Anda di halaman 1dari 9

EKSTRAKSI BENIH TOMAT

PAPER PRAKTIKUM
MATAKULIAH TEKNOLOGI BENIH

Oleh:

Master William David Philips 512018086

FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA

WACANA SALATIGA

2020
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan salah satu komoditas hortikultura
yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan banyak di gemari oleh masyarakat. Hanya
saja, beberapa permasalahan terjadi saat ini masih memerlukan penanganan serius terutama
dalam hal peningkatan hasil dan kualitas pada buahnya. Salah satu kendala yang timbul dari
benih tomat diantaranya yaitu keberadaan lendir yang menempel pada biji. Lendir yang
terdapat pada bagian isi tomat akan menghambat proses perkecambahan, karena
mengandung zat penghambat (inhibitor).
Ekstraksi benih merupakan suatu tata cara atau upaya pelepasan dan pemisahan benih
secara fisik dari struktur buah yang menutupinya. Dengan kata lain, ekstraksi dilakukan
untuk mengeluarkan biji dari buah/polongnya. Pemisahan biji dari daging buah, kulit benih,
polong, kulit buah, malai, tongkol dan sebagainya dengan tujuan agar benih tersebut dapat
digunakan untuk bahan tanam yang memenuhi persyaratan ( Kamil, 2002).
Terdapat dua macam ekstraksi benih yang dapat digunakan yaitu ekstraksi kering yang
dilakukan terhadap buah berbentuk polong (Acacia sp, Paraserianthes falcataria) dan jenis-
jenis yang memiliki daging buah yang kering (Swietenia macrophylla), sedangkan ekstraksi
basah dilakukan terhadap jenis-jenis yang memiliki daging buah yang basah seperti
Gmelina arborea, Melia azedarach dan Azadirachta indica (Kamil,2002).
Beberapa jenis benih tanaman yang berasal dari buah berdaging dan berair memerlukan
metode ekstraksi dan perlakuan khusus sebelum benih akan siap dikeringkan. Ekawati
(2004) menjelaskan ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam ekstraksi basah, antara
lain:
Benih yang telah dipisahkan dari daging buahnya, dimasukkan ke dalam wadah dan
apabila perlu ditambah dengan sedikit air, wadah ditutup dan disimpan selama beberapa
hari. Adapun wadah yang digunakan untuk fermentasi benih dipilih wadah yang tidak
korosif terhadap asam, misalnya terbuat dari logam stainless steel, kayu ataupun plastik.
Lama fermentasi tergantung pada tinggi rendahnya suhu selama fermentasi. Apabila
fermentasi dilakukan pada temperatur 24-270C maka diperlukan waktu 1-2 hari, sedangkan
apabila digunakan temperature 15-220C, dbutuhkan waktu 3-6 hari, tergantung pada jenis
benih yang difermentasikan. Selama fermentasi perlu diaduk guna memisahkan benih dari
massa dan mencegah timbulnya cendawan. Setelah fermentasi selesai, bisanya benih akan
tenggelam ke dasar wadah untuk memudahkan pemisahan benih dari massa perlu
ditambahkan air agar
menjadi encer. Setelah benih difermentasi benih dicuci dengan air bersih hingga semua zat
penghambat hilang, yang ditandai dengan permukaan benih yang sudah tidak licin.
Selanjutnya benih tersebut dikering anginkan pada suhu 310C hingga diperoeh kadar air
tertentu sesuai dengan peraturan yang aman bagi penyimpanan (Pitojo, 2005).
• Metode Kimiawi (Chemical Method)
Metode fermentasi memerlukan waktu lama terutama bila dilakukan di negara yang
berklim dingin/sedang, sehingga akan berdampak pada kualitas benih. Untuk
mempersingkat waktu fermentasi, dapat digunakan zat kimia misalnya Asam clorida 35%,
dengan dosis 5 liter Asam clorida 35% dicampur dengan 100 liter air. Kemudian larutan
Asam clorida digunakan untuk merendam benih. Setelah direndam dan diaduk selama 30
menit, benih akan mengambang di permukaan sehingga mudah dipisahkan dari benih yang
tenggelam di dasar wadah. Setelah dipisahkan benih dicuci dengan air hingga bekas
pencuciannya bersifat netral (dapat dicek dengan menggunakan kertas lakmus). Pitojo
(2005), juga menjelaskan bahwa bahwa pemisahan biji setelah fermentasi dapat dilakukan
dengan menggunakan sodium karbonat 10% selama dua hari, namun cara tesebut jarang
digunakan oleh perusahaan benih. Pemisahan biji dalam jumlah banyak dapat dilakukan
secara cepat degan menggunakan Asam clorida (HCl) 1 N sebanyak 7-8 ml/l larutan,
dibiarkan selama 1-2 jam. Namun jika tidak dilakukan secara tepat perlakuan dengan bahan
kimia tersebut dapat menurunkan daya kecambah. Kuswanto (2003), menyatakan bahwa
untuk mempersingkat waktu fermentasi dapat digunakan zat kimia Asam clorida ( HCl)35%
dengan dosis 5 liter Asam clorida (HCl) 35% dicampur dengan 100 liter air, kemudian
larutan tersebut digunakan untuk merendam benih selama 30 menit.
Pengeringan benih dimaksudkan untuk menurunkan kadar air sampai batas
