Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH TEKNIK PENGOLAHAN BENIH


“EKSTRAKSI BENIH DARI BUAH SEGAR BERLENDIR DAN
TIDAK BERLENDIR”

Oleh:
GOLONGAN C

Dosen pengampu:
Ir. M. Bintoro M. P.

Teknisi:
Saiful Mukhlis

PROGRAM STUDI TEKNIK PRODUKSI BENH


JURUSAN PRODUKSI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2024
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Benih merupakan salah satu kebutuhan yang penting dalam bidang pertanian.
Oleh karena itu petani memerlukan benih dengan kualitas yang baik dan bermutu
tinggi agar produksi pertanian semakin meningkat. Dalam upaya meningkatkan hasil
produksi pertanian, para produsen benih dituntut untuk menghasilkan benih dengan
kualitas yang baik dan bermutu tinggi. Usaha yang dilakukan untuk menghasilkan
benih bermutu harus tepat agar benih tidak mengalami kerusakan.

Ekstraksi benih merupakan prosedur pelepasan dan pemisahan benih secara fisik
dari struktur buah yang menutupinya. Dengan kata lain, ekstraksi dilakukan untuk
mengeluarkan biji dari buah/polongnya. Pemisahan biji dari daging buah, kulit benih,
polong, kulit buah, malai, tongkol dan sebagainya dengan tujuan agar benih tersebut
dapat digunakan untuk bahan tanam yang memenuhi persyaratan (Kamil, 2002).

Ekstraksi benih diperlukan karena umumnya proses panen benih tidak dilakukan
secara langsung. Ekstraksi benih dibagi menjadi Ekstraksi (pemisahan buah dengan
biji pada buah yang berbentuk polong atau buah. Dengan daging buah yang kering)
dan Ekstraksi basah (pemisahan buah dengan biji pada buah dengan daging buah
yang basah).

Dalam ekstraksi benih diperlukan perlakuan yang tepat pada benih agar dapat
menghasilkan benih dengan kualitas yang baik dan bermutu tinggi. Kegiatan
praktikum ekstraksi benih dilakukan untuk mendapatkan hasil perlakuan yang baik
terhadap benih dengan menggunakan dalam beberapa perlakuan.

Ekstraksi benih yaitu proses pengeluaran benih dari buah, polong, atau bahan
pembungkus benih lainnya (Schmidt dalam Yuniarti, 2013). Menurut Hamzah
(1984), ekstraksi benih merupakan proses memisahkan benih dari anggota yang lain.
Metoda ekstraksi benih dari buah ditentukan oleh karakteristik dari masing-masing
buah. Proses ekstraksi dapat berupa kegiatan- kegiatan pelunakan daging buah dan
pelepasan daging buah, pengeringan, pemisahan, penggoncangan, perontokan,
pembuangan sayap, dan pembersihan. Tujuan dari ekstraksi benih adalah
menghasilkan benih yang mempunyai viabilitas maksimum.
Benih dapat diekstraksi dari kotoran dengan cara ekstraksi basah atau kering.
Selama proses ekstraksi kering, kotoran dikeringkan dan dipisah pisah dengan
memukul perlahan-lahan dalam mortar atau semacamnya, kemudian dibersihkan
menggunakan silinder berputar dan penyaringan. Selama ekstraksi basah, kotoran
direndam dan dicuci dalam air. Benih yang mengumpul di bagian bawah wadah
kemudian dipisahkan dengan menyaringnya di bawah aliran air. Ekstraksi basah
menghasilkan benih terbersih. Permasalahan pengumpulan benih dari kotoran adalah
bahwa kotoran seringkali berisi campuran benih dari berbagai jenis yang akan
mempersulit pemisahannya.

Kelemahan dari ekstraksi basah ini karena penggunaan benih yang masih basah
sehingga kadar air yang dikandung benih tersebuh terlalu tinggi yang justru dapat
menghambat proses perkecambahan pada benih tersebut (Hazanah, 2002).

