Anda di halaman 1dari 3

A.

Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Apa yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia? Hingga saat ini memang
belum ada satu definisi yang telah diterima secara umum. Meski belum dimiliki suatu definisi
yang disepakati secara umum, namun di kalangan para ahli terdapat semacam kesepakatan
umum dalam mendefinisikan pelanggaran hak asasi manusia itu sebagai suatu “pelanggaran
terhadap kewajiban negara yang lahir dari instrumen-instrumen internasional hak asasi manusia”.
Pelanggaran negara terhadap kewajibannya itu dapat dilakukan baik dengan perbuatannya sendiri
(acts of commission) maupun oleh karena kelalaiannya sendiri (acts of ommission). Dalam
rumusan yang lain, pelanggaran hak asasi manusia adalah “tindakan atau kelalaian oleh negara
terhadap norma yang belum dipidana dalam hukum pidana nasional tetapi merupakan norma hak
asasi manusia yang diakui secara internasional”.1 Inilah yang membedakan pelanggaran hak asasi
manusia dengan pelanggaran hukum biasa.

Dalam rumusan di atas terlihat dengan jelas bahwa pihak yang bertanggungjawab adalah
negara, bukan individu atau badan hukum lainnya. Jadi sebetulnya yang menjadi titik tekan
dalam pelanggaran hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara (state responsibility).
Konsep tanggung jawab negara dalam hukum internasional biasanya dipahami sebagai
“tanggung jawab yang timbul sebagai akibat pelanggaran hukum internasional oleh negara”. 2

1. Bukti Bukti Pelanggaran

Hampir setiap saat dapat disaksikan pelanggaran hak asasi manusia di seluruh dunia, baik
yang terjadi di negara-negara yang sedang dilanda konflik bersenjata seperti di Irak, Palestina,
Sudan, atau di negara-negara totaliter seperti Korea Utara dan Myammar. Tetapi bersamaan
dengan itu, juga dapat disaksikan usaha-usaha negara-negara tersebut untuk menutup rapat-rapat
pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di wilayah mereka. Singkatnya, pelanggaran hak
asasi manusia senantiasa disangkal oleh aktor yang justru harus bertanggungjawab terhadapnya,
yaitu negara. Inilah paradok hukum hak asasi manusia internasional.

Penyangkalan negara terhadap pelanggaran yang dilakukannya itu membutuhkan adanya


pemantauan atau investigasi. Melalui pemantauan, dapat diperoleh gambaran umum mengenai
ketaatan negara dalam memenuhi kewajiban internasionalnya di bidang hak asasi manusia.
Menyangkut implementasi perjanjian internasional hak asasi manusia yang telah diratifikasi oleh
negara, misalnya, dapat dipantau apakah kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan sudah
dilaksanakan atau belum. Sedangkan melalui investigasi, dapat diperoleh rincian pelanggaran
yang terjadi yaitu apakah bersifat masif atau tidak? Biasanya hasil investigasi dilengkapi dengan
mengumpulkan buktibukti yang kuat, yang kemudian dapat digunakan bagi kepentingan
penuntutan atau prosekusi.

Pengumpulan bukti-bukti pelanggaran hak asasi manusia tersebut sangat diperlukan


dalam kaitannya dengan usaha penyelesaian atau pertanggungjawabannya. Sangat sulit
dibayangkan bisa diambil langkah penyelesaian apabila tidak diketahui bagaimana sifat dan
skala pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi. Di sinilah arti penting pengumpulan bukti-
bukti pelanggaran hak asasi manusia, baik yang dilakukan melalui pemantauan maupun
investigasi.

