Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


DENGAN DIAGNOSA VOMITING
DI RUANGAN IGD RSUD JOMBANG

Disusun Oleh :

SALMA MAULIDA

203210060

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2024
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Keperawatan Kegawatdaruratan dengan Diagnosa Medis


Vomiting di Ruangan IGD RSUD Jombang. Yang disusun oleh :

Nama :

NIM :

Telah disetujui dan di sahkan pada tanggal…………

Jombang, ................................ 2024

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan/CI/Perseptor

(.........................................) (.........................................)

Mengetahui,

Kepala Ruangan IGD RSUD Jombang

(...................................)
A. Pengertian
Observasi Vomiting (mual muntah) adalah pengeluaran isi lambung secara paksa melalui
mulut disertai kontraksi lambung. Pada anak biasanya sulit untuk mendeskripsikan mual, mereka
lebih sering mengeluh sakit perut atau keluhan umum lainnya. Muntah pada bayi dan anak dapat
terjadi secara regurgitasi ( kembalinya makanan tercernah) dari isi lambung sebagai akibat
refluks gastroesofageal ( suatu kondisi medis yang ditandai dengan mengalirnya kembalinya isi
lambung ke esofagus (tabung yang menghubungkan kerongkongan dengan lambung atau dengan
menimbulkan reflek emetik ( gerakan yang menimbulkan mual ). Terdapat dua type muntah akut
dan kronis. Batasan muntah kronis apabila muntah lebih dua minggu. ( Judith, M.S.2004;203 ).
Muntah adalah suatau refleks kompleks yang diperantarai oleh pusat muntah di medulla
oblongata otak.
Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara eksklusif melalui mulut dengan bantuan
kontraksi otot- otot perut. Perlu dibedakan antara regurgitasi, ruminasi, ataupun refluesophagus.
Regurgitasi adalah makanan yang dikeluarkan kembali kemulut akibat gerakan peristaltic
esophagus, ruminasi adalah pengeluaran makanan secra sadar untuk dikunyah kemudian ditelan
kembali. Sedangkan refluesophagus merupakan kembalinya isi lambung kedalam esophagus
dengan cara pasif yang dapat disebabkan oleh hipotoni spingter eshopagus bagian bawah, posisi
abnormal sambungan esophagus dengan kardial atau pengosongan isi lambung yang lambat.

B. Komplikasi
a. Komplikasi metabolik :
Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa, deplesi kalium,
natrium. Dehidrasi terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat muntah atau masukan yang
kurang oleh karena selalu muntah. Alkalosis sebagai akibat dari hilangnya asam lambung, hal ini
diperberat oleh masuknya ion hidrogen ke dalam sel karena defisiensi kalium dan berkurangnya
natrium ekstraseluler. Kalium dapat hilang bersama bahan muntahan dan keluar lewat ginjal
bersama-sama bikarbonat. Natrium dapat hilang lewat muntah dan urine. Pada keadaan alkalosis
yang berat, pH urine dapat 7 atau 8, kadar natrium dan kalium urine tinggi walaupun terjadi
deplesi Natrium dan Kalium
b. Gagal Tumbuh Kembang
Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena intake menjadi
sangat berkurang dan bila hal ini terjadi cukup lama, maka akan terjadi kegagalan tumbuh
kembang.
c. Aspirasi Isi Lambung
Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi ringan berulang
menyebabkan timbulnya infeksi saluran nafas berulang. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi
GERD.
d. Mallory Weiss syndrome
Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan lambung. Biasanya
terjadi pada muntah hebat berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopi ditemukan
kemerahan pada mukosa esofagus bagian bawah daerah LES. Dalam waktu singkat akan
sembuh. Bila anemia terjadi karena perdarahan hebat perlu dilakukan transfusi darah
e. Peptik esofagitis
Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan iritasi mukosa
esophagus oleh asam lambung.
C. Etiologi
Pembahasan etiologi muntah pada bayi dan anak berdasarkan usia adalah sebagai berikut Usia 0
- 2 Bulan :
1. Kolitis Alergika
Alergi terhadap susu sapi atau susu formula berbahan dasar kedelai.
Biasanya diikuti dengan diare, perdarahan rektum, dan rewel.
2. Kelainan anatomis dari saluran gastrointestinal
Kelainan kongenital, termasuk stenosis atauatresia. Manifestasinya berupa intoleransi terhadap
makanan pada beberapa hari pertama kehidupan.
3. Refluks Esofageal
Regurgitasi yang sering terjadi segera setelah pemberian susu. Sangat sering terjadi pada
neonatus; secara klinis penting bila keadaan ini menyebabkan gagal tumbuh kembang, apneu,
atau bronkospasme.
4. Peningkatan tekanan intrakranial
Rewel atau letargi disertai dengan distensi abdomen, trauma lahir dan shaken baby syndrome.
5. Malrotasi dengan volvulus
80% dari kasus ini ditemukan pada bulan pertama kehidupan, kebanyakan disertai emesis
biliaris.
6. Ileus mekonium
Inspissated meconium pada kolon distal; dapat dipikirkan diagnosis cystic fibrosis.
7. Necrotizing Enterocolitis
Sering terjadi khususnya pada bayi prematur terutama jika mengalami hipoksia saat lahir. Dapat
disertai dengan iritabilitas atau rewel, distensi abdomen dan hematokezia.
8. Overfeeding
Regurgitasi dari susu yang tidak dapat dicerna, wet-burps sering pada bayi dengan kelebihan
berat badan yang diberi air susu secara berlebihan.
9. Stenosis pylorus
Puncaknya pada usia 3-6 minggu kehidupan. Rasio laki-laki banding wanita adalah 5:1 dan
keadaan ini sering terjadi pada anak laki-laki pertama. Manifestasi klinisnya secara progresif
akan semakin memburuk, proyektil, dan emesis nonbiliaris.
Usia 2 bulan-5 tahun
1. Tumor otak
Pikirkan terutama jika ditemukan sakit kepala yang progresif, muntah- muntah, ataksia, dan
tanpa nyeri perut.
2. Ketoasidosis diabetikum
Dehidrasi sedang hingga berat, riwayat polidipsi, poliuri dan polifagi.
3. Korpus alienum
Dihubungkan dengan kejadian tersedak berulang, batuk terjadi tiba-tiba atau air liur yang
menetes.
4. Gastroenteritis
Sangat sering terjadi; sering adanya riwayat kontak dengan orang yang sakit, biasanya diikuti
oleh diare dan demam.
5. Trauma kepala
Muntah sering atau progresif menandakan konkusi atau perdarahan intrakranial.
6. Hernia inkarserasi
Onset dari menangis, anoreksia dan pembengkakan skrotum yang terjadi tiba-tiba.
7. Intussusepsi
Puncaknya terjadi pada bulan ke 6-18 kehidupan; pasien jarang mengalami diare atau demam
dibandingkan dengan anak yang mengidap gastroenteritis.
8. Posttusive
Seringkali, anak-anak akan muntah setelah batuk berulang atau batuk yang dipaksakan.
9. Pielonefritis
Demam tinggi, tampak sakit, disuria atau polakisuria. Pasien mungkin mempunyai riwayat
infeksi traktus urinarius sebelumnya Usia 6 tahun ke atas
1. Adhesi
Terutama setelah operasi abdominal atau peritonitis.
2. Appendisitis
Manifestasi klinis dan lokasi nyeri bervariasi. Gejala sering terjadi termasuk nyeri yang semakin
meningkat, menjalar ke kuadran kanan bawah, muntah didahului oleh nyeri, anoreksia, demam
subfebril, dan konstipasi.
3. Kolesistitis
Lebih sering terjadi pada perempuan, terutama dengan penyakit hemolitik (contohnya, anemia
sel sabit). Ditandai dengan nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas yang terjadi secara tiba-
tiba setelah makan.
4. Hepatitis
Terutama disebabkan oleh infeksi virus atau akibat obat; pasien mungkin mempunyai riwayat
buang air besar berwarna seperti dempul atau urin berwarna seperti teh pekat.
5. Inflammatory bowel disease
Berkaitan dengan diare, hematokezia, dan nyeri perut. Striktura bisa menyebabkan terjadinya
obstruksi.
6. Intoksikasi
Lebih sering terjadi pada anak yang sedang belajar berjalan dan remaja. Dicurigai jika
mempunyai riwayat depresi. Bisa juga disertai oleh gangguan status mental.
7. Migrain
Nyeri kepala yang berat; sering terdapatnya aura sebelum serangan seperti skotoma. Pasien
mungkin mempunyai riwayat nyeri kepala kronis atau riwayat keluarga dengan migrain.
8. Pankreatitis
Faktor resiko termasuk trauma perut bagian atas, riwayat infeksi sebelumnya atau sedang
infeksi, penggunaan kortikosteroid, alkohol dan kolelitiasis.
9. Ulkus peptikum
Pada remaja, ratio wanita:pria = 4:1. Nyeri epigastrium kronik atau berulang, sering memburuk
pada waktu malam.

D. Patofisiologi
Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena memungkinkan
pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat muntah
yang berasal dari, gastrointestinal, vestibulo okular, aferen kortikal yang lebih tinggi, menuju
CVC kemudian dimulai nausea, retching, ekpulsi isi lambung.
Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1) chemoreceptor trigger zone
(CTZ) dan 2) central vomiting centre (CVC). CTZ terletak di area postrema pada dasar ujung
caudal ventrikel IV di luar blood brain barrier (sawar otak). Koordinasi pusat muntah dapat
dirangsang melalui berbagai jaras. Muntah dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras
yang kortek serebri dan sistem limbik menuju pusat muntah (CVC) dan jika pusat muntah
terangsang melalui vestibular atau sistim vestibuloserebelum dari labirin di dalam telinga.
Rangsangan bahan kimia melalui darah atau cairan otak (LCS ) akan terdeteksi oleh CTZ.
Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik. Nervus vagus dan visera merupakan
jaras keempat yang menstimulasi muntah melalui iritasi saluran cerna dan pengosongan
lambung yang lambat. Sekali pusat muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan
menyebabkan timbulnya muntah. Pencegahan muntah mungkin dapat melalui mekanisme ini.
Pathway
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala Vomiting atau Muntah antara lain:
1. Keringat dingin
2. Suhu tubuh yang meningkat
3. Mual
4. Nyeri perut
5. Akral teraba dingin
6. Wajah pucat
7. Terasa tekanan yang kuat pada abdomen dan dada
8. Pengeluaran saliva yang meningkat
9. Bisa disertai dengan pusing

F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap
b) Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi.
c) Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya infeksi atau kelainan
saluran kemih atau adanya kelainan metabolik.
d) Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai adanya penyakit
metabolik yang ditandai dengan asidosis metabolik berulang yang tidak jelas penyebabnya.
e) Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan kemungkinan defek
pada siklus urea.
f) Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila dicurigai ke arah
penyakit hati.
g) Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut. Kadar lipase serum
lebih bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi selama beberapa hari setelah serangan akut.
h) Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai gastroenteritis atau infeksi
parasit.
2. Ultrasonografi
Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi dua pertiga bayi akan
memiliki hasil yang negatif sehingga menbutuhkan pemeriksaan barium meal.
3. Foto polos abdomen
a) Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk mendeteksi malformasi anatomik
kongenital atau adanya obstruksi.
b) Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi tanda ini tidak spesifik karena
dapat ditemukan pada gastroenteritis
c) Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di bawah diafragma menandakan
adanya perforasi.
4. Barium meal
Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar, serta larut air. Dilakukan bila
curiga adanya kelainan anatomis dan atau keadaan yang menyebabkan obstruksi pada
pengeluaran gaster.
5. Barium enema
Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai terapi pada intususepsi.
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap
b) Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi.
c) Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya infeksi atau kelainan
saluran kemih atau adanya kelainan metabolik.
d) Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai adanya penyakit
metabolik yang ditandai dengan asidosis metabolik berulang yang tidak jelas penyebabnya.
e) Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan kemungkinan defek
pada siklus urea.
f) Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila dicurigai ke arah
penyakit hati.
g) Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut. Kadar lipase serum
lebih bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi selama beberapa hari setelah serangan akut.
h) Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai gastroenteritis atau infeksi
parasit.
2. Ultrasonografi
Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi dua pertiga bayi akan
memiliki hasil yang negatif sehingga menbutuhkan pemeriksaan barium meal.
3. Foto polos abdomen
a) Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk mendeteksi malformasi anatomik
kongenital atau adanya obstruksi.
b) Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi tanda ini tidak spesifik karena
dapat ditemukan pada gastroenteritis
c) Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di bawah diafragma menandakan
adanya perforasi.
4. Barium meal
Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar, serta larut air. Dilakukan bila
curiga adanya kelainan anatomis dan atau keadaan yang menyebabkan obstruksi pada
pengeluaran gaster.
5. Barium enema
Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai terapi pada intususepsi.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah mengkoreksi keadaan
hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada penyakit gastroenteritis akut dengan muntah, obat
rehidrasi oral biasanya sudah cukup untuk mengatasi dehidrasi.
Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya adalah dengan tidak
memberikan makanan secara peroral serta memasang nasogastic tube yang dihubungkan dengan
intermittent suction. Pada keadaan ini memerlukan konsultasi dengan bagian bedah untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.
Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat diidentifikasi.
Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui penyebab yang jelas tidak
dianjurkan. Bahkan kontraindikasi pada bayi dan anak dengan gastroenteritis sekunder atau
kelainan anatomis saluran gastrointestinal yang merupakan kasus bedah misalnya, hiperthrophic
pyoric stenosis (HPS), apendisitis, batu ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan tekanan
intrakranial. Hanya pada keadaan tertentu antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif,
misalnya pada mabuk perjalanan (motion sickness), mual dan muntah pasca operasi, kemoterapi
kanker, muntah siklik, gastroparesis, dan gangguan motilitas saluran gastrointestinal.
Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :
1. Antagonis dopamin
Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena biasanya
merupakan self limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan pada muntah pasca operasi,
mabuk perjalanan, muntah yang disebabkan oleh obat-obatan sitotoksik, dan penyakit refluks
gastroesofageal. Contohnya Metoklopramid dengan dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4
kali per hari. Pasca operasi 0.25 mg/kgBB per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal
pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi obat ini sekarang sudah jarang digunakan karena
mempunyai efek ekstrapiramidal seperti reaksi distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik.
Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini karena dapat dikatakan
lebih aman. Domperidon merupakan derivate benzimidazolin yang secara invitro merupakan
antagonis dopamine. Domperidon mencegah refluks esophagus berdasarkan efek peningkatan
tonus sfingter esophagus bagian bawah.
2. Antagonisme terhadap histamine (AH1)
Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam golongan etanolamin.
Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik paling kuat diantara antihistamin (AH1) lainnya.
Kedua obat ini bermanfaat untuk mengatasi mabuk perjalanan (motion sickness) atau kelainan
vestibuler. Dosisnya oral: 1- 1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5
mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis.
3. Prokloperazin dan Klorpromerazin
Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan oleh
rangsangan pada CTZ. Mempunyai efek kombinasi antikolinergik dan antihistamin untuk
mengatasi muntah akibat obat- obatan, radiasi dan gastroenteritis. Hanya boleh digunakan untuk
anak diatas 2 tahun dengan dosis 0.4-0.6 mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam 3-4 dosis, dosis
maksimal berat badan <20>
4. Antikolinergik
Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor vestibular atau
stimulus oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan adalah 0,6 mikrogram/kgBB/ hari
dibagi dalam 4 dosis dengan dosis maksimal 0,3mg per dosis.
5. 5-HT3 antagonis serotonin
Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan
dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di area postrema otak dan
mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansentron tidak efektif untuk pengobatan
motion sickness. Dosis mengatasi muntah akibat kemoterapi 4-18 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30
menit senelum kemoterapi diberikan, diulang 4 dan 8 jam setelah dosis pertama diberikan
kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari berikutnya. Dosis pascaoperasi: 2-12 yr <40>40 kg: 4 mg
IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg PO/kali.

H. Klasifikasi
a. Regurgitasi – sifatnya pasif, aliran retrograde isi esofagus ke dalam mulut. Regurgitasi
terjadi dengan gastroesophageal reflux atau penyumbatan esofagus.
b. Ruminasi – gangguan makan yang sering dibingungkan dengan kondisi muntah. Ruminasi
terjadi berulang-ulang setelah makan, tidak diawali dengan mual, dan tidak terkait dengan
fenomena fisik biasanya yang menyertai muntah.
c. Dispepsia – nyeri kronis atau berulang atau ketidaknyamanan yang berpusat di perut
bagian atas. Dispepsia dapat diklasifikasikan menjadi dispepsia struktural (berhubungan
dengan asam) dan fungsional (terkait dismotilitas). Dispepsia fungsional pada pasien kanker
disebut sindrom dispepsia yang terkait kanker (cancer-associated dyspepsia syndrome),
ditandai dengan mual, cepat kenyang, merasa penuh post-prandial, dan nyeri.
I. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sitematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian keperawatan ditunjukan
pada respon klien terhadap masalah kesehatan yang berhubungan dengan kebutuhan dasar
manusia (Nursalam, 2001).
1. Identitas Klien.
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama,
suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat.
2. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat Kesehatan Sekarang.
Gejala saat ini dan durasinya : adanya mual dan muntah, berulang lebih dari satu kali dan
terkadang terus menurus. Isi muntah, konsistensi muntah, dan frekuensi serta banyak muntah
dalam sekali muntah. Gejala lain : Pusing berputar-putar dan kaku kuduk, sakit tenggorokan dan
akral dingin. Medikasi saat ini; alergi obat. (LeMone atal, 2016).
b. Riwayat kesehatan dahulu.
Dengan riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan penyakit saat ini atau
penyakit yang mungkin dapat dipengaruhi atau memengaruhi penyakit yang diderita klien saat
ini (Rohman & Walid, 2009).
c. Riwayat Kesehatan keluarga.
Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan adanya penyakit
keturunan,kecenderungan alergi dalam satu keluarga,penyakit yang menular akibat kontak
langsung antara anggota keluarga (Rohman & Walid, 2009).
3. Pemeriksaan fisik
Tampilan, distress nyata, tingkat kesadaran : tanda-tanda vital, antara lain suhu; warna
aksesorius, pernapasan; suara paru. (LeMone. atal, 2016). Pemeriksaan fisik dengan pendekatan
persistem dimulai dari kepala Sampai ujung kaki dapat lebih mudah. Dalam melakukan
pemeriksaan fisik perlu dibekali kemampuan dalam melakukan pemeriksaan fisik secara
sistematis dan rasional. Teknik pemeriksaan fisik perlu modalitas dasar yang digunakan
meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. (Mutaqqin, 2010)
a) Penampilan umum
Yaitu penampilan klien dimulai pada saat mempersiapkan klien untuk pemeriksaan.
b) Kesadaran.
Status kesadaran dilakukan dengan dua penilaian yaitu kualitatif dan kuantitatif, secara kualitatif
dapat dinilai antara lain yaitu composmentis mempunyai arti mengalami kesadaran penuh
dengan memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan, apatis yaitu
mengalami acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitarnya, samnolen yaitu mengalami kesadaran
yang lebih rendah dengan ditandai tampak mengantuk bahwa untuk, sopor mempunyai arti
bahwa klien memberikan respon dengan rangsangan yang kuat dan refleks pupil terhadap cahaya
tidak ada. sedangkan penilaian kesadaran terhadap kuantitatif dapat diukur melalui penilaian
(GCS) Glasgow Coma Scale dengan aspek membuka mata yaitu, 4 respon verbal yaitu 5 dan
respons motorik yaitu nilai 6 (Aziz alimul, 2009).
c) Tanda-Tanda Vital
Tanda-tanda vital merupakan pemeriksaan fisik yang rutin dilakukan dalam berbagai kondisi
klien. Pengukuran yang paling sering dilakukan adalah pengukuran suhu dan frekuensi
pernafasan (Mutaqqin, 2010). Pada pasien vomitus biasanya mengalami demam suhu di atas
370c, pernapasan cepat (Tachypnea).
d) Kepala.
Rambut
Kulit kepala tampak bersih, tidak ada luka, ketombe tidak ada, pertumbuhan rambut jarang,
warna rambut hitam, kekuatan rambut: mudah dicabu atau tidak, dan tidak ada pembengkakan
atau tidak ada nyeri tekan.
e) Mata
Kebersihan mata: mata tanpak bersih, gangguan pada mata: mata berfungsi dengan baik,
pemeriksaan konjungtiva: anemis atau ananemis, sclera biasanya putih, pupil: isokor atau
anisokor dan kesimetrisan mata: mata simetris kiri dan kanan dan ada atau tidaknya massa atau
nyeri tekan pada mata.
f) Telinga
Fungsi pendengaran: biasanya berfungsi dengan baik, bentuk telinga simetris kiri dan kanan,
kebersihan telinga.
g) Hidung
Kesimetrisan hidung: biasnya simetris, kebersihan hidung, nyeri sinus, polip, fungsi pembauan
dan apakah menggunakan otot bantu pernapasan.
h) Mulut dan Gigi
Kemampuan bicara, adanya batuk atau tidak, adanya sputum saat batuk atau tidak, keadaan
bibir, keadaan platum, kelengkapan gigi, dan kebersihan gigi.
i) Leher.
Biasanya simetris kiri dan kanan, gerakan leher; terbatas atau tidak, ada atau tidak pembesaran
kelenjer thyroid, ada atau tidaknya pembesaran vena juguralis dan kelenjer getah bening.
j) Thorak
- Paru-paru Inspeksi :
Perhatikan kesimetrisan gerakan dada, frekuensi napas cepat (tachipnea),irama, kedalamannya
pernapasan cuping hidung, Palpasi :
Adanya nyeri tekan, fremitus traktil bergetar kiri dan kanan.
Auskultasi :
Suara napas vesikuler (Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi).
Perkusi :
Tidak terdengar bunyi redup dan pekak pada lapang paru.
- Jantung Inspeksi :
Perhatikan kesimetrisan dada, Ictus cordis tampak atau tidak.
Palpasi :
Ictus cordis teraba, tidak ada massa (pembengkakan) dan ada atau tidaknya nyeri tekan.
Perkusi :
Perkusi jantung pekak (adanya suara perkusi jaringan yang padat seperti pada daerah jantung).
Auskultasi :
Terdengan Suara jantung I dan suara jantung II (terdengar bunyi lub dub lub dub) dalam rentang
normal.
k) Abdomen Inspeksi :
Abdomen bengkak atau meninggi, kesimetrisan abdomen, ada atau tidaknya lesi, ada atau
tidaknya stretch mark.
Auskultasi :
Bising usus di atas normal (normal 5- 30 x/ menit).
Perkusi :
Terdengar suara tympany (suara berisi cairan).
Palpasi :
Terdapat nyeri tekan, tidak ada pemberasan hepar.
l) Punggung
Tidak ada kelaina bentuk punggung, tidak ada terdapat luka pada punggung.
m) Estremitas Atas :
Terpasang infuse, apa ada kelemahan atau tidak pada ekstremitas atas.
Bawah:
Ada atau tidaknya gangguna terhadap ekstremitas bawah seperti : kelemahan.
Penilaian Kekuatan Otot :
Mempunyai skala ukur yang umumnya dipakai untuk memeriksa penderita yang
mengalamikelumpuhan selain mendiagnosa status kelumpuhan juga dipakai untuk melihat
apakah ada kemajuan yang diperoleh selama menjalani perawatan atau sebaliknya apakah terjadi
perburukan pada penderita. (Suratun, dkk, 2008). Penilaian tersebut meliputi :
1) Nilai 0: Paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot,
2) Nilai 1: Kontaksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot, dapat diketahui
dengan palpasi dan tidak dapat menggerakan sendi,
3) Nilai 2: O tot hanya mampu mengerakkan persendian tetapi kekuatannya tidak dapat melawan
pengaruh gravitasi,
4) Nilai 3: Dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak
kuat terhadap tahanan yang diberikan pemeriksa,
5) Nilai 4: Kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai dengan kemampuan otot terhadap
tahanan yang ringan,
6) Nilai 5: Kekuatan otot normal.
n) Genetalia
Terpasang kateter atau tidak.
o) Integument.
Turgor kulit buruk, kulit kering.
p) Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang ditulis tanggal pemeriksaan,jenis pemeriksaan, hasil dan satuanya.
Pemeriksaan penunjang diantaranya : pemeriksaan laboratorium, foto rotgen, rekam kardiografi,
dan lain-lain (Rohman & Walid, 2010)
q) Therapy
Pada therapy tulis nama obat lengkap, dosis, frekuensi pemberian dan cara pemberian, secara
oral, parental dan lain-lain (Rohman & Walid, 2010).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah : pernyataan yang jelas singkat dan pasti tentang masalah pasien
serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan. Menurut
(Dianosa Medis & Nanda, 2015). Kemungkinan Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbs
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan

3. Konsep Tindakan Keperawatan


No Diagnosa (SDKI) Tujuan dan kriteria hasil Intervensi (SIKI)
(SLKI)
1 Resiko Setelah dilakukan Manajemen cairan (I.03098)
ketidakseimbangan tindakan keperawatan
cairan (D.0036) diharapkan Observasi :
keseimbangan cairan Monitor status hidrasi (mis:
Faktor risiko : meningkat (L.03020) frekuensi nadi, kekuatan nadi,
Prosedur pembedahan Dengan kriteria hasil : akral, pengisian kapiler,
mayor 1. Asupan cairan kelembaban mukosa, turgor
Trauma/perdarahan meningkat kulit, tekanan darah)
Luka bakar 2. Output urin Monitor berat badan harian
Aferesis meningkat Monitor berat badan sebelum
Asites 3. Membrane dan sesudah dialisis
Obstruksi intestinal mukosa lembab Monitor hasil pemeriksaan
Peradangan pancreas meningkat laboratorium (mis: hematokrit,
Penyakit ginjal dan 4. Edema menurun Na, K, Cl, berat jenis urin,
kelenjar 5. Dehidrasi BUN)
Disfungsi intestinal menurun Monitor status hemodinamik
6. Tekanan darah (mis: MAP, CVP, PAP, PCWP,
membaik jika tersedia)
7. Frekuensi nadi
membaik Terapeutik :
8. Kekuatan nadi Catat intake-output dan hitung
membaik balans cairan 24 jam
9. Tekanan arteri Berikan asupan cairan, sesuai
rata-rata membaik kebutuhan
10. Mata cekung Berikan cairan intravena, jika
membaik perlu
11. Turgor kulit
membaik Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian diuretik,
jika perlu
2 Defisit nutrisi (D.0019) Setelah dilakukan Manajemen nutrisi (I.03119)
tindakan keperawatan
Tanda dan gejala : diharapkan status nutrisi Observasi
DS: membaik (L.03030) Identifikasi status nutrisi
Tidak ada Dengan kriteria hasil : Identifikasi alergi dan
1. Porsi makan yang intoleransi makanan
DO: dihabiskan Identifikasi makanan yang
Berat badan menurun meningkat disukai
minimal 10% dibawah 2. Berat badan Identifikasi kebutuhan kalori
rentang ideal. membaik dan jenis nutrien
Berdasarkan data objektif 3. Indeks massa Identifikasi perlunya
diatas, maka untuk dapat tubuh (IMT) penggunaan selang nasogastrik
mengangkat diagnosis membaik Monitor asupan makanan
berat badan lebih, Monitor berat badan
Perawat harus Monitor hasil pemeriksaan
mendapatkan nilai berat laboratorium
badan ideal.
Terapeutik
Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis: piramida makanan)
Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
Berikan suplemen makanan,
jika perlu
Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogastik jika
asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi
Ajarkan posisi duduk, jika
mampu
Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis: Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen energi (I.05178)
(D.0056) tindakan keperawatan
Tanda dan gejala : diharapkan toleransi Observasi
DS: aktivitas meningkat Identifikasi gangguan fungsi
Mengeluh lelah (L.05047) tubuh yang mengakibatkan
DO: Dengan kriteria hasil : kelelahan
Frekuensi jantung 1. Keluhan Lelah Monitor kelelahan fisik dan
meningkat > 20% dari menurun emosional
kondisi istirahat 2. Dispnea saat Monitor pola dan jam tidur
Bila data diatas tidak aktivitas menurun Monitor lokasi dan
tampak pada pasien, 3. Dispnea setelah ketidaknyamanan selama
maka Perawat harus aktivitas menurun melakukan aktivitas
melihat kemungkinan 4. Frekuensi nadi
masalah lain pada daftar membaik Terapeutik
diagnosis keperawatan, Sediakan lingkungan nyaman
atau diagnosis dan rendah stimulus (mis:
keperawatan lain yang cahaya, suara, kunjungan)
masuk dalam sub Lakukan latihan rentang gerak
kategori aktivitas dan pasif dan/atau aktif
istirahat pada SDKI. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan

Edukasi
Anjurkan tirah baring
Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan

Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
4. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan.
Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan yang telah direncanakan
oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan
menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan
(Ali 2016)

5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan apakah
ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,
tindakan dan evaluasi (Ali 2016). Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai
apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu
masalah.
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan sebagai pengukuran dari
keberhasilan rencana tindakan keperawatan. Hasil evaluasi dapat berupa:
a. Tujuan tercapai
Jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian
Jika pasien menunjukkan perubahan sebagian dari standart yang telah ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai
Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru.
Daftar Pustaka

Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia: Jakarta Selatan. Gloria M.
Bulechek, dkk. 2013. Nuring Interventions Classification (NIC).
Putra, Deddy Satriya. Muntah pada anak. Di sunting dan di terbitkan Klinik Dr. Rocky™.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Arifin Achmad/ FK- UNRI. Pekanbaru
Suraatmaja, Sudaryat. 2005. Muntah pada bayi dan anak dalam kapita selekta gastroenterologi
anak. CV. Sagung Seto. Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI,(2016) StandarDiagnosis Keperawatan
Indonesia(SDKI),Edisi1,Jakarta,Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI,(2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),Edisi 1
Jakarta,Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI,(2018),Standar Luaran Keperawatan Indonesia(SLKI),Edisi
1,Jakarta,Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai