Anda di halaman 1dari 9

Biografi Sahabat Nabi Utsman Bin Affan :

Ciri Fisik & Nasabnya (Seri 1)


A. ASAL-USUL
KEISLAMANNYA

DAN

GAMBARAN

FISIK

UTSMAN

SERTA

1. Nama, nasab, dan gambaran fisiknya


Di Mekah Al-Mukarramah tempat berdirinya Kabah yang mulia,
kabilah Quraisy menempati posisi penting dan terhormat di Jazirah Arab
karena mereka mengemban tanggungjawab pengurusan Kabah, tempat
yang senantiasa di kunjungi oleh manusia dari berbagai penjuru. Enam
tahun setelah peristiwa penyerangan tentara gajah, lahirlah Utsman bin
Affan bin Abil Ash bin Umayyah bin Abdi Syam bin Abdi Manaf bin Qushay
Al-Qurasyi Al-Umawi.
Ayahnya Affan bin Abil Ash meninggal dunia pada masa jahiliyah
dan tidak sempat mengenal Islam. Sedangkan ibunya Arwa binti Quraiz
bin Rabiah, putri dari Ummu Hakim Al-Baidha binti Abdul Muththalib,
bibi Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam.
Arwa sempat memeluk Islam, ikut hijrah ke Madinah dan ikut
berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam. Dia menetap di
Madinah Al-Munawwarah hingga wafat pada masa kekhalifahan
putranya, Utsman.
Utsman memiliki perawakan sedang, tidak terlalu tinggi dan
tidak pula terlalu pendek. Parasnya tampan, kulitnya tipis, gigi depannya
rapi, hidungnya mancung, janggutnya tebal, berkulit sawo matang,
berbadan kekar, betisnya besar, lengannya panjang dan berbulu lebat,
rambutnya tebal, suka mewarnai janggutnya, dan memakai gigi emas.
Akhalaknya mulia, sangat pemalu, dermawan, senantiasa berkata jujur,
dan selalu menjaga lisan. Abdullah bin Umar berkata, Tiga orang dari
suku Quraisy yang memiliki wajah paling tampan, akhlak paling bagus,
paling pemalu, jika berbicara tidak berbohong dan jika engkau bicara
maka mereka tidak mendustakanmu, adalah Abu Bakar, Utsman bin
Affan, dan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah Radiyallahu Anhum.

2. Keislaman Utsman dan kesulitan yang dihadapinya


Utsman hidup di tengah-tengah gelombang kemusyrikan dan
penyembahan berhala. Dalam situasi seperti itu, dia melihat sinar yang
dibawa oleh Muhammad bin Abdullah Shallallahu Alahi wa Sallam. Maka
dia pun cenderung untuk melepaskan diri dari keburukan Jahiliyah,
sesembahan, dan kebiasaannya. Utsman pun berpaling kepada Nabi

Muhammad Shallallahu Alahi wa Sallam, dan dia menemukan pada diri


beliau berbagai keutamaan dan kemuliaan yang tidak ada duanya, serta
derajat yang sangat tinggi dalam hal kejujuran, baik pada dirinya,
ucapannya, maupun pergaulannya dengan orang lain.
Takdir Allah Subhanahu wa Taala telah memiliki sekelompok
orang dari kaum Quraisy untuk menjadi pahlawan akidah ilahiyah dan
meletakkan pondasi dakwah yang penuh berkah. Utsman bin Affan
merupakan salah seorang yang dipilih oleh Allah Subhanahu wa Taala
untuk bergabung pada barisan para penolong Rasulullah Shallallahu
Alahi wa Sallam. Mereka beriman pada beliau, menolongnya,
memperkuat kedudukannya, berjihad bersamanya, dan ikut menanggung
beban risalah di hari-hari pertama kemunculannya.
Ketika Abu Bakar As-Shiddiq masuk Islam, dia segera mengajak
orang-orang pilihan dari penduduk Mekah untuk ikut masuk Islam. Maka
dia berkata kepada Utsman, Ini adalah Muhammad bin Abdullah, telah
diutus oleh Allah untuk menyampaikan risalah-Nya kepada seluruh
makhluk-Nya. Apakah engkau ingin menemuinya dan mendengar
sesuatu darinya?
Tanpa berfikir panjang Utsman langsung mengiyakan. Keduanya
lalu berangkat menemui Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam.
Sesampainya di sana Abu Bakar pun berbicara kepada Rasulullah
Shallallahu Alahi wa Sallam tentang maksud kedatangan Utsman. Maka
beliau menghadapkan wajahnya ke Utsman dan berkata kepadanya,
Wahai Utsman, penuhi panggilan Allah untuk masuk ke dalam surgaNya, Sesungguhnya saya adalah utusan Allah kepadamu dan kepada
seluruh makhluk-Nya.
Utsman berkata, Demi Allah, ketika saya mendengar ucakan
beliau, saya tidak bisa mengelak untuk masuk Islam. Saya langsung
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, tidak
ada sekutu bagi-Nya, dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya.
Utsman pun bergabung ke dalam barisan orang-orang yang
beriman pada permulaan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu Alahi
wa Sallam. Dia termasuk salah satu dari delapan orang yang paling
pertama masuk Islam, membenarkan Rasulullah dan beriman kepada
apa yang dibawanya dari sisi Allah.
Ketika kaum Quraisy mengetahui kelompok yang beriman
tersebut, mereka lantas berusaha untuk menimpakan siksaan dan
tekanan kepada mereka. Utsman pun mendapat bagian dari tekanan
tersebut, sesuai dengan kedudukannya di kalangan kaum Quraisy. Yang
bertindak dalam urusan menyiksa Utsman adalah pamannya Al-Hakam

bin Abil Ash bin Umayyah. Dia mengikat Utsman dengan rantai dan tali
lalu berteriak di wajahnya, Apakah engkau meninggalkan agama nenek
moyangmu dan beralih ke agama baru? Demi Allah saya tidak akan
melepasmu selamanya sampai engkau meninggalkan apa yang engkau
anut dari agama ini.
Namun Umar menjawab dengan penuh keyakinan dan keteguhan
hati, Demi Allah, saya tidak akan meninggalkannya dan tidak akan
berpisah
darinya.
Ketika Al-Hakam melihat bagaimana kerasnya hati Utsman dalam
mempertahankan agamanya, diapun melepaskan Utsman.

