dengan konsep-konsep
seperti kepribadian,
kecantikan, manipulasi
penampilan, citra diri, konsep diri, dan lain-lain. Semua konsep itu berguna untuk
mempermudah laki-laki itu mencapai tujuan : menjadi kekasih gadis tersebut !
Terkadang kita sama sekali tidak perduli dengan ada atau tidaknya konsep-konsep di
atas, yang penting tujuan kita tercapai. Permasalahannya adalah kita tetap saja
berhadapan dengan bentuk konkret dan konsep-konsep tadi, baik kita sadari atau tidak
kita sadari.
Kepribadian, konsep diri, pengelolaan kesan (impression management),
semuanya memiliki potensi yang menentukan ketika interaksi manusia mulai dilakukan.
lnteraksi yang terjadi dalam bentuk paling sederhana seperti dalam komunikasi
interpersonal membutuhkan pengetahuan mendalam tentang konsep-konsep di atas
agar tujuan komunikasi tercapai. Djalaludin Rakhmad menuliskan kekuatan akan
pengetahuan atas persepsi yang membantu dalam komunikasi interpesonal. Ada
empat hal yang sangat berpengaruh dalam hubungan interpersonal menurut Rakhmat.
keempat hal itu adalah: (1). Persepsi Interpersonal, (2). Proses Pembentuk Kesan, (3).
Proses Pengelolaan Kesan (Impression Management), (4). Pengaruh Persepsi
Interpersonal pada Komunikasi Interpersonal9.
Analisis interpersonal yang diberikan Rakhmat menunjukan betapa vitalnya
peran persepsi dalam proses komunikasi interpersonal. Sementara itu Supratiknya
menempatkan konsep self
Jalaluddm Rakhmat, (2001), Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, Penerbit PT Remaja Rosdakarya,
Bandung.
menciptakan
komunikasi
interpersonal
yang
efektif10.
Self
disclosure
adalah
pengungkapan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi
serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk
memahaimi tanggapan kita dimasa kini tersebut. Tanggapan terhadap orang lain atau
terhadap kejadian tertentu lebih melibatkan perasaan. Membuka diri berarti
membagikan kepda orang lain perasan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan
atau dilakukannya, atau perasaan kita terhadap kejadian-kejadian yang baru saja kita
saksikan.
Pembukaan diri menurut Johnson meimiliki dua sisi yaitu bersikap terbuka
kepada yang lain, dan bersikap terbuka bagi yang lain. Kedua proses ini dapat
berlangsung secara serentak dan akan membuahkan hasil berupa relasi yang terbuka
antara kita dan orang lain. Kemampuan untuk membuka diri ini akan bervariasi pada
setiap orang. Namun bagaimana kemudian keinginan untuk membuka diri itu menjadi
muncul akan sangat tergantung pada kepribadian orang bersangkutan. Dari sinilah
perbincangan masalah kepribadian menjadi penting untuk kita lakukan.
KEPRIBADIAN; RAGAM KATEGORI DEFINISI
Ada dua golongan besar yang akan kita temui ketika akan mendefinisikan
kepribadian. Golongan pertama menyamakan konsep kepribadian dengan ketrampilan
atau kecakapan sosial. Kepribadian individu dinilai berdasarkan kemampuannya
memperoleh reaksi-reaksi positif dan berbagai orang dalam berbagai keadaan.
Dengan kategori ini sangat wajar bila seorang guru memvonis siswanya telah meimiliki
masalah kepribadian dengan maksud untuk mengatakan bahwa ketrampilanketrampilan sosial siswa itu kurang memadai untuk memelihara hubungan-hubungan
yang memuaskan dengan sesama siswa dan guru. Akhirnya kepribadian tidak lebih
sebagai pemolesan diri untuk mendapatkan ketrampilan sosial.
Golongan kedua memandang kepribadian individu sebagai kesan yang paling
menonjol atau paling kentara yang ditunjukkan seseorang terhadap orang lain.
Akhirnya muncullah anggapan bahwa seseorang memiliki kepribadian agresif atau
bahkan kepribadian penakut. Biasanya dalam kategori ini sang pengamat memilih
satu atribut atau kualitas yang paling khas pada subjek dan agaknya merupakan
bagian penting dan keseluruhan kesan yang ditimbulkan pada orang-orang lain
sehingga kepribadian orang tersebut identik dengan istilah seperti di atas. Akhirnya
kepribadian dilukiskan sebagai baik dan buruk.
!
Kategori definisi kepribadian ini bisa dilacak lebih jauh dan penjelasan Aliport yang dihimpun oleh
Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Teori-teori Psikodinainik (KIi,iis), (1993), Penterjernah Yustinus,
Kanisius, Jogjakarta, hal 26 29.
dalam dirinya, serta memperlakukan para anggota keluarga dengan tidak konsisten.
Setelah lulus kedokteran tahun 1900, ia menjadi asisten di rumah sakit mental di
Zurich. Ketertarikannya dengan etimologi skizofrenia memberinya inspirasi pada
penemuan teori ketidaksadaran kolektif. Ia juga menemukan fantasi dan delusi pasien
yang dalam banyak hal mirip dengan mitos-mitos kebudayaan abad lampau.
Dengan terpublikasikannya karya Jung, The Psychology of Dementia Preacox,
berisi tentang sebuah treatmen psikoanalisis terhadap skizofrenia, mengawali posisi
Jung sebagai sahabat Sigmund Freud. Melalui proses pertemuan dan diskusi intensif
dengan Freud, Jung menjadi pelopor gerakan humanis yang penting. Ia juga
mengatakan bahwa cara realisasi diri adalah melalui penemuan kembali spiritual self
Berikut kita akan mengkaji prinsip dan konsep dasar teori kepribadian yang dipaparkan
oleh Jung.
PRINSIP DAN KONSEP DASAR12
Carl Gustav Jung memaparkan bahwa totalitas kepribadian disebut psike (psyche).
Dalam konsepsinya, psike bukanlah bentuk fisik yang memiliki realitas khusus. Melalui
psike, energi mengalir secara kontinyu dengan arah yang beragam dan ketidaksadaran
menuju ke kesadaran dan kembali lagi; serta dan dalam ke luar realitas dan kembali
lagi. Energi psikis ini, bagi Jung merupakan sesuatu yang real. Dia menganggap
bahwa energi psikis dan libido saling berkaitan. Libido menunjuk pada sebuah energi
proses kehidupan dimana seksualitas hanyalah merupakan satu aspek. Energi psikis,
seperti energi fisik, merupakan abstraksi yang merepresentasikan sesuatu yang real,
yang tidak dapat disentuh atau dirasakan,tetapi kita sadar akan keberadaannya melalui
efek yang ditimbulkan. Seperti halnya bentuk manifestasi energi fisik yang menerangi
atau menghangatkan ruangan, energi psikis mewujudkannya dalam berbagai
perasaan, peinikiran, dan perilaku.
Sesuatu yang penting dan sebuah energi psikis adalah bahwa energi psikis
merupakan produk konflik diantara kekuatan-kekuatan dalam kepribadian. Tanpa
konflik, tidak akan ada energi dan tak ada kehidupan. Cinta dan kebencian dapat eksis
dalam psike, menciptakan tekanan dan energi baru yang mencari ekspresi dalam
perilaku. Potensi konflik ini sungguh-sungguh tidak terbatas.
"
Paulus Budiraharjo (Ed), (1997), Mengenal Teori Kepribadian Mutakhir, Kanisius, Jogjakarta, hal 41
57. Sebenarnya buku ini rnenghadirkan banyak pernikiran tokoh-tokoh psikologi kepribadian, namun kita
hanya memfokuskan kajian pada peniikiran Carl Gustav Jung. Bagi yang berininat rnendalanii lebih jauh
tentang kepribadian, bisa membaca buku itu lebih lanjut.
KAJIAN TEORI
Ego dalam Identitas
Jung meyakini bahwa ego merupakan representasi kompleks yang terdiri dari pusat
bidang sadar dan muncul untuk memberi tekanan dengan derajat yang sangat tinggi
pada identitas dan kontinuitas. lstilah kompleks diartikan sebagai kumpulan pemikiran
yang dipersatukan, seringkali oleh perasaan pada umumnya. Ego yang kompleks tidak
sinoinim dengan psike, melainkan hanya satu aspek darinya. Selain itu, ego tidak
identik dengan kesadaran. Ego sebenarnya merupakan sebuah pemusatan kekuatan
dalam psike yang terletak pada pusat kesadaran. Prinsipnya, ego bertanggung jawab
kepada perasaan identitas dan kontinuitas keberadaan manusia.
Ketidaksadaran Personal
Wilayah di bawah ego adalah ketidaksadaran personal. Ketidaksadaran personal terdiri
dari semua pengalaman yang dilupakan, yang kehilangan intensitasnya karena
beberapa alasan, terutama karena tidak menyenangkan, termasuk kesan-kesan yang
terlalu lemah untuk diterima di alam sadar. Materi ketidaksadaran ini dapat muncul ke
kesadaran dalam kondisi tertentu. Misalnya dapat dimunculkan oleh keterampilan
terapis dalam menolong pasiennya melalui hipnotis, asosiasi bebas, atau metode
amplikasi.
Ketidaksadaran Kolektif
Bagian terdalam dan kepribadian adalah ketidaksadaran kolektif. Bagi seorang Jung,
ini merupakan pusat ingatan laten manusia dan leluhurnya yang terdiri dan insting dan
arketipe yang diturunkan serta seringkali mengontrol perilaku kita. Arketipe-arketipe itu
eksis dalam semua kebudayaan melalui sejarah. Ingatan kilektif, bagi Jung adalah
universal dalam kehidupan karena evolusi pada umumnya dan struktur otak. Konsepsi
ini seringkali salah dimengerti. Orang sering menganggap ini sebagai sumbangan
orisinal Jung pada psikologi, walaupun Freud sebelumnya telah mengajukan konsep
agak mirip yang disebutnya sebagai ketidaksadaran rasial yang dimiliki secara kolektif.
Hal yang lebih penting, Jung tidak menerima ide, terutama dan J.B Lamarck, bahwa
seseorang memiliki karakter yang diwarisi secara Iangsung. Jung mengatakan bahwa
kita tidak mutlak mewarisi karakter yang diwariskan secara Iangsung. Kita hanya
mewarisi sebagian dan membawanya pada sebuah kecendrungan atau predisposisi
untuk merespons pengalaman tertentu dengan cara yang khusus. Terkadang
kecendrungan ini muncul dengan cara spontan dan terkadang ketika seseorang dalam
kondisi stres, dalam bentuk motif arketipe. Misalnya Jung mengatakan bahwa pria dan
wanita dalam setiap kebudayaan memiliki sifat turunan atau kecendrungan untuk
merespon secara ambigu dan merasa terancam oleh sesuatu yang memiliki eksistensi
paling berkuasa, yang kita sebut dengan Allah. Lebih lanjut Jung mengatakan bahwa
seseorang yang meninggalkan ide tentang Allah akan mengalami kesulitan
kepribadian.
Ide tentang Allah bagi Jung tidak seperti ide tentang kursi yang tampak jelas.
Allah merupakan simbol universal, dan simbol tersebut walaupun real tidak
sepenuhnya dapat dimengerti. Dengan realitas yang begitu kompleks, maka
pemahaman
rasional
hanya
dapat
menolong
memahamannya
secara
tidak
Persona juga bisa merupakan ciri yang negatif. Seseorang dapat belajar
menyembunyikan diri atau kepribadian yang sebenarnya dibalik topeng-topeng ini. Dan
perspektif lain, dapat juga dikatakan bahwa ketika seseorang terperangkap dalam
peran tertentu, ia dapat kehilangan sebagian sisi individualitasnya. Jacob memberikan
ilustrasi:
Kita semua mengetahii profesor ... yang secara individual menampakkan din dalam
peran profesor, tetapi di balik topengnya seseorang mungkin dapat ditemukan keluhankeluhan dan sif at kekanak-kanakan.
diri
dengan
dunia
ketidaksesuaian,
luar,
dan
maka
bagian
shadow
inferior
mewakili
dalam
psike.
kejahatan,
Shadow
hubungannya
dengan
ketidaksadaran
kolektif,
shadow
mengandung
personifikasi universal dan kejahatan dalam psike manusia. Jung menegaskan, kita
tidak pernah secara tuntas mengetahui sisi gelap kepribadian ini karena kita tidak
pernah berhadapan dengan bentuk kejahatan secara absolut dalam kepribadian. Akan
tetapi, dalam hal ini shadow eksis dalam kepribadian semua orang dan muncul dalam
bentuk bermacam-macam, seperti perasaan ingin merusak diri sendiri, keinginan untuk
menghancurkan orang lain atau alam.
Adalah benar bahwa, pada dasarnya manusia tidak dapat mengontrol impulsimpuls tersebut. Jung percaya bahwa perasaan yang direpresikan ini bekerja secara
independen dalam ketidaksadaran, yang bekerja sama dengan impuls-impuls yang
lain. Akibatnya, ia menjadi satu kekuatan kompleks yang bisa meledak secara cukup
kuat dalam kesadaran dan karena itu melemahkan ego. Misalnya seorang eksekutif
yang dihormati bisa menjadi sangat kasar terhadap koleganya dalam pentemuan
penting.
Argumentasinya
dipertanggungjawabkan,
dan
bisa
menjadi
mungkin
tidak
sangat
irasional,
berhubungan
tidak
degan
dapat
isu
yang
dipertimbangkan. Atau, dalam ruang lingkup yang lebih besar, pengusaha dan atau
pejabat bisa membuat policy yang merusak lingkungan hidup atau merugikan rakyat.
Shadow juga mengandung sisi positif disamping sisi negatif yang telah diulas di
atas. Beberapa contoh segi positif, misalnya seorang pembunuh bisa mengampuni
korbanya karena korbannya tersebut mengingatkannya pada seseorang yang pernah
dicintainya. Atau seorang wanita yang mementingkan dirinya sendiri (selfish)
menghabiskan waktu dan uangnya untuk kegiatan karikatif, karena dia tidak
memperhitungkan jumlah pengeluaran akibat tindakannya itu. Secara urnum segi
positif dan shadow terkadang terjadi ketika seseorang merasa tidak bertanggung jawab
sepenuhnya, spontan, dan kreatif.
Anima dan Animus, seperti halnya Freud, Jung merasa bahwa semua pria dan
wanita memiliki elemen seksual yang berlawanan dengannya. Setiap pria memiliki sifat
feminim, seperti halnya setiap wanita meimliki kualitas maskulin tanpa disadari.
Konsep ini didasarkan atas kenyataan bahwa terdapat variasi hormon antara pria dan
wanita. Arketipe feininin dalam pria oleh Jung disebut anima, arketipe maskulin dalam
wanita disebut animus.
Anima dan animus dapat bekerja secara konstruktif dan destruktif. Jung mengatakan
anima dapat berfungsi positif dalam pria, inisalnya mengingatkan perasan yang terlalu
superior. Fungsi ini bekerja negatif dalam tindakan pria yang kewanita-wanitaan.
Animus dalam kwanita memiliki manifestasi positif ketika menciptakan argumentasi
logis dan rasional. Sisi negatif Animus dapat dilihat ketika wanita berperilaku seperti
pria tulen, seperti ketika wanita atau feminis berperilaku maskulin.
Jung mengatakan bahwa anima dan animus merupakan fenomena universal,
mendeskripsikan
stereotipe
seksual
dalam
kebudayaan.
Arketipe
maskulin
dampak negatif. Misalnya, anima dalam pria dapat diproyeksikan kepada kekasihnya.
Mungkin dia melihat kekasihnya sebagai ibu universal yang sensitif dan selalu
melindunginya.
Self, potensi arketipal dan diri manusia adalah self. Ia dikonsepsikan sebagai
cetak biru energi yang memiliki kemampuan untuk merealisasikan, atau yang disebut
Jung sebagai jalan individuasi. Individuasi merupakan proses dimana seseorang
menjadi dirinya sendiri yang unik. Dalam melakukannya, dia tidak menjadi selfish dan
jauh dari egoisme dan individualisme.
Gerakan menuju realisasi diri (self realization) merupakan satu proses yang
sangat sulit. Jung percaya bahwa proses itu tidak dapat dicapai dalam usia muda
karena membutuhkan waktu dan usaha untuk memecahkan banyak konflik yang saling
bertentangan dalam psike. Ia baru dapat dicapai minimal pada usia setengah baya.
Dalam harmoni, ego menjadi satelit self, seperti bumi berputar mengelilingi matahari.
Kesadaran tidak menempatkan kembali ketidaksadaran dalam psyche. Sebaliknya
principle of opposite yang bekerja, saling menyeimbangkan antara kesadaran dan
ketidaksadaran, antara ego dan shadow. Dengan demikian, sesuatu yang negatif
tidak
ditekan,
melainkan
diterima
dan
diakui
secara
jujur
keberadaannya.
kekuatan
ketidaksadaran
melebihi
kesadaran.
Dalam
pandangannya
perspektif seorang Jalaluddin Rakhmat dalam mencandra aspek psikologis yang terjadi
ketika komunikasi interpersonal.
Keempat, objek relatif tetap, manusia berubah-ubah. Papan tulis yang Anda lihat
minggu yang lalu tidak berbeda dengan papan tulis yang kita Lihat hari ini. Mungkin
tulisan pada papan tulis itu sudah berubah, mungkin sobekan kayu disudut sudah
hilang, tetapi secara keseluruhan papan tulis itu tidak berubah. Manusia selalu
berubah. Anda hari ini bukan Anda hari kemarin,bukan Anda esok hari. Kemarin Anda
ceria, karena baru menerima kredit mahasiswa Indonesia. Hari ini sedih, karena
sepeda motor Anda ditabrak becak. Esok Anda gembira lagi, karena ujian anda lulus.
Anda di fakultas, bukan anda dirumah, bukan Anda di masjid. Perubahan ini, kalau
tidak membingungkan kita, akan memberikan informasi yang salah tentang orang lain.
Persepsi interpersonal menjadi lebih mudah salah.
PROSES PEMBENTUKAN KESAN
Dalam komunikasi interpersonal sesungguhnya selalu tercipta pembentukan kesan
baik ketika komunikasi itu tengah terjadi maupun setelah proses komunikasi itu selesai
dilakukan. Terciptanya kesan muncul dari
mempunyai kategoni tertentu yang positif, dan pada kategori itu sudah disimpan
semua sifat yang positif, dan pada kategori itu sudah disimpan semua sifat yang baik.
Implicit Personality Theory
Memberikan kategori berarti membuat konsep. Konsep makanan mengelompokkan
donat, pisang, nasi dan biskuit dalam kategori yang sama. Konsep bersahabat
meliputi konsep-konsep ramah, suka menolong, toleran, tidak mencemooh, dan
sebagainya. Di sini kita tidak akan mencemooh kita. Setiap orang mempunyai konsepsi
ter-sendiri tentang sifat-sifat apa berkaitan dengan sifat-sifat apa. Konsepsi ini
merupakan teori yang dipergunakan orang ketika membentuk kesan tentang orang
lain. Teori ini tidak pernah dinyatakan, karena itu disebut implicit personality theory.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita semua psikolog, amatir, lengkap dengan berbagai
teori kepribadian. Suatu hari anda menemukan pembantu Anda sedang sembahyang,
Anda menduga ia pasti jujur, saleh, bermoral tinggi. Teori Anda belum tentu benar,
sebab ada pengunjung mesjid atau gereja yang tidak saleh dan tidak bermoral.
Atribusi
Atribusi adalah proses menyimpulkan motif, maksud dan karakteristik orang lain
dengan melihat pada perilakunya yang tampak. Atribusi boleh juga ditujukan pada diri
sendiri (self atribution), tetapi di sini kita hanya membicarakan atribusi pada orang lain.
Atribusi merupakan masalah yang cukup populer pada dasawarsa terakhir di kalangan
psikolog sosial, dan agak menggeser fokus pembentukan dan perubahan sikap.
Secara garis besar ada dua macam atribusi: atribusi kausalitas dan atribusi kejujuran.
Bila kita melihat perilaku orang lain, kita mencoba memahami apa yang menyebabkan
ia berperilaku seperti itu. Fritz Heider (1958) adalah yang pertama menelaah atribusi
kausalitas. Menurut Heider, bila kita mengamati perilaku sosial, pertama-tama kita
menentukan dahulu apa yang menyebabkannya; faktor situasional atau personal;
dalam teori atribusi lazim disebut kausalitas eksternal dan kausalitas internal.
Bagaimana kita mengetahui bahwa perilaku orang lain disebabkan faktor internal, dan
bukan faktor eksternal ? Menurut Jones dan Nisbett, kita dapat memahami motif
personal stimuli dengan memperhatikan dua hal. Pertama, kita memfokuskan
perhatian pada perilaku yang hanya memungkinkan satu atau sedikit penyebab.
Kedua, kita memusatkan perhatian pada perilaku yang menyimpang dari pola perilaku
yang biasa.
Marilah kita jelaskan hal ini dengan contoh (Golstin, 1980: 140). Dalam suatu
ruangan kelas, kita dapat menduga berbagai perilaku mahasiswa: menghadap ke
depan dan menulis catatan kuliah: rnenghadap ke depan tetapi mengobrol dengan
rekan yang duduk di sebelah; menghadap ke depan sambil membaca koran;
menghadap ke depan sambil tidur; atau mebelakang. Semua perilaku itu mempunyai
kemungkinan terjadi yang berbeda-beda. Menghadap ke depan dan menulis catatan
kuliah adalah yang paling mungkin terjadi. Ini yang paling sulit untuk dijelaskan, karena
berbagai penyebab dapat diduga; mungkin ia ingin belajar, ingin lulus ujian, takut
beasiswanya dicabut, malu pada dosen, atau sekadar tunduk pada norma-norma
sosial. Dua yang pertama adalah penyebab internal, tiga terakhir penyebab eksternal.
Dengan begitu, perilaku ini sukar diketahui motifnya yang sebenarnya. Ambillah
mahasiswa yang membelakang. ini menyimpang dari pola perilaku yang biasa. Kita
akan segera menyimpulkan perilaku itu terjadi karena motif perorangan. Mahasiswa itu
benci pada dosen, ingin menunjukkan keberaniannya (sekadar jual tampang), atau
ingin menghindari tatapan dosen. Apa pun sebabnya, yang jelas ini menunjukkan
kausalitas internal. Penelitian Jones dan Davis dapat disimpulkan, bahwa kita
menentukan kausalitas perilaku dengan melihat konteksnya.
Beberapa peneliti lain menghubungkan proses atribusi dengan status persona
stimuli. Kausalitas internal ternyata lebih banyak dianggap menyumbang karena
pengaruh persuasi. Jones dan kawan-kawannya memperkuat hipotesis ini. Pujian dan
orang berstatus tinggi dianggap penghargaan, dan persona stimulinya dianggap jujur;
pujian dan orang berstatus rendah dianggap menjilat karena ada udang di balik batu.
Yang lebih terkenal sebenarna adalah teori atribusi dari Harold Kelle (1972, 1973).
Menurut Kelley, kita menyimpulkan kausalitas internal atau eksternal dengan
memperhatikan tiga hal: konsensus, - apakah orang lain bertindak sama seperti
penanggap; konsistensi - apakah penanggap bertindak sama pada situasi lain; dan
kekhasan (distintiveness) - apakah orang itu bertindak yang sama pada situasi lain,
atau hanya pada situasi ini saja. Menurut teori Kelley, bila ketiga hal itu tinggi, orang
akan melakukan atribusi kausalitas eksternal. Misalkan, Rudi bertengkar dengan
seorang dosen, begitu pula mahasiswa yang lain (konsensus tinggi); Rudi pernah juga
bertengkar dengan dosen itu sebelumnya (kekhasan tinggi). Anda akan menyimpulkan
Rudi marah karena ulah dosen, bukan karena watak Rudi.
Sekarang, bagaimana kita dapat menyimpulkan bahwa personal stimuli jujur
atau munafik (atribusi kejujuran - attribution of honesty)? Menurut Robert A. Baron dan
Donn Byrne (1979:70- 71), kita akan memperhatikan dua hal: (I) sejauh mana
pernyataan orang itu menyimpang dari pendapat yang populer dan diterima orang, (2)
sejauh mana orang itu memperoleh keuntungan dan kita dengan pernyataannya itu.
Makin besar jarak antara pendapat persona stimuli dengan pendapat umum,
makin percaya kita bahwa ia jujur (Eisinger dan Mills, 1968: Jones et al., 1971). Ada
cerita tentang Raja Thailand yang menunggang kerbau kotor. Biasanya ia
mengendarai gajah putih, dan rakyat harus bersuara dengan satu irama, Maha Agung
Baginda Raja yang mengendarai gajah putih, Kali ini pun, walaupun Raja
menunggang kerbau kotor, orang masih menyebutkan irama yang sama, Maha Agung
Baginda Raja yang mengendarai gajah putih. Kecuali di empat penjuru angin, empat
pemuda mengeluarkan pernyataan, Raja menunggang kerbau kotor. Mereka
ditangkap, dibawa ke istana. Raja mengangkatnya menjadi menteri (Aneh, mestinya
dipenjarakan, bukan?). Sabda raja, Kalian orang jujur. Aku membutuhkan orang
seperti kalian. Itu berarti sukar menduga kejujuran pada orang yang meneriakkan
irama yang sedang populer.
Kita kurang mempercayai kejujuran orang yang mengeluarkan pernyataan yang
menguntungkan dirinya.
Kita tidak
yakin
pada
omongan salesman
tentang
dagangannya, sebab ia memang mencari keuntungan. Kita yakin kawan kita jujur bila
ia menyatakan pendapat yang sebetulnya akan merugikan dia.
PROSES PENGELOLAAN KESAN
Kita telah membicarakan bagaimana kecermatan persepsi interpersonal dimudahkan
oleh petunjuk-petunjuk verbal non verbal, dan dipersulit oleh faktor-faktor personal
penanggap. Kesulitan persepsi juga timbul karena persona stimuli berusaha
menampilkan kesan tertentu untuk menimbulkan kesan tertentu pada diri penanggap.
Erving Golfman menyebut proses ini pengelolaan kesan (impression management).
Kita sudah mengetahui bahwa orang lain menilai kita berdasarkan petunjukpetunjuk yang kita berikan; dan penilaian itu mereka memperlakukan kita. Bila mereka
menilai kita berstatus rendah, kita tidak mendapatkan pelayanan istimewa. Bila kita
dianggap bodoh, mereka akan mengatur kita. Untuk itu, kita secara sengaja
menampilkan diri kita (self - presentation) seperti yang kita kehendaki.
Peralatan lengkap yang kita gunakan untuk menampilkan diri kita ini disebut
front. Front terdiri dari panggung (setting), penampilan (appearance), dan gaya
bertingkah laku (manner). Panggung adalah rangkaian peralatan ruang dan benda
yang kita gunakan. Ruang tamu berikut perabotan, hiasan dinding, lampu, karpet, dan
lemari, kita atur untuk memberikan kesan bahwa kita bukan petit bourgeouis, tetapi
psikologi sosial yang berorientasi pada sosiologi - konsep diri dikembangkan oleh
Charles Horton Cooley (1864-1929), George Herbert Mead (1863-1931), dan
memuncak pada aliran interaksi simbolis, yang tokoh terkemukanya adalah Herbert
Blumer. Di kalangan Psikologi Sosial yakni psikologi sosial yang berorientasi pada
psikologi - konsep diri tenggelam ketika behaviorisme berkuasa. Pada tahun 1943,
Gordon E. Ailport menghidupkan kembali konsep diri. Pada teori motivasi Abraham
Maslow (1967, 1970) dan Carl Rogers (1970) konsep diri muncul sebagai tema utama
Psikologi Humanistik.