Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY.S DENGAN VOMITUS (MUNTAH)

DI RUANG GABRIEL RUMAH SAKIT CAHYA KAWALUYAN

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam menyelesaikan Mata Kuliah
Keperawatan Anak Program Profesi Ners

TITUS TUKA HAPO

30190122037

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS

PADALARANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mual adalah perasaan dorongan kuat untuk muntah. Muntah atau
memuntahkan adalah memaksa isi perut naik melalui kerongkongan dan keluar
dari mulut (UMMC, 2013). Penyebab mual dan muntah ini ada bermacam-macam
seperti: alergi makanan, infeksi pada perut atau keracunan makanan, bocornya isi
perut (makanan atau cairan) keatas yang juga disebut gastroesophageal reflux atau
GERD (UMMC, 2013). Mual dan muntah sejauh ini merupakan kejadian yang
sering terjadi pada kondisi kesehatan selama kehamilan, dengan prevalensi
diperkirakan sekitar 50 - 70 %. Kejadian yang sering terjadi berupa hyperemesis
gravidarum (HG), telah diperkirakan sebesar 0,5 - 2 % dari seluruh kehamilan
(Svetlana et al, 2009).
Anti-emetik atau obat mual adalah obat yang digunakan untuk mengatasi
rasa mual dan muntah. Antiemetik secara khusus digunakan untuk mengatasi
mabuk perjalanan dan efek samping dari analgesik dari golongan opiat, anestesi
umum, dan kemoterapi yang digunakan untuk melawan kanker, juga untuk
mengatasi vertigo (pusing) atau migren (Mutschler, 2008).
Tujuan keseluruhan dari terapi anti-emetik adalah untuk mencegah atau
menghilangkan mual dan muntah, seharusnya tanpa menimbulkan efek samping.
Terapi anti-emetik diindikasikan untuk pasien dengan gangguan 2 elektrolit akibat
sekunder dari muntah, anoreksia berat, memburuknya status gizi atau kehilangan
berat badan.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan vomitus
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui Pengertian Vomitus
b. Mengetahui Etiologi Vomitus
c. Mengetahui Patofisiologi Vomitus
d. Mengetahui Pathway Vomitus
e. Mengetahui Klasifikasi Vomitus
f. Mengetahui Manifestasi Klinis Vomitus
g. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang pada Vomitus
h. Mengetahui Penatalaksanaan Medis pada Vomitus

C. Metode Penulisan
1. Studi Kepustakaan
Metode yang digunakan dalam penyelesaian laporan kasus asuhan
keperawatan pada By.S ini penulis menggunakan metode studi kepustakaan
yaitu: mengambil beberapa literatur sebagai sumber teori dalam menyelesaikan
laporan ini.
2. Studi Analisis
Melakukan pengamatan asuhan keperawatan berdasarkan kasus yang di
ambil.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Bab I : Pendahuluan Berisi tentang latar belakang, identifikasi, dan perumusan
masalah, batasan/ruang lingkup masalah, maksud dan tujuan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Teori
Bab ini berisi teori-teori pengertian, anatomi dan fisiologi, etiologi,
patofisiologi, tanda dan gejala, komplikasi, test laboratorium yang
menunjang, penatalaksanaan medis.
Bab III Tinjauan Kasus Bab ini menjelaskan tentang status kesehatan klien,
diagnosa keperawatan yang ditegakan berdasarkan tanda dan gejala yang
didapatkan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan yang
dilakukan selama 1 hari dan evaluasi keperawatan atau keberhasilan dari
implementasi keperawatan yang telah dilakukan terhadap By. S
Bab IV: Pembahasan Berisi mengenai kesamaan dan kesenjangan atau
perbedaan antara teori (BAB II) dan kasus (BAB III) dan kemukakan
analisisnya mengapa perbedaan tersebut terjadi berdasarkan teori.
Bab V: Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Observasi Vomiting (mual muntah) adalah pengeluaran isi lambung secara paksa

melalui mulut disertai kontraksi lambung. Pada anak biasanya sulit untuk

mendeskripsikan mual, mereka lebih sering mengeluh sakit perut atau keluhan umum

lainnya. Muntah pada bayi dan anak dapat terjadi secara regurgitasi ( kembalinya

makanan tercernah) dari isi lambung sebagai akibat refluks gastroesofageal ( suatu

kondisi medis yang ditandai dengan mengalirnya kembalinya isi lambung ke esofagus

(tabung yang menghubungkan kerongkongan dengan lambung atau dengan

menimbulkan reflek emetik ( gerakan yang menimbulkan mual ). Terdapat dua type

muntah akut dan kronis. Batasan muntah kronis apabila muntah lebih dua minggu. (

Judith, M.S.2004;203 ).

Muntah adalah suatau refleks kompleks yang diperantarai oleh pusat muntah di

medulla oblongata otak.

Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara eksklusif melalui mulut dengan

bantuan kontraksi otot- otot perut. Perlu dibedakan antara regurgitasi, ruminasi,

ataupun refluesophagus. Regurgitasi adalah makanan yang dikeluarkan kembali

kemulut akibat gerakan peristaltic esophagus, ruminasi adalah pengeluaran makanan

secra sadar untuk dikunyah kemudian ditelan kembali. Sedangkan refluesophagus

merupakan kembalinya isi lambung kedalam esophagus dengan cara pasif yang dapat

disebabkan oleh hipotoni spingter eshopagus bagian bawah, posisi abnormal

sambungan esophagus dengan kardial atau pengosongan isi lambung yang lambat.
B. Etiologi

Pembahasan etiologi muntah pada bayi dan anak berdasarkan usia adalah sebagai

berikut

Usia 0 - 2 Bulan :

1. Kolitis Alergika

Alergi terhadap susu sapi atau susu formula berbahan dasar kedelai. Biasanya

diikuti dengan diare, perdarahan rektum, dan rewel.

2. Kelainan anatomis dari saluran gastrointestinal

Kelainan kongenital, termasuk stenosis atau atresia. Manifestasinya berupa

intoleransi terhadap makanan pada beberapa hari pertama kehidupan.

3. Refluks Esofageal

Regurgitasi yang sering terjadi segera setelah pemberian susu. Sangat sering

terjadi pada neonatus; secara klinis penting bila keadaan ini menyebabkan gagal

tumbuh kembang, apneu, atau bronkospasme.

4. Peningkatan tekanan intrakranial

Rewel atau letargi disertai dengan distensi abdomen, trauma lahir dan shaken

baby syndrome.

5. Malrotasi dengan volvulus

80% dari kasus ini ditemukan pada bulan pertama kehidupan, kebanyakan

disertai emesis biliaris.


6. Ileus mekonium

Inspissated meconium pada kolon distal; dapat dipikirkan diagnosis cystic

fibrosis.

7. Necrotizing Enterocolitis

Sering terjadi khususnya pada bayi prematur terutama jika mengalami hipoksia
saat lahir. Dapat disertai dengan iritabilitas atau rewel, distensi abdomen dan

hematokezia.

8. Overfeeding

Regurgitasi dari susu yang tidak dapat dicerna, wet-burps sering pada bayi

dengan kelebihan berat badan yang diberi air susu secara berlebihan.

9. Stenosis pylorus

Puncaknya pada usia 3-6 minggu kehidupan. Rasio laki-laki banding wanita

adalah 5:1 dan keadaan ini sering terjadi pada anak laki-laki pertama.

Manifestasi klinisnya secara progresif akan semakin memburuk, proyektil, dan

emesis nonbiliaris.

Usia 2 bulan-5 tahun

1. Tumor otak

Pikirkan terutama jika ditemukan sakit kepala yang progresif, muntah-muntah,

ataksia, dan tanpa nyeri perut.

2. Ketoasidosis diabetikum

Dehidrasi sedang hingga berat, riwayat polidipsi, poliuri dan polifagi.

3. Korpus alienum

Dihubungkan dengan kejadian tersedak berulang, batuk terjadi tiba-tiba atau air

liur yang menetes.

4. Gastroenteritis

Sangat sering terjadi; sering adanya riwayat kontak dengan orang yang sakit,

biasanya diikuti oleh diare dan demam.

5. Trauma kepala

Muntah sering atau progresif menandakan konkusi atau perdarahan intrakranial.

6. Hernia inkarserasi
Onset dari menangis, anoreksia dan pembengkakan skrotum yang terjadi tiba- tiba.

7. Intussusepsi

Puncaknya terjadi pada bulan ke 6-18 kehidupan; pasien jarang mengalami diare

atau demam dibandingkan dengan anak yang mengidap gastroenteritis.

8. Posttusive

Seringkali, anak-anak akan muntah setelah batuk berulang atau batuk yang

dipaksakan.

9. Pielonefritis

Demam tinggi, tampak sakit, disuria atau polakisuria. Pasien mungkin mempunyai

riwayat infeksi traktus urinarius sebelumnya

Usia 6 tahun ke atas

1. Adhesi

Terutama setelah operasi abdominal atau peritonitis.

2. Appendisitis

Manifestasi klinis dan lokasi nyeri bervariasi. Gejala sering terjadi termasuk

nyeri yang semakin meningkat, menjalar ke kuadran kanan bawah, muntah

didahului oleh nyeri, anoreksia, demam subfebril, dan konstipasi.

3. Kolesistitis

Lebih sering terjadi pada perempuan, terutama dengan penyakit hemolitik

(contohnya, anemia sel sabit). Ditandai dengan nyeri epigastrium atau kuadran

kanan atas yang terjadi secara tiba-tiba setelah makan.

4. Hepatitis

Terutama disebabkan oleh infeksi virus atau akibat obat; pasien mungkin

mempunyai riwayat buang air besar berwarna seperti dempul atau urin berwarna

seperti teh pekat.


5. Inflammatory bowel disease

Berkaitan dengan diare, hematokezia, dan nyeri perut. Striktura bisa

menyebabkan terjadinya obstruksi.

6. Intoksikasi

Lebih sering terjadi pada anak yang sedang belajar berjalan dan remaja.

Dicurigai jika mempunyai riwayat depresi. Bisa juga disertai oleh gangguan

status mental.

7. Migrain

Nyeri kepala yang berat; sering terdapatnya aura sebelum serangan seperti

skotoma. Pasien mungkin mempunyai riwayat nyeri kepala kronis atau riwayat

keluarga dengan migrain.

8. Pankreatitis

Faktor resiko termasuk trauma perut bagian atas, riwayat infeksi sebelumnya

atau sedang infeksi, penggunaan kortikosteroid, alkohol dan kolelitiasis.

9. Ulkus peptikum

Pada remaja, ratio wanita:pria = 4:1. Nyeri epigastrium kronik atau berulang,

sering memburuk pada waktu malam.

C. Patofisiologi

Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena

memungkinkan pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat

rangsangan pada pusat muntah yang berasal dari, gastrointestinal, vestibulo okular,

aferen kortikal yang lebih tinggi, menuju CVC kemudian dimulai nausea, retching,

ekpulsi isi lambung.

Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1) chemoreceptor

trigger zone (CTZ) dan 2) central vomiting centre (CVC). CTZ terletak di area
postrema pada dasar ujung caudal ventrikel IV di luar blood brain barrier (sawar

otak). Koordinasi pusat muntah dapat dirangsang melalui berbagai jaras. Muntah

dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang kortek serebri dan sistem

limbik menuju pusat muntah (CVC) dan jika pusat muntah terangsang melalui

vestibular atau sistim vestibuloserebelum dari labirin di dalam telinga. Rangsangan

bahan kimia melalui darah atau cairan otak (LCS ) akan terdeteksi oleh CTZ.

Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik. Nervus vagus dan visera

merupakan jaras keempat yang menstimulasi muntah melalui iritasi saluran cerna dan

pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat muntah terangsang maka cascade

ini akan berjalan dan akan menyebabkan timbulnya muntah. Pencegahan muntah

mungkin dapat melalui mekanisme ini.


D. Komplikasi

a. Komplikasi metabolik :

Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa, deplesi kalium,

natrium. Dehidrasi terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat muntah atau

masukan yang kurang oleh karena selalu muntah. Alkalosis sebagai akibat dari

hilangnya asam lambung, hal ini diperberat oleh masuknya ion hidrogen ke dalam

sel karena defisiensi kalium dan berkurangnya natrium ekstraseluler. Kalium dapat

hilang bersama bahan muntahan dan keluar lewat ginjal bersama-sama bikarbonat.

Natrium dapat hilang lewat muntah dan urine. Pada keadaan alkalosis yang berat,

pH urine dapat 7 atau 8, kadar natrium dan kalium urine tinggi walaupun terjadi

deplesi Natrium dan Kalium

b. Gagal Tumbuh Kembang

Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena intake

menjadi sangat berkurang dan bila hal ini terjadi cukup lama, maka akan terjadi

kegagalan tumbuh kembang.

c. Aspirasi Isi Lambung

Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi ringan

berulang menyebabkan timbulnya infeksi saluran nafas berulang. Hal ini terjadi

sebagai konsekuensi GERD.

d. Mallory Weiss syndrome

Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan lambung.

Biasanya terjadi pada muntah hebat berlangsung lama. Pada pemeriksaan

endoskopi ditemukan kemerahan pada mukosa esofagus bagian bawah daerah

LES. Dalam waktu singkat akan sembuh. Bila anemia terjadi karena perdarahan

hebat perlu dilakukan transfusi darah


e. Peptik esofagitis

Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan iritasi mukosa

esophagus oleh asam lambung.

E. Pencegahan

Untuk mencegah hal tersebut posisi bayi dapat dimiringkan atau tengkurap dan

bukannya terlentang.

F. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

a) Darah lengkap

b) Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi.

c) Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya infeksi

atau kelainan saluran kemih atau adanya kelainan metabolik.

d) Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai adanya

penyakit metabolik yang ditandai dengan asidosis metabolik berulang yang

tidak jelas penyebabnya.

e) Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan

kemungkinan defek pada siklus urea.

f) Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila dicurigai

ke arah penyakit hati.

g) Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut. Kadar

lipase serum lebih bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi selama beberapa

hari setelah serangan akut.

h) Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai

gastroenteritis atau infeksi parasit.

2. Ultrasonografi
Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi dua pertiga

bayi akan memiliki hasil yang negatif sehingga menbutuhkan pemeriksaan barium

meal.

3. Foto polos abdomen

a) Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk mendeteksi malformasi

anatomik kongenital atau adanya obstruksi.

b) Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi tanda ini tidak

spesifik karena dapat ditemukan pada gastroenteritis

c) Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di bawah diafragma

menandakan adanya perforasi.

4. Barium meal

Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar, serta larut air.

Dilakukan bila curiga adanya kelainan anatomis dan atau keadaan yang

menyebabkan obstruksi pada pengeluaran gaster.

5. Barium enema

Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai terapi pada

intususepsi.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah mengkoreksi

keadaan hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada penyakit gastroenteritis akut

dengan muntah, obat rehidrasi oral biasanya sudah cukup untuk mengatasi dehidrasi.

Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya

adalah dengan tidak memberikan makanan secara peroral serta memasang

nasogastic tube yang dihubungkan dengan intermittent suction. Pada keadaan ini

memerlukan konsultasi dengan bagian bedah untuk penatalaksanaan lebih lanjut.


Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat

diidentifikasi. Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui

penyebab yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan kontraindikasi pada bayi dan anak

dengan gastroenteritis sekunder atau kelainan anatomis saluran gastrointestinal

yang merupakan kasus bedah misalnya, hiperthrophic pyoric stenosis (HPS),

apendisitis, batu ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan tekanan intrakranial. Hanya

pada keadaan tertentu antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif, misalnya

pada mabuk perjalanan (motion sickness), mual dan muntah pasca operasi,

kemoterapi kanker, muntah siklik, gastroparesis, dan gangguan motilitas saluran

gastrointestinal.

Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :

1. Antagonis dopamin

Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena

biasanya merupakan self limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan pada

muntah pasca operasi, mabuk perjalanan, muntah yang disebabkan oleh obat-obatan

sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal. Contohnya Metoklopramid dengan

dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4 kali per hari. Pasca operasi 0.25 mg/kgBB

per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari.

Akan tetapi obat ini sekarang sudah jarang digunakan karena mempunyai efek

ekstrapiramidal seperti reaksi distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik.

Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini karenadapat

dikatakan lebih aman. Domperidon merupakan derivate benzimidazolin yang

secara invitro merupakan antagonis dopamine. Domperidon mencegah refluks

esophagus berdasarkan efek peningkatan tonus sfingter esophagus bagian bawah.

2. Antagonisme terhadap histamine (AH1)


Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam golongan

etanolamin. Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik paling kuat diantara

antihistamin (AH1) lainnya. Kedua obat ini bermanfaat untuk mengatasi mabuk

perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler. Dosisnya oral: 1-

1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5 mg/kgBB/haridibagi dalam 4

dosis.

3. Prokloperazin dan Klorpromerazin

Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah muntah yang

disebabkan oleh rangsangan pada CTZ. Mempunyai efek kombinasi antikolinergik

dan antihistamin untuk mengatasi muntah akibat obat-obatan, radiasi dan

gastroenteritis. Hanya boleh digunakan untuk anak diatas 2 tahun dengan dosis 0.4-

0.6 mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam 3-4 dosis, dosis maksimal

berat badan <20>


4. Antikolinergik

Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor

vestibular atau stimulus oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan adalah 0,6

mikrogram/kgBB/ hari dibagi dalam 4 dosis dengan dosis maksimal 0,3mg per

dosis.

5. 5-HT3 antagonis serotonin

Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya diduga

dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di

area postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna.

Ondansentron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness. Dosis mengatasi

muntah akibat kemoterapi 4-18 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30 menit senelum

kemoterapi diberikan, diulang 4 dan 8 jam setelah dosis pertama diberikan


kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari berikutnya. Dosis pascaoperasi: 2-12 yr

<40>40 kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg PO/kali.

H. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1. Defisit Nutrisi

2. Hipertermia

3. Resiko Ketidakseimbangan elektrolit

4. Resiko Ketidakseimbangan Cairan


I. Rencana Asuhan Keperawatan
N DIAGNOSA LUARAN INTEVENSI
O KEPERAWATAN
1. Defisit nutrisi Setelah dilakukan
Di tandai dengan: tindakan keperawatan Observasi
Subjek: 3x24jam di harapkan anak 1. Identifikasi
1.Kram/nyeri abdomen tidak muntah lagi, dengan karakteristik muntah (
2. Nafsu makan menurun kriteria hasil : mis. Warna,
Objektif: 1. Meningkatnya nafsu konsistensi, adanya
1.Berat badan menurun makan darah, waktu,
2. Bising usus hiperaktif 2. Meningkatnya frekuensi dan durasi)
3. Otot penguyah lemah kemampuan melakukan 2. Identifikasi riwayat diet
4. Otot menelan lemah tindakan mual/muntah Edukasi
5. Membrane mukosa 3. Menurunnya perasaan 1. Anjurkan membawa
pucat muntah kantong plastic untuk
6. Sariawan 4. Membaiknya dilatasi menampung muntah
pupil 2. Anjurkan
5. Membaiknya takikardi memperbanyak
6. Menurunnya istirahat
penggunaan obat Kolaborasi
antiemetic 1. Kolaborasi pemberian
antiemetic
2. Hipertermia Setelah dilakukan Observasi
Di tandai dengan: tindakan keperawatan 1. Monitor suhu tubuh
1. Suhu tubuh di atas 3x24jam di harapkan anak 2. Monitor kadar
normal tidak muntah lagi, dengan elektralit Terapeutik
2. Kulit merah kriteria hasil : 1. Berikan cairan oral
3. Kejang 1. Menurunnya hipertemia Edukasi
4. Takikardi 2. Membaiknya pola 1. Anjurkan tirah baring
5. Takipnea istirahat tidur Kolaborasi
6. Kulit terasa hangat 1. Kolaborasi pemberian
antiemetik

3 Resiko Setelah dilakukan


Ketidakseimbangan tindakan keperawatan Observasi
elektrolit, di tandai 3x24jam di harapkan anak 1. Identifikasi tanda dan
dengan : tidak muntah lagi, dengan gejala
kriteria hasil : 1. ketidakseimbangan
Membaiknya serum kadar elektrolit
natrium, kalium, 2. Identifikasi penyebab
klorida, kalsium, ketidakseimbangan
magnesium, dan fosfor elektrolit
3. Identifikasi kehilangan
elektrolit melalui cairan
4. Monitor kadar
elektrolit
5. Monitor efek samping
pemberian suplemen
elektrolit
Terapeutik
1. Berikan cairan, jika
perlu
2. Berikan diet yang tepat
3. Anjurkan pasien dan
keluarga untuk
modifikasi diet, jika
perlu
4. Pasang akses
intravena, jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan jenis,
penyebab dan
penanganan
ketidakseimbangan
elektrolit
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
suplemen elektrolit
4 Resiko Setelah dilakukan Observasi
Ketidakseimbangan cairan, tindakan keperawatan 1. Monitor status hidrasi
di tandai dengan : 3x24jam di harapkan anak 2. Monitor berat badan
tidak muntah lagi, dengan harian
kriteria hasil : 3. Monitor berat badan
1. Meningkatnya asupan sebelum dan sesudah
cairan dialysis
2. Menungkatnya haluan 4. Monitor pemeriksaan
urin laboraturium
3. Meningkatnya 5. Monitor status
kelembaban membrane hemodinamik
mukosa Terapeutik
4. Meningkatnya asupan 1. Catat intake-output dan
makanan htung balans cairan
5. Menurunnya edema, 24jam
dehidrasi, asites, dan 2. Berikan asupan
konfusi cairan, sesuai
6. Membaiknya tekanan kebutuhan
darah, denyut nadi 3. Berikan cairan
radial, tekanan arteri intravena, jika perlu
rata-rata, membrane Kolaborasi
mukosa, mata cekung, 1. Kolaborasi pemberian
turgor kulit, dan berat diuretic, jika perlu
badan.
DAFTAR PUSTAKA

Putra, Deddy Satriya. Muntah pada anak. Di sunting dan di terbitkan Klinik Dr.

Rocky™. Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Arifin Achmad/ FK-UNRI. Pekanbaru

Suraatmaja, Sudaryat. 2005. Muntah pada bayi dan anak dalam kapita selekta

gastroenterologi anak. CV. Sagung Seto. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai