Al-Irsyad
201910515327
Psi. Sosial 2-A6
Bab 4
Komunikasi Nonverbal
4.1 Bagaimana orang menggunakan isyarat nonverbal untuk
memahami orang lain?
Dalam interaksi sehari-hari, isyarat nonverbal
kita memberikan informasi berharga tentang kita
dan membantu kita belajar tentang orang lain,
karena isyarat tersebut kita tidak mengharuskan
untuk benar-benar mengatakan apa pun (Gifford,
1991; Hall, Gunnery, & Andrzejewski, 2011; Hall,
Murphy, & Schmid Mast, 2007). Menurut (Knapp et
al., 2014), Komunikasi nonverbal, termasuk
ekspresi wajah dan posisi tubuh, merupakan aspek
penting dari komunikasi, mengungkapkan isyarat dan
perilaku halus yang dapat digunakan untuk
menyampaikan makna dan menyampaikan emosi. Isyarat
nonverbal memainkan peran penting dalam
komunikasi, memungkinkan kita untuk
mengekspresikan emosi, sikap, dan ciri kepribadian
kita. Misalnya, mengekspresikan kemarahan melalui
mata menyipit, menurunkan alis, dan meluruskan
mulut dapat menyampaikan kemarahan. Demikian pula,
mengekspresikan ciri-ciri kepribadian seperti
ekstraversi melalui gerak tubuh yang luas dan nada
serta perubahan suara yang sering dapat
menyampaikan ciri-ciri kepribadian (Knapp et al.,
2014). Psikolog sosial semakin menyadari
pentingnya komunikasi nonverbal dalam berbagai
aspek kehidupan. seperti dalam debat politik dan
konferensi pers, pakar sering menganalisis bahasa
tubuh yang berdasarkan literatur ilmiah yang
ekstensif. Sementara beberapa penelitian berfokus
pada tatapan mata, gerak tubuh, dan postur tubuh,
yang lain meneliti peran postur tubuh dalam
persepsi sosial. Namun, dalam kehidupan sehari-
hari, isyarat nonverbal terjadi secara bersamaan
dalam orkestrasi informasi simultan yang memukau,
sehingga penting bagi para peneliti untuk memahami
dan menafsirkan isyarat ini secara efektif.
Seseorang yang memiliki julukan (Profesi) "pakar
bahasa tubuh" sekarang dikenal sama dengan "
koresponden politik." (Archer & Akert, 1980; Knapp
et al., 2014).
4.1.1 Ekspresi Emosi Wajah
Komunikasi memiliki sejarah yang panjang,
khususnya dalam komunikasi nonverbal, yang telah
diteliti secara ekstensif dan ditekankan sebagai
aspek penting dari komunikasi yang efektif.
Seperti Buku Charles Darwin tahun 1872, The
Expression of the Emotions in Man and Animals,
memperkenalkan konsep emosi. Keunggulannya adalah
karena komunikatif yang luar biasa dari wajah
manusia (Becker, et al., 2007; Fernández-Dols &
Crivelli, 2013; Kappas, 1997; Wehrle, et al.,
2000).
4.1.2 Evolusi dan Ekspresi Wajah
Ekspresi wajah adalah aspek penting dari
komunikasi manusia, mengekspresikan emosi secara
universal. Penelitian Darwin tentang ekspresi
wajah telah memengaruhi secara signifikan berbagai
bidang, menunjukkan bahwa semua manusia dapat
memecahkan kode dan menafsirkan emosi ini dengan
akurasi yang sebanding. Ketertarikannya pada
evolusi membuatnya percaya bahwa bentuk komunikasi
nonverbal bersifat spesifik spesies, bukan
spesifik budaya. Dia mengusulkan bahwa ekspresi
wajah adalah sisa-sisa reaksi fisiologis yang dulu
berguna, seperti misalnya rasa tidak puas terhadap
makanan yang tidak enak. Penelitian Joshua
Susskind mendukung pandangan Darwin dengan
meneliti ekspresi wajah jijik dan takut. Mereka
menemukan bahwa gerakan otot dari emosi-emosi ini
berlawanan, dengan" wajah takut "meningkatkan
persepsi dan" wajah jijik " menguranginya.
Ketakutan melibatkan peningkatan masukan sensorik,
seperti pelebaran bidang visual dan peningkatan
volume udara di hidung, sedangkan rasa jijik
melibatkan penurunan masukan dari indera-indera
ini, seperti mata yang menyipit dan berkurangnya
penghirupan udara, yang merupakan respons berguna
terhadap bau atau rasa yang menjijikkan (Susskind
et al., 2008). Walter Friesen dan Paul Ekman
pernah melakukan penelitian di New Guinea pada
tahun 1971 untuk menyelidiki kemampuan penguraian
kode suku South Fore. Para peneliti, yang tidak
memiliki kontak dengan peradaban Barat, menyajikan
cerita singkat dan foto pria dan wanita Amerika
yang mengungkapkan enam emosi utama kepada orang-
orang Fore. Orang-orang Fore diminta untuk
mencocokkan ekspresi wajah dengan cerita, dan
ketika diperlihatkan kepada peserta Amerika,
mereka menerjemahkan foto-foto tersebut secara
akurat. Penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan
menafsirkan enam emosi utama bersifat lintas
budaya, menunjukkan bahwa ekspresi wajah merupakan
aspek universal dari kodrat manusia, bukan produk
dari pengalaman budaya (Biehl et al., 1997; Ekman,
1993; Ekman et al., 1987; Elfenbein & Ambady,
2002; Haidt & Keltner, 1999; Izard, 1994;
Matsumoto & Wilingham, 2006). Studi menunjukkan
bahwa bukti sementara mendukung ekspresi
emosional universal, itu hanya didukung sebagian
besar saja. Budaya Barat mempertahankan batasan
yang lebih kaku antara enam emosi utama saat
menerapkannya pada wajah, sementara responden Asia
menunjukkan tumpang tindih dalam penggunaan
kategori ini. Ini memperumit pemahaman tentang
ekspresi emosional universal (Jack, Garrod, Yu,
Caldara, & Schyns, 2012). Penelitian menunjukkan
universalitas dalam mencocokkan label emosional
dengan wajah lintas budaya, tetapi perbedaan
lintas budaya terlihat jelas ketika memungkinkan
orang untuk secara bebas mengurutkan wajah ke
dalam sistem pengelompokan mereka sendiri(Gendron,
Roberson, van der Vyver, & Barrett, 2014). Para
peneliti sedang mengeksplorasi variasi budaya
dalam pengkodean dan penguraian kode emosi,
termasuk penghinaan, kecemasan, rasa malu, tekad,
iri hati, dan rasa malu. Mereka mengeksplorasi
ekspresi wajah yang khas untuk memahami keadaan
emosional yang dikomunikasikan oleh budaya yang
berbeda (Ekman, O’Sullivan, & Matsumoto, 1991;
Harmon-Jones, Schmeichel, Mennitt, & Harmon-Jones,
2011; Harrigan & O’Connell, 1996; Keltner &
Shiota, 2003; van de Ven, Zeelenberg, & Pieters,
2011).
Catatan:
*Encode atau menyandikan, Untuk mengekspresikan
atau memancarkan perilaku nonverbal, seperti
tersenyum atau menepuk punggung seseorang.
*Decode atau menguraikan sandi, Untuk
menafsirkan makna perilaku nonverbal yang
diungkapkan orang lain, seperti memutuskan
bahwa tepukan di punggung adalah ekspresi
merendahkan dan bukan kebaikan
4.1.3 Kenapa Decoding Terkadang menyusahkan?
Mengartikan ekspresi wajah merupakan tantangan
karena berbagai alasan, termasuk seringnya
menampilkan campuran pengaruh (Du, Tao, &
Martinez, 2014; Ekman & Friesen, 1975). Ekspresi
wajah dapat dipengaruhi oleh berbagai register
wajah, masing-masing mencatat emosi yang berbeda.
Campuran pengaruh adalah ekspresi yang
menggabungkan rasa jijik dan marah ketika
seseorang memberi tahu Anda sesuatu yang
mengerikan atau tidak pantas. Selain itu, aspek
ekspresi wajah yang sama dapat memiliki implikasi
yang berbeda berdasarkan konteks dan isyarat
lainnya, sehingga sangat penting untuk mengenali
dan menafsirkan ekspresi ini secara akurat
(Barrett, Mesquita, & Gendron, 2011; Hassin,
Aviezer, & Bentin, 2013; Parkinson, 2013).
Decoding atau mengartikan ekspresi adalah
keterampilan penting dalam memahami dan
menafsirkan emosi. Ini melibatkan mengenali target
emosi, seperti kemarahan, dan bersiap untuk
konfrontasi. Di sisi lain, untuk emosi yang
berorientasi pada penghindaran seperti rasa takut,
penguraian kode menjadi lebih mudah ketika wajah
menampilkan pandangan yang dihindari,
mengungkapkan lokasi yang tepat dari objek
menakutkan dan menunjukkan rasa takut ke arah yang
menakutkan itu (Adams & Kleck, 2003).
Catatan: * Affect Blends Facial expressions
adalah di mana satu bagian wajah mencatat satu
emosi, sementara bagian wajah lainnya mencatat
emosi yang berbeda.
4.1.4 Budaya dan Saluran Komunikasi Nonverbal
Norma budaya Amerika melarang tampilan emosional
pada pria, seperti kesedihan atau tangisan,
sementara memungkinkan tampilan emosi di wajah
pada wanita. Sebaliknya, aturan budaya tradisional
Jepang melarang wanita menunjukkan senyum lebar
tanpa hambatan, yang menyebabkan wanita Jepang
menyembunyikan senyum lebar mereka di balik tangan
mereka (Henley, 1977; La France, Hecht, & Paluck,
2003). Norma Jepang mendorong orang untuk
menyembunyikan ekspresi wajah negatif dengan
senyuman dan tawa, dan umumnya menampilkan
ekspresi wajah yang lebih sedikit daripada yang
ada di Barat (Argyle, 1986; Aune & Aune, 1996;
Gudykunst, Ting-Toomey, & Nishida, 1996; Richmond
& McCroskey, 1995).
Komunikasi nonverbal, termasuk ekspresi wajah,
dipengaruhi oleh faktor budaya. Kontak mata dan
tatapan adalah isyarat nonverbal yang kuat, dengan
budaya Amerika sering menimbulkan kecurigaan
ketika seseorang tidak "menatap matanya" saat
berbicara. Sebaliknya, dalam budaya lain, tatapan
mata langsung dianggap invasif atau tidak sopan,
menyoroti pentingnya memahami dan menafsirkan
isyarat nonverbal. Komunikasi nonverbal melibatkan
penggunaan ruang pribadi, yang secara signifikan
dapat memengaruhi kesan seseorang. Penyimpangan
dari jarak normatif, seperti berdiri terlalu dekat
atau jauh, dapat secara signifikan memengaruhi
gaya komunikasi dan interaksi antar individu
secara keseluruhan (Hall, 1969; Hogh-Olesen,
2008). Komunikasi nonverbal memainkan peran
penting dalam memahami sikap, emosi, dan niat
orang. Emosi utama, seperti kontak mata, jarak
pribadi, dan gerak tubuh, dapat ditafsirkan secara
berbeda lintas budaya. Namun, jelas bahwa banyak
dari apa yang dikatakan dalam percakapan sehari-
hari disampaikan secara nonverbal, yang
menunjukkan bahwa sikap dan niat orang dipengaruhi
oleh isyarat nonverbal. Terlepas dari perbedaan
budaya, interpretasi informasi nonverbal sangat
penting dalam memahami interaksi manusia.
4.2 Kesan Pertama: Cepat tapi Tahan Lama Seberapa cepat
kesan pertama terbentuk, dan mengapa kesan itu
bertahan?
Buku Sam Gosling Snoop (2008) mengeksplorasi
konsep "what your stuff says about you", menyoroti
bagaimana kepemilikan pribadi dapat mengungkapkan
kepribadian seseorang. Gosling menyarankan bahwa
ruangan, poster, dan benda yang berantakan atau
teratur dapat menjadi petunjuk tentang jati diri
seseorang. Misalnya, kantor atau mobil yang bersih
dapat menunjukkan pemisahan yang jelas antara
pribadi dan pekerjaan, atau ciri kepribadian
ekstraversi yang rendah. Dengan memeriksa kamar
sendiri, seseorang dapat belajar tentang kepribadian
teman-temannya dan isyarat yang mereka berikan
tentang kepribadiannya sendiri. Komunikasi nonverbal
memainkan peran utama dalam komunikasi, karena
memungkinkan kita membentuk kesan awal berdasarkan
penampilan wajah dalam waktu kurang dari 100
milidetik Bar, Neta, & Linz, 2006; Willis & Todorov,
2006). Sebuah contoh lain nya seperti dari pemilu
yang dipengaruhi oleh peringkat kesan pertama dari
kandidat politik Kanada, dengan kandidat yang lebih
kuat menang dengan persentase baik dan kandidat yang
terlihat seperti "Bersahaja" lebih kecil
kemungkinannya untuk menang (Rule & Ambady, 2010;
Todorov, Said, Engell, & Oosterhof, 2008). Kekuatan
wajah seorang kandidat merupakan prediktor
signifikan atas keberhasilan mereka, terlepas dari
waktu, uang, dan upaya yang dihabiskan untuk
kampanye pemilu. Ini menyoroti pentingnya pakar
bahasa tubuh dalam memengaruhi kandidat. Nalini
Ambady dan rekan-rekannya menyebut persepsi sosial
berdasarkan cuplikan perilaku singkat sebagai Thin-
Slicing. Thin-Slicing adalah Menarik kesimpulan yang
berarti tentang kepribadian atau keterampilan orang
lain berdasarkan contoh perilaku yang sangat
singkat. Studi Ambady & Rosenthal (1993)
mengeksplorasi bagaimana mahasiswa membentuk kesan
tipis terhadap instruktur mereka. Lalu mereka
merekam lebih dari selusin instruktur dan memilih
tiga klip acak berdurasi 10 detik dari masing-
masingnya. Setelah menghapus trek audio, siswa
diperlihatkan klip video hening dan diminta untuk
menilai instruktur pada berbagai variabel. Prediksi
Ambady adalah bahwa kesan yang diiris tipis ini akan
bermakna, tidak hanya cepat. Para peneliti
membandingkan peringkat yang dibuat oleh peserta
dengan evaluasi pengajaran akhir semester yang
diterima dari siswa yang sebenarnya. Hasil
penelitian menunjukkan adanya korelasi yang kuat
antara kesan irisan tipis dan persepsi mahasiswa
yang menghabiskan satu semester penuh dengan
instruktur (Ambady & Rosenthal, 1992). Persepsi
sosial sangat dipengaruhi oleh kesan pertama, yang
seringkali dengan cepat menghilang dari pandangan.
Namun, hal itu penting, karena berdampak signifikan
terhadap cara orang lain memandang dan berinteraksi
dengan individu, menyoroti pentingnya kesan yang
bertahan lama.
4.2.1 Pengaruh yang Tersisa dari Kesan Awal
Skema berfungsi sebagai jalan pintas mental,
memberikan informasi tambahan untuk mengisi celah
dalam informasi yang terbatas (Fiske & Taylor,
2013; Markus & Zajonc, 1985). Pemahaman melibatkan
penggunaan kesan dan skema awal untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih dalam tentang orang lain,
menyoroti kekuatan abadi dari kesan ini dalam
membentuk interpretasi kita. Sebagai contoh,
Keith, seorang individu hipotetis, digambarkan
sebagai individu yang menarik, cerdas, rajin,
impulsif, kritis, keras kepala, dan iri. Kesannya
beragam, dengan beberapa menggambarkannya sebagai
orang yang rajin, sementara yang lain
menggambarkannya sebagai orang yang impulsif dan
kritis. Penting untuk mempertimbangkan kualitas
dan perspektif unik Keith untuk membentuk
pemahaman yang komprehensif. Kevin, orang asing,
digambarkan sebagai individu yang menarik dengan
sifat-sifat seperti iri hati, keras kepala,
berpikir kritis, impulsif, rajin, dan cerdas,
menjadikannya karakter yang menarik untuk
dipertimbangkan. Studi Solomon Asch tahun 1946
pada individu dengan deskriptor menemukan bahwa
urutan deskriptor ini secara signifikan
memengaruhi kesan yang terbentuk orang tentang
Keith dan Kevin. Keith, digambarkan sebagai orang
yang cerdas-rajin-impulsif kritis-keras kepala-
iri, menciptakan filter yang melaluinya ciri-ciri
ini memungkinkan orang untuk melihat ciri-ciri
Keith sebagai orang yang cerdas dan pekerja keras
sebagai hal yang positif, seperti kemampuannya
membuat keputusan cepat dan mengkritik pekerjaan
orang lain. Di sisi lain, Kevin, yang dikenal
karena rasa iri dan kekeraskepalaannya, mudah
dianggap negatif, membawa mereka sesuai dengan
ekspektasi awal. Ini menyoroti pentingnya
mempertimbangkan urutan deskriptor saat
mendeskripsikan individu, karena kesan pertama
sangat kuat.
Efek keutamaan dalam persepsi sosial dipengaruhi
oleh informasi pertama yang kita pelajari tentang
orang lain, yang memengaruhi cara kita memandang
informasi yang kita pelajari selanjutnya. Skema,
yang mengelompokkan ciri-ciri yang diketahui
bersama-sama, membantu kita menentukan kemungkinan
karakteristik seseorang (Sedikides & Anderson,
1994; Werth & Foerster, 2002; Willis & Todorov,
2006). Primacy Effects dan skema memainkan peran
penting dalam membentuk persepsi sosial. Kesan
pertama memiliki efek yang bertahan lama, karena
kita cenderung percaya pada kesimpulan awal bahkan
ketika informasi yang dipelajari menunjukkan
sebaliknya. Kecenderungan ini telah diamati dalam
banyak penelitian selama beberapa dekade, di mana
para peserta terus berpegang pada kesan awal
mereka bahkan ketika dibantah atau salah.
Primacy Effects dan skema memainkan peran penting
dalam membentuk persepsi sosial. Primary Effect
adalah hal pembentukan kesan, ciri-ciri pertama
yang kita rasakan pada orang lain memengaruhi cara
kita memandang informasi yang terlambat kita
pelajari tentangnya. Kesan pertama memiliki efek
yang bertahan lama, karena kita cenderung percaya
pada kesimpulan awal bahkan ketika informasi yang
dipelajari menunjukkan sebaliknya. Kecenderungan
ini telah diamati dalam banyak penelitian selama
beberapa dekade, di mana para peserta terus
berpegang pada kesan awal mereka bahkan ketika
dibantah atau salah (Anderson, 1995; Ross, Lepper,
& Hubbard, 1975). Belief Perseverance atau
Keyakinan ketekunan disebut-sebut sebagai alasan
mengapa juri dan ilmuwan berjuang untuk
mengabaikan bukti yang tidak dapat diterima atau
menolak kesimpulan penelitian yang dibuat-buat.
* Belief Perseverance adalah Kecenderungan untuk
tetap berpegang pada penilaian awal bahkan dalam
menghadapi informasi baru yang seharusnya
mendorong kita untuk mempertimbangkan kembali