Biografi Sahabat Nabi Utsman Bin


Affan : Dzun Nurain (Seri 2)
B. PEMILIK DUA CAHAYA, JULUKAN, KETENARAN, PERISTIWA
YANG DISAKSIKAN, DAN PERSAHABATANNYA DENGAN NABI
SHALLALLAHU ALAHI WA SALLAM

1. Pernikahan
hijrahnya

Utsman,

julukan

Dzun

Nurain,

dan

Pada masa Jahiliyah Utsman biasa dipanggil dengan julukan Abu


Amr. Tak lama setelah masuk Islam, Rasulullah Shallallahu Alahi wa
Sallam menikahkannya dengan putri beliau yang bernama Ruqayyah.
Darinya dikaruniai seorang anak yang diberi nama Abdullah. Maka
Utsman pun di panggil dengan julukan Abu Abdullah. Ruqayyah
meninggal dunia pada saat terjadi perang Badar, pada usia dua puluh
tahun.
Kemudian Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam menikahkan Utsman
dengan putri beliau yang lain yaitu Ummu Kulsum yang wafat pada tahun
9 H.
Karena itulah Utsman mendapat julukan Dzun Nurain (Pemilik dua
cahaya). Tidak ada seorang pun yang menikah dengan dua orang putri
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam selain Utsman.
Ketika jumlah kaum muslimin semakin bertambah, dakwah pun
semakin tumbuh, dan tiangnya semakin kokoh. Di sisi lain, kemarahan

kaum Quraisy semakin menjadi, mereka pun semakin meningkatkan


tekanan dan gangguannya terhadap sekelompok orang yang beriman.
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam merasa kasihan melihat
apa yang menimpah para shahabatnya. Beliau mengajukan kepada
mereka untuk pergi ke suatu negeri yang dapat memberi mereka rasa
aman dan tentram. Beliau pun memerintahkan mereka untuk hijrah ke
negeri Habasyah. Karena di sana ada seorang raja yang adil dan tidak
ada seorang pun terzhalimi di sisinya.
Kaum muslimin pun berangkat kesana. Yang paling pertama
berangkat adalah Utsman bin Affanbersama istrinya Ruqayyah binti
Rasulullah. Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam berkata, Semoga Allah
menyertai keduanya. Sesungguhnya Utsman adalah orang yang pertama
hijrah ke jalan Allah Subhanahu wa Taala bersama keluarganya setelah
Nabi Luth Alaihissalam.
Utsman pun ikut berangkat ke Habasyah pada hijrah yang kedua,
ikut bersamanya istrinya, Ruqayyah Radiyallahu Anhuma. Lalu dia
kembali ke Mekah bersama rombongan yang kembali dari Habasyah,
kemudian langsung hijrah ke Madinah bersama keluarganya.
Sesampainya di Madinah, dia tinggal di rumah Aus bin Tsabit Al-Anshari,
saudara Hassan, sang penyair Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam.

2. Berbagai peristiwa yang diikutinya bersama Rasulullah


Utsman tidak ikut dalam perang Badar, waktu itu istrinya
Ruqayyah sedang sakit. Maka Utsman pun sibuk mengurus istrinya
berdasarkan perintah Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam. Karena
itulah dia tetap tinggal di Madinah. Akan tetapi Rasulullah melemparkan
panah atas namanya sehingga dia pun terhitung sebagai orang yang ikut
serta dalam perang tersebut.
Sedangkan dalam perang Uhud Utsman ikut perang di bawah
panji Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam. Ketika pasukan pemanah
menyalahi perintah Rasulullah dan pasukan kaum musyrikin menyerang
mereka dari belakang, situasi menjadi kacau. Tersiarlah kabar bahwa
Rasulullah telah terbunuh. Maka sebagian kaum muslimin lari, termasuk
Utsman, karena kebingungan bukan karena takut. Allah Subhanahu wa
Taala telah memaklumi tindakan mereka dan memaafkan mereka.
Sebagaimana firman-Nya, Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di
antara kamu ketika terjadi pertemuan (pertempuran) antara dua pasukan
itu, sesungguhnya mereka digelincirkan oleh setan, disebabkan sebagian
kesalahan (dosa) yang telah mereka perbuat (pada masa lampau), tetapi
Allah benar-benar telah memaafkan mereka. (QS. Ali Imran [3]: 155).

Utsman pun ikut serta dalam perang khandaq dan peristiwa


Hudaibiyah. Waktu itu Rasulullah mewakili Utsman dalam berbaiat
dengan salah satu tangan beliu. Utsman juga ikut dalam perang khaibar,
pelaksanaan umrah pengganti (Umrah Qadha), Fathu Makkah, perang
Hunain, perang Thaif, dan perang Tabuk. Dia juga ikut melaksanakan haji
bersama Rasulullah pada saat haji wada. Ketika Rasulullah Shallallahu
Alahi wa Sallam wafat, beliau merasa ridha terhadapnya.
Pada peristiwa Hudaibiyah, Rasulullah mengutus Utsman untuk
melakukan tugas penting. Utsman segera memenuhi perintah tersebut
untuk menghadapi bahaya dengan dengan keberanian dan keteguhan
hatinya tanpa memperdulikan keselamatan jiwanya.
Pada tahun keenam hijriyah, Rasulullah Shallallahu Alahi wa
Sallam berangkat dari Madinah bersama para shahabatnya yang
berjumlah
1500 orang
menuju
Mekah
Al-Mukarramah
untuk
melaksanakan umrah dan melakukan thawaf di baitullah. Ketika kaum
Quraisy mengetahui berita tersebut, mereka segera mengenakan
pakaian perang lalu keluar untuk menyongsong rombongan Rasulullah
dan menghalangi niat mereka.
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam memanggil Utsman bin
Affan dan menyuruhnya menemui Abu Sufyan dan pembesar Quraisy
lainya untuk memeberitahu mereka bahwa beliau tidak datang untuk
berperang,
melainkan
untuk
mengunjungi
baitullah
dan
mengagungkannya.
Utsman mengemban perintah Rasulullah tersebut tanpa merasa
ragu dan takut. Dia tidak peduli apa yang akan menimpahnya nanti
sesampainya di sana, pada saat kaum Quraisy sedang berada di puncak
kemarahan. Dia pun berangkat ke Mekkah, disambut oleh putra
pamannya, Abban bin Said. Dengan membonceng kuda Abban, Utsman
memasuki kota Mekkah dan menemui para pembesar Quraisy untuk
menyampaikan pesan Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam, Mereka
berkata kepada Utsman, Jika engkau ingin melakukan thawaf, silahkan
thawaf! Namun Utsman menolak dan berkata kepada mereka, Saya
tidak akan melakukannya sebelum Rasulullah melakukan thawaf terlebih
dahulu.
Kaum Quraisy lalu menahan Utsman dan tidak mengizinkannya
untuk kembali menemui Rasulullah. Tersiarlah berita dikalangan kaum
muslimin, bahwa Utsman dibunuh. Dalam situasi seperti itu Rasulullah
Shallallahu Alahi wa Sallam segera memutuskan untuk memberi kaum
Quraisy pelajaran atas kejahatan yang mereka lakukan dan menunjukkan
kepada mereka keteguhan hatinya untuk menghentikan kesombongan
mereka, serta memberi tahu mereka betapa darah seorang muslim itu

sangat berharga di sisi Allah Subhanahu wa Taala dan terpelihara di sisi


Rasulullah dan kaum mukminin. Maka beliau bersabda, Kita tidak akan
meninggalkan tempat ini sampai kita memerangi mereka.
Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam lalu meminta semua orang
untuk berbaiat, peristiwa itu disebut dengan baiaturridhwan yang
dilakukan di bawah pohon. Diadakanlah di sana perjanjian yang paling
mengagumkan sepanjang sejarah, ketika kaum muslimin berbaiat
kepada Rasulullah untuk siap menghadapi maut sekalipun.
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda, Sesungguhnya
Utsman membutuhkan Allah dan Rasul-Nya. Lalu beliau mengangkat
tangan kanannya seraya berkata, Ini adalah tangan Utsman. Lalu
ditepukkannya ke tangan beliau yang lain seraya berucap, Baiat ini
untuk Utsman. Maka tangan Rasulullah Utsman lebih baik daripada
tangan kaum muslimin untuk diri mereka sendiri.
Al-Quran telah mengabadikan peristiwa baiat ini dalam firman
Allah, Sungguh, Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika
mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon, Dia
mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu Dia memberikan
ketenangan atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan
yang dekat. (QS. Al-Fath[48]: 18).
Tak lama datanglah berita yang sebenarnya bahwa ternyata
Utsman tidak dibunuh. Lalu dia kembali ke tempat kaum muslimin dalam
keadaan selamat tak kurang suatu pun.
Pada tahun 9 hijriah, Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam
bermaksud memerangi pasukan Romawi, karena mereka kaum yang
paling dekat kepadanya dan paling berhak mendapat ajakan kepada
agama Islam. Beliau lalu memerintahkan para shahabat untuk
mempersiapkan diri menghadapi perang Tabuk. Peristiwa itu terjadi pada
masa sulit, musim kemarau, dan cuaca sangat panas.
Beberapa orang dari shahabat Rasulullah Shallallahu Alahi wa
Sallam datang menemui beliau memohon untuk diajak ikut berperang,
namun mereka tidak mendapatkan pada beliau kendaraan yang bisa
membawa mereka. Dengan perasaan sedih mereka pun kembali. Mereka
sangat menyesal karena kehilangan kesempatan untuk memperoleh
pahala berjihad bersama Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam. Mereka pun
disebut orang-orang yang menangis.
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam lalu mendorong orangorang untuk menyumbang. Para shahabat lalu menyumbang sesuai
kemampuan mereka. Waktu itu Rasulullah menjajikan pahala yang besar

dari Allah Subhanahu wa Taala di akhir nanti. Beliau bersabda, Siapa


yang membantu persiapan pasukan yang sedang kesulitan akan
memperoleh surga! Utsman pun bersemangat untuk ikut menyumbang
dan dia memberi sedekah dalam jumlah yang amat besar.

diiringi putra pamannya Aban lalu berkata padanya, Wahai putra


paman, saya melihatmu memperlihatkan kekhusyukan, panjangkanlah
surgamu. Utsman menjawab, Beginilah sahabat kami (yaitu Rasulullah)
mengenakan sarungnya, yaitu hingga setengah betisnya.

Abdurrahman bin Khabbab menceritakan hal tersebut, Saya


melihat Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam ,menganjurkan orang-oarang
untuk membantu pasukan yang kesulitan mendapat perbekalan dan
kendaraan perang. Maka Utsman bin Affan berdirih dan berkata, Wahai
Rasulullah, saya akan memberikan seratus ekor unta lengkap dengan
pelana muatannya. Rasulullah lalu menganjurkan lagi. Utsman kembali
berdiri dan berkata, Wahai Rasulullah, klau begitu saya akan menambah
menjadi 200 ekor unta lengkap dengan pelana dan muatannya.
Rasulullah masih terus menganjurkan. Maka Utsman berdiri untuk ketiga
kalinya dan berkata, Wahai Rasulullah, Demi Allah saya akan memberi
300 ekor unta lengkap dengan pelana dan muatannya. Saya melihat
Rasulullah turun dari mimbar seraya berkata, Tidak ada lagi yang
menimpa Utsman setelah kebaikannya, tidak ada lagi yang menimpa
Umar setelah kebaikannya ini!

Ketika Abban berkata padanya, Wahai putra paman, lakukanlah


thawaf di baitullah. Utsman menjawab, Sesungguhnya kami tidak
melakukan sesuatu samapai shahabat kami melakukannya, baru kami
mengikutinya.

Bahkan Utsman menambah lebih banyak dari apa yang


disebutkan di hadapan Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam. Dia
mempersiapkan 950 unta ditambah 50 kuda untuk melengkapi menjadi
seribu. Di samping itu Utsman pun menyumbang 83,3 kilogram emas
ditambah seribu dinar. Semua diletakkan di kamar Rasulullah. Lalu beliau
membungkusnya seraya berkata, Tidak ada yang akan membahayakan
Utsman setelah apa yang dilakukannya hari ini, Ya Allah, jangan lupakan
Utsman, tidak ada yang akan membahayakan Utsman setelah apa yang
dilakukan hari ini.

3. Kecintaan, dan ketaatan Utsman kepada Nabi


Sisi lain dari sosok Utsman Radiyallahu Anhu adalah dia sangat
mencintai Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam dan sangat patuh pada
beliau. Dia selalu berusaha meladeninya dalam kondisi apapun, saat
sendiri maupun di keramaian, saat susah maupun senang, tidak pernah
sekalipun terlambat atau menunda jika sudah datang penggilan.
Utsman menjelaskan hal tersebut dalam salah satu pidatonya,
Amma badu, sesungguhnya Allah mengutus Muhammad dengan
membawa kebenaran Islam. Saya termasuk salah satunya yang
memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya, saya melaksanakan dua kali
hijrah, berbaiat kepadanya. Demi Allah, saya tidak pernah sekalipun
menipu atau mendurhakai beliau hingga beliau wafat.
Ketika Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam mengutusnya menemui
pembesar Quraisy pada peristiwa Hudaibiyah, dia memasuki Mekkah

Seorang shahabat bernama Yala bin Umayyah Radiyallahu Anhu


meriwayatkan, Saya melakukan thawaf bersama Utsman, lalu kami
mengusap hajar aswad, saya menarik tangan Utsman untuk mengusap.
Utsman malah bertanya, Apa yang kau lakukan? Jawab saya, Engkau
tidak mengusap? Utsman berkata, Tidakkah engkau melakukan thawaf
bersama Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam? Saya megiyakan.
Utsman bertanya, Apakah engkau melihat beliau mengusap kedua pojok
Kaabh sebelah barat? saya jawab , Tidak. Utsman bertanya lagi,
Bukankah beliau adalah teladan yang baik untukmu? saya
membenarkan. Utsman pun berkata, Kalau begitu tinggalkanlah.
Ketika Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam wafat, seluruh
shahabat merasa sangat sedih. Sedangkan Utsman merupakan orang
yang paling bersedih di antara mereka. Utsman menceritakan kondisi
tersebut,
Ketika Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam wafat, para
shahabat beliau sangat bersedih sampai ucapan mereka terdengar
meracau. Aku termasuk salah seorang yang sangat sedih atas wafatnya
beliau. Ketika saya sedang duduk di sebuah benteng Madinah, waktu
itu Abu Bakar telah dibaiat sebagai khalifah, tiba-tiba Umar lewat,
sementara saya tidak merasakan kehadiran Umar akibat kesedihan yang
saya alami. Maka Umar menemui Abu Bakar dan berkata, Wahai
Khalifah Rasulullah, tidakkah engkau merasa heran, saya lewat di depan
Utsman, lalu mengucapkan salam padanya, namun Utsman tidak
menjawab salam saya!

Biografi Sahabat Nabi Utsman Bin


Affan : Kemuliaan akhlak Utsman (Seri
3)
A. AKHLAK, SIFAT, ILMU, DAN KEDUDUKAN UTSMAN

1. Kemuliaan akhlak Utsman


Sifat yang paling menonjol pada diri Utsman adalah sifat malu.
Sifat ini sangat mengakar pada kepribadiannya sehingga Rasulullah
Shallallahu Alahi wa Sallam pernah menyatakan, Umatku yang paling
penyayang pada sesamanya adalah Abu Bakar, yang paling keras dalam
persoalan agama Allah adalah Umar, dan yang paling pemalu adalah
Utsman.
Malu merupakan sifat yang mulia yang membawa seseorang
menjahui sesuatu yang buruk dan mencegahnya mengabaikan kewajiban
serta mendorong untuk melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat dan
kemungkaran. Rasa malu juga menyemangati pemiliknya untuk
melakukan segala bentuk kebaikan dan menghindari berbagai perkara
yang syubhat. Untuk semua pengertian tersebut Rasulullah Shallallahu
Alahi wa Sallam pernah bersabda, Malu itu baik semuanya, Malu
hanya akan mendatangkan kebaikan,
Dalam pengertian seperti inilah Utsman tumbuh dan menjalani
hari-harinya. Rasa malu yang ada pada dirinya menguasai
kepribadiannya secara menyeluruh dan membimbingnya untuk
melakukan berbagai keutamaan.
Di hari saat Rasulullah menyampaikan dakwah kepadanya, dia
malu pada dirinya sendiri untuk tidak segera menjawab seruan beliau,
maka dia pun segera beriman dan membenarkan kerasulan beliau.
Ketika kaum musyrikin menghalang-halangi dakwah, rasa
malunya membawa dirinya mengorbankan kekayaan, keluarga, dan
rumahnya, lalu memilih berhijrah. Dia merasa malu kalau samapi
didahulu oleh kaum yang lemah dan parah hamba dalam berhijrah.
Pada saat diserukan jihad, dia merasa malu untuk berdiam diri di
rumahnya, maka dia segera memenuhi seruan tersebut.
Saat dia mendengar Rasulullah menyeruh untuk berinfak dalam
rangka mempersiapkan perbekalan bagi pasukan yang tidak memiliki
perbekalan dan kendaraan, rasa malunya menolak untuk bersikap kikir
terhadap hartanya.
Begitu juga pada saat dia diangkat sebagai khalifah, sifat
malunya semakin tumbuh dan melekat seperti rumput hijau yang
terkena hujan sehingga semakin tumbuh dan menghijau.
Maka ketika dia hendak mengangkat panglima perang atau
gubernur wilayah, dia memilih sosok terbaik. Dia malu kepada Allah
Subhanahu wa Taala jika dia mengangkat sesorang atas kaum muslimin
padahal ada orang lain yang lebih baik darinya.

Jika ada hukum Allah yang dilanggar, rasa malunya mendesak


dirinya untuk segera merealisasikan hukuman had. Dia tak ingin Allah
melihatnya berlambat-lambat dalam melaksanakan hukum-Nya.
Bahkan ketika para pemberontak mengepungnya dan menuntut
agar dia menanggalkan jubah kekhalifahan, dia dengan tegas menolak.
Karena Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam memerintahkan padanya untuk
tidak menanggalkan dirinya, maka dia merasa malu untuk mendurhakai
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam meski dia harus membayar mahal
untuk itu dengan darahnya.
Inilah sosok malu yang ada pada sosok Utsman, tidak seperti
yang dibayangkan oleh orang-orang bahwa Utsman adalah sosok yang
lemah. Sungguh tepat penjelasan yang diberikan oleh Rasulullah
Shallallahu Alahi wa Sallam ketika menggambarkan sosok Utsman, beliau
berkata, Umatku yang paling benar sifat malunya adalah Utsman.

2. Kedermawanan Utsman
Terkait dengan kedermawanan dan kemurahan hati Utsman,
sungguh tidak ada tandingannya. Dia telah menyumbangkan hartanya di
jalan Allah di banyak kesempatan. Sehingga kedermawanannya tentu
saja beserta sifat malunya- menutupi berbagai keutamaan dan sifat
malunya yang lain. Dia telah menyerahkan hartanya yang melimpah
untuk kepentingan agamanya dan saudara-saudaranya seiman. Dia
menginfakkanya tanpa perhitungan. Jika kita mencoba untuk mencari
seseorang yang dapat menandingi kedermawanan Utsman, kita tidak
akan menemukannya.
Ketika masjid Nabawi terasa sempit karena banyaknya jamaah
yang ikut shalat berjamaah, Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam
bermaksud membeli tanah milik salah seorang shahabat untuk keperluan
perluasan masjid. Maka Rasulullah menyampaikan himbauannya untuk
itu dengan imbalan pahala, Siapa yang membeli tanah keluarga fulan
lalu menambahkannya ke masjid, akan memperoleh kebaikan dari tanah
itu di surga. Utsman pun segera membelinya dari harta pribadinya
seharga 25 ribu dinar.
Setelah Fathu Makkah, Utsman membeli sebuah rumah yang
cukup luas yang menempel dengan Masjidil Haram seharga 10 ribu dinar.
Lalu rumah itu ditambahkan ke area masjid.
Dia juga membeli sebuah sumur yang disebut sumur Rumah seharga
seribu dirham, lalu diserahkan kepad kaum muslimin, baik untuk orang
kaya, miskin, maupun yang kehabisan bekal perjalanan.

Pada saat perang Tabuk, Utsman mempersiapkan untuk pasukan


yang tidak memiliki bekal dan kendaraan sebanyak 950 unta ditambah
50 kuda untuk melengkapi jumlah 1000. Di samping itu dia juga
menginfakkan uang sejumlah 1000 dinar dan 83,3 kilogram emas.
Diriwayatkan dari Abu Abdurrahman As-Sulami, Ketika Utsman
terkepung, dia menampakkan diri pada para pengepungnya, lalu
berkata, Saya mengingatkan kalian dengan nama Allah., bukankah
kalian mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam pernah
bersabda, Siapa yang menggali sumur Rumah akan memperoleh surga.
Lalu saya memanggilnya. Bukankah kalian mengetahui bahwa beliau
bersabda, Siapa yang mempersiapkan bekal dan kendaraan akan
mendapat surga. Lalu saya mempersiapkannya. Abu Abdurrahman
berkata, Mereka membenarkan seluruh perkataan Utsman tersebut.
Abu masud Radiyallahu Anhu meriwayatkan, Waktu itu kami
sedang bersama Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam dalam suatu
peperangan, semua orang mengalami kesulitan sehingga saya melihat
kesedihan di wajah-wajah mereka, sebaliknya wajah-wajah orang
munafik justru menampakkan raut gembira. Ketika Rasulullah Shallallahu
Alahi wa Sallam melihat kondisi seperti itu, beliau bersabda, Demi Allah,
sebelum matahari tenggelam akan mendatangkan rizki untuk kalian.
Utsman pun mengetahui bahwa Allah dan Rasul-Nya akan dibenarkan,
maka dia membeli empat belas unta yang penuh dengan muatan
makanan. Lalu Utsman mengirim sembilan unta kepada Rasulullah
Shallallahu Alahi wa Sallam. Ketika Rasulullah melihat kesembilan unta
tersebut beliau bertanya, Apa ini? Orang-orang menjawab, Utsman
menghadiakannya untuk engakau. Maka nampaklah kegembiraan di
wajah kaum muslimin dan kesedihan di wajah orang-orang munafik. Saya
melihat Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam mengangkat tangannya tinggitinggi sehingga nampak putihnya ketiak beliau, berdoa untuk Utsman
dengan doa yang belum pernah saya dengar diperuntukkan pada siapa
pun sebelumnya, Ya Allah, berilah Utsman, ya Allah lakukanlah untuk
Utsman.
Kemudian pada masa kekhalifahan Abu Bakar, orang-orang
mengalami masa paceklik. Abu Bakar lalu berkata, Jika Allah
menghendaki, sebelum sore besok Allah akan memberi kalian jalan
keluar. Pada keesokan paginya, datanglah kafilah dagang Utsman. Para
pedagang pun bergegas mendatanginya. Ketika Utsman keluar menemui
mereka, langsung diminta untuk menjual muatan kafilah dengannya
kepada mereka. Namun Utsman menolak seraya berkata, Ya Allah, saya
menghibahkannya kepada orang-orang fakir Madinah tanpa harga dan
tanpa perhitungan.
Utsman sendiri pernah berkata, Setiap kali datang hari Jumat,
saya memerdekakan seorang budak sejak saya masuk Islam. Jika saya

