MIFTAH SYARIF
Abstract: Human nature in the concept of Islam is a creature created by Allah SWT, has
a variety of potential to grow and develop towards the perfection. The implications of
the Islamic concept of human nature and its relationship with Islamic education are:
First, Islamic education system must be built on the concept of unity between qalbiyah
and aqliyah in order to produce human intellectual and morals. Second, Islamic
education should strive to develop the potential of human beings to the maximum, so it
can be realized loaded hard skills and soft skills. Thirdly, Islamic education should be a
conducive tool for the transformation of Islamic science and culture. Fourthly, the
concept of human nature and the function of its creation in the universe must be fully
accommodated in the formulation of Islamic educational theories through the
apocalyptic, empirical and philosophical rationale of science. Fifth, the process of
internalization of Islamic values into a person's person must be able to be integrated
through the role of individuals and others (teachers), so as to strengthen the unity of the
pattern and unity of purpose toward the formation of mental mentality insane kamil.
Abstrak: Hakekat manusia dalam konsep Islam adalah makhluk yang diciptakan oleh
Allah SWT, memiliki berbagai potensi untuk tumbuh berkembang menuju kepada
kesempurnaan. Adapun implikasi konsep Islam tentang hakekat manusia dan
hubungannya dengan pendidikan Islam adalah: Pertama, Sistem pendidikan Islam harus
dibangun di atas konsep kesatuan antara qalbiyah dan aqliyah untuk dapat
menghasilkan manusia intelektual dan berakhlak. Kedua, pendidikan Islam harus
berupaya mengembangkan potensi yang dimiliki manusia secara maksimal, sehingga
dapat diwujudkan bermuatan hard skill dan soft skill. Ketiga, pendidikan Islam harus
dijadikan sarana yang kondusif bagi proses transformasi ilmu pengetahuan dan budaya
Islami. Keempat, konsep hakekat manusia dan fungsi penciptaannya dalam alam semesta
harus sepenuhnya diakomodasikan dalam perumusan teori-teori pendidikan Islam
melalui pendekatan kewahyuan, empirik keilmuan dan rasional filosofis. Kelima, proses
internalisasi nilai-nilai Islam kedalam pribadi seseorang harus dapat dipadukan melalui
peran individu maupun orang lain (guru), sehingga dapat meperkuat terwujudnya
kesatuan pola dan kesatuan tujuan menuju terbentuknya mentalitas insan kamil.
ľ ľ ľ Dan juga dalam surat Shaad : 71, Allah
ľ berfirman :
ß - \ lumpur hitam yang diberi bentuk. (QS. Al-
hZ % Hijr : 28).
Al-Insan
Kata al-Insan yang berasal dari kata
al-uns, dinyatakan dalam Al-Quran
sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43
surat (Al-Baqi, 1988 : 119-120). Secara
etimologi kata al-insan dapat diartikan
harmonis, lemah lembut, tampak, atau
pelupa.
Kata al-Insan digunakan dalam Al-
Quran untuk menunjukkan totalitas
manusia sebagai makhluk jasmani dan
rohani. Harmonisasi kedua aspek
tersebut mengantarkan manusia sebagai
makhluk Allah yang unik dan istimewa,
sempurna, dan memiliki diferensiasi
individual antara yang satu dengan yang
lain, dan sebagai makhluk dinamis,
sehingga mampu menyandang predikat
khalifah Allah di muka bumi.
Perpaduan antara aspek fisik dan
psikis telah membantu manusia untuk
mengekspresikan dimensi al-insan al-
bayan, yaitu sebagai makhluk berbudaya
yang mampu berbicara, mengetahui baik
dan buruk, mengembangkan ilmu
pengetahuan dan peradaban, dan lain
sebagainya. Dengan kemampuan ini,
manusia akan dapat membentuk dan
mengembangkan diri dan komunitasnya
sesuai dengan nilai-nilai insaniah yang
memiliki nuansa ilahiah yang hanif.
Integralitas ini akan tergambar pada nilai
iman dan amaliahnya, sebagaimana
firman Allah :
\ \ \
\ \ ľ
Sikap
yang
demikian
akan
senantias
a
mendoro
ng dan
menjadik
annya
untuk
cenderun
g berbuat
kebaikan
dan
ketunduk
an pada
ajaran
Allah.
