Anda di halaman 1dari 12

BAB II

GAMBARAN UMUM DAERAH ALIRAN

SUNGAI WAI BATH GAJAH

2.1. LOKASI DAERAH STUDI

Kotamadya Ambon merupakan kota terbesar kesatu di Propinsi

Maluku. Kotamadya Ambon juga merupakan pusat Ibukota Daerah Tingkal

I Maluku yang terletak diantara 127 58' Bujur Timur sampai 128°2r Bujur

Timur dan 3°36' Lintang Selatan sampai 3°50' Lintang Selatan.

Di Kotamadya Ambon terdapat 5 (lima) buah sungai yaitu, sungai

Wai Batu Gajah, Wai Batu Merah, Wai Batu Gantung, Wai Tomu dan Wai

Ruhu, kelima sungai ini dapat dilihat pada lampiran gambar 2.1. Adapun

letak dari kelima sungai ini tidak begitu berjauhan sehingga mempunyai

kondisi topografi, iklim, hidrologi, penduduk, ekonomi serta tata guna lahan

yang relatif sama, dan yang berbeda adalah pada kondisi sungainya Dari

sebagian sungai-sungai itu selain dimanfaatkan untuk air minum Juga

dimanfaatkan untuk kebutuhan-kebutuhan lain dari masyarakat.

Diantara kelima sungai tersebut, sungai yang dibahas dalam

penulisan ini adalah sungai Wai Batu Gajah, dimana situasi daerah aliran

sungai Wai Batu Gajah ini mempunyai panjang 3.100 meter, dengan luas

Daerah Aliran Sungai (DAS) atau daerah Catchment Areanya adalah

sebesar 5,95 Km yang melalui daerah kompleks militer, pemukiman

penduduk, pertokoan dan sarana perekonomian lainnya seperti jalan, rumah

-
7

sakit, serta prasarana ibadah, seperti gereja dan mesjid raya sampai pada

teluk Ambon yang merupakan daerah aliran sungai Wai Batu Gajah. Untuk

daerah aliran Sungai Wai Batu Gajah dapat dilihat pada lampiran gambar

2.2

2.2. GEOLOGI

Secara flsiografi daerah Kota Ambon termasuk wilayah Maluku

dengan tiga satuan geomorfologi beserta aspek geologinya dan topografinya

perbukitan terjal, perbukitan gelombang dan dataran aluvial Secara geologi

batuan yang ada didaerah penelitian terdapat batuan gunung api Ambon,

batu gamping terumbu dan satuan batuan keras dengan tingkat pelapukan

rendah. Struktur geologi yang berkembang adalah struktur pelapisan dan

struktur lipatan normal yang masih diperkirakan. Ditinjau dan dimensi dan

genesia alur sungainya, dimana sungai-sungai ini mempunyai alur yang

cukup lebar berkisar 4 - 3 5 meter dengan dasar sungai relatif datar kecuali

bagian hulu mempunyai lebar sungai relatif sempit 4 - 1 3 meter dengan

dasar sungai yang curam. Untuk Peta geologi dapat dilihat pada lampiran

gambar 2.3

2.3. MEKANIKA TANAH

Penyelidikan mekanika tanah yang dilakukan dilapangan maupun

di laboratorium adalah untuk mendapatkan data lokasi penggalian yang

lebih teliti dan pasti Data mekanika tanah diperoleh dari pihak sumber air

dan pengendalian banjir Maluku, berupa soil test, sampel tanah dan analisa
8

saringan yang hanya menyelidiki jenis butiran tanah pada hulu, tengah, dan

hilir Wai Batu Gajah untuk mengetahui jenis agregat yang hanya sebagai

bahan sedimentasi (dapat dilihat pada lampiran gambar 2.4,2.5 ).

2.4. HIDROLOGI

Kondisi hidrologi di daerah aliran sungai (DAS), sungai-sungai di

kota Ambon secara umum memiliki tipe iklim yang mengikuti iklim muson.

Berdasarkan variasi curah hujan maupun ragam tanaman, kota Ambon

secara umum memiliki iklim yang tergolong dalam tipe iklim tropis dengan

bulan hujan umumnya terjadi pada bulan Mei, Juni, Juli dan Agustus.