1.2 Tujuan
1. Mengetahui cara mengektrasi benih
2. Melakukan ekstrasi benih baik secara kering maupun basah
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ekstraksi benih yaitu proses pengeluaran benih dari buah, polong, atau bahan
pembungkus benih lainnya (Schmidt dalam Yuniarti, 2013). Menurut Hamzah
(1984), ekstraksi benih merupakan proses memisahkan benih dari anggota reproduksi
yang lain. Metoda ekstraksi benih dari buah ditentukan oleh karakteristik dari
masing-masing buah. Proses ekstraksi dapat berupa kegiatan- kegiatan pelunakan
daging buah dan pelepasan daging buah, pengeringan, pemisahan, penggoncangan,
perontokan, pembuangan sayap, dan pembersihan. Tujuan dari ekstraksi benih adalah
menghasilkan benih yang mempunyai viabilitas maksimum.

Benih dapat diekstraksi dari kotoran dengan cara ekstraksi basah atau kering.
Selama proses ekstraksi kering, kotoran dikeringkan dan dipisah pisah dengan
memukul perlahan-lahan dalam mortar atau semacamnya, kemudian dibersihkan
menggunakan silinder berputar dan penyaringan. Selama ekstraksi basah, kotoran
direndam dan dicuci dalam air. Benih yang mengumpul di bagian bawah wadah
kemudian dipisahkan dengan menyaringnya di bawah aliran air. Ekstraksi basah.
menghasilkan benih terbersih. Permasalahan pengumpulan benih dari kotoran adalah
bahwa kotoran seringkali berisi campuran benih dari berbagai jenis yang akan
mempersulit pemisahannya.

Kelebihan dari ekstraksi kering adalah karena penggunaan benih kering yang
telah dijemur sehingga mengurangi kadar air pada benih dapat mendukung viabilitas
benih tersebut untuk proses perkecambahan pada penanaman benih tersebut. Namun
kelemahan dari proses ini pada lamanya proses penjemuran benih hingga benih
tersebut memenuhi syarat untuk ditanam. Kelebihan dari ekstraksi basah ini yaitu
penggunaan benih dapat langsung ditanam tanpa harus. menunggu waktu penjemuran
yang lama. Kelemahan dari ekstraksi basah ini karena penggunaan benih yang masih
basah sehingga kadar air yang dikandung benih tersebuh terlalu tinggi yang justru
dapat menghambat proses perkecambahan pada benih tersebut (Hazanah, 2002).

1. Buah kering

Beberapa jenis buah akan terbuka dengan sendirinya apabila dikeringkan


khususnya apabila buah tersebut dipetik pada saat yang tepat, bukan sebelum
waktunya dan apalagi dengan pengeringan terlalu cepat. Beberapa benih dapat
diperoleh melalui gosokan ringan atau rontok, sedangkan lainnya memerlukan
bantuan mesin. Proses seperti ini dapat mengakibatkan kerusakan pada benih apabila
tidak dilakukan dengan teliti.

3. Buah Berdaging

Pada buah berdaging sebelum benih dipisahkan atau diekstraksi, buahnya


dapat dikeringkan terlebih dahulu setelah buah masak. Tanaman yang termasuk
dalam tipe ini adalah tanaman cabai, oyong, okra dan paria.

4. Buah Berdaging dan Berair

Buah tipe ini, disamping berdaging juga berair misalnya ketimun, sehingga
pada saat benih masak fisiologis maupun masak morfologis kandungan air benih
masih sangat tinggi dan benih diselaputi oleh lendir dan saling melekat pada runag-
ruang tempat biji tersususn yang mengandung bahan yang bersifat inhibitor. Dengan
demikian, sebelum benih dikeringkan lendir yang ada harus dihilangkan terlebih
dahulu menggunakan zat kimia yaitu dengan difermentasikan terlebih dahulu,
kemudian benih dicuci dengan air hingga bersih dan bebas dari lendir.

2.1 Metode Ekstraksi

Benih dari beberapa jenis tanaman yang berasal buah berdaging dan berair
seperti seperti buah mentimun, buah melon, buah tomat, dsb. Pada jenis tanaman
tersebut memerlukan metode ekstraksi dan perawatan khusus sebelum benih siap
dikeringkan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam ekstraksi basah, antara
lain:

1. Kimiawi

Menggunakan zat kimia misalnya HCL 35%, dengan dosis 5 liter HCL 35%
dicampur dengan 100 liter air. Kemudian larutan HCL digunakan untuk merendam
pulp. Setelah direndam dan diaduk selama 30 menit, massa pulp akan mengambang
dipermukaan sehingga mudah dipisahkan dari benih yang tenggelam didasar wadah.
Setelah dipisahkan benih dicuci dengan air hingga bekas pencuciannya bersifat netral
(dapat dicek dengan menggunakan kertas lakmus) (Kuswanto, 2003).

Menurut Pitojo (2005) Pemisahan biji setelah fermentasi dapat dilaukan


dengan menggunakan sodium karbonat 10% selama dua hari, namun cara tesebut
jarang digunakan oleh perusahaan benih, pemisahan biji dalam jumlah banyak dapat
dilakukan secara cepat degan menggunakan HCL 1 N sebanyak 7-8 ml/1 larutan,
dibiarkan selama 1-2 jam. Namun jika tidak dilakukan secara tepat perlakuan dengan
bahan kimia tersebut dapat menurunkan daya kecambah.

Kemudian menurut Murniati (1996) memanfaatkan kapur tohor sebagai


bahan untuk ekstraksi basah menunjukkan bahwa pada konsentrasi kapur tohor 20 g/l
dengan lama perendaman 30 menit memberikan potensi tumbuh terbaik (96%) untuk
benih manggis. Manggis dan ketimun termasuk kedalam tipe buah berdagung dan
berair sehingga diharapkan kapur tohor juga dapat dipalikasikan dalam ekstraksi
benih ketimun. Adapun keuntungan dari penggunaan kapur tohor adalah prosesnya
berjalan cepat, harganya murah 2000/kg dapat mencegah terjadinya pembusukan
yang dapat mempengaruhi kualitas benih terutama viabilitasnya dan tidak
menyebabkan perubahan warna.

2. Fermentasi

Benih yang telah dipisahkan dari daging buahnya, dimasukkan ke dalam


wadah dan apabila perlu ditambah dengan sedikit air, wadah ditutup dan disimpan
selama beberapa hari. Adapun wadah yang digunakan untuk fermentasi benih dipilih
wadah yang tidak korosif terhadap asam, misalnya terbuat dari logam. stainless steel,
kayu ataupun plastic. Larma fermentasi tergantung pada tinggi rendahnya suhu
selama fermentasi. Apabila fermentasi dilakukan pada temperature 24 C-27" C maka
diperlukan waktu 1-2 hari, sedangkan apabila digunakan temperature 15 C-22°C,
dbutuhkan waktu 3-6 hari., tergantung pada jenis benih yang difermentasikan.
Selama fermentasi bubur (pulp) perlu diaduk guna memisahkan benih dari massa
pulp dan mencegah timbulnya cendawan. Setelah fermentasi selesai, bisanya benih
akan tenggelam ke dasar wadah untuk memudahkan pemisahan benih dari massa
pulp perlu ditambahkan air agar pulp menjadi encer. Setelah benih difermentasi benih
dicuci dengan air bersih hingga semua zat penghambat hilang, yang ditandai dengan
permukaan benih yang sudah tidak licin. Selanjutnya benih tersebut dikering
anginkan pada suhu 31° C hingga diperoch kadar air tertentu sesuai dengan peraturan
yang aman bagi penyimpanan (Pitojo, 2005).
BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Pada praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Rabu, 7 Februari 2024 pukul
09.00-11.00 WIB. Di laboratorium Pengolahan Benih, jurusan Produksi Pertanian
Politeknik Negeri Jember.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

 Pisau
 Timbangan Analitik
 Saringan
 Kantong Plastik
 Kertas Merang
 Gelas Ukur

3.2.2 Bahan

 Buah basah : melon 6,6 kg


 Buah basah : tomat 6 kg
 Air
 Kaporit

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Ekstrasi Basah Tanpa Fermentasi

1. Mengupas buah melon dan tomat mengunakan pisau.


2. Memisahkan biji dari buah.
3. Mencuci biji yang telah dipisahkan.
4. Merendam biji dengan air kaporit sebanyak 1 g/liter selama 5 menit, lalu
tiriskan.
5. Mengeringkan biji hingga mencapai kadar air 10%.
6. Menghitung rendemen dengan rumus :
Berat Ak h ir
X 100 %
Berat Awal
3.3.2 Ekstrasi Basah Fermentasi

1. Mengupas buah melon dan tomat mengunakan pisau.


2. Memisahkan biji dari buah.
3. Mencuci biji yang telah dipisahkan.
4. Merendam biji dengan air selama 24 jam dan 48 jam, lalu tiriskan.
5. Merendam biji dengan larutan kaporit 1 gr/liter selama 5 menit
6. Mengeringkan biji hingga mencapai kadar air 10%.
7. Menghitung rendemen dengan rumus :
Berat Ak h ir
X 100 %
Berat Awal

3.3.3 Uji Daya Berkecambah

1. Menyiapan plastik dan kertas merang.


2. Merendam kertas merang dengan air, lalu diletakkan diatas plastik.
3. Meletakkan biji secara zig-zag diatas kertas merang, lalu gulung kertas
merang.
4. Melakukan pengamatan pada first count dan final count dengan parameter:
a. Kecambah normal (KN)
b. Kecambah abnormal (KABN)
c. Benih segar tak tumbuh (BSTT)
d. Benih keras (BK)
e. Benih mati (BM)
5. Menghitung presentase daya berkecambah dengan rumus :
KN first count+ KN final count
X 100 %
Beni h yang dikecamba h kan
BAB 4. PEMBAHASAN

1.

Tabel Pengamatan Viabilitas

First Count Final Count


N Komodit Kondisi Ulanga K KAB BST B B K KAB BST B B Viabilita
o i Benih n N N T K M N N T K M s (%)
1 0 0 0 0 0 43 5 29 0 23 43%
Tanpa
Fermentas 2 0 0 0 0 0 37 19 39 - 5 37%
i 3 0 0 0 0 0 41 17 35 0 7 41%
Rata - Rata Viabilitas (%)
1 0 0 0 0 0 58 12 13 0 17 58%
Fermentas
i selama 2 0 0 0 0 0 83 8 8 - 1 83%
24 jam 3 0 0 0 0 0 86 1 9 0 4 86%
Rata - Rata Viabilitas (%)
1 0 0 0 0 0 59 18 8 0 15 59%
Fermentas
i selama 2 0 0 0 0 0 53 37 3 - 7 53%
48 jam 3 0 0 0 0 0 47 16 19 0 18 47%
1 Tomat Rata - Rata Viabilitas (%)
Tanpa
fermentasi 1 0 0 0 0 0 65 8 27 - - 65%
Fermentas
i selama
24 jam 2 0 0 0 0 0 57 13 26 0 4 57%
Fermentas
i selama
48 jam 3 0 0 0 0 0 43 38 2 5 12 43%
2 Melon Rata - Rata Viabilitas (%)
Berat Awal
No Komoditi Ulangan (kg) Berat Akhir (g) Rendemen (%)

1 3kg 39,66 gr 1,32%

1 Melon 2 7 kg 23,51 gr 0,32%

3 6,6 kg 39,66 gr 0,60%

1 3 kg 18,51 gr 0,61%

2 Tomat 2 6 kg 23,68 gr 0,39%

3 6 kg 21,51 gr 0,35%
1.1. Hasil
% Rendemen
Komodita
s Ulangan Berat Awal Berat Akhir Total % Rendemen
Melon 2 6,600 gr 39,66 gr 0,60 %
Tanpa Fermentasi 2000 gr 6,83 gr 0,34 %
Tomat 24 jam 2000 gr 7,42 gr 0,37 %
48 jam 2000 gr 7,35 gr 0,36 %

1.2. Pembahasan
Ekstraksi benih yaitu proses pengeluaran benih dari buah, polong, atau bahan
pembungkus benih lainnya. Menurut Hamzah (1984), ekstraksi benih merupakan
proses memisahkan benih dari anggota reproduksi yang lain. Metoda ekstraksi benih
dari buah ditentukan oleh karakteristik dari masing-masing buah. Proses ekstraksi
dapat berupa kegiatan- kegiatan pelunakan daging buah dan pelepasan daging buah,
pengeringan, pemisahan, penggoncangan, perontokan, pembuangan sayap, dan
pembersihan. Tujuan dari ekstraksi benih adalah menghasilkan benih yang
mempunyai viabilitas maksimum.

Benih dapat diekstraksi dari kotoran dengan cara ekstraksi basah atau kering.
Selama proses ekstraksi kering, kotoran dikeringkan dan dipisah pisah dengan
memukul perlahan-lahan dalam mortar atau semacamnya, kemudian dibersihkan
menggunakan silinder berputar dan penyaringan. Selama ekstraksi basah, kotoran
direndam dan dicuci dalam air. Benih yang mengumpul di bagian bawah wadah
kemudian dipisahkan dengan menyaringnya di bawah aliran air. Ekstraksi basah.
menghasilkan benih terbersih. Permasalahan pengumpulan benih dari kotoran
adalah bahwa kotoran seringkali berisi campuran benih dari berbagai jenis yang
akan mempersulit pemisahannya.

Kelebihan dari ekstraksi kering adalah karena penggunaan benih kering yang
telah dijemur sehingga mengurangi kadar air pada benih dapat mendukung viabilitas
benih tersebut untuk proses perkecambahan pada penanaman benih tersebut. Namun
kelemahan dari proses ini pada lamanya proses penjemuran benih hingga benih
tersebut memenuhi syarat untuk ditanam. Kelebihan dari ekstraksi basah ini yaitu
penggunaan benih dapat langsung ditanam tanpa harus. menunggu waktu
penjemuran yang lama. Kelemahan dari ekstraksi basah ini karena penggunaan
benih yang masih basah sehingga kadar air yang dikandung benih tersebuh terlalu
tinggi yang justru dapat menghambat proses perkecambahan pada benih tersebut
(Anwar, F., Przybylski, R., & Rudzinska, 2013)
1.2.1. Buah kering
Beberapa jenis buah akan terbuka dengan sendirinya apabila dikeringkan
khususnya apabila buah tersebut dipetik pada saat yang tepat, bukan sebelum
waktunya dan apalagi dengan pengeringan terlalu cepat. Beberapa benih dapat
diperoleh melalui gosokan ringan atau rontok, sedangkan lainnya memerlukan
bantuan mesin. Proses seperti ini dapat mengakibatkan kerusakan pada benih apabila
tidak dilakukan dengan teliti.
1.2.2. Buah Berdaging
Pada buah berdaging sebelum benih dipisahkan atau diekstraksi, buahnya
dapat dikeringkan terlebih dahulu setelah buah masak. Tanaman yang termasuk
dalam tipe ini adalah tanaman cabai, oyong, okra dan paria.

1.2.3. Buah Berdaging dan Berair


Buah tipe ini, disamping berdaging juga berair misalnya ketimun, sehingga
pada saat benih masak fisiologis maupun masak morfologis kandungan air benih
masih sangat tinggi dan benih diselaputi oleh lendir dan saling melekat pada runag-
ruang tempat biji tersususn yang mengandung bahan yang bersifat inhibitor. Dengan
demikian, sebelum benih dikeringkan lendir yang ada harus dihilangkan terlebih
dahulu menggunakan zat kimia yaitu dengan difermentasikan terlebih dahulu,
kemudian benih dicuci dengan air hingga bersih dan bebas dari lendir.(Ribeiro, M.,
Fernandes, I., Faria, A., Calhau, C., & Pintado, 2019).

