Anda di halaman 1dari 46

Pengelolaan Berkelanjutan Hutan Rawa Gambut

Tropika

Materi Kuliah Umum


Mahasiswa Fakultas MIPA
Universitas Lambung Mangkurat
Palangka Raya, 18 Mei 2013

Oleh
Suwido H. Limin

PALANGKA RAYA UNIVERSITY


CENTRE FOR INTERNATIONAL CO-OPERATION IN SUSTAINABLE
MANAGEMENT OF TROPICAL PEATLAND
(CIMTROP)
2013
1. Kenapa?
1.1. Tanah gambut (juga disebut tanah organik) terbentuk dari
tumbuh-tumbuhan, terakumulasi dalam waktu yang sangat
lama dalam suasana jenuh air.

1.2.Bagian tanaman yang terakumulasi menjadi tanah gambut


tidak seluruhnya melapuk sempurna, sehingga tingkat
pelapukan gambut digolongkan menjadi 3 kelompok
berdasarkan kandungan serat :
# Fibrik (>75 % serat),
# Hemik (15-75% serat), dan
# Saprik (<15% serat)

1.3.Gambut mampu memegang air kurang lebih 10-11 kali


bobotnya. Artinya, 1 kg gambut mampu memegang air
10-11 liter air.
Ada juga pengelompokkan yang
. berdasarkan
kerapatan limbak atau Bulk Density, juga tetap
terkait dan ditentukan oleh kandungan serat
(Tabel 1)

Tabel 1. Kerapatan limbak, bobot dan kemampuan memegang


air berdasarkan tingkat pelapukan gambut

Tingkat Kerapatan Bobot 100 cm3 gambut Kemampuan


pelapukan limbak kering memegang air
(gram) (%)
Fibrik < 0.1 11 1.057
Hemik 0.07 – 0.18 27 374
Saprik > 0.2 39 289
Sumber: Andriesse (1988) dalam Limin (2007)
Profil tanah gambut

Gbr 1. Profil gambut pedalaman (inland peat) di Kalampangan


Zone eks. PLG blok C
1.4.Luas lahan gambut di Kalimantan Tengah belum ada
angka yang pasti. Angka prediksi oleh berbagai
pihak bervariasi antara 2–4 juta hektar, karena :

# Hamparan gambut yang banyak diketahui sementara

ini hanya di daerah pantai atau bagian selatan


wilayah Kalimantan Tengah.
# Gambut tidak hanya terdapat di daerah pantai, juga
terdapat di daerah tengah dan hulu, yaitu pada
lembah-lembah bukit dan belakang tanggul sungai.

1.5.Ketebalan lapisan gambut yang pernah dijumpai


sementara ini mencapai 17,3 m (Tabel 2).
.

Tabel 2. Maksimum ketebalan lapisan gambut antara


beberapa sungai di Kalimantan Tengah

Titik pengukuran antara Jarak dari


Ketebalan sungai
sungai :

1. Mentaya dan Katingan 17,3 m 6 – 12 m


(dari Mentaya)
2. Katingan dan Sabangau 12,0 m 12 m
(dari Sabangau)
3. Sabangau dan Kahayan 9,0 m 11.9 m
(dari Kahayan)
4. Kahayan dan Kapuas 8,5 m 14 m
(dari Kahayan)
1.6.Gambut disebut sebagai gudang karbon, karena
kandungan C-organiknya berkisar 50 % atau lebih
(terutama untuk jenis Gambut Pedalaman).

1.7.Karena bahan pembentuknya dari kayu-kayuan, maka


gambut tropika di Kalimantan Tengah khususnya
bereaksi sangat masam (kondisi alami pH 3-5)

