Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I

Terminologi, definisi, dan batasan luas lingkup


Hukum Ekonomi
Elly Erawaty
Lektor Kepala

S.H., 1985 Unpar; LL.M., 1992 London School of Economics, Inggris;


PhD., 2004 University of Melbourne, Australia

Terminologi atau istilah Hukum Ekonomi dapat dimaknai secara berbeda-beda, sehingga perlu
disepakati terlebih dahulu makna yang mana yang akan dipelajari dalam matakuliah Hukum
Ekonomi di Fakultas Hukum Unpar. Hal ini yang menjadi pokok bahasan dari bab pertama
Manual ini, dimulai dengan pemaparan tentang berbagai terminologi tersebut berikut
maknanya. Kemudian diikuti penjelasan tentang perbedaan dan kaitan antara Hukum Ekonomi
dengan Hukum Dagang dan Hukum Bisnis. Bagian akhir bab ini membahas topik mengenai luas
lingkup materi kajian Hukum Ekonomi disertai uraian tentang sumber-sumber hukum
utamanya.

1. Terminologi dan Makna dari Hukum Ekonomi

Di dalam kepustakaan hukum berbagai negara, tidak hanya di Indonesia saja, istilah Hukum
Ekonomi masih dimaknai secara beragam yang semuanya valid dan mengandung kebenaran.
Berikut ini penjelasan tentang pemaknaan atas istilah Hukum Ekonomi:

1.1. Hukum Ekonomi dalam arti dalil atau prinsip ekonomi (economic laws)yang
ditemukan dalam Ilmu Ekonomi. Misal, dalil ekonomi yang menyatakan bahwa
apabila permintaan atas sebuah produk yang bernilai ekonomis atau komersial
meningkat, sedangkan persediaan produk tersebut tetap jumlahnya, maka harga
produk tersebut akan naik (law of supply and demand).1Demikian pula bila yang
terjadi sebaliknya, maka harga produk itu akan turun. Harga sebuah produk pasti
akan bergerak naik atau turun apabila kondisi pasar dari produk itu memenuhi
unsur seperti ilustrasi di atas. Hal ini adalah suatu keniscayaan atau kepastian,
sehingga dalam Ilmu Ekonomi prinsip itu dianggap seolah-olah sebagai sebuah
‘hukum’ yang dimaknai sebagai sebuah ‘keharusan’ ataupun ‘kepastian’. Alhasil,
dinamakanlah dalil supply and demands itu dengan istilah hukum ekonomi.

Celakanya, banyak yang kemudian menuliskan hukum ekonomi dalam arti sebagai
dalil ekonomi dengan huruf kapital menjadi Hukum Ekonomi. Hal ini dapat
menimbulkan kesalah-pahaman di kalangan ekonom dan ahli hukum, karena
mereka menggunakan sebutan dan penulisan yang sama namun sesungguhnya
dengan makna yang berbeda. Akibatnya, mereka perlu menegaskan dahulu apa
yang mereka maksudkan, apakah Hukum Ekonomi dalam arti dalil ekonomi,
ataukah Hukum Ekonomi sebagai bagian dari Ilmu atau Bidang Hukum yang secara
khusus mengatur aktivitas ekonomi? Hukum Ekonomi dalam arti dalil ekonomi ini

1 Karl E. Case, Ray C. Fair, and Sharon M. Oster., “Principles of Economics”, 11th edition, Pearson Ed Ltd,
London, 2014; Paul A. Samuelson& William D. Nordhaus, Microeconomics,17th edition, McGraw-Hill,
New York, 2001.
2

bukanlah yang menjadi bahan studi di Fakultas Hukum. Selain itu, jika dimaknai
sebagai dalil ekonomi maka penulisannya tidak dalam huruf besar, misal hukum
ekonomi.

1.2. Hukum Ekonomi dalam arti Hukum dan Ekonomi (Law and Economics) sebagaimana
banyak ditemukan dalam pustaka hukum negara-negara di Eropa, atau sebagai
Analisis Ekonomi terhadap Hukum (Economic Analysis of Law) sebagaimana
dikembangkan di Amerika Serikat.2 Berikut ini definisi dari kedua istilah tersebut.
• Economic analysis of law applies the tools of microeconomic theory to the analysis
of legal rules and institutions.3
• The Law and Economics movement purports to offer a general theory of the
nature of law as well as conceptual tools for the clarification and improvement of its
practices. 4
• The theory of law and economics is offered as the best explanation of how law
actually functions.5
• Law and Economics or economic analysis of law is an approach to legal theory
that applies methods of economics to law.6

Studi tentang “Hukum dan Ekonomi” atau Law and Economics merupakan bidang
baru dari Ilmu Hukum (Jurisprudence) yang mecoba menggunakan pendekatan dan
metode Ilmu Ekonomi untuk memecahkan problem hukum atau menganalisis
hukum. Metode pendekatan Ilmu Ekonomi yang digunakan lazimnya berupa metode
dalam ekonomi mikro. Artinya, dalam bidang studi ini seseorang akan menerapkan
teori, metode atau cara berpikir dalam Ilmu Ekonomi Mikro untuk menjelaskan,
memahami, menganalisis, mengkritisi, dan mengembangkan berbagai kaidah,
pranata, dan kelembagaan hukum. Termasuk ke dalam bidang studi ini adalah
penerapan berbagai konsep dalam Ilmu Ekonomi untuk (a) menjelaskan efek dari,
misalnya, sebuah peraturan atau pranata hukum (b) menilai peraturan hukum
seperti apa yang secara ekonomi dinilai efisien, dan (c) memprediksi peraturan
hukum seperti apa yang sebaiknya diberlakukan agar dapat memajukan
kesejahteraan dan kemakmuran, atau mewujudkan efisiensi. Penerapan teori dan
konsep ilmu ekonomi itu disebut sebagai sarana atau alat yang paling tepat dan
paling memberikan jaminan adanya konsistensi dan kepastian hokum dari setiap
bentuk praktik hukum (the tools of economic reasoning offer the best possibility for
consistent and justified legal practices).7

Oleh karena fokus bidang studi ini adalah menganalisis teori hukum (legal theories)
dengan menggunakan ekonomi sebagai pisau atau alat analisisnya, maka itu

2 Richard A. Posner, “Economic Analysis of Law”, 6th edition, Aspen Publisher, New York, 2003; Robert
Cooter and Thomas Uleb, “Law and Economics”, HarperCollins Publisher, 1988.
3 Lewis Kornhauser, “The Economic Analysis of Law”, dalam Stanford Encyclopedia of Philosophy, 2006,
diaksesdari http://plato.stanford.edu/entries/legal-ecoanalysis tanggal 14 Juli 2009.
4 Brian Edgar Butler, “Law and Economics”.The Internet Encyclopedia of Philosophy, University of North
Carolina at Asheville, 2006, diaksesdari http://www.iep.utm.edu/1/law-econ.htm tanggal 14 Juli 2009.
5 Law and Economic, The Free Encyclopedia Wikipedia, diaksesdari
http://en.wikipedia.org/wiki/Law_and_economics tanggal 14 Juli 2009.
6 Brian Edgar Butler, ibid.
7 Lihat, antaralain, Richard Posner, “Economic Analysis of Law, 1973; “Utilitarianism, Economics, and
Legal Theory” dalam Journal of Legal Studies, no. 8, 1979; dan “The Problems of Jurisprudence”, 1990.
3

sebabnya, bidang studi ini juga dinamakan Economic Analysis of Law atau “Analisis
Ekonomi Terhadap Hukum”. Bidang studi Hukum dan Ekonomi telah menjadi
sebuah instrumen baru untuk menjelaskan bagaimana seharusnya hukum itu
berfungsi, serta untuk menjelaskan bahwa penalaran ekonomi dapat menjadi
sarana untuk menghasilkan putusan atau praktik hukum yang adil dan konsisten.
Dengan demikian, bidang studi ini juga memiliki keterkaitan denganFilsafat Hukum
(Philosophy of Law). Ahli hukum maupun ekonom yang mendalami Hukum dan
Ekonomi lazimnya ‘berasal’ dari penganut faham neo-klasik atau neo-kapitalis.
Mereka yang cenderung menganut faham atau sistem ekonomi sosialis atau terlebih
lagi marxisme, walaupun juga menganalisis hukum dengan sudut pandang ekonomi
tidak pernah menyebutnya sebagai Law and Economics.

Bidang studi Law and Economic atau Economic Analysis of Law terbilang masih baru
apabila ukurannya adalah kapan, siapa, dan bagaimana bidang studi ini mulai
berkembang. Pemikir utamanya adalah Ronald Coase dan Guido Calabresi, yang
keduanya di tahun 1961 secara terpisah menulis artikel yang berisi analisis
ekonomi terhadap pranata hukum (misalnya perbuatan melawan hukum dan
kontrak). Pemikiran kedua orang ini kemudian banyak mendapat komentar, pujian,
dan pendalaman dari berbagai ahli hukum lain, antara lain yang paling menonjol
adalah Richard Posner dan Frank Easterbrook. Richard Posner berhasil membuat
studi tentang Hukum dan Ekonomi menjadi salah satu bidang studi yang mendapat
perhatian besar kalangan akademisi Ilmu Hukumsejak dekade 1970an.8

Di Amerika Serikat, pengaruh dan kontribusi bidang studi “Hukum dan Ekonomi”
amat besar. Pengaruh itu ditemukan di lembaga peradilan, parlemen, hingga
perguruan tinggi. Di lembaga peradilan misalnya, banyak putusan hakim yang
diambil dengan didasarkan pada analisis Hukum dan Ekonomi. Pendekatan Hukum
dan Ekonomi juga banyak ditemukan dalam pembuatan berbagai undang-undang
ataupun keputusan Pemerintah. Terakhir, di kalangan perguruan tinggi sejak dua
dekade terakhir abad ke 20, banyak ditemukan sekolah-sekolah hukum yang
terkemuka memiliki staf pengajar dengan gelar akademik Ilmu Ekonomi, dan
sebaliknya cukup banyak ahli ekonomi yang kini belajar berbagai teori tentang
hubungan antara Hukum dan Ekonomi.9

Berikut ini beberapa contoh kajian atau riset di bidang hukum yang dapat dilakukan
dengan menggunakan metode pendekatan dan teori di bidang ekonomi mikro.
Pertama, analisis terhadap pranata Hukum Kontrak atau Hukum Lingkungan Hidup
dengan menggunakan Ilmu Ekonomi untuk memprediksi efek atau akibat dari
peraturan di kedua bidang hukum itu. Dalam topik ini, peneliti dapat menganalisis
apa efek dari berlakunya teori tentang kebatalan suatu perjanjian, dengan
menggunakan prinsip-prinsip, teori, dan metode Ilmu Ekonomi mikro seperti
misalnya prinsip Pareto eficiency, econometric, dsbnya. Dalam topik Hukum

8 Namun, jauh sebelum periode itu, pada tahun 1924 John R Commons telah memperkenalkan bidang
studi ini, demikian pula Robert Hale pada tahun 1952.
9 Kesadaran bahwa studi ilmu hukumperlu pula pengetahuan tentang ilmu ekonomi dan sebaliknya,
tidaksaja melahirkan bidang studi Hukum Ekonomi atau Hukum dan Ekonomi, tetapi juga
menimbulkan pemahaman baru yang disebut Ekonomi Konstitusi di dalam studi ilmu ekonomi.
Pemahaman tentang Ekonomi Konstitusi bertitik tolak pada pemikiran bahwa konstitusi sebuah
Negara bukan lagi hanya sebuah dokumen hukum dan politik, tetapi juga menjadi dokumen ekonomi
karena memuat tujuan ekonomi nasional negara yang bersangkutan. Studi tentang ini telah banyak
dikembangkan di Amerika Serikat dan Eropa. Lihat, antara lain, Richard A. Posner, “The Constitution as
an Economic Document”, 56 George Washington Law Review 4 (1987). Dalam kepustakaan berbahasa
Indonesia, publikasi tentang hal ini dilakukan oleh Jimly Asshiddiqie, “KonstitusiEkonomi”, Gramedia,
2016.
4

Lingkungan Hidup, peneliti dapat mengkaji efek dari penegakkan Hukum


Lingkungan terhadap ekonomi mikro perusahaan yang bergerak di sektor industri
tertentu. Alternatif lain, peneliti dapat mengkaji instrumen hukum apa yang paling
efisien untuk menegakkan Hukum Lingkungan Hidup, apakah instrumen sanksi
hukum pidana dan/atau denda yang berat ataukah instrumen insentif ekonomi.

Kedua, penggunaan pendekatan Hukum dan Ekonomi juga dapat dimanfaatkan


untuk menghasilkan rekomendasi pembuatan undang-undang atau regulasi hukum
setelah sebelumnya dilakukan pengujian tentang apa dampak ekonomi apabila
suatu undang-undang tertentu diberlakukan. Contoh, suatu negara hendak
memberlakukan undang-undang tentang Perseroan Terbatas, sebelum terlaksana
seorang peneliti dapat menguji efektivitas dan/atau dampak ekonomi dari
pemberlakuan undang-undang dalam sistem ekonomi negara yang bersangkutan.

Bagi sebagian ahli hukum, metode kajian semacam ini akan terlihat sangat asing
karena mereka tidak terbiasa dengan, dan tidak belajar tentang, Ilmu Ekonomi.
Selain itu, banyak ahli hukum yang terbiasa hanya menggunakan metode
monodisipliner, yakni hanya Ilmu Hukum saja. Oleh sebab itu, Hukum Ekonomi
dalam arti Law and Economics ini benar-benar membutuhkan pengetahuan dan
keterampilan Ilmu Hukum dan Ilmu Ekonomi, sehingga kerapkali disebut sebagai
bidang studi yang bersifat transdisipliner.

1.3. Hukum Ekonomi dalam arti Regulasi Ekonomi (Economic Regulation) yaitu (a)
sebagai pengaturan atau hal-hal yang berkaitan dengan proses atau cara mengatur
perekonomian dalam bentuk peraturan hukum tertulis, serta (b) sebagai peraturan
hukum tertulis yang dimaksudkan untuk mengatur perilaku para pelaku ekonomi
dan struktur pasar. Regulasi ekonomi ini ada yang khusus ditujukan untuk mengatur
struktur pasar (structural economic regulation), dan regulasi yang ditujukan untuk
mengatur perilaku pelaku pasar (behavorial economic regulation or conduct
regulation).10 Pelaku pasar yang dimaksud tentunya adalah produsen dan
konsumen, atau penjual dan pembeli, termasuk juga pedagang perantara seperti
agen, distributor, pedagang besar, dealer, pedagang eceran (retailer) dan
sebagainya. Mereka ini dapat berbentuk perorangan ataupun badan usaha yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum; jika dilihat dari aspek
pembentukan badan hukumnya maka ada yang disebut perusahaan asing dan
perusahaan domestik. Bisa juga digolongkan sebagai perusahaan swasta dan
perusahaan milik negara (BUMN), bahkan dalam level internasional dikenal pula
sebutan perusahaan transnasional atau multinasional.

Hukum Ekonomi dalam arti Regulasi Ekonomi ini dapat dibedakan dari pengertian
tradisional Hukum Dagang yang bersumber dari Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD). Perbedaan tersebut dapat lilihat dari aspek sejarahnya, tujuan
maupun luas lingkup atau materi yang diaturnya. Hukum Ekonomi dalam arti
Regulasi Ekonomi juga memiliki sedikit perbedaan dengan istilah Hukum Bisnis,
sekalipun dalam praktik perbedaan tersebut cenderung diabaikan sehingga banyak
pihak yang menganggap bahwa kedua istilah tersebut dapat digunakan secara
bergantian. Hukum Ekonomi dalam makna Regulasi Ekonomi, yang berbeda dengan
Hukum Dagang dan Hukum Bisnis inilah yang diajarkan dalam kurikulum Fakultas
Hukum Unpar.

10 Johan den Hertog, “General Theories of Regulation”, 1999; masihdaripengarang yang sama, “review of
Economic Theories of Regulation”, 2010, Discussion Paper Series 10-18, Tjalling C. Koopmans Research
Institute,Utrecht School of Economics.
5

1.4. Hukum Ekonomi juga dapat dimaknai sebagai Hukum dan Pembangunan Ekonomi
(Law and Economic Development), atau Peran Hukum dalam Pembangunan Ekonomi
(Role of Law in Economic Development).11 Studi khusus tentang “Peran Hukum dalam
Pembangunan Ekonomi” juga relatif baru berkembang sejak dekade 1960an yakni
seiring dengan semakin banyaknya negara-negara baru eks koloni negara-negara
Eropa yang memproklamirkan kemerdekaannya, dan kemudian disebut sebagai
negara berkembang12 oleh karena situasi dan kondisi perekonomian mereka yang
masih tertinggal jauh dibandingkan kondisi serupa di negara eks penjajahnya.
Perhatian para ahli hukum, ahli ilmu politik maupun ekonom banyak terarah untuk
meneliti bagaimana hukum (dalam arti luas, bukan sekedar peraturan perundang-
undangan atau regulasi ekonomi) dapat dan harus berperan untuk memajukan
pembangunan sosial ekonomi suatu negara, terutama memang negara-negara
berkembang agar kondisi mereka ini mengalami kemajuan atau peningkatan
kesejahteraan sehingga dapat sejajar dengan negara-negara industri (misal, negara-
negara di Eropa Barat, Amerika Serikat, Kanada, Australia, Jepang).

Contoh dari studi tentang bagaimana hukum berperan dalam pembangunan


ekonomiadalah misal penelitian mengenai bagaimana peran lembaga peradilan
dalam pembangunan ekonomi negara berkembang. Demikian pula studi tentang
bagaimana hukum pemberantasan korupsi dapat berkontribusi memajukan
perekonomian sebuah negara; sejauh mana prinsip penegakan supremasi hukum
(rule of law)dapat memajukan politik dan ekonomi negara berkembang, dsbnya.
13Bidang studi ini memang berkembang, antara lain dikarenakan sejak dekade

1960an banyak negara berkembang memulai pembangunan berencana dengan


mendapatkan bantuan finansial dari negara-negara atau organisasi internasional
sebagai donor. Negara atau institusi penyedia bantuan luar negeri ini mensyaratkan
bahwa dana yang diberikan harus dapat dimanfaatkan untuk memodernisasi
perekonomian negara penerima donor. Ternyata, untuk memodernisasi
perekonomian tersebut dibutuhkan juga modernisasi atau bahkan reformasi dari
sistem hukum negara tersebut. Secara singkat, pembangunan ekonomi tidak dapat
berjalan optimal apabila tidak disertai dengan perubahan struktural kelembagaan
termasuk pula perubahan atau modernisasi sistem hukumnya.14

11 Istilah pembangunan ekonomi berbeda dengan ekonomi pembangunan. Arti pembangunan ekonomi
adalah upaya atau proses untuk mengembangkan aktivitas ekonomi suatu negara sehingga
menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk dalam jangka panjang disertai perbaikan
sistem kelembagaan (lihat, antaralain, L. Arsyad, Ekonomi Pembangunan, YKPN, Jogyakarta. Sedangkan
Ekonomi Pembangunan adalah cabang dalamIlmu Ekonomi yang menganalisis masalah-masalah yang
dihadapi negara berkembang dan mencari cara-cara untuk mengatasi masalah-masalah tersebut agar
negara tersebut dapat membangun ekonominya dengan lebih cepat (lihatjuga, L. Arsyad, ibid).
12 Istilah negara berkembang sebenarnya bukan muncul dari lingkungan akademik dan istilah ini juga

tidak pernah secara resmi digunakan oleh lembaga-lembaga ekonomi internasional seperti Bank Dunia.
Namun, memang istilah ini sangat popular dalam politik dan hubungan internasional. Kini, sejak akhir
tahun 2016 Bank Dunia dalam seluruh publikasinya tidak menggunakan lagi istilah“developing
countries”, melainkan negara-negara dengan pendapatan nasional pada level tertentu, misal “low
income countries”, “upper middle income countries”, dan “lower middle income countries”, sedangkan
untuk negara-negara industri maju disebut “high income countries” (lihat, World Bank List of
Economies as of September 2016).
13 Lihat, antara lain, Kevin E Davies & Michael J Trebilcock., Legal Reforms and Development, Third World

Quaterly, Vol 22, No.1, 2001, dan dalam “What Role Do Legal Institutions Play in Development?”,
prepared for the IMF’s Conference on second Generation Reforms, 1999; Stephan Haggard, Andrew
MacIntyre, and Lydia Tiede, The Rule of Law and Economic Development, 11 The Annual Review of
Political Science 2008.
14 Pembangunan ekonomi di Negara berkembang menjadi obyek studi bagi banyak disiplin ilmu termasuk

disiplin Ilmu Hukum, oleh karena isu-isu dalam pembangunan ekonomi banyak yang berkaitan dengan
peran dan fungsi dari sistem hukum termasuk juga fungsi perbandingan hukum. Studi tentang
6

Walaupun studi tentang Law and Economic Development ini sangat menarik,
strategis dan bermanfaat besar untuk negara berkembang, tetapi bidang ini tidak
akan mendominasi pengajaran matakuliah Hukum Ekonomi di Fakultas Hukum
Unpar. Mahasiswa hanya akan dijelaskan tentang beberapa aspek dari bidang studi
Law and Economic Development ini, dengan tujuan untuk membuka wawasan
mereka bahwa mempelajari ilmu hukum seyogianya selalu diletakkan dalam
konteks yang tepat. Konteks yang dimaksud adalah konteks ekonomi negara
berkembang yang sedang dalam proses membangun ekonomi untuk mewujudkan
cita negara kesejahteraan (welfare state). Dalam konteks inilah sistem hukum dalam
arti regulasi, kelembagaan (semisal lembaga pengadilan), pembuat undang-undang
(parlemen), pendidikan dan profesi hukum, semuanya akan memberi pengaruh
positif dan negatif bagi pembangunan ekonomi itu sendiri. Pada bagian inilah nanti
akan diketahui bahwa hukum dapat membantu pembangunan ekonomi jika hukum
yang dimaksud dimaknai sebagai Hukum Ekonomi dalam arti Regulasi Ekonomi,
karena Hukum Ekonomi tidak lain merupakan produk hukum yang dibuat oleh
Pemerintah untuk mengatur perilaku dan struktur pasar agar tujuan nasional yang
telah ditetapkan terlebih dahulu dapat diwujudkan. Tujuan nasional inilah yang
harus dapat ditelusuri dalam dokumen hukum tertulis tertinggi, yaitu undang-
undang dasar.

Jadi, dari keempat pemaknaan terminologi Hukum Ekonomi di atas, fokus utama dari Hukum
Ekonomi yang diajarkan di sini adalah makna sebagaimana tercantum dalam nomor 1.3.
Namun, hal ini tidak berarti bahwa bidang studi ini sama sekali tidak akan bersinggungan
dengan makna nomor 1.2 dan 1.4. Seperti dijelaskan di atas, Hukum Ekonomi sebagai Regulasi
Ekonomi akan dibahas dan dijelaskan secara cukup rinci dan dalam beberapa hal akan merujuk
pada penggunaan metode pendekatan teoritis ilmu ekonomi (Law and Economics), serta
Regulasi Ekonomi yang akan dipelajari tersebut harus diletakkan dalam konteks pembangunan
ekonomi Indonesia sebagai negara berkembang.

2. Hukum Ekonomi, Hukum Dagang, dan Hukum Bisnis: Sama atau Berbeda?

Bagi sebagian besar ahli hukum dan mereka yang tidak berlatar belakang hukum, bidang studi
Hukum Ekonomi kerapkali disamakan artinya dengan Hukum Dagang dan Hukum Bisnis.
Setidaknya, banyak orang yang masih sering ‘mengacaukan’ pemahaman mengenai ketiga
bidang hukum itu. Salah satu kemungkinan mengapa kekacauan itu terjadi adalah karena
banyak yang berpendapat obyek dari peraturan perundang-undangan ketiga bidang itu sama
yaitu perekonomian atau perdagangan atau bisnis.

Memang benar, bahwa antara kata ekonomi, dagang dan bisnis terdapat keterkaitan atau
bahkan kemiripan yaitu paling tidak ketiganya merupakan kegiatan manusia dalam memenuhi
kebutuhan ekonominya; ketiganya selalu melibatkan adanya unsur pertukaran barang, jasa, dan
uang; ketiganya juga menyangkut tentang bagaimana manusia berusaha untuk memperoleh
pendapatan, dstnya. Namun demikian, di antara ketiga terminologi itu sebenarnya tetap terlihat
adanya perbedaan, ditambah lagi latar belakang atau sejarah munculnya Hukum Ekonomi
berbeda dengan sejarah Hukum Dagang dan Hukum Bisnis.

Bila dilihat dari arti kosa kata ekonomi, dagang, dan bisnis menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia edisi tahun 2010, sebenarnya sudah tampak adanya perbedaan dari ketiganya,
terutama antara arti kosa kata ekonomi dengan dagang. Kosa kata dagang diartikan sebagai

pembangunan memperkenalkan berbagai teori pembangunan seperti teori modernisasi, teori


dependencia, teori developmental state, teori welfare state, dsbnya. Beberapa aspek dari pembangunan
ekonomi dan peran hukum, akan diuraikan dalam bagian-bagian akhir Manual ini.
7

“pekerjaan yang berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh
keuntungan”, jual beli, atau niaga. Perdagangan bermakna “perihal dagang, urusan dagang,
perniagaan”. Kosa kata bisnis dimaknai sebagai “usaha dagang, usaha komersial di dunia
perdagangan, bidang usaha”. Sedangkan kosa kata ekonomi memiliki banyak arti , yaitu sebagai
(a) ilmu ekonomi (b) pemanfaatan uang, tenaga, waktu dsbnya yang berharga (c) tata
kehidupan perekonomian suatu negara, dan (d) urusan keuangan rumah tangga.15

Jadi, kosa kata dagang merujuk pada kegiatan atau transaksi jual beli, istilah bisnis lebih
mengarah pada usaha komersial atau bidang usaha (walaupun berkaitan pula dengan dagang),
sedangkan istilah ekonomi lebih bersifat umum dan dapat menyangkut seluruh kegiatan
perekonomian negara seperti pertanian, perikanan, perdagangan, perindustrian, keuangan,
dsbnya. Dengan demikian kalau hanya bertolak pada arti kata, maka Hukum Dagang adalah
keseluruhan hukum tertulis16 yang mengatur soal perdagangan, jual beli atau niaga. Hukum
Bisnis adalah keseluruhan hukum tertulis yang berkaitan dengan berbagai aspek dari usaha
yang bersifat komersial. Adapun Hukum Ekonomi atau Regulasi Ekonomi adalah keseluruhan
hukum tertulisyang mengatur bidang perekonomian suatu negara.

2.1. Perbedaan Hukum Ekonomi dengan Hukum Dagang

Mungkin perlu melihat kembali pada sejarah lahirnya Hukum Dagang (yang bersumber dari
KUHD) untuk meyakini bahwa hukum ini berbeda dengan Hukum Ekonomi. Hukum Dagang
atau Trade Law, dalam literatur hukum juga sering disebut sebagai Commercial Law, Law of
Merchant atauLex Mercatoria, yaitu sekelompok aturan hukum mengenai perdagangan atau
pertukaran barang dan/atau jasa yang muncul dari, dan berlaku di, kalangan kaum pedagang
(tradesman atau merchant) pada sekitar abad pertengahan di Eropa (abad 15 - 17 M).17
Sekelompok aturan hukum tersebut berkembang dari kebiasaan (custom and usages) dan
praktik baik (good practices) para pedagang yang diberlakukan melalui sistem peradilan khusus
bagi kaum pedagang. Peradilan khusus bagi pedagang ini pada abad pertengahan terdapat di
kota-kota pelabuhan atau kota-kota pusat perdagangan di Eropa.

Karakteristik utama Hukum Dagang atau Lex Mercatoria adalah bahwa hukum ini dibuat dan
diberlakukan oleh dan bagi kaum pedagang saja tanpa campur tangan dari Pemerintah atau
penguasa lokal. Bahkan dalam sejarah Eropa, Pemerintah kerapkali menyerahkan kontrol
perdagangan di dalam wilayah nasional atau lokal ke tangan para pedagang sendiri. Itu
sebabnya kaum ini kemudian mengatur berbagai transaksi di antara mereka sendiri melalui
custom, usages, and good practices yang menekankan pada (a) kebebasan berkontrak (b)
peralihan hak milik, dan (c) penyelesaian sengketa dagang secara ex aequo et bono, atau
berdasarkan keadilan dan kepatutan.

15 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008; atau KBBI versi on-
line edisitahun 2010.
16 Hukum tertulis bermakna peraturan perundang-undangan yang memang dibuat oleh lembaga atau
pihak-pihak yang berwenang untuk membuat dan memberlakukannya, yaitu Pemerintah dan
Parlemen; sementara hokum tidak tertulis adalah norma hukum yang tidak dibuat oleh pembuat
hukum tertulis, namun juga mempunyai kekuatan hokum mengikat seperti halnya hukumtertulis.
Contoh kelompok pertama adalah Undang-Undang, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri,
Peraturan Daerah, Perjanjian Internasional, dstnya. Contoh kelompok kedua misalnya Putusan Hakim,
kontrak bisnis, akta notaries, dsbnya.
17 Istilah Lex mercatoria yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi ‘law of
merchant’ atau ‘mercantile law’ atau ‘commercial law’ diperkenalkan pertama kali oleh Malynes di
tahun 1622.Lex mercatoria ini kemudian dalam sejarahnya dimasukkan sebagai bagian dari common
law oleh Mansfield di sekitar tahun 1756-1788. Lihat, Clive M. Schmittoff, “The Concept of Economic
Law in England”,direproduksidalam Chia-Jui Cheng (ed), “Clive M. Schmitthoff’s Selected Essays on
International Trade Law”, 1988.
8

Para pedagang ketika itu membuat hukum kebiasaan bagi profesi mereka sendiri dikarenakan
mereka butuh kepastian hukum untuk berbagai jenis transaksi dagang. Memang, waktu itu telah
berkembang civil law yang sudah menjadi jus commune di Eropa, namun civil law ini tidak cukup
responsif mengakomodasi macam-macam transaksi dagang, cara pembayaran transaksi dagang,
dan juga tidak cukup cepat dan efektif dalam menyelesaikan sengketa dagang dikalangan kaum
pedagang. Itulah sebabnya mengapa dalam Lex Mercatoria kemudian juga dikenal penyelesaian
sengketa melalui arbitrase dagang. Oleh karena kaum pedagang itu berasal dari berbagai
teritori atau ‘negara’ di Eropa maupun luar Eropa seperti Cina, Jepang, India, dan Arab, maka
Lex Mercatoria di abad 15 – 17 M itu sesungguhnya juga berfungsi sebagai Hukum Dagang
Internasional atau International Trade or Commercial Lawpada masa itu. Sejak abad 20 M,
perkembangan hukum berlangsung sedemikian pesatnya sehingga kini muncul terminologi lain
yaitu New Lex Mercatoria atau kurang lebih dapat diterjemahkan menjadi Hukum Bisnis
(Business Law).

Istilah ‘commerce’ menurut Black’s Law dictionary mengandung arti sebagai ‘the exchange of
goods, productions, or property of any kind; the buying, selling, and exchanging of articles’
(pertukaran barang, produksi atau properti dalam bentuk apapun; membeli, menjual, dan saling
bertukar barang).18Lebih jauh, termasuk ke dalam pengertian ‘commerce’ persoalan
transportasi atau pengangkutan dan komunikasi dalam konteks untuk pertukaran barang.
Dengan demikian, Hukum Dagang sangat bersifat perdata (privaat), dan sesungguhnya luas
lingkupnya hanya sebatas pada kaidah-kaidah hukum kebiasaan tentang pertukaran barang
atau produksi di kalangan pedagang sendiri maupun antara pedagang dengan konsumen yang
terjadi di dalam wilayah nasional suatu negara, atau yang berbeda negara. Kaidah-kaidah
hukum kebiasaan inilah yang dalam perkembangannya kemudian dihimpun dan dikodifikasi
menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang oleh ahli-ahli hukum yang ditugasi Napoleon
untuk itu di pertengahan abad ke 19.19

Oleh karena bersifat/bercorak perdata, Hukum Dagang sebenarnya tidak ada hubungannya
dengan peran negara sebagai regulator atau pengatur aktivitas ekonomi, sebagaimana nanti
yang terlihat dalam Hukum Ekonomi. Hukum Dagang murni merupakan hukum yang dibuat
oleh, dan ditujukan bagi, sesama pedagang itu sendiri. Kaidah-kaidah Hukum Dagang dan juga
Hukum Perdata pada umumnya, muncul seiring dengan perkembangan sistem ekonomi liberal-
kapitalisme yang memang mengutamakan pada kebebasan dan kepentingan individu-individu
sebagai pelaku ekonomi.Pada sistem ekonomi ini peran negara di bidang ekonomi sangat
minimal, hanya sebatas sebagai ‘penjaga keamanan’ yang harus melindungi hak milik dan
menjamin kebebasan individu.

Berbeda dengan Hukum Dagang, kemunculan bidang Hukum Ekonomi dalam arti Regulasi
Ekonomi justru dikarenakan semakin banyaknya kaidah-kaidah hukum yang dibuat oleh negara
dalam menjalankan perannya sebagai regulator aktivitas ekonomi. Sejak berakhirnya Perang
Dunia II tahun 1945, atau bahkan sejak Depresi Ekonomi Dunia di tahun 1930an, di negara-
negara Eropa Barat yang menganut sistem ekonomi liberal-kapitalistik mulai merasakan
perlunya peran negara dalam mengatur, mengarahkan, dan bahkan dalam batas-batas tertentu
membatasi aktivitas para pelaku ekonomi demi, antara lain, terciptanya keseimbangan
kepentingan antara kepentingan individu dan kepentingan umum. Regulasi ekonomi yang
dibuat oleh negara ini dituangkan ke dalam berbagai bentuk hukum tertulis / perundang-
undangan yang kemudian dinamakan sebagai Hukum Ekonomi.

Oleh karena dibuat oleh negara dalam perannya sebagai regulator dan bukan berasal dari
kebiasaan yang berlaku di kalangan pelaku ekonomi sendiri, maka kaidah-kaidah Hukum
Ekonomi utamanya bersifat publik. Melalui Hukum Ekonomi negara melakukan berbagai

18 Henry Campbell Black, ‘Black’s Law Dictionary’, 5th edition, 1979, 244.
19 John Henry Merryman, “The Civil Law Tradition”, 1977.
9

campur tangan / intervensi di bidang ekonomi, suatu hal yang sebelumnya selalui dihindari
menurut sistem ekonomi liberal-kapitalistik. Namun, sebagaimana nanti akan diuraikan secara
lebih detil dalam bab/tulisan berikutnya, campur tangan negara dalam aktivitas ekonomi tidak
mungkin dihindari secara total apabila kita tidak menginginkan terjadinya ketimpangan,
ketidak-adilan, kecurangan, dan eksploitasi berlebihan terhadap sumber-sumber daya alam.

Oleh karena yang termasuk sebagai kegiatan ekonomi itu cukup beragam, maka luas lingkup
Hukum Ekonomi pun juga sangat luas. Bila ekonomi diartikan sebagai suatu rangkaian proses
kegiatan, maka umumnya akan mencakup: proses produksi, distribusi, dan konsumsi. Di sisi lain
bila yang dimaksudkan adalah faktor-faktor ekonomi atau faktor-faktor produksi, maka akan
mencakup antara lain sumber daya alam, kapital/modal, teknologi, dan sumber daya manusia.
Akibatnya, kaidah-kaidah Hukum Ekonomi mengatur semua proses dan/atau faktor ekonomi
tersebut. Dengan demikian, Hukum atau Regulasi Ekonomi dapat diartikan sebagai seperangkat
kaidah hukum yang mengatur (a) aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi
dan (b) struktur pasar itu sendiri.

2.2. Perbedaan Hukum Ekonomi dengan Hukum Bisnis

Pertanyaan yang juga sering diajukan oleh beberapa pihak adalah samakah Hukum Ekonomi
dengan Hukum Bisnis? Kalau berbeda, di mana letak perbedaannya? Memang, dalam praktik
diakui bahwa istilah Hukum Bisnis lebih populer daripada Hukum Ekonomi. Ada anggapan
bahwa keduanya sama pengertiannya sehingga dapat dipakai bergantian. Padahal, secara
teoritik sesungguhnya terdapat perbedaan di antara kedua istilah tersebut. Istilah bisnis yang
berasal dari kata ‘business’ bermakna sebagai ‘employment, occupation, profession, or commercial
activity engaged in for gain or livelihood; activity or enterprise for gain, benefit, advantage or
livelihood (pekerjaan, jabatan, profesi, atau kegiatan komersial yang dilakukan untuk mendapat
keuntungan atau untuk hidup; kegiatan atau usaha untuk mendapatkan penghasilan atau
keuntungan)’.20 Dengan demikian, Hukum Bisnis tentunya adalah seperangkat kaidah hukum
yang berkaitan dengan pekerjaan, profesi, atau aktivitas komersial yang bertujuan untuk
memperoleh penghasilan atau keuntungan. Seperti telah disebut di atas, Hukum Bisnis
tampaknya adalah padanan dari New Lex Mercatoria sejak akhir Perang Dunia II.

Jadi, sama seperti Hukum Dagang, Hukum Bisnis lebih bercorak perdata yang bertujuan untuk
mengatur hubungan antar individu dalam konteks menjalankan aktivitas komersial untuk
memperoleh keuntungan. Fokus dari Hukum Bisnis lebih berupa kegiatan ekonomi secara
mikro, yakni misalnya aktivitas dari perusahaan seperti membuat kontrak-kontrak jual beli,
ekspor-impor, investasi, distribusi, keagenan, dsb. Tidak termasuk ke dalam luas lingkup
Hukum Bisnis ketentuan-ketentuan hukum tentang misalnya pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup, meskipun ketentuan-ketentuan hukum ini berkait dengan aktivitas
bisnis. Sebaliknya, ketentuan hukum tentang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup dapat digolongkan ke dalam kelompok studi Hukum Ekonomi.Dengan kata lain, fokus
dari Hukum Ekonomi adalah aktivitas ekonomi secara makro atau keseluruhan.

Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Hukum Bisnis pendekatannya lebih bersifat praktis
dan aplikatif. Buku-buku yang menguraikan Hukum Bisnis umumnya oleh penulisnya
diperuntukkan bagi pembaca yang tidak harus memiliki latar belakang pengetahuan hukum,
misalnya manajer-manajer perusahaan dan mahasiswa ekonomi atau manajemen. Hukum
Bisnis ‘……denotes a simplified version of commercial law, adapted to the use of businessmen who
are not legally trained (merujuk pada versi sederhana dari hukum dagang, diadaptasi untuk
penggunaan dikalangan pengusaha yang tidak berlatar-belakang pengetahuan hukum)’.21Lebih
lanjut, Clive M. Schmitthoff menyebutkan bahwa

20Henry Campbell Black, catatan no 13, halaman 179.


21Clive M. Schmitthoff, catatan no 12, halaman 41.
10

‘whilst conventional mercantile law contents itself with the description of the positive rules
of law regulating the organisation and transactions of business, business law includes into its
ambits a treatment of the practical application of these principles which it attempts to relate
to their economic and social environment’.22

Sebagaimana telah disebut, secara praktis memang tidak terlalu bermanfaat mempersoalkan
perbedaan antara Hukum Ekonomi dengan Hukum Bisnis. Hal ini disebabkan dalam beberapa
hal keduanya akan bertumpang tindih, seperti misalnya apabila kita merujuk pada UU
Kompetisi atau Anti-Monopoli atau Larangan Praktik Bisnis Curang.Dari satu sisi, UU ini
termasuk ke dalam pengertian Hukum Ekonomi sebab mencerminkan peran negara dalam
mengatur aktivitas ekonomi untuk melindungi kepentingan umum dari praktik bisnis tidak
sehat yang dilakukan pelaku ekonomi. Tetapi, disisi lain UU ini juga dapat dimasukkan ke dalam
kelompok Hukum Bisnis mengingat sasaran / target nya adalah perilaku para pelaku bisnis. Hal
yang sama juga terjadi pada Hukum Perlindungan Konsumen, Hukum Konstruksi, Hukum Pasar
Modal, dan Hukum Penanaman Modal. Dengan demikian, cukuplah bila sampai titik ini
dikatakan bahwa dalam praktik, istilah Hukum Bisnis sering dianggap lebih ‘pas’, lebih popular,
dan lebih sesuai dengan selera pasar daripada istilah Hukum Ekonomi.

3. Luas Lingkup dan Batasan Materi dari Hukum Ekonomi

Hukum Ekonomi merupakan peraturan perundang-undangan atau regulasi yang mengatur


berbagai aspek dari kegiatan ekonomi dan perilaku pelaku pasar. Kegiatan ekonomi mencakup
banyak sekali bidang atau sektor dan sub-sub sektor. Pembidangan kegiatan ekonomi dapat
dilakukan dengan bermacam cara tergantung pada parameter yang dipilih. Oleh sebab itu, luas
lingkup Hukum Ekonomi juga bisa sangat luas, dan bentuk perundang-undangan pun juga
bervariasi dari undang-undang hingga peraturan menteri serta peraturan daerah. Sehingga jika
untuk satu sektor ekonomi terbagi menjadi, misal tiga subsektor, dan masing-masing subsektor
diatur oleh satu undang-undang dan dua peraturan menteri, maka jika terdapat 100 subsektor
kegiatan ekonomi dapat diduga jumlah regulasinya akan ratusan perundang-undangan.

Oleh karena tidak ada kesepakatan tentang bagaimana metode pembidangan atau
pengklasifikasian aktivitas ekonomi, maka berikut ini disajikan ilustrasi dari pembidangan
kegiatan ekonomi berdasarkan berbagai parameter. Hasilnya menggambarkan keluasan dari
materi Hukum Ekonomi:

1. Pembidangan kegiatan ekonomi menjadi 3 (tiga) kategori besar, yakni:


1.1. Sektor primer (primary sector), yaitu seluruh aktivitas ekonomi yang tergantung
sepenuhnya pada lingkungan (bumi) karena kegiatan ini bertumpu pada
pengolahan/pemanfaatan kekayaan alam seperti tanah-air, flora-fauna, dan
mineral dalam perut bumi. Termasuk ke dalam kategori ini adalah aktivitas
perkebunan, pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan, dan pertambangan.
Para pekerja di sektor ini biasanya dijuluki red-collar workers.
1.2. Sektor sekunder (secondary sector), yaitu seluruh aktivitas ekonomi yang
memberi nilai tambah terhadap kekayaan alam melalui proses pengolahan
bahan mentah menjadi produk yang bernilai ekonomi. Contohnya adalah sektor
industri manufaktur, konstruksi, dan infrastruktur. Para pekerja di sektor ini
biasanya dijuluki blue-collar workers.
1.3. Sektor tersier (tertiary sector), yaitu seluruh aktivitas ekonomi yang bergerak
dalam hal produksi dan distribusi atau perdagangan, serta semua aspek yang
berkaitan dengan perdagangan seperti transportasi, komunikasi, periklanan,
dsbnya. Para pekerja di sektor ini dikenal dengan sebutan white collar jobs.

22 Ibid
11

terutama meliputi sektor jasa dan sektor industri yang sangat mengandalkan
tingkat pengetahuan (knowledge) seperti sektor teknologi informatika.
Dalam perkembangan sejak di akhir abad ke 20 laulu, beberapa subsektor dari
sektor tersier ini sudah terbagi lagi menjadi “quaternary activities” dan “quinary
activities”. Yang pertama, merujuk pada aktivitas ekonomi yang benar-benar
mengedepankan spesialisasi pengetahuan dan berbasis teknologi informasi.
Contohnya aktivitas di bidang keuangan seperti pasar modal, perpajakan,
komputer, akuntansi, keperawatan, dsbnya. Yang kedua, merujuk pada aktivitas
ekonomi yang lebih canggih lagi di sektor jasa, seperti konsultan hukum, arsitek,
konsultan manajemen, chief executive director, dokter spesialis, dsbnya.

