Disusun Oleh :
Nama : Naufal Lazuardi
Kelas : Q
NIM : 205040201111006
Dosen : Istika Nita, S.P., M.P.
1 Faktor R
1750 1750 1750 1750 1750 1750
2 Faktor K
0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49
3 Kemiringan 2 10 25 40 55 10
Lahan (%) 5
4 Panjang lereng 500 300 250 150 100 100
(m)
5 Kedalaman 120 120 120 65 120 90
Tanah
(cm)
6 Jenis tanah Udept Udept Udept Udept Udept Udept
(faktor (0.8) (0.8) (0.8) (0.8) (0.8) (0.8)
kedalaman)
7 Bobot Isi (ton m-3) 0.73 0.8 0.78 0.85 0.71 0.9
5. SPL E
SPL E memiliki nilai pendugaan erosi aktual dikategorikan pada bahaya erosi kelas
sangat berat. Nilai erosi aktual yang tinggi pastinya disebabkan oleh pengolahan lahan, faktor
tanahnya serta vegetasi yang ditanam. Penggunaan lahan hutan produksi tebang habis atau
agroforestri dengan tanaman pinus dan sayuran yang tanpa teras pada lahan miring yang tidak
terlalu panjang namun memiliki kemiringan lereng yang sangat curam menyebabkan erosi
yang sangat berat. Selain itu tidak adanya tutupan lahan dengan tajuk yang lebar yang dapat
mengurangi energi kinetik air hujan serta teras yang dapat menahan air hujan menyebabkan
tanah dengan mudah tererosi, didukung dengan lereng yang sangat curamyaitu 55%, sehingga
erosi yang terjadi semakin tinggi. Air hujan akan dengan cepat menyebabkan aliran permukaan
akan mudah menggerus tanah dan turun ke kaki lereng. Jika hal ini terus terjadi tanpa adanya
usaha konservasi seperti pembuatan teras ataupunkonservasi secara vegetatif maka lahan akan
terdegradasi. Kemampuan lahan yang kurang cocok untuk agroforestri dimana seharusnya
pada SPL E arahan lahan yang tepat yaitu hutan produksi menjadi faktor lain yang menambah
kemungkinan lahan lebih cepat mengalami degradasi.
6. SPL F
Pada SPL ini, mempunyai nilai pendugaan erosi aktual yang dapat dikategorikan pada
bahaya erosi kelas sangat berat. Nilai erosi aktual ini, mempunyai nilai yang paling tinggi
dibandingkan dengan SPL yang lain. Erosi yang sangat tinggi dapat diakibatkan oleh adanya
pengolahan lahan dan faktor tanah seperti vegetasi yang ditanam. Penggunaan lahan hutan
produksi tebang pilih atau agroforestri dengan penggunaan tanaman pinus dan kopi tanpa
adanya teras pada lahan miring yang tidak terlalu panjang, tetapi mempunyai kemiringan
lereng yang sangat curam maka akan mengakibatkan erosi sangat berat. Kemampuan lahan
yang kurang cocok pada lahan agroforestri, dimana seharusnya pada SPL ini dilakukan arahan
lahan yang tepat seperti hutan lindung yang menjadi faktor lain sehingga dapat menambah
kemungkinan terkait lahan yang lebih cepat mengalami degradasi apabila penanganannya
untuk mencegah terjadinya erosi dan degradasi yaitu konservasi tanah dan air yang tidak
dilakukan pada lahan ini.
BAB III
REKOMENDASI KONSERVASI TANAH DAN AIR
Tabel 3. Kondisi Kemampuan Lahan dan Tindakan Konservasi Tanah
SPL Sub Arahan Rekomendasi Rekomendasi Tindakan Konservasi Tanah
Kelas Penggunaan Pengembangan
KPL Lahan Kawasan Vegetatif Managemen Tanah/ Mekanis
Kimia
A II_t4 Tanaman Cagar alam/hutan Penggunaan Soil conditioner : Pembuatan Teras Bangku
semusim lindung, hutan tanaman kacang- Polyvinil Alcohol, dengan tanaman kacang
produksi terbatas, kacangan Urethanised, Sodium tanah dengan kacang
pengembalaan Polyacrylate dll. tanah
terbatas,
pengembalaan
sedang,
pengembalaan
intensif
B III_l2 Tanaman Cagar alam/hutan Penggunaan Soil conditioner : Pembuatan Teras Bangku
semusim lindung, hutan tanaman kacang- Polyvinil Alcohol, dengan penanaman
produksi terbatas, kacangan Urethanised, Sodium sorghum dengan
pengembalaan Polyacrylate, sorghum
intensif, garapan Polyacrilamide,
terbatas, garapan Vinylacetate Maleic
sedang Acid, dll.
C IV_l3 Sempadan Cagar alam/hutan Penanaman Soil conditioner : Pembuatan Teras Bangku
Sungai lindung, hutan tanaman tebu Polyvinil Alcohol, sempurna
produksi terbatas, Urethanised,
pengembalaan Sodium
terbatas, Polyacrylate,
pengembalaan Polyacrilamide,
sedang, Vinylacetate Maleic
Pengembalaan Acid, dll.
intensif, garapan
terbatas
D VI_l4 Agrofores tri Cagar alam/hutan Melakukan Soil conditioner : Pembuatan Teras Bangku
lindung, hutan penanaman jagung Polyvinil Alcohol, sedang
produksi terbatas, dengan kacang tanah Urethanised, Sodium
pengembalaan dengan kacang hijau Polyacrylate,
terbatas, dan ditambah mulsa Polyacrilamide,
pengembalaan sedang Vinylacetate Maleic
Acid, dll
E VII_l5 Hutan Cagar alam , Melakukan Soil conditioner : Pembuatan Teras gulud
Produksi hutan produksi penanaman kopi Polyvinil Alcohol, dengan tanaman kacang
terbatas ditambah cover Urethanised, Sodium tanah dan ditambah mulsa
crop Polyacrylate,
Polyacrilamide,
Vinylacetate Maleic
Acid, dll.
F VIII_l6 Hutan Lindung Cagar alam/hutan Hutan alam Soil conditioner : Pembuatan teras
lindung dengan dipenuhi Polyvinil Alcohol, tradisional
seresah Urethanised,
Sodium
Polyacrylate,
Polyacrilamide,
Vinylacetate Maleic
Acid, dll.
Tahapan Dalam Penerapan Konservasi Tanah dan Air, diantaranya yaitu
1. SPL A
Berdasarkan hasil yang didapatkan, SPL ini memiliki kemiringan lahan yang
datar dan memiliki tekstur tanah yang dominan lempung berpasir. Pada lahan
tersebut memiliki panjang lereng yang besar sehingga berpotensi terjadinya erosi
yang besar juga. Untuk mencegah terjadinya erosi, perlu dilakukan pembuatan
teras. Upaya dalam mengatasi lereng yang curam dapat dilakukan
pencegahannya seperti pembuatan teras, pembangunan struktur penahan dan
berbagai macam upaya konservasi lainnya (Hadmoko et al, 2009).
2. SPL B
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, SPL ini memiliki kemiringan
lereng agak miring dan bergelombang. Kondisi lahan seperti ini membutuhkan
Teknik konservasi tanah dengan cara melakukan pembuatan teras. Teras yang
berbentuk lebar umumnya diaplikasikan di lahan yang memiliki berombak dan
bergelombang dengan kelerengan 2 - 15% yang berada pada tanah dengan kelas
kemampuan II dan III (Arsyad, 2010).
3. SPL C
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, SPL ini cenderung dapat
terjadinya degradasi lahan sehingga perlu dilakukan tindakan penerapan
konservasi tanah dan air. SPL C tergolong pada kelas kemampuan lahan IV dan
memiliki kondisi lahan dengan kemiringan miring berbukit (15-30%). Salah satu
konservasi yang dapat dilakukan yaitu dengan cara pembuatan bangunan
stabilisasi yang berupa Balong. Balong merupakan waduk kecil yang dibuat di
daerah perbukitan dengan kemiringan lahan kurang dari 30%. Bangunan ini
memiliki fungsi untuk menampung air aliran permukaan dengan tujuan memenuhi
kebutuhan air tanaman, menampung sedimen hasil erosi, meningkatkan jumlah air
yang meresap ke dalam tanah (infiltrasi).
4. SPL D
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan bahwa pada SPL D mengalami
degradasi lahan sehingga perlu dilakukannya tindakan penerapan konservasi
tanah dan air. Penggunaan lahan actual dengan penanaman tanaman jagung. Hal
yang menjadi factor utama pada SPL D adalah kemiringan lereng yang dimana
akan mempengaruhi dari laju tingkat erosi. Konservasi tanah yang dapat dilakukan
adalah dengan pembuatan Rorak yang bertujuan untuk memperbesar peresapan
air ke dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi.
5. SPL E
Berdasarkan hasil yang didapatkan, di SPL E telah terjadi degradasi lahan
berat sehingga perlu dilakukannya tindakan penerapan konservasi tanah dan air.
Penggunaan lahan aktual pada SPL E adalah hutan produksi dengan tutupan
lahan pohon pinus dan tanaman sayuran. Adapun konservasi yang dapat
dilakukan yaitu dengan melakukan penerapan pola agroforestri (Trees Along
Border) yaitu kombinasi antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan yang
dapat berfungsi sebagai penyangga atau menahan tanah. Pola penanaman pohon
ditanami secara mengeliling yang difungsikan sebagai pagar ataupun pembatas
lahan.
6. SPL F
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan bahwa pada SPL F mengalami
degradasi lahan sehingga perlu mendapatkan tindakan penerapan konservasi
tanah dan air. Penggunaan lahan actual pada SPL F adalah hutan produksi dengan
tutupan lahan pohon pinus dan tanaman sayuran. Adapun konservasi yang dapat
dilakukan adalah dengan cara pembuatan teras yang digabungkan dengan sistem
agroforestry (wanatani) yaitu penanaman berbagai komoditas tanaman secara
bersama-sama. Penggabungan konservasi ini memberikan keuntungan ganda,
yaitu pencegahan erosi dengan adanya perbedaan luasan tajuk pada masing-
masing tanaman dan pengawetan tanah dari erosi oleh pembuatan teras.
Tabel 4. Erosi Tanah di Masing-masing Rencana Penggunaan Lahan atas Perencanaan Konservasi Tanah dan Air
Nilai Faktor Erosi dan Erosi Tanah untuk rekomendasi penggunaan lahan untuk perencanaan BAPEDA*)
Faktor
No USLE A B C D E F
Vegetatif: Vegetatif: Vegetatif: melakukan Vegetatif: Melakukan Vegetatif:
menanam tanaman Menanam tanaman penanaman tebu penanaman tanaman Hutan alam yang
Kacang- Kacangan kacang- kacangan Jagung dengan kacang penuh
Kimia: Sodium Kimia: Sodium tanah dengan kacang dengan seresah
Vegetatif:
Polyacrylate, Kimia: Sodium Polyacrylate, hijau ditambah mulsa melakukan
Polyacrilamide Polyarcrylate, Polyacrilamide penanaman tanaman Kimia: Sodium
Mekanis: Polyacrila mide Kimia: Sodium kopi ditambah Polyacrylate,
menerapkan Teras Mekanis: Polyacrylate, cover crop Polyacrilamide
bangku dengan Mekanis: Menerapkan teras Polyacrilamide
penanaman Menerapkan teras bangku sempurna Kimia: Sodium Mekanis:
Kacang tanah bangku Polyacrylate, Menerapkan teras
Rekomenda dengan Kacang dengan Polyacrilamide Tradisional
si Tanah
Konservasi Mekanis:
Tanah dan Menerapkan teras
1 Air gulud dengan
penanaman tanaman
Sorghum Mekanis: kacang tanah
dengan Menerapkan ditambah
Sorghum Teras bangku mulsa
sedang
2 R 1750 1750 1750 1750 1750 1750
Panjang
4 500 300 250 150 100 100
Lereng (m)
Kemiringan
6 2 10 25 40 55 105
(%)
7 LS 0,87 4,35 17,84 32,26 47,67 168,15
0,014
(Jagung - Kc. Tanah
0,6 (Kacang- 0,6 (Kacang- – Kc. 0,2 0,001 (Hutan Alam
8 C kacangan) kacangan) 0,2 (Tebu) Hijau + Mulsa (Kopi + Cover Crop) Penuh Seresah)
0,09 (Teras Bangku 0,024 (Teras Bangku 0,006 (Teras Gulud
+ Kc Tanah – Kc. + Sorgum 0,04 (Teras Bangku 0,15 (Teras Bangku + Kc. Tanah + Mulsa) 0,40 (Teras
Tanah) - Sempurna) Sedang) Tradisional)
9 P sorgum
Erosi Tanah 515 2614 4586 19364 20420 28117
(ton ha-1
10 tahun-1)
Edp (ton ha- 17,52 19,2 18,72 11,05 17,04 16,2
1
11
tahun-1)
Dari hasil yang ada pada tabel tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. SPL A
Pada SPL A, berdasarkan rencana penggunaan lahan dengan
perencanaan konservasi tanah dan air didapatkan nilai lebih kecil dibandingkan
nilai dari Edp yang menyebabkan pencegahan dan penanganan terjadinya erosi
dapat terjadi.teknik konservasi vegetasi yang dapat dilakukan salah satunya yaitu
dengan dengan melakukan penanaman kacang – kacangan dan juga pembuatan
Teras Bangku + Kacang tanah – Kacang Tanah. Menurut (Idjudin, 2011) Teras
bangku atau teras tangga dibuat dengan cara memotong panjang lereng dan
meratakan tanah di bagian bawahnya, sehinggaterjadi suatu deretan bangunan
yang berbentuk seperti tangga. Pada usaha tani lahan kering, Teras bangku dapat
menjadi solusi karena teras bangku dapat memperlambat aliran permukaan,
menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang
tidakmerusak; meningkatkan laju infiltrasi serta mempermudah pengolahan tanah.
2. SPL B
Pada SPL B, berdasarkan rencana penggunaan lahan dengan
perencanaan konservasi tanah dan air didapatkan nilai lebih kecil dibandingkan
nilai dari Edp. Sehingga pencegahan dan penanganan terjadinya erosi dapat
terjadi. teknik konservasi vegetasi yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan
penanaman kacang – kacangan dan juga pembuatan Teras Bangku + Sorgum –
Sorgum. Menurut Idjudin (2011), teras bangku atau teras tangga dibuat dengan
cara memotong panjang lereng dan meratakan tanah di bagian bawahnya,
sehingga terjadideretan bangunan yang berbentuk seperti tangga. Pada
usahatani lahan kering, fungsi utama teras bangku adalah memperlambat aliran
permukaan, menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan
yang tidak sampai merusak, meningkatkan laju infiltrasi; serta mempermudah
pengolahan tanah. Teras bangku memiliki efektivitas sebagai pengendali erosi
akan meningkat bila ditanami dengan tanaman penguat teras di bibir dan
tampingan teras. Rumput dan legum pohon merupakan tanaman yang baik untuk
dipakaisebagai penguat teras. Teras bangku adakalanya dapat diperkuat dengan
batu yang disusun, khususnya pada tampingan.
3. SPL C
Pada SPL C, berdasarkan rencana penggunaan lahan dengan
perencanaan konservasi tanah dan air dapat dilakukan Teknik konservasi
vegetasi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penanaman tanaman
tebu dan juga pembuatan Teras Bangku sempurna. Efektivitas teras bangku
sebagai pengendali erosi akan meningkat bila ditanami dengan tanaman penguat
teras di bibir dan tampingan teras. Rumput dan legum pohon merupakan tanaman
yang baik untuk digunakan sebagai penguat teras. Teras bangku adakalanya
dapat diperkuat dengan batu yang disusun, khususnya pada tampingan. Model
seperti ini banyak diterapkan di kawasan yang berbatu (Idjudin, 2011).
4. SPL D
Pada SPL D, Berdasarkan rencana penggunaan lahan dengan
perencanaan konservasi tanah dan air dapat dilakukan Teknik konservasi
vegetasi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penanaman tanaman
jagung - kacang tanah – kacang hijau + mulsa dan juga pembuatan Teras Bangku
sedang. Menurut pendapat (Karyati dan Sarminah, 2018) menyatakan bahwa
mulsa adalah sisa tanaman hasil pembersihan lahan atau sisa-sisa tanaman
yang ditebarkan di atas permukaan tanah. Mulsa berfungsi menutupi permukaan
tanah dengan serasah atau sisa-sisa tanaman benar-benar berkemampuan
mencegah erosi, karena melindungi tanah dari daya timpa butir-butir hujan dan
daya kikis aliran air di permukaan. Selanjutnya, hal ini juga dapat didukung
dengan melakukan teknik konservasi tanah dengan melakukan pembuatan teras
bangku sedang sehingga pencegahan dan penanganan terjadinya erosi dapat
terjadi.
5. SPL E
Pada SPL E, Berdasarkan rencana penggunaan lahan dengan
perencanaan konservasi tanah dan air dapat dilakukan Teknik konservasi vegetasi
yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penanaman tanaman kopi +
cover crop dan juga pembuatan Teras Gulud + Kacang Tanah + Mulsa. Menurut
pendapat (Atmojo, 2008) bahwa variasi tanaman tahunan dan tanaman pertanian
akan mengurangi pengaruh pukulan butir hujan secara langsung ke permukaan
tanah (terhindar dari rusaknya struktur tanah), melindungi daya transportasi aliran
permukaan, menahan sedimen, meningkatkan pasokan air ke dalam tanah dan
mengurangi evaporasi sehingga meningkatkan ketersedian air tanah, dan
meningkatkan cadangan air di musim kemarau. Maka pencegahan dan
penanganan terjadinya erosi dapat terjadi.
6. SPL F
Pada SPL F, Berdasarkan rencana penggunaan lahan dengan
perencanaan konservasi tanah dan air dapat dilakukan teknik konservasi vegetasi
yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penerapatan hutan alam peniuh
seresah dan juga pembuatan teras tradisional. Adapun tindakan yang perlu
dilakukan adalah dengan melakukan konservasi tanah dan air seperti pembuatan
teras. Teras merupakan suatu bangunan yang dibuat untuk pengawetan tanah dan
juga air secara mekanis yang dibuat untuk memperpendek lereng dan atau
memperkecil kemiringan. Suatu metode pengendalian erosi dapat dilakukan
dengan membangun semacam saluran lebar melintang lereng tanah
(Hardjoamidjojo, 2008).
BAB IV
KESIMPULAN
Erosi dapat didefinisikan sebagai suatu peristiwa berpindahnya tanah atau
bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh adanya media alam seperti angin
dan air. Erosi juga dapat terjadi akibat adanya tanah longsor, dimana tanah longsor dapat
didefinisikan sebagai salah satu kejadian alam yang terjadi di wilayah peggunungan,
terutama di musim hujan. Jika ditunjang dengan iklim wilayah di Indonesia yang beriklim
tropis, maka dapat mengakibatkan potensi tanah longsor menjadi tinggi. Faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat bahaya erosi antara lain adalah iklim, tanah, topografi,
vegetasi, dan manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya upaya terkait konservasi tanah
dan air agar dapat menanggulangi permasalahan tersebut. Dalam mengatasi permasalahan-
permasalahan tersebut, maka dilakukan konservasi, baik konservasi mekanik maupun
konservasi vegetatif. Berdasarkan hasil dari pendugaan erosi yang sudah dilakukan pada
bagian atas tersebut, maka dapat dikategorikan bahwa SPL A termasuk kedalam tingkat
erosi berat, sedangkan pada SPL B hingga F masuk ke dalam kategori tingkat erosi sangat
berat.
DAFTAR PUSTAKA
Alie, M. E. R. 2015. Kajian Erosi Lahan pada DAS Dawas Kabupaten Musi
Banyuasin-Sumatera Selatan. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan, 3(1):
749-754.
Atmojo, S. W. 2008. Peran Agroforestri dalam Menanggulangi Banjir dan Longsor
DAS. Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Agroforestri sebagai
Strategi menghadapi Pemanasan Global di Fakultas Pertanian.
Hadmoko D. S., Mardianto, D., dan Siddik, F. 2009. Analisis Stabilitas Lereng untuk
Zonasi. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Jakarta: Rineka Cipta.
Idjudin, A. Abas. 2011. Peranan Konservasi Lahan dalam Pengelolaan
Perkebunan. Jurnal Sumberdaya Lahan, 5(2).
Karyati dan Sarminah. 2018. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Mulawarman
University Press.
Naryanto, H. S., H. Soewandita., D. Ganesha., F.Prawiradisastra dan A. Kristijono.
2019. Analisis Penyebab Kejadian dan Evaluasi Bencana Tanah Longsor
di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa
Timur Tanggal 1 April 2017. Jurnal Ilmu Lingkungan, 17 (2): 272-282.
Wahyunto dan Dariah, A. 2014. Degradasi Lahan di Indonesia: Kondisi Existing,
Karakteristik, dan Penyeragaman Definisi Mendukung Gerakan Menuju
Satu Peta. Jurnal Sumberdaya Lahan, vol. 8(2): 81-93