34
Menurut Mawardi (2016), tekstur tanah merupakan suatu
sifat tanah yang bersifat permanen (tetap) dan sebagai
penentu sifat-sifat fisik tanah dan sifat kimia tanah lainnya
seperti struktur, konsitensi, kemampuan tanah menyimpan
lengas, permeabilitas, laju infiltrasi, erodibilitas, kemudahan
pengolahan, penetrasi akar tanaman, kesuburan tanah, dan
sebagainya.
Porositas tanah dari hasil analisis pada lahan penelitian
rata-rata sebesar 59,43%. Menurut Mawardi (2016), porositas
tanah merupakan kemampuan tanah menyimpan air, karena
semakin besar porositas tanah maka kemampuan menyerap
air semakin mudah dan porositas berfungsi sebagai aktifitas
transfer massa dan energi di dalam tanah.
Permeabilitas tanah dari hasil analisis fisik tanah pada lahan
penelitian diperoleh nilai sebesar 0,569 cm/det. Permeabilitas
tanah berfungsi untuk menunjukkan kemampuan tanah untuk
menyerap air dan membawa air ke bawah lapisan profil,
struktur dan tekstur serta organik lainnya untuk menaikkan laju
permeabilitas tanah. Laju infiltrasi dipengaruhi oleh
permeabilitas tanah ini ditunjukkan pada permeabilitas tanah
yang tinggi menaikkan laju infiltrasi (Lubis, 2007).
36
4.1.3 Sifat Kimia
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh adanya bahan
organik pada tanah. Parameter kimia merupakan unsur yang
berpengaruh dan mendukung untuk pertumbuhan tanaman.
Komposisi parameter kimia yang mempengaruhi diantaranya
unsur C, N, P, K. Penelitian ini dilakukan uji kimia untuk
mengetahui kadar C, N, P, K pada lahan pertanian Apel
Manalagi Manalagi di Desa Tulungrejo, Kota Batu, pengujian
tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaruh parameter
kimia terhadap pertumbuhan tanaman Apel Manalagi
Manalagi.
Tabel 4.2. Hasil Analisis Bahan Organik Tanah
C N P K
(mg kg-1) (mg kg-1) (mg kg-1) (mg kg-1)
37
4.2 Debit Keluaran
4.2.1 Pengaruh Jarak Terhadap Debit Keluaran Emiter
Debit keluaran emiter dilakukan pada perlakuan jarak 20
cm, 40 cm dan 60 cm. Berikut tabel hasil perhitungan CU, EU
dan EA.
Tabel 4.3. Debit Keluaran Air Emiter
)
Minggu Debit Emiter* CU EU EA
Perlakuan
Ke- (ml/mnt) (%) (%) (%)
J20 34,167 94,453 81,951 73,756
M1 J40 34,267 94,752 82,588 74,329
J60 29,367 93,182 79,001 71,101
Rataan 32,600 94,129 81,180 73,062
J20 31,100 93,964 84,566 76,109
M2 J40 28,667 94,423 89,651 80,686
J60 28,300 92,906 79,859 71,873
Rataan 29,356 93,764 84,692 76,223
J20 22,267 92,983 84,431 75,988
M3 J40 29,600 93,991 87,162 78,446
J60 27,000 92,227 80,741 72,667
Rataan 26,289 93,067 84,111 75,700
J20 20,900 92,433 83,254 76,838
M4 J40 25,300 93,699 85,375 76,838
J60 24,067 92,300 77,701 69,931
Rataan 23,422 92,811 82,110 73,899
Keterangan: CU: koefisien keseragaman, EU: keseragaman keluaran air, EA:
efisiensi penyimpanan air, * Rata-rata debit emiter dengan 5
kali ulangan
Tabel 4.3 menunjukkan hasil keseragaman keluaran air
yang berbeda pada setiap minggunya. Keseragaman keluaran
air pada M1, M2, M3 dan M4 diperoleh nilai keseragaman
keluaran air yang cenderung tidak berbeda tetapi nilai
38
keseragaman air mengalami penurunan pada setiap
minggunya hal tersebut dipengaruhi oleh panjang emiter ke
tanaman dan tinggi emiter dari tanah sehingga mempengaruhi
nilai keseragaman keluaran air. Nilai koefisien keseragaman
(CU) dari pengamatan di atas 90%, dari perolehan tersebut
menurut Wirosoedarmo, (2017), jaringan irigasi dengan nilai
CU lebih besar dari 90% memiliki jaringan irigasi yang layak
digunakan karena nilai debit yang ke luar dari tiap-tiap emiter
pada masing-masing pipa adalah hampir seragam.
