Anda di halaman 1dari 92

UJI DAYA HASIL DUA CALON VARIETAS JAGUNG

(Zea mays L.) KOMPOSIT DI KECAMATAN KURANJI


KOTA PADANG

SKRIPSI

Oleh

EKA OKTELA PALJA


NIM. 1910211014

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2023
UJI DAYA HASIL DUA CALON VARIETAS JAGUNG
(Zea mays L.) KOMPOSIT DI KECAMATAN KURANJI
KOTA PADANG

SKRIPSI

Oleh

EKA OKTELA PALJA


NIM. 1910211014

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar


Sarjana Pertanian

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2023
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Dengan ini dinyatakan bahwa skripsi berjudul “Uji Daya Hasil Dua Calon
Varietas Jagung (Zea mays L.) Komposit di Kecamatan Kuranji Kota Padang”
adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Padang, November 2023

Eka Oktela Palja


NIM. 1910211014
UJI DAYA HASIL DUA CALON VARIETAS JAGUNG
(Zea mays L.) KOMPOSIT DI KECAMATAN KURANJI
KOTA PADANG

Oleh

EKA OKTELA PALJA


NIM. 1910211014

MENYETUJUI

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Irfan Suliansyah, MS Dr. Ir. Nalwida Rozen, MP


NIP. 196305131987021001 NIP. 196504041990032001

Dekan Fakultas Pertanian Koordinator Program Studi


Universitas Andalas Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Andalas

Dr. Ir. Indra Dwipa, MS Dr. Ir. Nalwida Rozen, MP


NIP. 196502201989031003 NIP. 196504041990032001

Tanggal disahkan :
Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Sarjana
Fakultas Pertanian Universitas Andalas, pada tanggal 08 November 2023.

NO. NAMA TANDA TANGAN JABATAN

1. Dr. Ir. Etti Swasti, MS Ketua

2. Fitri Ekawati S.P., M.P. Sekretaris

3. Dr. Nurwanita Ekasari Putri, SP. M.Si Anggota

4. Prof. Dr. Ir. Irfan Suliansyah, MS Anggota

5. Dr. Ir. Nalwida Rozen, MP Anggota


Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Alhamdulillahi Rabbil‟Alamin……...
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
karunia, rahmat dan nikmat baik nikmat kesehatan, kesempatan maupun
kemudahan. Atas rahmat dan ridho mu ya Allah hamba bisa mengangkat
derajat kedua orang tua melalui gelar Sarjana Pertanian ini. Shalawat dan
salam untuk Nabi Muhammad SAW yang merupakan suri tauladan bagi
umatnya.
Karya ini kupersembahkan untuk kedua orang tuaku tercinta, ayah
Hefni Astiadi dan mamak Rusmiati atas limpahan kasih sayang, do‟a,
semangat, motivasi, kerja keras dan segala perjuangan yang dilakukan
dengan ikhlas untuk saya sampai pada tahap saat ini. Semoga ayah dan
mamak diberikan kesehatan lahir dan batin, serta umur yang panjang.
Aamiin… ya rabbal‟Alamin…
Teruntuk kedua dosen pembimbingku Bapak Prof. Dr. Ir. Irfan
Suliansyah, MS dan Ibu Dr. Ir. Nalwida Rozen, M.P. terimakasih atas
bimbingan dan arahannya serta kesabaran yang telah diberikan selama
proses penyusunan skripsi ini. Terimakasih juga kepada Ibu Fitri Ekawati,
S.P, M.P. yang telah memberikan masukan dalam pelaksanaan penelitian di
lapangan maupun di Laboratorium.
Terimakasih kepada adik kandung saya Reva Asti, Revi Asti, Dayla
Nurmaira atas do‟a yang telah diberikan kepada saya. Terimakasih teman-
teman saya Hanafi, Nanda, Rizki Nst, Jeki, Ridwan yang membantu dalam
penyelesaian penelitian ini. Terimakasih juga saya ucapkan kepada tim
jagung bang Jumadil, Nisa, Lulu, Velia, Isopiya, dan Roni yang sudah
meluangkan waktunya untuk membantu saya di lapangan maupun di
Laboratorium Agronomi. Terimakasih juga saya ucapkan kepada semua
pihak yang terlibat dan tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga Allah
SWT memberikan balasan setimpal dan memudahkan segala urusan kalian.
Aamiin… ya rabbal „Alamin….
Salam hangat,

E.O.P
BIODATA

Penulis dilahirkan di Bangko Sempurna pada tanggal 27 Oktober 2000


Provinsi Riau. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari
pasangan Bapak Hefni Astiadi dan Ibu Rusmiati. Penulis menempuh pendidikan
Taman Kanak-Kanak (TK) di Khoirotun Nisa Bangko Sempurna (2005-2006).
Sekolah Dasar di SDN N 010 Bangko Sempurna (2006-2013). Sekolah Menengah
Pertama di SMP N 2 Bangko Pusako (2013-2016). Sekolah Menengah Atas di
SMA N 4 Bangko Pusako (2016-2019). Pada tahun 2019 penulis diterima di
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas melalui
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Semasa
kuliah di Universitas Andalas penulis aktif di organisasi Pengembangan Ilmu
Kandungan Al-Qur‟an (PIKA) selama dua periode kepengurusan, 2019-2020
sebagai anggota muda 2021. Selain itu penulis juga mengikuti Unit Kegiatan
Mahasiswa Fakultas Pertanian dalam Organisasi HIMAgroTA (Himpunan
Mahasiswa Pertanian) sebagai Staf Litbang pada periode 2020/2021. Penulis juga
pernah menjadi Staf Cameraman Tim Kreatif Universitas Andalas periode 2021.
Penulis juga pernah menjadi Asisten Dosen Praktikum Mata Kuliah Pangan
periode 2021, Mata Kuliah Perkebunan periode 2022, Mata Kuliah Ilmu Gulma
periode 2022 dan Mata Kuliah Hortikultura periode 2023.

Padang, November 2023

E.O.P
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul „‟Uji Daya Hasil Dua Calon Varietas Jagung (Zea mays
L.) Komposit di Kecamatan Kuranji Kota Padang” sebagai salah satu syarat
kelulusan Program Strata-1 Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Shalawat
beriring salam disampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri
tauladan dalam kehidupan.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Irfan
Suliansyah, M.S, selaku Pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Nalwida Rozen, M.P, selaku
Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan arahan
dalam penulisan skripsi ini, serta segala pihak yang ikut membantu baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga
semua bantuan yang diberikan menjadi amal ibadah di sisi Allah SWT, aamiin ya
rabbal‟alamin. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kata sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi
pembaca sekalian.

Padang, November 2023

E.O.P

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
DAFTAR TABEL........................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vi
Abstract ....................................................................................................... viii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
C. Manfaat Penelitian ........................................................................ 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 6
A. Tanaman Jagung (Zea mays L.) .................................................... 6
B. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan Jagung ............................. 8
C. Pemuliaan Tanaman Jagung Komposit ......................................... 11
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................. 15
A. Waktu dan Tempat Penelitian........................................................ 15
B. Bahan Penelitian ........................................................................... 15
C. Alat Penelitian............................................................................... 15
D. Rancangan Percobaan ................................................................... 15
E. Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 16
F. Variabel Pengamatan ..................................................................... 18
A. Karakter Agronomis ...................................................................... 27
B. Komponen Hasil ........................................................................... 32
C. Daya Hasil ..................................................................................... 37
D. Pengamatan karakter kualitatif ..................................................... 43
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 58
A. Kesimpulan ................................................................................... 58
B. Saran ............................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 59
LAMPIRAN ................................................................................................ 65

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol dengan tiga varietas
pembanding ..................................................................................... 27
2. Umur 50% anthesis (HST) dan umur 50% silking (HST) dengan
tiga varietas pembanding................................................................. 29
3. Umur panen dan persentase kerebahan dengan tiga varietas
pembanding ..................................................................................... 31
4. Panjang tongkol dan diameter tongkol dengan tiga varietas
pembanding ..................................................................................... 33
5. Jumlah baris biji per tongkol dan jumlah biji dalam satu baris
dengan tiga varietas pembanding .................................................... 35
6. Bobot 1000 biji dan bobot biji per tongkol dengan tiga varietas
pembanding ..................................................................................... 36
7. Jumlah tanaman per petak dan jumlah tongkol per petak dengan
tiga varietas pembanding................................................................. 38
8. KA panen dan bobot tongkol per petak dengan tiga varietas
pembanding ..................................................................................... 39
9. Bobot tongkol dengan kelobot dan bobot tongkol tanpa kelobot
dengan tiga varietas pembanding .................................................... 40
10. Rendemen dan hasil per hektar dengan tiga varietas pembanding . 42

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Intensitas kandungan Anther pada akar penyangga tanaman
Jagung ............................................................................................. 22
2. Intensitas kandungan Antosianin pada seludang daun tanaman
Jagung ............................................................................................. 23
3. Intensitas kandungan Antosianin pada sekam tanaman Jagung ...... 23
4. Intensitas kandungan Antosianin pada Anther tanaman Jagung ..... 24
5. Intensitas kandungan Antosianin pada rambut tanaman Jagung ..... 24
6. Perilaku percabangan samping pada malai Tanaman Jagung ......... 25
7. Bentuk tongkol Jagung.................................................................... 25
8. Tipe biji Jagung ............................................................................... 25
9. Skor penutupan tongkol Jagung ...................................................... 26
10. Intensitas kandungan Antosianin pada kelopak janggel Jagung ..... 26
11. Grafik intensitas kandungan Antosianin pada akar penyangga
tanaman Jagung ............................................................................... 44
12. Kriteria intensitas kandungan Antosianin pada akar penyangga
Tanaman Jagung (a) tidak ada, (b) lemah, (c) sedang, dan (d) kuat 45
13. Grafik intensitas kandungan Antosianin pada seludang daun
tanaman Jagung ............................................................................... 46
14. Kriteria intensitas kandungan Antosianin pada seludang daun
Jagung (a) tidak ada, (b) lemah, dan (c) sedang .............................. 46
15. Grafik intensitas kandungan pada sekam tanaman Jagung ............. 47
16. Kriteria intensitas kandungan Antosianin pada sekam Jagung (a)
sedang, (b) kuat ............................................................................... 47
17. Grafik intensitas kandungan Antosianin pada Antera tanaman
Jagung ............................................................................................. 48
18. Kriteria intensitas kandungan Antosianin pada Antera Jagung (a)
lemah (b) sedang (c) kuat ................................................................ 48
19. Grafik intensitas kandungan Antosianin pada rambut tanaman
Jagung ............................................................................................. 50
20. Kriteria intensitas kandungan pada rambut Jagung (a) lemah, (b)
sedang, (c) kuat, (d) sangat kuat...................................................... 50
21. Grafik Perilaku percabanagan pada malai tanaman Jagung ............ 51
22. Kriteria Perilaku percabanagan pada malai Jagung (a) lurus (b)
lurus (c) bengkok............................................................................. 51

iv
23. Grafik bentuk tongkol Jagung ......................................................... 52
24. Kriteria bentuk tongkol Jagung silindris mengerucut ..................... 52
25. Grafik tipe biji Jagung..................................................................... 53
26. Kriteria tipe biji Jagung................................................................... 53
27. Grafik skor penutupan kelobot Jagung ........................................... 55
28. Kriteria skor penutupan kelobot Jagung ......................................... 55
29. Grafik intensitas kandungan Antosianin pada kelopak janggel
Jagung ............................................................................................. 56
30. Kriteria intensitas kandungan Antosianin pada kelopak janggel
Jagung ............................................................................................. 56

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Jadwal kegiatan pada bulan Januari sampai April 2023............. 66
2. Deskripsi varietas pembanding .................................................. 67
3. Dosis pupuk anorganik ............................................................... 70
4. Denah percobaan menurut rancangan acak kelompok ............... 71
5. Denah Satu Satuan Percobaan .................................................... 72
6. Tabel Sidik Ragam ..................................................................... 73

vi
UJI DAYA HASIL DUA CALON VARIETAS JAGUNG
(Zea mays L.) KOMPOSIT DI KECAMATAN KURANJI
KOTA PADANG

Abstrak

Permintaan jagung terus meningkat setiap tahunnya, namun produktivitas


jagung di Indonesia masih tergolong rendah. Salah satu penyebabnya adalah
rendahnya penggunaan benih hibrida karena harganya yang mahal dan tidak
bisa digunakan secara berulang. Pengembangan benih jagung komposit sebagai
salah satu alternatif produksi jagung. Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan produksi calon varietas jagung komposit dengan varietas
pembanding (Janggel Merah, Janggel Putih, Sinhas, Sukmaraga dan Lamuru).
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari hingga April tahun 2023 di
Kecamatan Kuranji, Kota Padang. Penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Kelompok dengan 5 perlakuan (Janggel Merah, Janggel Putih, Sinhas,
Sukmaraga, Lamuru) dan 5 ulangan. Calon varietas jagung komposit Janggel
Merah dan Janggel Putih menunjukkan hasil terbaik pada beberapa peubah
yaitu tinggi tanaman, tinggi letak tongkol, umur 50% silking, umur panen,
diameter tongkol, jumlah baris biji per tongkol, bobot 1000 biji, jumlah
tanaman per petak, kadar air panen, bobot tongkol per petak, bobot tongkol
tanpa kelobot, rendemen, dan hasil per hektar. Calon varietas jagung komposit
Janggel Merah dan Janggel Putih menunjukkan adanya perbedaan kandungan
antosianin pada peubah kualitatif akar penyangga pada tanaman jagung,
seludang daun pada tanaman jagung, sekam pada tanaman jagung, anthera pada
tanaman jagung, malai pada tanaman jagung, tongkol jagung, biji jagung,
kelobot jagung, kelopak jagung. Calon varietas jagung komposit Janggel
Merah dan Janggel Putih memiliki pertumbuhan dan daya hasil yang baik
ketika di tanam di Kecamatan kuranji, Kota Padang.
.

Kata Kunci : Daya hasil, Janggel, Jagung, Kecamatan Kuranji

vii
YIELD TEST OF TWO CANDIDATE MAIZE VARIETIES
(Zea mays L.) COMPOSITE IN KECAMATAN KURANJI
PADANG CITY

Abstract

Demand for maize continues to increase every year, but maize productivity in
Indonesia is still low. One of the reasons for this is the low use of hybrid seeds
because they are expensive and cannot be used repeatedly. The development of
composite maize seeds is an alternative to maize production. This study aimed to
compare the production of composite maize candidate varieties with comparison
varieties. This research was conducted from January to April 2023 in Kuranji
District, Padang City. This study used a randomized group design with five
treatments (Red Jenggel, White Jenggel, Sinhas, Sukmaraga, and Lamuru) and
five replications. Janggel Merah and Janggel Putih showed the best results in
several variables, such as plant height, cob height, 50% silking age, harvest age,
cob diameter, number of seed rows per cob, 1000 seed weight, number of plants
per plot, harvest moisture content, cob weight per plot, cob weight without cob,
yield, and yield per hectare. The candidate varieties of Red Clover and White
Clover showed differences in anthocyanin content in the qualitative variables of
root support in corn plants, leaf sheaths in corn plants, husks in corn plants,
anthera in corn plants, panicles in corn plants, corn cobs, corn kernels, corn cobs,
and corn petals. The candidate composite maize varieties, Red Clover and White
Clover, have good growth and yield when planted in Kuranji Sub-district, Padang
City.

Keywords: Yield test, Hope strains, Janggel, Kuranji District

viii
1

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang
memiliki banyak manfaat. Berdasarkan pemanfaatannya, penggunaan jagung tidak
hanya sebagai bahan pangan, tetapi juga sebagai sumber bioenergi, bahan baku
industri, dan bahan pakan. Masing-masing jenis bahan tersebut memiliki nilai
ekonomi yang berarti bagi kehidupan masyarakat di Indonesia. Diversifikasi
jagung dan produk turunannya, menyebabkan permintaan akan jagung meningkat
dari tahun ke tahun. Namun sayangnya kondisi ini tidak diimbangi oleh
peningkatan produktivitas komoditas tersebut. Badan Pusat Statistik, (2022)
menyatakan bahwa produksi jagung nasional mengalami penurunan dari tahun
2020 ke 2021, dimana pada tahun 2020 produksi jagung jagung mencapai 25,1
juta ton dan menurun pada tahun 2021 menjadi 15,97 juta ton.
Menurut data Food and Agriculture Organization (2020), rata-rata
produksi jagung di Amerika dan China mencapai 381,78 juta ton dan 252,10 juta
ton, sedangkan rata-rata produksi jagung di Indonesia sebesar 24,27 juta ton.
Masih rendahnya tingkat produksi jagung di Indonesia sehingga perlu
dilakukannya suatu upaya untuk dapat meningkatkan produksi jagung dalam
negeri. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut salah
satunya adalah dengan penggunaan benih yang berkualitas. Benih merupakan
faktor yang sangat menentukan keberhasilan usahatani. Penggunaan benih
bermutu dari varietas unggul sangat menentukan keberhasilan peningkatan
produksi jagung. Untuk itu pengembangan jagung memerlukan dukungan yang
kuat dari aspek penyediaan benih bermutu varietas unggul (Zakaria, 2011).
Kemudahan memperoleh benih bermutu diperlukan petani untuk
meningkatkan produksi jagung. Industri perbenihan dalam negeri dituntut untuk
mampu memenuhi kebutuhan semua segmen pengguna benih dengan merakit
varietas dan memproduksi benih yang sesuai kebutuhan pengguna dengan
menerapkan prinsip tujuh tepat, yaitu tepat jenis, varietas, mutu, jumlah, tepat,
waktu, dan harga. Masih rendahnya tingkat produksi jagung di Indonesia perlu
dilakukannya suatu upaya untuk dapat meningkatkan produksi jagung dalam
2

negeri. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi
jagung yaitu secara intensifikasi (Saenong et al., 2007).
Kegiatan intensifikasi dilakukan dengan meningkatkan penggunaan benih
unggul dan bermutu. Peningkatan menggunakan benih unggul dan bermutu harus
diiringi dengan ketersediaan benih. Salah satu upaya dalam produksi benih unggul
dan bermutu terdiri dari benih hibrida dan benih komposit. Peningkatan produksi
jagung dengan menggunakan benih hibrida cukup terkendala sebab dapat
meningkatkan biaya produksi. Peningkatan biaya produksi disebabkan oleh harga
benih hibrida relatif lebih mahal dan hasil dari produksi jagung hibrida yang
didapatkan tidak bisa dijadikan sebagai sumber benih jagung untuk pertanaman
selanjutnya (Kementerian Perdagangan, 2016).
Pengembangan benih jagung komposit dapat dijadikan sebagai alternatif
dalam upaya peningkatan produksi jagung dalam negeri karena memiliki
keunggulan, seperti hasil tanaman jagung dapat dijadikan sebagai sumber benih
untuk tanaman selanjutnya, sehingga penggunaan jagung komposit juga memiliki
daya adaptasi yang lebih luas, dan dapat dibudidayakan pada berbagai kondisi
lahan. Pemerintah terus mendorong upaya peningkatan penyediaan benih bermutu
yang dapat dijangkau petani. Upaya pemerintah yang dilakukan selama ini belum
sepenuhnya efektif. Banyak petani belum menggunakan benih yang dihasilkan
oleh beberapa produsen benih. Hal ini merupakan peluang untuk dapat
mengembangkan usaha perbenihan jagung di Indonesia (Kariyasa, 2007).
Tetua pertama dari varietas jagung komposit potensial adalah satu jantan
(BAP277991) dan dua betina (BSM0729S3a dan BSM0729S3b), yang merupakan
berbagai kombinasi persilangan. Tetua betina merupakan populasi jagung dataran
tinggi asli dari Sumatera Utara, yang memiliki keunggulan produksi biji yang
tinggi, hasil biomassa yang tinggi, tahan terhadap hawar daun (Exserohilum
turcicum), tahan terhadap penyakit karat daun (Puccinia sorghi dan Puccinia
polysora), dan tahan terhadap penyakit busuk tongkol (Diplodia maydis).
Kekurangannya meliputi tipe biji yang mirip gigi kuda, umur yang dalam, dan
kepekaan terhadap penyakit bulai (Peronosclerospora maydis). tipe biji untuk gigi
kuda. Selanjutnya, tetua jantan adalah populasi jagung yang berasal dari Thai
Landrace (juga selfing ke-4). Keunggulannya adalah hasil biomas sedang, hasil
3