2. Pembidangan kegiatan ekonomi berdasarkan pada fungsinya, yaitu:


2.1. Sektor produksi
2.2. Sektor distribusi
2.3. Sektor konsumsi
2.4. Sektor pembiayaan

3. Pembidangan kegiatan ekonomi ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:


3.1. Sektor ekonomi riil, seperti perdagangan, pertambangan, pertanian, dstnya.
3.2. Sektor ekonomi keuangan

4. Pembidangan kegiatan ekonomi menurut ISIC yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-
Bangsa dan menjadi rujukan banyak negara.23 Pembidangan oleh ISIC ini terdiri dari 21
sektor ekonomi (diberi kode A hingga U) yang kemudian masing-masing sektor terbagi
lagi menjadi berbagai divisi atau subsektor. Berikut ini pembidangan menurut ISIC:

A. Agriculture, forestry and fishing


B. Mining and quarrying
C. Manufacturing
D. Electricity, gas, steam and air conditioning supply
E. Water supply; sewerage, waste management and remediation activities
F. Construction
G. Wholesale and retail trade; repair of motor vehicles and motorcycles
H. Transportation and storage
I. Accommodation and food service activities
J. Information and communication
K. Financial and insurance activities
L. Real estate activities
M. Professional, scientific and technical activities
N. Administrative and support service activities
O. Public administration and defense; compulsory social security
P. Education
Q. Human health and social work activities
R. Arts, entertainment and recreation
S. Other service activities
T. Activities of households as employers; undifferentiated goods- and servicesproducing activities
of households for own use
U. Activities of extraterritorial organizations and bodies

23 ISIC singkatan dari International Standard Industrial Classification of All Economic Activities, yakni
dokumen yang diterbitkan oleh PBB untuk mengembangkan system klasifikasi seluruh kegiatan
produksi ekonomi yang menjadi standar internasional dan dirujuk oleh semua negara di dunia. Sejak
1948 ISIC disusun untuk menjadi alat bagi pengumpulan dan pengolahan data statistic seluruh kegiatan
ekonomi, tetapi kini penggunaannya sudah meluas tidak lagi hanya untuk keperluan statistic. Lihat,
ISIC of All Economic Activities, Revision 4, United Nations, New York, 2008.
12

Selain pembidangan seperti di atas, masih ada beberapa ahli hukum yang membagi materi
Hukum Ekonomi menjadi sebagai berikut:
5. Hukum Ekonomi sempit dan luas.24
6. Hukum Ekonomi sosial dan pembangunan.25

Sebagai perbandingan, luas lingkup materi Hukum Ekonomi Internasional juga tidak ada
kesepakatan di antara para ahli tetapi umumnya mereka membaginya dengan lebih sederhana
yakni:
a. Perdagangan internasional (International Trade).
b. Sumber daya alam (natural resources) dan investasi atau penanaman modal asing
(Foreign Direct Investment).
Pembiayaan dan moneter (Finance and monetary), termasuk tentang hutang luar negeri

Oleh karena jumlah regulasi ekonomi nasional dan internasional begitu banyak maka tidak
mungkin seseorang dapat menguasai seluruh regulasi ekonomi tersebut dengan cepat dan
lengkap. Selain itu, banyak dari regulasi ekonomi yang mengatur sektor dan sub-sektor
ekonomi tertentu ternyata telah berkembang sedemikian rupa sehingga menjadi bidang studi
tersendiri. Misal, Hukum Sumber Daya Alam, Hukum Ketenagakerjaan, Hukum Lingkungan,
Hukum Pertanahan, Hukum Perbankan, Hukum Persaingan Usaha, Hukum Alih Teknologi,
Hukum Industri, dstnya. Hal yang sama juga berlaku untuk Hukum Ekonomi Internasional yang
dapat dibagi menjadi Hukum World Trade Organization, Hukum Kontrak Internasional, Hukum
Jual Beli Internasional, Hukum Investasi Internasional, Hukum Moneter Internasional, dstnya.

Dengan demikian, khusus untuk matakuliah Hukum Ekonomi pada program sarjana Fakultas
Hukum Unpar, materi ajar yang disepakati untuk diberikan lebih bersifat kerangka teoritik
(theoritical framework) dari Hukum Ekonomi, dan kemudian sebagai contoh regulasi ekonomi
yang akan dirujuk adalah beberapa regulasi ekonomi di sektor perdagangan dan industri.
Berikut garis besar rincian materi ajar Hukum Ekonomi:
1. Terminologi, definisi,dan luas lingkup Hukum Ekonomi
1.1. Hukum Ekonomi, Hukum dan Ekonomi, Hukum dan Pembangunan Ekonomi,
ataukah Regulasi Ekonomi?
1.2. Perbedaan Hukum Ekonomi dengan Hukum Dagang dan Hukum Bisnis.
1.3. Luas Lingkup materi Hukum Ekonomi.
2. Latar belakang sejarah berkembangnya Hukum Ekonomi atau Regulasi Ekonomi.
2.1. Hukum Ekonomi di Eropa
2.2. Hukum Ekonomi di Amerika Serikat
2.3. Hukum Ekonomi di Indonesia
3. Kerangka Teori Regulasi Ekonomi dan Konstitusi Ekonomi.
3.1. Sistem ekonomi pasar, sosialisme, dan campuran.
3.2. Konstitusi ekonomi dan tujuan ekonomi nasional.
3.3. Jenis, tujuan, dan rasionale (alasan) dari regulasi ekonomi.
3.4. Jenis kaidah hukum dari regulasi ekonomi.
4. Syarat Perancangan Regulasi Ekonomi yang efektif.
4.1. Syarat regulasi ekonomi yang efektif.
4.2. Globalisasi ekonomi dan Pengaruh dari Hukum Ekonomi Internasional.
5. Contoh Regulasi Ekonomi sektor industri dan perdagangan.
5.1. Undang-Undang tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat; Perlindungan Konsumen; Standar Nasional Indonesia; Bank Sentral.
5.2. World Bank Indicators: Doing Business in Indonesia

24 Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan, Binacipta, 1982. Pembahasan tentang hal ini dapat
dilihat dalam Bab IV dan V dari Manual ini.
25 Ibid.
13

Anda mungkin juga menyukai