Anda di halaman 1dari 144

Negara Gagal

Mengelola Konflik
Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
Nov ri Susan

Negara Gagal
Mengelola Konflik
Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
Kata Pengantar

ALHAMDULILLAH, rasa syukur saya ucapkan pada Allah


ta’ala atas karunia hidup, kesehatan, dan ilmu yang tiada terukur
Negara Gagal Mengelola Konflik oleh kata-kata. Atas ijin Allah buku ini bisa dirampungkan dan
(Tata Kelola Konflik di Indonesia) disajikan pada bangsa dan negara Indonesia.
Novri Susan Buku Negara Gagal Mengelola Konflik (Demokrasi dan
© KoPi, 2012 Tata Kelola Konflik di Indonesia) ini merupakan hasil observasi
dan refleksi kritis saya terhadap berbagai kasus konflik yang
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) berhasil dituliskan sebagai artikel-artikel di media massa nasio-
nal dari kurun 2006-2012. Periode tahun tersebut merupakan
x + 272 halaman; 14,3 x 21,2 cm
ISBN: fase-fase kritis dari upaya mendorong demokrasi transisional
menuju demokrasi yang terkonsolodasikan. Fase kritis tersebut
Penulis : Novri Susan salah satu indikator dominanya ditandai oleh peningkatan jum-
Editor :
Rancang Sampul :
lah kasus konflik dan kekerasan di dalam dunia hidup sosial,
Penata Isi : ekonomi, dan politik kebangsaan. Sedangkan sebagai sosiolog
Percetakan : saya memilih perspektif mendasar dari setiap observasi dan re-
Penerbit : fleksi terhadap konflik-konflik di Indonesia, yaitu perspektif tata
1. KoPi kelola konflik (conflict-governance). Sehingga tipologi konflik
Pesona Sambisari di dalam buku ini menawarkan gagasan dan perspektif kelola
Kavling D 1/1, RT. 04 - RW. 02 Purwomartani
Kalasan, Sleman, Yogyakarta konflik.
Telp. : 0274-4987689, mobile : +62 Seluruh artikel tentang konflik-konflik di dalam buku ini
Web : www.koranopini.com, Email : koranopini@gmail.com terpetakan menjadi lima tipologi konflik, yaitu Konflik-konflik
2. Pustaka Pelajar
Alamat.......... Sumberdaya, Konflik Horizontal dan Terorisme, Konflik Politik
.............. dalam Pemilu dan Pilkada, Konflik-konflik Elite Politik, serta
.DIY Negara dan Tata Kelola Konflik. Kelima tipologi konflik dalam
Telp : ........, hp
Web : ................., email : ................................ fase kritis demokratisasi Indonesia tersebut merupakan catatan
harian yang merekam berbagai masalah sosial, ekonomi, dan
Cetakan I : April 2012 politik Indonesia.

iv v
Buku ini bisa saya selesaikan atas dukungan penuh kasih
sayang dari keluarga dan para kolega. Terimakasih yang dalam Daftar Isi
pada dua cinta, Ulya dan Sai, yang terus bersabar selalu dipisah
jarak. Kepada ibu Sri Lestari yang terus menghanyutkan doa di
sungai malam, dan Ibu Sumarni di Jogja yang memberi duku-
ngan-dukungan sunyinya. Kepada para saudaraku yang tidak Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .v
segan berbagi visi hidup. Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vii
Terimakasih pula kepada Ranang Aji SP dari KoranOpini. Bab I : Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
com atas diskusi dan penajaman setiap artikel. Kepada Hojin,
Sejarah Konflik dan Tata Konflik di Indonesia. . . . . . . . . .3
Army, dan Pange di Koran SINDO, Mbak Tati di Kompas, mas 1. Konflik dan Negara Bangsa Indonesia . . . . . . . . . . . .4
Kelik di Koran Tempo, yang memberi ruang terbuka bagi saya 1.1. Dialektika Nalar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .8
untuk mencurahkan gagasan. Kepada Prof. Eiji Oyamada di 1.2. Fase Otoriterisme Orde Baru . . . . . . . . . . . . . 11
The School of Global Studies, Doshisha University Kyoto atas 1.3. Fase Demokratisasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
dukungan referensi dan diskusi-diskusinya. Terimakasih pada 2. Teorisasi Konflik dan Tata Kelola Konflik . . . . . . . . . 19
kolega-kolega saya Faishal Aminudin di Prodi Ilmu Politik Uni- 2.1. Memahami Konflik . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
versitas Brawijaya, Dimas Oky Nugroho di suatu tempat dengan 2.2. Akar Kekerasan Konflik . . . . . . . . . . . . . . . . 21
narasi pentingnya pada politik nasional, Joko Susanto dan Safril 2.3. Tata Kelola Konflik . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26
di Fisip UNAIR, yang mendukung dalam banyak hal. Terimaka- 3. Struktur Buku. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28
sih pada Yogi Ishabib atas gerak cepat risetnya untuk buku ini. 4. Bibliografi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30
Terimakasih atas dukungan dari para sosiolog Unair yang sangat
Bab II : Konflik-konflik Sumber Daya. . . . . . . . . . . 33
bersemangat. Terakhir ucapan terimakasih kepada seluruh pihak
1. Konflik dan Kekerasan Struktural . . . . . . . . . . . . . 35
yang sulit disebut satu per satu pada kata pengantar terbatas ini.
2. Pembangunan dan Keamanan . . . . . . . . . . . . . . . 40
Buku Gagal Mengelola Konflik: Demokrasi dan Tata Kelola
3. Wajah Kekerasan Tata Kota . . . . . . . . . . . . . . . . 45
Konflik di Indonesia secara khusus saya dedikasikan untuk masa
4. Jalan Kekerasan Satpol PP . . . . . . . . . . . . . . . . . 50
depan negara bangsa Indonesia, kepada para ilmuwan sosial,
5. Konflik Relokasi PKL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 57
mahasiswa, dan para pengambil kebijakan. Semoga bermanfaat 6. Konflik Lahan Asimetris . . . . . . . . . . . . . . . . . . 60
dan menjadi berkah bagi kebaikan negara bangsa Indonesia. 7. Konflik Lahan Perkotaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . 64
8. Kompleksitas Konflik Indsutri . . . . . . . . . . . . . . . 69
9. Mekanisme Represif Konflik Lahan . . . . . . . . . . . . 73
Yogyakarta, 29 Maret 2012 10. Bara Konflik Tanah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 77
Penulis 11. Bibliografi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 81

vi vii
Bab III : Konflik Horizontal dan Terorisme. . . . . . . . 83 6. Risiko Perombakan Kabinet Kompromistis . . . . . . . 215
7. Wajah Rekonsiliasi SBY . . . . . . . . . . . . . . . . . 220
1. Konflik Kaum Advokat. . . . . . . . . . . . . . . . . . . 85
8. Konflik Reformis versus Orbaisme . . . . . . . . . . . 224
2. Ingatan Kolektif Permusuhan . . . . . . . . . . . . . . . 89
9. Bibliografi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 229
3. Identitas dan Jalan Perdamaian. . . . . . . . . . . . . . . 94
4. Agresivisme dan Ketidakhadiran Negara . . . . . . . . 100 Bab VI : Negara dan Tata Kelola Konflik . . . . . . . . . 231
5. Memperjuangkan Praktik Perdamaian . . . . . . . . . . 105
1. Masalah Disparitas Pembangunan . . . . . . . . . . . . 233
6. Memperjuangkan Masyarakat Inklusif . . . . . . . . . . 109
2. Kanalisasi “ganyang Malaysia” . . . . . . . . . . . . . 238
7. Keamanan dan Ketangguhan Kepolisian. . . . . . . . . 115
3. Konflik Masyarakat dan Polisi . . . . . . . . . . . . . . 243
8. Menyoal Makna Terorisme . . . . . . . . . . . . . . . . 119
4. Separatisme dan Nalar Penanganan . . . . . . . . . . . 248
9. Radikalisasi Liberalisme dan Terorisme . . . . . . . . . 123
5. Masalah Konflik Separatisme . . . . . . . . . . . . . . 252
10. Konflik Horizontal dan Kekerasan . . . . . . . . . . . . 128
6. Negara, Konflik dan Demokrasi . . . . . . . . . . . . . 257
11. Terorisme vs. Terorisme?. . . . . . . . . . . . . . . . . 135
7. Negara Gagal Mengelola Konflik . . . . . . . . . . . . 261
12. Bibliografi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 138
8. Bibliografi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 267
Bab IV : Konflik Politik dalam Pemilu & Pilkada . . . . 141
Indeks . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 268
1. “Conflict Governance’ Pemilu . . . . . . . . . . . . . . 143
Tentang Penulis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 271
2. Pemilu Tanpa Kekerasan . . . . . . . . . . . . . . . . . 147
3. ‘Conflict Governance’ Sengketa Pilkada . . . . . . . . . 152
4. Paradigma Kekerasan dan Demokrasi . . . . . . . . . . 156
5. Prahara Pilkada Sumatera Selatan . . . . . . . . . . . . 160
6. Surplus Kekerasan Lokal . . . . . . . . . . . . . . . . . 164
7. Kolektivisme dan Kekerasan Pilkada . . . . . . . . . . 168
8. Transformasi Konflik dalam Pemilu . . . . . . . . . . . 173
9. Konflik Keistemewaan DIY . . . . . . . . . . . . . . . 178
10. Multi Partai dan Pengelolaan Konflik . . . . . . . . . . 183
11. Bibliografi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 187

Bab V : Konflik Elit-elit Politik . . . . . . . . . . . . . . 191


1. Merapuhnya Politik Humanistis . . . . . . . . . . . . . 193
2. Eskalasi Politik Degil : Kasus Skandal Century . . . . . 197
3. Duel Para Koruptor. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 202
4. Dinamika Politik Intimidatif . . . . . . . . . . . . . . . 206
5. Konflik Politikus Benalu . . . . . . . . . . . . . . . . . 210

viii ix
BAB I
Pendahuluan
Sejarah Konflik dan
Tata Konflik di Indonesia

INDONESIA sebagai negara bangsa tidak imun dari konflik-


konflik yang terjadi pada setiap dimensi dunia kehidupan po-
litik, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan. Pertanyaan dasar
adalah bagaimana negara bangsa Indonesia mengelola konflik-
konflik tersebut? Bagaimana negara membangun kelembagaan
tata kelola konflik yang mampu mentransformasi konflik men-
jadi pemecahan masalah? Kapan dan bagaimana kekerasan dire-
produksi pada kasus konflik tertentu dalam konteks demokrasi
Indonesia? Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan perspe-
ktif mendasar dari buku Negara Gagal Mengelola Konflik: De-
mokrasi dan Tata Kelola Konflik ini.
Buku ini merupakan hasil observasi dan refleksi kritis ter-
hadap berbagai fenomena konflik yang mengalami peningkatan
kuantitas, variasi, dan kualitas di banyak arena sosial politik.
Arena-arena tersebut seperti DPR Senayan tempat para elite
politik memperjuangkan dan mentransaksikan kepentingan, dan
arena politik di istana presiden yang merepresentasikan pemer-
intahan eksekutif dan kebijakan-kebijakannya. Kasus-kasus lain
seperti konflik pertanahan, konflik pilkada, konflik buruh, dan
konflik etno-relijius berada dalam cakupan artikel-artikel dalam
buku ini. Saya sesungguhnya melakukan pentipologian konflik-
konflik di Indonesia melalui penangkapan kasus-kasus dominan
dalam perspektif tata kelola konflik selam periode demokrasi In-
donesia. Sebelum membaca kasus-kasus konflik dan tata kelola

Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia


3
konflik di Republik Indonesia selama periode demokrasi, pada agama, dan kelas ekonomi tentu telah terlibat dalam pengalaman
bab ini akan ditelaah secara reflektif mengenai sosio-konflik his- relasi konflik dan praktik kekerasan. Pada periode demokratisasi
toris negara bangsa Indonesia. Setelah melakukan refleksi atas saja, masyarakat Indonesia telah terjebak dalam eskalasi kon-
sosio-konflik historis, akan dilanjutkan dengan telaah teoretis flik kekerasan komunal. Gerry van Kinklen melalui bukunya
konflik, kekerasan dan tata kelola konflik. berjudul Communal Violence and Democratization in Indone-
sia (2007) membedah realitas konflik dan kekerasan komunal
1. Konflik dan Negara Bangsa Indonesia
di Indonesia terutama pasca runtuhnya rejim Soeharto. Melalui
Masyarakat majemuk adalah kondisi alamiah yang eksis penggambaran historisnya, Kinklen memperlihatkan bagaimana
dalam setiap konteks wilayah negara bangsa di dunia. Walaupun konflik kekerasan komunal diantara kelompok-kelompok identi-
tidak setiap negara bangsa memiliki kemajemukan yang sama, tas Indonesia mengalami eskalasi dramatis. Berawal dari konflik
dan atau tingkat kemajemukan yang berbeda. Masyarakat maje- dan kekerasan komunal di Sambas, Ambon, Poso, dan daerah-
muk disusun oleh perbedaan-perbedaan identitas sosial seperti daerah lain. Kinklen menemukan empat tipe konflik kekerasan
identitas keagamaan, identitas etnis, identitas profesi, dan berba- komunal pada fase demokratisasi, yaitu kekerasan dalam konflik
gai kelompok sosial yang mendefinisikan diri secara unik dan separatisme, kekerasan dalam konflik etno-relijius, kerusukan
berbeda dari kelompok lain. Hal penting yang muncul dalam komunal lokal seperti rusuh anti-China Mei 1998, kekerasan so-
pemikiran sosiologis tentang masyarakat majemuk adalah kon- sial (social violence) seperti konflik kekerasan antar desa (Kin-
sekuensi-konsekuensi terhadap beberapa hal penting kehidupan klen, 2007, hal. 3).
sosial seperti stabilitas, harmoni sosial dan persaingan identitas Pada kenyataannya konflik merupakan unsur fundamental
dalam arena-arena sosial. Secara umum dari semua konsekuensi dari konstruksi sosio-historis suatu masyarakat bangsa. Konflik
tersebut, konsekuensi masyarakat majemuk adalah relasi-relasi sebagai realitas sosial mampu menjadi mesin pembentuk sejarah
konflik. Oleh sebab itu konflik bukan fenomena asing dalam ke- masyarakat manusia dan pencipta peradaban berbagai negara
seharian masyarakat yang disarati oleh oleh berbagai dimensi bangsa. Eksistensi negara bangsa tumbuh dan bertahan dalam
relasi sosial antara individu dan kelompok. narasi konflik yang menjadi realitas sejarah sosial. Narasi kon-
Konflik menjadi fenomena yang biasa, omnipresent (hadir flik yang ditulis oleh abjad-abjad kepentingan dan geliat identitas
di manapun), karena relasi sosial sering mengandung perbedaan sosial yang berkontestasi tanpa henti baik secara damai maupun
persepsi, makna, dan kepentingan di antara individu dan ke- kekerasan. Setiap konteks, ruang dan waktu, dari narasi konflik
lompok di dalamnya. Tradisi sosiologi konflik meyakini bahwa melahirkan buah kesedihan atau kesenangan, kebersamaan atau
masyarakat sesungguhnya disusun oleh relasi-relasi konflik. perceraian, serta kehancuran atau pemecahan masalah. Begitu
Namun konflik menjadi masalah kritis yang destruktif, meng- pula ketika membicarakan Indonesia sebagai negara bangsa, ia
goncang sinergitas sistem sosial dengan menciptakan kondisi berada dalam lintas narasi konflik yang terhubung dengan trans-
ketidakamanan ketika konflik disarati oleh praktik kekerasan. formasi globalisasi.
Masyarakat Indonesia yang padat relasi antar etnis, golongan, Lahirnya Indonesia sebagai negara bangsa pada abad ke-20

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
4 5
adalah buah dari narasi konflik global yang melibatkan segitiga mereposisi posisi perbudakan di Nusantara. Walaupun demikian
kepentingan yang meliputi kepentingan pasar, negara modern tidak ada perubahan secara substansial komposisi segitiga ke-
baru, dan identitas-keagamaan dunia Barat. Segitiga kepentin- pentingan. Bahkan penetrasi dan subordinasi yang menghasil-
gan dunia Barat tersebut berkolaborasi menciptakan penetrasi kan perbudakan lebih kuat dan sistematis. Menurut Amin Rais,
masif melalui kekuatan gerak masing-masing. Pasar dengan ra- VOC dan Pemerintah Belanda telah menguasai kepulauan nu-
sionalisme ekonominya, negara modern dengan militernya, dan santara dan menjarah hasil bumi seperti rempah-rempah dan
identitas-keagamaan dengan klaim penyelamatan peradaban. perkebunan Indonesia, selama sekitar 3 abad karena mekanisme
Kekuatan segitiga kepentingan dunia Barat ini muncul bersama korporatokrasi (Rais, 2008, hal. 3).
dalam slogan 3G; Gold (kekayaan/keuntungan), Glory (kejaya- Choppel pun dalam Violent Conflicts in Indonesia (2006)
an negara), dan Gospel (penyelamatan peradaban). Ketiga entitas memberi penjelasan historistik bahwa kolonialisme Belanda se-
kekuatan ini berada dalam satu ”kapal-penjelajah” yang meng- jak jaman VOC, sesungguhnya menciptakan budaya kekerasan
ekspansi seluruh pelosok dunia, dari Afrika, Amerika Latin, dan (culture of violence) melalui berbagai praktik pendindasan brutal
Asia. Kapal penjelajah Kerajaan Inggris Raya mengkolonisasi dan kekerasan terhadap penduduk nusantara (Choppel, 2006).
India sekitarnya, Perancis menguasai Mesir, Spanyol dan Portu- Masyarakat Indonesia masih menyimpan ingatan kolektif dari
gis berbagi untuk menguasai sebagian wilayah Amerika Latin, praktik-praktik kekerasan yang ”terbiasa” (habit) dari kolonialis-
dan Belanda menguasai kepulauan Hindia Belanda (Nusantara). me Belanda, dari peristiwa perang di Aceh, Jawa, dan pulau-pu-
Wilayah-wilayah peradaban non-Barat adalah tujuan dan ke- lau lainnya di Indonesia. Kekerasan negara kolonial merupakan
kayaan dari segitiga kepentingan dunia Barat yang kemudian instrumen perbudakan terhadap masyarakat Indonesia. Perbuda-
dibagi-bagi secara politik administratif diantara negara-negara kan oleh segitiga kepentingan kolonial Belanda merangsang ke-
Barat. lompok-kelompok di Nusantara membentuk segitiga perlawanan
Produk sosial yang paling menonjol dari ekspansi segitiga pula, seperti Sarekat Islam (SI) melakukan perlawanan terhadap
kepentingan Barat, sebagai manifestasi kolonialisme, di Indone- pasar, Boedi Oetomo untuk perlawanan terhadap negara melalui
sia adalah perbudakan. Yaitu kondisi tersubordinasinya struktur pendidikan politik, dan kelompok-kelompok keagamaan (Islam)
kesadaran dan aktivitas sosial berbagai kepentingan dan identi- dengan perlawanan keagamaan yang diwarnai oleh nilai-nilai ji-
tas masyarakat di wilayah koloni. Belanda melalui segitiga ke- had fisabilillah (Fealy, 2003).
pentingan yang direpresentasikan secara ekonomi politik oleh Segitiga perlawanan menciptakan dinamika panjang dalam
VOC (Vereenigde Oost-Indishe Compagnie) dari awal abad ke- narasi konflik global di nusantara. Konsep negara bangsa Indo-
17 sampai abad ke-19 di Nusantara mensubordinasi kepentingan nesia pun terbangun melalui dialektika internal segitiga perlawa-
dan identitas berbagai sistem politik di nusantara. Perdagangan nan terhadap segitiga kepentingan global. Hal ini memperlihat-
rempah-rempah bukan merupakan transaksi egaliter melainkan kan bahwa nasionalisme awal tumbuh melalui nalar ekonomi,
hasil tekanan (represi) dan paksaan militer. Sampai pada abad politik modern, dan identitas keagamaan. Budaya kekerasan
ke-19 bersamaan kolapsnya VOC, pemerintah Kerajaan Belanda pada gilirannya menyublim kedalam budaya perlawanan se-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
6 7
bagai praktik yang terbiasakan oleh kekerasan kolonialisme. administrasi, dan sistem pemerintahan. Belanda memperkenal-
Perlawanan dan kekerasan merasuk kedalam struktur kesadaran kan sistem ekonomi politik yang harus ditopang oleh bentuk
kolektif sebagian masyarakat Indonesia. Pada konteks kekinian, sosial dari rasionalisme Barat seperti mata uang untuk kepen-
demonstrasi-demonstrasi para mahasiswa pun tidak jarang mun- tingan transaksi pasar modern dan birokrasi untuk menjalankan
cul dalam bentuk protes dan anarkhisme. administrasi kepemerintahan. Agenda pendidikan model Barat
diperkenalkan pada kalangan yang selama ini menjadi suporter
1.1. Dialektika Nalar
kolonialisme Belanda. Terutama sekali kalangan bangsawan
Nalar ekonomi nusantara tumbuh sebagai perlawanan di yang menjadi patron kepentingan pemerintahan kolonial Be-
atas konteks kepentingan identitas lokal terhadap dominasi pa- landa di tingkat lokal.
sar kolonial yang bekerjasama dan mengkooptasi para penguasa Pendidikan modern tesebutlah yang mulai menyadarkan
politik lokal. Para pelaku perdagangan di pulau-pulau Nusantara sebagian kalangan muda bangsawan mengenai konsep negara
terutama di Jawa yang berasal dari kalangan saudagar Islam me- bangsa modern. Figur-figur seperti Ir. Soekarno, Mohammad
mutuskan menciptakan asosiasi perdagangan pada tahun 1905 Hatta, atau Sjahrir adalah produk dari pendidikan Belanda. Pada
di Solo bernama Sarekat Dagang Islam yang berganti menjadi saat bersamaan pendidikan Barat di kalangan muda bangsawan
Sarekat Islam (SI). Awal perlawanan SI ditujukan terhadap etnis telah memupuk nalar modern. Nalar modern (rasionalisme)
Tionghoa yang menguasai pasar namun pada perkembangan- yang sebenarnya menjadi pondasi gerakan segitiga kepentingan
nya, SI tumbuh sebagai wadah perlawanan pasar yang dikuasai Barat pun mendorong kalangan pemuda mekonstruksi gagasan
oleh Belanda. Akibatnya gerakan perlawanan terhadap dominasi perlawanan melalui nalar modern itu sendiri. Sehingga mulai
pasar ini pun tidak lepas dari geliat perlawanan politik. Keterkai- terbentuklah gagasan negara modern dengan konsep organisasi
tan perlawanan pasar dan politik terletak pada irisan kebijakan dan kesatuan bangsa. Gerakan ini merupakan perlawanan terha-
ekonomi dan kepentingan politik negara kolonial pada waktu dap entitas kepentingan negara Belanda. Namun demikian nalar
itu yang tidak lagi dibedakan. Menurut Fealy pada konteks per- modernisme ini pun berkontak sosial dan berdialektika dengan
lawanan politik inilah organisasi-organisasi Islam seperti Mu- nalar ekonomi dan keagamaan. Fakta yang tercipta dari dialek-
hammadiyan dan NU mulai ikut bergabung dalam perlawanan tika ini, nasionalisme Indonesia terbentuk sebagai perlawanan
terhadap segitiga kepentingan kolonial (Fealy, 2003). Pada alur terhadap segitiga kepentingan global. Sehingga nasionalisme
historis ini, nalar ekonomi dan keagamaan muncul bersama, ber- Indonesia pada dasarnya sudah terkonstruksi kuat dan rasional
dialektika secara politis, melawan dominasi kolonial di setiap pada awal terbentuknya. Bukan sebagai pepesan kosong. Wa-
dimensi segita kepentingannya. laupun nasionalisme pasca kolonialisme cenderung dilihat oleh
Bagaimana kesadaran nasionalisme muncul sebagai gerak- banyak ilmuwan mengalami degradasi makna dan kehilangan
an modern? Nasionalisme sebagai gerakan modern sangat ter- nalarnya. Yudi Latif melalui Negara Paripurna (2010) melaku-
kait dengan pendidikan Belanda yang secara pragmatis awalnya kan genealogi makna nasionalisme melalui Pancasila, dan
ditujukan untuk menopang kepentingan sistem pasar, tenaga bagaimana nalar nasionalisme yang terkandung di dalam Pan-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
8 9
casila tercerabut. tiba-tiba lenyap tanpa bekas dan kehilangan nalarnya ketika
Nalar nasionalisme, negara bangsa, Indonesia adalah Pan- Soeharto tampil sebagai rejim Orde Baru (Orba).
casila dan UUD 1945, merupakan produk konstruktif dari di-
1.2. Fase Otoriterisme Orde Baru
alektika nalar ekonomis, keagamaan, dan modernisme politik di
nusantara (Latif, 2010). Yang melewati proses dialektika nalar Orde Baru (Orba) adalah babak baru nasionalisme yang
dan perlawanan politik terhadap kolonial Belanda, dan Jepang berbasis pada nalar monolitik rejim, bukan kerjasama nalar dan
yang sempat meringsek keji pada tahun 1942-1945. Dialektika miskin makna penyelamatan bangsa dari narasi konflik global.
nalar yang melahirkan kerjasama nalar (trans-rationality), men- Rejim Orba menyerahkan tanah di Aceh, Papua, Kalimantan,
gutip konsep Wolfgang Dietrich dalam A Call for Tran-Rational sampai Papua untuk dikuasai oleh wajah baru pasar dan negara
Peaces (2006), sebenarnya merefleksikan hasrat melawan dan kapitalis. Nasionalisme bukan lagi merupakan nalar perlawanan
sekaligus mendefinisikan keselamatan subyektif kebangsaan di dan penyelematan subyektif kebangsaan demi merealisasikan
hadapan narasi konflik global. Pada konteks negara bangsa Indo- kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Sebaliknya nasional-
nesia kerjasama nalar, hasrat melawan dan definisi kesalamatan isme berubah menjadi slogan koersif terhadap rakyat bangsa
subyektif, dari berbagai kepentingan dan identias diperlihatkan Indonesia. Ketika rakyat tidak sepakat dengan kebijakan-kebi-
oleh Pancasila dan UUD 1945. Seperti teks yang membacakan jakan negara maka mereka akan diseret ke penjara tanpa penga-
hasrat pembebasan dari penjajahan dan penyelamatan manusia dilan atau bahkan terbunuh setelah proses siksaan.
Indonesia melalui realisasi kesejahteraan sosial. Sehingga na- Pada konteks politik Orba inilah nasionalisme mengalami
sionalisme Indonesia, pada giliarannya, adalah nalar perlawanan perubahan konsep dan implementasinya yang dicirikan oleh ke-
yang berbasis pada dan sekaligus mendefinisikan ideologi peny- kerasan negara. Rejim Orba membuang makna nasionalisme se-
elamatan subyektif kebangsaan. bagai nalar perlawanan dan penyelamatan bangsa dari ancaman
Soekarno adalah presiden pertama di Indonesia yang me- narasi konflik global. Sebalinya negara berpihak pada arogansi
nyadari bahwa nasionalisme merupakan nalar perlawanan dan pasar dan kepentingan neokolonialisme negara-negara kapitalis.
penyelamatan subyektif kebangsaan. Soekarno menyadari bah- Siapapun yang menolak kebijakan rejim, yang didikte oleh pasar
wa Indonesia berada dalam narasi konflik yang diciptakan oleh dan neo kapitalisme, dihancurkan atas nama nasionalisme. Pada
segitiga kepentingan global yang rakus dan berbahaya bagi ek- fase sejarah inilah terjadi pembelokan konsep dan makna nasio-
sistensi negara bangsa Indonesia. Karenanya ia tidak menyerah- nalisme: dari nalar nasionalisme berubah menjadi nasionalisme
kan sumber daya alam pada pasar, investor asing, tanpa persia- represif. Nasionalisme represif merupakan instrumen kekerasan
pan kematangan teknologi bangsa. Keputusan politik ini adalah negara yang bahkan menjadi bagian dari narasi konflik global
manifestasi genuine atas nasionalisme Indonesia. Nasionalime yang menindas rakyat. Fakta ini tidak pelak mendorong lahirnya
yang dikonstruksi secara dialektis berbagai nalar kepentingan nalar-nalar perlawanan lokal seperti di Aceh, Timor Timur, dan
dan identitas para founding fathers bangsa ini dari berbagai Papua Barat.
wilayah nusantara. Akan tetapi makna genuine nasionalisme Orba menjadi kekuasaan paling lama di Indonesia di bawah

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
10 11
rejim Soeharto. Orba melangkah keluar dari kericuhan politik bagaimana yang ditungkan dalam UU No. 4 tahun 1975 tentang
Orde Lama Soekarno yang dianggap terlalu sibuk dengan kon- pemerintahan daerah. Seluruh daerah dan rakyat Indonesia ha-
testasi politik antar kelompok politik dan kepentingan. Akibat rus memanfaatkan lembaga-lembaga tersebut untuk mengurus
kontestasi politik berkepanjangan waktu itu pembangunan eko- administrasi dan berbagai persoalan, termasuk konflik sosial.
nomi terbengkalai. Konteks politik ini mendasari gerakan Orba Akibatnya lembaga-lembaga lokal yang telah ada sebagai ba-
dalam pengagendaan bentuk baru pengorganisasian negara. Ke- gian sistem sosial masyarakat setiap daerah musnah sama sekali
dekatan rejim Orba dengan Amerika Serikat yang tengah berse- dan sebagian lainnya hanya menjadi ritual kosong makna.
teru dalam perang dingin dengan Uni Soviet memberi pengaruh Salah satu contoh itu adalah hancurnya institusi adat dan bu-
warna ideologi penguasa terhadap tata kelola politik nasional. daya masyarakat Ambon yang selama ini merupakan mekanisme
Amerika Serikat merepresentasi blok kapitalis dan Uni Soviet lokal dalam masyarakat untuk menjaga diri mereka sendiri dari
blok komunis. Merapatnya Orba ke Amerika Serikat pada akhir benturan antara kelompok-kelompok sosial yang biasa terjadi.
60-an adalah titik mulai masuknya konsep pembangunan dan Seperti masalah pemimpin negeri yang dijabat oleh seorang raja
kapitalisme industri ke Indonesia. atau kepala desa menjadi hak khusus dari kalangan fam tertentu,
Orba menjadikan pembangunan sebagai paradigma nasion- dan hak khusus itu diakui oleh pemerintah kolonial Belanda.
al dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi. Ilmuwan Namun semenjak pemerintahan Orba mengeluarkan UU No. 4
sosial menyebutnya sebagai pembangunanisme (developmental- tahun 1975 tentang pemerintahan daerah, pemilihan seorang raja
ism), yaitu suatu paradigma yang meyakini pertumbuhan eko- tidak lagi harus secara adat dengan persyaratan calon raja ha-
nomi tinggi akan membawa pada kesejahteraan. Usaha menca- rus berasal dari Soa raja. Padahal mekanisme kepimpinan lokal
painya adalah dengan memacu industrialisasi berbagai sektor tersebut menjadi satu paket dengan berbagai mekanisme sosial
termasuk di dalamnya adalah eksploitasi alam. Industrialisasi ini lainnya termasuk mekanisme resolui konflik damai. Masyarakat
harus ditopang oleh kesadaran rasional, keahlian modern, dan Ambon memiliki mekanisme pela namun mekanisme ini selama
struktur politik yang mengontrol proses pembangunan. Hal ini Orde Baru tidak berjalan efektif, menjadi usang, dan simbolis
menyebabkan Orba melakukan kebijakan modernisasi budaya, semata. Proses penghancuran dan pengusangan ini pun berlaku
yaitu membuang budaya yang dianggap tidak layak ‘berindustri’ di seluruh daerah Indonesia kecuali yang tidak tersentuh oleh
dan menciptakan budaya yang ‘berindustri’. Akibatnya budaya jangkauan pemerintah Orde Baru.
lokal yang dianggap menghalangi kesadaran rasional dan keah- Masyarakat Indonesia yang disusun oleh perbedaan etnis,
lian modern perlu diberangus dan disimpan serapatnya sebagai agama, keyakinan, dan golongan melalui konteks sosio histo-
arsip usang kebudayaan (Fakih, 2003). risnya sesungguhnya telah membangun mekanisme resolusi
Pada saat bersamaan Orba menciptakan struktur pemerin- konflik damai. Masyarakat Ambon memiliki mekanisme pela,
tahan modern yang sentralistik untuk mengontrol pelaksanaan masyarakat Dayak di Kalimantan Barat memiliki basaru suman-
rumusan pembangunan pemerintah pusat. Lembaga kepolisian, gat, masyarakat di NTT memiliki ndempa, dan masyarakat Aceh
pengadilan, dan birokrasi didirikan dari pusat sampai dusun. Se- memiliki acara tepung tawar. Berbagai lembaga mekanisme re-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
12 13
solusi konflik yang berbeda-beda tersebut hadir dan terbangun dan kesadaran lembaga modern yang penuh seabreg prosedur
melalui konteks sosio historis yang berbeda. Walaupun demiki- administrasi. Faktor ini menyebabkan masyarakat enggan datang
an memiliki fungsi mengintegrasikan masyarakat dalam sistem ke lembaga-lembaga pemerintahan modern dan menyelesaikan
sosial yang damai. konflik yang muncul diantara mereka. Faktor kedua adalah lem-
Studi-studi yang telah dilakukan terutama studi konflik dan baga modern pemerintahan yang dijalankan oleh orang-orang
perdamaian membuktikan sistem sosial masyarakat Indone- yang tidak peka terhadap dinamika sosial karena mereka ha-
sia sebenarnya memiliki mekanisme kelola konflik damai. Se- nya menjalankan prosedur dari pusat dan budaya korupsi yang
bagaimana Robert Hefner yang berpendapat bahwa masyarakat parah. Sulit dibayangkan pada masa Orde Baru seorang pegawai
nusantara memiliki nilai pengetahuan nirkekerasan yang dilem- dan pejabat lembaga pemerintahan turun ke bawah dan melaku-
bagakan dalam sistem sosial. Ia mengambil contoh bagaimana kan pendekatan pada masyarakat. Sebaliknya mereka menunggu
pertukaran dan jual beli dilakukan oleh berbagai etnis berbeda dan meminta kedatangan masyarakat layaknya para aristokrat di
melalui medium pasar. Hal ini menunjukkan bahwa masyara- hadapan kawula alit.
kat Indonesia sebelum kolonialisme dan modernisme mampu Lantas mengapa pada masa Orde Baru konflik cenderung
mendirikan suatu mekanisme resolusi konflik damai sebagai ba- tidak muncul ke permukaan? Kondisi harmoni tanpa konflik
gian dari sistem sosial (Hefner, 2001). Akan tetapi kolonialisme kekerasan pada masa itu bukan berarti lembaga modern peme-
dan modernisme Orde Baru baik dalam dimensi kebudayaan dan rintahan sukses dan mampu menyediakan mekanisme resolusi
pemerintahan telah memporakporandakan berbagai mekanisme konflik damai. Sebaliknya kevakuman fungsi lembaga-lembaga
kelola konflik damai yang menjadi kearifan lokal. modern tersebut menyediakan mekanisme resolusi konflik da-
Terhapusnya dan memudarnya mekanisme resolusi konflik mai diisi oleh lembaga militer yang pada Orde Baru mempu-
damai lokal masyarakat Indonesia oleh modernisme Orde Baru nyai doktrin Dwi Fungsi ABRI. TNI, ABRI pada masa Orde
merupakan lenyapnya safety-valve (katup penyelamat) dalam Baru, memiliki hak berperan serta dalam kehidupan sosial poli-
sistem sosial yang bisa mengelola konflik menjadi nir kekerasan. tik. Pengaruh dari doktrin ini adalah kuatnya pendekatan ke-
Menurut Coser katup penyelamat adalah lembaga yang menye- amanan tradisional (traditional security) negara dalam tata ke-
diakan mekanisme penyelesaian konflik yang akan mempertah- lola konflik untuk menciptakan harmoni sosial. Menurut Jeong,
ankan integrasi suatu masyarakat (Coser, 1957). Faktanya Orde pendekatan keamanan tradisional mengingkari politik negosiasi,
Baru telah menghilangkan katub penyelamat di setiap daerah memperdalam hirarki sosial, dan kontrol militer terhadap sistem
melalui kebijakan modernismenya. Pada saat bersamaan lem- sosial yang ada (Jeong, 2003: 367). Negara melalui TNI men-
baga-lembaga modern, seperti polisi, birokrasi, dan pengadilan, ciptakan model tata kelola konflik represif yang mendepankan
tidak mampu menyediakan fungsi mekanisme resolusi konflik tindakan koersif dan ancaman. Terlebih lagi kepentingan pem-
yang diterima oleh masyarakat (Trijono, 2003). Pertama karena bangunanisme mendorong secara pragmatis rejim Orde Baru
faktor ketidaksesuaian antara kesadaran tradisional masyarakat menciptakan stabilitas sosial melalui tekanan militer.
yang memaknai lembaga sebagai sesuatu yang sakral atau suci Orde Baru dengan pembangunanisme dan modernisme yang

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
14 15
ditopang oleh militerisme telah menghancurkan mekanisme res- yang memungkinkan pasar tampil sebagai pemilik.
olusi konflik damai lokal masyarakat Indonesia. Ketika rejim Rejim hasil pemilu demokratis, seperti Megawati (2002-
ini runtuh dan pengorganisasian kontrol militer goyah, berbagai 2004) dan SBY (2004-sekarang), selama masa pemerintahannya
masalah sosial akibat krisis ekonomi menciptakan berbagai pe- pun melakukan berbagai deregulasi dan privatisasi. Seperti pri-
micu konflik sosial. Perkelahian dua orang pemuda menyebab- vatisasi perguruan tinggi negeri, BUMN, dan bahkan tanah-air.
kan konflik antar etnis di Kalimantan Barat. Hal ini juga terjadi Produk perundangan yang dianggap menjadi bagian dari pri-
di masyarakat Ambon Maluku. Masalahnya mekanisme resolusi vatisasi ini adalah UU PTUP (Pengadaan Tanah untuk Pemba-
konflik damai lokal telah hancur dan sebagian tersisa sebagai ngunan), UU PTUP muncul karena RUU ini didorong kuat oleh
ritual miskin makna. Sedangkan lembaga pemerintahan modern kelompok penguaha, khususnya para pengusaha infrastruktur.
tidak menyediakan mekanisme resolusi konflik damai. Dua fak- Salah satu alasan yang sering dikemukakan di berbagai forum
tor umum ini menjadi pondasi mengapa konflik kekerasan men- bahwa dukungan kebijakan pemerintah atas pengadaan tanah
jamur tatkala rejim Orde Baru runtuh. tidak memadai dan tidak efektif. Pengadaan tanah masih men-
jadi penghambat proyek pembangunan karena mekanismenya
1.3. Fase Demokratisasi
tidak efektif, diantaranya karena : 1) Rumitnya pelaksanaan UU
Tom Nairn dan Paul James dalam bukunya Global Matrix- No.20/1961 tentang pencabutan hak atas tanah, 2) Penetapan
Nationalim, Globalism and State Terrorism (Nairn and James, ganti berdasarkan musyawarah, dan 3) pemerintah tidak dapat
2005) mengingatkan negara-negara bangsa di dunia bahwa glo- mengendalikan resiko waktu dan biaya pengadaan tanah. UU
balisme adalah bentuk lanjut ekspansi pasar dan kolonialisme yang memprivatisasi tanah air lainnya adalah Undang-undang
negara-negara neo kapitalis. Jika pada narasi konflik global abad No. 41/1999 tentang Kehutanan, Undang-undang No. 18/2003
ke-19 dan ke-20 muncul dalam bentuk ekspansi militer. Neo na- tentang Perkebunan, Undang-undang No. 7/2004 Sumber Daya
rasi konflik globalisme menciptakan kondisi post-nasionalisme Air, Undang-undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah
dengan mencerabut kepemilikan sumber daya dan tanah-air tan- Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan Undang-undang No. 4/2009
pa melakukan penguasaan administrasi teritorial. Ekspansi terse- tentang Mineral dan Batubara.
but berlangsung melalui berbagai deregulasi pada aturan-aturan Akibat dari deregulasi dan privatisasi tersebut sumberdaya
yang memberi jaminan terhadap perlindungan pada eksistensi manusia Indonesia dikuasai oleh pasar, dan bukan oleh negara
masyarakat luas dengan memaksa terbentuknya sistem privati- bangsa ini. Perusahan-perusahaan negara yang menguasai hajat
sasi kepemilikan. Privatisasi kepemilikan atas sumber-sumber hidup orang banyak dijual pada swasta. Sumber daya mineral,
daya alam, seperti tanah dan air, memberi kemungkinan kelom- minyak dan gas, dikuasai oleh kapitalisme asing daripada di-
pok kapitalisme besar membelinya untuk kepentingan sendiri. kuasai oleh negara demi kesejahteraan rakyat. Akibatnya keka-
Akibatnya hukum yang melindungi kepemilikan atas tanah dan yaan bangsa ini lebih banyak mengalir ke tangan-tangan asing
air yang bersifat kolektif, direpresentasikan oleh negara dan daripada ke anak bangsa. Fakta-fakta politik ini hanya mem-
sistem adat lokal, dilemahkan melalui regulasi-regulasi baru buktikan bahwa nasionalisme sebagai nalar perlawanan dan

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
16 17
pendefinisikan keselamatan subyektif bangsa dari narasi konflik yang melibatkan buruh, komunitas adat, dan petani selalu di-
global telah hilang dari kamus politik para pemimpin bangsa. warnai oleh kekerasan negara. Pada artikel-artikel konflik dalam
Nalar rejim politik di era demokrasi ini tidak memiliki nalar buku ini, terekam jelas bagaimana kekerasan menjadi paradigma
perlawanan dan pendefinisian keselamatan subyektif bangsa, negara dalam tata kelola konflik di era demokrasi. Persekutuan
yang telah dikonstruksikan oleh kerjasama nalar para pendiri negara dengan kapitalisme memberi konsekuensi terhadap mo-
negara bangsa, yang sebenarnya merupakan konstitusi negara. bilisasi kekerasan negara terhadap konflik-konflik kepentingan
Mereka telah keluar dari nalar nasionalisme sebagai agen-agen yang melibatkan masyarakat.
post-nasionalisme secara politik. Sebagaimana yang diingatkan
2. Teorisasi Konflik dan Tata Kelola Konflik
oleh Tom Nairn di atas. Lebih lanjut menurut Tom Nairn (2005),
post-nasionalisme politik mungkin saja tetap menjaga stabilitas Sebelum dan setelah berdirinya negara modern Indonesia,
dan keutuhan teritori. Sebagaimana Megawati, dan SBY yang masyarakat majemuk Indonesia tidak pernah kosong dari peris-
mengklaim berhasil menjaga keutuhan wilayah negara. Namun tiwa-peristiwa konflik, baik konflik kekuasaan, konflik antar ke-
negara ini sudah tidak menjadi ’pemilik’ substantif atas tanah- lompok kepentingan, dan kelompok identitas entis keagamaan.
air dan berbagai sumberdayanya. Pada konteks kekinian, masyarakat Indonesia yang hidup dalam
Pemerintah sebagai organisasi negara, pada gilirannya, atmosfer demokrasi sejak tahun 1998, konflik kekerasan yang
tampil berpihak pada kepentingan-kepentingan kapitalisme menyebabkan kematian ratusan ribu orang, hancurnya keka-
global. Kebijakan-kebijakan ekonomi politik yang dilegitimasi yaan fisik, dan masa depan anak-anak yang berlumuran darah.
oleh produk perundangan seperti yang disebut di atas dipak- Hal ini dihasilkan oleh berbagai kasus konflik sosial berdimensi
sakan implementasinya. Pemerintah memaksa rakyat harus konflik etnis di Sambas dan Sampit Kalimantan Barat, konflik
menjalankan dan menaati setiap kebijakan tersebut. Ketidakta- kekerasan etno-relijius di Ambon Maluku pada tahun 1999-
atan terhadap kebijakan berarti bisa dikenakan status kriminal. 2003 dan di Poso pada tahun 2000-saat ini, konflik antar etnis
Para petani, komunitas adat, dan buruh yang protes terhadap di Papua, sampai konflik politik pada berbagai pilkada di tanah
kebijakan pemerintah dipandang sebagai kriminal yang tidak air seperti pilkada di Kabupaten Tuban pada tahun 2005, pilkada
taat hukum. Pada posisi inilah negara memobilisasi kekerasan Maluku Utara pada tahun 2007, dan rusuh pemekaran wilayah
untuk menekan dan memaksa kelompok-kelompok protes. Mo- di berbagai daerah. Peristiwa-peristiwa konflik tersebut meru-
bilisasi kekerasan yang dilindungi oleh legalisme hukum, dari pakan bukti empiris bahwa konflik menjadi unsur kesejarahan
produk perundangan sampai peraturan daerah (perda). Sehingga dalam masyarakat majemuk Indonesia. Pada konteks sosio-kon-
pada periode demokratisasi, seperti yang dieksplor dalam ar- flik historis negara bangsa Indonesia, penting juga melakukan
tikel-artikel buku ini, pendekatan kelola konflik negara adalah teorisasi realitas konflik.
kekerasan. Dialog dan negosiasi hanya tercantum di produk hu-
2.1. Memahami Konflik
kum tertentu, seperti UU tentang Mediasi Konflik, akan tetapi
implementasinya di level zero. Beberapa kasus konflik terakhir John Burton dalam Conflict: Resolution and Provention

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
18 19
(1990) menyebut konflik bersumber dari basic human needs konflik harus menguntungkan tujuan dalam konflik. Akibat dari
(kebutuhan dasar manusia). Setiap kepentingan memiliki tujuan strategi konflik ini adalah munculnya komunikasi dan praktek
dalam bentuk pemenuhan kebutuhan dasar, baik yang tersedia kekerasan sehingga menyebabkan hubungan-hubungan ketegan-
secara sosial maupun lingkungan alam. Semakin sederhana di- gan, ancaman, dan saling meniadakan. Hubungan yang tercipta
mensi kebutuhan dasar yang diperjuangan oleh beberapa kepen- dalam strategi konflik ini adalah zero-sum game atau hubungan
tingan yang berkonflik, proses pemecahan masalah bisa lebih menang kalah. Dampak praktek strategi konflik contending
sederhana dan cepat tercapai. Namun demikian dimensi kebutu- adalah menang satu pihak dan kalah pihak lain, atau keduanya
han dasar manusia dalam konflik kepentingan selalu mengalami kalah dan hancur. Kedua adalah strategi konflik withdrawing
proses kompleksitas kebutuhan. Kebutuhan terhadap kekayaan yang mana salah satu atau kedua belah pihak mengundurkan diri
bisa berkembang menjadi kebutuhan kekuasaan, status, sam- atau mencabut semua tuntutan, dan hubungan konflik berhenti
pai identitas. Kompleksitas sumber konflik ini mempengaruhi tanpa resolusi apa pun. Strategi ini bisa muncul ketika satu atau
bagaimana kelembagaan pengelolaan konflik harus diciptakan dua pihak merasa eksistensi dan keselamatan diri mereka bisa
dan dijalankan. Menurut Paul Wehr (2003) kompleksitas sumber terancam. Ketiga strategi konflik yielding, yaitu tindakan me-
konflik tersebut juga mendorong kelompok-kelompok kepen- nyerahkan apapun keputusan dan bentuk resolusi yang diberikan
tingan melakukan mobilisasi sumber daya konflik. Sumber daya oleh pihak lawan, seperti buruh menyerahkan apapun kebijakan
konflik merupakan modal-modal yang dimiliki oleh satu ke- yang diberikan kepada mereka tanpa bertanya lagi. Keempat
lompok kepentingan untuk mencapai kemenangan dalam relasi strategi konflik compromy yang berarti masing-masing pihak
konflik dengan kelompok lain. Mobilisasi sumber daya konflik hanya mentarget bisa memperoleh sebagian dari tuntutan mere-
muncul dalam bentuk strategi konflik (conflict strategy) untuk ka (2004, hal. 4-6).
menciptakan proses-proses dan hasil yang menguntungkan satu Proses mencapai pemecahan akar masalah dalam relasi kon-
kelompok kepentingan. flik, menurut Johan Galtung (2007) secara ideal perlu menggu-
Strategi konflik pada praktiknya muncul dalam bentuk- nakan transcend approach atau pendekatan transendental yang
bentuk perilaku tertentu. Pruit dan Rubin mengkategorikan berarti adanya kesadaran dan keahlian pihak berkonflik untuk
lima strategi konflik kelompok-kelompok kepentingan, yaitu menemukan bentuk tujuan baru yang bisa menguntungkan selu-
strategi contending (keras), withdrawing (menarik diri), yield- ruh pihak. Setiap strategi konflik akan muncul dalam bentuk tin-
ing (menyerahkan keputusan), compromy, dan problem solving dakan individual maupun kolektif yang bervariasi dan memiliki
(pemecahan masalah). Kelima strategi tersebut digunakan oleh konsekuensinya masing-masing.
pihak-pihak berkonflik dalam kaitannya dengan usaha pencapai-
2.2. Akar Kekerasan Konflik
an tujuan. Setiap strategi akan diterjemahkan dalam bentuk tin-
dakan-tindakan tertentu baik secara individual maupun kolektif. Ada dua perspektif teoritis yang menjelaskan kekerasan
Pertama strategi konflik contending dicirikan oleh penolakan dalam konflik. Pertama adalah perilaku kekerasan menjadi ba-
terhadap aspirasi pihak lain, dan semua proses penyelesaian gian dari pola hubungan-hubungan konflik dari masyarakat yang

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
20 21
rentan konflik seperti masyarakat Indonesia. Masyarakat ren- Thomas Hobbes, Rule menjelaskan bahwa manusia menyadari
tan konflik bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti social dunia adalah tempat yang penuh dengan persaingan dari ber-
cleavages yang membagi masyarakat pada berbagai kelompok bagai manusia yang memperjuangkan tujuan masing-masing.
idetitas. Kondisi social cleavages akan muncul dalam bentuk re- Hobbes menggunakan istilah manusia adalah srigala bagi sri-
ciprocal antagonism (permusuhan timbal balik) (Coser, 1957) gala yang lain (homo homini lupus) (Rule, 1988). Sedangkan
dan coercive behavior (perilaku kekerasan) (Bartos&Weher, kekerasan sebagai produk irasional adalah kondisi tercerabutnya
2003) tatkala masing-masing kelompok harus bersaing untuk perilaku dari tatanan normatif yang sering terjadi dalam situasi
meraih sumber daya yang terbatas. Kekerasan menjadi perilaku kerumunan. Situasi kerumunan melahirkan mentalitas kerumu-
kolektif dengan mengikuti pola dan karakter modal sosial (so- nan (crowd mentality) yang mendorong para individu di dalam-
cial capital) (Putnam, 2000) atau sumber konflik (conflict re- nya berperilaku liar hewaniah, tanpa kendali, dan merebaknya
source) (Bartos&Weher, 2003) yang menjadi mesin gerakan isu-isu yang tidak jelas dalam kerumunan (Rule, 1988).
sosial dan mobilisasi massa. Kedua adalah lemahnya pelem- Kategorisasi akar kekerasan Rule memberi pondasi pada
bagaan tata kelola konflik dalam masyarakat yang berkompetisi berbagai kemungkinan perilaku kekerasan yang muncul dalam
memperebutkan sumber-sumber daya terbatas. Pada konteks pe- konflik pilkada sebagai produk kalkulasi rasional, irasional, atau
milihan pemimpin politik dalam sistem demokrasi, tata kelola bahkan kombinasi dari keduanya. Namun demikian perspektik
konflik merupakan lembaga yang harus terbangun untuk men- buku ini menggunakan kategori kekerasan sebagai kalkulasi
transformasi konflik kekerasan menjadi konflik nir kekerasan rasional. Hal ini terkait dengan teori tindakan konflik Bartos
(Bartos&Weher, 2003). Ketidakhadiran lembaga tata kelola dan Wehr (2003) yang memilah dua model tindakan intesional
konflik (conflict governance) berarti membuka lebar peluang dalam hubungan konflik. Yaitu model tindakan koersif (coercive
kekerasan dalam setiap konflik kepentingan. action) dan tindakan non koersif (noncoercive action). Menurut
Pelacakan perilaku kekerasan dalam konflik-konflik di In- Bartos dan Wehr tindakan dalam hubungan konflik selalu mun-
donesia secara teoretis bisa dilacak melalui teori akar kekerasan cul dari perhitungan-perhitungan tertentu. Termasuk penggunaan
(Rule, 1988), tindakan konflik dari John Bartos dan Paul Wehr kekerasan sebagai satu instrumen berkonflik. Konflik sendiri
(2003), dan modal sosial (Putnam 2000; Bourdieu; 1991). Se- didefinisikan sebagai “situasi dimana para aktor menggunakan
lanjutnya bagaimana kualitas pelembagaan tata kelola konflik perilaku konflik melawan satu sama lain untuk menyelesaikan
mampu mentransformasi konflik kekerasan menjadi konflik tujuan yang berseberangan atau mengekspresikan naluri permu-
produktif melalui teori John Burton (1998), pendekatan transen- suhan” (Bartos dan Wehr, 2003: 13).
dental dari Johan Galtung (2004). Menurut Bartos dan Wehr tindakan koersif adalah tindakan
Rule memilah akar perilaku kekerasan menjadi dua, yaitu sosial yang memaksa pihak lawan untuk melakukan sesuatu.
kekerasan sebagai kalkukasi rasional dan kekerasan irasional. Terdapat dua dimensi tindakn koersif, yaitu actual coercion (ko-
Menurutnya kekerasan sebagai kalkulasi rasional merupakan ersi nyata) dan threat coercion (koersi ancaman). Koersi nyata
bagian dari upaya manusia mencapai tujuan. Dengan mengkutip adalah tindakan melukai ataupun menghancurkan lawan. Tin-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
22 23
dakan ini bisa muncul pula dalam bentuk kekerasan psikolo- cayaan antar anggota, dan kebutuhan timbal balik terhadap ger-
gis yang menghasilan luka simbolis (symbolic injury). Tujuan akan sosial. Terutama sekali berkaitan dengan mudahnya terjadi
utama dari koersi nyata adalah menghilangkan kapasitas pihak mobilisasi massa oleh kelompok-kelompok kepentingan untuk
lawan untuk melanjutkan konflik. Sedangkan koersi ancaman menciptakan tindakan koersif. Modal sosial didefinisikan cukup
bertujuan menekan agar lawan menurunkan keinginan menca- beragam di kalangan ilmuwan sosial. Istilah modal sosial (social
pai tujuan pada tingkat tertentu. Bentuk koersi ini muncul dalam capital) dirintis oleh Bourdieu dalam teori kritisnya mengenai
bentuk intimidasi dan negosasi sekaligus. Non coercive action reproduksi dominasi sistem posisi. Modal sosial adalah jaringan
adalah upaya mencari jalan keluar dan pemecahan masalah kon- para individu dalam suatu pola interaksi yang stabil. Jaringan
flik. Bartos dan Wehr membagi tiga model tindakan non koersif, tersebut berdiri di atas kebutuhan timbal balik (reciprocity), ke-
yaitu persuasion, promising reward, dan pure cooperation (Bar- percayaan, dan kewajiban bersama. Setiap anggota dalam jari-
tos& Wehr, 2003: 15-20). ngan tersebut dapat memperoleh berbagai keuntungan material
Tindakan koersif atau non-koersif adalah pilihan instrumen dan non material (Bordieau, 1986, hal. 24`-258; Putnam, 2000).
konflik bagi para aktor yang terlibat dalam perjuangan meraih tu- Modal sosial selalu dimiliki oleh setiap masyarakat. Per-
juan. Pertanyaan selanjutnya bagaimana tindakan koersif tingkat soalannya adalah bagaimana modal sosial menjadi konstruktif
individu menjadi tindakan koersif di tingkat kolektif? Bartos dan untuk masyarakat atau sebaliknya menjadi destruktif bagi ma-
Wehr menjelaskan bahwa tindakan koersif individual menjadi syarakat. Modal sosial menjadi konstruktif misalnya ketika ber-
tindakan koersif kolektif melalui fase solidaritas konflik (con- bagai jaringan, asosiasi, dan kepercayaan antar anggota dimobi-
flict solidarity). Solidaritas konflik muncul dalam tiga tahapan, lisasi untuk kepentingan pemberdayaan dan pembangunan sosial
yaitu ketika interaksi individu-individu anggota terbangun se- ekonomi. Sebaliknya modal sosial menjadi destruktif ketika ber-
cara intensif, tumbuhnya rasa saling memiliki dan suka terhadap bagai jaringan, asosiasi, dan ikatan kepercayaan dimanfaatkan
sesama anggota, dan mulai terikatnya individu pada kesamaan untuk mobilisasi kekerasan oleh kelompok-kelompok kepentin-
keperca-yaan (keyakinan), nilai-nilai, dan norma. Ketiga proses gan. Dalam konteks studi perilaku kekerasan, modal sosial yang
ini akan teraktualisasikan, dipicu, oleh adanya fakta kekejian dimanfaatkan untuk kepentingan strategi konflik melalui ben-
(hostility) dalam bentuk tindakan koersif kelompok lain. Soli- tuk-bentuk tindakan koersif tingkat kolektif. Seperti mobilisasi
daritas konflik diperlihatkan oleh beroperasinya ideologi dalam massa yang menciptakan anarkisme, intimidasi, dan kekerasan
kelompok, wacana defensif, penyebaran doktrin dan semangat terhadap pihak lawan. Analisis modal sosial untuk perilaku kon-
perlawanan. Selanjutnya terdapat mobilisasi anggota dan struk- flik ini memperjelas bahwa kekerasan juga merupakan produk
tur. Pada puncaknya adalah terjadi mobilisasi massa dengan kalkulasi rasional.
mengoptimalkan semua sumber daya yang ada untuk mencapai Ketika memahami kekerasan sebagai produk kalkulasi ra-
tujuan berkonflik (Bartos& Wehr, 2003, hal. 72-78). sional dalam hubungan konflik, artinya menempatkan individu
Berkaitan dengan tindakan konflik di tingkat kolektif, studi dan kelompoknya pada posisi kreatif. Hal ini membedakan ke-
modal sosial memperlihatkan bagaimana fungsi jaringan, keper- kerasan sebagai produk irasional yang memandang individu

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
24 25
mengedepankan naluri hewani sehingga pendekatan tata kelola laan konflik (conflict management). Kedua istilah tersebut tidak
konflik adalah containment (pengurungan). Pendekatan contain- terlalu menyolok perbedaannya walaupun conflict governance
ment melihat konflik sebagai bentuk kemungkinan kekerasan se- dianggap lebih mendasarkan diri pada konsep ideal demokrasi.
mata yang tidak mungkin terselesaikan kecuali sampai salah satu Pada dasarnya menurut Carpenter, lembaga tata kelola konflik
pihak menang atau kedua belah pihak menemui kehancuran. memiliki tujuan utama mengubah konflik tidak produktif yang
muncul dalam bentuk kekerasan menjadi konflik produktif yang
2.3. Tata Kelola Konflik
muncul dalam bentuk dialog dan negosiasi damai. Lembaga ini
John Burton (1998) melihat dispute (sengketa) akan dike- tidak bertugas menemukan pemecahan masalah karena hal ini
lola melalaui penguatan keamanan militer dan tekanan-teka- akan dicapai oleh para pihak berkonflik melalui proses negosiasi
nan maupun ancaman. Sebaliknya, kekerasan sebagai produk (Carpenter&Kennedy: 1988: 4-5).
kalkulasi rasional menempatkan individu dan kelompok dalam Dalam buku Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontem-
hubungan konflik yang dinamis dan terlembagakan. Perilaku porer (Susan, 2009), saya menawarkan tiga dimensi ”fungsional
kekerasan bisa ditransformasi menjadi perilaku perdamaian dinamis” dari lembaga tata kelola konflik demokratis, yaitu me-
karena para aktor memiliki kreatifitas. Namun demikian trans- kanisme keamanan, resolusi konflik, dan rekonsiliasi:
formasi perilaku kekerasan menjadi perilaku damai akan diten- 1. Dimensi pertama mekanisme keamanan, merupakan upa-
tukan oleh kemungkingan-kemungkinan pemecahan masalah ya mengurung kekerasan terutama sekali pada saat terjadi
yang dapat ditafsirkan oleh para pihak berkonflik. Hal ini berarti mobilisasi massa yang membawa tanda-tanda kekerasan.
membutuhkan suatu jaminan kelembagaan sosial yang menjadi Aparat keamanan dalam hal ini lembaga kepolisian menjadi
tempat bagi pihak berkonflik untuk memperhitungkan berbagai penanggung jawab utama. Lembaga kepolisian harus me-
kemungkinan pemecahan masalah tersebut melalui fungsi nego- miliki kualitas dalam (1) memobilisasi aparat keamanan ke
siasi atau dialog. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Mary pusat-pusat mobilisasi massa, (2) menilai dinamika konflik
Anderson dalam bukunya Do No Harm. Ia menjelaskan bahwa dalam masyarakat sehingga penanganan dini bisa segera
situasi konflik selalu membawa kemungkinan perdamaian kare- diciptakan untuk mencegah terjadinya eskalasi kekerasan,
na dalam fakta empirisnya suatu wilayah konflik dan perang serta (3) melakukan persuasi terhadap massa yang telah siap
terdapat sistem dan kelembagaan yang bisa dijadikan sebagai menciptakan aksi kekerasan.
proses menuju perdamaian. Proses yang mengandung unsur 2. Dimensi kedua dari tata kelola konflik demokratis adalah
dialog dan negosiasi diantara para pihak berkonflik (Anderson, mekanisme resolusi konflik yang memiliki dua dimensi. Ya-
1999: 25). Pertanyaan selanjutnya lembaga politik seperti apa itu dimensi judicial settlement dan negosiasi untuk win-win
yang bisa mentransformasi konflik kekerasan menjadi konflik solution. Mekanisme ini difasilitasi oleh lembaga-lembaga
damai? demokrasi formal seperti KPU untuk kasus pemilu/pilkada
Istilah tata kelola konflik (conflict governance) belum cukup dan lembaga peradilan.
populer, ilmu sosial Indonesia lebih mengenal istilah pengelo- 3. Dimensi ketiga adalah mekanisme rekonsiliasi di setiap

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
26 27
level kepemimpinan grass root. Mekanisme ini mendorong flik berbasis pada masalah agraria yang meliputi isu pertanahan,
proses sosial perdamaian berkaitan dengan pembentukan pertambangan, dan tata ruang kota mengalami peningkatan. Bab
kerukunan lintas kelompok massa pendukung. Mekanisme ketiga memaparkan artikel-artikel tentang Konflik Horizontal
ini dilaksanakan melalui lembaga lintas kelompok, partai- dan Terorisme yang dominan disulut oleh isu persaingan iden-
partai politik, dan lembaga formal negara seperti kepolisian titas diantara komunitas-komunitas etno relijius. Kasus konflik
dan KPU. kekerasan antara Islam sunni dengan kelompok Ahmadiyah
Secara ideal demokrasi seharusnya menampilkan tata kelo- sempat menjadi isu dominan selama periode tahun 2009-2011.
la konflik yang memiliki kelembagaan tiga dimensi pengelolaan Selain itu isu terorisme masih tetap menjadi isu konflik yang
yang beroperasi secara dinamis. Walaupun pada setiap konteks kentara selama periode kedua pemerintahan SBY.
konflik selalu memiliki desain kelembagaan tata kelola konflik Bab keempat dielaborasi dimensi Konflik Politik dalam
yang berbeda. Kenyataan ini kemudian difasilitasi oleh desen- Pemilu dan Pilkada yang mengamati dinamika konflik-konflik
tralisme kekuasaan dan otonomi daerah yang memberi kemung- politik dalam konteks pemilu dan pilkada melalui beberapa kasus
kinan besar kelembagaan tata kelola konflik bisa dibangun di daerah-daerah Indonesia. Pada bab ini perspektif tata kelola kon-
tingkat daerah. Pada bab-bab selanjutnya buku ini memaparkan flik terhadap konflik pemilu/pilkada menguji seberapa jauh ne-
kasus-kasus konflik dalam isu yang berbeda-beda di Indonesia. gara dan elite-elite politik menjalankan dinamika konflik berba-
sis pada demokrasi. Bab kelima tentang Konflik Elite-elite Politik
3. Struktur Buku
yang mengobservasi kontestasi antar kepentingan, kekuasaan,
Buku kumpulan artikel hasil refleksi pada kasus-kasus kon- dan kekayaan melalui isu-isu korupsi. Pada bab keenam tentang
flik selama periode 2006-2012 ini dibagi menjadi satu bab pen- Tata Kelola Konflik Negara buku ini memaparkan tentang ka-
dahuluan dan lima bab isi. Pada bab pendahuluan, secara singkat rakter, budaya, dan sistem dalam tata kelola konflik di Indone-
ditelaah sosio-konflik historis keindonesiaan dari fase kolonial- sia melalui beberapa kasus artikel seperti separatisme, pemban-
isme sampai era kemerdekaan. Telaah sosio konflik historis gunan, dan konflik agraria. Bab keenam merupakan perspektif
mengelaborasi terbentuknya negara bangsa Indonesia, dina- dasar dari buku Demokrasi dan Konflik-konflik di Indonesia.*
mika konflik yang dipengaruhi pasang kapitalisme global pada
abad ke-19, dan era pasca kolonialisme sebagai hasil dari respon
dinamika revolusi kemerdekaan. Bab pendahuluan merupakan
penelisikan karakter tata kelola konflik oleh negara-bangsa In-
donesia yang berproses dalam konteks sosio politik historis.
Pada bab kedua dipaparkan Konflik-konflik Sumberdaya
yang secara garis besar mencakup isu pertanahan, upah buruh
industri, tata ruang perkotaan, dan pertambangan. Pasca konflik
kekerasan berdimensi etno-relijius antara tahun 1999-2003, kon-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
28 29
Bibliografi Hefner, Robert, W. (ed). 2001, The Politics of multiculturalism; Plu-
ralism and citizenship in Malaysia, Singapore, and Indonesia.
Honululu: University of Hawai Press.

Anderson, Mary, B. 1999. Do no harm: How aid can support peace or Jeong, Ho-Won. 2003. Peace and conflict studies: An introduction.
war. London: Lynne Rienner Publisher. England: Ashgate Publishing Company.

Bartos, J.O, & Wehr, P., 2002. Using conflict theory. New York: Cam- Kinklen van, Gerry. 2007. Communal violence and democratization in
bridge University Press. Indonesia. New York: Routledge.

Bourdieu, Pierre, 1983. The forms of capital. In J. Richardhosn (Ed) Pruitt, Dean, G., and Hee Kim, Sung. 2004. Social Conflict:
Handbook of Theory and Research for the Sociology of Educa- Escalation,Sstalemate, and Settlement. (3rd Edition). New York:
tion. New York: Greenwood. McGrawHill.

Bourdieu, Pierre, 1991. Language and symbolic power. Massuchasetts: Putnam, Robert D, 2000. Bowling Alone. The Collapse and Revival of
Harvard University Press. American Community. New York: Simon & Schuster.

Burton, J.W. (January 1998). Conflict resolution: The human dimen- Rais, Amin. 2008. Agenda mendesak bangsa: Selamatkan Indonesia.
sion. [Volume 3, Number 1]. Diakses 7 Mei 2007 dari http:// Yogyakarta: PPSK.
www.gmu.edu/academic/ijps/vol3_1/burton.htm.
Rule, James, B. 1988. Theories of civil violence. London: University
Carpenter, Swan, L& Kennedy, WJD. 1988. Managing public disputes: of California Press. Tom, Nairn., and James, Paul. 2005. Global
A practical gudie to handling conflict and reaching agreements. matrix-nationalim, globalism and state terrorism. London: Pluto
London: Jossey Bass Publisher. Press.

Chopple, Charles. 2006. Violent conflicts in Indonesia. New York: Susan, Novri. 2009. Sosiologi konflik dan isu-isu konflik kontemporer.
Routledge. Penerbit Kencana: Jakarta.

Coser, Lewis. 1956. Social Conflict and the Theory of Social Change, Trijono, Lambang. 2001. Keluar dari kemelut Maluku: Refleksi pen-
“ British Journal of Sociology, 8: 3 (September 1957), 197-207, galaman praktis bekerja untuk kedamaian Maluku. Yogyakarta:
dalam Reading in Contemporary Sociological Theory from Mo- Pustaka Pelajar.
dernity to Post-Modernity (Donald McQuarrie, ed). Englewood
Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.

Dietrich, Wolfgang. 2006. A call for trans-rational peaces. Diakses


pada 14 Februari 2006 dari http://www.uibk.ac.at/peacestudies/
downloads/peacelibrary/transrational.pdf.

Fakih, Mansour. 2003. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Global-


isasi. Yogyakarta: Insist Press.

Fealy, Greg. 2003. Ijtihad politik ulama. Yogykarta: Lkis

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
30 31
BAB II

Konflik-konflik
Sumber Daya

Negara Gagal Mengelola Konflik


32
Konflik dan
Kekerasan Struktural

KASUS pemblokiran jalur transportasi PT Freeport oleh


masyarakat di Tembagapura Papua dan di Jakarta oleh ma-
hasiswa-mahasiwa Papua selama bulan November-Desember
2006 sesungguhnya adalah gerakan protes terhadap ketidaka-
dilan multidimensi. Sementara gerakan protes tersebut diklaim
oleh aparat keamanan sebagai akibat dari penertiban terhadap
para penambang liar, pada realitas terdalam protes tersebut
mempunyai akar yang lebih fundamental. Akar fundamental
tersebut meliputi ketidakadilan dalam distribusi hasil eksploi-
tasi alam, kerusakan sosial budaya dan lingkungan alam serta
terhadap tindakan aparat keamanan yang represif dalam men-
ertibkan masyarakat. Semua itu merupakan faktor-faktor pent-
ing yang menginspirasi gerakan protes masyarakat Papua.
Negara perlu memahami bahwa gerakan protes yang muncul
adalah usaha perlawanan terhadap kekerasan-kekerasan yang
menimpa diri kolektif masyarakat. Kekerasan yang mengha-
langi untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti kelestarian dan
keberlangsungan hidup, kesejahteraan, kebebasan, serta eksis-
tensi identitas kolektif.

Dimensi Kekerasan

Kekerasan mempunyai dimensi yang luas. Jika kita men-


gutip pendapat Galtung (2004) kekerasan bisa muncul dalam
dimensi struktural dan langsung. Kekerasan struktural meng-

Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia


35
hasilkan ketidakadilan yang diciptakan oleh struktur kekua- tindakan anarkhis, merusak fasilitas kantor. Pada kasus protes
saan, baik secara politik maupun ekonomi. Kekerasan struktural terakhir, tahun 2006 di Tembaga Pura, adalah pemblokiran jalan
menciptakan rasa tidak aman, melahirkan pengangguran akibat masuk ke perusahaan. Kekerasan struktural dan langsung yang
sistem tidak menerima sumberdaya manusia di lingkungannya, mencekam masyarakat juga menjadi “lahan” subur dari me-
tidak adanya hak untuk mengakses pendidikan secara bebas dan nguatnya gerakan separatis. Karena masyarakat makin melemah
adil, dan kematian akibat kelaparan pada saat lingkungan me- tingkat kepercayaan terhadap negara dan fungsi-fungsi konsti-
nyediakan kekayaan akan alam. Kekerasan struktural inilah yang tusionalnya dalam melindungi dan mensejahterakan rakyat. Ke-
mungkin dirasakan secara nyata oleh masyarakat yang melaku- nyataan ini sudah terbukti baik di Papua yang masih terus bergo-
kan gerakan protes di Tembagapura maupun protes-protes lain lak oleh protes gerakan sipil dan kelompok separatisme, serta di
di daerah-daerah yang menjadi korban kekerasan struktural. Aceh yang saat ini tengah berada dalam proses rekonsiliasi.
Misal pada konteks di Papua, kekayaan alam mineral dalam Frustasi rakyat terhadap beban persoalan yang mereka
bentuk tembaga dan emas yang dikelola oleh PT. Freeport In- hadapi, baik kemiskinan, kerusakan tatanan sosial budaya dan
donesia sejak tahun 1967 atas ijin negara tidak diikuti oleh pe- kerusakan lingkungan akan menjadi pendorong yang kuat bagi
ningkatan kesejahteraan rakyat Papua secara umum. Sebaliknya gerakan protes. Jika penyelesaian yang ditawarkan oleh peme-
kebanyakan rakyat Papua berada dalam realitas termarjinalisasi rintah hanya bersifat sementara dan tidak pada akar persoalan
yang ditandai oleh kemiskinan, pendidikan rendah, fasilitas in- yaitu menghapus kekerasan struktural, mobilisasi massa akan
frastruktur buruk, dan akses kesehatan sulit (Ngadisah, 2003). terus menerus digiatkan oleh kelompok-kelompok masyarakat.
Realitas termarjinalisasi oleh kekerasan struktural ini mendorong Dampaknya adalah terganggunya stabilitas sosial, produktivitas
gerakan protes terhadap negara. Sedangkan pada kenyataan poli- ekonomi dan politik. Para pekerja pun tidak dapat melakukan
tiknya, aspirasi masyarakat terhadap kekerasan struktural yang aktivitas seperti biasanya dan tanpa makanan yang cukup. Situa-
menimpa diri kolektif tidak direspon secara progresif (berkeadi- si ini bahkan bisa mengancam bentrokan antar kelompok dalam
lan) oleh negara melalui struktur politik yang ada. Sebaliknya masyarakat yang masing-masing merasa terganggu kepenting-
negara memobilisasi aparat keamanan dan menciptakan poli- annya.
tik represif terhadap masyarakat yang protes. Tindakan repre-
Perdamaian Menyeluruh
sif dengan menekan secara mental dan fisik adalah bentuk dari
kekerasan langsung. Dampaknya sering bersifat destruktif, baik Perdamaian menyeluruh (holistic conceptions of peace)
kerusakan infrastruktur sosial, jatuhnya korban luka-luka, dan merupakan konsep integral yang mengupayakan terhapusnya
korban jiwa. Lebih jauh lagi, represifisme negara menyebabkan kekerasan struktural dan langsung. Melalui perdamaian menye-
lingkaran dendam di kalangan para pemuda lokal. luruh ini manusia memperoleh keadilan yang mendasar baik se-
Kenyataan kekerasan struktural dan langsung mendorong cara struktural maupun perlakuan. Masyarakat mendapat peluang
masyarakat protes dan berontak terhadap negara. Cara yang yang luas untuk bekerja di lingkungannya, mendapat pendidikan
paling mudah dan simbolis adalah membalas dengan tindakan- yang layak dan hidup tenang dalam lingkungan sosial budaya-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
36 37
nya. Kedua model kekerasan di atas pada dasarnya akan terus kebijakan-kebijakan yang dapat melahirkan kekerasan struk-
ada ketika negara tidak mempunyai komitmen menghapusnya tural, seperti kebijakan yang tidak memberi kesempatan warga
karena di negaralah yang paling mempunyai wewenang besar untuk mengakses pekerjaan maupun pendidikan dengan mudah.
untuk menghapus atau memelihara kekerasan struktural maupun Karena rakyat bisa ikut terlibat dalam proses pembuatan kebi-
langsung (Jeong, 2003). Artinya negara mempunyai tanggung jakan dan sekaligus mengontrolnya.
jawab yang sangat besar dalam membangun perdamaian menye- Pada kasus gerakan protes rakyat dengan memblokir jalan
luruh. ke Freeport di Tembaga Pura, negara di level lokal (pemerin-
Salah satu jalan membangun perdamaian menyeluruh oleh tah otonomi daerah) belum mendorong pelembagaan politik
negara adalah dengan pelembagaan politik yang baik, dimana yang baik melalui prinsip-prinsip baik dari governace. Rakyat
aspirasi-aspirasi warga diserap oleh struktur politik yang ada. melakukan gerakan protes karena menyadari bahwa lembaga-
Pelembagaan politik yang baik menawarkan tata cara penyele- lembaga politik di sana tidak akan memperjuangkan aspirasi
saian persoalan rakyat berkaitan dengan masalah-masalah yang untuk menghapus kekerasan struktural yang selama ini mereka
mereka hadapi dan menjamin hak-hak hidup mereka. Pada era rasakan. Sehingga alternatif perjuangan mereka adalah dengan
demokrasi saat ini pelembagaan politik dilaksanakan dalam melakukan mobilisasi massa dan aksi pemblokiran. Pada situasi
konteks otonomi daerah. ini peran organisasi-organisasi sipil, seperti LSM dan media
Otonomi daerah sebagai bentuk dari desentralisasi kekua- massa sangat penting, yaitu mendorong pemerintah daerah un-
saan sesungguhnya mempunyai tujuan salah satunya agar par- tuk melaksanakan prinsip-prinsip baik dari governance.
tisipasi warga menjadi semakin terserap oleh struktur politik Kekerasan struktural dan langsung bisa dihapuskan dan
(Diamond, 2003). Struktur politik yang mampu menyerap dan menjadi perdamaian menyeluruh manakala struktur politik ne-
memperjuangkan aspirasi warganya pada dasarnya akan men- gara mampu menyerap aspirasi dan memberikan penyelesaian
ciptakan keadilan karena kebijakan berasal dari kebutuhan-ke- yang adil bagi masyarakat, terutama sekali berkaitan dengan
butuhan riil rakyat. Hal ini memerlukan komitmen yang besar pemenuhan kebutuhan-kebuhan dasar mereka. Penting negara
baik pemeritahan daerah yang mempunyai wewenang maupun ini dan elemen-elemen sipil menerapkan konsep perdamaian
dari kalangan masyarakat sipil. Untuk memperoleh pelem- menyeluruh agar bangsa ini menjadi lebih makmur, adil dan se-
bagaan politik yang memungkinkan terserapnya aspirasi rakyat jahtera.*
konsolidasi governance (tata kepemerintahan) yang bertujuan
meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan perlu di- * Artikel Konflik dan Kekerasan Struktural ini pernah dimuat di
implementasikan secara konsisten. Harian SINDO 2006 dengan judul Membangun Perdamaian di Indonesia.
Beberapa prinsip mendasar dari governance seperti akunta-
bel, transparan dan partisipatif akan mendorong proses pelem-
bagaan politik yang baik. Dengan prinsip-prinsip baik gover-
nance struktur politik tidak akan sewenang-wenang dengan

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
38 39
Persyaratan para investor yang harus dipenuhi oleh pemerintah

Pembangunan dan daerah adalah penjaminan keamanan di dalam proses ekonomi.


Keamanan dalam investasi dan pembangunan ekonomi

Keamanan mutlak dibutuhkan, karena tanpa keamanan proses stabil pem-


bangunan tidak akan tercapai. Persoalannya adalah bagaimana
keamanan dalam pembangunan ini direalisasikan? Paradigma
pembangunan yang sentralistis sangat mempengaruhi konsep
KEKERASAN militer kembali menyeruak di tengah proses keamanan yang dipilih. Pada masa Orde Baru pembangunan
pembangun pada masa demokrasi melalui insiden di Pasuruan yang beroreintasi pada pertumbuhan ekonomi dilaksanakan
yang menewaskan empat orang warga sipil dan beberapa war- melalui sentralisme kekuasaan. Sentralisme kekuasaan ini di-
ga lainnya terluka parah (SINDO, 31/05/2007). PT. Rajawali gunakan untuk mengontrol jalannya pembangunan sehingga in-
dengan bantuan anggota Korps Marinir TNI AL melakukan terupsi dan protes masyarakat absen. Orde Baru tidak memberi
tindakan militer dan mengesampingkan hak kewarganegaraan kesempatan terhadap protes dalam pembangunan. Musyawarah
(citizenship). Hak yang dijamin oleh perundangan dalam sistem dalam pembangunan hanya berjalan di atas formalitas. Tetapi
politik demokratis, yaitu hak memperjuangkan menyampaikan kita pahami ini, karena Orde Baru bukan merupakan pemerin-
suara dan kepentingan tanpa ancaman dari manapun, apalagi tahan demokratis.
oleh lembaga negara. Sesungguhnya, bukankah proses ekonomi Masalahnya di era demokrasi ini, pemerintah daerah dalam
yang akan dijalankan PT Rajawali adalah bagian dari proses kepentingan pertumbuhan ekonomi mempunyai kecenderungan
pembangunan daerah? Lantas pengapa kekerasan di dalam pem- mengambil pola yang sama dari rejim Orde Baru yang tidak de-
bangunan masih menjadi kasus dalam konteks demokrasi? mokratis. Pemerintah daerah menggunakan pola pembangunan
sentralistis yang menjebak pemerintah daerah untuk mengabai-
Sentralisme Daerah
kan aspirasi dan partisipasi warga terhadap proses pembangunan
Era otonomi mendorong pemerintah daerah berpikir dalam suatu mekanisme deliberasi (musyawarah). Mekanisme
bagaimana melakukan pembangunan secara optimal dan men- deliberasi dianggap menghabiskan waktu karena harus menye-
dongkrak pertumbuhan ekonomi setinggi mungkin. Tuntutan rap berbagai aspirasi dan pengelolaan konflik yang melelahkan.
ini syah dan mutlak harus dilakukan oleh pemerintah daerah, Sedangkan pada saat bersamaan pemerintah daerah merasa ha-
secara ideal untuk mempertahankan esksitensi daerah dan teru- rus memacu pertumbuhan ekonomi agar tidak mengalami kega-
tama demi peningkatan kesejahteraan rakyat daerah. Tekanan galan dalam pelaksanaan otonomi daerah.
psikologi politik mencapai pertumbuhan ekonomi menyebab- Pola sentralisme pembangunan oleh pemerintah daerah
kan pemerintah-pemerintah daerah bekerja keras mengundang pada gilirannya, dan otomatis, memahami keamanan dalam
investor swasta untuk melakukan proses ekonomi, karena modal pengertian absennya protes dan konflik masyarakat dari proses
pembangunan ekonomi sebagian memang dikuasai oleh swasta. pembangunan. Karena protes dan konflik masyarakat bisa meng-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
40 41
hambat proses pembangunan dan target pertumbuhan ekonomi. dalam pelaksanaan pembangunan. Konflik yang muncul anta-
Untuk itulah tampaknya pemerintah daerah, dan tentunya juga ra warga dan pemerintah daerah serta investor dalam konteks
investor, masih terus merepoti militer untuk menjaga proses pembangunan harus benar-benar mengoptimalkan mekanisme
pembangunan dari protes warga, sebagaimana yang terjadi di politik demokratis ini. Dialog dan negosiasi akan menghasilkan
Pasuruan beberapa waktu lalu. Pada situasi seperti ini, warga penyelesaian konflik yang lebih bermanfaat bagi masyarakat,
seolah masih berada di dalam rejim otoriter yang gemar “me- investor dan pemerintah daerah. Karena di dalam mekanisme
lempar” peluru panas hasil dari pajak rakyat ke tubuh warganya. deliberatif seluruh stakeholders berusaha menemukan pemeca-
Fenomena politik ini merupakan paradoks pembangunan di era han masalah yang tepat dan positif untuk seluruh pihak. Proses
demokrasi. alami dialog kepentingan, selama proses deliberatif dilandaskan
pada kesetaraan dan bebas intimidasi maupun kooptasi, akan
Mekanisme Deliberatif
menghasilkan kesepakatan dalam pembangunan yang mereflek-
Kasus kekerasan oleh aparat militer terhadap warga Pa- sikan aspirasi semua pihak.
suruan di Jawa Timur menampilkan realitas pada bangsa ini Pembangunan yang merefleksikan aspirasi kekuatan-kekua-
bahwa pemahaman pemerintah daerah di era demokrasi dalam tan pembangunan akan mendapatkan lingkungan yang kondusif
mengamankan proses pembangunan masih diwarnai oleh gaya dan keamanan sosial. Bahkan warga akan merasa perlu berpar-
politik kekerasan Orde Baru. Politik kekerasan yang mengesa- tisipasi dalam proses pembangunan tersebut, dengan ikut men-
mpingkan hak warga negara dalam beraspirasi dalam pemban- jaga proses keamanan maupun pengawasan dalam pelaksanaan
gunan. Pengawalan dan bantuan keamanan terhadap investor, pembangunan. Pada level ini, keamanan dalam pembangunan
seperti terhadap PT. Rajawali di Pasuruan, oleh institusi militer tidak memerlukan militer dan senjata lengkapnya.
adalah bentuk nyata ketidakpedulian pemerintah daerah dalam Kekerasan tidak perlu terjadi di Pasuruan Jawa Timur sean-
memahami keamanan dalam pembangunan. Keamanan dalam dainya pemerintah daerah sudah megoptimalkan mekanisme de-
pembangunan dalam konteks demokrasi seharusnya bisa di- liberatif dalam pembangunan ini dari segi kuantitas (intensitas)
kreasi oleh mekanisme deliberatif yang mengutamakan dialog, dan kualitas. Kasus ini harus menjadi pelajaran bagi pemerintah-
negosiasi dan paritisipasi aktif seluruh kekuatan pembangunan, pemerintah daerah lainnya dalam melaksanakan pembangunan.
yaitu pemda, warga dan swasta (investor). Mekanisme delibera- Keamanan dalam pembangunan bukan dipengaruhi oleh jumlah
tif dalam pembangunan yang difasilitasi oleh struktur kelem- militer yang direpoti untuk mengamankan proses pembangu-
bagaan pemerintah daerah, eksekutif dan legislatif, akan men- nan, melainkan sangat dipengaruhi oleh kemampuan struktur
jadi katup penyelamat (safety valve) dari konflik yang muncul pemerintah daerah memfasilitasi dan menyerap aspirasi warga
dalam proses pembangunan. melalui mekanisme deliberatif. Pembangunan hasil deliberasi
Mekanisme deliberatif sebagai bagian sistem demokrasi akan melahirkan konsep keamanan yang sejati tanpa satu pihak
yang difasilitasi oleh struktur kelembagaan pemerintahan dae- pun terancam, terlukai dan terindas. Ini akan lebih baik daripada
rah harus dipercayai untuk menyelesaikan konflik yang muncul merepotkan militer dari tugasnya menjaga kedaulatan negara! *

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
42 43
* Artikel Pembangunan dan Keamanan ini pernah dimuat di
Harian SINDO 2007.
Wajah Kekerasan
Tata Kota
KOTA-KOTA di Indonesia makin padat oleh populasi dan
berbagai aktivitas sosial di dalamnya menciptakan berbagai
tantangan seperti masalah ekologi, kemacetan transportasi, dan
de-efisiensi penggunaan lahan. Namun kebijakan tata kota di
Indonesia bukannya menjawab tantangan tersebut, akan tetapi
seringkali hadir dalam bentuk wajah kekerasan, dari bentrokan
fisik antara warga dan aparat pemerintahan, sampai penganiaya-
an terhadap masyarakat marjinal. Kasus pada pertengahan Mei
2009 yang menewaskan korban seorang anak tidak berdosa
di Kota Surabaya adalah wajah kecil dari berbagai kekerasan
dalam kebijakan tata kota di Indonesia. Laporan media menye-
butkan, bahwa sepanjang tahun 2009, ada 9 lokasi penggusuran
pada wilayah bantaran sungai, saluran air atau brandgang dan
pedagang kaki lima di Surabaya. Alasan pemerintah dalam pen-
ertiban tersebut adalah okupasi lahan milik umum, tanah negara
dan ilegal oleh masyarakat.
Laporan dari detiksurabaya.com, pada periode tahun 2009
penggusuran dimulai awal Januari yang dilakukan terhadap 44
rumah liar di stren Kali Surabaya Kelurahan Wonorejo. Pada
awal Februari terjadi penggusuran terhadap 157 PKL bedak di
Jalan Pandegiling. Penggusuran yang menjadi isu publik nasio-
nal terjadi pada Maret 2009 yang menyebabkan seorang bocah
tewas karena luka bakar akibat tersiram kuah bakso. Penggu-
suran berlanjut ke warga stren kali Jagir yang dihuni sejak 1975.
Sekitar 477 KK harus meninggalkan lokasi dan hampir seluruh

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
44 45
penghuni stren melawan. Kemudian pada bulan Oktober 2009, di Indonesia. Pemkot lebih sering mengklaim bahwa masyarakat
pemkot Surabaya merobohkan 19 ruko milik PT Surya Inti Per- telah melanggar aturan pemukiman atau dampak lingkungan un-
mata (SIP) di Lapangan Kuning, Dukuh Kupang. Pada bulan tuk menangani isu tata kota daripada menyediakan arena nego-
November 2009 rumah petak di atas brandgang di Jalan Opak siasi. Sehingga ’penertiban’ PKL dan masyarakat marjinal lain-
dengan 51 rumah petak digusur. Dan penertiban rumah di atas nya adalah penegakan legal membuta yang tidak cerdas aspek
brandgang di Jalan Tumapel No 8A dan Jalan Dinoyo Buntu sosiologis dan terus menyalahkan serta memberi sangsi pada
meneribkan 21 KK tidak mampu. Serta pertengahan Desember masyarakat daripada membuka peluang proses negosiasi. Pada
2009 bangunan di atas brandgang saluran di Jalan Widodaren kasus PKL, Pemkot Surabaya menggunakan Perda No. 17/2003
juga dibersihkan dan 48 rumah petak dihancurkan (detiksuraba- tentang penataan PKL di arena kota. Sayangnya, melalui kritik
ya.com, 1/8/2009). sosiologi perda ini tidak didukung oleh konsep tindakan pene-
Mengapa kebijakan tata kota seringkali muncul dengan wa- gakan hukum (law enforcement) yang sadar pada konteks so-
jah kekerasan? Jika pokok masalah ini adalah kebijakan tata ko- sialnya, namun menjadi pondasi bagi penegakan praktik legal
ta, wajah kekerasan ini adalah produk dari kesalahan governance pemerintah daerah secara membuta.
pemerintah kota (pemkot) dalam memahami, menciptakan, dan Praktik legal yang membuta sesungguhnya berbeda dengan
melaksanakan kebijakan tata kota. konsep penegakan hukum dalam sistem demokrasi. Penegakaan
hukum demokrasi berangkat dari konsep tindakan pencegahan
Legalisme Buta
pelanggaran daripada penghukuman semata demi memberikan
Jan Kooiman dalam Governing As Governance (2003) me- efek terciptanya kebaikan umum. Seharusnya ada sistem pence-
nyebutkan jika birokrasi pemerintahan cenderung menggunakan gahan PKL dan masyarakat lain yang memanfaatkan secara ille-
tindakan berlebihan legal tanpa kecerdasan sosiologis maka akan gal bantaran sungai atau tempat-tempat terlarang lainnya untuk
muncul kontradiksi dalam implementasi kebijakan, yaitu keti- tempat tinggal dan aktivitas sosial ekonomi. Seperti menempat-
dak-harmonian antara praktik pemerintah dan warga. Karena kan tanda-tanda larangan dan aparat-aparat khusus di area yang
bentuk penegakan aspek legal membuta bersifat menekan dan seharusnya bebas dari pemukiman dan aktivitas ekonomi. Se-
menya-lahkan pihak publik sebagai pelanggar aturan semata. bagaimana pencegahan terhadap pelanggaran lalu lintas maka
Publik dan tindakan mereka, seperti menempati area terlarang terdapat rambu-rambu dan aparat kepolisian yang selalu siap
untuk rumah dan aktivitas sosial ekonomi, tidak dipandang seba- mencegah pelanggaran lalu lintas.
gai bagian dari dimensi kompleksitas permasalahan dari kepen- Namun yang terjadi adalah pembiaran tumbuhnya komuni-
tingan pemerintah dan warga. Penegakan asepk legal membuta tas dan modal sosial dalam satu area terlarang. Padahal modal
cenderung mengabaikan kompleksitas ini dan mensimplifikasi sosial adalah jaringan aktivitas sosial ekonomi yang menopang
komplesitas tersebut melalui klaim bahwa warga telah melang- kehidupan mereka, dari mencari nafkah dan menyekolahkan
gar hukum. anak. Menggusur pergi begitu saja mereka tanpa pemecahan
Hal tersebut terjadi dalam banyak kasus kebijakan tata kota masalah, sama halnya mencerabut modal sosial dan menghan-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
46 47
curkan masa depan komunitas beserta anak-anak mereka. Atau sering terjebak pada komunikasi kekerasan daripada upaya me-
jangan-jangan pengabaian penegakan hukum merupakan je- nemukan sebab-sebab akar konflik. Seperti menyalahkan warga
bakan bagi masyarakat kecil untuk dijadikan sebagai ’proyek sebagai pelanggar ketertiban dan keras kepala. Ketiga adalah
kekerasan’ aparatur pemkot? Mengingat banyak kesaksian dari tidak terbangunnya keterampilan negosiasi pada aparatur peme-
mereka yang ditertibkan bahwa mereka telah membayar uang rintahan yang berorientasi pada pemecahan masalah. Perilaku
sebagai ’pajak’ pada aparat pemerintah agar bisa tetap beraktivi- yang sering muncul adalah menekan dan menggunakan instru-
tas di area tertentu. men kekerasan daripada bersedia melakukan negosiasi dengan
pihak terkait kebijakan. Jika ada pertemuan pun sifatnya hanya
Perspektif Konflik
sosialisasi bahwa PKL dan pemukiman liar akan ’ditertibkan’.
Selain kesalahan governance yang diakibatkan oleh praktek Keempat tidak adanya peran mediasi yang bisa mendorong ber-
legal overacting, kelemahan mendasar selanjutnya adalah per- bagai stakeholders pada negosiasi timbal balik untuk perumu-
spektif konflik belum terlembaga dalam governance pemerin- san berbagai alternatif pemecahan masalah. Faktanya berbagai
tahan kota. Perspektif konflik adalah kesadaran dan mekanisme hubungan konflik antara pemerintah dan warga di kota-kota In-
yang melihat berbagai tindakan, termasuk perumusan dan pelak- donesia tidak terdapat mekanisme mediasi.
sanaan kebijakan, adalah bagian dari fakta konflik. Sehingga Tulisan ini melihat bahwa wajah kekerasan dalam kebijakan
bisa dipahami bahwa suatu kebijakan selalu memuat perbedaan, tata kota tidak lepas dari kesalahan governance yang ditandai
pertentangan, dan ekspresi kepentingan berbagai pihak. Jika per- oleh adanya legal overacting dan tidak terlembaganya perspe-
spektif ini dimanfaatkan, pemerintah akan mampu mempersiap- ktif konflik dalam governance pemkot. Apakah masyarakat
kan bentuk keterampilan dan mekanisme yang bisa menangani di berbagai kota Indonesia harus selalu berhadapan wajah ke-
fakta konflik dalam kebijakan tata kota. Namun ketidakhadiran kerasan kebijakan tata kota? Hal ini tergantung pada reformasi
perspektif konflik dalam governance kepemerintahan menye- yang memperbaiki kesalahan governance tersebut. Sedangkan
babkan berbagai kebijakan terjebak pada kondisi krisis konflik reformasi birokrasi di Indonesia cenderung jalan lambat kare-
yang ditandai oleh pilihan-pilihan menciptakan tindakan represi na komitmen politik yang tidak mendorong reformasi berjalan
dan kekerasan pemkot yang mereproduksi tindakan kekerasan lebih cepat. Untuk itu penting melakukan upaya politik untuk
dalam kelompok-kelompok masyarakat yang ditertibkan. reformasi birokrasi yang lebih cepat.*
Ada beberapa ciri utama dari ketidakhadiran perspektif kon-
flik. Pertama ketidakmampuan pemkot memahami hubungan
dan dimensi konflik yang sedang dihadapi. Akibatnya pemerin- * Artikel Wajah dan Kekerasan Tata Kota dimuat di
Harian Surabaya Post , 5 Agustus 2009.
tah kota tidak memiliki kapasitas merumuskan sikap dan tin-
dakan yang relevan bagi usaha pemecahan masalah. Kedua ti-
dak terbangunnya keterampilan merumuskan dan menciptakan
strategi dan komunikasi konflik. Hal ini menyebabkan pemkot

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
48 49
ragam Satpol PP. Ia mereproduksi aksi kekerasan pada warga

Jalan Kekerasan yang dianggap tidak bersedia melaksanakan kebijakan peme-


rintah daerah. Pada kasus penertiban PKL di Surabaya misalnya,

Satpol PP Satpol PP menjadi sebab dari kematian anak balita dari seorang
PKL yang berusaha lari. Beberapa kasus penertiban di kota-kota
lain, seperti Medan dan Makasar memiliki pola yang sama, yaitu
represif dan penuh aksi kekerasan.
SATUAN Polisi Pamong Praja (Satpol PP) kembali memanas- Kondisi di atas memperlihatkan bahwa aksi kekerasan Sat-
kan negeri ini dengan aksi kekerasannya di Koja Jakarta bebe- pol PP bukan merupakan pilihan personal, namun lebih sebagai
rapa waktu lalu, yang melibatkan antara Satuan Polisi Pamong kondisi institusional. John Keane menyebutnya sebagai institu-
Praja dengan masyarakat yang menjaga makam Mbah Priok tional violence (Keane, 2004) ketika para anggota suatu komu-
terkait dengan maslah sengketa tanah. Akibatnya diperkirakan nitas atau organisasi tertentu menggunakan kekerasan sebagai
192 orang terluka dan 3 orang Satpol PP tewas dalam proses praktik yang kolektif rasional. Artinya kekerasan akan memiliki
penertiban yang berakhir rusuh tersebut. (Tempo interaktif klaim kebenaran dalam bentuk pengetahuan dan prosedur yang
23/4/2010). dilegalkan. Tindakan kekerasan, menurut Keane bukan persoa-
Rusuh di Koja menjadi rapor merah dalam demokrasi da- lan naluri makhluk hidup semata, namun merupakan bentuk
mai di Indonesia dan khususnya di tingkat daerah. Satpol PP pilihan yang rasional di tingkat individual dan kolektif. Artinya
selalu muncul dalam wajah buasnya, yang mengejar-ngejar, kekerasan merupakan konsep pengetahuan yang matang dalam
mengintimidasi, dan merepresi warga masyarakat yang diang- struktur kesadaran kolektif setiap anggotanya.
gap tidak bersedia menjalankan kebijakan pemerintah daerah. Kekerasan institusional menjadi pengetahuan yang menga-
Pola kekerasan aparatur pamong praja ini memperjelas tesis kar kuat dan terlembaga sehingga para penganutnya meyakini
bahwa pemerintahan daerah masih belum memiliki sistem tata bahwa praktik kekerasan yang diciptakan adalah kebenaran baik
kelola konflik berbasis nir kekerasan untuk menangani berbagai moral dan legal. Begitu juga dengan tindakan kekerasan apara-
kepentingan warga sipil, swasta, dan pemerintah daerah sendiri. tur negara diyakini sebagai praktik kebenaran. Ketika kekerasan
menjadi ideologi Satpol PP maka tindakan-tindakan kekerasan
Kekerasan Institusional
akan selalu direproduksi, sampai kapanpun.
Anggota satpol PP bisa jadi adalah seorang ayah yang baik, Sebagaimana aksi kekerasan Satpol PP yang melandaskan
pacar yang mengasihi, atau anak lelaki yang berbakti pada orang diri pada PP No. 6/2010. Jika kekerasan Satpol PP merupakan
tuanya. Sebagai individu di lingkungan sosialnya, ia bisa saja kekerasan institusional, maka praktik kekerasan ini harus di-
aktif dalam kegiatan kerja bakti, menolong tetangga yang sakit, pertanggungjawabkan secara institusional pula. PP No. 6/2010
dan melakukan berbagai aktivitas sosial konstruktif lainnya. mengenai Satpol PP dalam pasal 2 disebutkan bahwa organisasi
Namun ia menjadi tampak begitu buas ketika menggunakan se- aparatur ini bertanggung jawab pada kepala daerah. Sehingga

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
50 51
kepala daerah harus bertanggung jawab terhadap segala bentuk sus yang meresahkan masyarakat. Seperti melindungi warga
penggunaan kekerasan oleh Satpol PP. Sebagaimana tragedi dari maraknya para pembalab liar, kelompok perjudian, sampai
kerusuhan Koja maka kepala daerah DKI Jakarta perlu mem- kelompok-kelompok penodong di jalanan yang bebas berkeli-
pertanggungjawabkannya pada publik. Bentuk pertanggungja- aran. Sebaliknya keinginan sebagian warga masyarakat untuk
waban itu tidak bisa hanya dengan meminta maaf, namun perlu bisa hidup tenang, beraktivitas secara damai, dan memiliki ru-
mengeluarkan kebijakan yang konstruktif. Dalam kasus rusuh ang publik yang nyaman sering diporakporandakan oleh Satpol
di Koja, pertanggungjawaban kepala daerah bisa dalam bentuk PP.
menindaklanjuti himbauan Presiden SBY agar proses penertiban Faktanya dalam PP No. 6/20110 mengenai Satpol PP me-
makam dihentikan dan mekanisme dialog segera dilaksanakan. mang tidak ditemukan mekanisme pengelolaan konflik yang bisa
mendorong proses pemecahan masalah secara damai. PP terse-
Melembagakan Perdamaian
but hanya mempertegas bahwa satpol PP bertugas melindungi
Pada pasal 4 dari PP No. 6./2010 disebutkan bahwa tugas dan melaksanakan kebijakan pemerintah daerah. Persoalannya
utama Satpol PP adalah menyelenggarakan ketertiban umum adalah ketika kebijakan pemerintah daerah adalah bentuk dari
dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat. kekerasan srtuktural (Galtung, 2007). Setiap kekerasan struk-
Tugas utama ini ditempatkan pada pasal yang paling awal, na- tural selalu mendorong pengambil kebijakan untuk menggu-
mun pada kasus kekerasan di Koja dan di kota-kota lainnya, ke- nakan aparatur kekerasannya untuk bisa memaksakan kebijakan
tentraman seperti apa yang sudah diciptakan Satpol PP? Perlind- tersebut. Termasuk Pemerintah Daerah DKI Jakarta menggu-
ungan bagaimana yang sudah diberikan pada warga sipil? Atau nakan Satpol PP dalam menertibkan pemakaman tokoh agama
jangan-jangan itu semua hanya diberikan pada segelintir orang di Tanjung Priok. Pada konteks ini, Satpol PP seolah hanyalah
yang mampu membayar. Jika benar maka Satpol PP tak lebih instrumen kekerasan semata bagi pemerintah daerah. Karena
dari sekelompok centeng yang dilegalkan. hal ini kembali pada fakta bahwa Satpol PP tidak memiliki kon-
Pasal tersebut di atas seharusnya bisa diterjemahkan secara sep dan mekanisme pengelolaan konflik damai dalam PP No.
lebih konkrit dalam konteks menciptakan ketenteraman dan ke- 6/2010.
tertiban. Namun yang disaksikan oleh publik Indonesia saat ini, Absennya kerangka pengelolaan konflik damai dalam
sepertinya Satpol PP lebih memahami pasal-pasal yang memberi PP No. 6/2010 inilah yang menjadi akar kekerasan Satpol PP.
lisensi untuk melakukan tindakan tegas. Tindakan tegas ini pada Karena organisasi ini tidak memiliki basis pengetahuan dan me-
praktiknya diterjemahkan dalam bentuk bisa memaksa, mengin- kanisme legal untuk menciptakan proses kelola konflik damai.
timidasi, dan melakukan tindakan kekerasan. Dan seringkali, Tata kelola konflik damai seperti desain kelembagaan negosiasi
ketegasan Satpol PP ini selalu berkaitan dengan pembelaan ke- setara dalam menangani berbagai kasus konflik kepentingan
pentingan modal swasta. Seperti pada kasus penertiban makam seharusnya masuk dalam PP No. 6/2010. Jika memang belum
tokoh agama di Tanjung Priok Jakarta. Sangat jarang ada berita bisa dimasukkan, maka tugas kepala daerah adalah membangun
bahwa Satpol PP melakukan tindakan tegas terhadap kasus-ka- sistem kelola konflik yang mereduksi tingkat kekerasan. Baik

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
52 53
kekerasan institusional maupun reaksi kekerasan dari warga ma- gas-tugas Satpol PP. Masyarakat sipil bisa berperan aktif dalam
syarakat yang merasa kepentingan ekonomi, identitas, dan ke- mengawasi dan mengontrol proses negosiasi sehingga berjalan
pentingan lainnya terancam oleh satu kebijakan pemerintah dae- transparan.
rah. Tanpa membangun sistem kelola konflik, kekerasan akan Konsep pelembagaan negosiasi damai adalah bagian dari
terus direproduksi dan mengotori martabat bangsa Indonesia sistem tata kelola konflik berbasis perdamaian dan anti ke-
yang katanya ramah dan cintai damai ini. kerasan. Sayangnya konsep tata kelola konflik berbasis pada
anti kekerasan ini tidak ada dalam PP No. 6/2010 mengenai Sat-
Negosiasi Damai
pol PP, pun tidak ada sebagai peraturan perundangan. Sehingga
Ideologi kekerasan yang mengakar kuat pada kesadaran Sat- para aparatur dalam Satpol PP sama sekali tidak mengenali dan
pol PP juga dipengaruhi oleh isi PP No. 6/2010 yang di dalam- menginternalisasi konsep perdamaian. Sebaliknya ideologi ke-
nya sama sekali tidak menyebutkan perlunya pelembagaan dan kerasan mengakar kuat dan akan terus direproduksi dalam se-
kapasitas dialog damai bagi Satpol PP. Yang dipahami adalah tiap pelaksanaan tugas-tugas Satpol PP. Pada kondisi ini, men-
pasal-pasal yang menyebutkan tindakan tegas yang diterjemah- jadi mahfum jika warga masyarakat menyebut Satpol PP mirip
kan sebagai boleh melakukan pemaksaan, represif, dan tega sekumpulan binatang buas yang suka melakukan tindakan ke-
tanpa mengindahkan pendekatan dialogis terlebih dahulu. Pada kerasan.*
pasal 4 disebutkan tugas utama Satpol PP adalah menyelengga-
rakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta per-
lindungan masyarakat. Lantas, misal pada kasus kekerasan di * Artikel Jalan Kekerasan Satpol PP ini pernah dimuat di Koran Tempo, 19
April 2010.
Koja, bagaimana ketentraman telah diciptakan oleh Satpol PP?
Bagaimana perlindungan sudah diberikan pada masyarakat?
Atau jangan-jangan perlindungan itu diberikan pada segelintir
orang saja yang bisa membayar?
John Keane (2004) menggunakan istilah to democratise vi-
olence untuk mereduksi kekerasan dari praktik masyarakat dan
pemerintahan. Kekerasan dalam konteks demokrasi hanya bisa
digunakan pada kelompok-kelompok bersenjata yang meren-
canakan, mengancam dan telah mengganggu keamanan sosial.
Sedangkan penanganan-penanganan berkaitan dengan konflik
kepentingan dengan kelompok-kelompok sosial (warga) harus
menggunakan cara negosiasi damai (peace negotiation). Pro-
ses negosiasi damai ini perlu menggunakan pelembagaan resmi
yang dikelola oleh kepala daerah dalam konteks pelaksanaan tu-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
54 55
jika Pemkot Surabaya tidak menciptakan improvisasi penanga-

Konflik Relokasi PKL nan konflik antara Pengelola Pasar PIOS dan PKL Keputran,
proses relokasi yang dipaksakan akan bersifat kontraproduktif.
Relokasi pasar yang belum dipandang sebagai bentuk pe-
mecahan masalah bagi para PKL Keputran akan terus mendapat-
RELOKASI pedagang kali lima (PKL) Keputran kembali kan perlawanan. Terlebih lagi mengingat sosiologi masyarakat
menemui jalan buntu. Sebab, sebagian besar PKL menolak ma- Surabaya yang dikenal berani dan keras dalam mempertahankan
suk ke Pasar Induk Osowilangun Surabaya (PIOS) (JP, 8/5/10). kepentingan. Pada sisi lain pihak Pengelola Pasar PIOS pun
Sosiologi konflik melihat fenomena penolakan tersebut sebagai tetap berada dalam pendiriannya. Hal ini menyebabkan situasi
tanda bahwa aspirasi PKL belum terakomodasi dalam kebijakan rencana relokasi PKL Keputran ditandai oleh kerasnya masing-
relokasi pasar. Isu menonjol dari aksi penolakan tersebut adalah masing pihak mempertahankan kepentingannya. Doug Mc A-
tidak diijinkannya pengelola PKL keputran ikut masuk dalam dam dalam Dynamic of Contention (2004) mengemukakan bah-
pasar PIOS. Selain itu ada juga isu-isu dari para PKL Keputran wa situasi yang ditandai oleh kerasnya pendirian masing-masing
seperti jarak lokasi Pasar PIOS yang terlalu jauh, takut pasar pihak selalu mungkin mendorong terjadinya mobilisasi sumber
sepi, dan biaya pindah yang mahal. Relokasi pasar adalah ba- daya kekerasan.
gian dari pembangunan pemerintah kota. Jika relokasi pasar me- Para PKL akan memobilisasi massa dengan beragam alat
nyebabkan konflik pembangunan maka Pemkot Surabaya perlu kekerasannya seperti bambu runcing sampai golok. Seba-
mencarikan pemecahan masalah yang menguntungkan seluruh liknya Pengelola Pasar PIOS pun akan memobilisasi sumber
pihak berkonflik. kekerasannya. Pertanyaannya apa sumber kekerasan Pengelola
Pasar PIOS? Sebagian kalangan mengkritisi eksistensi Satpol
Situasi Nonproduktif PP, atau bahkan kepolisian, lebih sering dijadikan sebagai sum-
Pasar PIOS kenyataannya dikelola oleh sektor swasta yang ber kekerasan pihak swasta yang memiliki modal besar. Pada
memiliki kewenangan dalam mengelola usaha ekonominya. kasus relokasi PKL Keputran kepolisian belum melakukan tin-
Pengelola Pasar PIOS bebas menentukan kebijakan berkaitan dakan represif. Bahkan mengklaim melakukan proses persuasif
dengan penempatan para pedagang di area pasarnya. Termasuk dan humanis. Namun memblokir arus masuk barang seperti sa-
menolak penempatan pengelola PKL Keputran. Sehingga per- yur-sayuran ke Pasar Keputran jelas memberi tekanan mental
nyataan Walikota Surabaya yang hanya bisa menghimbau agar pada para PKL di Pasar Keputran. Karena menyebabkan keru-
pengelola Pasar PIOS mempertimbangkan aspirasi PKL Kepu- gian material yang besar bagi pedagang kecil. Namun demikian
tran tidaklah salah. Sistem pasar bebas yang memberi wewenang inisiatif kepolisian, sebagai bagian dari aparatur pemerintahan,
besar terhadap swasta dalam menentukan aktivitas ekonominya untuk melakukan mediasi merupakan improvisasi yang harus
membuat pemkot tidak bisa memberi intervensi politis. Namun direspon oleh Pemkot Surabaya.

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
56 57
Mediasi Transformatif penanganan konflik pembangunan ini. Tanpa adanya improvisa-
si dan hanya mengikuti prosedur legal, niat baik pembangunan
Namun demikian proses memediasi seharusnya bukan di
dapat muncul dalam bentuk yang merugikan seluruh pihak. Ke-
tangan lembaga kepolisian karena di luar fungsi dan otoritasnya
tika proses mediasi transformatif telah dilaksanakan dan ternya-
sebagai penjaga ketertiban masyarakat. Inisiatif dan pelaksanaan
ta baik pihak PKL maupun Pengelola Pasar PIOS menutup diri
mediasi seharusnya dilakukan oleh Pemkot Surabaya karena
dari pemecahan masalah, barulah pemkot bisa menggunakan
konflik relokasi PKL Keputran bagian dari pembangunan sosial
wewenang memaksa. Wewenang tersebut dibolehkan dalam de-
ekonomi Kota Surabaya. Proses mediasi konflik bukan meru-
mokrasi kota, Gordon Whithe dalam Developmental Democratic
pakan intervensi politis terhadap Pengelola Pasar PIOS. Namun
State (Whithe, 1998) menyebutnya sebagai penetrative author-
merupakan bentuk tanggung jawab terhadap warganya dalam
ity. Penetrative authority bisa menggunakan instrumen aparatur
konteks pembangunan berkeadilan dan partisipatif. Walaupun
penegak ketertiban umum seperti kepolisian dan Polisi Pamong
sektor swasta memiliki otoritas tertentu dalam mengelola aktivi-
Praja untuk melaksanakan kebijakan pembangunan kota.
tas bisnisnya, pemkot memiliki peran konstitusional dalam me-
Namun sekali lagi, wewenang memaksa tersebut tidak bisa
ngarahkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pembangunan
dilaksanakan sebelum negosiasi dilaksanakan melalui proses
untuk kebaikan bersama. Sebagaimana menjadi semangat dari
mediasi pemerintah kota. Kenyataannya pada kasus relokasi
UU No. 32/2004 tentang otonomi daerah.
PKL Keputran belum ada proses mediasi yang bisa mendo-
Proses mediasi merupakan upaya meningkatkan komuni-
rong pihak-pihak berkepentingan meningkatkan komunikasi
kasi dari berbagai pihak berkonflik agar bisa menemukan po-
dan negosiasi dalam rangka menemukan pemecahan masalah.
kok-pokok permasalahan bersama. Sehingga Pemkot perlu men-
Pendekatan kepolisian yang disebut humanis dalam menertibak
ciptakan proses mediasi antara Pengelola Pasar PIOS dan PKL
PKL Keputran masih di tingkat sosialisasi, bukan negosiasi yang
Keputran. Johan Galtung dalam Transcend Approach (2004)
termediasi secara kelembagaan politis pemkot.
menyebut proses tersebut sebagai mediasi transformatif, yang
Konflik relokasi PKL Keputran merupakan batu ujian Pem-
mampu mendorong para pihak berkonflik saling memahami atas
kot Surabaya berkaitan dengan tata kelola konflik damai dalam
masalah masing-masing. Sehingga para pihak berkonflik bisa
pelaksanaan pembangunan kota. Selama periode pembangu-
merumuskan jalan keluar yang menguntungkan bagi seluruh pi-
nan lokal berbagai kasus kekerasan menjadi noda di tanah air.
hak. Pihak PKL bisa terdorong untuk memahami pentingnya tata
Kerugian selalu menjadi milik bersama, baik pemerintah, sektor
ruang yang tertbi, rapi, dan aman. Sebaliknya pihak Pengelola
swasta, dan masyarakat. Padahal pembangunan secara umum
Pasar PIOS dan pemerintah kota memahami secara mendasar
memiliki tujuan agar terjadi peningkatan kualitas kesejahte-
kendala dan kondisi riil para PKL dalam melakukan aktivitas
raan dan kemakmuran secara sosial ekonomi. Masyarakat Kota
perdagangan.
Surabaya tentunya berharap konflik relokasi PKL Keputran dan
Namun mediasi yang transformatif ini hanya bisa terjadi
Pengelola Pasar PIOS bisa dicarikan pemecahan masalahnya
ketika Pemkot Surabaya mau melakukan improvisasi kebijakan
dengan peran mediasi transformatif Pemkot Surabaya.*

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
58 59
Ketakberdayaan Sistemik

Konflik Lahan Asimetris Berdasar pada data SPI (Serikat Petani Indonesia) pada ta-
hun 2007 terjadi penggusuran pada 24. 257 KK petani kecil dan
pada tahun 2008 meningkat sampai 31.267 KK. Jumlah para
petani yang hanya menjadi buruh atau berlahan sempit menu-
JARANG dijumpai para petani kecil di Indonesia mendapat- rut laporan tersebut setiap tahun selalu bertambah 2,2 persen.
kan pemecahan masalah dalam konflik lahan yang berhadapan Hal ini menjadi relevan dengan data dari Komnas HAM yang
dengan perusahaan besar atau pemerintah. Sebaliknya para pet- menyebutkan bahwa 40 persen pengaduan selama tahun 2009
ani sering tergusur, terabaikan, dan lebih parah adalah terpidan- adalah tentang kekalahan para petani kecil dalam konflik lahan.
akan oleh sistem hukum positif. Kehadiran pemerintah seolah Data-data tersebut memperlihatkan bahwa para petani kecil tidak
tidak memberi peluang pemecahan masalah namun menjadi be- mampu membela kepentingan mereka yang paling dasar. Yaitu
ban bagi para petani dalam hubungan konflik dengan perusahaan kepemilikan atas lahan yang seringkali merupakan hak ulayat.
besar. Karena pemerintah dengan aparatur birokrasi dan sistem Ketidakmampuan para petani kecil membela kepentingan
hukumnya dalam banyak kasus lebih berpihak pada perusahaan atas lahan bisa disebabkan karena faktor kultural. Seperti ren-
besar. Pemerintah enggan melembagakan sistem pemecahan dahnya tingkat pendidikan menyebabkan ketidaktahuan dalam
masalah agar tercipta keadilan bersama. Yang terjadi, negara menangani konflik. Namun faktor kultural hanya menjadi pe-
menciptakan konflik lahan asimetris dengan bermain mata den- nyebab minor jika melihat pada fenomena gerakan perlawanan
gan perusahaan besar. Akibatnya, para petani selalu tergusur dan para petani kecil di berbagai daerah. Para petani kecil sudah
kalah. mengorganisasi dan membekali diri mereka dengan pengeta-
Salah satu contoh kasus mengenai nasib petani kecil di In- huan mengenai hak-hak dasar sebagai warga. Sehingga mereka
donesia adalah sebanyak 3400 ha lahan di Sumatera Barat ber- mampu menciptakan civic engagement (tuntutan warga) de-
status konflik agraria anatar petani kecil dengan beberapa peru- ngan melakukan demonstrasi atau dialog politik dengan lemba-
sahaan perkebunan seperti PTPN VI dan PT. Bakrie Plantation. ga pemerintahan. Namun tetap saja perjuangan atas kepentingan
Sebanyak 1266 orang petani terancam hak atas lahan yang men- mereka atas lahan seringkali gagal.
jadi konflik dengan perusanaan perkebunan karena masyarakat Sebaliknya perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di
petani kerap kali dirugikan karena hanya pihak perusahaan yang bidang perkebunan, perhutanan, atau pertanian dengan mudah
difasilitasi dalam penyelesaian konflik agraria tersebut. Hal memenangkan kepentingan mereka. Lahan-lahan yang bisa jadi
ini juga ditegaskan oleh Badan Tanah Nasional yang tidak be- merupakan wilayah ulayat para petani kecil bisa dirubah sebagai
rani menjamin setiap konflilk Tanah dapat terselesaikan tanpa area produksi perusahaan. Perusahaan berbekal surat legal HGU
ada pihak yang dirugikan terutama petani kecil (Kompas.com, (hak guna usaha) dari pemerintah untuk mengklaim lahan ulayat
19/09/2011). para petani sebagai wilayah perusahaannya. Surat legal itu pula

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
60 61
yang dipegang oleh Satpol PP (Pamong Praja) untuk mempo- ini.
rakporandakan hunian para petani kecil dengan dalih melindu- Pelembagaan fungsi mediasi konflik dari negara perlu
ngi kebijakan daerah. diterjemahkan di dalam satu peraturan-peraturan khusus, seperti
Persoalannya proses pembuatan surat legal tersebut tidak peraturan mengenai air, perikanan, dan lainnya. Dalam konteks
pernah transparan di hadapan warga petani kecil. Negara me- konflik lahan maka seharusnya diterjemahkan dalam RUU Re-
lalui pemerintah daerahnya seringkali tidak melibatkan para forma Agraria. Namun sayangnya pelembagaan fungsi mediasi
petani kecil dalam menentukan arah kebijakan mengenai lahan. negara ini sama sekali tidak ada dalam RUU Reforma Agraria
Bahkan lahan yang merupakan wilayah ulayat para petani. Yang yang akan segera disyahkan tahun ini. Memang kenyataan pahit-
terjadi adalah proses hukum elitis, dan tidak tersentuh oleh para nya, kepemerintahan di Indonesia tidak pernah sensitif konflik
petani kecil. Lalu tiba-tiba para petani mendapat selebaran so- dalam setiap kebijakannya.
sialisasi yang pada intinya mengusir mereka dari lahan ulayat. Walaupun demikian masih ada alternatif yang bisa dilaku-
Pada kenyataan inilah para petani kecil mengalami ketidakber- kan. Yaitu dengan mengeluarkan peraturan pemerintah yang
dayaan sistemik dalam konflik lahan. secara khusus memberi kerangka legal pelembagaan mediasi
konflik bagi pemerintahan daerah. Sebut saja sebagai Peraturan
Transformasi Konflik
Pemerintah tentang Pengelolaan Konflik Kebijakan yang di
Ketidakberdayaan sistematis para petani kecil tersebut terus dalamnya diatur mengenai fungsi pemerintah daerah dalam
mereproduksi konflik lahan asimetris di Indonesia. Perusahaan memediasi konflik. Sehingga setiap kebijakan daerah yang me-
memiliki kekuasaan lebih besar daripada para petani. Artinya nyangkut hajat hidup orang banyak harus melaksanakan kelem-
akan makin banyak para petani kecil tergusur dan menambah bagaan mediasi konflik. Sehingga berbagai konflik asimetris
jumlah kemiskinan struktural di negeri ini. Kemiskinan struk- bisa ditransformasi menjadi konflik simetris yang lebih mungkin
tural adalah dosa besar dari suatu pemerintahan demokratis. Jika menemukan pemecahan masalah.*
pemerintahan ini ingin membersihkan dari dosa besar tersebut,
salah satu cara penebusan adalah dengan merubah konflik la- * Artikel ini pernah dimuat di Koran Opini, 2 Oktober 2011.

han asimetris menjadi konflik lahan simetris. Negara tidak lagi


melindungi kepentingan perusahaan bermodal besar. Namun
menjadi mediator yang mendorong pemecahan masalah bagi se-
luruh pihak. Mediasi dalam perspektif studi konflik kritis salah
satu peran vitalnya adalah menciptakan relasi kuasa yang setara
diantara kelompok berkonflik (Zartman, 2009). Melalui relasi
kuasa setara inilah terjadi proses transendensi gagasan pemeca-
han masalah dari dua belah pihak. Pemerintah adalah lembaga
politik yang sangat berkompeten menciptakan mediasi konflik

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
62 63
pektif keadilan yang tampak berseberangan pada situasi-situasi
tertentu.
Konflik Lahan Perkotaan Seperti pada kasus konflik lahan di Kelurahan Rawa Kebo,
Cempaka Putih Jakarta Pusat, yang mana warga melakukan
aksi mengubur diri sampai leher (JP. 3/8). Aksi mengubur diri
tersebut merupakan refleksi tuntutan keadilan dalam perspektif
SALAH satu ciri menonjol proses implementasi kebijakan masyarakat warga terhadap pemerintah. Keadilan bagi mere-
tata kota adalah konflik lahan yang melibatkan warga, sek- ka adalah kewajiban negara memberi kemudahan mereka me-
tor swasta, dan pemerintah kota sendiri. Isu konflik lahan pun menuhi kebutuhan dasar, termasuk tempat tinggal. Terlepas dari
bervariasi, dari isu lahan ulayat, tanah negara atau milik swasta simbolisasi dan makna perlawanan warga, aksi tersebut mem-
yang diduduki warga urban. Konflik secara umum seringkali di- perjelas bahwa warga merasakan ketidakadilan atas kebijakan
dorong oleh persepsi mengenai hadirnya ketidakadilan. Setiap rencana penggusuran tanah mereka yang sudah dihuni semenjak
pihak selalu bisa merasakan hadirnya ketidakadilan ini, terma- tahun 1953. Pada saat yang sama, pemerintah tentunya ‘merasa’
suk dalam kasus konflik lahan perkotaan. Persepsi atas keti- bahwa kebijakannya benar dan berkeadilan karena sudah sesuai
dakhadiran keadilan bagi eksistensi dan kepentingan diri atau hukum formal. Serta dalil hukum yang mendakwa masyarakat
kelompok sering tidak bisa ditengahi oleh tata pemerintahan, telah menduduki tanah milik negara itu secara ilegal. Situasi ini
terutama pada tingkat daerah. Akibat dari kegagalan menengahi merupakan jalan buntu yang buruk, baik bagi warga dan peme-
persepsi dari konflik lahan perkotaan, pilihan penggunaan cara rintah.
kekerasan oleh pemerintah sangat sering dijumpai pada periode Samuel Freeman dalam Justice and Social Contract (Free-
demokrasi muda Indonesia. man, 2007) menyebut bahwa masalah absennya ketidakadilan
seringkali disebabkan bukan oleh kurangnya definisi keadilan,
Keseimbangan Keadilan
baik secara formal maupun sosial. Terutama dalam konteks de-
Pada kondisi normatif, keadilan didefinisikan secara varia- mokrasi, ketidakadilan sesungguhnya produk dari ketidakseim-
tif, baik melalui perspektif legal formal maupun perspektif sosial. bangan konsep keadilan antara negara dan masyarakat. Keadi-
Negara dan aparaturnya adalah pihak yang sering menggunakan lan merupakan nilai yang kompleks karena posisi menentukan
perspektif legal formal. Keadilan secara substanstif adalah apa definisi. Seperti negara dan birokrasi mendefinisikan keadilan
yang dituangkan dalam atura-aturan formal, tidak boleh lebih melalui kerangka hukum formal semata. Pada saat bersamaan
atau kurang. Sedangkan masyarakat warga adalah pihak yang masyarakat mempersepsi keadilan dari tuntutan-tuntutan as-
sering memanfaatkan perspektif sosial dalam mendefinisikan pirasinya saja. Ketika negara dan masyarakat mensimplifikasi
keadilan. Keadilan adalah kondisi atau tindakan tertentu, dari keadilan dalam definisinya masing-masing, pada saat itulah
negara misalnya, yang memberi mereka kemungkinan pada ketidakadilan hadir menciptakan konflik.
pememenuhan kebutuhan dasar. Pada konteks ini ada dua pers- Tentu saja kondisi ketidakadilan memiliki derajatnya ma-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
64 65
sing-masing. Ketidakadilan yang menimpa pemerintah kota Pertama adalah adanya fakta bahwa pemerintah, pusat
pastinya berbeda dengan ketidakadilan yang menimpa masyara- dan kota, sering menciptakan kebijakan tata kota yang tambal
kat warga. Namun demikian menurut Freeman (2007) bahwa sulam dengan melakukan penggusuran di sana-sini. Namun
gelombang ketidakadilan lebih sering dirasakan oleh masyara- berbagai permasalahan kota tidak pernah terselesaikan. Kita
kat. Karena negara mampu melindungi apa yang dianggap se- bisa menyaksikan bahwa kota-kota di Indonesia sebagian be-
bagai kepentingan negara dengan menggunakan instrumen sar masih kurang nyaman, sungai dan udaranya berpolusi, dan
kekerasan. Pemerintah kota bisa memobilisasi Polisi Pamong ruang publik yang menyempit. Sebagian kalangan masyarakat
Praja untuk melindungi satu kebijakan dengan sistem paksaan bahkan mensinyalir kebijakan penertiban (penggusuran) hanya
yang dilegalkan. memanfaatkan istilah tata kota. Namun apa yang terjadi di ba-
Pada dinamika seperti itu apa yang terjadi adalah kon- liknya adalah kepentingan parsial elite-elite pemerintahan yang
flik destruktif yang merugikan kebaikan bersama. Warga bisa berkongkalikong dengan pihak swasta dalam proyek pembangu-
memobilisasi diri untuk merusak apapun yang dianggap rep- nan infrastruktur.
resentasi pemerintah, dan sebaliknya pemerintah bisa melukai Kedua, kebijakan penertiban yang berkaitan dengan tata ru-
dan menciptakan trauma kekerasan pada warga. Kondisi yang ang kota seringkali tidak disertasi oleh antisipasi resolusi konflik
tercipta ketidakseimbangan konsep keadilan pemerintah dan lahan yang baik. Pemerintah menciptakan konsep dan melak-
warga tersebut, sebenarnya dalam studi konflik tata kota seb- sanakan kebijakan tanpa dilandasi oleh konteks permasalahan.
agaimana disebut oleh Misselwitz dan Rieniets dalam The City Sebagaimana pada kasus konflik lahan di Kelurahan Rawa Kebo
of Collision (Misselwitz and Rieniets, 2009) bisa ditanggulangi Jakarta Pusat, kebijakan penertiban atas tanah yang diklaim mi-
ketika ada kematangan konsep perencanaan tata kota. Kema- lik pemprov DKI Jakarta tidak disertai resolusi yang baik untuk
tangan konsep tersebut ditandai oleh diterima dan didukungnya masyarakat di sana. Dana memobilisasi Polisi Pamong Praja
kebijakan pemerintah oleh masyarakat dan tersedianya resolusi dan konflik lahan bahkan sebenarnya bisa dioptimalkan untuk
konflik dalam pelaksanaan kebijakan. membiayai resolusi yang baik untuk masyarakat. Namun peme-
rintah kota kadang lebih memilih jalan konfrontasi yang tidak
Kematangan Konsep
mencerminkan pemerintahan yang baik dan demokratis.
Konflik lahan perkotaan terus menjadi bagian tak terpisah- Pemerintah kota dengan wewenang luasnya di era otono-
kan dari dinamika dan perkembangan tata kota itu sendiri. mi daerah perlu mematangkan konsep kebijakan tata kota. De-
Pemerintah kota memang memiliki kepentingan dan sekaligus mokrasi telah menyediakan proses politik yang menghubungkan
kewajiban menciptakan tata kota yang nyaman dan aman. Na- konsep keadilan warga dan pemerintah dalam bentuk mekanisme
mun kepentingan menciptakan tata kota yang baik dari pemerin- deliberasi formal. Otonomi daerah secara prosedural telah me-
tahan kota di Indonesia, tampaknya belum terformulasi sebagai lembagakan musrenbang (musyawarah rencana pembangunan)
kematangan konsep. Hal ini dapat dilihat dari dua fenomena dari dari tingkat kota sampai desa sebagai mekanisme deliberasi
praktik tata pemerintahan (governance). tersebut. Sayangnya kualitas dialog dan negosiasi formulasi

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
66 67
konsep dalam lembaga perumusan kebijakan tersebut masih
jauh dari ideal.*
Kompleksitas
* Artikel ini pernah dimuat di Jawa Pos, 4 Agustus 2010. Konflik Industri
HUBUNGAN kerja industri memilik kompleksitas sumber
dinamika seperti isu upah, kesejahteraan pekerja, dan identitas
para pekerja. Sumber-sumber dinamika hubungan kerja tersebut
mampu mendorong efektifitas proses industri namun juga bisa
menciptakan konflik kekerasan yang mereduksi kualitas kerja
industri. Yang bisa menyebabkan efek-efek tak produktif seperti
berhentinya aktivitas perusahaan, kerugian ekonomis, dan me-
renggangnya kohesifitas sosial antar pekerja. Sebagaimana kon-
flik kekerasan yang terjadi di Batam pada 22 April adalah bagian
dari kompleksitas sumber-sumber dinamika hubungan industri.
Diberitakan bahwa kerusuhan tersebut menyebabkan sembilan
pekerja perusahaan terluka parah. Enam orang di antara me-
reka berkewarganegaraan India dan sisanya WNI. Kerusuhan
tersebut juga mengakibatkan sedikitnya 38 mobil rusak parah
dan kerugian diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah (JP,
23/4/2010).
Hal terpenting dalam menghadapi fenomena kompleksitas
sumber dinamika hubungan industri adalah ada atau tidaknya
mekanisme damai di tingkat individual, kelompok, dan kelem-
bagaan. Tanpa mekanisme damai, kekerasan selalu menjadi pili-
han tak terelakkan.

Jejaring Identitas

Konflik kekerasan dalam hubungan industri seperti yang


terjadi di Batam merupakan bentuk pengaruh dari salah satu

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
68 69
sumber dinamika hubungan industri, yaitu identitas. Identi- tam misalnya, ada konsekuensi destruktif yang pasti mengikuti.
tas merupakan pendefinisian terhadap diri dan kelompok yang Seperti persepsi negatif investasi asing terhadap industri di In-
direpresentasikan melalui beragam bahasa simbolis. Seperti donesia. Salah satu faktor mendasar arus investasi asing selain
pakaian, kesenian, kata-kata, nama, dan bendera yang selalu kepastian hukum adalah keamanan sosial. Ketika suatu negara
dimaknai adiluhung. Bahasa simbolis tersebut memiliki sifat dipandang tidak memiliki keamanan sosial, selalu dipenuhi oleh
dasar sosial dalam bentuk ingin diakui (recognized) dan sekali- konflik kekerasan dan kriminalitas tinggi, maka investasi asing
gus dipertahankan (defended). Franke Wilmer dalam The Social sulit masuk. Akibatnya laju pertumbuhan perekonomian makro
Construction of Man, State, and War (Wilmer, 2002) menye- terhambat dan jumlah usia pekerja sulit diserap oleh struktur
but sifat-sifat bahasa simbolis dari identitas tersebutlah yang ekonomi.
mampu menciptakan kerentanan konflik (conflict vulnerability).
Mekanisme Damai
Pada kondisi yang mana berbagai sifat bahasa simbolis iden-
titas beredar, berbagai kelompok dan sistem sosial seharusnya Pilihan terhadap jalan kekerasan untuk mencapai tujuan-
mampu mengakomodasi secara kreatif jika tidak ingin terjebak tujuan tertentu , dalam sejarah hidup masyarakat selalu diikuti
pada konflik kekerasan. penderitaan. Penderitaan karena jatuhnya korban jiwa, luka-
Batam merupakan area industri internasional yang di luka, kerugian material, dan trauma jiwa pada para korban.
dalamnya berbagai identitas saling berhubungan melalui baha- Pada saat bersamaan, cara kekerasan hampir sama sekali tidak
sa-bahasa simbolisnya. Ketidakmampuan mengakomodasi sifat menawarkan pemecahan masalah tetapi menciptakan lingkaran
dasar bahasa simbolis dari identitas tertentu bisa menyebabkan balas dendam dan kebencian. Melihat konsekuensi destruktif-
mobilisasi jejaring identitas dalam bentuk aksi kekerasan. Pada nya, kekerasan seharusnya mulai dipahami bukan sebagai cara
kasus di Batam, aksi kekerasan para pekerja Indonesia secara untuk mempertahankan identitas atau memperjuangkan kepent-
akademik adalah upaya mempertahankan identitas terhadap ke- ingan lainnya.
kerasan yang diciptakan oleh identitas lain. Kekerasan dalam Jalan damai dalam mencari penyelesain konflik (peaceful
bentuk tidak mengakui identitas para pekerja. Seperti menggu- conflict resolution) lebih memberi kesempatan pada pemecahan
nakan bahasa ‘semua orang Indonesia bodoh’ merupakan ben- berbagai isu konflik. Termasuk konflik dalam hubungan industri
tuk penolakan terhadap eksistensi identitas keindonesiaan para di negeri ini. Sayangnya negara dan perusahaan belum memiliki
pekerja. Makna adiluhung keindonesiaan para pekerja secara kelembagaan mekanisme damai yang mampu mengelola sumber-
kolektif dipertahankan (defended) melalui protes dan kerusuhan sumber dinamika hubungan kerja industri secara komprehensif.
di lingkungan pabrik. UU No. 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan In-
Walaupun demikian kekerasan selalu memiliki konsekuensi dustrial lebih banyak mengatur penyelesaian konflik antara bu-
destruktif yang merugikan kepentingan jangka panjang. Upaya ruh dan perusahaan. Artinya peraturan tersebut hanya mengelola
mempertahankan eksistensi identitas dan makna adiluhungnya salah satu aspek dari sumber dinamika hubungan kerja industri
perlu dilakukan secara kreatif dan visioner. Dalam kasus di Ba- yang sebenarnya bersifat kompleks. Sebagaimana pada kasus di

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
70 71
Batam, konflik industri terjadi karena faktor identitas, bukan isu
upah pekerja.
Namun demikian selain dimensi tiadanya kelembagaan
Mekanisme Represif
mekanisme damai secara legal formal, pendekatan-pendekatan
kultural dan keterampilan menyelesaikan konflik secara damai Konflik Lahan
memiliki porsi penting. Kasus di Batam merupakan pelajaran
penting bagi pemerintah dan perusahaan-perusahaan di negeri
ini bahwa cara kekerasan bisa disebabkan oleh ketidaktahuan KEKERASAN terhadap komunitas adat dan petani di Me-
cara menyelesaikan konflik secara damai. Kekecewaan dan ke- suji, wilayah Lampung dan Sumatera Selatan, adalah produk
marahan para pekerja tidak ditransformasikan menjadi bentuk mekanisme represif dari tata kelola konflik lahan di Indonesia.
tuntutan tanpa kekerasan. Seperti menggunakan jalur yudisial Tragedi Mesuji yang dikabarkan menelan tiga puluh korban jiwa
(hukum) atau menggunakan forum dialog untuk mencari penye- tersebut sebenarnya hanya sebagian dari kasus-kasus kekerasan
lesaian konflik. dalam konflik lahan.
Kasus rusuh hubungan industri di Batam adalah bentuk tidak Tragedi Mesuji ini berawal dari berlarut-larutnya proses
terkelolanya sumber-sumber dinamika hubungan kerja industri. ganti rugi lahan serta realisasi pola perkebunan inti rakyat pe-
Kasus serupa di Batam tidak menutup kemungkinan akan terjadi ngelolaan sawit seluas 16.628 hektar, sehingga sekitar 300 warga
pada tempat-tempat lain di Indonesia. Membiarkan kemungki- masyarakat perbatasan Provinsi Lampung dan Sumatera Selatan,
nan ini terjadi, sama halnya membiarkan negeri ini selalu meng- merusak dan membakar bangunan PT Barat Selatan Makmur In-
hadapi konsekuensi destruktif dari kekerasan. Kita tentu meng- vestindo, seperti mes karyawan, gudang minyak sawit, kantor
harapkan kekerasan bisa dieliminasi dari kehidupan berbangsa administrasi, dan sejumlah pos satpam. Aksi tersebut melibatkan
dan bernegara. Untuk itu negara dan berbagai elemen bangsa ini warga dari Kampung Sri Tanjung dan Kagungan Dalam, Keca-
perlu berkomitmen dengan cara menciptakan mekanisme damai matan Tanjung Raya, Mesuji, Lampung, serta warga Sei Sodong,
dalam setiap konteks hubungan sosial di Indonesia.* Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Sejak tahun 1994, lahan
tersebut dikuasai PT BSMI dan PT Lampung Inti Pertiwi (LIP),
kejadian ini berlanjut dengan dibalasnya aksi masyarakat oleh
* Artikel ini pernah dimuat di Jawa Pos, 24 April 2010. beberapa pihak yang seharusnya bertindak untuk menghentikan
aksi kekerasan, justru memperarah arah kekerasan hingga me-
nimbulkan korban jiwa. (KOMPAS 27/02/2012).
Fenomena kekerasan dalam konflik lahan tersebut mengin-
dikasikan bahwa konflik lahan yang melibatkan komunitas di
berbagai daerah Indonesia cenderung dikelola oleh mekanisme
represif. Mekanisme yang menekankan pendekatan keamanan

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
72 73
oleh negara. Alhasil, korban-korban dari komunitas-komunitas peradilan pun selalu memenangkan perusahaan berdasar buk-
petani, adat, dan akar rumput lainnya terus berjatuhan. Pada saat ti-bukti legal. Kemudian mengeluarkan surat keputusan yang
bersamaan konflik lahan tidak pernah terpecahkan dan menjadi memberi landasan hukum pada kebijakan penggusuran paksa
duri bagi produktivitas sosial ekonomi bangsa. jika komunitas menolak mengosongkan lahan secara sukarela.
Kepolisian sebagai aparat hukum dan keamanan menjadi
Gerbang Kekerasan
representasi negara yang mengeksekusi kebijakan penggusuran.
Mekanisme represif dalam bentuk mobilisasi kekerasan Para anggota komunitas yang mempertahankan diri diposisikan
yang terus direproduksi oleh negara salah satunya berakar pada sebagai kriminal yang tidak taat terhadap hukum positif. Akibat-
praktik hitam-putih hukum positif. Penegakan hukum tentu saja nya bangsa ini sering menyaksikan bagaimana aparat keamanan
sangat penting untuk menciptakan tertib sosial dan politik. Na- negara baik polisi, militer, dan satuan pamong praja, tidak se-
mun demikian praktik hukum positif harus sadar dan sensitif gan-segan memobilisasi kekerasan. Legitimasi legal formal dari
terhadap konteks sosio kultural dari suatu kasus konflik tertentu. pengadilan atas kasus konflik lahan tertentu merupakan gerbang
Terutama pada konteks konflik yang melibatkan kolektivisme kekerasan negara dan swasta terhadap komunitas-komunitas
komunitas seperti kalangan petani dan adat. Kolektivisme ko- adat.
munitas memiliki nalarnya sendiri dalam bentuk struktur kelem-
Pendekatan Non-Peradilan
bagaan sosial dan norma yang harus dimengerti dan didekati
secara manusiawi. Hukum positif sebagai produk modern belum Menurut John Keane (Violence and Democracy, 2004) ne-
tentu telah dipahami dan diterima oleh nalar kolektivisme ko- gara tidak demokratis dicirikan oleh penggunaan kekerasan yang
munitas. ditujukan untuk meneror dan membunuh rakyatnya sendiri un-
Kasus konflik lahan antara komunitas petani atau adat tuk kepentingan-kepentingan sekitar kekuasaan. Seperti mem-
melawan perusahaan, swasta maupun negara (BUMN), pada beri perlindungan pada kelompok bisnis atau kelompok tertentu
kenyataannya sering didekati melalui hukum positif saja. Peme- yang dianggap menguntungkan kekuasaan. Pada konteks kon-
rintah dan perusahaan sering mengabaikan nalar kolektivisme flik lahan di Indonesia, mekanisme represif sering dipersepsikan
komunitas petani dan adat. Sehingga setiap kasus konflik lahan sebagai peristiwa pemihakan kekuasaan terhadap kelompok-ke-
sering dibawa pada prosedur yudisial, yaitu proses peradilan lompok bisnis. Karena pada banyak konflik lahan, komunitas-
negara. Proses yudisial ini seringkali melandaskan pada bukti- komunitas petani dan adat selalu menjadi obyek dari kekerasan
bukti legal seperti surat sertifikat kepemilikan dan HGU (Hak oleh aparat keamanan negara. Para anggota komunitas sering-
Guna Usaha) yang dikeluarkan oleh negara. kali terpaksa melakukan perlawanan terhadap aparat keamanan
Perusahaan selalu menjadi pihak yang mampu menghadir- dengan memobilisasi kekerasan kolektif.
kan bukti-bukti legal tersebut. Sedangkan komunitas yang telah Mekanisme represif yang menjadi gerbang reproduksi ke-
mengelola suatu area lahan berdasarkan sistem adat dan budaya kerasan seperti pada Tragedi Mesuji, harus ditinggalkan dalam
turun temurun hanya memiliki saksi atau cerita kolektif. Proses konteks konflik lahan yang menyertakan kolektivisme komuni-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
74 75
tas. Mekanisme non-peradilan yang mengedepankan dialog dan
negosiasi perlu dilembagakan untuk mencari pemecahan ma-
salah. Kelembagaan tata kelola konflik berbasis dialog dan ne-
gosiasi harus berlangsung setara dan bebas intimidasi dari salah
Bara Konflik Tanah
satu pihak. Peran aparat keamanan pada mekanisme ini adalah
memberikan rasa aman pada seluruh pihak berkonflik.
Proses dialog dan negosiasi seringkali menghasilkan ru- PEMBANTAIAN Mesuji, wilayah Provinsi Lampung, me-
musan-rumusan pemecahan masalah yang disepakati untuk me- nyeruak ruang publik yang sudah sesak oleh seabreg multidi-
ngatasi kepentingan seluruh pihak berkonflik. Karena gagasan- mensi persoalan bangsa. Menurut laporan dari kelompok yang
gagasan alternatif untuk pemecahan masalah bisa muncul selama mengklaim sebagai korban kekerasan negara yang mendatangi
proses dialog dan negosiasi yang damai. Walaupun demikian pra- Komisi III DPR, ada sekitar tigapuluh petani yang dibantai oleh
kondisi yang dibutuhkan adalah komitmen seluruh pihak dalam kelompok berseragam aparat keamanan. Walaupun jumlah pe-
menyelesaikan konflik tersebut. Selanjutnya, David Calckins tani yang meninggal dari korban tersebut kemudian diklarifikasi
dalam artikelnya tentang Conflict Resolution Without Litigation menjadi empat orang setelah diterjunkan Tim Pecari Fakta Ka-
(Calckins, 2009) menyebutkan bahwa aspek legal dimanfaatkan sus Mesuji oleh pemerintah SBY. Pembantaian tersebut berawal
untuk memberi kekuatan pada hasil dialog dan negosiasi agar dari proses perluasan wilayah penggunaan lahan oleh PT. Silva
seluruh pihak bersedia melaksanakan isi kesepakatan. Inhutani pada tahun 2003. Terkuaknya pembantaian tersebut
Tragedi Mesuji tentu bukan satu-satunya kasus konflik ta- memperjelas bahwa masyarakat Indonesia didera oleh bara kon-
nah yang melibatkan kolektivisme komunitas petani dan adat. flik tanah. Persoalan fundamentalnya, masyarakat kecil yang le-
Masih banyak kasus konflik lahan serupa di daerah-daerah In- mah modal seperti komunitas-komunitas adat dan petani gurem,
donesia yang mungkin juga telah memakan korban jiwa. Se- selalu menjadi pihak terkalahkan dalam bara konflik tersebut.
lain mengusut tuntas masalah pelanggaran HAM pada Tragedi Kasus pembantaian Mesuji hanyalah salah satu kasus dari ber-
Mesuji, negara perlu merumuskan kelembagaan mekanisme bagai marjinalisasi represif terhadap masyarakat kecil.
non-peradilan. Kasus konflik lahan yang melibatkan komunitas
Kompleksitas Soal
harus bisa dipecahkan secara humanis dan sensitif pada nalar
kolektivismenya. Jangan sampai negara demokrasi ini diwarnai Pada dasarnya berbagai dimensi konflik tanah senyatanya
oleh berbagai tragedi kekerasan lagi.* gagal dikelola untuk dipecahkan tanpa kekerasan oleh pemerin-
tah republik ini. Indikasinya adalah eskalasi konflik Tanah dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan. Direktorat Konflik Ta-
* Artikel ini pernah dimuat di Jawa Pos, 17 Desember 2011. nah BPN melaporkan konflik tanah yang melibatkan komunitas
pada tahun 2006 ada 322 kasus, tahun 2007 ada 858 kasus, tahun
2008 ada 520 kasus, dan tahun 2009 ada 194 kasus. Kasus-kasus

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
76 77
tersebut menumpuk belum terselesaikan dan cenderung diwar- menjadi area pasar dan pemukiman akar rumput. Konflik mun-
nai oleh kekerasan-kekerasan dalam dinamika konfliknya. Ter- cul ke permukaan ketika perusahaan atau negara ingin melaku-
masuk pada kasus konflik tanah di Mesuji, Lampung. kan pemanfaatan atas lahan.
Konflik Tanah memiliki dimensi-dimensi, seperti konflik Ketiga, keteledoran administrasi Tanah oleh BPN. Pada ka-
tanah komunitas adat melawan perusahaan negara atau swasta, sus di Lampung, satu bidang tanah tertentu bisa memiliki 10-20
konflik tanah komunitas petani gurem melawan perusahaan, ko- sertifikat atas nama orang berbeda. Masing-masing pihak mera-
munitas PKL (pedagang kaki lima) melawan pemerintah kota, sa memiliki hak atas tanah yang telah memiliki sertifikat tanah
sampai konflik antar komunitas desa terhadap area tanah ter- tersebut. Pada dimensi ini, konflik tanah bisa terjadi diantara
tentu. Berdasarkan penelitian penulis terdapat beberapa sebab komunitas petani (horizontal) dan komunitas petani melawan
konflik Tanah yang melibatkan komunitas. perusahaan swasta maupun Negara (vertikal).
Pertama, kejahatan perusahaan (dirty business) atas kontrak Konflik tanah cenderung berlangsung lama (perpetuated
penggunaan lahan yang dimiliki oleh komunitas adat tertentu. conflict), terutama yang melibatkan komunitas-komunitas adat
Menurut para anggota komunitas adat, dalam penelitian lapa- karena mekanisme litigasi selalu dijadikan preferensi menye-
ngan di Kabupaten Tulang Bawang oleh penulis, perusahaan- lesaikan konflik tanah. Perusahaan swasta dan negara lebih
perusahaan perkebunan melakukan peluasan area HGU (Hak memanfaatkan mekanisme litigasi, yaitu memasukkan konflik
Guna Usaha) tanpa persetujuan komunitas adat. Misal area HGU tanah ke pengadilan. Hasil pengadilan seringkali memenang-
dalam kontrak resmi adalah 20.000 ha namun realisasinya men- kan perusahaan karena memiliki dokumen-dokumen legal yang
jadi 30.000 ha. Komunitas adat menduga perusahaan melakukan membuktikan kepemilikan atau hak pengelolaan atas area tanah.
kongkalikong dengan pemerintah untuk menciptakan dokumen Sedangkan komunitas adat, petani, atau PKL terkalahkan karena
“legal” yang memberi lisensi luas area lebih dari kontrak awal kelompok ini hanya memiliki bukti adat seperti cerita atau su-
dengan komunitas adat. Akibatnya anggota komunitas adat dila- rat kesaksian yang tidak diakui oleh pengadilan. Proses litigasi
rang mengelola area lahan tersebut. Mereka terusir dari lahan-la- menyebabkan komunitas kecil seringkali merasa mendapatkan
han wilayah adat yang diklaim sebagai area HGU. Pada dimensi ketidakadilan. Oleh karenanya gerakan-gerakan perlawanan,
kejahatan lain perusahaan sering mangkir membayar ganti rugi dari cara damai sampai kekerasan, untuk mendapatkan kembali
atas penyerahan lahan oleh komunitas. tanah dan keadilan terus dimobilisasi.
Kedua, klaim atas lahan “kosong” antara perusahaan den-
Mekanisme Alternatif
gan komunitas petani. Area tanah HGU yang sudah lewat batas
kontrak atau tidak dikelola perusahaan sering menjadi lahan ko- Jika melihat dari realitas kepemerintahan, bara konflik Ta-
song bertahun-tahun. Kondisi ini menyebabkan komunitas-ko- nah yang terus menyala dan tidak ditemukan pemecahan ma-
munitas petani yang tidak punya lahan mengelola lahan kosong salahnya, disebabkan oleh bad governance seperti administrasi
tersebut. Pola serupa juga sering terjadi di wilayah perkotaan Tanah yang buruk, patron-klien swasta dan pemerintah, apara-
yang mana lahan-lahan kosong kemudian dimanfaatkan untuk tur keamanan yang berposisi sebagai centeng untuk pemodal,

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
78 79
dan pengadilan yang korup. Pengadilan seringkali menjadi me- Bibliografi
kanisme marjinalisasi represif, yaitu “mengalahkan” komuni-
tas-komunitas adat, petani, dan akar rumput lainnya atas nama
Calckins, David. 2009. Conflict resolution without litigation . Diakses
hukum positif. Aparat kepolisian berlandaskan pada keputusan
dari http://ezinearticles.com/?Conflict---Resolution-Without-
pengadilan tersebut, dan bekerjasama dengan institusi pemer-
Litigation&id=2819622 pada 14 Februari 2012.
intah lainnya, melakukan pengamanan dan pembersihan. Pada
gilirannya keputusan pengadilan yang dilindungi hukum positif Freeman, Samuel. 2007. Justice and social contract. Oxford: Oxford
mampu merubah komunitas pencari keadilan sebagai kriminal. University Press.
Mekanisme litigasi atau pengadilan jelas tidak memberi-
Galtung, Johan. 2004. Trancend and transform: An introduction to
kan jaminan pemecahan konflik Tanah dalam konteks transisi
conflict work. London: Pluto Press.
demokrasi Indonesia saat ini. Hal ini karena mekanisme litigasi
buta terhadap aspek historis sosiologis atas kepemilikan dan Keane, John. 2004. Violence and democracy. Cambridge: Cambridge
pengelolaan tanah oleh komunitas. Usulan Komnas HAM awal University Press.
tahun 2004 tentang mekanisme alternatif penyelesaian konflik
tanah melalui pembentukan Komisi Nasional untuk Penyelesaian McAdam, Doug., Tarrow, Sidney., and Tilly, Charles. 2001. Dynamic
Konflik Agraria (Knupka) seharusnya direalisasikan. Pembentu- of contention: Cambridge studies in contentious politics. Cam-
kan komisi ini bersifat temporer selama BPN sebagai lembaga bridge: Cambridge University Press.
yang bertanggung jawab dalam tata kelola konflik Tanah masih Misselwitz, Philip., and Rieniets, Tim. (2009). The city of collision:
belum mampu. Faktanya BPN tidak bisa berbuat banyak karena Jerusalem and the principles of conflict urbanism.
kapasitas kelembagaan dan sumberdaya yang masih lemah.
Tragedi Mesuji hanyalah bagian kecil dari bara konflik Ta- Whithe, Gordon. 1998. Developmental democratic state: Political and
nah Indonesia. Jika Negara terus menerus bersikap keras kepala institutional design. Oxford: Oxford University Press.
dengan mekanisme litigasi, bara konflik Tanah akan terus mem-
Wilmer, Franke. 2002. The social construction of man, state, and war:
besar. Produktivitas sosial ekonomi bangsa dan keadilan bagi
Identity, conflict, and violence in former Yugoslavia. UK: Rout-
seluruh rakyat Indonesia dipertaruhkan.*
ledge.

Zartman, William, I. 2009. The sage conflict resolution handbook.


* Artikel ini pernah dimuat di Koran Tempo, 21 Desember 2011. London: Sage.

Media

Detiksurabaya.com. (1 Agustus 2010). Pemkot gusur 9 lokasi selama

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
80 81
2009. http://us.surabaya.detik.com/read/2010/01/08/095150/12
74043/466/pemkot-gusur-9-lokasi-selama-2009.

Kompas.com. (20 September 2011). Hektar Lahan Dalam Status Kon-


flik. Diakses pada 15 Maret 2012 dari http://regional.kompas.
com/read/2011/09/20/05535858/3.400.Hektar.Lahan.Dalam.
Status.Konflik.

Kompas.com (27 Februari 2012). Panglima TNI: Konflik Mesuji Dipicu BAB III
SMS Gelap. Diakses 18 Maret 2012 dari http://regional.kompas.
com/read/2012/02/27/18082797/Panglima.TNI.Konflik.Mesuji.
Dipicu.SMS.Gelap.

Tempo interaktif. Korban Priok. (23 April 2010). Korban. Diakses

Konflik Horizontal
pada 18 Maret 2010 dari http://www.tempo.co/read/news/2010/
04/23/082242834/Korban.

dan
Terorisme

Negara Gagal Mengelola Konflik


82
Konflik Kaum Advokat

KEPUTUSAN Mahkamah Agung (MA) yang menyebut hanya


advokat anggota Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) yang
bisa disumpah telah memicu protes advokat anggota KAI (Kon-
ferensi Advokat Indonesia). Advokat KAI beraksi anarkhis di
kantor MA dalam protesnya sehingga menyebabkan kerusakan
pada sebagian kantor (JP, 16/7). Perselisihan ini terjadi karena
protes dari anggota Konferensi Advokat Indonesia mengenai
keputusan MK tentang wadah tunggal bagi advokat. Pihak dari
KAI berpendapat bahwa ketentuan untuk wadah tunggal ini ber-
tentangan dengan UUD 1945 pasal 28 E ayat 3, pasal 28 D ayat
1, serta pasal 27 ayat 2 mengenai kebebasan untuk berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Selanjutnya, pihak dari
KAI berpendapat bahwa ketentuan wadah tunggal menimbulkan
kerugian konstitusional dimana ada perbedaan perlakuan hukum
karena perbedaan organisasi profesi (Kompas, 9/3/2011).
Advokat KAI menganggap keputusan MA sebagai keputu-
san yang sangat merugikan advokat yang tidak tergabung dalam
Peradi, dan menganggap keputusan tersebut adalah keputusan
yang diskriminatif, sehingga anggota KAI melakukan tinda-
kan anarkis saat mengajukan protes terhadap MA. Anarkhisme
yang jelas melanggar aturan hukum dari sebagian kaum advokat
tersebut merupakan paradoks mengenaskan dari identitas kelom-
pok profesi yang memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang
hukum. Jika kaum advokat yang dipandang sebagai salah satu
garda penegakan hukum tidak enggan melanggar aturan hukum,
bagaimana nasib hukum di negeri ini? Jika nasib penegakan hu-

Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia


85
kum saja tidak tentu, negeri ini semakin kesulitan membangun diseminasi wacana sadar hukum dan pembuatan kurikulum ke-
masa depan perdamaian dan keadilan yang menjadi esensi dari wargaan. Secara normatif dimensi pendidikan ini sudah berlang-
sistem hukum. sung. Namun dalam sosiologi hukum, faktor keteladanan dalam
mempraktikan penegakan hukum menjadi faktor penentu bagi
Peran Advokat
keberhasilan ayunan transformatif tersebut. Pada konteks inilah
Advokat secara ideal dimasukkan sebagai kategori pro- keteladan kaum advokat sangat dibutuhkan oleh bangsa ini.
fesi bergengsi dalam melakukan konsolidasi demokrasi yang Kaum advokat oleh Dennis Debbaudt dalam Autism, advo-
dicirikan oleh sistem hukum yang kuat dan bekerja secara ideal. cates and law enforcement professionals (2002) disebut sebagai
Karena profesi ini dianggap mampu mendorong berbagai pihak kelompok menengah esensial bagi penegakan hukum. Karena
yang terlibat dalam proses perjuangan kepentingan untuk mengi- pada kaum advokatlah sebenarnya hukum bisa dihidupkan dari
kuti semua aturan main dalam sistem hukum. Beberapa tujuan kode-kode positifnya menjadi praktik yang mengakar dalam ke-
normatif hukum yang umum dipahami dalam konteks sosiolo- hidupan sehari-hari manusia. Alasannya sederhana saja, kaum
gis adalah menciptakan keteraturan, ketertiban, dan keamanan. advokat mengetahui apa itu hukum dan cara menggunakannya.
Sehingga esensi hukum adalah menciptakan perdamaian kom- Sehigga harapan besar pada ayunan transformatif memang ba-
prehensif yang ditandai oleh absennya aktivitas kekerasan dan nyak dipengaruhi oleh keteladanan kaum advokat dalam praktik
hadirnya keadilan (Jeong, 2003). penegakan hukum.
Aktivitas nir kekerasan dan keadilan sebagai esensi dari
Kepentingan Greedy
suatu bentuk hukum, terutama dalam konteks hukum demokrasi,
hanya bisa direalisasikan manakala sistem hukum benar-benar Persoalannya lanjut Debbaudt (2002) advokat tidak pernah
ditaati oleh seluruh aktor. Baik aktor pemerintahan, masyara- imun dari kepentingan serakah (greedy) yang seringkali bersum-
kat sipil, maupun pasar. Sistem hukum yang tidak berjalan se- ber pada godaan uang. Akibatnya advokat bisa terbelah menjadi
bagaimana mestinya selalu memberi dampak pada ketidakadi- advokat hitam dan putih. Advokat hitam adalah kelompok yang
lan pada banyak pihak. Seperti perusahaan yang tidak taat pada bisa saja memainkan atau bahkan keluar dari kode-kode hukum
hukum dengan menghindari wajib pajak. Ketidakadilan akan untuk kepentingan memperoleh kekayaan. Sebaliknya advokat
menggelombang karena pajak adalah sumber dana pembangu- putih adalah kelompok yang memiliki idealisme bahwa hukum
nan untuk masyarakat luas. Pada tujuan mendasar sistem hukum harus ditaati dan ditegakkan demi keadilan. Kepentingan greedy
dalam negara demokrasi inilah kemudian sangat dibutuhkan sebenarnya tidak hanya menjadi noktah hitam kaum advokat.
para aktor yang sadar dan taat pada hukum. Namun peran strategis advokat dalam penegakan hukum men-
Namun kondisi ideal berkerjanya sistem hukum tersebut jadikan kepentingan greedy kelompok ini sangat esensial bagi
membutuhkan ayunan transformatif, yaitu proses menciptakan hidup matinya sistem hukum.
aktor-aktor yang taat pada hukum. Ayunan transformatif ini Kasus protes anarkhisme kaum advokat di kantor MA bebe-
bisa dalam bentuk pendidikan dalam variasi metodenya. Seperti rapa waktu lalu memang tidak bisa begitu saja disinyalir sebagai

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
86 87
hadirnya kepentingan greedy diantara kaum advokat. Namun
demikian, anarkhisme adalah salah satu simpton dari kepenting-
an greedy yang sedang diperjuangkan. Tanda dari kepentingan
Ingatan Kolektif
greedy menurut studi konflik adalah tindakan keras kepala dan
kekerasan. Sebagaimana aksi protes sebagian advokat beberapa Permusuhan
waktu lalu di kantor MA. Jika memang ada kepentingan greedy
diantara kaum advokat Indonesia, tampaknya penegakan hukum
dan penciptaan keadilan ada di ujung tanduk. Bisa dibayangkan, BENTROK kekerasan pecah pada hari minggu 11 September
ketika kaum advokat dijangkiti oleh kepentingan greedy, berapa 2011 antara dua kelompok warga di Ambon akibat dipicu oleh
banyak kode-kode hukum dikhianati? Berapa banyak keadilan meninggalnya tukang ojek yang disangka korban penganiyaan.
akan layu dari tangkai sistem hukum? Pada saat bersamaan, Mobilisasi dua kelompok warga pun tak terhindar dalam serang
publik mendapatkan keteladanan yang tidak baik dalam hal ti- batu dan perusakan kendaraan-kendaraan yang dipersepsi mi-
dak menaati hukum. Sehingga ketidakadilan akibat dari tidak lik lawan. Puluhan orang mengalami luka-luka dan sudah tiga
bekerjanya hukum akan tumbuh merata di negeri ini. orang dikabarkan tewas terkait bentrok kekerasan itu. Menurut
Protes anarkhis kaum advokat di kantor MA, telah menun- Tempointeraktif (12/09/2011), situasi ketegangan sempat me-
jukkan wajah kaum advokat yang sebenarnya. Sehingga sulit ngalami penurunan, namun kembali terjadi peningkatan dengan
diprediksi masih berapa lama lagi sistem hukum di Indonesia ditandai pengumpulan massa di ruas-ruas jalan Kota Ambon.
benar-benar bisa ditegakkan. Menetralisir kepentingan greedy di Pada dasarnya, bentrok kekerasan menjadi mudah pecah
kalangan kaum advokat bukan merupakan pekerjaan yang mu- dalam masyarakat Ambon karena isu yang membangkitkan i-
dah. Wacana publik mengenai pentingnya peran advokat dalam ngatan kolektif komunitas. Rusuh pada tahun 1999-2003 meru-
penegakan hukum bisa menjadi kontrol sosial pada advokat. Na- pakan ingatan kolektif yang masih tersimpan di struktur kesa-
mun proses netralisir itu akan kembali invidu-individu advokat. daran komunitas-komunitas Ambon. Ingatan tentang peristiwa
Apakah mereka memiliki komitmen menciptakan keadilan me- terbunuhnya anggota keluarga, sahabat, tetangga, dan para ang-
lalui penegakan hukum di Indonesia atau tidak.* gota komunitas, serta ingatan tentang hancurnya fasilitas identi-
tas seperti rumah ibadah, sekolah dan pasar. Letupan kekerasan
sosial masyarakat Ambon sangat terkait erat dengan ingatan
kolektif tentang permusuhan yang terbangun mapan dalam
sistem sosialnya.

Ingatan Kolektif

Peristiwa konflik kekerasan secara kolektif selalu disimpan


sebagai pengalaman, dan direproduksi sebagai pengetahuan yang

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
88 89
diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Sehingga Ambon, meninggalnya tukang ojeg dari anggota satu komunitas
setiap generasi yang mungkin tidak mengalami peristiwa itu menyebabkan peristiwa persinggungan. Sebelum terjadi bentrok
pun menyimpan gambaran-gambaran ‘cinematik’ yang dibubuhi kekerasan, masing-masing komunitas kemungkinan mengeks-
oleh proses justifikasi. Yaitu pembenaran tentang posisi, tinda- plorasi secara cepat ingatan kolektif tentang ‘musuh’ dengan
kan, dan alasan-alasan subyektif ketika peristiwa berlangsung. stigma-stigma seperti jahat, kotor, serakah, atau kafir.
Misal, kelompok tertentu membunuh anggota kelompok lain Fase selanjutnya adalah terjadinya mobilisasi bahasa yang
karena dalam posisi terdesak dan teraniaya, sehingga melakukan mana individu-individu komunitas mengirimkan bahasa terse-
pembelaan dengan cara membunuh ‘musuh’ yang menyerang. but pada invidu komunitas ‘musuh’. Selain itu mobilisasi bahasa
Selain itu, proses justifikasi selalu menempatkan kelompok muncul dalam bentuk tindakan simbolik dengan merusak ken-
sendiri sebagai pembela kebenaran dan pahlawan. Sedangkan daraan-kendaraan yang dianggap merepresentasikan komunitas
kelompok lain adalah musuh, jahat, dan selalu berperilaku salah. musuh. Secara sosial proses eksplorasi ingatan kolektif, mobili-
Ingatan kolektif ini terus ada di setiap individu anggota komuni- sasi bahasa, dan tindakan simbolik berlangsung secara simul-
tas, dibawa dalam dunia hidup sehari-hari. tan dan dialektis diantara kedua komunitas berbeda. Sehingga
Walaupun ingatan kolektif tidak hanya berproses dari peris- mampu menciptakan eskalasi konflik dengan pemberdayaan
tiwa-peristiwa kekerasan, seperti peristiwa saling menolong, alat-alat kekerasan. Apalagi jika struktur sosial, seperti lembaga
menghormati, dan memelihara kebersamaan dalam perbedaan. adat, agama, dan lembaga pemerintah, gagal melakukan mediasi
Namun ingatan kolektif dari peristiwa kekerasan yang memba- dari mobiliasasi bahasa dan tindakan simbolis yang berlangsung
ngun kesadaran tentang kelompok lain sebagai musuh yang secara cepat.
mengancam dan berbagai gambaran negatif lainnya cenderung
Menghapus Enemy Images
lebih mudah termanifestasikan dalam kondisi lingkungan ter-
tentu. Pada banyak kasus konflik di dunia, ingatan kolektif ke- Bentrok kekerasan yang dipicu oleh meninggalnya satu ang-
kerasan sangat rentan termanifestasi dalam kondisi kemiskinan, gota komunitas menjadi indikator dari masih kuatnya ingatan
kelangkaan sumberdaya kebutuhan hidup, pendidikan rendah, kolektif permusuhan. Masyarakat Ambon selama ini mungkin
dan segregasi sosial. selalu membawa ingatan kolektif tersebut kedalam interaksi
Lorenzo Magnani (Understanding Violence, 2011) me- sosial sehari-hari walaupun berlangsung agak samar. Rekon-
ngungkapkan ingatan kolektif yang menyimpan peristiwa, stig- siliasi yang dulu pernah tercapai melalui berbagai pertemuan
ma, dan persepsi selalu diungkapkan melalui bahasa. Peristiwa pemimpin tampaknya belum mampu menghapus ingatan kolek-
sosial yang menjadi persinggungan tidak mengenakkan diantara tif permusuhan tersebut. Sehingga bisa disaksikan bagaimana
dua anggota komunitas berbeda, cenderung diikuti oleh mobi- komunitas-komunitas dalam masyarakat Ambon masih sangat
lisasi bahasa. Bahasa adalah seperti pisau yang bisa menyakiti rentan terlibat kedalam bentrok kekerasan kolektif.
dan melukai individu komunitas lain melalui sayatan stigma Menurut ilmuwan konflik dan perdamaian Marshall Rosen-
identitas dan tindakan simbolis. Pada kasus bentrok kekerasan di berg (Speak Peace, 2005), komunitas-komunitas dalam ma-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
90 91
syarakat yang pernah mengalami peristiwa konflik berdarah ini akan terus panen bentrokan kekerasan berdarah.*
sering terbangun tiga karakter, yaitu menyalahkan, menstigma,
dan komunikasi kekerasan. Karakter tersebutlah yang membuat
masyarakat Ambon mudah terpancing melakukan bentrok ke- * Artikel Ingatan Kolektif Permusuhan ini pernah dimuat
di Koran Tempo, 14 September 2011.
kerasan kolektif melalui pemicu tertentu. Proses merubah karak-
ter masyarakat pasca konflik kekerasan tersebut adalah dengan
membersihkan gambaran komunitas lain sebagai musuh (enemy
images) dari ingatan kolektif komunitas. Upaya menghapus ini
bisa dilakukan melalui pendidikan perdamaian dengan meman-
faatkan sekolah, pertemuan warga dengan fasilitasi pemerintah
dan organisasi sipil, dan berbagai kegiatan sosial multikultural.
Selain upaya menghapus enemy images dari ingatan kolek-
tif komunitas-komunitas masyarakat Ambon melalui pendidikan
perdamaian, pemerintah harus memperhatikan aspek kondisi
lingkungan yang membutat ingatan kolektif permusuhan lebih
dominan. Yaitu kondisi perekonomian, pendidikan, dan ma-
salah keadilan sosial dalam setiap kebijakan pembangunan. Jika
ditelisik lebih jauh, anggota-anggota komunitas yang di dalam
bentrok kekerasan cenderung dari kelompok akar rumput yang
miskin dan berpendidikan rendah.
Bentrok kekerasan antar komunitas yang melibatkan i-
ngatan kolektif permusuhan harus ditangani secara serius, ter-
padu dan sistematis. Upaya menghapus atau paling tidak mengu-
rangi ingatan kolektif permusuhan perlu menjadi agenda penting
negara, yaitu melalui pendidikan perdamaian dan membangun
kualitas sosial ekonomi masyarakat. Kasus bentrok kekerasan di
Ambon tahun ini merupakan peringatan keras pada pemerintah
bahwa daerah-daerah lain yang memiliki ingatan kolektif per-
musuhan tentu rentan bentrok kekerasan berdarah juga. Daerah-
daerah rentan kekerasan seperti Papua, Poso, Kalimantan, dan
Aceh perlu mendapat perhatian khusus. Jika tidak ada kebijakan
komprehensif untuk menanganinya, bukan hal mustahil negeri

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
92 93
Jejak Konflik

Identitas dan Pasca bentrok kekerasan dua komunitas, kepolisian mem-


buru provokator. Tujuannya agar tindakan penyebaran isu-isu
Jalan Perdamaian yang memancing mobilisasi kekerasan massa bisa dihentikan.
Istilah provokator sering dimanfaatkan kepolisian ketika kon-
flik kekerasan terjadi pada banyak kasus di berbagai daerah In-
donesia. Kepolisian menunjuk provokator sebagai pihak yang
Konflik kekerasan pecah kembali di Ambon manise pada 11
memperkeruh situasi konflik merupakan keyakinan yang harus
September 2011 yang menyebabkan rusaknya fasilitas publik,
diklarifikasi lebih jauh, terutama pada konteks konflik. Provo-
puluhan luka-luka, dan beberapa orang tewas. Selain itu ribuan
kator sering dimaknai sebagai individu atau kelompok yang
warga terpaksa menjadi pengungsi untuk menghindari eskalasi
menghasut kemarahan massa demi tujuan-tujuan tertentu, secara
kekerasan yang lebih mengerikan seperti peristiwa berdarah 12
ekonomi politik, dari terciptanya konflik kekerasan. Pada ke-
tahun silam. Aparat keamanan gabungan kepolisian dan TNI
nyataannya eksistensi kelompok provokator memang ada dalam
diterjunkan untuk mencegah kekerasan makin parah. Situasi ter-
banyak dinamika relasi sosial. Namun terlampau menekankan
akhir memperlihatkan deeskalasi kekerasan dari dua komunitas.
sebab mobilisasi kekerasan adalah ulah provokator akan me-
Walaupun situasi stabil tersebut lebih dipengaruhi oleh operasi
nyebabkan pengaburan akar masalah dari dinamika konflik ke-
keamanan daripada kesadaran komunitas terhadap realisasi per-
kerasan. Karena yang disangka sebagai “provokator” bisa saja
damaian. Hal ini disebabkan oleh realitas sosial bahwa relasi an-
merupakan anggota komunitas biasa, tidak memiliki pretensi
tar identitas komunitas-komunitas Ambon masih mengandung
politis untuk memprovokasi. Akan tetapi melalui posisi berpe-
bara permusuhan.
ngaruhnya dalam struktur sosial, sosok tersebut melakukan mo-
Selama periode paska kerusuhan berdarah 1999-2002 di-
bilisasi massa untuk pembelaan atau dendam kolektif.
namika konflik identitas di Ambon tidak muncul sebagai kon-
Secara historis komunitas-komunitas di dalam masyara-
flik kekerasan, namun lebih termanifestasi dalam bentuk-bentuk
kat Ambon memiliki jejak-jejak konflik kekerasan yang sangat
konflik keseharian seperti rivalitas ekonomi di pasar, di kantor,
panjang bahkan sejak sebelum negara bangsa Indonesia lahir.
atau bahkan di sekolah-sekolah. Pada saat ada pemicu, seperti
Sebelum kemerdekaan sampai di masa kemerdekaan, masyara-
isu terbunuhnya anggota dari komunitas tertentu maka relasi
kat Ambon telah tersegregasi secara identitas dan terlibat dalam
konflik identitas keseharian bisa mengalami perubahan bentuk,
dinamika konflik kekerasan antar komunitas. Eksistensi ‘pela
yaitu dari konflik tanpa kekerasan menjadi konflik kekerasan
gandong’ yang lahir sebelum republik ini berdiri dan pela-pela
kolektif. Realitas konflik identitas yang masih tertanam kuat
lainnya di desa-desa Ambon adalah bukti tentang eksistensi
dalam dalam struktur sosial masyarakat Ambon jelas membu-
konflik identitas cukup kuat. Pada awal kemerdekaan konflik
tuhkan upaya penanganan komprehensif dari pemerintah.
identitas membaur dengan kepentingan elite-elite politik yang

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
94 95
melakukan pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) konflik antar komunitas. Namun pernyataan tersebut dipatahkan
terhadap pemerintah pusat. RMS berdiri pada 25 April 1950 oleh dinamika kekerasan terakhir pada 11 September 2011 yang
dibawah pimpinan dr. Chris Soumokil. Pada periode transisi de- sesungguhnya dipicu oleh salah informasi.
mokrasi, antara 1999-2003, konflik identitas kembali pecah de-
Upaya Komprehensif
ngan isu etno-relijius. Organisasi FKM (Front Kedaulatan Ma-
luku) muncul pada tahun 2000 setelah eskalasi kekerasan pada Pada saat satu komunitas mempersepsi bahwa anggotanya
tahun 1999. Keterkaitan antara RMS dan FKM masih diragukan telah menjadi korban dari komunitas lain, hal tersebut sangat
oleh beberapa kalangan walaupun memiliki tujuan yang sama. berkaitan dengan relasi antar identitas yang sudah buruk. Sam-
Namun demikian dari tahapan dinamika konflik Ambon pada ta- pai saat ini aktivitas-aktivitas keseharian seperti di pasar atau
hun 1999-2003, kepentingan politik muncul setelah konflik ke- kantor kerja adalah arena konflik antar identitas yang masih kuat
kerasan antar kelompok identitas pecah. Hal tersebut menanda- walaupun tidak mewujud dalam konflik kekerasan. Pada konteks
kan bahwa konflik kekerasan sebenarnya memang berakar dari konflik kekerasan 11 September 2011 di Ambon, Salah satu ang-
kondisi riil relasi rentan antar kelompok-kelompok identitas. gota komunitas yang tewas di wilayah komunitas lain, kemudian
Pasca kekerasan identitas antara tahun 1999-2003, ma- dengan mudah dikaitkan dengan konflik-konflik identitas dalam
syarakat Ambon hidup dalam situasi sosial yang “harmoni”. aktivitas keseharian.
Namun, ilmuwan studi konflik Oliver Ramsbotham dalam Mobilisasi massa untuk melakukan balas dendam pun tidak
Transforming Violent Conflict mengingatkan bahwa sifat sosial terhindarkan karena sifat solidaritas kelompok identitas yang
masyarakat multi identitas yang pernah mengalami konflik ke- bersifat komunal. Yaitu kesetiaan pada kelompok yang diwujud-
kerasan, cenderung tidak terbuka, yaitu dengan cara menutupi kan dengan kesediaan diri anggota kelompok untuk ikut serta
perasaan dan persepsi yang sebenarnya (Ramsbotham, 2010). dalam mobilisasi kekerasan. Sehingga pada analisis ini mobili-
Karena bangunan persepsi yang sesungguhnya di dalam struktur sasi kekerasan bukan merupakan produk provokator semata,
kesadaran komunitas telah mengakar kuat, terbentuk sejak be- melainkan produk dari masih kuatnya realitas konflik identitas
lajar menyebut nama dan menentukan antara siapa teman atau di Ambon.
lawan. Untuk itulah upaya membangun rekonsiliasi damai de- Konflik kekerasan berbasis identitas selalu membutuhkan
ngan mengubah persepsi antar identitas seringkali hanya mampu penanganan khusus dan intensif karena sifat komplesitasnya.
menyentuh lapisan permukaan. Individu komunitas berkata baik Pada berbagai pengalaman konflik dan kekerasan identitas di
di ruang formal, namun di ruang internal komunitas bisa saja dunia, proses rekonsiliasi permanen membutuhkan waktu yang
berlangsung secara terbalik. Hal tersebut terbukti pada kasus cukup panjang. Sebagian bahkan selalu gagal seperti kasus di
terakhir, tewasnya salah satu anggota komunitas secara spontan Irlandia Utara dengan konflik antara dua identitas kelompok
dipersepsi sebagai korban dari kelompok identitas lain. Padahal agama Katolik dan Kristen. Jika memahami kekerasan dalam
komunitas-komunitas di dalam masyarakat Ambon telah mem- masyarakat Ambon sebagai fakta dari adanya konflik identitas
beri pernyataan bahwa setiap konflik antar individu bukanlah maka pemerintah seharusnya menciptakan upaya komprehen-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
96 97
sif melalui kebijakan dan aksi yang terencana. Beberapa upaya semua pemerintah daerah. Hal ini mengingat Indonesia memiliki
tersebut mencakup menciptakan rekonsiliasi permanen, pem- masyarakat majemuk yang rentan oleh konflik dan kekerasan.*
bentukan mekanisme khusus keamanan, dan kebijakan pemba-
ngunan sosial ekonomi yang berkeadilan.
Proses rekonsiliasi tidak bisa berlangsung dalam beberapa * Artikel Identitas dan Jalan Perdamaian ini pernah dimuat
di Koran Seputar Indonesia, 14 September 2011.
kali tatap formal dan deklarasi perjanjian damai. Karena rekon-
siliasi lebih bersifat melakukan peningkatan kualitas komuni-
kasi dan kesalingpahaman diantara anggota-anggota komunitas.
Sehingga perlu ada upaya khusus secara terus menerus yang di-
tujukan untuk meningkatkan komunikasi dan kesalingpahaman
diantara kelompok-kelompok identitas.
Sedangkan mekanisme keamanan khusus berkaitan dengan
metode pencegahan aksi kekerasan di daerah seperti masyarakat
Ambon sangatlah urgen. Salah satu konsep mekanisme khusus
keamanan tersebut adalah dengan menciptakan community po-
licing yang mana komunitas-komunitas ikut aktif menjaga ke-
amanan sosial. Melalui model community policing, polisi akan
dibantu oleh masyarakat mengidentifikasi ‘provokator’ atau
individu-individu yang cen-derung berpotensi memobilisasi ke-
kerasan kolektif. Selanjutnya, meningkatkan kesejahteraan so-
sial ekonomi masyarakat melalui kebijakan pembangunan yang
baik adalah pondasi bagi upaya mereduksi potensi kekerasan.
Karena pada kecenderungannya, semakin sejahtera masyarakat
maka perilaku kekerasan kolektif yang membahayakan diri dan
keluarga bisa tereduksi.
Upaya-upaya komprehensif tersebut sebagian sudah dimu-
lai oleh pemerintah dan masyarakat sipil. Namun kejadian kon-
flik identitas dan kekerasan di Ambon pada 11 September 2011
mengindikasikan bahwa upaya tersebut masih belum optimal
dalam mentransformasi konflik identitas di Ambon. Kasus kon-
flik kekerasan antar kelompok identitas di Ambon merupakan
pengalaman yang harus dipelajari oleh pemerintah pusat dan

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
98 99
Agresivisme dan
Situasi Konflik

Istilah situasi dalam ilmu sosiologi merujuk pada keadaan

Ketidakhadiran Negara sosial khusus dari berbagai relasi sosial yang di dalamnya ter-
kandung sikap, persepsi, dan praktik tertentu secara timbal ba-
lik. Seperti relasi sosial persahabatan, pekerjaan, percintaan,
sampai relasi konfliktual. Suatu relasi sosial disebut berada
MASYARAKAT madani adalah cita-cita dalam sistem de- dalam situasi konflik ketika sikap, persepsi, dan praktik tertentu
mokrasi yang di dalamnya ada keteduhan dan kedamaian atas antara individu atau komunitas diorientasikan untuk melakukan
kemajemukan identitas. Sehingga masyarakat bisa bernafas dan persaingan dan mengalahkan demi tujuan tertentu. Situasi kon-
bekerjasama dalam relasi sosial yang kontruktif bagi kemajuan flik selalu menjadi situasi khusus keseharian masyarakat dengan
hidup berbangsa. Namun demikian, demokrasi Indonesia masih tingkat dan dimensi berbeda. Sosiologi konflik selalu mereko-
menghadapi tantangan yang tidak ringan, yaitu kekerasan kolek- mendasikan adanya penanganan aktif baik oleh pihak berkonflik
tif yang masih kuat menjadi pilihan rasional sebagian kelompok dan pihak ketiga netral pada situasi konflik. Kepentingan fun-
identitas. Sebagaimana pada tragedi Cikeusik Banten beberapa damental dari penanganan aktif ada dua, yaitu mendorong ter-
waktu lalu yang dilatarbelakangi oleh sentimen keagamaan an- ciptanya situasi konflik yang non kekerasan dan kemungkinan
tara minoritas Ahmadiyah dan mayoritas Muslim itu kembali pemecahan masalah yang menguntungkan bagi seluruh pihak
memperlihatkan jalan terjal mewujudkan masyarakat madani. berkonflik.
Kondisi ini merupakan tanggung jawab kebangsaan untuk me- Setiap situasi konflik tertentu selalu menawarkan kemung-
nemukan jalan keluar yang relevan dalam kontur budaya dan kinan lahirnya kekerasan dari satu atau dua belah pihak berkon-
keadilan sosial masyarakat Indonesia. flik. Seperti pada situasi konflik antara komunitas Islam sunni
Kejadian yang terjadi pada hari Minggu, 6 Februari 2011 dan komunitas Ahmadiyah secara empiris telah mereproduksi
tersebut telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa sebanyak 4 relasi konflik kekerasan. Korban lebih banyak terjadi pada ko-
orang, 2 orang yang mengalami luka parah akibat benda tajam, munitas Ahmadiyah yang merupakan anggota sosial minoritas
serta 6 orang yang menderita luka-luka lainnya. Bentrok antara dalam sistem sosial Indonesia. Flannery (Violent Behavior and
warga Cikeusik dan penganut Ahmadiyah dipicu oleh adanya Aggression, 2007) memastikan bahwa kekerasan yang sampai
aktifitas dari penganut Ahmadiyah yang semakin meluas dan pada taraf penyiksaan (torture) dan pembunuhan pihak lawan
mengadakan pertemuan yang mengundang penganut Ahmadi- seringkali dilandasi oleh dimensi sosiologis seperti doktrin,
yah dari berbagai wilayah di Jawa Barat. Aktifitas ini diang- dendam, dan kondisi terlepasnya kesadaran dari sistem norma-
gap oleh masyarakat sekitar sebagai kegiatan yang meresahkan tif masyarakat. Beberapa dimensi tersebut pada situasi konflik
dan dianggap sesat, sehingga masyarakat menyerang penganut merupakan akar dari perilaku agresivisme dari pihak-pihak
Ahmadiyah.(KOMPAS 6/2/11). berkonflik yang mampu mereproduksi kekerasan satu arah mau-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
100 101
pun timbal balik. situasi konflik yang di dalam terkandung agresivisme. Berbagai
Pada kasus kekerasan di Cikeusik Banten, lebih dari seribu kasus kekerasan yang terulang antara dua komunitas seolah
massa komunitas Islam sunni mendatangi rumah komunitas Ah- memperjelas ketidakhadiran negara sebagai pihak yang memi-
madiyah. Pecahnya kekerasan dan korban dari dua belah pihak liki kewajiban melakukan penanganan aktif. Sedangkan Surat
adalah bagian dari beroperasinya agresivisme yang dominan Keputusan Bersama SKB menteri agama, menteri dalam negeri,
dalam situasi konflik dua komunitas selama ini. Namun komu- dan kejaksaan tentang komunitas Ahmadiyah merupakan jalan
nitas yang secara kuantitas jauh lebih besar selalu merupakan pintas kekuasaan yang kedodoran. Karena SKB tersebut hanya
pihak yang paling menentukan apakah agresivisme dioperasi- memberi kewajiban pada satu komunitas berkonflik (komunitas
kan atau tidak dalam situasi konflik. Sedangkan minoritas selalu Ahmadiyah) daripada memberi mandat dilembagakannya pe-
menjadi pihak yang bertahan dan terkorbankan. Pada konteks nanganan aktif pada situasi konflik antara Muslim dan komuni-
kasus sosiologi konflik tersebut semestinya ada pihak yang se- tas Ahmadiyah.
cara politik netral dan bertanggung jawab melakukan penanga- Negara melalui pemerintah eksekutif dan para elitenya bisa
nan aktif agar tidak terjadi korban, yaitu negara. melakukan kerja bakti dengan mengeluarkan kebijakan pena-
nganan aktif yang mereduksi dimensi agresivisme dan mencip-
Ketidakhadira Negara
takan mekanisme dialog untuk pemecahan masalah. Langkah
Pada media massa kepolisian menyebutkan sudah adanya mereduksi agresivisme bisa dimulai dengan mereduksi per-
upaya melakukan pencegahan terjadinya konflik kekerasan de- nyataan-pernyataan pemerintah sendiri mengenai posisi komu-
ngan menahan salah satu anggota komunitas Ahamdiyah. Na- nitas Ahmadiyah. Selama ini ada kesan bahwa pemerintah pun
mun kepolisian tidak menduga bahwa ada sekitar lima belas melakukan penyalahan pada eksistensi organisasi Ahmadiyah.
anggota komunitas Ahmadiyah datang dan tinggal di lokasi Menurut Marshal Rosenbergh (2003) tindakan menyalahkan ke-
kasus kekerasan. Alasan ini tentu saja terkesan dangkal dan tika tidak ada kesempatan satu pihak berbicara dan menjelaskan
mencoreng kemampuan intelejen kepolisian. Apalagi selama ini adalah bentuk komunikasi kekerasan. Sangat disesali tentunya
kepolisian mampu melacak jejaring terorisme yang sedemikian jika pemerintah telah menciptakan komunikasi kekerasan pada
tersembunyi. Lantas mengapa adanya gerakan lima belas ang- warganya.
gota komunitas Ahmadiyah kepolisian tidak mampu mendetek- Masalah eksistensi organisasi dan paham Ahmadiyah dalam
si? Terlepas dari alasan ini, lembaga kepolisian hanya salah satu konteks sistem sosial masyarakat Indonesia yang memang ma-
dari lembaga negara yang seharusnya memberikan penanganan yoritas muslim perlu diselesaikan melalui dialog terbuka. Ko-
aktif pada situasi konflik komunitas Islam sunni dan komunitas munitas Ahmadiyah dan organisasinya dan representasi Muslim
Ahmadiyah. sunni seperti organisasi NU dan Muhammadiyah harus diperte-
Situasi konflik tersebut tidak hanya mencakup kasus di mukan dalam satu dialog guna menemukan pemecahan masalah.
Cikeusik Banten namun secara nasional. Saat ini jelas bahwa Keputusan dari dialog tersebut mungkin belum tentu langsung
komunitas Islam sunni dan komunitas Ahmadiyah berada dalam diterima pada level akar rumput, namun demikian merupakan

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
102 103
kebijakan awal yang berpotensi menciptakan perdamaian. Jika
negara tidak melakukan proses ini, negara dan para elitenya bisa
dituduh melakukan instrumentasi situasi konflik untuk kepenti-
Memperjuangkan
ngan politik tertentu. Seperti demi pengalihan isu pemberantasan
korupsi misalnya. Karena proses penanganan aktif ini sebenar- Praktik Perdamaian
nya bisa direalisasikan jika visi kekuasaan adalah benar-benar
menciptakan masyarakat madani yang teduh dan harmoni.
Masyarakat Indonesia yang majemuk oleh agama, etnis, AKSI kekerasan masih belum reda dengan mengambil isu
identitas dan golongan adalah realitas tak terbantahkan. Reali- sentimen keagamaan di Malaysia. Beberapa gereja dirusak oleh
tas kemajemukan ini menjadi kekayaan dalam menciptakan ma- massa yang marah atas keputusan pengadilan tinggi Malaysia
syarakat madani jika negara hadir dalam penanganan aktif pada mencabut pelarangan penggunaan kata Allah untuk agama Kris-
berbagai situasi konflik. Sehingga konflik bukanlah situasi yang tiani. Andai saja Gus Dur masih hidup, mungkin dia akan bi-
carut marut oleh kekerasan, namun situasi yang produktif oleh lang pada komunitas Islam sendiri, ‘Gitu saja kok repot!” Salah
praktik perdamaian.* satu makna retorika favorit tersebut dalam konteks ini bisa saja;
“mengapa harus repot-repot melakukan kekerasan jika bicara
baik-baik bisa dilakukan?”
* Artikel ini pernah dimuat di Koran Tempo, 12 Februari 2011.
Pilihan Rasional

Kekerasan adalah produk rasional, demikian filosof klasik


Thomas Hobbes meyakininya. Karena kekerasan digunakan
sebagai sarana (means) untuk mencapai tujuan oleh kelompok-
kelompok sosial yang berkontestasi atas sumberdaya dan iden-
titas dalam masyarakat. Jika merujuk pada filsafat Hobbes ini,
kekerasan pada gilirannya merupakan pilihan rasional yang di-
simpan sebagai pengetahuan dalam struktur kesadaran manusia
dan kelompoknya. Sehingga pilihan rasional ini dibentuk dan
ditentukan oleh pengetahuan apa yang terlembaga melalui sos-
ial historis dalam bentuk praktek-praktek intensif dalam lingku-
ngan masyarakat.
Inilah mengapa sosok Gus Dur bekerja keras menciptakan
proses sosial historis yang menciptakan pengalaman-pengala-
man nir kekerasan dengan mempraktekkan terus menerus dialog

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
104 105
damai lintas identitas dan kepentingan. Agar manusia Indonesia tidak tepat atau permainan elite-elite politik untuk membangun
mengakumulasi pengalaman praktek-praktek dialog damai se- isu-isu strategis tertentu yang menguntungkan mereka.
bagai pengetahuan dalam struktur kesadarannya. Dampak jang-
Praktik Perdamaian
ka panjang yang ingin diperoleh adalah karakter negara bangsa
yang menjadikan praktek perdamaian sebagai cara mencapai Praktik perdamaian merupakan upaya jangka panjang bagi
tujuan. Indonesia agar mampu mengelola konflik identitas dan kepen-
Usaha menciptakan struktur kesadaran nir kekerasan Gus tingan. Perdamaian berarti kondisi sempurna suatu masyarakat
Dur, baik melalui wacana dan tindakan politiknya, merupakan yang ditandai oleh absennya konflik kekerasan, kesalingpaha-
warisan dalam pembangunan karakter negara bangsa. Karakter man dan penghormatan atas perbedaan, serta keadilan sosial.
bangsa yang mampu mempraktekkan perdamaian dalam upaya Jika saja praktek perdamaian yang mengutamakan dialog nir
mengatasi kontestasi dan kontradiksi kepentingan dan identitas. kekerasan telah menjadi karakter negara bangsa, kehidupan so-
Praktek perdamaian muncul dalam bentuk tindakan dialogis dan sial dan politik secara dinamis akan selalu menuju pada common
negosiatif sehingga bisa berproses dalam upaya mengatasi kon- bonum (kemaslahatan ummat). Karena masyarakat memilih
tradiksi dari dimensi-dimensi konflik kepentingan dan identitas melakukan dialog untuk menemukan permasalahan substansial,
tanpa melukai orang lain. Lebih dalam lagi, sesungguhnya sub- dan merumuskan pemecahan masalah secara arif.
stansi dari praktek perdamaian dalam hubungan konflik di ruang Fenomena menggembirakan negeri ini, praktek kekerasan
publik dan politik adalah kualitas pemecahan masalah. lintas identitas semakin berkurang sejak eskalasi konflik ke-
Meminjam istilah Johan Galtung (2004) praktek perdamaian kerasan identitas seperti di Ambon, Poso, dan Kalimantan pada
tersebut adalah metode transendental (transcend approach). 1999-2003. Namun kekerasan lebih banyak direproduksi oleh
Yaitu kemampuan sosial individu keluar dari halangan-halangan kelompok teroris, yang secara sosiologis tidak menjadi bagian
internalnya dan menciptakan peluang-peluang baru yang tidak dari masyarakat. Selain kelompok teroris, praktek kekerasan
saja menguntungkan diri sendiri namun juga orang lain yang ter- kenyataannya masih direproduksi oleh elite-elite politik negeri
libat hubungan kontestasi atau konflik kepentingan. Halangan- ini.
halangan internal tersebut terutama sekali muncul dalam bentuk Lihat saja pada kasus praktek komunikasi kekerasan be-
keterbatasan mendefinisikan masalah dan persepsi negatif ter- berapa anggota Pansus Skandal Bank Century di gedung per-
hadap pihak lain. Seperti pada kasus aksi kekerasan terhadap wakilan rakyat beberapa waktu lalu. Pericles (dalam David
gereja di Malaysia beberapa waktu lalu, kelompok Muslim dari Held, 2003) seorang negarawan dan filosof negara kota Atena
garis keras mempersepsikan komunitas Kristiani sebagai ma- menyebut syarat bagi dewan rakyat mampu mencapai pemecah-
salah karena dianggap mempermainkan istilah Tuhan dalam Is- an masalah adalah isegoria, yaitu komunikasi politik yang bebas
lam. Sehingga dalam persepsi itu, merusak gereja seolah meru- namun bijak dan berkualitas untuk kebaikan. Oleh karenanya
pakan upaya memecahkan masalah. Padahal ada kemungkinan Isegoria bisa diartikan sebagai komunikasi nir kekerasan, atau
lain dari definisi permasalahannya seperti kebijakan negara yang bagian dari praktek perdamaian, yang menekankan pada dialog

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
106 107
untuk menemukan kesalingpahaman mengenai permasalahan
sehingga bisa dirumuskan formulasi pemecahannya.
Namun yang terjadi di sidang Pansus beberapa waktu lalu
Memperjuangkan
adalah praktek kekerasan yang menghambat dan mengaburkan
substansi permasalahan. Lantas bagaimana bisa mencapai ke- Masyarakat Inklusif
maslahatan ummat di Indonesia jika para elite politik tidak men-
ciptakan praktek perdamaian?
“Violence is fomented by the imposition of singular and
Para elite politik adalah representasi dari negara karena belligerent identities on gullible people.”
merekalah yang mengelola dan melaksanakan wewenang nega- (Amartya Sen, 2006)
ra. Jika mereka tidak melakukan praktek perdamaian, berbagai
kebijakan negara pun masih cenderung muncul sebagai bentuk PASCA penolakan kehadiran FPI di Kalteng, muncul ge-
kekerasan. Seperti kebijakan penanganan kasus konflik separa- rakan “Indonesia tanpa FPI” dan “Indonesia tanpa Kekerasan”
tisme di Papua yang lebih mengedepankan praktek kekerasan yang digagas oleh sebagian masyarakat sipil. Gerakan yang
terhadap organisasi separatis dan para anggotanya dengan me- esensinya adalah penolakan terhadap budaya kekerasan dalam
nutup proses dialog dan negosiasi damai. Operasi militer dan ke- sistem sosial Indonesia. Aksi Penolakan ini berawal dari ke-
bijakan sepihak seperti otonomi khusus lebih dipilih oleh negara datangan delegasi FPI di Palangakaraya untuk menghadiri tab-
daripada melakukan pendekatan dialogis terlebih dahulu. Se- ligh akbar dalam acara Maulid Nabi Muhammad SAW, serta
hingga eskalasi perlawanan OPM (Organisasi Papua Merdeka) membantu masyarakat dayak dalam konflik agraria yang terjadi
semakin besar dan mengancaman integrasi Republik Indonesia. antara masyarakat dayak dengan pengusaha perkebunan kelapa
Praktek perdamaian harus menjadi karakter negara bang- sawit. Namun kedatangan delegasi dari FPI ini dengan segera
sa Indonesia agar hidup tenteram dan makmur. Saat ini masih ditolak oleh masyarakat Palangkaraya. Masyarakat yang ter-
dibutuhkan figur-figur pemimpin, dalam masyarakat dan negara, gabung dalam Gerakan Masyarakat Dayak Kalteng menolak
yang konsisten menciptakan praktek perdamaian terus menerus. dengan keras kehadiran FPI di Kalimantan Tengah karena kha-
Masyarakat sipil yang telah menyadari pentingnya praktek per- watir FPI akan membuat masalah dan konflik di Palangkaraya
damaian sebagai karakter negara bangsa Indonesia perlu terus (Kompas.com, 3/2/12).
giat mensosialisasikannya di segala arena sosial, baik secara tra- Adegan penolakan kekerasan, melalui kasus FPI, bisa men-
disional tatap muka langsung seperti khotbah masjid dan gereja, jadi energi transformatif bagi terbentuknya masyarakat inklusif
maupun jejaring virtual seperti facebook. Inilah model kultural Indonesia. Masyarakat yang anti kekerasan dan cinta kebera-
dan politik kontemporer tahun 2010 bagi bangsa Indonesia; gaman kebudayaan. Namun demikian mewujudkan masyarakat
praktek perdamaian!* inklusif masih menghadapi tantangan berat di tengah masih kuat-
nya praktik kekerasan dalam masyarakat Bangsa Indonesia.
* Artikel ini pernah dimuat Koran Seputar Indonesia, 20 Januari 2010.

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
108 109
orang tewas, sekitar 201 (dua ratus satu) luka-luka, dan meng-
Identitas Kekerasan
hanguskan 22 (dua puluh dua) rumah warga. Selain itu Gedung
Potret buram di negeri Pancasila ini salah satunya disebab- Partai DPD Demokrat, DPD Partai Golkar, Kantor Distrik dan
kan oleh kekerasan yang sering dimobilisasi secara semena- Kantor Statistik Tolikara dibakar massa pendukung (Tempo.co,
mena oleh kelompok-kelompok sosial tertentu. Akibatnya setiap 21/2/2012). Konflik kekerasan pilkada Tolikara tersebut dipicu
konflik sosial muncul, kekerasan sering tidak bisa dihindarkan. oleh penolakan salah satu pasangan John Tabo dan Edi Suyanto
Konflik dalam dimensi sosial yang berkaitan dengan hubungan dari Partai Golkar terhadap panitia baru yang dilantik pada 4
status atau identitas, ekonomi yang menyertakan isu pekerjaan Januari 2012. Pasangan tersebut berisi keras mendukung panita
atau hak upah, sampai isu politik seperti pemilukada untuk bu- yang telah terbentuk sebelumnya, pada 21 Mei 2010, karena
pati/walikota dan gubernur. dipandang lebih netral. Pada kondisi politik yang masih rentan
Pada dimensi sosial, beberapa kasus akhir-akhir ini bisa dili- kekerasan tersebut, perhelatan pilkada tertunda.
hat pada konflik antara pedatang di Dusun Napal dan penduduk Dinamika konflik berbagai dimensi isu di Indonesia senya-
asli dari Dusun Kota Dalam di Lampung Selatan pada akhir bu- tanya sangat rentan oleh praktik kekerasan.Tingginya frekuensi
lan Januari kemarin, yang menyebabkan sekitar 60 (enam puluh) kekerasan dalam banyak konflik di Indonesia menjadi gejala so-
rumah penduduk pendatang hangus terbakar oleh amuk massa. sial bahwa sebagian masyarakat Indonesia telah mengkonstruksi
Praktik kekerasan tersebut pecah karena dipicu oleh pemuku- kekerasan sebagai identitas. Kekerasan tidak lagi sekedar luapan
lan oleh warga Dusun Napal terhadap warga dari Dusun Kota emosional tanpa nalar pengetahuan di dalamnya. Sebaliknya, ke-
Dalam. (TribunNews, 24/1/2012). Pada rentang waktu tidak kerasan mendapatkan justifikasi dalam bentuk sosialisasi penge-
jauh berbeda, pada minggu kedua bulan Februari (8-12/2), kon- tahuan intensif sebagai kebenaran yang boleh dan bahkan harus
flik antar dua kelompok sosial di wilayah Maluku Tengah, Desa dipraktikkan demi melindungi proses pencapaian tujuan-tujuan
Pelauw menyala oleh bara kekerasan. Menurut laporan media tertentu. Tujuan-tujuan yang sering berkait erat dengan harga
massa, kekerasan tersebut menyebabkan lima orang meninggal, diri, kehormatan, dan keberlangsungan posisi sosial ekonomi
belasan terluka, dan sekitar tiga ratus rumah hangus terbakar kelompok. Oleh karenanya kekerasan tidak dipandang sebagai
(Koran SINDO, 12/2/12) . Sedangkan sekitar 3000 warga sekitar kesalahan atau keburukan akan tetapi sebagai manifestasi lo-
Desa Pelauw mengungsi untuk menghindari bahaya dari konflik yalitas anggota terhadap tujuan-tujuan kelompok tersebut. Pada
kekerasan horizontal tersebut (Tempo.co, 13/2/2012). proses konstruksi ini, kekerasan merupakan identitas yang di-
Belum padam oleh perdamaian positif dari konflik hori- anggap benar dan suci.
zontal selama Januari-Februari 2012, konflik kekerasan pilka- Efek selanjutnya kemudian, kekerasan seringkali diberda-
da antara dua pendukung calon Bupati di Kabupaten Tolikara yakan ketika muncul situasi yang dipersepsi merugikan tujuan-
Papua menambahi daftar praktik kekerasan dalam dimensi tujuan kelompok. Misal, menjamurnya klub-klub malam bisa
konflik politik. Menurut laporan Tempo.co, sampai tanggal 18 dipersepsi sebagai situasi yang mengancam tujuan FPI memba-
Februari, konflik kekerasan tersebut menyebabkan 11 (sebelas) ngun masyarakat ‘anti-maksiat’. Mobilisasi kekerasan terhadap

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
110 111
klub-klub malam dijustifikasi sebagai bentuk kebenaran yang mun negara harus memperkuat fungsi-fungsi kelembagaannya
ditujukan untuk menyelamatkan ‘masyarakat luas’. Tentu saja, berdasarkan pada mandat demokrasi. Termasuk dalam penggu-
kekerasan sebagai identitas tidak terbatas pada FPI, namun juga naan cara kekerasan, harus dipastikan bahwa praktik itu menjadi
tumbuh kuat pada kelompok-kelompok sosial lainnya baik etnis, otoritas penuh lembaga negara. Penggunaan kekerasan sebagai
keagamaan, maupun golongan. Realitas ini terlihat dari men- otoritas negara dalam demokrasi, seperti dielaborasi oleh John
jamurnya kekerasan dalam berbagai konflik sosial di tanah air. Keane (Violence and Democracy, 2004), harus berprinsip pada
Merata dan meningkatnya frekuensi kekerasan, sebagai perlindungan keamanan warga. Perlindungan dari agresi asing
identitas, dalam banyak kasus konflik sosial akhir-akhir ini maupun ancaman dari kelompok-kelompok kekerasan seperti
merupakan kondisi memprihatinkan. Amartya Sen (Identity and kelompok teroris, etnis, sampai radikalis-fundamentalis. Arti-
Violence: The Illusion of Destiny, 2006) mengingatkan bahwa nya, negara diperkenankan memobilisasi kekerasan negara un-
menguatnya identitas kekerasan akan menciptakan situasi keter- tuk mencegah dan menangani kekerasan yang dipraktikkan oleh
jebakan masyarakat dalam logika brutal anarkhisme. Masyara- kelompok-kelompok sosial.
kat dengan berbagai kelompok sosial di dalamnya kehilangan Sayangnya selama ini, negara terkesan tidak memiliki kekua-
kemampuan memahami bahwa kekerasan adalah simpul-sim- tan untuk mencegah dan menangani praktik kekerasan kelom-
pul kehancuran sendiri. Sen, seperti kalimat yang dikutip pada pok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Bahkan sebaliknya
pembukaan di atas, dengan ironis menyebut identitas kekerasan lembaga negara yang memiliki otoritas penggunaan kekerasan,
hanya dilakukan oleh mereka, anggota masyarakat, yang mudah seperti militer, polisi dan Satpol PP, ikut menjadi ‘liar’ dalam
dibohongi oleh doktrin-doktrin sempit. Kebohongan bahwa ke- penggunaan kekerasan dengan keluar dari prinsip demokrasi.
kerasan merupakan kehormatan atau harga diri. Negara hanya menggunakan kekerasan untuk melindungi para
pemodal besar, seperti kasus konflik agraria di Bima dan Mesuji
Penguatan Negara
beberapa waktu lalu. Oknum-oknum dalam lembaga kepolisian
Kenyataan bahwa masyarakat Indonesia tengah terjebak atau militer sibuk menjadi tukang pukul yang melindungi ope-
dalam konstruksi identitas kekerasan. Sehingga mobilisasi ke- rasi bisnis tertentu, dari prostitusi, perjudian, dan perusahaan.
kerasan direproduksi ketika diantara kelompok sosial mengalami Alhasil negara mengalami pengeroposan fungsi dalam memberi
benturan tujuan di dalam sistem sosial. Konsekuensinya adalah melindungi keamanan warga dari mobilisasi kelompok-kelom-
kerugian besar dalam bentuk korban jiwa, hancurnya harta ben- pok yang menjadikan kekerasan sebagai identitasnya. Pada saat
da, merapuhnya produktivitas sosial ekonomi, dan bahkan su- bersamaan, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kepoli-
ramnya masa depan generasi muda. Pada situasi ini negara harus sian mengalami pembusukan yang parah. Hal ini ditunjukkan
memiliki kekuatan yang besar untuk menyelamatkan bangsa In- pada fenomena perlawanan kekerasan terhadap polisi. Laporan
donesia dari jebakan identitas kekerasan. Indonesian Police Watch menyebutkan selama tahun 2010 ada
Penguatan negara tidak berarti adanya peningkatan represi 10 (empat puluh lima) kantor polisi dibakar massa, dan tahun
negara terhadap eksistensi kelompok-kelompok identitas. Na- 2011 ada 45 kantor (Kompas.com, 3/1/2012).

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
112 113
Keamanan dan
Melalui analisis artikel ini bisa direfleksikan bahwa per-
juangan membangun masyarakat infklusif yang anti kekerasan
dan menghormati keberagaman budaya masih menghadapi
tantangan berat. Pertama dari realitas masih kuatnya identitas
kekerasan dalam masyarakat. Kedua keroposnya fungsi negara
Ketangguhan Kepolisian
dalam menempatkan otoritas penggunaan kekerasan untuk per-
lindungan keamanan warga. Oleh sebab itu bangsa Indonesia KERJA bagus Densus 88 Mabes Polri menelikung rencana
yang sebenarnya mayoritas cinta damai, harus selalu berjuang aksi terorisme untuk yang kesekian kalinya adalah prestasi pro-
gigih mewujudkan masyarakat inklusif.* fessional. Berada di tengah kabut gelap masalah internal, ke-
polisian masih menjaga stamina dalam menjalankan tanggung
jawabnya di bidang keamanan nasional. Pada sisi lain, hasil
* Artikel Memperjuangkan Masyarakat Inklusif ini pernah dimuat ‘tangkapan’ Densus 88 Mabes Polri juga memaparkan bahwa
di Harian Kompas, 22 Februari 2012.
jejaring terorisme masih ada di Indonesia.
Jejaring teroris ini masih menjadi ancaman bagi kekhusuk-
an pembangunan nasional. Mereka terus berupaya mengguncang
stabilitas sosial politik. Menebarkan perasaan takut pada publik
dan menggerogoti konsentrasi negara dalam menjalankan ama-
nah rakyat menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran. Hal ini
membuka mata kita bahwa eksistensi jejaring terorisme meru-
pakan ancaman terhadap keamanan manusia Indonesia secara
keselurahan. Pada situasi inilah sebenarnya kepolisian dihadap-
kan pada tuntutan paling dasar dari kebutuhan hidup rakyat,
yaitu keamanan manusia (human security).

Amanat Kemanusiaan

Kepolisian merupakan salah satu lembaga negara yang di-


serahi sebagai pelaksana penetrative authority (wewenang me-
maksa) berdasar hukum positif oleh konstitusi negara demi ke-
pentingan umum. Secara mendasar wewenang ini muncul dalam
bentuk melakukan proses hukum pidana terhadap berbagai
praktik yang mengancam kepentingan umum. Selanjutnya defi-
nisi implementasi konsep penetrative authority diserahkan pada

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
114 115
konteks bentuk negara. Indonesia sebagai salah satu negara de- konteks melawan terorisme, lembaga kepolisian harus mampu
mokrasi terbesar di dunia, pada gilirannya harus mendefinisikan menerjemahkan penetrative authority secara kreatif, konsisten,
implementasi penetrative authority lembaga kepolisian melalui dan memperhatikan nilai-nilai dasar kemanusiaan.
nilai dan norma demokrasi. Pada dimensi ini tantangan terberat lembaga kepolisian
Nilai dan norma demokrasi merupakan substansi dari sistem adalah menerjemahan dimensi keamanan manusia, baik terhadap
prosedural demokrasi yang merujuk pada kebebasan, kesetara- pelaku kejahatanan maupun korban (masyarakat). Beberapa kri-
an, penghormatan, dan perlindungan terhadap berbagai kepen- tik masyarakat sipil agar kepolisian mempertimbangkan aspek
tingan identitas. Substansi tersebut menurut Duncan McDuie-Ra HAM (Hak Asasi Manusia) merupakan salah satu tantangan ini.
dalam Civil Society, Democratization and the Search for Hu- Ketika anggota teroris bisa ditangkap tanpa harus ditembak mati
man Security (2009) merupakan bahan dari konsep keamanan demi alasan hukum yang memanusiakan, kepolisian perlu mem-
manusia. Terutama berkaitan dengan lembaga-lembaga negara, pertimbangkannya sebagai bagian dari implementasi penetrative
konsep keamanan manusia perlu diterjemahkan sebagai bagian authority yang berbasis pada keamanan manusia. Namun tentu-
dari fungsi kelembagaannya. Birokrasi pada bagian pelayanan nya, dalam koridor demokrasi lembaga kepolisian juga memiliki
publik, misalnya, menerjemahan nilai perlindungan ini dengan hak memberi alasan-alasan mendasar dari setiap implementasi
memberi pelayanan yang tidak rumit pada warga tanpa membe- penetrative authority. Seperti kondisi yang tidak memungkinkan
dakan identitas atau statusnya. Pelayanan yang tidak rumit akan Densus 88 menangkap hidup-hidup anggota teroris karena ada
memberi kemudahan yang berdampak pada rasa aman warga. perlawanan senjata. Atau alasan keamanan lingkungan masyara-
Pada konteks ini birokrasi telah menggunakan konsep keamanan kat sekitarnya.
manusia.
Ketangguhan Lembaga
Sama halnya lembaga kepolisian harus memasukkan kon-
sep keamanan manusia yang terkadung di dalam nilai demokrasi Usia sepuluh tahun demokrasi masih memasukkan Indo-
pada implementasi penetrative authority-nya. Penetrative au- nesia pada young democracy (demokrasi muda) yang dicirikan
thority yang memiliki sifat memaksa harus dilaksanakan dalam oleh proses perbaikan kelembagaan negara. Proses ini ditan-
koridor kesetaraan, penghormatan, dan perlindungan terhadap dai oleh dinamika konflik politik yang cukup eskalatif karena
publik. Hal ini berarti lembaga kepolisian bukan hanya sekedar terjadi banyak silang kepentingan diantara elite dan kelompok.
menjalankan fungsi legal formalnya. Namun juga menjalankan Berbagai konflik politik tersebut secara mendasar menjadi ma-
amanat kemanusiaan dengan mengimplementasikan keamanan salah tersendiri dalam proses pembangunan negara demokrasi
manusia dalam penetrative authoritynya. Seperti dalam kaitan- Indonesia. Adrian Leftwich dalam Forms of the Democratic
nya dalam menangani ancaman-ancaman kejahatan terorisme. Developmental State (1998) mengingatkan negara-negara de-
Semenjak terorisme masuk dalam kategori kejahatan luar bia- mokrasi muda bahwa tingkat konflik politik yang tinggi selalu
sa (extraordinary crime), pendekatannya mungkin tidak bisa hadir mengganggu proses pembangunan sosial ekonomi. Hal
didekati oleh hukum positif pidana semata. Sehingga dalam ini dikarenakan masih belum mapannya koalisi permanen dari

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
116 117
kekuatan-kekuapan politik. Lemahnya koalisi sering disebabkan
oleh ketamakan elite-elite politik yang kepentingannya tidak
terakomodasi oleh pemerintahan. Akibatnya lembaga-lembaga
Menyoal
pemerintahan mengalami stagnasi atau bahkan degradasi fungsi
idealnya. Pada konteks demokrasi Indonesia, kita melihat salah Makna Terorisme
satu lembaga yang terpengaruh adalah lembaga kepolisian.
Carut marut konflik internal yang membawa isu korupsi
jelas menguras energi kepolisian. Merujuk pada teori Adrian AKHIR-AKHIR ini kita dihantui ‘bom buku’. Ternyata hantu
Leftwich di atas, lembaga kepolisian bisa jadi bagian dari dam- terorisme yang keluar dari pintu gelapnya pada aksi terorisme 11
pak konflik politik yang lebih besar. Tanpa mengabaikan pen- September di World Trace Center (WTC) pada tahun 2003 ma-
tingnya reformasi internal lembaga kepolisian, eskalasi konflik sih berkeliaran sampai saat ini. Terorisme menjadi hantu mena-
Susno Duadji versus Mabes Polri telah menyebabkan situasi kutkan banyak negara-negara di seluruh dunia. Sampai saat ini
lack of confidence (kepercayaan diri melemah) secara kelem- terorisme masih menjadi bagian penting bukan saja dalam kai-
bagaan. Situasi ini bisa mereduksi secara kualitatif kinerja lem- tan keamanan negara dari aksi terorisme, namun wacana teroris-
baga ini, termasuk dalam melaksanakan amanat kemanusiaan. me tetap hangat dan diperdebatkan. Sebagian kalangan bahkan
Sehingga menjadi penting eskalasi konflik politik, termasuk mengkritisi bahwa terorisme sesungguhnya bisa muncul secara
kasus Susno Duadji, segera diselesaikan oleh dalam koridor hu- variatif, karena terorisme bisa muncul melalui simbolisme ke-
kum demokrasi. agamaan, sebagian lainnya melalui aktivitas perampokan, dan
Saat ini masyarakat Indonesia membutuhkan ketangguhan bahkan sebagian lainnya melalui aktivitas aktor-aktor kekuasaan
lembaga kepolisian dalam menciptakan keamanan manusia. Me- negara.
lalui analisis tulisan ini, pada kenyataannya lembaga kepolisian
Meluaskan Makna
dihadapkan pada dua tantangan besar. Pertama menerjemahkan
konsep keamanan manusia sebagai salah satu wujud nilai de- Semenjak tragedi WTC makna terorisme disempitkan men-
mokrasi kedalam implementasi penetrative authority-nya. Ke- jadi aktivitas mereka yang di luar sistem normatif, bergerak di
dua menyelesaikan kemelut kasus Susno Duadji dalam koridor bawah tanah dan menenteng pistol atau bom kemana-mana.
hukum untuk meningkatkan ketangguhan lembaga ini mengha- Bahkan akhir-akhir ini di Indonesia, terorisme seolah semakin
dapi berbagai tantangan keamanan manusia. Sehingga menjadi disempitkan maknanya sebagai ancaman pada presiden semata.
salah satu lembaga negara yang semakin kuat posisi pentingnya Penyempitan makna tersebut jelas mengaburkan terorisme lain-
dalam mendukung dan memperlancar pembangunan nasional nya yang bisa saja beraktivitas melalui posisi-posisi strategis
dari sisi realisasi keamanan sosial.* dalam sistem normatif negara. Dimensi aktivitas terorisme me-
reka menjadi tidak terendus oleh kontrol moral publik. Kondisi
* Artikel ini pernah dimuat di Koran Seputar Indonesia, 17 Mei 2010. ini mengharuskan publik meluaskan pandangannya bahwa prak-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
118 119
tek terorisme tidak hanya dilakukan oleh aktor non-negara yang tuhan pokok yang tidak terbeli oleh penghasilan itu. Ini semua
di luar sistem normatif, tetapi juga oleh negara. adalah efek destruktif dari terorisme dalam bentuk ‘kekerasan
Pemaknaan ini sama dengan pendefinisian terorisme oleh korupsi’ yang merampok dana pembangunan di Indonesia.
PBB (1992) yang menjelaskan bahwa terorisme adalah aktivi-
Mewaspadai Terorisme
tas menciptakan kondisi ketakutan luar biasa, baik oleh aktor
non-negara maupun negara melalui cara kekerasan. Gerakan Jika terorisme negara lebih tidak bermoral dan berbahaya
kelompok radikalis yang mengorganisasi diri untuk melakukan daripada teroris non-negara, tentu publik juga harus mewaspa-
bom bunuh diri atau berencana membunuh presiden sudah jelas dai setiap aktivitas negara. Secara sosiologis, negara beraktivitas
merupakan aktivitas terorisme. Mereka merupakan kelompok melalui aktor-aktor kekuasaan yang menjalankan wewenang le-
dari terorisme non-negara. Namun terorisme non-negara tidak gal formal. Dari presiden sampai kepala desa, dari pejabat pusat
boleh menghapus jejak terorisme negara. Karena terorisme sampai kepala dinas di daerah. Sehingga negara menjadi teroris
negara lebih destruktif dalam mendisfungsi kemerdekaan dari atau tidak sangat dipengaruhi oleh watak dan kepentingan aktor-
tangan rakyat. aktor kekuasaan tersebut. Fakta buruknya, watak dan kepenti-
Sebagaimana pendapat Igor Primoratz dalam Terrorism: ngan banyak aktor kekuasaan berpotensi menciptakan rangkaian
The Philosophical Issues (2004) bahwa terorisme negara se- terorisme sistematis. Karena watak mereka yang tidak berempati
sugguhnya lebih buruk moralnya dan lebih berbahaya daripada pada kebaikan umum dan dihasrati kepentingan parsial.
terorisme non-negara. Karena terorisme negara mampu bekerja Watak dan kepentingan parsial tersebut bisa dilihat pada
secara lebih masif melalui wewenang dan struktur kekuasaan- bagaimana para aktor kekuasaan di senayan terus berupaya
nya, serta muncul dalam variasi kekerasan yang bisa tidak kasat menciptakan kebijakan yang meresahkan rakyat. Dari dana as-
mata. Primoratz juga mengkritisi bahwa kekerasan terorisme pirasi ke rumah aspirasi yang intinya mengeruk uang negara
sesungguhnya tidak hanya dilihat melalui bentuk tindakan, se- hasil pajak rakyat. Terakhir ada rencana pembangunan gedung
perti membunuh atau melukai. Namun bisa dilihat dari efek DPR baru yang nilainya sekitar 1.6 trilyun, pada saat kondisi
sistematis dari terorisme seperti kondisi ketakutan, keresahan, riil ekonomi rakyat masih buruk. Selain itu, para pejabat negara
dan kematian. saling lempar tanggung jawab ketika tabung gas menjadi mesin
Jika demikian, korupsi misalnya bisa dikategorikan sebagai pembunuh rakyat kecil. Banyak kepala daerah berkongkalikong
rangkaian praktek terorisme negara. Karena efek tindakannya dengan pebisnis kotor untuk mengeruk dana pembangunan dan
tidak kalah dengan tragedi WTC atau Bom Bali. Lihat saja pada merusak alam. Sedangkan peraturan dari pusat sampai daerah
tahun 2009, berdasar pada beberapa laporan statistik hampir 12 diciptakan atas dasar kepentingan-kepentingan parsial tersebut.
juta anak putus sekolah, 5 juta bayi menderita gizi buruk yang Akibatnya berbagai peraturan di negeri ini bukannya menjadi
ratusan ribu diantaranya meninggal dunia, serta sekitar 100 juta pondasi kemerdekaan yang memanusiakan manusia Indonesia.
rakyat berpenghasilan kurang dari 18.000 rupiah setiap harinya. Sebaliknya menjadi peraturan yang meneror rakyat dengan se-
Saat ini mereka diradang keresahan atas naiknya harga kebu- gala kerumitan prosedural, dan selalu dimanfaatkan aparatur bi-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
120 121
rokrasi untuk menodong sogokan dari rakyat.
Bebas dari terorisme sesungguhnya bisa juga dimaknai ter-
bebas dari rasa takut, terbebas dari kemiskinan, dan terbebas dari
Radikalisasi Liberasime
kebodohan. Namun pada kenyataannya masyarakat kita belum
terbebas dari terorisme dalam maknanya yang lebih mendalam dan Terorisme
ini. Jika bangsa ini ingin menyelamatkan dirinya dari terorisme
maka harus mampu membersihkan jejaring terorisme yang
berkeliaran sebagai kelompok radikal maupun sebagai aktor-ak- TERORISME sebagai kejahatan luar biasa adalah salah satu
tor negara. Panglima pemberantasan dua jenis terorisme tersebut ancaman nyata terhadap kehidupan dunia global. Dinamika eko-
idealnya adalah lembaga-lembaga hukum, seperti kepolisian, nomi politik bisa mengalami goncangan yang tidak kecil dan
kejaksaan, dan KPK. Sayangnya kepolisian dan kejaksaan be- mampu menciptakan rasa ketidakamanan pada masyarakat luas.
lum memiliki keloyalan pada penyelamatan kemerdekaan dari Upaya-upaya menangani masalah terorisme sudah melibatkan
cengkraman terorisme. Sedangkan KPK pun terus dilemahkan berbagai kalangan di tingkat nasional dan internasional. Upa-
daya tempurnya oleh jejaring terorisme dalam negara dan pebis- ya-upaya komprehensif negara harus ditopang oleh kerjasama
nis kotor. Presiden harus mampu memberi harapan terbebasnya seluruh komponen bangsa dengan memperhatikan konteks ling-
masyarakat dari terorisme dengan mendorong optimalisasi peran kungan global yang menyebabkan kemunculan aksi terorisme
lembaga-lembaga tersebut.* yang saat ini menodai agama (Islam). Memahami konteks ling-
kungan global akan membantu menciptakan strategi kebijakan
komprehensif untuk penanganan masalah terorisme oleh negara
dan masyarakat.

Gelombang Radikalisme

Radikalisme sebagai paham yang ingin merubah sistem


secara drastis melalui kekerasan, dalam diskursus umum ma-
syarakat saat ini, sering hanya disematkan pada kelompok-ke-
lompok identitas keagamaan tertentu. Kondisi ini tidak lepas
dari wacana dominan yang dikampanyekan negara-negara Barat
tentang perang melawan terorisme terutama terhadap Usamah
bin Laden dan Al Qaeda. Namun radikalisme sebagai pemaha-
man dan tindakan politik sering berlangsung pada berbagai ger-
akan sosial non keagamaan, seperti kelompok-kelompok sosi-
alis Leninis FARC di Kolumbia atau Partai Komunis di Filipina.

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
122 123
Kelompok-kelompok sosialis Leninis tersebut menggunakan politik dan persenjataan untuk menekan dan menindas banngsa
perlawanan senjata dan terror untuk menciptakan efek destabili- Palestina. Kenyataan ini mendorong kelompok Islam garis keras
tas politik. Lebih jauh lagi, radikalisme bukan saja merupakan ingin melakukan perlawanan melalui jalur perang (kekerasan)
paham dari aliran kelompok-kelompok minoritas semata namun yang dijustifikasi oleh intepretasi teks suci Al Quran. Namun
juga di-praktikkan oleh kelompok mayoritas. Sosiolog Anthony fakta tentang lemahnya dukungan dari pemeluk agama Islam
Giddens (2009) melihat kelompok mayoritas ini merupakan untuk melakukan perlawanan pada AS-Israel melalui jalur ke-
pengemudi dari transformasi global yang membawa kepentin- kerasan dan ketidakberimbangan kekuatan militer, menyebab-
gan-kepenti-ngan industri kapitalisme. kan kelompok Islam garis keras memilih cara kerja terorisme.
Gelombang radikalisasi liberalisme global dilakukan oleh Kelompok-kelompok agama (Islam) berhaluan moderat sebe-
kelompok negara-negara industrialis maju dengan melaku- narnya pun mengambil posisi kritis terhadap gelombang radika-
kan tekanan masif terhadap banyak negara berkembang dunia. lisme global yang dikemudikan oleh negara-negara maju Barat.
Tekanan masif yang muncul sebagai paket sistem ekonomi poli- Namun respon kalangan ini hadir dalam wajah yang lebih diplo-
tik liberal termasuk di dalamnya adalah demokrasi, pasar bebas, matis dan anti kekerasan.
dan hak asasi manusia. Pada saat bersamaan tekanan masif ini Anthony Giddens melalui buku klasiknya, Beyond Left and
dibersamai oleh dominasi modal ekonomi dan kekuatan mili- Right: The Future of Radical Politics (1994) telah mengingatkan
ter yang mengontrol negara-negara berkembang di Asia, Afrika, bahwa tekanan masif transformasi global yang tak terkontrol
dan Timur Tengah. Bagi kelompok-kelompok Islam berhaluan proses bergeraknya akan mendapatkan respon identitas dalam
keras, tekanan masif dan dominasi AS di seluruh bidang telah bentuk serangan balik melawan ‘ketidakpastian’. Radikalisasi
merusak identitas dan sistem asali Islam (syariat Islam). Isu-isu liberalisme dan kapitalisme industri oleh kelompok negara-nega-
kebebasan dan kesetaraan sosial menjadi salah dimensi ideolo- ra kapitalis maju menciptakan efek ‘manufactured uncertainty’,
gis yang panas diperdebatkan dan ditolak oleh kelompok-kelom- yaitu keadaan masyarakat yang mengalami ketidakpastian atas
pok Islam garis keras. Seperti peran kepemimpinan perempuan identitas yang utuh dan konkrit karena dinamika rumit dan
dalam politik, masalah homo seksual, dan gaya hidup kesehari- penuh daya tekanan ekspansi industrialisme. Jika negara-negara
an. dunia tidak mampu mengontrol gelombang radikalisasi liberal-
Isu ketidakadilan dalam tata kelola global (global gover- isme global, respon dari kelompok-kelompok identitas yang in-
nance) juga menjadi masalah yang sangat panas dan menjadi gin mempertahankan atau melawan tekanan masif tersebut bisa
salah satu sebab fundamental lahirnya kelompok-kelompok ra- muncul dalam serang-serangan membabi buta. Terorisme meru-
dikalis dan teroris global. Seperti penindasan Israel pada Bangsa pakan salah satu varian dari respon identitas tersebut
Palestina yang menyebabkan ratusan ribu korban jiwa termasuk
Kebijakan transformatif
perempuan dan anak-anak. Belum lagi ketertindasan politik dan
identitas yang tidak mendapatkan pembelaan dari negara-nega- Kekerasan melahirkan kekerasan dan radikalisme melahir-
ra Barat dan AS. Sebaliknya AS terus membantu Israel secara kan radikalisme adalah adigium popular dalam studi konflik.

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
124 125
Aktor yang mampu mengontrol gelombang radikalisasi libe- menjadi ladang perekrutan anggota teroris.*
ralisme global, seperti yang dinyatakan Giddens, adalah negara
dan kebijakan-kebijakan trasnformatif humanistisnya. Yaitu ke- * Artikel Radikalisasi Liberalisme dan Terorisme ini pernah
dimuat di Koran Seputar Indonesia, 9 Mei 2011.
bijakan yang mampu mengarahkan kepastian perubahan sosial,
membangun kesejahteraan dan keadilan sosial.
Pada konteks keindonesiaan, negara belum berhasil sem-
purna dalam menciptakan kebijakan transformatif humanistis
tersebut. Faktor penghalang seringkali berkaitan dengan visi dan
komitmen kerakyatan para elite dalam struktur kekuasaan yang
cukup lemah. Terutama para elite di lingkungan lembaga per-
wakilan rakyat (DPR) yang tidak saja rendah kualitas profesio-
nalismenya sebagai legislator, namun juga fenomena lepasnya
prinsip representasi suara rakyat dari praktek politik mereka. Ka-
sus terakhir kunjungan Anggota KomisiVIII DPR ke Australia
menjadi bukti rendah kadar profesionalisme sebagai legislator.
Email untuk menyerap aspirasi rakyat saja tidak punya. Pada sisi
lain, berbagai kebijakan seperti studi banding dan pembangunan
gedung baru yang menyedot dana besar adalah bukti terlepasnya
para elite tersebut dari aspirasi rakyatnya. Seruan presiden pun
bahkan diabaikan. Para wakil rakyat sebaiknya segera berbenah
diri dengan meningkatkan profesionalisme dan mengambil po-
sisinya sebagai representasi suara rakyat.
Pada saat bersamaan pemerintahan eksekutif di bawah
Presiden SBY harus mampu merumuskan kebijakan transfor-
matif humanistis. Seperti kebijakan di bidang pendidikan yang
menekankan aspek transformasi kesadaran anti kekerasan dan
radikalisme, kebijakan pemantapan aspek hukum (UU tentang
Anti Terorisme), dan kebijakan keamanan melalui pemberan-
tasan sel-sel teroris oleh kepolisian. Satu kebijakan umum se-
lain itu tentunya berkaitan dengan pembangunan sosial ekonomi
untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran yang sering

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
126 127
flik tertentu, secara sosial dikonstruksikan sebagai pengetahuan

Konflik Horizontal oleh anggota-anggota kelompok masyarakat. Sedangkan aspek


psikologis seperti emosi adalah pemicu dalam mobilisasi cara

dan Kekerasan kekerasan dalam dinamika konflik sosial. Masyarakat yang


dalam lintasan sejarahnya pernah berlangsung banyak peristiwa
kekerasan seperti perang sipil atau penindasan militer, cende-
rung memasukkan kekerasan sebagai pengetahuan yang mapan
KONFLIK kekerasan pecah sejak Rabu (2/8) diantara sesa- (stock of knowledge). Artinya dalam struktur kesadaran anggota-
ma warga Desa Pelauw Maluku Tengah, telah menyebabkan 6 anggota masyarakat, kekerasan bisa saja dimaknai sebagai ke-
(enam) orang tewas, belasan lainnya luka-luka, dan sekitar tiga benaran atau dibolehkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
ratus rumah hangus terbakar (Koran SINDO, 13/2/2012). Isu Terutama pada situasi konflik yang melibatkan perbedaan ke-
dalam konflik kekerasan diantara warga desa tersebut adalah pentingan dan tujuan berbeda.
ketidaksepakatan dalam menentukan tanggal peresmian rumah Peran elite-elite sosial dalam mengkonstruksikan pengeta-
adat antara Salampessy Muka dan Salampessy Belakang. Keti- huan kekerasan sangat penting. Mereka memberikan persetu-
daksepakatan antara dua kelompok Salampessy kemudian di- juan-persetujuan terhadap kekerasan sebagai cara yang diper-
ikuti oleh saling serang dan saling balas dari kedua kubu berse- bolehkan atau dibenarkan. Proses persetujuan berlangsung pada
berangan. Eskalasi konflik kekerasan begitu cepat berlangsung proses komunikasi intensif sehari-hari. Oleh sebab itulah pada
yang menyebabkan aparat kepolisian menghadapi kesulitan be- masyarakat seperti di Ambon, Poso, Sampit, Papua, sampai Aceh
rat untuk memadamkannya. yang memiliki sejarah kekerasan kolektif, sangat mungkin telah
Konflik-konflik horizontal yang diikuti oleh aksi kekerasan menjadikan kekerasan sebagai pengetahuan yang mapan dalam
diantara kelompok-kelompok sosial masih sering terjadi dalam struktur kesadarannya. Alhasil dalam hubungan konflik hori-
periode demokratisasi Indonesia selama periode tahun 2009- zontal tertentu, kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat
2012. Kekerasan sedemikian mudah dimanfaatkan untuk tersebut telah mempersiapkan alat-alat kekerasan. Ini terbukti
menangani konflik horizontal dari isu etnis, keagamaan, sampai pada kasus di Desa Pelauw Maluku Tengah misalnya, ditemu-
golongan. Akibatnya sampai detik ini, bangsa Indonesia masih kan penggunaan panah, tombak, bahkan bom rakitan. Sehingga
sering menghadapi realitas konflik kekerasan diantara kelompok konflik kekerasan berlangsung secara cepat sekali.
sosial. Hal ini merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia un- Menurut ilmuwan studi konflik Englander dalam buku-
tuk mentrasformasi penggunaan kekerasan menjadi penggunaan nya Understanding Violence pengetahuan kekerasan dalam
cara-cara damai dalam setiap realitas konflik sosial. kelompok-kelompok masyarakat menciptakan dua model aksi
kekerasan yaitu instrumental aggression dan hostile aggression
Konstruksi Kekerasan
(Englander, 2008, hal. 6). Instrumental aggression merupakan
Kekerasan sebagai cara untuk menghadapi konflik-kon- cara kekerasan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, seperti

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
128 129
mempertahankan pendirian atau memenangkan perebutan sum- Pada kondisi inilah bara kekerasan menjadi tidak mudah
ber daya tertentu. Instrumental aggression cenderung bersifat dipadamkan walaupun telah menurunkan 200 personel. Apala-
ideologis, hasil konstruksi yang terus menerus dalam suatu gi jika lembaga keamanan di Indonesia masih memiliki lemah
kelompok sosial. Cara-cara penggunaan kekerasan berada di kapasitasnya dalam sistem antisipasi konflik kekerasan sosial.
dalam struktur kesadaran anggota kelompok secara mapan dan Hal ini kemudian dipersepsi warga sebagai bentuk pembiaran
definitif operasional. Sedangkan hostile aggression merupakan adanya konflik kekerasan oleh lembaga kepolisian. Ketua Kom-
serangan kekerasan yang dimobilisasi untuk melukai, menyiksa nas HAM Maluku, Emmy Tahapary, menyatakan, “Ada faktor
atau memusnahkan lawan. Pada kecenderungannya, hostile ag- pembiaran karena baru menurunkan pengamanan pagi ini (Sab-
gresion muncul ketika kelompok-kelompok berkonflik telah ma- tu)” (Koran Tempo, 12/2/2012).
suk pada fase saling balas dendam. Selain itu hostile aggression
Transformasi Holistik
merupakan mobilisasi kekerasan yang diarahkan menciptakan
zero-sum game dalam konflik-konflik tertentu. Pada konflik Secara garis besar, proses kostruksi pengetahuan kekerasan
zero-sum game masing-masing pihak berkonflik mengabaikan berlangsung di atas dua kondisi spesik. Pertama berlangsung
kemungkinan cara-cara dialog dan saling memberi jalan keluar. pada kondisi kemiskinan masyarakat. Kemiskinan yang ditan-
Sebaliknya, kekerasan dimobilisasi untuk menang pada kelom- dai oleh tingkat pengangguran yang tinggi dan ketidakmampuan
pok sendiri dan kalah pada kelompok lawan. Pada banyak kasus mengakses kebutuhan dasar manusia adalah kondisi yang sa-
zero-sum game sering terjadi situasi kerusuhan sosial dan perang ngat subur bagi konstruksi pengetahuan kekerasan. Karena ma-
sipil diantara kelompok-kelompok berkonflik seperti kelompok syarakat miskin mudah menjadikan kekerasan sebagai ekspresi
etnis, agama, dan golongan. Kehancuran tatanan sosial, hilang- luapan-luapan beban hidup. Kemiskinan yang masih belum ter-
nya nyawa, dan kerugian material biasanya menjadi efek yang hapus atau tereduksi secara signifikan merupakan realitas dalam
tidak lagi dipikirkan. Oleh sebab itu banyak kasus konflik zero- kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Menurut lapo-
sum game, kedua kelompok berlawanan menemui kehancuran: ran Indeks Kemiskinan oleh UNDP, kemiskinan Indonesia pada
pemenang jadi arang, dan yang kalah jadi abu. tahun 2011 masih di urutan ke-53 dari 103 negara dunia. Dalam
Kasus-kasus konflik kekerasan horizontal dalam masyara- urutan di Asia Tenggara, kemiskinan Indonesia bahkan masih
kat yang bersifat kolektif, yaitu dengan adanya pelibatan jum- berada pada di urutan tertinggi nomor ketiga setelah Myanmar.
lah massa yang besar, dua cara agresi tersebut cenderung men- Laporan statistik yang dikeluarkan oleh BPS (Badan Pu-
galami pembauran secara kompleks. Seperti pada kasus di Desa sat Statistik) pada periode tahun 2011 kemiskinan diklaim tu-
Pelauw, ketika masing-masing kelompok merasa perlu meng- run secara signifikan. Pada Maret 2010 kemiskinan berjumlah
gunakan kekerasan untuk mempertahankan atau memenangkan 31.02 juta orang, dan pada Maret 2011 kemiskinan telah turun
pendirian, penggunaan kekerasan bisa berubah tujuannya untuk di angka 30.02 juta orang. Hal tersebut berarti kemiskinan turun
melukai atau memusnahkan lawan setelah ada anggota yang sampai 0.84 persen. Laporan BPS tentang penurunan kemiskin-
menjadi korban. an ternyata dianggap tidak valid oleh banyak kalangan. Hal

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
130 131
tersebut dilandaskan pada definisi kemiskinan absolut dan stan- kun Tetangga) yang salah satu fungsinya adalah kontrol politik
dart kemiskinan BPS yang sangat rendah sekali. BPS mengacu terhadap masyarakat. UU No. 5 Tahun 1979 merupakan istru-
pada pengeluaran perkapita rata-rata sebulan 233.740 rupiah per men hukum Orde Baru yang memberangus budaya lokal.
kapita. Secara mendasar ada dua konsekuensi dari implementasi
Pertanyaan muncul, bagaimana sebuah seseorang bisa men- UU pemerintahan desa tersebut pada budaya dan politik lokal.
cukupi kebutuhan dasarnya dengan uang sebesar itu? Pada lapo- Iswari memaparkan dua konsekuensi. Pertama, organisasi poli-
ran berita Kompas.com, Komisi XI DPR sudah mengusulkan tik masyarakat adat tidak mendapatkan pengakuan dari peme-
standar kemiskinan dalam RAPBN 2012 harus mengacu pada rintah pusat dan sistem politik nasional. Peraturan perundangan
angka 360.000 rupiah untuk setiap penduduk (Kompas.com, mendefinisikan desa hanya sebagai wilayah kehidupan yang
2/7/2011). Akan tetapi pemerintah menurunkannya pada ang- berhak menyelenggarakan rumah tangga atau kehidupannya
ka 233.000 rupiah yang perbedaannya cukup signifikan. World pribadi, namun bukan sebagai masyarakat hukum yang berhak
Bank pun memberikan standart pada kehidupan layak sebesar 2 mengurus dan mengatur kehidupannya sendiri. Kedua, landasan
dollar AS per hari atau sekitar 17.000 rupiah perhari. Terlepas hak ulayat dan hak atas sumber kehidupan terhapus. Misalnya
dari debat tentang metode pengukuran dan definisi kemiskinan, hak atas hutan yang dimiliki desa menjadi milik negara, pun-
fenomena yang menonjol dalam realitas keseharian bangsa ini gutan atas kekayaan alam diambil alih oleh pemerintah daerah
masih ditemukan berbagai masalah kemiskinan. Ini merupakan tingkat II/I dan sebagai pengganti desa diberikan apa yang dise-
kondisi yang menyuburkan konstruksi kekerasan. but dengan uang Pembangunan Desa (Bangdes). Bangdes sen-
Kedua konstruksi kekerasan berlangsung pada kondisi diri pada praktiknya menimbulkan masalah-masalah baru dalam
masyarakat yang mengalami ketidakpastian budaya. Mereka masyarakat desa (Iswari, 2003).
kehilangan akar budaya lokal dan sekaligus tidak memiliki ke- Sentralisme politik Orde Baru secara bertahap telah meng-
percayaan pada lembaga negara dalam penyelesaian konflik se- hancurkan budaya-budaya lokal yang mengandung sistem politik
cara adil dan bermartabat. Ketidakpastian budaya inilah yang dan kebijakan kelola konflik yang telah dibangun ratusan tahun.
memberi lahan subur bagi proses konstruksi kekerasan sebagai Pada saat bersamaan, birokrasi modern dan lembaga-lembaga
cara-cara untuk menyelesaikan konflik sosial dalam masyarakat. negara seperti pengadilan dan kepolisian tidak menyediakan
Ketidakpastian budaya yang saat ini menjadi kondisi masyarakat kualitas pelayanan yang mampu menangani masalah-masalah
bangsa Indonesia tidak terlepas dari sejarah politik Orde Baru. dalam masyarakat. Pengaduan anggota masyarakat tentang ka-
Politik otoriter Orde Baru antara tahun 1969-1998 telah sus pencurian ke kantor polisi seringkali tidak mendapatkan
membangun sistem politik sentralistis yang represif. Proyek penyelesaian memuaskan. Sebaliknya korban sering harus me-
sentralisme politik direalisasikan oleh sistem birokrasi terpu- ngeluarkan biaya tambahan agar laporannya bisa ditindaklanjuti
sat yang dikontrol oleh kekuasaan dan pengawasan keamanan polisi. Pada kasus-kasus perkelahian atau sengketa antara ang-
terhadap segala aktivitas sosial masyarakat. Rejim Orde Baru gota masyarakat pun juga berlaku kondisi yang sama, siapa yang
membangun birokrasi modern dari pusat sampai tingkat RT (Ru- paling mampu membayar pada oknum polisi maka menjadi pe-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
132 133
menang dalam konflik. Kualitas birokrasi pun sangat buruk de-
ngan ditandai oleh perilaku korup dan feodalisme pejabat yang
lebih berperilaku minta dilayani daripada melayani masyarakat.
Masyarakat tercerabut dari budaya lokalnya dan sekaligus tidak
Terorisme vs. Terorisme?
bisa terintegrasi dalam sistem politik sentralistis yang korup dan
buruk kualitas pelayanannya. Kondisi inilah yang disebut seba-
gai ketidakpastian budaya dalam masyarakat. ANCAMAN aksi terorisme dalam bentuk ledakan bom yang
Dua kondisi mendasar tersebut di atas, kemiskinan dan digembongi Nurdin M. Top merupakan ancaman besar terhadap
ketidakpastian budaya, merupakan realitas kekinian masyara- keamanan di Indonesia. Aksi terorisme Nurdin M Top dkk. ini
kat Indonesia yang harus dihadapi oleh seluruh komponen dapat dilacak jejaknya mulai dari Hotel JW Marriott di Jakarta
bangsa. Pemerintah sebagai penyelenggara kekuasaan negara tahun 2003, Kedutaan Besar Australia di Kuningan-Jakarta ta-
harus mengatasi masalah konstruksi kekerasan dalam masyara- hun 2004, tiga restoran di Denpasar-Bali tahun 2005, dan dua
kat tersebut. Pemerintah harus mampu melakukan transformasi hotel di kawasan Mega Kuningan Jakarta, yakni JW Marriott dan
holistik dalam struktur kesadaran masyarakat, dari pengetahuan The Ritz-Carlton pada 17 Juli 2009 (Kompas.com, 9/08/2009).
kekerasan menjadi pengetahuan yang mengutamakan cara-cara Terorisme dipahami sebagai suatu kejahatan yang mengatas-
damai. Terutama pada wilayah-wilayah yang secara empiris namakan agama atau identitas dengan aksi melukai dan mem-
memiliki tingkat kerentanan konflik kekerasan seperti di Aceh, bunuh orang lain. Melalui ancaman ledakan atau serangan ke-
Lampung, Sampit, Poso, Ambon, dan Papu. Pemerintah ha- kerasan yang dilakukan secara acak dan sulit terdeteksi. Benar
rus bekerja sungguh-sungguh melakukan transformasi holistik dan wajib bahwa negara melalui lembaga kepolisian mendapat
tersebut dengan memperlihatkan rencana kerja dan implemen- amanat memberantas habis terorisme sampai akar-akarnya. Na-
tasi yang konsisten. Untuk mengatasi kondisi kemiskinan, kebi- mun benarkah cara kerja kepolisian tentang operasi keamanan
jakan pembangunan pemerintah harus dirumuskan dan diimple- bertajuk cipta kondisi tersebut?
mentasikan benar-benar untuk kepentingan rakyat. Dimensi Keamanan
Hasil-hasil pembangunan pun harus didistribusikan secara
merata pada seluruh lapisan masyarakat. Sedangkan mengatasi Salah satu tujuan utama kerja lembaga kepolisian dalam
kondisi ketidakpastian budaya, yang terkandung ketidakper- negara demokrasi adalah menciptakan keamanan untuk rakyat.
cayaan pada negara, pemerintah bisa memulainya dari upaya Ancaman keamanan bisa bermacam-macam, namun dibedakan
peningkatan kapasitas kelembagaan negara seperti kepolisian, dalam dua dimensi besar. Pertama keamanan umum yang berkai-
pengadilan, dan unsur kepemerintahan lainya agar mampu me- tan dengan ketertiban masyarakat dalam melakukan berbagai
nyediakan mekanisme penyelesaian konflik sosial yang bisa di- aktivitas sebagai warganegara. Seperti ketertiban lalu lintas, aksi
percaya masyarakat.* tuntutan warga, dan partisipasi politik. Kedua adalah keamanan
khusus yang berkaitan dengan aktivitas kelompok-kelompok

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
134 135
kepentingan yang mengancam tata kehidupan masyarakat dan masjid.
negara. Seperti perlawanan senjata dari kelompok separatis dan
Tugas Intelejen
aksi terorisme. Dua dimensi keamanan ini berbeda secara meto-
dologis. Keamanan adalah unsur fundamental menjalankan kehidu-
Yang pertama menjadi lebih konvensional karena meng- pan berbangsa dan bernegara. Tanpa kondisi aman bisa diba-
utamakan cara kerja normatif penegakan hukum dan terbuka yangkan kehidupan sosial politik yang carut marut, penuh a-
di depan publik. Seperti penegakan aturan untuk menggunakan degan kekerasan, tanpa pembangunan, dan penderitaan sosial.
lalu lintas dan aktivitas demonstrasi warga. Informasi terbuka Sebagaimana yang terjadi di Irak, Afghanistan, Palestina, Ni-
dari kepolisian malah perlu dibuka seluasnya berkaitan den- karagua, Checnya, dan negara-negara dengan masalah keaman-
gan norma hukum yang ada. Sebaliknya dimensi kedua anca- an lainnya di dunia.
man keamanan tidak bisa dilakukan secara normatif dan terbuka Aksi bom bunuh diri di Riltz Calton dan JW Marriot bukan
di depan publik. Sehingga pada dimensi inilah kepolisian, dan saja memakan korban nyawa baik orang asing dan orang Indone-
juga militer, membutuhkan kerja khusus yang dilandaskan pada sia, kini aksi keji itu telah menyebabkan korban kultural. Kapolri
berbagai pertimbangan strategis. Bahkan jika harus keluar dari telah mengumumkan operasi ‘cipta kondisi’ yang akan melaku-
hukum positif yang memberi prosedur-prosedur khusus seperti kan pengawasan terhadap aktivitas-aktivitas kaum Muslimin
cara menangkap seseorang atau kelompok. Untuk itulah Presi- selama bulan ramadhan ini. Terutama pada khotbah-khotbah di
den SBY memberi pernyataan ketika Densus 88 membunuh masjid. Beberapa kalangan menilai respon kepolisian tersebut
mati pelaku terorisme bahwa kepolisian tidak melanggar HAM berlebihan dan menimbulkan perasaan tidak nyaman dan grogi
dalam memberantas terorisme. Hal ini memperlihatkan bahwa orang Muslim. Bagaimana bisa tenang beribadah jika diawasi
negara meminta rakyat memaklumi cara kerja tersebut meng- dengan tatap curiga dan penuh selidik oleh aparat keamanan?
ingat kondisi yang tidak mudah berhadapan dengan ancaman Mungkin saja perasaan terteror akan mengalami inkubasi di tu-
dimensi khusus ini. buh orang Islam di Indonesia akibat operasi ’cipta kondisi’.*
Ketika konflik separatisme di Aceh masih terjadi, perlakuan
khusus pun juga diberlakukan, seperti menciptakan berbagai ope-
rasi keamanan. Alasan suprematifnya adalah demi keamanan
negara. Yang pada wajah lainnya sering mengabaikan keamanan
manusia (rakyat). Rakyat diawasi, diancam, diinterograsi, dan
dipaksa berperilaku serba grogi di depan aparat kemanan dan
intelejen yang berseliweran kasat mata. Rasa tidak aman men-
jadi lebih sering hadir daripada rasa aman dari kehadiran aparat
keamanan dan intelejennya. Perasaan ini bukan tidak mungkin
terjadi pada masyarakat yang sedang menjalankan ibadah di

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
136 137
Bibliografi Rosenberg, Marshall. 2005. Speak peace in a world of conflict: What
You Say Next Will Change Your World. New York : Puddledancer
Press.
Debbaudt, Dennis. 2002. Autism, advocates and law enforcement pro-
fessionals: Recognizing and reducing risk situations for people Sen, Amartya. 2006. Identity And violence : The Illusion of Destiny.
with autism spectrum disorders. London: Jessica Kingsley Pub- Allen lane book.
lishers. Held, David. 2003. Global transformation. Cambridge : Polity Press.
Englander, Kandle, E. 2009. Understanding violence (2nd edition).
UK: LEA Media

Flannery, Daniel J., Vazsonyi, Alexander T., and Waldman, Irwin D. Kompas.com (9 Agustus 2009). Jatuh Bangun Noordin M. Top.
2007. The Cambridge handbook of violent behavior and aggres- Diakses pada 17 Maret 2012 dari http://nasional.kompas.com/
sion, Cambridge : Cambridge University Press. read/2009/08/09/0612018/Jatuh-Bangun.Noordin.M.Top.

Jeong, Ho-Won. 2003. Peace and conflict studies : An introduction. Kompas.com. (2 Juli 2011). Batas Kemiskinan Versi BPN Naik.
England: Ashgate Publising Company. Diakses 25 Februari 2012 dari http://nasional.kompas.com/
read/2011/07/02/02154882/Batas.Kemiskinan.Versi.BPS.Naik
Leftwich, Adrian. 1998. Forms of the democratic developmental state.
Oxford : Blackwell Publisher Kompas.com (6 Februari 2011). 4 Orang Dikabarkan Tewas di
Cikeusik. http://regional.kompas.com/read/2011/02/06/1320259
Iswari, Paramita. 2003. Dinamika pembaruan desa dan agraria: Pen- 2/4.Orang.Dikabarkan.Tewas.di.Cikeusik.
galaman belajar di Sanggau, Garut dan Toraja. Makalah untuk
Sarasehan Masyarakat Adat Nusantara dengan tema “Pembaru- Kompas.com. (13 Februari 2012). FPI Tetap Akan Didirikan di
an Desa Sebagai Upaya Penataan Ulang Relasi Negara dengan Kalteng. Diakses pada 17 Maret 2012 dari http://nasional.kom-
Masyarakat Adat”, yang diselenggarakan KARSA bekerjasama pas.com/read/2012/02/13/16343391/Rizieq.FPI.Tetap.Akan.
dengan AMAN, Desa Tanjung, Lombok Utara – NTB, 20-21 Didirikan.di.Kalteng.
September 2003. Kompas.com. (9 Maret 2011). Wadah tunggal advokat sulit direalisa-
Magnani, Lorenzo. 2011. Understanding violence, the intertwining of sikan. Diakses 18 Maret 2012 dari http://nasional.kompas.com/
morality religions and violence: a philosophical stance. Verlag: read/2011/03/09/0350424/.
Springer. Kompas.com. (3 Januari 2012). 45 Kantor Polisi dirusak Massa Sepan-
Ramsbotham, Oliver. 2010. Transforming violent conflict: Radical dis- jang 2011. http://nasional.kompas.com/read/2012/01/03/09013
agreement, dialogue, and survival. New York : Routledge. 957/45.Kantor.Polisi.Dirusak.Massa.Sepanjang.2011.

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
138 139
Tempo.co (14 April 2010). Resty, Mutia. Jenazah Mbah Priok Sudah
Dipindah Sejak Tahun 1997.http://www.tempo.co/read/news/20
10/04/14/082240362/Jenazah-Mbah-Priok-Sudah-Dipindah-Se-
jak-Tahun-1997.

Tempointeraktif. (12 September 2011)

Tempo.co. (21/2/2012). Bentrok Tolikara Papua 11 Meninggal 201


Luka. http://www.tempo.co/read/news/2012/02/21/063385295/
Bentrok-Tolikara-Papua-11-Meninggal-201-Luka.

Tempo.co, 13/2/2012
BAB IV
TribunNews. (24 Januari 2012). Kerusuhan pecah 60 rumah warga
nbapa dibakar massa. http://www.tribunnews.com/2012/01/24/
kerusuhan-pecah-60-rumah-warga-napal-dibakar-massa.
Konflik Politik
dalam
Pemilu & Pilkada

Negara Gagal Mengelola Konflik


140
‘Conflict Governance’
Pemilu

PEMILU 2004 adalah pengalaman yang mengesankan bagi


bagi bangsa Indonesia. Asas luber dan jurdil bisa ditegakkan,
pujian dunia internasional bagi demokrasi muda Indonesia, dan
terutama tertutup rapatnya layar kekerasan. Tidak ada korban
jiwa dan kerusakan fasiltas sosial. Bangsa ini berhasil dalam
berdemokrasi melalui pemilu 2004. Namun apakah pemilu 2009
lebih baik dibanding pemilu 2004, dan berlangsung tanpa kon-
flik kekerasan yang mengancam demokrasi damai bangsa?
Gejala kekerasan bagi terbukanya layar kekerasan di pe-
milu 2009 sebenarnya sudah bermunculan. Paling tidak ada ge-
jala kekerasan pemilu yang menonjol, yaitu konflik kekerasan
yang muncul di pilkada (pemilihan kepala daerah). Bangsa ini
terhenyak ketika pilkada di Tuban pada pertengahan 2006 di-
warnai perilaku kekerasan massa pendukung partai dan kandi-
dat kepala daerah. Sebagian gedung utama pemda dihancurkan
dan dibakar. Kejadian amuk massa yang terjadi pada tanggal 29
April tersebut mengakibatkan Pendopo Bupati, Gedung Korpri,
Kantor KPU, dan beberapa aset pribadi calon Bupati Heany Rini
Widiastuti dibakar oleh massa. (Kompas,4/3/2011). Suasana da-
mai dalam dunia sosial ekonomi sehari-hari ikut terganggu. Kon-
flik kekerasan pilkada pun menjadi fenomena di daerah-daerah
lainnya. Tengok saja konflik kekerasan pilkada baru-baru ini di
Maluku Utara, dimana terjadi perselisihan dua kubu yang me-
nyebabkan kota Ternate tidak kondusif, karena konflik tersebut
dapat dengan mudah disulut untuk melakukan aksi anarkisme

Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia


143
karena adanya sengketa mengenai hasil pemungutan suara dari mentasi kegelisahan modal sosial oleh elite-elite politik untuk
KPU Malut dan KPU Pusat.(Kompas, 21/6/2008) menciptakan aksi kekerasan kolektif. Sehingga mudah bagi para
Perilaku kekerasan dalam konflik pilkada ini sebenarnya elite politik menghindar dari tanggung jawab instrumentasi ke-
mencerminkan kondisi psikologis sosial masyarakat yang be- gelisahan modal sosial tersebut.
rada dalam keterpurukan. Keterpurukan sosial ekonomi aki- Berhadapan dengan kasus ini, negara ini membutuhkan
bat buruknya berbagai kebijakan negara tersebut menciptakan lebih dari deklarasi damai partai-partai politik untuk pemilu.
kegelisahan luar biasa dalam masyarakat. Lapangan pekerjaan Deklarasi itu hanya bisa mengharapkan kualitas moral para elite
yang sempit, hantaman kenaikan harga-harga kebutuhan po- politik tanpa norma yang jelas. Hal ini seperti bermain judi. Jika
kok, mahalnya akses pendidikan, dan kesenjangan sosial adalah tidak beruntung, salah mengharapkan tebakan, kerugian akan
berbagai faktor pembusuk kondisi psikologi sosial masyarakat. segera dipanen. Begitu juga deklarasi damai partai-partai politik
Suatu kondisi yang menciptakan fakta kegelisahan sosial dalam pun seperti judi. Karena deklarasi damai tersebut belum tentu
masyarakat miskin. mampu mengontrol moral politik elite partai. Untuk itu yang
Secara alami kegelisahan masyarakat miskin menyatu dalam diperlukan hadir untuk menutup rapat layar kekerasan, setelah
modal sosial yang eksis dalam kehidupan mereka. Menjadi deklarasi damai parpol, adalah conflict governance.
kekuatan gerak kolektif yang dekat dengan perilaku kekerasan. Conflict governance idealnya adalah mekanisme politik
Karena menyatunya kegelisahan dan modal sosial adalah sen- yang mentransformasi konflik yang tidak produktif, atau kon-
sitivitas, kecurigaan, dan kemarahan di tingkat komunal. Elite flik kekerasan, menjadi konflik yang produktif. Konflik produk-
politik sadar akan hal ini. Elite politik yang tidak siap menerima tif mengartikan dirinya sebagai praktik negosiasi terus menerus
kekalahan pilkada dan berideologi konflik ‘rawe-rawe rantas dalam ruang politik yang mendasarkan pada prinsip-prinsip
malang-malang putung’ (contentious), menjadikan kegelisahan demokrasi. Demokrasi deliberatif dalam hal ini adalah fonda-
modal sosial dari masyarakat miskin sebagai instrumen bagi i- si yang paling tepat bagi conflict governance. Negosiasi yang
deologi konflik contentious mereka. berdiri di atas akal sehat, imparsialisme, mendengarkan, keseta-
raan, nir-kekerasan, dan aturan main legal.
Conflict Governance
Undang-Undang
Pemilu 2009 pada dasarnya menghadapi fakta mengenai
eksisnya kegelisahan modal sosial dari masyarakat yang terpu- Untuk memulai ini, pemerintah sebagai pelaksana negara
ruk. Pada level analisis instrumentasi elite-elite politik yang ti- harus memiliki sistem conflict governance bagi pemilu 2009.
dak siap kalah dalam pemilu terhadap kegelisahan modal sosial Ada dua langkah penting berkaitan dengan program ini. Per-
bukan hal yang tidak mungkin. Hanya saja berbicara fakta yang tama mencari landasan hukum bagi conflict governance. Ideal-
berarti data-data empiris yang menjelaskan instrumentasi terse- nya ada undang-undang tersendiri mengenai tata kelola konflik.
but tidak akan mudah ditemukan. Apalagi negara saat ini belum Usulan masyarakat sipil mengenai keberadaan undang-undang
memiliki mekanisme hukum mengenai pencarian fakta instru- tata kelola konflik harus segera direspon oleh negara. Ketiadaan

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
144 145
landasan hukum ini menyebabkan tidak adanya prosedur jelas
mengenai konflik publik, termasuk konflik pemilu. Walaupun
demikian, sementara ini kebutuhan mendesak ini bisa ditangani
dengan pemerintah menciptakan peraturan pemerintah menge-
Pemilu Tanpa Kekerasan
nai conflict governance pemilu 2009. Level Kedua adalah men-
ciptakan lembaga yang secara khusus menjalankan conflict go-
vernance. Unsur-unsur dalam lembaga conflict governance ini
DEKLARASI damai selama masa kampanye politik masih te-
bisa disusun dari KPU, kepolisian, masyarakat sipil, dan partai
tap relevan dan penting dalam konteks keindonesiaan. Karakter
politik.
sosial masyarakat yang rentan aksi kekerasan, kapasitas aparat
Mungkin sebagian kalangan berfikir bahwa pemilu 2009
kepolisian yang belum optimal mencegah anarkisme massa, dan
bisa sesukses pemilu 2004. Akan tetapi perlu diingatkan bahwa
tata kelola konflik (conflict governance) yang belum terlembaga
pemilu 2004 dipengaruhi oleh tingginya harapan masyarakat
melalui perundangan untuk menjaga konflik kepentingan dari
pada hasil pemilu waktu itu. Fakta keterpurukan masyarakat aki-
kekerasan.
bat berbagai kebijakan pemerintah hasil pemilu 2004 bisa jadi
Sistem multi-partai jelas meningkatkan polarisasi sosial.
menurunkan kepercayaan politik masyarakat. Selain itu fakta
Mobilisasi massa besar-besaran menghadirkan suasana persa-
kegelisahan modal sosial adalah peringatan dini. Modal sosial
ingan politis yang rentan dengan gesekan-gesekan fisik. Kete-
seperti ini sangat mungkin menghadirkan konflik kekerasan baik
gangan pun terbangun dalam ruang publik yang hiruk pikuk
melalui instrumentasi elite-elite politik maupun pergerakannya
oleh yel-yel massa parpol dan raungan mesin kendaran bermo-
sendiri. Untuk itu conflict governance adalah sistem yang harus
tor. Situasi ketegangan pun mampu menciptakan modal sosial
disiapkan oleh negara.*
negatif yang ditandai oleh buruknya kepercayaan dan menguat-
nya kontak sosial eksklusif. Akibatnya kelompok-kelompok
* Artikel “Conflict Governance’ ini pernah dimuat masyarakat yang mendukung parpol tertentu cenderung melihat
di Harian Kompas, 15 Agustus 2008. sikap dan perilaku orang di luarnya sebagai bagian dari mobil-
isasi politis yang mengancam. Singkatnya, persaingan selama
musim kampanye pemilu 2009 telah meningkatkan ketegangan
dan menciptakan modal sosial eksklusif. Dua kondisi yang men-
jadi kimia sosial dari terbentuknya kekerasan horizontal. Fakta
ini mulai diperlihatkan melalui kericuhan di beberapa daerah se-
lama awal kampanye terbuka pemilu 2009. Bahkan fenomena
ini terjadi pada deklarasi pemilu damai parpol memasuki musim
kampanye terbuka.

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
146 147
Ketegangan Situasi diantara massa dan simpatisan parpol selalu mungkin terjadi.
Ketegangan situasi akibat simbolisasi kekuasaan pada masa
Kampanye terbuka secara sadar dimaknai oleh para pendu-
kampanye pemilu mengalami peningkatan tajam. Biasanya
kung parpol bukan sekedar sebagai sosialisasi program partai,
ketegangan seperti ini mengalami titik kulminasinya pada akhir-
namun juga sebagai arena persaingan kekuasaan. Setiap massa
akhir kampanye.
parpol merasa perlu menunjukkan pada khalayak umum dan
rival politik bahwa kekuasaan mereka sangat besar dan kuat. Norma Perdamaian
Simbolisasinya bisa muncul dalam bentuk tindakan mobilisasi
Deklarasi damai antar parpol dalam menyelenggarakan
massa besar-besaran di ruas-ruas jalan. Pada parpol tertentu mo-
kampanye terbuka adalah kegiatan sosial yang bisa mendorong
bilisasi massa juga diikuti oleh aksi intimidasi seperti raungan
terciptanya perilaku nir kekerasan. Akan tetapi sejauh mana de-
sepeda motor, dan aksi paksa terhadap pengguna jalan umum
klarasi tersebut memberi jaminan bahwa kekerasan horizontal
untuk menyingkir dari ruas jalan. Ekspresi ketakutan mereka
dalam situasi persaingan kekuasaan bisa dicegah? Deklarasi me-
yang dianggap sebagai kelompok luar (out-group) adalah uku-
rupakan produk konsensus kelompok-kelompok di dalamnya
ran kekuasaan tersebut. Pada saat yang sama, orasi dan wacana
untuk mempraktekkan hal-hal yang disepakati. Sebagaimana de-
elite-elite politik seringkali membangkitkan sentimen luar biasa
klarasi damai parpol yang berisi poin utama untuk menghindari
terhadap parpol lainnya. Proses simbolisasi kekuasaan dalam
aksi kekerasan. Beberapa norma perdamaian pun menjadi acuan
bentuk tindakan dan wacana itu yang menciptakan ketegangan
bersama seperti saling menghormati dan menjaga kerukunan.
situasi selama masa kampanye.
Pada tingkat ideal dimana komitmen parpol cukup tinggi, pe-
Persaingan dalam dimensi apapun faktanya selalu mencip-
milu 2009 bisa saja berjalan damai. Karena setiap parpol men-
takan ketegangan situasi diantara mereka yang terlibat. Seba-
jalankan norma perdamaian.
gaimana proposisi Robert S. Agnew melalui Strain Theory and
Namun demikian, fakta yang paling menonjol dalam dekla-
Violent Behavior (2007) bahwa terutama keterlibatan dalam per-
rasi damai parpol adalah bahwa norma perdamaian bukanlah
saingan-persaingan tertentu mampu mengakumulasi ketegang-
produk obyektivasi sosial. Yaitu suatu norma yang telah melalui
an dalam struktur kesadaran manusia di dalamnya. Akibatnya
proses instalasi pelembagaan yang cukup lama dan mempunyai
struktur kesadaran yang secara alami menyimpan bentuk-ben-
kekuatan sangsi. Norma perdamaian dalam deklarasi damai pe-
tuk baku ideologi subyektif memiliki kerentanan dalam mencip-
milu bersifat instan, muncul secara tiba-tiba, tanpa proses insta-
takan sikap dan perilaku kekerasan. Hal ini karena ideologi sub-
lasi kelembagaan yang mendenifinisikan sangsi dan reward. Hal
yektif mampu mereproduksi praktek judgment (penghakiman)
ini memberi kemungkinan bahwa norma dalam deklarasi damai
dan blaming (penyalahan) yang bisa bertransformasi sebagai
pemilu tidak akan mampu menjadi regulasi sosial bagi perilaku
aksi kekerasan dalam situasi persaingan kekuasaan.
nir kekerasan dalam pemilu.
Melalui dalil di atas selama massa kampanye pemilu 2009,
Pada saat bersamaan komitmen menjalankan norma per-
sebagaimana pada pemilu-pemilu sebelumnya, aksi kekerasan
damaian bisa saja lebih kecil dibandingkan dengan komitmen

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
148 149
mencapai kekuasaan. Kekuasaan adalah sumberdaya yang di- pemilu juga merupakan upaya menciptakan kesejahteraan so-
perebutkan melalui berbagai cara. Pada sejarah masyarakat du- sial.
nia, pencapaian kekuasaan oleh kelompok-kelompok kepenting-
an selalu mengabaikan nilai dan norma, bahkan terhadap norma
yang terinstalasi kuat pun. Segala cara bisa ditempuh, termasuk
penggunaan kekerasan. Situasi ketegangan akibat persaingan
kekuasaan dalam masa pemilu ini tidak mungkin hanya dita-
ngani oleh norma perdamaian yang instan. Sedangkan norma
perdamaian untuk pemilu yang terinstalasi lembaga politiknya
dengan seperangkat sangsi dan reward pun belum ada di Indo-
nesia.
Norma perdamaian dalam deklarasi damai parpol mungkin
masih memiliki kesempatan untuk menciptakan perilaku nir ke-
kerasan. Yaitu dengan memperkuat peran beberapa lembaga un-
tuk mengintervensi berlakunya norma perdamaian. Lembaga itu
adalah panwaslu (panitia pengawas pemilu) dan kepolisian.
Panwaslu perlu jeli menggunakan beberapa aturan pemilu
yang mendorong parpol untuk tidak keluar dari norma perda-
maian. Seperti kandungan orasi parpol yang mungkin mere-
produksi sentimen dan kebencian. Sedangkan aparat kepolisian
bisa menggunakan aturan-aturan lalu lintas standart, seperti
pelarangan pemotongan knalpot yang menyaringkan suara me-
sin motor. Selain itu aparat kepolisian harus memiliki strategi
pemetaan potensi kekerasan horizonal di setiap wilayah sehing-
ga mobilisasi aparat keamanan bisa dilakukan dengan cepat dan
tepat.
Menciptakan pemilu damai tanpa kekerasan horizontal
adalah kerja bakti atau gotong royong bagi seluruh kompo-
nen bangsa. Karena kekerasan tidak pernah berkontribusi ter-
hadap kebaikan sosial dan kesejahteraan. Sebaliknya kekerasan
berkontribusi terhadap hadirnya kegagalan pembangunan sosial,
ekonomi, dan politik. Untuk itu mencegah kekerasan horizontal

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
150 151
kepentingan terlibat.

‘Conflict Governance’ Seperti pada mekanisme pengamanan, aparat keamanan


dalam hal ini lembaga kepolisian menjadi penanggung jawab

Sengketa Pilkada utama. Untuk menjalankan mekanisme conflict governance,


lembaga kepolisian perlu memiliki kualitas dalam memobilisasi
aparat keamanan ke pusat-pusat dinamika konflik massa. Kepoli-
sian juga harus memiliki kemampuan menilai dinamika konflik
MAHKAHMAH KONSTITUSI (MK) memberi amar putusan pada dalam masyarakat. Sehingga penanganan dini bisa segera dicip-
sengketa pilkada Jatim dengan memerintahkan pencoblosan takan untuk mencegah terjadinya eskalasi kekerasan. Hal yang
ulang di Kabupaten Bangkalan dan Sampang. Serta penghi- tidak kalah penting adalah kapasitas persuasi terhadap massa
tungan ulang di Kabupaten Pamekasan. Kubu Karsa dan Kaji yang telah terbakar emosi dan siap menciptakan aksi kekerasan.
menerima keputusan tersebut secara terbuka dan optimis. Se- Pada kasus di sengketa pilkada Jatim 2008, kita bisa memberi
sungguhnya dari sengketa pilkada Jatim, kita menemukan fakta acungan jempol pada aparat kepolisian yang telah menjalankan
menarik yang menjadi ciri utama dari konsolidasi demokrasi. mekanisme pengamanan dengan cukup baik.
Yaitu hadirnya nir kekerasan politik. Pada kasus ini lembaga Mekanisme resolusi konflik memiliki dua dimensi. Yaitu di-
demokrasi bisa menjalankan fungsinya sebagai containment mensi judicial settlement dan negosiasi untuk win-win solution.
of violence. Walaupun proses politik belumlah usai, sengketa Mekanisme ini difasilitasi oleh lembaga-lembaga demokrasi
pilkada di Jatim bisa dijadikan model bagi demokrasi lokal di formal seperti KPU dan lembaga peradilan. Walaupun demikian
daerah-daerah lain dengan beberapa kritik. mekanisme ini hanya bisa berjalan tatkala elite politik memiliki
komitmen terhadap demokrasi. Hal menarik dari kasus sengketa
Conflict Governance
pilkada Jatim, para cagub dan cawagub merupakan figur-figur
Sistem demokrasi sesungguhnya tidak hanya mengenai pe- elite yang selama ini berperan dalam demokratisasi di Indonesia.
milihan umum semata. Demokrasi juga menjadi suatu sistem Terutama sekali Khofifah Indar Parawansa dari Kaji dan Syaiful-
resolusi konflik damai melalui pelembagaan conflict governance lah Yusuf dari Karsa. Sehingga mekanisme resolusi konflik ini
(tata kelola konflik). Pelembagaan inilah yang saat ini sedang bisa bekerja karena ada kepemimpinan yang menyadari penting-
berproses dalam demokrasi di Jatim walaupun istilahnya tidak nya memanfaatkan mesin demokrasi.
secara formal disebutkan. Pelembagaan conflict governance me- Mekanisme rekonsiliasi di setiap level kepemimpinan grass
nyediakan tiga mekanisme. Yaitu mekanisme pengamanan, res- root merupakan proses sosial yang mendorong kerukunan lintas
olusi konflik, dan rekonsiliasi di setiap tingkat kepemimpinan kelompok identitas massa pendukung. Idealnya mekanisme ini
grass root. Setiap mekanisme dilaksanakan oleh lembaga-lem- dijalankan oleh lembaga lintas kelompok, partai politik dan lem-
baga kompeten yang telah ada dalam struktur pemerintahan dan baga formal pemerintah seperti kepolisian dan KPU. Sayangnya
lembaga yang dibentuk secara ad hoc oleh berbagai kelompok mekanisme ketiga dari conflict governance ini belum diadopsi

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
152 153
dalam sengketa pilkada Jatim. Padahal aksi kekerasan massa memiliki kesadaran demokratis. Yaitu suatu kesadaran yang
grass root seringkali terlepas dari kemampuan kontrol para elite dibentuk oleh nilai-nilai kemanusiaan dan kepercayaan hukum.
politiknya. Kesadaran massa akar bawah lebih banyak dipe- Namun kita melihat secara umum di Indonesia kesadaran ber-
ngaruhi oleh fanatisme kelompok daripada seruan elite politik. politik masih diwarnai oleh budaya anarkis yang anti demokrasi.
Sehingga elite politik dengan kesadaran demokrasi belum tentu Budaya yang menolak perbedaan, menolak prosedur legal, dan
menjamin bahwa kekerasan massa akar rumput bisa dicegah. praktek kekerasan sosial. Anarkisme politik akan mendekon-
Harapan kemenangan di tingkat massa grass root terhadap struksi fungsi lembaga demokrasi sehingga mengalami kema-
para figure elite politik seringkali merupakan refleksi kepenti- cetan fungsi.
ngan identitas kelompok. Kemenangan figur tertentu diang- Baik di tingkat elite politik dan massa grass root kesa-
gap kemenangan kelompok identitas tertentu. Sehingga pada daran non demokratis masih mewarnai di setiap dimensi tin-
dasarnya massa grass root memiliki suatu proses tersendiri dakan politik. Termasuk tidakan politik dalam pilkada. Salah
dalam memaknai sengketa pilkada yang tidak selalu bisa dikon- satu kasus menonjol di tahun ini dari kesadaran non demokra-
trol oleh elite politiknya. Sehingga fakta sosiologis ini sangat tis muncul dalam sengketa pilkada di Maluku Utara. Sehingga
sulit hanya ditangani oleh mekanisme pengamanan dan resolusi kekerasan politik pun tidak bisa dihindarkan. Sengketa pilkada
konflik. Sebenarnya mekanisme rekonsiliasi di setiap tingkat di Sumatera Selatan juga masih melahirkan tindakan kekerasan
kepemimpian massa grass root menjadi katup penyelamat dari politik di tingkat massa grass root.
kekerasan politik. Menjadikan conflict governance sengketa pilkada Jatim se-
Sengketa pilkada Jatim belum selesai prosesnya dimana bagai model kelola konflik damai harus dimulai terlebih dahulu
pencoblosan ulang bisa menimbulkan berbagai kemungkinan dari kesadaran demokrasi. Tanpa kesadaran demokrasi, me-
respon massa grass root. Sehingga kemungkinan kekerasan tetap kanisme conflict governance hanya akan muncul secara prose-
menjadi tantangan bagi demokrasi lokal di Jatim khususnya dan dural. Kekerasan pun bisa saja tetap pecah ke permukaan.*
bagi demokrasi Indonesia umumnya. Sengketa pilkada Jatim se-
benarnya bisa dijadikan sebagai peletakan batu pertama model
conflict governance dalam pilkada di Indonesia. Sehingga resiko
demokrasi dalam bentuk pembiayaan tinggi tidak semakin di-
perparah oleh hadirnya kekerasan politik.

Kesadaran Demokrasi

Pondasi dari conflict governance dalam konteks pilkada


damai adalah kesadaran demokrasi. Artinya mekanisme-me-
kanisme dalam conflict governance hanya akan berjalan efek-
tif dan menjadi mesin perdamaian tatkala seluruh masyarakat

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
154 155
(1988) dalam bukunya The Roots of Civil Violence memilah

Paradigma Kekerasan dua akar kekerasan. Pertama adalah kekerasan sebagai produk
kalkulasi rasional dan sebagai doktrin dari suatu kelompok. Ke-

dan Demokrasi kerasan kategori ini biasa diciptakan oleh kelompok-kelompok


politik untuk memenangkan kompetisi atau merebut kekuasaan.
Kedua kekerasan sebagai produk irasional yaitu perilaku yang
tercerabut dari tatanan normatif yang sering muncul pada situa-
AMUK para pengunjuk rasa yang menuntut pemekaran si kerumunan. Kecenderungan sifat kerumunan massa adalah
wilayah Tapanuli di DPRD Sumatera Utara pada 3 Februari lalu mental liar sesaat yang terlepas dari ikatan-ikatan normatif.
menambah daftar panjang kekerasan di Indonesia. Sebelumnya Merujuk pada akar kekerasan Rule, pada kasus aksi massa
gerakan pemekaran wilayah pada tingkat propinsi dan kabupa- di DPRD Sumatera Utara kekerasan bisa merupakan kombinasi
ten/kota daerah lain Indonesia juga diwarnai oleh kekerasan mas- antara kekerasan sebagai produk kalkulasi rasional dan irasional.
sa. Hal ini seolah mengisyaratkan pada bangsa Indonesia bahwa Elite politik dalam kelompok kepentingan menyadari kekerasan
kekerasan adalah masalah lain dari demokrasi. Secara umum akan mudah tersulut ketika konsentrasi massa dipadati oleh isu-
masyarakat memahami demokrasi menjamin kebebasan setiap isu panas seperti sentimen kedaerahan, etnis atau agama. Se-
individu untuk berpendapat dan berekspresi. Walaupun demiki- hingga kelompok elite membolisasi massa untuk menciptakan
an kebebasan tersebut bersyarat, yaitu mengikuti dan mentaati ketegangan dan kekerasan massa. Pada analisis ini sebenarnya
hukum yang mengatur tata cara berpendapat dan berekspresi. massa adalah instrumen kelompok-kelompok elite menciptakan
Termasuk dari aturan tersebut adalah tidak melakukan tindakan kekerasan. Sehingga posisi tawar kelompok elite dalam meraih
kekerasan dan mengganggu kepentingan umum. Namun melalui kepentingan semakin tinggi dengan mendapatkan perhatian dan
kasus amuk massa yang menewaskan ketua DPRD Sumatera pertimbangan politik pemegang kekuasaan.
Utara, bisa dirasakan ada kesenjangan pemahaman masyarakat Masalahnya adalah mengapa kelompok-kelompok elite
mengenai kebebasan dan aturan hukum. Masyarakat tampaknya kepentingan memiliki kesempatan menciptakan kekerasan?
lebih memahami demokrasi sebagai kebebasan semata. Tampaknya hal ini berkaitan dengan model kelola konflik nega-
ra terhadap berbagai gerakan sosial. Artinya hal ini berkaitan
Rasional dan Irasional
dengan sistem legal pemekaran wilayah dan kapasitas penge-
Pemahaman tentang demokrasi yang timpang tersebut men- lola kekuasaan di legislatif dan eksekutif yang tidak compatible
dorong berbagai kelompok elite untuk bebas melakukan berba- dengan konteks dinamika masyarakat. Berkaitan dengan isu
gai strategi gerakan untuk meraih tujuannya. Aksi massa dan pemekawaran wilayah, salah satu rujukan legal para pengelola
ketegangan sosial (social strain) adalah strategi yang kini sering kekuasaan adalah adanya dukungan dan aspirasi akar bawah.
dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok elite kepentingan di In- Akibatnya aspirasi pemekaran wilayah yang diusung tanpa me-
donesia untuk meningkatkan posisi tawar politik. James B. Rule lalui pengorganisasian massa tidak mendapatkan perhatian seri-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
156 157
us. Sehingga yang terjadi adalah mobilisasi massa besar-besaran Persoalan aspirasi pemekaran wilayah mendapatkan per-
setiap kali ada aspirasi pemekaran wilayah. Pada banyak kasus setujuan atau tidak harus dilandaskan pada ukuran-ukuran legal
pemekaran wilayah di Indonesia, mobilisasi dan kekerasan men- dan hasil negosiasi politik damai. Ukuran-ukuran legal seperti
jadi bagian tidak terpisahkan. kapasitas ekonomi daerah pengusul dan kesiapan administrasi
Melalui analisis ini, sesungguhnya negara dan kelompok wilayah tingkat propinsi atau kabupaten/kota harus menjadi
elite kepentingan telah menciptakan paradigma kekerasan. Se- realitas obyektif yang diterima oleh seluruh pihak. Bersamaan
dangkan rakyat hanyalah instrumen dari paradigma kekerasan dengan kerangka legal tersebut adalah ruang politik inklusif
tersebut. yang memungkinkan kelompok-kelompok kepentingan me-
negosiasikan aspirasi mereka terhadap kekuasaan. Kita masih
Demokrasi Lokal
sering menemui kasus para pengelola kekuasaan seperti di le-
Larry Diamond (2003) membuktikan bahwa 70% keber- gislatif dan eksekutif tidak menyediakan ruang politik ini. Hal
hasilan pelaksanaan demokrasi dalam menciptakan kesejahtera- ini mungkin dipengaruhi oleh kapasitas dan keahlian negosiasi
an dan perdamaian terjadi pada negara-negara dengan wilayah yang rendah dalam menghadapi komplain kelompok-kelompok
kecil. Hal ini karena semakin kecil wilayah kekuasaan maka sosial. Pada isu inilah penting bagi negara meningkatkan keah-
semakin mungkin keikutsertaan warga dalam mengelola proses- lian negosiasi dalam mengelola komplain dan aspirasi berbagai
proses politik dan pembangunan. Masyarakat bisa andil dalam kelompok kepentingan masyarakat.
memusyawarahkan kebijakan secara langsung. Sehingga kebu- Proses di atas perlu mendapat perhatian negara jika ingin
tuhan masyarakat sangat mungkin terakomodasi dalam kebi- menghapus paradigma kekerasan dalam berdemokrasi di Indo-
jakan-kebijakan pemerintah. Kasus di Kota Porto Alegre Brasil nesia. Proses ini perlu dilakukan secara sistemik dengan mengi-
bisa menjadi rujukan kasus ini. Kota di salah satu negara Ameri- kuti perkembangan demokrasi di Indonesia. Sebenarnya banyak
ka Latin tersebut berhasil menciptakan berbagai kebijakan yang kalangan internasional menilai demokrasi Indonesia walaupun
merefleksikan kebutuhan rakyat karena keterlibatan langsung sangat muda namun kualitasnya telah meninggalkan jauh nega-
warga mungkin dilaksanakan. Hal ini akan sulit terjadi pada ra-negara lain di Asia Pasifik. Jangan sampai pujian internasio-
wilayah dan populasi yang besar. nal ini ditarik kembali dengan maraknya kasus kekerasan dalam
Fakta empiris dan tinjauan teoritis pelaksanaan demokrasi demokrasi Indonesia.*
tersebut sebenarnya bisa dijadikan sebagai referensi pembuat-
an kerangka legal pemekaran wilayah di Indonesia. Pengertian
pragmatisnya bahwa setiap aspirasi pemekaran wilayah adalah
bagian dari upaya pelaksanaan demokrasi yang paling efektif
bagi masyarakat. Sehingga sangat aspirasi pemekaran wilayah
yang muncul perlu direspon dan dibahas oleh pengelola kekua-
saan tanpa perlu menunggu mobiliasi massa dan kekerasan.

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
158 159
demokrasi ini sering merujuk pada bukti resmi untuk mengklaim

Prahara Pilkada sudah tercapainya democratic governance. Masalahnya, kualitas


tata kelola demokratis tidak cukup hanya dibuktikan oleh setum-

Sumatera Selatan puk dokumen yang memperlihatkan bahwa pelaksanaan sudah


partisipatif, terbuka dan efisien. Namun harus dibuktikan oleh
hadirnya praktek berkelanjutan institusional dari democratic
governance.
KEMBALI bangsa ini disuguhi kisruh pilkada. Kali ini giliran Praktek institusional berkelanjutan dari democratic gover-
pilkada gubernur di Sumatera Selatan. Pendukung Syahrial Oes- nance tidak berorientasi pada pelaporan formal. Melainkan pada
man menuding ada penggelembungan suara di Kabupaten Musi sejauh mana praktek kelembagaan bisa menciptakan keseimban-
Banyuasin. Yang mengakibatkan kemenangan tipis Alex Noer- gan antara fungsi ruling (mengatur) dan fungsi accommodating
din. Aksi kekerasan massa Syahrial di kantor KPUD provinsi (mengakomodasi). Pada fungsi mengatur, lembaga demokrasi
menggelombang tanpa bisa dicegah lagi. KPU Sumsel pun tanpa dan warga dihubungkan oleh hukum. Warga menyerahkan pelak-
grogi tetap mensyahkan Alex Nurdin sebagai pemenang. Kisruh sanaan kebijakan kepada lembaga demokrasi berdasar pada ke-
pilkada disertai kekerasan sedemikian sering terjadi di Indone- percayaan penegakaan hukum. KPUD, misalnya, melalui fungsi
sia. Pada konteks ini, salah satu tujuan utama demokrasi untuk ini mendiskualifikasi calon gurbernur. Juga mensyahkan atau
menekan habis kekerasaan (containment of violence) ternyata mengeliminir hasil pilkada.
masih belum tercapai baik. Hal ini bukan perkara usia demokra- Akan tetapi KPU tidak bisa hanya menjalankan fungsi me-
si semata. Namun imbas dari belum berhasilnya transformasi ngaturnya ketika warga menolak beberapa pelaksanaan kebi-
demokrasi di tingkat nilai dan kelembagaan. jakan. Pada dimensi inilah fungsi mengakomodasi harus diakti-
vasi. KPU tidak bisa menolak aspirasi warga ketika pelaksanaan
Kegagalan Transformasi
kebijakan sebagai fungsi mengaturnya dianggap tidak akuntabel.
Kegagalan transformasi demokrasi tersebut diakari oleh Di sini fungsi akomodasi memiliki tugas sebagai pengelolaan
dua kutub dekonstruktif, yaitu kutub bad governance lembaga- konflik yang membantu penemuan pemecahan masalah. Tat-
lembaga demokrasi dan pelembagaan anarkisme politik warga. kala terjadi pengabaian terhadap fungsi akomodasi oleh KPUD
Kutub bad governance akan mendekonstruksi kepercayaan Sumsel misalnya, pada saat itulah terjadi disbalensi democratic
politik warga. Hal ini berkaitan dengan fakta yang menunjuk- governance. Bisa dipastikan disbalensi ini menciptakan kekece-
kan bahwa lembaga-lembaga demokrasi di Indonesia, seperti waan dan erosi kepercayaan politik warga. Karena warga mera-
KPU, masih berjalan pada dimensi formalitas. Penuh dengan sakan adanya arogansi lembaga demokrasi seperti KPU, yang
seabreg prosedur dan laporan kerja. Namun miskin tata kelola hanya menjalankan fungsi mengaturnya. Dengan tidak hadirnya
demokratis (democratic governance), sehingga tidak terbentuk fungsi akomodatif yang juga menjadi pelembagaan pengelolaan
kualitas proses pelaksanaan misi lembaga. Para agensi lembaga konflik maka aksi kekerasan adalah keniscayaan. Konflik yang

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
160 161
tidak terlembagakan memiliki kecenderungan mengambil ben- legal dan melakukan aksi kekerasan tanpa toleransi terhadap
tuk kekerasan. Masalah kritisnya; kondisi disbalensi democratic lembaga demokrasi.
governance ini merata di pusat dan daerah. Membicarakan jalan keluarnya, dua kutub dekonstruk-
tif terhadap transformasi demokrasi sendiri bukan merupakan
Anarkhisme Politik
hubungan sebab akibat yang linear. Seperti pilihan ‘telur dulu
Sedangkan kutub anarkisme politik adalah pelembagaan atau ayam dulu’. Namun pilihan antara telur dan ayam adalah
nir-toleransi, anti prosedur legal, dan kekerasan oleh warga. Ini masalah posisi. Artinya setiap agensi di dua kutub ini memi-
adalah kelembagaan bad citizenship. Anarkisme politik akan liki tanggung jawab untuk melakukan transformasi demokrasi.
mendekonstruksi fungsi lembaga demokrasi sehingga mengala- Misalnya, KPU perlu menjalankan democratic governance dan
mi kemacetan fungsi. Idealnya istilah warganegara merujuk pada kelompok politik harus membentuk democratic citizenship. Se-
kesediaan warga mengikuti dan memanfaatkan kelembagaan de- hingga menciptakan hubungan sebab akibat yang kreatif dan
mokrasi. Bersedia mengikuti aturan main tanpa aksi kekerasan. konstruktif. Hanya melalui cara inilah demokrasi akan memi-
Suatu ideal dari democratic citizenship. liki kapasitas menekan habis kekerasan tanpa menggunakan
Faktanya democratic citizenship masih belum terbentuk pendekatan keamanan tradisional.*
baik di Indonesia. Sebaliknya masyarakat melembagakan an-
arkisme politik. Sehingga ketidakpuasan dan protes terhadap
pelaksanaan pilkada di daerah-daerah hampir selalu diwarnai
oleh aksi kekerasan dan perusakan gedung.
Pelembagaan anarkisme politik tidak lepas dari disinternal-
isasi nilai-nilai demokrasi seperti kesetaraan dan dialog. Disin-
ternalisasi ini paling mungkin dilakukan oleh elite-elite politik
yang memiliki struktur hubungan khusus dengan masyarakat-
nya. Sudah menjadi kondisi sosial bahwa selalu saja ada elite
politik yang hanya ingin mempertahankan dan meningkatkan
kuantitas massa pendukung. Tidak merasa bertanggung jawab
terhadap pendidikan politik demokrasi pendukungnya. Pada
saat bersamaan, sebagian pola hubungan elite dan massa di In-
donesia dibentuk oleh primordialisme dan kultusisme. Dimana
primordialisme dan kultusisme adalah pondasi psiko sosial dari
tindakan kekerasan. Sehingga tatkala kekecewaan elite politik
yang tidak siap kalah ditransmisikan terhadap massa pendukung,
anarkisme politik massa menggelombang. Menerjang prosedur

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
162 163
terjadi di Batam pada bulan April 2010, dan pada bulan yang
sama kekerasan konflik lahan terjadi di Koja Jakarta.
Surplus Kekerasan Lokal Fenomena tersebut menandakan bahwa pada era demokra-
si, eskalasi kekerasan subur di tingkat daerah. Tengok saja ge-
lombang protes tingkat nasional seperti gerakan anti korupsi, to-
lak kriminalisasi KPK, sampai demonstrasi buruh tingkat pusat
KEKERASAN masih menghantui kehidupan bersosial politik pada awal tahun ini. Gerakan protes tersebut tidak menyebabkan
di era demokrasi Indonesia. Kekerasan merasuki kesadaran para eskalasi kekerasan yang signifikan.
elite politik, para pendukungnya, dan berbagai kelompok sosial Fenomena ‘surplus kekerasan’, meminjam istilah John
lainnya. Sehingga kekerasan sering digunakan untuk memper- Kean (2004), sebenarnya menjadi kritik sebagian kalangan ter-
juangkan kepentingan. Sebagaimana yang terjadi dalam kasus hadap demokrasi lokal. Demokrasi lokal tidak saja menyediakan
kekerasan proses pilkada di Mojokerto, Jawa Timur. Jawa Post kesempatan melakukan partisipasi secara langsung dalam proses
melaporkan 33 mobil hancur, sepuluh anggota polisi terluka, dan politik dan pembangunan. Namun secara sosiologis, demokrasi
beberapa bagian gedung pemerintah dibakar dalam aksi tersebut juga mendorong kepercayaan diri berlebihan setiap kelompok
(JP, 22/5/2010). Hal ini membawa pada kenyataan pahit bahwa tertentu untuk memobilisasi berbagai cara dalam mencapai ke-
bangsa ini masih ‘surplus kekerasan’. Kekerasan hadir dari pojok pentingannya. Kepercayaan diri itu diakari oleh tafsir kebebasan
timur sampai pojok barat Indonesia. Kondisi surplus kekerasan yang berlebihan (euphoria). Sehingga mampu membutakan ke-
ini menjadi krusial untuk disingkap, mengapa dan bagaimana sadaran kelompok kepentingan terhadap aturan main yang ter-
bisa terjadi dalam negara yang sudah mengadopsi demokrasi. lembagakan dalam demokrasi. Kondisi tersebut menurut John
Cameron (2009) bisa menciptakan perilaku pengabaian pada
Tingkat Lokal
sistem (disobedience to system) yang mana kelompok-kelom-
Bila diamati dengan seksama berbagai kekerasan di era de- pok kepentingan lebih memilih caranya sendiri di luar aturan
mokrasi ini seringkali pecah di tingkat lokal, yaitu pada tingkat main demokrasi. Kecenderungan perilaku disobedience to sys-
provinsi dan kabupaten/kota. Kekerasan tersebut mengambil tem adalah aksi vandalisme, anarkhisme, dan kekerasans.
beberapa isu diantaranya sengketa pilkada, pemekaran wilayah, Perilaku mengabaikan sistem tampaknya sering terjadi di
sampai kekerasan konflik industri. Beberapa kasus kekerasan dalam pelaksanaan demokrasi lokal Indonesia. Pada kasus ke-
sengketa pilkada adalah kasus pilkada bupati Tuban tahun 2006, kerasan pilkada Bupati Mojokerto, kelompok pendukung salah
pilkada gubernur Maluku Utara tahun 2007, sampai pilkada satu calon yang gagal masuk verifikasi KPU Mojokerto telah
gubernur di Jambi tahun 2009. Kekerasan yang mengambil isu mengabaikan aturan main demokrasi. Salah satu poin penting
pemekaran wilayah pecah di Mamasa Sulawesi Barat, Musi Ra- dalam demokrasi dalam menyelesaikan konflik kepentingan
was Sumatera Selatan, Tapanuli Utara Sumatera Utara, sampai adalah jalur lobi negosiasi dan judisial. Kelompok calon bupati
Jaya Wijaya Papua. Kasus terakhir kekerasan konflik industri bisa meminta proses negosiasi untuk memperjuangkan kepen-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
164 165
tingannya. Jika jalur lobi negosiasi dianggap tidak mampu me- makfumi kepercayaan publik terhadap penyelenggara wewenang
mecahkan sengketa, maka jalur judisial bisa dilakukan. pemerintahan sangat rendah.
Sebenarnya UU N0. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaran Termasuk pada kasus Mojokerto, pendukung calon bupati
Pemilihan Umum telah menyediakan aturan main dalam proses yang gagal masuk verifikasi mungkin tidak mempercayai penye-
negosiasi dan yudisial. Jika kasus kekerasan di Mojokerto dipi- lenggara KPU Mojokerto. Karena kenyataanya masih banyak
cu oleh isu bakal calon yang tidak lulus verifikasi, maka kasus pemberitaan mengenai penyakit kelembagaan KPU di berbagai
tersebut masuk dalam sengketa proses pilkada. Berdasar pada daerah. Seperti kasus tentang pendataan daftar calon pemilih di
UU No. 22 Tahun 2007, sengketa proses pemilu bisa diproses Pilwali Surabaya yang bermasalah dan diduga bagian dari efek
melalui lobi negosiasi maupun proses yudisial dengan melibat- klientelisme. Ketidakpercayaan tersebut menciptakan disobedi-
kan Pengawas Pemilu. Namun perilaku disobedience to system ence to system yang diikuti aksi kekerasan. Fenomena disobedi-
tampaknya sudah terlanjur akut. Sehingga tindakan kekerasan ence to system dari berbagai kelompok kepentingan jelas tidak
menjadi pilihan yang dianggap paling rasional. hanya terjadi di Mojokerto, namun merata di berbagai daerah
Indonesia. Sehingga kekerasan demi kekerasan masih memba-
Masalah Kepercayaan
yangi demokrasi lokal.
Namun pengabaian terhadap sistem dalam kehidupan ber- Berdasar pada analisis ini, ada dua rekomendasi fundamen
demokrasi tidak hanya disebabkan oleh eforia tafsir kebebasan. yang harus dilakukan dalam menangani masalah disobedience to
Pada konteks pelaksanaan demokrasi lokal tertentu, pengabaian system berkaitan dengan proses pilkada. Pertama, pemerintah-
terhadap sistem juga disebabkan oleh masalah kepercayaan. Yai- an harus aktif melakukan pendidikan demokrasi sebagai upaya
tu kepercayaan terhadap berjalannya aturan main oleh penye- memupuk kesadaran mengenai kebebasan yang harus sadar pada
lenggara wewenang dalam pemerintahan menjadi faktor selan- aturan main. Pada saat bersamaan pemerintah harus memper-
jutnya dari terbentuknya disobedience to system dari berbagai siapkan sistem keamanan yang kuat sebagai tindakan pencegah-
kelompok kepentingan. an terhadap kemungkinan aksi kekerasan dalam proses pilkada.
Buruknya pelaksanaan kepemerintahan dari tingkat pu- Kedua harus dilakukan pembenahan kelembagaan pemerintah-
sat dan daerah merupakan kondisi yang sudah dipahami oleh an, dalam kasus ini KPU, sehingga meningkatkan kepercayaan
publik. Menurut James Manor dalam The Search for Balance publik untuk mempercayai pelaksanaan aturan main yang sudah
(1998), dalam kasus negara demokrasi muda, ketidakpercayaan ada. Dua langkah tersebut paling tidak akan mereduksi surplus
masyarakat terhadap pelaksana sistem wewenang pemerintahan kekerasan tingkat lokal di Indonesia.*
disebabkan oleh penyakit kronis kelembagaan seperti tingkat
korupsi yang tinggi, lambannya proses pelayanan publik, dan
* Artikel Surplus Kekerasan Lokal ini pernah dimuat
praktik klientelisme. Jika dilihat pada kasus di Indonesia secara di Jawa Pos, 24 Mei 2010.
umum, dan khususnya tingkat daerah, penyakit kronis kelem-
bagaan tersebut masih belum tersembuhkan. Sehingga bisa di-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
166 167
pilkada di Papua bukan merupakan fenomena baru dalam pelak-

Kolektivisme dan sanaan pilkada di daerah-daerah Indonesia. Pada konteks ma-


syarakat rentan konflik di daerah-daerah Indonesia, pilkada

Kekerasan Pilkada seringkali diwarnai konflik kekerasan. Sayangnya, konteks


masyarakat rentan konflik dalam pilkada tidak diikuti oleh
negara dengan penanganan sistematis faktor sosiologis konflik
kekerasan. Sehingga sering terjadi eskalasi kekerasan yang me-
KONFLIK kekerasan di Papua dalam arena pemilihan pe- nyebabkan kerusakan fasilitas publik dan korban jiwa dalam
mimpin politik di tingkat otonomi daerah kabupaten/kota kem- proses pelaksanaan pilkada di daerah-daerah.
bali memberi warna kelam pada pilkada 2011. Diberitakan oleh
media bahwa konflik kekerasan pilkada Papua yang terjadi di Kolektivisme Konflik
kabupaten Puncak Jaya, Pinai, dan Tanjakan Gunung Merah Konflik berarti terciptanya perbedaan kepentingan diantara
telah menyebabkan korban tewas 19 orang (Tempointeraktif, kelompok-kelompok sosial dalam memperebutkan sumberdaya
1/8/2011). Isu yang menjadi pemicu konflik kekerasan tersebut terbatas tertentu yang ditandai oleh mobilisasi gerakan. Mobili-
adalah pencabutan dukungan dari ketua partai Gerindra terha- sasi gerakan konflik memiliki tujuan meraih sumberdaya ter-
dap salah satu kandidat bupati. Akibatnya kekecewaan muncul batas seperti posisi kekuasaan, harta, dan kekayaan alam. Pada
dalam bentuk mobilisasi massa pendukung kandidat bupati de- dimensi konflik masal atau antar kelompok sosial, setiap gerak-
ngan aksi kekerasan terhadap massa lain. an konflik selalu membutuhkan kolektivisme berupa identitas,
Pilkada yang berlangsung pada tanggal 31 Juli 2011 di Ka- keyakinan definisi siapa pihak lawan dalam konflik, serta kepe-
bupaten Puncak Papua tersebut akhirnya berlangsung ricuh dan mimpinan dalam kelompok (in-group). Sehingga pada konteks
menyebabkan korban tewas 23 orang. Kejadian ini dipicu karena pilkada yang berkaitan dengan kontestasi perebutan kekuasaan,
adanya penolakan dari KPUD setempat yang menolak adanya konflik yang muncul di dalamnya seringkali dibersamai oleh
dualisme calon bupati dari partai yang sama. Hal ini yang mem- polarisasi kepentingan untuk meraih sumberdaya dalam bentuk
buat massa pendukung dari salah satu calon yang ditolak oleh posisi kekuasaan yang diperjuangkan melalui gerakan kolekti-
KPUD akhirnya menyerang calon bupati dari partai yang sama visme konflik masing-masing kelompok.
dan diakui oleh KPUD. Kedua massa pendukung dari masing- Konflik merupakan realitas yang alamiah dalam dunia ma-
masing calon saling serang dan membuat kerusuhan yang terjadi syarakat manusia. Namun bagaimana gerakan konflik kelom-
semakin parah sehingga menimbulkan korban tewas dari kedua pok-kelompok sosial memilih cara untuk menyelesaikan dan
belah pihak. Dengan segera, kejadian ini langsung merebak ke mengakhiri konflik sangat dipengaruhi oleh model kolektivisme.
wilayah lainnya, sehingga kerusuhan semakin melebar dan tidak Paling tidak terdapat dua kutub berlawanan dari model kolek-
terkendali.(KOMPAS, 18/3) tivisme, yaitu kolektivisme inklusif dan eksklusif. Pada kolek-
Isu, model mobilisasi masa, dan akibat konflik kekerasan tivisme inklusif, individu-invidu yang menjadi anggota dalam

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
168 169
suatu kelompok bisa berkomunikasi secara terbuka dengan sif ini oleh pemerintah, sehingga menyebabkan situasi konflik
praktik dialog dan negosiasi atau mekanisme yudisial. Identitas pilkada, umumnya dimensi konflik lainnya, sering dirobek oleh
cenderung lentur, dan hubungan dengan pemimpin tidak bersi- kekerasan.
fat imperatif namun diskursif. Sehingga proses mendefinisikan
Penanganan Sistematis
siapa lawan dalam konflik sering berlangsung secara hati-hati
dalam proses analisa kolektif. Kolektivisme inklusif ini cende- Lembaga kepolisian melalui Wakil Kepala Bareskrim Ins-
rung hadir dalam masyarakat perkotaan menengah ke atas yang pektur Jenderal Bekto Soeprapto menyatakan bahwa konflik ke-
mapan secara ekonomi dan berpendidikan. kerasan di Papua akhir-akhir ini sudah biasa karena masyarakat-
Sedangkan kolektivisme eksklusif, individu-individu ang- nya yang bertemperamen tinggi. Nanti, lanjut kepolisian, bisa
gota menghindari berkomunikasi secara terbuka dalam dialog diselesaikan melalui mekanisme adat sebagaimana masyarakat
dan negosiasi dengan kelompok-kelompok lain. Identitas meru- Papua biasa melakukannya (Tempointeraktif, 2/8/2011). Sayang
pakan definisi yang mutlak sebagai kebenaran, yang meman- sekali, pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa lembaga ke-
dang kelompok lain dalam posisi salah atau buruk dari kerangka polisian pun belum menyadari fakta kolektivisme eksklusif yang
persepsi kelompok. Hubungan individu anggota dan pemimpin seharusnya ditangani secara transformatif. Dalam konteks kon-
adalah imperatif yang bisa juga pada level represif. Sehingga flik kekerasan yang tercipta karena negara tidak berhasil mence-
siapa yang dipandang lawan dalam konflik seringkali ditentukan gah dan menanganinya, jatuh korban bukan merupakan kejadian
oleh proses instruksional pemimpin. Sekali pemimpin menye- biasa yang bisa dimakfumi begitu saja. Idealnya, lembaga-lem-
but kelompok tertentu sebagai musuh, maka seluruh anggota baga pemerintah memiliki dan mengimplementasikan konsep
akan melakukan mobilisasi gerakan konflik melawan kelompok yang mentransformasi konflik kekerasan masyarakat menjadi
tersebut. Sehingga menurut Korotelina dalam Identity Conflicts konflik damai berbasis dialog dan mekanisme yudisial.
(2009), pada kecenderungannya, kolektivisme eksklusif lebih Jika kolektivisme eksklusif masih merupakan realitas so-
memilih konfrontasi dan cara kekerasan yang menolak komuni- sial masyarakat Papua, dan secara umum masyarakat-masyara-
kasi terbuka. Kolektivisme ekslusif biasanya masih kuat dalam kat lain di Indonesia, pemerintah perlu menciptakan program
masyarakat yang tidak mapan secara ekonomi (miskin) dan khusus selain penguatan keamanan oleh lembaga kepolisian.
kurang terdidik oleh pendidikan modern. Yaitu program yang bisa merubah kolektivisme eksklusif men-
Seharusnya konflik kekerasan pilkada di Papua akhir bulan jadi kolektivisme inklusif. Sehingga konflik antar kelompok
Juli lalu, sudah bisa diprediksi pemerintah. Masyarakat Papua bisa berlangsung dinamis tanpa kekerasan. Lembaga-lembaga
sampai detik ini masih kuat dengan kolektivisme eksklusifnya. negara dari tingkat pusat dan daerah, harus bekerjasama secara
Berbagai kelompok etnis di dalamnya cenderung menutup ko- serius menciptakan program transformasi tersebut. Beberapa
munikasi terbuka dan memilih cara kekerasan dalam konflik bagian dalam program tersebut diantaranya sosialisasi penting-
berbagai dimensi, termasuk konflik pilkada. Sayangnya, belum nya penggunaan mekanisme yudisial, pelatihan kepemimpinan
ada penanganan serius terhadap masalah kolektivisme eksklu- dalam negara demokrasi bagi pemimpin-pemimpin etnis (adat),

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
170 171
sampai pendidikan perdamaian untuk para pemuda.
Namun program mentransformasi kolektivisme eksklusif
tersebut harus dibersamai oleh komitmen negara dalam mening-
Transformasi Konflik
katkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan sosial
ekonomi. Pengangguran, kemiskinan dan pendidikan yang ren- dalam Pemilu
dah merupakan kondisi fundamental yang menyebabkan ma-
syarakat sulit keluar dari kerangka kolektivisme eksklusifnya. The exercise of violence can not be avoided when conflicting
Hal tersebut karena melalui kolektivisme eksklusiflah masyara- interests are at stake. (Sigmund Freud, 1932)
kat miskin merasa bisa mengekspresikan frustasinya. Sehingga
tanpa pembangunan sosial ekonomi yang benar-benar mening-
katkan kesejahteraan, kolektivisme eksklusif akan tetap kuat SELAMA musim pilkada publik Indonesia tidak jarang harus
dalam sistem hidup masyarakat. menyaksikan adegan saling melukai dan membunuh diantara
Pilkada di Papua yang sudah merenggut korban jiwa seba- para pendukung calon kepala daerah, perusakan gedung-gedung
gian masyarakatnya merupakan bagian dari konflik yang dimo- pemerintahan, dan berbagai bentuk anarkhisme lainnya. Seba-
bilisasi oleh kolektivisme eksklusif. Wilayah-wilayah lain yang gaimana yang terjadi beberapa waktu lalu di Kabupaten Tana
memiliki model kolektivisme serupa, seperti Aceh dan Sulawesi, Toraja, Soppeng, Maros, dan Gowa Sulawesi Selatan (Tem-
pada musim pilkada ini perlu diantisipasi serius oleh negara de- pointeraktif, 27/6/2010). Enam kabupaten di Sulawesi Selatan
ngan mentransformasi kolektivisme ekslusif dalam masyarakat. seperti Barru, Soppeng, Luwu Timur, Luwu Utara, Bulukumba,
Sehingga pilkada bisa melahirkan proses konflik politik yang dan Gowa dianggap sebagai daerah-daerah yang rawan konflik
damai, aman, dan bermartabat.* karena di 6 daerah tersebut massa pendukung fanatik dari calon-
calon incumbent selalu berbuat rusuh (Kompas.com, 6/3/2010).
Pilkada merupakan arena kontestasi politik demokratis yang
* Artikel Kolektivisme dan Kekerasan Pilkada ini pernah dimuat
di Koran Tempo, 10 Agustus 2011. ditandai oleh mobilisasi berbagai sumber daya (modal) kekua-
saan. Sumber daya kekuasaan dalam bentuk jejaring sosial,
kultural, sampai sumber daya ekonomi yang menjadi generator
dinamika konflik pilkada. Sehingga isu teknis seperti masalah
penghitungan suara walaupun bisa terselesaikan secara yuridis
dan transparan, dinamika konflik pilkada tidak berarti padam se-
cara otomatis. Karena penyelesaian isu teknis seringkali tidak
dibersamai oleh pengelolaan mobilisasi sumbedaya kekuasaan
para kontestan pilkada oleh negara. Akibatnya dinamika konflik

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
172 173
pilkada seringkali meruncing menjadi konflik kekerasan. Englander melihat perilaku kekerasan dalam kontestasi
kekuasaan seringkali merupakan campuran rumit antara hos-
Simpul Kekerasan
tile agression dan instrumental agression. Hostile agression
Ilmuwan konflik dan perdamaian menyadari bahwa ke- merupakan aksi kekerasan yang beroreintasi pada pemuasan
kerasan memiliki sifat omnipresent (hadir di manapun). Ke- emosional, yang secara kolektif berkaitan dengan harga diri
mampuan kekerasan hadir di mana-mana sering dimediasi oleh kelompok. Seperti anggapan bahwa etnis A seharusnya tidak
sifat dasar manusia yang keras kepala terhadap kepentingan- boleh kalah dari etnis B dalam pilkada. Ketika etnis A ternyata
nya. Sebagaimana kutipan dari Sigmund Freud di atas, bahwa kalah dalam pilkada, maka perilaku kekerasan bisa bersumber
kekerasan hadir tak terhindarkan ketika berbagai kepentingan dari keinginan menjaga harga diri akibat kekalahan tersebut. Se-
begitu keras kepala pada posisinya. Pada saat bersamaan telaah dangkan instrumental agression adalah tindakan kekerasan yang
kritis sosiologi konflik, melihat kepentingan yang keras kepala dikalkulasi sebagai upaya untuk meraih tujuan tertentu. Seperti
dikaitkan dengan dorongan alamiah manusia (human nature) kekerasan para pendukung kontestan pilkada ditujukan untuk
dalam memperjuangkan eksistensi dasar dunia sosial yang me- mendorong KPU melakukan penghitungan atau bahkan pencon-
liputi kekuasaan, ideologi-identitas, dan kekayaan. Kekerasan trengan ulang. Kompleksitas perilaku kekerasan dalam pilkada
pilkada di Indonesia pun tidak tidak lepas dari dorongan alami- ini membutuhkan penanganan yang didasarkan pada kekuatan
ah memperjuangkan eksistensi dasar dunia sosial tersebut. Jika kelembagaan negara.
demikian kepentingan yang keras kepala para kontestan pilkada
Transformasi Kepentingan
adalah kondisi nyata yang harus dikelola, tidak bisa dimatikan
namun hanya bisa dikelola. Setiap peradaban selalu berusaha melembagakan mekanisme
Secara sosiologis sifat keras kepala terhadap kepentingan untuk mengatur dan mengelola proses memperjuangkan eksis-
itulah yang menyebabkan sumber daya kekuasaan dimobilisa- tensi dasar dunia sosial oleh para anggotanya. Douglass C. North
si secara contentious (membabi buta). Kontestan yang memi- melalui Violence and Social Order (2009) menyebut mekanisme
liki kekuatan ekonomi mampu merekrut kelompok-kelompok pengaturan perjuangan atas eksistensi dasar dunia sosial sebagai
pemuda pengangguran dan preman pasar untuk mendestabilisasi institutional constraints. Maknanya adalah mekanisme kelem-
proses pemilu dengan aksi kekerasan. Kontestan yang memiliki bagaan yang memiliki legitimasi dan mampu mendorong setiap
sumber daya kekuasaan primordialisme etnis dan keagamaan pihak melalui cara tertentu agar tidak bersikukuh pada kepen-
mampu mendorong para anggota komunitas menyerang pendu- tingannya. Pertanyaannya adalah siapa yang memiliki legitimasi
kung lain yang berbeda suku. Sehingga menurut Kandel Eng- dan mampu mengorganisasi institutional constraints ini?
lander (2008) variasi sumber daya kekuasaan selalu menyebab- Max Weber menyebut negara sebagai organisasi yang
kan kompleksitas perilaku kekerasan (the complexity of violent mempunyai legitimasi dan kemampuan itu. Negara bisa memo-
behavior) yang sulit dikontrol dan dikelola oleh sistem dalam bilisasi cara apapun, kekerasan atau dialog, untuk menindak
masyarakat atau negara. siapapun yang keras kepala pada kepentingannya. Namun gam-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
174 175
baran organisasi negara Weberian berada dalam konteks sejarah Usaha mentransformasi konflik pilkada yang diwarnai oleh
negara-negara yang masih dipengaruhi model monarki. Yaitu kekerasan menjadi perdamaian pilkada bisa diawali dengan meng-
raja (rejim) bisa memobilisasi institutional constraints untuk amandemen UU. No. 22/2007. Peraturan pelaksanaan pemilu
kepentingan raja. Pada konteks masyarakat kontemporer yang ini harus menjadi kerangka kerja institutional constraints yang
mengadopsi demokrasi, definisi dan implementasi institutional komprehensif. Artinya selain mengatur hal-hal teknis pemilu,
constraints tidak lagi berpusat pada rejim. undang-undang tersebut harus memiliki mekanisne transformasi
Sehingga menurut Douglass C. North (2009), institutional konflik pilkada dengan berdasarkan pada kondisi nyata sosiologi
constraints harus dilandaskan pada hak publik atas perdamaian konflik masyarakat Indonesia.*
melalui prinsip-prinsip kemanusiaan dalam sistem demokrasi.
Salah satu cara memenuhi hak perdamaian publik adalah de-
* Artikel ini pernah dimuat di Koran Tempo, 30 Juni 2011.
ngan menekan kelompok-kelompok kepntingan yang tidak ber-
hak menggunakan kekerasan untuk mengagregasi kepentingan
di ruang publik. Karena kelompok sipil, seperti para pendukung
konstestan pilkada, hanya berhak mengagregasi kepentingan
dalam prosedur demokrasi dengan tidak melanggar perdamaian
publik.
Pada pengertian inilah negara benar-benar merefleksikan
diri sebagai organisasi penjaga perdamaian rakyat. Sehingga
upaya legal negara terhadap para kontestan pilkada agar tidak
bersikukuh dengan kepentingannya adalah institutional con-
straints yang legitimate. Sayangnya pengertian ini tidak dianut
dalam UU N0. 22 Tahun 2007 mengenai Penyelenggaran Pe-
milihan Umum sebagai kerangka kerja institutional constraints.
Undang-undang tersebut lebih dominan berisi mengenai hal-hal
teknis sehingga tidak peka dan mampu mentransformasi konflik
kekerasan pilkada menjadi pilkada yang damai. Seperti peran
aparatur kepolisian dalam pelaksanaan pilkada yang tidak diatur
secara konkrit. Padahal pada lembaga inilah pengunaan alat ke-
kerasan yang legitimate bisa dimobilisasi secara cepat dan tepat.
Selama ini kepolisian hanya menggunakan peraturan fungsional
mengenai lembaga kepolisian yang menyebabkan proses pe-
ngamanan pilkada tersendat dan lamban.

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
176 177
galkan Yogyakarta (Kompas.com, 11/6/11).

Konflik Jelas bahwa konflik konsep kekuasaan dalam status keis-


timewaan Yogyakarta ini didinamisasi oleh klaim dan argumen-

Keistimewaan DIY tasi yang berseberangan. Walaupun masing-masing argumen


memiliki legitimasi moral dan filosofi yang kuat dan konsti-
tusional, secara sosiologis telah menciptakan jebakan subyeti-
fisme. Suatu kondisi kesadaran pihak berkonflik yang meyakini
PADA 13 Desember yang lalu, Sidang Paripurna DPRD Yog- bahwa hanya argumentasi sendirii yang benar, valid, dan pantas
yakarta (DIY) telah menyepakati opsi penetapan sebagai bagian eksis sebagai pemenang. Sehingga saat ini masalah krusialnya
dari keistimewaan Yogyakarta. Bersamaan itu demonstrasi pub- adalah bagaimana mendorong keluar para pihak berkonflik,
lik Yogyakarta yang menyerukan penetapan sebagai bagian dari pemerintah pusat dan DIY, dari jebakan subyektifisme tersebut.
keistimewaan juga digelar oleh puluhan ribu warga. Klaim ke- Proses ini membutuhkan komitmen konstruktif pihak berkonflik
sejarahan dan respektasi demokrasi terhadap mekanisme poli- dan juga mediasi konflik.
tik lokal menjadi wacana masyarakat pro penetapan. Meskipun
demikian respon pemerintah masih pada posisi semula, yaitu Jebakan Subyektifisme
menjadikan pemilu sebagai mekanisme jabatan gubernur. Se- Pemerintah pusat merujuk pada pasal 18 Ayat 4 UUD 1945
dangkan Sultan didaulat sebagai kepala daerah dengan beberapa yang memandatkan gubernur dipilih secara demokratis. Selain
wewenang tertentu. Argumen pemerintah pusat berlandas pada itu pemerintah juga merujuk hukum yang lebih khusus, yaitu
prinsip bahwa monarkhi di dalam sistem demokrasi tidak boleh UU 32/2004 yang menegaskan bahwa gubernur dipilih melalui
hidup karena jabatan politik harus dipilih secara transparan oleh pemilihan langsung. Dua rujukan legal ini dijadikan sebagai
masyarakat. pondasi RUU Keistimewaan DIY dan proposal pemerintah pu-
Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh warga Yogyakarta sat mengenasi konsep pemilihan untuk jabatan gubernur. Bagi
yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Gerakan Keistime- pemerintah pusat (presiden) opsi keistimewaan minus penetapan
waan DIY ini berlangsung selama 2 hari. Beberapa aksi yang sepertinya sudah merupakan pilihan paling logis dan rasional.
dilakukan oleh masyarakat Yogyakarta adalah melalui simbol- Akibatnya pemerintah pusat selalu kukuh menghadapi aspirasi
simbol untuk mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap ke- masyarakat DIY yang memperjuangkan status penetapan seba-
hadiran Presiden SBY di Yogyakarta. Aksi demo ini dipusatkan gai bagian keistimewaan.
di Istana Gedung Agung yang menjadi tempat tinggal presiden Mereka yang mendukung pro penetapan menilai rujukan
selama di Yogyakarta. Bentuk dari simbolisasi atas kehadiran legal tersebut dari pemerintah tidak mungkin diterapkan dalam
presiden SBY adalah dengan membawa ketapel yang nantinya konteks keistimewaan suatu daerah. Sebagaiman keistimewaan
akan diarahkan ke Istana Gedung Agung yang dilanjutkan de- Aceh dengan Syariat Islamnya yang secara tekstual bertentangan
ngan membacakan surat Yasin untuk SBY agar segera mening- dengan Pancasila dan UUD 1945. Namun karena adanya Sya-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
178 179
riat Islam itulah Aceh mendapatkan status keistimewaan selama tuhkan dalam situasi ini. Walaupun demikian, UGM sebagai
implementasinya tidak melanggar filsofi umum dari konstitusi mediator konflik perlu menyediakan alternatif pemecahan ma-
Republik Indonesia. Sehingga pada konteks keistimewaan DIY, salah yang menjadi jalan transendental untuk pemerintah pusat
penetapan adalah unsur fundamental dari status keistimewaan dan DIY. Tuntutan penyediaan alternatif pemecahan masalah
itu sendiri. Pandangan masyarakat pro penetapan ini merupakan inilah yang tampaknya menyebabkan para pakar di UGM me-
representasi kultural dan identitas sebagian masyarakat Yogya- ngalami pembelahan pendapat, antara pro penetapan dan pemili-
karta. Ini terlihat dari menggelombangnya aksi-aksi protes me- han (Tempointeraktif, 17/12). Memang patut disayangkan, satu
nolak RUU Keistimwaan versi pemerintah pusat. lembaga yang menawarkan mediasi konflik harus terjebak juga
Dough Mc. Adam (Dynamic of Contention, 2004) menyebut dalam contentious politics internal.
situasi dimana terjadi klaim subyektif, interaksi kolektif seperti Mediator konflik harus keluar terlebih dahulu dari jebakan
mobilisasi massa, dan wacana yang mengeras untuk mempenga- subyektifisme yang telah menyebabkan pihak berkonflik terus
ruhi pemerintah atau lawan politik, adalah sebagai politik keras mereproduksi contentious politics. Namun, menurut Johan Gal-
kepala (contentious politics). Contentious politics yang terjadi tung (Trancends Approach, 2003) selain menyediakan alternatif
secara episodik atau terus menerus bukan tidak mungkin men- pemecahan masalah, hal terpenting dari mediator konflik adalah
ciptakan eskalasi kekerasan. Hal ini bisa terjadi disebabkan oleh membantu pihak berkonflik meningkatkan komunikasi ke arah
memekatnya tekanan emosi identitas, namun juga kekerasan politik negosiasi. Pada posisi ini mediator konflik menawarkan
sebagai pilihan rasional seperti yang terjadi pada kasus-kasus pelembagaan negosiasi yang mempertemukan pihak berkonflik
gerakan separatisme. Konflik DIY dan pemerintah pusat pada untuk menawarkan proposal resolusi konflik masing-masing.
begitu nyata ditandai oleh contentious politics, yang jika terus Proses ini sebenarnya sudah sangat umum pada banyak kasus
berlangsung bukan tidak mungkin terjadi eskalasi kekerasan. mediasi konflik. UGM dan para pakar di dalamnya mungkin
Kekerasan jelas merupakan situasi negatif yang merugikan pada perlu bersepakat untuk mendorong komunikasi dan menye-
banyak sisi. diakan kelembagaan negosiasi terlebih dahulu. Pada konteks
ini, mediator konflik tidak perlu membawa alternatif pemeca-
Mediasi Konflik
han masalah, namun membantu pihak berkonflik mendeliberasi
Contentious politics pemerintah pusat dan masyarakat berbagai kemungkinan pemecahan masalah. Sangat mungkin,
DIY pro penetapan perlu ditanggalkan secara sukarela dengan dalam perkembangan negosiasi muncul gagasan-gagasan baru
meyakini bahwa kasus konflik ini bisa ditemukan pemecahan yang membawa pada jalan keluar baru bagi semua pihak.
masalahnya. Penanggalan contentious politics bisa diinstitusi- RUU Keistimewaan saat ini sudah masuk di DPR untuk di-
kan melalui politik negosiasi dalam satu arena konsultatif yang musyawarahkan hasil akhirnya. Namun bisa diprediksi bawah
transparan dan menjunjung tinggi prinsip perdamaian. Tawaran tidak mudah bagi DPR untuk memutuskan dan mensyahkan ran-
Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai universitas besar di cangan versi pemerintah tersebut. Hal ini karena ketidaksepa-
DIY menjadi mediator konflik adalah inisiatif yang sangat dibu- katan masyarakat DIY atas rancangan tersebut adalah realitas

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
180 181
sosiologis yang tidak bisa dipungkiri. Memaksakan keputusan
dengan konsep pemerintah dalam rancangan undang-undang
tersebut pasti akan menciptakan eskalasi kekerasan dan krisis
Multi Partai dan
politik nasional. Sehingga memang sangat mendesak agenda
memediasi konflik antara pemerintah pusat dan representasi Pengelolaan Konflik
DIY seperti Sultan, Pakualam, serta para tokoh pro penetapan.
Mediasi konflik yang dilandasi oleh semangat pemecahan ma-
salah dan imparsial diharapkan mampu mendorong pemerintah KPU telah mensyahkan 34 parpol (partai politik) yang ber-
pusat dan DIY menemukan jalan keluar bersama secara arif.* hak mengikuti pemilu legislatif tahun 2009. Masing-masing par-
tai politik pun mendapatkan nomor ‘cantik’ menurut versi mas-
ing-masing. Kegembiraan meluap di wajah-wajah elite partai.
* Artikel Konflik Keistemewaan DIY ini pernah dimuat Sebagian mensyukurinya dengan melakukan semacam “pesta“
di Koran Tempo, 20 Desember 2010.
internal partai.
Akan tetapi di balik pentas kegembiraan tersebut, bagaima-
na dampak disyahkannya 34 parpol oleh KPU terhadap pem-
bangunan perdamaian? Kekhawatiran masyarakat yang paling
mendalam terhadap jumlah partai politik yang banyak adalah
rentannya konflik politik oleh praktik kekerasan.

Kemungkinan Kekerasan

Multi partai sendiri sesungguhnya telah menggambarkan


perbedaan kepentingan. Secara sederhana, perbedaan kepenti-
ngan memberi kontribusi terhadap merapuhnya perdamaian so-
sial. Hal ini menjadi kenyataan pada saat kelompok-keompok
yang terlibat dalam konflik kepentingan menggunakan strategi
contentious dalam prosesnya. Strategi contentious ditunjukkan
dengan sikap dan perilaku yang agresif, serta tidak memperdu-
likan kelompok lain. Pada saat kelompok-kelompok kepentin-
gan memiliki karakter contentious, konflik cenderung bersifat
merusak (destructive).
Pola konflik yang diciptakan oleh karakter contentious
adalah zero-sum game, menang untuk kelompok sendiri dan

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
182 183
mati untuk lawan. Kekerasan yang dilahirkan dari pola konflik tama dari partai-partai politik di luar lingkaran kekuasaan. Pada
ini pun, dalam istilah Galtung (1997) menyebabkan absennya level ini, kampanye kotor (black campaign) untuk delegitimasi
perdamaian negatif dan positif sekaligus. Artinya ancaman ke- atau pembunuhan karakter tokoh bisa muncul. Pertarungan he-
kerasan dalam bentuk aksi kekerasan fisik dan ketidakadilan gemonik yang melibatkan berbagai tokoh-tokoh partai pun akan
sosial adalah ancaman nyata. Seandainya 34 parpol memiliki mempengaruhi sikap dan perilaku massa partai. Dukungan buta
karakter contentious, ancaman lahirnya kekerasan fisik dan terhadap partai dan tokohnya bisa mendorong sikap eksklusif
ketidakadilan sosial bukanlah hal yang absurd dalam negara de- dan perilaku kekerasan.
mokrasi Indonesia.
Pengelolaan Konflik
Kalangan realis dalam studi konflik memandang bahwa
setiap kelompok kepentingan pada dasarnya memiliki karak- Menghadapi kemungkinan konflik dan kekerasan dari ada-
ter contentious. Paling tidak pada awal dinamika konflik, se- nya multi partai, setiap agensi politik perlu mendesain penge-
tiap kelompok cenderung mengeksploitasi power masing-mas- lolaan konflik. Salah satu idealisme pengelolaan konflik adalah
ing. Power dalam pengertian fisik (hard power), seperti jumlah mereduksi konflik kekerasan dan mentrasformasi konflik yang
massa yang besar dan fanatik, ataupun power dalam pengertian bersifat destruktif menjadi konstruktif. Maksud dari sifat kon-
hegemonik (soft power). Jika mengikuti asumsi ini, pemilu 2009 struktif adalah setiap kelompok kepentingan mampu mengubah
pastinya diwarnai oleh dua fenomena besar. karakter contentious dan pola konflik zero-sum game menjadi
Pertama adalah aksi unjuk kekuatan fisik di ruang sosial di- kompromi dan atau problem solving (pemecahan masalah). Per-
mana anarkhisme menjadi bagian dari petunjukan hard power. tanyaannya adalah siapa yang bertanggung jawab dan bagaima-
Biasanya kampanye menjadi ruang sosialnya walaupun di luar na pengelolaan konflik ini dilaksanakan?
kampanye aksi ini bisa juga muncul. Sejarah pemilu di Indone- Secara ideal pengelolaan konflik dilaksanakan oleh satu
sia selalu tidak lepas dari pertunjukan hard power, dan akibatnya institusi berwenang yang melandaskan pelaksanaannya pada
aksi kekerasan antar pendukung partai politik tak terhindar. Pe- prinsip-prinsip netralitas. Prinsip netralitas dalam studi konflik
milu daerah (pilkada) yang telah terlaksana di berbagai daerah sesungguhnya adalah norma pengatur pihak ketiga sebagai pe-
pun tidak lepas dari fenomena kekerasan antar massa parpol aki- ngelola konflik agar tidak terjatuh pada pemihakan salah satu ke-
bat pertunjukan hard power ini. lompok kepentingan. Ketidakperpihakan ini pun akan dijalankan
Kedua adalah pertarungan hegemonik yang direfleksikan tatkala sudah ada kondisi hubungan setara (equal relation) dari
oleh pertarungan wacana. Strategi dalam pertarungan hegemonik berbagai kelompok konflik kepentingan. Jika kita masuk dalam
adalah menciptakan wacana delegitimatif terhadap lawan. Tanpa konteks multi partai dan pemilu maka institusi yang memiliki
menunggu kampanye pemilu 2009 pertarungan hegemonik ini wewenang dan kapasitas mengelola konflik adalah negara. Ne-
telah muncul ke permukaan panggung politik nasional. Hanya gara melalui organisasi-organisasinya harus mampu mereduksi
saja jika difokuskan pada analisis konflik menjelang pemilu, kekerasan partai politik dan menciptakan konflik kepentingan
pertarungan hegemonik akan muncul lebih kuat dan agresif teru- yang konstruktif untuk pembangunan perdamaian.

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
184 185
Satu pokok persoalan dalam negara ini adalah belum ha- Bibliografi
dirnya undang-undang pengelolaan konflik sebagai payung legal.
Konflik kepentingan antar kelompok dalam tubuh bangsa ini,
Agnew, Robert S. 2007. Strain theory and violent behavior. In The
yang memungkinkan lahirnya konflik kekerasan masih ‘dibiar-
Cambridge Handbook of Violent Behavior, edited by Daniel
kan’ hidup tanpa pengelolaan. Penanganan konflik kepentingan
J. Flannery, Alexander T. Vazsonyi, and Irwin Waldman. New
masih dilandaskan pada kebijakan yang temporer. Sebenarnya
York: Cambridge University Press.
melalui undang-undang pengelolaan konflik negara telah men-
jalankan kewajiban dalam menciptakan perdamaian hakiki se- Diamond, Larry. 2003. Developing democracy toward consolidation.
bagaimana terkandung dalam UUD 1945. Dalam konteks multi Yogyakarta : IRE Press.
partai, payung legal pengelolaan konflik akan sangat membantu
Diamond, Larry. 2004. Essential readings in comparative politics: The
menciptakan demokrasi yang ideal, yaitu konflik konstruktif
democratic rollback: the resurgence of the predatory state. New
akan membantu terciptanya keadilan sosial dan pereduksian aksi
York: Norton & Company.
kekerasan akan menciptakan tertib warga (good citizen).
Kecemasan terhadap absennya perdamaian negatif dan Diamond, Larry. 2008. The spirit of democracy: The struggle to build
positif akibat konflik kepentingan multi partai perlu menjadi free societies throughout the world. New York: Henry Holt and
perhatian seluruh elemen bangsa, termasuk parpol. Fakta belum Company, LLC
hadirnya payung legal pengelolaan konflik menyebabkan masih
rapuhnya perdamaian di Indonesia. Parpol harus mampu men- Englander, Kandel. 2007. Understanding violence. New jersey: Lau-
jadi pengelola konflik yang mandiri. Artinya setiap partai poli- renc Erlbaum Associates, Inc.
tik harus memasang idealisme pengelolaan konflik dalam setiap Freud, Sigmund.1932. The anatomy of the mental personality : New in-
praktek politik dan konflik kepentingan di antara mereka sendi- troductory lectures on psycho-analysis. from LECTURE XXXI.
ri. Mereka harus mengontrol pemanfaatkan kekuatan fisik (hard London : . Hogarth Press.
power) dan hegemonik (soft power). Hal ini jika partai politik
benar-benar konsisten dengan klaim bahwa eksistensi mereka Korotelina, Karina. 2009. Handbook of conflict analysis and resolu-
untuk kesejahteraan rakyat.* tion. New York : Routledge.

Kean, John. 2004. Violence and democracy. Cambridge : Cambridge


* Artikel Multi Partai dan Pengelolaan Konflik ini pernah
University Press
dimuat di Harian Seputar Indonesia, Juni 2008.
Manor, James. 1998. Mark Robinson and Gordon White (eds). De-
mocratizations and The Developmental State : The Search for
Balance. The democratic and developmental state :political and
institutional design. Oxford : Oxford University Press.

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
186 187
Mc. Adam, Dough., and Tilly, Charles. 2004. Dynamic of contention. http://nasional.kompas.com/read/2008/07/21/21580592/konflik.
Cambridge, Cambridge University Press. di.maluku.utara.akibat.pengambangan.hasil.pilkada.

North, Douglass., Wallis, Joseph John., and Weingast, Barry R. 2009. Tempo.co. (7 Agustus 2011). Munaroh. Dalam Dua Bulan, 8 Kasus
Violence and Social Orders: A conceptual framework for inter- Kekerasan Terjadi di Papua. Diakses pada 19 Maret 2012 http://
preting recorded human history. Cambridge : Cambridge Uni- www.tempo.co/read/news/2011/08/07/078350483/Dalam-Dua-
versity Press. Bulan-8-Kasus-Kekerasan-Terjadi-di-Papua.

Rule, James B. 1988. Theories of civil violence. Berkeley and Los An-
geles: University of California Press.

Media

Kompas.com (11 Juli 2011). Unjuk Rasa Akan Sambut SBY di Yog-
yakarta. Diakses pada 19 Maret 2012 dari http://regional.kom-
pas.com/read/2011/07/11/19263451/Unjuk.Rasa.Akan.Sambut.
SBY.di.Yogyakarta.

Kompas.com. (6 Maret 2010). 6 Pilkada Sulawesi Selatan rawan kon-


flik. Diakses pada 18 Maret 2012 dari http://nasional.kompas.
com/read/2010/03/06/11001218/.

Kompas.com. (4 Maret 2011). Trauma pilkada Tuban telah ber-


lalu. Diakses 18 Maret 2012 dari http://regional.kompas.com/
read/2011/03/04/09065468/Trauma.Pilkada.Tuban.Telah.Ber-
lalu.

Kompas.com. (18 Maret 2012). Tindak kekerasan pada konflik pilka-


da. Diakses pada 18 Maret 2012 dari http://sosbud.kompasiana.
com/2012/03/18/tindak-kekerasan-pada-konflik-pilkada-se-
buah-analisis-teori-konstruksi-sosial/.

Kompas.com. (21 Juli 2008). Konflik di Maluku Utara Akibat Pen-


gambangan Hasil Pilkada. Diakses pada 19 Maret 2012 dari

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
188 189
BAB V

Konflik Elit-elit
Politik

Negara Gagal Mengelola Konflik


190
Merapuhnya Politik
Humanistis
HIRUK PIKUK kontestasi meraih kekuasaan tampaknya mem-
bawa khilaf humanistik para elite politik. Mereka menjadi lupa
makna kekuasaan dalam demokrasi adalah amanah warga un-
tuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan untuk seluruh
rakyat. Bukan proses meraih posisi kekuasaan an sich. Reaksi
kekecewaan para elite parpol-parpol terhadap jatuhnya pilihan
cawapres SBY pada sosok Boediono yang non parpol, adalah
gambaran jelas dari khilaf humanistik itu. Walaupun reaksi poli-
tis tersebut tidak haram dalam sistem demokrasi yang terbuka
bagi eskpresi kepentingan. Namun pola perilaku para elite poli-
tik tersebut memperlihatkan absennya paham politik humanistik
dari kesadaran para elite politik.

Paham Politik

Pertemuan PAN, PPP, dan PKS yang sempat menghasilkan


penundaan kontrak politik untuk berkoalisi dengan Partai De-
mokrat memperlihatkan kegelisahan dari hasrat berkuasa yang
terancam. Parpol-parpol tersebut selama ini cukup yakin akan
mendapatkan jatah kekuasaan melalui cawapres yang diajukan.
Sehingga keputusan SBY merupakan berita buruk terhadap ha-
srat berkuasa mereka. Walaupun saat ini parpol-parpol tersebut
telah kembali masuk dalam barisan koalisi Demokrat, perilaku
para elite tersebut di atas bersubstansi pada hasrat kekuasaan
semata.
Paham politik humanistik akan berbeda dalam menanggapi

Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia


193
keputusan politik SBY dan partainya. Tanggapan itu bisa muncul jadi rejim di negara ini hanya terjadi antara hasrat berkuasa dan
melalui pertanyaan mengenai konsep humanistik apakah yang hasrat berkuasa saja.
dimiliki cawapres pilihan SBY dalam rangka mendampingi pres- Jika dilihat secara jujur dan kritis, pasangan SBY-JK yang
iden menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa ini? menang dalam kontestasi pemilu 2004 pun merupakan hasil
Jangan-jangan cawapres tersebut memiliki konsep anti dari kontestasi diantara hasrat-hasrat kekuasaan. Bertemunya
humanistik. Yang orientasi kebijakannya berpihak pada kuasa SBY dan JK yang kader Golkar bukanlah refleksi koalisi poli-
modal pasar daripada rakyat. Melalui pertanyaan-pertanyaan tik humanistik, melainkan perselingkuhan JK di belakang Partai
humanistik sebenarnya para elite parpol bisa mendapatkan le- Golkar yang memiliki capres sendiri. Perselingkuhan memper-
gitimasi kritiknya terhadap SBY. Kritik politik yang tidak hanya lihatkan bahwa JK dan faksi-faksinya tidak bisa menahan hasrat
sekedar memuat hasrat berkuasa, namun juga hasrat humanistik. berkuasanya.
Lebih jauh lagi, kritik politik humanistik bisa menolong rakyat Pada konteks kontestasi kekuasaan 2009 melalui pemilu
menemukan calon rejim yang bisa menjadi penolong bagi kesu- presiden dan wakilnya, perilaku para elite politik kembali mem-
sahan mereka. Namun faktanya sampai detik ini, pertanyaan pertontonkan kontestasi diantara hasrat-hasrat kekuasaan. JK
tersebut tidak dominan sebagai wacana dalam ruang kontestasi merangkul Wiranto yang menjadi rival pada pemilu 2004 seba-
capres 2009. gai sebagai cawapresnya di tahun ini. Sebelum pemilu legislatif,
JK memberi sindiran politik pada Wiranto dan partainya sebagai
Negara Humanistik penumpang gelap Partai Golkar. Namun uniknya, mereka berpa-
Negara yang mampu menciptakan kesejahteraan dan me- sangan sebagai capres dan cawapres di tahun 2009. Hal ini tam-
ningkatkan kualitas sosial rakyatnya selalu berakar pada paham paknya tidak lepas dari keterpojokan JK yang sudah tidak bisa
politik humanistik rejim berkuasa (Tilly, 2007). Hal ini meru- kembali sebagai cawapres SBY, yang berarti ancaman terhadap
pakan logika politik sederhana dalam negara demokrasi. Karena posisi kekuasaan.
politik humanistik menciptakan kebijakan-kebijakan yang beru- Refleksi dari hasrat berkuasa ini juga diperlihatkan oleh
paya menyelematkan rakyat dari penderitaan. Bukan kebijakan Megawati yang menggandeng Prabowo. Megawati sudah tidak
yang memarjinalkan rakyat kecil, seperti kebijakan penggusuran punya pilihan cawapres yang cukup popular untuk mendong-
wong cilik tanpa pemecahan masalah, penetapan biaya pendi- krak suara. Walaupun keputusan tersebut harus mengorbankan
dikan yang melangit, dan perundangan yang hanya mengun- ingatan kolektif PDI-Perjuangan sendiri bahwa diantara Mega-
tungkan pemilik modal besar daripada sektor rill yang bermodal wati dan Prabowo ada sejarah kekerasan yang menjadi tragedi.
kecil. Walaupun demikian secara realpolitik demokrasi, mencip- Pada dasarnya kontestasi dari hasrat-hasrat kekuasaan elite
takan negara humanistik sebenarnya adalah proses kontestasi politik mengaburkan konsep negara humanistik. Pada kondisi
dari berbagai hasrat seperti antara hasrat berkuasa dan hasrat hu- ini bagaimana mungkin menciptakan negara yang kebijakan-ke-
manistik. Hanya saja yang mengkhawatirkan, kontestasi men- bijakannya pro rakyat?

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
194 195
Natur Demokrasi

Pada pemilu presiden 2009 ini rakyat tengah dihadapkan Eskalasi Politik Degil :
Kasus Skandal Century
pada pilihan yang sangat sempit. Karena calon-calon rejim nega-
ra ini adalah pantulan kesadaran dari hasrat kekuasaan semata.
Warga yang memiliki political question kritis (kecerdasan poli-
tik) bisa jadi memilih tidak memilih alias golput. Walaupun se-
bagian kalangan menilai golput merupakan pilihan yang kurang DINAMIKA politik dalam Pansus Century menuju pada
bijak dan putus asa. Karena pilihan untuk tidak menjadi golput tingkat eskalasi praktik kekerasan para elite politik. Praktik
bukanlah merupakan cacat moral di tengah hasrat-hasrat kekua- kekerasan tersebut muncul dengan mengabaikan etika politik,
saan yang berkontestasi. Namun demikian ada konsekuensi lain mencerabut respektasi sosial, dan menanggalkan prinsip-prin-
dari pilihan menjadi tidak golput berkaitan upaya terbentuknya sip humanisme. Semangat dan nalar obyektif Pansus Century
negara humanistik. Yaitu kembali pada natur demokrasi dengan melakukan investigasi terhadap kasus bailout (dana talangan)
mengembalikan kekuasaan rakyat dalam politik negara. Bank Century mulai terdistorsi menjadi nalar subyektif. Kon-
Rakyat perlu menyadari bahwa merekalah yang berkuasa. disi yang dipenuhi oleh ambisi kepentingan parsial dan sempit
Mekanisme penggunaan kekuasaan rakyat melalui mekanisme daripada menemukan pemecahan masalah. Distorsi ini sema-
politik demokrasi modern harus diinternalisasi sesempurna kin padat dan mengeras ketika para elite politik memobilisasi
mungkin. Rakyat perlu mengkonsolidasi kapasitas negosiasi isu-isu yang saling menjatuhkan. Sehingga adegan di hadapan
politik dalam arena yang disediakan mekanisme demokrasi, masyarakat Indonesia saat ini adalah eskalasi politik degil yang
memperkuat gerakan tuntututan warga, dan membangun ker- memperlihatkan gaya konflik ngotot, keras kepala, dan mengha-
jasama lintas kelompok rakyat berbasis pada kepentingan kema- kimi (judgment).
nusiaan untuk mempengaruhi kebijakan negara. Melalui natur Praktik kekerasan yang mengabaikan etika politik terse-
demokrasi, upaya menciptakan negara humanistik menjadi lebih but tercermin dari banyaknya pertanyaan yang hanya berkutat
mungkin. Daripada hanya menggantungkan harapan pada para pada masalah pencarían pihak yang bertanggungjawab tentang
elite yang rapuh paham politik humanistiknya.* skandal century tersebut, bukan kepada substansi materi dan
proses pengambilan kebijakan yang mengakibatkan skandal
century. Pertanyaan dari Pansus Century lebih banyak dibentur-
* Artikel Merapuhnya Politik Humanisti ini pernah dimuat
di Harian Seputar Indonesia, 22 Mei 2009. kan kepada relasi kekuasaan dan siapa pihak yang bertanggung-
jawab lebih banyak menampilkan isu kepentingan kelompok
politik satu untuk membuka aib kelompok politik yang lain. Hal
ini tercermin dari perdebatan anggota Pansus Century dengan
Marsilam Simajutak pada tanggal 18 Januari 2010 me-ngenai

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
196 197
prasangka politik yang berpusat pada siapa yang paling ber- Segala praktik dalam hubungan konflik harus berdasar pada
tangggungjawab atas skandal Century, bukan mengenai subs- informasi yang lengkap dan terverifikasi sehingga para pihak
tansi materi kebijakan dan realitas struktur kekuasaan dimana berkonflik mampu menemukan pemecahan masalah. Seperti
kebijakan tersebut diambil (Kompas.com, 28/01/2010) penegakaan hukum seperti apa yang bisa diproses, jika memang
terjadi penyimpangan. Namun sayangnya, para elite politik di
Jebakan Kekerasan
Pansus Century, masih dalam upaya mengumpulkan informasi
Fakta eskalasi politik degil tersebut memperlihatkan bahwa saja sudah menciptakan praktik komunikasi kekerasan. Mereka
isu skandal Bank Century mengalami kerancuan, antara isu pene- saling menuding satu sama lain, saling menjatuhkan diantara pro
gakan hukum dan isu kepentingan parsial kelompok-kelompok dan kontra bailout Bank Century. Apa akibat dari proses awal
politik. Dalam studi konflik, dalam kasus apapun, gaya politik yang cacat ini? Meminjam istilah ilmuwan konflik, Johan Gal-
degil selalu didorong oleh ambisi-ambisi kepentingan sempit tung (2007) para pelaku dalam hubungan konflik akan masuk
dari diri dan kelompok tertentu. Kepentingan parsial bersifat ter- dalam jebakan kekerasan (violence trap).
tutup dan tidak melihat pada kepentingan di luar kelompoknya. Jebakan kekerasan adalah lingkungan yang telah terisi
Kepentingan tentu saja tidak hanya terbatas pada keinginan me- oleh berbagai reaksi praktik komunikasi kekerasan sehingga
miliki atau mendapatkan sesuatu, namun juga keinginan untuk mengikat para pihak berkonflik terus mereproduksi komunikasi
dibenarkan, dibela, dan dipatuhi segala pemahaman (ideologis) kekerasan. Namun dalam studi konflik realpolitik (Marxis), je-
mengenai obyek yang diperdebatkan. bakan kekerasan bukan hanya sekedar diakibatkan oleh kesala-
Sebagaimana halnya dalam kasus kebijakan bailout Bank han praktik komunikasi. Namun juga disebabkan oleh muncul-
Century, dan merger menjadi Bank Mutiara. Pada layar kasus nya kepentingan parsial asali para pihak berkonflik yang bersifat
ini, Pansus Century sendiri adalah manifestasi alamiah konflik kepemilikan sumberdaya, seperti tanah, minyak, atau kekuasaan
kepentingan dalam struktur politik nasional Indonesia. Yang politik.
pada awalnya dipahami sebagai konflik kepentingan ideologis Jika mengamati dinamika politik dalam Pansus Bank Cen-
dalam memandang kebijakan bailout sebagai kriminal atau pah- tury, dua sebab eskalasi politik degil tersebut memang cukup
lawan. Konflik ini terbentuk dari isu mendasar dalam konteks kentara. Isu penegakan hukum pada kasus kebijakan bailout
menentukan kriminal atau pahlawan, yaitu penegakan hukum. Bank Century yang seharusnya dimulai dengan investigasi dan
Pada konteks konflik kepentingan model ini, upaya yang paling pengumpulan informasi yang lengkap dan terversifikasi, ter-
mendasar, menurut Marshal Rosenbergh (2003) adalah komu- nyata dimulai dengan praktik komunikasi kekerasan seperti
nikasi nir kekerasan berbasis upaya pendalaman informasi dari menuduh dan menghakimi. Dalam pandangan Rosenbergh, jelas
obyek (kebijakan bailout) yang diperdebatkan. Upaya model ko- tidak mungkin ditemukan informasi yang kredibel dari praktik
munikasi nir kekerasan ini, menurut Rosenbergh harus diawali komunikasi kekerasan seperti itu. Sebab kedua, yaitu kepent-
oleh terkumpulnya informasi yang lengkap dan terverifikasi se- ingan parsial asali dalam bentuk hasrat pada kepemilikan sum-
cara layak. berdaya, terutama posisi kekuasaan politik, juga mulai menjadi

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
198 199
perbincangan di balik panggung politik terbuka. Isu yang mulai parsial kelompok-kelompok tertentu. Semoga para elite politik
hangat adalah siapa pengganti Budiono atau siapa pengganti Sri dalam Pansus Bank Century bisa menemukan jalan transenden-
Mulyani, jelas memiliki keterkaitan dari eskalasi politik degil tal ini.*
Pansus Bank Century.

Jalan Transendental * Artikel ini pernah dimuat di Harian Seputar Indonesia, 2009.

Jebakan kekerasan dalam eskalasi politik degil Pansus


Bank Century, hanya bisa dipecahkan oleh komitmen para elite
politik dalam mencari pemecahan masalah. Pemecahan masalah
dalam visi elite politik seharusnya berorientasi pada kebajikan
dan kerakyatan, bukan kepentingan asali parsial. Inilah yang
disebut sebagai jalan transedental (transcend approach), yang
pertama dimulai dengan mereduksi semua bentuk praktik ko-
munikasi kekerasan. Proses investigasi informasi tidak harus
dengan menuduh dan menghakimi. Kedua adalah menanggal-
kan kepentingan asali parsial kelompok yang hanya mencari
kemenangan sendiri dalam memperjuangkan sumberdaya ke-
lompok semata. Namun dalam konteks politik demokrasi, upaya
mendorong para elite politik keluar dari eskalasi politik degil
tidak cukup berharap pada keajaiban. Partisipasi politik rakyat
mendorong para elite politik menggunakan jalan transendental
bisa dibangun melalui tuntutan warga negara (civic engage-
ment). Melalui jejaring internet, gerakan ekstra parlementer, dan
wacana-wacana publik.
Segala bentuk praktik korupsi adalah bentuk kriminal yang
menciderai hukum demokrasi dan menghianati rakyat. Namun
upaya memberantas praktik korupsi dan menyelamatkan hukum
demi kesejahteraan rakyat seharusnya menggunakan prinsip-
prinsip kemanusiaan dan etika politik demokrasi. Sehingga tidak
masuk pada jebakan kekerasan yang menciptakan eskalasi poli-
tik degil. Karena negara-bangsa Indonesia tidak bisa dibangun
dengan cara-cara kekerasan yang direproduksi dari kepentingan

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
200 201
Para punggawa Mabes Polri pun membuktikan tak kalah
keras dalam duel ini. Susno ditangkap walaupun dia seorang
Duel Para Koruptor jenderal polisi. Bayangkan jika Mabes Polri dari dulu memiliki
komitmen penegakan hukum ini. Berapa banyak jenderal yang
akan masuk peradilan karena kasus-kasus korupsi? Namun kon-
disi itu menjadi agak utopis, atau khayalan manis saja di ten-
PADA kondisi eskalasi duel para koruptor, siapa baik dan gah dunia nyata Indonesia yang disesaksi oleh mafia hukum
siapa buruk sepertinya menjadi agak naif diperdebatkan. Namun dan koruptor. Mereka menguasai lembaga-lembaga negara, dari
yang penting adalah apa dan bagaimana efek duel para koruptor kejaksaan, dewan perwakilan rakyat, dan kepolisian. Akibat-
ini terhadap tatanan sistem normatif lembaga-lembaga negara? nya embel-embel wacana demi tegaknya hukum dan keadilan
Pada kenyataannya, sampai saat ini demokratisasi masih berada di lembaga-lembaga tersebut sudah sulit mendapatkan keper-
fase yang abu-abu arah kematangannya (consolidated democ- cayaan publik. Kini pun publik menyaksikan bagaimana para
racy). Fase abu-abu tersebut tidak lepas dari duel yang terjadi koruptor di lembaga-lembaga negara tengah berduel. Duel un-
antara para elite politik yang sesungguhnya terlibat praktik ko- tuk menang dan selamat, atau semua roboh menjadi abu. Seba-
rupsi seperti pada kasus Susno Duadji melawan para petinggi di gaimana tengah dipertontonkan Susno Duadji versus petinggi-
Mabes Polri. petinggi Mabes Polri.
Pola duel para koruptor tidak jauh berbeda dengan berbagai
Eskalasi Duel
duel lainnya yang berdimensi duel antar etnis, agama, dan duel
Duel antara Susno Duadji melawan Mabes Polri tengah antar kelompok sosial. Duel menggambarkan eskalasi konfllik
mengalami eskalasi saling menghancurkan (zero-sum game). yang setiap pihak merasa hanya memiliki pilihan hitam atau
Situasi ini ditandai oleh komitmen pihak Susno terus melakukan putih. Menang atau kalah. Situasi eskalasi duel ini pada banyak
perlawanan keras terhadap para markus di Mabes Polri. Ketang- kasus konflik selalu menciptakan efek kerusakan lingkungan
guhan Susno pada posisi melawan ini mungkin tidak dilandasi berlapis. Seperti yang disebutkan oleh Benjamin Reilly dalam
oleh keyakinan bahwa dirinya bersih dari korupsi. Kenyataan- Democracy in Divided Society (2004) bahwa fase eskalasi con-
nya ia tidak imun oleh dosa politik paling bergengsi di negeri tentious (duel) tidak hanya mengancam para pihak berkonflik,
ini. Namun tampaknya alasan yang paling mampu menciptakan namun juga pada kelompok-kelompok lain melalui proses keru-
perlawanan keras Susno adalah keengganannya menjadi tum- sakan sistemik. Dari kerusakan sistem nilai sosial sampai sistem
bal sendirian dari proses pemberantasan korupsi di Indonesia. lembaga-lembaga publik. Sebagaimana halnya pada kasus-kasus
Kondisi perasaan ini sama dengan slogan sehari-hari “satu kena, konflik yang masuk pada eskalasi duel memulai efek kerusakan-
semua harus kena!” Atau “satu senang, semua harus senang!” nya pada pelemahan fungsi-fungsi ideal sistem normatif sampai
Slogan yang biasa terjadi pada praktik sosial tertentu yang di- pada taraf matinya fungsi ideal sistem tersebut. Menurut Peter L.
lakukan secara kolektif dalam masyarakat kita. Berger (1999) pada kondisi pelemahan dan matinya fungsi ideal

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
202 203
dari suatu sistem normatif bisa dipastikan kondisi yang tercipta Peran lembaga-lembaga hukum seperti Kejaksaan dan Sat-
adalah socially disorder (kesemrawautan tatanan sosial). Kon- gas Pemberantasan anti Mafia Hukum menjadi krusial dalam
disi ini ditandai oleh tidak berjalannya fungsi-fungsi lembaga proses penyelamatan tatanan fungsi ideal lembaga hukum. Na-
sosial yang semestinya menjaga dan melayani publik. mun sayangnya baik kejaksaan dan satgas hanya seperti anak
ayam diantara perkelahian dua gajah. Tidak berdaya mencip-
Menyelamatkan Tatanan
takan intervensi berarti karena alasan legal prosedural. Pada-
Efek kerusakan sistemik dari eskalasi duel para koruptor hal seharusnya bisa lebih mampu memainkan perannya selama
bisa mulai dirasakan pada pelemahan fungsi ideal dari sistem presiden memberi ijin politik. Alasan tidak bisa mengintervensi
normatif. Mabes Polri atau kejaksaan bersama perangkat wewe- karena duel itu masuk ranah hukum sudah tidak relevan. Karena
wenangnya merupakan lembaga negara yang netral, baik, dan situasinya sekarang, hukum telah dipolitisasi dan dimobilisasi
bertujuan pada penegakan hukum di Indonesia. Eskalasi duel sebagai kepentingan diri sendiri. Namun memang pemerintahan
antara Susno dan Mabes Polri tentunya mampu memberi efek ini belum sampai pada tingkat kesadaran kritis seperti itu. Masih
kerusakan sistemik dan menciptakan kesemrawutan tatanan so- selalu memerlukan dorongan keras dari masyarakat sipil agar
sial lembaga-lembaga negara tersebut. Pada kasus duel Susno menciptakan kebijakan yang menyelamatkan bangsa ini.*
versus `Mabes Polri` sistem normatif di dalam lembaga ke-
polisian kehilangan fungsi idealnya dalam penegakan hukum.
Fungsi ideal lembaga kepolisian dilemahkan melalui peman-
faatan perangkat wewenang di dalamnya sebagai sumber daya
memenangkan dan menyelamatkan diri oleh para koruptor.
Pelemahan fungsi ideal sistem normatif membawa refor-
masi pada ketidakpastian hukum yang semakin rumit dan parah.
Lembaga negara yang semestinya melayani publik melalui ne-
tralitas dan penegakan hukum, menjadi lembaga yang diman-
faatkan untuk duel antara pelaku dosa politik. Duel para korup-
tor bisa saja dipandang sebagai satu periode transisi penting bagi
reformasi hukum dan politik di Indonesia. Namun jika duel para
pelaku dosa politik tersebut tidak diintervensi secara masif oleh
berbagai pihak maka kerusakan sistemik menjadi peluang besar
bagi para mafia hukum dan koruptor kembali berjaya di negeri
ini. Korban terbesarnya adalah masyarakat. Hak dasar masyara-
kat terhadap pelayanan lembaga-lembaga seperti kepolisian dan
kejaksaan bisa semakin terabaikan.

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
204 205
bahasa yang berulang oleh pelaku sosial. Wilayah makna dari

Dinamika wacana konsekuensi politik adalah ancaman terhadap kekua-


saan eksekutif karena intensitas bahasa itu terus berulang dari

Politik Intimidatif politisi Golkar sebelum dan sesudah partai ini masuk menjadi
bagian setgab koalisi pemerintahan SBY. Bahasa yang paling
hangat saat ini terlalu jelas bagi publik karena langsung dituju-
kan pada SBY sebagai pengemban amanat rakyat dalam kekua-
ABU RIZAL BAKRIE dan Partai Golkar meradang atas sikap saan eksekutif. Dari analisis fenomenologis ini, makna ancaman
Satgas PMH (Pemberantasan Mafia Hukum) yang dipandang dari konsekuensi politik tampaknya berkait dengan destabilisasi
telah keluar jalur dari tugasnya. Sebagai anggota partai koalisi kekuasaan eksekutif. Seperti pada Skandal Century yang hanya
pemerintah, Golkar menuntut diadakanya perombakan anggota dijadikan sebagai komoditas politik daripada tulus sebagai upa-
Satgas PMH (SINDO, 27/2). Alasan tuntutan tersebut adalah ya penegakan hukum.
ada personel satgas yang mempolitisasi kasus mafia pajak Gayus Konsekuensi politik dalam bentuk ancaman destabilisasi
Tambunan, yaitu mengaitkannya pada eksistensi Abu Rizal Bak- politik tentu saja memiliki nalar yang bekerja untuk kepent-
rie sebagai elite ekonomi yang juga merupakan Ketua Umum ingan-kepentingan tertentu. Secara sosiologis nalar merupak-
Partai Golkar. Jika Presiden SBY tidak memenuhi tuntutan an kalkulasi dan cara mencapai tujuan-tujuan jangka pendek
perombakan personel tersebut, Golkar melalui salah satu poli- ataupun panjang. Pada konteks wacana politisi Golkar tentang
tisinya di senayan memberi peringatan akan adanya konsekuensi konsekuensi politik adalah cara mencapai tujuan politiknya.
politik bagi presiden. Pertanyaan kritisnya adalah apa tujuan politik mendestabilisasi
Tidak berselang lama, 100 tokoh masyarakat sipil mende- kekuasaan eksekutif? Dalam Socioloy of Elites (2007) Michael
klarasikan Geram (Gerakan Rakyat Antimafia-Hukum) yang Hartman melalui studi historisnya, menemukan fenomena yang
mendukung lembaga penegakan hukum termasuk Satgas MPH terpola bahwa destabilisasi politik merupakan cara elite merebut
untuk terus bekerja menjalankan misi pemberantasan korupsi. kekuasaan melalui disfungsionalisasi lembaga-lembaga strategis
Pada konteks dinamika sosiologi korupsi ini, menjadi penting negara. Namun, mernurut Hartman destabilisasi politik bisa juga
bagi publik mengintepretasi makna dan nalar di balik wacana merupakan cara memperlemah kebijakan-kebijakan baru yang
adanya konsekuensi politik dari Partai Golkar tersebut. mengancam kepentingan politik ekonomi elite-elite tertentu.
Memanfaatkan studi sosiologi elite-nya Hartman tersebut,
Konsekuensi politik
bisa dibaca makna dan nalar wacana tentang konsekuensi poli-
Makna indeksikal atau makna tersirat dari wacana adanya tik dari politisi Golkar. Tanpa harus menyebut kepentingan apa
konsekuensi politik secara awam tentu tidak tunggal. Namun yang sedang dilindungi, cara mendestabilisasi fungsi lembaga
menggunakan ilmu fenomenologi, wacana selalu terikat wilayah strategis tampaknya sedang berlangsung. Yaitu memposisikan
makna (province of meaning) yang diciptakan oleh intensitas Satgas PMH sebagai bagian dari konspirasi mendeskriditkan ci-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
206 207
tra baik pimpinan di tubuh Partai Golkar. Memang tidak bisa di- timafia Hukum. Selain mendukung pemberantasan korupsi, ger-
hindari bahwa kerja satgas pada tingkat tertentu tidak imun dari akan masyarakat sipil ini cukup jelas menantang wacana kon-
instrumentasi kepentingan politik lain. Namun demikian untuk sekuensi politik dari politisi Golkar. Tantangan yang merupakan
menentukan apakah lembaga pemberantas mafia hukum ini ke- bentuk refleksi kemangkalan masyarakat sipil terhadap belum
luar jalur atau tidak, seharusnya tidak melalui politik intimidasi. optimalnya pemberantasan korupsi. Jika energi masyarakat sipil
Perilaku politik ini hanya memperlihatkan bahwa elite politik, cukup, gerakan serupa perlu juga dilakukan di berbagai daerah
khususnya di Partai Golkar saat ini, sedang kebakaran jenggot. demi pemberantasan korupsi dan mafia hukum di tingkat lokal.
Dukungan masyarakat sipil yang mendeklarasikan Geram
Mission impossible
Hukum bukan saja legitimasi politik bagi agen-agen pemberan-
Fenomena praktik wacana para elite politik terkait dengan tas korupsi dan mafia hukum tetapi juga bagi presiden. Namun
korupsi seperti di atas memperlihatkan bagaimana jejaring ko- demikian presiden perlu memberikan posisi yang lebih jelas dan
ruptor dan mafia hukum sangat kuat dan seperti tak mungkin tegas dalam menangani kasus mafia pajak. Selama ini ada kesan
dihadapi. Upaya pemberantasan korupsi oleh KPK pun Satgas kehati-hatian politik dari presiden sehingga membuat para aktor
PMH terhadap para mafia hukum yang menguasai modal dan dalam jejaring mafia pajak merasa di atas angin. Hal ini terbukti
struktur politik tertentu mengingatkan kita pada film laga Mis- dari pemberantasan korupsi mengalami stagnasi selama periode
sion Impossible. Esensi film tersebut menggambarkan begitu 2010, padahal tahun sebelumnya sudah cukup bagus.
kuatnya jejaring kejahatan yang melalui kacamata awam musta- Mungkin saat ini adalah momen yang tepat untuk memper-
hil dibongkar dan diadili. Sama halnya dengan jejaring kejahat- lihatkan bahwa kekuasaan eksekutif yang memenangi pemilu
an korupsi dan mafia pajak di Indonesia yang begitu luar biasa 2009 tidak gentar melawan jejaring mafia hukum dan koruptor.
kuat. Tanpa bermaksud menciptakan efek cinematik dalam dunia Mafia hukum dan koruptor adalah ancaman bagi kehidupan satu
sosial riil, lembaga seperti KPK dan Stagas PMH bisa diibarat- bangsa, sehingga misi membongkar dan mengadilinya harus
kan sebagai agen khusus yang menjalankan mission impossible terus dilaksanakan walaupun proses ini adalah mission impos-
dalam membongkar jejaring mafia hukum. sible.*
Namun karena Satgas PMH maupun KPK sebagai lembaga
yang tidak rahasia dan berada dalam pusaran politik para elite
dan berbagai kepentingannya maka selalu rentan untuk dikrimi- * Artikel ini pernah dimuat di Harian Seputar Indonesia, 8 Februari 2011.

nalisasi dan dilemahkan fungsinya. Menggunakan logika awam


pun sudah cukup jelas, bahwa siapapun yang berniat mengkri-
minalisasi dan melemahkan lembaga pemberantasan korupsi
tentunya bisa diidentifikasi masuk dalam jejaring sosial yang
mana. Jika demikian adanya sangat relevan dan perlu didukung
inisiatif 100 tokoh masyarakat sipil dalam Gerakan Rakyat An-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
208 209
manifestasikan dengan gaya duel. Pada pilihan gaya duel inilah

Konflik Politikus medan konflik mengalami eskalasi dengan berbagai mobilisasi


sumberdaya konflik.

Benalu Contoh aktual di dalam medan konflik tersebut adalah M.


Nazaruddin dengan Mirwan Amir dan Angelina Sondakh, keti-
ganya dari Partai Demokrat, yang isu spesifiknya tentang ko-
rupsi pembangunan Wisma Atlit Sea Games XXVII di Palem-
DUNIA politik Indonesia adalah medan konflik para poli- bang. Nazaruddin yang lari ke Singapura memilih duel dengan
tisi benalu, yaitu para mafia hukum dan koruptor. Medan kon- menyerang politisi lain yang dianggap sebagai lawan. Nazarud-
flik yang riuh oleh isu-isu panas seperti korupsi pajak, korupsi din menempatkan Mirwan dan Angelina sebagai lawan dalam
proyek pembangunan sampai dugaan korupsi bantuan sosial di medan konflik ini karena dipandang telah merugikan dan mem-
delapan kementrian. Medan konflik, apapun isu konfliknya, sela- bahayakan posisinya dalam struktur kekuasaan. Apapun yang
lu mengalami eskalasi pertarungan yang disertai oleh feno-mena ada dalam persepsi Nazaruddin saat ini, gaya konflik duelnya
mobilisasi sumberdaya konflik di panggung politik nasional. melawan politisi-politisi lain telah menciptakan eskalasi. Pada
Sumberdaya konflik seperti penguatan barisan politik, in- situasi eskalasi konflik ini, resiko-resiko konflik muncul karena
timidasi mental, sampai finansial akan terus dimobilisasi oleh menggelombangnya mobilisasi sumberdaya konflik masing-ma-
pihak berkonflik dengan tujuan menang dan selamat. Masalah sing pihak.
mendasarnya adalah setiap eskalasi konflik selalu menciptakan Kasus Nazzaruddin hanyalah satu kasus kecil eskalasi di
resiko terhadap lingkungan seperti kerusakan infrastruktur dan dalam medan konflik kaum politisi benalu yang tertangkap mata
sistem. Pada konteks medan konflik para politisi benalu, resiko- publik. Duel para politisi benalu saat ini sangat mungkin mendo-
resiko dari konflik yang mengancam dunia politik Indonesia ha- minasi panggung politik nasional yang tentu saja menciptakan
rus bisa didiagnosa dan ditangani secara progresif. resiko-resiko konflik. Resiko konflik adalah akibat buruk yang
disebabkan oleh eskalasi konflik terhadap kondisi fisik atau in-
Resiko Konflik
frastruktur dan sistem hidup. Pada konteks konflik para poli-
Gaya konflik kaum politisi benalu tidak jauh berbeda dengan tisi benalu, kerusakan sistem hidup lebih sering terjadi karena
berbagai konflik lainnya yang berdaimensi konflik etnis, agama, dimensi konflik ini tidak memobilisasi sumberdaya kekerasan
dan konflik sosial lainnya. Ketika salah satu pihak berkonflik fisik. Namun lebih pada sumberdaya ekonomi politik dalam
mengalami kondisi terancam, ada kecenderungan penggunaan bentuk tafsir pada aturan hukum, lobi-lobi politik, dan menyuap
gaya konflik duel (contentious). Gaya konflik ini menggam- dengan uang.
barkan bahwa pihak-pihak berkonflik dihadapkan pada pilihan Berkaitan dengan resiko konflik, Benjamin Reilly (Democ-
jalan keluar yang menyempit. Mereka merasa hanya memiliki racy in Divided Society, 2004) menjelaskan bahwa resiko kon-
pilihan hitam atau putih, selamat atau hancur semua yang di- flik dengan mobilisasi sumberdaya politik akan terjadi dalam

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
210 211
bentuk kerusakan sistem. Resiko tersebut akan hadir dalam ben- lembaga hukum negara seperti kepolisian dan kejaksaan. Na-
tuk pelemahan fungsi-fungsi ideal sistem normatif dan bahkan mun sungguh sulit membawa para politisi benalu tersebut pada
sampai pada taraf matinya fungsi ideal dari sistem tersebut. Pada mekanisme yudisial. Para politisi benalu yang tetap tinggal di
negara demokrasi kerusakan itu akan diperlihatkan oleh fenome- dalam negeri saja tidak bisa dibawa pada mekanisme yudisial
na ketidakpastian hukum dan tidak berfungsinya lembaga-lem- secara mudah. Apalagi mereka yang telah lari ke luar negeri se-
baga negara yang seharusnya menjalankan tugas konstitusional banyak empat puluh lima orang, termasuk Nunun dan M. Naza-
dan mandat demokrasi. Sebaliknya, kerusakan sistem itu ditan- ruddin. Sehingga banyak para politisi benalu tidak segera bisa
dai oleh adanya kecenderungan lembaga-lembaga negara yang dibawa ke mekanisme yudisial demi keadilan. Sebagian kecil
dimanfaatkan untuk memenangkan duel diantara para politisi saja yang sudah dibawa ke mekanisme yudisial seperti kasus cek
benalu. pelawat Miranda Goultom. Itu pun berlangsung sangat lambat di
Proses mobilisasi sumberdaya konflik para politisi benalu tengah gencarnya mobilisasi sumberdaya konflik diantara poli-
seperti politisasi tafsir hukum, lobi-lobi, dan penyuapan jelas tisi benalu yang ingin menang dan selamat.
merusak sistem demokrasi. Jika eskalasi duel para politisi bena- Alasan masih kurangnya bukti dan taat pada prosedur pe-
lu tidak diintervensi secara progresif maka resiko konflik dalam rundangan sering disampaikan pada publik luas. Alasan yang
bentuk kerusakan sistemik pada demokrasi Indonesia akan se- sering keluar dari lembaga-lembaga hukum negara tersebut bisa
makin parah. Ketika kerusakan sistemik ini tak tertangani, lem- jadi adalah manifestasi dari resiko konflik para politisi benalu.
baga-lembaga negara tidak akan mampu bekerja untuk melayani Konflik para politisi benalu yang memobilisasi seluruh
rakyat. sumberdaya mereka telah menyeret lembaga-lembaga yudisial
keluar dari mandat demokrasinya. Masuk dalam pusaran politik
Intervensi Progresif
yang bukan wilayah kerjanya. Seperti ketika Ketua Mahkamah
Konflik para politisi benalu yang memobilisasi sumberdaya Konstitusi (MK) yang memberi laporan kasus M. Nazaruddin
konflik harus diintervensi secara progresif. Yaitu proses penan- pada Presiden SBY. Ketua MK menyebutkan bahwa penyerahan
ganan eskalasi konflik oleh pihak-pihak yang kuat dengan me- uang kepada sekjen MK, bukan sebagi kasus suap namun hanya
landaskan prinsip keadilan rakyat. pelanggaran kode etik. Karenya tidak dilaporkan pada KPK.
Pada kasus konflik para politisi benalu di Indonesia, tujuan Praktik ini mungkin refleksi dari kerusakan sistem de-
utama intervensi ini adalah menyelamatkan sistem demokrasi mokrasi, karena lembaga hukum seperti MK sudah memberi
dari kerusakan dengan cara membawa paksa para politisi benalu tafsir politis. MK terjebak sebagai bagian dari mobilisasi sum-
pada mekanisme penyelesaian konflik yang seharusnya. Me- berdaya konflik para politisi benalu.
kanisme ini adalah mekanisme yudisial yang dilaksanakan oleh Seharusnya lembaga-lembaga yudisial, termasuk MK,
lembaga pengadilan dan KPK. dalam medan konflik para politisi benalu melakukan fungsi in-
Pihak kuat yang bisa membawa paksa para politisi benalu tervensi progresif dengan membawa para politisi benalu pada
tersebut pada mekanisme yudisial idealnya adalah lembaga- mekanisme yudisial. Mereka harus menjadi pihak kuat untuk

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
212 213
menangani eskalasi konflik para politisi benalu yang mencip-
takan resiko konflik besar pada demokrasi Indonesia.*
Risiko Perombakan
* Artikel Konflik Politikus Benalu ini pernah dimuat
di Koran Tempo, 5 Juli 2011.
Kabinet Kompromistis
ISTANA sedang sibuk dengan kerja politik Presiden SBY me-
menuhi tuntutan publik terhadap pelaksanaan reshuffle kabinet.
Selain pergantian dan rotasi posisi beberapa menteri, kebijakan
yang paling menyolok adalah ‘penggemukan’ kabinet melalui
penambahan jumlah posisi wakil menteri (wamen). Presiden
SBY telah melakukan reshufle kabinet yang kompromistis.
Reshuffle kompromistis seringkali ditampilkan oleh SBY,
seperti yang diperlihatkan SBY melalui pidato presiden pada
awal Maret 2011, mengenai keberlanjutan koalisi. Presiden SBY
tidak menunjuk langsung apalagi memberi sangsi pada partai
politik anggota Setgab Parpol pendukung pemerintah yang di-
anggap keluar dari kesepakatan koalisi. Pidato presiden tidak
menunjuk secara tegas partai koalisi mana yang melanggar kese-
pakatan koalisi, maupun sanksi tegas berupa reshuffle atau pe-
ngurangan jatah menteri, demikian pula dengan deadline sanksi
yang juga tidak disebutkan oleh SBY. SBY hanya mengatakan
akan berkomunikasi dengan pimpinan parpol yang masuk se-
bagai anggota Setgab Parpol pendukung pemerintah (Kompas.
com, 2/3/2011).
Pada periode sebelumnya hanya ada sepuluh wamen dan
sekarang menjadi delapan belas wamen. Alasan kebijakan pe-
nambahan jumlah posisi wamen adalah memaksimalkan kerja
menteri yang makin kompleks masalahnya. Pembenaran terha-
dap kebijakan politik oleh istana tentu syah-syah saja. Namun
kebijakan penggemukan kabinet juga memiliki makna tersendiri

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
214 215
pada konteks realitas konflik abadi di dalam koalisi presidensial. kepentingan transaksional politik dan public grievance (tuntu-
Penambahan jumlah wamen juga bermakna bahwa SBY telah tan publik) atas kompetensi posisi menteri. Secara simplistis,
mempraktikkan reshuffle kompromistis yang dilandasi oleh tran- reshuffle kompromistis tersebut dipandang akan mampu menja-
saksi berbasis akomodasi kepentingan parpol. Padahal reshuffle wab public grievance dalam menciptakan pemerintahan ekse-
kompromistis memiliki resiko cukup fatal, yaitu reproduksi di- kutif yang efektif, efisien, dan mampu mengorganisasi pemba-
sensus politik. ngunan nasional secara optimal. Namun sesungguhnya reshuffle
kompromistis tersebut mengandung resiko mendasar, yaitu me-
Disensus Politik
ningkatnya disensus politik di dalam pemerintahan SBY.
Memang eskalasi konflik politik contentious (ngotot) dian- Disensus politik merupakan kondisi tidak tercapainya kese-
tara parpol anggota koalisi Presiden SBY tidak terlalu kentara pakatan, dan melemahnya kerjasama konstruktif antara beberapa
pada proses reshuffle kali ini. Situasi yang terkesan tidak pa- pihak dalam struktur kekuasaan. Jacques Ranciere (Dissensus
nas tersebut bisa jadi merupakan efek strategi konflik lingkaran on Politics and Aesthetics, 2010) mengemukakan bahwa di-
Presiden SBY, yaitu memberi jaminan bahwa parpol koalisi sensus politik akan terus direproduksi ketika setiap elite politik
tetap mendapat jatah ‘aman’ dalam kabinet. Isu dalam negosiasi memiliki konsep, identitas, dan posisi kepentingan yang secara
SBY dan partai koalisi adalah mencari kesepakatan atas sirkula- substansial berseberangan. Disensus mengalami eskalasi ketika
si elite dari setiap parpol koalisi. Sehingga eskalasi politik con- aktivitas-aktivitas riil di lapangan mulai dijalankan dengan di-
tentious lebih terjadi di lingkungan internal parpol, yang sibuk tandai oleh kontestasi wacana dan perang legitimasi diantara
berkotestasi siapa mengganti siapa. para elite. Karena setiap elite politik tersebut tentu melakukan
Sudah menjadi fakta politik bahwa kebijakan penempatan upaya proteksi terhadap konsep, identitas, dan kepentingan ma-
menteri dari parpol lebih besar dipengaruhi oleh unsur transaksi sing-masing. Pendapat Ranciere tentang disensus politik, sangat
politik. Presiden memberi porsi kekuasaan dalam kabinet dan mungkin terjadi dalam kabinet pemerintahan SBY hasil reshuf-
parpol memberi dukungan kohesi koalisi pemerintahan. Namun fle kompromistis tersebut. Disensus antara menteri versus wa-
pada saat bersamaan, tuntutan publik atas kompetensi kabinet men kemungkinan besar akan direproduksi.
terhadap kinerjanya mengharuskan presiden melakukan ‘im- Konsekuensi yang mungkin terjadi ketika disensus politik
provisasi’ politik. Improvisasi politik tersebut lahir dalam ben- direproduksi di dalam kabinet SBY adalah disefisiensi program
tuk penambahan jumlah wamen dalam kabinet. pemerintahan, instabilitas pemerintahan eksekutif, dan kekacau-
Para wamen kemungkinan adalah hasil pertimbangan ra- an dalam pengorganisasian pembangunan. Kabinet yang sarat
sional presiden pada kompetensi profesi. Beberapa sosok non- disensus politik menyebabkan pembangunan nasional tersendat
parpol seperti Denny Indrayana pakar hukum, Musliar Kasim dan penegakan hukum makin loyo. Dampak selanjutnya adalah
mantan rektor Universitas Andalas, dan Wardana mantan Dubes kualitas sosial ekonomi masyarakat tidak akan mengalami per-
RI di Singapura menjadi bentuk empirisnya. Sehingga ‘pengge- baikan mendasar. Upaya mencegah disensus politik dalam kabi-
mukan’ kabinet Presiden SBY adalah hasil kompromi antara net hasil reshuffle kompromistis, tidak bertujuan mengobati

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
216 217
pembusukan kepercayaan publik terhadap pemerintahan SBY Seperti hipotesis tersebut di atas bahwa disensus politik akan
an sich, namun lebih mendasar adalah menyelamatkan nasib mengalami reproduksi massif di level aktivitas lapangan. Kare-
masa depan bangsa Indonesia yang saat ini seperti dipertaruhkan na di sinilah para elite secara praktis mengalami persinggungan
pada jurang gelap ketidakpastian. dan pertentangan.
Makna turun lapangan yang sering dilontarkan para ilmu-
Kepemimpinan Progresif
wan sosial pada presiden, adalah keaktifan presiden mengor-
Jika reshuffle kompromistis menciptakan kemungkinan di- gani-sasi kerja-kerja eksekutif sampai pada level teknis admi-
sensus politik dalam pemerintahan, harapan ditumpukan pada nistratif.
fungsi kepemimpinan eksekutif yang kuat dan mampu memo- Seperti pada bidang pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan
bilisasi wewenangnya. Langkah pertama mencegah reproduksi penegakan hukum. Presiden tidak sekedar datang pada acara-
disensus politik adalah menciptakan aturan main legal dalam acara seremonial, yaitu ketika ada peresmian atau kunjungan so-
kabinet. Aturan main legal dalam kabinet menjadi pondasi peng- sial. Namun presiden perlu terlibat pada level lapangan, seperti
organisasian yang mencakup pembagian kerja dan mekanisme proses perencanaan dan implementasi kebijakan bersama tim
sangsi. kabinetnya. Melalui praktik turun lapangan ini pun, presiden
Eksistensi aturan legal jelas penting, seperti mekanisme bisa mengelola pertentangan yang muncul di aktivitas lapangan
wamen boleh atau tidak untuk ikut serta dalam sidang kabi- tim kabinetnya. Kepemimpinan progresif presiden akan mene-
net, wewenang antara menteri dan wamen, sampai berapa gaji gakkan aturan-aturan legal dalam kabinet hasil reshuffle kom-
dan fasilitas yang diterima. Aturan-aturan tersebut sudah tentu promistis dan mencegah reproduksi disensus politik.
sudah dipersiapkan oleh presiden SBY. Namun aturan legal ti- Reshuffle kompromistis pada kabinet bisa saja memberi
dak jarang mengalami destruksi pada konteks sosiologi politik peluang pada peningkatan kinerja pemerintahan jika Presiden
Indonesia yang masih disarati oleh kontestasi politics of greed SBY mempraktikkan kepemimpinan progresif. Presiden harus
(politik serakah). Habit para elite politik yang masih dominan bekerja ekstra keras yang sangat melelahkan dan meneteskan
adalah melanggar aturan-aturan tertentu yang merugikan, dan keringat ‘darah’. Namun itulah kewajiban sebagai presiden yang
mempertahankan aturan-aturan yang menguntungkan kepenti- telah meminta mandat kekuasaan dari rakyat.*
ngan sendiri.
Berdasarkan pada realitas sosiologi politik inilah langkah
kedua presiden yang krusial adalah kepemimpinan progresif * Artikel Risiko Perombakan Kabinet Kompromistis ini pernah
dimuat di Koran Tempo, 18 Oktober 2011.
kekuasaan eksekutif. Dimensi praktik politik dalam kepemimpi-
nan progresif mencakup komunikasi kebijakan frekuentif yang
transparan di hadapan publik, pengawasan intensif, dan bahkan
intervensi aktif pada kabinet. Sedangkan simpul kepemimpinan
progresif presiden terletak pada komitmen “turun lapangan”.

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
218 219
bermanfaat bagi seluruh pihak. Namun praktik rekonsiliasi se-
Wajah Rekonsiliasi lalu melewati aktivitas negosiatif yang padat lalu lintas kode-
kode transaksi yang dipertukarkan oleh para pihak berkonflik.
Koalisi SBY Pada berbagai dimensi konflik, materi transaksi selama proses
rekonsiliasi seringkali berkaitan dengan posisi dan kompensasi
bagi pihak berkonflik. Karena sifat alamiah sosiologis masyara-
PASCA kegagalan Partai Golkar dan PKS dalam menggol- kat berkonflik adalah mencari posisi yang aman dan sekaligus
kan hak angket mafia pajak, konflik politik mengalami eskalasi meraih keuntungan secara moral, ekonomi dan politis pasca re-
di dalam lingkungan koalisi pemerintahan SBY. Koalisi peme- konsiliasi.
rintahan SBY pun terombang-ambing di tengah permasalahan Begitu juga, dengan praktik rekonsiliasi dalam pemerin-
bangsa yang semakin kompleks dan sulit tertanggulangi. Situasi tahan SBY yang sedang berlangsung saat ini. Kesepakatan atas
terakhir, SBY telah mengirim naskah revisi kontrak koalisi se- kontrak revisi koalisi oleh para anggota koalisi, terutama de-
bagai proses rekonsiliasi koalisi pemerintahannya. Semua ang- ngan Golkar dan PKS, tentunya melewati fase aktivitas negosia-
gota koalisi, termasuk Golkar, telah setuju secara resmi. Namun tif yang ditandai oleh pertukaran kode-kode transaksi posisi dan
hanya PKS satu-satunya anggota koalisi yang belum membubuhi kompensasi. Argumen PKS yang menyebutkan tentang kontrak
paraf tanda kesepakatan pada naskah kontrak baru (Tempointer- koalisi yang semakin tidak demokratis untuk menjustifikasi be-
aktif, 10/4). lum bersepakatnya partai ini terindikasi bukan merupakan alasan
Fenomena rekonsiliasi dalam sistem kekuasaan ini perlu sebenarnya. Jika memang demikian alasan utamanya, Golkar
dicermati, terutama berkaitan prinsip politik dalam melakukan tentu akan melakukan praktik yang sama dengan mengevaluasi
praktik rekonsiliasi. Karena secara mendasar rekonsiliasi sering- kandungan kontrak revisi koalisi. Namun faktanya Golkar cen-
kali dilandaskan pada posisi dan kompensasi yang ditawarkan derung tidak ambil pusing dan segera bersepakat.
memberi keuntungan atau tidak pada pihak berkonflik. Pada Fenomena belum sepakatnya PKS atas kontrak revisi koa-
konteks ini, pertanyaan publik yang perlu diperhatikan adalah lisi menunjukkan gejala adanya ketidaksetujuan atas posisi dan
apakah posisi dan kompensasi yang dinegosiasikan dalam prak- kompensasi yang ditawarkan. Posisi dan kompensasi PKS dalam
tik rekonsiliasi tersebut memuat prinsip kerakyatan? koalisi pemerintahan SBY selama ini dipandang aman yang di-
tandai oleh kompensasi jatah empat menteri di kabinet. Persep-
Menakar rekonsiliasi
si politik PKS menilai bahwa posisi dan kompensasi tersebut
Gagasan rekonsiliasi adalah proses mengembalikan situasi adalah wajar dan semestinya karena PKS adalah partai politik
eskalasi konflik yang sarat ketegangan dan miskin produktivi- yang sejak awal mendukung pencalonan presiden SBY. Namun
tas kerja kepada situasi normal. Yaitu situasi yang di dalamnya wacana pengurangan jatah menteri asal PKS cukup banyak, se-
terbangun ulang kohesifitas sosial yang ditandai oleh penguat- perti yang disampaikan politisi Demokrat, Ulil Absyar Abdalla
an kerjasama konstruktif untuk melakukan kerja-kerja yang (Tempointeraktif, 7/4), merupakan kode transaksi posisi dan

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
220 221
kompensasi pada PKS dalam praktik rekonsiliasi. Kode tran- politik pada kasus Skandal Bank Century, atau Golkar yang ha-
saksi tersebut jelas memberikan gambaran konkrit bahwa posisi rus melindungi dugaan kasus kejahatan pajak elite partainya. Se-
PKS sudah tidak aman yang tentu akan diikuti oleh pereduk- dangkan PKS yang tidak cukup amunisi menyandera SBY, pun
sian keuntungan ekonomi politis yang sangat besar. Posisi dan cenderung ingin tetap dalam koalisi dengan renegosiasi posisi
kompensasi yang tidak menguntungkan inilah yang tampaknya dan kompensasi. Padahal jika ingin menggunakan prinsip kerak-
mendorong PKS masih belum setuju kontrak revisi. yatan, berada dalam barisan koalisi yang sarat skandal malprak-
Perasaan politik PKS semakin sensitif atas kode transak- tik politik adalah bentuk pengkhianatan pada prinsip kerakyatan
si dari Demokrat tersebut ketika melihat Golkar, rekan dalam dan mandat demokrasi.
memperjuangkan hak angket mafia pajak, tidak mendapatkan Praktik rekonsiliasi yang sedang berlangsung saat ini jelas
cukup kerugian dalam praktik rekonsiliasi. Posisi dan kompen- mengalami diskoneksi kerakyatan. Yaitu rekonsiliasi yang ti-
sasi untuk Golkar tidak banyak berubah, bahkan terlihat semakin dak dilandasi oleh hasrat membela dan melindungi kepentingan
solid dan kuat. Melihat fenomena posisi dan kompensasi Golkar umum rakyat, seperti kepentingan rakyat untuk terbebas dari ke-
yang tetap aman dalam rekonsiliasi koalisi pemerintahan SBY, jahatan korupsi, dan memperoleh kebijakan berkeadilan. Meng-
publik tentunya akan melihat pada aspek historis masuknya Gol- gunakan kritik Adrian Little (Democratic Piety, 2008), bahwa
kar pada barisan koalisi. Yaitu hasil dari transaksi ‘pengabaian‘ kesepakatan diantara kelompok-kelompok politik untuk ber-
skandal Bank Century yang diindikasikan melibatkan SBY dan gabung dalam koalisi pemerintahan yang mengalami diskoneksi
lingkaran pendukungnya. Sebaliknya, Golkar pun harus tetap kerakyatan bisa menghadirkan kekerasan struktural pada prak-
berada dalam barisan koalisi untuk ‘mengamankan‘ dosa-dosa tiknya. Karena kebijakan-kebijakan negara akan lebih cende-
politik berkaitan dengan praktik penyimpangan pajak dari elite rung abai dan bahkan mencelakai hajat hidup rakyat banyak.
partainya yang disinyalir oleh KPK dan Satuan Tugas Pem- Sehinga realitas diskoneksi kerakyatan dalam proses rekon-
berantasan Mafia Hukum. Sehingga, fenomena politik saling siliasi pemerintahan SBY, tampaknya hanya menciptakan babak
sandera antara Demokrat dan Golkar merupakan basis praktik baru dari berbagai dimensi praktik kekerasan negara pada rak-
rekonsiliasi saat ini. yatnya. Alhasil, korupsi di lembaga-lembaga negara tidak akan
tertanggulangi dan para mafia hukum tetap bebas berkeliaran.
Diskoneksi kerakyatan
Kebijakan anti kepentingan rakyat tetap direproduksi seperti
Praktik rekonsiliasi koalisi pemerintahan SBY tampaknya foya-foya DPR atas nama studi banding, pembangunan gedung
didominasi oleh oleh kode-kode transaksi posisi dan kompen- baru DPR yang tidak relevan pada masa ini, sampai kebijakan
sasi yang miskin prinsip kerakyatan. Yaitu rekonsiliasi yang buruk di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Pada
meletakkan visi politiknya pada kepentingan publik sebagai realitas ini, sistem kekuasaan di Indonesia mungkin masih be-
mandat demokrasi. Hal ini terbaca secara jelas bahwa kontrak lum bisa hadir sebagai pelayan rakyatnya.*
revisi untuk rekonsiliasi tetap saja diindikasikan oleh praktik
kepentingan sempit parpol. SBY harus melindungi malpraktik * Artikel pernah dimuat di Koran Tempo, 13 April 2011.

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
222 223
sasi bisa dilihat pada menjamurnya partai politik baru, lembaga

Konflik Reformis versus swadaya masyarakat, ormas, dan media massa. Selain itu, pemi-
lihan umum secara langsung untuk memilih presiden, gubernur,

Orbaisme dan walikota/bupati adalah indikator institusional yang sering


dirujuk sebagai terbangunnya politik demokrasi Indonesia.
Secara teoretis, demokrasi akan menciptakan kekuasaan yang
mereproduksi kebijakan pro rakyat, bersih dari korupsi, dan
MENJELANG peringatan tiga belas tahun gerakan reformasi memberi perlindungan keamanan. Untuk itulah kalangan refor-
menggulingkan rejim otoritarian Orde Baru (Orba), publik dike- mis mempercayai demokrasi sebagai sistem negara bangsa un-
jutkan oleh hasil survey Indo Barometer (IB). Survey bertajuk tuk menjawab masalah yang disebabkan otoritarianisme Orba.
13 Tahun Reformasi dan 18 Bulan Pemerintahan SBY-Boediono Namun ketika demokrasi dipancang sebagai sistem sela-
tersebut memperlihatkan, seolah, betapa masyarakat Indonesia ma tiga belas tahun ini, kualitas hidup masyarakat seolah tidak
rindu pada masa Orba di bawah kekuasaan otoriter Soeharto. membaik, dan bahkan dirasa memburuk. Pada tahun 2010 World
Pro dan kontra meriuh di ruang publik dalam merespon hasil sur- Bank mengistimasi 100 juta penduduk masih miskin, BKKBN
vey tersebut. Namun terlepas dari pro dan kontra tentang aspek melaporan 13 juta anak-anak terancam putus sekolah, dan BPS
metodologis dan hasilnya, survey tersebut sebenarnya memberi memperlihatkan angka kematian bayi lahir lebih dari 100.000
sinyal bahwa penyelenggaran demokrasi selama ini dipandang setiap tahun. Pembangunan infrastruktur seperti jalan raya dan
gagal menjawab masalah riil masyarakat. sistem transportasi tetap buruk sehingga banjir dan kemacetan
Kegagalan tersebut sebenarnya sudah diramalkan oleh se- menjadi ciri khas kota-kota Indonesia. Lalu berbagai aksi ke-
bagian akvitis pro demokrasi pasca lengsernya Soeharto. Karena kerasan terhadap minoritas pun tidak mampu dicegah dan dita-
oligarkhi politik Orba kembali menguasai struktur kekuasaan ngani oleh negara yang menyebabkan rasa takut menghampar di
sejak demokrasi Indonesia dipancangkan tahun 1998. Sehingga relung hidup masyarakat.
pada dasarnya sampai detik ini, konflik Reformisme melawan Buruknya kualitas hidup masyarakat Indonesia di era de-
Orbaisme yang menguasai struktur kekuasaan masih berlang- mokrasi tidak lepas dari bagaimana negara dikelola oleh aktor-
sung sengit. Pada situasi ini, menjadi penting bagi politik re- aktor kekuasaan yang tidak mendengarkan suara rakyatnya dan
formisme melakukan rekonsolidasi kekuatan untuk membersih- korup. Menurut penelitian Political and Economy Risk Con-
kan demokrasi dari oligarkhi politik Orbaisme. sultancy (PERC), Indonesia sampai tahun 2010 masih menjadi
jawara Negara paling korup se-Asia Pasifik. Kondisi ini secara
Oligarkhi Orbaisme
umum bisa diamati pada mengguritanya korupsi dalam Negara
Terhapusnya secara formal Orde Baru ditandai oleh de- dan ‘memblenya’ pemberantasan korupsi oleh pemerintah.
mokratisasi yang memperluas kebebasan politik, pengakuan Kalangan reformis menyadari bawah pengelolaan Negara
identitas, dan kesetaraan gender. Beberapa indikator demokrati- yang sarat korupsi ini adalah konsekuensi dari bersarangnya

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
224 225
oligarkhi politik Orbaisme dalam struktur kekuasaan. Ciri men- yang tidak terjebak pada labirin konflik. Mereka aktif dan terus
dasar dari paham politik Orbaisme, selain kekerasan negara dan melakukan upaya-upaya penguatan penegakan hukum dan kon-
tuli dari aspirasi rakyatnya, adalah korupsi yang dihalalkan. Wa- trol politik yang intensif. Mereka lebih banyak berafiliasi ke-
laupun struktur kekuasaan negara dari eksekutif, legislatif, dan dalam gerakan masyarakat sipil yang berfokus pada pemberan-
yudikatif diisi melalui prosedur demokrasi, namun pertanggung- tasan korupsi, pengawasan DPR, sampai advokasi buruh tani.
jawaban demokrasinya (democratic accountability) pastilah le- Melalui konsistensi kelompok inilah sebenarnya politik Orba-
mah karena bercokolnya oligarkhi politik orbaisme tersebut. isme yang tuli dari suara rakyat dan korup bisa dilawan. Strategi
Karena itulah banyak kebijakan yang tidak benar-benar diorien- konflik melawan oligarkhi Orbaisme yang konsisten dengan be-
tasikan untuk melayani rakyat. rada di luar sistem merupakan pilihan yang paling efektif. Ke-
mungkinan bagi kekuatan Orba menyeret gerakan reformis ini
Strategi konflik
kedalam labirin konflik bisa diminimalisasi dan dicegah. Namun
Salah satu titik kelemahan gerakan reformasi 1998, meng- strategi konflik ini tidak bisa berdiri sendiri untuk mampu men-
utip istilah Ulrich Beck (1999), adalah “unforeseen consequenc- ciptakan kekuasaan yang benar-benar demokratis.
es” dari penerapan politik demokrasi di Indonesia. Demokrasi Strategi konflik yang perlu dilakukan juga adalah dengan
yang menawarkan kebebasan dan kesetaraan bagi semua pihak merekonsolidasi jejaring reformisme kedalam sebuah gerakan
ternyata menjadi kuda troya bagi oligarkhi politik Orbaisme un- sipil yang kuat. Struktur kekuasaan yang dikuasai oleh oligarkhi
tuk masuk dan menguasai struktur kekuasaan. Orbaisme harus mendapatkan tekanan politik yang masif dari
Strategi konflik kalangan reformis menjadikan penegakan masyarakat sipil. Tekanan politik yang mampu mempengaruhi
hukum sebagai benteng perlawanan melalui isu-isu korupsi dan secara kuat berbagai kebijakan negara. Sehingga srategi men-
pelanggaran HAM mengalami degradasi energi. Karena seba- dorong penegakan hukum dengan menyeret satu persatu ang-
gian tokoh gerakannya bahkan masuk menjadi bagian oligarkhi gota oligarkhi Orbaisme yang korup ke meja pengadilan akan
politik Orbaisme yang korup. Alasan kelompok ini melakukan dibersamai oleh kemungkinan terbentuknya praktek kekuasaan
perubahan politik dari dalam (againts within system) sampai yang tidak berani mengeluarkan kebijakan elitis anti kerakyatan.
sekarang pun tidak memberi efek transformatifnya. Sebaliknya Ketika strategi konflik kalangan reformis tersebut bisa terus di-
mereka ikut andil aktif dalam menciptakan kebijakan-kebijakan lakukan secara konsisten, oligarkhi politik Orbaisme tentu bisa
negara yang melukai hati rakyat. Sesungguhnya, menggunakan dibersihkan dari demokrasi Indonesia.
istilah Daniel Saphiro (2004), mereka telah diseret di dalam Pada dasarnya, rakyat Indonesia harus menyadari bahwa
“labirin konflik” reformisme melawan Orbaisme. Yaitu kondisi kondisi buruknya kualitas hidup saat ini bukanlah disebabkan
merumitnya hubungan konflik yang menjebak gerakan kalangan oleh sistem demokrasi sehingga masa Orba lebih baik. Namun
reformis pada jalan-jalan buntu dan menumpulkan konsistensi karena oligarkhi politik Orbaisme yang masih berkuasa lah de-
perjuangan membersihkan demokrasi dari politik Orbaisme. mokrasi gagal dalam memberikan kualitas hidup yang baik bagi
Namun masih ada kelompok-kelompok gerakan reformasi seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu harus ada asa melanjutkan

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
226 227
gerakan reformasi dengan strategi konflik yang efektif melawan Bibliografi
oligarkhi politik Orbaisme.*

Beck,Ulrich. 1999. World Risk Society. Oxford : blackwell publisher.


* Artikel Konflik Reformis versus Orbaisme ini pernah
dimuat di Koran Tempo, 20 Mei 2011. Berger, Peter L. 1999. Internalization of violence. Cambridge: Cam-
bridge University Press

Hartman, Michael. 2007. Socioloy of Elites. London : Routledge

Little, Adrian. 2008. Democratic Piety : Complexity, Conflict, and Vio-


lence. Eidenburg : Eidenburg University Press.

Margianto, Heru. Surat Cinta” Century. Diakses 20 Maret 2012 dari


http://nasional.kompas.com/read/2012/01/10/10252828/.Surat.
Cinta.Century.

Ranciere, Jacques. 2010. Dissensus on Politics and Aesthetics. New


York.: Continuum.

Rosenbergh, Marshall.2003. Non Violent Communication : a Lan-


guange of Life. New York Puddledancer press.

Reilly, Benjamín. 2004. Democracy in Divided Society.

Tilly, Charles., and Tarrow, Sydney G. 2007. Contentious politic. Para-


digm publisher.

Media

Kompas.com., ( 12 Januari 2009). Jelang Pemilu 2009, Konflik ber-


motif politik bakal meningkat. Diakses pada 20 Maret 2012 dari
http://properti.kompas.com/read/2009/01/12/16390182/Jelang.
Pemilu.2009.Konflik.Bermotif.Politik.Bakal.Meningkat.

Kompas.com., (23 Januari 2010). Etika politik di skandal Century.

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
228 229
Diakses pada 20 Maret 2012 dari http://nasional.kompas.com/
read/2010/01/23/04200520/Etika.Politik.di.Skandal.Century.

Kompas.com., (2 Maret 2011). Soal koalisi, pidato SBY tak tegas.


Diakses 17 Maret 2012 dari http://nasional.kompas.com/
read/2011/03/02/17402948/Soal.Koalisi.Pidato.SBY.Tak.Tegas.

Kompas.com., (26 Desember 2011). Elite politik bersekongkol den-


gan pemilik modal. Diakses pada 20 Maret 2012 dari http://na-
sional.kompas.com/read/2011/12/26/20260051/Elite.Politik.
Bersekongkol.dengan.Pemilik.Modal. BAB VI

Negara dan
Tata Kelola Konflik

Negara Gagal Mengelola Konflik


230
Masalah Disparitas
Pembangunan
HARI RAYA Idhul Fitri 1 Syawal 1431 H sudah terlewati yang
ditandai oleh fenomena arus mudik (dan balik) mereka yang
bekerja di kota-kota besar ke daerah asal. Arus mudik dari Ja-
karta ke berbagai daerah tercatat sekitar sekitar 2,2 juta orang,
dan jika ditotal pemudik dari kota-kota besar Indonesia ke selu-
ruh pelosok tanah air mencapai 15,5 juta orang. Isu menariknya
bukan hanya kemacetan lalu lintas saja, namun tingginya jumlah
pemudik juga menggambarkan masalah mendasar, yaitu urban
primacy (terpusatnya populasi di kota) yang menandakan tingkat
disparitas pembangunan kota dan desa. Banyaknya sumber daya
manusia daerah yang mencari pekerjaan ‘layak’ dan melakukan
aktivitas ekonomi di perkotaan besar memperlihatkan bahwa
pembangunan ekonomi daerah pedesaan masih tidak optimal.
Hal ini berarti pula bahwa otonomi daerah belum mampu men-
dinamisasi pembangunan ekonomi berbasis pemberdayaan so-
sial ekonomi pedesaan.

Ketimpangan Kota-Desa

Di atas kertas, sentralisme kekuasaan dan pembangunan


yang berlangsung selama sekitar tiga puluh dua tahun mung-
kin sudah terhapus dan digantikan oleh otonomi daerah. Namun
penyakit sentralisme ternyata masih bersemayam kuat di dalam
proses pembangunan nasional, yaitu ketimpangan wilayah (spa-
tial ineqiality) yang cukup akut.
Menurut Kanbur dan Venables dalam Spatial Inequality and

Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia


233
Development (2005) gejala-gejala dari penyakit ketimpangan belum didorong oleh kebijakan-kebijakan daerah yang kreatif.
wilayah diantaranya adalah masih rendahnya kualitas pendidi- Sebaliknya fenomena umum yang sering muncul di media mas-
kan pedesaan, jeleknya fasilitas infratruktur, aktivitas perbankan sa adalah terpinggirnya dan terseoknya para petani. Pandangan
yang rendah, kebijakan pembangunan berbasis eksploitasi sum- sinis publik selama ini melihat bahwa aktivitas pertanian mung-
ber daya alam semata, sampai tidak tersedianya lapangan kerja kin dianggap bukan sebagai ‘ladang basah’ bagi pemimpin dan
berbasis pada karakter sosal ekonomi lokal yang mencukupi. birokrasi lokal untuk dikorupsi.
Jika dilihat dalam perspektif ekonomis, gejala-gejala penya- Selain masalah kepemimpinan daerah dan kepemerintahan
kit ketimpangan wilayah tersebut berdampak pada rendahnya yang buruk, ketimpangan wilayah juga disebabkan oleh makna
angka pendapatan. Sebaliknya wilayah kota-kota besar , seperti publik di daerah terhadap kesempatan berusaha di kota. Kota
Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan, dan kota-kota besar lain- merupakan area dinamis oleh peredaran uang yang cepat, pusat
nya aktivitas pembangunan tersebut mengalami percepatan luar industri dan jasa, serta gaya hidup modernisme yang dipandang
biasa. Gejala-gejala penyakit ketimpangan wilayah antara kota selalu lebih baik dari tradisionalisme desa. Sebut saja peristiwa
dan daerah (desa) dalam pembangunan tersebut memiliki sebab- sosial ini sebagai makna ‘kota utopia’ masyarakat desa, yaitu
sebab utamanya. tempat segala mimpi tentang kebahagiaan bisa diraih. Begitu
Kalangan ilmuwan sosial menyepakati bahwa penyakit ke- kuatnya makna kota sebagai pusat mimpi terhadap perbaikan
timpangan wilayah berpangkal pada rendahnya kualitas kepe- nasib ekonomi dan gaya hidup bisa jadi adalah warisan Orde
mimpinan daerah dalam mendorong pembangunan. Bahkan Baru. Sentralisme pembangunan kota menyebabkan geliat
otonomi daerah ditandai oleh terciptanya raja-raja kecil yang megah perkotaan, terutama Jakarta, adalah wilayah yang diang-
giat membangun kekuasaan dinasti lokal dan mengabaikan subs- gap mampu memberi harapan dan menyelamatkan kemiskinan
tansi kekuasaan demokratis. Selain itu kepemimpinan daerah di desa. Sehingga sumber daya manusia daerah mengalir ke
juga ditandai oleh praktek korupsi yang masih tinggi. Berdasar- perkotaan dan kembali ke desa ketika berhari raya saja.
kan laporan KPK pada tahun 2009 saja ada 19 bupati/walikota
Upaya-upaya Penanganan
dan 5 gubernur yang menjadi terdakwa praktek korupsi tersebut.
ICW juga menyebutkan bahwa 60,6% praktek korupsi terjadi di Secara normatif upaya menanggulangi sebab dari masalah
tingkat daerah. Lemahnya kepemimpinan daerah secara politis disparitas pembangunan adalah dengan pemantapan good gover-
menyebabkan tata pemerintahan dan kebijakan yang buruk. nance melalui reformasi birokrasi dan meningkatkan partisipasi
Kebijakan-kebijakan pembangunan daerah pada umum- publik dalam proses politik pembangunan. Secara kebudayaan,
nya masih bersifat pragmatis seperti kebijakan eksploitasi alam makna ‘kota utopia’ perlu ditanggulangi melalui konsep-konsep
besar-besaran demi memacu pendapatan daerah secara instan ‘desa utopia’, artinya menjadikan desa sebagai tempat tereali-
tanpa diimbangi oleh aktivitas produktif lainnya berbasis pada sasinya mimpi atas hidup sejahtera. Pendidikan adalah kelem-
kreativitas ekonomi daerah. Seperti pembangunan sektor per- bagaan yang paling esensial dalam merubah konstruk budaya
tanian yang menjadi ciri aktivitas ekonomi di pedesaan masih ini, baik dari tingkat dasar sampai menengah atas. Peran media

Negara Gagal Mengelola Konflik


234
massa pun menjadi penting berkaitan dengan konstruk makna lalu besar karena telah terjadi pemerataan pembangunan sosial
gaya hidup melalui tayangan-tayangan yang mengonstruk bu- ekonomi antara desa dan kota.*
daya adiluhung desa.
Selain upaya menangani sebab-sebab politik dan kultural
atas disparitas pembangunan tersebut, sangat diperlukan langkah * Artikel Masalah Disparitas Pembangunan ini pernah dimuat
di Harian Seputar Indonesia, 29 September 2010.
strategis tingkat daerah dengan menciptakan penyeimbangan
pembangunan desa-kota. Salah satu kunci dari penyeimbangan
pembangunan desa adalah penguatan pembangunan pertanian,
termasuk di dalamnya peternakan, yang berbasis di pedesaan.
Kebijakan pembangunan pertanian daerah sampai saat ini ma-
sih dinilai tidak serius, sebagaimana disebutkan diatas bahwa
ada kecenderungan daerah-daerah memilih eksploitasi sumber
daya alam daripada memperkuat sektor produktif lainnya seperti
pertanian. Ciri lain lemahnya kebijakan penguatan pembangu-
nan pertanian adalah kesulitan akses kredit usaha di kalangan
kelompok-kelompok usaha pertanian di desa. Walaupun selama
ini sudah ada berbagai himbauan agar perbankan memberi ke-
mudahan akses kredit, berdasar pada pengalaman penelitian
penulis di lapangan kelompok pertanian masih menemui kesu-
litan. Pemerintah daerah belum banyak melakukan intervensi
dan improvisasi dalam masalah ini, kecuali ikut melaksanakan
program-program pembangunan desa yang diinisiasi dari pusat
seperti program PNPM mandiri.
Kota dan desa seringkali digambarkan kedalam dua aktivi-
tas ekonomi berbeda. Kota memiliki aktivitas industri di bidang
industri dan jasa. Sedangkan desa memiliki aktivitas ekonomi di
bidang pertanian dan tradisionalisme sosial. Tidak ada yang per-
lu dirubah secara substansial dari ciri aktivitas pembangunan di
kota dan pedesaan. Yang penting adalah menangani sebab-sebab
dari masalah disparitas pembangunan dan upaya menciptakan
penyeimbangan pembangunan desa-kota. Sehingga fenomena
pada tahun-tahun selanjutnya adalah jumlah pemudik tidak ter-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
236 237
menciptakan tradisi ganyang dan perang daripada negosiasi da-

Kanalisasi “Ganyang mai? Serta apakah diperlukan ‘tradisi ganyang’ dalam memba-
ngun hubungan-hubungan yang konstruktif dalam menciptakan

Malaysia” kawasan Asia Tenggara yang aman, damai, dan stabil?

Warisan Revolusionisme

Sebagian kalangan menyebut fenomena mobilisasi sukare-


KETEGANGAN hubungan bilateral Indonesia-Malaysia yang lawan untuk berperang, dan ‘ganyang Malaysia’ dalam kasus
dipicu ‘peculikan’ staff DKP dari wilayah kedaulatan Indonesia, konflik Indonesia-Malaysia, adalah wujud dari kebebasan ber-
telah mendorong masyarakat beramai-ramai membuka posko ekspresi. Karena dunia demokrasi menjamin kebebasan berbi-
‘Ganyang Malaysia’. Kejadian ‘penculikan’ ini terjadi pada cara dan berasosiasi termasuk melakukan mobilisasi massa. Na-
tanggal 13 Agustus 2010, dimana 3 staff kapal patroli Departe- mun tentunya bukan semata kebebasan dalam demokrasi yang
men Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia ditangkap oleh perlu diperhatikan, bahwa karakter dan bentuk dari ekspresi
Polisi Marine Malaysia di wilayah Tanjung Berakit, Pulau Bin- merupakan esensi penting yang menentukan baik atau buruknya
tan, Kabupaten Riau. 3 staff kapal patroli DKP Indonesia ‘dicu- efek dalam dunia hidup. Ketika ekspresi politik masyarakat In-
lik’ oleh Polisi Marine Malaysia karena dianggap pihak DKP In- donesia cenderung mengambil bentuk vandalisme, anarkhisme,
donesia menolak menyerahkan nelayan Malaysia yang ditangkap sampai bentuk kekerasan radikalisme, bisa dibayangkan betapa
oleh DKP Indonesia karena sudah memasuki wilayah Indonesia ekspresi masyarakat tidak akan menciptakan kreatifitas kons-
kepada Polisi Marine Malaysia (Kompas.com, 15/08/2010). truktif. Sebaliknya adalah aktivitas yang memungkinkan berba-
Berbagai kelompok masyarakat di pelosok tanah air mem- gai bentuk kerugian strategis.
perlihatkan semangat nasionalisme yang luar biasa membara. Termasuk aktivitas mobilisasi sukarelawan ganyang Ma-
Fenomena yang pada satu sisi melegakan nafas nasionalisme laysia adalah varian bentuk ekspresi kekerasan yang memung-
keindonesiaan, namun pada sisi lain juga memprihatinkan visi kinkan efek tidak menguntungkan bagi Indonesia, baik jangka
politik damai yang sedang dibangun demokrasi Indonesia. pendek maupun panjang. Kerugian jangka pendek tersebut bisa
Kekecewaan masyarakat Indonesia selama ini selalu ditandai muncul dalam bentuk citra negatif tentang masyarakat Indo-
oleh gelombang protes dan mobilisasi massa lainnya. Berbagai nesia, atau merumitnya masalah dalam hubungan konfliktual.
kasus global seperti penindasan Israel pada Palestina, atau agresi Kerugian jangka panjang terutama berkaitan dengan mapannya
Amerika Serikat ke Irak atau Afghanistan selalu diikuti oleh budaya kekerasan dalam politik masyarakat Indonesia. Padahal
mobilisasi sukarelawan untuk ikut berperang. Pada kasus kete- budaya kekerasan merupakan salah satu penghambat mendasar
gangan hubungan bilateral Indonesia-Malaysia, mobilisasi su- dari perkembangan peradaban satu bangsa. Karenanya pemba-
karelawan untuk berperang pun menggelombang tinggi melalui ngunan sering terhalang oleh protes anarkhis dan harmoni sosial
posko ‘ganyang Malaysia’. Mengapa masyarakat kita cenderung tercabik-cabik sebegitu parahnya oleh mobilisasi kekerasan an-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
238 239
tar kelompok sosial. dari masyarakat Indonesia atau bahkan hanya sebagian kecil saja
Tradisi menggunakan kekerasan dalam ekspresi ketidak- yang memiliki tradisi tersebut, namun eksistensi mereka dalam
setujuan dan ketidakpuasan politik dalam masyarakat Indonesia ruang demokrasi jelas berpengaruh besar.
jelas dibangun oleh proses historis yang cukup panjang. Peter Masyarakat yang masih mempercayai kekerasan sebagai
L. Berger melalui teori konstruksi sosialnya (1999) menyebut cara menyelesaikan hubungan konflik mungkin perlu mendapat-
fenomena historis itu sebagai internalisasi kekerasan (internal- kan perhatian serius secara kultural dan politik. Perhatian kul-
ization of violence) dalam tatanan sosial. Peristiwa historis ini tural mungkin melalui proses pendidikan dan keteladanan para
dimulai dari pengalaman luar biasa berkaitan dengan kisah suk- pemimpin negeri dalam menggunakan cara-cara damai dalam
ses penggunaan kekerasan. Historis masyarakat Indonesia fak- hubungan konflik.
tanya memang disarati oleh kesuksesan penggunaan kekerasan Sedangkan perhatian secara politik adalah respon substantif
dalam mengusir kolonialisme Belanda 65 tahun lalu. oleh negara terhadap aspirasi di balik ekspresi kekerasan. Respon
Masa-masa revolusi terbentuknya NKRI yang diwarnai substantif bisa dimaknai sebagai pengakomodasian esensi dari
oleh mobilisasi perlawanan fisik. Soekarno pun menyebut diri- aspirasi tersebut melalui kerja negosiasi politik dengan Malay-
nya sebagai panglima besar revolusi sebagai upaya penegasan sia. Sebenarnya pemerintahan SBY memang berusaha menga-
bahwa Indonesia berada dalam situasi peralihan cepat menjadi komdasi aspirasi-aspirasi itu melalui politik damai (the politics
bangsa merdeka dari koloniliasme negara barat yang disarati of peace). Politik damai dengan negara-negara tetangga tam-
oleh ekspresi perlawanan fisik. Ketika Soekarno mengeluarkan paknya berkaitan dengan visi kosmopolitan Indonesia mengenai
kebijakan ‘ganjang Malaysia’ pada tahun 1962 pun tidak lepas Asia Tenggara. Visi kosmopolitanisme regional pemerintahan
dari dinamika perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme ne- SBY yang mengacu pada kepentingan stabilitas dan perdamaian
gara-negara barat waktu itu. Namun konteks dinamika revolusi kawasan Asia Tenggara memang membutuhkan konsistensi
politik dalam penggunaan kekerasan ini tidak ikut terinternalisa- politik damai dalam membangun hubungan antar negara. Visi
si penuh pada sebagian generasi Indonesia saat ini. Pengalaman kosmopolitan tersebut sangat diperlukan dalam konteks per-
historis yang paling menonjol sebagai warisan revolusionisme caturan ekonomi global yang mana negara-negara dalam Asean
adalah radikalisme politik dan sarat kekerasan fisik. Kesadaran harus kuat dalam jaringan harmoni dan kerjasama. Kepemimpi-
masyarakat mengenai berbagai hubungan konflik pada giliran- nan Indonesia dalam menciptakan komunitas Asean yang stabil,
nya menempatkan kekerasan sebagai mekanisme yang dianggap harmoni, dan kuat mengharuskannya tidak bisa semena-mena
memberi hasil memuaskan. dalam menangani konflik bilateral dengan Malaysia.
Namun demikian visi kosmopolitan kawasan Asia Tengga-
Kanalisasi
ra tidak boleh pula membuat politik damai terlihat lemah, tidak
Tadisi ganyang mengganyang dan memobilisasi sukarela- bertenaga, dan tanpa tekanan. Politik damai tetap harus memiliki
wan untuk berperang itu hanyalah bagian dari hasil internalisasi kekuatan menekan berdasarkan pada fakta-fakta kejadian karena
kekerasan dalam sejarah keindonesiaan. Walaupun tidak seluruh kepentingan nasional tidak bisa dibiarkan terkoyak begitu saja

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
240 241
oleh kepentingan negara tetangga. Indonesia tetap dibolehkan
melakukan tekanan-tekanan pada Malaysia, baik dalam bentuk
protes dan kebijakan tertentu. Sebagaimana Malaysia pun telah
Konflik Masyarakat dan
melakukannya pada Indonesia. Yang harus diperhatikan bahwa
proses penyelesaian konflik tersebut harus menjauhi kekerasan. Polisi
Melalui respon politik inilah sebenarnya, negara melakukan ka-
nalisasi terhadap ekspresi ‘ganyang Malaysia’ yang cukup men-
jamur belakangan ini. KASUS konflik kekerasan antara masyarakat dan polisi di
Kanalisasi terhadap ekspresi ‘ganyang Malaysia’ melalui Buol Sulawesi Tengah menyebabkan pos dan rumah polisi di-
politik damai yang tegas dan bermartabat, akan memberi pelu- bakar oleh massa yang marah (Tempointeraktif, 1/10). Pada hari
ang pada masyarakat untuk semakin mempercayai komitmen sebelumnya dilaporkan juga bahwa lima orang warga mening-
pemerintah pada kepentingan nasional. Pada saat bersamaan, gal dan puluhan lainnya terluka, serta 19 polisi brimob terluka
politik damai itu masih tetap mendukung visi kosmpolitan Indo- akibat kekerasan tersebut. Kasus konflik kekerasan masyarakat
nesia sebagai bagian dari masyarakat negara-negara Asia Teng- melawan polisi itu berawal dari dugaan masyarakat tentang ada-
gara. Pertemuan 6 September nanti, pemerintah Indonesia harus nya penganiayaan sampai meninggal dunia terhadap anggotanya
harus menampilkan politik damai yang tegas ini di hadapan Ma- oleh aparat kepolisian. Kasus kekerasan yang melibatkan polisi
laysia. Sehingga pemerintah bisa memenuhi aspirasi subtantif dengan masyarakat juga terjadi di Bima, Nusa Tenggara Barat,
masyarakatnya, dan pada saat bersamaan mensukseskan fungsi dimana polisi brimob melakukan penganiayaan, penembakan,
kepemimpinannya dalam menciptakan kawasan Asia Tenggara penangkapan, dana penahanan terhadap masyarakat yang sedang
yang aman, damai, dan stabil.* melakukan demo pada tanggal 24 Desember 2011 terkait dengan
konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan.
Akibat dari kekerasan yang dilakukan oleh polisi adalah 3 orang
meninggal dunia, serta 19 orang orang terluka parah.(Kompas,
26/12/2011).
Polisi adalah lembaga negara yang salah satu tugas utama-
nya menciptakan keamanan manusia. Yaitu mereduksi dan meng-
eliminasi kekerasan yang bisa mengancam keselamatan publik,
seperti kekerasan dalam bentuk kejahatan perampokan ataupun
kekerasan dari konflik antar kelompok sosial. Sebagai satu lem-
baga negara, tentunya polisi di Indonesia sudah memiliki pon-
dasi legalnya dalam menjalankan tugas menciptakan keamanan
manusia tersebut. Ekspektasi dan kepercayaan masyarakat ter-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
242 243
hadap lembaga kepolisian dalam menciptakan keamanan manu- Polri. Seperti tugas di lapangan mengatur lalu lintas, menang-
sia pun besar. Namun jika harapan dan kepercayaan yang tidak kap perampok, dan menjaga keamanan masyarakat. Pada saat
terpenuhi, ada ketimpangan antara harapan dan kenyataan, akan bersamaan seoran polisi membawa kepentingan sebagai indivi-
membentuk kegusaran dan kemarahan dari tingkat individu ke du yang bekerja profesional yang berorientasi pada pemenuhan
kolektif. Apalagi jika lembaga kepolisian dipersepsikan menjadi kebutuhan diri sendiri seperti kesejahteraan dan kekayaan. Dua
bagian dari terciptanya ketidakamanan manusia itu sendiri. Kita dimensi kepentingan ini pada kenyataannya sering berkelindan
perlu mengungkap kemungkinan dari sebab-sebab kekecewan rumit dan saling mempengaruhi. Jika aparat kepolisian mampu
harapan masyarakat yang mendorong mereka melawan polisi menyeimbangkan kepentingan ideal normatif dan individunya,
dengan kekerasan kolektif. perilaku yang diciptakan cenderung positif konstruktif. Tugas-tu-
gas dasar sebagai penjaga keamanan manusia bisa dilaksanakan.
Sosiologi Polisi
Namun masyarakat saat ini cenderung menyaksikan bahwa ter-
Jika pondasi legal tugas utama kepolisian menciptakan ke- jadi ketidakseimbangan kepentingan dari aparatur kepolisian,
amanan manusia sudah ada dan setiap aparatur memahaminya yang mana kepentingan individu polisi terlampau besar.
di luar kepala, kasus rusuh di Buol mengindikasikan adanya Sudah menjadi rahasia umum dalam masyarakat bahwa
persoalan sosiologi organisasi kepolisian. Artinya sejauh mana polisi melindungi (back-up) tempat-tempat perjudian atau pe-
sukses polisi menjalankan tugas utama menciptakan keamanan lacuran, sampai mengawal para cukong kaya. Perilaku tersebut
manusia dipengaruhi oleh kondisi sosial aparatur polisi. Tor merupakan indikasi adanya ketidakseimbangan antara kepenti-
Hernes dalam Understanding Organization as Process (2008) ngan ideal normatif kepolisian dan individual. Dampak dari
menyebutkan bahwa kondisi sosial tersebut kuat dibentuk oleh ketidakseimbangan kepentingan ideal dan individu aparat ke-
dinamika kepentingan. Kepentingan merupakan bawaan alami- polisian adalah terbentuknya perilaku yang keluar dari pondasi
ah seorang individu yang terikat oleh satu norma tertentu. Din- legal mengenai tugas-tugas utama polisi. Perilaku yang paling
amika kepentingan aparatur polisi akan memberi pengaruh besar umum lainnya ditemui masyarakat adalah polisi menilang peng-
terhadap perilaku kepolisian yang terus dipantau dan dirasakan endara di lalu lintas, namun ‘hukuman’ bisa diselesaikan di tem-
oleh masyarakat luas. Kepentingan dalam konteks mengamati pat dengan membayar denda pada aparat polisi. Kasus lainnya,
perilaku suatu lembaga, menurut Hernes memiliki sifat relation- seperti proses administrasi pembuatan SIM akan lancar jika ma-
al view (hubungan ganda). Yaitu dimensi kepentingan ideal nor- syarakat bersedia membayar lebih melalui oknum-oknum dalam
matif yang merupakan kepentingan melaksanakan aturan dari kepolisian. Pada saat bersamaan, aparatur kepolisian selalu lam-
satu kelembagaan dan kepentingan individual yang berorientasi bat menangani kasus-kasus yang mengancam keamanan manu-
pada keuntungan pribadi. sia seperti masalah perampokan, serta menjamurnya prostitusi
Pada dimensi kepentingan ideal, aparat kepolisian men- plus perjudian.
jalankan tugas pokoknya menciptakan keamanan manusia Harapan dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ke-
sebagaimana tercantum dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang polisian menjadi pupus dan berganti dengan kekecewaan yang

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
244 245
membatu. Dugaan penganiyaan terhadap seorang anggota ma- luasi internal lembaga kepolisian. Bahwa fenomena sosiologi
syarakat oleh aparat kepolisian adalah pemicu kemarahan (trig- organisasi dalam bentuk ketidakseimbangan kepentingan apara-
ger) dari endapan kekecewaan yang sudah terakumulasi sekian tur kepolisian adalah masalah fundamental yang perlu dipecah-
lama. Masyarakat Buol misalnya, sama sekali tidak memper- kan oleh negara. Salah satu upaya tersebut adalah memperkuat
cayai penjelasan pihak kepolisian atas kasus meninggalnya mekanisme kontrol terhadap perilaku aparatur kepolisian me-
anggota masyarakat di kantor kepolisian. Ketidakpercayaan ini lalui struktur pimpinan yang bersih dan komitmen pada tugas-
merupakan endapan yang resisten dan melihat kepolisian bukan- tugas utama Polri. Pada konteks inilah menjadi penting gerakan
lah penjaga atau pencipta keamanan manusia bagi masyarakat, reformasi kepolisian yang juga meliputi restrukturisasi jabatan.
namun sebaliknya menciptakan ketidakamanan manusia melalui Negara perlu mendukung dan mendesak kepolisian menempat-
ketidakseimbangan kepentingan aparaturnya. Endapan kekece- kan pimpinan-pimpinan bersih yang mampu menegakkan tugas
wan menemukan pemicu sensitif pada kasus dugaan pengania- utama organisasi polisi. Reformasi kepolisian merupakan taha-
yaan tersebut. Yang diekspresikan dengan keberanian melawan pan awal untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat bahwa
kepolisian dan merusak simbol-simbol lembaga tersebut seperti mereka aman di bawah perlindungan Polri.*
pos dan rumah polisi. Apalagi jika karakter sosial masyarakat
di Sulawesi selama ini dicirikan oleh budaya kekerasan yang
menonjol. * Artikel ini pernah dimuat di Koran Tempo, 13 September 2010.

Reformasi Kepolisian

Upaya resolusi konflik jangka pendek dalam kasus Buol,


untuk menghentikan eskalasi kekerasan, negara perlu melaku-
kan pendekatan kepemimpinan dan budaya masyarakat. Pada
konteks ini kepolisian harus mampu mengajak pemimpinan ma-
syarakat untuk mencegah eskalasi kekerasan yang lebih parah.
Memobilisasi instrumen kekerasan polisi melawan masyarakat
hanya akan meningkatkan eskalasi dendam masyarakat. Lem-
baga-lembaga negara lainnya seperti departemen agama atau
wakil rakyat perlu aktif terjun ke masyarakat untuk menurunkan
eskalasi kekerasan. Tanpa proses ini, kekerasan demi kekerasan
antara masyarakat dan polisi akan menghantui kehidupan di
Buol.
Selain itu konflik kekerasan antara masyarakat Buol dan ke-
polisian di Sulawesi Tengah harus dijadikan sebagai proses eva-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
246 247
21 Tahun 2001. Namun otsus Papua ditolak mentah-mentah

Separatisme dan Nalar oleh kelompok-kelompok separatis. Terlebih lagi, otsus sampai
saat ini belum mampu meningkatkan kualitas sosial ekonomi

Penanganan masyarakat Papua. Kedua adalah penerapan operasi keamanan


wilayah (territorial security) dengan melakukan semacam mo-
bilisasi operasi militer. Konsekuensi dari operasi keamanan bu-
kan mengecilnya gerakan separatis, sebaliknya makin menge-
DAERAH Papua mengalami eskalasi konflik kekerasan lagi. raskan perlawanan kelompok-kelompok separatis. Selain itu,
Pasca Kongres Papua III pada akhir bulan Oktober 2011 oleh kalangan muda yang merasa menjadi korban kekerasan militer
sebagian elite gerakan separatis, bentrokan bersenjata antara dan terjebak dalam kemiskinan memilih bergabung sebagai
milisi separatis dan aparat keamanan pemerintah Indonesia ter- milisi kelompok separatis atau kelompok-kelompok kriminal.
jadi di Kabupaten Puncak Jaya. Sebagaimana dilaporkan JPNN Dua penanganan pemerintah pusat tersebut tidak cukup ber-
bahwa mobilisasi milisi telah meluluhlantakkan kantor Keta- hasil menyelesaikan konflik separatisme di daerah Papua. Kare-
hanan Pangan milik Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya (JPNN, na bersifat top-down yang dipostulasikan oleh pemerintah pusat
26/10/11). Konflik separatisme Papua bukan tanpa penanganan tanpa melibatkan kelompok-kelompok separatis di dalamnya.
oleh pemerintah Indonesia, namun sampai saat ini ternyata ke- Sehingga legitimasi dan dukungan terhadap pelaksanaan otsus
lompok-kelompok separatisme masih terus melakukan mobili- dari kelompok-kelompok separatis berada di titik nol. Pada saat
sasi perlawanan dan tuntutan kemerdekaan. Kondisi ini memer- bersamaan operasi keamanan yang menyebabkan korban sipil
lukan refleksi kritis atas cara penanganan selama ini. terus mereproduksi dendam dan perlawanan kolektif.
Selama ini ada kesan kekhawatiran pada pemerintah pusat
Refleksi Penanganan
tentang upaya penyelesaian konflik melalui negosiasi damai
Eskalasi kekerasan dalam dinamika konflik separatisme di dengan kelompok separatis. Untuk itulah dua model penanga-
Papua akan terus direproduksi karena wilayah tersebut masih nan top-down, dalam bentuk otsus dan operasi keamanan, terus
menyimpan bara permasalahan yang belum terpecahkan. Selama dipertahankan. Namun kekhawatiran pemerintah pusat perlu di-
ini, pemerintah telah berupaya menangani konflik separatisme kritisi bahwa keterlibatan kelompok-kelompok separatisme di
di daerah Papua. Namun penanganan yang dikembangkan oleh daerah Papua merumuskan bentuk penyelesaian konflik adalah
pemerintah pusat belum mampu menghapus keberadaan konflik prasyarat legitimatif. Sehingga apabila pemerintah pusat men-
separatisme di wilayah kaya tambang tembaga dan emas itu. cita-citakan penyelesaian konflik legitimatif yang diterima dan
Ada dua langkah penanganan yang menonjol selama perio- didukung seluruh pihak, maka harus melakukan upaya ekstra
de demokrasi Indonesia terhadap konflik separatisme di daerah dengan mengajak kelompok separatis Papua kedalam arena
Papua. Pertama pemberian otonomi khusus (otsus) kepada dua inklusif negosiasi damai. Arena yang menyediakan proses poli-
provinsi, yaitu Provinsi Papua dan Papua Barat melalui UU No. tik terbuka, setara, dan saling menghormati untuk memformu-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
248 249
lasi penyelesaian konflik. adalah imbas dari pendekatan teritorial security sejak jaman
Orde Baru. Selain itu, kelompok separatis di Papua yang meng-
Arena Inklusif
gunakan strategi konflik contentious adalah fenomena ‘wajar’
Pelibatan kelompok separatis kedalam arena inklusif ne- dalam dinamika konflik separatis di dunia. Sebagian tujuan
gosiasi damai merupakan jalan memecahkan masalah konflik strategi konflik contentious itu adalah mendapatkan perhatian
separatisme. Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah pernah politis atas eksistensi kelompok, melakukan dendam kolektif,
berpengalaman atas proses ini melalui kasus separatisme GAM dan mencari logistik kelompok yang telah habis.
di daerah Aceh (1976-2005). Pelibatan kelompok separatisme Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan bahwa
GAM kedalam arena inklusif negosiasi damai telah menghasil- strategi konflik contentious kelompok separatis bisa berubah
kan kesepakatan damai yang legitimatif dengan dukungan se- menjadi strategi konflik trasenden, yaitu bersedia terlibat dalam
luruh pihak berkonflik. Sehingga tidak ada alasan keraguan arena inklusif negosiasi damai (Galtung, 2007). Apalagi jika
untuk mempraktikkan pendekatan penyelesaian konflik melalui separatisme di Papua berbasis pada grievance. Bangsa ini men-
kelembagaa arena inklusif ini. jadi saksi bagaimana kerasnya perlawanan GAM selama periode
Menurut Paul Collier dkk. dalam artikel Beyond Greed and 1976-2005.
Grievance (2008) bahwa sesungguhnya ada dua tipe kelompok Pokok mendasarnya adalah komitmen politik pemerintah
separatis yang mempengaruhi kemauan menyelesaikan konflik untuk terus mengajak kelompok-kelompok separatis di Papua
melalui negosiasi damai. Pertama kelompok separatism greed masuk kedalam arena inklusif negosisasi damai. Proses kultural
yang misi utama terbentuknya kelompok separatis ini adalah dan politik perlu dioptimalkan dengan melibatkan komponen-
ketamakan elite-elite untuk mendapatkan kekayaan dan sumber- komponen bangsa. Tentu saja hal tersebut adalah proses sulit
daya alam. Contoh negara yang berhadapan dengan kelompok dan membutuhkan energi besar negara. Namun demikian hasil-
greedy separatist adalah Sierra Leon di Afrika. Tipe separatisme nya adalah pemecahan masalah konflik separatisme di Papua
ini sulit diajak dalam negosiasi damai untuk memecahkan ma- dan sekaligus mempertahankan Negara Kesatuan Republik In-
salah. Kedua tipe separatism grievance yang terbentuknya ke- donesia.*
lompok ini murni melakukan tuntutan hak atas keadilan sosial
ekonomi dan akses sumberdaya alam. Kelompok separatism
grievance cenderung bersedia melakukan negosiasi damai, con- * Artikel Separatisme dan Nalar Penanganan ini pernah
dimuat di Jawa Pos (23 Oktober 2011)
toh terdekat adalah kasus separatisme di Aceh. Kelompok sepa-
ratis di Papua pun cenderung pada tipe separatism grievance.
Walaupun strategi konflik antara separatism greed dan grievance
cenderung berpola sama, yaitu contentious (keras).
Pemerintah perlu reflektif bahwa strategi konflik conten-
tious kelompok-kelompok separatis di Papua sesungguhnya

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
250 251
pua tersebut sesungguhnya adalah alarm pada Pemerintahan

Masalah Konflik SBY bahwa Indonesia masih rentan bangunan kebangsaannya.

Separatisme
Memilih Perspektif

Konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) su-


dah final dan segala upaya memisahkan diri adalah tindakan
makar yang tidak konstitusional. Namun penanganan terhadap
TERBENTUKNYA KIB II edisi kabinet kerja hasil perombakan gerakan separatisme pun perlu memahami konteks permasala-
di tahun ketiga Pemerintahan SBY, juga “disambut“ oleh geliat han dan tidak semata memobilisasi keamanan tradisional me-
gerakan separatisme di Papua. Akhir bulan Oktober 2011 ini, se- lalui operasi-operasi militer. Karena penanganan konflik dengan
bagian elite gerakan separatisme yang tergabung di dalam Kerja model keamanan tradisional malah akan menjauhkan konflik
Nasional Rakyat Papua Barat (TKNRPB) memobilisasi Kon- dari pemecahan masalah, dan bahkan makin memperparah kon-
gres Papua III. Masalah separatisme di Papua ini juga berhasil flik. Amitav Acharya dkk. (Non-Traditional Security in Asia,
mengadakan Kongres yang terjadi di Jayapura dan Manokwari 2006) menjelaskan bahwa pada banyak kasus penggunaan ke-
untuk menuntut referendum agar Papua menjadi sebuah negara amanan tradisional secara membabi buta pada upaya penyele-
yang merdeka. saian konflik separatisme, hanya akan menciptakan intractable
Aksi-aksi konflik separatisme ini juga semakin berani di- conflict (konflik berkepanjangan). Karena akar masalah konflik
tampilkan, dimana sasaran kekerasan, seperti pengrusakan dan makin tidak terpecahkan, sedangkan dampak keamanan tradi-
penembakan tidak hanya ditujukan kepada polisi dan TNI saja, sional adalah korban nyawa, ketakutan kolektif, dan lingkaran
namun ditujukan kepada masyarakat umum. Para anggota kong- dendam kolektif.
gres untuk aksi separatisme secara terang-terangan mendapat Penanganan konflik separatisme harus bersifat kompre-
sponsor dan dukungan dari negara-negara internasional sebagai hensif dan humanis yang mampu memecahkan masalah bagi
syarat untuk mendirikan negara baru. seluruh pihak. Akar masalah konflik separatisme Papua cukup
Aksi separatisme ini menurut anggota KNRPB adalah aku- kompleks walaupun secara garis besar terkait masalah keadilan
mulasi kekecewaan masyarakat Papua terhadap tidak merata- sosial ekonomi dan eksistensi identitas budaya. Sampai akhir
nya sumber daya ekonomi untuk daerah Papua, padahal Papua Orde Baru tahun 1998 eksplorasi kekayaan alam melalui peru-
begitu banyak menyumbang untuk ekonomi untuk Indonesia sahaan tambang dan emas AS, PT. Freeport-McMoRan Copper
(Kompas.com, 11/08/2011). Hasil kongres diantaranya adalah & Gold sejak tahun 1967, tidak banyak meningkatkan kualitas
pendirian Negara Papua dan memilih sebagian elitenya duduk sosial ekonomi masyarakat Papua. Isu sosialnya, penduduk asli
dalam struktur pemerintahan. Berdasar pada praktik yang mene- Papua adalah pihak mayoritas yang menyandang status miskin
gasi hukum Indonesia, aparat kepolisian membubarkan paksa tersebut. Mereka kesulitan mengakses pendidikan dan kesehat-
dan menangkap beberapa elite kongres. Geliat separatisme Pa- an, serta tidak memperoleh fasilitas infrastruktur yang mema-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
252 253
dai. Ketika pemerintah pusat memberikan otonomi khusus pada Kebijakan otonomi khusus dipandang sebagai program ‘Ja-
Papua dan Papua Barat di era demokrasi, kemiskinan masih karta’ semata tanpa pelibatan kelompok-kelompok yang menun-
tinggi. Data resmi BPS menyebut akhir tahun 2010, kemiskinan tut keadilan. Pada dimensi ini, Johan Galtung berpedapat dalam
di Papua sampai 36 persen. Namun data dari organisasi non- Peace by Peaceful Conflict Transformation: The Transcend Ap-
pemerintah menyebut kemiskinan di Pulau Papua mencapai proach (2007) bahwa penyelesaian apapun yang tidak dilahir-
angka sekitar 60 persen. kan oleh proses dialog yang melibatkan para pihak berkonflik,
Otonomi khusus yang diikuti oleh alokasi dana pembangu- sering mengalami penolakan oleh salah satu atau kedua pihak.
nan berlimpah, sepanjang tahun 2002-2010 pemerintah pusat Karena tidak adanya perasaan memiliki terhadap bentuk penye-
menggelontorkan dana Rp. 28,84 trilyun, belum mampu men- lesaian itu. Sehingga proses dialog atau negosiasi damai yang
jawab akar masalah keadilan ekonomi. Hal ini berkaitan dengan mengelaborasi pemecahan masalah dan kebijakan penyelesaian
kapasitas politik lokal yang ditandai oleh kualitas kepemerin- konflik adalah kunci penyelesaian konflik yang transformatif.
tahan lokal yang buruk, korupsi elite politik lokal, dan konteks Sayangnya baik pemerintah pusat dan kelompok separa-
partisipasi masyarakat yang rendah. Dana besar pembangunan tisme Papua terkesan enggan dalam membangun proses perda-
sosial ekonomi masyarakat Papua tidak terkelola baik dengan maian ini melalui negosiasi meja. Pada situasi ini sebenarnya
prinsip-prinsip demokrasi. Pada saat bersamaan, masyarakat pemerintah pusat harus cepat meningkatkan komunikasi politik
Papua menghadapi realitas eksistensi identitas dan budayanya dengan kelompok gerakan separatis dengan tujuan menciptakan
yang makin terhapus oleh aktivitas industri pertambangan. Teru- peluang negosiasi damai. Walaupun memang anatomi kelom-
tama pada masyarakat di sekitar area pertambangan PT Freeport. pok-kelompok separatis di Papua terkesan kompleks. Berbeda
Lingkungan yang menjadi basis eksistensi identitas dan budaya dengan konflik separatisme di Aceh yang memiliki organisasi
telah rusak, lenyap dari dunia hidup sehari-hari. terpusat (GAM), separatisme di Papua tidak memilikinya. Bah-
kan pada pelaksanaan Kongres III Rakyat Papua sendiri dito-
Langkah Strategis
lak oleh sebagian kelompok separatis lainnya. Tantangan bagi
Akar masalah konflik separatisme di Papua cukup serabut pemerintah adalah melakukan pendekatan terhadap faksi-faksi
dari masalah keadilan sosial ekonomi sampai eksistensi identi- gerakan separatis yang berbeda di Papua. Pemerintah perlu
tas dan budaya. Model penanganan negara pun harus mampu membentuk tim khusus negara yang bertugas mengajak kelom-
menjawab masalah-masalah tersebut secara simultan. Jika meli- pok separatis melakukan negosiasi damai.
hat langkah-langkah penanganan yang sudah diambil oleh neg- Berangkat dari analisis masalah konflik separatisme ini,
ara sejak era demokrasi, ada dua penanganan menonjol, yaitu paling tidak pemerintah harus melakukan empat langkah stra-
otonomi khusus melalui UU No. 21 Tahun 2001 dan penguatan tegis. Pertama menempatkan model keamanan tradisional se-
keamanan tradisional. Namun otonomi khusus yang ditujukan cara proporsional dalam konteks menciptakan keamanan dan
untuk menjawab masalah ekonomi ternyata masih ditolak oleh ketertiban sosial, bukan sebagai paradigma penanganan konflik.
kelompok separatis. Kedua terus mendorong pembangunan sosial ekonomi dalam

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
254 255
bingkai otonomi khusus. Ketiga mengimprovisasi kualitas poli-
tik dan kepemerintahan lokal Papua yang demokratis agar mam-
pu merealisasikan tujuan otonomi khusus. Keempat mening- Negara, Konflik dan
Demokrasi
katkan komunikasi politik dengan kelompok separatis dengan
menawarkan dialog damai. Langkah-langkah strategis tersebut
harus diorganisasi secara kuat dan efektif, demi menyelamatkan
bangunan kebangsaan Indonesia.*
SALAH SATU fenomena dominan dalam hidup berbangsa dan
bernegara Indonesia adalah realitas konflik dalam dimensi ver-
* Artikel Masalah Konflik Separatisme ini pernah dimuat
di Harian Seputar Indonesia, 25 Oktober 2011. tikal. Yaitu konflik antara kelompok sosial yang berada dalam
posisi subordinatif (tanpa wewenang) dengan kelompok ordi-
natif (memiliki wewenang). Dari konflik separatisme, konflik
pertanahan, sampai konflik perburuhan yang akhir-akhir ini
mengalami eskalasi. Sayangnya berbagai dimensi konflik ver-
tikal tersebut cenderung hadir dalam bentuk kekerasan dalam
level berbeda-beda. Pada kasus Mesuji dan Sape, kekerasan
dalam konflik menyebabkan korban jiwa dan luka-luka terutama
di kalangan kelompok subordinatif. Pada banyak kasus konflik
perburuhan, bentrok antara aparat keamanan dan buruh juga
seringkali terjadi.
Berbagai konflik vertikal tersebut cenderung berlarut-larut
tanpa pemecahan akar masalah dan memobilisasi kekerasan.
Para ilmuwan studi konflik kritis melihat hal tersebut sangat
berkaitan dengan lemahnya negara memfungsikan mediasi kon-
flik transformatif. Yaitu pengelolaan konflik damai yang mampu
membawa kelompok-kelompok berkonflik pada pemecahan ma-
salah.

Penyesatan Demokrasi

Sebagai bagian dari dunia sosial yang omnipresence, hadir


dimanapun, konflik sebenarnya bukan fenomena luar biasa. Kon-
flik hanya menjadi situasi luar biasa ketika masalah di dalamnya

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
256 257
tak terpecahkan, terus berkepanjangan, dan korban berjatuhan. dan musyawarah menjadi kekerasan.
Salah satu akar penentu dari kondisi konflik luar biasa adalah Modus penyesatan demokrasi sederhana saja, para penye-
perspektif pengelolaan konflik oleh para aktor yang terlibat. Per- lenggara kekuasaan negara menjual hukum dan kebijakan pada
spektif pengelolaan konflik secara diametrikal dibedakan antara kelompok-kelompok pelaku pasar yang sering disuguhi admin-
perspektif damai dan kekerasan. Misi perspektif pengelolaan istrasi rumit berbisnis. Oleh karenanya, penyesatan demokrasi
konflik damai adalah mendorong seluruh kelompok berkonflik berlangsung secara ‘legal‘. Melahirkan berbagai aturan hukum
menuju pada pemecahan masalah yang memberikan keadilan dan surat keputusan negara yang melindungi kepentingan pemo-
dan jalan keluar bersama. Sebaliknya, misi perspektif kekerasan dal besar saja. Oleh karenanya penyesatan demokrasi ditandai
adalah melemahkan atau menyingkirkan salah satu kelompok oleh kebijakan-kebijakan legal negara yang tidak merefleksikan
berkonflik melalui memobilisasi represi fisik dan mental. aspirasi masyarakat seperti petani dan buruh. Akan tetapi hanya
Pada sistem demokrasi seperti yang dianut Indonesia, misi segelintir penyelenggara kekuasaan negara memporoleh keun-
pengelolaan konflik oleh negara seharusnya berfundamen pada tungan, baik gratifikasi dan fasilitas mewah.
cara-cara damai dengan orientasi pemecahan masalah. Metode Pada kondisi penyesatan demokrasi inilah, lembaga peme-
pengelolaan konflik damai mengoptimalkan fungsi-fungsi dia- rintahan bekerja melindungi kebijakan-kebijakan legal yang
log dan negosiasi dari lembaga-lembaga pemerintahan. Namun telah ditransaksikan. Seperti kebijakan pemberian ijin perluas-
pemerintah, yang sering direpresentasikan oleh kepolisian dan an tanah perkebunan, pertambangan, dan upah minimum bu-
satuan polisi pamong praja (Satpol PP), memilih kekerasan se- ruh. Ketika masyarakat memprotes kebijakan tersebut karena
bagai perspektif penanganan konflik. Dari konflik pertanahan di merugikan hak-hak sebagai sebagai warga atau buruh, negara
Mesuji dan Sape Bima sampai konflik perburuhan, negara me- menanganinya dengan perspektif kekerasan. Penyesatan de-
milih kekerasan daripada mendamaikan konflik. Adegan pengu- mokrasi secara dramatis telah menyebabkan negara dan struktur
siran melalui cara koersif pada para petani atau buruh oleh aparat organisasinya tidak mampu menjalankan peran mediasi konflik
keamanan tidak jarang terjadi. transformatif.
Pemilihan metode kekerasan oleh negara mengindikasikan
Pembiakan Kekerasan
bahwa demokrasi telah disesatkan sehingga kandungan nilain-
ya tentang kemanusiaan dan keadilan tidak termanifestasi se- Perspektif kekerasan negara terhadap kelompok subordina-
cara riil oleh negara dalam tata kelola konflik. Moira Fradinger tif, seperti buruh dan petani sering dijustifikasi oleh alasan “demi
(Binding Violence, 2010) menyebut korupsi antara elite negara kepentingan umum“. Sehingga aksi blokade jalan tol, pendudu-
dan pelaku pasar adalah akar dari terjadinya perversion of de- kan pelabuhan, bandar udara, dan perkantoran pemerintah lain-
mocracy (penyesatan demokrasi). Penyesatan demokrasi ditan- nya dianggap kondisi membahayakan kepentingan umum. Oleh
dai oleh terbaliknya konsep-konsep demokrasi tentang kebaikan sebab itu negara yang bertameng pada mekanisme legal “fancied
umum dan kemanusiaan dalam hidup berbangsa bernegara. Ke- emergency”, yaitu hak menentukan kondisi berbahaya berdasar
setaraan menjadi marjinalisasi, keadilan menjadi penindasan, hukum positif, bisa menekan kelompok subordinatif dengan

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
258 259
cara kekerasan. Pada langkah ini sebenarnya negara melakukan
pembiakan kekerasan dalam kasus konflik vertikal.
Kelompok subordinatif yang merasa terpinggirkan oleh ke-
Negara Gagal Mengelola
berpihakan negara pada pemodal besar makin mengalami luka
perasaan kolektif atas kekerasan negara tersebut. Alhasil, mo- Konflik
bilisasi perlawanan masyarakat makin deras. Mereka melawan
aparat kemanan dan merusak fasilitas umum sebagai simbolisasi
kekecewaan mendalam. Melihat perlawanan tersebut dari kaca- SELAMA dua bulan awal tahun 2012 saja, frekuensi ke-
mata hukum positif an sich akan menyebabkan kelompok sub- kerasan dalam konflik antara kelompok buruh, petani, dan ma-
ordinatif sebagai pelaku kriminal. Akan tetapi dari kacamata syarakat adat berhadapan dengan negara atau swasta makin
pengelolaan konflik damai negara telah menutup kemungkinan tinggi. Tingginya frekuensi kekerasan yang menyertai kasus-ka-
bagi arah pemecahan masalah. Hal tersebut karena ada penyum- sus konflik tersebut adalah indikator bahwa negara telah gagal
batan aspirasi kelompok subordinatif seperti petani, buruh, dan mengelola konflik secara demokratis.
nelayan oleh kekerasan negara. Seperti pada kasus amuk massa dalam konflik pertambangan
Negara demokrasi, mengutip John Keane (Violence and di Bima akhir bulan Januari tahun ini. Menurut laporan media
Democracy, 2004), dalam penggunaan kekerasan negara harus massa, puluhan ribu massa melakukan perusakan kantor bupati
berprinsip pada perlindungan keamanan seluruh warga negara dan fasilitas-fasilitas perkantoran Kabupaten Bima. Masyarakat
dari ancaman agresi asing. Sedangkan konflik-konflik pertanah- menuntut dicabutnya SK 188 tentang ijin eksplorasi tambang
an atau perburuhan merupakan konflik dalam negara (intrastate oleh PT Sumber Mineral Nusantara. Pasca amuk massa terse-
conflict) yang harus dikelola berdasar prinsip demokrasi, yai- but, barulah Bupati Bima memenuhi tuntutan masyarakat den-
tu dialog negosiasi tanpa dominasi antara berbagai kelompok gan mencabut SK 188 melalui SK Nomor 188.45/64/004/1012.
berkonflik. Sehingga pada kasus konflik antara buruh dan petani Keputusan politik itu terhitung lamban sehingga harus ditebus
dengan perusahaan negara harus mengabaikan kekerasan dan dengan korban jiwa masyarakat dan kerugian fasilitas pemerin-
mengoptimalkan dialog negosiasi. tahan terlebih dahulu.
Realisasi pengelolaan konflik damai akan memberikan Kasus konflik pertambangan di Bima, Mesuji Lampung,
jaminan pada pemecahan masalah dari konflik-konflik verti- sampai Papua merupakan contoh kongkrit tentang bagaimana
kal daripada perspektif kekerasan. Para pemimpin negara, dari negara gagal melakukan pengelolaan konflik yang berprinsip
kekuasaan pusat dan daerah, seharusnya memiliki visi ini demi pada demokrasi. Pengelolaan konflik demokratis akan disarati
terciptanya negara bangsa Indonesia yang adil makmur dan se- oleh upaya-upaya politik pemerintahan yang mengarusutamak-
jahtera.* an prosess dialog-negosiasi yang transparan, setara, dan res-
ponsif dalam menangani tuntutan publik. Sehingga dinamika
* Artikel ini pernah dimuat di Harian Seputar Indonesia, 26 Januari 2012. kekerasan jarang terjadi pada negara yang mengengelola konflik

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
260 261
secara demokratis. tambangan di Bima, tampaknya amuk massa merupakan cara
terakhir memperjuangkan tuntutan publik di Bima dalam pen-
Tuntutan Publik
cabutan ijin eksplorasi tambang. Tindakan kekerasan masyara-
Masyarakat secara dinamis akan menolak setiap kebijakan kat yang merasa terdeprivasi oleh politik keras kepala kekuasaan
negara yang dipandang memberi konsekuensi buruk, tidak negara dirangsang oleh kondisi keterpaksaan. Kekerasan dalam
menawarkan keuntungan, dan mengancam keberlangsungan amuk massa bukan merupakan preferensi cara yang humanis
hidup kolektif. Pada usia demokrasi Indonesia yang tidak lagi dan taat prosedur hukum, yang sering dikategorikan sebagai tin-
muda, daya kritis masyarakat yang ditandai oleh kemampuan dakan kriminal oleh negara. Masyarakat pasti menyadari pada
menilai kebijakan dan mengorganisasi tuntutan publik ternyata konsep hukum tersebut. Akan tetapi kondisi terdeprivasi kolek-
gagal dibaca secara reflektif oleh penyelenggara kekuasaan ne- tif mendorong keberanian untuk melanggar tata hukum positif
gara. Bahkan pada kecenderungannya, terjadi pengabaian pada tersebut. Bisa jadi dalam konstruksi makna kolektif masyara-
tuntutan publik oleh sebagian besar penyelenggara kekuasaan kat, para pelaku amuk massa yang melawan politik keras kepala
negara, baik di tingkat pusat sampai daerah. kekuasaan, dilihat sebagai pahlawan yang mengorbankan diri.
Termasuk pada kasus konflik pertambangan di Kabupaten Mereka berani mempertaruhkan masa depan individualnya de-
Bima, para pemimpin dalam pemerintahan daerah tersebut, teru- ngan dijebloskan dalam penjara demi kebaikan hidup kolektif.
tama bupati, telah melakukan pengabaian politik terhadap gel-
Demokrasi Responsif
ombang tuntutan publik (public grievance). Pengabaian tersebut
diperlihatkan oleh keengganan bupati melakukan pencabutan Dinamika tuntutan publik dalam berbagai kasus konflik
kebijakan ijin pertambangan yang diberikan kepada perusahaan vertikal, antara masyarakat melawan negara dan swasta, yang
swasta. Walaupun pemerintah telah menghadapi gelombang aksi diwarnai eskpresi kekerasan adalah indikator bahwa kekua-
masyarakat seperti pada kerusuhan Sape yang menyebabkan 3 saan negara menjauhi konsep demokrasi responsif. Kenyataan
(tiga) orang warga meninggal serta lebih dari tiga puluh orang ini merupakan ironi besar karena pemerintahan Indonesia, baik
luka-luka. Sikap politik tersebut, dalam literatur studi konflik eksekutif dan legislatif, sebagai penyelanggara negara merupa-
disebut politik keras kepala (contentious politics), telah menye- kan produk dari demokrasi itu sendiri. J. Rhee Baum (Respon-
babkan kondisi terdeprivasi secara kolektif di kalangan masyara- sive Democracy, 2011) memberi penjelasan bahwa demokrasi
kat. Yaitu situasi kekecewaan yang makin dalam akibat ekspek- responsif ditandai oleh kelembagaan pemerintahan yang me-
tasi akan adanya perubahan pada sikap dan kebijakan dari satu miliki kecepatan dan kualitas respon yang baik atas berbagai
kelompok atau pemerintah, menemui kenyataan terbalik secara tuntutan publik. Pemerintahan dalam demokrasi responsif mem-
ekstrim. bangun sistem dan kebudayaan yang memiliki ketanggapan kuat
Kondisi terdeprivasi secara kolektif selalu menjadi kimia terhadap isu-isu dalam masyarakat tentang kebijakan pemerin-
sosial suatu kelompok untuk memobilisasi tuntutan melalui tahan. Selanjutnya memasukkan isu-isu tersebut sebagai priori-
ekspresi kekerasan seperti amuk massa. Pada kasus konflik per- tas dalam upaya penyelesaian masalah. Prinsip utama penyele-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
262 263
saian dalam demokrasi responsif adalah demi kebaikan umum kanlah prestasi yang membanggakan bagi bangsa Indonesia.*
(common bonum).
Prinsip dasar untuk menciptakan kebaikan umum dalam
rumusan penyelesaian adalah menyediakan dan meningkatkan * Artikel Negara Gagal Mengelola Konflik ini pernah dimuat
di Harian Tempo, 13 Februari 2012.
kualitas partisipasi kelompok-kelompok kepentingan secara
transparan dan setara. Artinya negara tidak sekedar menyediakan
prosedur formal partisipasi akan tetapi juga mendorong kualitas-
nya. Dimensi dasar dari kualitas partisipasi adalah kontinuitas
dialog atau negosiasi sampai terjadi kesepakatan atas konsep pe-
nyelesain kasus tertentu. Contoh baik ini ditunjukkan oleh Wa-
likota Solo Joko Widodo ketika akan merelokasi pedagang kaki
lima (PKL) dengan melakukan 54 kali dialog. Kontinuitas dia-
log-negosiasi tersebut telah berhasil menciptakan penyelesaian
masalah relokasi PKL berbasis kebaikan umum yang ditandai
oleh proses damai dan dukungan masyarakat luas.
Pada konflik pertambangan di Kabupaten Bima, secara iro-
nis pemerintahannya memilih politik keras kepala dan menjauhi
prisip demokrasi responsif. Oleh karenanya pemerintahan Ka-
bupaten Bima tidak mampu menyediakan penyelesaian konflik
pertambangan itu dengan berbasis pada kebaikan umum. Se-
lanjutnya aparat kepolisian dimandati kekuasaan untuk “men-
gamankan” kebijakan legal pemerintah yang prinsipnya adalah
represif.
Pengelolaan konflik berbagai kasus konflik oleh negara, baik
dalam isu pertambangan, pertanahan, sampai perburuhan, harus
berprinsip pada demokrasi responsif. Prinsip tersebut menjadi
penting jika misi utama pengelolaan konflik oleh negara adalah
pemecahan masalah yang mampu memberikan kebaikan umum.
Namun ketika negara yang diselenggarakan oleh pemerintahan
pusat dan daerah, lebih memilih politik keras kepala dan penga-
baian terhadap tuntutan publik, maka fenomena kekerasan dan
amuk massa akan terus direproduksi. Tentu saja kekerasan bu-

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
264 265
Bibliogrfi Diakses pada 21 Maret 2012 dari http://regional.kompas.com/
read/2011/03/04/09065468/Trauma.Pilkada.Tuban.Telah.Ber-
Acharya, Amitav., Emmers, Ralf., and Anthony, Mely Cabalero. 2006. lalu.
Non-Traditional security in Asia. London : Ashgate.
Kompas.com., (21 Juli 2008). Konflik di Maluku Utara akibat pen-
Baum, J. Rhee. 2011. Responsive democracy : Increasin state account- gambangan hasil pilkada. Diakses pada 20 maret 2012 dari
ability in East Asia,. Michigan : University of Michigan Press. http://nasional.kompas.com/read/2008/07/21/21580592/konflik.
di.maluku.utara.akibat.pengambangan.hasil.pilkada.
Berger, Peter L.1999. Internalization of violence. Cambridge : Cam-
bridge University Press.

Collier, Paul., Hoeffler, Anke, and Rohner , Dominic. 2008. Beyond


greed and grievance: Feasibility and civil war. Cambridge:
Cambridge University Press.

Fradinger, Moira. 2010. Binding violence literary visions of political


origin. California: Stanford University Press

Galtung, Johan. 2007. Peace by peaceful conflict transformation: The


transcend approach handbook of peace and conflict studies.
New York : Routledge

Kanpur, S.M Ravi., and Venables, Anthony. 2005. Spatial inequality


and development. Oxford : Oxford University Press

Kean, John. 2004. Violence and democracy. Cambridge : Cambridge


University Press

Saphiro, Daniel. 2004, The Nature of humiliation. Paper for Humili-


ation and Violent Conflict Conference Conference at Columbia
University. Harvard University Press.

Media

Kompas.com., (4 Maret 2011). Trauma pilkada Tuban telah berlalu.

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
266 267
Indeks J
Jeong, Ho-Won. 2003.
R
Rais, Amin. 2006.
Ramsbotham, Oliver. 2010.
K Ranciere, Jacques. 2010.
A Diamond, Larry. 2004.
Kanpur, S.M Ravi., and Venables, Reilly, Benjamín. 2004.
Agnew, Robert S. 2007. Diamond, Larry. 2008. Anthony. 2005.
Rosenberg, Marshall. 2005.
Anderson, Mary, B. 1999. Dietrich, Wolfgang. 2006. Keane, John. 2004.
Rosenbergh, Marshall.2003.
Acharya, Amitav., Emmers, Ralf., Kinklen van, Gerry. 2007.
and Anthony, Mely Cabalero. Rule, James, B. 1988.
2006. E Korotelina, Karina. 2009.
Englander, Kandle, E. 2009.
S
B L
Saphiro, Daniel. 2004.
Baum, J. Rhee. 2011. F Leftwich, Adrian. 1998.
Sen, Amartya. 2006.
Bartos, J.O, & Wehr, P.2002. Fakih, Mansour. 2003. Little, Adrian. 2008.
Susan, Novri. 2009.
Beck,Ulrich. 1999. Fealy, Greg. 2003.

Berger, Peter L. 1999. Flannery, Daniel J., Vazsonyi, Al- M


exander T., and Waldman, Ir- T
Bourdieu, Pierre. 1983. win D. 2007. Magnani, Lorenzo. 2011.
Tilly, Charles., and Tarrow, Sydney
Bourdieu, Pierre. 1991. Fradinger, Moira . 2010. Manor, James. 1998. G. 2007.
Burton, J.W.1998. Freeman, Samuel. 2007. Margianto, Heru. 2012. Trijono, Lambang. 2001.
Freud, Sigmund. 1932. McAdam, Doug., Tarrow, Sidnye.,
and Tilly, Charles. (2001)
C
Carpenter, Swan, L& Kennedy, G W
WJD. 1988 N
Galtung, Johan. 2004. Whithe, Gordon. 1998.
Calckins, David. 2009. Nairn, Tom., and James, Paul.
Galtung, Johan. 2007. 2005. Wilmer, Franke. 2002.
Chopple, Charles. 2006.
North, Douglass., Wallis, Joseph
Collier, Paul. 2008. John., and Weingast, Barry Z
H
Coser, Lewis. 1956. R. 2009.
Hartman, Michael. 2007. Zartman, William, I. 2009.
Hefner, Robert (ed). 2001.
D P

Debbaudt, Dennis. 2002. Putnam, Robert D. 2000.


I
Diamond, Larry. 2003. Pruitt, Dean, G., and Hee Kim,
Iswari, Paramita. 2003. Sung. 2004.

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
268 269
Tentang Penulis
NOVRI SUSAN adalah sosiolog
yang terlahir di Klaten Jawa
Tengah dari rahim Sri Lestari
pada 8 November 1977.
Ia menyelesaikan studi S1 di
Jurusan Ilmu Sosiologi Uni-
versitas Gadjah Mada pada
tahun 2003.
Mendapatkan Master di bi-
dang studi konflik dan perda-
maian dari United Na�ons Uni-
versity for Peace (UN-UPEACE)
melalui beasiswa Nippon Founda�on.
Ia menyusun konsep tata kelola konflik demokra�s (demo-
cra�c conflict governance) melalui peneli�an di Aceh pas-
ca konflik kekerasan yang difasilitasi UN-UPEACE.
Pada tahun 2002-2004 sempat menjadi peneli� di Pu-
sat Studi Perdamaian dan Keamanan UGM dan pada ta-
hun yang sama menjadi asisten Na�onal Project Director
Southeast Asia for Conflict Studies Network (SEACSN).
Sejak tahun 2004 sampai sekarang menjadi staf pengajar di
Jurusan Sosiologi Universitas Airlangga. Pada tahun 2005
bersama teman-teman dosen muda mendirikan PsaTS
(Pusat Kajian Transformasi Sosial) Universitas Airlangga.
Saat ini menjadi direktur di Democracy and Conflict Gov-
ernance Ins�tute (DCGI), sebuah lembaga di bidang tata

Negara Gagal Mengelola Konflik Demokrasi dan Tata Kelola Konflik di Indonesia
270 271
kelola konflik demokra�s yang sedang ia kembangkan di
Indonesia.
Ia juga ak�f menjadi anggota forum BABA (Building A Bet-
ter Asia Volunteer Community) kerjasama antara ASEAN
dan Nippon Founda�on. Novri Susan menjadi kolomnis di
media massa nasional seper� KOMPAS, SINDO, TEMPO,
dan JAWA POS.
Buku yang telah ditulisnya adalah Sosiologi Konflik dan Isu-
isu Konflik Kontemporer yang menjadi buku pegagangan
di banyak kampus FISIP berbagai universitas di Indonesia.
Saat ini Novri Susan sedang menyelesaikan disertasinya
untuk merasih gelar PhD di The School of Global Studies
Doshisha University, Kyoto (2010-2013 expected), dengan
judul The Rise of Land Conflicts and Conflict Management
in Indonesian Democracy. *

Negara Gagal Mengelola Konflik


272

Anda mungkin juga menyukai