turunlah firman Allah (artinya): "Dan Tidaklah patut bagi laki-laki yang mumin dan tidak (pula) bagi perempuan mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusanurusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata". (Al-Ahzab:36). Akhirnya Zainab mau menikah dengan Zaid karena taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, konsekuen dengan landasan Islam yaitu tidak ada kelebihan antara orang yang satu dengan orang yang lain melainkan dengan takwa. Akan tetapi kehidupan rumah tangga tersebut tidak harmonis, ketidakcocokan mewarnai rumah tangga yang terwujud karena perintah Allah yang bertujuan untuk menghapus kebiasaan-kebiasaan dan hukum-hukum jahiliyah dalam perkawinan. Tatkala Zaid merasakan betapa sulitnya hidup berdampingan dengan Zainab, beliau mendatangi Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam mengadukan problem yang dihadapi dengan memohon izin kepada Rasulullah untuk menceraikannya. Namun beliau bersabda: "Pertahankanlah istrimu dan bertakwalah kepada Allah". Padahal beliau mengetahui betul bahwa perceraian pasti terjadi dan Allah kelak akan memerintahkan kepada beliau untuk menikahi Zainab untuk merombak kebiasaan jahiliyah yang mengharamkan menikahi istri Zaid sebagaimana anak kandung. Hanya saja Rasulullah tidak memberitahukan kepadanya ataupun kepada yang lain sebagaimana tuntunan Syari karena beliau khawatir, manusia lebih-lebih orang-orang musyrik, akan berkata bahwa Muhammad menikahi bekas istri anaknya. Maka Allah Azza wajalla menurunkan ayat-Nya: "Dan (ingatlah) ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya:"Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih kamu takuti. Maka tatkala Zaid yang telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk mengawini ( istri-istri anak-anak angkat itu ) apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi". (Al-Ahzab:37). Al-Wqidiy dan yang lain menyebutkan bahwa ayat ini turun manakala Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam berbincang-bincang dengan Aisyah tiba-tiba beliau pingsan. Setelah bangun, beliau tersenyum seraya bersabda:"Siapakah yang hendak memberikan kabar gembira kepada Zainab?", Kemudian beliau membaca ayat tersebut. Maka berangkatlah seorang pemberi kabar gembira kepada Zainab untuk memberikan kabar kepadanya, ada yang mengatakan bahwa Salma pembantu Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam yang membawa kabar gembira tersebut. Ada pula yang mengatakan

bahwa yang membawa kabar gembira tersebut adalah Zaid sendiri. Ketika itu, beliau langsung membuang apa yang ada di tangannya kemudian sujud syukur kepada Allah. Begitulah, Allah Subhanahu menikahi Zainab radliallhu anha dengan Nabi-Nya melalui ayat-Nya tanpa wali dan tanpa saksi sehingga ini menjadi kebanggaan Zainab dihadapan Ummahatul Mukminin yang lain. Beliau berkata:"Kalian dinikahkan oleh keluarga kalian akan tetapi aku dinikahkan oleh Allah dari atas Arsy-Nya". Dan dalam riwayat lain,"Allah telah menikahkanku di langit". Dalam riwayat lain,"Allah menikahkan ku dari langit yang ketujuh". Dan dalam sebagian riwayat lain,"Aku labih mulia dari kalian dalam hal wali dan yang paling mulia dalam hal wakil; kalian dinikahkan oleh orang tua kalian sedangkan aku dinikahkan oleh Allah dari langit yang ketujuh". Zainab radliallhu anha adalah seorang wanita shalihah, bertakwa dan tulus imannya, hal itu ditanyakan sendiri oleh sayyidah Aisyah radliallhu anha tatkala berkata:"Aku tidak lihat seorangpun yang lebih baik diennya dari Zainab, lebih bertakwa kepada Allah dan paling jujur perkataannya, paling banyak menyambung silaturrahmi dan paling banyak shadaqah, paling bersungguh-sungguh dalam beramal dengan jalan shadaqah dan taqarrub kepada Allah Azza wa Jalla". Beliau radliallhu anha adalah seorang wanita yang mulia dan baik. Beliau bekerja dengan kedua tangannya, beliau menyamak kulit dan menyedekahkannya di jalan Allah, yakni beliau bagi-bagikan kepada orang-orang miskin. Tatkala Aisyah mendengar berita wafatnya Zainab, beliau berkata:"Telah pergi wanita yang mulia dan rajin beribadah, menyantuni para yatim dan para janda". Kemudian beliau berkata: "Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam bersabda kepada para istrinya: Orang yang paling cepat menyusulku diantara kalian adalah yang paling panjang tangannya ". Maka apabila kami berkumpul sepeninggal beliau, kami mengukur tangan kami di dinding untuk mengetahui siapakah yang paling panjang tangannya di antara kami. Hal itu kami lakukan terus hingga wafatnya Zainab binti Jahsy, kami tidak mendapatkan yang paling panjang tangannya di antara kami. Maka ketika itu barulah kami mengetahui bahwa yang di maksud dengan panjang tangan adalah sedekah. Adapun Zainab bekerja dengan tangannya menyamak kulit kemudian dia sedekahkan di jalan Allah. Ajal menjemput beliau pada tahun 20 hijriyah pada saat berumur 53 tahun. Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab turut menyalatkan beliau. Penduduk Madinah turut mengantar jenazah Ummul Mukminin, Zainab binti Jahsy hingga ke Baqi. Beliau adalah istri Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam yang pertama kali wafat setelah wafatnya Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam, semoga Allah merahmati wanita yang paling mulia dalam hal wali dan wakil, dan yang paling panjang tangannya. Ummu Muni Dia adalah Asama binti Amr bin Adi bin Nabiy bin Amr bin Sawad bin Ghanam bin Kaab bin Salamah. Dia adalah ibu dari Syababats. Ummu Muni keluar dengan pasukan Rasulullah guna berkunjung ke Baitul haram. Ummu Muni berkata: Rasulullah mengumumkan dengan jelas bahwa ia tidak menghendaki perang, akan tetapi ia keluar mengunjungi Baitullah. Ummu Muni pergi bersama perempuan yang lain untuk melayani kebutuhan minum dan mengobati orang-orang yang luka. Rafidhah Al-Anshariyyah Dia adalah Rafidah Al-Aslamiyyah. Rafidhah masuk Islam dan melakukan baiat dengan Nabi. Rafidah pergi bersama Rasulullah untuk mengobati orang-orang yang luka dan sudah membuat komitmen pada dirinya untuk mengabdikan dirinya bagi orang-orang Islam yang mengalami kesusahan. Ia memiliki tenda guna mengobati orang-orang yang luka karena pertempuran. Dia adalah dokter pertama dalam Islam. Ummu Karaz Al-Khazaiyyah Ummu Karaz ikut bersama nabi dalam haji wada. Ia banyak meriwayatkan hadits dan berpartisapasi dalam pertempuran bersama Rasulullah.

Anda mungkin juga menyukai