Anda di halaman 1dari 19

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN

PENETAPAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN


Dosen Pengampu: Danny Dwi Saputra, S.P., M.Si.

Disusun oleh:

Nama : Asma Naadiyatus Shaalihah


NIM : 225040201111032
Kelas :M

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2024
URAIAN TUGAS :

a. Dalam suatu survey sumberdaya lahan di wilayah Kota Batu yang tergambar
di peta Gambar 1. diperoleh data masing-masing unit lahan pengelolaan
yang tersaji di Tabel 1. Tentukan klas kemampuan lahan di unit lahan
yang saudara pilih dengan menggunakan matrik lampiran 1 dan 2 di
masing-masing SPL tersebut dan tentukan arahan penggunaan lahan
(LEMBAR KERJA 1) sehingga pemanfaatan lahan sesuai dengan daya
dukungnya dan tidak mengalami degradasi lahan.

b. Dalam rangka pengembangan agroekowisata Kota Batu, Badan Perencaan


Kota (BAPEKO) Batu merencanakan dilokasi tersebut untuk (1) Kawasan
penginapan wisatawan, (2) Kawasan petik apel dan jeruk keprok siem, (3)
Kawasan tanaman sayuran organik (kentang, wortel dan sayuran lainnya),
(4) Kawasan wanawisata, (5) Kawasan hutan campuran untuk resapan air,
(6) Kawasan Kebun Campuran berbasis buah kesemek, (7) Kawasan
pemukiman warga setempat, (8) Kawasan penyedia pakan ternak (rumput)
dan peternakan sapi perah, (9) Kawasan hutan produksi Pinus dan rumput
gajah, (10) Kawasan pendidikan agroforestri. Untuk itu masing-masing
rencana penggunaan lahan tersebut tetapkan SPL mana yang sebaiknya
digunakan untuk masing-masih penggunaan kawasan (penggunaan lahan)
yang disesuaikaan dengan daya dukung lahan (Kemampuan lahan) di
kerjakan di LEMBAR KERJA 2.
Tabel 1. Hasil Survey
No Kriteria Lahan yang Satuan Peta Lahan (SPL)
disurvey 1 2 3 4 5 6
1 Luas Lahan (ha) 33 11 23 78 13 16
2 Kemiringan Lahan (%) 50 35 90 25 10 2
3 Kedalaman Tanah (cm) 120 120 65 120 120 120
4 Batuan Singkapan (%) 0 0 30 0 0 0
5 Tekstur Tanah Lempu Lempun Liat Lempun Liat Liat
ng g berliat g
berpasir
6 Tingkat Kebasahan Agak Agak Agak Agak Agak baik Buruk
Permanen Tanah Baik baik buruk baik
7 Penggunaan lahan actual Agrofo- Hutan Agrofo- Tanaman Tanaman Tanaman
restri produksi restri sayuran sayuran sayuran
Terdegra dengan dengan dengan
-dasi teras teras gulud teras gulud
gulud
LEMBAR KERJA 1: PENETAPAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN

Tentukan klas kemampuan lahan data di Tabel 1 dengan menggunakan matrik lampiran 1 dan 2 di masing-masing SPL tersebut dan tentukan arahan
penggunaan lahan menggunakan matrik lampiran 3) dikerjakan di tabel berikut:

No Kriteria Lahan Satuan Peta Lahan (SPL)


yang disurvey
1 2 3 4 5 6
1 Kemiringan Lahan I5 I4 I6 I3 I2 I0
(%)
2 Kedalaman Tanah k0 k0 k1 k0 k0 k0
(cm)
3 Batuan Singkapan b0 b0 b3 b0 b0 b0
(%)
4 Tekstur Tanah t3 t2 t1 t4 t1 t1
5 Tingkat Kebasahan d1 d1 d2 d1 d1 d3
Permanen Tanah
6 Sub - Kelas VII I5 VI I4 VIII I6 IV I3 III I2 III d3
Kemampuan Lahan
7 Penggunaan lahan Agroforestri Hutan produksi Agroforestri Tanaman sayuran dengan Tanaman sayuran Tanaman
actual teras gulud dengan teras gulud sayuran
Terdegra-dasi
dengan teras
gulud
8 Arahan Hutan lindung Hutan lindung Hutan lindung Hutan lindung, hutan Tanaman semusim Tanaman
Penggunaan Lahan produksi, agroforestri atau padi beririgasi semusim atau
tanaman (berteras), lahan padi
tahunan+rumput, lahan padangan, beririgasi
padangan agroforestri (berteras),
tanaman lahan
tahunan+semusim, padangan,
agroforestri agroforestri
tanaman tanaman
tahunan+rumput, tahunan+sem
hutan produksi, usim,
hutan lindung agroforestri
tanaman
tahunan+rum
put, hutan
produksi,
hutan lindung
Penentuan kelas kemampuan lahan berkaitan dengan komponen-komponen
faktor pembatas. Faktor pembatas merupakan karakteristik lahan yang dapat
merugikan dalam penggunaan lahan. Karakteristik tersebut tersebut menjadi
batasan ancaman penggunaan lahan yang akan diterapkan agar tidak menimbulkan
kerugian. Pada lembar kerja 1 terdapat 6 SPL dengan karakteristik lahan yang
berbeda. Faktor pembatas dapat digunakan untuk menduga kelas kesesuaian lahan
pada setiap SPL. Pada SPL 1 memiliki persentase kemiringan lahan sebesar 50%
dengan ktiteria I5, kedalaman tanah 120 cm dengan kriteria k0, tekstur tanah
lempung dengan kriteria t3, bantuan singkapan 0% dengan kriteri b0, serta memiliki
drainase agak baik dengan kriteria d1. SPL 1 memiliki kelas kemampuan lahan VII
dengan faktor pembatas kelerengan. Kelas pembatas tersebut kurang baik untuk
digunakan sebagai lahan pertanian. Kelas kemampuan lahan VII dapat dijadikan
hutan lindung, namun harus diterapkan pembuatan biopori dan penambahan bahan
organik (Osok et al., 2018). Lahan yang memiliki kelas kemampuan tanah tingkat
VII dan ditambah dengan kondisi yang membatasi seperti adanya kelerengan sangat
ideal jika dimanfaatkan sebagai hutan lindung. Ini karena lahan tersebut bisa
menjalankan berbagai fungsi penting, seperti menjaga keseimbangan ekosistem dan
mengatur tata air, mencegah banjir, serta mengurangi erosi dan menjaga kesuburan
tanah. Dengan menerapkan langkah-langkah konservasi seperti penghijauan dan
penanaman tanaman pelindung, efeknya akan semakin terasa (Manuputty et al.,
2014).
SPL 2 memiliki persentase kemiringan lahan sebesar 35% dengan kriteria I4
kedalaman tanahnya 120 cm dengan kriteria k0, tekstur tanah lempung berliat
dengan kriteria t2, bantuan singkapan 0% dengan kriteria b0, serta memiliki
drainase agak baik dengan kriteria. Pada SPL 2 memiliki kelas kemampuan lahan
VI dengan faktor pembatas kelerengan. Menurut Osok et al. (2018) kelompok tanah
yang berada di kelas kemampuan lahan VI memiliki faktor pembatas berupa
kemiringan lereng yang curam. Ini berarti jika lahan tersebut ingin digunakan untuk
pertanian, metode agroforestri perlu diterapkan. Karena terbatasnya lahan untuk
pertanian, diperlukan konservasi untuk memastikan tanah tetap subur untuk
tanaman-tanaman musiman. Langkah-langkah konservasi yang bisa diambil
termasuk pembuatan teras dan saluran drainase, serta sistem pergiliran tanaman
penutup tanah.
SPL 3 memiliki persentase kemiringan lahan sebesar 90% dengan kriteria I6,
