Puisi Pembebasan 2
Puisi Pembebasan 2
HOMBING
YASUO THUANG
RI
VALDIANJARSAPUTRA
PUISI PEMBEBASAN 2
Daniel Sihombing
Yasuo T. Huang
Rivaldi Anjar Saputra
Puisi Pembebasan 2
Daniel Sihombing
Yasuo T. Huang
Rivaldi Anjar Saputra
---------
Judul Buku: Puisi Pembebasan 2
Editor: Daniel Sihombing, Yasuo T. Huang, Rivaldi Anjar
Saputra
Desain Sampul: NN, Rachel Manurung
Desain Buku: Filemon
Rilis: Juli 2020
Kata Pembaca .................................................................................... v
Eksperimen Kedua ........................................................................... x
Berpuisi Kembali............................................................................xiii
Sebuah Perjumpaan ....................................................................... xvi
Aku Ingin Mencintaimu di Antara Massa Aksi
di Tengah Kota yang Kelaparan ................................................. 1
Anak Tuhan ................................................................................... 2
Ampunan ....................................................................................... 3
Bau Kematian ................................................................................ 4
Bela Negara ................................................................................... 5
Benih ............................................................................................... 6
Berlipat Ganda .............................................................................. 7
Bingung .......................................................................................... 8
Bukan Sekadar Naik-Turun ........................................................ 9
Bumbu .......................................................................................... 10
Dibungkam Pasar ....................................................................... 11
Di Persimpangan ........................................................................ 12
Fatamorgana Urban ................................................................... 13
Ingat Paris .................................................................................... 14
Jamban ......................................................................................... 15
Kapital .......................................................................................... 16
Kayak Kenal? .............................................................................. 17
Keluaran....................................................................................... 18
Kembang-kembang Hilang Berganti ....................................... 19
Kitab-kitab ................................................................................... 20
Laku Penulis ................................................................................ 21
L E L A H ..................................................................................... 22
Lirih .............................................................................................. 23
Manifesto ..................................................................................... 24
Menulis Puisi............................................................................... 25
Neraka .......................................................................................... 26
Palu ............................................................................................... 27
Pemilu Melulu ............................................................................ 28
Penjuru Mata Angin ................................................................... 30
Porak ............................................................................................ 31
Rindu di Hujan Sore................................................................... 32
Sabat ............................................................................................. 33
Sabtu Sunyi.................................................................................. 34
Semalam Aku Mampir Membuka Cinta ................................. 35
Sikat Oligarki .............................................................................. 36
Tipu Daya .................................................................................... 37
Tuhan Turun ke Bumi................................................................ 38
Tukang Gali Kubur Kata ........................................................... 39
Utopia ........................................................................................... 40
Wajah Baru .................................................................................. 41
Tentang Penulis............................................................................... 42
“Terkadang puisi mampu menjadi suplemen dalam
merawat vitalitas perjuangan. Eksperimentasi Daniel
dan Yasuo sedang mengambil peran itu. Layak dibaca
untuk menjaga keberanian yang bisa hilang kapan saja.
Sebagai buruh pendidikan, saya suka puisi ‘Industri
Akademi’.”
—Dodi Faedlulloh (Dosen Unila)
vi
“Puisi Pembebasan DS dan YH mampu menjadi
jembatan antara kesadaran ber-Tuhan dan menjadi
manusia utuh yang hidup di dunia penuh ketidakadilan
serta eksploitasi. Dari situ semakin jelas bahwa puisi
selalu berhasil menjelmakan perenungan paling dalam.”
—Rivaldi Anjar (Penyair Malang, Anggota Kristen
Hijau)
vii
“Terima kasih untuk suara kenabian yang terlalu indah
ini. Sederhana tapi menyentak. Beta bukan orang yang
puitis dan kadang sonde terlalu paham makna tersirat
dalam puisi karena terlalu dalam, tapi baca kumpulan
puisi ini beta bisa paham dan menggugah beta untuk
menyadari apa yang mungkin beta belum lihat atau
sudah lihat tapi anggap sepele selama ini.”
—Mega Kristin Haba (Mahasiswa FTh-UKAW)
viii
“Kumpulan puisi ini mengingatkan saya tentang bahaya
zona nyaman dalam berteologi, sekaligus mendorong
saya untuk menceburkan diri ke zona berantakan itu.
Puisi-puisi ini sangat menggetarkan dan menginspirasi
bagi saya yang sedang mendalami panggilan Yesus
kepada keempat nelayan untuk menjadi penjala manusia
di tengah-tengah sistem ekonomi eksploitatif kekaisaran
Romawi yang menyengsarakan para nelayan di ‘laut’
Galilea.”
—Elia Maggang (Mahasiswa PhD, University of
Manchester)
ix
Daniel Sihombing
x
Diskusi tentang teori-teori kritik sastra dari tradisi
politik progresif bersama Yasuo dalam beberapa bulan
terakhir juga menajamkan perspektif saya tentang puisi.
Perdebatan-perdebatan tentang realisme dan karya seni,
strategi kritik, serta posisi-posisi yang direpresentasikan
dalam sejarah oleh Proletkult, Lekra, Georg Lukács,
Bertolt Brecht, Fredric Jameson, Pierre Macherey, Lucien
Goldmann, Walter Benjamin, dan lain-lain, memperkaya
pandangan saya tentang bidang ini dan menambah
inspirasi.
Hal-hal inilah yang antara lain menguatkan niat
untuk meluncurkan Puisi Pembebasan 2. Dengan bekal
tambahan referensi dari karya-karya klasik maupun teori
kritik, eksperimen kedua siap dijalankan. Tentu dengan
diiringi kesadaran bahwa tidak serta-merta tambahan
bekal ini membuat puisi-puisi kami otomatis bakal lebih
bermutu. Tidak ada pretensi kepakaran dalam Puisi
Pembebasan 2, karena sekali lagi, karya ini adalah bentuk
eksperimen.
Dalam volume kedua ini, kami berdua melibatkan
kawan yang juga menjadi bagian dari jaringan Kristen
Hijau, Rivaldi Anjar Saputra. Valdi, demikian ia biasa
dipanggil, pada saat pengantar ini ditulis, baru saja
diterima di program pascasarjana Fakultas Teologi
Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta.
Dibandingkan kami berdua, yang bersangkutan ini bisa
dibilang lebih ‘beraura penyair’. Puisi-puisinya beberapa
kali ia bacakan dalam acara-acara demonstrasi di Malang
dan juga panggung-panggung seni. Beberapa tahun yang
lalu ia juga telah menerbitkan buku kumpulan puisinya,
Serpihan Kata yang Berserakan. Sebagai bentuk
xi
penghormatan untuknya, puisi-puisinya kami muat
lebih banyak daripada puisi kami berdua.
Seperti halnya Puisi Pembebasan volume pertama,
penulisan Puisi Pembebasan 2 juga saya anggap sebagai
bagian dari kegiatan berteologi. Ia merupakan ekspresi
kegelisahan, kemarahan, keputusasaan, hingga
perjuangan dan pengharapan; postur-postur yang dalam
Alkitab secara jelas tergambar sebagai bagian dari
dinamika kehidupan seseorang yang bergumul dalam
iman kepada Allah di tengah-tengah gejolak dunia di
sekitarnya.
Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih
kepada para pembaca yang telah menyediakan waktu
untuk membaca puisi-puisi sederhana ini,
menyampaikan apresiasi, kritik membangun, atau
bahkan turut menyebarluaskannya. Terima kasih juga
untuk Rachel Manurung, kawan Kristen Hijau lainnya
yang berkenan membantu desain sampul edisi kali ini,
serta Filemon yang menolong dalam desain buku.
Saya tutup pengantar ini dengan mengutip
penggalan puisi karangan Bertolt Brecht yang saya
terjemahkan secara bebas ke dalam bahasa Indonesia:
2Bertolt Brecht, Bertolt Brecht: Plays, Poetry and Prose (eds. John
Willett and Ralph Manheim; London: Eyre Methuen, 1976), 191.
xii
Yasuo T. Huang
xiv
Akhir kata, terima kasih untuk Anda yang
berkenan membaca Puisi Pembebasan 2. Nikmatilah puisi-
puisi dari kami. Moga-moga puisi-puisi sederhana ini
dapat menginspirasi dan mengganggu kenyamanan
Anda.
xv
Rivaldi Anjar Saputra
xvi
Perjumpaan dengan Daniel Sihombing bermula
ketika penulis bergabung dalam jaringan Kristen Hijau
dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan turun ke jalan
hingga diskusi-diskusi yang diadakan dengan beberapa
kawan. Aktivitas-aktivitas inilah yang membuat penulis
semakin sadar mengenai kondisi masyarakat dan kelas
sosial. Sementara dengan Yasuo T. Huang, penulis belum
pernah bertemu secara langsung, namun penulis
membaca beberapa karyanya melalui media sosial dan
terkagum atas kejelian dan keberaniannya
mengungkapkan kegelisahan tentang kondisi sosial
masyarakat.
Beberapa kisah di Alkitab juga berbicara tentang
pembebasan umat dari kezaliman rezim. Namun
sayangnya, sejauh penulis bergereja, sangat jarang teks-
teks pembebasan ini dibicarakan. Ini mencakup kisah-
kisah seperti Yesus yang turun langsung ke bumi untuk
melepas manusia dari belenggu dosa hingga
mengupayakan perombakan tatanan pemerintahan dan
masyarakat pada waktu itu. Juga kisah Musa yang
melepaskan bangsa Israel dari perbudakan bangsa Mesir.
Penekanan bahwa ada kekuasaan lalim yang
menciptakan perbudakan dan penindasan harus
diruntuhkan hampir tak terdengar.
Dari perkenalan dan perjumpaan tersebut,
muncul sebuah keyakinan bahwa kekuasaan yang lalim
dapat dilawan, salah satunya dengan menggunakan
buku sebagai senjata dan kata sebagai peluru. Terbukti
dalam sejarah bahwa kuasa yang lalim bergidik dengan
kekuatan aksara. Ini dapat dilihat dari bagaimana
berbagai rezim dan pemerintahan menghancurkan buku-
xvii
buku dan membungkam suara beberapa penulis dengan
jeruji besi. Tak jarang nyawa juga menjadi pertaruhan.
Penulis sendiri mulai menempuh perjalanan
menggubah puisi sejak lima tahun lalu. Puisi-puisi
tersebut penulis temukan di bawah meja, di bibir cangkir,
hingga dalam setiap tetes keringat pekerja di jalanan.
Tentu saja waktu yang singkat itu tak mungkin membuat
penulis dapat menuliskan puisi yang sempurna. Namun
penulis percaya bahwa ketika puisi dilahirkan, ia akan
tumbuh dan menemukan jiwanya di hati pembaca.
Kutipan dari Bertolt Brecht bahwa “seni bukanlah
cermin untuk merefleksikan kenyataan, melainkan palu
untuk membentuknya”, yang penulis dapatkan dari
artikel Daniel Sihombing di IndoProgress baru-baru ini,4
membuat penulis semakin yakin bahwa puisi-puisi yang
lahir akan mampu menjadi penggerak. Bagi saya, Puisi
Pembebasan 2 adalah upaya untuk menghancurkan
ketidakadilan dan melelehkan ketidakpedulian. Seperti
yang Franz Kafka pernah katakan:
RAS
1
aku ingin hidup suci
tiap hari bangun pagi
haus siraman rohani
DS
2
fajar serupa hembusan angin
membawa kabar ke seluruh penjuru bumi
bahwa hari ini adalah hari kemenangan
bagi yang bertempur melawan pandemi
bagi yang bertempur melawan iri, dengki, benci
semuanya mengampuni meskipun tak saling menyakiti
namun,
jika ampunan serupa tanah leluhur
kau tak akan menemukannya jika menggusur
RAS
3
hai kelas pekerja!
jadilah seperti bunga kamboja
meski berguguran, tak sirna indahnya
mengingatkan kematian
pada mereka yang menghisapmu
YH
4
kudengar tangisan tetangga
karena kabar duka
tentang si bungsu
mati bela negara
DS
5
di kelopak matamu
kulihat dunia baru
tersembunyi di balik lipatan
yang tertanam bak
benih Kerajaan Allah
dan menunggu
kaum buruh bersatu padu
agar tanganku bisa membelaimu
tanpa harus menyeberangi
jurang yang memisahkan
kau dan aku
DS
6
Mengenang Wiji Thukul
DS
7
buruh mimbar berkoar-koar
tentang cinta dan kasih Tuhan
bukan. bukan itu
tapi keberadaan dirinya
ia bingung, mau bagaimana lagi?
mungkin Tuhan juga bingung
diri-Nya diperdagangkan
YH
8
Kristus naik, Roh Kudus turun
beserta kekuatan
guna menghadapi
Suharto turun, oligarki naik
YH
9
siapa yang bangun Piramida
Firaun, atau budak-budaknya?
sembari bertanya-tanya
DS
5
Adaptasi dari “Fragen eines Lesenden Arbeiters” karya Bertolt Brecht.
10
baca buku hingga rambut kusut masai
dipenuhi uban pula
sanggup jadi landasan pacu
riset ini-itu hingga wajah berkeriput
tak terawat bak selebritas
yang mulus hingga lalat terpeleset
berjuang keras kembangkan ilmu
supaya lebih maju
YH
11
di persimpangan antara aku harus turun ke jalan dan kau yang
nyaman di bangku perkuliahan
ada aku yang harus membela kawananku atau kau yang
mempertaruhkan nyawa untuk kedaulatan
RAS
12
di kiri gedung
di kanan gedung
di muka gedung
di belakang gedung
gedung semua!
membuat setiap orang terkesima
termakan halusinasi
jauh sebelumnya
gedung-gedung
berdesak-desakan merampas tanah
gedung-gedung
mengikis hutan-hutan lebat
berganti
hamparan gedung tak habis-habis
gedung-gedung
berdesak-desakan mencakar langit
gedung-gedung
terus membuatmu
sibuk tak berujung
YH
13
hari-hari itu rerumputan bergoyang-goyang
hari-hari itu angin berembus sejuk
hari-hari itu burung-burung berkicauan dengan senangnya
hari-hari itu anak-anak manusia bersorak-sorak
YH
14
mimpi buruk aku semalam
sampah dan berak penuhi muka!
buru-buru aku bangun
menatap cermin
lalu terbayang
nasib rakyat ‘dunia ketiga’
DS
15
waktu aku lapar
kau beri aku makanan
ususku keroncongan
leherku kekeringan
DS
16
Indonesia yang kukenal
tergila-gila investasi
memuaskan dahaga akumulasi
rupa-rupanya pekerja tak bisa mati
YH
17
berduyun-duyun kita rintis perkumpulan
di mana upah murah
resiko melimpah
dan fisik melemah
jadi cerita yang mempersatukan
dan sadarkan
kau dan aku ‘tuk
bongkar kepalsuan
serta asah tajam keberanian
hingga pada saatnya nanti
kita teriakkan di depan kawan-kawan
gema kisah yang diulang-ulang
dan diulang-ulang
tanpa kesadaran tentang
bahaya ledakan
DS
18
kembang-kembang melayu
kembang-kembang berjatuhan
kembang-kembang berserakan
karena pekerja rela dikibuli mamon
bisa berlipat ganda,
bikin enak pula
segelintir orang maksudnya
kembang-kembang bertumbuhan
kembang-kembang berseri-seri
kembang-kembang bermekaran
karena langkah kaki pekerja berderap-derap
membebaskan diri dari mamon,
menumbangkan mamon,
ganti cinta dan kehidupan
YH
19
kitab yang kau tulis menciptakan
pekerja kelelahan yang menyiapkan meja makanmu
air mata petani kopi yang tersaji di cangkir keramikmu
keringat buruh yang tertuang di gelas-gelas bir dinginmu
cemas rakyat yang tak tau masak apa untuk sehari
tertelungkup di balik tudung sajimu
RAS
20
menari dalam kegelapan
menyanyi dalam kebisuan
mendengar dalam kebisingan
melihat dalam kebutaan
berjalan melawan ketimpangan
moga-moga itulah laku penulis dalam dunia eksploitatif nan
subtil ini
YH
21
aku
lelah
berbohong
menulis
melukis
menyanyi
karya
indah
tentang
negeri
yang
tak
lagi
indah
karena
kamu
yang
serakah
RAS
22
pernah satu hari
ketika hujan deras
bukan derainya yang pecah
tapi lirih tangis rakyat yang ditindas
juga tangis pencipta melihat ciptaan tersiksa
pecah begitu
lirih
lirih
RAS
23
seiris Kristen
seiris Sosialis
setetes Tionghoa
sepenuhnya Indonesia
seutuhnya untuk pembebasan kelas pekerja!
YH
24
ketika banyak orang pandai berbicara,
mengapa menulis?
ketika banyak orang terlihat pandai di kolom komentar,
mengapa menulis?
ketika banyak orang tidak menulis,
mengapa menulis?
ketika banyak orang enggan membaca,
mengapa menulis?
rupa-rupanya ia berbahaya
ia adalah barisan kata-kata
yang berderap untuk mengukuhkan struktur lama:
nilai lebih wajar adanya
atau
menggedor lantas membangun yang baru:
tidak ada lagi kelas antara aku dan kamu; kami dan mereka
tetapi kita
yang menyongsong hari depan berhias kebebasan
"berpuisi"
YH
25
tiap Minggu didengarnya
perapian menyala-nyala
serta
nasib ngeri para pendosa
hingga ia bekerja
dan rasakan panasnya
neraka dunia
DS
26
Untuk Brecht
kulayangkan pandangku
ke atas meja
temukan secarik kertas
undang rasa tumpah
lewat tinta
bangkitkanku dari kuburan
dan berjalan ke gudang
mengambil palu
lalu membentuk puisi
DS
27
di istana ini
banyak basa-basi
sebentar bicara begini
nanti tak ada bukti
apalagi kepalanya
bikin program wawacita
reforma agraria
tapi terus bikin jalan panjang
bikin bendungan
katanya peduli
tapi hak asasi
digagahi
dilangkahi
dicuai
dicueki
dasar tirani
28
nanti siapa memilih siapa
nanti siapa memilih siapa
jalan kaki ke tempat bilik seng itu jauh
sedangkan aku dan kawanku tak punya banyak waktu
harus cari sejahtera di tanah sendiri
jangan diusik
RAS
29
dari utara aku mendengar bahwa pemerintah lalim
dari barat laut aku melihat bahwa permukaan air makin
meninggi
dari barat ada gema bahwa hutan dan pepohonan rusak
dari barat daya sang adidaya menghajar semua hingga porak
dari selatan terdengar kabar bahwa manusia saling menyakiti
dari tenggara kawanan beruang dan harimau turun gunung
mencari perlindungan
dari timur terdengar bahwa rakyat ditindas hingga matahari
ketakutan dan enggan terbit
dari timur laut buih lautan menjadi lengket dan beracun
RAS
30
di batang hari yang terik dan gersang
aku ingin berdiam diri di bawah rimbun rambutmu
yang sepoinya menghardik pelan lelah-lelahku
RAS
31
hujan sore ini begitu derasnya
akar-akar tak lagi kering
makhluk-makhluk dunia bawah geliat-geliut keenakan
sementara lambat-lambat juga cepat-cepat
guyuran air merasuki atap-atap berpenghuni
bingung menampung juga menambal
hujan sore ini begitu derasnya
YH
32
dentang lonceng hari sabat
menandakan segala sesuatu harus istirahat
celakanya
aku harus tetap giat
RAS
33
kupunya cerita tentang
negeri sejuta air mata
di mana petani digusur
buruh digebuk dan
mahasiswa disuruh tunduk
pada penguasa yang
aparatnya gencar menangkap
dan perintahnya kerja, kerja, kerja
agar pengusaha maju sendiri
dan industri penenang laris bak kacang
padamkan api perlawanan
dari korban penindasan
yang pelan-pelan sadar
akan pembodohan
dan rekayasa ketaatan
serta sejarah panjang
yang dikubur dalam-dalam
DS
34
semalam aku mampir membuka doa
mengucap namamu dan negaramu
lalu menutup doaku
membuka mata
hanya ada cinta di matamu
RAS
35
tidurlah, nak, hari sudah malam
besok kita bangun pagi diperas lagi
DS
36
matamu adalah sumber mata air
alis yang mengelilinginya adalah padang ilalang subur
seluruh wajahmu serupa Taman Eden
perlahan ditanam semen ilalang sekeliling matamu kering
pohon-pohon yang berbuah lebat tumbang jadi bangunan
jadi bunga plastik jadi lampu taman
itu semua berawal dari iming-iming untuk hidup lebih
sejahtera
RAS
37
Tuhan turun ke bumi
jadi petani kopi di pegunungan
tapi hasil panen rusak
karena sumber mata air tak lancar
akibat pembangunan
tapi tetap dimarahi manusia
Tuhan bingung
Tuhan kembali ke surga
RAS
38
aku tak menciptakan kata-kata
aku hanyalah penyusun dan penggali
kata-kata yang dibiarkan membusuk
terkubur bersama para korban
rezim yang membangun kekuasaan
di atas lautan darah
banjir air mata
dan kepungan pengkhianatan
YH
39
malam itu aku bermimpi
anak cucu kita tak lagi bangun pagi
siang malam berpuisi
mainkan musik di sela-sela diskusi
DS
40
22 tahun lampau kekuasaan runtuh
lalu kuasa baru mekar, dan eksploitasi masih tumbuh subur
aku kira apa yang telah runtuh
telah membusuk
tak akan bangkit seperti mayat hidup
ternyata penindasan selalu menemukan wajah baru
RAS
41
Daniel Sihombing adalah mahasiswa doktoral di
Protestant Theological University, Netherlands. Selain
mengajar di gereja, ia terlibat sebagai anggota Kristen
Hijau, tim editor IndoProgress, dan sebuah partai sosialis
lokal.
42