Anda di halaman 1dari 2

ANTARA IDEALISME DAN REALITAS: MENGUKUR DAMPAK BOIKOT PRODUK ISRAEL

BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA

Sudah lebih 100 hari berlalu konflik antara Hamas dan Israel masih saja bergejolak. Dari data
Palestinian Central Bureau of Statistics (PCBS) total penduduk Jalur Gaza tahun 2023 adalah 2,23 juta
orang, tapi dari total tersebut kini hampir 90% terpaksa mengungsi. Semakin hari kondisi para pengungsi
dilaporkan bertambah buruk seiring dengan terbatasnya pasokan makanan, air bersih, pakaian layak dan
perawatan medis. Di samping itu, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengungkapkan tetap
akan menyerukan perang dan mengabaikan gugatan dari Mahkamah Internasional (IJC) terkait tuduhan
genosida. Pernyataan dari Netanyahu tersebut tentu saja membuat banyak masyarakat dunia menjadi
geram, terlebih banyak timbul korban tidak bersalah seperti anak-anak dan para perempuan.

Upaya untuk mendorong perdamaian atau gencatan senjata antara Israel dan Palestina terus
berlanjut, tetapi proses perundingan seringkali terhenti karena tidak mencapai kesepakatan yang
memuaskan kedua belah pihak. Hingga kini perkembangan konflik Israel-Palestina merupakan situasi
yang kompleks sehingga sulit diprediksi bagaimana langkah penyelesaian konflik ini. Namun, penting
untuk terus berupaya mencari solusi damai agar berbagai dampak negatif konflik ini dapat hilang.
Seruan untuk mendukung aksi boikot produk-produk buatan Israel terus meningkat di berbagai platform
media sosial. Sejumlah negara dan organisasi internasional yang telah mengakui Palestina sebagai
entitas yang merdeka terus berkampanye menolak berbagai produk buatan Israel. Aksi boikot diklaim
menjadi salah satu dukungan nyata yang bisa diberikan selain dalam bentuk donasi dan doa. Tindakan
boikot ini bertujuan untuk menekan pemerintah Israel agar mematuhi hukum internasional dan
mengakhiri serangannya terhadap Palestina.

Boikot produk Israel dipercaya memiliki dampak besar pada perekonomian Israel, bahkan juga
perekonomian global. Jika masyarakat global serentak melakukan boikot produk Israel, maka ekspor
Israel dapat mengalami penurunan yang signifikan sehingga mengakibatkan penurunan pendapatan dan
pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Selain itu, penurunan ekspor juga dapat memperkecil lapangan
kerja dan kinerja industri di Israel. Jika boikot produk Israel juga diikuti oleh perusahaan-perusahaan
yang berpengaruh dalam rantai pasokan global, maka hadirnya boikot menyebabkan gangguan dalam
pengiriman barang dan layanan, serta meningkatkan biaya produksi dan distribusi pada negara tersebut.

Indonesia termasuk dalam kubu yang mengecam keras tindak kekerasan di Gaza mengingat
semakin banyaknya korban sipil. Program boikot mungkin akan menjadi ancaman serius bagi Israel, tapi
bagi Bangsa Indonesia sendiri tidak ada dampak signifikan yang muncul. Aksi boikot dengan tidak
membeli produk-produk yang beredar dalam negeri malah akan menyebabkan penurunan permintaan
di pasar yang pada gilirannya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Sepinya peminat barang akan
membuat banyak gerai/franchise rugi sehingga nantinya juga akan berefek langsung pada karyawan di
dalam industri tersebut.

Jika perusahaan besar mengalami pailit serentak akan berakibat pada penutupan pabrik dan
pemotongan tenaga kerja secara massal. Banyak karyawan akan kehilangan pekerjaan mereka, yang
dapat menyebabkan tumbuhnya tingkat pengangguran dalam masyarakat. Dengan hilangnya pekerjaan,
banyak orang akan kehilangan sumber pendapatan mereka sepenuhnya. Hal ini dapat berdampak
negatif pada daya beli masyarakat secara keseluruhan, karena mereka memiliki lebih sedikit uang untuk
menghabiskan pada barang dan jasa. Ketika orang-orang mengalami kesulitan ekonomi, mereka
mungkin menghadapi tekanan psikologis dan emosional yang signifikan, serta kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan kesehatan dan sosial. Selain itu, gulung tikarnya perusahaan besar dapat
menyebabkan ketidakstabilan di pasar. Pasokan barang dan jasa dapat berkurang, yang dapat
mengakibatkan harga naik. Kurangnya daya beli masyarakat juga dapat berdampak pada kesejahteraan
sosial.

Dari sisi lain, produk-produk dalam negeri yang ‘nakal’ akan memanfaatkan situasi ini dengan
memunculkan black campaign seiring dengan turunnya pamor produk kompetitor yang tengah diboikot.
Produk lokal tersebut akan berusaha menambahkan opini negatif dengan tujuan menjatuhkan nilai
pesaing sehingga bisa menaikkan nama produknya. Kampanye hitam yang sebenarnya merupakan
tindakan ilegal karena menimbulkan persaingan tidak sehat akan dimaksimalkan oleh produk-produk
lokal yang licik demi meraih popularitas tertinggi.

Melihat berbagai kicruh internal, membuat citra Indonesia menjadi buruk dan menyebabkan
perusahaan-perusahaan besar Internasional enggan mendirikan cabang perusahaannya di sini ke
depannya. Kemungkinan besar pabrik-pabrik akan pindah ke negara tetangga yang minim dengan isu
seperti ini. Dengan berkurangnya minat pendirian usaha, berpotensi menurunkan lapangan pekerjaan
dan membuat tingkat kemiskinan dan kriminalitas meningkat.

Kondisi seperti ini memang menjadi dilema. Penting untuk mencari solusi yang tepat karena
segala pilihan akan menimbulkan efek. Boikot tentu menjadi aksi paling mudah dalam memberi bantuan
moril. Namun, perlu diingat bahwa dampak boikot produk Israel juga dapat mempengaruhi pekerja dan
produsen dalam negeri yang tidak terlibat dalam kebijakan politik Israel. Ketika orang-orang menghadapi
kesulitan keuangan, mereka mungkin mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, seperti
makanan, tempat tinggal layak, dan pendidikan. Oleh karena itu, sebelum melakukan boikot, penting
untuk mempertimbangkan dampaknya secara menyeluruh.

Anda mungkin juga menyukai