Anda di halaman 1dari 98

SKRIPSI

PEMETAAN STATUS KESUBURAN TANAH PADA LAHAN


BUDIDAYA KRATOM (Mitragyna speciosa) DI DESA NANGA
MENTEBAH KECAMATAN MENTEBAH KABUPATEN
KAPUAS HULU

OLEH:

MARSUDI JURAE
NIM.C1051161076

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


JURUSAN ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
SKRIPSI

PEMETAAN STATUS KESUBURAN TANAH PADA LAHAN


BUDIDAYA KRATOM (Mitragyna speciosa) DI DESA NANGA
MENTEBAH KECAMATAN MENTEBAH KABUPATEN
KAPUAS HULU

OLEH:

MARSUDI JURAE
NIM.C1051161076

Skripsi Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Dalam Bidang Pertanian

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


JURUSAN ILMUTANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
PEMETAAN STATUS KESUBURAN TANAH PADA LAHAN
BUDIDAYA KRATOM (Mitragyna speciosa) DI DESA NANGA
MENTEBAH KECAMATAN MENTEBAH KABUPATEN
KAPUAS HULU

Tanggung Jawab Yuridis Material Kepada:

MARSUDI JURAE
C1051161076

Jurusan Ilmu Tanah

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat dan Lulus Ujian Skripsi/Komprehensif


Pada Tanggal: 7 Mei 2021 Berdasarkan SK Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Tanjungpura Nomor: 2777/UN22.3/PG/2021

Tim Penguji:

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

Ari Krisnohadi, S.P., M.Si. Dr. Ir. Urai Edi Suryadi, MP


NIP. 198201262005011001 NIP. 19630702199102001

Penguji Pertama Penguji Kedua

Rini Hazriani, SP., M.Si. Ir. Junaidi, MP


NIP.197712012006042001 NIP.196402131989031002

Disahkan oleh:
Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Tanjungpura

Prof. Dr. Ir. Hj. Denah Suswati, MP


NIP. 196505301989032001
PERNYATAAN HASIL KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pemetaan Status
Kesuburan Tanah Pada Lahan Budidaya Kratom (Mitragyna Speciosa) Di Desa Nanga
Mentebah, Kecamatan Mentebah, Kabupaten Kapuas Hulu” adalah karya saya sendiri
dan belum dilajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar
pustaka.

Pontianak, 29 April 2021

Marsudi Jurae
C1051161076
RIWAYAT HIDUP

Marsudi Jurae, lahir di Mungguk pada Tanggal 20 Maret 1997, anak pertama
dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Belayung dan Ibu Maria Marselina. Penulis
mengawali masa Pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 09 Mungguk pada tahun 2004
dan lulus pada tahun 2010. Selanjutnya pada tahun yang sama, penulis melanjutkan
studi di SMPN 02 Putussibau dan lulus pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis
melanjutkan studi di SMAN 02 Putussibau dan tamat pada tahun 2016. Pada tahun
2016 penulis melanjutkan studi ke Universitas Tanjungpura melalui jalur Mandiri
dan diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas
Tanjungpura.

Melengkapi persaratan kesarjanaan di bidang pertanian pada Universitas


Tanjungpura, penilus melakukan penulisan skipsi dengan judul “Pemetaan Status
Kesuburan Tanah Pada Lahan Budidaya Kratom (Mitragyna Speciosa) Di Desa
Nanga Mentebah, Kecamatan Mentebah, Kabupaten Kapuas Hulu” di bawah
bimbingan Bapak Ari Krisnohadi, S.P.,M.Si dan Dr. Ir. Urai Edi Suryadi, M.P.

i
RINGKASAN SKRIPSI

Survei dan pemetaan tanah merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi
dan saling memberi manfaat bagi penggunaannya. Kegiatan survei dan pemetaan
tanah menghasilkan laporan dan peta. Laporan survei berisi uraian tentang tujuan
survei, keadaan fisik dan lingkungan lokasi survei, keadaan tanah, klasifikasi dan
interpretasi kemampuan lahan serta saran rekomendasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan, menganalisis dan
memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah-tanah yang sama dan hampir sama
sifatnya ke dalam satuan peta tanah tertentu dengan mengamati sifat dan karakteristik
tanah Di Desa Nanga Mentebah Kecamatan Mentebah Kabupaten Kapuas Hulu.
Tahapan penelitian dimulai dari persiapan, survei pendahuluan, penentuan
lokasi penelitian, penentuan titik pengamatan, Pengamatan dan pengukuran
dilapangan dan pengambilan sampel tanah di lapangan, pengolahan data dan
penyajian hasil.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Status kesuburan tanah pada lokasi A dan
B dengan total luas 14,04 ha (72,67%) mempunyai status kesuburan tanah rendah,
dengan produksi bekisar antara 1,2 - 1,9 ton/bulan, lokasi C dan D dengan total luas
5,28 ha (27,33%) mempunyai status kesuburan sedang, dengan produksi bekisar
antara 1,5 – 2,1 ton/bulan.

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
judul “PEMETAAN STATUS KESUBURAN TANAH PADA LAHAN
KRATOM DI DESA NANGA MENTEBAH KECAMATAN MENTEBAH
KABUPATEN KAPUAS HULU.”
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih khususnya kepada
Ari Krisnohadi.SP.M.Si selaku dosen pembimbing pertama dan Dr. Ir. Urai Edi
Suryadi, MP yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran serta
bimbingan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Hj. Denah Suswanti, M.P. selaku Dekan Fakultas Pertanian,
Universitas Tanjungpura.
2. Ibu Dr. Rossie W. Nusantara, S.P., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura.
3. Ibu Rini Hazriani, SP, M.Si selaku dosen penguji pertama dan selaku Ketua
Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura.
4. Bapak Ir. Junaidi, MP. selaku dosen penguji kedua.
5. Rekan-rekan Mahasiswa Ilmu Tanah 2016 dan semua pihak yang telah membantu
hingga terselesaikannya penelitian ini.
6. Kedua orang tua yang telah memberikan doa serta motivasi dalam menempuh
studi hingga saat ini.
7. Saudara serta keluarga yang selalu memberikan dorongan semangat serta
motivasi.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu semoga Tuhan Yang
Maha Kuasa membalas semua jasa yang diberikan.

iii
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan serta masih perlu disempurnakan, oleh karena itu penulis membuka diri
terhadap kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan penulisan ini.
Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan mahasiswa
Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa
selalu menyertai.

Pontianak, Maret 2021

Marsudi Jurae
Nim.C1051161076

iv
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi
I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Masalah Penelitian ........................................................................... 2
C. Tujuan .............................................................................................. 2
II. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................. 3
A. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 3
1. Kratom......................................................................................... 3
2. Kesuburan Tanah......................................................................... 5
3. Survei dan Pemetaan Tanah ........................................................ 6
4. Analisis tanah .............................................................................. 6
5. Sifat Kimia Tanah ....................................................................... 7
6. Marfologi Kratom ....................................................................... 14
B. Kerangka Konsep ............................................................................. 15
III. GAMBARAN UMUM LOKASI ....................................................... 17
A. Letak Geografi, Batas Lokasi dan Aksesibilitas .............................. 17
B. Curah Hujan ..................................................................................... 17
C. Topografi.......................................................................................... 19
D. Jenis Tanah....................................................................................... 19
E. Penggunaan Lahan Kratom .............................................................. 19
F. Keadaan Penduduk dan Mata Pencarian Penduduk ......................... 20
G. Informasi Lahan Kratom .................................................................. 20
H. Panen dan Pasca Panen .................................................................... 22
IV. METODE PENELITIAN ................................................................... 23
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 23
B. Alat dan Bahan Penelitian .................................................................. 23

v
C. Pelaksanaan Penelitian ....................................................................... 23
D. Pengolahan Data ................................................................................ 26
E. Parameter Pengamatan ....................................................................... 26
F. Penyajian Hasil .................................................................................. 29
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 28
A. Satuan Peta Tanah ............................................................................ 28
B. Pengamatan Lapangan ...................................................................... 28
C. Karakteristik Kimia Tanah Pada Lahan Kratom .............................. 31
1. Reaksi Tanah .......................................................................... 31
2. C-Organik Tanah.................................................................... 34
3. Nitrogen Total ........................................................................ 36
4. P-Tersedia dan P-Total........................................................... 38
5. K-dd dan K-total .................................................................... 40
6. Kalsium ................................................................................. 42
7. Magnesium ............................................................................. 43
8. Natrium .................................................................................. 43
9. Kapasitas Tukar Kation .......................................................... 44
10. Kejenuhan Basah.................................................................... 46
11. Potensial Redoks .................................................................... 49
D. Pemetaan Status Kesuburan Tanah .................................................. 50
VI. PENUTUP ............................................................................................ 53
A. Kesimpulan ........................................................................................ 53
B. Saran .................................................................................................. 54

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 55
LAMPIRAN ................................................................................................ 59

vi
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 1. Jenis tanah ..................................................................................... 19


Tabel 2. Pengunaan Lahan Desa Nanga Mentebah ..................................... 20
Tabel 3. Lokasi Penelitian ........................................................................... 24
Tabel 4. Titik Koordinat Pengamatan.......................................................... 24
Tabel 5. Warna Tanah ................................................................................. 28
Tabel 6. Muka Air Tanah ............................................................................ 29
Tabel 7. Drainase Tanah .............................................................................. 29
Tabel 8. C/N Rasio Tanah ........................................................................... 29
Tabel 9. Hasil Analisis pH Tanah Pada Lahan Kratom ............................... 31
Tabel 10. Luas Sebaran pH Tanah di Lokasi Penelitian.............................. 32
Tabel 11. Hasil analisis C-Organik Pada Lahan Kratom ............................ 34
Tabel 12. Luas Sebaran C-organik Tanah di Lokasi Penelitian ................. 34
Tabel 13. Hasil Analisis N-Total pada Lahan Kratom ................................ 36
Tabel 14. Luas Sebaran N-Total Tanah di Lokasi Penelitian ..................... 37
Tabel 15. Hasil Analisis P-Tersedia Pada Lahan Kratom ........................... 39
Tabel 16. Luas Sebaran P-Tersedia Tanah di Lokasi Penelitian ................ 40
Tabel 17. Hasil Analisis K-dd dan K-Total Pada Lahan Kratom ................ 41
Tabel 18. Luas Sebaran K-dd Tanah di Lokasi Penelitian .......................... 41
Tabel 19. Hasil Analisis Kalsium Pada Lahan Kratom ............................... 43
Tabel 20. Hasil Analisis Magnesium Pada Lahan Kratom .......................... 43
Tabel 21. Hasil Analisis Natrium Pada Lahan Kratom ............................... 44
Tabel 22. Hasil Analisis KTK Pada Lahan Kratom .................................... 44
Tabel 23. Luas Sebaran KTK Pada Lahan Kratom ..................................... 45
Tabel 24. Hasil analisis KB Pada Lahan Kratom ........................................ 47
Tabel 25. Luas Sebaran KB Pada Lahan Kratom ........................................ 46
Tabel 26. Hasil Analisis Potensial redoks Pada Lahan Kratom .................. 49
Tabel 27. Luas Sebaran Eh Tanah Pada Lahan Kratom .............................. 49
Tabel 28. Hasil Analisis Kesuburan Tanah Pada Lahan Kratom ................ 51
Tabel 29. Luas sebaran Status Kesuburan Tanah Pada Lahan Kratom ....... 51

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Tanaman Mitragyna Speciosa ........................................................ 15
Gambar 2. Rata-rata Curah Hujan Bulanan ................................................ 18
Gambar 3. Jumlah Curah Hujan Tahunan ................................................... 18
Gambar 4. Nilai Rata-rata Fraksi Tanah ..................................................... 29
Gambar 5. Nilai Rata-rata C/N Rasio ......................................................... 31
Gambar 6. Peta Sebaran pH Tanah Skala 1: 8.000 ..................................... 32
Gambar 7. Peta Sebaran C-Organik Tanah Skala 1:8.000 .......................... 35
Gambar 8. Peta Sebaran N Tanah Skala 1:8.000 ........................................ 37
Gambar 9. Peta Sebaran Fosfor Tanah Skala 1:8.000 ................................. 40
Gambar 10. Peta Sebaran K-dd Tanah Skala 1:8.000 ................................. 42
Gambar 11. Peta Sebaran KTK Tanah Skala 1:8.000 ................................. 45
Gambar 12. Peta Sebaran KB Tanah Skala 1:8.000.................................... 48
Gambar 13. Peta Sebaran Eh Tanah Skala 1:8.000 ..................................... 50
Gambar 14. Peta Status Kesuburan Tanah Skala 1:8.000 ........................... 52

viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

Lampiran 1. Peta Administrasi Desa Penjalaan Skala 1: 100.000 .............. 59


Lampiran 2. Data Curah Hujan Bulanan (Millimeter) Bmkg ..................... 60
Lampiran 3. Peta Topografi 1: 50.000 ........................................................ 61
Lampiran 4. Peta Penggunaan Lahan .......................................................... 62
Lampiran 5. Peta Jenis Tanah Skala 1: 50.000 ............................................ 63
Lampiran 6. Peta Titik Pengamatan Skala 1: 5000 ..................................... 64
Lampiran 7. Peta Sebaran pH Tanah Skala 1: 8.000 ................................... 65
Lampiran 8. Peta Sebaran C-Organik Tanah Skala 1:8.000 ....................... 66
Lampiran 9. Peta Sebaran N Tanah Skala 1:8.000 ...................................... 67
Lampiran 10. Peta Sebaran Fosfor Tanah Skala 1:8.000 ............................ 68
Lampiran 11. Peta Sebaran K-dd Tanah Skala 1:8.000 .............................. 69
Lampiran 12. Peta Sebaran KTK Tanah Skala 1:8.000 .............................. 70
Lampiran 13. Peta Sebaran KB Tanah Skala 1:8.000 ................................. 71
Lampiran 14. Peta Sebaran Eh Tanah Skala 1:8.000 .................................. 72
Lampiran 15. Peta Status Kesuburan Tanah Skala 1:8.000 ........................ 73
Lampiran 16. Kriteria Penilaian Kimia Dan Status Kesuburan ........................... 74
Lampiran 17. Kriteria Penilaian Status Kesuburan Tanah ..................................... 75

Lampiran 18. Hasil analisis laboratirium .............................................................. 76

Lampiran 19. Hasil analisis laboratirium .............................................................. 77


Lampiran 20. Hasil analisis laboratirium .............................................................. 78
Lampiran 21. Analisis Tanah di Laboratorium...................................................... 79
Lampiran 22. Dokumentasi Lahan Penelitian ............................................ 82

ix
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kratom (Mitragyna speciosa) adalah tanaman hutan dan bagian tanaman ini
yang dipungut hasilnya adalah daun. Nama lokal Mitragyna speciosa di Kabupaten
Kapuas Hulu adalah purik. Pohon purik digolongan sebagai hasil hutan bukan kayu.
Laporan Suteja (2009) menjelaskan bahwa pohon purik telah menjadi satu-
satunya jenis pohon reboisasi yang dipilih untuk penghijauan diKabupaten Kapuas
Hulu pada tahun 2010, dilaksanakan oleh FORCLIME (Forest and Climate Change)
suatu kerjasama antara Jerman Barat dengan Pemerintah RI.
Kratom tumbuh subur di daerah dekat aliran sungai pada jenis tanah inceptisol
yang kaya bahan organik. Kratom bukan tanaman air namun mempunyai
kemampuan bertahan hidup bila kondisi lahan sewaktu-waktu tergenang air. Di
Kapuas Hulu, kratom banyak ditanam masyarakat di halaman, namun untuk
budidaya skala luas dilakukan di kebun dan di lahan dekat sungai.
Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan
potensi sumber daya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu
dokumentasi utama sebagai dasar dalam proyek-proyek pengembangan wilayah.
Semakin banyak informasi yang diperoleh dari pelaksanaan survei pada skala yang
besar akan memberikan manfaat yang lebih besar, tergantung dengan pelaksanaan
survei yang dilakukan (Hakim, et al 1986).
Survei dan pemetaan tanah merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi
dan saling memberi maanfaat bagi penggunaannya. Kegiatan survei dan pemetaan
tanah menghasilkan laporan dan peta. Laporan survei berisi uraian tentang tujuan
survei, keadaan fisik dan lingkungan lokasi survei, keadaan tanah, klasifikasi dan
interpretasi kemampuan lahan serta saran rekomendasi (Sutanto, 2005).
Tujuan survei tanah adalah untuk mengklasifikasikan, menganalisis dan
memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah-tanah yang sama dan hampi

1
2

sama sifatnya ke dalam satuan peta tanah tertentu dengan mengamati sifat dan
karakteristik tanah (Hardjowigeno, 1995). Pelaksanaan penelitian ini berlokasi di
Desa Nanga Mentebah, Kecamatan Mentebah, Kabupaten Kapuas Hulu yang
memiliki penggunaan lahan yang lebih dominan untuk perkebunan. Salah satunya
perkebunan kratom. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan pemetaan
status kesuburan tanah pada lahan kratom di Desa Nanga Mentebah, Kecamatan
Mentebah, Kabupaten Kapuas Hulu agar budidaya tanaman kratom dapat
optimal.

B. Rumusan Masalah
Kratom di Kecamatan Mentebah ditanam pada lahan tergenang, akan tetapi
pada tanah yang sudah berkembang (Inceptisol), Tanah inceptisol yang tergenang
memiliki aerasi yang buruk sehingga akan mempengaruhi nilai potensial redok
tanah, sehingga ketersediaan unsur hara tanah mengalami purtuasi sehingga
tergantung pada lahan tergenang atau kering.
Syarat tumbuh tanaman kratom belum ditetapkan kondisi kimia tanah dan
lingkungan yang dapat mendukung produksi perlu diidentifikasi dan dipetakan,
sehingga kegiatan usaha tani oleh masyarakat memiliki potensi untuk di
tingkatkan berdasarkan sebaran status kimia tanah yang disajikan dalam bentuk
peta.
Sampai saat ini belum ada penelitian status kesuburan tanah yang
mendukung produksi tanaman kratom. Penelitian ini akan memberikan gambar
tentang kondisi tanah inceptisol dengan status kesuburan tanah, sehingga dapat
diketahui sebaran status kesuburan tanah dan tingkat produksi tanaman kratom
umur 3 tahun.

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah memetakan status kesuburan tanah pada
lahan kratom di Desa Nanga Mentebah, Kecamatan Mentebah, Kabupaten Kapuas
Hulu.
3

II. KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka
1. Kratom (Mitragyna speciosa)
Kratom tumbuh tersebar di wilayah Asia Tenggara seperti Thailand,
Malaysia, Filipina, Kamboja, Vietnam, Papua Nugini dan Indonesia (Mukhlisi
dkk., 2018). Sebutan lokal untuk tanaman tersebut beragam, diantaranya
‘ketum’ atau ‘kutuk’ di Malaysia, ‘kratom’ atau ‘kadam’ di Thailand.
Sedangkan di Indonesia, penyebutan tanaman tersebut berbeda untuk beberapa
daerah, seperti ‘purik’ atau ‘ketum’ di Kalimantan Barat, ‘kedamba/kedemba’
di Kalimantan Timur, dan ‘kayu sapat/sepat’ di Kalimantan Tengah dan
Selatan (Mukhlisi dkk., 2018; Wahyono, 2012; Wahyono, 2015).
Habitat kratom berada di daerah aliran sungai (DAS) dan rawa-rawa.
Kratom tumbuh optimal pada tanah aluvial (endapan mineral) yang subur dan
berair. Tanaman ini memiliki kemampuan bertahan hidup dalam kondisi
tergenang air. Kondisi ini dapat dijumpai di beberapa wilayah di Indonesia,
seperti areal lahan basah Suwi yang meliputi daerah aliran sungai Suwi
(Kawasan Suwi), sungai Kenohan, dan Danau Mesangat di Kalimantan Timur,
serta kawasan Sebangau yang dilewati oleh aliran sungai Katingan dan
Sebangau di Kalimantan Tengah (Mukhlisi dkk., 2018).
Hasil pengamatan tim peneliti Badan Litbang Kesehatan di Kalimantan
Barat, kratom banyak ditanam di halaman rumah, kebun dan DAS. Umumnya
lokasi penanaman berada di dataran rendah dan lembab, juga mengandung
banyak bahan organik. Kratom masih dapat tumbuh pada kondisi lahan dengan
pH asam dan tergenang air sepanjang tahun.
Kratom seringkali ditemukan pada habitat yang sama dengan tumbuhan
air seperti kangkung (Ipomoea aquatica Forsk.), paku rawan (Limnocharis
flava), bemban (Donax canniformis), dan bengkel (Nauclea officinalis).
Tanaman bengkel memiliki morfologi yang mirip dengan kratom, sehingga
seringkali digunakan sebagai pemalsu (aldulteran) tanaman kratom. Kratom
mudah tumbuh dari biji yang berjatuhan dari pohon, dan cepat berkembang
biak dengan baik di tanah lembab. Selain itu, tanaman kratom juga difungsikan
sebagai penahan abrasi tanah di pinggiran sungai.

3
4

Kratom sedang hangat diperbincangkan karena isu kesehatan, sosial,


ekonomi dan ekologi. Polemik terjadi karena di satu sisi terdapat peningkatan
jumlah pengguna kratom dan nilai perdagangan dunia bertambah pesat, di sisi
lain ada kekhawatiran terhadap efek samping penggunaan kratom dengan
ditemukannnya beberapa kasus gangguan kesehatan.
Kratom termasuk ke dalam suku Rubiaceae seperti tanaman kopi. Secara
morfologi, kratom berupa tanaman pohon dengan batang lurus dan kulit batang
berwarna abu kecoklatan (Secretariat, 2017). Warna tulang dan urat daun
menjadi salah satu parameter pembeda, karena terdapat dua jenis warna, yaitu
hijau dan coklat kemerahan (Shellard dan Lees, 1965).
Kratom secara tradisional digunakan di Malaysia dan Thailand untuk
mengurangi rasa nyeri, relaksasi, mengatasi diare, menurunkan panas, dan
mengurangi kadar gula darah (Veltri dan Grundmann, 2019). Pengguna di
Thailand menyebutkan selain memberikan efek stimulan, konsumsi kratom
menghasilkan perasaan yang menyenangkan (Griffin, 2018).
Di Indonesia, secara tradisional kratom digunakan untuk menambah
stamina, mengatasi nyeri, rematik, asam urat, hipertensi, gejala stroke,
diabetes, susah tidur, luka, diare, batuk, kolesterol, tipus, dan menambah nafsu
makan (Wahyono, 2012; Wahyono, 2015). Meningkatnya pengunaan kratom
di masyarakat mendorong dilakukan penelitian terhadap sisi positif dan negatif
penggunaan kratom. Beberapa khasiat empiris yang telah diuji diantaranya
adalah adanya efek analgetika kuat, efek sedatif, meningkatkan sistem
kekebalan tubuh, efek stimulan dan anti depresan, juga penggunaan pada ibu
hamil dan menyusui serta potensi penyalahgunaan dan efek withdrawal (gejala
putus obat). Cara pemakaian daun kratom dapat dikunyah, diseduh seperti teh,
dihisap sebagai rokok, dan dicerna sebagai tablet terkompresi atau kapsul.
Beberapa laporan juga menyebutkan bahwa kratom dapat digunakan sebagai
pengobatan pada kasus kecanduan opioid.
5

2. Kesuburan Tanah
Kesuburan tanah adalah potensi tanah untuk menyediakan unsur hara
dalam jumlah yang cukup dalam bentuk yang tersedia dan seimbang untuk
menjamin pertumbuhan tanaman yang maksimum. Namun demikian tidak
dapat dianggap bahwa tanah yang subur adalah juga produktif karena status
kesuburan tanah tidak memberikan indikator kecukupan faktor pertumbuhan
lainnya (Ahmad, 2010).
Selain itu, untuk menyebutkan bahwa apakah status tanah itu subur atau
tidak subur, maka haruslah dikaitkan dengan keadaan sifat fisik dan kimia
tanahnya (kesuburan secara fisik dan kimia), karena bisa saja tanah itu subur
secara fisik tetapi secara kimia tidak dan sebaliknya. Jadi tanah yang benar-
benar subur itu adalah apabila didukung oleh faktor-faktor pertumbuhan, salah
satu diantaranya sifat fisik dan kimia tanahnya juga dalam kondisi yang baik,
karena sifat fisik dan kimia tanah itu saling mempengaruhi satu sama lain.
Penilaian status kesuburan tanah penting dilakukan untuk membuat
perencanaan tentang budidaya komoditas tertentu. Beberapa cara yang umum
dilakukan untuk menentukan status kesuburan tanah menurut Tisdale et al.
(1990) dalam (Susanto, 2014) adalah dengan (1) Melihat gejala defisiensi
unsur hara yang ditunjukkan oleh tanaman, (2) Analisis jaringan tanaman, (3)
Analisis biologi tanah dan (4) Analisis kimia tanah.
Penyebaran status kesuburan tanah pada suatu areal dapat ditentukan
dengan cara survei untuk pemetaan tanah. Survei ini selain bertujuan
menentukan satuan tanah juga mengevaluasi potensi tanah dalam menyediakan
unsur hara bagi tanaman melalui analisis tanah di laboratorium (Buol et al.,
1974) dalam (Susanto, 2014). Peta status kesuburan tanah ini dapat
dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan dalam membuat model pengelolaan
tanah untuk suatu penggunaan tertentu.
6

3. Survei dan Pemetaan Tanah


Survei dan pemetaan tanah merupakan suatu kesatuan yang saling
melengkapi dan saling member maanfaat bagi penggunaannya. Kegiatan survei
dan pemetaan tanah menghasilkan laporan dan peta. Laporan survei berisi
uraian tentang tujuan survei, keadaan fisik dan lingkungan lokasi survei,
keadaan tanah, klasifikasi dan interpretasi kemampuan lahan serta saran/
rekomendasi (Sutanto, 2014).
Tujuan survei tanah adalah untuk mengklasifikasikan, menganalisis dan
memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah-tanah yang sama dan hampir
sama sifatnya ke dalam satuan peta tanah tertentu dengan mengamati sifat dan
karakteristik tanah (Hardjowigeno, 1995).

4. Analisis Tanah
Analisis tanah dilakukan terhadap sampel tanah yang diambil di lapangan
dengan metode tertentu sesuai tujuan yang diharapkan. Dalam analisis tanah,
pengambilan contoh tanah harus mewakili suatu areal tertentu. Contoh tanah
yang dianalisis untuk satu jenis hara hanya memerlukan beberapa gram saja.
Oleh karena itu kesalahan dalam pengambilan contoh tanah menyebabkan
kesalahan dalam evaluasi dan interpretasi. Pengambilan contoh tanah untuk
mengetahui status hara (kesuburan tanah) menggunakan sistem composite
sample, yaitu pencampuran contoh yang diambil dari areal yang ditentukan
(Rosmarkam dan Yuwono).
Analisis tanah di laboratorium dilakukan terhadap variablel-variabel
kimia dan fisik tanah seperti: pH, Kapasitas Tukar Kation, Nitrogen, Kalium,
Fosfor, Kalsium, Magnesium (haramakro), hara mikro (Fe, Cu, Zn, B, Mo, dan
lian-lain), bahan organik, Tekstur tanah dan sebagainya. Kadar unsur hara
tanah yang diperoleh dari data analisis tanah bila dibandingkan dengan
kebutuhan unsur hara bagi masing-masing jenis tanaman, maka dapat diketahui
apakah status/kadar unsur hara dalam tanah tersebut sangat rendah rendah,
sedang dan tinggi sesuai kriteria tertentu. Hasil uji tanah ini dipakai untuk: (1)
menentukan jumlah hara yang tersedia bagi tanaman, (2) memberi peringatan
kepada petani tentang bahaya-bahaya yang mungkin akan terjadi pada
pertanamannya, baik bahaya defisiensi atau pun keracunan, (3) menjadi dasar
7

penetapan dosis pupuk dan (4) memberikan perkiraanproduksi akibat


pemakaian dosis pupuk tersebut sehingga memungkinkandilakukannya
evaluasi ekonomi, (5) membantu pemerintah dalam menyusunkebijaksanaan
antara lain dalam hal pengadaan dan penyebaran pupuk, perencanaan wilayah,
dan infrastruktur. Pusat Penelitian Tanah (PPT, 1995) mengemukakan bahwa
untuk menetapkan status kesuburan tanah maka diperlukan parameter –
parameter sifat kimia tanah seperti KTK; KB; C- organik; P total tanah; dan K
total tanah.

5. Sifat Kimia
Hardjowigeno (2003) mengemukakan bahwa faktor yang menentukan
kesuburan tanah adalah kimia tanah. Sifat kimia tanah berhubungan erat
dengan kegiatan pemupukan, seperti menghitung jumlah pupuk yang
dibutuhkan. Pengetahuan tentang sifat kimia tanah juga dapat memberikan
gambaran reaksi pupuk setelah ditebarkan ke tanah. Sifat kimia tanah meliputi
Reaksi tanah (pH), Koloid Tanah, Kapasitas Tukar Kation (KTK), Kejenuhan
Basa dan Unsur-unsur hara esensial yang meliputi unsur hara makro (C, H, O,
N, P, K, Ca, Mg, dan S) serta unsur hara mikro (Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Cl dan
Co).
Pengamatan biasanya dilakukan pada beberapa variabel sifat kimia tanah
serta beberapa sifat fisika tanah yang sangat berpengaruh pada kesuburan tanah
di lahan, diantara nya:
a) Reaksi Tanah (pH)
Reaksi tanah (pH) menunjukkan sifat keasaman atau alkalinitas
tanah yang dinyatakan dengan nilai pH tanah. Larutan tanah disebut
beraksi masam jika nilai pH tanah berada pada kisaran 0-6, artinya
larutan tanah mengandung ion H+ lebih besar daripada ion OH-.
Sebaliknya jumlah ion H+ dalam larutan tanah lebih kecil dari pada ion
OH- larutan tanah disebut bereaksi basa (alkali) atau memiliki pH tanah
8-14. Tanah bersifat masam karena berkurangnya kation kalsium,
magnesium, kalium dan natrium. Unsur-unsur tersebut terbawa oleh
aliran air ke lapisan tanah yang lebih bawah atau hilang diserap oleh
tanaman (Sutanto, 2005).
8

Hardjowigeno (2015) menyatakan reaksi tanah (pH) juga


menunjukkan ke beradaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman.
Tanah masam banyak ditemukan unsur aluminium (Al) yang selain
bersifat racun juga mengikat fosfor, sehingga tidak dapat diserap oleh
tanaman. Unsur-unsur mikro pada tanah masam menjadi mudah larut
sehingga ditemukan unsur hara mikro seperti Fe, Zn, Mn, dan Cu dalam
jumlah yang terlalu besar, akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman.
Tanah masam serta miskin unsur hara, pertumbuhan tanaman akan
terganggu sehingga dapat menurunkan produksi secara signifikan,
apalagi jika ketersediaan air tidak terpenuhi dengan baik. Tanah masam
merupakan jenis tanah dengan nilai pH tanah yang rendah. Terhambat
nya pertumbuhan tanaman akibat tanah masam pada umumnya berkaitan
erat dengan berbagai reaksi tanah, pada pH tanah yang rendah tersebut
dan dapat merupakan kombinasi dari keracunan aluminium (Al), mangan
(Mn), besi (Fe), serta defisiensi (kahat) unsur P (Fosfor), Ca (kalsium),
Mg (magnesium), dan kahat K (kalium), akan tetapi faktor yang paling
dominan penyebab buruknya pertumbuhan tanaman adalah keracunan Al
dan kekurangan unsur P (kahat fosfor).
b) C-Organik Tanah
Menurut Sutanto (2005) Kandungan bahan organik dalam tanah
merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan
keberhasilan suatu budidaya pertanian, hal ini dikarenakan bahan organik
dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah.
Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-
organik.
Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen
biotik dan abiotik dalam ekosistem tanah. Menurut Musthofa (2007)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam
bentuk C-Organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2%,
agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun akibat proses
dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah, penambahan
bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun.
9

c) Nitrogen (N)
Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro esensial, menyusun
sekitar 1,5% bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan
protein (Hanafiah, 2005). Nitrogen dalam tanah berasal dari bahan
organik tanah, pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara, pupuk
serta air hujan (Hardjowigeno, 2015)
Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer dan lainnya
berasal dari aktifitas di dalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi
unsur N secara simbiotik khususnya terdapat pada tanaman jenis
leguminose dengan bakteri tertentu. Bahan organik juga membebaskan
unsur N dan senyawa lainnya setelah mengalami proses dekomposisi
oleh aktifitas jasad renik tanah. Hilangnya unsur N dari tanah karena
digunakan oleh tanaman atau mikroorganisme. Kandungan N-total
umumnya berkisar antara 2000-4000 kg/ha pada lapisan 0-20 cm, tetapi
tersedia bagi tanaman hanya kurang dari 3% dari jumlah tersebut
(Hardjowigeno, 2003).
Manfaat unsur N adalah memperbaiki dan memacu pertumbuhan
tanaman pada fase dalam vegetative, serta berperan dalam pembentukan
klorofil, asam amino, lemak, enzim, protein dan persenyawaan lain.
Nitrogen terdapat di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik,
bentuk-bentuk organic meliputi NH4, NO3, NO2, N2O dan unsur N.
Tanaman menyerap unsur N terutama dalam bentuk NO3-, namun
bentuk lain yang juga dapat menyerap adalah NH4+, dan urea (CO(N2)2)
dalam bentuk NO3-. Selanjutnya, dalam siklus nitrogen organik di dalam
tanah mengalami mineralisasi sedangkan bahan mineral mengalami
immobilisasi, sebagian unsur N terangkut, sebagian kembali sebagai
residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi, hilang melalui
pencucian dan bertambah lagi melalui pemupukan, serta ada yang hilang
atau bertambah karena pengendapan (Poerwowidodo, 1993).
Kriteria status hara nitrogen dalam tanah menurut Hardjowigeno
(2003) dapat dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu:
1) Sangat rendah untuk N (%) berkisar antara < 0,10
2) Rendah untuk N (%) berkisar antara 0,10 - 0,20
10

3) Sedang untuk N (%) berkisar antara 0,20 - 0,50


4) Tinggi untuk N (%) berkisar antara 0,51 – 0,75
5) Sangat tinggi untuk N (%) lebih dari 0,75.
d) Fosfor (P)
Fosfor (P) merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah banyak
(unsur hara makro). Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil
dibandingkan dengan nitrogen dan kalium. Tanaman menyerap fosfor
dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan ion-ion ortofosfat
sekunder (HPO4) (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Unsur fosfor (P) dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk
buatan dan mineralmineral di dalam tanah. Unsur P paling mudah diserap
oleh tanaman pada pH sekitar netral pH 6-7 (Hardjowigeno, 2015).
Siklus unsur P terlihat bahwa kadar P-larutan merupakan hasil
keseimbangan antara suplai dari pelapukan mineral-mineral P, pelarutan
(solubilitas) P-terfiksasi dan mineralisasi P-organik dan kehilangan P
berupa immobilisasi oleh tanaman, fiksasi dan pelindian (Hanafiah,
2005).
Menurut Hanafiah (2005) tanah-tanah tua di Indonesia (Podsolik
dan Litosol) umumnya berkadar alami P rendah dan berdaya fiksasi
tinggi, sehingga penanaman tanpa memperhatikan suplai fosfor
kemungkinan besar akan gagal akibat defisiensi unsur P. Hardjowigeno
(2015) menyatakan jika kekurangan unsur P, pertumbuhan terhambat
(kerdil), karena pembelahan sel terganggu, daun-daun menjadi ungu atau
coklat mulai dari ujung daun terlihat jelas pada tanaman yang masih
muda.
e) Kalium
Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyatakan bahwa kalium
merupakan unsur hara ketiga setelah nitrogen dan fosfor yang diserap
oleh tanaman di dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari kalium akan
membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan
negatif nitrat, fosfat, atau unsur lainnya. Ketersediaan kalium merupakan
kalium yang dapat dipertukarkan dan dapat diserap tanaman yang
11

tergantung pada penambahan pupuk kalium dari luar tanah, fiksasi oleh
tanahnya sendiri dan adanya penambahan dari kalium nya sendiri.
Menurut Hardjowigeno (2015) Unsur K ditemukan dalam jumlah
banyak di dalam tanah, tetapi hanya sebagian kecil yang digunakan oleh
tanaman yaitu yang larut dalam air atau yang dapat dipertukarkan (dalam
koloid tanah). K di dalam tanah dapat dibedakan menjadi 3, yakni tidak
tersedia bagi tanaman terdapat dalam mineralmineral primer tanah seperti
feldspar (ortokias, leusit), mika dan lain-lain, yang jumlahnya 90-98%
total K di tanah. Tersedia bagi tanaman, terdiri dari K yang dapat
dipertukarkan (dijerap oleh koloid liat atau humus) dan K dalam larutan
(bentuk ion K+), yang jumlahnya 1-2% total K di dalam tanah. Tersedia
bagi tanaman tapi lambat, K yang tidak dapat dipertukarkan, diikat
(difiksasi) oleh mineral liat illit (+ montmorillonit), tidak tercuci oleh air
hujan, dapat berubah menjadi bentuk yang tersedia, jumlahnya
tergantung banyak mineral illit yang ada di dalam tanah. Tanaman
cenderung mengambil K dalam jumlah yang jauh lebih banyak dari yang
dibutuhkan tetapi tidak menambah produksi.
Fungsi unsur K yakni sebagai pembentukan pati, mengaktifkan
enzim, pembentukan stomata, proses fisiologis dalam tanaman, proses
metabolik dalam sel, mempengaruhi penyerapan unsur-unsur lain,
mempertinggi daya tahan terhadap kekeringan, penyakit, dan
perkembangan akar. Hilangnya K dari tanah disebabkan oleh diserap
tanaman terutama tanaman leguminosa, tomat, kentang dan pencucian
oleh air hujan (leaching). Gejala tanaman kekurangan K yakni tanaman
tidak tinggi dan pinggir-pinggir daun berwarna coklat, mulai dari daun
tua (Redaksi Agromedia, 2011)
f) Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas Tukar Kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat
erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan
kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih
tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah
atau tanah-tanah berpasir. Nilai KTK tanah sangat beragam dan
tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri.
12

Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah, tekstur


atau jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik dan pengapuran serta
pemupukan (Hardjowigeno, 2015). Sutanto (2005) mengungkapkan
pengukuran KTK sangat tergantung pada kondisi pH larutan sehingga
ada perbedaan antara KTK potensial (maksimum) yang diukur pada pH
larutan yang dibuffer dan KTK efektif (aktual) yang diukur dengan
larutan yang tidak dibuffer sesuai dengan kondisi pH tanah asli. Koloid
mineral dan organik mempengaruhi KTK total tanah.
Kapasitas Tukar Kation (KTK) ditafsirkan sebagai kemampuan
koloid tanah untuk menjerap dan mempertukarkan kation dengan muatan
(charge) yang sama (+ atau -) dan permukaan koloid yang bermuatan
negatif. Koloid tanah yang bermuatan negatif adalah mineral lempung
dan senyawa organik (Sutanto, 2005).
g) Kejenuhan Basa (KB)
Hardjowigeno (2015) mengemukakan bahwa Kation-kation yang
terdapat dalam kompleks jerapan koloid tersebut dapat dibedakan
menjadi kation-kation basa dan kation-kation asam. Termasuk kation-
kation basa adalah Ca++, Mg++, K+ dan Na+, sedangkan yang termasuk
kation-kation asam adalah H+ dan Al+++. Kejenuhan basa menunjukkan
perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua
kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks
jerapan tanah. Kejenuhan basa rendah berarti tanah memiliki tingkat
kemasaman yang tinggi dan kejenuhan basa mendekati 100% tanah
bersifat alkalis. Tanah dengan kejenuhan basa sama dan komposisi
koloid berlainan, akan memberikan nilai pH tanah yang berbeda. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan derajat disosiasi ion H + yang dijerap pada
permukaan koloid.
h) Salinitas
Salinitas tidak ditentukan oleh garam NaCl saja tetapi oleh
berbagai jenis garam yang berpengaruh dan menimbulkan stress pada
tanaman. Garam-garam yang menimbulkan cekaman pada tanaman
antara lain ialah NaCI, NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang terlarut
dalam air. Garam-garam ini mempengaruhi pH (tanah salin memiliki pH
13

<8,5) dan daya hantar listrik (> 4 mmhos/cm) (Harjadi dan Yahya, 1988).
Air yang banyak mengandung garam akan mempunyai DHL tinggi.
Pengukurannya dengan alat Electric Conductance Meter (EC Meter),
yang satuannya adalah mikro mhos/cm atau µmhos/cm atau sering ditulis
umhos. (Hadipurwo, 2006 dalam Danaryanto dkk., 2008). Tanaman padi
termasuk tanaman yang peka terhadap salinitas tanah. Nilai DHL sebesar
2 dS/m dianggap 18 optimal, tetapi jika mencapai 4-6 mS/cm tergolong
marginal. Jika nilai DHL > 6 mS/cm, maka pertumbuhan tanaman padi
terhambat. Penurunan hasil bisa mencapai 50 % jika nilai DHL sekitar
7,2 dS/m, atau jika nilai exchangeable sodium percentage (ESP) sekitar
20% (Djaenudin et al., 2000).
i) Potensial Redoks
Potensial redoks (Eh) adalah potensial elektroda standar sel-paruh
diukur terhadap suatu elektroda penunjuk standar, yaitu elektroda
hidrogen. Sedangkan E0 adalah suatu tetapan, yang disebut potensial
redoks baku dari sistem, dan RT/F=0.0592 pada 25o C. Jika aktivitas dari
spesies-spesies teroksidasi dan tereduksi sama dengan satu, rasio tersebut
menjadi = 1, dan nilai log-nya = 0, maka Eh = E0. Oleh karena itu,
potensial redoks baku didefinisikan sebagai potensial redoks dari sistem
dengan aktivitas spesies teroksidasi dan tereduksi sama dengan satu (Tan
1982).
Pengukuran Eh pada tanah-tanah reduktif memiliki beberapa
keterbatasan. Sistem tanah sangat heterogen dan sulit untuk memperoleh
potensial keseimbangan yang tepat. Selain itu, beberapa pasangan redoks
yang penting, seperti NO3-/NH4+, SO42-/S2-, CO2/CH4, dan pasangan
redoks organik, tidak bersifat elektroaktif, tetapi dapat mengganggu
pengukuran Eh dengan menghasilkan potensial campuran (Kyuma
2004a). Menurut Stumm dan Morgan (1970) dalam Kyuma (2004),
pengukuran Eh hanya dapat dilakukan dengan tepat untuk pasangan
Fe3+/Fe2+ dan Mn4+/Mn2+ dengan kadar lebih tinggi dari 10-5 M dalam air
alami. Menurut Lindsay (1979), elektroda platina biasa digunakan untuk
pengukuran potensial redoks dalam tanah. Akan tetapi, elektroda tersebut
tidak berfungsi dengan baik pada tanah yang berada pada kondisi
14

oksidatif. Reaksi redoks terjadi pada hampir semua tanah. Biasanya,


reaksi oksidasi berkaitan dengan kondisi tanah berdrainase baik,
sedangkan proses reduksi berkaitan dengan kondisi tanah berdrainase
buruk atau apabila terdapat air berlebih. Kondisi redoks tanah
mempengaruhi stabilitas senyawa-senyawa besi dan mangan.
Nilai Eh merupakan penciri paling penting dalam evaluasi status
unsur dalam tanah. Berdasar pada hubungan antara sifat-sifat tanah dan
pertumbuhan tanaman, maka status redoks dikelaskan ke dalam empat
kategori: oksidasi, reduksi lemah, reduksi sedang, dan reduksi kuat (Liu,
1985 dalam Syekhfani, 2014a).

6. Morfologi kratom
Kratom (Mitragyna speciosa) merupakan tumbuhan asli yang tumbuh
dari Asia Tenggara (Murple, 2006). Tumbuhan ini di dokumentasi kan pertama
kali oleh ahli botani Belanda Pieter Khortals. Pohon ini tumbuh liar di
Malaysia, Indonesia, Papua, dan Thailand khususnya di bagian tengah dan
selatan, dan jarang terdapat di bagian utara. Tumbuhan ini tumbuh di hutan
hujan (rain forest), lahan basah, tanah yang kaya humus, pada area dengan
intensitas sinar matahari medium dan terlindungi dari angin kencang.
Klasifikasi botani purik (Mitragyna speciosa) adalah sebagai berikut:

Divisi : Magniliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Gentianales
Famili : Rubiaceae
Genus : Mitragyna
Species : M. Speciosa

Gambar 1. Tanaman Mitragyna speciosa (pohon, daun, bunga)


Sumber: Dokumentasi (2020)
15

Purik merupakan tumbuhan yang memiliki tinggi mencapai 50 kaki (±15


m) dengan cabang menyebar lebih dari 15 kaki (±4,5 m), memiliki batang yang
lurus dan bercabang, dengan bunga kuning dan dalam kelompok berbentuk
bulat (ball-shaped clusters). Tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang selalu
hijau. Daun purik berwarna hijau gelap mengkilap, halus, berbentuk bulat telur
melancip (ovate- acuminate) dan berlawanan dalam pola pertumbuhan. Daun
purik dapat tumbuh dengan panjang melebihi 7 inchi (±18 cm) dan lebar 4
inchi (± 10 cm). Daun terlepas dan digantikan secara konstan, namun ada
beberapa kuasi musim (quasi-seasonal) dimana daunnya rontok karena kondisi
lingkungan. Selama musim kering setiap tahun daun yang gugur lebih banyak
dan daun yang baru akan tumbuh lebih banyak pada musim hujan. Bila
tanaman ini tumbuh di luar habitat aslinya, maka musim gugur daun akan
terjadi saat suhu dingin sekitar 4°C (Murple, 2006).

B. Kerangka Konsep
Kesuburan tanah merupakan mutu suatu tanah sehingga kesuburan tanah
tidak dapat diukur secara kuantitatif melainkan hanya dapat ditaksir atau dinilai
harkatnya (sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat rendah). Pengelolaan
kesuburan tanah bertujuan untuk mengoptimalkan kesuburan tanah tersebut.
Setiap jenis tanah memiliki sifat yang berbeda begitu pula dengan tanaman
yang ditanam pada tanah juga memiliki sifat dan persyaratan tumbuh yang
berbeda pula.
Kriteria optimum kesuburan ditentukan pengaruh yang timbul dari
hubungan interaktif antar variabel, sebagai contoh pada beberapa sifat tanah
seperti pH tanah, Corganik, N-total, P- total/tersedia, K-total/tersedia, KTK dan
KB (kejenuhan basa).
Penyebaran status kesuburan tanah pada suatu area dapat ditentukan
dangan cara survei untuk pemetaan tanah. Survei ini selain bertujuan untuk
menentukan satuan tanah juga mengevaluasi potensi tanah dalam menyediakan
unsur hara bagi tanaman melalui analisis tanah di labotorium. Peta status
kesuburan tanah ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan dalam
membuat model pengelolaan tanah untuk suatu penggunaan tertentu.
16

Mengetahui status kesuburan tanah di lahan kratom merupakan hal


penting dalam budidaya kratom bagi peningkatan produksi tanaman kratom
dan berpengaruh terhadap pertanian di masa yang akan datang. Pemetaan status
kesuburan tanah pada lahan kratom Kecamatan Nanga Mentebah Kabupaten
Kapuas Hulu bertujuan agar budidaya tanaman kratom dapat optimal.
Keragaman Faktor-faktor yang menentukan karakteristik spesial dari
Unsur-unsur hara diatas sangat mudah dijumpai di daerah penelitian ini
terdapat dua jenis tanah di daerah penelitian menunjukan bahwa terdapat
variasi dari segi kandungan unsur hara, apalagi jika mempertimbangkan variasi
Factor pembentuk tanah pada jenis tanah yang sama dengan alasan tersebut,
sangat mungkin dijumpai keragaman dari sifat-sifat kimia tanah di atas. Oleh
karena itu, pemahaman mengenai karakteristik spesial sifat-sifat kimia tanah
tersebut sangat diperlukan.
III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak Geografi, Batas Lokasi dan Aksesibilitas


Daerah penelitian terletak di Desa Nanga Mentebah, Kecamatan Mentebah,
Kabupaten Kapuas Hulu yang memiliki batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Nanga Tuan Kecamatan Bunut Hilir

Sebelah Selatan : Desa Selaup Kecamatan Bunut Hulu

Sebelah Barat : Desa Tekalong Kecamatan Mentebah

Sebelah Timur : Desa Beringin Bunut Hulu

Secara geografis lokasi penelitian masih termasuk Kecamatan Mentebah


terletak diantara 00 30’0’ LU – 00 39’ 0’’ LU 1120 42’0’’ BT – 1120 49’ 30’’ BT
yang terdapat pada lampiran 1. Berdasarkan geografis Desa Nanga Mentebah
terletak disebelah Utara ibu kota Kecamatan merupakan bagian integral dari
wilayah Kabupaten Kapuas Hulu dengan Luas Desa Nanga Mentebah adalah
110,16 km2 dengan total jumlah penduduk 2.592 jiwa (Data Profil Desa Nanga
Mentebah 2018 dan BPS 2019. Kabupaten Kapuas Hulu).

Aksesibilitas menuju lokasi penelitian sekitar 573,4 km dari kota Pontianak.


Perjalanan dapat ditempuh dalam waktu 11-12 jam dengan menggunakan jalur
darat. Lokasi penelitian tidak jauh dari akses jalan Desa Nanga Mentebah. Lokasi
penelitian terletak di Kecamatan Mentebah.

B. Curah Hujan
Berdasarkan data curah hujan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika Stasiun Klimatologi Mempawah selama periode 7 tahun terakhir (2013-
2019). Rata-rata curah hujan selama periode 7 tahun terakhir di Kecamatan
mentebah adalah 4209,5 mm/tahun atau 350,8 mm/bulan. Data curah hujan dapat
dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan data BPS (2019), temperatur udara rata-rata
selama tahun 2019 adalah 27,130 C dan kelembapan udara rata-rata sealama tahun
2019 adalah 83%. Data curah hujan dapat dilihat pada Gambar 3.

17
18

500,0 462,9
440,6
450,0 422,0
380,3 390,7
400,0
Rata-rata Curah Hujan (mm)
352,4 341,9 339,3
350,0 321,7
309,0
300,0 271,7
250,0
200,0 177,1

150,0
100,0
50,0
0,0
jan feb mar ap mei juni juli agus sep ok nov des
Bulan

Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Mempawah (2018)


Gambar 2. Rata-rata Curah Hujan Bulanan Di kecamatan mentebah kabupaten
Kapuas hulu 2013-2019

500,00
437,92
450,00
Rata-rata Tahunan Curah Hujan (mm)

391,33
400,00
339,58 330,58 332,42
350,00 317,58
306,17
300,00

250,00

200,00

150,00

100,00

50,00

0,00
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Tahun

Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Mempawah (2018)


Gambar 3. Jumlah Rata-rata Curah Hujan Tahunan Di Kecamatan Mentebah
2013-2019

C. Topografi
Keadaan topografi di wilayah Desa Nanga Mentebah, Kecamatan
Mentebah, Kabupaten Kapuas Hulu termasuk kategori datar dengan kemiringan
19

3-8 % (Data Profil Desa Nanga Mentebah 2018). Adapun untuk memperjelas
pemaparan diatas dapat dilihat pada Lampiran 3 (peta topografi 1: 25000).

D. Jenis Tanah
Jenis tanah di wilayah Desa Nanga Mentebah, Kecamatan Mentebah,
Kabupaten Kapuas Hulu yaitu tanah ordo Inceptisol dengan sub-ordo
Endoaquepts, Dystropepts, Haplohemists dan Halplofibrists. Pada lokasi
penelitian tergolong tanah Inceptisol dapat dilihat pada Tabel 1 dan Lampiran 5.
(Peta jenis tanah skala 1: 25.000).

Tabel 1. Jenis Tanah Desa Nanga Mentebah Kecamatan Mentebah Kabupaten


Kapuas Hulu
Keterangan Luas (Ha) Luas (%)

Endoaquepts/dystrudepts 4.275,59 65,34

Haplohemists/haplofibrists 2.191,76 33,48

Total 6.543,91 100

Sumber: Laboratorium Survei dan Evaluasi Lahan Fakultas Pertanian


Universitas Tanjungpura 2020

E. Penggunaan Lahan Kratom


Penggunaan lahan penelitian yaitu lahan kratom dengan luasan 95,13 ha
(Data Profil Desa Nanga Menteah 2018) sebagaimana dapat dilihat pada
Lampiran 5. Sebagian besar masyarakat Desa Nanga Mentebah Kecamatan
Mentebah adalah petani. Satu diantara tanaman yang dibudidayakan adalah
tanaman kratom.
20

Tabel 2. Pengunaan Lahan Di Desa Nanga Nentebah Kecamatan Mentebah


Kabupaten Kapuas Hulu

No Jenis pengunaan lahan Luas (Ha) Luas (%)


1 Hutan Primer 4.948,87 75,63
2 Hutan Sekunder 872,91 13,34
3 Liputan Vegetasi alami/semi alami lainya 232,19 3,55
4 Semak/Belukar 158,55 2,42
5 Pertanian Lahan Kering 95,13 1,45
6 Sungai 77,56 1,19
7 Tambang 62,68 0,96
8 Pemukiman 49,88 0,76
9 Ladang/tegalan dengan Palawija 46,14 0,71
Total 6.543,91 100
Sumber: Laboratorium Survei dan Evaluasi Lahan Fakultas Pertanian
Universitas Tanjungpura 2020

F. Keadaan Penduduk dan Mata Pencarian Penduduk


Keadaan penduduk Desa Nanga Mentebah, Kecamatan Mentebah,
Kabupaten Kapuas Hulu Terdiri dari empat dusun, dengan total jumlah penduduk
2.708 jiwa dan 713 KK. Terdiri dari 1.407 jiwa laki-laki dan 1.301 jiwa
perempuan (Data Profil Desa Penjalaan, 2015).
Secara umum mata pencarian warga Desa Nanga Mentebah yaitu dari
pertanian dan perkebunan. Pada pertanian yang di usahakan yaitu tanaman
hortikultura seperti sayur-sayuran dan tanaman padi. Pada perkebunan yang di
usahakan yaitu perkebunan karet, kelapa sawit, kelapa bulat, kopi, dan pinang.

G. Informasi Lahan Kratom


1. Lokasi A
Lokasi A pada pengamatan ini adalah milik Bapak Simamora yang
merupakan petani kratom di Kecamatan Mentebah. luas lahan A ± 13,03 ha
dengan jarak 35 m dari sungai Mentebah. Sebagian besar vegetasi penutup
tanah pada lahan tersebut adalah gulma, seperti alang-alang dan tanaman
berkayu. Sebelumnya lahan bapa Simamora adalah hutan sekunder yang
kemudian dialih fungsikan menjadi lahan perkebunan kratom. Bapak
21

Simamora membuka lahan tampa olah tanah atau dengan cara membakarnya,
setelah selesai kemudian menanannya, Pengelolaan yang telah dilakukan
adalah pemberian pupuk urea setelah tanam, dan di tebas sebagai pengendalian
gulma. Hasil produksi milik lokasi A mencapai 1.200 Kg daun basah dalam
satu bulan panen.
2. Lokasi B
Lokasi B pada pengamatan ini adalah milik Bapak Muslimin biasa
dipangil Bapak Ajumin yang merupakan petani kratom di Kecamatan
Mentebah. luas lahan B ± 1,01 ha dengan jarak 5 m dari sungai Mentebah.
Sebelumnya lahan bapak Ajumin adalah hutan sekunder yang kemudian dialih
fungsikan menjadi lahan perkebunan kratom. Bapa Ajumin membuka lahan
tampa olah tanah atau dengan cara membakarnya, Lahan bapak Ajumin
terbilang bagus karena sangat sedikit gulma yang ada di lahannya, karenan
belio sering membersihkan lahannya dengan cara di tebas dan sembari
memanen sesekali bapak Ajumin menyabut rumput liar yang mulai tumbuh.
Dan pemberian pupuk yang dilakukan oleh bapak Ajumin hanya sekali saja
dengan mengunakan pupuk urea setelah tanah. Hasil produksi milik bapa
ajumin atau lokasi B mencapai 1.950 Kg daun basah dalam satu bulan panen.
3. Lokasi C
Lokasi C pada pengamatan ini adalah milik Bapak Widi yang merupakan
petani keratom di Kecamatan Mentebah. luas lahan A ± 2,65 ha dengan jarak 5
m dari sungai mentebah. Sebelumnya lahan bapa Widi adalah hutan sekunder
yang kemudian dialih fungsikan menjadi lahan perkebunan kratom. Bapak
Widi membuka lahan tampa olah tanah atau dengan cara membakarnya,
Sebagian besar vegetasi penutup tanah pada lahan tersebut adalah gulma dan
tanaman berkayu, Pengelolaan yang telah dilakukan adalah pemberian pupuk
urea setelah tanam, dan di tebas sebagai pengendalian gulma. Hasil produksi
milik lokasi C mencapai 1.500 Kg daun basah dalam satu bulan panen.
4. Lokasi D
Lokasi D pada pengamatan ini adalah milik Ibu Linda yang merupakan
petani kratom di Kecamatan Mentebah. luas lahan A ± 2,63 ha dengan jarak 5
m dari sungai Mentebah. Sebelumnya lahan Ibu Linda adalah hutan sekunder
yang kemudian dialih fungsikan menjadi lahan perkebunan kratom. Ibu Linda
22

membuka lahan tampa olah tanah atau dengan cara membakarnya, Sebagian
besar vegetasi penutup tanah pada lahan tersebut adalah gulma. Pengelolaan
yang telah dilakukan adalah pemberian pupuk urea setelah tanam, dan di tebas
sebagai pengendalian gulma. Hasil produksi milik lokasi D mencapai 2.100 Kg
daun basah dalam satu bulan panen.

H. Panen dan Pasca Panen


Tanaman kratom yang digunakan petani di lokasi penelitian berasal dari
bibit lokal yang disemai dari biji kratom yang didapat dari pohon kratom yang ada
di hutan mentebah dan di tanam dengan jarak tanam 1m X 1m. Setelah 6 bulan
ditanam tanaman kratom bisa di panen.
Cara pemanenan kratom dengan cara memetik daun yang ada di pohonnya
dan petani kratom dilokasi penelitian menyisakan 2-3 helai daun muda pada
dahan kratom agar kratom dapat tetap tumbuh dan menghasilkan daun lagi,
setelah di panen petani dilokasi penelitian bisa langsung menjual hasil panenan
tersebut atau petani dilokasi penelitain menyebutnya daun basah, ada juga yang
menjemur nya terlebih dahulu hinga kering dan setelah kering daun kratom dibuat
remahan seperti daun teh dengan cara tradisional di remas atau diinjak dan ada jug
cara moderen yang mengunakan mesin pengiling, dan petani di lokasi penelitian
juga ada yang menjual bubukan kratom, bubukan kratom sendiri ialah hasil dari
remahan daun kratom yang digiling halus lagi sehinga menjadi seperti bubukan
kopi. Harga daun kratom sendiri berbeda-beda dari yang basah hinga bubukan,
daun basah sendiri dihargai Rp 4.000,00/Kg untuk remahan Rp 20.000/Kg dan
bubukan sendiri Rp 30.000/Kg.
IV. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Desa Nanga Mentebah, Kecematan Mentebah,
Kabupaten Kapuas Hulu. Waktu penelitian ± 4 bulan, meliputi kegiatan prasurvei,
survey lapangan, analisis lapangan, pengambilan sampel, analisis laboratorium
dan sampai penyajian hasil penelitian. (29-02-2020 s/d 20-03-2021)

B. Alat dan Bahan Penelitian


1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Position System
(GPS), ring sampel, buku munsell soil colour chart, meteran, pisau, cangkul,
alat tulis, kertas label, timbangan, klinometer, dan bor tanah (belgi).
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah utuh dan
terganggu, peta Lokasi Titik Pengamatan (skala 1:5000), peta administrasi
Desa Nanga Mentebah (skala 1:100.000), peta Topografi Desa Nanga
Mentebah (skala 1:50.000), peta Jenis Tanah Desa Nanga Mentebah (skala
1:50.000), peta Penggunaan Lahan Desa Nanga Mentebah (skala 1:50.000),
profil Desa, data curah hujan, serta bahan - bahan yang diperlukan
Laboratorium untuk analisis tanah, baik sifat fisika tanah maupun sifat kimia
tanah.

C. Pelaksanaan Penelitian
Dalam pelaksaan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan. Adapun
tahapan kegiatan yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Persiapan
Persiapan meliputi studi pustaka, penyiapan bahan dan peralatan
penelitian, serta persyaratan asministrasi yang dibutuhkan termasuk izin dari
Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura kepada pihak-pihak terkait.

23
24

2. Survei Pendahuluan
Kegiatan survei pendahuluan meliputi penentuan lokasi penelitian
dengan cara mengambil titik koordinat pada 4 lahan kratom. Titik koordinat
yang diperoleh selanjutnya diperiksa menggunakan citra satelit pada
penggunaan lahan.
3. Penentuan lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini terletak pada 4 lahan perkebunan kratom yang dapat
dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Lokasi dan Luas Area Penelitian
No Lokasi Luas (ha)
1 Lokasi A (Bapak Simamora) 13,03 ha

2 Lokasi B (Bapak Ajumin) 1,01 ha

3 Lokasi C (Bapak Widi) 2,65 ha

4 Lokasi D (Ibu Linda) 2,63 ha


Sumber: Penentuan Titik Pengamatan (2020)
4. Penentuan titik pengamatan
Setelah menentukan 4 lokasi penelitian barulah menentukan titik
pengamatan dengan mengunakan metode Acak Sistematis sehingga diperoleh 3
titik pengamatan untuk setiap fisiografi lahan. sehinga jumlah titik pengamatan
adalah 12 titik. Hasil penentuan titik koordinat kemudian dibuat dalam bentuk
peta titik pengamatan Lampiran 6.
Tabel 4. Titik Koordinat Pengamatan
No Satuan lahan (sl) Titik koordinat
49 N 0699579
1. Lokasi A (Bapak simamora) UTM 0059870
49 N 0700049
2. Lokasi B (Bapak ajumin) UTM 0060454
49 N 0699923
3. Lokasi C (Bapak widi) UTM 0060662
49 N 0699835
4. Lokasi D (Ibu linda)
UTM 0660871
Sumber: Marsudi Jurae (2020)
25

5. Pengambilan sampel tanah


Pengambilan sampel tanah dilakukan pada 4 lokasi lahan kratom. Setiap
lahan diambil 3 sampel tanah dengan jarak antara titik pengambilan sampel
100 m. Sampel tanah diambil pada kedalaman 0-30 cm menggunakan metode
acak sistematis sehingga total sampel tanah yang diambil sebanyak 12 sampel
tanah terganggu. Selanjutnya keseluruhan sampel di analisis di lab kimia untuk
pengamatan pH tanah, C-organik, N-total, P- total/tersedia, K-total/tersedia,
KTK, KB dan Pontensial Redoks.
6. Analisis tanah di laboratorium
Sampel tanah yang diperoleh di lapangan kemudian dibawa ke
laboratorium dan selanjutnya dianalisis lengkap. Analisis tanah yang dilakukan
sesuai dengan parameter penelitian, yaitu pH tanah, C-organik, N-total, P-
total/tersedia, K-total/tersedia, KTK, KB, dan potensial Redoks yang
mengikuti metode dan prosedur standar yang digunakan pada Laboratorium
Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura.
7. Interpretasi data dan analisis status kesuburan tanah
Hasil analisis tanah diinterpretasi menggunakan kreteria penilaian sifat-
sifat kimia tanah yang telah ditentukan berdasarkan Petunjuk Teknis Status
Kesuburan Tanah (PPT, 1995) yang disajikan pada lampiran 7.
8. Pemetaan Status Kesuburan Tanah
Status kesuburan tanah yang di peroleh pada SPL di petakan menjadi
peta status kesuburan tanah lahan kratom. Kriteria status kesuburan tanah yang
di peroleh di petakan dengan skala 1:25.000.
9. Tahap penyelesaian
Tahap ini merupakan tahap terakhir atau kegiatan pengkoreksian dan
evaluasi dari hasil analisis data-data yang telah didapatkan, serta pembuatan
layout peta akhir. Peta dihasilkan dari penelitian ini adalah diantaranya:
a) Peta Topografi 1 : 50.000
b) Peta Penggunaan Lahan 1 : 50.000
c) Peta Jenis Tanah 1 : 50.000
d) Peta titik pengamatan 1 : 5000
e) Peta Kesuburan Tanah 1 : 8.000
26

D. Pengolahan Data
Metode pengolahan data mendeskripsikan metode-metode yang digunakan
untuk mengolah masing-masing data. Hasil pengolahan data dari masing-masing
data adalah informasi yang dibutuhkan untuk diolah pada tahap selanjutnya.
Data peta kesuburan tanah tahun 2020 digunakan dengan maksud untuk
mengetahui kesuburan tanah di Kecamatan Mentebah, Kabupaten Kapuas Hulu.
Pada pengolaan data dilakukan untuk penilaian skoring dan pembobotan pada
tingkat kesuburan suatu wilayah dengan menggunakan Edit Attribute dalam
aplikasi Arcgis 10.7 untuk memasukan data kesuburan tanah pada table attribute.

E. Parameter Pengamatan
1. Reaksi Tanah (pH)
Penetapan reaksi tanah (pH) tanah dilakukan di Laboratorium menggunakan
pH meter dengan pelarut aquades H2O. Prinsip kerja dari uji pH dengan
menggunakan pH meter ini adalah untuk pengukuran hidrogen dengan
menggunakan metode pengukuran potensimetrik.
2. C- Organik
Penetapan C-Organik diukur dengan metode Loss Inignition. C-Organik
mencerminkan jumlah karbon organik tanah yang terkandung dalam suatu
tanah.
3. N-total (%)
Perhitungan N-total ini bertujuan untuk mengetahui jumlah nitrogen
keseluruhan dalam tanah. Penentuan N-total tanah dilakukan dengan
menggunakan metode Kjeldahl dengan pereaksi asam sulfat, diukur dalam
satuan %. Rasio C/N ditentukan dengan hasil perhitungan nilai C (C-
Organik) dibagi dengan nilai N-Total.
4. Kandungan Fosfor Tersedia dan Fosfor Total
Penetapan P Total tanah menggunakan pereaksi HCI dan P tersedia
pengekstrak Bray I menggunakan Spectrophotometer, P total satuan
mg/100g dan p tersedia satuan ppm.
27

5. K–dd, Na–dd Tanah dan K-Total


K–dd dan Na-dd ditentukan dengan metode ekstraksi menggunakan
NH4OAC 1 N pH 7, kemudian dengan menggunakan flamephotometer,
dalam satuan C mol (+) kg-1.
Penetapan K-Total dilakukan dengan metode HCL 25% dengan satuan C
mol(+)kg-1.
6. Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah
Pengukuran KTK dilakukan dengan metode ekstraksi NH4OAC 1 N pH 7,
dalam satuan cmol (+) kg-1.
7. Kejenuhan Basa (KB) Tanah
Kejenuhan basa dalam satuan (%) diperoleh dengan cara membagi jumlah
kation basa dengan jumlah KTK dikali 100%.
8. Potensial Redoks (Eh)
Pengukuran Eh dengan mengunakan alat langsung dengan metode
pengukuran elektroda platina.

F. Penyajian hasil
Pengolahan data dilakukan berdasarkan hasil analisis dilaboratorium dan
dilapangan. Hasil analisis dilaboratorium diklasifikasikan berdasarkan kriteria
penilaian sifat kimia tanah kemudian dilakukan penyajian data dalam bentuk,
table, grafik dan peta.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Satuan Peta Tanah


Tanah di dataran Kecamatan Mentebah didominasi oleh tanah-tanah sedang
berkembang seluas 6.466,35 ha (98,81%). Pada lokasi penelitian, berdasarkan
peta jenis tanah lokasi penelitian di idetifikasi Endoaquepts dan Dystrudepts.
Inseptisols sebagai tanah dominan yang ditemukan di lokasi penelitian
merupakan tanah yang sedang berkembang yang dicirikan oleh warna, struktur
dan peningkatan kandungan liat. Berkembang pada bahan induk aluvium
(endapan liat, pasir dan campuran liat-pasir) dan dari sedimen tersier yang terdiri
atas skis dan mika. Penyebaran tanah ini berada pada grup landform Aluvial,
Fluvio-marine, Marine dan Tektonik struktural.
B. Pengamatan Lapangan
1. Warna Tanah
Hasil pengamatan warna tanah pada keempat lokasi penelitian tersaji
pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Pengamatan Warna Tanah di Lokasi Penelitian


Warna Tanah
Jenis Kedalaman
(Munsell Soil Keterangan
Lahan Lapisan (cm)
Color Chart)
0-9 10 YR 3/4 Coklat Tua Kekuningan
Lahan A 9-18/22 10 YR 4/1 Abu-abu Tua
22-56 7,5 YR 5/6 Coklat Kuat
56-200 10 YR 5/1 Abu-abu
0-8/10 10 YR 4/3 Coklat
Lahan B 10-14/20 10 YR 5/2 Coklat keabu-abuan
20-200 7,5 YR 4/1 Abu-abu Tua
0-7 5 YR 2,5/2 Coklat Kemerahan Tua
Lahan C 0-10/20 10 YR 3/3 Coklat Tua
20-200 10 YR 4/4 Coklat Tua Kekuningan
0-12 10 YR 3/1 Abu-abu Sangat Gelap
Lahan D 12-45 10 YR 3/2 Coklat
45-200 7,5 YR 4/1 Abu-abu Tua
Sumber : Hasil Pengamatan Profil Tanah Di Lapangan, 2020

28
29

2. Kedalaman Muka Air Tanah


Hasil pengamatan kedalaman muka air tanah pada keempat lokasi
penelitian tersaji pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6. Pengamatan Muka Air Tanah Tanah di Lokasi Penelitian
Lokasi Lahan Kedalaman Muka Air (cm) Kriteria
A >150 Sangat Dalam
B >150 Sangat Dalam
C >150 Sangat Dalam
D 78 Agak Dalam
Sumber : Hasil Pengamatan Profil Tanah Di Lapangan, 2020

3. Tekstur Tanah
Hasil pengamatan tekstur tanah pada keempat lokasi penelitian tersaji
pada Gambar 4.

70

59,99
60
50,46 51,58
48,83
50
Fraksi tanah (%)

40 36,15
33,41 32,4 Pasir (%)
30 Debu (%)
25,01
18,77 Liat (%)
20 16,13
15
11,97
10

0
Lahan A Lahan B Lahan C Lahan D
Jenis Lahan

Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Status Kesuburan Tanah, 2020
Gambar 4. Nilai Rata-rata Fraksi Tanah Hasil Analisis Laboratorium
30

4. Drainase Tanah
Hasil pengamatan drainase tanah pada keempat lokasi penelitian tersaji
pada Tabel 7 berikut ini.
Kondisi
Lahan Deskripsi Kondisi Tanah
Drainase
Tanah mempunyai peredaran udara baik. Drainase baik
A Seluruh profil tanah berwarna terang, (cepat)
tidak terdapat bercak-bercak karatan.
Lapisan atas tanah memiliki peredaran Drainase agak
udara yang baik, tidak terdapat bercak- buruk
B bercak berwarna kuning, kelabu atau (agak
coklat. Bercak-bercak terdapat pada terhambat)
seluruh bagian bawah.
Tanah mempunyai peredaran udara baik. Drainase agak
Tidak terdapat bercak-bercak berwarna baik
C
kuning, coklat atau kelabu pada lapisan (agak cepat)
atas dan bagian lapisan bawah.
Bagian bawah lapisan atas (dekat
permukaan) terdapat warna atau bercak- Drainase jelek
D (lambat)
bercak berwarna kelabu, coklat atau
kekuningan.
Sumber : Hasil Pengamatan Drainase Tanah Di Lapangan, 2020

Tabel 8. C/N Rasio Tanah Di Lokasi Penelitian


C/N Rasio
Ulangan
Lahan A Lahan B Lahan C Lahan D
1 7,25 7,9 7,43 7,75
2 7,46 7,78 7,47 7,34
3 7,94 7,82 7,46 7,16
Rata-Rata 7,43 7,83 7,45 7,38
Kriteria Rendah Rendah Rendah Rendah
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, 2020
31

7,9 7,83
7,8
C/N Rasio 7,7
7,6
7,5 7,43 7,45
7,38
7,4
7,3
7,2
7,1
Lahan A Lahan B Lahan C Lahan D
Jenis Lahan

Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020


Gambar 5. Nilai Rata-rata C/N Rasio Tanah

C. Karakteristik Kimia Tanah pada lahan Kratom


1. Reaksi Tanah
Reaksi tanah (pH) biasanya dikaitkan dengan kandungan ion H+ yang
berada dalam tanah. Semakin tinggi kandungan ion H+ dalam tanah maka
tingkat kemasaman tanah semakin tinggi. Reaksi tanah biasanya
menunjukkan sifat kemasaman tanah atau alkalinitas tanah yang dinyatakan
dengan nilai pH. Hasil analisis pH tanah disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Analisis pH Tanah Pada Lahan Kratom


pH H2O pH KCl
Lahan
Nilai Kriteria Nilai Kriteria
A 4,54 Masam 4,05 Sangat Masam
B 4,04 Sangat Masam 3,80 Sangat Masam
C 4,42 Sangat Masam 3,97 Sangat Masam
D 4,36 Sangat Masam 4,12 Sangat Masam
Sumber: Hasil analisis laboratorium kimia dan kesuburan tanah, 2020

Hasil analisis sampel tanah di lokasi penelitian (A, B, C, D)


bereaksi sangat masam (pH <4,5) dengan kisaran nilai pH H2O yang
dihasilkan tergolong sangat masam antara 4,04-4,54. Luas sebaran pH tanah
disajikan pada Tabel 10.
32

Tabel 10. Luas Sebaran pH Tanah di Lokasi Penelitian


Lahan Kriteria pH Tanah Luas (Ha) %
A Masam 13,03 67,44
B Sangat Masam 1,01 5,23
C Sangat Masam 2,65 13,73
D Sangat Masam 2,63 13,61
Total 19,32 100
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020

Luas wilayah dengan status pH sangat masam 6,29 ha, dan dengan
status masam 13,03 Ha. Status masam memiliki luas wilayah yang paling
besar yakni meliputi 67,44 % dari luas areal penelitian. Berikut ini disajikan
peta status pH tanah yang membagi wilayah menjadi dua bagian dengan
luasnya masing – masing. Sebaran dan luas berbagai katagori pH tersebut
dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Peta Sebaran pH tanah


33

Menurut peta sebaran pH tanah pada gambar di atas, maka status masam
lebih dominan atau memiliki luasan yang lebih besar dari pada status sangat
masam. Hal ini disebabkan tanah yang bersifat masam kurangnya kation
kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium di dalam tanah sehingga unsur-
unsur tersebut terbawa oleh aliran air kelapisan tanah yang lebih bawah atau
hilang terserap oleh tanaman. Sedangkan tanah masam juga dapat
dikarenakan banyaknya kandungan Fe dan Al di dalam tanah. Sedangkan pH
tanah dengan harkat sangat masam biasanya dipengaruhi oleh tingginya
kandungan aluminium atau belerang di dalam tanah.
Penggunaan pupuk urea dalam tanah sebagian besar akan berpengaruh
pada penurunan pH tanah. Hal ini disebabkan bahwa perubahan bentuk NH4+
menjadi NO3- akan melepas H+ sehingga akan menurunkan pH tanah. selain
itu NO3- merupakan faktor utama yang berhubungan dengan pencucian ion-
ion basa seperti Ca+2, Mg+2, dan K+. Ion nitrat dan basa-basa tersebut tercuci
secara bersama-sama yang akhirnya meninggalkan tapak-tapak pertukaran di
dalam tanah yang bermuatan negatif. Selanjutnya tapak-tapak pertukaran
tersebut diganti H+ yang dapat menyebabkan penurunan pH tanah. Pengaruh
kemasaman dan kebasahan beberapa pupuk sumber N yang dapat
menurunkan pH tanah, diukur berdasarkan jumlah CaCO3 murni (Kg CaCO3.
Kg N-1) yang dibutuhkan untuk mengembalikan pH tanah sebelum terjadi
perubahan pH.
Menurut Winarso (2005), jika air berasal dari air hujan melewati tanah,
kation basa seperti Ca dan Mg akan tercuci. Kation-kation basa yang hilang
tersebut kedudukannya di tampak jerapan tanah akan diganti oleh kation
masam seperti Al, H dan Mn. Oleh karena itu, tanah-tanah yang terbentuk
pada lahan dengan curah hujan tinggi biasanya lebih masam dibandingkan
pada tanah-tanah pada lahan kering.
34

2. C-Organik Tanah
C-Organik tanah merupakan satu di antara indikator yang
menunjukkan kandungan bahan organik tanah. Semakin besar persentase C-
Organik tanah maka semakin banyak kandungan bahan organik yang terdapat
dalam tanah. Hasil analisis C-organik tanah disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Analisis C-Organik Pada Lahan Kratom


Lahan Nilai C-Organik% Kriteria
A 1,04 Rendah
B 2,82 Sedang
C 2,46 Sedang
D 2,73 Sedang
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020

Berdasarkan Hasil analisis sampel tanah dilokasi penelitian (A,B,C,D)


menunjukkan bahwa kandungan C-organik tanah tergolong rendah sampai
sedang, dengan kisaran antara 1,04% kriteria rendah dan 2,46 % – 2,82 %
kriteria sedang. Luas Sebaran C-organik Tanah disajikan pada tabel 12.

Tabel 12. Luas Sebaran C-organik Tanah di Lokasi Penelitian


Lahan Kriteria C-organik Tanah Luas (Ha) %
A Rendah 13,03 67,44
B Sedang 1,01 5,23
C Sedang 2,65 13,73
D Sedang 2,63 13,61
Total 19,32 100
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020
35

Berdasarkan hasil pemetaan status unsur hara C-Organik dapat


diketahui luas wilayah dengan status C-organik rendah 13,03 ha dan dengan
status sedang 6,29 ha. Status rendah memiliki luas wilayah yang paling
besar yakni meliputi 67,44 % dari luas areal penelitian. Se baran dan luas
berbagai katagori C-organik tersebut dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Peta Sebaran C-Organik tanah

Menurut peta status hara C-organik pada gambar di atas, nilai rata-rata
c-organik tanah pada daerah penelitian tergolong rendah sampai dengan
sedang. Lahan A memiliki nilai kandungan c-organik terendah diantara
lahan lainnya dengan nilai 1,04%. Hal ini disebabkan karena tekstur tanah
pada lahan A memiliki kandungan pasir (59,99 %) lebih besar dibandingkan
dengan debu (25,01 %) dan debu lebih besar dibandingkan dengan liat (15
%), seperti yang dilihat pada Gambar 5. Tanah yang mempunyai kandungan
pasir yang cukup tinggi mempunyai pori-pori makro lebih banyak dari pada
pori-pori mikro, hal ini menyebabkan terjadinya aerasi yang baik, daya
hantar airnya baik namun kemampuan menyimpan unsur hara rendah dan
partikel pasir dapat saling berikatan lebih kuat sehingga dapat menyebabkan
bahan organiknya rendah dan membuat kemantapan agregat yang lebih
36

stabil (Djokomoeljanto, 1987). Selain itu rendahnya kandungan c-organik


disebabkan karena sebagian tanah yang terdapat di lokasi penelitian
mempunyai tingkat dekomposisi yang sangat lanjut, yang ditunjukkan
dengan nilai nisbah C/N rasio tanah < 8 (Tabel 8). Dilihat dari data curah
hujan daerah penelitian tergolong daerah yang memiliki curah hujan sangat
tinggi sehingga akan berpengaruh juga terhadap daya tahan tanah akan
benturan butiran air hujan. Curah hujan yang relatif tinggi sehingga
mengakibatkan terjadinya pencucian bahan organik dan unsur hara di dalam
tanah oleh air.

3. Nitrogen Total
Nitrogen merupakan unsur hara makro yang termasuk unsur hara
esensial yang dibutuhkan dalam jumlah yang besar. Nitrogen pada tanah
sangat fluktuatif hal ini disebabkan oleh banyak atau tidaknya sumber yang
menyumbangkan nitrogen dalam tanah. Hasil Analisis N-Total tanah
disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil Analisis N-Total Pada Lahan Kratom


Lahan Nilai N-Total (%) Kriteria
A 0,14 Rendah
B 0,36 Sedang
C 0,33 Sedang
D 0,39 Sedang
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020

Hasil analisis sampel tanah dilokasi penelitian (A,B,C,D)


menunjukkan bahwa kandungan N-total tanah tergolong rendah-sedang,
dengan kisaran antara 0,14 % - 0,39 %. Luas Sebaran N-Total Tanah
disajikan pada Tabel 14.
37

Tabel 14. Luas Sebaran N-Total Tanah di Lokasi Penelitian


Lahan Kriteria N-Total Tanah Luas (Ha) %
A Rendah 13,03 67,44
B Sedang 1,01 5,23
C Sedang 2,65 13,73
D Sedang 2,63 13,61
Total 19,32 100
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020

Berdasarkan hasil pemetaan status unsur hara N-total dapat diketahui


luas wilayah dengan status N-total rendah 13,03 ha dan dengan status
sedang 6,29 ha. Status rendah memiliki luas wilayah yang paling besar
yakni meliputi 67,44 % dari luas areal penelitian. Sebaran dan luas berbagai
kriteria N-total tersebut dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Peta Sebaran N-Total tanah

Menurut peta status hara N-total pada gambar di atas, nilai rata-rata
nitrogen total tanah pada setiap lahan memiliki nilai yang berbeda satu sama
lain. Lahan B, C dan D memiliki kriteria yang sama yaitu sedang. Lahan A
memiliki kriteria rendah. Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai
38

nitrogen total yaitu bahan organik, apabila bahan organiknya tinggi maka
nilai nitrogen total juga tinggi, begitu pula sebaliknya sehingga apabila
peningkatan kadar bahan organik terjadi maka N dalam tanah juga akan
meningkat. Hal ini dapat dilihat pada lahan B, C dan D memiliki kandungan
bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan lahan A. Selain bahan
organik, tekstur dan pH tanah juga mempengaruhi keberadaan nitrogen pada
tanah. Berdasarkan hasil analisis tanah, tanah yang terdapat pada lahan A
memiliki kandungan pasir (59,99 %) lebih besar dibandingkan dengan debu
(25,01 %) dan debu lebih besar dibandingkan dengan liat (15 %) sehingga
tanah tersebut mempunyai laju perkolasi yang tinggi, sehingga penggunaan
air menjadi tidak efisien. Kehilangan hara pada tanah seperti ini juga
menjadi tinggi. Selain berhubungan dengan efisiensi penggunaan air,
tekstur tanah berpengaruh juga terhadap produksi kratom. Hal ini didukung
oleh Skaggs et al. (2001) dalam Karamoy L. Th (2013) yang menyatakan
bahwa distribusi ukuran partikel merupakan faktor fisik utama yang
berpengaruh pada sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Selain itu, kandungan nitrogen yang rendah juga dipengaruhi oleh
karakteristik dari unsur nitrogen yang memiliki mobilitas tinggi. Unsur
nitrogen merupakan unsur yang mudah hilang di dalam tanah. Nitrogen di
dalam tanah dapat hilang karena diserap oleh tanaman dan jasad organik,
menguap dan tercuci oleh air hujan. Tetapi faktor utama yang dapat
mempengaruhi adalah adanya pencucian yang relatif tinggi di lokasi
pengambilan sampel tanah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Nurmegawati et al (2007), bahwa Sebagian N terangkut panen, Sebagian
Kembali ke residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi, hilang
melalui pencucian.

4. P-Tersedia dan P-Total


Fosfor (P) merupakan unsur hara makro kedua setelah Nitrogen yang
dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi secara optimal. Fosfor
termasuk unsur hara esensial yang dibutuhkan dalam jumlah besar. Namun
ketersediaan fosfor dalam tanah tidak begitu besar karena dipengaruhi oleh
sifat dan jenis tanah sebagai faktor penentu. Hasil analisis P disajikan pada
Tabel 15.
39

Tabel 15. Hasil Analisis P-Tersedia Pada Lahan Kratom


P-tersedia (ppm) P-Total (mg/100g)
Lahan
Nilai Kriteria Nilai Kriteria
A 33,84 Sangat Tinggi 38,26 Sedang
B 25,85 Sangat Tinggi 51,68 Tinggi
C 39,47 Sangat Tinggi 78,62 Sangat Tinggi
D 37,72 Sangat Tinggi 81,66 Sangat Tinggi
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020

Hasil analisis sampel tanah dilokasi penelitian (A, B, C, D)


menunjukkan bahwa kandungan P tersedia tanah tergolong sangat tinggi,
dengan kisaran antara 25,85 -39,47 ppm. Ketersediaan hara P yang sangat
tinggi di areal penelitian ini dapat dipengaruhi oleh tingginya curah hujan
sehingga menyebabkan lahan sering tergenang akibat bajir dalam waktu
tertentu. Poerwidodo (1992) menerangkan bahwa pada tanah yang sering
tergenang, unsur fosfor menjadi lebih tersedia karena pada kondisi tanah
kering hara P lebih banyak terikat oleh partikel. Prasetyo (2004) dalam
Triharto (2013) juga menjelaskan bahwa pengenangan lahan akan
menambah jumlah hara P tersedia karena adanya proses reduksi Fe3+
menjadi ion Fe2+ saat penggenangan berlangsung, sehingga ikatan Fe-P
menjadi terlepas. Selain itu ketersediaan bahan organik yang rendah
menyebabkan kandungan c-organik yang rendah juga sehingga berpengaruh
terhadap hara P yang tinggi. Lumbanraja (2003) menyatakan bahwa
ketersediaan bahan organik didalam tanah juga dapat mempengaruhi jerapan
P yang berada di dalam tanah. Tanah yang memiliki kadar bahan organik
yang tinggi akan memiliki hara P yang rendah begitu pun sebaliknya,
ketersediaan bahan organik yang rendah akan meningkatkan hara P menjadi
tinggi. Luas sebaran P disajikan pada Table 16.
40

Tabel 16. Luas Sebaran P-Tersedia Tanah di Lokasi Penelitian


Lahan Kriteria P-Tersedia Tanah Luas (Ha) %
A Sangat Tinggi 13,03 67,44
B Sangat Tinggi 1,01 5,23
C Sangat Tinggi 2,65 13,73
D Sangat Tinggi 2,63 13,61
Total 19,32 100
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020

Berdasarkan hasil pemetaan status unsur hara P-tersedia dapat


diketahui bahwa seluruh lokasi penelitian didominasi oleh kandungan P-
tersedia sangat tinggi 19,32 Ha. Status sangat tinggi memiliki luas wilayah
yang paling besar yakni meliputi 100 % dari luas areal penelitian. Berikut
Sebaran dan luas kriteria P-tersedia tersebut dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Peta Sebaran P-Tersedia Tanah

5. K-dd dan K-total


Kalium (K) merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah besar setelah nitrogen (N) dan fosfor (P). Ketersediaan kalium (K)
dalam tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
41

Satu diantara fungsi unsur hara K yaitu sebagai pembentukan pati,


mengaktifkan enzim, pembentukan stomata, proses fisiologi dalam tanah,
dan lain sebagainya. Hasil analisi K disajikan pada tabel 17.

Tabel 17. Hasil Analisis K-dd dan K-Total Pada Lahan Kratom
K-dd (me/100g) K-Total (mg/100g))
Lahan
Nilai Kriteria Nilai Kriteria
A 0,20 Rendah 22,35 Sedang
B 0,40 Sedang 34,84 Sedang
C 0,44 Sedang 47,04 Tinggi
D 0,39 Sedang 48,76 Tinggi
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020

Hasil analisis sampel tanah dilokasi penelitian (A,B,C,D)


menunjukkan bahwa kandungan K-dd tanah tergolong rendah sampai
sedang, dengan kisaran antara 0,20 - 0,44 me/100g. Sedangkan nilai K-total
tergolong sedang sampai tinggi, dengan kisaran 22,35 - 48,76 mg/100g.
Luas sebaran K disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18. Luas Sebaran K-dd Tanah di Lokasi Penelitian


Lahan Kriteria K-dd Tanah Luas (Ha) %
A Rendah 13,03 67,44
B Sedang 1,01 5,23
C Sedang 2,65 13,73
D Sedang 2,63 13,61
Total 19,32 100
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020

Berdasarkan hasil pemetaan status unsur hara K-dd dapat diketahui


luas wilayah dengan status K-dd rendah 13,03 ha dan dengan status sedang
6,29 ha. Status rendah memiliki luas wilayah yang paling besar yakni
meliputi 67,44 % dari luas areal penelitian. Sebaran dan luas berbagai
kriteria K-dd tersebut dapat dilihat pada Gambar 10.
42

Gambar 10. Peta Sebaran K-dd tanah

Jika diamati dari peta di atas, dapat disimpulkan bahwa kandungan


(jumlah) unsur kalium yang dapat dipertukarkan secara umum pada wilayah
tersebut adalah rendah dan sedang. Hal ini didukung oleh pernyataan
Soewandita (2009) menyatakan bahwa variasi kandungan K tanah ini
ditentukan oleh kondisi pembentukan tanahnya. Widyantari dkk (2015) dan
Husni dkk (2016) menyatakan bahwa tingginya KTK tanah mempengaruhi
nilai K tanah.

6. Kalsium (Ca)
Kalsium merupakan unsur hara makro sekunder yang diserap tanaman
dalam bentuk Ca2+. Dari hasil analisis ketersediaan kalsium pada Tabel 19
berada pada kisaran antara 0,13 – 0,27 me/100 g-1, yang menurut Staf Pusat
Penelitian Tanah (1993) dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001)
masuk klas rendah.
Menurut Anonimus (2002) di Australia rendahnya Ca 2+ biasanya
terkait dengan pH tanah rendah, bahan organic rendah dan tekstur tanah
pasir. Kandungan Ca2+ pada daerah penelitian, kemungkinan ada hubungan
43

dengan reaksi tanah (pH) yang kurang dari 6 dan kandungan bahan organic
yang rendah serta tekstur kasar dominan (Supriyadi, 2007).

Tabel 19. Hasil Analisis Kalsium Pada Lahan Kratom


Lahan Ca (me/100g) Kriteria
A 0,13 Rendah
B 0,22 Rendah
C 0,27 Rendah
D 0,24 Rendah
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020

7. Magnesium (Mg)
Magnesium (Mg) merupakan unsur hara makro sekunder yang diserap
tanaman dalam bentuk Mg. Hasil analisis kandungan Mg. tanah pada lokasi
penelitian disajikan pada Tabel 20. Dari Tabel 20 terlihat bahwa kandungan
Mg bekisar 1,11-1,74 me/100g-1 (sedang), 4,06-4,31 me/100g (tinggi).
Selanjutnya juga terlihat bahwa lahan C dan D cenderung memiliki
kandungan Mg lebih tinggi dari lahan A dan B yang memiliki kandungan
Mg rendah.
Tingginya Magnesium dalam tanah umumnya ditentukan tingkat
perkembangan tanah dan dimana tanah terbentuk. Tanah dengan pencucian
intensif rendah kandungannya, sedangkan tanah yang terbentuk di daerah
depresi dimana unsur hara Hasil pencucian mengumpul maka terbentuk
tanah kaya Mg. Konsentrasi Mg <1 cmol/kg tanah menunjukan sangat
rendah rendahnya status Mg tanah. Konsentrasi Mg >3 cmol/kg umumnya
cukup untuk tanaman (Anonimus, 2008).

Tabel 20. Hasil Analisis Magnesium Pada Lahan Kratom


Lahan Mg (me/100g) Kriteria
A 1,11 Sedang
B 1,74 Sedang
C 4,06 Tinggi
D 4,31 Tinggi
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020
44

8. Natrium (Na)
Natrium merupakan unsur hara mikro yang diserap tanaman dalam
bentuk Na+. Pada Tabel 21 merupakan ketersediaan unsur hara Natrium
(Na) di lahan kratom yaitu rendah sampai sedang. Nilai 0,20 - 0,39 me/100
g-1 dimasukkan kedalam kelas rendah sedangkan 0,44 me/100 g -1 masuk
kedalam kelas sedang. Natrium dapat berpengaruh baik secara positif
maupun negatif terhadap pertumbuhan tanaman. Kelebihan Na pada tanah
akan menyebabkan tanah terdispersi sehingga mudah tererosi, Djajadi dan
Murdiyati, (2000) dalam Anita Dwy Fitrial, (2018).

Tabel 21. Hasil Analisis Natrium Pada Lahan Kratom


Lahan Na (me/100g) Kriteria
A 0,20 Rendah
B 0,38 Rendah
C 0,44 Sedang
D 0,39 Rendah
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020

9. Kapasitas Tukar Kation


Menurut Sutanto (2005), kapasitas tukar kation (KTK) ditafsirkan
sebagai kemampuan koloid tanah untuk menjerap dan mempertukarkan
kation dengan muatan (charge) yang sama (+ atau -) dan permukaan koloid
yang bermuatan organik. Koloid tanah yang bermuatan organik adalah
mineral lempung dan senyawa organik. Besar kecilnya kapasitas tukar
kation dipengaruhi oleh reaksi tanah, tekstur atau jumlah liat, jenis mineral
liat, bahan organik dan pengapuran serta pemupukan (Hardjowigeno, 2015).
Hasil analisis KTK tanah disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22. Hasil Analisis KTK Pada Lahan Kratom
Lahan KTK (me/100 g) Kriteria
A 9,86 Rendah
B 15,17 Rendah
C 15,94 Rendah
D 16,72 Rendah
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020
45

Hasil analisis pada setiap lokasi penelitian (A,B,C,D) menunjukkan


bahwa kandungan KTK tanah tergolong rendah, dengan kisaran antara 9,86
- 16,72 mg/100g. Luas sebaran KTK disajikan pada tabel 23.

Tabel 23. Luas Sebaran KTK di Lokasi Penelitian


Lahan Kriteria KTK Luas (Ha) %
A Rendah 13,03 67,44
B Rendah 1,01 5,23
C Rendah 2,65 13,72
D Rendah 2,63 13,61
Total 19,32 100
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020

Berdasarkan hasil pemetaan KTK dapat diketahui bahwa seluruh


lokasi penelitian didominasi oleh nilai KTK yang rendah 19,32 Ha. Status
rendah memiliki luas wilayah yang paling besar yakni meliputi 100 % dari
luas areal penelitian. Berikut Sebaran dan luas kriteria KTK tersebut dapat
dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Peta Sebaran KTK Tanah


46

Nilai KTK pada gambar di atas menunjukan bahwah keadaan tersebut


disebabkan oleh rendahnya reaksi tanah (pH) pada lahan penelitian tersebut.
Seperti yang dijelaskan oleh Oksana dkk., (2012), meningkatnya kapasitas
tukar kation terjadi seiring dengan meningkatnya pH, peningkatan nilai pH
yang dipengaruhi oleh muatan negatif yang berasal dari bahan organik.
Senyawa bahan organik adalah muatan berubah yang sangat bergantung
pada perubahan pH. Muatan-muatan negatif ini meretensi sejumlah kation
yang ada dalam larutan tanah dan yang berada pada kompleks adsorpsi,
sehingga kapasitas tukar kation meningkat pada tanah seiring dengan
peningkatan pH tanah. Menurut Wydiantara dkk., (2015), perbedaan nilai
KTK dapat disebabkan karena perbedaan jumlah C-organik dan pH tanah
yang dimiliki masing-masing lokasi. KTK juga dipengaruhi oleh kadar liat,
karena tanah yang didominasi oleh fraksi liat memiliki kapasitas pertukaran
ion dan kapasitas memegang air yang tinggi, oleh karena itu tanah yang
didominasi oleh fraksi liat memiliki stabilitas agregat yang tinggi karena
adanya ikatan dalam partikel tanah.

10. Kejenuhan Basa (KB)


Hardjowigeno (2015) mengemukakan bahwa Kation-kation yang
terdapat dalam kompleks jerapan koloid tersebut dapat dibedakan menjadi
kation-kation basa dan kation-kation asam. Termasuk kation-kation basa
adalah Ca++, Mg++, K+ dan Na+, sedangkan yang termasuk kation-kation
asam adalah H+ dan Al+++. Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan
antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation (kation basa
dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Kejenuhan
basa rendah berarti tanah memiliki tingkat kemasaman yang tinggi dan
kejenuhan basa mendekati 100% tanah bersifat alkalis. Tanah dengan
kejenuhan basa sama dan komposisi koloid berlainan, akan memberikan
nilai pH tanah yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan derajat
disosiasi ion H+ yang dijerap pada permukaan koloid. Hasil analisis KB
disajikan pada Tabel 24.
47

Tabel 24. Hasil Analisis KB Pada Lahan Kratom


Lahan KB (%) Kriteria
A 53,63 Sedang
B 45,39 Sedang
C 81,76 Sangat Tinggi
D 74,42 Tinggi
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020

Hasil analisis pada setiap lokasi penelitian (A,B,C,D) menunjukkan


bahwa nilai KB tergolong sedang, tinggi sampai sangat tinggi, dengan
kisaran 45,39 - 81,76 %. Kondisi ini menggambarkan bahwa tanah masih
kaya unsur basa, terutama Mg, sedangkan kalsium perlu menjadi perhatian
agar keseimbangan kation basa dapat dikelola mendekati ideal.

Tabel 25. Luas Sebaran KB Tanah Di Lokasi Penelitian


Lahan Kriteria KB Tanah Luas (Ha) %
A Sedang 13,03 67,44
B Sedang 1,01 5,23
C Sangat Tinggi 2,65 13,72
D Tinggi 2,63 13,61
Total 19,32 100
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020

Berdasarkan hasil pemetaan kandungan KB pada tabel 20, memiliki


Luas wilayah dengan status sedang 14,04 ha (72,67%), tinggi 2,63 ha (13,61
%), dan sangat tinggi 2,65 ha (13,72 %). Berikut peta Sebaran dan luas
kriteria KB tersebut dapat dilihat pada Gambar 12.
48

Gambar 12. Peta Sebaran KB Tanah

Kejenuhan Basa adalah presentase kation basa yang dapat


dipertukarkan dalam sejumlah kation dapat tukar dalam tanah. Kejenuhan
basa ditetapkan untuk menduga besarnya tingkatan serapan ion basa dalam
suatu kompleks (Subroto, 2003). Jika diamati dari peta di atas, dapat
disimpulkan bahwa nilai Kejenuhan Basah yang secara umum pada wilayah
tersebut adalah sedang, tinggi dan sangat tinggi. Nilai kejenuhan basa (KB)
pada lokasi penelitian ini disebabkan oleh besarnya jumlah kation-kation
basa yang dapat dipertukarkan, hal ini sesuai dengan pernyataan Maisyarah
(2013), bahwa kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah
kation-kation basa dengan semua jumlah kation (kation basa dan kation
asam) yang terdapat dalam kompleks serapan tanah. Jumlah kation yang
dapat dijerap tanah menunjukkan basanya nilai kapasitas tukar kation tanah
tersebut, kation-kation basa umumnya merupakan unsur hara yang
diperlukan tanaman. Di samping itu umumnya basa-basa mudah tercuci,
sehingga tanah dengan kejenuhan basa tinggi menunjukkan bahwa tanah
tersebut belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang
subur.
49

11. Potensial Redoks (Eh)


Potensial redoks (Eh) adalah potensial elektroda standar separuh
diukur terhadap suatu elektroda penunjuk standar, yaitu elektroda hidrogen.
Sedangkan E0 adalah suatu tetapan, yang disebut potensial redoks baku dari
sistem, dan RT/F=0.0592 pada 25o C. Jika aktivitas dari spesies-spesies
teroksidasi dan tereduksi sama dengan satu, rasio tersebut menjadi = 1, dan
nilai log-nya = 0, maka Eh = E0. Oleh karena itu, potensial redoks baku
didefinisikan sebagai potensial redoks dari sistem dengan aktivitas spesies
teroksidasi dan tereduksi sama dengan satu (Tan 1982). Hasil Analisis
Potensial redoks (Eh) disajikan pada Tabel 26.

Tabel 26. Hasil Analisis Potensial Redoks (Eh) Pada Lahan Kratom
Lahan Eh (mV) Kriteria
A 224 Reduksi
B 285 Reduksi
C 287 Reduksi
D 297 Reduksi
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020

Hasil analisis pada setiap lokasi penelitian (A,B,C,D) menunjukkan


bahwa nilai Potensial redoks tergolong Reduksi, dengan kisaran antara 224
- 297 mV. Luas sebaran Eh disajikan pada Tabel 27.

Tabel 27. Luas Sebaran Eh Pada Lahan Kratom


Lahan Kriteria Eh Tanah Luas (Ha) %
A Reduksi 13,03 67,44
B Reduksi 1,01 5,23
C Reduksi 2,65 13,72
D Reduksi 2,63 13,61
Total 19,32 100
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020

Berdasarkan hasil pemetaan nilai Eh dapat diketahui bahwa hampir


sama rata di seluruh lokasi dengan kriteria reduksi. Luas wilayah dengan
50

nilai Eh rendah 19,32 ha (100%). Berikut peta sebaran dan luas kriteria Eh
tersebut dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Peta Sebaran Eh Tanah

Jika diamati dari peta di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai Eh yang
secara umum pada wilayah tersebut adalah reduksi. Keadaan seperti ini
sangat berpengaruh baik terhadap penyerapan unsur hara seperti penyerapan
P dan pengaruh baik terhadap pertumbuhan kratom. Penelitian Widowati et
al. (1997) yang dilakukan dirumah kaca terhadap tanah Ultisols menemukan
bahwa kelarutan P dipengaruhi oleh Eh dan pH tanah. Penurunan Eh akan
meningkatkan kelarutan P, karena Al3PO4 berubah menjadi Al (OH)3,
sehingga P dibebaskan (Tan, 1982).

D. Pemetaan Status Kesuburan Tanah


Komponen sifat kimia tanah yang dijadikan dasar dalam menentukan
status kesuburan tanah adalah KTK, KB, total P2O5, total K2O, dan C-organik.
Sifat-sifat kimia tersebut dijadikan dasar penilaian karena terkait erat dengan
faktor kesuburan tanah dan bersifat relatif konstan di dalam tanah sehingga
bisa dipetakan untuk jangka waktu tertentu. Namun sifat-sifat fisika dan kimia
lain di luar komponen penilaian status kesuburan tanah seperti tekstur, pH, N
51

total, P2O5 tersedia, basa-basa dapat tukar dan sumber kemasaman tetap
dipertimbangkan dalam pengelolaan kesuburan tanah. Hasil penilaian status
kesuburan tanah ditampilkan pada Tabel 28.

Tabel 28. Hasil Analisis Kesuburan Tanah Pada Lahan Kratom


KTK P2O5 K2O C-Org Status
Lahan KB (%)
(me/100g) (me/100g) (mg/100g) (%) Kesuburan
A 9,86 (R) 53,63 (S) 38,26 (S) 22,35 (S) 1,04 (R) Rendah
B 15,17 (R) 45,39 (S) 51,68 (T) 34,84 (S) 2,82 (S) Rendah
C 15,94 (R) 81,76 (ST) 78,62 (ST) 47,04 (T) 2,46 (S) Sedang
D 16,72 (R) 74,42 (T) 81,66 (ST) 48,76 (T) 2,73 (S) Sedang
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020

Berdasarkan hasil penilaian status kesuburan tanah seperti ditampilkan


pada Tabel 28, maka status kesuburan di daerah penelitian dapat
dikelompokkan menjadi rendah dan sedang. Hasil pengelompokan ini (Tabel
28) selanjutnya dijadikan dasar dalam membuat peta status kesuburan tanah.
Luas sebaran status kesuburan tanah disajikan pada tabel 29.

Tabel 29. Luas sebaran Status Kesuburan Tanah di Desa Nanga Mentebah,
Kecamatan Mentebah.
Status Luasan
Lahan
Kesuburan tanah Ha %
Rendah A 13,03 67,44
Rendah B 1,01 5,23
Sedang C 2,65 13,72
Sedang D 2,63 13,61
Total 19,32 100
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Dan Kesuburan Tanah, 2020

Berdasarkan Tabel 25, terlihat bahwa lokasi A dan B dengan total luas
14,04 ha (72,67%) mempunyai status kesuburan tanah rendah, dengan
produksi berkisar antara 1,2 Ton - 1,9 Ton/bulan daun basah. Lokasi C dan D
dengan total luas 5,28 ha (27,33%) mempunyai status kesuburan sedang,
52

dengan produksi bekisar antara 1,5 Ton – 2,1 Ton/bulan daun basah. Berikut
peta sebaran dan luas kriteria status kesuburan tanah ditampilkan pada
Gambar 14.

Gambar 14. Peta Status Kesuburan Tanah


VI. PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan tanah lahan kratom di lokasi
penelitian minim akan unsur hara.
1. Lokasi A dengan status nilai rata – rata dari pH tanah 4,54 (masam), C-Organik
1,04 % (rendah), Nitrogen Total 0,14 % (rendah), Fosfor tersedia 33,84 ppm
(sangat tinggi), Kalium tersedia 0,20 me/100g (rendah), Kapasitas Tukar
Kation 9,86 me/100g (rendah), Kejenuhan Basa 53,63 % (sedang) serta
Potensial Redoks 224 mV (rendah) sehingga lahan budidaya kratom di lokasi
penelitian mempunyai status kesuburan yang rendah.
2. Lokasi B dengan status nilai rata – rata dari pH tanah 4,04 (sangat masam), C-
Organik 2,82 % (sedang), Nitrogen Total 0,36 % (sedang), Fosfor tersedia
25,85 ppm (sangat tinggi), Kalium tersedia 0,40 me/100g (sedang), Kapasitas
Tukar Kation 15,17 me/100g (rendah), Kejenuhan Basa 45,39 % (sedang) serta
Potensial Redoks 285 mV (rendah) sehingga lahan budidaya kratom di lokasi
penelitian mempunyai status kesuburan yang rendah.
3. Lokasi C dengan status nilai rata – rata dari pH tanah 4,42 (sangat masam), C-
Organik 2,46 % (sedang), Nitrogen Total 0,33 % (sedang), Fosfor tersedia
39,47 ppm (sangat tinggi), Kalium tersedia 0,44 me/100g (sedang), Kapasitas
Tukar Kation 15,94 me/100g (rendah), Kejenuhan Basa 81,76 % (sangat
tinggi) serta Potensial Redoks 287 mV (rendah) sehingga lahan budidaya
kratom di lokasi penelitian mempunyai status kesuburan yang sedang.
4. Lokasi D dengan status nilai rata – rata dari pH tanah 4,36 (sangat masam), C-
Organik 2,73 % (sedang), Nitrogen Total 0,39 % (sedang), Fosfor tersedia
37,72 ppm (sangat tinggi), Kalium tersedia 0,39 me/100g (sedang), Kapasitas
Tukar Kation 16,72 me/100g (rendah), Kejenuhan Basa 74,42 % (tinggi) serta
Potensial Redoks 297 mV (rendah) sehingga lahan budidaya kratom di lokasi
penelitian mempunyai status kesuburan yang sedang.

53
54

B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang di uraikan dapat disarankan sebagai
berikut:
Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melakukan perbaikan drainase dan
sifat tanah pada lahan kratom seperti penambahan bahan organik, teknik
konservasi dan pemupukan yang efektif.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan guna tercapainya konsep pemupukan
berimbang agar dapat diketahui penambahan dosis pupuk Kalium, jenis dan
jumlah bahan organik yang tepat serta dosis pengapuran pada masing-masing
lokasi penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Y., 2010. Kajian tingkat kesuburan tanah pada hutan lindung Gunung
Sebatung di Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. J. Hutan Trop.
Borneo 11, 32–37.

Anonimus.2008. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Budidaya Kelapa Sawit.


PPKS. Medan. 153 hal.

Aribawa, I. B., Sutami, P., & Sukarja, I. M. (2015). Studi Status Kesuburan Lahan
Dalam Mendukung Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Berdasarkan
Agro Ekological Zone Skala 1: 50.000 Di Kabupaten Gianyar. Buletin
Teknologi Dan Informasi Pertanian, 13(40), 184.

BBSDLP. 2014. Sumberdaya Lahan Pertanian Indonesia: Luas, Penyebaran


dan Potensi. Edisi 1. Balitbangtan, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2017. Luasan Lahan Irigasi dan Non Irigasi Kalimantan
Barat.
Badan Pusat Statistik. 2017. Letak Geografis Kabupaten Kapuas Hulu

Data Profil Desa 2015. Keadaan Penduduk dan Jumlah Penduduk Desa Nanga
Mentebah.

Djajadi dan A.S. Murdiyati. 2000. Hara dan pemupukan tembakau temanggung. Hlm. 32–
39. Dalam Monograf Tembakau Temanggung. Balai Penelitian Tanaman
Tembakau dan Serat, Malang.

Djokomoeljanto, A. 1987. Hubungan Beberapa Sifat Fisika, Kimia dan Aktifitas


Mikroorganisme Tanah Dengan Kemantapan Agregat Tanah. Bogor (IPB).

Habiburrahman, H. H. (2019). Hr Ketersediaan Fosfor Pada Lahan Padi


Sawah Berdasarkan Intensitas Penggunaannya Di Kecamatan Gerung
Kabupaten Lombok Barat. Crop Agro, Jurnal Ilmiah
Budidaya, 12(01), 90-102.

Hanafiah, K.A., 2005, Dasar-dasar Ilmu Tanah, PT. Raja Grafindo persada,
Jakarta.

Hakim et al., 1986. Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung.

55
56

Hardjowigeno, S., Widiatmaka. 2001. Evaluasi Lahan Dan Perencanaan


Tataguna Lahan. Bogor: IPB Press.

Hardjowigeno, S., 2015, Ilmu Tanah, Akademika Pressindo, Jakarta.

Husni, M. Rahmat, Sufardi dan M. Khalil. 2016. Evaluasi status kesuburan tanah
pada beberapa jenis tanah di lahan kering Kabupaten Pidie Provinsi
Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah 1(1): 147 – 154.

Karamoy, L. T., 2013. Analisis Potensi Sumberdaya Lahan untuk Arahan


Pengembangan Agropolitan di Pulau Lembeh Kota Bitung. Disertasi.
Universitas Brawijaya Malang

Lumbanraja, P. 2013. Pola Pengolahan Tanah dan Pupuk Kandang Terhadap


Beberapa Sifat Fisika Tanah Ultisol dan Pertumbuhan Vegetativ Kacang
Tanah (Arachis hypogea L) Pada Ultisol Simalingkar. Prosiding Seminar
Nasional Bks-Ptn Wilayah Barat Indonesia (Halaman:599 s/d 607).
Pontianak, Kalimantan Barat. 19-20 Maret 2013.ISBN 978-602-176641-
5.

Maisyarah. 2013. Studi kesuburan Kimia Tanah Pada Lahan Kelapa Sawit (Elais
guineensi Jacq) Berdasarkan Kelerengan Yang BerbedaBeda Dan
Produksinya Pada Desa Bendang Raya Kecamatan Tenggarong
Kabupaten Kutai Kartanegara. Skripsi. Universitas Mulawarman,
Samarinda.

Manokwari, Suteja. Pohon purik jenis pohon reboisasi penghijauan diKabupaten


Kapuas Hulu, 2017.

Mukhlis, atmoko, T., dan Priyono. Flora di habitat bekantan lahan basah suwi.
Forda press, 2018.

Mustofa, A.,2007. Perubahan Sifat Fisik, Kimia Dan Biologi Tanah Pada
Hutan Alam Yang Diubah Menjadi Lahan Pertanian Di Kawasan
Taman Nasional Gunung Leuser, (Skripsi), Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.

Nurmegawati, W., Makruf, E., Sugandi, D dan T. Rahman. 2007. Tingkat


kesuburan dan rekomendasi pemupukan N, P, dan K tanah sawah
57

Kabupaten Bengkulu selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.


Bengkulu.

Oksana. 2012. Pengaruh Alih Fungsi Lahan Hutan menjadi perkebunan kelapa
sawit terhadap sifat kimia tanah. Jurnal Agroforestri. 3(1):29-34.

Poerwidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah.AngkasaBandung.275hlm

Rachmawati, D. d. ( 2013). Pengaruh Tinggi Dan Lama Penggenangan


Terhadap Pertumbuhan Padi Kultivar Sintanur Dan Dinamika Populasi
Rhizobakteri Pemfiksasi Nitrogen Non Simbiosis. Ilmu-Ilmu Hayati Dan
Fisik , 117 - 125.

Rahmi, A., & Biantary, M. P. (2014). Karakteristik sifat kimia tanah dan status
kesuburan tanah lahan pekarangan dan lahan usaha tani beberapa
kampung di Kabupaten Kutai Barat. Ziraa'ah Majalah Ilmiah
Pertanian, 39(1), 30-36.

Rosmarkam, A dan Yuwono, N, W. 2001. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta.

Soewandita, H. 2009. Kajian status kesuburan tanah di lahan berlereng Gunung


SindoroSumbing. Jurnal Alami 14(1): 14 – 19.

Secretariat, G. Mitragyna speciosa (Korth.) Havil,2017. diperoleh melalui situs


internet: https://doi.org/https://doi.org/10.15468/39omei.

Tan, K.H. 1982. Principle of Soil Chemistry. Marce; Dekker Inc. New York.

Triharto, S. 2013. Survei dan Pemetaan Unsur Hara N, P, K, dan pH Tanah Pada
Lahan Sawah Tadah Hujan di Desa Durian Kecamatan Pantai Labu.
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Wahyono, S. ddk. Laporan Nasional: Ekplorasi Pengetahuan local Etnomedisin


dan Tumbuhan obat di Indonesia berbasis komunitas 2015. Jakarta. [s.n],
2015.

Widyantari, D. A Gede, K. D Susila dan T. Kusmawati. 2015. Evaluasi status


kesuburan tanah untuk lahan pertanian di Kecamatan Denpasar Timur. E-
Jurnal Agroekoteknologi Tropika 4(4): 293- 303.
58

Widowati, L.R., D. Nursyamsi, dan J. Sri Adiningsih. 1997. Perubahan sifat kimia
tanah dan pertumbuhan padi pada lahan sawah baru di rumah kaca.
Jurnal Tanah dan Iklim 15:50-60.

Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah; Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava
Media. Yogyakarta.
Lampiran 1. Peta Administrasi Skala 1: 100.000

59
Lampiran 2. Data Curah Hujan Bulanan Kecamatan Nanga Suruk 2013-2019

Nama propinsi : Kalimantan Barat lintang : 000 30’ 10,4” LU


Nama kabupaten : Kapuas Hulu Bujur : 1120 38’ 32.5” BT
Nama stasiun : Nanga Suruk Tingi : 59 m

Tahun Jan Feb Mar apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

2013 308 604 617 437 250 353 238 637 501 377 397 536
2014 78 79 237 523 404 388 117 432 242 288 765 531
2015 600 542 247 361 374 422 210 285 182 168 352 224
2016 364 524 489 341 235 243 121 152 225 455 457 383
2017 491 415 321 516 342 262 296 413 435 455 456 292
2018 452 255 221 169 409 460 131 75 239 422 406 435
2019 369 545 335 388 238 263 127 169 78 210 416 683

60
Lampiran 3. Peta Topografi Skala 1: 50.000

61
Lampiran 4. Peta Penggunaan Lahan 1 : 50.000

62
Lampiran 5. Peta jenis tanah Skala 1: 50.000

63
Lampiran 6. Peta titik pengamatan Skala 1: 5000

64
Lampiran 7. Peta Sebaran pH Tanah Skala 1: 8.000

65
Lampiran 8. Peta Sebaran C-Organik Tanah Skala 1:8.000

66
Lampiran 9. Peta Sebaran N Tanah Skala 1:8.000

67
Lampiran 10. Peta Sebaran Fosfor Tanah Skala 1:8.000

68
Lampiran 11. Peta Sebaran K-dd Tanah Skala 1:8.000

69
Lampiran 12. Peta Sebaran KTK Tanah Skala 1:8.000

70
Lampiran 13. Peta Sebaran KB Tanah Skala 1:8.000

71
Lampiran 14. Peta Sebaran Eh Tanah Skala 1:8.000

72
Lampiran 15. Peta Status Kesuburan Tanah Skala 1:8.000

73
Lampian 16.
KRITERIA PENILAIAN SIFAT KIMIA TANAH DAN STATUS KESUBURANNYA
Nilai
Parameter tanah * Sangat Rendah sedang Tinggi Sangat
rendah tinggi
C (%) <1 1-2 2-3 3-5 >5
N (%) <0,1 0,1-0,2 0,21-0,5 0,51-0,75 >0,75
C/N <5 5-10 11-15 16-25 >25
P2O5 HCL 25% (mg/100g) <15 15-20 21-40 41-60 >60
P2O5 Bray (ppm P ) <4 5-7 8-10 11-15 >15
P2O5 Olsen (ppm P ) <5 5 -10 11-15 16-20 >20
K2O HCL 25% (mg/100g) <10 10-20 21-40 41-60 >60
KTK/CEC (me/100 g tanah) <5 5-16 17-24 25-40 >40
Susunan kation
Ca (me/100 g tanah) <2 2-5 6-10 11-20 >20
Mg (me/100 g tanah) <0,3 0,4-1 1,1-2,0 2,1-80 >8
K (me/100 g tanah) <0,1 0,1-0,3 0,4-0,5 0,6-1,0 >1
Na (me/100 g tanah) Kejenuhan Basa <0,1 0,1-0,3 0,4-0,7 0,8-1,0 >1
(%) <20 20-40 41-60 61-80 >80
Kejenuhan Aluminium (%) <5 5-10 11-20 20-40 >40
Cadangan Mineral (%) <5 5-10 11-20 20-40 >40
Salinitas/DHL (dS/m) Persentase <1 1-2 2-3 3-4 >4
natrium dapat <2 2-3 5-10 10-15 >15
tukar/ESP (%)
Sangat Masam Masam Agak Netral Agak alkalis Alkalis
masam
pH H2O <4,5 4,5-5,5 5,5-6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 >8,5
Sumber : Staf Pusat Penelitian Tanah 1983

74
LAMPIRAN 17

KRITERIA PENILAIAN STATUS KESUBURAN TANAH


NO KTK KB P2O, K2O, C organik Status
Kesuburan
1 T T 2 T Tanpa R Tinggi
2 T T 2 T Dengan R Sedang
3 T T 2 S Tanpa R Tinggi
4 T T 2 S Dengan R Sedang
5 T T TSR Sedang
6 T T 2 R Dengan T Sedang
7 T S 2 R Dengan S Rendah
8 T S 2 T Tanpa R Tinggi
9 T S 2 T Dengan R Sedang
10 T S 2 S Tanpa R Sedang
11 T S Kombinasi Lain Rendah
12 T R 2 T Tanpa R Sedang
13 T R 2 T Dengan R Rendah
14 T R Kombinasi Lain Rendah
15 S T 2 T Tanpa R Sedang
16 S T 2 T Dengan R Sedang
17 S T Kombinasi Lain Rendah
18 S S 2 T Tanpa R Sedang
19 S S 2 T Dengan R Sedang
20 S S Kombinasi Lain Rendah
21 S R 3T Sedang
22 S R Kombinasi Lain Rendah
23 R T 2 T Tanpa R Sedang
24 R T 2 T Dengan R Rendah
25 R T 2 S Tanpa R Sedang
26 R T Kombinasi Lain Rendah
27 R S 2 T Tanpa R Sedang
28 R S Kombinasi Lain Rendah
29 R R Semua Kombinasi Rendah
30 RS TSR Semua Kombinasi Sangat Rendah

SR/R/S/T/SR/TSR= Sangat Rendah/Rendah/Sedang/Tinggi/Tinggi/Sedang


Rendah Sumber: (PPT Bogor, 1995).

75
LAMPIRAN 18
HASIL ANALISI LABRATORIUM

76
LAMPIRAN 19
HASIL ANALISI LABRATORIUM

77
LAMPIRAN 20
HASIL ANALISIS LABORATIRIUM

78
LAMPIRAN 21
Analisis Tanah di Laboratorium

a. Cara Kerja Penetapan pH Tanah


Alat-alat: Botol kocok 100 ml, dispenser 50 ml/gelas ukur, mesin pengocok, labu
semprot 500 ml, pH meter.
Pereaksi: Larutan buffer pH 7,0 dan pH 4,0 , KCL 1M, larutkan 74,5 gram KCL
p.a.dengan air bebas ion hingga 1 liter.
Cara Kerja:
Ditimbang 10,00 gram contoh tanah sebanyak dua kali, masing-masing
dimasukan kedalam botol kocok, ditambahkan 50 ml air bebas ion kebotol yang
satu (pH H2O) dan 50 ml KCL 1 M kedalam botol lainnya (pH KCL). Kocok
dengan mesin pengocok selama 30 menit. Suspensi tanah di ukur dengan pH
meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 7,0dan pH 4,0.
Laporkan nilai pH dalam satu desimal.
b. Cara Kerja Penetapan N Total dengan Metode Kjedhal
Alat-alat: Neraca analitik, tabung digestion, alat digest, labu didih 250 ml,
erlenmeyer 100 ml, pengaduk magnetik, buret 10 ml, alat destilasi,
dispenser, tabung reaksi, pengocok tabung.
Pereaksi: Asam sulfat pekat (95-97 %), campuran selen p.a., asam borat 1 %,
natrium hidroksida 40 %, petunjuk Conwey, larutan baku asam sulfat
0,050 N.
Cara Kerja:
Ditimbang 0,5 gram contoh tanah ukuran<0,5 mm, dimasukan kedalam tabung
digest. Ditambahkan 1 gram campuran selen 3 ml asam sulfat pekat, didestruksi
hingga temperatur 350oC (3-4 jam). Setelah sempurna (keluar uap putih)
didinginkan lalu diencerkan dengan air bebas ion kira-kira 50 ml. Untuk
penampungan destilat disiapkan erlenmeyer 100 ml yang berisi 10 ml H2BO3 1 %
dan ditambahkan 3 tetes petunjuk Conwey (warna larutan menjadi merah).
Tempatkan penampung sehingga pipa tempat keluar destilat tercelup larutan
penampung. Hasil destruksi dipindahkan secara kualitatif kedalam labu didih
(guna air bebas ion dan labu semprot) hingga didapat lebih kurang 100 ml larutan.
Ditambahkan 20 ml NaOH 40 %, secepatnya ditutup dengan sumbat penghubung

79
80

kealat destilasi dan didestilasi. Destilasi dilakukan sampai warna penampung


menjadi hijau dan diperoleh volume destilat sekitar 50-75 ml. Destilat dititrasi
dengan larutan H2SO4 0,050 N sampai warna larutan menjadi merah muda. Catat
volume titar contoh (Vc) dan blanko (Vb).
Perhitungan :
Kadar Nitrogen (%) = (Vc-Vb) x N x bst N x 100/ mg contoh x fk
= (Vc-Vb) x N x 14 x 100/500 x fk
= (Vc-Vb) x N x 2,8 x fk
Keterangan :
N = normalitas larutan baku H2SO4 Vc,b = ml titar contoh dan blanko 14
= bobot setara nitrogen 100 = konversi ke %
Fk = factor koreksi kadar air = 100/(100 - % kadar air)

c. Cara Kerja Penetapan P dengan Metode Bray 1


Alat-alat : Dispenser 25 ml, tabung reaksi, pipet 2 ml, kertas saring, botol kocok
50 ml, mesin pengocok, spectrophotometer.
Pereaksi: HCL 5 N, pengekstrak Bray dan kurts I, pereaksi P pekat, pereaksi
pewarna P, standard induk 1.000 ppm PO4 ( Titrisol ), standard induk
100 ppm PO4, deret standar PO4 ( 0-20 ppm ).
Cara Kerja :
Ditimbang 2,5 gram contoh tanah< 2 mm, ditambahkan pengekstrak Bray dan
larutan Kurts I sebanyak 25 ml, kemudian dikocok selama 5 menit. Disaring bila
larutan keruh dikembalikan lagi keatas saringan semula (proses penyaringan
maksimal 5 menit). Pipet 2 ml ekstrak jernih kedalam tabun greaksi. Contoh dan
deret standard masing-masing ditambah pereaksi perwarna posfats ebanyak 10 ml,
dikocok dan dibiarkan selama 30 menit. Diukur absorbansinya dengan
spectrophotometer pada panjang gelombang 889 mm.
Perhitungan :
Kadar P2O5 tersedia (ppm)= ppm kurva x ml ekstrak/1.000 ml x 1.000 g (gram
contoh tanah )-1 x fp x 142/190 x fk
= ppm kurva x 25/1.000 x 1.000/25 x fp x 142/190 x fk
= ppm kurva x 10 x fp x 142/190 x fk
81

Keterangan :
Ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret
standard dengan pembacaannya setelah koreksi blanko.
fp = faktor pengenceran (bila ada)
142/190 = faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5
Fk = faktor koreksi
kadar air = 100/(100-% kadar air)

d. Cara Kerja Penetapan Kalium dengan pengekstrak 1N NH4OAC


Alat : Neracaan alitik, Erlenmeyer bertutup 250 ml dan 500 ml, gelas ukur 100,
200 dan 250 ml, corong, sentrifuse atau kertas saring (Whatman no.40),
mesin kocok, Flamephotometer.
Pereaksi : Larutan Amonium Asetat 1,0 N, pH 7,0 ± 0,1
Cara kerja :
Mula-mula pipet 600 ml Amonium Asetat kedalam tabung kimia, larutkan
Amoniak pekat (b.d 0,9 NH3 25%) diencerkan dengan aquadest hingga 1 liter.
Deret standar K2O yang masing-masing mengandung 0; 2; 4; 8; 12; 16; 20 ppm
K2O. Ekstrak tanah dalam larutan Amonium Asetat yang telah diencerkaan
kemudian diukur dengan alat Flamephotometer.
Perhitungan :
Al-dddan H-dd (cmol(+)kg-1) = (T1-Tb1) x N NaOH x 50/10 x 1000/5 x 10-1 x
fk = (T1-Tb1) x N NaOH x 100 x fk
Al-dd (cmol(+)kg-1) = (T2-Tb2) x N HCl x 50/10 x 1000/5 x 10-1 x fk
= (T2-Tb2) x N HCl x 100 x fk
H-dd (cmol(+)kg-1) = kemasaman-dd – Al-dd
Keterangan : Tb1 = blanko pada T1
Tb2 = balnko pada T2
N HCl = normalitas HCl
N NaOH = normalitas NaOH
50/10 = konversi dari 10 ke 50 ml ekstrak
1000/5 = konversi dari 5 g ke kg contoh
10-1 = konversi mmol (+) ke cmol (+)
Fk(factor koreksi kadar air) = 100/(100-% kadar air)
LAMPIRAN 22
. DOKUMENTASI LAHAN PENELITIAN

Gambar 3. Keadaan Umum Lokasi

Lokasi A Milik Bapak Simamora Lokasi B Milik Bapa Muslimin

Lokasi C Milik Bapak Widi Lokasi D Milik Ibu Linda

82
Gambar 4. Pengambilan Sampel Tanah

83
Gambar 5. Analisis Sampel

84

Anda mungkin juga menyukai