biji tinggi, umur agak genjah, tahan penyakit bulai (Peronosclerospora maydis),
tahan penyakit karat daun (Puccinia sorghi dan Puccinia polysora), dan tipe biji
mutiara. Sedangkan kelemahannya adalah agak tahan terhadap penyakit hawar
daun (Exserohilum turcicum) dan peka terhadap penyakit busuk tongkol, peka
terhadap penyakit busuk tongkol putih (Diplodia maydis) (Ekawati dan
Suliansyah, 2020).
Penyerbukan silang acak antar tanaman dalam satu varietas menghasilkan
jagung komposit. Keunggulan jagung komposit antara lain daya adaptasi yang
luas, kemampuannya untuk ditanam di berbagai jenis tanah, harga benih yang
relatif murah, kemampuan untuk menggunakan benih berulang kali tanpa
mengurangi hasil panen secara signifikan, umur yang lebih muda dan hasil panen
yang tinggi, serta daya hasil yang relatif tinggi, meskipun tidak setinggi jagung
hibrida. Meskipun demikian, hasil panennya belum dapat menyamai hasil panen
jagung hibrida. Ada banyak potensi untuk mengembangkan jagung komposit ini
(Rumbaina et al., 2011).
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dalam rangka menghasilkan
jagung komposit yang telah melakukan serangkaian penelitian untuk memperoleh
jagung komposit yang mampu beradaptasi dengan baik di lahan-lahan yang
berada di Provinsi Sumatera Barat. Dari hasil penelitian pendahuluan diperoleh
beberapa individu tanaman yang produksinya lebih tinggi dibandingkan dengan
produksi individu yang lain. Seleksi massa juga dilakukan secara turun-temurun
hingga F5 dan menunjukkan bahwa populasi kandidat jagung komposit telah
menunjukkan keseragaman yang tinggi, terutama pada umur anthesis, silking,
tinggi tanaman, tinggi letak tongkol, umur panen dan berbagai komponen hasil
seperti panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris biji per tongkol, dan
jumlah biji per baris tiap tongkol. Populasi ini memiliki potensi hasil yang cukup
tinggi, hampir menyamai varietas unggul yang dilepas, hal ini merupakan peluang
besar untuk mendapatkan varietas jagung komposit unggul sehingga populasi
tanaman terpilih siap untuk diuji lebih lanjut, yaitu uji daya hasil (Suliansyah et
al., 2021).
Keunggulan lain yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut adalah
adanya sifat stay green, yaitu warna batang dan daun di atas tongkol masih hijau
4

saat biji sudah memasuki waktu panen. Sifat stay green sangat bermanfaat sebagai
pakan ternak maupun silage melalui proses fermentasi, terutama pada musim
kemarau akibat sulitnya memperoleh pakan hijauan. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa potensi hasil yang dimiliki populasi calon varietas ini
termasuk tinggi karena hampir menyamai varietas-varietas unggul yang sudah
dilepas sebelumnya (Suliansyah et al., 2021).
Jagung campuran mudah ditanam, namun tidak semua varietas jagung
komposit yang telah dilepas dapat beradaptasi dengan baik di suatu daerah. Untuk
dapat berproduksi dengan baik, jagung juga membutuhkan lingkungan tumbuh
yang baik. Salah satu daerah yang dapat dijadikan sebagai uji coba yaitu
kecamatan Kuranji, Kuranji ini memiliki iklim yang tropis dengan tingkat suhu
antara 28 oC sampai 30 oC pada siang hari dan 23 oC sampai 25 oC malam
harinya, pada penelitian ini, tingkat suhu pada bulan Januari sampai dengan April
rata-rata 27 oC pada siang hari sedangkan curah hujan yang turun pada bulan
Januari sampai bulan April curah hujan rata-rata per tahunnya sekitar 250-300
mm. Daerah Kuranji ini terdiri dari daratan rendah dan perbukitan yang
merupakan bagian dari jajaran Bukit Barisan dengan ketinggian 80–250 m,
sehingga kemampuan tumbuh dan berproduksi tanaman jagung dengan baik akan
terlihat pada agroekosistem yang sesuai. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu upaya
untuk mendapatkan varietas jagung yang sesuai dengan suatu daerah, salah satu
upaya tersebut yaitu dengan melakukan uji daya hasil dua calon varietas jagung
komposit untuk melihat bagaimana daya hasilnya. Dengan demikian, penulis telah
melakukan penelitian menggunakan dua calon varietas jagung komposit dengan
judul ‘’ Uji Daya Hasil Dua Calon Varietas Jagung (Zea mays L.) Komposit di
Kecamatan Kuranji Kota Padang”.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :


1. Untuk mengetahui karakter agronomis, komponen hasil dan daya hasil serta
mengetahui karakter kualitatif dari dua calon varietas jagung komposit
dibandingkan dengan varietas jagung komposit Nasional di Kecamatan
5

Kuranji, Kota Padang. Mendapatkan calon varietas jagung komposit yang


terbaik untuk di tanam di Kecamatan Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi peneliti


mengenai daya hasil dari dua calon varietas jagung komposit yang ditanam di
Kecamatan Kuranji Kota Padang, dan sebagai syarat dalam rangka rangkaian
kegiatan uji adaptasi calon varietas jagung komposit.
6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang termasuk ke dalam


tanaman semusim (annual). Jagung berasal dari divisi Spermatophyta, famili
Gramineae, genus Zea, dan spesies Zea mays L.. Masa panen pada tanaman
jagung berkisar 90-150 hari tanam tergantung dari jenis varietas dan lokasi
penanaman (Acquaah, 2009). Jagung berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia
dan Afrika. Di beberapa negara, jagung merupakan bahan pangan pokok.
Tanaman jagung juga merupakan tanaman serealia yang populer diteliti karena
kandungan unsur pangan fungsionalnya (Iriany et al., 2008).
Morfologi tanaman jagung meliputi Akar jagung berbentuk serabut dengan
tiga macam akar, yaitu (a) akar seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar penyangga
atau akar kait. Akar seminal merupakan akar yang tumbuh dan berkembang dari
embrio dan radikula. Akar seminal akan tumbuh lambat pada saat plumula muncul
ke permukaan tanah dan akan terhenti pada fase V3. Akar adventif merupakan
akar yang awalnya berkembang dari buku pada ujung mesokotil, kemudian
setelah akar adventif berkembang dari setiap buku secara berurutan hingga 7-10
buku, semuanya itu terjadi di bawah permukaan tanah. Akar adventif berubah
menjadi akar serabut yang tebal. Akar seminal memiliki peran yang sedikit dalam
siklus hidup jagung. Sedangkan akar adventif berperan dalam pengambilan air
dan unsur hara. Perkembangan akar jagung (kedalaman dan penyebarannya)
tergantung pada varietas, pengolahan tanah, fisik dan kimia tanah, jumlah air
tanah, dan pemupukan. Akar jagung dapat dijadikan indikator toleransi tanaman
saat saat cekaman aluminium. Tanaman yang toleran terhadap aluminium,
memiliki tudung akar yang terpotong dan tidak memiliki rambut akar (Rinaldi,
2009).
Batang jagung tidak bercabang, berbentuk silindris, beruas dan berbuku-
buku, terdapat tunas yang akan menjadi tongkol di bukunya. Dua tunas teratas
akan menjadi tongkol produktif. Batang jagung punya tiga buah komponen utama,
yakni kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang
(pith). Batang jagung berbentuk silindris dan tidak berlubang seperti padi. Batang
7

jagung muda memiliki rasa yang manis karena mengandung bunga. Rata-rata
tinggi tanaman jagung antara satu sampai tiga meter di atas permukaan tanah
(Warisno, 1998).
Daun jagung akan terbuka pada saat koleoptil keluar pada permukaan
tanah. Setiap daun terdiri dari helaian daun, ligula, dan pelepah daun yang
melekat kuat di batangnya. Jumlahnya sama dengan jumlah buku di batang,
berkisar antara 10-18 helai, rata-rata akan terbuka sempurna 3-4 hari untuk setiap
daunnya. Pada daerah tropis, jagung memiliki jumlah daun yang banyak bila
dibandingkan daerah beriklim sedang (temperate). Daun akan muncul dari buku-
buku batang, sedangkan pelepah daun menyelubungi ruas batang untuk
memperkuat batang. Panjangnya beragam antara 30-150 cm dan lebarnya 4-15 cm
dengan tulang daun yang keras. Tepi helaian daun halus dan kadang-kadang
berombak (Wakman, 2007).
Jagung adalah tanaman monoecious dimana letak bunga jantan terpisah
dengan bunga betina pada satu tanaman. jagung juga termasuk tanaman C4 yang
mampu beradaptasi secara baik dengan pertumbuhan dan hasil tanaman tersebut.
Sifat tanaman jagung sebagai tanaman C4 adalah daun mempunyai laju
fotosintesis yang tinggi dibandingkan tanaman C3 yang fotosintesisnya rendah
dan penggunaan air yang efisien (Rinaldi, 2009).
Tanaman jagung memiliki bunga jantan terdapat malai yang berada di
ujung tanaman, sedangkan bunga betina terdapat pada tongkol jagung. Tongkol
jagung dibungkus oleh kelopak-kelopak yang jumlahnya sekitar 6-14 helai.
Tangkai kepala putik merupakan rambut yang keluar dari ujung tongkol jagung.
Bunga jantan yang terdapat di ujung tanaman akan masak terlebih dahulu dari
pada bunga betina. Jagung memiliki buah yang berbentuk biji tunggal yang
disebut kariopsis. Buah berbentuk gepeng dengan permukaan yang cembung atau
cekung dan dasarnya runcing. Buah jagung juga terdiri dari endosperma yang
melindungi embrio lapisan aleuron dan jaringan perikarp yang berfungsi sebagai
jaringan pembungkus. Jagung sendiri memiliki satu atau dua tongkol dalam satu
tanaman, tergantung pada varietas yang digunakan. Tongkol tersebut akan
diselimuti daun kelobot. Tongkol yang paling atas akan lebih dulu matang dan
ukurannya lebih besar dibandingkan dengan tongkol yang di bagian bawah.
8

Tongkol jagung memiliki 10-16 baris biji yang kan selalu genap. Biji jagung
tersebut disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp yang akan menyatu dengan
kulit biji atau testa, membentuk dinding buah (Warisno, 1998).

Tanaman jagung dapat dibudidayakan pada dataran rendah maupun


dataran tinggi. Tanaman jagung dapat tumbuh secara optimal pada daerah dengan
ketinggian 0–1300 m dpl, dengan suhu 23–27ºC, curah hujan ideal 200–300 mm
per bulan atau 800–1.200 mm per tahun dan pH tanah yang berkisar antara 5,6–
6,2 (Riwandi et al., 2014).

B. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan Jagung

Menurut Subekti et al. (2007), semua jagung memiliki pola


pertumbuhannya sama, hanya jarak waktu dengan tahapan pertumbuhan dan
jumlah daun berbeda. Pertumbuhan tersebut dikelompokkan menjadi tiga fase,
yaitu (1) fase perkecambahan, terjadi ketika imbibisi air yang ditandai dengan biji
membengkak sampai muncul daun pertama, (2) fase vegetatif, dimana mulai
muncul daun pertama yang terbuka sempurna sampai bunga jantan (tasseling)
muncul dan sebelum munculnya bunga betina (silking), fase ini ditunjukkan
dengan jumlah daun yang terbentuk, dan (3) fase reproduksi atau generatif,
dimana proses pemasakan biji terjadi sampai masak fisiologis.
Benih akan berkecambah saat radikula muncul dari kulit biji.
Perkecambahan akan terjadi jika air benih saat di dalam tanah meningkat >30%.
Perkecambahan yang seragam sangat penting untuk mendapatkan hasil yang
optimal, namun jika tidak seragam karena daya tumbuh benih yang rendah.
Tanaman yang tumbuh lambat akan ternaungi dan gulma lebih bersaing dengan
tanaman, sehingga tanaman yang tumbuh lambat menjadi tidak normal yang
menghasilkan tongkol yang kecil dibandingkan tanaman yang tumbuh dan
seragam (McWilliams et al., 1999).
Setelah perkecambahan, pertumbuhan jagung melewati beberapa fase
berikut:

1. Fase V3-V5 (jumlah daun yang terbuka sempurna 3-5)

Fase ini terjadi pada umur 10-18 hari setelah berkecambah. Akar seminal
sudah mulai berhenti tumbuh, akar nodul sudah aktif, dan titik tumbuh di bawah
9

permukaan tanah. Suhu tanah sangat berpengaruh pada titik tumbuh. Suhu rendah
akan membuat daun lambat keluar, jumlah daun meningkat, dan bunga jantan
lambat terbentuk (McWilliams et al., 1999).

2. Fase V6-V10 (jumlah daun yang terbuka sempurna)

Fase ini terjadi pada umur antara 18-35 hari setelah berkecambah. Titik
tumbuh sudah di atas permukaan tanah, akar akan berkembang dan menyebar di
tanah secara cepat, secara pemanjangan batang meningkat. Bakal bunga jantan
(tassel) akan terbentuk pada fase ini, dan perkembangan tongkol dimulai (Lee,
2007).

3. Fase V11-Vn (jumlah daun terbuka sempurna 11 sampai daun terakhir


15-18)

Fase ini terjadi pada umur 33-50 hari setelah berkecambah. Tanaman akan
tumbuh cepat dan akumulasi bahan kering meningkat sangat cepat. Unsur hara
dan air sangat dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan tanaman. jagung sangat
sensitif pada kekeringan dan kekurangan hara. Menurut McWilliams et al. (1999),
pada fase ini, kekeringan seharusnya dihindari agar pertumbuhan dan
perkembangan tongkol tidak terganggu, sehingga tidak menurunkan jumlah biji
dalam satu baris. Kekeringan pada fase ini juga akan memperlambat munculnya
bunga betina (silking) (Lee, 2007).

4. Fase Tasseling/VT (berbunga jantan)

Fase ini terjadi pada umur 45-52 hari setelah tanam, ditandai dengan
cabang terakhir pada bunga jantan sebelum bunga betina muncul (silk). Tahap VT
dimulai 2-3 hari hari sebelum rambut tongkol keluar, tinggi tanaman sudah
mencapai batas maksimal dan serbuk sari (pollen) mulai menyebar. Saat fase ini
biomassa maksimal dari fase vegetatif dihasilkan sekitar 50% dari seluruh bobot
kering tanaman, penyerapan unsur N sebesar 60-70%, unsur P sebesar 50%, dan
unsur K sebesar 80-90% oleh tanaman (McWilliams et al., 1999).

5. Fase R1 (silking)

Fase ini terjadi dengan munculnya rambut dari dalam tongkol yang
terbungkus klobot. Biasanya 2-3 hari setelah tasseling. Penyerbukan (polinasi)
10

terjadi saat serbuk sari jatuh ke rambut tongkol yang masih segar. Butuh waktu
selama 24 jam agar sampai sel telur (ovule), di mana pembuahan (fertilization)
akan berlangsung membentuk bakal biji. Rambut tongkol akan keluar dan siap
untuk diserbuki selama 2-3 hari. Panjang rambut tongkol 2,5-3,8 cm/hari dan akan
memanjang sampai diserbuki. Bakal biji dari proses pembuahan akan tumbuh
dalam tongkol yang dilindungi oleh tiga bagian penting biji, yakni glume, lemma,
dan palea, serta di luar bagian biji berwarna putih biji bagian dalam berwarna
bening yang mengandung cairan. Jika di belah menggunakan silet, struktur
embrionya belum terlihat. Unsur N dan P akan diserap sangat cepat, dan unsur K
hampir komplit (Lee, 2007).

6. Fase R2 (blister)

Fase ini terjadi pada 10-14 hari setelah rambut tongkol muncul, rambut
tongkol akan mengering dan berubah warna coklat. Ukuran tongkol, klobot, dan
janggel hampir sempurna, biji mulai nampak berwarna putih, mulai
mengakumulasikan ke endosperm, kadar air biji sekitar 85% dan akan menurun
sampai masa panen (McWilliams et al., 1999).

7. Fase R3 (masak susu)

Fase ini terjadi pada 18-22 hari setelah silking. Pengisian biji awalnya
dalam bentuk cairan bening, akan berubah menjadi susu. Akumulasi pati pada
setiap biji cepat, warna biji sudah terlihat (tergantung varietas), dan bagian sel
pada endosperm sudah terbentuk. Pada fase ini, kekeringan akan menyebabkan
ukuran dan jumlah biji. Kadar air pada biji mencapai 80% (McWilliams et al.,
1999).

8. Fase R4 (dough)

Fase ini terjadi pada 24-28 hari setelah silking. Bagian dalam biji seperti
pasta (belum keras). Separuh dari akumulasi bahan kering sudah terbentuk, dan
kadar air turun menjadi 70%. Kekeringan pada fase ini akan mempengaruhi bobot
biji (McWilliams et al., 1999).
11

9. Fase R5 (pengerasan biji)

Fase ini terjadi pada 35-42 hari setelah silking. Biji sudah terbentuk
sempurna, embrio sudah masak, dan akumulasi bahan kering biji akan terhenti.
Kadar air biji 55% (McWilliams et al., 1999).

10. Fase R6 (masak fisiologis)

Fase masak fisiologis ini terjadi pada 55-65 hari setelah silking. Biji-biji
pada tongkol sudah mencapai bobot kering maksimum. Lapisan pati telah
berkembang sempurna dan telah terbentuk lapisan absisi berwarna coklat atau
kehitaman. Pembentukan lapisan hitam (black layer) berlangsung secara bertahap,
mulai dari biji pada bagian pangkal tongkol ke ujung tongkol. Pada varietas
hibrida, jagung yang memiliki sifat tetap hijau (stay green) yang tinggi akan tetap
berwarna hijau pada klobot, daun bagian ujung, dan batang walaupun secara
fisiologis sudah masak. Pada fase ini, kadar air biji sekitar 30-35% dengan total
bobot kering dan menyerap NPK oleh tanaman hingga 100% (McWilliams et al.,
1999).

C. Pemuliaan Tanaman Jagung Komposit

Pemuliaan tanaman merupakan ilmu, teknologi dan seni yang mempelajari


adanya pertukaran dan perbaikan karakter tanaman yang diwariskan pada suatu
populasi baru dengan sifat genetik yang baru. Tujuan dari pemuliaan tanaman ini
salah satunya yaitu untuk memperbaiki karakter tanaman yang diwariskan pada
suatu populasi dengan sifat genetik baru. Pemuliaan tanaman umumnya mencakup
tindakan penangkaran, persilangan, dan seleksi (Widodo, 2003).

Pemuliaan tanaman terbagi menjadi 2 jenis, yaitu pemuliaan tanaman


konvensional dan non konvensional. Teknik yang paling banyak digunakan pada
pemuliaan tanaman secara konvensional adalah teknik persilangan yang dilanjutkan
dengan proses seleksi. Teknik ini biasanya dipakai saat inovasi perakitan kultivar
baru (Suprapto & Kairudin, 2007).

Varietas jagung bersari bebas dapat berupa varietas sintetik maupun


komposit. Varietas sintetik dibentuk dari beberapa galur inbrida yang memiliki
daya gabung umum yang baik, sedangkan varietas komposit dibentuk dari galur
12

inbrida, varietas bersari bebas, dan hibrida. Dalam pembentukan varietas bersari
bebas yang perlu diperhatikan adalah populasi dasar yang akan diperbaiki dan
metode yang digunakan dalam perbaikan populasi tersebut (Mejaya et al., 2010).
Varietas komposit dibentuk dari galur, populasi dan atau varietas yang tidak
dilakukan uji daya gabung terlebih dahulu. Sebagian bahan untuk pembentukan
komposit berasal dari galur dan varietas. Varietas atau hibrida dapat dimasukkan
ke dalam komposit yang telah ada. Tahapan pembentukan komposit adalah sebagai
berikut: (a) masing-masing bahan penyusun digunakan sebagai induk betina, (b)
induk jantannya campuran dari sebagian atau seluruh bahan penyusun, dan (c)
diadakan seleksi dari generasi ke generasi (Mejaya et al., 2010).

Varietas jagung yang dihasilkan melalui perbaikan populasi perlu diuji pada
daerah-daerah pertanaman yang mempunyai agroklimat yang berbeda untuk
mengetahui tanggapannya terhadap lingkungan setempat. Adanya interaksi
genotipe dengan lingkungan akan memperkecil kemajuan seleksi (Mejaya et al.,
2010). Untuk memperkecil pengaruh interaksi ini, evaluasi genotipe perlu
dilakukan pada dua lingkungan atau lebih. Faktor lingkungan, varietas/genotipe
serta interaksinya menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman. Interaksi genotipe
dan lingkungan memberikan penampilan fenotipe yang berbeda antar genotipe pada
lokasi tertentu. Hal ini menyebabkan suatu varietas menunjukkan hasil yang
tinggi dan penampilan yang baik di suatu tempat, belum tentu memperlihatkan
hasil yang sama ditempat yang lain (Sutresna, 2019). Interaksi genotipe dengan
lingkungan merupakan komponen yang mempengaruhi hasil dan ekspresi
fenotipik (Karasu et al., 2009).

Stabilitas keragaan tanaman (fenotip) disebabkan oleh kemampuan tanaman


untuk dapat menyesuaikan diri terhadap lokasi yang beragam, sehingga tanaman
tidak banyak mengalami perubahan sifat fenotip. Fajar yanto (2020)
menambahkan bahwa interaksi genotip lokasi selalu digambarkan sebagai
perbedaan tidak tetap/inkonsistensi antara genotipe-genotipe dari suatu lokasi ke
lokasi yang lain.

Program pemuliaan tanaman memerlukan analisis interaksi genotip dan


lokasi untuk mengetahui sampai seberapa jauh peranan lokasi pada suatu sifat
13

tanaman (Tyagi dan Khan, 2010). Informasi mengenai interaksi genotip dengan
lokasi memudahkan pemulia mendapatkan genotip yang memiliki penampilan
konsisten baik pada semua lokasi atau genotip yang berpenampilan baik pada
lokasi tertentu saja (Sari et al., 2013).

Calon varietas perlu diuji sebelum dilepas menjadi varietas unggul,


diantaranya melalui uji daya hasil dan uji adaptasi. Uji daya hasil bertujuan untuk
mengetahui potensi calon varietas yang akan dijadikan varietas unggul (Rahayu,
2010). Ada tiga tahapan uji daya hasil yaitu uji daya hasil pendahuluan, uji daya
hasil lanjutan, dan uji multilokasi (uji adaptasi). Uji daya hasil pendahuluan adalah
pengujian dimana jumlah galur yang akan diuji sangat banyak, tetapi jumlah
bijinya masih sedikit/terbatas yang dilaksanakan pada satu lokasi pada satu musim
(Mejaya et al., 2010). Uji daya hasil lanjutan ialah pengujian daya hasil dimana
jumlah galur yang diuji tidak terlalu banyak, tetapi jumlah biji dalam setiap galur
sudah banyak yang dilakukan minimal dua musim di beberapa lokasi yang
bertujuan untuk menekan tersingkirnya galur-galur unggul selama seleksi akibat
interaksi genotipe dan lingkungan. Uji multilokasi pengujian galur dimana jumlah
galur yang diseleksi hanya 10 sampai 15 galur saja yang biasanya dilakukan pada
beberapa lokasi yang berbeda-beda (Rujhaningsih et al., 2010).
Uji daya hasil merupakan salah satu tahapan dalam pemuliaan tanaman.
Pada pengujian ini masih dilakukan proses seleksi terhadap calon varietas yang
dihasilkan untuk mendapatkan galur-galur terbaik yang dapat dilepas menjadi
varietas unggul baru (Kasno, 1992). Dalam pengujian perlu diperhatikan besarnya
interaksi antara genotipe dengan lingkungan untuk mencegah terjadinya kehilangan
genotipe-genotipe unggul dalam proses seleksi (Andayani et al., 2014).
Pemuliaan jagung komposit memiliki beberapa keunggulan, seperti:
Keragaman genetik yang lebih luas: Jagung komposit memiliki keragaman
genetik yang lebih luas daripada jagung hibrida. Hal ini memungkinkan pemulia
untuk memilih tanaman dengan sifat-sifat yang diinginkan untuk dikembangkan
menjadi varietas baru. Adaptasi yang lebih baik: Varietas jagung bersari bebas,
termasuk varietas komposit, lebih mampu beradaptasi pada lingkungan yang
berbeda-beda. Hal ini membuat varietas jagung komposit lebih cocok untuk
ditanam di berbagai daerah. Seleksi yang lebih sederhana: Seleksi merupakan
14

metode pemuliaan yang paling sederhana dan memberi harapan untuk


mendapatkan hasil genetik yang besar pada generasi pertama. Seleksi pada jagung
komposit dapat dilakukan dengan memilih tanaman dengan sifat-sifat yang
diinginkan dari populasi dasar.
Galur-galur harapan perlu diuji sebelum dilepas menjadi varietas unggul,
diantaranya melalui uji daya hasil dan uji adaptasi. Uji daya hasil bertujuan untuk
mengetahui potensi galur-galur harapan yang akan dijadikan varietas unggul
(Rahayu, 2010). Ada tiga tahapan uji daya hasil yaitu uji daya hasil pendahuluan,
uji daya hasil lanjutan, dan uji multilokasi (uji adaptasi). Uji daya hasil
pendahuluan ialah pengujian dimana jumlah galur yang akan diuji sangat banyak,
tetapi jumlah bijinya masih sedikit/terbatas yang dilaksanakan pada satu lokasi
pada satu musim (Mejaya et al., 2010). Uji daya hasil lanjutan ialah pengujian
daya hasil dimana jumlah galur yang diuji tidak terlalu banyak, tetapi jumlah biji
dalam setiap galur sudah banyak yang dilakukan minimal dua musim di beberapa
lokasi yang bertujuan untuk menekan tersingkirnya galur-galur unggul selama
seleksi akibat interaksi genotipe dan lingkungan. Uji multilokasi pengujian galur
dimana jumlah galur yang diseleksi hanya 10 sampai 15 galur saja yang biasanya
dilakukan pada beberapa lokasi yang berbeda-beda (Rujhaningsih et al., 2010).
Berdasarkan hasil penelusuran, berikut beberapa potensi kelemahan
penggunaan varietas komposit dalam pemuliaan jagung: ketidak stabilan genetik:
varietas komposit terdiri dari beberapa galur bawaan yang dapat menyebabkan
variasi pada keturunannya. Berkurangnya keseragaman: varietas komposit
mungkin memiliki keseragaman yang lebih rendah dibandingkan dengan varietas
murni, sehingga kurang diminati untuk aplikasi tertentu, kesulitan dalam memilih
sifat-sifat yang diinginkan: varietas komposit terdiri dari beberapa galur bawaan,
maka akan sulit untuk memilih sifat-sifat tertentu pada keturunannya. Potensi
hasil berkurang: varietas komposit mungkin memiliki potensi hasil lebih rendah
dibandingkan dengan varietas ras murni, terutama di lingkungan dengan input
tinggi, peningkatan kerentanan terhadap penyakit: varietas komposit mungkin
lebih rentan terhadap penyakit dan hama dibandingkan dengan varietas murni,
terutama jika galur inbrida yang digunakan untuk membuat varietas komposit
tidak tahan terhadap penyakit yang sama.
15

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Percobaan ini telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan April
2023 di Kelurahan Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, Sumatera
Barat. Penelitian dilakukan pada lahan dengan ketinggian tempat 50-61 m dpl,
pada koordinat 00°58‟04 Lintang Selatan dan 99°36‟40-100°21‟11 Bujur Timur.
Jadwal pelaksanaan dapat dilihat pada Lampiran 1.

B. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu 2 calon varietas jagung
komposit (Janggel Merah, Janggel Putih) dan 3 varietas jagung komposit sebagai
pembanding (Sinhas, Sukmaraga, dan Lamuru), pupuk KCl, pupuk SP-36, pupuk
Urea, herbisida sistemik berbahan aktif Mesotrione dan Atrazine, label, tali rafia,
dan insektisida berbahan aktif Sipermetrin dan Klorpirifos. Deskripsi varietas
pembanding dapat dilihat pada Lampiran 2.

C. Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu cangkul, sabit, gunting,
timbangan digital, jangka sorong, kayu, sprayer, Grain moisture tester, alat
dokumentasi, dan alat tulis.

D. Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan


lima perlakuan yaitu dua calon varietas jagung komposit dan tiga varietas
pembanding. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak lima kali sehingga
terdapat 25 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 80 tanaman.
Setiap petakan akan diambil 10 tanaman pada dua petak secara acak sebagai
tanaman sampel. Adapun perlakuan dalam penelitian ini adalah:
16

1) Janggel Merah (P1 – calon varietas 1)


2) Janggel Putih (P2 – calon varietas 2)
3) Sinhas (P3 – pembanding 1)
4) Sukmaraga (P4 – pembanding 2)
5) Lamuru (P5 – pembanding 3)
Data hasil pengamatan percobaan dianalisis secara sidik ragam. Apabila F
hitung lebih besar dari F tabel, dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Beda
Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5%. Data kualitatif ditampilkan dalam
bentuk persentase (%).

E. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan lahan

Persiapan lahan dilakukan dengan melakukan penyemprotan terlebih


dahulu menggunakan herbisida sistemik dengan bahan aktif Mesotrion dan
Atrazin untuk memberantas gulma yang tumbuh pada lahan yang digunakan.
setelah itu dilanjutkan dengan pengolahan tanah menggunakan cangkul, kemudian
dibuat petakan dengan ukuran 2,8 m x 5 m dan ketinggian 20 cm. Jarak antar
petakan adalah 50 cm dan jarak antar blok adalah 100 cm. Denah Percobaan dan
denah satu satuan percobaan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.

2. Pemasangan label

Label dipasang pada saat petak percobaan telah dibuat. Setiap petakan
percobaan dipasang label untuk menandai perlakuan yang akan diberikan dan
memudahkan pengamatan. Label juga dipasang setiap sampel pada masing-
masing petak percobaan. Label yang digunakan adalah potongan map plastik
sebesar 10 cm x 10 cm yang isinya nama jagung komposit dan ulangannya. Label
dipasang menggunakan tiang setinggi 100 cm.

3. Penanaman

Penanaman dilakukan 7 hari setelah pengolahan lahan, penanaman


dilakukan secara manual dengan cara ditugal. Benih ditanam 2 biji per lubang
tanam dengan jarak tanam 20 cm x 75 cm (Wangiyana et al., 2018).
17

4. Pemeliharaan

a. Penyiraman

Pelaksanaan penyiraman disesuaikan dengan kondisi tanah dan cuaca. Jika


hari hujan maka tidak perlu dilakukan penyiraman. Penyiraman harus
diperhatikan, jangan sampai tanah terlalu basah sehingga menggenang atau
bahkan terlalu kering.

b. Penjarangan

Penjarangan tanaman dilakukan dengan meninggalkan satu tanaman per


lubang tanam sehingga setiap petakan memiliki 100 tanaman. Penjarangan
dilakukan pada saat tanaman berumur 14 HST bersamaan dengan pemupukan
pertama serta pengendalian gulma.

c. Pemupukan

Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali selama pertanaman. Pemupukan


pertama dilakukan pada 14 hari setelah tanam (HST) menggunakan pupuk Urea
dengan dosis 200 kg/ha, KCl 100 kg/ha, dan SP-36 100 kg/ha. Adapun
pemupukan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 34 hst menggunakan
pupuk urea dengan dosis 200 kg/ha. Pemupukan dilakukan dengan cara membuat
larikan di sekitar tanaman dan ditaburkan sesuai banyaknya dosis (Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat, 2017). Perhitungan dosis pupuk
dapat dilihat pada Lampiran 5.

d. Pengendalian gulma

Pengendalian gulma dilakukan dengan cara menyemprotkan herbisida


yang dilakukan dua kali sebelum penanaman dengan berbahan aktif Mesotrion 50
g/L dan Atrazin 500 g/L agar rumput yang tumbuh menjadi menguning dan mati,
sehingga rumput tidak tumbuh kembali. Pengendalian gulma bertujuan untuk
mengurangi terjadinya persaingan air, hara dan cahaya matahari antara tanaman
jagung dengan gulma. Pengendalian gulma dilakukan pada umur 5 MST.
18

e. Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara mekanis dan kimiawi.


Pengendalian hama penyakit dilakukan secara mekanis dilakukan dengan cara
membuang bagian tanaman yang terserang. Pengendalian yang dilakukan
terhadap hama jagung yaitu ulat grayak dilakukan secara kimiawi dengan
pemberian insektisida berbahan aktif Sipermetrin 50 g/L dengan dosis 1 ml/L pada
bagian tanaman yang terserang hama dan pengendalian terhadap hama kutu daun
(Rhopalosiphum maidis Fitch), dilakukan secara kimiawi dengan pemberian
insektisida berbahan aktif Klorpirifos 530 g/L + Sipermetrin 55 g/L dengan dosis
2 ml/L. Penyemprotan insektisida dilakukan saat tanaman berumur 24 HST.

5. Panen

Jagung yang siap dipanen sudah masak secara fisiologis, ditandai dengan
sebagian besar daun dan klobot jagung yang mengering atau berwarna kecoklatan,
biji telah mengeras dan apabila ditekan menggunakan kuku tidak membekas,
kemudian telah terbentuk lapisan hitam/black layer pada biji (Hasan et al., 2014).
Panen dilakukan secara manual saat tanaman berumur 107-109 HST.

F. Variabel Pengamatan

1. Pengamatan kuantitatif

a. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diamati sebanyak satu kali sebelum proses pemanenan


dengan cara mengukur tinggi tanaman dari permukaan tanah sampai dengan
pangkal dasar (buku pertama) bunga jantan. Sampel pengamatan diambil
sebanyak 10 tanaman secara acak pada dua baris tengah setiap petakan.
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan bersamaan dengan panen jagung yakni
pada umur 107-109 HST.

b. Tinggi letak tongkol (cm)

Tinggi letak tongkol diukur dari permukaan tanah sampai dengan pangkal
tongkol tanaman jagung. Pengamatan tinggi letak tongkol dilakukan seiring
19

dengan waktu panen jagung yakni saat tanaman berumur 107-109 HST dengan
menggunakan meteran dan diamati 1 tongkol per tanamannya.

c. Persentase kerebahan (%)

Pengamatan persentase kerebahan dilakukan selama proses budidaya


hingga panen. Pengamatan kerebahan meliputi tanggal/umur tanaman mulai
rebah. Persentase kerebahan masing-masing petakan dihitung dengan rumus:
jumlah tanaman yang rebah/petak
Persentase kerebahan= jumlah seluruh tanaman/petak x 100%
d. Umur 50% tanaman berbunga jantan (HST)

Umur 50% tanaman berbunga jantan dihitung dari sejak tanam hingga
50% populasi tanaman mengeluarkan serbuk sari (pollen) yang ditandai dengan
terbukanya kotak sari. Pengamatan dilakukan setiap hari sepanjang stadia
pembungaan pada setiap petakan. Pengamatan umur 50% tanaman berbunga
jantan dilakukan pada umur 51-54 HST.

e. Umur 50% tanaman berbunga betina (HST)

Umur 50% tanaman berbunga betina dihitung dari sejak tanam hingga
50% populasi tanaman mengeluarkan rambut (panjang ± 2 cm). Pengamatan
dilakukan setiap hari pada semua petakan percobaan. Pengamatan umur 50%
tanaman berbunga betina dilakukan pada umur 53-56 HST.

f. Umur panen (HST)

Pengamatan umur panen dilakukan pada jagung yang memasuki fase


masak fisiologis yang ditandai dengan perubahan warna klobot jagung menjadi
kekuningan dan mengering. Kemudian ditandai juga dengan mengerasnya biji
ketika ditekan dengan jari yang tidak menimbulkan bekas berlekuk yang
menandakan biji sudah padat dengan terdapatnya black layer dan telah
berubahnya warna kulit biji menjadi kuning dan lebih mengkilap. Pengamatan
dilakukan pada 10 tanaman sampel setiap satuan percobaan. Panen dilakukan
secara manual saat tanaman berumur 107-109 HST.
20

g. Jumlah tanaman per petak (tanaman)

Pengamatan jumlah tanaman per petak dilakukan dengan cara menghitung


seluruh tanaman jagung yang tumbuh pada setiap petak. Pengamatan dilakukan
pada saat pemanenan.

h. Jumlah tongkol per petak (buah)

Pengamatan dilakukan pada waktu panen dengan menghitung rata-rata


jumlah tongkol per tanaman per petak. Pengamatan dilakukan pada 2 baris tengah
tanaman per petak.

i. Panjang tongkol (cm)

Pengamatan panjang tongkol dilakukan setelah panen. Pengamatan


panjang tongkol diukur pada 10 tanaman sampel setiap satuan percobaan, mulai
dari pangkal hingga ujung tongkol jagung tanpa kelobot.

j. Diameter tongkol (mm)

Pengukuran dilakukan setelah panen. Pengamatan dilakukan dengan


menggunakan jangka sorong pada setiap individu tanaman sampel, dengan
mengukur diameter tongkol pada bagian tengah tongkol. Pengamatan dilakukan
pada 10 tanaman sampel setiap satuan percobaan.

k. Jumlah baris per tongkol (baris)

Pengamatan baris biji per tongkol dilakukan setelah panen. Pengamatan


dilakukan secara manual dengan menghitung jumlah baris biji tongkol jagung
pada 10 tanaman sampel setiap satuan percobaan.

l. Jumlah biji per baris (butir)

Pengamatan dilakukan setelah panen. Pengamatan dilakukan secara


manual dengan menghitung jumlah biji setiap baris pada 10 tanaman sampel
tongkol jagung setiap satuan percobaan.
21

m. Bobot tongkol dengan kelobot (g)

Bobot tongkol tanpa kelobot diamati dengan cara menimbang tongkol


yang telah dipisahkan dari kelobotnya menggunakan timbingan digital pada 10
tanaman sampel pada setiap satuan percobaan.

n. Bobot tongkol tanpa kelobot (g)

Pengamatan bobot tongkol tanpa kelobot dilakukan setelah panen.


Pengamatan dilakukan secara manual dengan cara menimbang tongkol yang telah
dipisahkan dari kelobotnya menggunakan timbangan digital pada 10 tanaman
sampel setiap satuan percobaan.

o. Bobot 1000 biji (g)

Pengamatan bobot 1000 biji dilakukan setelah panen. Pengamatan


dilakukan dengan menimbang bobot 1000 biji yang telah dipipil dengan
menggunakan timbangan digital satuan gram (g). Masing-masing genotipe
diambil secara acak 100 biji per tongkol × 10 tongkol= 1000 biji. Kadar air panen
dikonversi pada kadar air 14% dengan menggunakan rumus:
Bobot 1000 biji awal
BK 1000 biji = × 15
KA
Keterangan:
BK 1000 biji = Bobot 1000 biji pada KA 15 % (gram)
KA = Kadar air biji saat ditimbang

p. Kadar air panen (%)

Pengamatan kadar air dilakukan setelah panen. Kadar air diukur


menggunakan Grain moisture tester pada biji jagung yang sudah dipipil.
Pengamatan dilakukan pada 10 sampel tanaman setiap satuan percobaan.

q. Rendemen (%)

Rendemen diukur dengan menimbang 10 tongkol kupasan basah


kemudian dipipil. Janggel tongkol ditimbang kembali sehingga rendemen dapat
diketahui dengan rumus:
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 10 𝑡𝑜𝑛𝑔𝑘𝑜𝑙 𝑘𝑢𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑗𝑒𝑛𝑔𝑔𝑒𝑙
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 10 𝑡𝑜𝑛𝑔𝑘𝑜𝑙 𝑘𝑢𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
x 100%
22

r. Hasil per hektar

Pengamatan hasil per hektar dengan cara dicatat masing-masing jumlah


tanaman dan tongkol dari jumlah tanaman yang dipanen (data yang diambil
adalah dua baris bagian tengah pertanaman). Kemudian timbang jagung tanpa
kelobot dan ukur kadar air panen menggunakan rumus:
10000 100 − KA
Y= × × B × Ren ∶ 1000
LP 100 − 15

Keterangan:
Y = hasil panen pada KA 15% (Ton/ha)
LP = luas Panen (m2)
KA = kadar air panen
B = bobot tongkol kupas basah
Ren = rendemen biji saat panen

2. Pengamatan kualitatif

Seluruh pengamatan kualitatif diamati dengan berdasarkan pada Buku


Standar Pelepasan Operasional Prosedur Penilaian Varietas Dalam Rangka
Pelepasan Varietas Tanaman Pangan (Kementerian Pertanian Republik Indonesia,
2021). Hasil pengamatan kualitatif ditampilkan dalam bentuk dokumentasi dan
data persentase pada masing-masing variabel pengamatan. Adapun pengamatan
kualitatif terdiri atas:

a. Intensitas kandungan Antosianin pada akar penyangga tanaman Jagung

Pengamatan intensitas pewarnaan Antosianin pada akar penyangga


dilakukan pada saat akar penyangga berkembang dengan sempurna dan akar
masih segar dengan cara membandingkan pada Gambar 1.

1 3 5 7
Tidak ada Lemah Sedang Kuat
(Very weak) (Weak) (Medium) (Strong)
Gambar 1. Intensitas kandungan Antosianin pada akar penyangga tanaman Jagung
23

b. Intensitas kandungan Antosianin pada seludang daun tanaman Jagung

Pengamatan intensitas pewarnaan Antosianin pada seludang daun


dilakukan bersamaan dengan tinggi tanaman dengan cara mengamati seludang
daun yang berada pada bagian tengah tanaman. kriteria intensitas pewarnaan
Antosianin pada seludang daun pada Gambar 2.

1 3 5
Tidak ada Lemah Sedang
( Very weak) (Weak) (Medium)

Gambar 2. Intensitas kandungan Antosianin pada seludang daun tanaman Jagung

c. Intensitas kandungan Antosianin pada sekam tanaman Jagung

Pengamatan intensitas kandungan Antosianin pada sekam dilakukan


bersamaan dengan tinggi tanaman, adapun kriteria pada bagian sekam jagung
dengan cara membandingkan pada Gambar 3.

1 3 5 7
Tidak ada Lemah Sedang Kuat
(Very weak) (Weak) (Medium) (Strong)
Gambar 3. Intensitas kandungan Antosianin pada sekam tanaman Jagung

d. Intensitas kandungan Antosianin pada Anther tanaman Jagung

Pengamatan intensitas kandungan Antosianin pada Anther dilakukan


bersamaan dengan pengamatan tinggi tanaman. Adapun kriteria pada bagian
Antosianin Anther jagung dengan cara membandingkan pada Gambar 4.
24

1 2 3 4
Tidak ada Lemah Sedang Kuat
(Very weak) (Weak) (Medium) (Strong)
Gambar 4. Intensitas kandungan Antosianin pada Anther tanaman Jagung

e. Intensitas kandungan Antosianin pada rambut tanaman Jagung

Pengamatan intensitas kandungan Antosianin pada rambut dilakukan


bersamaan dengan pengamatan tinggi tanaman. kriteria intensitas kandungan
Antosianin rambut jagung dengan cara membandingkan pada Gambar 5.

1 3 5 7 9
Tidak ada Lemah Sedang Kuat Sangat kuat
(Very weak) (weak) (Medium) (Strong) (Very strong)
Gambar 5. Intensitas kandungan Antosianin pada rambut tanaman Jagung

f. Perilaku percabangan samping pada malai tanaman Jagung

Pengamatan perilaku percabangan samping pada malai dilakukan


bersamaan dengan pengamatan tinggi tanaman. kriteria perilaku percabangan
samping malai dapat dilihat pada Gambar 6.
25

1 3 5 7 9
Lurus Lurus agak Bengkok Bengkok Sangat
(Straight) bengkok (Recurved) tajam bengkok
(Slightly (Strongly) (Strongly
recurved) recurved)
Gambar 6. Perilaku percabangan samping pada malai Tanaman Jagung

g. Bentuk tongkol Jagung Jagung

Pengamatan bentuk tongkol dilakukan setelah panen. Bentuk tongkol


terdiri dari beberapa kriteria yaitu, kerucut, silindris mengerucut dan silindris.
Untuk lebih jelasnya, kriteria bentuk tongkol dapat dilihat pada Gambar 7.

1 2 3
Kerucut Silindris mengerucut Silindris
(Conycal) (Cinico-cylindrical) (Cylindrical)

Gambar 7. Bentuk tongkol Jagung

h. Tipe biji Jagung

Pengamatan tipe biji dilakukan setelah panen. Tipe biji yang diamati pada
penelitian ini terdiri dari beberapa kriteria yaitu, mutiara, seperti mutiara,
intermediate,seperti gigi, gigi, manis dan brondong. Selanjutnya untuk lebih
jelasnya kriteria tipe biji dapat dilihat pada Gambar 8.

1 2 3 4 5 6 7
Mutiara Seperti Intermediet Seperti gigi Gigi Manis Brondong
mutiara (intermediat) (Dent-like) (Pop)
(Flint) (Dent) (Sweet)
(Flint-like)
Gambar 8. Tipe biji Jagung
26

i. Skor penutupan tongkol tanaman Jagung

Tingkat penutupan kelobot diberi skor 1 (baik) sampai 5 (jelek), dengan


kriteria yakni; skor 1: kelobot menutup rapat dengan baik, sehingga beberapa
tongkol dapat diikat menjadi satu pada ujung tongkol, skor 2: kelobot menutup
ketat hanya sampai ujung tongkol saja, skor 3: kelobot menutup agak longgar
diujung tongkol, skor 4: kelobot menutup tongkol kurang baik, ujung tongkol
terlihat, skor 5: kelobot menutup tongkol sangat jelek, sebahagian biji nampak
tidak dilindungi kelobot. Skor penutupan tongkol jagung dapat dilihat pada
Gambar 9.

Gambar 9. Skor penutupan tongkol Jagung

j. Intensitas kandungan Antosianin pada kelopak janggel tanaman Jagung

Pengamatan intensitas kandungan Antosianin pada kelopak janggel


dilakukan setelah panen. Kemudian seluruh hasil panen dibandingkan dengan
kriteria kelopak janggel tanaman jagung yang terdiri dari, sangat lemah, lemah,
sedang, dan kuat. Adapun kriteria intensitas kandungan Antosianin pada kelopak
janggel tanaman jagung dapat dilihat pada Gambar 10.

1 3 5 7
Tidak ada Lemah Sedang Kuat
(Absent or very (Weak) (Medium) (strong)
weak)

Gambar 10. Intensitas kandungan Antosianin pada kelopak janggel Jagung.


27

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakter Agronomis

1. Tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol

Hasil pengamatan karakter agronomis dari dua calon varietas jagung


komposit setelah dianalisis uji F pada taraf nyata 5% memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap variabel tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol
(Lampiran 6a dan 6b). Data hasil pengamatan tinggi tanaman dan tinggi letak
tongkol dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol calon varietas jagung komposit
dan varietas pembanding

Tinggi tanaman Tinggi letak tongkol


Perlakuan
(cm) (cm)
Janggel merah 289,96 171,36
Janggel putih 287,92 173,78
Lamuru 258,76 a 150,90 a
Sinhas 236,26 b 132,72 b
Sukmaraga 260,56 c 139,16 c
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata
dengan varietas pembanding (a:Lamuru, b:Sinhas, c:Sukmaraga) menurut uji BNT pada taraf
kepercayaan 95% (α = 0.05)
.
Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa tinggi tanaman jagung pada calon
varietas Janggel Merah dan Janggel Putih memberikan pengaruh nyata. Calon
varietas lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding Lamuru, Sinhas
dan Sukmaraga. Tinggi tanaman tertinggi ditunjukkan oleh varietas Janggel
Merah diikuti Janggel Putih. Hal ini menunjukkan calon varietas jauh lebih
unggul dibandingkan dengan varietas pembanding. Hal ini diduga adanya
perbedaan faktor varietas yang lebih berperan pada calon varietas dibandingkan
dengan varietas pembanding. Rasyid (2013) menyatakan bahwa tinggi tanaman
dapat dipengaruhi oleh varietas, jarak tanam, serta pemberian pupuk. Kemudian
Charvel et al. (2014) menambahkan bahwa setiap tanaman memiliki kemampuan
dan adaptasi yang berbeda sehingga pada setiap varietas dan galur yang diuji
tanaman menunjukkan perbedaan penampilan di setiap individunya.
28

Tabel 1 juga memperlihatkan bahwa tinggi letak tongkol pada tanaman


jagung calon varietas Jenggel merah dan Jenggel Putih memberikan pengaruh
nyata. Kedua calon varietas memberikan tinggi letak tongkol tertinggi
dibandingkan dengan varietas pembandingnya yaitu Lamuru, Sinhas dan
Sukmaraga. Tinggi letak tongkol tertinggi ditunjukkan oleh varietas Jenggel Putih
diikuti oleh Jenggel merah. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa calon varietas
jauh lebih unggul dibandingkan dengan varietas pembandingnya.
Tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol calon varietas jagung komposit
Janggel Merah dan Janggel Putih lebih tinggi dibandingkan dengan varietas
pembanding yakni Lamuru, Sinhas, Sukmaraga yaitu sekitar 289,96 cm dan
287,92 cm terhadap tinggi tanaman serta 171,36 cm dan 173,78 cm terhadap
tinggi letak tongkol. Data ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan tinggi
tanaman dari masing-masing calon varietas jagung komposit yang dipengaruhi
asal calon varietas dari sifat genetik (internal) maupun lingkungan (eksternal) dari
kedua calon varietas jagung komposit tersebut. Sesuai dengan hasil penelitian
Tahir et al. (2008), yang menyatakan bahwa tinggi tanaman dipengaruhi oleh
faktor genetik asal calon varietas dan lingkungan sehingga menyebabkan adanya
perbedaan tinggi pada setiap varietas jagung. Adapun faktor lingkungan
(eksternal) yang mempengaruhi tinggi tanaman seperti, iklim, serta karakter tanah.
Sejalan dengan pernyataan Karamina et al. (2017), yang menyatakan bahwa
iklim, karakter tanah juga memberikan pengaruh yang cukup signifikan pada
pertumbuhan tanaman. Salah satunya adalah pH tanah. Tanaman yang toleran,
mampu beradaptasi pada pH tanah yang bervariasi, namun yang intoleran tidak
akan tahan pada naik turunnya pH tanah.
Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian
Kementerian Pertanian Republik Indonesia (2021), juga menyampaikan bahwa
calon varietas jagung komposit Janggel Merah dan Janggel Putih termasuk
kedalam kategori sangat tinggi karena memiliki tinggi lebih dari 275 cm. Hal ini
disebabkan karena kedua calon varietas jagung komposit tersebut dibentuk dari
tetua yang memiliki tinggi tanaman hingga 400 cm (Fitri dan Elmiati, 2018).
Berdasarkan hasil pengamatan variabel tinggi letak tongkol pada Tabel 1
memperlihatkan hasil yang berbanding lurus dengan tinggi tanaman, dimana
29

semakin tinggi tanaman maka akan semakin tinggi pula letak tongkolnya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Amir dan Nappu (2013), yang menyatakan bahwa sifat
tinggi tanaman berkorelasi positif dengan tinggi tongkol, semakin tinggi tanaman
maka semakin tinggi letak tongkol dari permukaan tanah. Namun pada umumnya,
kriteria tanaman yang diharapkan adalah berpostur sedang, kokoh, dan posisi letak
tongkol yang ideal yaitu berada tidak lebih tinggi atau di pertengahan tinggi
tanaman. Sesuai yang disampaikan oleh Yasin et al. (2010), perbandingan
proporsi letak tongkol dan tinggi tanaman yang ideal adalah setengah dari tinggi
tanaman. Sifat dari tinggi tongkol dari permukaan tanah setiap varietas perlu
diketahui untuk dikembangkan pada wilayah tertentu.

2. Umur 50% Anthesis dan umur 50% Silking

Kemudian berdasarkan hasil analisis uji statistik pada taraf nyata 5%


(Lampiran 6c) menunjukkan bahwa pada variabel pengamatan umur 50% anthesis
tidak berbeda nyata terhadap seluruh calon varieatas maupun varietas
pembanding. Sedangkan pada variabel pengamatan umur silking 50% menurut
hasil analisis uji statistik pada taraf nyata 5% dengan BNT (Lampiran 6d)
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap seluruh calon varietas dan
varietas pembanding. Untuk lebih jelasnya data umur anthesis 50% dan silking
50% dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Umur 50% Anthesis dan umur 50% Silking calon varietas jagung
komposit dan varietas pembanding

Umur 50% anthesis Umur 50% silking


Perlakuan
(HST) (HST)
Janggel merah 52,16 54,48 abc
Janggel putih 51,20 53,32 c
Lamuru 53,28 55,46 a
Sinhas 52,56 55,20 b
Sukmaraga 51,86 54,04 c
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata
dengan varietas pembanding (a:Lamuru, b:Sinhas, c:Sukmaraga) menurut uji BNT pada taraf
kepercayaan 95% (α = 0.05)

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa umur 50% anthesis


menunjukkan pengaruh yang sama antara calon varietas jagung komposit Janggel
Merah dan Janggel Putih dengan ketiga varietas pembanding yaitu Lamuru,
Sinhas dan Sukmaraga. Hal ini diduga karena lingkungan tempat tumbuhnya
30

antara calon varietas dan varietas pembanding merupakan lingkungan yang


dikehendaki. Himawan dan Supriyanto (2003), menyatakan bahwa masa berbunga
suatu tanaman tergantung dari lingkungan dan varietas yang digunakan. Setiap
varietas memiliki genotipe yang berbeda. Dengan demikian, diduga calon varietas
dan varietas yang digunakan respon terhadap lingkungan daerah tersebut.
Janggel Merah memiliki umur 52,16 HST dan Janggel Putih sebesar 51,20
HST. Umur anthesis dikategorikan ke dalam 9 kategori, yaitu sangat genjah (<38
HST), sangat genjah hingga genjah (38-41 HST), genjah (41-44 HST), genjah
hingga sedang (44-47 HST), sedang (47-50 HST), sedang hingga lambat (50-53
Hst), lambat (53-56 HST), lambat hingga sangat lambat (56-59 HST), dan sangat
lambat (>59 HST) (Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2021). Calon
varietas jagung komposit Janggel Merah dan Janggel Putih yang diperoleh
tergolong kedalam kategori sedang hingga lambat untuk umur anthesis.
Selanjutnya pengamatan umur 50% silking pada Tabel 2 diperoleh hasil
calon varietas jagung komposit Janggel Merah yang memiliki umur silking sekitar
54,48 HST memberikan pengaruh yang sama dengan varietas pembanding
Lamuru, Sinhas dan Sukmaraga sekitar 55,46; 55,20 HST dan 54,04 HST.
Sementara itu, calon varietas jagung komposit Janggel Putih memiliki umur
silking sekitar 53,32 HST memberikan pengaruh yang berbeda dengan varietas
pembanding Lamuru dan Sinhas sekitar 55,46 HST dan 55,20 HST, namun
memberikan pengaruh yang sama terhadap varietas pembanding Sukmaraga yaitu
sekitar 54,04 HST. Dilihat dari 9 kategori calon varietas jagung komposit Janggel
Merah dan Putih termasuk ke dalam kategori lambat untuk umur silking. Umur
silking dapat dijadikan acuan untuk menentukan umur panen lapangan.
Maswita (2013) menyatakan bahwa cepat lambatnya munculnya bunga
pada tanaman jagung tergantung dengan sifat genetik yang dimiliki oleh setiap
varietasnya. Selang waktu munculnya bunga betina dari munculnya bunga jantan
yaitu 1-3 hari. Faktor yang menyebabkan munculnya bunga betina diantaranya
yaitu suhu, kelembaban, dan kompetisi hara. Bunga jantan akan muncul 1-3 hari
lebih dahulu dari bunga betina. Semakin cepat selisih munculnya bunga jantan
dan betina maka semakin lancar terjadinya proses penyerbukan serta pengisian
biji, begitu pula sebaliknya semakin lambat selisih waktu munculnya bunga jantan
31

dan bunga betina maka proses penyerbukan akan terganggu serta menyebabkan
pengisian biji menjadi tidak optimal karena berkurangnya jumlah pollen yang di
produksi (Rani et al., 2022).
Selanjutnya berdasarkan hasil analisis uji statistik pada taraf nyata 5%
dengan BNT (Lampiran 6e) menunjukkan bahwa pada variabel pengamatan umur
panen memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap calon varietas maupun
varietas pembanding. Hasil analisis uji statistik pada taraf nyata 5% dengan BNT
(Lampiran 6f) Umur panen dan persentase kerebahan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Umur panen calon varietas jagung komposit dan varietas pembanding

Umur panen Persentase Kerebahan


Perlakuan
(HST) (%)
Janggel merah 108,82 ab 7,00 ab
Janggel putih 107,68 bc 7,80 ab
Lamuru 109,38 a 8,00 a
Sinhas 108,58 b 9,20 b
Sukmaraga 107,70 c 2,80 c
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata
dengan varietas pembanding (a:Lamuru, b:Sinhas, c:Sukmaraga) menurut uji BNT pada taraf
kepercayaan 95% (α = 0.05)

Berdasarkan data pada Tabel 3 pengamatan umur panen pada calon


varietas jagung komposit Janggel Merah memberikan pengaruh yang sama
terhadap varietas Lamuru dan Sinhas, namun memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap varietas Sukmaraga. Sedangkan pada calon varietas jagung
komposit Janggel Putih memberikan pengaruh yang berbeda terhadap varietas
Lamuru, namun memberikan pengaruh yang sama terhadap varietas Sinhas dan
Sukmaraga. Sementara itu, calon varietas jagung komposit Janggel Putih
membutuhkan waktu untuk panen sekitar 107,68 HST lebih cepat 1 hari
dibandingkan dengan calon varietas jagung komposit Janggel Merah dan ketiga
varietas pembanding. Umur panen umumnya ditentukan oleh umur keluar rambut
tongkol. Semakin lambat keluar rambut tongkol, maka panennya semakin lambat
(Kusnarta dan Sudika, 2018). Sesuai dengan data yang didapatkan bahwa umur
keluarnya rambut jagung (silking) tidak memperlihatkan antara calon varietas
jagung komposit dengan varietas pembandingnya, sehingga umur panen pada
masing-masing calon varietas jagung komposit juga menjadi tidak berbeda jauh
dengan ketiga varietas pembanding.
32

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada pengamatan umur panen, calon
varietas memberikan pengaruh yang berbeda nyata dan tidak berbeda nyata
dengan varietas pembanding. Calon varietas Janggel Putih memberikan pengaruh
yang sama terhadap Sinhas dan Sukmaraga, namun berbeda nyata dengan
Lamuru. Calon varietas Janggel Merah memberikan pengaruh yang sama dengan
Lamuru dan Sinhas, namun berbeda nyata dengan Sukmaraga.
Tabel 3 juga memperlihatkan bahwa, pada pengamatan persentase
kerebahan pada calon varietas memberikan pengaruh yang berbeda nyata dan
tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding. Janggel Merah dan Janggel
Putih memberikan pengaruh yang sama terhadap varietas pembanding Lamuru
dan Sinhas, namun berbeda nyata dengan varietas Sukmaraga.
Berdasarkan umur panen jagung, dibagi menjadi tiga kelompok yaitu (1)
berumur pendek atau genjah (75-95 hari), (2) berumur sedang (95-120 hari), dan
(3) berumur panjang (lebih dari 120 hari) (Azrai, 2013). Umur panen yang
diperoleh oleh kedua calon varietas jagung komposit Janggel Merah dan Janggel
Putih masih tergolong kedalam tanaman berumur sedang, karena sudah bisa
dipanen saat jagung berumur 107 hingga 110 HST. Namun, umur bunga jantan
dan betina serta umur panen suatu varietas tertentu tidak selalu sama. Hal ini
tergantung sifat genetik dan lingkungan tempat varietas itu tumbuh. Menurut
Maruapey (2012), bahwa tanaman yang ditanam pada suatu daerah tertentu
mempunyai umur panen lebih cepat, namun jika ditanam di daerah lainnya tidak
selamanya akan memiliki umur yang sama karena lingkungan tumbuhnya yang
berbeda.

B. Komponen Hasil

Pengamatan komponen hasil tanaman jagung melibatkan beberapa


komponen pengamatan seperti panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah biji per
tongkol, jumlah biji dalam satu baris, dan bobot 1000 biji. Setelah dianalisis uji F
pada taraf nyata 5% menunjukkan hasil pada variabel panjang tongkol tidak
berbeda nyata sedangkan diameter tongkol, jumlah baris biji per tongkol, Jumlah
biji dalam satu baris, bobot 1000 biji memberikan pengaruh yang nyata pada
setiap calon varietas dan varietas. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada
Lampiran (6f, 6g, 6h, 6i, 6j). Semua komponen tersebut berperan penting dalam
33

menentukan hasil akhir tanaman jagung dan mempengaruhi kualitas dan produksi
tanaman. Dari hasil analisis statistik pada taraf nyata 5% dengan BNT (Lampiran
6g) menunjukkan bahwa panjang tongkol menunjukkan hasil yang sama baik
calon varietas maupun varietas, berbanding terbalik dengan parameter diameter
tongkol yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 6h) pada
calon varietas maupun varietas. Untuk lebih jelasnya hasil panjang tongkol dan
diameter tongkol dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Panjang tongkol dan diameter tongkol calon varietas jagung komposit
dan varietas pembanding
Panjang tongkol Diameter tongkol
Perlakuan
(cm) (mm)
Janggel merah 18,36 52,00
Janggel putih 17,90 52,79
Lamuru 17,73 49,07 a
Sinhas 22,50 48,81 b
Sukmaraga 17,74 49,25 c
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata
dengan varietas pembanding (a:Lamuru, b:Sinhas, c:Sukmaraga) menurut uji BNT pada taraf
kepercayaan 95% (α = 0.05)

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan hasil panjang tongkol calon varietas


jagung komposit Janggel Merah dan Janggel Putih memperlihatkan pengaruh
yang sama dengan ketiga varietas pembanding. Panjang tongkol tertinggi
dihasilkan oleh varietas pembanding yakni Sinhas, kemudian diikuti oleh calon
varietas Janggel Merah, Janggel Putih dan varietas pembanding Sukmaraga serta
Lamuru. untuk pengamatan panjang tongkol. Kedua calon varietas jagung
komposit ini, masih mampu mengimbangi panjang tongkol varietas pembanding.
Menurut Handayani (2003), menyatakan bahwa panjang tongkol ini dipengaruhi
oleh genetik dari masing-masing varietas.
Kriteria panjang tongkol calon varietas jagung komposit maupun varietas
pembanding termasuk kedalam kategori panjang (Kementerian Pertanian
Republik Indonesia, 2021). Berdasarkan panduan karakterisasi departemen
pertanian, klasifikasi untuk panjang tongkol adalah sangat pendek (<5 cm),
pendek (5-7 cm), sedang (10-15 cm), panjang (15-20 cm), dan sangat panjang
(>20 cm). Dari kriteria tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata panjang
34

tongkol dari kedua calon varietas jagung komposit termasuk kedalam kriteria
panjang, begitupun untuk ketiga varietas pembanding.
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa diameter tongkol calon varietas jagung
komposit Janggel Merah dan Janggel Putih sekitar memberikan pengaruh yang
berbeda dengan ketiga varietas pembanding. Hal ini dikarenakan diameter tongkol
tanaman jagung dipengaruhi oleh banyak gen dan lingkungan. Sesuai dengan
yang disampaikan Syukur et al. (2018), bahwa diameter tongkol merupakan salah
satu karakter kuantitatif pada tanaman yang umumnya dipengaruhi oleh banyak
gen serta dipengaruhi lingkungan. Dari data yang ditampilkan menunjukkan
bahwa kedua tongkol calon varietas jagung komposit memiliki diameter paling
besar dibandingkan dengan varietas pembanding yaitu >50 mm. Hamidah, (2011),
menyatakan bahwa lingkar tongkol berpengaruh terhadap jumlah produksi yang
dihasilkan tanaman. semakin besar lingkar dari sebuah tongkol maka semakin
berbobot pula berat jagung tersebut.
Menurut Robi‟in (2009), panjang tongkol dan diameter tongkol berkaitan
erat dengan rendemen dari hasil suatu varietas. Jika panjang tongkol suatu varietas
lebih panjang dibanding varietas yang lain, varietas tersebut berpeluang memiliki
hasil yang lebih tinggi dibandingkan varietas lain. Demikian pula, jika diameter
tongkol suatu varietas lebih besar dan diameter janggel lebih kecil dibandingkan
varietas lain maka varietas tersebut memiliki rendemen hasil yang tertinggi.
Menurut Kementerian Pertanian Republik Indonesia, (2021), calon varietas
jagung komposit Janggel Merah dan Janggel Putih tergolong kedalam kategori
sedang untuk peubah diameter tongkol.
Berdasarkan hasil analisis statistik pada taraf nyata 5% dengan BNT
(Lampiran 6i dan 6j) menunjukkan bahwa variabel jumlah baris biji per tongkol
maupun jumlah biji dalam satu baris memberikan hasil yang berbeda nyata baik
calon varietas ataupun varietas. Selanjutnya jumlah baris biji per tongkol dan
jumlah biji dalam satu baris dapat dilihat pada Tabel 5.
Berdasarkan jumlah baris biji per tongkol pada Tabel 5 diperoleh dengan
cara menghitung jumlah baris yang ada pada satu tongkol jagung. Jumlah baris
biji per tongkol pada calon varietas jagung komposit Janggel Merah memberikan
pengaruh yang berbeda dengan ketiga varietas pembanding. Begitu juga dengan
35

calon varietas jagung komposit Janggel Putih. Hal ini diduga karena besarnya
serapan unsur hara yang dibawa keseluruh bagian tanaman tercukupi sehingga
mempengaruhi pertumbuhan biji pada tongkol, hal ini sejalan dengan pendapat
Budiarso, (2017), yang menyatakan bahwa hal yang mempengaruhi jumlah biji
per tongkol yaitu jumlah biji di setiap tongkol dan besarnya serapan hara yang
dibawa keseluruh bagian tanaman. Berdasarkan panduan karakterisasi departemen
pertanian pengelompokan berdasarkan jumlah baris biji per tongkol yaitu tidak
ada atau sangat sedikit (>8 baris), sedikit (8-10 baris), sedang (10-12 baris),
banyak (12-14 baris) dan sangat banyak (>14 baris). Dari kriteria tersebut, maka
rata-rata jumlah baris dari kedua calon varietas jagung komposit maupun ketiga
varietas pembanding termasuk dalam kriteria sangat banyak.

Tabel 5. Jumlah baris biji per tongkol dan jumlah biji dalam satu baris calon
varietas jagung komposit dan varietas pembanding

Jumlah baris biji per Jumlah biji dalam satu


Perlakuan tongkol baris
(baris) (butir)
Janggel merah 15,68 36,18
Janggel putih 15,60 37,00
Lamuru 14,84 a 35,18
Sinhas 14,26 b 36,92
Sukmaraga 14,80 c 37,10
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata
dengan varietas pembanding (a:Lamuru, b:Sinhas, c:Sukmaraga) menurut uji BNT pada taraf
kepercayaan 95% (α = 0.05)

Jumlah biji dalam satu baris pada Tabel 5 untuk calon varietas jagung
komposit Janggel Merah (36,18 g) dan Janggel Putih (37,10 g) memberikan
pengaruh yang sama dengan ketiga varietas pembanding. Jumlah biji dalam satu
baris berkaitan erat dengan panjang tongkol dan ukuran biji. Jika tongkol yang
dihasilkan lebih panjang, maka jumlah biji dalam baris yang dihasilkan lebih
banyak, begitupun sebaliknya jika panjang tongkol tergolong pendek, maka
jumlah biji dalam baris yang dihasilkan lebih sedikit. Sesuai dengan pendapat
Suleman et al. (2019) bahwa semakin besar ukuran biji yang dihasilkan maka
semakin sedikit pula jumlah biji dalam satu baris, begitupun jika ukurannya
bijinya kecil maka jumlah biji dalam satu baris yang dihasilkan berkemungkinan
semakin banyak. Jumlah biji per baris pada tongkol bisa berbeda dan tidak
36

berbeda untuk setiap varietas itu sendiri. Ekspresi genetik dari tiap varietas
menyebabkan variasi terhadap bentuk dan ukuran biji jagung.
Berdasarkan hasil uji statistik pada taraf nyata 5% dengan BNT (Lampiran
6k) menunjukkan parameter bobot 1000 biji memberikan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap calon varietas maupun varietas. Bobot 1000 biji dapat dilihat pada
Tabel 6.

Tabel 6. Bobot 1000 biji calon varietas jagung komposit dan varietas pembanding

Bobot 1000 biji


Perlakuan
(g)
Janggel merah 200,94
Janggel putih 199,77
Lamuru 197,18 a
Sinhas 196,47 b
Sukmaraga 197,83 c
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata
dengan varietas pembanding (a:Lamuru, b:Sinhas, c:Sukmaraga) menurut uji BNT pada taraf
kepercayaan 95% (α = 0.05)

Bobot 1000 biji calon varietas jagung komposit Janggel Merah


memberikan pengaruh yang berbeda (200,94 g) dengan varietas pembanding.
Lamuru (197,18 g), Sinhas (40,62 g), dan Sukmaraga (197,83 g). Begitu juga
calon varietas jagung komposit Janggel Putih memberikan pengaruh yang berbeda
(199,77 g) dengan ketiga varietas pembanding.
Berdasarkan Tabel 6 pengamatan bobot 1000 biji calon varietas jagung
komposit Janggel Putih memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan
calon varietas jagung komposit Janggel Merah dan ketiga varietas pembanding.
Hal ini diduga karena genetik yang terdapat pada jenggel putih lebih
menghasilkan bobot 1000 biji yang lebih baik dibandingkan genetik calon varietas
komposit Janggel Merah dan varietas pembandingnya. Selain itu, faktor
lingkungan menjadi pengaruh pada bobot biji yang dihasilkan pada tanaman
jagung, karena lingkungan pada penelitian ini merupakan kriteria lingkungan yang
dikehendaki pertumbuhannya oleh calon varietas tanaman jagung Janggel Putih.
Menurut Jalili dan Eyvazi, (2015); Nizar, (2015), bobot 1000 biji dipengaruhi oleh
pengaruh genetik dan pengaruh lingkungan. Selanjutnya Kato et al. (2019),
menambahkan bahwa komponen bobot 1000 biji juga dapat dipengaruhi oleh
37

faktor genotipe dan lingkungan. Dalam pengamatan bobot 1000 biji yang tertinggi
menandakan besarnya endosperm dalam biji Maharani et al. (2018). Bobot 1000
biji menurun apabila tanaman mengalami kekurangan air, tanaman yang tidak
disiram mengalami penurunan bobot 1000 biji, sedangkan tanaman yang disiram
bobot 1000 biji akan lebih tinggi (Amin, 2017). Kondisi lingkungan yang paling
berpengaruh adalah temperatur, karena dapat mempengaruhi ukuran biji. Ukuran
biji maksimum dapat tercapai pada suhu rata- rata 25˚C (Wahyudin et al., 2016).

C. Daya Hasil

Pengamatan daya hasil tanaman jagung melibatkan beberapa komponen


pengamatan seperti jumlah tanaman per petak, jumlah tongkol per petak, kadar air
panen, bobot tongkol per petak, bobot tongkol dengan kelobot, bobot tongkol
tanpa kelobot, rendemen dan hasil per hektar. Berdasarkan uji F pada taraf nyata
5% menunjukkan hasil pada variabel jumlah tongkol per petak tidak berbeda
nyata sedangkan jumlah tanaman per petak, kadar air, bobot tongkol per petak,
bobot tongkol dengan kelobot,bobot tongkol tanpa kelobot rendemen dan hasil per
hektar memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil analisis statistik seluruh
variabel dapat dilihat pada Lampiran (6l, 6m, 6n, 6o, 6p, 6q, 6r, 6s).
Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa variabel jumlah
tanaman per petak menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap calon varietas
maupun varietas maupun sedangkan jumlah tongkol per petak memberikan hasil
yang tidak berbeda nyata baik calon varietas ataupun varietas. Selanjutnya Rata –
rata jumlah tanaman per petak dan jumlah tongkol per petak dapat dilihat pada
Tabel 7.
Berdasarkan pengamatan jumlah tanaman per petak calon varietas jagung
komposit Janggel Merah (73,00 Tanaman) memberikan pengaruh yang sama
dengan ketiga varietas pembanding, yaitu Lamuru (72,00 Tanaman), Sinhas
(70,80 Tanaman), dan Sukmaraga (76,40 Tanaman). Sedangkan pada calon
varietas jagung komposit Janggel Putih memberikan pengaruh yang berbeda
dengan varietas pembanding Sukmaraga, namun memberikan pengaruh yang
sama dengan varietas pembanding Lamuru dan Sinhas.
38

Tabel 7. Jumlah tanaman per petak dan jumlah tongkol per petak calon varietas
jagung komposit dan varietas pembanding

Jumlah tanaman per Jumlah tongkol per


Perlakuan petak petak
(tanaman) (tongkol)
Janggel Merah 73,00 abc 73,60
Janggel Putih 72,20 ab 74,00
Lamuru 72,00 a 73,40
Sinhas 70,80 b 71,20
Sukmaraga 76,40 c 76,40
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata
dengan varietas pembanding (a:Lamuru, b:Sinhas, c:Sukmaraga) menurut uji BNT pada taraf
kepercayaan 95% (α = 0.05)

Pada Tabel 7 jumlah tongkol per petak pada calon varietas jagung
komposit Janggel Merah dan Janggel Putih memberikan pengaruh yang sama
dengan ketiga varietas pembanding. Jumlah tongkol per petak untuk yang
dihasilkan dari calon varietas jagung komposit dan varietas pembanding
memperoleh hasil yang berbeda-beda, walaupun pengaruh yang diberikan sama.
Tongkol per petak sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor
lingkungan yang menyebabkan tanaman mati dan rebah, serta bisa dipengaruhi
oleh hama maupun penyakit sehingga tanaman jagung menghasilkan tongkol yang
tidak bagus. Setelah dilakukan penelitian didapatkan tanaman jagung di serang
oleh ulat grayak yang menyebabkan beberapa tanaman tumbuh tidak baik dan
menghasilkan tongkol yang kecil. Perbedaan banyaknya jumlah tongkol jagung
per petak pada setiap varietas diperkirakan dipengaruhi oleh masing-masing sifat
varietas itu sendiri. Sependapat dengan yang disampaikan oleh Muliani dan
Nildayanti (2019), bahwa gen-gen beragam dari masing-masing varietas
tervisualisasikan pada karakter-karakter yang beragam.
Pada variabel kadar air (KA) panen dan bobot tongkol per petak,
berdasarkan hasil uji statistik, dapat dilihat bahwasanya keduanya variabel
tersebut memberikan pengaruh yang berbeda nyata baik terhadap calon varietas
maupun varietas. Hasil KA panen dan bobot tongkol per petak dapat dilihat pada
Tabel 8.
Berdasarkan pengamatan data kadar air panen hasil yang diperoleh
menunjukkan calon varietas jagung komposit Janggel Merah (23,80%)
memberikan pengaruh yang sama dengan varietas pembanding Lamuru (23,72%),
39

Sinhas (23,60 %), dan Sukmaraga (23,74 %). Sedangkan calon varietas jagung
komposit Janggel Putih (25,84 %) memberikan pengaruh yang berbeda dengan
ketiga varietas pembanding. Penurunan kadar air pada tanaman jagung terjadi
pada umur panen 120 HST secara signifikan, hal ini disebabkan karena air yang
terdapat pada tanaman jagung mengalami penguapan akibat pengeringan sehingga
terjadi perubahan tekanan uap air dan menyebabkan perpindahan uap air dari
tanaman ke lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sinurat dan Murniyati
(2014), bahwa penurunan kadar air akibat laju pengeringan terjadi karena air pada
bahan tidak mengalami keseimbangan sehingga terjadi perpindahan air dari bahan
ke lingkungan. Menurut Roslini et al. (2020), semakin rendah kadar air suatu
genotipe maka semakin baik daya simpannya. Kadar air maksimum untuk
tanaman jagung yang umumnya digunakan sebagai bahan baku industri adalah
15% (Ali et al., 2023). Oleh karena itu kadar air yang diharapkan yaitu kadar air
yang tidak terlalu tinggi, sehingga disaat dikonversi ke 14% penyusutan bobot
yang terjadi tidak terlalu besar. Selanjutnya jumlah KA panen dan bobot tongkol
per petak calon varietas jagung komposit dan varietas pembanding dapat dilihat
pada Tabel 8.