kedalaman tanahnya 65 cm dengan kriteria k1, tekstur tanah liat dengan kriteria t1,
dan persentase batuan singkapan sebesar 30% dengan kriteria b3, serta memiliki
drainase agak buruk dengan kriteria d2. Pada SPL 3 memiliki kelas kemampuan
lahan VIII dengan faktor pembatas kelerengan dan batuan singkapan. Kelas
kemampuan lahan tersebut kurang sesuai apabila digunakan sebagai lahan
pertanian. Kelas kemampuan lahan VIII penggunaannya sangat terbatas,
penggunaan lahannya cenderung cocok untuk hutan lindung atau sejenisnya (Fadli,
2021).
SPL 4 memiliki persentase kemiringan lahan sebesar 25% dengan kriteria I3,
kedalaman tanahnya 120 cm dengan kriteria k0, tekstur tanah lempung berpasir
dengan kriteria t4, bantuan singkapan sebesar 0% dengan kriteria b0, serta memiliki
drainase agak baik dengan kriteria d1. Pada SPL 4 memiliki kelas kemampuan
lahan IV dengan faktor pembatas berupa kelerengan. Kelas kemampuan lahan
tersebut memiliki faktor penghambat berupa kelerengan sehingga kurang baik
apabila digunakan sebagai lahan pertanian. Apabila penggunaan lahan sebagai
usaha pertanian semusim maka diperlukan adanya pengelolaan dan tindakan
konservasi yang tepat. Tindakan konservasi yang bisa diterapkan adalah
menciptakan teras bangku. Lahan yang masuk ke dalam kelas kemampuan tanah
IV memiliki hambatan berat dalam bentuk kemiringan lereng, yang membuat
pengolahan lahan tersebut harus dilakukan secara terbatas dengan perhatian khusus
terhadap konservasi tanah dan air (Zulkarnain dan Banuwa, 2015).
SPL 5 memiliki persentase kemiringan lahan sebesar 10% dengan kriteria I2,
kedalaman tanahnya 120 cm dengan kriteria k0, tekstur tanah liat dengan kriteria
t1, batuan singkapan sebesar 0% dengan kriteria b0, serta memiliki drainase agak
baik dengan kriteria d1. Pada SPL 5 memiliki kelas kemampuan lahan III, adapun
faktor penghambat yang masih ada pada wilayah tersebut adalah kelerengan yang
menandakan bahwa wilayah tersebut cukup baik. Menurut Simangunsong et al.
(2013) lahan yang masuk ke dalam kelas III dapat dianggap sebagai wilayah yang
memiliki kualitas yang cukup baik, sehingga usaha pertanian di lahan tersebut
masih memungkinkan, meskipun ada beberapa faktor penghambat yang perlu
diperhatikan. Tindakan konservasi seperti membuat teras, menerapkan pola tanam
yang sesuai, dan mengadopsi rotasi tanaman bisa dilakukan untuk mengoptimalkan
penggunaan lahan ini.
SPL 6 memiliki persentase kemiringan lahan sebesar 2% dengan kriteria I0,
kedalaman tanahnya 120 cm dengan kriteria k0, tekstur tanah liat dengan kriteria
t1, batuan singkapan sebesar 0%, serta memiliki drainase agak baik dengan kriteria
d1. Pada SPL 6 memiliki kelas kemampuan lahan III yang menandakan bahwa
wilayah tersebut cukup baik. Faktor penghambat yang masih menjadi masalah di
wilayah tersebut adalah masalah drainase. Namun, lahan yang termasuk dalam
kelas kemampuan III masih dapat dijadikan untuk berbagai jenis kegiatan, seperti
pertanian tanaman semusim, pertanian padi beririgasi, pertanian padang rumput,
agroforestri, hutan produksi, dan hutan lindung. Untuk mempertahankan kesuburan
tanah, penting untuk melakukan pemupukan terutama dengan menggunakan pupuk
organik dan pupuk hijau. Berbagai tindakan konservasi, seperti membuat teras,
melakukan rotasi tanaman, dan melakukan penanaman dalam strip, serta pembuatan
saluran drainase, juga sangat diperlukan (Manuputty et al., 2014).
LEMBAR KERJA 2: RENCANA PENGGUNAAN LAHAN