Dari pemaknaan kata al-insan riya (lihat QS. Al-Nisaa : 37-38), tidak
tersebut di atas, terlihat sesungguhnya menyembah dan meminta pertolongan
manusia merupakan makhluk Allah yang selain pada Allah (lihat QS. Al-Maidah :
memiliki sifat-sifat manusiawi yang 44), larangan berbuat dhalim (lihat QS Al-
bernilai positif dan negatif. Agar manusia A’raf : 85), mengingatkan manusia akan
bisa selamat dan mampu memfungsikan adanya ancaman dari kaum Yahudi dan
tugas dan kedudukannya di muka bumi Musyrik, semua amal manusia akan
dengan baik, maka manusia harus dibalas kelak di akherat.
senantiasa mengarahkan seluruh
aktifitasnya, baik fisik maupun psikis Bani Adam
sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Kata bani Adam ditemukan sebanyak
7 kali dan tersebar dalam 3 surat. Secara
Al-Naas etimologi kata bani Adam menunjukkan
Kata al-Naas dinyatakan dalam Al- arti pada keturunan nabi Adam AS. Dalam
Quran sebanyak 240 kali dan tersebar ungkapan lain disebutkan dengan kata
dalam 53 surat (Al-Baqi, 1988 : 895-899). dzuriyat adam. Sebagaimana firman Allah :
Kata al-Naas, menurut Al-Isfahany
sebagaimana dikutip Ramayulis \ Z \ \
menunjukkan pada eksistensi manusia
sebagai makhluk sosial secara \ ľ \ \\
keseluruhan, tanpa melihat status
keimanan atau kekafirannya Artinya: Hai anak Adam, pakailah
(Ramayulis&Samsul Nizar, 2011: 54). pakaianmu yang indah di Setiap
Dalam menunjuk makna manusia, (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah,
kata al-Naas lebih bersifat umum bila dan janganlah berlebih-lebihan.
dibandingkan dengan kata al-Insan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
Keumuman tersebut dapat dilihat dari orang yang berlebih-lebihan (QS. Al-A’raaf:
penekanan makna yang dikandungnya. 31).
Kata al-nas menunjuk manusia sebagai Dan pada firman Allah :
sebagai makhluk sosial dan kebanyakan \ \ \
digambarkan sebagai kelompok manusia
tertentu yang sering melakukan ľ
kerusakan dan merupakan penghuni \
neraka, disamping iblis. Sebagaimana
firman Allah :
ø \ ľ \
cľ
\ \ \ \ Nas memiliki arti peringatan Allah kepada
\ manusia akan semua tindakannya, seperti
: jangan bersifat kikir dan ingkar nikmat,
õ\ \
Artinya: Maka jika kamu tidak dapat
membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan
dapat membuat(nya), peliharalah dirimu
dari neraka yang bahan bakarnya manusia
dan batu, yang disediakan bagi orang-
orang kafir (QS. Al-Baqarah : 24).
Secara umum, penggunaan kata al-
i untuk mngembangkan daya akal dapat
\ dipertajam melalui proses penalaran dan
berfikir. Sedangkan untuk
\ \ mengembangkan daya rasa dapat
i
dipertajam melalui ibadah, karena intisari
ibadah dalam Islam ialah mendekatkan
\ \ diri kepada Allah SWT.
Tugas dan Fungsi Manusia selaku
i \
\ \ ũ \ dibina melalui latihan-latihan
keterampilan danpanca indera. Sedangkan
Artinya: Dan Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami
jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim). Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. kemudian
Kami jadikan Dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,
Pencipta yang paling baik (QS. Al-
Mukminu : 12-14).
Berdasarkan proses penciptaan itu,
manusia merupakan rangkaian utuh
antara komponen materi dan immateri.
Komponen materi berasal dari tanah, dan
komponen immateri adalah ruh yang
ditiupkan oleh Allah SWT. Kesatuan ini
memberi makna bahwa di satu sisi
manusia sama dengan dunia di luar
dirinya (fana), dan di sisi lain mendakan
bahwa manusia itu mampu mengatasi
dunia sekitarnya, termasuk dirinya
sebagai jasmani (baqa’).
Menurut Harun Nasution, unsur
materi manusia mempunyai daya fisik,
seperti mendengar, melihat merasa,
meraba, mencium dan daya gerak.
Sementara itu unsur immateri mempunyai
dua daya, yaitu daya berfikir yang disebut
akal dan daya rasa yng berpusat di kalbu
(Harun Nasution, 1995: 37).