1.8.Lapisan gambut di Kalimantan Tengah terbentuk dalam


kurun waktu ribuan tahun (Tabel 3). Oleh karena itu,
jangan ringan tangan merusak gambut yang telah ada.
Tabel 3. Umur gambut di bagian utara DAS Sabangau,
Kalimantan Tengah, Indonesia
Jarak dari Ketebalan Kedalaman Umur gambut (rataan 
sungai gambut contoh standar deviasi)
(km) (m) (m) (tahun)
1 3 3 760  210
2 2 2 1140  250
3 3 2 1760  250
Gambut
3.2 3.5 1.2 390  210
muda
6 >4 1.2 400  130
6 >4 0.9 400  150
7.5 9.8 1.3 1450  40
10
4 10
>4 1.7
3 1300  160
6920 50
5 >4 2.5 6830  270
5.5 >4 3 6580  240
Gambut 6 >4 3 7030  270
tua 7.5 9.8 2.4 6070  40
7.5 9.8 6.2 9060  100 - 10,320  50
7.5 9.8 6.6 8450  60
10 10 4.5 9600  60
10 10 10 6670  50
14.5Page and Shepherd, 1996
Source: Rieley, 2002 and Rieley, 8.7 2.8
1.9. Karena karakteristiknya yang unik, maka kekeliruan
dalam pemanfaatan gambut, akan menimbulkan
masalah lingkungan yang merugikan umat manusia.

191. Pemanfaatan gambut untuk pertanian dan perkebunan,


harus diikuti dengan pembuatan saluran pembuang air
(kanal atau parit), untuk menurunkan permukaan
air tanah, agar zona perakaran tanaman bebas dari
jenuh air.
192. Penurunan permukaan air tanah, akan menyebabkan :
a. Lapisan gambut di permukaan mudah dan cepat
mengering, sehingga mudah terbakar.
b. Laju dekomposisi meningkat (diantaranya
menghasilkan CO2) dan permukaan tanah gambut
menurun (subsiden).
1.10. Gambut yang didrainase yang diikuti oleh menurunnya air
tanah, akan mudah terbakar dan sangat sulit dipadamkan.
Pemanfaatan gambut untuk tetap menjadi hutan, identik
dengan melakukan upaya pencegahan terhadap kebakaran
hutan dan lahan gambut, karena tidak banyak tindakan yang
merubah ekosistemnya. Limin mengemukakan bahwa
keberhasilan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan
gambut, memberikan keuntungan tak terhingga, dibandingkan
jika telah terjadi kebakaran (fase pemadaman).

Perbandingan kerugian diperincikan pada tabel berikut “

Kerugian pada fase Kerugian pada fase pemadaman


pencegahan
1. Hanya kehilangan dana 1.Kehilangan dana sebesar
sebesar US$ 2X s/d US$ 3X.
US$ X. 2. Kehilangan flora/fauna dan
lapisan gambut.
3. Kerugian sosial ekonomi
1.10.1. Ancaman utama terhadap kelestarian gambut
adalah kebakaran.

Berikut, lapisan gambut hilang akibat kebakaran


Kalampangan / gambut tebal (2002):
• Variasi data : 0 – 42.3 cm (rataan: 22.04 ± 12.09 cm)

Kalampangan / gambut tebal (2006):


• Variasi data : 18 – 60 cm (rataan: 34.7 ± 14.51 cm)
• Variasi data : 16 – 43 cm (rataan: 31.7 ± 11.11 cm)

Tumbang Nusa / gambut tebal (2006):


• Variasi data : 16 – 55 cm (rataan: 34.1 ± 13.35 cm)

NLPSF- Sabangau / gambut tipis (2006):


• Variasi data : 15 – 24 cm (rataan: 19.7 ± 3.20 cm)
1.10.2.Pemadaman total kebakaran lahan gambut
memerlukan biaya tinggi :

# Pemadaman sulit, karena api terdapat pada lapisan


gambut (ground fire).

# Memerlukan air dalam jumlah banyak, kurang lebih


200 – 400 liter/m (tergantung kedalaman api).
1.11. PLG Sejuta Hektar salah satu contoh
kekeliruan pemanfaatan hutan rawa gambut di
Kalimantan Tengah

Perhatikan sejarah uji coba pemanfaatan lahan


basah (termasuk gambut) berikut ini :
- Handel (tradisional)
- Anjir (1880-1936 oleh Kolonial Belanda)
- Polder (1950 oleh Prof Schophuys/Ahli Belanda)
- Sisir & Garpu (IPB and ITB) (1969-1982)
- Sistem Kolam (1980an)
- Kanal Raksasa PLG (1996)
(1) Kanal Raksana (Giant canal) PLG
Total panjang kanal : 4.473,00 km) SPI Kahayan-Kapuas-Barito
- Saluran Primer Induk (SPI) 187,00 km,
- Saluran Primer Utama (SPU) 958,18 km,
- Saluran sekunder 913.28 km,
- Saluran tersier 900,00 km and
- Saluran kuarter 1.515,00 km.