Nilai keseragaman pengeluaran (EU) pada perlakuan J20,
J40 dan J60 setiap minggu rata-rata diperoleh nilai EU diatas
70%, maka dapat disimpulkan berdasarkan literatur jaringan
irigasi tetes maka dapat dikategorikan baik. Nilai keseragaman
pengeluaran (EU) yang disarankan oleh ASAE (American
Society of Agricultural Engineers), nilai keseragaman
pengeluaran (EU) sebesar 90 – 80% dikatakan standar
sempurna, untuk nilai 80 - 70% baik, 70 - 60% dapat
ditoleransi, 60 – 50% sangat buruk, dan kurang dari 50 % tidak
dapat diterima, sedangkan efisiensi penyimpanan air (EA)
bergantung pada nilai keseragaman pengeluaran (EU). Apabila
nilai keseragaman pengeluaran (EU) tinggi maka efisiensi
penyimpanan air (EA) juga semakin tinggi.
39
4.3 Produksi Bakal Buah Apel Manalagi
4.3.1 Jumlah Bunga
Jumlah bunga tanaman Apel Manalagi (Malus Sylestris)
dengan perlakuan perbedaan jarak emiter irigasi tetes
dilakukan seminggu sekali.
Rata-Rata Jumlah Bunga
e de I
1000 d cd c bc J20
500 b
ababa
J40
0
J60
M1 M2 M3 M4
Waktu Pemberian Air
40
J20M2 dan J60M2. Jumlah bunga Apel Manalagi J20M4,
J40M4 dan J60M4 diperoleh jumlah bunga Apel Manalagi yang
tidak berbeda nyata. Perlakuan jarak emiter menghasilkan
jumlah bunga Apel Manalagi yang berbeda. Jumlah bunga
Apel Manalagi terjadi penurunan dari minggu pertama sampai
dengan minggu keempat karena terjadi pembentukan bunga
menjadi bakal buah Apel Manalagi. Jumlah bunga Apel
Manalagi dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam tanah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman Apel Manalagi,
selain itu tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara
pada tanah untuk dapat memberikan hasil maksimum pada
pertumbuhan buah Apel Manalagi (Utomo, 1995).
41
4.3.2 Jumlah Bakal Buah
Jumlah bakal buah Apel Manalagi pada minggu pertama
dan minggu kedua masih berbentuk bunga dan pada minggu
ketiga dan keempat baru terlihat bakal buah Apel Manalagi.
Rata-Rata Jumlah Bakal
Buah Apel Manalagi
42
Menurut Untung (1994), tanaman Apel Manalagi memiliki
perakaran dengan kedalaman 40-75 cm dari permukaan tanah,
dengan panjang akar tersebut akan mempengaruhi
penyebaran air ke tanaman, sehingga jumlah bakal buah Apel
Manalagi yang optimal pada perlakuan jarak emiter J40 karena
pengaruh dari penyerapan air oleh akar tanaman dan panjang
emiter ke tanaman untuk terpenuhinya suplai nutrisi pada
tanaman Apel Manalagi. Absorbsi air di tanah oleh akar
dengan pergerakan air menuju tanah yang berdekatan dengan
akar terutama pada bagian rambut akar, sehingga akan
meningkatkan luas permukaan absorbsi air ke dalam tanaman
(Mastuti, 2016). Peranan akar dalam pertumbuhan tanaman
dalam metabolisme tanaman dipengaruhi oleh jumlah unsur
hara dan air yang diserap tanaman untuk mendapatkan air dan
unsur hara yang ada di tanah (Sitompul dan Guritno, 1995).
Menurut Firdaus dkk. (2013), kemampuan penyerapan air di
tanah oleh akar diipengaruhi juga oleh kepadatan tanah yang
memiliki porositas dan permeabilitas yang rendah sehingga
sirkulasi air dan udara akan menghambat laju penetrasi akar,
sehingga mempengaruhi pemanjangan akar yang memendek
dan volume akar mengecil, sehingga menyebabkan
kemampuan penyerapan makanan oleh akar menjadi semakin
sedikit.
43