Anda di halaman 1dari 16

TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN

“Tugas M5-M6: Memprediksi Erosi Tanah dengan USLE dan Memanfaatkan


untuk Menyusun Rekomendasi Upaya Konservasi Tanah dan Air”

Disusun Oleh :
Nama : Naufal Lazuardi
Kelas : Q
NIM : 205040201111006
Dosen : Istika Nita, S.P., M.P.

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2024
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Erosi tanah dapat terjadi baik pada bagian-bagian tanah ataupun keseluruhan
tanah yang ada disuatu tempat, dimana erosi ini dapat mengakibatkan terkikisnya dan
terangkutnya bagian tanah yang kemudian diendapkan ke tempat yang lain. Erosi
dapat didefinisikan sebagai suatu peristiwa berpindahnya bagian tanah dari suatu
tempat ke tempat yang lain akibat adanya faktor seperti air dan angin. Selain itu, erosi
juga dapat disebut dengan peristiwa terkikisnya tanah akibat adanya proses
penghanyutan tanah oleh desakan atau kekuatan dari air atau angin, baik langsung
secara alam maupun akibat perbuatan dari manusia. Selain terjadi akibat adanya
faktor alam, erosi juga dapat diakibatkan oleh adanya perbuatan manusia yang
menyebabkan lapisan tanah bagian atas terkelupas akibat cara bercocok tanam yang
tidak cocok dan tidak menerapkan kaidah konservasi tanah yang baik dan benar. Erosi
juga dapar terjadi akibat adanya faktor hidrologi seperti intensitas hujan, topografi,
karakteristik tanah, vegetasi penutup lahan, dan adanya tata daya guna lahan. Akibat
terjadinya erosi ini, maka dapat menyebabkan lahan menjadi mudah terdegradasi dan
dapat mengakibatkan dampak buruk sehingga merugikan alam dan manusia. Selain
dapat menyebabkan mudahnya degradasi, erosi juga dapat menyebabkan unsur hara
yang ada di dalam tanah terbawa oleh arus air dan terjadinya sedimentasi di bagian
hilir. Adanya pencucian hara dapat menjadikan tanah yang terkena erosi menjadi tidak
subur kembali untuk ditumbuhkan tanaman, dimana tanaman ini mempunyai manfaat
untuk kelestarian lahan tersebut.
Menurut Alie (2015) erosi dapat diartikan sebagai suatu akibat dari adanya
pemecahan daya dispersi dan pengangkutan daya transportasi oleh adanya aliran air
yang ada di atas permukaan tanah dalam bentuk aliran permukaan. Terjadinya erosi
juga dapat menyebabkan tanah longsor, dimana tanah longsor ini dapat didefinisikan
sebagai suatu kejadian alam yang dapat terjadi di wilayah pegunungan, terutama
pada saat musim hujan. Apabila ditunjang dengan iklim yang ada di Indonesia, dimana
Indonesia memiliki iklim tropis sehingga dapat mengakibatkan potensi tanah longsor
menjadi tinggi. Menurut Naryanto et al., (2019) adanya perubahan tataguna lahan
pada akhir-akhir ini, dapat mengakibatkan tanah longsor menjadi semakin meningkat.
Adapun terdapat salah satu faktor penyebab terjadinya kerusakan lahan diantaranya
yaitu adanya degradasi lahan. Degradasi lahan ini dapat terjadi akibat adanya
penggunaan dan pengelolaan lahan yang kurang tepat. Selain itu, terdapat juga
adanya alihfungsi lahan, kehilangan unsur hara, kemudian rusaknya struktur tanah,
penurunan produktivitas tanah atau bahkan tidak dapat digunakan untuk berproduksi,
adanya kerusakan bangunan konservasi, dan terjadinya kekurangan biaya bagi para
petani karena terjadinya banjir maupun longsor. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Wahyunto dan Dariah (2014) bahwa degradasi lahan merupakan suatu proses
penurunan produktivitas lahan, baik sifatnya yang sementara maupun sifatnya yang
tetap. Degradasi lahan dapat diakibatkan oleh adanya tiga aspek diantaranya yaitu
aspek fisik, kimia, dan biologi.
Tanah dapat mengalami miskin unsur hara dan bahan organik apabila kondisi dari
suatu lahan kurang subur. Kesuburan tanah yang menurun dapat menyebabkan unsur
hara terbawa karena adanya erosi. Faktor yang dapat menentukan pertumbuhan dan
produksi tanaman yaitu terkait tanah yang tererosi sehingga ketersediaan unsur hara
yang lengkap dan berimbang dapat diserap oleh tanaman, maka apabila unsur hara
memiliki asupan yang rendah, maka dapat memicu pertumbuhan dan produksi
tanaman menjadi terhambat. Tingkat kesuburan tanah yang semakin rendah akan
merugikan petani dari aspek ekonomi. Hal ini dikarenakan petani terpaksa harus
membeli pupuk agar dapat mengembalikan kesuburan tanahnya dan apabila produksi
tanaman rendah, maka hasil yang didapatkan juga akan tidak seimbang dibandingkan
dengan modal yang dikeluarkan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini diantaranya yaitu:
1. Apa masalah yang terjadi dari studi kasus ini?
2. Bagaimana perhitungan pendugaan erosi actual dengan USLE dibandingkan
dengan erpsi dapat diperbolehkan?
3. Bagaimana rekomendasi konservasi tanah dan air yang dapat diberikan?
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Hasil Survey
No Kriteria Satuan Peta Lahan (SPL)
Lahan yang
disurvey A B C D E F

1 Faktor R
1750 1750 1750 1750 1750 1750

2 Faktor K
0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49

3 Kemiringan 2 10 25 40 55 10
Lahan (%) 5
4 Panjang lereng 500 300 250 150 100 100
(m)
5 Kedalaman 120 120 120 65 120 90
Tanah
(cm)
6 Jenis tanah Udept Udept Udept Udept Udept Udept
(faktor (0.8) (0.8) (0.8) (0.8) (0.8) (0.8)
kedalaman)
7 Bobot Isi (ton m-3) 0.73 0.8 0.78 0.85 0.71 0.9

8 Penggunaan Tegal Tegal Tegal Tegal Hutan Hutan


lahanaktual Produksi Produksi
tebang tebang
habis/ pilih/
Agrofore Agrofore
stri stri

9 Tutupan tanaman Jagung Jagung Jagung Jagung Pinus Pinus


dan +
Sayura n Kopi

10 Pengelola Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


anLahan berteras bertera berteras berteras berteras berteras
s
11 Kelas II_t4 III_l2
IV_l3 VI_l4 VII_l5 VIII_l6
Kemampuan
lahan
12 Arahan Tanaman Tanaman Sempadan Agrofore Hutan Hutan
Penggunaan semusim semusim Sungai stri Produksi Lindung
Lahan
Tabel 2. Pendugaan Erosi Aktual dan Erosi Diperbolehkan
No Faktor USLE Nilai Faktor Erosi dan Erosi Tanah di Satuan Peta Lahan (SPL)
. 1 2 3 4 5 6
Pendugaan Erosi Aktual

1. R 1750 1750 1750 1750 1750 1750


2. K 0,49 0,49 0,49 0,49 0,4 0,49
9
3. Panjang
lereng (m) 500 300 250 150 100 100
4. L 4,77 3,69 3,37 2,61 2,1 2,13
3
5. Kemiringan
2 10 25 40 55 105
(%)
6. S 0,18 1,18 5,29 12,36 22,36 76,97
Penggunaan Tegal Tegal Kebun Tegal Hutan Hutan produksi
lahan aktual campuran produksi tebang
kerapatan tebang hapilih/agroforestri
sedang habis/agrofore
stri
Tutupan Jagung Jagung Kopi+pohon Jagung Pinus dan Pinus+Kopi
tanaman campuran sayuran
7. C 0,7 0,7 0,3 0,7 0,5 0,2
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak berteras Tidak berteras
berteras berteras berteras berteras
8. P 1 1 1 1 1 1
9. Erosi actual
(ton/ha/th) 515 2614 4586 19364 20420 28117
Pendugaan Erosi yang dapat Diperbolehkan (Edp)

10. Kedalaman 120 120 120 65 120 90


Tanah (mm)
11. Faktor Tanah
0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
12. Umur Lahan
400 400 400 400 400 400
Bobot Isi (ton
m-3) 0,73 0,8 0,78 0,85 0,71 0,9
13. Erosi yang 17,52 19,2 18,72 11,05 17,04 16,2
dapat
diperbolehkan
/Edp
(ton/ha/th)
Keragaman terkait penggunaan lahan pada beberapa topografi yang berbeda,
maka dapat menimbulkan resiko yang berbeda pula terhadap erosi yang ada di lahan.
Berikut ini merupakan beberapa penjelasan terkait masing-masing SPL mengenai
erosi aktual yang terjadi apabila dibandingkan dengan erosi yang diperbolehkan di
lahan tersebut.
1. SPL A
Pada SPL ini, terdapat nilai pendugaan erosi aktual yang dikategorikan pada
bahaya erosi kelas berat. Nilai erosi aktual yang tinggi ini diakibatkan oleh adanya
pengolahan lahan dan faktor terkait tanahnya seerti vegetasi yang ditanam. Walaupun
penggunaan lahan tegal dengan tanaman jagung di lahan yang cenderung datar,
maka tidak menutup kemungkinan bahwa lahan tersebut mengalami erosi. Jika hal ini
terjadi tanpa adanya usaha konservasi, salah satunya yaitu dengan pembuatan teras
ataupun konservasi lainnya seperti secara vegetatif, maka lahan ini akan mengalami
degradasi.
2. SPL B
SPL ini mempunyai nilai pendugaan erosi aktual yang dikategorikan pada
bahaya erosi kelas sangat berat. Nilai erosi aktual yang tinggi ini. Maka dapat
diakibatkan oleh adanya pengolahan lahan dan faktor tanah terkait vegetasi yang ada.
Penggunaan lahan tegal dengan tanaman jagung tanpa adanya teras dengan lahan
yang memiliki kemiringan panjang dan mempunyai kemiringan lereng yang cukup
miring maka akan mengaibatkan erosi yang cukup berat. Jika hal ini terjadi tanpa
adanya usaha dalam konservasi seperti pembuatan teras dan konservasi secara
vegetatif maka lahan tersebut akan terdegradasi. Kemampuan lahan yang cocok
untuk tanaman semusim, maka tidak menjamin lahan tersebut tidak mengalami
degradasi apabila penanganannya untuk mencegah erosi dan degradasi seperti
konservasi tanah dan air yang tidak dilakukan pada lahan tersebut.
3. SPL C
SPL C memiliki nilai pendugaan erosi aktual dikategorikan pada bahaya erosi kelas
sangat berat. Nilai erosi aktual yang tinggi pastinya disebabkan oleh pengolahan lahan, faktor
tanahnya serta vegetasi yang ditanam. Penggunaan lahan tegal dengan tanaman jagung yang
tanpa teras pada lahan miring yang panjang dan memiliki kemiringan lereng yang agak curam
menyebabkan erosi yang sangat berat. Kemampuan lahan yang kurang cocok untuk tanaman
semusim dimana seharusnya pada SPL C arahan lahan yang tepat yaitu semapdan sungai
menjadi faktor lain yang menambah kemungkinan lahan lebih cepat mengalami degradasi jika
penanganan untuk pencegahan erosi dan degradasinya yaitu konservasi tanah dan air tidak
dilakukan pada lahan tersebut.
4. SPL D
SPL D memiliki nilai pendugaan erosi aktual yang dikategorikan pada bahaya
erosi kelas sangat berat. Nilai dari erosi aktual yang tinggi ini dapat diakibatkan oleh
adanya pengolahn lahan dan faktor tanahnya seperti vegetasi yang ditanam.
Penggunaan lahan tegal dengan tanaman jagung tanpa adanya teras di lahan miring
yang panjang dan mempunyai kemiringan lereng yang curam, maka akan
mengakibatkan terjadinya erosi yang sangat berat. Selain tidak terdapat tutupan lahan,
maka akan mengakibatkan terjadinya tanah mudah tererosi. Hal ini didukung oleh
adanya lereng yang cukup panjang yaitu 150 m sehingga erosi yang terjadi juga akan
semakin tinggi. apabila hal ini dapat terjadi tanpa adanya usaha konservasi, maka
lahan tersebut akan mengalami degradasi.

5. SPL E
SPL E memiliki nilai pendugaan erosi aktual dikategorikan pada bahaya erosi kelas
sangat berat. Nilai erosi aktual yang tinggi pastinya disebabkan oleh pengolahan lahan, faktor
tanahnya serta vegetasi yang ditanam. Penggunaan lahan hutan produksi tebang habis atau
agroforestri dengan tanaman pinus dan sayuran yang tanpa teras pada lahan miring yang tidak
terlalu panjang namun memiliki kemiringan lereng yang sangat curam menyebabkan erosi
yang sangat berat. Selain itu tidak adanya tutupan lahan dengan tajuk yang lebar yang dapat
mengurangi energi kinetik air hujan serta teras yang dapat menahan air hujan menyebabkan
tanah dengan mudah tererosi, didukung dengan lereng yang sangat curamyaitu 55%, sehingga
erosi yang terjadi semakin tinggi. Air hujan akan dengan cepat menyebabkan aliran permukaan
akan mudah menggerus tanah dan turun ke kaki lereng. Jika hal ini terus terjadi tanpa adanya
usaha konservasi seperti pembuatan teras ataupunkonservasi secara vegetatif maka lahan akan
terdegradasi. Kemampuan lahan yang kurang cocok untuk agroforestri dimana seharusnya
pada SPL E arahan lahan yang tepat yaitu hutan produksi menjadi faktor lain yang menambah
kemungkinan lahan lebih cepat mengalami degradasi.
6. SPL F
Pada SPL ini, mempunyai nilai pendugaan erosi aktual yang dapat dikategorikan pada
bahaya erosi kelas sangat berat. Nilai erosi aktual ini, mempunyai nilai yang paling tinggi
dibandingkan dengan SPL yang lain. Erosi yang sangat tinggi dapat diakibatkan oleh adanya
pengolahan lahan dan faktor tanah seperti vegetasi yang ditanam. Penggunaan lahan hutan
produksi tebang pilih atau agroforestri dengan penggunaan tanaman pinus dan kopi tanpa
adanya teras pada lahan miring yang tidak terlalu panjang, tetapi mempunyai kemiringan
lereng yang sangat curam maka akan mengakibatkan erosi sangat berat. Kemampuan lahan
yang kurang cocok pada lahan agroforestri, dimana seharusnya pada SPL ini dilakukan arahan
lahan yang tepat seperti hutan lindung yang menjadi faktor lain sehingga dapat menambah
kemungkinan terkait lahan yang lebih cepat mengalami degradasi apabila penanganannya
untuk mencegah terjadinya erosi dan degradasi yaitu konservasi tanah dan air yang tidak
dilakukan pada lahan ini.
BAB III
REKOMENDASI KONSERVASI TANAH DAN AIR
Tabel 3. Kondisi Kemampuan Lahan dan Tindakan Konservasi Tanah
SPL Sub Arahan Rekomendasi Rekomendasi Tindakan Konservasi Tanah
Kelas Penggunaan Pengembangan
KPL Lahan Kawasan Vegetatif Managemen Tanah/ Mekanis
Kimia
A II_t4 Tanaman Cagar alam/hutan Penggunaan Soil conditioner : Pembuatan Teras Bangku
semusim lindung, hutan tanaman kacang- Polyvinil Alcohol, dengan tanaman kacang
produksi terbatas, kacangan Urethanised, Sodium tanah dengan kacang
pengembalaan Polyacrylate dll. tanah
terbatas,
pengembalaan
sedang,
pengembalaan
intensif
B III_l2 Tanaman Cagar alam/hutan Penggunaan Soil conditioner : Pembuatan Teras Bangku
semusim lindung, hutan tanaman kacang- Polyvinil Alcohol, dengan penanaman
produksi terbatas, kacangan Urethanised, Sodium sorghum dengan
pengembalaan Polyacrylate, sorghum
intensif, garapan Polyacrilamide,
terbatas, garapan Vinylacetate Maleic
sedang Acid, dll.

C IV_l3 Sempadan Cagar alam/hutan Penanaman Soil conditioner : Pembuatan Teras Bangku
Sungai lindung, hutan tanaman tebu Polyvinil Alcohol, sempurna
produksi terbatas, Urethanised,
pengembalaan Sodium
terbatas, Polyacrylate,
pengembalaan Polyacrilamide,
sedang, Vinylacetate Maleic
Pengembalaan Acid, dll.
intensif, garapan
terbatas
D VI_l4 Agrofores tri Cagar alam/hutan Melakukan Soil conditioner : Pembuatan Teras Bangku
lindung, hutan penanaman jagung Polyvinil Alcohol, sedang
produksi terbatas, dengan kacang tanah Urethanised, Sodium
pengembalaan dengan kacang hijau Polyacrylate,
terbatas, dan ditambah mulsa Polyacrilamide,
pengembalaan sedang Vinylacetate Maleic
Acid, dll

E VII_l5 Hutan Cagar alam , Melakukan Soil conditioner : Pembuatan Teras gulud
Produksi hutan produksi penanaman kopi Polyvinil Alcohol, dengan tanaman kacang
terbatas ditambah cover Urethanised, Sodium tanah dan ditambah mulsa
crop Polyacrylate,
Polyacrilamide,
Vinylacetate Maleic
Acid, dll.

F VIII_l6 Hutan Lindung Cagar alam/hutan Hutan alam Soil conditioner : Pembuatan teras
lindung dengan dipenuhi Polyvinil Alcohol, tradisional
seresah Urethanised,
Sodium
Polyacrylate,
Polyacrilamide,
Vinylacetate Maleic
Acid, dll.
Tahapan Dalam Penerapan Konservasi Tanah dan Air, diantaranya yaitu
1. SPL A
Berdasarkan hasil yang didapatkan, SPL ini memiliki kemiringan lahan yang
datar dan memiliki tekstur tanah yang dominan lempung berpasir. Pada lahan
tersebut memiliki panjang lereng yang besar sehingga berpotensi terjadinya erosi
yang besar juga. Untuk mencegah terjadinya erosi, perlu dilakukan pembuatan
teras. Upaya dalam mengatasi lereng yang curam dapat dilakukan
pencegahannya seperti pembuatan teras, pembangunan struktur penahan dan
berbagai macam upaya konservasi lainnya (Hadmoko et al, 2009).
2. SPL B
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, SPL ini memiliki kemiringan
lereng agak miring dan bergelombang. Kondisi lahan seperti ini membutuhkan
Teknik konservasi tanah dengan cara melakukan pembuatan teras. Teras yang
berbentuk lebar umumnya diaplikasikan di lahan yang memiliki berombak dan
bergelombang dengan kelerengan 2 - 15% yang berada pada tanah dengan kelas
kemampuan II dan III (Arsyad, 2010).
3. SPL C
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, SPL ini cenderung dapat
terjadinya degradasi lahan sehingga perlu dilakukan tindakan penerapan
konservasi tanah dan air. SPL C tergolong pada kelas kemampuan lahan IV dan
memiliki kondisi lahan dengan kemiringan miring berbukit (15-30%). Salah satu
konservasi yang dapat dilakukan yaitu dengan cara pembuatan bangunan
stabilisasi yang berupa Balong. Balong merupakan waduk kecil yang dibuat di
daerah perbukitan dengan kemiringan lahan kurang dari 30%. Bangunan ini
memiliki fungsi untuk menampung air aliran permukaan dengan tujuan memenuhi
kebutuhan air tanaman, menampung sedimen hasil erosi, meningkatkan jumlah air
yang meresap ke dalam tanah (infiltrasi).
4. SPL D
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan bahwa pada SPL D mengalami
degradasi lahan sehingga perlu dilakukannya tindakan penerapan konservasi
tanah dan air. Penggunaan lahan actual dengan penanaman tanaman jagung. Hal
yang menjadi factor utama pada SPL D adalah kemiringan lereng yang dimana
akan mempengaruhi dari laju tingkat erosi. Konservasi tanah yang dapat dilakukan
adalah dengan pembuatan Rorak yang bertujuan untuk memperbesar peresapan
air ke dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi.
5. SPL E
Berdasarkan hasil yang didapatkan, di SPL E telah terjadi degradasi lahan
berat sehingga perlu dilakukannya tindakan penerapan konservasi tanah dan air.
Penggunaan lahan aktual pada SPL E adalah hutan produksi dengan tutupan
lahan pohon pinus dan tanaman sayuran. Adapun konservasi yang dapat
dilakukan yaitu dengan melakukan penerapan pola agroforestri (Trees Along
Border) yaitu kombinasi antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan yang
dapat berfungsi sebagai penyangga atau menahan tanah. Pola penanaman pohon
ditanami secara mengeliling yang difungsikan sebagai pagar ataupun pembatas
lahan.
6. SPL F
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan bahwa pada SPL F mengalami
degradasi lahan sehingga perlu mendapatkan tindakan penerapan konservasi
tanah dan air. Penggunaan lahan actual pada SPL F adalah hutan produksi dengan
tutupan lahan pohon pinus dan tanaman sayuran. Adapun konservasi yang dapat
dilakukan adalah dengan cara pembuatan teras yang digabungkan dengan sistem
agroforestry (wanatani) yaitu penanaman berbagai komoditas tanaman secara
bersama-sama. Penggabungan konservasi ini memberikan keuntungan ganda,
yaitu pencegahan erosi dengan adanya perbedaan luasan tajuk pada masing-
masing tanaman dan pengawetan tanah dari erosi oleh pembuatan teras.
Tabel 4. Erosi Tanah di Masing-masing Rencana Penggunaan Lahan atas Perencanaan Konservasi Tanah dan Air
Nilai Faktor Erosi dan Erosi Tanah untuk rekomendasi penggunaan lahan untuk perencanaan BAPEDA*)
Faktor
No USLE A B C D E F
Vegetatif: Vegetatif: Vegetatif: melakukan Vegetatif: Melakukan Vegetatif:
menanam tanaman Menanam tanaman penanaman tebu penanaman tanaman Hutan alam yang
Kacang- Kacangan kacang- kacangan Jagung dengan kacang penuh
Kimia: Sodium Kimia: Sodium tanah dengan kacang dengan seresah
Vegetatif:
Polyacrylate, Kimia: Sodium Polyacrylate, hijau ditambah mulsa melakukan
Polyacrilamide Polyarcrylate, Polyacrilamide penanaman tanaman Kimia: Sodium
Mekanis: Polyacrila mide Kimia: Sodium kopi ditambah Polyacrylate,
menerapkan Teras Mekanis: Polyacrylate, cover crop Polyacrilamide
bangku dengan Mekanis: Menerapkan teras Polyacrilamide
penanaman Menerapkan teras bangku sempurna Kimia: Sodium Mekanis:
Kacang tanah bangku Polyacrylate, Menerapkan teras
Rekomenda dengan Kacang dengan Polyacrilamide Tradisional
si Tanah
Konservasi Mekanis:
Tanah dan Menerapkan teras
1 Air gulud dengan
penanaman tanaman
Sorghum Mekanis: kacang tanah
dengan Menerapkan ditambah
Sorghum Teras bangku mulsa
sedang
2 R 1750 1750 1750 1750 1750 1750

3 K 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49 0,49

Panjang
4 500 300 250 150 100 100
Lereng (m)
Kemiringan
6 2 10 25 40 55 105
(%)
7 LS 0,87 4,35 17,84 32,26 47,67 168,15
0,014
(Jagung - Kc. Tanah
0,6 (Kacang- 0,6 (Kacang- – Kc. 0,2 0,001 (Hutan Alam
8 C kacangan) kacangan) 0,2 (Tebu) Hijau + Mulsa (Kopi + Cover Crop) Penuh Seresah)
0,09 (Teras Bangku 0,024 (Teras Bangku 0,006 (Teras Gulud
+ Kc Tanah – Kc. + Sorgum 0,04 (Teras Bangku 0,15 (Teras Bangku + Kc. Tanah + Mulsa) 0,40 (Teras
Tanah) - Sempurna) Sedang) Tradisional)
9 P sorgum
Erosi Tanah 515 2614 4586 19364 20420 28117
(ton ha-1
10 tahun-1)
Edp (ton ha- 17,52 19,2 18,72 11,05 17,04 16,2
1
11
tahun-1)
Dari hasil yang ada pada tabel tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. SPL A
Pada SPL A, berdasarkan rencana penggunaan lahan dengan
perencanaan konservasi tanah dan air didapatkan nilai lebih kecil dibandingkan
nilai dari Edp yang menyebabkan pencegahan dan penanganan terjadinya erosi
dapat terjadi.teknik konservasi vegetasi yang dapat dilakukan salah satunya yaitu
dengan dengan melakukan penanaman kacang – kacangan dan juga pembuatan
Teras Bangku + Kacang tanah – Kacang Tanah. Menurut (Idjudin, 2011) Teras
bangku atau teras tangga dibuat dengan cara memotong panjang lereng dan
meratakan tanah di bagian bawahnya, sehinggaterjadi suatu deretan bangunan
yang berbentuk seperti tangga. Pada usaha tani lahan kering, Teras bangku dapat
menjadi solusi karena teras bangku dapat memperlambat aliran permukaan,
menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang
tidakmerusak; meningkatkan laju infiltrasi serta mempermudah pengolahan tanah.
2. SPL B
Pada SPL B, berdasarkan rencana penggunaan lahan dengan
perencanaan konservasi tanah dan air didapatkan nilai lebih kecil dibandingkan
nilai dari Edp. Sehingga pencegahan dan penanganan terjadinya erosi dapat
terjadi. teknik konservasi vegetasi yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan
penanaman kacang – kacangan dan juga pembuatan Teras Bangku + Sorgum –
Sorgum. Menurut Idjudin (2011), teras bangku atau teras tangga dibuat dengan
cara memotong panjang lereng dan meratakan tanah di bagian bawahnya,
sehingga terjadideretan bangunan yang berbentuk seperti tangga. Pada
usahatani lahan kering, fungsi utama teras bangku adalah memperlambat aliran
permukaan, menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan
yang tidak sampai merusak, meningkatkan laju infiltrasi; serta mempermudah
pengolahan tanah. Teras bangku memiliki efektivitas sebagai pengendali erosi
akan meningkat bila ditanami dengan tanaman penguat teras di bibir dan
tampingan teras. Rumput dan legum pohon merupakan tanaman yang baik untuk
dipakaisebagai penguat teras. Teras bangku adakalanya dapat diperkuat dengan
batu yang disusun, khususnya pada tampingan.
3. SPL C
Pada SPL C, berdasarkan rencana penggunaan lahan dengan
perencanaan konservasi tanah dan air dapat dilakukan Teknik konservasi
vegetasi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penanaman tanaman
tebu dan juga pembuatan Teras Bangku sempurna. Efektivitas teras bangku
sebagai pengendali erosi akan meningkat bila ditanami dengan tanaman penguat
teras di bibir dan tampingan teras. Rumput dan legum pohon merupakan tanaman
yang baik untuk digunakan sebagai penguat teras. Teras bangku adakalanya
dapat diperkuat dengan batu yang disusun, khususnya pada tampingan. Model
seperti ini banyak diterapkan di kawasan yang berbatu (Idjudin, 2011).
4. SPL D
Pada SPL D, Berdasarkan rencana penggunaan lahan dengan
perencanaan konservasi tanah dan air dapat dilakukan Teknik konservasi
vegetasi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penanaman tanaman
jagung - kacang tanah – kacang hijau + mulsa dan juga pembuatan Teras Bangku
sedang. Menurut pendapat (Karyati dan Sarminah, 2018) menyatakan bahwa
mulsa adalah sisa tanaman hasil pembersihan lahan atau sisa-sisa tanaman
yang ditebarkan di atas permukaan tanah. Mulsa berfungsi menutupi permukaan
tanah dengan serasah atau sisa-sisa tanaman benar-benar berkemampuan
mencegah erosi, karena melindungi tanah dari daya timpa butir-butir hujan dan
daya kikis aliran air di permukaan. Selanjutnya, hal ini juga dapat didukung
dengan melakukan teknik konservasi tanah dengan melakukan pembuatan teras
bangku sedang sehingga pencegahan dan penanganan terjadinya erosi dapat
terjadi.
5. SPL E
Pada SPL E, Berdasarkan rencana penggunaan lahan dengan
perencanaan konservasi tanah dan air dapat dilakukan Teknik konservasi vegetasi
yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penanaman tanaman kopi +
cover crop dan juga pembuatan Teras Gulud + Kacang Tanah + Mulsa. Menurut
pendapat (Atmojo, 2008) bahwa variasi tanaman tahunan dan tanaman pertanian
akan mengurangi pengaruh pukulan butir hujan secara langsung ke permukaan
tanah (terhindar dari rusaknya struktur tanah), melindungi daya transportasi aliran
permukaan, menahan sedimen, meningkatkan pasokan air ke dalam tanah dan
mengurangi evaporasi sehingga meningkatkan ketersedian air tanah, dan
meningkatkan cadangan air di musim kemarau. Maka pencegahan dan
penanganan terjadinya erosi dapat terjadi.
6. SPL F
Pada SPL F, Berdasarkan rencana penggunaan lahan dengan
perencanaan konservasi tanah dan air dapat dilakukan teknik konservasi vegetasi
yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penerapatan hutan alam peniuh
seresah dan juga pembuatan teras tradisional. Adapun tindakan yang perlu
dilakukan adalah dengan melakukan konservasi tanah dan air seperti pembuatan
teras. Teras merupakan suatu bangunan yang dibuat untuk pengawetan tanah dan
juga air secara mekanis yang dibuat untuk memperpendek lereng dan atau
memperkecil kemiringan. Suatu metode pengendalian erosi dapat dilakukan
dengan membangun semacam saluran lebar melintang lereng tanah
(Hardjoamidjojo, 2008).
BAB IV
KESIMPULAN
Erosi dapat didefinisikan sebagai suatu peristiwa berpindahnya tanah atau
bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh adanya media alam seperti angin
dan air. Erosi juga dapat terjadi akibat adanya tanah longsor, dimana tanah longsor dapat
didefinisikan sebagai salah satu kejadian alam yang terjadi di wilayah peggunungan,
terutama di musim hujan. Jika ditunjang dengan iklim wilayah di Indonesia yang beriklim
tropis, maka dapat mengakibatkan potensi tanah longsor menjadi tinggi. Faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat bahaya erosi antara lain adalah iklim, tanah, topografi,
vegetasi, dan manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya upaya terkait konservasi tanah
dan air agar dapat menanggulangi permasalahan tersebut. Dalam mengatasi permasalahan-
permasalahan tersebut, maka dilakukan konservasi, baik konservasi mekanik maupun
konservasi vegetatif. Berdasarkan hasil dari pendugaan erosi yang sudah dilakukan pada
bagian atas tersebut, maka dapat dikategorikan bahwa SPL A termasuk kedalam tingkat
erosi berat, sedangkan pada SPL B hingga F masuk ke dalam kategori tingkat erosi sangat
berat.
DAFTAR PUSTAKA
Alie, M. E. R. 2015. Kajian Erosi Lahan pada DAS Dawas Kabupaten Musi
Banyuasin-Sumatera Selatan. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan, 3(1):
749-754.
Atmojo, S. W. 2008. Peran Agroforestri dalam Menanggulangi Banjir dan Longsor
DAS. Disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Agroforestri sebagai
Strategi menghadapi Pemanasan Global di Fakultas Pertanian.
Hadmoko D. S., Mardianto, D., dan Siddik, F. 2009. Analisis Stabilitas Lereng untuk
Zonasi. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Jakarta: Rineka Cipta.
Idjudin, A. Abas. 2011. Peranan Konservasi Lahan dalam Pengelolaan
Perkebunan. Jurnal Sumberdaya Lahan, 5(2).
Karyati dan Sarminah. 2018. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Mulawarman
University Press.
Naryanto, H. S., H. Soewandita., D. Ganesha., F.Prawiradisastra dan A. Kristijono.
2019. Analisis Penyebab Kejadian dan Evaluasi Bencana Tanah Longsor
di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa
Timur Tanggal 1 April 2017. Jurnal Ilmu Lingkungan, 17 (2): 272-282.
Wahyunto dan Dariah, A. 2014. Degradasi Lahan di Indonesia: Kondisi Existing,
Karakteristik, dan Penyeragaman Definisi Mendukung Gerakan Menuju
Satu Peta. Jurnal Sumberdaya Lahan, vol. 8(2): 81-93

Anda mungkin juga menyukai