OLEH:
MARSUDI JURAE
NIM.C1051161076
OLEH:
MARSUDI JURAE
NIM.C1051161076
MARSUDI JURAE
C1051161076
Tim Penguji:
Disahkan oleh:
Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Tanjungpura
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pemetaan Status
Kesuburan Tanah Pada Lahan Budidaya Kratom (Mitragyna Speciosa) Di Desa Nanga
Mentebah, Kecamatan Mentebah, Kabupaten Kapuas Hulu” adalah karya saya sendiri
dan belum dilajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar
pustaka.
Marsudi Jurae
C1051161076
RIWAYAT HIDUP
Marsudi Jurae, lahir di Mungguk pada Tanggal 20 Maret 1997, anak pertama
dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Belayung dan Ibu Maria Marselina. Penulis
mengawali masa Pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 09 Mungguk pada tahun 2004
dan lulus pada tahun 2010. Selanjutnya pada tahun yang sama, penulis melanjutkan
studi di SMPN 02 Putussibau dan lulus pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis
melanjutkan studi di SMAN 02 Putussibau dan tamat pada tahun 2016. Pada tahun
2016 penulis melanjutkan studi ke Universitas Tanjungpura melalui jalur Mandiri
dan diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas
Tanjungpura.
i
RINGKASAN SKRIPSI
Survei dan pemetaan tanah merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi
dan saling memberi manfaat bagi penggunaannya. Kegiatan survei dan pemetaan
tanah menghasilkan laporan dan peta. Laporan survei berisi uraian tentang tujuan
survei, keadaan fisik dan lingkungan lokasi survei, keadaan tanah, klasifikasi dan
interpretasi kemampuan lahan serta saran rekomendasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan, menganalisis dan
memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah-tanah yang sama dan hampir sama
sifatnya ke dalam satuan peta tanah tertentu dengan mengamati sifat dan karakteristik
tanah Di Desa Nanga Mentebah Kecamatan Mentebah Kabupaten Kapuas Hulu.
Tahapan penelitian dimulai dari persiapan, survei pendahuluan, penentuan
lokasi penelitian, penentuan titik pengamatan, Pengamatan dan pengukuran
dilapangan dan pengambilan sampel tanah di lapangan, pengolahan data dan
penyajian hasil.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Status kesuburan tanah pada lokasi A dan
B dengan total luas 14,04 ha (72,67%) mempunyai status kesuburan tanah rendah,
dengan produksi bekisar antara 1,2 - 1,9 ton/bulan, lokasi C dan D dengan total luas
5,28 ha (27,33%) mempunyai status kesuburan sedang, dengan produksi bekisar
antara 1,5 – 2,1 ton/bulan.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
judul “PEMETAAN STATUS KESUBURAN TANAH PADA LAHAN
KRATOM DI DESA NANGA MENTEBAH KECAMATAN MENTEBAH
KABUPATEN KAPUAS HULU.”
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih khususnya kepada
Ari Krisnohadi.SP.M.Si selaku dosen pembimbing pertama dan Dr. Ir. Urai Edi
Suryadi, MP yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran serta
bimbingan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Hj. Denah Suswanti, M.P. selaku Dekan Fakultas Pertanian,
Universitas Tanjungpura.
2. Ibu Dr. Rossie W. Nusantara, S.P., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura.
3. Ibu Rini Hazriani, SP, M.Si selaku dosen penguji pertama dan selaku Ketua
Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura.
4. Bapak Ir. Junaidi, MP. selaku dosen penguji kedua.
5. Rekan-rekan Mahasiswa Ilmu Tanah 2016 dan semua pihak yang telah membantu
hingga terselesaikannya penelitian ini.
6. Kedua orang tua yang telah memberikan doa serta motivasi dalam menempuh
studi hingga saat ini.
7. Saudara serta keluarga yang selalu memberikan dorongan semangat serta
motivasi.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu semoga Tuhan Yang
Maha Kuasa membalas semua jasa yang diberikan.
iii
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan serta masih perlu disempurnakan, oleh karena itu penulis membuka diri
terhadap kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan penulisan ini.
Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan mahasiswa
Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa
selalu menyertai.
Marsudi Jurae
Nim.C1051161076
iv
DAFTAR ISI
Halaman
v
C. Pelaksanaan Penelitian ....................................................................... 23
D. Pengolahan Data ................................................................................ 26
E. Parameter Pengamatan ....................................................................... 26
F. Penyajian Hasil .................................................................................. 29
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 28
A. Satuan Peta Tanah ............................................................................ 28
B. Pengamatan Lapangan ...................................................................... 28
C. Karakteristik Kimia Tanah Pada Lahan Kratom .............................. 31
1. Reaksi Tanah .......................................................................... 31
2. C-Organik Tanah.................................................................... 34
3. Nitrogen Total ........................................................................ 36
4. P-Tersedia dan P-Total........................................................... 38
5. K-dd dan K-total .................................................................... 40
6. Kalsium ................................................................................. 42
7. Magnesium ............................................................................. 43
8. Natrium .................................................................................. 43
9. Kapasitas Tukar Kation .......................................................... 44
10. Kejenuhan Basah.................................................................... 46
11. Potensial Redoks .................................................................... 49
D. Pemetaan Status Kesuburan Tanah .................................................. 50
VI. PENUTUP ............................................................................................ 53
A. Kesimpulan ........................................................................................ 53
B. Saran .................................................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 55
LAMPIRAN ................................................................................................ 59
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tanaman Mitragyna Speciosa ........................................................ 15
Gambar 2. Rata-rata Curah Hujan Bulanan ................................................ 18
Gambar 3. Jumlah Curah Hujan Tahunan ................................................... 18
Gambar 4. Nilai Rata-rata Fraksi Tanah ..................................................... 29
Gambar 5. Nilai Rata-rata C/N Rasio ......................................................... 31
Gambar 6. Peta Sebaran pH Tanah Skala 1: 8.000 ..................................... 32
Gambar 7. Peta Sebaran C-Organik Tanah Skala 1:8.000 .......................... 35
Gambar 8. Peta Sebaran N Tanah Skala 1:8.000 ........................................ 37
Gambar 9. Peta Sebaran Fosfor Tanah Skala 1:8.000 ................................. 40
Gambar 10. Peta Sebaran K-dd Tanah Skala 1:8.000 ................................. 42
Gambar 11. Peta Sebaran KTK Tanah Skala 1:8.000 ................................. 45
Gambar 12. Peta Sebaran KB Tanah Skala 1:8.000.................................... 48
Gambar 13. Peta Sebaran Eh Tanah Skala 1:8.000 ..................................... 50
Gambar 14. Peta Status Kesuburan Tanah Skala 1:8.000 ........................... 52
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
ix
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kratom (Mitragyna speciosa) adalah tanaman hutan dan bagian tanaman ini
yang dipungut hasilnya adalah daun. Nama lokal Mitragyna speciosa di Kabupaten
Kapuas Hulu adalah purik. Pohon purik digolongan sebagai hasil hutan bukan kayu.
Laporan Suteja (2009) menjelaskan bahwa pohon purik telah menjadi satu-
satunya jenis pohon reboisasi yang dipilih untuk penghijauan diKabupaten Kapuas
Hulu pada tahun 2010, dilaksanakan oleh FORCLIME (Forest and Climate Change)
suatu kerjasama antara Jerman Barat dengan Pemerintah RI.
Kratom tumbuh subur di daerah dekat aliran sungai pada jenis tanah inceptisol
yang kaya bahan organik. Kratom bukan tanaman air namun mempunyai
kemampuan bertahan hidup bila kondisi lahan sewaktu-waktu tergenang air. Di
Kapuas Hulu, kratom banyak ditanam masyarakat di halaman, namun untuk
budidaya skala luas dilakukan di kebun dan di lahan dekat sungai.
Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan
potensi sumber daya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu
dokumentasi utama sebagai dasar dalam proyek-proyek pengembangan wilayah.
Semakin banyak informasi yang diperoleh dari pelaksanaan survei pada skala yang
besar akan memberikan manfaat yang lebih besar, tergantung dengan pelaksanaan
survei yang dilakukan (Hakim, et al 1986).
Survei dan pemetaan tanah merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi
dan saling memberi maanfaat bagi penggunaannya. Kegiatan survei dan pemetaan
tanah menghasilkan laporan dan peta. Laporan survei berisi uraian tentang tujuan
survei, keadaan fisik dan lingkungan lokasi survei, keadaan tanah, klasifikasi dan
interpretasi kemampuan lahan serta saran rekomendasi (Sutanto, 2005).
Tujuan survei tanah adalah untuk mengklasifikasikan, menganalisis dan
memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah-tanah yang sama dan hampi
1
2
sama sifatnya ke dalam satuan peta tanah tertentu dengan mengamati sifat dan
karakteristik tanah (Hardjowigeno, 1995). Pelaksanaan penelitian ini berlokasi di
Desa Nanga Mentebah, Kecamatan Mentebah, Kabupaten Kapuas Hulu yang
memiliki penggunaan lahan yang lebih dominan untuk perkebunan. Salah satunya
perkebunan kratom. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan pemetaan
status kesuburan tanah pada lahan kratom di Desa Nanga Mentebah, Kecamatan
Mentebah, Kabupaten Kapuas Hulu agar budidaya tanaman kratom dapat
optimal.
B. Rumusan Masalah
Kratom di Kecamatan Mentebah ditanam pada lahan tergenang, akan tetapi
pada tanah yang sudah berkembang (Inceptisol), Tanah inceptisol yang tergenang
memiliki aerasi yang buruk sehingga akan mempengaruhi nilai potensial redok
tanah, sehingga ketersediaan unsur hara tanah mengalami purtuasi sehingga
tergantung pada lahan tergenang atau kering.
Syarat tumbuh tanaman kratom belum ditetapkan kondisi kimia tanah dan
lingkungan yang dapat mendukung produksi perlu diidentifikasi dan dipetakan,
sehingga kegiatan usaha tani oleh masyarakat memiliki potensi untuk di
tingkatkan berdasarkan sebaran status kimia tanah yang disajikan dalam bentuk
peta.
Sampai saat ini belum ada penelitian status kesuburan tanah yang
mendukung produksi tanaman kratom. Penelitian ini akan memberikan gambar
tentang kondisi tanah inceptisol dengan status kesuburan tanah, sehingga dapat
diketahui sebaran status kesuburan tanah dan tingkat produksi tanaman kratom
umur 3 tahun.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah memetakan status kesuburan tanah pada
lahan kratom di Desa Nanga Mentebah, Kecamatan Mentebah, Kabupaten Kapuas
Hulu.
3
A. Tinjauan Pustaka
1. Kratom (Mitragyna speciosa)
Kratom tumbuh tersebar di wilayah Asia Tenggara seperti Thailand,
Malaysia, Filipina, Kamboja, Vietnam, Papua Nugini dan Indonesia (Mukhlisi
dkk., 2018). Sebutan lokal untuk tanaman tersebut beragam, diantaranya
‘ketum’ atau ‘kutuk’ di Malaysia, ‘kratom’ atau ‘kadam’ di Thailand.
Sedangkan di Indonesia, penyebutan tanaman tersebut berbeda untuk beberapa
daerah, seperti ‘purik’ atau ‘ketum’ di Kalimantan Barat, ‘kedamba/kedemba’
di Kalimantan Timur, dan ‘kayu sapat/sepat’ di Kalimantan Tengah dan
Selatan (Mukhlisi dkk., 2018; Wahyono, 2012; Wahyono, 2015).
Habitat kratom berada di daerah aliran sungai (DAS) dan rawa-rawa.
Kratom tumbuh optimal pada tanah aluvial (endapan mineral) yang subur dan
berair. Tanaman ini memiliki kemampuan bertahan hidup dalam kondisi
tergenang air. Kondisi ini dapat dijumpai di beberapa wilayah di Indonesia,
seperti areal lahan basah Suwi yang meliputi daerah aliran sungai Suwi
(Kawasan Suwi), sungai Kenohan, dan Danau Mesangat di Kalimantan Timur,
serta kawasan Sebangau yang dilewati oleh aliran sungai Katingan dan
Sebangau di Kalimantan Tengah (Mukhlisi dkk., 2018).
Hasil pengamatan tim peneliti Badan Litbang Kesehatan di Kalimantan
Barat, kratom banyak ditanam di halaman rumah, kebun dan DAS. Umumnya
lokasi penanaman berada di dataran rendah dan lembab, juga mengandung
banyak bahan organik. Kratom masih dapat tumbuh pada kondisi lahan dengan
pH asam dan tergenang air sepanjang tahun.
Kratom seringkali ditemukan pada habitat yang sama dengan tumbuhan
air seperti kangkung (Ipomoea aquatica Forsk.), paku rawan (Limnocharis
flava), bemban (Donax canniformis), dan bengkel (Nauclea officinalis).
Tanaman bengkel memiliki morfologi yang mirip dengan kratom, sehingga
seringkali digunakan sebagai pemalsu (aldulteran) tanaman kratom. Kratom
mudah tumbuh dari biji yang berjatuhan dari pohon, dan cepat berkembang
biak dengan baik di tanah lembab. Selain itu, tanaman kratom juga difungsikan
sebagai penahan abrasi tanah di pinggiran sungai.
3
4
2. Kesuburan Tanah
Kesuburan tanah adalah potensi tanah untuk menyediakan unsur hara
dalam jumlah yang cukup dalam bentuk yang tersedia dan seimbang untuk
menjamin pertumbuhan tanaman yang maksimum. Namun demikian tidak
dapat dianggap bahwa tanah yang subur adalah juga produktif karena status
kesuburan tanah tidak memberikan indikator kecukupan faktor pertumbuhan
lainnya (Ahmad, 2010).
Selain itu, untuk menyebutkan bahwa apakah status tanah itu subur atau
tidak subur, maka haruslah dikaitkan dengan keadaan sifat fisik dan kimia
tanahnya (kesuburan secara fisik dan kimia), karena bisa saja tanah itu subur
secara fisik tetapi secara kimia tidak dan sebaliknya. Jadi tanah yang benar-
benar subur itu adalah apabila didukung oleh faktor-faktor pertumbuhan, salah
satu diantaranya sifat fisik dan kimia tanahnya juga dalam kondisi yang baik,
karena sifat fisik dan kimia tanah itu saling mempengaruhi satu sama lain.
Penilaian status kesuburan tanah penting dilakukan untuk membuat
perencanaan tentang budidaya komoditas tertentu. Beberapa cara yang umum
dilakukan untuk menentukan status kesuburan tanah menurut Tisdale et al.
(1990) dalam (Susanto, 2014) adalah dengan (1) Melihat gejala defisiensi
unsur hara yang ditunjukkan oleh tanaman, (2) Analisis jaringan tanaman, (3)
Analisis biologi tanah dan (4) Analisis kimia tanah.
Penyebaran status kesuburan tanah pada suatu areal dapat ditentukan
dengan cara survei untuk pemetaan tanah. Survei ini selain bertujuan
menentukan satuan tanah juga mengevaluasi potensi tanah dalam menyediakan
unsur hara bagi tanaman melalui analisis tanah di laboratorium (Buol et al.,
1974) dalam (Susanto, 2014). Peta status kesuburan tanah ini dapat
dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan dalam membuat model pengelolaan
tanah untuk suatu penggunaan tertentu.
6
4. Analisis Tanah
Analisis tanah dilakukan terhadap sampel tanah yang diambil di lapangan
dengan metode tertentu sesuai tujuan yang diharapkan. Dalam analisis tanah,
pengambilan contoh tanah harus mewakili suatu areal tertentu. Contoh tanah
yang dianalisis untuk satu jenis hara hanya memerlukan beberapa gram saja.
Oleh karena itu kesalahan dalam pengambilan contoh tanah menyebabkan
kesalahan dalam evaluasi dan interpretasi. Pengambilan contoh tanah untuk
mengetahui status hara (kesuburan tanah) menggunakan sistem composite
sample, yaitu pencampuran contoh yang diambil dari areal yang ditentukan
(Rosmarkam dan Yuwono).
Analisis tanah di laboratorium dilakukan terhadap variablel-variabel
kimia dan fisik tanah seperti: pH, Kapasitas Tukar Kation, Nitrogen, Kalium,
Fosfor, Kalsium, Magnesium (haramakro), hara mikro (Fe, Cu, Zn, B, Mo, dan
lian-lain), bahan organik, Tekstur tanah dan sebagainya. Kadar unsur hara
tanah yang diperoleh dari data analisis tanah bila dibandingkan dengan
kebutuhan unsur hara bagi masing-masing jenis tanaman, maka dapat diketahui
apakah status/kadar unsur hara dalam tanah tersebut sangat rendah rendah,
sedang dan tinggi sesuai kriteria tertentu. Hasil uji tanah ini dipakai untuk: (1)
menentukan jumlah hara yang tersedia bagi tanaman, (2) memberi peringatan
kepada petani tentang bahaya-bahaya yang mungkin akan terjadi pada
pertanamannya, baik bahaya defisiensi atau pun keracunan, (3) menjadi dasar
7
5. Sifat Kimia
Hardjowigeno (2003) mengemukakan bahwa faktor yang menentukan
kesuburan tanah adalah kimia tanah. Sifat kimia tanah berhubungan erat
dengan kegiatan pemupukan, seperti menghitung jumlah pupuk yang
dibutuhkan. Pengetahuan tentang sifat kimia tanah juga dapat memberikan
gambaran reaksi pupuk setelah ditebarkan ke tanah. Sifat kimia tanah meliputi
Reaksi tanah (pH), Koloid Tanah, Kapasitas Tukar Kation (KTK), Kejenuhan
Basa dan Unsur-unsur hara esensial yang meliputi unsur hara makro (C, H, O,
N, P, K, Ca, Mg, dan S) serta unsur hara mikro (Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Cl dan
Co).
Pengamatan biasanya dilakukan pada beberapa variabel sifat kimia tanah
serta beberapa sifat fisika tanah yang sangat berpengaruh pada kesuburan tanah
di lahan, diantara nya:
a) Reaksi Tanah (pH)
Reaksi tanah (pH) menunjukkan sifat keasaman atau alkalinitas
tanah yang dinyatakan dengan nilai pH tanah. Larutan tanah disebut
beraksi masam jika nilai pH tanah berada pada kisaran 0-6, artinya
larutan tanah mengandung ion H+ lebih besar daripada ion OH-.
Sebaliknya jumlah ion H+ dalam larutan tanah lebih kecil dari pada ion
OH- larutan tanah disebut bereaksi basa (alkali) atau memiliki pH tanah
8-14. Tanah bersifat masam karena berkurangnya kation kalsium,
magnesium, kalium dan natrium. Unsur-unsur tersebut terbawa oleh
aliran air ke lapisan tanah yang lebih bawah atau hilang diserap oleh
tanaman (Sutanto, 2005).
8
c) Nitrogen (N)
Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro esensial, menyusun
sekitar 1,5% bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan
protein (Hanafiah, 2005). Nitrogen dalam tanah berasal dari bahan
organik tanah, pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara, pupuk
serta air hujan (Hardjowigeno, 2015)
Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer dan lainnya
berasal dari aktifitas di dalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi
unsur N secara simbiotik khususnya terdapat pada tanaman jenis
leguminose dengan bakteri tertentu. Bahan organik juga membebaskan
unsur N dan senyawa lainnya setelah mengalami proses dekomposisi
oleh aktifitas jasad renik tanah. Hilangnya unsur N dari tanah karena
digunakan oleh tanaman atau mikroorganisme. Kandungan N-total
umumnya berkisar antara 2000-4000 kg/ha pada lapisan 0-20 cm, tetapi
tersedia bagi tanaman hanya kurang dari 3% dari jumlah tersebut
(Hardjowigeno, 2003).
Manfaat unsur N adalah memperbaiki dan memacu pertumbuhan
tanaman pada fase dalam vegetative, serta berperan dalam pembentukan
klorofil, asam amino, lemak, enzim, protein dan persenyawaan lain.
Nitrogen terdapat di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik,
bentuk-bentuk organic meliputi NH4, NO3, NO2, N2O dan unsur N.
Tanaman menyerap unsur N terutama dalam bentuk NO3-, namun
bentuk lain yang juga dapat menyerap adalah NH4+, dan urea (CO(N2)2)
dalam bentuk NO3-. Selanjutnya, dalam siklus nitrogen organik di dalam
tanah mengalami mineralisasi sedangkan bahan mineral mengalami
immobilisasi, sebagian unsur N terangkut, sebagian kembali sebagai
residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi, hilang melalui
pencucian dan bertambah lagi melalui pemupukan, serta ada yang hilang
atau bertambah karena pengendapan (Poerwowidodo, 1993).
Kriteria status hara nitrogen dalam tanah menurut Hardjowigeno
(2003) dapat dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu:
1) Sangat rendah untuk N (%) berkisar antara < 0,10
2) Rendah untuk N (%) berkisar antara 0,10 - 0,20
10
tergantung pada penambahan pupuk kalium dari luar tanah, fiksasi oleh
tanahnya sendiri dan adanya penambahan dari kalium nya sendiri.
Menurut Hardjowigeno (2015) Unsur K ditemukan dalam jumlah
banyak di dalam tanah, tetapi hanya sebagian kecil yang digunakan oleh
tanaman yaitu yang larut dalam air atau yang dapat dipertukarkan (dalam
koloid tanah). K di dalam tanah dapat dibedakan menjadi 3, yakni tidak
tersedia bagi tanaman terdapat dalam mineralmineral primer tanah seperti
feldspar (ortokias, leusit), mika dan lain-lain, yang jumlahnya 90-98%
total K di tanah. Tersedia bagi tanaman, terdiri dari K yang dapat
dipertukarkan (dijerap oleh koloid liat atau humus) dan K dalam larutan
(bentuk ion K+), yang jumlahnya 1-2% total K di dalam tanah. Tersedia
bagi tanaman tapi lambat, K yang tidak dapat dipertukarkan, diikat
(difiksasi) oleh mineral liat illit (+ montmorillonit), tidak tercuci oleh air
hujan, dapat berubah menjadi bentuk yang tersedia, jumlahnya
tergantung banyak mineral illit yang ada di dalam tanah. Tanaman
cenderung mengambil K dalam jumlah yang jauh lebih banyak dari yang
dibutuhkan tetapi tidak menambah produksi.