keseimbangan dengan udara luar disekitarnya sehingga siap untuk dilakukan proses
selanjutnya. Benih bersifat hygroskopis, sehingga jika benih diletakan di dalam ruangan
dengan RH rendah, maka benih akan kehilangan air dan terjadi penurunan kadar air. Namun
sebaliknya jika benih diletakan dalam ruangan yang RH tinggi, maka kadar air benih akan
bertambah atau meningkat. Selain bersifat hygroskopis,benih juga selalu ingin berada dalam
kondisi equilibrium (keseimbangan) dengan kondisi disekitarnya. Pengeringan benih
merupakan proses perpindahan air dari dalam benih kepermukaan benih, dan kemudian air
yang berada dipermukaan benih tersebut akan diuapkan jika RH ruangan lebih rendah.
Proses ini akan terjadi hingga keseimbangan kadar air benih dengan RH lingkungannya
tercapai. Pengeringan seringkali merupakan faktor yang sangat kritis pada tahap pengolahan
benih terutama kalau musim penghujan (Nurhayati,1997).
TUJUAN
Mahasiswa dapat mengetahui teknik ekstraksi yang paling tepat untuk dapat
menghasilkan tomat dengan mutu benih yang berkualitas
BAB 2
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini membahas tentang ekstraksi benih pada tanaman tomat
(Lycopersicum esculentum Mill). Tanaman tomat merupakan jenis tanaman yang tergolong
dalam (Wet Fleshly Fruit) atau benih tanaman berasal dari buah berdaging dan berair. \
Ekawati (2004) menyebutkan bahwa dari beberapa jenis tanaman yang berasal buah
berdaging dan berarir (Wet Fleshly Fruit) memerlukan metode ekstraksi dan perlakuan
secara khusus sebelum benih siap dikeringkan. sehingga pada saat benih masak fisiologis
maupun masak morfologis, kandungan yang terdapat pada air benih masih sangat tinggi dan
benih diselaputi oleh lendir dan saling melekat pada ruang-ruang tempat biji tersusun yang
mengandung bahan bersifat inhibitor. maka dari itu, sebelum benih dikeringkan lendir yang
ada harus dihilangkan terlebih dahulu menggunakan zat kimia yaitu dengan difermentasikan
terlebih dahulu, kemudian benih dicuci dengan air hingga bersih dan bebas dari lendir
(Kuswanto, 2003).
Zat inhibitor yang terdapat pada lendir tomat tersebut dapat menyebabkan timbulnya
penyakit atau jamur pada buah tersebut dan dapat memperpendek usia simpan dari buah
tersebut. Maka dari itu penanganan yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut
adalah dengan melakukan ekstraksi benih pada tanaman tomat. menurut (Kamil, 2002),
ekstraksi merupakan Pemisahan biji dari daging buah, kulit benih, polong, kulit buah, malai,
tongkol dan sebagainya dengan tujuan agar benih tersebut dapat digunakan untuk bahan
tanam yang memenuhi persyaratan. Ekstraksi benih tergolong atas 2 macam yaitu ekstraksi
kering dan ekstraksi basah. Pada praktikum kali ini akan menggunakan pengujian ekstraksi
basah dengan menggunakan 2 metode seperti metode fermentasi dan metode kimiawi.
Terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan yang dihasilkan dari kedua metode
tersebut dimana pada metode ekstraksi fermentasi tidak menggunakan bahan kimia
tambahan sebagai bantuannya, melainkan mengandalkan bakteri yang terdapat pada bagian
lendir itu sendiri. Kelebihan lain yang didapat dari metode ekstraksi fermentasi antara lain
resiko benih cacat lebih rendah dibandingkan secara kimiawi. Hanya saja untuk melakukan
ekstraksi secara fermentasi akan memerlukan waktu yang cukup lama. Sedangkan pada
metode kimiawi tidak membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan hasilnya hanya saja
resiko
benih cacat pada metode ini jauh lebih tinggi. Ekstraksi secara kimiawi ini memerlukan
bantuan larutan HCL 0,74 % sebagai bahan utama yang akan digunakan.
Jumlah tomat yang digunakan pada praktikum kali ini berjumlah 8 buah dengan
ukuran 500 gram dan menghasilkan kurang lebih 100 ml pada kedua proses tersebut.
Berdasarkan hasil praktikum dilakukan terdapat bahwa perlakuan rendemen pada benih
tomat yang menggunakan metode fermentasi mendapatkan hasil persentase yang lebih
tinggi yaitu 10,64
% dibandingkan pada metode kimiawi yang menghasilkan 6,95%. Selanjutnya pada hasil
persentase benih rusak dengan menggunakan metode secara fermentasi berbanding terbalik
dengan secara kimiawi. Dimana metode secara fermentasi mendapatkan persentase benih
rusak yang lebih tinggi yaitu 2.01% dibandingan metode secara kimiawi yaitu 1,43%.
Dan terakhir berdasarkan hasil kadar air yang telah di uji pada kedua metode tersebut
menunjukkan bahwa julah kadar air yang terdapat pada metode kimiawi jauh lebih tinggi
persentasenya dibandingkan dengan metode secara fermentasi, yaitu sebesar 9 % dan 5,8%.

BAB 3
KESIMPULAN
1. Ekstraksi benih merupakan suatu tindakan untuk memisahkan biji calon benih
dari buah sehingga diperoleh benih dalam keadaan yang bersih. Dikenal dua
macam ekstraksi benih yaitu ekstraksi basah dan kering. Pada kegiatan
praktikum kali ini ekstraksi yang akan digunakan adalah ekstraksi basah.
selanjutnya yaitu pengeringan benih, dimaksudkan untuk menurunkan kadar air
sampai batas keseimbangan dengan udara luar di sekitarnya dan siap untuk
diproses selanjutnya. Hasil pengamatan diperoleh kadar air yang berbeda – beda
pada setiap perlakuannya, berdasarkan hasil praktikum menunjukkan bahwa
ekstraksi secara kimia mendapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan
ekstraksi secara fermentasi.

DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, Bambang.2008. Tomat Usaha Tani & Pasca panen. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Kuswanto,Hendarto. 2003, Teknologi Pemprosesan, Pengemasan dan Penyimpanan Benih.
Yogyakarta: Kanisius
Kamil, J, 2002, Teknologi Benih I, Padang: Universitas Andalas
Pracaya.1998. Bertanam Tomat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Nurhayati, K. 1997. Pengaruh Ukuran dan Saat perkahan Buah Pada Proses Ekstraksi terhadap
Perkecambahan dan Pertumbuahan Semai Khaya anthoteca C.DC. Skrpisi. Bogor.
Jurusan Manajeman Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Lampiran :

Anda mungkin juga menyukai