23 - 24 September 2021
Apa Ekspektasi
Bapak/Ibu dalam
mengikuti Pelatihan ini
?
2
Agenda Pelatihan (Hari-1)
Waktu Materi
8.30-10.30 • Indonesia Economy Outlook Summary (2021)
• Dampak Pelemahan Ekonomi ke Industri Keuangan
• Tantangan Utama Industri Keuangan saat ini
• Dampak Covid-19 ke Industri Keuangan
10.45-12.00 • Risiko-risiko utama di Industri Keuangan saat ini
• Pemahaman Risiko Operasional
13.00-14.30 • Kerangka Kerja Manajemen Risiko Operasional
14.45-16.00 • Perangkat Kerja Manajemen Risiko Operasional
• Jenis-jenis laporan Risiko Operasional
3
Agenda Pelatihan (Hari-2)
Waktu Materi
9.00-10.30 • Faktor Penilaian Profil Risiko Operasional
• Prosedur penetapan Risk Appetite
10.45-12.00 • Metode Stress Testing Risiko Operasional
13.00-14.30 • Perhitungan Modal Risiko Operasional (Pendekatan
Indikator Dasar)
14.45-16.00 • Sesi Tanya Jawab
• Selesai
4
Indonesia Economy Outlook Summary (2021)
Perekonomian
• Pertumbuhan ekonomi global masih melambat (Proyeksi
Indonesia 2021: + 4.5% ; 2020: + 5.1%). Actual 1H21: + 7.07%
• Utang luar negeri mengalami kenaikan (Dec20 :Rp. 6.074
triliun; Dec19: Rp.5.620 triliun)
• Realisasi Penerimaan Pajak yang masih belum optimal
(Realisasi 86% dari target 2020; + 97%)
6
Dampak Pelemahan Ekonomi ke Industri Keuangan
7
Dampak Pelemahan Ekonomi ke Industri Keuangan
8
Tantangan Utama Industri Keuangan saat ini
9
Dampak Covid-19 ke Industri Keuangan
Industri Keuangan harus melakukan strategi dan transformasi aktivitas bisnis dan
operasional untuk dapat bertahan dalam situasi ini. Beberapa hal yang dapat
dilakukan antara lain
10
Risiko-risiko Utama di Industri Keuangan saat ini
1. Ketidakpatuhan terhadap kebijakan dan prosedur. Sebagian besar kejadian risiko dan temuan2x
audit/regulator terutama disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap kebijakan dan prosedur yang berlaku
sehingga industri keuangan perlu untuk:
• Terus meningkatkan kesadaran dan budaya risiko agar seluruh karyawan memahami dan memiliki proses
operasional mereka (termasuk untuk meningkatkan kesadaran jika ada prosedur yang tidak
relevan/kadaluarsa).
• Mengingatkan secara rutin tentang kebijakan dan prosedur yang berlaku.
• Menerapkan proses kontrol yang konsisten pada seluruh aktivitas.
• Memperkuat sistem pengendalian internal terutama yang terkait dengan laporan keuangan dengan
melakukan proses rekonsiliasi atas transaksi keuangan.
• Memperkuat pegelolaan aset (Stock Opname, Proses penyimpanan)
• Memberikan sangsi kepada setiap karyawan yang melakukan pelanggaran (sesuai ketentuan)
2. Kejahatan keuangan. Upaya penipuan yang dilakukan oleh pihak eksternal melalui penggunaan akun dan
pengambil alihan akun (account take over) sehingga industri keuangan perlu untuk mengembangkan sistem
pemantauan atas transaksi keuangan.
3. Kejahatan kecurangan (Fraud). Kejadian fraud khususnya dalam bisnis ritel mengalami tren peningkatan yang
sebagian besar dari penyalahgunaan dana nasabah (take over, penggelapan cicilan dan pencairan pinjaman),
pemalsuan tanda tangan nasabah dan penggelembungan rekening. Memberikan edukasi kepada nasabah
tentang keamanan data dan transaksi, membuat sistem pemantauan atas transaksi fraud
4. Publikasi negatif. Persaingan bisnis diantara Industri keuangan telah meningkatkan publikasi negatif terutama
dengan adanya kemajuan teknologi saat ini. Industri keuangan perlu untuk memantau dan mengelola dengan
cermat setiap complaints yang masuk di sosial media, memantau penyalahgunaan akun untuk aktivitas ilegal
(perjudian online, pembelian barang ilegal, dll), , proses verifikasi KYC yang lebih unit mis: face recoqnition dan
berkoordinasi dengan KOMINFO dalam pemantauan media sosial dan Web
5. Pengkinian data nasabah. Industri keuangan senantiasa melakukan pengkinian data nasabah untuk
menghindari multiple risk yang timbul dari nasabah.
11
Risiko-risiko Utama di Industri Keuangan saat ini
6. Kebocoran informasi, keamanan cyber. Industri keuangan perlu meningkatkan keamanan dan kesadaran
keamanan informasi kepada semua karyawan, membuat sistem DLP (Data Loss Prevention) dan meningkatkan
fungsi pengawasan dari supervisor
7. Korupsi dan penyuapan. Industri keuangan perlu memiliki ketentuan dalam menerapkan Anti Korupsi dan
penyuapan
8. Kelemahan SDM (Sumber Daya Manusia). Industri keuangan perlu memastikan pemantauan dan pemenuhan
karyawan yang memiliki posisi kritikal, Pelatihan dan mekanisme pemberian sangsi kepada karyawan yang
melakukan kesalahan, dan pelaksanaan disiplin terhadap cuti block leave.