Tetapkan Rencana Penggunaan lahan untuk pengembangan agroekowisata Kota Batu, Badan Perencaan Kota (BAPEKO) Batu
merencanakan dilokasi tersebut untuk (1) Kawasan penginapan wisatawan, (2) Kawasan petik apel dan jeruk keprok siem, (3) Kawasan
tanaman sayuran organik (kentang, wortel dan sayuran lainnya), (4) Kawasan wanawisata, (5) Kawasan hutan campuran untuk resapan air,
(6) Kawasan Kebun Campuran berbasis buah kesemek, (7) Kawasan pemukiman warga setempat, (8) Kawasan penyedia pakan ternak
(rumput) dan peternakan sapi perah, (9) Kawasan hutan produksi Pinus dan rumput gajah, (10) Kawasan pendidikan agroforestry di Kolom
4. Berdasarkan rencana penggunaan lahan di kolom 4, tetapkan macam vegetasi / pohon/ tanaman yang benar dan tepat sasaran sesuai dengan
Rencana Penggunaan Lahan. Tetapkan Tindakan Konservasi Tanah secara Vegetatif (kolom 6) dan Tindakan konservasi tanah secara
mekanis (kolom 7).

Kode Satuan Sub Penggunaan Rencana Macam Tanaman Tindakan Konservasi Tindakan Konservasi
SPL KPL Lahan Saat Ini Penggunaan Yang Tanah Vegetatif Tanah Mekanis
Lahan Direkomendasikan
1 2 3 4 5 6 7
1 VII I5 Agroforestri Kawasan hutan Pohon pinus, Penanaman tanaman Pembuatan teras
produksi pinus rumput gajah, cover penutup tanah, bangku, teras individu
dan rumput gajah crop penanaman strip
rumput, penanaman
sesuai kontur lahan
2 VI I4 Hutan produksi Kawasan Pohon pinus, pohon Penanaman tanaman Pembuatan teras
terdegradasi wanawisata cemara, kasemek, penutup tanah, rotasi bangku
pohon alpukat, tanaman, penanaman
tanaman perdu sesuai kontur lahan
3 VIII I6 Agroforestri Kawasan hutan Pohon pinus Penanaman tanaman Pembuatan teras
campuran untuk sengon, mahoni, penutup tanah, bangku, teras individu,
resapan air jati, cemara penanaman tanaman rorak
tegakan, penanaman
sesuai kontur lahan
4 IV I3 Tanaman Kawasan hutan Pohon pinus, pohon Penanaman tanaman Peembuatan teras
sayuran dengan campuran untuk kopi, tanaman penutup tanah, pola bangku, teras gulud
teras gulud resapan air, kasemek, mahoni tanam tumpang sari,
kebun campuran penambahan bahan
berbasis buah organik
kesemek,
kawasan
pendidikan
agroforestri
5 III I2 Tanaman Kawasan petik Pohon apel, jeruk Penanaman tanaman Penanaman
sayuran dengan apel dan jeruk keprok siem, penutup tanah, menyesuaikan lahan,
teras gulud keprok siem, cemara penanaman lorong, guludan searah garis
kawasan penambahan bahan kontur, teras bangku
penginapan organik, penggunaan dan saluran
wisatawan mulsa pembuangan (dainase)
6 III d3 Tanaman Kawasan Tanaman Penambahan bahan Saluran pembuangan
sayuran dengan tanaman sayuran hortikultura sayuran organik, pola tanam (drainase), bedengan
teras gulud organik (wortel, (wortel, kentang, tumpang sari, atau guludan searah
kentang dan kubis, pakcoy, penanaman strip kontur
sayuran lainnya), brokoli), rumput rumput
kawasan gajah
pemukiman
warga setempat,
kawasan
penyedia pakan
ternak (rumput)
Tindakan Konservasi Tanah secara Vegetatif dan Tindakan konservasi tanah
secara mekanis deskripsikan detail rancangannya untuk di :
1. Kawasan Penginapan Wisatawan
Kawasan penginapan wisatawan membutuhkan lahan dengan kemiringan
lereng yang rendah dikarenakan kemiringan lereng yang tinggi akan
memiliki tingkat erosi yang tinggi. Maka dari itu kawasan penginapan
wisatawan dapat diterapkan pada SPL ke-6 III d3, dimana memiliki
kemiringan lereng hanya 2%. Konservasi tanah yang dapat diterapkan pada
lahan yaitu konservasi secara vegetatif dengan penanaman tanaman
rekomendasi berupa tanaman hias sebagai kebun serta pekarangan yang
dapat menarik perhatian wisatawan. Salah satu teknik konservasi vegetatif
sumber daya lahan adalah melalui tanaman penutup tanah, yang dapat
meningkatkan kemampuan tanah dalam menyerap air, memperbaiki
kualitas struktur tanah, dan mengurangi risiko erosi. Selain itu, upaya
konservasi lainnya juga bisa dilakukan dengan cara mekanis, seperti
pembuatan saluran air atau drainase, yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya genangan air di area pemukiman. Pembuatan saluran drainase
perlu memperhatikan rancangan desain bangunan penginapan, jalur yang
akan menjadi saluran distribusi pembuangan air, penampangan, serta
kemiringan lahan agar efektifitas saluran air tersebut optimal. Sistem
drainase terdiri dari jaringan utama dan jaringan pengumpul yang terhubung
satu sama lain. Biasanya, saluran pembuangan air hujan menggunakan
saluran terbuka dan mengalir secara alami melalui gravitasi kecuali dalam
situasi di mana kondisi lingkungan tidak memungkinkan implementasi
teknik ini (Maizir, 2017).

2. Kawasan Petik Apel dan Jeruk Keprok Siem


Kawasan petik apel dan jeruk keprok siem dapat dilakukan pada SPL ke-5.
SPL ini memiliki kelas kemampuan lahan III l2 dengan faktor pembatas
berupa kemiringan lereng yang mencapai 10%. Konservasi yang bisa
diterapkan pada SPL bertujuan untuk menanggulangi erosi akibat
kemiringan lahan. Salah satu cara yang bisa digunakan adalah konservasi
vegetatif, seperti menanam tanaman penutup tanah. Tanaman ini bisa
diintegrasikan dalam kebun campuran, pertanaman lorong, dan juga dengan
menggunakan mulsa. Mulsa dapat memiliki efek yang signifikan terhadap
kandungan air dan suhu tanah serta dapat membantu melindungi tanah dari
hujan langsung yang dapat menyebabkan air yang menyeberang dan
mengurangi erosi (Roni, 2015). Penggunaan mulsa juga berguna untuk
melindungi lapisan tanah dari langsung terkena sinar matahari, yang
mengakibatkan penurunan intensitas cahaya yang diterima oleh tanah. Ini
memiliki dampak pada tingkat penguapan, yang akan menurun sehingga air
hujan dapat dimanfaatkan oleh tanaman tanpa terbuang. Keuntungan lain
adalah meminimalkan kompetisi antara tanaman budidaya dengan gulma.
Penggunaan mulsa di area ini sangat dianjurkan, terutama karena petik apel
dan jeruk keprok siem diharapkan bisa menjadi destinasi wisata di mana
pengunjung bisa langsung memetik hasil pertanian tersebut. Sedangkan
konservasi secara mekanis dapat dilakukan dengan pembuatan teras sesuai
dengan pola tanaman, dan pembuatan saluran drainase. Pembuatan teras
bangku dilakukan agar menghambat terjadinya erosi yang biasanya dibuat
dengan bangunan konstruksi berupa beton dengan ketinggian hingga
mencapai 3 meter dengan kemiringan mengikuti lereng. Teras bangku ini
dirancang untuk mengurangi panjang lereng dan menahan air, sehingga
dapat menurunkan kecepatan dan volume air yang mengalir permukaan,
serta membantu tanah menyerap air lebih baik. Pemasangan saluran
drainase juga membantu menampung air hujan berlebih. Hal ini juga dapat
memaksimalkan aliran air ke dalam saluran drainase dengan membuat
lubang pada bagian tertentu agar air bisa lebih cepat masuk ke dalam sistem
drainase dan tetap mengalir secara efektif (Zulkarnain dan Dewi, 2020).
Gambar 1. Tanaman pagar pohon leguminose dengan

tanaman kedelai sebagai tanaman lorong

Gambar 2. Teras bangku dengan tanaman penguat berupa rumput pada


tampingan (Erfandi, 2016)
3. Kawasan Tanaman Sayuran Organik (kentang, wortel dan sayuran
lainnya)
Kawasan tanaman sayuran organik dapat dilakukan pada SPL 6 dengan
kelas kemampuan lahan III d3 yang memiliki kemiringan lereng sebesar
2%. Pada tingkat kemiringan lereng yang rendah, penggunaan lahan sesuai
dengan kegiatan pertanian syuran organik. Upaya konservasi lahan perlu
dilakukan untuk menjaga kawasan lahan pertanian dalam kondisi baik untuk
kegiatan penanaman. Strategi konservasi yang tepat untuk diterapkan pada
lahan pertanaman hortikultura ini adalah dengan menggunakan mulsa.
Menurut Heryani et al. (2013), pemanfaatan mulsa sebagai penutup tanah
pada lahan pertanaman hortikultura merupakan salah satu teknik konservasi
yang mudah dilakukan dan dapat mengurangi hilangnya air yang berlebihan
pada proses penguapan tanah, menekan pertumbuhan gulma, dan dapat
melindungi tanah dari daya kikis aliran permukaan.

Gambar 3. Pengaplikasian mulsa pada kawasan tanaman sayuran organik

4. Kawasan Wanawisata
Penggunaan lahan sebagai kawasan wanawisata cocok untuk diterapkan
pada SPL 2 yang memiliki kelas kemampuan lahan VI I4. Pada SPL 2
memiliki kelerengan 35% dimana dengan kelerangan tersebut dapat
menjadi daya tarik wisatawan karena akan memiliki pemandangan yang
indah dari atas lereng. Dalam pembangunan kawasan wanawisata harus
dibarengi penanaman pohon disekitar kawasan tersebut. Penanaman pohon-
pohon yang dipilih yaitu pohon yang memiliki estetika atau keindahan
seperti pohon pinus, cemara, pohon mahoni, dan tanaman perdu lainnya.
Tetap diperlukan usaha konservasi untuk mencegah kemungkinan
terjadinya tanah longsor di masa depan. Salah satu cara konservasi yang
sesuai untuk wilayah pariwisata ini adalah dengan membangun teras. Teras
tersebut akan mengalirkan aliran air, mencegah erosi, dan meningkatkan
daya tahan tanah. Pada kemiringan 20-40%, bisa menambahkan tanaman
penguat seperti rumput atau batu pada teras untuk menambah kestabilan
(Erfandi, 2016).
Gambar 4. Pembuatan teras dengan tampingan dari batu (Erfandi, 2016).
5. Kawasan Hutan Campuran untuk Resapan Air
Kawasan hutan campuran untuk resapan air sesuai diterapkan pada SPL 3
dengan kelas kemampuan lahan VIII I6. Kondisi kawasan tersebut memiliki
kemiringan lereng sebesar 90% (sangat curam). Kehadiran berbagai jenis
vegetasi dalam hutan campuran memastikan kandungan bahan organik yang
tinggi dalam tanah dan meningkatkan kemampuan penyerapan air. Untuk
melindungi hutan campuran sebagai area penyerapan air, diperlukan
manajemen hutan yang terencana dan efektif. Hal ini sesuai dengan
pendapat Wahyudi (2014) yang menyatakan bahwa pengelolaan hutan yang
baik dan terencana merupakan strategi konservasi yang baik bagi
pengelolaan hutan untuk kawasan resapan air agar optimal.

Gambar 5. Konservasi Daerah Resapan Air


6. Kawasan Kebun Campuran Berbasis Buah Kesemek
Kawasan kebun campuran berbasis buah kesemek sesuai diterapkan pada
SPL 4 dengan sub kelas kemampuan lahan IV I3. Pada SPL 4 memiliki luas
lahan sebesar 78 ha dengan kemiringan lahan sebesar 25%, kedalaman tanah
120 cm, tidak memiliki batuan singkapan, tekstur tanah lempung berpasir,
dan tingkat kebasahan permanen tanah agak baik. Pemanfaatan lahan untuk
menanam sayuran menggunakan sistem teras gulud dan rencana kebun
campuran berbasis buah kesemek menerapkan prinsip tumpangsari.
Penanaman tumpangsari antara legum dan non-legum bertujuan
mengurangi kebutuhan pupuk kimia, memelihara kelembaban tanah, dan
mengurangi populasi gulma (Subagiono et al., 2019). Tindakan konservasi
yang dilakukan adalah penanaman kebun campuran dan tindakan
konservasi mekanis yang dilakukan adalah penataan air dengan membuat
irigasi dan saluran drainase serta pembuatan teras gulud.

Gambar 6. Penanaman Tumpang Sari (Sahuri, 2019)


7. Kawasan Pemukiman Warga Setempat
Kawasan pemukiman warga setempat sesuai untuk diterapkan pada kelas
kemampuan lahan III d3. Kelas kemampuan lahan tersebut memiliki
kemiringan lereng yang rendah. Pada kawasan ini, terdapat beberapa teknik
konservasi yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kelestarian
lingkungan. Salah satu strategi konservasi yang efektif adalah menanam
tanaman penutup tanah yang bertujuan untuk melambatkan dan menahan
aliran air hujan sehingga tanah tidak langsung terkena. Teknik konservasi
mekanis seperti pembuatan saluran irigasi dan drainase dapat digunakan
untuk mengatur aliran air. Selain itu, konstruksi bendungan juga dapat
menjadi solusi untuk mencegah air banjir mencapai pemukiman. Teknik
konservasi lainnya, yaitu pembangunan sumur resapan air hujan, bertujuan
untuk menampung dan memperbaiki penyerapan air ke dalam tanah,
sehingga mengurangi peluang genangan air permukaan dan risiko banjir.
Gambar 7. Teknologi Konservasi Air di Pemukiman Warga

8. Kawasan Penyedia Pakan Ternak (rumput) dan Peternakan Sapi


Perah
Kawasan penyedia pakan ternak (rumput) dan peternakan sapi perah sesuai
untuk diterapkan pada kelas kemampuan lahan III d3. Kelas kemampuan
lahan III memiliki kemiringan lereng sebesar 2%. Kawasan dengan
kemiringan lereng yang rendah dapat dimanfaatkan menjadi beberapa
penggunaan lahan seperti kegiatan pertanian, peternakan, dan lain
sebagainya. Meskipun kondisi kawasan memiliki kelerengan yang rendah,
namun upaya konservasi perlu untuk dilakukan. Teknologi konservasi yang
dapat dilakukan yaitu penanaman strip rumput, penanaman tanaman
penutup.

Gambar 8. Penanaman Strip Rumput


Gambar 9. Penanaman Tanaman Penutup

9. Kawasan Hutan Produksi Pinus dan Rumput Gajah


Kawasan hutan produksi pinus dan rumput gajah sesuai untuk diterapkan

pada SPL 1 dengan kelas kemampuan lahan VII I5. Tindakan konservasi
vegetatif yang dapat dilakukan yaitu penanaman tanaman pinus, rumput
gajah, dan penanaman cover crop untuk menambah ketersediaan nitrogen
pada lahan yang terdegradasi. Tanaman pinus dapat memperkecil erosi.
Pohon pinus memiliki beragam tajuk, sehingga saat hujan turun, air hujan
tidak langsung meresap ke tanah dan mengalir di permukaan. Pembuatan
teras adalah teknik konservasi mekanis yang dapat diadopsi.
Gambar 10. Penanaman Pohon Pinus
Gambar 11. Pembuatan Teras Gulud (Karyati dan Sarminah, 2018)
10. Kawasan Pendidikan Agroforestri
Penggunaan lahan sebagai kawasan agroforestri cocok diterapkan pada SPL
4 dengan kelas kemampuan lahan IV I3. Terdapat beberapa upaya
konservasi vegetatif yang dapat diterapkan di daerah ini, di antaranya adalah
menanam tanaman penutup tanah atau cover crop, menanam tanaman
semusim atau tahunan, dan menerapkan sistem agroforestri. Sistem
agroforestri memiliki tujuan untuk menciptakan struktur pelapisan tajuk
yang padat, sehingga dapat mengurangi persaingan antar vegetasi dalam hal
nutrisi dan sinar matahari. Selain itu, keberhasilan sistem agroforestri dapat
dilihat dari penutupan tanah yang rapat, sehingga dapat memperkecil
tumbukan butiran hujan dan mencegah terjadinya erosi (Purnomo et al.,
2016). Metode konservasi mekanis yang digunakan, seperti pembuatan teras
gulud, untuk tanaman per tahun atau tanaman yang tidak ditanam di tanah
yang dikerjakan, juga efektif dalam mengurangi limpasan air permukaan
dan menghindari erosi (Santoso et al., 2017). Secara keseluruhan,
konservasi vegetatif dan mekanis memiliki peran penting dalam menjaga
kualitas tanah dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Pilihan
metode konservasi yang tepat dapat membantu petani untuk meningkatkan
produktivitas tanaman serta menjaga keberlanjutan lingkungan.
Gambar 12. Pola Agroforestri Trees Along Border (Leunufna et al., 2023
DAFTAR PUSTAKA
Erfandi, D. (2016). Teknik konservasi tanah lahan kering untuk mengatasi
degradasi lahan pada Desa Mojorejo, Lamongan. J. Bumi Lestari. 13(1): 91-
97.
Fadli, I. (2021). Evaluasi Kesesuaian Lahan Di Sub Das Pinang Lelah, Das
Indragiri (Doctoral dissertation, Universitas Islam Riau).
Heryani, N., Kartiwa, B., Sugiarto, Y., Dan Handayani, T. 2013. Pemberian Mulsa
Dalam Budidaya Cabai Rawit Di Lahan Kering: Dampaknya Terhadap
Hasil Tanaman Dan Aliran Permukaan. Jurnal Agronomi Indonesia
(Indonesian Journal Of Agronomy). 41(2).
Karyati dan Sarminah, S. (2018). Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Samarinda:
Mulawarman University Press.
Leunufna, H.M., Wattimena Cornelia, M.A., Sahureka, M. (2023). Pola Tanam
Agroforestry Dusung di Negeri Leahari Kecamatan Leitimur Selatanan
Kota Ambon. AE Innovation Journal. 1(2) : 139 -149.
Maizir. (2017). Evaluasi Kegagalan Pembangunan Drainase dalam Lingkungan
Daerah Pemukiman. Jurnal Teknik Sipil ITP. 4 (2) : 24-28.
Manuputty, J., E.Y. Gaspersz, dan S.M. Talakua. (2014). Evaluasi Kemampuan
Lahan dan Arahan Pemanfaatan Lahan di Daerah Aliran Sungai Wai Tina
Kabupaten Buru Selatan Provinsi Maluku. Agrologi. 3(1): 62-74.
Osok, R. M., Talakua, S. M., dan Supriadi, D. (2018). Penetapan Kelas Kemampuan
Lahan dan Arahan Rehabilitasi Lahan Das Wai Batu Merah Kota Ambon
Provinsi Maluku. Agrologia. 7(1): 32-41.
Purnomo, D., Nurrochmat, D. R., & Hidayat, A. (2016). The Effect Of Agroforestry
System On Soil Erosion And Crop Yield On Ultisol In West Java,
Indonesia.
Roni, N. G. K. (2015). Konservasi tanah dan air. dalam Buku Ajar, Bali: Fakultas
Peternakan Universitas Udayana.
Sahuri. (2019). Teknologi Tumpang Sari Karet Tanaman Pangan : Kendala dan
Peluang Pengembangan Keberlanjutan. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 38 (1) : 23-34.
Santoso, S. M., Yudi, I. G., & Sutrisno, C. I. (2017). The Effect Of Terrace System
On Soil Erosion Rate And Maize Yield At The Hill Slope Of Blimbingsari,
Jembrana, Bali, Indonesia. International Journal Of Agricultural
Technology. 13(4), 639-648
Simangunsong, E. M., Rizali dan Mukhlis. (2013). Penentuan Kelas Kemampuan
Lahan Daerah Tangkapan Air Danau Toba Menggy Metode Scoring.
Medan: USU. Jurnal Online Agroekoteknologi. 1(3).
Subagiono., Syarif, A., Syarif Z., Satria, B. (2019). Tumpangsari Berbasis Legum.
Jurnal Sains Agro. 4 (2).
Wahyudi. (2014). Teknik Konservasi Tanah serta Implementasinya pada Lahan
Terdegradasi dalam Kawasan Hutan. Jurnal Sains dan Teknologi
Lingkungan, 6(2): 71-85.
Zulkarnain, F., & Dewi, I. D. (2020). PKM Pembuatan Saluran Drainase Dusun Ii
Jln Inpres Desa Tanjung Gusta Untuk Mengatasi Banjir. JURNAL
PRODIKMAS Hasil Pengabdian Kepada Masyarakat. 5(2), 69-73.
Zulkarnain, I dan I.S. Banuwa. 2015. Klasifikasi Kemampuan Lahan Laboratorium
Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Jurnal Teknik
Pertanian Lampung. 4(3): 185-190.

Anda mungkin juga menyukai