Areal
PLG

SPU sungai Kahayan–Sabangau/Kanal Kalampangan

Gbr 2. Saluran Primer Induk (SPI) yang menghubungkan sungai Kahayan-


Kapuas-Barito dan Saluran Primer Utama (SPU)/ Kanal Kalampangan
yang menghubungkan sungai Kahayan-Sabangau
(2) Kekeringan Gambut Cepat Terjadi
Pada musim kemarau air cepat mengalir keluar dari hamparan gambut,
sehingga lapisan permukaan gambut mengering dan mudah terbakar.
Contoh : Setelah 2-3 minggu kemarau mulai, kanal Kalampangan kering (Gbr 3)

Gbr 3. Kondisi kanal Kalampangan pada musim kemarau sebelum dibangun dam
(blocking canal)
Legend :
● Upper right
Red : burnt area 2002
● Lower right :
Orange : burnt area 1997
● Lower left :
Comparison of the burnt
area
1997 (orange) and 2002 (red)
Purple : areas which have
been
burnt in both years

1997 2002
1997 Block C 185.564 ha …. 79.608 ha
Block B - …. 30.519 ha
MRP 74.009 ha …. -
Study Area 2.491.619 ha …
5.180.395 ha
burnt (729.500 ha)
(246.742 ha)
= (29.3%) =
(4.76%)

Source :
Siegert & Bechteler, 2003

2002 1997 + 2002


Gbr 4. Lokasi kebakaran di PLG dan sekitarnya tahun 1997 & 2002
1.12. Biaya Tinggi
(1) Masukan biaya tinggi (high cost) :
# Berdasarkan uji coba (Limin, 2000), efek sisa
dolomit, fosfat dan kotoran ayam hanya bertahan 22
bulan, atau 3 kali tanam (jagung- cabe–jagung),
tetapi hasil terus menurun. Penanaman cabe sekuens
ke-4, seluruh tanaman berwarna kuning dan serempak

mati (Gambar 5).

# Jentha (2003), keberhasilan petani di Kalampangan


tergantung abu, total per kali tanam sbb :
* Jagung (Zea mays) 16,1 ton/ha,
* Sawi (Brassica juncea) 18,2 ton/ha,
* Bayam (Amaranthus sp.) 93,7 ton/ha,
* Ubi jalar (Ipomoea batatas) 43,2 ton/ha,
* Seledri (Apium graveolen) 117,0 ton/ha.
Percobaan tentang Efek Residu Kapur Dolomit, Fosfat dan Pupuk Kandang
Terhadap Pertumbuhan Cabe pada Gambut Pedalaman - Kalampangan
(Gbr 5)

Sekuens IV tanam ke-1 Sekuens IV tanam ke-2


Seluruh tanaman cabe Cabe tumbuh subur pada bagian
mati serentak petakan yang dipupuk ulang. Baris
tanam yang tidak dipupuk (efek
residu), cabe kerdil, menguning dan
mati.

Gambar 5. Keadaan pertumbuhan cabe pada gambut di Kalampangan


1.13. Frekuensi dan Skala Bencana Meningkat :
# Banjir, semakin sering dan lebih besar
# Kemarau, tak teratur dan berlangsung lama
# Angin, Puting beliung merusak pemukiman
# Kebakaran mudah terjadi setiap musim
kemarau, kerugian ekonomi akibat aktivitas
manusia terganggu, penyakit meningkat.

1.14. Terjadinya peningkatan bencana, tentu


disebabkan semakin luas lahan kritis termasuk
gambut. Di Kalimantan Tengah lahan kritis 4,3
juta hektar dan di seluruh Indonesia kurang
lebih 60 juta hektar.
2. Bagaimana ?

2.1. Hutan rawa gambut yang tersisa harus dipertahankan


dan dilestarikan.

Agar disepakati :
“Peat for Forest and Forest for People”

Sehingga :
Hutan rawa gambut akan memberikan nilai ekonomi
bagi masyarakat, walaupun nilainya kecil, tetapi akan
berkelanjutan dan tanpa resiko.
2.1.1.Lahan gambut merupakan habitat flora/fauna,
diantaranya sangat bernilai ekonomis tinggi :

Tumbuhan :
Ramin, Jelutung, Gemur, Anggrek, dll

Hewan :
Ikan rawa, binatang buruan (babi, rusa, kalong,
dll).
Gambar berikut adalah salah satu contoh hutan yang dominan
ditumbuhi Ramin (Gbr 6)

- Ketebalan gambut : 30 - 180 cm


- Bahan di bawah lapisan gambut : pasir
- Kerapatan : 13 pohon/ha (Ǿ 30 – 55 cm)
- Luas areal : 200 – 600 ha

Gbr 6. Ramin (Gonistyllus bancanus Kurz) pada hutan Karangas


di sebelah Utara Kota Palangka Raya
2.1.2.Manfaatkan hutan dan lahan sesuai daya
dukung lingkungan, agar usaha
masyarakat menghasilkan berkelanjutan,
yaitu mengembangkan pola tradisional
atau kearifan lokal (Gbr 7).

Kawasan belakang tanggul (back swamp)


dirancang kolam versi banjir (beje
moderen) seperti pada Gambar 8.
Intensifi Modereni
kasi Usaha
sasi untuk intensif Hamparan gambut yang rusak (status
ladang, kolam masya- hidrologi, terbakar, subsiden dll) akibat
karet, ikan (versi rakat dimensi kanal berlebih. Restorasi dengan
rotan, banjir), (padi, tahap: pemetaan hak adat & batas ketebalan
buah- itik, palawija gambut 50cm & 100cm, penutupan kanal,
buahan kerbau ) dan penanaman species asli (sistem BLTS),
rawa, padi tanama pengendalian kebakaran (TSA Concept).
sawah n
petak tahunan
luwau. .

Tanggul sungai (river bank)

Belakang Tanggul

Gambut

Galian tingkat I
Mineral : pasir,
Gambut tipis ketebalan granit, liat
Galian tingkat II <100 cm & mineral liat
lapisan bawah.

Disain pagar kolam versi banjir (bahan pohon


hidup) dilengkap pintu masuk ikan (hinjap)

Tampak Atas
Bentuk Hinjap (pintu masuk ikan)

Gambar 7. Restorasi dan pemanfaatan hutan dan lahan gambut yang telah mengalami degradasi di
eks. PLG Kalimantan Tengah (Limin, 2000).
Pagar

Tanggul

Gbr. 8. Design of Fish Pond Banjir Version or Beje Modern


(Designed by Suwido H. Limin, 2000)
Notes :
 Fence with gate; year 1 to year 3 or 4 made by wood and wire.
Afterward, fence will be all live trees which has been planted since year 1.
 Embankment; made by soil from the pond digging.
2.1.3.Restorasi hutan rawa gambut yang rusak dengan
memulihkan status hidrologi dengan membuat
Dam (Gbr 9) dan menanam kembali lahan
terbuka menggunakan sistem yang disebut
Sistem Beli Tanaman Tumbuh/SBTT (Buying
Living Tree System/BLTS) (Gbr 10).
Gbr 9. Dam Tipe V-Vertikal (Swid-V-v) dan Dam Tipe
Setengah (Swid-s)
Di Bagian Utara Blok C eks.PLG-Kalampangan Zone (2007)
Tanam tanpa tebas tebang dan pemeliharaan

Galam (Melaleuca leucadendron) Kahui (Shorea balangeran)

Gbr 10. Uji coba Sistem Beli Tanaman Tumbuh/SBTT (Buying Living
Tree System/BLTS), pertumbuhan Kahui umur 2 tahun
2.1.4.Pelihara apa yang telah diperbaiki atau
direhabilitasi, terutama tutupan lahan
(tanaman), karena ancaman terbesar
adalah kebakaran (Gbr 11).
Terapkan suatu sistem yang telah
diformulasi oleh UNPAR, yaitu TSA
Concept yang mengedepankan peran dan
tanggungjawab penuh masyarakat
(Gbr 12) .
Gambar 11. Kebakaran lahan gambut di bagian utara blok C eks PLG
TSA membuat sumur bor
- 18 unit di Kalampangan di
batas lokasi penelitian &
tepi jalan.
- 5 unit di LAHG Sabangau,
ketika pemadaman api
Catatan:
Sumur bor dibuat 2-3 jam/unit,
kedalaman 16-20 m, air mampu
disedot 24 jam nonstop.

Gbr 12. Pemadaman kebakaran gambut oleh TSA KALTENG Tahun 2006 di
PERLAG, Kalampangan Zone, blok C eks PLG
2.2. Sedini mungkin memahami fungsi (ekologi dan
ekonomi) hutan rawa gambut, guna mencegah
terulang kekeliruan pemanfaatan dimasa
mendatang.

2.2.1.Giatkan Pendidikan Lingkungan mulai usia dini,


juga bagi orang dewasa yang belum memahami
fungsi hutan rawa gambut.

2.2.2.Manfaatkan lokasi hutan rawa gambut yang ada


sebagai objek, seperti Laboratorium Alam Hutan
Gambut (LAHG) di Sabangau Gbr 13, 14 & 15) dan
lokasi Penelitian dan Restorasi Lahan Gambut
(PERLAG) di Kalampangan Zone eks PLG Blok C.
Gbr 14. Rel 1,4 km dari sungai Sabangau ke Base Camp

Peneliti dan Lori (Dayak Train) (1998 – 1999)


Gbr 15. Deputi Menristek dan Kepala BSN berkunjung
ke LAHG UNPAR (Agustus, 2008)
2.4. Sedini mungkin memahami fungsi (ekologi dan ekonomi)
hutan rawa gambut, guna mencegah terulang kekeliruan
pemanfaatan dimasa mendatang.

2.4.1. Giatkan Pendidikan Lingkungan mulai usia dini,


juga bagi orang dewasa yang belum memahami
fungsi hutan rawa gambut dan permasalahannya,
jika dimanfaatkan untuk pertanian/perkebunan.

2.4.2. LAHG UNPAR di Sabangau menjadi laboratorium


lapang bagi SMA-1 Palanngk Raya untuk
Pendidikan Lingkungan (Gbr 16). LAHG dan
PERLAG sering menjadi objek kunjungan Pejabat
Tinggi beberapa negara di dunia.
Gbr 16. Penanaman Pohon di LAHG Sabangau dalam
rangka Kegiatan Pendidikan Lingkungan SMA-1
Palangka Raya
2.5.Kembangkan IPTEK
Temuan dan Konsep terkait IPTEK
Ada 4 konsep yang diformula dan 1 alat diciptakan

oleh Staf UNPAR dan telah dikemukakan secara


luas di tingkat internasional:
2.5.1.TSA CONCEPT (1997). Konsep yang memberikan tanggungjawab
penuh kepada masyarakat untuk menanggulangi kebakaran hutan
dan lahan. Konsep ini sangat berbeda dengan pola yang
diterapkan pemerintah. Sebagai salah satu contoh, kepada
anggota Tim Serbu Api (TSA) harus dibangun Sumber Pendapatan
sebagai jaminan dalam melaksanakan tugas dan tanggung-
jawabnya.
2.5.2.Kriteria Pemanfaatan Gambut (1994). Tidak hanya berdasarkan
ketebalan lapisan gambut seperti yang tertuang dalam KEPPRES
No. 32 Tahun 1990 yang hanya mempersyaratkan: ketebalan
lapisan gambut lebih dari 3 m harus dikonservasi dan kurang dari
3 m dapat dijadikan lahan budidaya (Tabel 4).
Tabel 4. Konsep dan Kriteria Pemanfaatan Gambut Berdasarkan Ketebalan,
Bahan di bawah Lapisan Gambut dan Ketersediaan Air

PEAT DEPTH MATERIAL IN THE


No. HYDROLOGY RECOMMENDATION
(cm) BOTTOM OF PEAT

1.  50 1.1. Mineral/clay 1.1. Full support 1.1. Rice/Corn, etc. & fish
in beje system

1.2. Sand/granite 1.2. Full support and/or un- 1.2. Conservation


supported

2. (50 – 100) 2.1. Mineral/clay 2.1. Full support 2.1. Rice, Corn, and
Plantation commodity

2.2. Sand/granite 2.2. Full support and/or un- 2.2. Conservation


supported

3. (100 – 200) 3.1. Mineral/clay 3.1. Full support 3.1. Plantation commodity

3.2. Sand/granite 3.2. Full supportand/or un- 3.2. Conservation


supported

4. > 200 4.1. Mineral soil 4.1. Full support and/or un- 4.1. Conservation
or granite supported

Sumber : 1. Pengelolaan eks PLG di


Kalimantan Tengah (Limin, S.H., 2000)
2.5.3. Dam Type V-vertikal (Swid V-vertikal) (Konsep tahun 2002).
Salah satu disain Dam pada kanal lebar untuk Gambut
Tropika. CIMTROP baru dapat melakukan uji coba berbagai
disain dam mulai tahun 2005, karena baru ada dana dari
kerjasama dengan Helsinki University dan Restorpeat
Project dukungan EU. Disain ini didukung oleh pihak
MENRISTEK dengan membangun 9 unit dam di Kanal
Kalampangan dan Kanal Taruna (eks PLG blok C).

2.5.4. Sistem Beli Tanaman Tumbuh (SBTT) atau Buying Living


Tree System (BLTS) (Konsep 2002). Suatu konsep
reboisasi yang dipertimbangkan lebih berpihak kepada
masyarakat dan dinikmati oleh masyarakat. Dari hasil uji coba
(2005), hingga umur tanaman 1 tahun setelah tanam, persentase
tumbuh lebih dari 80 %.
2.5.5.Kotak Pengambilan Contoh Gambut untuk menentukan
Bulk Density Gambut.
Alat tersebut diberi nama :
Swid Peat Box Sample.30
CIMTROP UNPAR
atau
Swid.PBS.30 CIMTROP-UNPAR

Gambar 17. Peat box sample


(UNPAR design)
2.5.6. Di Universitas Palangka Raya (UNPAR) telah
dibangun Teknologi Canggih yang mampu merekam
data secara otomatis setiap berapa menit
(tergantung dikehendaki). Data dikirim dari
lapangan dan dapat dibaca setiap saat di kantor
CIMTROP Unpar.

Peralatan canggih ini kerjasama antara TTC


Jepang & APT dengan CIMTROP Unpar.

Peralatan tersebut merekam data otomatis :


Kecepatan angin, curah hujan, suhu udara, pH
tanah, permukaan air tanah, kelembaban udara,
CO2, CH4 dan foto lokasi (Gbr 18, 19 dan 20).
Peralatan TIK yang dipasang
Kelima tower di lokasi PERLAG di Bagian
Utara eks PLG Blok C

Kalampangan Data
Center

Tower A Tower B Tower C Tower D


Kantor CIMTROP & Tower 40m, Server, Komputer
Data dan Telecenter di CIMTROP

Server

Komputer Data

Telecente
Gbr 21. Sekretaris Jenderal PBB (Ban Ki-moon) berdiri di atas Dam No. 03
mendengar penjelasan Suwido H. Limin tentang Upaya Merestorasi
Status Hidrologi Lahan Gambut Terdegradasi di PERLAG,
Kalampangan Zone, eks PLG blok C (17 November 2011)
Kebakaran terjadi di Jl. Trans Kalimantan, Palangka Raya, 10 Nov 2006 pk 19.30

Anda mungkin juga menyukai