9. Ketidakpatuhan terhadap regulasi. Industri keuangan perlu mengurangi jumlah sangsi dan temuan (laporan
yang tidak akurat, keterlambatan laporan, keterlambatan pembayaran pajak, dll). Unit kerja Kepatuhan juga
termasuk memastikan setiap kebijakan dan prosedur sudah diupdate dan tidak bertentangan dengan regulasi.
10. Kesiapan Infrastruktur. Industri keuangan perlu memastikan kesiapan infrastruktur dalam menjalankan
aktivitasnya, mengeksplorasi otomasi untuk mengurangi proses manual dan pembaharuan sistem dan
infrastruktur yang sudah ketinggalan jaman untuk terus menjaga ketersediaan dan keandalan sistem.
11. Pandemic. Industri keuangan perlu memberikan bimbingan/pelatihan berkelanjutan yang diperlukan untuk
semua karyawan untuk menjaga ketepatan waktu dan kualitas penyelesaian pekerjaan, menyesuaikan prosedur
dengan kondisi terkini dan mempersiapkan infrastruktur untuk mendukung pekerjaan secara WFH.
12. Bencana Alam. Industri keuangan perlu memastikan kesiapan jika terjadi bencana alam melalui BCM (Business
Continuity Management).
13. Geopolitik. Keputusan/ peraturan pemerintah yang tidak menguntungkan bagi pihak tertentu yang dapat
menimbulkan demonstrasi dan situasi politik yang tidak menguntungkan/kondusif. Misal : Omnibus Law.
12
D E F I N I S I R I S I KO O P E R A S I O N A L
13
C A KU PA N D E F I N I S I R I S I KO O P E R A S I O N A L
14
FA K TO R P E N Y E B A B R I S I KO O P E R A S I O N A L
15
C O N TO H K E JA D I A N R I S I KO O P E R A S I O N A L
Sistem Manusia
• Aplikasi rusak • Internal Fraud
• Server Down • Kesalahan input transaksi
akibat kelalaian
staf/Supervisor
• Kesalahan akibat
ketidakpahaman staff dalam
memahami proses atau
prosedur
Proses Internal
Kejadian Eksternal
• Kesalahan pencairan transaksi
• External fraud karena belum ada prosedur
• bencana alam (gempa, tsunami, yang mengatur suatu proses
banjir) • Kesalahan transfer akibat
belum ada limit, dual control,
• Serangan kriminal
segregation of duty.
• Cyber attack
16
HUBUNGAN SEBAB AKIBAT RISIKO OPERASIONAL DENGAN RISIKO
LAINNYA
17
DAMPAK RISIKO OPERASIONAL
18
J E N I S K E J A D I A N R I S I KO O P E R A S I O N A L
1. Internal Fraud
Kerugian yang disebabkan karena tindakan penipuan, penyalahgunaan properti atau melanggar
peraturan, kebijakan hukum atau perusahaan yang melibatkan setidaknya satu pihak internal.
Contoh : Pemalsuan , Pencurian Data / Informasi, Penyuapan
19
J E N I S K E J A D I A N R I S I KO O P E R A S I O N A L
4. Damage to Physical Assets
Kerugian yang ditimbulkan dari kehilangan atau kerusakan aset fisik karena bencana alam atau kejadian
lainnya.
Contoh : kerusakan gedung karena kejadian Kebakaran
7. External Fraud
Kerugian yang disebabkan karena tindakan penipuan, penyalahgunaan property atau melanggar hukum,
yang dilakukan oleh pihak ketiga.
Contoh : cyber attack, Pemalsuan indentitas oleh debitur
20
PEMETAAN FAKTOR PENYEBAB DENGAN JENIS KEJADIAN RISIKO
OPERASIONAL
21
Latihan 1 – Identifikasi Faktor Penyebab dan Jenis Kejadian Risiko
Operasional dibawah:
22
Latihan 2 – Identifikasi Faktor Penyebab dan Jenis Kejadian Risiko
Operasional dibawah dan apa yang menjadi kelemahan proses
Barings Bank, 1995
Pada 1995 Baring Brothers and Co. Ltd. (Barings),
London, bangkrut setelah merugi GBP 827 juta
23
KERANGKA KERJA MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL
24
STRUKTUR TATA KELOLA RISIKO OPERASIONAL
STRATEGI “3 LINI PERTAHANAN”
“secara umum menggunakan strategi “tiga lini pertahanan”
Collaboration
/others
25
STRUKTUR TATA KELOLA RISIKO OPERASIONAL
STRATEGI “3 LINI PERTAHANAN”
26
PROSES MANAJEMEN RISIKO OPERASIONAL
1. Identifikasi Risiko
2. Penilaian Risiko Inheren
3. Identifikasi Kontrol
4. Penilaian Risiko Residual & Rencana tindak lanjut
perbaikan
5. Tinjauan Risiko & Evaluasi
27
1. Identifikasi Risiko
• Apa saja risiko Operasional yang dapat terjadi dari proses tersebut
C. Risiko
Berikut ini adalah contoh dari alur kerja dari proses transfer
29
Risiko
Identifikasi risiko dengan menggunakan 7 Jenis Kejadian Risiko Operasional
30
Berikut ini adalah contoh identifikasi risiko operasional dari proses Transfer
Proses Jenis Risiko Operasional
Transfer Internal Fraud:
• N/A
Eksternal Fraud:
• Pemalsuan identitas
31
Sebagai alat validasi, identifikasi risiko operasional dapat juga
berasal dari:
32
2. Penilaian Risiko
Membuat Matrik Tingkat Risiko (Risk Rating Matrix) untuk melakukan penilaian
Risiko Operational
High
Medium
Low
33
Contoh Matrix Impact & Likelihood
34
3. Identifikasi Kontrol
Kontrol didesain untuk mencegah terjadinya risiko atau mengurangi risiko.
35
D ESA I N KO N T R O L
Apa resikonya?
36
Contoh pembuatan desain kontrol
Risiko Kontrol
Keterlambatan Supervisor melakukan rekonsiliasi setiap
Pembukaan hari antara instruksi pembukaan
Rekening rekening dengan pembukaan rekening
yang tercantum dalam serah terima
untuk mencegah keterlambatan
pembukaan rekening.
37
Latihan
Pembuatan Risk Register
38 38
Latihan : Berikut adalah proses penilaian jaminan yang ada di Bisnis Kredit Konsumsi.
Lakukan Identifikasi & Penilaian atas Risiko serta kontrol yang dapat dilakukan
39
4. Penilaian Risiko Residual & Rencana tindak lanjut perbaikan
• Risiko residual adalah risiko yang masih ada setelah dilakukan kontrol
• Efektifitas kontrol dapat dilihat dari Likelihood pada risiko residual dimana harus lebih rendah
dari Likelihood pada risiko inheren
• ORM dan unit kerja terkait memantau status penyelesaian Action Plan
• Untuk perpanjangan waktu penyelesaian harus dengan persetujuan Direktur terkait.
40
5. Tinjauan Risiko & Evaluasi
Perlu dilakukan review secara berkala (Minimal 1x dalam setahun) terhadap Risk Register
41
Perangkat Kerja ORM dan berdasarkan fungsinya..
42
Hubungan antar perangkat kerja
43
I. Risk & Control Self Assessment (RCSA)
44
I. Tahapan Pelaksanaan RCSA
Metode Pengujian 1) Menggunakan metode sampling maksimum 10% atau maksimum 30 dari total
Kontrol sampel data yang telah ditentukan
2) Penambahan lebih sampel data dapat dilakukan jika perlu
3) Sampel data yang dipilih harus berada dalam periode penilaian (sampel data
harus tersebar di seluruh bulan pada periode penilaian)
4) Sampel data yang sama dapat digunakan untuk menguji kontrol yang berbeda
5) Dari hasil pengujian sampel ditemukan <=10% kesalahan dapat menggunakan 5
sampel tambahan untuk pengujian kembali. Apabila dari 5 sampel ditemukan
kesalahan maka kontrol tidak efektif, sebaliknya apabila tidak ditemukan
kesalahan maka kontrol dapat dinilai efektif.
6) Dari hasil pengujian sampel ditemukan >10% kesalahan maka kontrol dinilai
tidak efektif
46
P E N G U J I A N KO N T R O L S E C A R A I N D E P E N D E N D A PAT
D I TA M B A H K A N S E B A G A I VA L I D A S I . .
47
PENILAIAN RISIKO RESIDUAL
48
RENCANA PERBAIKAN
• Unit kerja bertanggung jawab untuk membuat rencana perbaikan.
• Untuk perpanjangan waktu penyelesaian harus mendapatkan persetujuan dari pejabat
yang berwenang.
• Melaporkan tindak lanjut perbaikan yang melewati jatuh tempo ke Komite Manajemen
Risiko.
• Membuat prioritas terhadap rencana perbaikan sesuai tingkat risiko yang ada.
49
TINJAUAN RISIKO DAN EVALUASI
50
Latihan
Pembuatan RCSA
51 51
II. Key Risk Indicator
52
II. Pedoman Pembuatan KRI (Key Risk Indicators)
53
Latihan
Pembuatan KRI
54 54
III. Risk/Loss Event Database
55
Ketentuan pelaporan Risk/Loss Event Database
56
Jenis-jenis laporan Risiko Operasional
57
Jenis-jenis laporan Risiko Operasional
58
L a t i h a n S o a l Pe m a h a m a n R i s i k o O p e r a s i o n a l
59
L a t i h a n S o a l Pe m a h a m a n R i s i k o O p e r a s i o n a l
60
L a t i h a n S o a l Pe m a h a m a n R i s i k o O p e r a s i o n a l
61
Faktor Penilaian Profil Risiko
62
F a k t o r Pe n i l a i a n P r o f i l R i s i k o
• Risiko Inheren adalah risiko yang melekat pada • Bertujuan untuk menilai dan mengevaluasi efektifitas
kegiatan bisnis yang berpotensi mempengaruhi penerapan manajemen risiko sesuai prinsip-prinsip
keuangan LJKNB. yang diatur dalam POJK dan SEOJK
• Ditentukan berdasarkan penilaian 8 jenis risiko. • Prinsip penilaian terhadap 4 aspek yaitu:
• Parameter terdiri dari kuantitatif dan kualitatif. 1. Tata Kelola
• Penetapan tingkat risiko inheren untuk setiap jenis 2. Kerangka Manajemen Risiko
risiko dikategorikan ke dalam lima peringkat: 3. Proses Manajemen Risiko, Sistem informasi
1. rendah manajemen & SDM
2. sedang rendah 4. Sistem pengendalian risiko.
3. sedang • Bervariasi sesuai ukuran, kompleksitas, dan tingkat
4. sedang tinggi risiko yang ditoleransi LJKNB
5. tinggi • Penetapan tingkat kualitas penerapan manajemen
• Semakin rendah penilaian semakin baik kondisi risiko untuk masing-masing risiko dikategorikan ke
LJKNB. dalam 5 peringkat:
1. Kuat
2. Agak Kuat
3. Cukup
4. Agak Lemah
5. Lemah
• Semakin rendah penilaian semakin baik kondisi
LJKNB.
F a k t o r Pe n i l a i a n P r o f i l R i s i k o
1. Perlu diperhatikan signifikansi atau materialitas (Bobot) dari masing-masing jenis risiko
sehingga profil risiko benar benar mencerminkan kondisi Bank.
2. Dapat memberikan gambaran umum mengenai profil risiko Bank.
64
F a k t o r Pe n i l a i a n P r o f i l R i s i k o
• Expert judgement
• Cocok untuk parameter risiko yg tidak memiliki basis data yg kuat
• Pros: Lebih mudah disusun, proses yg lebih cepat
• Cons: Ada kecenderungan subjektif, tidak bisa ditracking, dan lebih mudah di-challenge oleh
pihak lain
65
Pe n i l a i a n P r o f i l R i s i k o I n h e r e n
Operasional
Aspek Penilaian
1. Karakteristik dan kompleksitas bisnis
2. Sumber Daya Manusia
3. Teknologi Informasi & Infrastruktur Pendukung
4. Fraud
5. Kejadian Eksternal
6. Tingkat Interaksi dan ketergantungan perusahaan
66
Simulasi Penyusunan Kertas Kerja
Profil Risiko (Penentuan Parameter
dan Bobot Risiko)
67
Prosedur penetapan Risk Appetite
68
D e f i n i s i d a n Tu j u a n
69
S t r u k t u r Ta t a Ke l o l a R i s k A p p e t i t e
1 1. Dewan Komisaris
• Memberikan persetujuan atas Kerangka Kerja Risk Appetite (RA)
• Memberikan persetujuan atas keseluruhan RA perusahaan,
termasuk perubahannya
2. Direksi
• Memastikan agar risk appetite diintegrasikan pada proses
perencanaan stratejik dan penetapan budget tahunan
• Mengkaji ulang dan merekomendasikan RA perusahaan
70
S t r u k t u r Ta t a Ke l o l a R i s k A p p e t i t e
2. Strategic Planning
• Menyusun tujuan stratejik perusahaan bersama dengan berbagai
fungsi kerja serta memastikan agar tujuan bisnis dan target
keuangan perusahaan konsisten dengan risk appetite Perusahaan
• Memastikan agar rencana permodalan dan risk appetite
perusahaan yang telah disetujui dapat diintegrasikan dalam
proses perencanaan stratejik dan penetapan budget tahunan
3. Finance (FNC)
4 • Menyusun rencana permodalan perusahaan
• Menilai kecukupan modal yang tersedia secara berkala guna
memenuhi modal yang dibutuhkan
71
S t r u k t u r Ta t a Ke l o l a R i s k A p p e t i t e
72
Pe n e t a p a n R i s k A p p e t i t e
Menghubungkan tujuan dan target pencapaian bisnis dengan risiko yang akan dipersiapkan guna
mencapai tujuan tersebut.
Contoh dari tujuan dan target pencapaian bisnis yang dituangkan dalam pernyataan pada dokumen
rencana bisnis atas visi dan misi perusahaan:
• Perusahaan akan fokus dalam menyediakan pembiayaan bagi segmen konsumen, SME, dan
perusahaan besar di Indonesia.
• Perusahaan tidak mementingkan pencapaian secara jangka pendek yang dapat mengorbankan
pencapaian secara jangka panjang
• Perusahaan akan senantiasa mempertahankan kekuatan neraca, mengelola risiko konsentrasi
kredit, mengoptimalkan penggunaan modal, membatasi volatilitas pendapatan, mengelola risiko
operasional dengan baik dan memelihara talenta utama
73
Pe n e t a p a n R i s k A p p e t i t e
Berdasarkan tujuan dari strategi dan target pencapaian bisnis yang dituangkan dalam pernyataan dapat
dibagi ke dalam 6 dimensi:
Setiap Dimensi Risk Appetite tersebut ditentukan cakupan risiko-risiko utama Perusahaan dan dapat
diukur secara kuantitatif.
74
Pe n e t a p a n R i s k A p p e t i t e
75
Pe n e t a p a n R i s k L i m i t
76
Pe m a n t a u a n R i s k A p p e t i t e d a n R i s k L i m i t
77
P r i n s i p p r i n s i p Pe n g e l o l a a n R i s k A p p e t i t e
• Risk Appetite juga dapat diturunkan ke fungsi kerja bisnis sebagai Risk Appetite Fungsi Kerja Bisnis
• Terdapat Risk Appetite yang tidak dapat diturunkan seperti Peringkat perusahaan, Rasio Kecukupan
Modal, Rasio Leverage
• Risk Appetite dikaji ulang minimal sekali dalam setahun untuk memastikan kesesuaian dengan segala
perubahan lingkungan bisnis dan operasional.
• Selain itu, Risk Appetite juga harus dikaji ulang (dan direvisi apabila dibutuhkan) apabila terdapat
perubahan sebagai berikut:
1. Perubahan persyaratan peraturan (misal: persyaratan modal atau likuiditas baru)
2. Perubahan dalam asumsi model-model risiko
3. Peristiwa dan/atau kerugian yang bersifat material
• Untuk memastikan bahwa pengambilan risiko sejalan dengan Risk Appetite dan kinerja bisnis tetap
berada dalam batas yang diinginkan, kinerja bisnis dan pengambilan / penerimaan risiko harus
dipantau dan dibandingkan dengan risk appetite yang telah ditetapkan.
78
Metode Stress Testing Risiko
Operasional
79
D e f i n i s i , Tu j u a n & M a n f a a t
Stress Testing adalah suatu teknik penilaian untuk mengintegrasikan strategi bisnis, manajemen
risiko dan perencanaan modal.
Tujuan dari stress testing adalah untuk mengidentifikasi potensi risiko yang mungkin mempengaruhi
modal, pendapatan atau likuiditas agar dapat melakukan persiapan yang lebih baik atau rencana
kontinjensi.
Manfaat
80
Metode Stress Testing
Catatan
• Tes sensitivitas (Sensitivity
tests) sangat jarang
digunakan dalam stress
testing untuk Risiko
Operasional. Metode ini lebih
berguna dalam menilai risiko
pasar atau kredit dengan
variabel kuantitatif yang
dinamis dan fluktuatif.
• Stress testing untuk risiko
operasional lebih cocok
dengan menggunakan model
teoritis dengan membuat
skenario atas risiko yang
parah namun masuk akal.
• Pendekatan skenario
sebaiknya menggunakan
“Historical Scenario” karena
telah mempunyai kronologi
kejadian dan data yang dapat
dipergunakan sebagai dasar
analisa
81
Scenario Analysis
Analisis skenario (Scenario Analysis) adalah suatu proses untuk mengidentifikasi kemungkinan
kejadian risiko di masa depan berdasarkan data historis, top & emerging risk yang sedang ada atau
indikator Risiko dengan trend memburuk
Analisis skenario dapat dikaitkan dengan kejadian risiko yang dapat meningkatkan kerugian kredit,
penurunan nilai agunan, tekanan pada likuiditas, dll.
82
Kerangka Kerja Stress Testing Scenario analysis
Mgmt Mgmt
Scenario Scenario Stress
Base Action Action Analysis Reporting Comms Review
Creation Approval Numbers
Review Numbers
83
Prinsip Dasar
Tidak ada pendekatan “Baku” untuk pemodelan stress testing risiko operasional. Bank dapat memilih
model yang diinginkan dan harus dipilih dengan cermat
Contoh Model yang dapat dipergunakan untuk Operational Risk Stress Testing Scenario Analysis
84
Operational Risk Stress Testing
85
Kewajiban Perhitungan ATMR
Risiko Operasional dengan
Pendekatan Standar
SEOJK 6/SEOJK.03/2020
86
Latar Belakang
1
87
Po k o k Po k o k Pe n g a t u r a n
1. Bank wajib melakukan perhitungan ATMR Risiko Operasional menggunakan Pendekatan Standar.
88
Ke t e n t u a n U m u m
Berdasarkan POJK 6 /SEOJK.03/2020 tentang Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko
Operasional dengan menggunakan pendekatan standar bagi Bank Umum
1. Risiko Operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses intern,
memengaruhi operasional Bank. Risiko hukum termasuk risiko operasional yang timbul antara lain
karena eksposur terhadap denda, penalti, dan/atau hukuman yang diakibatkan oleh tindakan
pengawasan (supervisory action) maupun penyelesaian secara perdata, namun tidak termasuk
2. Risiko Operasional merupakan salah satu risiko yang perlu diperhitungkan dalam perhitungan
kecukupan modal selain Risiko Kredit, Risiko Pasar, dan risiko yang bersifat material. Oleh karena itu,
sebagaimana telah diatur dalam POJK KPMM, Bank memperhitungkan ATMR untuk Risiko
89
Pe r u b a h a n Pe r h i t u n g a n
90
Pe r h i t u n g a n AT M R
R i s i k o O p e r a s i o n a l – Pe n d e k a t a n S t a n d a r
Berdasarkan POJK 6 /SEOJK.03/2020 tentang Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko
Operasional dengan menggunakan pendekatan standar bagi Bank Umum
1. Indikator Bisnis (IB) yaitu proksi untuk Risiko Operasional berdasarkan laporan keuangan.
2. Komponen Indikator Bisnis (KIB) yaitu komponen yang dihasilkan melalui perkalian antara IB dengan
3. Faktor Pengali Kerugian Intern (FPKI) yaitu faktor pengali yang dihitung berdasarkan nilai rata-rata
4. Modal Minimum Risiko Operasional (MMRO) dengan menggunakan pendekatan standar yaitu
modal minimum yang dihitung berdasarkan hasil perkalian antara KIB dan FPKI dengan rumus
91
Pe r h i t u n g a n AT M R
R i s i k o O p e r a s i o n a l – Pe n d e k a t a n S t a n d a r
Berdasarkan POJK 6 /SEOJK.03/2020 tentang Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko
Operasional dengan menggunakan pendekatan standar bagi Bank Umum
5. Dalam memperhitungkan KIB, Bank dibagi dalam 3 (tiga) kategori (bucket) yang dibedakan
6. Dalam hal Bank bermaksud mengajukan permohonan persetujuan kepada Otoritas Jasa Keuangan
untuk dapat:
a. memperhitungkan data kerugian intern dalam perhitungan FPKI, bagi Bank yang tergolong
b. mengecualikan kejadian kerugian intern Risiko Operasional yang tidak relevan dengan profil
Bank dapat mengajukan permohonan persetujuan secara tertulis kepada Otoritas Jasa Keuangan
melalui:
92
Pe r h i t u n g a n AT M R
R i s i k o O p e r a s i o n a l – Pe n d e k a t a n S t a n d a r
Berdasarkan POJK 6 /SEOJK.03/2020 tentang Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko
Operasional dengan menggunakan pendekatan standar bagi Bank Umum
7. Untuk menghitung ATMR untuk Risiko Operasional dalam perhitungan KPMM, Bank menggunakan
8. Perhitungan ATMR untuk Risiko Operasional dengan menggunakan pendekatan standar digunakan
Contoh: ATMR untuk Risiko Operasional tahun 2023 akan digunakan dalam perhitungan rasio
KPMM posisi bulan Januari 2023 sampai dengan bulan Desember 2023.
93
Pe r h i t u n g a n AT M R
R i s i k o O p e r a s i o n a l – Pe n d e k a t a n S t a n d a r
Berdasarkan POJK 6 /SEOJK.03/2020 tentang Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko
Operasional dengan menggunakan pendekatan standar bagi Bank Umum
9. ATMR untuk Risiko Operasional dengan menggunakan pendekatan standar pertama kali
diperhitungkan dalam rasio KPMM untuk posisi Januari 2023. Dalam perhitungan rasio KPMM
sampai dengan posisi Desember 2022, Bank tetap menggunakan ATMR untuk Risiko Operasional
dengan menggunakan pendekatan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 24/SEOJK.03/2016 tentang Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko
10. Perhitungan ATMR untuk Risiko Operasional dengan menggunakan pendekatan standar dalam
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan ini diterapkan Bank secara individu dan secara konsolidasi.
11. Tata cara perhitungan ATMR untuk Risiko Operasional dengan menggunakan pendekatan standar
94
Pe r h i t u n g a n Ko m p o n e n I n d i k a t o r B i s n i s ( K I B )
95
Pe r h i t u n g a n Ko m p o n e n I n d i k a t o r B i s n i s ( K I B )
Komponen Bunga, Sewa, Min ( |pendapatan bunga – beban bunga| ; 2,25% * aset produktif)
dan Dividen (KBSD) +
pendapatan deviden
+
Max (pendapatan operasional lainnya ; beban operasional lainnya)
Komponen Jasa (KJ) +
Max (pendapatan jasa dan komisi; biaya jasa dan komisi)
+
|laba rugi bersih posisi trading book|
= 22.520.000.000.000
97
Pe r h i t u n g a n I n d i k a t o r B i s n i s ( I B ) – C o n t o h
Pe r h i t u n g a n
= 25.000.000.000.000
8
98
Pe r h i t u n g a n I n d i k a t o r B i s n i s ( I B ) – C o n t o h
Pe r h i t u n g a n
=
Komponen
Keuangan (KK) = |laba rugi bersih posisi trading book| + |laba rugi bersih posisi banking book|
= 2.500.000.000.000 + 7.500.000.000.000
= 10.000.000.000.000
9
99
Pe r h i t u n g a n I n d i k a t o r B i s n i s ( I B ) – C o n t o h
Pe r h i t u n g a n
Komponen
Bunga, Sewa, Komponen Komponen
Indikator Bisnis (IB) = dan Dividen + Jasa (KJ)
+ Keuangan (KK)
(KBSD)
= 57.520.000.000.000
10
100
Pe r h i t u n g a n I n d i k a t o r B i s n i s ( I B ) – C o n t o h
Pe r h i t u n g a n
Contoh:
Koefisien - a 1. IB = Rp10 triliun
Bucket Rentang IB
KIB = Rp10 triliun * 12% = Rp1,2 triliun
ai
(Rp triliun)
*)
2. IB = Rp23 triliun
1 ≤ 15 12% KIB = (15*12%) + ((23-15)*15%) = Rp3 triliun
2 15 < BI ≤ 450 15%
3. IB = Rp510 triliun
3 > 450 18% KIB = (15*12%) + ((450-15)* 15%) +
((510-450) * 18%)
= Rp77,85 triliun
11
101
Pe r h i t u n g a n F a k t o r Pe n g a l i Ke r u g i a n I n t e r n a l
(FPKI)
FPKI adalah pengalaman kerugian operasional Bank pada tahun-tahun sebelumnya yang mempengaruhi perhitungan modal
untuk risiko operasional => berfungsi sebagai multiplier dalam perhitungan MMRO
Formula
𝐾𝐾 0,
FPKI = 𝐿𝑛 (exp(1) – 1 + 𝐾 8 )
Komponen Kerugian Risiko Operasional (KKRO) =
Ø 15 X Rata-rata data kerugian risiko operasional tahunan yang berkualitas tinggi selama 10 tahun terakhir (atau 5 tahun
dalam masa transisi)
Ø KKRO dihitung berdasarkan nilai netto (nilai bruto dikurangi recovery).
Jika KKRO > KIB, Jika KKRO = KIB, Jika KKRO < KIB,
maka FPKI > 1 maka FPKI = 1 maka FPKI < 1
102
Pe n e t a p a n N i l a i F P K I
Bank tetap menyampaikan laporan data kerugian. Penetapan FPKI berdasarkan data KKRO
Bank dapat memasukkan data kerugian internal Risiko
Operasional dalam perhitungan KKRO sepanjang memenuhi Batasan minimum untuk suatu loss event adalah Rp 1,5
persyaratan kualitatif dan mendapat persetujuan dari OJK Milyar – nilai bruto
103
Pe n e t a p a n N i l a i F P K I – Pe r s y a r a t a n Ku a l i t a t i f
KKRO
𝐾𝐾 0,8
FPKI= 𝐿𝑛 ( 𝑒1 – 1 + 𝑂 )
𝐾𝐼𝐵
104
Pe r s y a r a t a n Ku a l i t a t i f u n t u k Pe n g u m p u l a n D a t a
Ke r u g i a n
Persyaratan kualitatif untuk pengumpulan data kerugian Risiko Operasional terdiri dari kriteria umum dan kriteria khusus
dalam proses pengidentifikasian, pengumpulan, dan perlakuan data kerugian.
A. Kriteria Umum
• Bank harus melakukan:
a. dokumentasi prosedur dan proses untuk melakukan identifikasi, pengumpulan, dan perlakuan atas data
kerugian intern Risiko Operasional;
b. validasi atas prosedur dan proses dimaksud sebelum digunakan dalam perhitungan MMRO; dan
c. kaji ulang atas prosedur dan proses dimaksud secara independen oleh fungsi audit intern dan/atau ekstern.
• Dalam rangka penerapan manajemen risiko, dan pelaksanaan validasi dan/atau kaji ulang pengawasan, Bank
memetakan data kerugian intern ke dalam kategori:
1. kecurangan intern;
2. kejahatan ekstern;
3. praktik ketenagakerjaan dan keselamatan tempat kerja;
4. klien, produk, dan praktik bisnis;
5. kerusakan aset fisik;
6. gangguan aktivitas bisnis dan kegagalan sistem; atau
7. manajemen pelaksanaan, pengiriman, dan pemrosesan.
105
Pe r s y a r a t a n Ku a l i t a t i f u n t u k Pe n g u m p u l a n D a t a
Ke r u g i a n
• Tidak termasuk sebagai 1 (satu) kejadian kerugian operasional (loss event) antara lain:
a. kecurangan intern yang dilakukan oleh pegawai “A” sebanyak beberapa kali, dengan masing-masing
kecurangan intern merugikan bank sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah); dan/atau
b. kesalahan perhitungan kasir bank pada beberapa kantor cabang bank yang secara total merugikan bank
sebesar Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
Beberapa kejadian dimaksud tidak dikategorikan sebagai 1 (satu) kejadian kerugian operasional (loss event) yang
sama, karena dilakukan tidak dalam 1 (satu) waktu atau oleh 1 (satu) pihak yang sama secara bersamaan.
• Bank harus memiliki proses kaji ulang secara independen terhadap kelengkapan dan keakuratan dari data kerugian.
106
Pe r s y a r a t a n Ku a l i t a t i f u n t u k Pe n g u m p u l a n D a t a
Ke r u g i a n
B. Kriteria Khusus
• Bank harus menyusun prosedur dan kebijakan yang memuat antara lain definisi kerugian bruto, tanggal terkait
kejadian Risiko Operasional (reference date), dan kerugian yang telah dikelompokkan.
• Kerugian akibat kejadian Risiko Operasional umum atau kejadian Risiko Operasional yang saling berkaitan yang
terjadi dalam beberapa tahun, namun dicatat selama beberapa tahun, harus dialokasikan pada tahun terjadinya
kerugian. Pencatatan tersebut harus sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
107
Pe r s y a r a t a n Ku a l i t a t i f u n t u k Pe n g u m p u l a n D a t a
Ke r u g i a n
108
Pe r s y a r a t a n Ku a l i t a t i f u n t u k Pe n g u m p u l a n D a t a
Ke r u g i a n
5. Kerugian sementara (timing losses), yaitu dampak ekonomi negatif yang tercatat dalam periode akuntansi
keuangan, sebagai akibat dari kejadian Risiko Operasional yang memengaruhi arus kas atau laporan keuangan
dari periode akuntansi keuangan sebelumnya.
Contoh:
Dampak dari waktu pada umumnya terkait dengan timbulnya kejadian Risiko Operasional akibat kesalahan
sementara atas pencatatan rekening keuangan sebuah perusahaan seperti pencatatan berlebihan atas
pendapatan, kesalahan akuntansi, dan kesalahan mark-to-market. Meskipun kejadian tersebut tidak mewakili
dampak keuangan perusahaan yang sesungguhnya (dampak neto sepanjang waktu yaitu nol), namun jika
kesalahan tersebut berlanjut hingga melebihi satu periode akuntansi keuangan maka kesalahan tersebut
menggambarkan penyajian keliru yang material atas laporan keuangan Bank.
Kerugian sementara yang berjumlah signifikan harus dimasukkan dalam kumpulan data apabila kerugian lampau
tersebut terkait dengan kejadian Risiko Operasional yang terjadi sepanjang lebih dari satu periode akuntansi dan
menyebabkan peningkatan pada risiko hukum.
109
Pe r s y a r a t a n Ku a l i t a t i f u n t u k Pe n g u m p u l a n D a t a
Ke r u g i a n
6. Dalam rangka menghitung kumpulan data kerugian, komponen yang harus dikeluarkan dari perhitungan kerugian
bruto yaitu:
1. biaya kontrak pemeliharaan umum atas properti, pabrik, atau peralatan;
2. pengeluaran intern atau ekstern untuk meningkatkan kondisi bisnis setelah terjadinya kerugian Risiko
Operasional (contoh: peningkatan, penyempurnaan, inisiatif penilaian risiko dan perbaikan); dan
3. premi asuransi.
110
Pe r s y a r a t a n Ku a l i t a t i f u n t u k Pe n g u m p u l a n D a t a
Ke r u g i a n
8. Dalam hal terdapat kejadian kerugian operasional (loss event) yang menyebabkan Bank membentuk pencadangan
dan dilanjutkan dengan penyelesaian atas aset produktif (charge off), Bank harus memperhitungkan pencadangan
serta penyelesaian atas aset produktif dimaksud sebagai kerugian operasional akibat terjadinya kejadian kerugian
operasional (loss event).
Contoh:
Bank mengalami kejadian hukum pada tahun 2023 yang menyebabkan Bank membentuk pencadangan atas
kejadian kerugian operasional (loss event) sebesar Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
Selanjutnya pada tahun 2024, Bank melakukan penyelesaian atas kejadian hukum tersebut sehingga secara total
menyebabkan kerugian sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). Berdasarkan hal tersebut, bank
menghitung kerugian operasional pada tahun 2023 sebesar Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah)
dan pada tahun 2024 sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) yaitu sejumlah perbedaan antara
pencadangan yang telah dibentuk awal dengan total penyelesaian atas aset produktif yang terjadi setelahnya.
Dengan demikian, tidak terdapat penghitungan ganda atas kerugian operasional yang sebenarnya terjadi.
111
Pe r s y a r a t a n Ku a l i t a t i f u n t u k Pe n g u m p u l a n D a t a
Ke r u g i a n
9. Dalam hal Bank melakukan pengembalian bayar kepada debitur yang ditagih secara berlebihan sebagai akibat dari
kegagalan operasional, tagihan awal secara berlebihan tersebut:
a. tidak diperhitungkan sebagai kerugian operasional dalam hal pengembalian bayar kepada debitur dilakukan
pada periode akuntansi keuangan yang sama dengan tagihan secara berlebihan tersebut; atau
b. diperhitungkan sebagai kerugian operasional dalam hal pengembalian bayar kepada debitur dilakukan setelah
periode akuntansi keuangan dilakukannya penagihan secara berlebihan tersebut (kerugian sementara).
Penagihan awal secara berlebihan tidak diperhitungkan sebagai pemulihan.
10. Kerugian yang timbul dari kegiatan yang dialihdayakan diperhitungkan dalam data kerugian operasional. Namun
demikian, dalam hal dampak kerugian operasional dari kegiatan yang dialihdayakan dibayar oleh penyedia jasa alih
daya atau tenaga alih daya, Bank tidak perlu memperhitungkannya sebagai kerugian operasional.
112
Pe r l a k u k a n Te r t e n t u
Kerugian Risiko Operasional yang terkait dengan Risiko Pasar diperlakukan sebagai Risiko Operasional dalam rangka perhitungan
MMRO sebagaimana dimaksud dalam perhitungan ATMR untuk Risiko Operasional dengan menggunakan pendekatan standar.
qDisampaikan secara tahunan melalui sistem pelaporan OJK (atau secara luring jika sistem belum tersedia)
qDalam hal terdapat koreksi yang memengaruhi besarnya KIB dan FPKI (antara lain berdasarkan laporan keuangan yang
telah diaudit KAP), Bank harus menyampaikan laporan paling lambat pada akhir bulan berikutnya. Bank juga
menggunakan data ATMR untuk Risiko Operasional yang baru dalam perhitungan KPMM posisi akhir bulan berikutnya.
qBank menyampaikan uji coba:
ü Pertama kali paling lambat 31 Jan 2021 untuk perhitungan Risiko Operasional tahun 2021; dan
ü Kedua kali paling lambat 31 Jan 2022 untuk perhitungan Risiko Operasional tahun 2022,
qLaporan disampaikan pertama kali untuk perhitungan ATMR untuk Risiko Operasional tahun 2023 yang paling lambat
disampaikan pada tanggal 31 Januari 2023.
qDiperhitungkan pertama kali dalam perhitungan rasio KPMM untuk posisi Januari 2023.
16
114
Pe r l a k u k a n Te r t e n t u
Dalam hal terdapat koreksi yang memengaruhi besarnya KIB dan FPKI antara lain berdasarkan hasil
laporan keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP), Bank harus menyampaikan
Laporan Perhitungan untuk Risiko Operasional paling lambat pada akhir bulan berikutnya. Bank
menggunakan data ATMR untuk Risiko Operasional yang baru dalam perhitungan KPMM untuk posisi
akhir bulan berikutnya.
Contoh:
Bank menghitung ATMR untuk Risiko Operasional selama bulan Januari dan bulan Februari 2023
berdasarkan perhitungan KIB atas laporan keuangan tahun 2022 yang belum diaudit, 2021, dan 2020.
Pada awal bulan Maret 2023, laporan keuangan tahun 2022 yang telah diaudit KAP disampaikan kepada
Bank. Bank menyampaikan Laporan Perhitungan untuk Risiko Operasional paling lambat pada akhir
bulan April 2023 berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit KAP. Selanjutnya Bank menggunakan
hasil perhitungan ATMR tersebut dalam Perhitungan rasio KPMM mulai posisi bulan April 2023.
115
Publikasi dan Sangsi
Publikasi
Sanksi
Mengikuti sanksi sebagaimana diatur dalam POJK tentang KPMM*) dan POJK APOLO**)
*) POJK No.11/POJK/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan POJK No.34/POJK.03/2016
**) POJK No.12/POJK.03/2019 tentang Pelaporan Bank Umum melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan 17
116
Simulasi Perhitungan ATMR Risiko
Operasional
117
Simulasi Stress Testing Risiko
Operasional
118
Fo r m a t L a p o r a n
18
119
Fo r m a t L a p o r a n
19
120
Fo r m a t L a p o r a n
2109
121
Fo r m a t L a p o r a n
122 21
Fo r m a t L a p o r a n
123 22
Fo r m a t L a p o r a n
124
Any Questions ?
See you again in another LMI Series