Tabel 8. KA panen dan bobot tongkol per petak calon varietas jagung komposit
dan varietas pembanding

KA panen
Perlakuan Bobot tongkol per petak
(%)
Janggel merah 23,80 abc 15,79
Janggel putih 25,84 15,05 ac
Lamuru 23,72 a 13,73 a
Sinhas 23,60 b 11,88 b
Sukmaraga 23,74 c 13,78 c
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata
dengan varietas pembanding (a:Lamuru, b:Sinhas, c:Sukmaraga) menurut uji BNT pada taraf
kepercayaan 95% (α = 0.05)

Tabel 8 menunjukkan bahwa pada pengamatan bobot tongkol per petak


calon varietas jagung komposit Janggel Merah (15,79 kg) memberikan pengaruh
yang berbeda dengan ketiga varietas pembanding yaitu Lamuru (13,73 kg), Sinhas
(11,88 kg), dan Sukmaraga (13,78 kg). Calon varietas jagung komposit Janggel
Putih (15,05 kg) memberikan pengaruh yang sama dengan varietas pembanding
Lamuru dan Sukmaraga, namun memberikan pengaruh yang berbeda dengan
40

varietas sinhas. Hal ini disebabkan karena setiap varietas memiliki potensi genetik
yang berbeda dalam merespon lingkungan tempat hidupnya. Lingkungan juga
dapat menyebabkan sifat-sifat yang muncul beragam dari suatu tanaman. Suatu
varietas mempunyai kemampuan memberikan hasil yang tinggi, tetapi jika
keadaan lingkungan yang tidak sesuai maka varietas itu dapat menunjukkan
potensi hasil yang dimilikinya. Sejalan dengan pendapat Marliah et al. (2012),
yang menyatakan bahwa setiap varietas memiliki ketahanan yang berbeda,
beberapa tanaman dapat melakukan adaptasi dengan cepat, namun sebaliknya ada
tanaman yang membutuhkan waktu lama untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungan. Wulandari dan Sugiharto (2017) menambahkan, bahwa bobot tongkol
per petak berbanding lurus dengan potensi hasil. Semakin tinggi bobot tongkol per
petak maka akan semakin tinggi pula potensi hasil yang dihasilkan, begitu pula
sebaliknya.
Selanjutnya pada variabel bobot tongkol dengan kelobot dan bobot
tongkol tanpa kelobot, berdasarkan hasil uji statistik pada taraf nyata 5% dengan
BNT keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata baik terhadap calon
varietas maupun varietas. Hasil bobot tongkol dengan kelobot dan bobot tongkol
tanpa kelobot telah disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Bobot tongkol dengan kelobot dan bobot tongkol tanpa kelobot calon
varietas jagung komposit dan varietas pembanding

Bobot tongkol dengan Bobot tongkol tanpa


Perlakuan kelobot kelobot
(gram) (gram)
Janggel merah 319,05 289,80 a
Janggel putih 336,83 304,21 a
Lamuru 314,92 282,41 a
Sinhas 306,44 255,12 b
Sukmaraga 318,35 265,92 c
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata
dengan varietas pembanding (a:Lamuru, b:Sinhas, c:Sukmaraga) menurut uji BNT pada taraf
kepercayaan 95% (α = 0.05)

Berdasarkan Tabel 9 yang diperoleh bahwa bobot tongkol dengan kelobot


memberikan pengaruh yang berbeda nyata antara calon varietas jagung komposit
Janggel Merah (319,05 g) dan Janggel Putih (336,83 g) dengan ketiga varietas
pembanding, yaitu Lamuru (314,92 g), Sinhas (306,44 g), dan Sukmaraga (318,35
41

g). selain karena dipengaruhi oleh unsur N, P, dan K. Hal ini juga diduga karena
pembungaan pada tanaman jagung yang muncul secara bersamaan, sehingga
menyebabkan pertumbuhan tongkol tanaman jagung cenderung sama. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian Subekti et al. (2007), yang mendapatkan bahwa
Pembungaan pada tanaman jagung dapat mempengaruhi bobot tongkol dengan
kelobot. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan perkembangan bunga pada
spikelet jantan yang terletak di atas dan bawah dan ketidak sinkronan matangnya
spike, sehingga pollen pecah secara kontinu dari tiap tassel dalam waktu
seminggu atau lebih.
Pengamatan bobot tongkol tanpa kelobot pada Tabel 9 diperoleh bahwa
calon varietas jagung komposit Janggel Merah, Janggel Putih dan lamuru
memberikan pengaruh terbaik dibandingkan dengan varietas Sinhas dan
Sukmaraga, namun memiliki pengaruh yang sama terhadap varietas pembanding
yaitu Lamuru. Hal ini diduga karena varietas Jagung dapat memberikan hasil yang
berbeda pada bobot tongkol tanpa kelobot tanaman Jagung. Hal ini didukung
dengan pernyataan Syafruddin et al. (2012), yang menyatakan bahwa varietas
jagung yang ditanam juga dapat mempengaruhi bobot tongkol dengan kelobot.
Bobot tongkol berkelobot, bobot tongkol tanpa kelobot, diameter tongkol tanpa
kelobot, serta panjang tongkol tanpa kelobot dipengaruhi oleh 3 macam varietas
jagung.
Bobot tongkol sangat berhubungan erat dengan panjang tongkol dan
diameter tongkol. Kedua calon varietas memiliki diameter tongkol yang lebih
besar dibandingkan ketiga varietas pembanding yang sudah dirilis. Jika
dibandingkan dengan varietas pembanding yang sudah dirilis, kedua calon
varietas sudah dapat dikatakan paling baik untuk karakter bobot tongkol dengan
kelobot dan bobot tongkol tanpa kelobot. Menurut Admaja (2006), bobot tongkol
dengan kelobot dan bobot tongkol tanpa kelobot lebih dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dibandingkan faktor genetik.
Berdasarkan hasil uji statistik pada taraf nyata 5% dengan BNT dapat
dilihat bahwasanya pada variabel Rendemen dan hasil per hektar, keduanya
memberikan pengaruh yang berbeda nyata baik terhadap calon varietas maupun
varietas. Hasil Rendemen dan hasil per hektar dapat dilihat pada Tabel 10.
42

Tabel 10. Rendemen dan hasil per hektar calon varietas Jagung komposit dan
varietas pembanding

Rendemen Hasil per hektar


Perlakuan
(%) (ton/ha)
Janggel merah 70,87 ac 9,08
Janggel putih 71,10 ac 8,39 b
Lamuru 69,58 a 7,78 a
Sinhas 79,01 b 7,94 b
Sukmaraga 70,30 c 7,63 c
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata
dengan varietas pembanding (a:Lamuru, b:Sinhas, c:Sukmaraga) menurut uji BNT pada taraf
kepercayaan 95% (α = 0.05)

Berdasarkan Tabel 10 persentase rendemen biji pada calon varietas jagung


komposit Janggel Merah dan Putih memberikan pengaruh yang sama terhadap
varietas pembanding Lamuru dan Sukmaraga, namun memberikan pengaruh yang
berbeda dengan varietas pembanding Sinhas Dalam penelitian ini kadar air panen
merupakan salah satu bagian komponen yang diukur. Nilai rendemen yang tinggi
adalah karakter jagung yang disukai oleh para petani. Menurut Fadhli (2021),
terdapat beberapa parameter yang dapat digunakan untuk mengevaluasi nilai
rendemen jagung, yaitu pengisian biji, kerapatan biji pada tongkol, serta panjang
bijinya. Adapun rendemen yang diinginkan yaitu rendemen yang tinggi, karena
semakin besar nilai rendemen suatu biji maka akan semakin baik (Agustin dan
Arifin, 2017).
Pada Tabel 10 pengamatan potensi hasil calon varietas jagung komposit
Janggel Merah (9,08 ton/ha) memberikan pengaruh yang berbeda terhadap ketiga
varietas pembanding. Sedangkan calon varietas jagung komposit Janggel Putih
(8,39 ton/ha) memberikan pengaruh yang berbeda dengan varietas pembanding
Lamuru dan Sukmaraga, namun memberikan pengaruh yang sama dengan varietas
pembanding Sinhas. Hal ini dikarenakan penampilan karakter tanaman pada
masing-masing calon varietas maupun varietas yang diuji dikendalikan oleh
adanya peran gen yang terkandung didalam tanaman itu sendiri. Menurut
pendapat Wahyuni (2008), penggunaan sumber benih dari genotipe yang berbeda
dan perbedaan ini akan menimbulkan keberagaman penampilan.
Potensi hasil per hektar menunjukkan bahwa calon varietas jagung
komposit Janggel Merah memiliki hasil tertinggi yaitu (9,08 ton/ha). Kemudian
43

disusul dengan calon varietas jagung komposit Janggel Merah yakni (8,39 ton/ha).
Dilanjutkan oleh varietas Sinhas (7,94 ton/ha), varietas Lamuru (7,78 ton/ha), dan
yang terakhir varietas Sukmaraga (7,63 ton/ha). Pada parameter pengamatan
potensi hasil per hektar sangat dipengaruhi oleh kerebahan pada tanaman yang
merupakan masalah penting bagi beberapa tanaman, termasuk jagung karena
menyebabkan penurunan hasil, kehilangan hasil akibat kerebahan mencapai 5-
25%. Kerebahan pada tanaman jagung pada umumnya terjadi setelah tanaman
masak secara fisiologi karena bobot tongkol meningkat sedangkan kondisi batang
telah melemah.

D. Pengamatan karakter kualitatif

Jagung komposit merupakan jagung yang bersari bebas yang berarti


adanya penyerbukan acak (random mating) yang terjadi antar tanaman jagung dan
mengakibatkan terjadinya percampuran sifat. Pada umumnya tanaman menyerbuk
silang atau bersari bebas akan memiliki susunan genetik yang berbeda antara satu
tanaman dengan yang lainnya, sehingga masih memperlihatkan bentuk yang
beragam. Pengamatan yang dilakukan pada masing-masing peubah pengamatan
karakter kualitatif menunjukkan hasil yang beragam antara calon varietas jagung
komposit dengan varietas pembanding (Manrapi, 2008). Karakter kualitatif adalah
karakter tanaman yang dapat dibedakan secara tegas karena dikendalikan oleh gen
sederhana, sehingga untuk penampilan sifat peran lingkungan kurang berpengaruh
(Poespodarsono, 1998).
Seluruh pengamatan kualitatif yang dilakukan mengacu pada Standar
Operasional Prosedur (SOP) pelepasan varietas tanaman pangan yang dikeluarkan
oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia (2021). Perlakuan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dua calon varietas jagung komposit jenggel
merah dan jenggel putih serta tiga varietas pembanding yaitu sukmaraga, varietas
Lamuru, dan varietas Sinhas. Berikut merupakan hasil pengamatan kualitatif pada
setiap variabel pengamatan:

1. Intensitas kandungan Antosianin pada akar penyangga tanaman Jagung

Pengamatan intensitas kandungan Antosianin pada akar penyangga jagung


menunjukkan hasil yang masih beragam. Adapun hasil yang didapatkan, dapat
44

dilihat pada Gambar 11 yang menunjukkan grafik intensitas Antosianin pada akar
penyangga. Gambar 12 yang menunjukkan adanya perbedaan kandungan
Antosianin pada akar penyangga.

70%
Kandungan Antosianin

60% Kriteria kandungan


50% Antosianin

40% tidak ada


30% lemah
20% sedang
10% kuat
0%
Janggel Janggel Lamuru Sinhas Sukmaraga
Merah Putih

Gambar 11. Grafik intensitas kandungan Antosianin pada akar penyangga


tanaman Jagung

Berdasarkan grafik pada Gambar 11 memperlihatkan hasil bahwa


pengamatan intensitas kandungan Antosianin pada akar penyangga calon varietas
jagung komposit dan varietas pembanding menunjukkan keberagaman yang
berbeda-beda antar varietas. Calon varietas jagung komposit Janggel Merah
memperlihatkan hasil kandungan Antosianin akar penyangga yang tidak ada atau
sangat lemah sebanyak 6%, skor kandungan Antosianin lemah 34%, skor
kandungan Antosianin sedang 60%, skor kandungan Antosianin kuat 0% yang
artinya tidak ditemukan akar penyangga yang memiliki warna Antosianin yang
kuat. Sedangkan untuk calon varietas jagung komposit Janggel Merah 14% tidak
ada Antosianin akar penyangga, untuk skor lemah 36%, untuk skor kandungan
Antosianin sedang 40%, dan untuk skor kuat sebanyak 10%.
45

a b c d

Gambar 12. Kriteria intensitas kandungan Antosianin pada akar penyangga


Tanaman Jagung (a) tidak ada, (b) lemah, (c) sedang, dan (d) kuat

Kedua calon varietas jagung komposit Janggel Merah dan Janggel Putih
cenderung memiliki intensitas kandungan Antosianin akar penyangga yang
sedang. Untuk varietas pembanding Lamuru sebanyak 18% tidak ada kandungan
Antosianin pada akar penyangga, 40% untuk skor kandungan Antosianin lemah,
38% untuk skor kandungan Antosianin sedang, dan untuk skor kandungan
Antosianin kuat sebanyak 4%. Skor kandungan Antosianin tidak ada atau sangat
lemah pada varietas Sinhas sebanyak 28%, untuk skor kandungan Antosianin
lemah sebanyak 46%, 26% untuk kandungan Antosianin akar sedang, dan 0%
yang artinya tidak ada kandungan Antosianin akar penyangga yang kuat.

2. Intensitas kandungan Antosianin pada seludang daun tanaman Jagung

Pengamatan intensitas kandungan Antosianin pada seludang daun


menunjukkan hasil yang masih beragam. Adapun hasil yang didapatkan, dapat
dilihat pada Gambar 13 yang menunjukkan grafik intensitas Antosianin pada
seludang daun tanaman jagung. Selanjutnya disajikan pula pada Gambar 14 yang
menunjukkan adanya perbedaan kandungan Antosianin pada akar penyangga.
Berdasarkan pada Gambar 13 intensitas kandungan Antosianin pada
seludang daun Janggel Merah skor tidak ada sebanyak 32%, untuk skor
kandungan Antosianin lemah sebanyak 36%, dan skor kandungan Antosianin
sedang sebanyak 32%. Sedangkan calon varietas jagung komposit Janggel Putih
memiliki skor kandungan Antosianin yang tidak ada sebanyak 30%, skor
kandungan Antosianin lemah sebanyak 34%, dan 36% untuk skor kandungan
Antosianin sedang. Varietas Lamuru memiliki skor kandungan Antosianin tidak
ada sebanyak 50%, skor kandungan Antosianin lemah sebanyak 32%, dan skor
46

kandungan Antosianin sedang sebanyak 18%. Varietas Sinhas memiliki kriteria


tidak ada atau sangat lemah pada kandungan Antosianin sebanyak 48%, untuk
kriteria lemah sebanyak 40%, dan 14% untuk kriteria sedang. Pada kriteria tidak
ada atau sangat lemah juga dimiliki varietas Sukmaraga sebanyak 44%, untuk
kriteria lemah sebanyak 42%, dan 16% untuk kriteria sedang.

60%
Kriteria kandungan
50%
Kandungan Antosianin

Antosianin

40% tidak ada


30% lemah

20% sedang

10%

0%
Janggel Janggel Lamuru Sinhas Sukmaraga
Merah Putih

Gambar 13. Grafik intensitas kandungan Antosianin pada seludang daun tanaman
Jagung

a b c
Gambar 14. Kriteria intensitas kandungan Antosianin pada seludang daun Jagung
(a) tidak ada, (b) lemah, dan (c) sedang

3. Intensitas kandungan Antosianin pada sekam tanaman Jagung

Pengamatan intensitas kandungan Antosianin pada sekam menunjukkan


hasil yang masih beragam. Adapun hasil yang didapatkan, dapat dilihat pada
Gambar 15 yang menunjukkan grafik intensitas Antosianin pada sekam tanaman
47

jagung. Selanjutnya disajikan pula pada Gambar 16 yang menunjukkan adanya


perbedaan kandungan Antosianin sekam.

120% Kriteria kandungan


Antosianin
100%
Kandungan Antosianin

80% sedang
kuat
60%

40%

20%

0%
Janggel Janggel Lamuru Sinhas Sukmaraga
Merah Putih

Gambar 15. Grafik intensitas kandungan Antosianin pada sekam tanaman Jagung

a b

Gambar 16. Kriteria intensitas kandungan Antosianin pada sekam Jagung (a)
sedang, (b) kuat

Berdasarkan grafik pada Gambar 15 memperlihatkan bahwa hasil kriteria


intensitas kandungan Antosianin pada sekam yaitu sedang (Gambar 16a) dan kuat
(16b). persentase calon varietas Janggel Merah dan Janggel Putih dalam kriteria
sedang sebanyak 96%. Pada varietas pembanding yaitu, varietas Lamuru dan
Sukmaraga memiliki kriteria sedang sebanyak 100%. pada varietas Sinhas kriteria
sedang sebanyak 90%.
48

4. Intensitas kandungan Antosianin pada Antera tanaman Jagung

Pengamatan intensitas kandungan Antosianin pada sekam menunjukkan


hasil yang masih beragam. Adapun hasil yang didapatkan, dapat dilihat pada
Gambar 17 yang menunjukkan grafik intensitas Antosianin pada Antera tanaman
jagung. Selanjutnya disajikan pula pada Gambar 18 yang menunjukkan adanya
perbedaan kandungan Antosianin Antera.

100%
90%
Kandungan Antosianin

80% Kriteria kandungan


70% Antosianin
60% lemah
50%
40% sedang
30%
kuat
20%
10%
0%
Janggel Janggel Lamuru Sinhas Sukmaraga
Merah Putih

Gambar 17. Grafik intensitas kandungan Antosianin pada Antera tanaman Jagung

a b c

Gambar 18. Kriteria intensitas kandungan Antosianin pada Antera Jagung (a)
lemah (b) sedang (c) kuat

Berdasarkan Gambar 17 memperlihatkan hasil bahwa intensitas


kandungan Antosianin pada sekam untuk calon varietas Janggel Merah sebanyak
84% kriteria lemah, kriteria sedang sebanyak 12%, dan kriteria kuat sebanyak 4%.
Sedangkan calon varietas Janggel Putih memiliki kriteria lemah sebanyak 92%,
49

pada kriteria sedang sebanyak 6%, dan kriteria kuat sebanyak 2%. Varietas lamuru
memiliki kriteria lemah sebanyak 88%, kriteria sedang 8%, dan kriteria kuat 4%.
Varietas Sinhas memiliki kriteria lemah sebanyak 78%, kriteria sedang 16%, dan
kriteria kuat 6%. varietas Sukmaraga memiliki kriteria lemah sebanyak 88%,
kriteria sedang sebanyak 10%, dan sebanyak 2% untuk kriteria kuat.

5. Intensitas kandungan Antosianin pada rambut Jagung

Pengamatan Intensitas kandungan Antosianin pada rambut Jagung


menunjukkan hasil yang masih beragam. Adapun hasil yang didapatkan, dapat
dilihat pada Gambar 19 yang menunjukkan grafik intensitas Antosianin pada
Antera tanaman jagung. Selanjutnya disajikan pula pada gambar 20 yang
menunjukkan adanya perbedaan kandungan Antosianin Antera.
Berdasarkan tabel diatas bahwa intensitas kandungan Antosianin pada
rambut jagung menunjukkan keragaman yang berbeda-beda. Calon varietas
jagung komposit Janggel Merah memiliki kriteria lemah sebanyak 2%, pada
kriteria sedang sebanyak 66%, kriteria kuat sebanyak 30%, dan sebanyak 2%
kriteria sangat kuat. Sedangkan pada calon varietas jagung komposit Janggel
Putih memiliki kriteria lemah sebanyak 24%, kriteria sedang sebanyak 58%,
kriteria kuat sebanyak 14%, dan kriteria sangat kuat sebanyak 4%. Varietas
Lamuru menunjukkan tidak ada hasil pada kriteria lemah, pada hasil kriteria
sedang sebanyak 32% , kriteria kuat sebanyak 60%, dan 8 % kriteria sangat kuat
yang dimiliki pada rambut jagung. Varietas Sinhas menunjukkan kriteria lemah
sebanyak 2%,kriteria sedang sebanyak 28%, kriteria kuat sebanyak 70%, dan pada
kriteria sangat kuat menunjukkan 0% yang artinya tidak ada. Varietas Sukmaraga
menunjukkan kriteria lemah sebanyak 6%, kriteria sedang sebanyak 30%, kriteria
kuat 64%, dan pada kriteria sangat kuat sama juga menunjukkan hasil yang tidak
ada. Hasil pengamatan yang didapatkan sudah sesuai dengan deskripsi masing-
masing calon varietas jagung komposit maupun varietas pembanding, seperti
Sinhas yang memiliki karakter kuat yaitu warna cream dengan ujungnya merah.
Pengamatan intensitas kandungan Antosianin pada rambut jagung dapat dilihat
secara visual pada Gambar 20.
50

80%
70%
Kandungan Antosianin
Kriteria kandungan
60% Antosianin
50%
lemah
40%
sedang
30%
20% kuat

10% sangat kuat


0%
Janggel Janggel Lamuru Sinhas Sukmaraga
Merah Putih

Gambar 19. Grafik intensitas kandungan Antosianin pada rambut tanaman Jagung

a b c d

Gambar 20. Kriteria intensitas kandungan Antosianin pada rambut Jagung (a)
lemah, (b) sedang, (c) kuat, (d) sangat kuat

6. Perilaku percabangan pada malai

Data hasil pengamatan karakter perilaku percabangan samping pada malai


dua calon varietas jagung komposit Janggel Merah, Janggel Putih dan tiga varietas
pembanding ditampilkan secara kuantitatif dalam bentuk grafik (Gambar 21) dan
secara visual dalam bentuk dokumentasi (Gambar 22) sebagai berikut.
51

120% Kriteria kandungan


Antosianin

Kandungan Antosianin
100%
80% lurus

60% lurus agak


40% bengkok

20% bengkok

0%
Janggel Janggel Lamuru Sinhas Sukmaraga
Merah Putih

Gambar 21. Grafik Perilaku percabangan pada malai tanaman Jagung

a b c

Gambar 22. Kriteria Perilaku percabanagan pada malai Jagung (a) lurus (b) lurus
agak bengkok (c) bengkok

Berdasarkan Gambar 21 pengamatan perilaku percabangan samping pada


malai memperlihatkan hasil bahwa ditemukan kriteria lurus (Gambar 22a), lurus
agak bengkok (Gambar 22b), dan kriteria bengkok (Gambar 22c). Calon varietas
jagung komposit Janggel Merah memiliki persentase 60% untuk kriteria lurus,
32% untuk kriteria lurus agak bengkok, dan 8% untuk kriteria bengkok. Calon
varietas jagung komposit Janggel Putih memiliki persentase 58% untuk kriteria
lurus, untuk kriteria lurus agak bengkok sebanyak 36%, dan 6% untuk kriteria
bengkok. Varietas pembanding Lamuru dan Sinhas memiliki persentase kriteria
lurus sebanyak 100%, namun sama-sama tidak memiliki kriteria lurus agak
bengkok dan kriteria bengkok. Varietas Sukmaraga memiliki kriteria lurus
sebanyak 84%, 10% untuk kriteria lurus agak bengkok, dan untuk kriteria
bengkok memiliki persentase sebanyak 6%.
52

7. Bentuk tongkol tanaman Jagung

Data hasil pengamatan karakter bentuk tongkol dua calon varietas jagung
komposit Janggel Merah dan Janggel Putih dan tiga varietas pembanding
ditampilkan secara kuantitatif dalam bentuk grafik (Gambar 23) dan secara visual
dalam bentuk dokumentasi (Gambar 24) sebagai berikut.

120% Kriterian bentuk


100% tongkol
Bentuk tongkol

80% silindris
mengerucut
60%

40%

20%

0%
Janggel Janggel Lamuru Sinhas Sukmaraga
Merah Putih

Gambar 23. Grafik bentuk tongkol Jagung

Gambar 24. Kriteria bentuk tongkol Jagung silindris mengerucut

Berdasarkan grafik pada Gambar 23 pengamatan bentuk tongkol


menunjukkan bahwa seluruh calon varietas jagung komposit maupun varietas
pembanding memiliki kriteria silindris mengerucut seperti ditunjukkan pada
Gambar 14 calon varietas jagung komposit Janggel Putih, calon varietas jagung
komposit Janggel Merah, varietas pembanding Lamuru, Sinhas, dan Sukmaraga
53

memiliki persentase 100% untuk kriteria silindris mengerucut pada bentuk


tongkol dan tidak ditemukan bentuk tongkol kerucut maupun silindris. Hal ini
dapat diartikan bahwa calon varietas jagung komposit sudah memperlihatkan
karakter yang seragam jika dibandingkan dengan varietas pembanding.

8. Tipe biji Jagung

Data hasil pengamatan karakter biji Jagung dua calon varietas jagung
komposit Janggel Merah, Janggel Putih dan tiga varietas pembanding ditampilkan
secara kuantitatif dalam bentuk grafik (Gambar 25) dan secara visual dalam
bentuk dokumentasi (Gambar 26) sebagai berikut.

100%
90% Kriteria Tipe biji
80%
70%
Tipe biji

60% mutiara
50%
seperti mutiara
40%
30% intermedite
20%
10%
0%
Janggel Janggel Lamuru Sinhas Sukmaraga
Merah Putih

Gambar 25. Grafik tipe biji Jagung

a b c
Tipe biji mutiara seperti mutiara Intermediate

Gambar 26. Kriteria tipe biji Jagung


54

Berdasarkan tipe biji pada Gambar 25 menunjukkan bahwa tipe biji yang
ditemukan pada penelitian ini yaitu, tipe biji mutiara (Gambar 26a), seperti
mutiara (Gambar 26b), dan Intermediate (Gambar 26c). Pada calon varietas
jagung komposit Janggel Merah memperlihatkan persentase sebanyak 40% untuk
kriteria tipe biji Mutiara, dan 60% untuk kriteria tipe biji seperti Mutiara. Calon
varietas jagung komposit Janggel Putih menunjukkan persentase 20% untuk
kriteria tipe biji Mutiara, kriteria seperti Mutiara sebanyak 78%, dan kriteria
intermediate sebanyak 2%. Varietas Lamuru menunjukkan hasil kriteria tipe biji
Mutiara sebanyak 78%, dan 22% untuk tipe biji seperti Mutiara. Varietas Sinhas
menunjukkan hasil sebanyak 92% untuk kriteria tipe biji Mutiara, dan kriteria tipe
biji seperti mutiara sebanyak 8%. Varietas Sukmaraga menunjukkan hasil kriteria
tipe biji Mutiara sebanyak 18%, dan sebanyak 82% untuk kriteria seperti Mutiara.

9. Penutupan kelobot Jagung

Data hasil pengamatan karakter skor penutupan dua calon varietas jagung
komposit Janggel Merah, Janggel Putih dan tiga varietas pembanding ditampilkan
secara kuantitatif dalam bentuk grafik (Gambar 27) dan secara visual dalam
bentuk dokumentasi (Gambar 28) sebagai berikut.
Berdasarkan skor penutupan kelobot pada Gambar 27 Menunjukkan hasil
bahwa empat kriteria skor penutupan kelobot ditemukan pada penelitian kali ini.
Calon varietas jagung komposit maupun varietas pembanding masih
memperlihatkan kriteria yang beragam untuk pengamatan skor penutupan kelobot.
Skor 1 mewakilkan kelobot menutup rapat dengan baik, sehingga beberapa
tongkol dapat diikat menjadi satu pada ujung tongkolnya (Gambar 28a), skor 2
mewakilkan kelobot menutup ketat hanya sampai ujung tongkol saja (Gambar
28b), skor 3 mewakilkan klobot agak longgar di ujung tongkol (Gambar 28c),
skor 4 mewakilkan kelobot menutup tongkol kurang baik, dimana ujung
tongkolnya terlihat (Gambar 28d), dan skor 5 (Gambar 28e) dimana ujung
klobotnya sangat rusak.
55

Kriteria Penutupan
100% kelobot
90%
80% menutup
Penutupan kelobot
70% rapat baik
60%
50% menutup
40% ketat
30%
20%
10% menutup agak
0% longgar
Janggel Janggel Lamuru Sinhas Sukmaraga
Merah Putih

Gambar 27. Grafik skor penutupan kelobot Jagung

a b c d e

Gambar 28. Kriteria skor penutupan kelobot Jagung

Calon varietas jagung komposit Janggel Merah menunjukkan persentase


72% untuk skor 1 yang menutup rapat dengan baik, 22% untuk skor 2 dengan
kriteria menutup ketat, untuk skor 3 sebanyak 4% dengan kriteria menutup agak
longgar, 2% skor 4 dengan kriteria menutup tongkol dengan baik, dan 0% untuk
skor 5 yang artinya tidak ada kriteria menutup tongkol sangat jelek. Calon varietas
jagung komposit Janggel Putih menunjukkan persentase 70% untuk skor 1, 26%
untuk skor, 2% untuk skor 3, 2% untuk skseluor 4, dan untuk skor 5 tidak ada.
Sementara itu, varietas pembanding Lamuru memperlihatkan hasil 24% untuk
skor 1, 56% untuk skor 2, 10% untuk skor 3, 10% untuk skor 4, dan 0% untuk
skor 5 yang artinya tidak ada. Varietas Sinhas memperlihatkan hasil 22% untuk
56

skor 1, 62% untuk skor 2, 12% untuk skor 3, 4% untuk skor 4, dan tidak ada
untuk skor 5. Varietas pembanding Sukmaraga memperlihatkan hasil 90% untuk
skor 1, 8% untuk skor 2, 2% untuk skor 3, untuk skor 4 dan 5 persentase 0% yang
artinya tidak ada.

10. Intensitas kandungan Antosianin pada kelopak jenggel

Data hasil pengamatan karakter kandungan Antosianin pada kelopak


janggel jagung dua calon varietas jagung komposit Janggel Merah dan Janggel
Putih dan tiga varietas pembanding ditampilkan secara kuantitatif dalam bentuk
grafik (Gambar 29) dan secara visual dalam bentuk dokumentasi (Gambar 30)
sebagai berikut.

120%
Kandungan Antosianin

100%
Kriteria kandungan
80% Antosianin
tidak ada
60%
lemah
40%
sedang
20% kuat
0%
Janggel Janggel Lamuru Sinhas Sukmaraga
Merah Putih

Gambar 29. Grafik intensitas kandungan Antosianin pada kelopak janggel Jagung

Gambar 30. Kriteria intensitas kandungan Antosianin pada kelopak janggel


Jagung
57

Berdasarkan grafik pada Gambar 29 memperlihatkan hasil bahwa seluruh


kriteria kandungan Antosianin kelopak janggel ditemukan pada penelitian kali ini.
Calon varietas jagung komposit Janggel Merah memiliki persentase 48% untuk
kriteria sangat lemah, 38% untuk kriteria lemah, 10% untuk kriteria sedang, dan
4% untuk kriteria kuat. Sementara itu calon varietas jagung komposit Janggel
Putih memiliki persentase 74% untuk kriteria sangat lemah, 20% untuk kriteria
lemah, 4% untuk kriteria sedang dan 2% untuk kriteria kuat. Sementara itu untuk
ketiga varietas pembanding baik itu Lamuru, Sinhas, dan Sukmaraga memiliki
persentase 100% untuk kriteria sangat lemah.
Intensitas kandungan antosianin pada kelopak janggel jagung (Corn husk)
dapat bervariasi tergantung pada berbagai faktor. Antosianin adalah pigmen yang
memberikan warna merah, ungu, dan biru pada berbagai bagian tanaman,
termasuk kelopak jagung. Beberapa faktor yang mempengaruhi intensitas
kandungan antosianin dalam kelopak janggel jagung meliputi: kultivar jagung,
faktor jagung, faktor lingkungan, tingkat kematangan, perawatan tanaman.
Intensitas kandungan antosianin kelopak janggel jagung dapat memberikan warna
yang beragam, seperti ungu, merah, atau bahkan cokelat. Ini dapat mempengaruhi
tampilan dari jagung dan juga nilai fungsionalnya. Antosianin jagung juga dapat
memiliki potensi manfaat kesehatan kandungan antioksidan. Antioksidan dalam
tanaman jagung adalah bagian penting dalam sistem pertahanan tanaman dan
proses fisiologis.
58

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan


bahwa:
1. Calon varietas jagung komposit Janggel Merah dan Janggel Putih
memberikan pengaruh terbaik terhadap parameter tinggi tanaman, tinggi letak
tongkol, umur 50% silking, umur panen, diameter tongkol, jumlah baris biji
per tongkol, bobot 1000 biji, jumlah tanaman per petak, kadar air panen,
bobot tongkol per petak, bobot tongkol tanpa kelobot, rendemen dan hasil per
hektar.
2. Daya hasil calon varietas jagung komposit Janggel Merah dan Janggel Putih
mampu melebihi varietas pembanding yaitu, calon varietas jagung komposit
Janggel Merah memiliki hasil 9,08 ton/ha (17% lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata varietas pembanding) dan Janggel Putih memiliki hasil 8,39
ton/ha (8% lebih tinggi dibandingkan rata-rata varietas pembanding).
3. Calon varietas jagung komposit Janggel Merah dan Janggel Putih memiliki
pertumbuhan dan daya hasil yang baik ketika di tanam di Kecamatan kuranji,
Kota Padang.
4. Karakter kualitatif calon varietas jagung komposit Janggel Merah dan Janggel
Putih menunjukkan adanya perbedaan kandungan antosianin pada
pengamatan: akar penyangga pada tanaman jagung, seludang daun pada
tanaman jagung, sekam pada tanaman jagung, anthera pada tanaman jagung,
malai pada tanaman jagung, tongkol jagung, biji jagung, kelobot jagung,
kelopak jagung.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, calon varietas jagung


komposit Janggel Merah dan Janggel Putih perlu melanjutkan penelitian pada
pengamatan yang belum dilakukan dan perlu pengujian kembali di musim tanam
yang berbeda untuk membandingkan hasilnya.
59

DAFTAR PUSTAKA

Acquaah, G. (2009). Principles of plant genetics and breeding. John Wiley &
Sons.

Admaja, G. (2006). Evaluasi adaptabilitas tiga genotipe (Zea mays saccharata


Sturt.) di dua lokasi dataran rendah [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.

Agustin, E., & Arifin, A. N. (2017). Uji daya hasil pendahuluan 20 calon varietas
jagung hibrida hasil top cross. J. Produksi Tanaman, 5(2), 1988–1997.

Ali, U., Retnani, Y., & Jayanegara, A. (2023). Evaluasi Penerapan Pengawasan
Mutu Jagung Sebagai Bahan Pakan di Indonesia. Jurnal Ilmu Nutrisi Dan
Teknologi Pakan (Nutrition and Feed Technology Journal), 21(1), 57–62.

Amin, A. R. (2017). Ketahanan Beberapa Genotipe Jagung (Zea mays L.,)


Sintetik-2 Terhadap Cekaman Kekeringan. Jurnal Agrotan, 3(01), 32–55.

Amir, M., & Nappu, B. (2013). Uji Adaptasi Beberapa Varietas Jagung Hibrida
pada Lahan Sawah Tadah Hujan Di Kabupaten Takalar. Jurnal Seminar
Nasional Inovasi Teknologi Pertanian.

Andayani, N. N., Sunarti, S., Azrai, M., & Praptana, R. H. (2014). Stabilitas Hasil
Jagung Hibrida Silang Tunggal. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman
Pangan, 33(3), 123890. https://doi.org/10.21082/jpptp.v33n3.2014.p%p

Badan Pusat Statistik. (2022). Data Produktivitas Jagung Menurut Provinsi


Tahun 2014- 2018. https://www.bps.go.id/

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. (2017). Inovasi


Teknologi Spesifik Lokasi Mendukung Peningkatan Produksi Jagung
Sumatera Barat. https://bptpsumbar-ppid.pertanian.go.id/

Budiarso, F. S. (2017). Ekstraksi dan aktivitas antioksidan dari biji jagung


Manado kuning (Zea mays L.). Pharmacon, 6(3).
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/pharmacon/article/view/16944

Charvel, F., Sjofjan, J., & Ardian, A. (2014). Pertumbuhan dan Produksi
Beberapa Galur dan Varietas Tomat (Lycopersicum Esculentum Mill.) di
Dataran Rendah (Issue 2) [Journal:eArticle, Riau University].
https://www.neliti.com/publications/187049/

Ekawati, F., & Elmiati, R. (2018). Evaluasi Nilai Heterosis Tanaman Jagung F1
pada Beberapa Komponen Hasil. Menara Ilmu 12(9).

Ekawati, F., & Suliansyah, I. (2020). Karakter Agronomis dan Komponen Hasil
F1 Jagung Hibrida. Gontor AGROTECH Scienice(6).
60

Fadhli, N. (2021). Evaluasi Dan Seleksi Berbagai Genotipe Jagung Hibrida


Silang Tunggal (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Kekeringan=
Evaluation And Selection Of Various Genotypes From A Single Cross
Hybrid Corn (Zea mays L.) Against Drought Stress [PhD Thesis,
Universitas Hasanuddin]. http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/17178/

Fajaryanto, B. P., Sri Lestari. (2020). Penampilan Empat Genotip Tanaman Wortel
(Daucus carota L.) pada Tiga Lokasi. Jurnal Produksi Tanaman, Vol 8,
No 2 (2020).

Food and Agriculture Organization. (2020). https://www.fao.org/home/en

Hamidah, D. N. (2011). Peranan Karakter Komponen Produksi terhadap


Produksi Jagung dalam Upaya Memperoleh Karakter Penyeleksi.
https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/23462

Handayani, K. D. (2003). Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung


(Zea mays L.) Pada Populasi Yang Berbeda Dalam Tumpang Sari
Dengan Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz). Fakultas Pertanian
Buletin Agronomi, 33(2), 1–7.

Hasan, N., Roswita, R., & Abdullah, S. (2014). Inovasi Teknologi Spesifik Lokasi
Mendukung Peningkatan Produksi Padi Sawah di Sumatera Barat.

Himawan, I., & Supriyanto, B. (2003). Uji 3 varietas dan dosis pupuk NPK
mutiara terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai (Glycine max L.). Jurnal
Budidaya Pertanian, 9(2), 67–73.

Iriany, R. N., Yasin, M., & Takdir, A. M. (2008). Asal, sejarah, evolusi, dan
taksonomi tanaman jagung. Maros: Balai Penelitian Tanaman Serealia.
https://www.academia.edu/download/53383066/Asal__Sejarah__Evolusi
__dan_Taksonomi_Tanaman_Jagung.pdf

Jalili, M., & Eyvazi, P. (2015). Comparison of maize hybrids effect on seed traits.

Karamina, H., Fikrinda, W., & Murti, A. T. (2017). Kompleksitas pengaruh


temperatur dan kelembaban tanah terhadap nilai pH tanah di perkebunan
jambu biji varietas kristal (Psidium guajava l.) Bumiaji, Kota Batu.
Kultivasi, 16(3), Article 3. https://doi.org/10.24198/kultivasi.v16i3.13225

Karasu, A., Oz, M., Göksoy, A. T., & Turan, Z. M. (2009). Genotype by
environment interactions, stability, and heritability of seed yield and
certain agronomical traits in soybean [Glycine max (L.) Merr.]. African
Journal of Biotechnology, 8(4).
https://www.ajol.info/index.php/ajb/article/view/59880

Kariyasa, K. (2007). Usulan kebijakan pola pemberian dan pendistribusian benih


bersubsidi. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian, 5(4), 304–319.
61

Kato, K., Suzuki, Y., Hosaka, Y., Takahashi, R., Kodama, I., Sato, K., Kawamoto,
T., Kumamaru, T., & Fujita, N. (2019). Effect of high temperature on
starch biosynthetic enzymes and starch structure in japonica rice cultivar
„Akitakomachi‟(Oryza sativa L.) endosperm and palatability of cooked
rice. Journal of Cereal Science, 87, 209–214.

Kementerian Perdagangan. (2016). Profil Komoditas Jagung.


https://sp2kp.kemendag.go.id/komoditi

Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (2021). Standar Operasional


Prosedur Penilaian Varietas Dalam Rangka Pelepasan Varietas Tanaman
Pangan. DIREKTORAT Jenderal Tanaman Pangan.
https://pertanian.go.id/

Kusnarta, I. G. M., & Sudika, I. W. (2018). Pengujian Daya hasil beberapa


varietas tanaman jagung pada kondisi cekaman kekeringan yang diberi
pupuk kandang di lahan kering Lombok Utara. Jurnal Sain Teknologi
Dan Lingkungan (JSTL) Vol, 4(1), 43–53.

Lee, C. (2007). Corn growth and development. Melalui Http://Www. Uky.


Edu/Ag/Grain Crops. https://graincrops.ca.uky.edu/files/corn/
CornGrowthStages_2011.pdf

Maharani, P. D., Yunus, A., & Harjoko, D. (2018). Jarak tanam berbeda pada uji
daya hasil lima varietas jagung hibrida. Agrotechnology Research
Journal, 2(2), 52–57.

Manrapi, A. (2008). Petunjuk Teknis Produksi Benih Sumber Jagung Komposit


(Bersari Bebas). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi
Tenggara (89).

Marliah, A., Hayati, M., & Muliansyah, I. (2012). Pemanfaatan pupuk organik
cair terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas tomat
(Lycopersicum esculentum L.). Jurnal Agrista, 16(3), 122–128.

Maruapey, A. (2012). Pengaruh pupuk kalium terhadap pertumbuhan dan produksi


berbagai jagung pulut (Zea mays ceratina L.). Agrikan: Jurnal Agribisnis
Perikanan, 5(2), 33–45.

Maswita, S. (2013). Uji Pertumbuhan Dan Hasil Beberapa Varietas Jagung (Zea
mays L.) di Lahan Gambut. Program Studi Agroekoteknologi.
Universitas Taman Siswa Padang. Padang.

McWilliams, D. A., Berglund, D. R., & Endres, G. J. (1999). Corn growth and
management quick guide. https://library.ndsu.edu/ir/bitstream/handle/
10365/5453/a1174.pdf?sequence=1

Mejaya, M. J., Azrai, M., & Iriany, R. N. (2010). Pembentukan varietas unggul
jagung bersari bebas. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.
62

Muliani, S., & Nildayanti, N. (2019). Pertumbuhan Dan Produksi Lima Varietas
Jagung Pulut Lokal (Waxy Corn) Sulawesi Selatan Pada Pemberian
Trichokompos. Agroplantae: Jurnal Ilmiah Terapan Budidaya Dan
Pengelolaan Tanaman Pertanian Dan Perkebunan, 8(2), 7–15.

Nizar, M. A. (2015). Per se performance, components of genetic variation and


correlation for seed and oil yields in linseed germplasm (Linum
usitatissimum L.). Electronic Journal of Plant Breeding, 6(4), Article 4.

Poespodarsono, S. (1998). Dasar-dasar ilmu pemuliaan tanaman [Basics of plant


breeding science]. Bogor Agricultural Institute Bogor.

Rahayu, S. W. (2010). Uji Daya Hasil Pendahuluan 120 Galur Potensial Kacang
Panjang (Vigna sesquipedalis L. Fruwirth) Toleran Hama Aphid (Aphis
craccivora Koch). Universitas Brawijaya.
Rani, A. K., Saputro, N. W., & Syafi‟i, M. (2022). Keragaan Karakter Fenologi
Dan Daya Hasil Beberapa Calon Hibrida Jagung Manis (Zea
mayssaccharata Sturt) Ms-Unsika Di Dataran Tinggi Wanayasa
Purwakarta. Jurnal AGROHITA: Jurnal Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan, 7(1), 19–23.

Rasyid, H. (2013). Peningkatan Produksi dan Mutu Benih Kedelai Varietas Hitam
Unggul Nasional Sebagai Fungsi Jarak Tanam dan Pemberian Dosis
Pupuk P. Jurnal Gamma, 8(2), Article 2. https://ejournal.umm.ac.id/
index.php/gamma/article/view/2407

Rinaldi. (2009). Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung (Zea mays L.) yang
Ditumpangsarikan Dengan Kedelai (Glycine max L.). Jurnal Fakultas
Pertanian Jurusan Agroteknologi Universitas Taman Siswa.

Riwandi, R., Merakati, H., & Hasanudin, H. (2014). Teknik budidaya jagung
dengan sistem organik di lahan marjinal. Universitas Bengkulu.

Robi‟in. (2009). Teknik pengujian daya hasil jagung bersari bebas (komposit) di
lokasi Prima Tani Kabupaten Probolinggo ,Jawa Timur. Buletin Teknik
Pertanian.

Roslini, N., Bakhtiar, B., & Hafsah, S. (2020). Uji Daya Hasil S5 Jagung (Zea
mays L.) Hibrida. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian, 5(2), 31–40.

Rujhaningsih, Syam, A., & Warda. (2010). Keragaman Galur-galur Unggul


dengan Karakter Produksi Tinggi (40%-50%) di atas Varietas Eksisting
Serta Adaptif Agroekosistem Sulawesi Selatan. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.
63

Rumbaina, D., Mustikawati., & Pujiharti, Y. (2011). Introduksi Varietas Unggul


Jagung Komposit Di Lampung. Prosiding Seminar Nasional Serealia,
134- 142.
Saenong, S., Azrai, M., & Ramlah, R. (2007). Pengelolaan Benih Jagung, dalam
Buku: Jagung. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Departemen Pertanian.

Sari, L. W., Nugrahaeni, N., Kuswanto, K., & Basuki, N. (2013). Interaksi
Genotipe X Lingkungan Calon varietas Kedelai (Glycine Max L.)
[Journal:eArticle, Brawijaya University]. In Jurnal Produksi Tanaman
(Vol. 1, Issue 5, p. 126703). https://doi.org/10.21176/protan.v1i5.55

Sinurat, E., & Murniyati, M. (2014). Pengaruh Waktu dan Suhu Pengeringan
terhadap Kualitas Permen Jeli. Jurnal Pascapanen Dan Bioteknologi
Kelautan Dan Perikanan, 9(2), 133–142.

Subekti, N. A., Syafruddin, R. E., & Sunarti, S. (2007). Morfologi tanaman dan
fase pertumbuhan jagung. Di Dalam: Jagung, Teknik Produksi Dan
Pengembangan. Jakarta (ID): Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Tanaman Pangan. https://www.academia.edu/download/40956774/
53666516-deskripsi-jagung_1.pdf

Suleman, R., Kandowangko, N. Y., & Abdul, A. (2019). Karakterisasi morfologi


dan analisis proksimat jagung (Zea mays, L.) varietas Momala Gorontalo.
Jambura Edu Biosfer Journal, 1(2), 72–81.

Suliansyah, I., Sutoyo, & Ekawati, F. (2021). Uji Keseragaman. Kestabilan dan
Multi Lokasi Calon Varietas Jagung Komposit Berdaya Hasil Tinggi.
(Laporan Hibah Kemdikbud Ristek Skim Penelitian Terapan Kompetitif
Nasional.).

Suprapto, S., & Kairudin, N. M. (2007). Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen
dan kemajuan genetik kedelai (Glycine max Merrill) pada ultisol. Jurnal
Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia, 9(2), 183–190.

Sutresna, I. W. (2019). Penampilan Genotipe Jagung Unggul Dalam Berbagai


Sistem Pengembangan Agroteknologi Di Pulau Lombok Nusa Tenggara
Barat. Prosiding PEPADU, 1, 128–135.

Syafruddin, S., Nurhayati, N., & Wati, R. (2012). Pengaruh jenis pupuk terhadap
pertumbuhan dan hasil beberapa varietas jagung manis. Jurnal Floratek,
7(1), 107–114.

Syukur, M., Sujiprihati, S., & Yunianti, R. (2018). Teknik Pemuliaan Tanaman (S.
Nugroho and Febriani, editors). Penabur Swadaya Grup, Jakarta.
64

Tahir, M., Tanveer, A., Ali, A., Abbas, M., & Wasaya, A. (2008). Comparative
Yield Performance of Different Maize (Zea mays L.) Hybrids under Local
Conditions of Faisalabad-Pakistan. 6, 118–120.

Tyagi, S. D., & Khan, M. H. (2010). Genotype × environment interaction and


stability analysis for yield and its components in soybean [(Glycine max
L.) Merrill]. Soybean Genetics Newsletter, No.37, 1–9.

Wahyudin, A., Ruminta, R., & Nursaripah, S. A. (2016). Pertumbuhan dan hasil
tanaman jagung (Zea mays L.) toleran herbisida akibat pemberian
berbagai dosis herbisida kalium glifosat. Kultivasi, 15(2).
http://journal.unpad.ac.id/kultivasi/article/view/11867

Wahyuni, S. (2008). Hasil padi gogo dari dua sumber benih yang berbeda.
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 27(3), 135–140.

Wakman, W. (2007). Pengelolaan Penyakit Prapanen Jagung. Indonesian Cereals


Research Institute Maros.

Wangiyana, W., Gunartha, I. G. E., & Farida, N. (2018). Respon Beberapa


Varietas Jagung Pada Jarak Tanam Berbeda Terhadap Penyisipan
Beberapa Baris Kacang Tanah. Crop Agro, Jurnal Ilmiah Budidaya,
11(2), Article 2.

Warisno. (1998). Jagung Hibrida. Kanisius.

Widodo, I. (2003). Penggunaan marka molekuler pada seleksi tanaman.


Disertation. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Wulandari, D. R., & Sugiharto, A. N. (2017). Uji daya hasil pendahuluan beberapa
galur jagung manis (Zea mays L. saccharata). Jurnal Produksi Tanaman,
5(12), 1998–2007.

Yasin, M., Masmawati, H., & Syuryawati. (2010). Stabilitas Hasil Calon Hibrida
Jagung QPM pada Dataran Rendah. Jurnal Penelitian Pertanian
Tanaman Pangan.

Zakaria, A. K. (2011). Kebijakan antisipatif dan strategi penggalangan petani


menuju swasembada jagung nasional. Analisis Kebijakan Pertanian,
9(3), 261–274.
65

LAMPIRAN
66

Lampiran 1. Jadwal kegiatan pada bulan Januari sampai April 2023.


Minggu ke-
No Nama Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 19 20 21 22 23
Survey lahan untuk uji
1
daya hasil
Pengolahan tanah dan
2 pembuatan petak
percobaan
Penanaman jagung
3
komposit yang diuji
Penanaman varietas
4
pembanding
5 Pengamatan
Pemeliharaan hingga
6
panen
Penginputan data
7
pengamatan
8 Pengolahan data
67

Lampiran 2. Deskripsi varietas pembanding

SUKMARAGA

Tahun dilepas : 14 Februari 2003


Asal : AMATL, Asian Mildew Acid Tolerance Late asal
CIMMYT dengan introgressibahan lokal
Umur : 50% keluar rambut : 58 hari
Masak fisiologis : 105 - 110 hari
Tinggi tanaman : 195 cm (180-220)
Perakaran : Dalam, kuat dan baik
Tinggi tongkol : 195 cm (90-100)
Kelobot : Tertutup baik (85%)
Bentuk/Warna biji : Semi mutiara (semi flint) Kuning tua
Bobot 1000 biji : 270 g
Rata-rata hasil : 6,0 t/ha pipilan kering
Potensi Hasil : 8,50 t/ha pipilan kering
Ketahanan : Cukup tahan bulai dan karat
Daerah sebaran : Adaptif tanah-tanah masam
Pemulia : Firdaus K, M. Yasin HG., M. Basir, W.
Walkman, Syafruddin, A. Muliadi, Nurvitayani,
dan Adri.

Sumber : Balai Penelitian Tanaman Serealia Badan Penelitian dan Pengembangan


Pertanian Kementerian Pertanian, 2020.
68

SINHAS

Tanggal dilepas : 8 Februari 2001


Asal : Polycross synthetic (persilangan acak ganda)
sejumlah populasi tetua bersegregasi
Umur : Antesis: ± 57 hari
Panen: ± 97 hari
Batang : Besar dan kokoh
Tinggi tanaman : ± 180 cm
Jumlah : ± 13 helai
Perakaran : Baik sampai sangat baik
Kerebahan : Tahan rebah
Tongkol : Silindris
Panjang tongkol : ±20 cm
Klobot : Menutup tongkol dengan sempurna
Tipe biji : Mutiara (flint)
Warna biji : Kuning
Baris biji : Penuh sampai ke ujung tongkol
Jumlah baris/tongkol : 14-16 baris
Bobot biji/ tongkol : 110-120 g
Bobot 1000 biji : ± 300 g
Rata-rata hasil : 6,0 t/ha pipilan kering (k.a. 13%)
Potensi hasil : 8,0 t/ha pipilan kering (k.a. 13%)
Ketahanan : Tahan terhadap bulai, peronosclerospora,karat
daun puccinia, busuk tongkol Diplodia, dan
toleran kekeringan
Keunggulan : Tanaman tetap hijau pada waktu panen dan rasa
jagung muda manis dan renyah
Pemulia : Saiful Hikam dan Erwin Yuliadi

Sumber : Badan Litbang Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman


Pangan, Balai Penelitian Tanaman Serealia, 2016.
69

LAMURU

Tahun dilepas : 25 Februari 2000


Asal : Dibentuk dari 3 galur GK, 5 galur SW3
Umur : 50% keluar rambut :55 hari
Masak fisiologis : 90-95 hari
Tinggi tanaman : ± 190 cm
Perakaran : Baik
Tongkol : Panjang dan Silindris
Kelobot : Menutup tongkol dengan baik (±75%)
Warna biji : Kuning
Bentuk : Mutiara (flint)
Jumlah baris biji : 12-16 baris
Bobot 1000 biji : ± 275 g
Rata-rata hasil : ± 5,6 t/ha
Potensi Hasil : ± 7,6 t/ha (Fresh)
Amilopektin : 55,1%
Ketahanan : Cukup tahan penyakit bulai dan karat
Daerah sebaran : Dataran rendah sampai 600 mdpl
Pemulia : Mustari B, Marsum D, Made J.M, Arbi M dan
Firdaus K

Sumber : Balai Penelitian Tanaman Serealia Badan Penelitian dan Pengembangan


Pertanian Kementerian Pertanian, 2020.
70

Lampiran 3. Dosis pupuk anorganik

1 ha = 10.000 m2
luas petakan = 3 m x 5 m= 15 m2
10 000
Populasi = =66,666 Tanaman/ha
0 02

Rekomendasi :
Urea = 200 kg/ha
SP 36 = 100 kg/ha
KCl = 100 kg/ha
(BPTP Sumbar, 2017)

Kebutuhan pupuk pada pemupukan pertama pada umur 14 HST


1. Dosis Urea

Urea = 200 kg = 200.000 gram


200 000
Kebutuhan urea tiap tanaman = = 3 gram Urea/Tanaman

Kebutuhan Urea per petak = 3 gram x 100 tanaman = 300 gram/Petakan

2. Dosis SP 36

Urea = 100 kg = 100.000 gram


100 000
Kebutuhan urea tiap tanaman = = 1,5 gram Urea/Tanaman

Kebutuhan Urea per petak = 2 gram x 100 tanaman = 200 gram/ Petakan

3. Dosis KCl

Urea = 100 kg = 100.000 gram


100 000
Kebutuhan urea tiap tanaman = = 1,5 gram Urea/Tanaman

Kebutuhan Urea per petak = 1,5 gram x 100 tanaman = 150 gram/ Petakan

Kebutuhan pupuk kedua pada umur 34 HST

1. Dosis Urea

Urea = 200 kg = 200.000 gram


200 000
Kebutuhan urea tiap tanaman = = 3 gram Urea/Tanaman

Kebutuhan Urea per petak = 3 gram x 100 tanaman = 300 gram/ Petakan
71

Lampiran 4. Denah percobaan menurut rancangan acak kelompok

I II III IV V
A
E U

P4 P2 P5 P3
C
P1 B T
F

S
P2 P5 P1 P3 P4

P4 P3 P4 P4 P5
B

P5 P1 P3 P2 P1

P3 P2 P5 P1 P2

~~Irigasi~~

A = 18 meter P1 = Komposit Jenggel Merah

B = 28 meter P2 = Komposit Jenggel Putih

C = 500 cm P3 = Sinhas
D = 300 cm
P4 = Sukmaraga
72

Lampiran 5. Denah Satu Satuan Percobaan

X = Tanaman jagung
X = Sampel tanaman jagung
73

Lampiran 6. Tabel Sidik Ragam

6a. Tinggi Tanaman (cm)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung F-tabel F-


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 tabel
0,01
Kelompok 4 304,6384 76,1596 0,83 tn 3,01 4,77
Perlakuan 4 10093,2624 2523,3156 27,45 *
Galat 16 1470,8776 91,9299
Total 24 11868,7784 KK=3,60%
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata, * = berbeda nyata

6b. Tinggi letak Tongkol (cm)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung F-tabel F-


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 tabel
0,01
Kelompok 4 413,6056 103,4014 1,42 tn 3,01 4,77
Perlakuan 4 6472,1336 1718,0334 23,57 *
Galat 16 1166,1744 72,8859
Total 24 8451,9136 KK=5,56%
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata, * = berbeda nyata

6c. Umur 50% Anthesis (HST)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung F-tabel F-


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 tabel
0,01
Kelompok 4 1,1824 0,2956 0,28 tn 3,01 4,77
Perlakuan 4 12,0624 3,0156 2,90 tn
Galat 16 16,6416 1,0401
Total 24 29,8864 KK=1,95 %
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata

6d. Umur 50% Silking (HST)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung F-tabel F-


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 tabel
0,01
Kelompok 4 1,3480 0,3370 0,36 tn 3,01 4,77
Perlakuan 4 15,0800 3,7700 4,07 *
Galat 16 14,8120 0,9257
Total 24 31,2400 KK=1,77 %
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
74

6e. Umur Panen


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung F-tabel F-
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 tabel
0,01
Kelompok 4 1,9504 0,4876 0,72 tn 3,01 4,77
Perlakuan 4 10,8624 2,7156 3,99 *
Galat 16 10,8816 0,6801
Total 24 23,6944 KK=0,7606%
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata

6f. Persentase Kerebahan

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung F-tabel F-


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 tabel
0,01
Kelompok 4 80,9600 20,2400 3,13 tn 3,01 4,77
Perlakuan 4 120,5600 30,1400 4,66 tn
Galat 16 103,4400 6,4650
Total 24 304,9600 KK=36,53%
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata

6g. Panjang Tongkol

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung F-tabel F-


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 tabel
0,01
Kelompok 4 7.78196 1,94549 1,65 tn 3,01 4,77
Perlakuan 4 6.2764 1,5691 1,1.3 tn
Galat 16 18,76824 1,173015
Total 24 392,0806 KK=19,46%
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata

6h. Diameter Tongkol

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung F-tabel F-


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 tabel
0,01
Kelompok 4 5,6345 1,4086 0,57 tn 3,01 4,77
Perlakuan 4 69,3343 17,3336 7,05 *
Galat 16 39,3153 2,4572
Total 24 114,2842 KK=3,11%
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata, * = berbeda nyata
75

6i. Jumlah Baris Biji per Tongkol (buah)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung F-tabel F-


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 tabel
0,01
Kelompok 4 2,4976 0,6244 2,13 tn 3,01 4,77
Perlakuan 4 7,1456 1,7864 6,09 *
Galat 16 4,6944 0,2934
Total 24 14,3376 KK=3,60%
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata, * = berbeda nyata

6j. Jumlah Biji dalam satu baris (buah)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung F-tabel F-


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 tabel
0,01
Kelompok 4 10,2896 2,5724 0,77 tn 3,01 4,77
Perlakuan 4 13,1416 3,2854 0,99 tn
Galat 16 53,2744 3,3297
Total 24 76,7056 KK=5,00%
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata

6k. Bobot 1000 Biji (g)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung F-tabel F-


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 tabel
0,01
Kelompok 4 1,8885 0,4721 1,24 tn 3,01 4,77
Perlakuan 4 64,6415 16,1604 42,44 *
Galat 16 6,0920 0,3807
Total 24 72,6219 KK=1,45%
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata, * = berbeda nyata

6l. Jumlah Tanaman Per Petak

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung F-tabel F-


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 tabel
0,01
Kelompok 4 87,0400 21,7600 3,12 tn 3,01 4,77
Perlakuan 4 89,8400 22,4600 3,22 *
Galat 16 111,7600 6,9850
Total 24 288,6400 KK=3,63%
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata

6m. Jumlah Tongkol Per Petak


76

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung F-tabel F-


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 tabel
0,01
Kelompok 4 56,2400 14,0600 1,50 tn 3,01 4,77
Perlakuan 4 68,6400 17,1600 1,83 tn
Galat 16 150,1600 9,3850
Total 24 275,0400 KK=4,16%
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata

6n. Kadar Air Panen (%)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung F-tabel F-


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 tabel
0,01
Kelompok 4 0,6800 0,1700 0,28 tn 3,01 4,77
Perlakuan 4 18,1258 4,5315 7,54 *
Galat 16 9,6221 0,6014
Total 24 28,4279 KK=3,21%
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata, * = berbeda nyata

6o. Bobot tongkol per petak

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung F-tabel F-


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 tabel
0,01
Kelompok 4 3.46868 0.86717 0,81 tn 3,01 4,77
Perlakuan 4 44.41616 11.10404 10,42 *
Galat 16 17.03796 1.064873
Total 24 64.9228 KK=3,21%
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata, * = berbeda nyata

6p. Bobot Tongkol Dengan Kelobot (g)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung F-tabel F-


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 tabel
0,01
Kelompok 4 561,7908 140,4477 0,45 tn 3,01 4,77
Perlakuan 4 2462,8311 615,7078 1,96 tn
Galat 16 5025,5094 314,0943
Total 24 8050,1314 KK=5,55%
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata

6q. Bobot Tongkol Tanpa Kelobot (g)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung F-tabel F-


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 tabel
77

0,01

Kelompok 4 392,5363 82,3841 0,30 tn 3,01 4,77


Perlakuan 4 7519,6277 1879,9069 6,92 *
Galat 16 4344,8381 271,5524
Total 24 12194,0021 KK=5,90%
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata, * = berbeda nyata

6r. Rendemen (%)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung F-tabel F-


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 tabel
0,01
Kelompok 4 0,0018 0,0005 0,58 tn 3,01 4,77
Perlakuan 4 0,0299 0,0075 9,59 *
Galat 16 0,0125 0,0008
Total 24 0,0442 KK=3,87%
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata, * = berbeda nyata

6s. Hasil Per Hektar (kg/ha)

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung F-tabel F-


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 0,05 tabel
0,01
Kelompok 4 0,6539 0,1635 0,81 tn 3,01 4,77
Perlakuan 4 6,8492 1,7123 8,53 *
Galat 16 3,2131 0,2008
Total 24 10,7162 KK=5,49%
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata, * = berbeda nyata

Anda mungkin juga menyukai