Fungsi unsur K yakni sebagai pembentukan pati, mengaktifkan
enzim, pembentukan stomata, proses fisiologis dalam tanaman, proses
metabolik dalam sel, mempengaruhi penyerapan unsur-unsur lain,
mempertinggi daya tahan terhadap kekeringan, penyakit, dan
perkembangan akar. Hilangnya K dari tanah disebabkan oleh diserap
tanaman terutama tanaman leguminosa, tomat, kentang dan pencucian
oleh air hujan (leaching). Gejala tanaman kekurangan K yakni tanaman
tidak tinggi dan pinggir-pinggir daun berwarna coklat, mulai dari daun
tua (Redaksi Agromedia, 2011)
f) Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas Tukar Kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat
erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan
kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih
tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah
atau tanah-tanah berpasir. Nilai KTK tanah sangat beragam dan
tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri.
12
<8,5) dan daya hantar listrik (> 4 mmhos/cm) (Harjadi dan Yahya, 1988).
Air yang banyak mengandung garam akan mempunyai DHL tinggi.
Pengukurannya dengan alat Electric Conductance Meter (EC Meter),
yang satuannya adalah mikro mhos/cm atau µmhos/cm atau sering ditulis
umhos. (Hadipurwo, 2006 dalam Danaryanto dkk., 2008). Tanaman padi
termasuk tanaman yang peka terhadap salinitas tanah. Nilai DHL sebesar
2 dS/m dianggap 18 optimal, tetapi jika mencapai 4-6 mS/cm tergolong
marginal. Jika nilai DHL > 6 mS/cm, maka pertumbuhan tanaman padi
terhambat. Penurunan hasil bisa mencapai 50 % jika nilai DHL sekitar
7,2 dS/m, atau jika nilai exchangeable sodium percentage (ESP) sekitar
20% (Djaenudin et al., 2000).
i) Potensial Redoks
Potensial redoks (Eh) adalah potensial elektroda standar sel-paruh
diukur terhadap suatu elektroda penunjuk standar, yaitu elektroda
hidrogen. Sedangkan E0 adalah suatu tetapan, yang disebut potensial
redoks baku dari sistem, dan RT/F=0.0592 pada 25o C. Jika aktivitas dari
spesies-spesies teroksidasi dan tereduksi sama dengan satu, rasio tersebut
menjadi = 1, dan nilai log-nya = 0, maka Eh = E0. Oleh karena itu,
potensial redoks baku didefinisikan sebagai potensial redoks dari sistem
dengan aktivitas spesies teroksidasi dan tereduksi sama dengan satu (Tan
1982).
Pengukuran Eh pada tanah-tanah reduktif memiliki beberapa
keterbatasan. Sistem tanah sangat heterogen dan sulit untuk memperoleh
potensial keseimbangan yang tepat. Selain itu, beberapa pasangan redoks
yang penting, seperti NO3-/NH4+, SO42-/S2-, CO2/CH4, dan pasangan
redoks organik, tidak bersifat elektroaktif, tetapi dapat mengganggu
pengukuran Eh dengan menghasilkan potensial campuran (Kyuma
2004a). Menurut Stumm dan Morgan (1970) dalam Kyuma (2004),
pengukuran Eh hanya dapat dilakukan dengan tepat untuk pasangan
Fe3+/Fe2+ dan Mn4+/Mn2+ dengan kadar lebih tinggi dari 10-5 M dalam air
alami. Menurut Lindsay (1979), elektroda platina biasa digunakan untuk
pengukuran potensial redoks dalam tanah. Akan tetapi, elektroda tersebut
tidak berfungsi dengan baik pada tanah yang berada pada kondisi
14
6. Morfologi kratom
Kratom (Mitragyna speciosa) merupakan tumbuhan asli yang tumbuh
dari Asia Tenggara (Murple, 2006). Tumbuhan ini di dokumentasi kan pertama
kali oleh ahli botani Belanda Pieter Khortals. Pohon ini tumbuh liar di
Malaysia, Indonesia, Papua, dan Thailand khususnya di bagian tengah dan
selatan, dan jarang terdapat di bagian utara. Tumbuhan ini tumbuh di hutan
hujan (rain forest), lahan basah, tanah yang kaya humus, pada area dengan
intensitas sinar matahari medium dan terlindungi dari angin kencang.
Klasifikasi botani purik (Mitragyna speciosa) adalah sebagai berikut:
Divisi : Magniliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Gentianales
Famili : Rubiaceae
Genus : Mitragyna
Species : M. Speciosa
B. Kerangka Konsep
Kesuburan tanah merupakan mutu suatu tanah sehingga kesuburan tanah
tidak dapat diukur secara kuantitatif melainkan hanya dapat ditaksir atau dinilai
harkatnya (sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat rendah). Pengelolaan
kesuburan tanah bertujuan untuk mengoptimalkan kesuburan tanah tersebut.
Setiap jenis tanah memiliki sifat yang berbeda begitu pula dengan tanaman
yang ditanam pada tanah juga memiliki sifat dan persyaratan tumbuh yang
berbeda pula.
Kriteria optimum kesuburan ditentukan pengaruh yang timbul dari
hubungan interaktif antar variabel, sebagai contoh pada beberapa sifat tanah
seperti pH tanah, Corganik, N-total, P- total/tersedia, K-total/tersedia, KTK dan
KB (kejenuhan basa).
Penyebaran status kesuburan tanah pada suatu area dapat ditentukan
dangan cara survei untuk pemetaan tanah. Survei ini selain bertujuan untuk
menentukan satuan tanah juga mengevaluasi potensi tanah dalam menyediakan
unsur hara bagi tanaman melalui analisis tanah di labotorium. Peta status
kesuburan tanah ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan dalam
membuat model pengelolaan tanah untuk suatu penggunaan tertentu.
16
B. Curah Hujan
Berdasarkan data curah hujan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika Stasiun Klimatologi Mempawah selama periode 7 tahun terakhir (2013-
2019). Rata-rata curah hujan selama periode 7 tahun terakhir di Kecamatan
mentebah adalah 4209,5 mm/tahun atau 350,8 mm/bulan. Data curah hujan dapat
dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan data BPS (2019), temperatur udara rata-rata
selama tahun 2019 adalah 27,130 C dan kelembapan udara rata-rata sealama tahun
2019 adalah 83%. Data curah hujan dapat dilihat pada Gambar 3.
17
18
500,0 462,9
440,6
450,0 422,0
380,3 390,7
400,0
Rata-rata Curah Hujan (mm)
352,4 341,9 339,3
350,0 321,7
309,0
300,0 271,7
250,0
200,0 177,1
150,0
100,0
50,0
0,0
jan feb mar ap mei juni juli agus sep ok nov des
Bulan
500,00
437,92
450,00
Rata-rata Tahunan Curah Hujan (mm)
391,33
400,00
339,58 330,58 332,42
350,00 317,58
306,17
300,00
250,00
200,00
150,00
100,00
50,00
0,00
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Tahun
C. Topografi
Keadaan topografi di wilayah Desa Nanga Mentebah, Kecamatan
Mentebah, Kabupaten Kapuas Hulu termasuk kategori datar dengan kemiringan
19
3-8 % (Data Profil Desa Nanga Mentebah 2018). Adapun untuk memperjelas
pemaparan diatas dapat dilihat pada Lampiran 3 (peta topografi 1: 25000).
D. Jenis Tanah
Jenis tanah di wilayah Desa Nanga Mentebah, Kecamatan Mentebah,
Kabupaten Kapuas Hulu yaitu tanah ordo Inceptisol dengan sub-ordo
Endoaquepts, Dystropepts, Haplohemists dan Halplofibrists. Pada lokasi
penelitian tergolong tanah Inceptisol dapat dilihat pada Tabel 1 dan Lampiran 5.
(Peta jenis tanah skala 1: 25.000).
Simamora membuka lahan tampa olah tanah atau dengan cara membakarnya,
setelah selesai kemudian menanannya, Pengelolaan yang telah dilakukan
adalah pemberian pupuk urea setelah tanam, dan di tebas sebagai pengendalian
gulma. Hasil produksi milik lokasi A mencapai 1.200 Kg daun basah dalam
satu bulan panen.