Dari data diatas, dapat dilihat bahwa viabilitas kecambah tomat meningkat
secara signifikan setelah mengalami proses fermentasi. Pada kondisi tanpa
fermentasi, viabilitas kecambah tomat hanya berkisar antara 37% hingga 43%,
sedangkan setelah fermentasi selama 24 jam, viabilitas meningkat menjadi 58%
hingga 86%. Bahkan, fermentasi selama 48 jam memberikan viabilitas yang lebih
tinggi, meskipun ada variasi antara ulangan yang dilakukan. Penyebab peningkatan
viabilitas tersebut mungkin disebabkan oleh perubahan nutrisi dan kondisi
lingkungan yang lebih baik setelah proses fermentasi. Selain itu, fermentasi juga
dapat membantu menghilangkan beberapa masalah seperti benih segar yang tidak
tumbuh dan benih mati, sehingga memperbaiki kualitas kecambah tomat secara
keseluruhan. Meskipun demikian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
memahami secara lebih mendalam mekanisme dan manfaat fermentasi terhadap
pertumbuhan tanaman tomat. hasil uji viabilitas pada biji melon yang telah
mengalami proses fermentasi selama periode waktu yang berbeda. Pada ulangan
pertama tanpa fermentasi, viabilitas biji melon tercatat sebesar 65%, di mana
kecambah normal (kn) merupakan mayoritas, namun terdapat juga sejumlah
kecambah abnormal (abn) dan benih segar yang tidak tumbuh (bstt). Ketika
dilakukan fermentasi selama 24 jam, terjadi penurunan viabilitas menjadi 57%,
meskipun jumlah kecambah normal tetap tinggi, tetapi terdapat peningkatan jumlah
kecambah abnormal dan benih mati (bm). Pada fermentasi selama 48 jam, terjadi
penurunan yang lebih signifikan dalam viabilitas, mencapai 43%, dengan
peningkatan yang cukup besar dalam jumlah kecambah abnormal dan benih mati.
Hal ini mengindikasikan bahwa proses fermentasi yang lebih lama dapat berdampak
negatif pada viabilitas biji melon, dengan kemungkinan terjadinya pertumbuhan
mikroorganisme yang merugikan atau kehilangan nutrisi yang penting bagi biji. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memahami mekanisme
fermentasi yang optimal untuk meningkatkan viabilitas biji melon.

Rendemen adalah persentase berat produk yang dihasilkan dari berat bahan
mentah yang digunakan. Pada ulangan pertama tomat, berat awal tomat yang
digunakan adalah 3 kg, dan setelah proses pengolahan, berat akhirnya adalah 18,51 g.
Ini menghasilkan rendemen sebesar 0,61%. Namun, pada ulangan kedua, terdapat
perbedaan signifikan dimana berat awal dan berat akhir tomat adalah 0,39%. Ini
mungkin disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan sehingga menimbulkan
perbedaan pada kualitas buah. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui
penyebab pastinya. Sementara itu, untuk melon, hasilnya menunjukkan variasi antara
ulangan. Pada ulangan pertama, berat awal melon adalah 3 kg, dengan berat akhir
39,66 g, yang menghasilkan rendemen sebesar 1,32%. Sedangkan pada ulangan
ketiga, berat akhir melon sama dengan ulangan satu yaitu 39,66 g, dengan rendemen
sebesar 0,60%. Namun, seperti pada tomat, ulangan kedua untuk melon juga
menunjukkan hasil yang tidak valid dengan berat awal dan akhir.