tidak mendapatkan budak yang bisa dimerdekakan pada hari Jumat itu,
saya gabungkan ke Jumat berikutnya.
Bahkan pada saat genting sekalipun, yaitu ketika Utsman berada dalam
kepungan para pemberontak di hari-hari terakhirnya, dia masih sempat
memerdekakan dua puluh orang budak.

3. Kasih sayang Utsman dan pergaulannya yang baik


Kasih sayang Utsman meliputi dirinya yang penyayang seperti air
yang menyirami dahan pohon yang menghijau oleh dedaunan. Kita
dapati Utsman pada malam hari bangun untuk melaksanakan shalat
tahajjud, berjalan tertatih-tatih karena usianya yang lanjut, mengambil
air wudlu sendiri dan membangunkan siapapun. Ada yang
mempersalahkannya dalam hal itu seraya berkata, Seandainya engkau
membangunkan beberapa orang pelayan, tentu cukup bagimu!
Utsman menjawab, Tidak, waktu malam adalah untuk mereka
agar mereka bisa beristirahat.
Suatu kali Utsman memarahi seorang budak, sampai dia
menjewer telinga budak tersebut hingga merasa kesakitan. Waktu itu
Utsman segera teringat akan akhirat dan pembalasan, maka dia berkata
kepada budak itu, Saya baru saja menjewer telingamu, silakan
membalasnya padaku.
Pada kesempatan lain Utsman membeli sebidang tanah dari
seseorang, namun orang itu tak kunjung datang untuk mengambil
uangnya. Utsman pun mendatanginya dan bertanya, Kenapa engkau
tidak datang untuk mengambil uangmu? Orang itu menjawab, Engkau
menipuku dalam jual beli ini. Utsman bertanya lagi, Itukah yang
membuatmu tidak datang? Orang itu mengiyakan. Maka Utsman
berkata, Kalau begitu silahkan pilih apakah engkau ingin mengambil
tanah atau uangnya, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alahi wa
Sallam pernah bersabda, Allah akan memasukkan ke dalam surga orang
yang memudahkan dalam urusan jual-beli dan peradilan.
Thalhah bin Ubaidillah pernah meminjam sejumlah uang kepada
Utsman. Ketika Thalhah memiliki kelapangan rizki dari Allah, dia segera
hendak membayar hutangnya kepada Utsman. Thalhah pun bertemu
dengan Utsman saat keluar dari masjid. Thalha berkata, Sesungguhnya
uang yang saya pinjam darimu sejumlah 50 ribu telah ada pada saya,
silahkan mengutus orang untuk mengambilnya. Utsman berkata
padanya, Sesungguhnya kami telah menghibahkannya untukmu karena
kebaikanmu itu.

4. Ketaatan Utsman, ibadahnya, dan ketakwaannya

Utsman termasuk salah satu ahli ibadah. Dia gemar berpuasa di


siang hari, bertahajjud di malam hari, dan banyak membaca mushaf AlQuran. Kondisi itu terus bertahan sepanjang hidpnya yang lebih dari
delpan puluh tahun.
Atha bin Abi Rabah meriwayatkan, Sesungguhnya Utsman
mengimami jamaah, kemudian dia melaksanakan shalat malam di
belakang maqam Ibrahim dan menggabungkan seluruh isi Al-Quran
dalam satu rakaat witirnya. Maka Utsman dijuluki Butiara.
Abdurrahman bin Utsman At-Taimi berkata, Saya melaksanakan
shalat malam di belakang maqam Ibrahim, saya berharap tidak ada yang
mengalahkan saya seorangpun malam itu. Tiba-tiba ada seseorang
mencolek saya, tapi saya tidak menoleh. Orang itu terus mencolek, saya
pun menoleh. Ternyata Utsman bin Affan. Maka saya pun mundur, dan
Utsman maju lalu membaca seluruh Al-Quran dalam satu rakaat,
kemudian
pergi.
Diriwayatkan dari Muhammad bin Sirin, dia berkata, Ketika orang-orang
mengepung Utsman dan menerobos masuk untuk membunuhnya,
istrinya berkata, Terserah, apakah kalian akan membunuhnya atau
membiarkannya, sepanjang malam dia melaksanakan shalat satu rakaat
membaca seluruh Al-Quran.
Imam Ibnu Katsir berkata, Diriwayatkan dari berbagai jalur
bahwa Utsman membaca seluruh Al-Quran dalam satu rakaat di dekat
hajar aswad pada musim haji. Ini merupakan ketekunan Utsman
Radiyallahu Anhu. Karena itu, kami meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa
dia berpendapat mengenai firman Allah Subhanahu wa Taala, (Apakah
kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut
kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? (QS. AzZumar [39]: 9). Bahwa orang itu adalah Utsman bin Affan. Sedangkan
Ibnu Abbas berpendapat mengenai firman Allah Subhanahu wa Taala,
Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan
dia tidak berada di jalan yang lurus? (QS. An- Nahl [16]: 76), bahwa
orang itu adalah Utsman.
Ketekunannya dalam melaksanakan puasa sunnah membuat
orang-oarang yang hidup semasa dengannya menggambarkan seolaholah Utsman berpuasa sepanjang tahun.
Di samping itu, hati Utsman selalu terpaut dengan Al-Quran. Kitab suci
itu selalu menemani dan menyertainya. Utsman berkata, Tidak ada
yang aku sukai setiap kali datang hari baru kecuali menatap kitabullah.

Hasan Al-Bashri meriwayatkan, Utsman bin Affan Radiyallahu


Anhu berkata, Meskipun hati kita telah bersih, kita tidak akan merasa
puas dengan firman Tuhan kita. Hasan Al-Bashri berkata, Ketika Utsman
meninggal dunia, mushafnya sobek karena sering dibaca.
Sedangkan ibadah haji, selalu menjadi dambaan hatinya. Dia ikut
melaksanakan haji wada bersama Rasulullah Shallallahu Alahi wa
Sallam. Pada masa kekhalifahan Umar dia melaksanakan haji bersama
Abdurrahman bin Auf memimpin rombongan para Ummul mukminin.
Sementara pada masa kekhalifahannya, dia melaksanakan haji sepuluh
kali berturut-turut, kecuali pada tahun saat dia dikepung para
pemberontak. Waktu itu dia mengutus Ibnu Abbas untuk memimpin
orang-orang
dalam
pelaksanaan
haji.
Pelayannya bernama Hani menceritakan, Apabila Umar berdiri di
samping sebuah kuburan, dia selalu menangis sampai membasahi
janggutnya.

5. Keilmuan Utsman
Utsman bin Affan Radiyallahu Anhu termasuk salah satu ulama di
kalangan shahabat dan termasuk ke dalam kelompok kecil yang kerap
memberi fatwa pada masa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam.
Al-Qasim bin Muhammad menceritakan, Abu Bakar, Umar,
Utsman, Ali memberi fatwa pada masa Rasulullah Shallallahu Alahi wa
Sallam.
Diriwayatkan dari Sahal bin Abi Hatsmah, Orang-orang yang
biasa memberi fatwa pada masa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam
terdiri dari tiga orang Muhajirin dan tiga orang Anshar, yaitu Umar,
Utsman, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin KaAbu Bakar, Muadz bin Jabal, dan
Zaid bin Tsabit.
Utsman juga memberi fatwa pada masa kekhalifahan Abu Bakar.
Ketika Umar menjabat sebagai khalifah, yang berhak memberi fatwa
adalah Utsman, Ali, Ubay bin Kaab, dan Zaid bin Tsabit. Utsman
merupakan shahabat yang paling mengerti manasik haji, diikuti
setelahnya oleh Abdullah bin Umar.
Di antara bukti yang jelas atas kedalaman ilmunya adalah
diangkatnya Utsman sebagai khalifah ketiga. Seorang khalifah haruslah
diangkat dari kalangan yang paling mengerti tentang kitabullah, yang
paling baik bacaannya, dan yang paling banyak pengetahuannya tentang
sunnah Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam.

Namun
demikian,
Utsman
sangat
berhati-hati
dalam
meriwayatkan hadits dari Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam,
khawatir hafalannya keliru lalu dia menambah atau mengurangi sesuatu
dari hadits Nabi. Utsman berkata, Yang menghalangi saya untuk
menyampaikan hadits dari Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam
bukanlah karena saya tidak termasuk shahabat yang paling memahami
dari beliau, akan tetapi saya sungguh telah mendengar beliau bersabda,
Siapa yang mengatakan atas nama saya apa yang tidak pernah saya
katakan, hendaklah bersiap-siap untuk menempati tempat duduk di
neraka.
Karena hal tersebut dan karena kesibukannya dengan urusan
kekhalifahan pada masanya, serta keikutsertaannya dalam mengurus
pemerintahan pada masa Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadits dari
Utsman sangat sedikit. Utsman hanya meriwayatkan 146 hadits dari
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam. Dia meriwayatkan hadits secara
lisan dari Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar.
Di antara shahabat yang meriwayatkan hadits dari Utsman
adalah Abdullah bin Masud, Zaid bin Tsabit, Umran bin Hushain, Abu
Qatadah, Abu Hurairah, Anas bin Malik, Salamah bin Al-Akwa, Ibnu
Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, dan lain-lain. Termasuk beberapa
anaknya, pembantunya, dan sekelompok orang dari kalangan tabiin.

6. Termasuk ahli surga


Shahabat yang termasuk paling awal memeluk Islam ini, yang
hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, pemalu yang Malaikat pun merasa
malu padanya, sang dermawan yang murah hati, yang khusyu dalam
ibadahnya, ahli puasa dan tahjjud, kira-kira di mana kedudukannya di sisi
Allah Subhanahu wa Taala?
Abu Musa Al-Asyari Radiyallahu Anhu meriwayatkan, Waktu
saya sedang bersama Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam di sebuah kebun
di Madinah, tiba-tiba datang seseorang meminta dibukakan pintu. Maka
Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam besabda, Bukakan pintu untuknya dan
beri dia kabar gembira berupa surga. Saya lalu membukakan pintu
untuk orang itu dan orang itu ternyata Abu Bakar. Saya pun
menyampaikan kabar gembira dari Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam, dan
Abu Bakar langsung mengucapkan hamdalah. Tak lama kemudian datang
lagi seseorang meminta dibukakan pintu. Nabi Shallallahu Alahi wa
Sallam besabda, Bukakan pintu untuknya dan beri dia kabar gembira
berupa surga. Saya lalu membukakan pintu untuk orang itu dan orang
itu ternyata Umar. Saya pun menyampaikan kabar gembira dari Nabi
Shallallahu Alahi wa Sallam, dan Umar langsung mengucapkan
hamdalah. Kemudian datang orang ketiga yang meminta dibukakan

pintu. Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam besabda, Bukakan pintu


untuknya dan beri dia kabar gembira berupa surga atas musibah yang
akan menimpahnya. Saya lalu membukakan pintu untuk orang itu dan
orang itu ternyata Utsman. Saya pun menyampaikan apa yang
diucapakan Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam, dan Utsman langsung
mengucapkan hamdalah kemudian mengucap, Allah-lah tempat
memohon pertolongan.
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam pernah bersabda, Siapa
yang menggali sumur Rumah akan memperoleh surga. Maka Utsman
menggalinya.
Beliau juga bersabda, Siapa yang mempersiapkan bekal dan
kendaraan untuk pasuka yang kesulitan mendapat bekal dan kendaran
akan mendapat surga. Lalu Utsman mempersiapkannya.
Karena itulah Abu Hurairah mengatakan, Utsman membeli surga
dari Rasulullah dua kali, yaitu ketika menggali sumur Rumah dan ketika
mempersiapkan perbekalan pasukan yang kesulitan mendapat bekal dan
kendaraan.
Dala hadits riwayat Said bin Zaid disebutkan bahwa
sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda, Sepuluh
orang dijamin masuk surga: Abu Bakar di Surga, Umar disurga, Utsman di
surga, Ali. Rasulullah melengkapi menyebutkan sepuluh nama.

7. Kedudukannya di sisi Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam dan


para shahabat
Kelebihan dan keutamaan yang dimiliki Utsman membuatnya
menempati posisi terhormat dan memperoleh simpati yang lebih dari
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam. Maka Rasulullah menikahkannya
dengan putri beliau, yaitu Ruqayyah Radiyallahu Anha. Ketika Ruqayyah
meninggal, Utsman dinikahkan dengan putri beliau yang lain, yaitu
Ummu Kultsum yang meninggal dunia pada tahun kesembilan hijriah.
Utsman juga salah satu penulis wahyu pada masa Rasulullah
Shallallahu Alahi wa Sallam. Dapat dikatakan bahwa Utsman bertindak
sebagai sekertaris beliau. Jika Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam sedang
duduk, maka Abu Bakar duduk di sebelah kanan beliau, Umar di sebelah
kiri beliau, dan Utsman di hadapan beliau.
Muadz bin Jabal meriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alahi wa
Sallam bahwa beliau bersabda, Saya melihat dalam mimpi bahwa saya

diletakkan di salah satu sisi timbangan dan umatku di sisi satunya, maka
saya menyamai mereka. Lalu Abu Bakar diletakkan di salah satu sisi
timbangan dan umatku di sisi yang lainnya, maka dia menyamai mereka.
Selanjutnya Utsman diletakkan disalah satu sisi timbangan dan umatku
di sisi lainnya, maka dia menyamai mereka.
Abu Said Al-Khudri mengatakan, Saya melihat Rasulullah
Shallallahu Alahi wa Sallam berdoa untuk Utsman sejak permulaan
malam hingga terbit fajar. Beliau berdoa, Ya Allah, tolonglah Utsman,
saya meridhainya maka ridhailah dia!
Para shahabat yang mulia sangat memahami kedudukan Utsman
Radiyallahu Anhu, maka mereka menempatkannya pada posisi
terhormat sebagaimana Rasulullah menghormatinya. Mereka juga
memujinya, menyiarkan berbagai keutamaannya, mencela orang-orang
yang membencinya, dan memerangi orang-orang yang memusuhinya
Utsman sangat dekat dengan Abu Bakar dan Umar pada masa
kekhalifahan keduanya. Dia kerap berkunjung ke tempat keduanya
bersama beberapa orang shahabat untuk memberi saran terkait
persoalan kaum muslimin dan urusan kenegaraan. Begitu juga
sebaliknya, Abu Bakar dan Umar juga sering meminta pendapatnya.

Orang-orang masih membicarakan Utsman pada masa


kekhalifahan Ali bin Abi Thalib Radiyallahu Anhu. Hasan bin Ali bin Abi
Thalib mengatakan, Sekarang datanglah Amirul mukminin. Maka Ali
datang lalu berkata, Utsman termasuk salah satu yang disebutkan
dalam firman Allah Taala, Tidak berdosa bagi orang-orang yang
beriman dan mengerjakan kebajikan tentang apa yang mereka makan
(dahulu), apabila mereka bertakwa dan beriman, serta mengerjakan
kebajikan, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, selanjutnya
mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.(QS. Al-Maidah [5]: 93)
Abdullah bin Umar berkata, Kami pada zaman Nabi Shallallahu
Alahi wa Sallam tidak menyamakan Abu Bakar dengan seorang pun,
kemudian Umar, lalu Utsman. Selanjutnya kami meninggalkan para
shahabat Nabi yang lain, tanpa membanding-bandingkan mereka satu
dengan yang lainnya.
Ketika para pembenci Utsman mengatakan bahwa kecintaan
terhadap Ali dan Utsman tidak mungkin berkumpul dalam satu hati, lalu
ungkapan dusta itu samapi ke telinga pelayan Rasulullah Shallallahu
Alahi wa Sallam, Anas bin Malik, dia menjawab, Mereka bohong. Demi
Allah, kecintaan kami pada keduanya berkumpul di hati kami.

Anda mungkin juga menyukai