2. Lokasi B
Lokasi B pada pengamatan ini adalah milik Bapak Muslimin biasa
dipangil Bapak Ajumin yang merupakan petani kratom di Kecamatan
Mentebah. luas lahan B ± 1,01 ha dengan jarak 5 m dari sungai Mentebah.
Sebelumnya lahan bapak Ajumin adalah hutan sekunder yang kemudian dialih
fungsikan menjadi lahan perkebunan kratom. Bapa Ajumin membuka lahan
tampa olah tanah atau dengan cara membakarnya, Lahan bapak Ajumin
terbilang bagus karena sangat sedikit gulma yang ada di lahannya, karenan
belio sering membersihkan lahannya dengan cara di tebas dan sembari
memanen sesekali bapak Ajumin menyabut rumput liar yang mulai tumbuh.
Dan pemberian pupuk yang dilakukan oleh bapak Ajumin hanya sekali saja
dengan mengunakan pupuk urea setelah tanah. Hasil produksi milik bapa
ajumin atau lokasi B mencapai 1.950 Kg daun basah dalam satu bulan panen.
3. Lokasi C
Lokasi C pada pengamatan ini adalah milik Bapak Widi yang merupakan
petani keratom di Kecamatan Mentebah. luas lahan A ± 2,65 ha dengan jarak 5
m dari sungai mentebah. Sebelumnya lahan bapa Widi adalah hutan sekunder
yang kemudian dialih fungsikan menjadi lahan perkebunan kratom. Bapak
Widi membuka lahan tampa olah tanah atau dengan cara membakarnya,
Sebagian besar vegetasi penutup tanah pada lahan tersebut adalah gulma dan
tanaman berkayu, Pengelolaan yang telah dilakukan adalah pemberian pupuk
urea setelah tanam, dan di tebas sebagai pengendalian gulma. Hasil produksi
milik lokasi C mencapai 1.500 Kg daun basah dalam satu bulan panen.
4. Lokasi D
Lokasi D pada pengamatan ini adalah milik Ibu Linda yang merupakan
petani kratom di Kecamatan Mentebah. luas lahan A ± 2,63 ha dengan jarak 5
m dari sungai Mentebah. Sebelumnya lahan Ibu Linda adalah hutan sekunder
yang kemudian dialih fungsikan menjadi lahan perkebunan kratom. Ibu Linda
22
membuka lahan tampa olah tanah atau dengan cara membakarnya, Sebagian
besar vegetasi penutup tanah pada lahan tersebut adalah gulma. Pengelolaan
yang telah dilakukan adalah pemberian pupuk urea setelah tanam, dan di tebas
sebagai pengendalian gulma. Hasil produksi milik lokasi D mencapai 2.100 Kg
daun basah dalam satu bulan panen.
C. Pelaksanaan Penelitian
Dalam pelaksaan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan. Adapun
tahapan kegiatan yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Persiapan
Persiapan meliputi studi pustaka, penyiapan bahan dan peralatan
penelitian, serta persyaratan asministrasi yang dibutuhkan termasuk izin dari
Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura kepada pihak-pihak terkait.
23
24
2. Survei Pendahuluan
Kegiatan survei pendahuluan meliputi penentuan lokasi penelitian
dengan cara mengambil titik koordinat pada 4 lahan kratom. Titik koordinat
yang diperoleh selanjutnya diperiksa menggunakan citra satelit pada
penggunaan lahan.
3. Penentuan lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini terletak pada 4 lahan perkebunan kratom yang dapat
dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Lokasi dan Luas Area Penelitian
No Lokasi Luas (ha)
1 Lokasi A (Bapak Simamora) 13,03 ha
D. Pengolahan Data
Metode pengolahan data mendeskripsikan metode-metode yang digunakan
untuk mengolah masing-masing data. Hasil pengolahan data dari masing-masing
data adalah informasi yang dibutuhkan untuk diolah pada tahap selanjutnya.
Data peta kesuburan tanah tahun 2020 digunakan dengan maksud untuk
mengetahui kesuburan tanah di Kecamatan Mentebah, Kabupaten Kapuas Hulu.
Pada pengolaan data dilakukan untuk penilaian skoring dan pembobotan pada
tingkat kesuburan suatu wilayah dengan menggunakan Edit Attribute dalam
aplikasi Arcgis 10.7 untuk memasukan data kesuburan tanah pada table attribute.
E. Parameter Pengamatan
1. Reaksi Tanah (pH)
Penetapan reaksi tanah (pH) tanah dilakukan di Laboratorium menggunakan
pH meter dengan pelarut aquades H2O. Prinsip kerja dari uji pH dengan
menggunakan pH meter ini adalah untuk pengukuran hidrogen dengan
menggunakan metode pengukuran potensimetrik.
2. C- Organik
Penetapan C-Organik diukur dengan metode Loss Inignition. C-Organik
mencerminkan jumlah karbon organik tanah yang terkandung dalam suatu
tanah.
3. N-total (%)
Perhitungan N-total ini bertujuan untuk mengetahui jumlah nitrogen
keseluruhan dalam tanah. Penentuan N-total tanah dilakukan dengan
menggunakan metode Kjeldahl dengan pereaksi asam sulfat, diukur dalam
satuan %. Rasio C/N ditentukan dengan hasil perhitungan nilai C (C-
Organik) dibagi dengan nilai N-Total.
4. Kandungan Fosfor Tersedia dan Fosfor Total
Penetapan P Total tanah menggunakan pereaksi HCI dan P tersedia
pengekstrak Bray I menggunakan Spectrophotometer, P total satuan
mg/100g dan p tersedia satuan ppm.
27
F. Penyajian hasil
Pengolahan data dilakukan berdasarkan hasil analisis dilaboratorium dan
dilapangan. Hasil analisis dilaboratorium diklasifikasikan berdasarkan kriteria
penilaian sifat kimia tanah kemudian dilakukan penyajian data dalam bentuk,
table, grafik dan peta.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
28
29
3. Tekstur Tanah
Hasil pengamatan tekstur tanah pada keempat lokasi penelitian tersaji
pada Gambar 4.
70
59,99
60
50,46 51,58
48,83
50
Fraksi tanah (%)
40 36,15
33,41 32,4 Pasir (%)
30 Debu (%)
25,01
18,77 Liat (%)
20 16,13
15
11,97
10
0
Lahan A Lahan B Lahan C Lahan D
Jenis Lahan
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Status Kesuburan Tanah, 2020
Gambar 4. Nilai Rata-rata Fraksi Tanah Hasil Analisis Laboratorium
30
4. Drainase Tanah
Hasil pengamatan drainase tanah pada keempat lokasi penelitian tersaji
pada Tabel 7 berikut ini.
Kondisi
Lahan Deskripsi Kondisi Tanah
Drainase
Tanah mempunyai peredaran udara baik. Drainase baik
A Seluruh profil tanah berwarna terang, (cepat)
tidak terdapat bercak-bercak karatan.
Lapisan atas tanah memiliki peredaran Drainase agak
udara yang baik, tidak terdapat bercak- buruk
B bercak berwarna kuning, kelabu atau (agak
coklat. Bercak-bercak terdapat pada terhambat)
seluruh bagian bawah.
Tanah mempunyai peredaran udara baik. Drainase agak
Tidak terdapat bercak-bercak berwarna baik
C
kuning, coklat atau kelabu pada lapisan (agak cepat)
atas dan bagian lapisan bawah.
Bagian bawah lapisan atas (dekat
permukaan) terdapat warna atau bercak- Drainase jelek
D (lambat)
bercak berwarna kelabu, coklat atau
kekuningan.
Sumber : Hasil Pengamatan Drainase Tanah Di Lapangan, 2020
7,9 7,83
7,8
C/N Rasio 7,7
7,6
7,5 7,43 7,45
7,38
7,4
7,3
7,2
7,1
Lahan A Lahan B Lahan C Lahan D
Jenis Lahan
Luas wilayah dengan status pH sangat masam 6,29 ha, dan dengan
status masam 13,03 Ha. Status masam memiliki luas wilayah yang paling
besar yakni meliputi 67,44 % dari luas areal penelitian. Berikut ini disajikan
peta status pH tanah yang membagi wilayah menjadi dua bagian dengan
luasnya masing – masing. Sebaran dan luas berbagai katagori pH tersebut
dapat dilihat pada Gambar 6.
Menurut peta sebaran pH tanah pada gambar di atas, maka status masam
lebih dominan atau memiliki luasan yang lebih besar dari pada status sangat
masam. Hal ini disebabkan tanah yang bersifat masam kurangnya kation
kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium di dalam tanah sehingga unsur-
unsur tersebut terbawa oleh aliran air kelapisan tanah yang lebih bawah atau
hilang terserap oleh tanaman. Sedangkan tanah masam juga dapat
dikarenakan banyaknya kandungan Fe dan Al di dalam tanah. Sedangkan pH
tanah dengan harkat sangat masam biasanya dipengaruhi oleh tingginya
kandungan aluminium atau belerang di dalam tanah.
Penggunaan pupuk urea dalam tanah sebagian besar akan berpengaruh
pada penurunan pH tanah. Hal ini disebabkan bahwa perubahan bentuk NH4+
menjadi NO3- akan melepas H+ sehingga akan menurunkan pH tanah. selain
itu NO3- merupakan faktor utama yang berhubungan dengan pencucian ion-
ion basa seperti Ca+2, Mg+2, dan K+. Ion nitrat dan basa-basa tersebut tercuci
secara bersama-sama yang akhirnya meninggalkan tapak-tapak pertukaran di
dalam tanah yang bermuatan negatif. Selanjutnya tapak-tapak pertukaran
tersebut diganti H+ yang dapat menyebabkan penurunan pH tanah. Pengaruh
kemasaman dan kebasahan beberapa pupuk sumber N yang dapat
menurunkan pH tanah, diukur berdasarkan jumlah CaCO3 murni (Kg CaCO3.
Kg N-1) yang dibutuhkan untuk mengembalikan pH tanah sebelum terjadi
perubahan pH.
Menurut Winarso (2005), jika air berasal dari air hujan melewati tanah,
kation basa seperti Ca dan Mg akan tercuci. Kation-kation basa yang hilang
tersebut kedudukannya di tampak jerapan tanah akan diganti oleh kation
masam seperti Al, H dan Mn. Oleh karena itu, tanah-tanah yang terbentuk
pada lahan dengan curah hujan tinggi biasanya lebih masam dibandingkan
pada tanah-tanah pada lahan kering.
34
2. C-Organik Tanah
C-Organik tanah merupakan satu di antara indikator yang
menunjukkan kandungan bahan organik tanah. Semakin besar persentase C-
Organik tanah maka semakin banyak kandungan bahan organik yang terdapat
dalam tanah. Hasil analisis C-organik tanah disajikan pada Tabel 11.
Menurut peta status hara C-organik pada gambar di atas, nilai rata-rata
c-organik tanah pada daerah penelitian tergolong rendah sampai dengan
sedang. Lahan A memiliki nilai kandungan c-organik terendah diantara
lahan lainnya dengan nilai 1,04%. Hal ini disebabkan karena tekstur tanah
pada lahan A memiliki kandungan pasir (59,99 %) lebih besar dibandingkan
dengan debu (25,01 %) dan debu lebih besar dibandingkan dengan liat (15
%), seperti yang dilihat pada Gambar 5. Tanah yang mempunyai kandungan
pasir yang cukup tinggi mempunyai pori-pori makro lebih banyak dari pada
pori-pori mikro, hal ini menyebabkan terjadinya aerasi yang baik, daya
hantar airnya baik namun kemampuan menyimpan unsur hara rendah dan
partikel pasir dapat saling berikatan lebih kuat sehingga dapat menyebabkan
bahan organiknya rendah dan membuat kemantapan agregat yang lebih
36
3. Nitrogen Total
Nitrogen merupakan unsur hara makro yang termasuk unsur hara
esensial yang dibutuhkan dalam jumlah yang besar. Nitrogen pada tanah
sangat fluktuatif hal ini disebabkan oleh banyak atau tidaknya sumber yang
menyumbangkan nitrogen dalam tanah. Hasil Analisis N-Total tanah
disajikan pada Tabel 13.
Menurut peta status hara N-total pada gambar di atas, nilai rata-rata
nitrogen total tanah pada setiap lahan memiliki nilai yang berbeda satu sama
lain. Lahan B, C dan D memiliki kriteria yang sama yaitu sedang. Lahan A
memiliki kriteria rendah. Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai
38
nitrogen total yaitu bahan organik, apabila bahan organiknya tinggi maka
nilai nitrogen total juga tinggi, begitu pula sebaliknya sehingga apabila
peningkatan kadar bahan organik terjadi maka N dalam tanah juga akan
meningkat. Hal ini dapat dilihat pada lahan B, C dan D memiliki kandungan
bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan lahan A. Selain bahan
organik, tekstur dan pH tanah juga mempengaruhi keberadaan nitrogen pada
tanah. Berdasarkan hasil analisis tanah, tanah yang terdapat pada lahan A
memiliki kandungan pasir (59,99 %) lebih besar dibandingkan dengan debu
(25,01 %) dan debu lebih besar dibandingkan dengan liat (15 %) sehingga
tanah tersebut mempunyai laju perkolasi yang tinggi, sehingga penggunaan
air menjadi tidak efisien. Kehilangan hara pada tanah seperti ini juga
menjadi tinggi. Selain berhubungan dengan efisiensi penggunaan air,
tekstur tanah berpengaruh juga terhadap produksi kratom. Hal ini didukung
oleh Skaggs et al. (2001) dalam Karamoy L. Th (2013) yang menyatakan
bahwa distribusi ukuran partikel merupakan faktor fisik utama yang
berpengaruh pada sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Selain itu, kandungan nitrogen yang rendah juga dipengaruhi oleh
karakteristik dari unsur nitrogen yang memiliki mobilitas tinggi. Unsur
nitrogen merupakan unsur yang mudah hilang di dalam tanah. Nitrogen di
dalam tanah dapat hilang karena diserap oleh tanaman dan jasad organik,
menguap dan tercuci oleh air hujan. Tetapi faktor utama yang dapat
mempengaruhi adalah adanya pencucian yang relatif tinggi di lokasi
pengambilan sampel tanah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Nurmegawati et al (2007), bahwa Sebagian N terangkut panen, Sebagian
Kembali ke residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi, hilang
melalui pencucian.
Tabel 17. Hasil Analisis K-dd dan K-Total Pada Lahan Kratom
K-dd (me/100g) K-Total (mg/100g))
Lahan
Nilai Kriteria Nilai Kriteria
A 0,20 Rendah 22,35 Sedang
B 0,40 Sedang 34,84 Sedang
C 0,44 Sedang 47,04 Tinggi
D 0,39 Sedang 48,76 Tinggi
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020
6. Kalsium (Ca)
Kalsium merupakan unsur hara makro sekunder yang diserap tanaman
dalam bentuk Ca2+. Dari hasil analisis ketersediaan kalsium pada Tabel 19
berada pada kisaran antara 0,13 – 0,27 me/100 g-1, yang menurut Staf Pusat
Penelitian Tanah (1993) dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001)
masuk klas rendah.
Menurut Anonimus (2002) di Australia rendahnya Ca 2+ biasanya
terkait dengan pH tanah rendah, bahan organic rendah dan tekstur tanah
pasir. Kandungan Ca2+ pada daerah penelitian, kemungkinan ada hubungan
43
dengan reaksi tanah (pH) yang kurang dari 6 dan kandungan bahan organic
yang rendah serta tekstur kasar dominan (Supriyadi, 2007).
7. Magnesium (Mg)
Magnesium (Mg) merupakan unsur hara makro sekunder yang diserap
tanaman dalam bentuk Mg. Hasil analisis kandungan Mg. tanah pada lokasi
penelitian disajikan pada Tabel 20. Dari Tabel 20 terlihat bahwa kandungan
Mg bekisar 1,11-1,74 me/100g-1 (sedang), 4,06-4,31 me/100g (tinggi).
Selanjutnya juga terlihat bahwa lahan C dan D cenderung memiliki
kandungan Mg lebih tinggi dari lahan A dan B yang memiliki kandungan
Mg rendah.
Tingginya Magnesium dalam tanah umumnya ditentukan tingkat
perkembangan tanah dan dimana tanah terbentuk. Tanah dengan pencucian
intensif rendah kandungannya, sedangkan tanah yang terbentuk di daerah
depresi dimana unsur hara Hasil pencucian mengumpul maka terbentuk
tanah kaya Mg. Konsentrasi Mg <1 cmol/kg tanah menunjukan sangat
rendah rendahnya status Mg tanah. Konsentrasi Mg >3 cmol/kg umumnya
cukup untuk tanaman (Anonimus, 2008).
8. Natrium (Na)
Natrium merupakan unsur hara mikro yang diserap tanaman dalam
bentuk Na+. Pada Tabel 21 merupakan ketersediaan unsur hara Natrium
(Na) di lahan kratom yaitu rendah sampai sedang. Nilai 0,20 - 0,39 me/100
g-1 dimasukkan kedalam kelas rendah sedangkan 0,44 me/100 g -1 masuk
kedalam kelas sedang. Natrium dapat berpengaruh baik secara positif
maupun negatif terhadap pertumbuhan tanaman. Kelebihan Na pada tanah
akan menyebabkan tanah terdispersi sehingga mudah tererosi, Djajadi dan
Murdiyati, (2000) dalam Anita Dwy Fitrial, (2018).
Tabel 26. Hasil Analisis Potensial Redoks (Eh) Pada Lahan Kratom
Lahan Eh (mV) Kriteria
A 224 Reduksi
B 285 Reduksi
C 287 Reduksi
D 297 Reduksi
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020
nilai Eh rendah 19,32 ha (100%). Berikut peta sebaran dan luas kriteria Eh
tersebut dapat dilihat pada Gambar 13.
Jika diamati dari peta di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai Eh yang
secara umum pada wilayah tersebut adalah reduksi. Keadaan seperti ini
sangat berpengaruh baik terhadap penyerapan unsur hara seperti penyerapan
P dan pengaruh baik terhadap pertumbuhan kratom. Penelitian Widowati et
al. (1997) yang dilakukan dirumah kaca terhadap tanah Ultisols menemukan
bahwa kelarutan P dipengaruhi oleh Eh dan pH tanah. Penurunan Eh akan
meningkatkan kelarutan P, karena Al3PO4 berubah menjadi Al (OH)3,
sehingga P dibebaskan (Tan, 1982).
total, P2O5 tersedia, basa-basa dapat tukar dan sumber kemasaman tetap
dipertimbangkan dalam pengelolaan kesuburan tanah. Hasil penilaian status
kesuburan tanah ditampilkan pada Tabel 28.
Tabel 29. Luas sebaran Status Kesuburan Tanah di Desa Nanga Mentebah,
Kecamatan Mentebah.
Status Luasan
Lahan
Kesuburan tanah Ha %
Rendah A 13,03 67,44
Rendah B 1,01 5,23
Sedang C 2,65 13,72
Sedang D 2,63 13,61
Total 19,32 100
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020
Berdasarkan Tabel 25, terlihat bahwa lokasi A dan B dengan total luas
14,04 ha (72,67%) mempunyai status kesuburan tanah rendah, dengan
produksi berkisar antara 1,2 Ton - 1,9 Ton/bulan daun basah. Lokasi C dan D
dengan total luas 5,28 ha (27,33%) mempunyai status kesuburan sedang,
52
dengan produksi bekisar antara 1,5 Ton – 2,1 Ton/bulan daun basah. Berikut
peta sebaran dan luas kriteria status kesuburan tanah ditampilkan pada
Gambar 14.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan tanah lahan kratom di lokasi
penelitian minim akan unsur hara.
1. Lokasi A dengan status nilai rata – rata dari pH tanah 4,54 (masam), C-Organik
1,04 % (rendah), Nitrogen Total 0,14 % (rendah), Fosfor tersedia 33,84 ppm
(sangat tinggi), Kalium tersedia 0,20 me/100g (rendah), Kapasitas Tukar
Kation 9,86 me/100g (rendah), Kejenuhan Basa 53,63 % (sedang) serta
Potensial Redoks 224 mV (rendah) sehingga lahan budidaya kratom di lokasi
penelitian mempunyai status kesuburan yang rendah.
2. Lokasi B dengan status nilai rata – rata dari pH tanah 4,04 (sangat masam), C-
Organik 2,82 % (sedang), Nitrogen Total 0,36 % (sedang), Fosfor tersedia
25,85 ppm (sangat tinggi), Kalium tersedia 0,40 me/100g (sedang), Kapasitas
Tukar Kation 15,17 me/100g (rendah), Kejenuhan Basa 45,39 % (sedang) serta
Potensial Redoks 285 mV (rendah) sehingga lahan budidaya kratom di lokasi
penelitian mempunyai status kesuburan yang rendah.
3. Lokasi C dengan status nilai rata – rata dari pH tanah 4,42 (sangat masam), C-
Organik 2,46 % (sedang), Nitrogen Total 0,33 % (sedang), Fosfor tersedia
39,47 ppm (sangat tinggi), Kalium tersedia 0,44 me/100g (sedang), Kapasitas
Tukar Kation 15,94 me/100g (rendah), Kejenuhan Basa 81,76 % (sangat
tinggi) serta Potensial Redoks 287 mV (rendah) sehingga lahan budidaya
kratom di lokasi penelitian mempunyai status kesuburan yang sedang.
4. Lokasi D dengan status nilai rata – rata dari pH tanah 4,36 (sangat masam), C-
Organik 2,73 % (sedang), Nitrogen Total 0,39 % (sedang), Fosfor tersedia
37,72 ppm (sangat tinggi), Kalium tersedia 0,39 me/100g (sedang), Kapasitas
Tukar Kation 16,72 me/100g (rendah), Kejenuhan Basa 74,42 % (tinggi) serta
Potensial Redoks 297 mV (rendah) sehingga lahan budidaya kratom di lokasi
penelitian mempunyai status kesuburan yang sedang.
53
54
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang di uraikan dapat disarankan sebagai
berikut:
Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melakukan perbaikan drainase dan
sifat tanah pada lahan kratom seperti penambahan bahan organik, teknik
konservasi dan pemupukan yang efektif.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan guna tercapainya konsep pemupukan
berimbang agar dapat diketahui penambahan dosis pupuk Kalium, jenis dan
jumlah bahan organik yang tepat serta dosis pengapuran pada masing-masing
lokasi penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Y., 2010. Kajian tingkat kesuburan tanah pada hutan lindung Gunung
Sebatung di Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. J. Hutan Trop.
Borneo 11, 32–37.
Aribawa, I. B., Sutami, P., & Sukarja, I. M. (2015). Studi Status Kesuburan Lahan
Dalam Mendukung Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Berdasarkan
Agro Ekological Zone Skala 1: 50.000 Di Kabupaten Gianyar. Buletin
Teknologi Dan Informasi Pertanian, 13(40), 184.
Badan Pusat Statistik. 2017. Luasan Lahan Irigasi dan Non Irigasi Kalimantan
Barat.
Badan Pusat Statistik. 2017. Letak Geografis Kabupaten Kapuas Hulu
Data Profil Desa 2015. Keadaan Penduduk dan Jumlah Penduduk Desa Nanga
Mentebah.
Djajadi dan A.S. Murdiyati. 2000. Hara dan pemupukan tembakau temanggung. Hlm. 32–
39. Dalam Monograf Tembakau Temanggung. Balai Penelitian Tanaman
Tembakau dan Serat, Malang.
Hanafiah, K.A., 2005, Dasar-dasar Ilmu Tanah, PT. Raja Grafindo persada,
Jakarta.
55
56
Husni, M. Rahmat, Sufardi dan M. Khalil. 2016. Evaluasi status kesuburan tanah
pada beberapa jenis tanah di lahan kering Kabupaten Pidie Provinsi
Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah 1(1): 147 – 154.
Maisyarah. 2013. Studi kesuburan Kimia Tanah Pada Lahan Kelapa Sawit (Elais
guineensi Jacq) Berdasarkan Kelerengan Yang BerbedaBeda Dan
Produksinya Pada Desa Bendang Raya Kecamatan Tenggarong
Kabupaten Kutai Kartanegara. Skripsi. Universitas Mulawarman,
Samarinda.
Mukhlis, atmoko, T., dan Priyono. Flora di habitat bekantan lahan basah suwi.
Forda press, 2018.
Mustofa, A.,2007. Perubahan Sifat Fisik, Kimia Dan Biologi Tanah Pada
Hutan Alam Yang Diubah Menjadi Lahan Pertanian Di Kawasan
Taman Nasional Gunung Leuser, (Skripsi), Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
Oksana. 2012. Pengaruh Alih Fungsi Lahan Hutan menjadi perkebunan kelapa
sawit terhadap sifat kimia tanah. Jurnal Agroforestri. 3(1):29-34.
Rahmi, A., & Biantary, M. P. (2014). Karakteristik sifat kimia tanah dan status
kesuburan tanah lahan pekarangan dan lahan usaha tani beberapa
kampung di Kabupaten Kutai Barat. Ziraa'ah Majalah Ilmiah
Pertanian, 39(1), 30-36.
Tan, K.H. 1982. Principle of Soil Chemistry. Marce; Dekker Inc. New York.
Triharto, S. 2013. Survei dan Pemetaan Unsur Hara N, P, K, dan pH Tanah Pada
Lahan Sawah Tadah Hujan di Desa Durian Kecamatan Pantai Labu.
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
Widowati, L.R., D. Nursyamsi, dan J. Sri Adiningsih. 1997. Perubahan sifat kimia
tanah dan pertumbuhan padi pada lahan sawah baru di rumah kaca.
Jurnal Tanah dan Iklim 15:50-60.
Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah; Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava
Media. Yogyakarta.
Lampiran 1. Peta Administrasi Skala 1: 100.000
59
Lampiran 2. Data Curah Hujan Bulanan Kecamatan Nanga Suruk 2013-2019
Tahun Jan Feb Mar apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2013 308 604 617 437 250 353 238 637 501 377 397 536
2014 78 79 237 523 404 388 117 432 242 288 765 531
2015 600 542 247 361 374 422 210 285 182 168 352 224
2016 364 524 489 341 235 243 121 152 225 455 457 383
2017 491 415 321 516 342 262 296 413 435 455 456 292
2018 452 255 221 169 409 460 131 75 239 422 406 435
2019 369 545 335 388 238 263 127 169 78 210 416 683
60
Lampiran 3. Peta Topografi Skala 1: 50.000
61
Lampiran 4. Peta Penggunaan Lahan 1 : 50.000
62
Lampiran 5. Peta jenis tanah Skala 1: 50.000
63
Lampiran 6. Peta titik pengamatan Skala 1: 5000
64
Lampiran 7. Peta Sebaran pH Tanah Skala 1: 8.000
65
Lampiran 8. Peta Sebaran C-Organik Tanah Skala 1:8.000
66
Lampiran 9. Peta Sebaran N Tanah Skala 1:8.000
67
Lampiran 10. Peta Sebaran Fosfor Tanah Skala 1:8.000
68
Lampiran 11. Peta Sebaran K-dd Tanah Skala 1:8.000
69
Lampiran 12. Peta Sebaran KTK Tanah Skala 1:8.000
70
Lampiran 13. Peta Sebaran KB Tanah Skala 1:8.000
71
Lampiran 14. Peta Sebaran Eh Tanah Skala 1:8.000
72
Lampiran 15. Peta Status Kesuburan Tanah Skala 1:8.000
73
Lampian 16.
KRITERIA PENILAIAN SIFAT KIMIA TANAH DAN STATUS KESUBURANNYA
Nilai
Parameter tanah * Sangat Rendah sedang Tinggi Sangat
rendah tinggi
C (%) <1 1-2 2-3 3-5 >5
N (%) <0,1 0,1-0,2 0,21-0,5 0,51-0,75 >0,75
C/N <5 5-10 11-15 16-25 >25
P2O5 HCL 25% (mg/100g) <15 15-20 21-40 41-60 >60
P2O5 Bray (ppm P ) <4 5-7 8-10 11-15 >15
P2O5 Olsen (ppm P ) <5 5 -10 11-15 16-20 >20
K2O HCL 25% (mg/100g) <10 10-20 21-40 41-60 >60
KTK/CEC (me/100 g tanah) <5 5-16 17-24 25-40 >40
Susunan kation
Ca (me/100 g tanah) <2 2-5 6-10 11-20 >20
Mg (me/100 g tanah) <0,3 0,4-1 1,1-2,0 2,1-80 >8
K (me/100 g tanah) <0,1 0,1-0,3 0,4-0,5 0,6-1,0 >1
Na (me/100 g tanah) Kejenuhan Basa <0,1 0,1-0,3 0,4-0,7 0,8-1,0 >1
(%) <20 20-40 41-60 61-80 >80
Kejenuhan Aluminium (%) <5 5-10 11-20 20-40 >40
Cadangan Mineral (%) <5 5-10 11-20 20-40 >40
Salinitas/DHL (dS/m) Persentase <1 1-2 2-3 3-4 >4
natrium dapat <2 2-3 5-10 10-15 >15
tukar/ESP (%)
Sangat Masam Masam Agak Netral Agak alkalis Alkalis
masam
pH H2O <4,5 4,5-5,5 5,5-6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 >8,5
Sumber : Staf Pusat Penelitian Tanah 1983
74
LAMPIRAN 17
75
LAMPIRAN 18
HASIL ANALISI LABRATORIUM
76
LAMPIRAN 19
HASIL ANALISI LABRATORIUM
77
LAMPIRAN 20
HASIL ANALISIS LABORATIRIUM
78
LAMPIRAN 21
Analisis Tanah di Laboratorium
79
80
Keterangan :
Ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret
standard dengan pembacaannya setelah koreksi blanko.
fp = faktor pengenceran (bila ada)
142/190 = faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5
Fk = faktor koreksi
kadar air = 100/(100-% kadar air)
82
Gambar 4. Pengambilan Sampel Tanah
83
Gambar 5. Analisis Sampel
84