Rendemen dari tomat dan melon dapat bervariasi tergantung pada beberapa
faktor seperti kondisi pengolahan dan pengukuran. Penting untuk melakukan
penelitian lebih lanjut untuk memastikan konsistensi dan keandalan hasil. Dengan
pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen,
kita dapat meningkatkan efisiensi dalam pengolahan produk-produk pertanian ini.
Pengurangan berat yang terjadi saat pengukuran berat rendemen pada setiap
perlakuan dan setiap varietas dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya
adalah adanya kelebihan air dalam sampel yang diukur. Ketika sampel panen baru
dipetik, masih mungkin ada sejumlah besar air yang terperangkap di dalamnya.
Selain itu, proses penanganan dan persiapan sampel juga dapat mempengaruhi berat
akhir yang tercatat. Misalnya, ketika sampel diolah atau dipisahkan dari bagian-
bagian lainnya seperti batang atau daun, beberapa bagian ini bisa saja terbuang,
menyebabkan penurunan berat total sampel. Selain itu, kerugian berat juga bisa
terjadi karena penguapan air selama proses pengolahan atau penyimpanan. Faktor
lain yang mungkin berperan adalah kesalahan dalam pengukuran atau penyimpangan
dalam teknik pengukuran yang digunakan. Oleh karena itu, penting untuk
memastikan bahwa semua parameter dan prosedur pengukuran telah dikalibrasi
dengan baik dan dilakukan dengan konsistensi untuk mendapatkan hasil yang akurat
dalam mengevaluasi rendemen.
BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Ekstraksi benih adalah proses pengeluaran benih dari buah, polong, atau
bahan pembungkus benih lainnya. Ekstraksi benih merupakan kegiatan pelunakan
daging buah dan pelepasan daging buah, pengeringan, pemisahan, penggoncangan,
perontokan, pembuangan sayap, dan pembersihan. Tujuan dari ekstraksi benih adalah
menghasilkan benih yang mempunyai viabilitas maksimum.
Benih dapat diekstraksi dari kotoran dengan ekstraksi basah atau kering.
Selama proses ekstraksi basah, kotoran dikeringkan dan dipisah pisah dengan
memukul perlahan-lahan dalam mortar atau semacamnya, kemudian dibersihkan
menggunakan silinder berputar dan penyaringan. Selama ekstraksi basah, kotoran
direndam dan dicuci dalam air. Kelebihan dari ekstraksi basah ini yang dapat
langsung ditanam tanpa harus menunggu waktu penjemuran yang lama
Buah berdaging sebelum benih dipisahkan atau diekstraksi, buahnya dapat
dikeringkan terlebih dahulu setelah buah masak. Buah berdaging juga berair
misalnya, sehingga pada saat benih masak fisiologis maupun masak morfologis
masih sangat tinggi dan benih diselaputi oleh lendir dan saling melekat pada runag-
ruang tempat biji tersususn yang mengandung bahan yang bersifat inhibitor.

5.2 Saran
Disarankan pada prktikum kali ini agar mahasiswa mematuhi SOP yang ada
agar kegiatan praktikum beljalan dengan lancar. Diharapkan mahasiswa mampu
berkeja sama dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, F., Przybylski, R., & Rudzinska, M. 2013. Lipid fractionation of berry seed
oils of sea buckthorn (hippophae rhamnoides l.) by column chromatography.
LWT-Food Science and Technology. 53(1):156–162.
Ribeiro, M., Fernandes, I., Faria, A., Calhau, C., & Pintado, M. 2019. The role of
berry bioactive compounds on human health: a review. Journal of Berry
Research. 9(2):193–203.
Anwar, F., Przybylski, R., & Rudzinska, M. 2013. Lipid fractionation of berry seed
oils of sea buckthorn (hippophae rhamnoides l.) by column chromatography.
LWT-Food Science and Technology. 53(1):156–162.
Ribeiro, M., Fernandes, I., Faria, A., Calhau, C., & Pintado, M. 2019. The role of
berry bioactive compounds on human health: a review. Journal of Berry
Research. 9(2):193–203.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai