Anda di halaman 1dari 7

Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopik tersering karena sel telur yang telah
dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium tersendat sehingga embrio sudah
berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar
rongga rahim. Bila kemudian tempat nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan diri
dengan besarnya buah kehamilan, akan terjadi rupture dan menjadi kehamilan ektopik
terganggu (Hadijanto, 2008).
Berdasarkan lokasi terjadinya, menurut Hadijanto (2008) kehamilan ektopik
dapat dibagi menjadi 5 berikut ini :
a) Kehamilan tuba, meliputi >95 % yang terdiri atas Pars ampularis (55%),
Pars ismika (25%), pars fimbriae (17%), dan pars interstisialis (2%)
b) Kehamilan ektopik lain (<5%) antara lain terjadi di serviks uterus,
ovarium, atau abdominal. Untuk kehamilan abdominal lebih sering
merupakan kehamilan abdominal sekunder dimana semula merupakan
kehamilan tuba pars abdominalis (abortus tubaria) yang kemudian
embrio/buah kehamilannya mengalami reimplantasi di kavum abdomen,
misalnya di mesenterium/mesovarium atau di omentum.
c) Kehamilan intraligamenter , jumlahnya sangat sedikit
d) Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda dimana satu janin
berada di kavum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik.
Kejadian sekitar satu per 15.000-40.000 kehamilan.
e) Kehamilan ektopik bilateral, kehamilan ini pernah dilaporkan walaupun
sangat jarang terjadi
Sujiyatini dkk (2009) menyebutkan terdapat gangguan mekanik terhadap
ovum yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat
kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari
vaskularisasi tuba.
Ada kemungkinan akibat dari hal ini :

a) Kemungkinan “tuba abortion”, lepas dan keluarnya darah dan


b) Jaringan ke ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba
biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian
masuk ke rongga peritoneumbiasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh
tekanan dari dinding tuba.
c) Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat
dari distensi berlebihan tuba.
d) Faktor abortus ke dalam lumen tuba. Ruptur dinding tuba sering terjadi bila
berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat
terjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal.
e) Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang
sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan
kematian.
Pada kehamilan normal, proses pembuahan (pertemuan sel telur dengan sperma)
terjadi pada tuba, kemudian sel telur yang telah dibuahi digerakkan dan berimplantasi
pada endometrium rongga rahim. Kehamilan ektopik yang dapat disebabkan antara
lain faktor di dalam tuba dan luar tuba, sehingga hasil pembuahan terhambat atau
tidak bisa masuk ke rongga rahim, sehingga sel telur yang telah dibuahi tumbuh
danberimplantasi (menempel) di beberapa tempat pada organ reproduksi wanita selain
rongga rahim, antara lain di tuba falopii (saluran telur), kanalis servikalis (leher
rahim), ovarium (indung telur), dan rongga perut. Yang terbanyak terjadi di tuba
falopii (90%)
Sementara tanda-tanda dini kehamilan yang biasa didapati pada serviks muncul,
uterus menjadi sedikit membesar dan agak melunak pada kehamilan ektopik.
Endometrium berisi desidua (tapi tidak ada trofoblas) dan mempunyai gambaran
mikroskopik yang khas.
Pada kehamilan ektopik, korpus luteum kehamilan berfungsi, amenorea terjadi
akibat produksi HCG oleh trofoblas dan sekresi progesterone oleh korpus luteum.
Biasanya terjadi perdarahan endometrium ringan, dipekirakan karena pola hormonal
yang tidak normal, setelah suatu interval amenore yang bervariasi. Lepasnya
endometrium dan perdarahan terjadi ketika trofoblas berkurang (akibat rupture).
Hanya pada kehamilan interstisial yang tidak lazim, darah dari tuba mengalir melalui
uterus ke vagina.
Nyeri abdomen bagian bawah, pelvis, atau punggung bawah dapat terjadi
sekunder akibat distenci atau rupture tuba. Kehamilan ismus biasanya rupture dalam
waktu sekitar 6 minggu dan perdarahan akibat kehamilan ampula terjadi pada 8-12
minggu. Kehamilan kornu paling sering mencapai trimester kedua sebelum rupture.
Kehamilan intra abdominal dapat berakhir setiap waktu disertai dengan perdarahan.
Massa pelvis disebabkan oleh pembesaran hasil konsepsi, pembentukan
hematoma, distorsi usus akibat adhesi atau infeksi. Jika janin meninggal tanpa
perdarahan hebat, mungkin dapat menjadi terinfeksi, termumifiksasi, terkalsifikasi
(litopedioon) atau menjadi adiposera (penggantian oleh lemak).
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu telur berimplantasi pada ujung atau
sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorpsi. Pada nidasi
secara interkolumner telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat
nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua
di tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk
ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi
trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek. Endometrium dapat pula
berubah menjadi desidua. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami
degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping atau dilepaskan secara utuh.
Perdarahan pervaginam yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari
uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif.
Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak
mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan
tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Terdapat beberapa
kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh
villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini
dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan
selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah
ostium tuba abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba
membesar dan kebiru-biruan (Hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke
rongga perut melalui ostium tuba, berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk
hematokel retrouterina.
3. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis terjadi pada kehamilan
yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi
koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir ke dalam rongga
perut melalui ostium tuba abdominale. Bila ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder
dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba yang telah menipis oleh invasi trofoblas,
pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah
ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan
ligamentum tersebut. Jika janin hidup terus, dapat terjadi kehamilan intraligamenter.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.
Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang diderita. Bila
janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya, dan bila besar dapat diubah
menjadi litopedion.

Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion
dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut,
sehingga terjadi kehamilan ektpik lanjut atau kehamilan abdominal sekunder. Untuk
mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan
implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum,
dasar panggul dan usus.

Jenis Kehamilan Ektopik


1. Kehamilan Pars Interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis tuba.
Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan tuba. Rupture
pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir bulan
keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan
menyebabkan kematian.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi
kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber
perdarahan dengan melakukan irisan baji (wegde resection) pada kornu uteri dimana
tuba pars interstisialis berada.
2. Kehamilan ektopik ganda
Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan dengan kehamilan
intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda (combined ectopic
pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.000 – 40.000 persalinan. Di
Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi kehamilan
ektopik yang terganggu. Pada laparotomi ditemukan uterus yang membesar sesuai
dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea.
3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut
ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni :
a. Tuba pada sisi kehamilan harus normal
b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary proprium
d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin
Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan ovarial
biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan dalam perut.
Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi
rupture, ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang
mengandung darah, vili korialis dan mungkin juga selaput mudigah.
4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam
kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda.
Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum
terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya
diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi
pervaginam dapat menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan
perdarahan diperlukan histerektomi totalis.
Paalman dan McEllin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut :
a. Ostium uteri internum tertutup
b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik
d. Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga terbentuk
hour-glass uterus.
5.Kehamilan ektopik lanjut
Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus karena mendapat
cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang meluaskan implantasinya ke
jaringan sekitar misalnya ligamentum latum, uterus, dasar panggul, usus dan
sebagainya. Dalam keadaan demikian, anatomi sudah kabur. Kehamilan ektopik lanjut
biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba yang mengalami abortus atau ruptur
dan janin dikeluarkan dari tuba dalam keadaan masih diselubungi oleh kantung
ketuban dengan plasenta yang masih utuh yang akan terus tumbuh terus di tempat
implantasinya yang baru.
Angka kejadian kehamilan ektopik lanjut di RSCM, Jakarta dari tahun 1967 –
1972 yaitu 1 di antara 1065 persalinan. Berbagai penulis mengemukakan angka antara
1 : 2000 persalinan sampai 1 : 8500 persalinan.
Gambar.1 Lokasi terjadinya kehamilan ektopik

Anda mungkin juga menyukai