Untuk perhitungan curah hujan rencana periode ulang tertentu

dilakukan analisa frekwensi terhadap data hujan 24 jam terukur yang

diperoleh dari Kantor Badan Meteorogi dan Geofisika stasiun pengamatan

di Bandara Pattimura Laha - Ambon (kira-kira 37 km dari kota Ambon)

yang dianggap cukup mewakili. Data hujan maksimum dapat dilihat pada

tabel 2.1.
9

Tabel 2.1 Data hujan Maksimum

No. Tahun Data Hujan Maximum Selama 24 Jam


_£mm )
01 02 03
01. 1976 102
02. 1977 79
03. 1978 218
04. 1979 154
05. 1980 72
06. 1981 102
07. 1982 140
08. 1983 135
09. 1984 431
10. 1985 151
11. 1986 73
12. 1987 100
13. 1988 455
14. 1989 233
15. 1990 307
16. 1991 145
17. 1992 107
18. 1993 150
19. 1994 133
20. 1995 179
21. 1996 225

Sumber : Stasiun Meteorologi dan Geofisika

Bandara Pattimura Laha - Ambon

2.5. TOPOGRAFI

Kota Ambon merupakan kota yang berpegunungan dan berpantai,

secara topografi terdapat perbedaan nyata antara perbukitan dan daerah

dataran. Daerah perbukitan memiliki kemiringan tanah yang curam dan

dataran umumnya memiliki kemiringan yang landai. Daerah landai ini


»

merupakan daerah hihr dan daerah aliran sungai yang terdapat di

Kotamadya Ambon, semuanya bermuara di teluk Ambon. Namun karena


10

teluk Ambon merupakan teluk yang relatif sempit, maka ombak yang ada

tidak lebih besar sehingga perbedaan tinggi laut pada waktu pasang

tertinggi dan terendah berkisar antara 1 - 2 meter. Untuk lebih jelasnya

mengenai keadaan daerah aliran sungai Wai Batu Gajah secara toporgafis

sebagai berikut:

• Ketinggian 0 - 1 0 meter diatas muka air laut daerah ini merupakan

daerah yang rawan terhadap banjir tahunan, kemiringan tanah di

daerah aliran sungai ini sekitar 1 % - 3 % dengan penempatan daerah

aliran sungai (DAS) sebagian besar untuk pemukiman, pertokoan,

tempat ibadah, perkantoran, sekolah, industri serta prasarana tranportasi

seperti jalan dan jembatan.

• Dari ketinggian 10-30 meter dari permukaan air laut kemiringan tanah

berkisar antara 2,5 % - 7 % dan dimanfaatkan untuk pemukiman,

pertokoan, tempat ibadah, perkantoran serta tanaman keras semak

belukar pada daerah ini masih ada sebagian yang selalu banjir setiap

tahun.

• Dari ketinggian 3 0 - 1 0 0 meter kemiringan tanah dari permukaan air

laut sampai 4 % - 35 % saat ini telah digunakan untuk pemukiman,

sekolah, tempat ibadah serta sebagian lagi berupa hutan belukar. Akibat

perbandingan kemiringan tanah daerah ini berkisar antara 4 % - 35 %

pada ketinggian 100 m diatas permukaan air laut atau lebih, tidak

pernah ada genangan banjir akibat luapan Wai Batu Gajah daerah ini

masih berupa hutan dan semak belukar dan hanya sebagian yang

dimanfaatkan untuk perkebunan, dan sedikit sekali terdapat


II

pemukiman. Kemiringan tanah pada sungai Wai Batu Gajah dapat

dilihat pada lampiran gambar 2.6.

2.6. PASANG SURUT AIR LAUT

Letak muara sungai Wai Batu Gajah di sebelah dermaga pelabuhan

Ambon. Sifat pasang surut air laut di teluk Ambon dapat dikatakan selalu

menghasilkan dua kali air pasang dan dua kali air surut selama 24 jam.

Namun, tinggi air pasang dan air surut yang kedua ini lebih kecil

dibandingkan dengan yang pertama pada hari yang sama. Menurut data yang

sama pada Perum Pelabuhan Ambon dan telah disesuaikan dengan elevasi

hasil pengukuran, elevasi pasang-surut rata-rata (Mean Sea Level, MSL)

adalah sekitar 1,10 meter diatas air surut terendah yang mungkin terjadi

dalam satu tahun.

Untuk kelima sungai yang ada di kota Ambon, peil terhadap tinggi

muka air laut dengan lokasi kota Ambon telah disesuaikan dengan hasil

pengukuran untuk mendapatkan peil dari masing-masing sungai seperti

yang disajikan pada tabel 2.2.


12

Tabel 2.2. Daftar Elevasi Pasang Surut

No Nama Sungai Taraf(T mil ) Lokasi Peil


Way Ruhu HSL Peil Ambon + 1.387
1
MSL Peil Ambon +0.782
LSL Peil Ambon +0.212
2. Way Batu Merah HSL Peil Ambon + 1.373
MSL Peil Ambon +0.768
LSL Peil Ambon +0.198
3. Wai Tomu HSL Peil Ambon + 1.427
MSL Peil Ambon +0.822
LSL Peil .Ambon +0.252
4. Way Batu Gajah HSL Peil Ambon +0.872
MSL Peil Ambon +0.267
LSL Peil Ambon -0.303
5. Way Batu Gantung HSL Peil Ambon +1.523
MSL Peil Ambon +0.918
LSL Peil Ambon +0.348

Sumber: Proyek Penanggulangan bencana alam banjir bagian Proyek perbaikan dan pemeliharaan
sungai di Maluku, 1992.

2.7. EROSI DAN SEDIMEN

2.7.1. Pengertian Erosi

Dalam pengamanan pengendalian banjir Kota Ambon ini akan

ditinjau pula mengenai tingkat erosi, karena selama ini kenaikan dasar

sungai selalu bertambah setiap tahunnya khususnya didaerah hilir.

Untuk mencegah peningkatan pengendapan didasar sungai yang

lebih besar, perlu perencanaan konservasi tanah dan rencana rehabilitasi

lahan didaerah aliran sungai khususnya sungai Batu Gajah ini. Rencana

konservasi tanah dan rehabilitasi ini tak bisa lepas dari pengetahuan yang

baik tentang erosi dan penyebab-penyebabnya ( Anonymous, 1978 ).

Erosi tanah terjadi bermula dari terpentalnya / terpencilnya zarah

tanah akibat tetesan air hujan yang biasa disebut erosi percikan ( Splash

Erosion).
13

Setelah tanah jenuh air karena kapasitas infiltrasi tanah telah

dilampaui oleh jumlah air maka akan terjadi aliran air dipermukaan tanah

sambil mengangkut zarah tanah yang bisa disebut erosi permukaan ( Sheet

Erosion).

Apabila tenaga air yang mengalir ini cukup besar maka akan

menimbulkan erosi alur-alur permukaan yang disebut erosi parit ( nil

erosion ) dan apabila beberapa alur menyatu membentuk jurang biasa

disebut erosi jurang ( qully erosion ).

Sedangkan erosi yang diakibatkan kelongsoran yang disebabkan

berat sendiri material batuan yang lepas dan diangkut oleh air, angin biasa

disebut mass wastage.

Kemudian tabel dibawah ini menunjukkan tingkat laju erosi

menurut luas ( Ha ) tiap tahun yang mempengaruhi ke sungai-sungai di

Kota Ambon seperti tercantum pada tabel 2.3.


14

Tabel 2.3 Tingkat Laju Erosi Di tiap DAS


Luas berdasarkan Tk. Laju Erosi ( Ha )
klasl Klas 11 klas III Klas IV klasV

Wai Ruhu
* Galala - 12 - - -
* Hative Kecii - 66,5 - - -
* Batu Meja - - - - 57
78,5 - - 57
Wai Batu Merah
* Kar. Panjang - - 8,5 - 14
* Batu Merah - 126 459 313 149
* Hative Kecil - 66,5 - - -
*Soya - 28 243 853 1777
245,5 890,5 1166 1940
Wai Tomu
* Kar. Panjang - - 8,5 - 14
* Krimesing - 39,5 140 320 831
- 39,5 148,5 320 845
Wai Batu Gajah
* Silale - 13 - - -
* Mangga Dua - 9 - - -
* Krimesing - 39,5 140 320 831
* Honipopu - 31 - - -
* Amahusu - 78 166 102 166
* Batu Gajah - 42 - - -
- 212,5 306 422 997
Wai Batu Gantung
* Urimesy - 27 - - -
* Kuda Mati - - 35 11 -
* Wai Haong - 10 - - -
* Mangga Dua - 9 - - -
* Nusanive - 16 - - -
1 - 62 35 11
Sumber : Proyek Penaggulangan Bencana Alam Banjir Bagian Proyek Perbaikan Dan
Pemeliharaan Sungai di Maluku, 1992
15

Sedimen

Kemampuan tanah untuk terkikis / terlepas tidak hanya tergantung

pada ukuran partikelnya tetapi juga pada sifat fisik bahan organik dan

anorganiknya yang terikat bersama-sama partikel tersebut. Apabila tanah

tersebut terkikis dari permukaan bumi atau dari dasar tebing sungai, maka

endapan yang dihasilkan akan bergerak atau berpindah secara kontinu

menurut arah aliran yang memba'wanya menjadi angkutan sedimen

(Transportation Sedimen).

Sedimen yaang terangkut oleh aliran air, umumnya dapat

dibedakan menjadi dua bagian endapan ( muatan ) yaitu :

- Endapan dasar ( bed load ) dan

- Endapan melayang ( suspended load )

Muatan dasar bergerak di dalam aliran air sungai dengan cara

bergulir, meluncur dan meloncat-loncat diatas permukaan dasar sungai.

Sedangakan muatan melayang terdiri dari butiran halus yang lebih kecil

dari 0,1 mm dan senantiasa melayang dalam aliran air sungai. Lebih-lebih

butiran yang halus walaupun air sungai tidak lagi mengalir, tetapi butiran

tersebut tidak lagi mengendap serta airnya tetap saja keruh dan sedimen

semacam ini biasanya disebut: " Muatan Kikisan " ( wash load ). Karena

muatan dasar senantiasa bergerak, maka permukaan dasar sungai kadang-

kadang naik ( agradasi) tetapi kadang-kadang pula turun ( degradasi ) dan

naik turunnya dasar sungai disebut alterasi dasar sungai ( river bed

alteration ).
16

Muatan melayang umumnya tidak berpengaruh pada alterasi dasar

sungai, tetapi dapat mengendap didasar waduk atau muara-muara sungai

yang menimbulkan pendangkalan-pendangkalan waduk atau muara

sungai, sehingga timbul berbagai masalah.

2.8. KEPENDUDUKAN DAN TATA GUNA LAHAN

2.8.1. Kependudukan

Penduduk Kotamadya Dati II Ambon dalam perkembangannya

pada beberapa dasawarsa menunjukkan peningkatan yang cukup

memprihatinkan. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 1961 yang

merupakan sensus penduduk pertama kali sejak kemerdekaan, jumlah

penduduk Kotamadya Dati II Ambon tercatat sebanyak 99.142 jiwa

kemudian pada sensus tahun 1971 meningkat menjadi 139.704 jiwa.

Keadaan menunjukkan bahwa dalam satu dasawarsa (1961-1971),

penduduk Kotamadya Dati II Ambon telah bertumbuh pesat dengan laju

pertumbuhan sebesar 3,49 % per tahun. Berikutnya sensus penduduk tahun

1980 berkembang lagi menjadi 207.702 jiwa, tidak termasuk dengan

penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap(tuna wisma, awak kapal,

penghuni perahu) sebanyak 1.196 jiwa dengan laju pertumbuhan selama

periode 1971-1980 sebesar 4,45 % per tahun. Kemudian pada sensus

penduduk 1990 meningkat menjadi 275.888 jiwa, tidak termasuk

penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap sebanyak 1.076 jiwa. Secara

umum pertambahan penduduk pada dasa warsa 1980-1990 kini jumlahnya

lebih besar bila dibandingkan dengan keadaan pada periode-periode


17

sebelumnya, namun angka laju pertumbuhannya menjadi sedikit lebih

kecil yaitu 2,28 % per tahun. Selanjutnya menjelang tahun 1990 sampai

dengan akhir tahun 1998 terjadi lagi pertambahan penduduk kotamadya

dati II Ambon sebanyak 32.856 jiwa (10,52 %) sehingga menjadi 312.155

jiwa berdasarkan hasil registrasi penduduk tahun 1998

2.8.2. Tata Guna I -ahim

Pada daerah aliran sungai (DAS) seperti Wai Batu Gajah, Wai Batu

Gantung, Wai Batu Merah dan Wai Ruhu memiliki tata guna lahan yang

hampir sama, yaitu didaerah hulu belum dimanfaatkan begitu pula

disebagian di daerah tengah, sedangkan didaerah hilir sudah banyak

digunakan untuk pemukiman, prasarana ibadah, olah raga, perkantoran

dan industri. ( Dapat dilihat pada tabel 2.4 )

Tabel 2.4 Tata Guna Lahan


DAS Pemukiman Kebun Tegalan ! Perkebunan Alang-alang Hutan
(Km 2 ) Campuran ( K m 2 ) j (Km 2 ) ( Km 2 ) (Km 2 ) |
2
(Km ) | |
4,6 3,6 1,8 3,28
-Wai Ruhu
-Wai Batu
1,5
|
v i
I
Merah 1,63 0,33 | - 4,55
-Wai Tomu 1,19 2,36 | 0,71 1,05 - |
1
-Wai batu 1
Gajah 1,77 0,59 1,02 1,07 1
"
-Wai Batu 1,16 1

Gantung 2,31 0,92 | 1 1,50 1,07


Sumber : Proyek Penaggulangan Bencana AJam Banjir Bagian Proyek Perbaikan Dan
Pemeliharaan Sungai di Maluku, 1992

Di daerah dataran tinggi masih sedikit yang dimanfaatkan dilihat

dari hasil pertanian yang masih sedikit, sedangkan yang terbesar dari

perdagangan berasal dari perikanan laut dan hasil pertanian dapat dilihat

pada lampiran gambar 2.7.

Anda mungkin juga menyukai