(BA-2203)
Inayati Z. Husna
11414032
1.2 Tujuan
1. Menentukan Metode Perlakuan Pemecahan dormansi yang paling efektif
untuk benih tomat berdasarkan presentase daya berkecambah.
2. Menentukan metode perlakuan pemacahan dormansi yang paling efektif
untuk benih trembesi berdasarkan presentase daya berkecambah.
3. Menentukan kualitas benih jagung menggunakan metode uji tetrazolium.
4. Menentukan kualitas benih kacang merah menggunakan metode uji
pewarnaan tetrazolium.
BAB II
TEORI DASAR
Dormansi merupakan keadaan dimana benih tidak berkecambah walaupun
pada kondisi lingkungan yang ideal untuk perkecambahan. Beberapa mekanisme
dormansi terjadi pada benih baik fisik maupun fisiologi, termasuk dormansi
primer dan sekunder (Hasbianto dan Tresniawati, 2013). Faktor fisiologi
contohnya embrio rudimenter, keseimbangan hormonal, dan fenomena after-
ripening. Faktor fisik meliputi impermeable terhadap air dan gas, kulit benih tebal
dan keras, benih mengandung inhibitor, dan adanya penghambatan mekanik.
(Lambers 1992, Schmidt 2002).
Berdasarkan penyebabnya dormasi dapat disebabkan oleh mekanisme dan
bentuknya. Berdasarkan faktor penyebab, dormansi terbagi atas (a) Imposed
dormancy (quiscence), yaitu dormansi yang terjadi akibat terhalangnya
pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak
menguntungkan. (b) Innate dormancy (rest), yaitu dormansi yang disebabkan oleh
keadaan atau kondisi di dalam organ-organ benih itu sendiri. Berdasarkan
mekanisme di dalam benih, dormansi terdiri atas (a) Mekanisme fisik, merupakan
dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ benih itu
sendiri. Dormansi kategori ini terbagi menjadi mekanis, fisik dan kimia.
Hambatan mekanis yaitu embrio tidak berkembang karena dibatasi secara
fisik. Hambatan fisik yaitu terganggunya penyerapan air karena kulit benih yang
impermeabel. Hambatan kimia yaitu bagian benih/buah mengandung zat kimia
penghambat. (b) Mekanisme fisiologis, merupakan dormansi yang disebabkan
oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis, terbagi menjadi
photodormancy, immature embryo, dan thermodormancy. Photodormancy terjadi
di mana proses fisiologis dalam benih terhambat oleh keberadaan cahaya.
Immature embryo yaitu proses fisiologis dalam benih terhambat oleh kondisi
embrio yang tidak/belum matang. Sedangkan thermodormancy yaitu proses
fisiologis dalam benih terhambat oleh suhu (Hasbianto dan Tresniawati, 2013).
Pemecahan dormansi bermanfaat untuk meningkatkan kecambah normal
dan indeks vigor serta mempercepat indeks laju perkrcambahan (Syahri et al.,
2015). Pada praktikum kali ini untuk pematahan dormansi digunakan benih tomat
dan trembesi benih tomat merupakan benih yang pipih, berbulu, dan diselimuti
daging buah. Warna bijinya ada yang putih, putih kekuningan, ada juga yang
kecoklatan. Tipe perkecambahannya epigeal (Tugiyono, 2007). Sedangkan biji
trembesi memiliki bentuk ellipsoid, gemuk, pipih di kanan kiri membentuk huruf
u dan berwarna kekuningan, permukaannya halus, biji berwarna mengkilat dengan
panjang biji 8-11,5 mm dan lebar biji 5-7,5 mm. Bini dapat disimoan pada suhu
40 derajat dengan kelembaban 6-8%. Bisa juga disimpan pada suhu 50 derajat
untuk menjaga kelangsungan hidup setahun kedepan (Utami, 2011).
Fator-faktor yang dapat menghambat dormansi pada benih tomat adanya
zat inhibitor. Lendir pada buah tomat merupakan zat inhibitor bagi benih tomat
yang dihasilkan. Lendir yang menempel pada benih akan menghambat
perkecambahan (Prasetya et al., 2017). Zoran el al., (2014) juga menyebutkan
bahwa distribusi likopen dalam buah tomat tidak seragam, meskipun kandungan
likopen tidak sebanyak pada kulit buah tomat, lendir dan cairan buah tomat juga
mengandung likopen. Kulit buah tomat memiliki kandungan likopen tertinggi,
yaitu sebesar 37% dari total buah atau 3-6 kali lipat lebih tinggi dibandingkan
dengan cairan buah tomat. Lendir tersebut menyelimuti biji dan menyumbat
lubang perkecambahan pada biji tomat, sehingga harus dihilangkan. Hal ini dapat
disebut dormansi fisik. Dormansi fisik yang disebabkan oleh pembatasan
struktural terhadap perkecambahan biji, seperti kulit biji yang keras dan kedap
sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas-gas ke
dalam benih tanaman (Sutopo, 2012).
Faktor yang mempengaruhi dormansi pada benih trembesi terletak pada
fisiknya. Menurut Schmidt (2002), dormansi fisik disebabkan oleh kulit buah
yang keras dan impermeable atau penutup buah yang menghalangi imbibisi dan
pertukaran gas. Oleh karena itu, diperlukan skarifikasi yang tepat terhadap benih
trembesi untuk mematahkan dormansinya (Lubis et al., 2014).
Tetrazolium test merupakan uji aktivitas enzim dehidrogenase pada
jaringan biji, sehingga diketahui jaringan tersebut hidup atau mati pada embrio.
Prinsip dasar uji ini adalah reduksi chemikalia yang dipakai 3,3,5 Triphenil
tetrazolium chloride yang semula tidak berwarna menjadi formasan yang
berwarna merah Intensitas pewarnaan jaringan menunjukan viabilitas jaringan
tersebut. Tempat/jaringan tertentu pada biji ternyata mati, dipastikan biji tersebut
tidak mampu berkecambah atau berkecambah tidak normal (Vanilla et al., 2000
dalam Subantoro, 2013)
BAB III
METODOLOGI
1.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut
4.1 Pengamatan
Tabel4.1.1 Nilai PB dan DB Benih Tomat dengan berbagai perlakuan dengan
metode UKDDP
Perlakuan PB DB
Dicuci dengan air 95 30
Direndam dengan ZPT 90 45
Kontrol 50 0
4.2 Pembahasan
Metode pencucian benih terutama dilakukan untuk mendeteksi cendawan-
cendawan yang membentuk struktur di permukaan benih. Pengujian dapat
dilakukan secara cepat dan mudah, namun pengujian dengan cara ini memiliki
keterbatasan karena cendawan yang berada di dalam jaringan benih tidak dapat
diketahui atau terdeteksi. Hasil pengujian tersebut tidak dapat menggambarkan
tingkat infeksi dan infestasi patogen pada benih (Harahap, 2010). ZPT merupakan
senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi yang rendah dapat
mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan
perkem- bangan tanaman (Davies, 1995 dalam Asra, 2014). Salah satu zat
pengatur tumbuh yang sering digunakan adalah giberelin yang banyak berperan
dalam mempengaruhi berbagai proses fisiologi tanaman. Hopkin (1995) dalam
Asra (2015) melaporkan bahwa giberelin berperan dalam pembentangan dan
pembelahan sel, pemecahan dormansi biji sehingga biji dapat berkecambah,
mobilisasi endosperm cadangan selama pertumbuhan awal embrio, pemecahan
dormansi tunas, pertumbuhan dan perpanjangan batang, perkembangan bunga
dan buah, pada tumbuhan roset mampu memperpanjang internodus sehingga
tumbuh memanjang.
Berdasarkan hasil pengamatan dilakukan penanaman benih tomat dicuci
air, diberi ZPT giberelin dan tanpa perlakuan dengan metode UKDP didapatkan
tomat dengan perlakuan ZPT giberelin memiliki daya kecambah yang paling besar
yaitu 45%. Sedangkan pada benih tomat yang tidak diberi perlakuan tidak ada
benih yang tumbuh sehingga daya berkecambahnya 0%. Adapun yang dicuci
dengan air menunjukan daya berkecambah 30%. Hal tersebut sesuai dengan
literatu dari (Muharni, 2002) perendaman dengan ZPT giberelin dapat
mempercepat proses perkecambahan benih, dan meatahkan dormansi dengan
karena GA3 merupakan hormon perangsang perkecambahan (Muharni, 2002).
Kemudian, pencucian dengan air juga dapat memisahkan benih dari komponen
dan zat lain dari tomat, karena jika tidak dibersihkan dengan baik akan
mempengaruhi mutu benih terutama selama penyimpanan benih (Widiarti, 2016).
Umumnya perlakuan pematahan dormansi diberikan secara fisik, seperti
skarifikasi mekanik dan kimiawi. Salah satu contoh skarifikasi mekanik yaitu
dengan pengamplasan. Kecepatan tumbuh berpengaruh nyata pada perlakuan
skarifikasi karena skarifikasi yang dapat menipiskan kulit benih maka
metabolisme benih juga akan lebih mudah. Enzim-enzim hidrolase akan aktif
dalam menghidrolisis cadangan makan dalam benih (endosperm) jika air dalam
benih cukup tesedia.(Silomba, 2006 dalam Kartika et al., 2015). Sedangkan salah
satu contoh pemecahan dormansi skarifikasi kimiawi adalah dengan penambahan
H2SO4. Asam kuat sangat efektif untuk mematahkan dormansi pada biji yang
memiliki struktur kulit keras, asam sulfat (H2SO4) sebagai asam kuat dapat
melunakkan kulit biji sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah dan proses
perkecambahan menjadi lebih cepat(Gardner et al., 1991 dalam Tanjung et al.,
2017). Pematahan dormansi pada benih juga dapat dilakukan secara fisika dengan
menggunakan teknik perendaman benih dalam air panas. Perendaman akan
membuat kulit benih yang keras menjadi lunak dengan pemberian air panas,
sehingga akan mempercepat proses imbibisi pada benih jika dibandingkan dengan
imbibisi yang terjadi secara alami tanpa ada perlakuan pada benih (Mustika,
2017).
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan benih trembesi dengan
perlakuan pengamplasan yang ditanam dengan metode ukddp memiliki daya
berkecambah paling tinggi yaitu 85%. Pada biji trembesi yang direndam dengan
H2SO4 daya berkecambahnya 30%. Sedangkan pada benih trembesi yang
direndah air mendidih, direndam alkohol dan kontrol tidak ada yang berkecambah
ketita dilakukan last day count yaitu 0%. Menurut kartika et al., (2015)
Pengamplasan memperlihatkan hasil yang paling baik dalam daya
berkecambahnya karena terjadi penipisan pada kulit benih maka metabolisme
benih juga akan lebih mudah. Enzim-enzim hidrolase akan aktif dalam
menghidrolisis cadangan makan dalam benih (endosperm) jika air dalam benih
cukup tesedia. Selain itu pada peendaman dengan H2SO4 juga menunjukan adaya
daya berkecambah trembesi Menurut Sutopo (1993) larutan asam kuat seperti
asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit benih menjadi lunak
sehingga dapat dilalui air dengan mudah.
Prinsip kerja uji tetrazolium yaitu membedakan antara benih yang hidup
dari yang telah mati didasarkan atas kecepatan relatif respirasinya dalam keadaan
basah. Meskipun selama respirasi ini banyak enzim yang aktif, tetapi tetrazolium
test ini menggunakan aktivitas enzim dehidrogenase sebagai indeks bagi
kecepatan respirasi dan viabilizas ion hidrogen yang mengoksidasi garam
tetrazolium yang tidak berwarna, berubah berdasarkan pola pengecatan topografis
embrio dan intensitasnya (Subantoro dan Prabowo, 2013).
Hasil uji tertrazolium pada benih jagung dan kacang merah menunjukan
pada kedua benih tersebut terwarnai bagian bagiannya menjadi warna merah.
Warna merah tersebut menandakan bahwa pada kedua jenih benih tersebut hidup.
Dan benih dapat melakukan perkecambahan. Hal tersebut sesuai dengan literatur
Widajati et al., (2013) yang mengatakan bahwa pola warna merah pada bagian-
bagian penting embrio benih mengindikasi benih mampu menumbuhkan embrio
menjadi kecambah normal. Luas dari bagian yang merah (jaringan hidup) dan
bagian yang tidak berwarna (jaringan mati atau nekrotik) memberikan informasi
yang sangat menentukan untuk menentukan termasuk benih mati atau hidup.
Menurut Subantoro dan Prabowo (2013) bagian benih jagung yang dominan
berwarna merah kehitam-hitaman atau berwarna coklat kehitaman dapat
diindikasi bahwa pertumbuhan benih menjadi lambat dan abnormal.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Metode Perlakuan pemecahan dormansi yang paling efektif untuk
benih tomat berdasarkan presentase daya berkecambah dengan metode
UKDdp dan substrat tanah adalah dengan direndam ZPT giberellin
2. Metode Perlakuan pemecahan dormansi yang paling efektif untuk
benih trembesi berdasarkan presentase daya berkecambah dengan
metode UKDdp dan substrat tanah adalah dengan diamplas dan
direndam air mendidih
3. Kualitas benih jagung dapat berkecambah ketika diuji dengan
pewarnaan tetrazolium
4. Kualitas benih kacang merah dapat berkecambah ketika diuji
pewarnaan tetrazolium adalah
5.2 Saran
Saran dalam melakukan praktikum “Pemecahan Dormansi Benih (Trembesi
dan Tomat) dan Uji Tetrazolium Topografi Benih (Kacang Merah dan Jagung
)”
1. Sebaiknya digunakan benih komoditas pertanian yang lebih beragam agar
praktikan banyak pemecahan dormasi pada setiap benih pertanian
2. Untuk benih trembesi sebaiknya digantikan dengan benih yang memiliki
kulit keras namun masih komoditas pertanian karena benih trembesi itu
lebih ke komoditas kehutan.
3. Sebaiknya saat pengerjaan uji tetrazolium dapat diakukan oleh semua
praktikan tidak hanya perwakilannya saja agar semuanya paham.
DAFTAR PUSTAKA
Asra, Revis. 2014. “Pengaruh Hormon Giberelin (GA3) Terhadap Daya
Kecambah dan Vigoritas Calopogonium caeruleum”. Jurnal
Biospecies, 7(1): 29-33.
Harahap, Lenny Hartati. 2010. “Pengujian Kesehatan Benih Impor di
Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian Belawan”. [Online]
diakses melalui www.bbkpbelawan.deptan.go.id tanggal 18 Maret
2018 pukul 19.51 WIB.
Hasbianto, Agus dan Cici Tresniawati. 2013. "Efektivitas Teknik Pematahan
Dormansi Pada Beberapa Genotipe Jarak Kepyer (Ricinus
communis L.)". Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian.
Banjarmasin: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Lubis, Yuli Ardani, Melya Riniarti, dan Afif Bintoro. 2014. “Pengaruh Lama
Waktu Perendaman dengan Air terhadap Daya Berkembah Trembesi
(Samanea saman)”. Jurnal Sylva Lestari, 2(2): 25-32.
Muharni S. 2002. “Pengaruh metode pengeringan dan perlakuan pematahan
dormansi terhadap viabilitas benih kayu afrika (Maesopsis emenii Engl.)”.
[Skripsi]. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Mustika, Armina. 2017. “Pengaruh Pematahan Dormansi dengan Suhu Awal dan
Lama perendaman yang Berbeda Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih
Delima (Punica granatum L.)”. Skripsi. Fakultas Pertanian. Padang:
Universitas Andalas.
Prasetya, Widdi, Ismi Yulianah, dan Sri Lestari. 2017. “Pengaruh Teknik
Ekstraksi dan Varietas dan Viabilitas Benih Tomat (Lycopersicum
esculentum L.)”. Jurnal Produksi Tanaman, 5(2): 257-264.
Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan
Subtropis. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan
Sosial Departemen Kehutanan,
Subantoro, Renan dan Rossi Prabowo. 2013. “Pengkajian Viabilitas Benih dengan
Tetrazolium Test Pada Jagung dan Kedelai”. Mediagro, 9(2): 1-8.
Sutopo, L. 2004. Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sutopo, L. 2012. Teknologi Benih (Edisi Revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Syahri, Ramadhani, Haryati, Jonathan Ginting. 2015. “Pengaruh Perlakuan
Pematahan Dormansi Secara Kimia Terhadap Viabilitas Benih Delima
(Punica granatum L.). Jurnal online Agroteknologi, 3(2): 590-594.
Tanjung, Sufyan Atsauri, Ratna dan Mariati. 2017. “Pengaruh Konsentrasi Dan
Lama Perendaman Asam Sulfat Terhadap Perkecambahan Biji Aren (
Arenga pinnata Merr. )”. Jurnal Agroekoteknologi, 5(2): 396-406.
Zoran, I.S.,K. Nikolaos.,S Ljubomir. 2014.Tomato Fruit Quality form Organic
and Conventional Production. Intech, 4(7): 147-169.
Fitriani, Adistina dan Basir. 2015. "Perkecambahan Benih Trembesi (Samanea
saman) dengan kedalaman dan posisi tanam yang Berbeda". Jurnal
Hutan Tropis, 3(3): 222-226.
Widiarti, Wiwit, Erni dan Pudji. 2016. "Respons Vigor Benih dan Pertumbuhan
Awal Tanaman Tomat Terhadap Konsentrasi dan Lama Perendaman
Asam Klorida (HCl)" . Agritop Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, 151-
160.
Widyawati, N., Tohari, P. Yudono, dan I. Soemardi. 2009. ”Permeabilitas dan
perkecambahan benih aren (Arenga pinnata)”. Jurnal Agronomi Indonesia
37 (2): 152 –158.
LAMPIRAN
Hasil pengamatan Keterangan
Gambar1. Tomat dicuci dengan air