Pada bagian ini kita akan membahas sistem komunikasi interpersonal. Terutama
tentang bagaimana Anda memandang diri Anda dan bagaimana orang lain
memandang Anda. Kondisi ini akan mempengaruhi pola interaksi Anda dengan
orang lain.
Persepsi Interpersonal
Kita sudah membahas konsep umum persepsi. Ada faktor personal dan
situasional yang mempengaruhi persepsi. Persepsi objek adalah bagaimana
tanggapan kita terhadap benda-benda di sekeliling. Sedangkan persepsi
interpersonal adalah bagaimana kita memandang manusia. Mana yang lebih
cermat, persepsi objek atau persepsi interpesonal? Mengamati papan tulis atau
mengamati seorang dosen? Besar dugaan kita, persepsi kita terhadap papan tulis
tidak jauh berbeda. Sedangkan persepsi terhadap dosen pasti sangat beragam. Ini
disebabkan antara lain bahwa objek tidak bereaksi kepada kita dan kita pun tidak
memberikan reaksi emosional kepadanya. Objek juga relatif tetap, sedang manusia
berubah—ubah (Kita hari ini berbeda dengan kita yang kemarin yang, misalnya,
sedih karena kunci motor hilang, dll).
1. Diskripsi Verbal
2. Petunjuk Proksemik
3. Petunjuk Kinesik
Petunjuk kinesik adalah persepsi yang didasarkan kepada gerakan orang lain
yang ditunjukkan kepada kita. Misalnya: Membusungkan dada (sombong);
Menundukkan kepala (merendah); Bertopang dagu (sedih), dll. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa persepsi yang cermat tentang sifat-sifat dari pengamatan
berasal dari petunjuk kinesik. Begitu pentingnya petunjuk kinesik, sehingga apabila
petunjuk-petunjuk lain (seperti ucapan) bertentangan dengan petunjuk kinesik,
orang mempercayai yang terakhir. Mengapa? Karena petunjuk kinesik adalah yang
paling sukar untuk dikendalikan secara sadar oleh orang yang menjadi stimuli
(selanjutnya disebut persona stimuli-orang yang dipersepsi; lawan dari persona
penanggap).
4. Petunjuk Wajah
5. Petunjuk Paralinguistik
Yang dimaksud paralinguistik ialah bagaimana cara orang mengucapkan
lambang-lambang verbal. Jadi, jika petunjuk verbal menunjukkan apa yang
diucapkan, petunjuk paralinguistik mencerminkan bagaimana mengucapkannya. Ini
meliputi tinggi-rendahnya suara, tempo bicara, gaya verbal (dialek), dan interaksi
(perilaku ketika melakukan komunikasi atau obrolan). Suara keras akan dipersepsi
marah atau menunjukkan hal yang sangat penting. Tempo bicara yang lambat,
ragu-ragu, dan tersendat-sendat, akan dipahami sebagai ungkapan rendah diri
misalnya.
6. Petunjuk Artifaktual
Karon Dion, ellen Bercheid, dan Elaine Walster (1972) meneliti pengaruh
stereotip ini:Apakah penampilan menarik atau tidak menarik menimbulkan asumsi-
asumsi tertentu? Apakah orang yang cantik cenderung dianggap berperilaku baik
dan kemungkinan sukses dalam hidupnya? Mereka memperlihatkan tiga buah foto
kepada para mahasiswa S1. Foto pertama menunjukkan orang yang cantik; kedua,
rata-rata dan ketiga, berwajah jelek. Mahasiswa diharuskan memberikan penilaian
tentang kepribadian orang dalam foto tersebut dengan mengisi angket ukutran
kepribadian. Kemudian mereka harus memperkirakan kemungkinan perkawinannya
dan keberhasilan dalam karirnya. Sibjek-subjek eksperimen itu terbukti menilai
orang cantik lebih bahagia dalam pernikahannya dan lebih mungkin berhasil
memperoleh pekerjaan yang baik ketimbang rekan-rekannya yang berwajah jelek.
Bila kita mengetahui bahwa seseorang memiliki satu sifat (misalnya, cantik
atau jelek), kita beranggapan bahwa ia memiliki sifat-sifat tertentu (misalnya,
periang atau penyedih); ini disebut halo effect. Bila kita sudah menyenangi
seseorang, maka kita cenderung melihat sifat-sifat baik pada orang itu dan
sebaliknya.
1. Pengalaman
Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman tidak selalu
lewat proses belajar formal. Pengalaman kita bertambah juga melalui rangkaian
peristiwa yang pernah kita hadapi. Inilah yang menyebabkan seorang ibu segera
melihat hal yang tidak beres pada wajah anaknya atau pada petunjuk kinesik
lainnya. Ibu lebih berpengalaman mempersepsi anaknya daripada bapak. Ini juga
sebabnya mengapa kita lebih sukar berdusta di depan orang yang paling dekat
dengan kita.
2. Motivasi
3. Kepribadian
Stereotyping
Stereotyping ini juga menjalaskan terjadinya primacy effect dan halo effect
yang sudah kita jelaskan di muka. Primacy effect secara sederhana menunjukkan
bahwa kesan pertama amat menentukan; karena kesan itulah yang menentukan
kategori. Begitu pula, halo effect. Persona stimuli yang sudah kita senangi telah
mempunyai kategori tertentu yang positif, dan pada kategori itu sudah disimpan
semua sifat yang baik.
Atribusi
Referensi
Griffin, EM. 2003. A First Look At Communication Theory. London : Mcgraw-Hill.
Miller, Katherine. 2002. Communication Theories: Perspective, Process, and
Context. Boston: