Pada permulaan abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis diikuti oleh nekrosis jaringan
di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya,
sehingga merupakan bagian benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi
itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam,
sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak
perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah
ketuban pecah janin, disusul beberapa waktu kemudian oleh plasenta yang telah lengkap
terbentu. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa
abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.
PATOMEKANISME MOLAHIDATIDOSA
Kehamilan mola muncul dari abnormalitas kromosom maternal dan paternal yang melakukan
fertilisasi. Mola hidatidosa komplit paling sering memiliki komposisi kromosom diploid,
biasanya 46,XX, yang berarti kedua set kromosom berasal dari paternal (pihak ayah). Jadi,
ovum dibuahi oleh sperma haploid, yang kemudian menggandakan kromosomnya sendiri.
Kromosom ovum tidak ada atau tidak aktif. Lebih jarang, pola kromosom mungkin 46,XY atau
46,XX dan karena pembuahan oleh dua sperma, yaitu pembuahan dispermik atau dispermi.
Mola hidatidosa parsial biasanya memiliki kariotipe triploid, biasanya 69,XXX, 69,XXY atau
lebih jarang lagi 69,XYY. Masing-masing terdiri dari dua set kromosom haploid paternal yang
disumbangkan oleh dispermi dan satu set haploid maternal. Zigot triploid ini menghasilkan
beberapa perkembangan embrio, namun pada akhirnya merupakan kondisi janin yang
mematikan. Janin yang mencapai usia lanjut mengalami hambatan pertumbuhan yang parah,
kelainan kongenital multipel, atau keduanya (9,10)
Referensi lain mengatakan bahwa mola dapat terjadi karena adanya abnormalitas dari proses
implantasi. Pada manusia, 5-6 hari setelah terjadi pembuahan, zigot secara bertahap menjadi
blastokista. Blastokista terdiri dari dua bagian, yaitu inner mass cell pada bagian dalam yang
akan menjadi janin, dan trofoblas pada bagian luar yang berperan dalam proses implantasi, dan
akan menjadi jaringan plasenta. Trofoblas berdiferensiasi menjadi 2 lapisan: trofoblas seluler
yang disebut sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas, yang kemudian menginvasi endometrium dan
pembuluh darah uterus. Ketika proses invasi/impantasi trofoblas yang tidak terkontrol dengan
baik, maka sel-sel trofoblas dapat menimbulkan komplikasi kehamilan yang dikenal sebagai
mola hidatidosa. Mola yang berulang pada satu individu menunjukkan adanya kecenderungan
genetik (7,11).
PATOMEKANISME KET
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan
proses implantasi normal pada kavum uteri. Ovum di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada yang pertama ovum berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan ovum selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya ovum
akan mati secara dini dan kemudian diresorbsi. Pada nidasi interkolumner ovum bernidasi
antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi turtutup, maka ovum dipisahkan dari lumen
tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. 2
AKarena tuba bukan merupakan suatu media yang baik untuk pertumbuhan embrio atau
mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami beberapa perubahan dalam bentuk berikut ini:
1) Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi
kurang dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak
mengeluh apa-apa, hanya mengalami haid terlambat dalam beberapa hari.2