1
C. de Rover, To Serve and to Protect (International Committee of the Red Cross, 1988), hlm. 455.
2
Elemen-elemen yang merupakan pelanggaran hukum internasional, biasanya, dirumuskan sebagai berikut: (i)
melakukan perbuatan (act) yang tidak diperbolehkan, atau tidak melakukan (omission) tindakan yang diwajibkan
berdasarkan hukum internasional; dan (ii) melakukan perbuatan yang merupakan pelanggaran terhadap hukum
internasional.
2. Penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Setiap pelanggaran hak asasi manusia, baik dalam kategori berat atau bukan, senantiasa
menerbitkan kewajiban bagi negara untuk mengupayakan penyelesaiannya. Penyelesaian
tersebut bukan hanya penting bagi pemulihan (reparation) hak-hak korban, tetapi juga bagi tidak
terulangnya pelanggaran serupa di masa depan. Jadi usaha penyelesaian pelanggaran hak asasi
manusia harus dilihat sebagai bagian dari langkah memajukan dan melindungi hak asasi manusia
secara keseluruhan. Sekecil apapun langkah penyelesaian yang dilakukan, ia tetap harus dilihat
sebagai langkah kongkrit melawan impunitas.

Itulah sasaran penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia, sebab tidak ada hak asasi
manusia tanpa pemulihan atas pelanggarannya. Itu sama artinya dengan mengatakan bahwa
impunitas akan terus berlangsung apabila tidak ada langkah kongkrit untuk memenuhi hak-hak
korban pelanggaran hak asasi manusia dan memulihkan tatanan secara keseluruhan.

B. Pertanggungjawaban Negara
1. Tanggung Jawab Negara

Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional (International Court of


Justice/I.C.J), prinsip umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab (general principles
of law recognized by civilized nations) merupakan salah satu sumber hukum internasional.
Tanggung jawab negara sebagai suatu prinsip umum hukum yang dikenal dan diakui dalam
hukum internasional juga merupakan salah satu sumber hukum yang berlaku bagi setiap negara.

Menurut hukum internasional, pertanggungjawaban negara timbul dalam hal suatu negara
merugikan negara lain. Pertanggungjawaban negara dibatasi pada pertanggungjawaban atas
perbuatan yang melanggar hukum internasional. Perbuatan suatu negara yang merugikan negara
lain tetapi tidak melanggar hukum internasional, tidak menimbulkan pertanggungjawaban
negara. Misalnya, perbuatan negara yang menolak masuknya orang asing ke dalam wilayahnya,
tidak menimbulkan pertanggungjawaban negara. Hal itu disebabkan, negara menurut hukum
internasional berhak menolak atau menerima orang asing masuk ke dalam wilayahnya. 3

Adapun yang merupakan unsur-unsur tindakan salah adalah perbuatan (action) atau
pengabaian (ommission) yang dapat diatribusikan kepada negara dan melanggar suatu kewajiban
internasional. 90 Dengan demikian unsur-unsur tindakan salah secara internasional meliputi:
tindakan yang dilakukan oleh negara harus dapat diatribusikan (imputable) kepada negara
menurut hukum internasional dan tindakan tersebut harus menimbulkan suatu kewajiban hukum
internasional yang berlaku bagi negara tersebut pada saat tindakan itu dilakukan.4 tanggung
jawab negara terhadap masyarakat internasional secara keseluruhan, antara lain, dapat mengacu
kepada putusan yang dibuat oleh ICJ pada Barcelona Case. Dalam putusannya, dinyatakan
bahwa setiap negara mempunyai kepentingan hukum (legal interest) dalam hal perlindungan hak
asasi manusia dan pemenuhan kewajiban yang bersifat penting. Sehingga pelanggaran terhadap
kedua hal tersebut akan menimbulkan tanggung jawab negara.5

2. Dasar dan Sifat Tanggung Jawab Negara

3
F. Sugeng Istanto, op. cit., hlm. 77.
4
The United Nations, op. cit., hlm. 68.
5
“Every State, by virtue of its membership in the international community, has a legal interest in the protection of
certain basic rights and the fulfillment of certain essential obligations. Among these the Court instanced “the
outlawing of acts of aggression, and of genocide, as also… the principles and rules concerning the basic rights of the
human person, including protection from slavery and racial discrimination”.
Dasar tanggung jawab negara berasal dari ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam
perjanjian internasional maupun hukum kebiasaan internasional. Hal tersebut, antara lain,
diatur dalam Prinsip ke-21 Stockholm Declaration on the Human Environment tahun 1972,
yaitu dinyatakan bahwa setiap negara, sesuai dengan Piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum
internasional, mempunyai hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang
dimilikinya, namun memiliki tanggung jawab untuk tidak menimbulkan kerusakan terhadap
lingkungan negara lain.6

Tanggung jawab negara bersifat melekat pada negara, artinya suatu negara memiliki
kewajiban untuk memberikan ganti rugi manakala negara tersebut menimbulkan atau
menyebabkan kerugian kepada negara lain. Hal itu dinyatakan oleh Mahkamah Internasional
Permanen (Permanent Court of International Justice/P.C.I.J) dalam putusannya terhadap
Corzów Factory Case.7 Sifat melekatnya kewajiban negara yang menimbulkan kerugian
untuk membayar ganti rugi, misalnya, diatur dalam Pasal 2 ayat (3) Perjanjian Internasional
tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights). Pasal
tersebut mengatur bahwa korban pelanggaran hak asasi manusia harus mendapatkan
pemulihan efektif, meskipun pelanggaran tersebut dilakukan oleh pejabat resmi negara. Ini
mewajibkan negara untuk mengizinkan aksi sipil dalam bentuk mengganti kerugian terhadap
pelanggaran yang dilakukannya tergolong kejahatan terhadap kemanusiaan. Sebab, diyakini
tidak ada vonis pengadilan yang dapat menghukum secara efektif kejahatan seperti itu. 8

Tanggung jawab negara menurut hukum internasional juga memiliki perbedaan dengan
tanggung jawab negara menurut hukum nasional. Menurut hukum internasional, tanggung
jawab negara timbul akibat dari pelanggaran terhadap hukum internasional. Walaupun
hukum nasional menganggap suatu perbuatan bukan merupakan pelanggaran hukum, namun
apabila hukum internasional menentukan sebaliknya maka negara harus tetap bertanggung
jawab.9 Dengan demikian dapat diambil suatu kesimpulan bahwa dalam hal menentukan
adanya tanggung jawab negara hukum internasional mengatasi (mengesampingkan) hukum
nasional. Hukum internasional menentukan kapan suatu negara dianggap bertanggung jawab
atas tindakan dari organ-organnya.

6
Prinsip ke-21 menyatakan, bahwa: “States have, in accordance with the Charter on the United Nations and the
Principles of International Law, the sovereign right to exploit their own resources pursuant to their environmental
policies, and the responsibility to ensure the activities within their jurisdiction or control do not cause damage to the
environment of other States or of areas beyond the limits of national jurisdiction…”
7
Dalam putusan atas Corzów Factory Case dinyatakan: “It is a principle of international law, an even a general
conception of law, that any breach of an engagement involves an obligation to make reparation…”. Lihat D.J.
Harris, Cases and Materials on International Law, Fifth Edition, Sweet and Maxwell, London, 1998, hlm. 486.
8
Geoffrey Robertson Q.C., Kejahatan terhadap Kemanusiaan Perjuangan untuk Mewujudkan Keadilan Global,
Komnas HAM, Jakarta, 2002, hlm. 308.
9
Pertanggungjawaban negara menurut hukum internasional hanya timbul karena pelanggaran hukum internasional.
Pertanggungjawaban itu tetap timbul meskipun menurut hukum nasional negara yang bersangkutan perbuatan itu
tidak merupakan pelanggaran hukum. Perbedaan itu mungkin disebabkan oleh karena perbuatan itu oleh hukum
nasional negara tersebut tidak ditetapkan sebagai perbuatan yang melanggar hukum atau karena pelaku perbuatan
tersebut tidak menimbulkan pertanggungjawaban negara.” Lihat F. Sugeng Istanto op. cit., hlm. 78.

Anda mungkin juga menyukai