Untuk membangun daya fisik perlu
Jurnal Al-Thariqah Vol. 2, No. 2, Desember 2017 10
P-ISSN 2527-9610 E-ISSN 2549-8770
\ Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
ľ mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?"
pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang- dalam visi kekhalifahannya, bukan
orang yang kafir itu tidak lain hanyalah saja sekedar
akan menambah kerugian mereka belaka
(QS. Fathir : 39).
Pada ayat berikut ini juga dijelaskan :
Zh
ũ
menggantikan, namun dengan arti yang mekanisme alam semesta, sesuai dengan
luas ia harus senantiasa mengikuti nilai-nilai ilahiyah yang telah digariskan
perintah yang digantikannya yaitu Allah Allah lewat ajaran-Nya. Dengan prinsip
SWT. ini, manusia akan senantiasa berbuat
Dalam melaksanakan tugasnya kebaikan dan memanfaatkan alam
sebagai khalifah, Allah SWT telah semesta demi kemaslahatan umat
memberikan kepada manusia seperangkat manusia.
potensi (fitrah) berupa Aql, qalb, dan nafs. Sebagai khalifah, manusia muslim
Namun demikian aktualisasi fitrah dimaksudkan tampil di bumi ini dengan
tersebut tidak otomatis berkembang, wajahnya yang ramah dan anggun untuk
melainkan tergantung pada manusia itu memimpin, mengelolan dan
sendiri mengembangkannya. Untuk itu, memakmurkan bumi, bukan sebaliknya
Allah SWT menurunkan wahyu-Nya sebagai orang yang tertindas, dan
kepada para Nabi, agar menjadipedoman terbelakang dari berbagai kemajuan
bagi manusia dalam mengaktualisasikan (Assegaf, 2011: 162).
fitrahnya secara utuh dan selaras dengan Untuk mencapai yang demikian itu,
tujuan penciptaannya. Dengan pedoman pendidikan Islam diharapkan mampu
ini manusia akan dapat tampil sebagai memberdayakan funsi khalifah dalam
mahkluk Allah yang tinggi martabatnya, langkah-langkah yang kongkret. Bila hal
dan sebaliknya jika tidak, ia akan rendah tersebut tidak dilakukan, maka fungsi
martabatnya yang sama esensinya dengan khalifah tadi dapat diambilalih oleh
hewan. manusia dan golongan yang lain.
Ahmad Hasan Firhat sebagaimana
dikutip oleh Ramayulis membedakan IMPLIKASI PADA PENDIDIKAN ISLAM
kedudukan kekhalifahan manusia pada Para ahli pendidikan muslim pada
dua bentuk, yaitu : Pertama, khalifah umumnya sependapat bahwa teori dan
kauniyah. Dimensi ini mencakup praktek kependidikan Islam harus
wewenang manusia secara umum yang didasarkan pada konsepsi dasar tentang
telah dianugerahkan Allah SWT untuk manusia. Pembicaraan diseputar
mengatur dan memanfaatkan alam persoalan ini adalah merupakan sesuatu
semesta beserta isinya bagi kelangsungan yang sangat vital dalam pendidikan. Tanpa
kehidupan umat manusia di muka bumi. kejelasan tentang konsep ini, pendidikan
Pemberian wewenang Allah SWT kepada akan meraba-raba, dan bahkan bisa jadi
manusia dalam konteks ini, meliputi pendidikan Islam tidak akan dapat
pemaknaan yang bersifat umum, tanpa dipahami secara jelas tanpa terlebih
dibatasi oleh agama apa yang mereka dahulu memahami konsep Islam yang
yakini. Artinya, label kekhalifahan yang berkaitan dengan pengembangan individu
dimaksud diberikan kepada semua seutuhnya.
manusia sebagai penguasa alam semesta. Identitas manusia muslim secara
Kedua, khalifah syar’iyah. Dimensi sempurna dapat diperoleh setelah
ini merupakan wewenang Allah SWT yang fungsinya sebagai makhluk, pendidik dan
diberikan kepada manusia untuk si terdidik, hamba Allah (‘abd) dan
memakmurkan alam semesta. Hanya saja, khalifah Allah, serta potensi lainnya
untuk melaksanakan tugas dan tanggung benar-benar telah dilakukan integrasi
jawab ini, predikat khalifah secara khusus secara seimbang dalam kesatuan yang
ditujukan kepada orang-orang mukmin. utuh. Penekanan pada salah satunya
Hal ini dimaksudkan, agar dengan sembari meninggalkan yang lain berakibat
keimanan yang dimilikinya, mampu tidak sempurnanya identitas manusia
menjadi pilar dan kontrol dalam mengatur
sebagai insan kamil atau muslim kaffah melaksanakan fungsi ini Allah SWT
(Assegaf, 2011: 163). membekali manusia dengan seperangkat
Bila pendidikan Islam semata-mata potensi. Dalam konteks ini, maka
menekankan pembentukan pribadi pendidikan Islam harus merupakan upaya
muslim yang sanggup mengabdi, yang ditujukan ke arah pengembangan
beribadah, dan berakhlak karimah, potensi yang dimiliki manusia secara
akibatnya pribadi yang terbentuk adalah maksimal, sehingga dapat diwujudkan
kesalehan individual yang mengabaikan dalam bentuk kongkrit, dalam
penguasaan ilmu pengetahuan dan kompetensi-kompetensi yang bermuatan
teknologi, dan bisa dipastikan kemajuan hard skill dan soft skill.
ilmu pengetahuan dan teknologi akan Ketiga, fungsionalisasi pendidikan
diambil oleh umat yang lain. Islam dalam mencapai tujuannya sangat
Begitu juga sebaliknya, bila bergantung kepada sejauh mana
pendidikan Islam hanya memfokuskan kemampuan umat Islam menterjemahkan
perannya sebagai pembentuk khalifah di dan merealisasikan konsep tentang
muka bumi yang sanggup menguasai ilmu hakekat manusia dan fungsi penciptaanya
dan teknologi dan menguak rahasia alam dalam alam semesta ini. Dalam hal ini,
untuk dikelola demi kemakmuran hidup pendidikan Islam harus dijadikan sarana
di dunia, tanpa memberi keseimbangan yang kondusif bagi proses transformasi
terhadap fungsinya sebagai hamba Allah ilmu pengetahuan dan budaya Islami dari
SWT, maka manusia bisa pandai, tetapi satu generasi kepada generasi berikutnya.
jiwa dan hatinya kosong dari cahaya ilahi. Posisi manusia sebagai khalifah dan ‘abd
Dari uraian terdahulu tentang menghendaki program pendidikan yang
hakekat manusia dalam konsep Islam, menawarkan sepenuhnya penguasaan
dapat dilihat implikasi penting konsep ilmu pengetahuan secara totalitas, agar
terbsebut dalam hubunganya dengan manusia tegar sebagai khalifah dan taqwa
pendidikan Islam, yaitu: sebagai dari aspek ‘abd.
Pertama, sudah diketahui bahwa Keempat, agar pendidikan Islam
manusia adalah makhluk yang memiliki berhasil dalam prosesnya, maka konsep
dua komponen materi dan immateri hakekat manusia dan fungsi
(jasmani dan rohani), maka konsepsi itu penciptaannya dalam alam semesta harus
menghendaki proses pembinaan yang sepenuhnya diakomodasikan dalam
mengacu ke arah realisasi dan perumusan teori-teori pendidikan Islam
pengembangan komponen-komponen melalui pendekatan kewahyuan, empirik
tersebut. Hal ini berarti bahwa sistem keilmuan dan rasional filosofis. Dalam hal
pendidikan Islam harus dibangun di atas ini harus difahami pula bahwa pendekatan
konsep kesatuan (integrasi) antara keilmuan dan filosofis hanya merupakan
pendidikan qalbiyah dan aqliyah sehingga media untuk menalar pesan-pesan Allah
mampu menghasilkan manusia muslim yang absolut, baik melalui ayat-ayat-Nya
yang pintar secara intelektual danterpuji yang bersifat tekstual (quraniyah),
secara moral. Jika kedua komponen itu maupun ayat-ayat-Nya yang bersifat
terpisah atau dipisahkan dalam proses kontekstual (kauniyah), yang telah
kependidikan Islam, maka manusia akan dijabarkan-Nya melalui sunnatullah.
kehilangan keseimbangannya dan tidak Kelima, proses internalisasi nilai-
akan pernah menjadi pribadi-pribadi yang nilai Islam kedalam invividu atau pribadi
sempurna (insan kamil). seseorang harus dapat dipadukan melalui
Kedua, Al-quran menjelaskan bahwa peran individu maupun orang lain (guru),
fungsi penciptaan manusia di alam ini sehingga dapat meperkuat terwujudnya
adalah sebagai khalifah dan ‘abd. Untuk kesatuan pola dan kesatuan tujuan
DAFTAR RUJUKAN